Kabar Candidasa Dari Pewarta Warga Sengkidu & Bugbug - Januari 2016
© CI Indonesia/2012/Des Syafrizal
Sekapur Sirih
D
i awal era 80an, kawasan Candidasa merupakan kawasan favorit wisatawan mancanegara khususnya dari Eropa dan Amerika dikarenakan kelengkapan keindahan yang dimiliki, dari keindahan alam pegunungan, pantai hingga laut dengan gugusan beberapa karang atol yang membentuk pulau kecil tidak berpenghuni dengan panorama bawah airnya yang sangat menakjubkan. Seperti layaknya sebuah siklus, pariwisata Candidasa juga mengalami masa sulit (paceklik turis) yang menyebabkan tingkat hunian hotel dan bungalow sangat rendah sehingga perputaran ekonomi pariwisata berjalan lambat. Namun, nama Candidasa masih cukup harum dimata wisatawan yang sudah kadung jatuh cinta dengan keindahannya, dan dengan ditemukannya spesies karang endemik yang dikenal dengan nama Karang Jepun (Euphyllia baliensis) di wilayah perairan Candidasa, diharapkan akan mengembalikan ketenaran Candidasa sebagai salah satu destinasi pariwisata favorit di Bali. Program Jurnalisme Warga di Candidasa, yang diinisiasi oleh Conservation International Indonesia dan Sloka Institute, merupakan sebuah program yang dimaksudkan untuk memberikan kapasitas yang cukup untuk anggota masyarakat khususnya generasi muda dan tokoh masyarakat dalam mengangkat berbagai informasi dan cerita ke dalam berbagai bentuk media baik cetak maupun elektronik (media sosial). Sehingga diharapkan akan tumbuh partisipasi yang kuat dari berbagai elemen masyarakat dalam memecahkan berbagai persoalan yang ada dan merancang masa depan Candidasa. Semoga “Kabar Candidasa” menjadi perekat warga dalam era keterbukaan informasi dan nantinya dapat dikelola secara mandiri oleh warga bersama pemerintah desa dan pemerintah Kabupaten Karangasem.
Salam,
I Made Iwan Dewantama Manajer Program Jejaring KKP Bali, CI Indonesia
Daftar Isi Sekapur Sirih ............................ 2 Bukit Asah ................................. 3 Penari Keris Desa Sengkidu ....... 4 Masa Depan Candidasa ............. 5 Kerajinan Sandal Ata Sengkidu .. 6 Abrasi di Desa Sengkidu ........... 8 Daya Tarik Wisata Laut ..............9 Karang Jepun Candidasa .......... 10 Paceklik Ikan Nelayan ............... 11 Bukit Asah Bugbug .................. 12 Pelatihan Pewarta Warga ....... 13 2
Tim Pewarta Warga Bugbug
I Gede Agus Ada I Gede Endra Putra I Komang Sudiarta I Wayan Ginarsa Gusti Made Suadri
Tim Semeton Pewarta Sengkidu
I Putu Johny Mantara I Made Ari Junantara Suwendra Yuliani Ni Ketut Sukersi
Tim Pewarta Pekarangan
Ni Kadek Andariasih I Ketut Tawa
Pesona Bukit Asah bagaikan surga tersembunyi di Timur Pulau Dewata Bali. Mendengar kata Bali, tentu kita akan langsung terbayang akan keindahan alam, kekhasan adat dan seni budayanya.
Bukit Asah Teks dan Foto Oleh: I Putu Johny Mantara
K
ali ini saya akan coba bahas tempat lain dari belahan pulau Bali yang tak kalah menarik dari tempat-tempat indah di Bali yang sudah terkenal. Tempat yang berada di ujung timur pulau Bali ini sudah mulai dikenal terutama oleh wisatawan domestik 1-2 tahun belakangan ini. Namanya Bukit Asah, bukit hijau ditambah hamparan eksotisme laut biru menjadi pemandangan yang disuguhkan di Bukit Asah. Ditambah lagi dengan karang hitam di pingir laut yang dipermanis dengan pemandangan tebing indah dan juga hembusan semilir angin nan sejuk menambah kenikmatan bersantai sambil mendengar deru ombak laut menerpa karang. Wisata ini berada di Desa Bugbug, Kabupaten Karangasem. Wisata ini letaknya cukup tersembunyi, ketika tiba di Desa Bugbug, Karangasem, dari jalan raya hingga kawasan yang dimaksud membutuhkan waktu tempuh sekitar 15 menit. Memang butuh waktu yang cukup lama, tetapi terbayarkan ketika tiba di kawasan bukit Asah tersebut. Akses jalan menuju obyek wisata ini memang tidak mudah, bagi teman-teman yang menggunakan kendaraan roda empat, diharuskan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sekitar (10-20 menit) atau naik ojek sekitar 5 menit yang sudah disediakan oleh warga sekitar, karena jalan hanya bisa dilalui oleh sepeda motor atau pejalan kaki. Perlu diketahui juga tanah perbukitan jika
musim kemarau maka testur tanah kering cenderung banyak debu, dan jika musim hujan maka testur tanah lembek disarankan untuk hati-hati bagi pendara sepeda motor karena licin. Dari pengalaman, kami sempat bertanya kepada pecalang yang berjaga di pos jaga, tugas mereka memungut karcis masuk dari pengunjung, mereka menjelaskan tentang berbagai hal berkaitan tentang Wisata Bukit Asah. Bukit Asah dikelola oleh Desa Adat Bugbug, wisata ini dikembangkan mengingat potensi panorama alam yang sangat indah dan cukup menjanjikan. Mereka juga menjelaskan tentang informasi lain yaitu bagi yang suka berkemah, tempat ini juga menyediakan fasilitas untuk berkemah, untuk menikmati Bukit Asah di pagi hari dan melihat matahari terbit. Dari segala keunggulan mereka juga menjelaskan masalah yang ada dalam pengelolaan wisata itu. Masalahnya pada akses jalan yang masih tidak bagus, promosi informasi yang masih terbatas dan masalah yang tidak kalah pentingnya adalah sampah. Sempat pada hari-hari tertentu seperti peringatan Siwalatri, pengunjung membludak mungkin hampir ribuan orang datang mengunjungi Bukit Asah. Seperti yang dihawatirkan, sampah berserakan di sekitar kawasan wisata. Kesadaran pengunjung masih tergolong rendah karena tidak menghargai kelestarian alam.
3
Keunikan Penari Keris Desa Sengkidu
Sumber foto http://potretbali.blogspot.co.id/2011/12/tari-rejang-di-sengkidu.html
Oleh: I Made Ari Junantara
Dalam salah satu pelaksanaan upacara keagamaan besar atau Aci Usabha Sambah yang dilakukan setiap setahun sekali memiliki beberapa keunikan para umat yang melakukan persembahyangan datang ke pura tanpa memakai alas kaki (kebiasaan ini sudah ada sejak dulu). Tatanan upacara di Pura Puseh di awali dengan tarian rejang dewa yang ditarikan oleh anakanak kecil (umurnya sekitar 7 tahun). Proses ini berlangsung beberapa saat dengan bergerak mengelilingi jeroan dan beberapa area yang telah ditentukan oleh Kelian Desa Pakraman Sengkidu I Nyoman Wage. Hal yang sangat unik untuk kita saksikan disini adalah keberadaan penari keris yang biasanya disebut daratan/walen yang merupakan orangorang yang dipilih berdasarkan garis keturunan. Mereka seperti orang kesurupan yang meminta keris pada para pecalang dan beberapa warga bertugas menjaga daratan. Keris digunakan untuk ngurek dan mengiris-iris tangannya (biasanya bagian lengan dan dada). Umumnya para penari
4
Truna-Truni menari Pendet secara bersama-sama dan Aksi Penari Keris (Daratan) Desa Sengkidu. Foto oleh I Made Ari Junantara
keris yang saya lihat disini laki-laki, perempuannya sangat jarang (daratan wanita tidak menggunakan sarana keris. Mereka mengenakan pakaian kamben, saput poleng dan bertelanjang dada alias tanpa baju. Atraksi daratan diiringi seperangkat gong dengan dinamis yang mungkin memacu para penari keris untuk lebih aktif menggunakan kerisnya. Yang membuat saya heran mereka seakan-akan tidak merasakan sakit walaupun lengannya meneteskan darah. Teruna-Teruni dan beberapa warga mulai bergantian untuk menari pendet (mendet) dengan membawa canang di tangan setelah semua prosesi tersebut persembahyangan dilanjutkan dengan Tri Sandya dan panca sembah tidak lupa tirta dan bija diberikan oleh para Pemangku Desa. Saya sangat bangga karena di tengah budaya di Desa Sengkidu ini masih terjaga dengan baik para wisatawan mancanegara sangat tertarik untuk menyaksikan budaya-budaya seperti ini.
Masa Depan Candidasa Pagi yang cerah diufuk bali timur, suasana alam nan asri di kawasan Obyek Wisata Candidasa terasa di hari minggu, 15 November 2015
Oleh: I Wayan Suwendra Adi Putra Pagi yang cerah di ufuk Bali Timur, suasana alam nan asri di kawasan Obyek Wisata Candidasa terasa di hari Minggu ini. Kawasan Obyek Wisata Candidasa terletak 65 km arah Timur dari Denpasar dengan jarak tempuh sekitar 2 jam perjalanan. Kawasan Candidasa yang dulu dan kini jauh berbeda, dulu masa kanak-kanak kita bisa bermain di pinggir pantai dengan pantai yang putih nan asri yang kini berubah menjadi obyek wisata. Pemandangan pantai saat ini jauh berbeda, siapa yang bertanggung jawab atas abrasi yang terjadi di wilayah ini. Itu terjadi akibat masyarakat terdahulu mencari batu karang yang kebablasan untuk kehidupan sehari-hari. Dampaknya pantai kini terkena abrasi. Pariwisata sudah berkembang sejak tahun 80an, masyarakat kawasan obyek wisata Candidasa sebagian besar sudah beralih mata pencahariannya ke pariwisata khususnya bekerja di obyek wisata Candidasa. Ada yang menjadi sopir, juru masak, waiter, dan yang lain.
Menurut penelitian dari Universitas Udayana, kawasan Candidasa dikunjungi wisatawan dikarenakan alam dan budaya di sekitarnya. Dan kini wisatawan turun drastis di antaranya karena Jalan raya padat dan pantai tidak putih lagi. Pemerintah pusat dalam hal ini berupaya membangun krib pantai guna mengatasi abrasi, itu mengurangi keasrian kawasan pantai Candidasa. Inilah kawasan Candidasa saat ini. I Ketut Kardi yang berkecimpung sebagai pedagang di kawasan Candidasa menuturkan bahwa memang benar lalu lintas jalan raya Candidasa padat dan ramai. Para tamu yang berkeinginan menyebrang jalan membutuhkan waktu lama membuat para tamu agak kesal. Apalagi pada saat truk truk beriringan membawa bahan bahan bangunan, inilah yang perlu penanganan lintas sektoral antar masing masing dinas terkait serta pemegang kebijakan di Karangasem khususnya dan Bali pada umumnya. Mau dibawa ke mana kawasan Candidasa ke depannya?
5
Kerajinan Sandal Ata Desa Sengkidu Oleh Yuliani
Akar pohon yang biasa disebut ata ini tak hanya dianyam menjadi piring, tapi juga sandal dan dompet. Bahan baku kini dibeli dari luar Bali. Tersisa dua keluarga pengerajin ata di Desa Sengkidu. Desa Sengkidu merupakan daerah pesisir yang terdiri dari dataran rendah dan perbukitan. Desa ini terletak di Kecamatam Manggis, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali, yang berjarak sekitar 50 Km dari kota Denpasar. Dilihat dari letaknya wilayah Desa Sengkidu memiliki potensi sebagai daerah pariwisata. Di Desa Sengkidu terdapat 2 hotel dengan klasifikasi berbintang 3 dan berbintang 4, selain itu terdapat pula villa, restaurant serta industri rumah tangga. Industri rumah tangga yang ada di Desa Sengkidu beragam jenisnya, mulai dari industri rumah tangga di bidang makanan, kerajinan, dan kosmetik. Salah satu industri yang bergerak di bidang kerajinan adalah milik Bapak Ketut Randi. Tempat Pembuatan kerajianan sandal dari ata ini beralamat di gang Ratna No. 7, Jl. Raya Sengkidu,
6
Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Usaha ini ia rintis bersama istrinya pada tahun 2000. Awalnya ia yang bekerja di kota Denpasar pada sebuah pabrik sandal ketika ia berumur 15 tahun. Karena merasa penghasilan yg diperoleh dari bekerja di pabrik sandal tidak kunjung merubah nasibnya menjadi lebih baik, ia memutuskan untuk kembali ke desa Sengkidu setelah merantau selama kurang lebih 9 tahun. Pada tahun 2000 Ketut Randi bersama istrinya memulai usaha pembuatan sandal dari ata, berbekal kemampuan yang ia miliki selama bekerja di pabrik sandal di Denpasar. Modal awal yang ia miliki adalah sebesar Rp 1 juta. Ia gunakan modal itu untuk membeli mesin gerinda, lem, spon, kayu untuk alas sandal, dan bahan utamanya yaitu ata. Ia berani untuk memulai usaha pembuatan sandal dari ata karena ia melihat keunikan tersendiri dari ata. Biasanya ata digunakan hanya untuk membuat kerajinan tangan berupa tempat tisu, tas, nampan, piring dan bokor. Tapi ia berinovasi untuk membuat sandal dari ata.
Dari awal ia memulai usahanya semua dikerjakan sendiri mulai dari membeli bahan baku, membuat, sampai memasarkannya. Kini usahanya semakin berkembang. Awalnya sandal-sandal ata yang ia hasilkan hanya dipasarkan di desa Tenganan Pengringsingan. Tapi kini sandal-sandal ata yang dibuat oleh Ketut Randi sudah mampu dipasarkan sampai artshopartshop yang ada di Ubud. Saking berkembangnya usaha yang ia milliki, ada beberapa kendala yang ditemuinya. Seperti sulitnya membeli bahan baku pembuatan sandal terutama ata. “Dulu di Bali ada ata sekarang sudah dari luar Bali belinya,” kata Randi. Pada awal usahanya ia membeli ata hanya dari pengepul Ata yang berasal dari Bali tapi kini ia harus membeli ata yang berasal dari luar pulau Bali kepada pengepul yang ada di desa Bungaya. Ia optimis usaha yang ia geluti mampu bertahan lama karena sandal-sandal dari ata yang ia buat semakin hari semakin diminati wisatawan. Ini terbukti dari tingginya permintaan pasar terhadap sandal ata buatannya. Dalam 3 hari ia dapat membuat 20 pasang sandal ata. Selama 3 hari itu ia hanya merangkai bahan-bahan setengah jadi untuk menjadi sebuah sandal yang siap dipakai, sedangkan proses dari bahan baku menjadi bahan setengah jadi dikerjakan oleh istrinya. Selain membuat sandal dari ata Ketut Randi bersama istrinya juga membuat dompet serta tas dari ata. Dari usaha industri rumah tangga itu Ketut Randi mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya. Ia berharap akan muncul pengerajin-pengerajin lain seperti dirinya di Desa Sengkidu sebab sampai saat ini ia adalah satu-satunya pengrajin sandal dari ata yang ada di Desa Sengkidu. Satu pengerajin lagi tidak buat sandal.
7
ABRASI PANTAI DI DESA SENGKIDU Kondisi Penahan Gelombang (Crib) di Pantai Desa Sengkidu, Manggis, Karangasem, Bali
Oleh Ni Ketut Sukersi Pesisir Desa Sengkidu terlihat banyak tanggul pemecah ombak. Tanggul ini dipasang menjorok sekitar 100 meter dari bibir ombak. Hal ini dilakukan untuk memcah ombak dan arus laut. Tapi ombak masih bisa menghantam senderan di hotel-hotel. Pesisir Sengkidu mengalami abrasi. Abrasi adalah suatu proses perubahan bentuk pantai atau yang disebabkan oleh gelombang laut. Abrasi yang terus menerus akan menimbulkan kerusakan lingkungan, seperti yang terjadi di wilayah Sengkidu terutama kawasan pantai dari Barat sampai ke Timur pantai Sengkidu.
mulai terkenal sebagai daerah pariwisata Bali. Sengkidu kena imbas pariwisata yakni berdirinya hotel-hotel berbintang. Lahan di pinggir pantai kebanyakan dijual masyarakat dan hotel-hotel mulai membuat senderan untuk melindungi tanah-tanah milik hotel. Kini sebagaian besar tanah pesisir pantai sudah disender.
Menurut keterangan salah satu warga I Nengah Artana yang juga tokoh masyarakat desa Sengkidu, abrasi yang terjadi di Sengkidu karena di masa lalu karang-karangnya habis. Diambil warga yang dulunya mata pencahariannya mencari karang. Ini terjadi sekitar tahun 60-70an. Warga awalnya hanya memungut karang di pinggir pantai. Makin lama seiring waktu karang-karang di pantai habis. Akhirnya warga masyarakat menggali bentangan karang yang ada di tengah laut. Karang-karang itu dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Namun tidak disadari pinggir-pinggir pantai mulai abrasi dari barat sampai timur pantai Sengkidu.
Pemerintah pusat juga merasa peduli dengan keberadaan pantai-pantai yang ada, misalnya diabuat krib-krib pemecah gelombang yang berfungsi memecah arus ombak yang menghantam pantai. Masyarakat pesisir pantai yang dulu pekerjaanya mencari bantu karang dan nelayan, sekarang beralih menjadi pekerja pariwisata.
Warga-warga yang memiliki tanah di pinggir pantai mengeluh karena hampir sebagian tanahnya tergerus air laut. Pada tahun 80-an kawasan ini
8
Desa minta bantuan untuk senderan. Sudah dilakukan beberapa kali penyenderan. Tapi tak bisa terus menahan ombak. Dampak abrasi ini sangat banyak misalnya lahan berkurang, nelayan sulit memarkir perahunya, dan warga sulit bermain di pantai. Anak-anak senang jika laut surut, karena baru bisa bermain di pesisir.
Terumbu Karang Sebagai Daya Tarik Wisata Laut Oleh: I Gede Enra Putra Paramita
K
eindahan alam bawah laut menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk menikmati panorama yang luar biasa dari mahakarya sang pencipta kususnya yang terdapat di kawasan wisata Karangasem, Bali. Selain keindahan bawah laut Amed yang sudah terkenal di berbagai belahan dunia karena keindahan terumbu karangnya yang sangat terjaga sampai dewasa ini.
Ternyata ada juga keindahan alam bawah laut yang tak kalah jauh indahnya yaitu alam bawah laut pasir putih yang terkenal dengan sebutan Virgin Beach. Terumbu karang yang hidup di sana memiliki citra dan daya tarik tersendiri untuk menikmati aktivitas biota laut. Selain akan keindahannya, terumbu karang juga berfungsi menahan abrasi laut serta menjadi penyuplai makanan untuk ikan-ikan karang. Pasir putih atau Virgin beach, dulunya bagi masyarakat setempat untuk mencari nafkah dengan pergi melaut. Di sana adalah tempat pemukiman warga nelayan desa adat Bugbug dan Juga dari desa adat Perasi. Seiring perkembangan wisata yang semakin pesat, tanpa disadari pantai pasir
putih merupakan suatu tempat yang begitu indah di daerah karangasem. Panorama alamnya yang masih natural dan pesisir pantai yang putih dikelilingi bukit yang hijau serta alam bawah lautnya. Disana sekarang terdapat fasilitas seperti restaurant & bar. Pasir putih ditempuh sekitar kurang lebih 2 jam dari bandara Ngurah Rai. Jalan yang bisa dilalui untuk sampai disana masuk ke Desa Perasi. Disamping itu ada juga jalan alternatif yang indah yaitu melalui naik turun bukit asah Desa Bugbug. Saat ini akses jalan di sana dalam proses pembangunan. Bukit Asah juga salah satu bagian wisata dari pasir putih yang mengandalkan keindahan alamnya. Bukit asah baru-baru ini melejit namanya. Di sana sering dikunjungi wisatawan asing maupun domestik. Keindahan alam bukit yang sangat memukau dengan perpaduan keindahan laut dan pantai pasir putih menjadi daya tarik tersendiri untuk berwisata di sana. Akan lebih indah lagi kesana setelah musim penghujan karena bukit menghijau.
9
Karang Jepun: Karang Langka di Perairan Candidasa Oleh: I Gede Agus Ada
Sumber Foto: https://reefbuilders.com/files/2012/09/euphyllia-baliensis.jpg
Pulau Dewata memiliki terumbu karang langka dan diduga satu-satunya ada di dunia tepatnya berada di Perairan Candidasa. Terumbu karang itu pertama ditemukan tahun 2011 oleh ahli terumbu karang dunia dan diberi nama Karang Jepun karena bentunya menyerupai bunga jepun, nama ilmiahnya adalah Euphyllia Baliensis. Menurut I Wayan Widi adalah seorang Guide di Bambu Divers salah satu Dive Resort yang ada di kawasan Candidasa mengatakan pernah melihat karang tersebut di perairan Candidasa daerahTepekung atau di sekitar Biyaha, tetepi dia belum tahu nama karang terseut jenis lain juga pernah dilihat seperti karang keras. Biota laut lainya juga pernah dia ketahui seperti ikan hiu, mola-mola, penyu, swit slep, tiger fish, dll. Perairan di candidasa sekarang sudah mulai rusak karena dari sejak lama sudah terjadi pengeboman karang di pesisir candidasa hingga sekarang masih saja ada orang yang mengebom di perairan Candidasa. Biasanya orang pengebom melakukan aksinya di malam hari sekitar pukul 22.00 WITA. Tetapi hal tersebut sudah di tindak lanjuti oleh pihak polisi perairan candidasa. Biasanya para penyelam paling ramai di bulan juni sampai oktober tetapi bulan januari hingga maret lebih sedikit pengunjungnya. Kalau ada yang mau
10
melakukan penyelaman maka penyelam tersebut harus didampingi oleh guide. Para penyelam diharuskan berjarak kurang lebih 2 meter dari tumbu karang agar karang tidak dirusak oleh para penyelam. Pada saat menyelam jika ditemukan sampah yang menyangkut di karang atau sekitarnya maka akan langsung dipungut dan ditampung sementara di kantong baju penyelam, tuturnya. Dari pemerintah setempat belum ada organisasi pelestarian atau pembersihan di daerah pesisir candidasa. Pemilik dari Dive Resort tersebut memiliki rencana untuk membentuk organisasi tersebut tetapi terkendala dana untuk organisasi tersebut. Untuk upaya pelestarian nantinya akan dalam bentuk kerangka Kawasan Konservasi Perairan yang sekarang masih dirumuskan bersama pemerintah Provinsi Bali. upaya ini bukan hanya untuk pengelolaan karang jepun saja namun semua aspek kelautan dan perikanan disana. Bagaimanan dengan manfaatnya? Dengan adanya karang jepun ini, maka indonesia memiliki list tambahan keanekaragaman hayati laut endemik yang tidak dimiliki oleh negara lain, tidak berdampak langsung terhadap pariwisata, namun memberikan ikon baru di wilayah karangasem sebagai satu-satunya lokasi karang jepun.
Paceklik Ikan, Nelayan Candidasa Mengantar Wisatawan Berwisata Oleh: I Komang Sudiarta
Para pemilik perahu Nelayan di daerah Candidasa, Karangasem, banyak banting setir ke sektor pariwisata. “Banyak nelayan-nelayan sekitar melaut nihil tangkapan musim paceklik ikan tiga bulan terakhir ini,“ ungkap nelayan yang dimintai keterangan tadi siang yakni I Wayan Kari dan I Nengah Lipet di Posko nelayan di daerah Candidasa. Hal itulah menyebabkan lebih dari setengah nelayan beralih mata pencaharian menjadi Tour Guide mengantar wisatawan Domestik maupun Mancanegara berwisata bahari (Snorkeling dan Diving). Peralihan mata pencaharian ini dikatakan begitu nyata dirasakan hasilnya dikatakan Nelayan I Wayan Kari serta I Nengah Lipet yang tinggal di Dusun Samuh, Bugbug, Karangasem. Yang punya perahu tiap mengantar dan mengajak wiastawan berwisata ke tengah laut hasilnya cukup memuaskan. Jika dibandingkan dengan melaut tengah hari yang belum pasti hasilnya dan bisa merugi di musim paceklik ikan saat ini. Mungkin peralihan sektor ini , bisa dapat nilai tambah dari penghasilan para nelayan di sekitar Candidasa pada saat ini untuk tetap bisa bertahan dari musim paceklik ikan. Seperti dikatakan nelayan yang sekitar bulan-bulan ini memang sering terjadi paceklik ikannya, karena faktor iklim dan cuaca sangat mempengaruhi perkembangan ikan, serta populasi ikan berkoloni di daerah Candidasa mengikuti arus ke arah timur Candidasa.
11
Perkembangan Bukit Asah Sebagai Obyek Wisata di Desa Bugbug
S
Oleh: I Wayan Ginarsa
ebagai obyek wisata baik lokal maupun mancanegara, tentunya Bukit Asah tak berdiam diri. Apalagi warganya sangat antusias dengan perkembangan pariwisata. Bukit Asah yang terus melakukan perubahan perubahan di antaranya akses jalan menuju obyek wisata Panggihan. Hal yang sudah nyata dilakukan adalah pengerasan jalan di mana yang sebelumnya becek serta licin di musim hujan. Sekarang jalan tersebut sudah dalam proses pengaspalan. Adalah sosok I Ketut Tada salah satu warga bukit asah yang ditemui di tempat pos penjagaan setempat mengatakan proyek tersebut merupakan bantuan dari pemerintah kabupaten. Yang sedang dikerjakan saat ini adalah berupa pengerasan jalan, pengaspalan, dan membuat drainase/saluran air. Lain lagi dengan I Sentek, warga bukit Asah ini juga mengatakan dengan adanya pengaspalan jalan ini bukan hanya memperlancar pengunjung yang datang ke obyek wisata. Juga memperlancar transportasi jalannya perekonomian warga setempat.
12
Pemadangan Bukit Asah
Obyek wisata bukit asah terus dibangun bukan hanya menampilkan keindahan alam tapi disiapkannya tempat-tempat perkemahan sebagai bentuk fasilitas pariwisata. Alat perkemahan disewakan ke pengunjung. Tebing yang tinggi, pulau di tengah lautan (gili kuan) serta pohon-pohon besar membuat daya tarik wisatawan yang datang berkunjung ke sana bertambah. Disisi lain salah satu praktisi pariwisata I Wayan Ginarsa berpendapat sebenarnya bukit asah dan panggihan sudah ada sejak dulu kala. “Ibarat permata yang terpendam, semakin jauh kita menggali akan semakin bersinar seiring perkembangan jaman,” katanya. Jika bukit Asah digarap dengan arif dan bijaksana tentunya bukit asah akan mendatangkan keuntungan yang luar biasa baik dari pembangunan ekonomi maupun spiritual. Kedua pembangunan ini harus dibangun secara seimbang dalam mengelola obyek wisata bukit asah. Hindari mengeksploitasi alam secara berlebihan demi ibu pertiwi yang luhung, arif dan bijaksana.
Perbaikan Jalan ke Bukit Asah
Pelatihan Jurnalis Warga di Candidasa Oleh: Gusti Made Suadri Pada tanggal 14-15 November 2015 dilaksanakan pelatihan jurnalisme warga Nyegara Gunung 2015 “Sinergi Desa dan Pewarta Warga dalam Dokumentasi Kawasan Konservasi Perairan Kabupaten Karangasem.” Dilaksanakan di Kantor Desa Sengkidu, Kecamatan Manggis. Pelatihan ini diikuti oleh peserta dari 3 desa, yakni Desa Sengkidu, Ngis, dan Bugbug. Pelatihan ini dilaksanakan atas kerjasama Sloka Institute dengan Desa Sengkidu, Bugbug, Conservation International Indonesia, dan AJI. Pesertanya dari ketiga desa tadi. Jumlah peserta pada tanggal 14 November sebanyak 16 orang. Hari pertama diberikan simulasi game dan dijelaskan pengenalan kawasan konservasi perairan di Karangasem. Lalu mengenai jurnalisme warga sebagai media warga dan penjelasan terumbu karang serta akibatnya jika rusak. Saya tak bisa melanjutkan pelatihan di hari pertama karena sakit. Maag dan darah rendah saya kambuh. Saya merasa pusing dan kesemutan seluruh badan. Kalau kecapekan sering kambuh. Sehingga saya tidak tahu kelanjutan materi berikutnya.
Jumlah peserta pada hari kedua, tanggal 15 November sebanyak 11 orang. Makalah yang diberikan mengenai teknik menulis dan foto ponsel. Diberikan pengenalan tentang fungsi dan pengaturan ponsel yang dimiliki peserta. Prinsip memotret dan komposisi horizontal, vertical, dan sudut pandang sesuai arah cahaya. Juga ekspresi, focus pengambilan gambar, frame, dan pesan utama foto yang diambil. Diajarkan juga edit foto yang ada di hp seperti Instagram, font studio, dan lainnya. Tapi belum bisa dicoba. Para peserta pelatihan dari berbagai kalangan mulai ibu rumah tangga seperti saya, guru, pegawai swasta, mahasiswa, kelompok informasi masyarakat (KIM), dan kelian banjar dinas. Dari pelatihan ini banyak yang didapatkan. Dari tidak tahu menjadi tahu dan kita punya banyak teman. Bahkan pemberi pelatihan sangat ramah dan baik, mau membantu peserta pelatihan yang belum mengerti dan memberi pemahaman tentang cara memotret dan pengambilan gambar yang baik. Saya sangat terkesan mengikuti pelatihan ini mendapat ilmu dan pengetahuan secara gratis.
13
Trekking Nyegara Gunung Pucaksari di Dusun Pekarangan Oleh I Ketut Tawa
Dusun Pekarangan terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali, tepatnya di sebelah utara Desa Sengkidu. Lokasi Dusun Pekarangan sangat strategis untuk dijadikan sebagai obyek pariwisata karena potensi sumber daya alam yang dimiliki.
Untuk pelaksanaan ritual, krama desa adat mengangkut sarana upacara dengan berjalan kaki kira-kira 2 jam untuk sampai di Pura Pucaksari. Di sepanjang jalan menuju pura krama desa sempat beristirahat di lokasi yang telah ditentukan yaitu pada Pos I dan Pos II.
Dari sekian banyak potensi di Dusun Pekarangan, potensi yang sangat mendukung untuk dikembangkan adalah Gunung Pucaksari. Tempat ini memberikan suasana yang sangat menakjubkan ketika kita berada di puncak gunung. Hamparan sawah terlihat sangat menarik dengan dihiasi teras-teras yang begitu indah.
Tidak hanya panorama alam yang indah yang bisa kita nikmati disepanjang jalan, tetapi ada juga perumahan penduduk yang masih tradisional dengan penghuni rumah yang selalu ramah kepada siapa saja yang melintas di rute trekking.
Suasana laut selatan terlihat jelas dan memberikan kesan yang spektakuler bagi mereka yang datang untuk menikmati indahnya panorama. Fasilitas jalan yang baru dibuka akan mengantar kita menuju puncak gunung dengan jarak tempuh sekitar dua jam tetapi selama dalam perjalanan kita bisa menghirup udara segar yang berhembus dari pantai selatan. Dusun Pekarangan menjadi satu dengan Desa Adat Pekarangan yang mana di Gunung Pucaksari telah dibangun Pura Pucaksari yang diempon (dipuja) oleh krama Desa Adat Pekarangan. Ritual yang dilaksanakan oleh Desa Adat Pekarangan di Pura Pucaksari adalah Piodalan Purnama Katiga yang dilaksanakan setiap tahun.
14
Fasilitas jalan yang baru dibuka tersebut masih membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk meningkatkan kualitas jalan. Meskipun demikian bagi mereka yang suka bertualang dan berekspedisi, ini momen yang sangat baik karena mereka bisa menikmati panorama dengan metode trecking dan hiking. Untuk sampai di Puncak Gunung Pucaksari tidaklah sulit. Dari Denpsar jaraknya sekitar 1,5 jam dari Kota Denpasar menuju Karangasem. Sebelum kawasan Candidasa ada pertigaan Sengkidu, lalu belok kiri dan jalan lurus ke utara kira-kira 3,5 Km sampai di Pura Puseh Desa Adat Pekarangan. Dari Pura Puseh Desa Adat Pekarangan mulai berjalan kaki naik menuju Puncak Gunung Pucaksari.
Kerajinan Tikeh Pandan
Oleh Kadek Andariasih
Dusun Pekarangan yang berada di daerah perbukitan dan bebatuan yang terjal berpenagruh pada tanaman yang bisa hidup di daerah ini seperti pohon pandan. Pandan biasanya hidup dan bertahan di lahan yang kering. Saya sebagai warga setempat mencari informasi pad Ketut Wati, pembuat tikeh (tikar) yang masih bertahan di Pekarangan. Ibu dengan dua anak kelahiran 1965 ini mengaku sejak kecil sudah bisa membuat tikar pandan. Pekerjaan ini dilakoni sampai saat ini. Ia mengaku dengan ngulat (menganyam) pandan dengan suaminya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Tikeh menurutnya sudah dibuat turun temurun di rumahnya. Biasanya dilakukan setelah memasak dan pekerjaan rumah lainnya. Setiap hari, ia bersama suaminya bisa membuat tikeh sebanyak 5 lembar. Harga per lembarRp 13 ribu untuk ukuran sekitar 1,5 x 1 meter. Di dusun Pekarangan hampir semua ibu bisa membuat tikeh. Bagi yang tak punya lahan dia
akan ke desa sekitarnya untuk membeli pandan. Biasanya ke desa terdekat seperti Tenganan dan Manggis. Ketut Wati mengaku tidak punya kelompok pengerajin tikeh, dia hanya melakukan kegiatan sendiri di rumah masing-masing. Ia menyebut pernah ada sekali pelatihan membuat tas, sandal, dan tikeh kelase. Namun kendalanya pemasaran. Sehingga yang dibuat sekarang hanya tikeh karena masih laku di pasaran. Pada umumnya ngulat tikeh tak hanya dilakukan ibu-ibu juga anak perempuan dari SD, SMP, dan SMA. Mereka mengisi waktu luang dengan membuat tikeh. Seperti itulah kegiatan ibu dan anak di dusun kami agar dapat menghidupi keluarganya selain suami yang bekerja sebagai pedagang, peternak, buruh, dan lainnya. “Kalau hanya mengandalkan ngulat tikeh hdup pas-pasan. Semua anggota keluarga harus bekerja untuk menambah penghasilan,” kata Wati.
15
Kenyem
AJI Denpasar