0070: S. Trihatmo & Eko F. Nurprasetyo
HK-41
DESAIN DAN PENGEMBANGAN PROTOTIPE RADARLIKE TRACKING SYSTEM Sardjono Trihatmo1,∗ dan Eko Fajar Nurprasetyo2 1
Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung Teknologi 3 Lantai 3 Kawasan Puspiptek Serpong 15314 Telepon: 021-75791260 2 Versatile Silicon Technologies Jl. Manggis 2 No. 61, Depok Jaya, Depok 16432 Telepon: 021-77217590 ∗
e-Mail:
[email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Makalah ini mempresentasikan desain dan pengembangan sebuah sistem pemantauan obyek udara nirradar. Sistem yang merupakan sebuah receiver ini menangkap sinyal yang dipancarkan obyek udara. Sinyal yang berisi data-data obyek udara tersebut kemudian diproses untuk pemantauan baik untuk keperluan sipil maupun militer. Teknologi yang digunakan pada pengembangan receiver lebih menitikberatkan pada penggunaan komponen digital dengan mengurangi komponen analog. Tujuannya agar didapatkan biaya produksi yang lebih ekonomis. Metode yang digunakan adalah dengan metode undersampling sebagai cara yang murah namun konsekuensinya memerlukan kemampuan Bandpass Filter yang memiliki bandwidth yang sempit. Fitur spesifik lainnya yang membedakan dengan receiver umumnya adalah penggunaan metode error correction disamping error detection. Hasil menunjukkan bahwa bit error rate dan frame error rate dapat mencapai harga kurang 10−3 pada SNR sebesar -15 dB. Kata Kunci: Teknologi nirradar, undersampling, error correction
I.
PENDAHULUAN
Desain dan pengembangan prototipe radarlike tracking system ini diawali dengan keperluan akan adanya sebuah sistem pemantauan dan tracking ruang udara yang dapat diproduksi oleh perusahaan-perusahaan elektronika nasional. Sistem ini selain secara teknis dapat dibuat, juga harus melihat aspek ekonomi sehingga dapat diproduksi massal dan menguntungkan pembuatnya. Mengingat sistem pemantauan utama adalah radar yang relatif sangat mahal dari sisi pembelian, operasional dan pemeliharaan, maka dalam kegiatan ini dibuatlah sebuah prototipe sebuah sistem pemantauan dan tracking nirradar atau dapat juga disebut radarlike system. Sistem ini selain direkomendasikan oleh International Civil Aviation Organisation (ICAO) untuk keperluan penerbangan sipil (1) – yang disebut juga ADS-B –juga dapat digunakan untuk keperluan militer sebagaimana juga diusulkan oleh US Air Force.[7]
Sistem pemantauan nirradar ini merupakan receiver yang dapat diinstalasi di darat sebagai ground station, di pesawat udara maupun kapal perang TNI. Konsep sistem ini dapat dilihat dalam G AMBAR 1. Sistem ini akan menangkap sinyal data obyek
G AMBAR 1: Konsep sistem nirradar/ADS-B sebagaimana dikutip dari McMath[7]
Prosiding InSINas 2012
0070: S. Trihatmo & Eko F. Nurprasetyo
HK-42 udara pada frekuensi 1090 Mhz dan menerjemahkan data yang dikodekan tersebut menjadi data kinematik seperti posisi, kecepatan dan status lainnya. Untuk keperluan militer sebuah program enkripsi dan dekripsi harus ditambahkan pada sistem tersebut. Pengembangan sistem pemantauan nirradar ini bersifat ”prove of concept”. Pertama adalah mengkaji desain sistem yang telah ada seperti pada pada patenpaten[2–4] maupun literatur akademis. Kedua adalah mengkaji standar internasional sebagai acuan pengembangan. Ketiga adalah mengkaji sistem pemantauan nirradar yang telah beredar di pasar. Kemudian pengembangan dilakukan berdasarkan tiga kajian di atas dengan titik berat desain pada pemrosesan digital dengan menghindari sejauh mungkin komponen radio frekuensi. Konsep unggulan yang digunakan adalah undersampling dimana sinyal carrier akan dicacah dengan frekuensi jauh di bawah sinyal tersebut. Untuk mengimplementasikan konsep under sampling tersebut dikembangan bandpass filter yang sangat sempit yang juga merupakan keunggulan sistem ini. Semua ini bertujuan agar biaya produksi akan dapat ditekan.
II.
METODOLOGI
Format data yang akan ditangkap dan diproses oleh receiver ini sesuai dengan standar ICAO[6] ditampilkan pada G AMBAR 2.
G AMBAR 3: Blok diagram sistem.
diproses pada modul FPGA ML605. Dalam modul ML605 inilah seluruh algoritma pemrosesan signal secara digital dilaksanakan mulai dari filtering, preamble detection, retrigering, PPM demodulation, error detection and correction yang kesemuanya sesuai dengan standar internasional yang ditetapkan. Data biner yang dihasilkan dimasukkan kedalam RAM/Stack dari ML605 yang selanjutnya akan diteruskan melalui bus PCI express8x ke dalam komputer industri/industrial PC. Data dari PCI express diambil oleh industrial PC melalui mekanisme Direct Memory Access yang difasilitasi oleh open source sistem operasi Linux. Data-data tersebut selanjutnya akan diproses sesuai standar sehingga menghasilkan data kinematik dan status obyek udara yang siap digunakan dan ditampilkan pada Air Trafic Control (ATC).
III.
G AMBAR 2: Format data
Informasi data dikemas dalam bentuk pulsa sebanyak 112 buah dengan lebar 1 us dan berformat Pulse Position Modulation. Data ini diawali dengan preamble yang bercorak sekuen dua pasang pulsa. Data ini dibawa oleh carrier dengan frekuensi 1090 Mhz. Untuk mengolah data tersebut maka dikembangkan sistem dengan diagram blok sistem secara umum diperlihatkan dalam G AMBAR 3. Antena akan menerima signal dari objek di udara. Signal tersebut akan diperkuat oleh Low Noise Amplifier (K 1090 A). Luaran signal dari LNA besar kemungkinan masih mengandung signal-signal echo dari kanal lain. Untuk menyingkirkan signal echo, maka perlu dipasang Band Pass Filter . Signal data yang masuk kemudian akan dicacah oleh ADC (FMC110) dan akan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spektrum sinyal obyek udara perlu dikaji untuk menentukan spesifikasi Low Noise Amplifier. G AM BAR 4 memperlihatkan spektrum kanal-kanal antara 01,5 GHz. Terlihat bahwa disekitar frekuensi 1090MHz terdapat spektrum yang cukup kuat yaitu spektrum GSM dan TV broadcast dibanding spektrum 1090MHz. Untuk itu perlu penguatan awal dengan LNA. G AMBAR 5 diperlihatkan penguatan spektrum 1090 Mhz setelah menggunakan LNA. Terlihat bahwa penguatan terhadap frekuensi 1090 Mhz cukup signifikan. Meskipun demikian terlihat pula bahwa spektrum lainnya tidak teredam karena sesuai dengan spesifikasi yang ada peredaman minimum LNA sekitar 0 dB. Untuk mengimplementasikan konsep undersampling, sedapat mungkin hanya spektrum 1090 Mhz yang masuk ke dalam sistem. Dengan demikian dikembangkan sebuah bandpass filter dengan lebar pita yang cukup sempit. G AMBAR 6 adalah hasil dari penggunaan bandpass filter. Terlihat bahwa dengan menggunakan bandpass filter maka spektrum yang dominan masuk ke dalam sisProsiding InSINas 2012
0070: S. Trihatmo & Eko F. Nurprasetyo
G AMBAR 4: Spektrum 0-1,5 GHz
G AMBAR 5: Penguatan dengan LNA
tem adalah spektrum di frekuensi 1090 Mhz. Selanjutnya adalah murni proses digital dimana sinyal mengalami proses pencacahan dan filtering sehingga didapat sinyal data dengan format sebagaimana tersebut sebelumnya pada G AMBAR 2. Pendeteksian preamble menggunakan metode cross correlation seperti diperlihatkan pada G AMBAR 7. Hasil pengenalan preamble dengan metode tersebut menyatakan bahwa sinyal tersebut adalah sinyal data dari obyek udara sebagaimana diperlihatkan pada G AMBAR 8. Proses pendeteksian dan pengenalan preamble menuntut proses retriggering, yaitu apabila dalam pendeteksian sebuah preamble ditemukan preamble yang lebih kuat, maka preamble yang lebih kuat akan diam-
HK-43
G AMBAR 6: Bandpass Filter
G AMBAR 7: Cross correlation 2 sinyal
G AMBAR 8: Hasil pengenalan preamble
bil. Setelah proses retrigerring, maka data yang berformat Pule Position Modulation akan didemodulasi. Proses demodulasi memerlukan ”bit confidence” sebagaimana diatur dalam standar. Dalam hal diketemukan Prosiding InSINas 2012
0070: S. Trihatmo & Eko F. Nurprasetyo
HK-44 bahwa terdapat logika bit ”11” maka informasi bit tersebut dinyatakan ”low confidence” sebagaimana diperlihatkan dalam G AMBAR 9.
dikatakan salah jika terdapat kesalahan minimal 1 bit. Jadi jika satu bit salah maka frame dikatakan salah.
G AMBAR 9: Bit confidence
Konsep ini dimanfaatkan untuk melakukan error corection disamping error detection. Apabila dalam proses error detection ditemukan bit error, maka bit yang bernilai ”low confidence” akan ditinjau kembali. Kemudian dilakukan kembali error detction. Bila ternyata tidak ditemukan bit error maka data dinyatakan valid. Proses error detection sendiri menggunakan metode Cyclic Redundancy Check yang mengacu pada standar yang berlaku.[8] Hasil pengujian terhadap error detection dan correction diperlihatkan pada G AMBAR 10.
G AMBAR 11: FER
G AMBAR 10: Hasil error detection dan correction
Terlihat bahwa terdapat low bit confidence (”0”) pada nibble yang bertanda selain F. Ketika proses error detection menyatakan terdapat kesalahan bit, maka bit yang bernilai low confidence diubah dengan bit komplemennya. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak lagi terdapat error dan data dinyatakan valid. Berikut adalah hasil pengujian algoritma receiver. Pengujian dilakukan dengan mengirimkan 10000 frame pada transmitter pada nilai SNR yang berbeda-beda kemudian message diekstract dan diuji kebenarannya. Hasil ditampilkan dengan grafik BER (bit error rate) terhadap SNR (signal to noise ratio) dan juga grafik FER (frame error rate) terhadap SNR yang diperlihatkan pada G AMBAR 11 dan G AMBAR 11. Suatu frame akan
G AMBAR 12: BER
IV.
KESIMPULAN
Dari pengujian baik bit error rate maupun paket error rate dapat dilihat bahwa performance dari sistem pemantauan nirradar ini menunjukkan hasil yang cukup memuaskan dimana pada SNR sebesar -15 dB bit error rate dari sistem tersebut kurang dari 0,001. Pada standar ditetapkan bahwa dalam keadaan tanpa noise error rate sebesar 10−6 . Prosiding InSINas 2012
0070: S. Trihatmo & Eko F. Nurprasetyo
HK-45
DAFTAR PUSTAKA [1] N.N., ” ADS-B Implementation And Operations Guidance Document,” ICAO Document ed. 3, September 2007 [2] Lanzkron Paul, ”Methods and Apparatus for Using Interferometry to Prevent Spoofing of ADSB Target, US Patent no 2009/0322586A1, USA, December, 2009. [3] Zhang et al., ”ADSB Radar System”,US Patent 7414567B2, USA, August 2008. [4] Vessel W. Andrew,” ADSB Broadcast Monitoring System and Method”, US Patent no 7383124B1, USA, Juni 2008. [5] N.N.,” 1890 Mhz Downconverter with 110 Mhz IF”, Application Report Philip Semiconductor. [6] N.N.,”Minimum Operational Performance Standards for 1090 MHz Extended Squitter Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADSB) and Traffic Information Services-Broadcast (TISB)”, RTCA Doc 260A vol. 2, USA, 2003. [7] Jim McMath, ”Automated Dependent Surveillance Broadcast Military (ADS M)”, US AirForce Presentation Material, CSEP Engility, 2007. [8] N.N., ”Minimum Operational Performance Standards For Air Traffic Control Radar Beacon System/Mode Select (ATCRBS/MODE S) Airborne Equipments”, RTCA DO-181C, 2001.
Prosiding InSINas 2012