DESA CANGGAL
Membangun Jalan Meraih Impian ISBN 978-602-8218-17-7 Penyusun Firdaus Kasim Joko Nyoto Prabowo E. Eko Ananto
Editor Dadang W Iriana Tata Letak dan Perwajahan Selo Sumarsono
Diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2009
1
Pengantar Kurun 2003-2009, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, mengimplementasikan Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi - P4MI (Poor Farmer’s Income Improvement Through Innovation Project - PFI3P). Program yang ditargetkan untuk meningkatkan pendapatan petani di daerah miskin ini mencapai 1.067 desa yang tersebar di lima kabupaten. Yaitu Blora dan Temanggung (keduanya di Jawa Tengah), Donggala (Sulawesi Tengah), Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat), serta Ende (Nusa Tenggara Timur). Ruang lingkup kegiatan meliputi pemberdayaan petani, dengan meningkatkan kapasitas dan partisipasi masyarakat, serta pengembangan kelembagaan desa. Termasuk perbaikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan pertanian. P4MI juga meningkatkan akses pada jaringan informasi. Serta menyediakan teknologi tepat guna untuk mendukung pengembangan inovasi pertanian. Dengan harapan, mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani miskin. Dokumen ini mengungkapkan kiprah P4MI sekaligus kisah para pelaku dan masyarakat petani penerima manfaat di salah satu desa di Kabupaten Temanggung. Jakarta, Juni 2009
Kepala Badan Litbang Pertanian Dr.Ir. S. Gatot Irianto, MS.D.A.A.
2
DESA CANGGAL
Hubungan harmonis antara pengurus komite investasi desa, fasilitator desa, dengan kepala desa, membebaskan Canggal dari predikat desa tertinggal.
3
Membangun erbang setinggi tiga meter adalah suguhan awal ketika Anda memasuki desa yang satu ini. Menjelang malam, gerbang dari besi itu terkunci rapat, sehingga warga merasa aman dan bisa tidur lelap. Itulah salah satu ciri Desa Canggal di Kecamatan Kledung, Temanggung, Jawa Tengah. Tak berlebihan, sebab wilayah berketinggian 800-1.200 m di atas permukaan laut, di lereng Gunung Sumbing, itu terkenal sebagai sentra peternakan. Populasi domba misalnya, jauh lebih banyak dibandingkan jumlah penduduknya. Belum lagi ditambah sapi potong dan unggas. “Kami membangun gerbang tinggi untuk menghindari pencurian ternak,” kilah Sukirman, Kepala Desa Canggal.
G
Bangkit Bersama P4MI Menurut Sukirman, kondisi perekonomian desa saat ini jauh lebih maju dibandingkan enam tahun silam. Hingga 2003, lanjut dia, wilayahnya termasuk desa tertinggal dibandingkan desa-desa lain yang ada di Kledung. Dari jumlah penduduk yang 535 jiwa, 47% diantaranya tergolong miskin. Mata pencaharian mereka lebih banyak menjadi buruh tani dan buruh-buruh lainnya. Dengan topografi berbukit, areal desa yang 85 hektar, didominasi lahan tegalan di lereng gunung. Komoditas unggulan yang diupaya4
kan masyarakat setempat adalah tembakau, jagung, dan sedikit sayuran dataran tinggi. Sementara akses ke kebun hanya jalan setapak, yang tentu tidak bisa dilalui kendaraan beroda. Tapi Itu cerita masa lampau. Kini, warga Canggal patut bersyukur, lantaran kehidupan mereka bisa mandiri dan lebih sejahtera. Lantas, apa yang membangkitkan warga desa dari keterpurukan ekonomi itu? Adalah Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Departemen Pertanian, yang memasukkan Canggal sebagai salah satu desa dalam program pemberdayaan masyarakat. Melalui Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI), pada 2004 Badan Litbang Pertanian mulai menata Desa Canggal. Program pemberdayaan oleh P4MI diawali dengan sosialisasi kepada masyarakat. Sosialisasi dilakukan di Balai Desa Canggal yang dipandu oleh kepala desa, fasilitator P4MI, dan Kepala Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Kledung. Kemudian ditindaklanjuti dengan membentuk Komite Investasi Desa (KID). Tujuannya, untuk memfasilitasi kegiatan pemberdayaan masyarakat tani. Misi utamanya yaitu meningkatkan kemampuan petani dalam perencanaan dan pelaksanaan investasi sarana maupun prasarana yang dibutuhkan. Sehingga bisa
Jalan Meraih Impian DESA CANGGAL
Jalan terbentang, roda perekonomian Canggal pun bergeliat
5
mendukung pengembangan inovasi produksi dan pemasaran hasil pertanian. Pemilihan pengurus KID dilaksanakan secara demokratis. Musyawarah untuk memilih pengurus diikuti oleh kelompok tani, segenap unsur dan tokoh masyarakat, serta aparat pemerintahan desa yang bertindak selaku fasilitator. Personalia pengurus terpilih terdiri atas 5 orang (salah seorang diantaranya wanita) yang memenuhi persyaratan dan berasal dari RT/RW lingkup Desa Canggal, ditambah dengan 2 orang fasilitator desa (FD).
Kades Sukirman (tengah) didampingi para pengurus SPAKKATS
6
Pengurus KID Canggal terdiri dari 5 orang. Komposisinya, masing-masing satu orang untuk jabatan ketua, sekretaris, bendahara, dan dua orang anggota. Kriteria anggota KID antara lain bukan aparat desa atau pengurus kelembagaan desa. Bisa dari aktifis yang memiliki visi dan misi pemberdayaan masyarakat serta memiliki rasa keberpihakan pada petani miskin. Namun diutamakan memiliki ketrampilan dan pengalaman di bidang agribisnis. Salah satu tugas utama KID yaitu memfasilitasi petani/kelompok tani membuat usulan investasi desa yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan inovasi pertanian. Kemudian menyususn dan mempresentasikannya di tingkat Forum Antar Desa (FAD). Forum itulah yang akan menyeleksi usulan tersebut, layak atau tidak layak untuk di-danai P4MI. Membangun Jalan Usaha Tani Untuk mengetahui investasi yang dibutuhkan masyarakat, KID melakukan penjaringan aspirasi. Caranya dengan melakukan survey langsung ke lapangan pada berbagai tingkat lapisan masyarakat. Ditambah dengan melakukan diskusi dan wawancara secara individu maupun berkelompok. Dengan cara ini terjaring jenis sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat, yang selanjutnya disusun menurut skala prioritas. Pembangunan jalan usaha tani menjadi prioritas utama kegiatan. Mengingat jalan yang ada merupakan jalan setapak maka diusulkan jalan yang bisa dilalui kendaraan bermotor roda empat. Adanya jalan usaha tani diharapkan mampu menggairahkan petani untuk
DESA CANGGAL
JENIS INVESTASI DESA CANGGAL Investasi 1. Jalan Usaha Tani 2. Pelatihan budidaya hortikultura 3. Demplot
Uraian Jalan tlasah dengan dua jembatan, 400 m Termasuk studi banding dengan peserta 290 orang - Ternak domba: 5 ekor - Bawang merah: 0,1 hektar - Bawang putih: 0,1 hektar - Cabai merah: 0,1 hektar - Kentang: 0,1 hektar - Anggrek: 50 m2
lebih giat berusaha. Prioritas berikut yang sangat dibutuhkan petani Canggal adalah pelatihan dan demplot budidaya hortikultura. Prasarana fisik yang dibangun berupa jalan tlasah batu yang diperkeras sepanjang 400 m, dan dilengkapi dua jembatan. Sedangkan investasi non fisik yakni demplot budidaya beberapa jenis sayuran, masing-masing dengan luas 0,1 hektar. Dilengkapi dengan pela-
30 hektar lahan pertanian mejadi produktif
tihan, termasuk studi banding yang melibatkan 290 petani peserta. Total dana untuk beberapa kegiatan tersebut Rp.324.083.000. Biaya ini diperoleh dari pinjaman lunak Asian Development Bank (ADB) Rp.240.000.000. Menyadari pentingnya fungsi jalan usaha tani menuju ke lahan pertanian yang menjadi tumpuan hidup masyarakat, dana stimulan dari ADB itu mampu menggali potensi dana dari hasil swadaya masyarakat sebesar Rp.84.083.000 (26%). Dana swadaya merupakan nilai dari tenaga kerja, sumbangan tanah beserta tanaman diatasnya, dan bahan/material lokal yang dapat disediakan masyarakat. Dengan nilai swadaya 26% itu, berarti tingkat partisipasi masyarakat cukup tinggi. Inovasi Teknologi Di luar pembangunan fisik, jalan usaha tani, P4MI juga memfasilitasi pembuatan demplot budidaya domba. Ditambah demplot beberapa jenis sayuran, seperti cabai merah, kentang, bawang merah, bawang putih, dan anggrek. 7
Menurut Sukirman, perbaikan teknologi budidaya domba maupun hortikultura dibimbing oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah dan PPL setempat. Perbaikan budidaya domba meliputi sistem perkandangan, manajemen pakan, dan manajemen pemeliharaan, yang dikemas dalam sistem integrasi ternak-tanaman. Sedangkan inovasi teknologi yang diterapkan pada budidaya hortikultura meliputi pemupukan berimbang, pengendalian hama penyakit secara terpadu, penggunaan varietas unggul, dan sistem penanaman. “Dulu, sayuran yang banyak diusahakan warga adalah kubis. Sekarang ragamnya bertambah banyak dan sudah menggunakan sentuhan teknologi, seperti pemanfaatan mulsa plastik. Kami juga jadi mengerti tentang fungsi insektisida maupun fungisida,” papar mantan Ketua KID Canggal itu. Dalam mensosialisasikan teknologi, pada Desember 2005, BPTP Jateng menggelar temu lapang ‘’Pengembangan Sistem Usaha Tani Integrasi Sayuran dan Ternak Berwawasan Konservasi’’. Kegiatan itu muncul setelah BPTP melihat praktik bertani yang keliru, kemudian berkembang menjadi sistem yang tidak tepat dan merugikan para petani itu sendiri. Oleh sebab itu, BPTP memperkenalkan teknologi pertanian yang tepat, yaitu praktik bertani dengan memperhatikan konservasi sumber daya alam. Desa Canggal sendiri merupakan daerah pertanian yang memiliki kemiringan tanah yang tinggi. Keadaan itu mengakibatkan permukaan tanah akan dengan mudah tergerus air hujan. Padahal, bagian atas dari tanah mengandung banyak unsur hara. 8
Inovasi teknologi budidaya hasil pendampingan BPTP Jateng
Dalam rangka mengatasi permasalahan ini, BPTP menerapkan beberapa teknologi. Di samping menerapkan pola terassering, juga bedeng tanaman dibuat melintang dan tidak searah dengan lereng. Antara bedeng satu dan bedeng lain dibuat saluran pembuangan air. Dengan demikian, air yang menggerusnya tidak akan dengan mudah mengikis bagian atas tanah tersebut. Demikian pula pada bagian-bagian pojok (tampingan) lahan sayuran, ditanami rumput gajah sebagai sumber pakan ternak. Akar serabut dari rumput tersebut, berfungsi menyerap air untuk mencegah erosi. Sedangkan pengembalian kesuburan tanah dilakukan dengan penggunaan pupuk kompos dari limbah ternak domba.
DESA CANGGAL
Banyak Manfaat Manfaat pembangunan jalan usaha tani maupun demplot sangat dirasakan warga Canggal, terutama oleh para petani. “Yang memanfaatkan jalan bukan hanya penduduk Canggal, melainkan juga warga desa tetangga,” tandas Sukirman. Terang saja, pada 2005, atas kesepakatan masyarakat, pembangunan jalan diteruskan sehingga menghubungkan 2 desa. Panjang jalan bertambah dari 400 m menjadi 824 m, dengan lebar 4 m. Menurut Sukirman, lahan yang dijadikan jalan, dengan sadar dihibahkan masyarakat. “Masyarakat sini kan mayoritas muslim, ya…hitung-hitung ibadah,” kilahnya merendah. “Tak bisa dipungkiri, dengan adanya jalan usaha tani, dampak positifnya sangat besar,” urai Ismail, salah seorang petani Canggal. Sebelum ada jalan yang memadai, lanjut dia, untuk mengangkut pupuk atau hasil panen mesti menggunakan tenaga manusia. Dihi-
Jenis sayuran yang diusahakan petani Canggal kian beragam
tung-hitung biayanya jauh lebih mahal. Misalnya, untuk langsiran (mengusung) 1 truk (5 ton) pupuk yang dibongkar di halaman rumah ke kebun, biayanya Rp125.000-Rp150.000. Padahal jaraknya hanya 200 m. “Sekarang tanpa biaya, karena truk pengangkut pupuk bisa sampai ke kebun,” imbuhnya. Demikian pula pengangkutan hasil panen. Sebelumnya, para petani bergotong-royong memikul, namun untuk pengeluaran konsumsi dan lain-lain, terbilang besar juga. Satu pikulan (50-70 kg), ongkosnya Rp20.000. Sekarang, ongkos mobil pick up yang mengangkut 120 kg sayuran, hanya Rp15.000. “Jelas sangat menekan biaya produksi,” tukas Ismail. Sukirman menambahkan, dampak lainnya yakni nilai tanah yang dilalui jalan meningkat, karena menjadi strategis. “Dulu, harganya Rp20.000, sekarang Rp35.000-Rp40.000 per m2. Apalagi untuk lahan-lahan yang produktif, harganya lebih tinggi lagi,” jelasnya. Menurut Ismail, kini lahan pertanian Canggal seluas 30 hektar menjadi produktif. Hal itu dipicu dengan adanya demplot sayuran yang digagas P4MI. Awalnya, komoditas unggulan warga hanya tembakau dan belum ada teknologi yang bisa mereka serap. Pasca penyelenggaraan demplot, petani Canggal bisa menghitung, dengan penerapan teknologi, mengusahakan sayuran menjadi tidak mahal. Selain itu, satu musim tanam hanya butuh waktu tiga bulan. Dengan keterbatasan air, budidaya sayuran dalam setahun minimal bisa dilakukan dua kali. Sebaliknya, untuk budidaya tembakau perlu waktu satu tahun. “Setelah dihitung dengan benar, menanam tembakau mesti rugi,” ucap Ismail. Sebab, imbuh dia, keberhasilan panen 9
tembakau sangat ditentukan oleh cuaca, kualitas daun, dan keinginan pembeli. Akibatnya, posisi tawar petani sangat rendah. Atas alasan itu pula, pola tanam banyak bergeser dari tembakau ke sayuran. Meski demikian, budidaya tembakau tidak ditinggalkan warga. Karena, tutur Ismail, usaha tembakau sudah turun-temurun. Hanya saja, pelaku usahanya lebih banyak dilakukan oleh orang tua. Sedangkan anak-anak muda lebih memilih mengupayakan sayuran. “Paling tidak, sebelum menanam tembakau (Juli-September), petani sudah mempunyai modal awal dari dua kali bertanam sayuran,” ucap Ismail. Yang menarik, kini jenis sayuran yang diusahakan petani Canggal cukup beragam, ada tomat, cabai merah, buncis, dan lain-lain. Pemasarannya pun tidak melulu mengandalkan tengkulak yang datang ke kebun. Sekarang ada beberapa petani muda yang juga proaktif menangani pemasaran sendiri. Setiap sore, dua mobil pick up bermuatan sayuran ke luar dari Canggal menuju pasar Semarang.
Populasi domba lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk
10
PENERIMA MANFAAT INVESTASI Warga Desa Laki-laki Wanita Jumlah
Berpartisipasi
Penerima Manfaat
150 149 299*
75 11 86**
Keterangan: *56% dari total penduduk, **69% dari total KK
Menjadi Sumber Pendapatan Demikian pula manfaat demplot budidaya domba. Kurun 2004-2006, populasi domba berkembang dari 4 ekor induk menjadi 52 ekor. Malahan hingga April 2009, populasi domba di Canggal sudah mencapai 700 ekor. Populasi itu lebih banyak dibandingkan jumlah penduduknya yang hanya 535 jiwa. Selain domba, menurut Sukirman, beberapa petani juga mengembangkan sapi potong. “Sudah ada empat orang yang berhasil memperoleh tambahan modal membangun rumah dari usaha sapi,” tandasnya. Teranyar, lanjut dia, seorang peternak lainnya, pada April 2009, juga akan membangun rumah, setelah memperoleh tambahan biaya dari menjual sapi. Ceritanya, pada 2007, peternak yang satu itu mendapat pinjaman modal dari KID Rp3.250.000 untuk membeli sapi bakalan. Setahun kemudian, modal ia kembalikan, dan sapinya ia pelihara lagi selama 1 tahun. Saat dijual, ia memperoleh harga Rp13 juta. Ismail menambahkan, dari hasil ternak, ada beberapa petani yang mampu menyewa lahan di luar desa. “Dulu, orang luar Canggal menganggap kami tertinggal. Sekarang, lahan-lahan mereka banyak yang kami sewa. Orang yang mengejek itu kini hormat kepada
DESA CANGGAL
kami,” paparnya. Yang jelas, lanjut dia, hasil dari ternak terutama dimanfaatkan warga untuk biaya sekolah dan hajatan. Boleh dibilang, selain dari sayuran, pendapatan warga juga diperoleh dari usaha peternakan. Memang, sejak dulu warga Canggal sudah terbiasa memelihara ternak. Hanya saja budidaya masih tradisional. Sekarang mereka sudah memahami manajemen pemeliharaan yang baik. Misalnya, perkandangan diubah menjadi sistem panggung yang bersih. Lain pula cerita dari hasil pelatihan pengolahan hasil pertanian. Berkeinginan membantu tambahan pendapatan keluarga, ibuibu PKK sepakat membentuk Kelompok Wanita Tani (KWT) Kerso Maju. Bidang usaha yang mereka geluti adalah memproduksi keripik kentang dan keripik jagung. Dari 1 kg kentang olahan segar seharga Rp4.000, dihasilkan 200 gram keripik. Mereka pasarkan di desa dan desa tetangga dengan harga Rp4.500 per ons. Setelah dipotong biaya produksi, ibu-ibu masih kebagian Rp1.500 per ons. Sayang, akibat kelangkaan bahan baku, saat ini kegiatan itu terhenti. “Untuk mendapatkan bahan baku, kami harus mencari hingga ke Dieng (Wonosobo). Sementara kami belum bisa mengusahakan sendiri, karena keterbatasan lahan,” kilah Ismail. Pun untuk produksi keripik jagung, hanya bisa dilakukan di musim kemarau. Sebab, keripik jagung yang masih mentah perlu dijemur. Menggugah Semangat Tampaknya, kegiatan investasi desa yang difasilitasi P4MI telah menggugah semangat sekelompok pemuda yang tergabung dalam Kelompok Tani (KT) Kerso Maju. “Setelah jalan
Budidaya dengan menerapkan konsep konservasi lahan
usaha tani terbentang dan ilmu agribisnis kami peroleh, kami berfikir apa saja yang bisa dilakukan kelompok untuk mendorong kesejahteraan petani,” ungkap Ismail. Intinya, lanjut dia, kami ingin meningkatkan ragam pelayanan kepada petani, khususnya anggota, dalam mendukung pengembangan usaha pertanian maupun peternakan di desa. Alhasil, pada 2006, mereka mendirikan lembaga keuangan mikro bernama Sistem Permodalan Anggota Kelompok Kelembagaan Agribisnis Ternak dan Sayuran (SPAKKATS). “Bermula dari keinginan menggalang permodalan, kami menyetujui pembentukan lembaga. Atau apalah namanya, yang penting bisa mengelola uang, sehingga bermanfaat bagi petani,” tutur Ismail yang dipercaya menjadi manajer. Awal dibentuk, anggota SPAKKATS baru 35 orang. Kini, sudah 46 orang. Program yang ditawarkan lembaga keuangan model Canggal ini meliputi kredit usaha tani, pemasaran hasil, serta penyaluran pupuk dan pestisida. 11
Sebagai Kepala Desa, Sukirman bersinergi dengan KID
Menurut Ismail, modal awal SPAKKATS hanya Rp1,5 juta. Dana itu terkumpul dari simpanan pokok ke-35 anggota, yang besarnya Rp100.000 per orang. “Dari kesepakatan Rp100.000 itu, pembayarannya ada yang kontan ada yang nyicil. Sehingga yang seharusnya terkumpul Rp3,5 juta, waktu itu hanya ada Rp1,5 juta,” jelasnya. Sementara simpanan wajib, hingga kini hanya Rp1.000 per bulan. Penguatan modal SPAKKATS beberapa kali diperoleh juga dari KID. “Yang ingat, modal pertama dari KID Rp3,5 juta,” aku Ismail. Selain itu, menurut Sukirman, pihaknya juga memberikan penguatan modal yang diambil dari 12
anggaran pembangunan desa. Pada 2007, desa menyuntikkan dana Rp 4 juta. Pada 2008 dan 2009 masing-masing Rp5,5 juta serta Rp4 juta. “Dukungan itu merupakan salah satu indikator hubungan yang harmonis antara para pengambil kebijakan di desa dengan KID maupun FD,” ungkap Ismail bangga. Simpan pinjam di SPAKKATS sudah berjalan, terutama untuk kebutuhan pupuk. “Bagi anggota, pupuk bisa kredit, tapi tidak banyak, lantaran modal masih terbatas. Sementara petani non anggota mesti bayar kontan,” papar Ismail. Yang pasti, imbuhnya, pupuk yang dijual melalui SPAKKATS lebih murah diban-
DESA CANGGAL
dingkan dari kios pupuk. Ilustrasinya, bila petani membeli langsung ke pengecer yang ada di luar desa, jatuhnya Rp71.000 per sak Urea (termasuk transpor). Sedangkan di SPAKKATS hanya Rp67.000-Rp68.000 per sak. Dengan perbedaan itu pula, menurut Sukirman, sekitar 90% petani Canggal membeli pupuk di SPAKKATS. Berlanjut Warga Canggal menyadari, investasi yang dirancang KID menjadi salah satu pendukung
menuju kesejahteraan. Oleh sebab itu, tumbuh rasa kepemilikan bersama yang besar pada diri warga. Perwujudannya antara lain dengan disusunnya aturan pengoperasian dan perawatan jalan usaha tani melalui musyawarah yang disahkan oleh kepala desa, dan dituangkan dalam Peraturan Desa (Perdes) No.10/SK/25/X/2005. Namun, “Bagi warga yang lahannya dijadikan jalan, tidak ada retribusi,” kata Sukirman. Dana yang terkumpul dari pungutan legal itu, terbagi menjadi 20% untuk biaya penjaga
Rumput Gajah dikembangkan sebagai sumber pakan hijauan
13
PERDES MENGENAI PENGOPERASIAN DAN PERAWATAN ASET INVESTASI Bentuk Retribusi
Uraian
Kendaraan
- Truk angkutan Rp25.000 (1 kali lewat) - Pick up Rp10.000 (1 kali lewat saat musim panen tembakau) - Rp10.000 per rit - Rp10.000 per keranjang - Sesuai kebutuhan
Hasil Panen Tembakau Hasil Tembakau Olahan Kerja Bakti
jalan, 30% bagi perawatan, dan sisanya dimanfaatkan untuk pembangunan. Sampai Mei 2007, dana yang terkumpul dari retribusi itu mencapai Rp10,25 juta. Berdasar musyawarah masyarakat, sebagian dana tersebut digunakan untuk pembangunan dua buah pintu gerbang desa. Kiprah para petani Canggal yang dimotori insan muda kreatif, akhirnya tercium juga oleh Pemda Temanggung. Pada 2005, Desa Canggal memperoleh dana pendampingan dari APBD sebesar Rp16,5 juta. Menurut Sukirman, dana itu dimanfaatkan untuk penguatan modal kelompok tani, membeli sapi, dan pengadaan pupuk. Pada 2007, Desa Canggal juga disentuh oleh program penggemukan domba ekor gemuk. “Penggemukan di sini sampai satu tahun, sehingga setelah dihitung-hitung tidak menguntungkan,” papar Sukirman. Oleh sebab itu, peternakan domba tetap didominasi domba lokal. Pada 2009, lagi-lagi Desa Canggal dijadikan model desa agribisnis. Melalui KID, P4MI kem-
14
bali menggelontorkan bantuan Rp29 juta. Kegiatan itu mencakup integrasi ternak dengan sayuran, plus penguatan modal pengadaan pupuk. “Sistem integrasi itu, sampai sekarang terus berlanjut,” ucap Sukirman. Bermula dari pembangunan jalan usaha tani itulah, kini warga Canggal mampu memenuhi impian kemandirian. Semangat juang yang terus menyala dan kreatifitas tinggi insan muda, yang dibungkus nilai gotong-royong, perlahan tapi pasti, mampu melepaskan Canggal dari predikat desa tertinggal. “Insya Allah, sekarang ekonomi desa kami tidak ketinggalan. Semua itu berkat dukungan program P4MI dan bimbingan dari BPTP,” syukur Sukirman. “Setiap minggu, perputaran uang di desa kami bisa dipantau di Pasar Legi. Beberapa mobil pick up bermuatan ternak dan sayuran hasil jerih payah petani dijual di pasar tersebut,” imbuh Ismail. Di luar itu, setiap hari dari Canggal keluar 1 mobil pick up berisi 2,5 ton kubis. Itu belum termasuk wortel, cabai, tomat, dan jenis sayuran lain.
DESA CANGGAL
Semangat Juang Insan Muda Ismail
I
“Buat apa pergi ke kota kalau hanya menjadi alas. Mendingan tinggal di desa menjadi juragan”
tulah sebait kalisarkan, memiliki mat penuh potensi pertanian makna yang serta peternakan meluncur dari lumayan besar mulut anak muda, untuk dikembangIsmail. Pria lajang kan. (24) yang sarjana Keyakinan Ismail ekonomi itu lebih kian kuat, tatkala memilih tinggal di P4MI mulai mengdesa, ketimbang gelar program pemharus mencari berdayaan masyarapekerjaan di ibukokat di desanya, pada ta. “Persaingan ma2004. “Itu pengaruh kin tinggi, belum positif dari P4MI dan tentu di kota dependampingan ngan mudah memBPTP,” ucapnya meperoleh pekerjaan rendah. Ismail SE yang sesuai harapWalaupun harus an,” kilahnya. berpeluh mengurus sayuran dan ternak, Berbekal keyakinan bisa hidup sejahtera, kesarjanaan Ismail tidak luntur. Bersama walau di desa, lelaki murah senyum itu teman-temannya seumuran dia, Ismail mengmenyingsingkan lengan baju mengangkat gagas pembentukan lembaga keuangan cangkul untuk bertani. Pilihan bijak, sebab mikro SPAKKATS. “Kami ingin mempunyai Desa Canggal tempat ia dilahirkan dan dibe- wadah untuk mengelola keuangan. Ketika 15
DESA CANGGAL
petani ingin berusaha tetapi tidak mempunyai modal, wadah itu bisa dimanfaatkan,” harapnya. Gayung bersambut, 35 anggota Kelompok Tani Kerso Maju menyetujui gagasan itu. Dan pada 2006, terbentuklah lembaga keuangan mikro itu. Ismail sendiri dipercaya sebagai manajer. Setelah berjalan 1,5 tahun, pihak desa melihat, SPAKKATS merupakan asset desa yang perlu terus dikembangkan. Oleh sebab itu, lembaga keuangan ini terus disosialisasikan kepada masyarakat. Hasilnya, 11 petani terjaring menjadi anggota baru. Malahan, beberapa petani dari luar desa sudah mengajukan diri ingin bergabung. Namun, Ismail merasa, lembaga keuangan yang ia kelola itu, kekuatan hukumnya masih lemah. Oleh karena itu, ia bersama pengurus lainnya sepakat mengubah SPAKKATS menjadi koperasi. “Badan hukumnya sudah kami urus sejak Juni 2008. Namun hingga kini belum diacc oleh pihak berwenang,” keluhnya. Sembari menunggu akte notaris dan nomor badan hukum, Ismail bersama para pengurus lainnya terus berkiprah. Walaupun hingga kini para pengurusnya belum memperoleh insentif. “Kami bekerja masih secara sukarela,” ucapnya. Atas alasan itu pula, kantor SPAKKATS yang masih numpang di rumah Kades Sukirman, hanya buka 2 kali dalam seminggu. Sebab, para pengurusnya masih terikat pekerjaan rutin sebagai petani maupun peternak.
16
Bersama pengurus SPAKKATS, Ismail terus berjuang
Di tangan Ismail, nilai asset SPAKKATS kini sudah mencapai Rp9 juta. Sedangkan perputaran uangnya, sampai dengan April 2009, telah menembus Rp18 juta-Rp19 juta, dan nyaris tanpa kredit macet di petani. “Pengetahuan kami untuk mengelola keuangan masih minim. Kami terus belajar bagaimana mengelola keuangan yang bagus, sehingga lembaga ini bisa besar,” tuturnya. “Setelah nomor badan hukum kami terima, saya menargetkan 4-5 tahun ke depan, koperasi ini bisa berkembang pesat,” harap Ismail menutup perbincangan.
Pencetakan buku ini dibiayai oleh Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ISBN: 978-602-8218-17-7
DESA CANGGAL
Membangun Jalan Meraih Impian
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2009