DERRIDA; BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN Rina Mira Cahyani Filsafat adalah keinginan yang mendalam untuk menemukan hakikat dari segala sesuatu yang ingin dipahami. Suatu pemikiran yang mendasari ilmu. Jadi filsafat mempunyai kaitan erat dengan ilmu. Perannya sangat penting sebagai dasar ilmu yang melakukan pembahasan tentang segala yang ada secara sistematis, rasional, dan logis sehingga menampakkan kegunaan. Filsafat muncul pada abad ke-7 SM di Yunani, ketika orang-orang mulai berfikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia dan lingkungan sekitar. Manusia melewati beberapa fase dalam petumbuhannya. Di setiap fasenya, ada perubahan fisik dan mental atau pemikiran. Begitupun perkembangan ilmu yang begitu cepat, bertahap dan terus menerus serta mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. . Setiap individu mempunyai keterlibatan dan komitmen terhadap setiap peristiwa yang dilihat atau dialaminya sehingga mereka berperan aktif dalam setiap peristiwa. Dengan perkataan lain, manusia berperan sebagai pelaku sekaligus pejuang dalam sejarah. Seperti para filosof yang menguraikan hakikat filsafat secara kritis. Teori yang dipaparkan mempunyai peran penting sebagai acuan perkembangan ilmu pada masa selanjutnya Filsafat ditandai dengan munculnya sistem pemikiran para filosof besar seperti Plato, Aristoteles, dan Socrates pada masa Yunani Kuno. Ada tiga tahapan era sejarah perkembangan ilmu pengetahuan yaitu era pra-modern, modern dan postmodern. . Banyak tokoh filsafat yang bermunculan pada era-era ini. Mereka mempunyai pemikiran, teori, dan prinsip yang berbeda-beda, tapi masing-masing mempunyai tujuan yang sama. Periode Yunani dianggap sebagai kebangkitan pemikiran manusia dalam meruntuhkan corak mitologis yang menjadi karakteristik zaman sebelumnya. Selama berabad-abad, orang-orang Yunani mempertahankan dan mempercayai mitologi. Lahirnya filsafat Yunani karena menekankan pada pentingnya dan orisinalitas pemikiran manusia. Periode Modern sebagai zaman keemasan rasionalistik pendewaan terhadap akal pikiran manusia. Modernisme juga bisa diartikan sebagai semangat untuk mencari dan menemukan kebenaran asasi, kebenaran esensial, dan kebenaran universial. Rasio manusia dianggapa mampu menyelami kenyataan faktual untuk menemukan hukum-hukum atau dasar-dasar yang esensial dan universal dari kenyataan. Pada akhirnya yaitu zaman dimana kita berada sekarang yaitu zaman postmodern. Pemikiran pada periode ini memfokuskan diri pada teori kritis yang berbasis pada kemajuan dan emansipasi. Kemajuan dan emansipasi adalah dua hal yang saling berkaitan, seperti yang dinyatakan oleh Habermas bahwa keberadaan demokrasi ditunjang oleh sains dan teknologi. Ada banyak filsuf di periode ini, namun mereka mempunyai pemikiran yang beragam. Dalam makalah ini akan dikemukakan sejarah postmodern juga salah satu tokoh pada periode ini beserta pemikirannya.
PEMBAHASAN Postmodernisme adalah sebuah reaksi melawan modernisme yang muncul sejak akhir abad 19. Ada perbedaan mendasar dengan masa modern Modernisme adalah
suatu periode yang mengafirmasi keeksistensian dan kemungkinan mengetahui kebenaran dengan hanya menggunakan penalaran manusia. Sedangkan dalam postmodernisme, pikiran digantikan oleh keinginan, penalaran digantikan oleh emosi, dan moralitas digantikan oleh relativisme. Kenyataan tidak lebih dari sebuah konstruk sosial; kebenaran disamakan dengan kekuatan atau kekuasaan. Akhirnya, pemikiran postmodern ini mulai mempengaruhi berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan, dan sosiologi. Postmodern akhirnya menjadi kritik kebudayaan atas modernitas. Apa yang dibanggakan oleh pikiran modern, sekarang dikutuk, dan apa yang dahulu dipandang rendah, sekarang justru dihargai. Tokoh-tokoh pemikir postmodern ini terbagi ke dalam dua model cara berpikir yakni dekonstruktif dan rekonstruktif. Para filsuf sosial berkebangsaan Prancis lebih banyak mendukung cara berpikir postmodern dekonstruktif ini. Para pemikir Perancis itu antara lain: Friedrich Wilhelm Nietzsche sche, ean Francois Lyotard, Jacques Derrida, Michel Foucault, Pauline Rosenau, Jean Baudrillard ,dan Richard Rorty. sementara pemikiran postmodern rekonstruktif dipelopori oleh Teori Kritis Mazhab Frankfurt seperti: Max Horkheimer, Theodor W Adorno, yang akhirnya dilengkapi oleh pemikiran Jurgen Habermas. Pembahasan makalah ini terfokus pada sejarah salah satu filsuf dengan cara berpikir dekonstruktif yaitu Jacques Derrida.
BIOGRAFI Derrida yang mempunyai nama lengkap Jacques Derrida ini adalah seorang keturunan Yahudi. Ia lahir di El-Biar, salah satu wilayah Aljazair yang agak terpencil, pada 15 Juli 1930. Pada 1949, Derrida pindah ke Prancis untuk melanjutkan sekolah. Pada 1952, Derrida resmi belajar di École Normal Supériuere, sekolah elite yang dikelola oleh Michel Foucault, Louis Althusser, dan sejumlah filsuf garda depan Prancis. Namun, pada 1957-1959, dia kembali ke Aljazair untuk memenuhi kewajiban militernya dengan mengajar bahasa Prancis dan Inggris untuk anak-anak tentara di sana. Setelah dua tahun di Aljazair, Derrida kembali ke Prancis pada 1959. Selain di École Normal Supériuere, dia menyempatkan diri belajar di Husserl Archive, yakni salah satu pusat kajian fenomenologi di Louvain, Prancis. Setelah meraih gelar kesarjanaannya yang pertama, Derrida resmi mengajar di Husserl Archive. Pada 1960, dia diminta untuk mengajar filsafat di Universitas Sorbonne. Empat tahun kemudian, sejak 1964 sampai dengan 1984, Derrida mengajar di École Normal Supériuere. Pada akhir tahun 1965, dia mulai memperoleh perhatian publik melalui dua artikelnya yang membahas buku-buku tentang sejarah dan bentuk penulisan yang dimuat dalam jurnal Critique. Pada 1966, dia menyampaikan sebuah ceramah legendaris di Universitas John Hopkins, dengan judul “Structure, Sign, and Play in the Discourse of the Human Sciences”. Tahun 1967, Derrida mulai dikenal sebagai tokoh penting dalam pemikiran Prancis melalui dua karyanya, yakni: Pertama, La Voix et le Phenomene, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Speech and Phenomena (1973) oleh David Allison. Karya ini ditujukan untuk menganalisis gagasan Husserl tentang tanda. Kedua, De la Gramatologie, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Of Gramatology (1976) oleh Gayatri Spivak. Masih pada tahun yang sama, dia juga
menerbitkan L’ecriture et la Difference, yang kemudian diterjemahkan oleh Allan Bas menjadi Writing and Difference (1978). Karyanya yang tersebut kedua ditujukan, terutama bagi karangan Rousseau, berjudul Essay on the Origin of Language, yang dianalisisnya dari sudut sejarah pemikiran tentang tanda. Dalam Of Gramatology ini, Derrida memulai sebuah proyek filsafat yang berbasis pada tulisan, sebagai perlawanan terhadap dominasi logosentrisme dalam metafisika Barat. Selain itu, karya ini juga mengkritik paradigma strukturalisme yang berasal dari Ferdinand de Saussure, yang mementingkan bahasa lisan di atas bahasa tulis, sinkroni di atas diakroni. Karya ini mengangkat tulisan sebagai bahasa yang mandiri dan memenuhi dirinya sendiri. Karya ini mendekonstruksi pementingan pada konsep dan melawannya dengan menunjukkan, bahwa historisitas harus menjadi bagian dari analisis struktural. Sebagaimana diakuinya dan tampak dalam tulisantulisannya, pemikiran Derrida dipengaruhi oleh pemikiran Heidegger, Nietzsche, Adorno, Levinas, Husserl, Freud, dan de Saussure. Kemudian, pada 1980, Derrida memperoleh gelar doktor dengan disertasi berjudul “The Time of a Thesis: Punctuations”. Pada 1986, dia resmi diangkat sebagai guru besar humaniora di Universitas California, Irvine. Hingga kini, universitas ini tercatat sebagai satu-satunya perguruan tinggi yang memiliki koleksi lengkap tulisantulisan Derrida, terutama arsip-arsip yang belum dipublikasikan. Atas berbagai karyanya, kemudian, Derrida menerima bermacam penghargaan. Gelar doktor kehormatan diterimanya dari Universitas Cambridge, Universitas Columbia, the New School for Sosial Research, Universitas Essex, Universitas Louvain, dan William College. Kemudian, dia dikukuhkan sebagai anggota honorer American Academy of Arts and Science. Derrida merupakan anggota American Academy of Arts and Sciences. Pada tahun 2001, dia memperoleh penghargaan Adorno-Preis dari University of Frankfurt. Dia akhir masa hidupnya, derrida banyak terlibat dalam pembuatan film dokumenter biografi yakni D'ailleurs, Derrida (Derrida's Elsewhere) oleh Saafa Fathy pada tahun 1999 dan Derrida oleh Kirby Dick and Amy Ziering Kofman. Pada tahun 2003, Derrida didiagnosis menderita kanker hati yang kemudian menghilangkan kemampuan berbicara dan bergeraknya. Derrida kemudian meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Paris pada tanggal 8 Oktober 2004. Pengaruhnya pada filsafat kontemporer tidak bisa dipungkiri dan dia di luar diragukan lagi salah satu filsuf paling berpengaruh pada abad dua puluh satu.
PEMIKIRAN DAN PANDANGAN Pijakan awal pemikiran Derrida adalah filsafat Saussure tentang strukturalisme bahasa dengan arti sebuah tanda (sign) yang dibangun oleh hubungannya dengan tandatanda lain, sekaligus perbedaan dengan tanda-tanda lain dalam sebuah skema konsep. Berbeda dengan Saussure, Derrida menekankan ketidakbenaran perbedaan antara signifier and signified. Menurut Derrida alat ekpresi (signifier)yang terikat dengan isi atau maknanya (signified) tidak mungkin dipisahkn . cara pengekspresian sesuatu sama pentingnya dengan arti. Penentuan alat ekspresi yang puitis, retoris,atau ironis sama pentingnya dengan makna yang dikandungnya. Arti dari suatu bahasa tidak dapat dipastikan secara mutlak hanya dengan mengartikan sisitem tanda (sign) yang digunakan, tetapi memerlukan konteks saat tanda-tanda itu digunakan. Derrida dianggap
salah satu filsuf terpenting abad ke 20 dan ke 21. Istilah-ilstilah falsafinya yang terpenting adalah dekonstruksi, dan différance. Filsuf Prancis kelahiran AlJazair ini terkenal dengan sumbangan dekonstruksi pada aliran post-modernisme yang dibangun oleh Saussure, Levi-Strauss, dan focault. Karya-karyanya yang terkenal berjudul Voice of Phenomenon, Of grammatology, dan Writing and difference. Bukti luasnya pengaruh pemikiran Derrida adalah penyebutan namanya yang lebih dari 14.000 kali di berbagai artikeljurnal menurrt data yang dikumpulkan sampai tahun 1999. Pemikiran Derrida ini membawa konsekuensi bahwa arti hanya dapat ditentukan dan dipahami dari situasi tertentu. Berlawanan dengan pendapat para strukturalis , pemikiran Derrida menyatakan bahwa struktur yang objektif tidak ada dan arti hanya dapat dipahami lewat situsi. Derrida kemudian mengatakan bahwa sebuah tanda akan memberi arti yang mungkin berbeda dari yang dimaksudkan oleh pengarangnya. Dalam hal ini tidak ada kepastian klaim yang objektif. Gaya filsafatnya mirip perang gerilya yang melawan filsafat aliran tradisional. Kadang menyerang, kadang menarik diri, tiarap atau menghilang. Yang jelas, Derrida tergolong perpanjangan dari aliran post modernism yang menolak “pretense transenden” dari manusia yang selalu menganggap dirinya yang sadar-rasional, otonom menentukan arti, dan bahasayang sesuai pikirannya. Filsafat Derrida ini cukup kontroversial, terkenal di kalangan teoritikus bahasa dan filsuf Eropa, tetapi ditolak oleh para filsuf analitis. 1. Dekonstruksi Istilah dekontruksi untuk pertama kalinya muncul dalam tulisan-tulisan Derrrida pada saat ia mengadakan pembacaan atas narasi-narasi metafisika Barat. Jacques Derrida menunjukkan bahwa kita selalu cenderung untuk melepaskan teks dari konteksnya. Satu term tertentu kita lepaskan dari konteks (dari jejaknya) dan hadir sebagai makna final. Inilah yang Derrida sebut sebagai logosentrisme . Metode dekonstruksi merupakan proyek filsafat yang berskala raksasa karena Derrida sendiri menunjukkan bahwa filsafat barat seluruhnya bersifat logosentris. Dengan demikian, dekonstruksi mengkritik seluruh proyek filsafat barat. Menurut Derrida, penolakan ini harus dilakukan karena adanya penjarakan (spacing), di mana apa yang dianggap sebagai petanda absolut sebenarnya hanyalah selalu berupa jejak di belakang jejak. Selalu ada celah atau kesenjangan antara penanda dan petanda, antara teks dan maknanya. Celah ini membuat pencarian makna absolut mustahil dilakukan. Setelah “kebenaran” ditemukan, ternyata masih ada lagi jejak “kebenaran” lain di depannya, dan begitu seterusnya 2. Differance Grammatology, Derrida berusaha menunjukkan bahwa struktur Dalam karyanya, Of penulisan dan gramatologi lebih penting dan bahkan “lebih tua” ketimbang yang dianggap sebagai struktur murni kehadiran diri (presence-to- self), yang dicirikan sebagai kekhasan atau keunggulan lisan atau ujaran. Derrida menyatakan bahwa signifikasi selalu merujuk ke tanda-tanda lain dan kita tidak akan pernah sampai ke suatu tanda yang hanya merujuk ke dirinya sendiri. Maka, tulisan bukanlah tanda dari sebuah tanda, namun lebih benar jika dikatakan bahwa tulisan adalah tanda dari semua tanda-tanda. Dan proses perujukan yang tidak terhingga (infinite) dan tidak habis-habisnya ini tidak akan pernah sampai ke makna itu sendiri. Inilah pengertian “tulisan” yang ingin ditekankan Derrida. Derrida menggunakan istilah arche-writing, yakni tulisan yang merombak
total keseluruhan logika tentang tanda. Jadi, tulisan yang dimaksud Derrida bukanlah tulisan (atau tanda) sederhana, yang dengan mudah dianggap mewakili makna tertentu. Dilihat dengan cara lain, tulisan merupakan prakondisi dari bahasa, dan bahkan telah ada sebelum ucapan oral. Maka tulisan malah lebih “istimewa” daripada ujaran. Tulisan adalah bentuk permainan bebas dari unsur-unsur bahasa dan komunikasi. Tulisan merupakan proses perubahan makna terus-menerus dan perubahan ini menempatkan dirinya di luar jangkauan kebenaran mutlak (logos). Jadi, tulisan bisa dilihat sebagai jejak, bekas-bekas tapak kaki, yang harus kita telusuri terus-menerus, jika ingin tahu siapa si empunya kaki (yang kita anggap sebagai makna yang mau dicari). Proses berpikir, menulis dan berkarya berdasarkan prinsip jejak inilah yang disebut Derrida sebagai differance. PENGARUH DEKONSTRUKSI TERHADAP PERKEMBANGAN AGAMA Konsepsi epistemologis post-modern yang belum jelas merupakan persoalan yang cukup mendasar. Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam interpretasi, setiap orang mempunyai sudut pandang dan perspektif sendiri-sendiri (berbeda-beda). Dalam perpektif, subjek-subjek tertentu bisa dianggap benar, namun bisa jadi keliru bagi perspektif subjek yang lain. Jika pada masa Modern, manusia mengingkari agama oleh karena pengaruh rasionalitas, namun pada masa Postmodern ini manusia mengingkari agama dengan irrasionalitas. Pada postmodern ini bermunculan agama-agama baru buatan manusia (--isme) yang merupakan hasil sinkritisme dan pluralisme. Tidak ada kebenaran absolut dalam agama apapun atau mungkin bahkan dalam kitab suci apapun, yang ada adalah kebenaran relatif, kebenaran menurut masing-masing yang memandangnya, sehingga manusia di sini sebagai hakim penentu kebenaran, dan bukan Tuhan yang menjadi penentu kebenaran melalui Kitab Suci yang diwahyukannya. Derrida, melalui teori Dekonstruksi-nya, telah mengantarkan kita pada sebuah model semiotika ketidakberaturan atau semiotics of chaos. Dekonstruksi menolak kemapanan, menolak obyektivitas tunggal dan kestabilan makna. Karena itu, Dekonstruksi membuka ruang ‘kreatif’ seluas-luasnya dalam proses pemaknaan dan penafsiran. Itulah Dekonstruksi, yang membuat setiap orang bebas memberi makna dan mentafsirkan suatu obyek tanpa batas. Ruang makna terbuka luas. Penghancuran terhadap suatu makna oleh makna baru melahirkan makna-makna lain. Demikian seterusnya. Sehingga, demikian bebas dan banyaknya makna dan tafsiran, membuat era dekontruktivisme dianggap era matinya makna. Makna menjadi tidak berarti lagi. Fenomena postmodernisme ini memunculkan berbagai macam persoalan tentang peran iman dan agama. Ketika manusia tidak lagi percaya akan rasionalitas yang dianggap telah gagal melanjutkan proyek pencerahannya, maka dunia tidak lagi diatur oleh kebenaran tunggal dan sistem mekanis. Segala bentuk kebenaran tunggal ditolak dan direlativkan, demikian juga agama, teologi dan ajaran iman. Pada saat itulah manusia berada dalam kotak-kotak individualisme yang berdiri sendiri. Ada yang kemudian jatuh kepada ekstrim fundamentalisme dan yang lain ke arah sekularisme. Untuk itu, persoalan dasar dalam dunia postmodern ini pertama-tama adalah soal hermeneutika dan komunikasi. Bahasa menjadi medan hidup yang terus menerus dikembangkan sebagai bagian dari proses hermeneutik dan komunikasi. Hal ini tidak hanya terjadi dalam lingkup ajaran iman agama, teologi, ataupun narasi-narasi besar lainnya, namun juga terjadi di setiap bidang kehidupan.
PENUTUP Postmodernisme adalah pandangan dunia yang menyangkal semua pandangan dunia. Tidak ada kebenaran universal yang valid untuk setiap orang. Individu terkunci dalam persepktif terbatas oleh ras, gender, dan grup etnis masing-masing. Postmodern yang lahir pertama-tama sebagai reaksi dan kritik terhadap modernisme yang penuh akan kesalahan dan kegagalan di berbagai bidang. Pada zaman ini seakan-akan tak ada lagi standar kebenaran. Kritik post-modern terhadap modern bukanlah gugatan ilmiah dan teoritik, melainkan lebih bersifat emosional. Ia tak membawa konsep yang jelas, hanya mengkritik konsep lama, tidak memperbaharuinya, dan hanya phenomenon politik saja yang melatarbelakangi kemunculannya, yakni perang dunia kedua. Seperti tokoh-tokoh post-strukturalisme yang lain, Derrida mencoba menawarkan metode dekonstruksi sebagai alternatif problem modernitas yang telah dianggapnya gagal. Sasaran utama dari proyek dekonstruksinya adalah membongkar sifat totaliter dari sistem, terutama yang tercermin dalam bahasanya. Menurutnya, metafisika dan epistemologi Barat selama ini telah didominasi oleh logosentrisme dan metafisika kehadiran karena itu harus didekonstruksi. Serangan dekonstruksi Derrida membebaskan dua konsep tirani yang mendominasi filsafat, yaitu konsep totalitas dan esensi, sehingga menghasilkan kebenaran yang partikular, unik dan relatif. Dengan demikan, keberanikaan dakui keberadaannya. Kesulitan yang akan dihadapi Derrida adalah bahwa ia terjebak dalam ambiguitas yang mengarah pada nihilisme. Derrida adalah salah satu dari sedikit filsuf yang berpengaruh demikian luas melintas bidang. Pemikiran-pemikirannya juga sangat orisinal, unik, walau terkadang aneh dan sulit dimengerti dengan nalar sederhana. Namun, menilik kesejajarannya dengan berbagai gerakan perjuangan dan gelombang perubahan yang berlangsung dewasa ini, kiranya terbukti sangat relevan.
DAFTAR PUSTAKA: Yuana, K. A. 2010. The Greatest Philosophers 100 Tokoh Filsuf Barat dari abad 6SMabad 21 yang Menginspirasi Dunia Bisnis. Yogyakarta: ANDI http://profil.merdeka.com/mancanegara/j/jacques-derrida/ *)
Penyusun Nama Mata Kuliah Dosen Prodi
: Rina Mira Cahyani : Filsafat Ilmu : Afid Burhanuddin, M.Pd. : Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan.