DERAJAT PERSAINGAN PADA PERBANKAN PERSERO SETELAH PERATURAN TENTANG KEBIJAKAN MODAL MINIMUM DAN KEPEMILIKAN TUNGGAL Khairunnisa Program Studi Akuntansi, Universitas Telkom
[email protected]
Abstrak - Dibawah Arsitektur Perbankan Indonesia (API) terdapat 2 (dua) kebijakan yaitu Peraturan Bank Indonesia No. 14/18/PBI/2012 tentang jumlah modal minimum dan Peraturan Bank Sentral No.14/24/PBI/2012 tentang kepemilikan tunggal (single presence policy). Bank diminta untuk meningkatkan modal karena modal yang besar diharapkan dapat meningkatkan kemampuan perbankan dalam mempertahankan usaha dan risiko, sedangkan melalui kebijakan kepemilikan tunggal diharapkan dapat mengatur ulang struktur kepemilikan bank. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penilaian dampak kebijakan tersebut terhadap derajat persaingan industri perbankan komersial dalam hal penyusunan aset, perolehan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit dari perbankan persero Indonesia. Penelitian ini menggunakan Indeks Herfindahl-Hirschman dalam pengukuran derajat persaingan. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi perbankan persero yang tinggi dapat menunjukkan bahwa industri perbankan persero memiliki derajat persaingan yang rendah dalam hal penyusunan aset, perolehan dana pihak ketiga dan penyaluran kredit. Kata Kunci : Indeks Herfindahl-Hirsch, kredit, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Bank Komersial , derajat persaingan
Proceedings SNEB 2014: Hal. 1
I.
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil survei global Edelman Trust Barometer 2014 yang terdapat pada gambar 1, tentang tingkat kepercayaan dan kredibilitas menempatkan industri perbankan dan sistem pembayaran di posisi teratas dengan skor 52%. Survei ini dilakukan secara online terhadap 27.000 responden yang tersebar pada 27 negara. Survei Edelman Trust Barometer menggunakan 16 spesifik atribut yang dapat membangun tingkat kepercayaan yang dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok kinerja berdasarkan tingkat prioritas, yaitu engagement, integrity, products and services, purpose dan operations. Gambar 1 Tingkat Kepercayaan pada Industri Jasa Keuangan Berdasarkan Sektor
Sumber : www.edelman.com
Dalam publikasi World Bank tahun 2011, financial inclusion dihitung dari jumlah penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap insitusi keuangan dan berusia di atas 15 tahun hanya berjumlah sekitar 20%. Padahal akses terhadap layanan jasa keuangan ini merupakan sebuah aspek penting dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Menurut Booklet Perbankan Indonesia (BPI) 2013, salah satu penyebab sulitnya akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan antara lain adalah munculnya krisis dan deregulasi keuangan. Krisis ekonomi telah memaksa investor untuk menarik dananya dari negara berkembang sehingga terjadi penutupan kantor bank secara besar-besaran. Selanjutnya era deregulasi mendorong persaingan
menjadi lebih ketat, telah memaksa perbankan meningkatkan efisiensi sehingga mereka menjadi sangat selektif dalam memilih nasabah dan menutup kantor-kantor cabangnya pada daerah-daerah yang dianggap kurang profitable. Pemberlakukan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 diperkirakan akan memperketat peta persaingan industri perbankan di kawasan Asia. Industri perbankan Indonesia tengah melakukan perbaikan serta memperkuat aspek-aspek yang menjadi kunci penting dalam menentukan derajat persaingan perbankan di pasar terbuka ASEAN. Menurut Robby Djohan dalam artikel majalah Infobank No.423 yang terbit bulan Juni 2014 terdapat 4 (empat) masalah yang dihadapi oleh perbankan Indonesia dalam meningkatkan derajat persaingan, salah satunya adalah di bidang keuangan, perbankan Indonesia membutuhkan modal yang besar untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan bisnisnya. Penguatan ketahanan dan daya saing perbankan ditempuh Bank Indonesia melalui penataan struktur kepemilikan bank dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/24/PBI/2012 dan pengaturan penyesuaian kegiatan usaha dan perluasan jaringan kantor bank berdasarkan modal dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/18/PBI/2012. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Barth, et al (2002) yang dikutip dari Hadad, dkk (2003) menunjukkan bahwa kepemilikan pemerintah yang semakin besar pada bank cenderung berkaitan dengan semakin banyaknya pelaksanaan sistem keuangan yang buruk serta berkaitan pula dengan semakin banyaknya bank yang perkembangannya lambat/buruk. Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian Barth, et al (2002) juga dilakukan oleh La Porta, et al (1999) dengan hasil yang memperlihatkan bahwa kepemilikan pemerintah memperlambat perkembangan yang terjadi di sektor keuangan. Berdasarkan uraian pada bagian pendahuluan penelitian ini maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Derajat Persaingan pada Perbankan Persero setelah Peraturan tentang Kebijakan Modal Minimum dan Kepemilikan Tunggal”
II.
LANDASAN TEORI
2.1
DEFINISI BANK Proceedings SNEB 2014: Hal. 2
Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 yang dikutip dari Rivai, dkk (2007:321) bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. 2.2
JENIS DAN USAHA BANK
Siamat (2005:47) mengkategorikan bank menurut kepemilikannya, yaitu: a. Bank Persero (Bank Pemerintah); b. Bank Umum Swasta Nasional; c. Bank Asing; d. Bank Pemerintah Daerah; dan e. Bank Campuran 2.3 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/24/PBI/2012 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL
Kepemilikan saham asing juga diatur oleh Bank Indonesia melalui Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/4/DPNP. Otoritas perbankan Indonesia mengizinkan pemegang saham pengendali asing bisa memiliki saham lebih dari 40 persen dari modal bank setelah 31 Desember 2013. Pada tahun 2008, Barclays Capital mengakuisisi Bank Akita sebanyak 99 persen melalui kepemilikan 457.875.000 saham. Tetapi kemudian pada tahun 2010, Barclays menjual kembali saham Bank Akita dengan alasan reorganisasi dalam meningkatkan layanan dan produk bagi nasabah. Berdasarkan kasus Barclays Capital tersebut, kepemilikan pihak asing harus dievaluasi secara strategis untuk mengetahui maksud dan tujuan jangka panjang dan pendek pihak asing dalam memiliki bank nasional melalui Peraturan Bank Indonesia No. 14/24/PBI/2012 tentang Kebijakan Kepemilikan Tunggal. 2.4
Pokok kebijakan kepemilikan tunggal adalah bahwa setiap pihak hanya dapat menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP) pada 1 (satu) bank umum di Indonesia. Dalam hal suatu pihak telah menjadi PSP pada lebih dari 1 (satu) bank atau melakukan pembelian saham bank lain sehingga yang bersangkutan menjadi PSP pada lebih dari 1 (satu) bank, maka yang bersangkutan wajib memenuhi ketentuan tentang Kepemilikan Tunggal. Pemenuhan kewajiban ketentuan kepemilikan tunggal dilakukan dengan cara: a. Merger atau konsolidasi atas bank-bank yang dikendalikannya; b. Membentuk perusahaan induk di bidang perbankan: atau c. Membentuk fungsi holding. Fungsi holding hanya dapat dilakukan PSP berupa bank yang berbadan hukum Indonesia atau instansi pemerintah Republik Indonesia. Dalam rangka penatausahaan struktur kepemilikan, BI menetapkan batas maksimum kepemilikan saham pada bank berdasarkan kategori pemegang saham dan keterkaitan antar pemegang saham. Batas maksimum kepemilikan saham pada bank bagi setiap kategori pemegang saham ditetapkan sebagai berikut: a. Badan hukum lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank sebesar 40% (empat puluh persen) dari modal bank. b. Badan hukum bukan lembaga keuangan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari modal bank. c. Pemegang saham perorangan sebesar 20% (dua puluh persen) dari modal modal bank.
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/18/PBI/2012 TENTANG KEBIJAKAN MODAL MINIMUM BANK UMUM
Kompleksitas kegiatan usaha bank yang semakin meningkat berpotensi menyebabkan semakin tingginya risiko yang dihadapi bank. Peningkatan risiko ini perlu diikuti oleh peningkatan modal yang diperlukan oleh bank untuk menanggung kemungkinan kerugian yang timbul. Oleh karena itu, bank wajib memiliki modal inti minimum yang dipersayaratkan untuk mendukung kegiatan usahanya. Modal inti meliputi modal disetor dan cadangan tambahan modal, paling kurang berjumlah Rp 100 miliar. Permodalan yang kuat juga sangat dibutuhkan untuk mendorong perbankan Indonesia membuka cabang-cabang di luar negeri. Kegiatan ekspansi merupakan salah satu cara bank untuk memperluas jaringan kantor yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam merealisasikan rencana ekspansi atau membuka jaringan kantor yang baru bank wajib memperhatikan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia No.14/26/PBI/2012 mengharuskan bank untuk menyerahkan Rencana Bisnis Bank kepada Bank Indonesia agar kegiatan usaha dan pembukaan jaringan kantor tidak terlepas dari modal inti yang dimiliki. Pengelompokkan bank berdasarkan modal inti yang dimiliki diatur dalam Peraturan Bank Proceedings SNEB 2014: Hal. 3
Indonesia No.14/26/PBI/2012, bank dikelompokkan menjadi 4 (empat) Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU), yaitu: a. BUKU 1 adalah Bank dengan kegiatan usaha dasar (basic banking services) dengan modal inti minimal Rp 100.000.000.000 sampai dengan di bawah Rp 1.000.000.000.000 b. BUKU 2 adalah Bank dengan kegiatan usaha lebih luas dan penyertaan terbatas dengan modal inti paling sedikit sebesar Rp 1.000.000.000.000,sampai dengan kurang dari Rp 5.000.000.000.000,-. c. BUKU 3 adalah Bank dengan kegiatan usaha penuh dan penyertaan dengan modal inti paling sedikit RP 5.000.000.000.000,- sampai dengan kurang dari Rp 30.000.000.000.000,-. d. BUKU 4 adalah Bank dengan kegiatan usaha penuh dan penyertaan lebih luas dengan modal inti paling sedikit sebesar Rp 30.000.000.000.000,-. Penggolongan BUKU ini akan menentukan kegiatan usaha yang dapat dilakukan pada jaringan kantor nanti. Jika modal inti tidak terpenuhi tetapi perbankan memaksakan untuk melakukan pembukaan jaringan kantor maka kemungkinan perbankan tersebut akan mengalami kerugian. 2.5 KONSENTRASI INDUSTRI Konsep dari konsentrasi industri masih merupakan sesuatu yang diperdebatkan. Berbagai pendekatan rasio konsentrasi didasari oleh paradigma Structure-Conduct-Performance (SCP). Rasio konsentrasi memiliki signifikansi yang tinggi terhadap kemampuan perusahaan untuk menangkap fitur khusus dari suatu pasar (Tushaj:2010).
1. 2. 3. 4. 5.
The concentration ratio Herfindahl-Hirschman Index (IHH) Hall-Tideman Index (HTI) Rosenbluth Index Comprehensif Industrial Concentration Index (CCI) 6. Hannah and Kay Index (HKI) 7. The index (U) 8. Multiplikativ Haus Index (Hm) 9. Additive Index Hausa (ha) 10. The Entropy Measure (E) Indeks yang paling sering digunakan adalah the concentration ratio tetapi indikator ini mengabaikan bank-bank berukuran kecil dalam suatu industri. Satu lagi ukuran tingkat konsentrasi yang paling sering digunakan adalah Hirfendahl-Hirschman Index (IHH). Herfindahl-Hirschman Index dikembangkan oleh dua orang ekonom yang bernama Albert O. Hirschman yang memperkenalkan indeks tersebut pada tahun 1945 dan Orris C. Herfindahl mengembangkan indeks tersebut dalam desertasinya yang berjudul “Concentration in the U.S. Steel Industry” pada tahun 1950. Tingkat konsentrasi sering digunakan untuk mengukur derajat persaingan dalam industry (Naldi dan Flamini:2014) Di Amerika Serikat, IHH memiliki peran yang signifikan dalam antipakat (antitrust) menyangkut hukum atau undang-undang persaingan. IHH juga sering disebut sebagai the full-information index karena indeks ini „menangkap‟ distribusi keseluruhan ukuran bank. IHH didefinisikan ke dalam rumus: 𝑛
𝑠𝑖2 … … (1)
𝐻𝐻𝐼 = 𝑖=1
Untuk menilai tingkat persaingan dalam berbagai sektor, penelitian mendalam mengenai struktur pasar menjadi sesuatu hal yang amat penting. Pasar dengan tingkat konsentrasi yang tinggi menunjukkan tingkat persaingan yang rendah. Dikutip dari Tushaj (2010) bahwa telah disepakati secara umum bahwa konsentrasi pasar merupakan salah satu faktor yang sangat penting pada tingkat persaingan (Nathan and Neavel, 1989). Untuk sektor perbankan, penelitian tentang hubungan antara konsentrasi pasar dan tingkat persaingan telah dilakukan pada banyak negara dan menghasilkan indikasi bahwa pasar dengan tingkat konsentrasi yang tinggi cenderung untuk mengurangi tingkat persaingan pada suatu sektor (Gilbert, 1984). Menurut Bikker and Haaf (Tushaj:2010) terdapat beberapa perhitungan yang dapat digunakan menjadi indikator rasio konsentrasi dalam industri perbankan, yaitu:
dimana :n = jumlah perbankan dalam industri s = pangsa pasar Nilai IHH menunjukkan indikasi tingkat konsentrasi, dengan nilai maksimum yang mengindikasikan pasar monopoli dan nilai minimum yang mengindikasikan pasar persaingan sempurna. Semakin tinggi nilai IHH menunjukkan tingkat konsentrasi pasar yang semakin tinggi dan terkonsentrasi pada beberapa perusahaan besar. Departemen Kehakiman memberikan acuan IHH terbaru tahun 2010 untuk merger horisontal yang terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu: Tabel 1 IHH dan Tingkat Persaingan
IHH
Tingkat Persaingan
Proceedings SNEB 2014: Hal. 4
< 0,15
(Unconcentrated Markets) 0,15 – 0,25
Pasar yang terkonsentrasi secara moderat (Moderately Concentrated Markets)
> 0,25
Pasar yang terkonsentrasi tinggi (Highly Concentrated Markets)
Dengan rentang nilai IHH terletak pada (1/n) < IHH < 1. Nilai maksimum IHH menunjukkan kasus pasar monopoli. Nilai minimum tingkat konsentrasi menunjukkan bahwa tiap bank memiliki pangsa pasar yang sama sebesar 1/n. IHH memiliki keterbatasan yang menunjukkan bahwa jika terjadi merger antara suatu bank berukuran besar dan bank berukuran kecil atau keluarnya suatu bank dari suatu industri hanya akan mengubah ekor pada suatu distribusi. Indikator yang hanya didasari oleh disperse atau varians dapat mengeliminasi informasi tersebut. Davies (Tushaj:2010) membagi tingkat sensitifitas menjadi 2 (dua), yaitu: jumlah bank dalam suatu industri dan ketidakseragaman pangsa pasar industri perbankan. Naldi dan Flamini () menggambarkan sebuah pasar dengan n perusahaan yang beroperasi di dalamnya dengan pangsa pasar dari perusahaan i dinotasikan sebagai si, maka IHH dapat didefinisikan sebagai penjumlahan dari kuadrat seluruh pangsa pasar perusahaan.
Keuntungan penggunaan indeks HerfindahlHirschman menurut Calkins (1983) antara lain: 1.
2.
3.
seperti yang telah diujikan oleh Adelman (1969)
Pasar yang tidak terkonsentrasi
Indeks Herfindahl-Hirschman bersifat responsif terhadap tingkat asimetri kepemilikan lembar saham Indeks Herfindahl-Hirschman merefleksikan jumlah saham setiap perusahaan pada pasar modal Indeks Herfindahl-Hirschman dapat diinterpretasikan sebagai angka ekuivalen
III.
PEMBAHASAN
Secara umum nilai IHH memiliki nilai lebih besar dari 0,25 yang menunjukkan perusahaan perbankan persero yang dijadikan objek penelitian ini termasuk pasar yang terkonsentrasi tinggi yang mengindikasikan tingkat persaingan yang rendah. 3.1
KONSENTRASI PASAR PADA ASET BANK PERSERO Tabel 2 Konsentrasi Pasar pada Aset Bank Persero
Nilai IHH terendah yaitu 3.047,63 pada tahun 2014 kuartal 1 disebabkan adanya pengurangan bertahap likuiditas the Fed karena perekonomian domestik telah mulai stabil sehingga mengambil langkah tapering off yang merupakan kebijakan moneter ketat. Keluarnya aliran modal dari Amerika Serikat menyebabkan mata uang rupiah terdepresiasi lebih dalam. Nilai IHH tertinggi yaitu 3.066,81 pada tahun 2012 kuartal 4 dikarenakan meningkatnya rasio kecukupan modal sebesar 18,06% lebih tinggi dari meningkatnya rata-rata aktiva tertimbang menurut risiko sebesar 6,45%. 3.2 KONSENTRASI PASAR PADA DANA PIHAK KETIGA BANK PERSERO Tabel 3 Konsentrasi Pasar pada Dana Pihak Ketiga Bank Persero
IHH terendah untuk Dana Pihak Ketiga Bank Persero pada kuartal 2 tahun 2014, yaitu 3.065,11. Hal ini menurut Kajian Stabilitas Keuangan No.22, suku bunga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia terdapat pergeseran pangsa pasar sumber Dana Pihak Ketiga dari Giro ke Tabungan sehingga sumber dana perbankan menjadi relatif lebih mahal. Persaingan penghimpunan dana cenderung dimenangkan oleh bank-bank besar khususnya BUKU 3 karena bank tersebut cenderung lebih agresif memberikan special rate kepada deposan besar. Nilai IHH tertinggi untuk Dana Pihak Ketiga Bank Persero, yaitu 3.132,55 ditunjukkan pada kuartal 2 tahun 2013. Struktur pendanaan bank masih didominasi oleh Dana Pihak Ketiga sebesar 89,62%. Proceedings SNEB 2014: Hal. 5
Berdasarkan jenis komponennya, peningkatan tertinggi terjadi pada komponen Giro dan Deposito masing-masing sebesar 7,90% dan 7,20%. 3.3 KONSENTRASI PASAR PADA KREDIT BANK PERSERO Tabel 4 Konsentrasi Pasar pada Kredit Bank Persero
Proceedings SNEB 2014: Hal. 6
Nilai IHH terendah ditunjukkan dalam kuartal 3 tahun 2012 dengan nilai sebesar 3.410,93, dikarenakan pada periode tersebut Bank Indonesia menetapkan kebijakan Loan to Value terhadap Kredit Pemilikan Rumah dan Minimum Down Payment pada Kredirt Kendaraan Bermotor. Besarnya uang muka merupakan faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam mengajukan kredit.
Naldi , Maurizio dan Flamini, Marta. The CR4 Index and The Interval Estimation of The Hefindahl-Hirschman Index: An Empirical Comparison
Nilai IHH tertinggi dilihat pada kuartal 1 tahun 2012 dengan nilai 3.477,62. Pada kuartal tersebut kondusifnya kondisi perekonomian memungkinkan perbankan untuk meningkatkan penyaluran kreditnya terutama ke sektor-sektor yang produktif.
Siamat, Dahlan. (2005). Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter danPerbankan. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
IV.
Calkins, Stephen (1983). The New Merger Guidelines and the Herfindahl-Hirschman Index. California Law Review. Volume 71. Issue 2. Article 6.
Hadad Muliaman D., Sugiarto, Agus., Purwanti, Wini., Hermanto, M. Jony., dan Arianto Bambang. (2003). Kajian Mengenaio Struktur Kepemilikan Bank di Indonesia
KESIMPULAN
Tingkat konsentrasi pada industri perbankan persero menunjukkan Indeks Hirfendahl-Hirschman (IHH) yang lebih besari dari 0,25. Indeks tersebut menunjukkan bahwa pasar perbankan persero dalam aset, dana pihak ketiga dan kredit dalam tingkat persaingan yang rendah.
REFERENSI Tushaj, Arjan (2010). Market Concentration in The Banking Sector: Evidence from Albania. BERG Working Paper Series on Government and Growth No.73
Rivai, Veithzal. (2007). Bank and Financial Institution Mangement. Rajawali Press
Biodata Penulis
Khairunnisa, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Manajemen Keuangan Universitas Padjadjaran Bandung, lulus tahun 2008. Memperoleh gelar Magister Manajemen Universitas Padjadjaran Vandung, lulus tahun 2011. Saat ini menjadi Dosen di Universitas Telkom Bandung.
Proceedings SNEB 2014: Hal. 7