INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
DERAJAT KECEMASAN PASIEN DENGAN TINDAKAN OPERATIF DAPAT DIMINIMALISIR DENGAN PERSIAPAN PREOPERATIF YANG MATANG OLEH : Wahyu Purwaningsih Dosen Stikes Aisyiyah Surakarta ABSTRAKSI Kecemasan merupakan keprihatinan yang terus-menerus yang tidak jelas secara alami dan berhubungan dengan perasaan ketidakpastian dan keputusasaan yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak jelas. Kecemasan yang sering muncul pada pasien merupakan salah satu respon individu terhadap situasi yang mengancam atau mengganggu integritas diri. Gejala kecemasan meliputi fisik,emosi dan kognitif. Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal yang sangat penting selama masa preoperatif karena stress emosional di tambah dengan stress fisik meningkatkan resiko pembedahan. Berbagai bentuk sistem dukungan dapat memfasilitasi penurunan stress. tindakan keperawatan yang diselenggarakan oleh perawat selama masa sebelum operasi disebut sebagai perawatan preoperasi dimana pada masa ini perawat melakukan persiapan-persiapan yang berhubungan dengan rencana operasi yang akan dijalankan nantinya. Kata Kunci : Kecemasan, Preoperatif
PENDAHULUAN Kecemasan merupakan perasaan yang terus-menerus akan kesedihan dan ketidakpastian (Ellis dan Nowlis;1994 dalam Chitty;1997) cemas berbeda dengan rasa takut ,dimana cemas disebabkan oleh hal-hal yang tidak jelas (Ellis dan Nowlis;1994 dalam Chitty;1997) termasuk didalamnya klien yang akan menjalani operasi karena mereka tidak tahu konsekuensi pembedahan dan takut terhadap prosedur pembedahan itu sendiri.(Chitty, 1997) Gejala kecemasan meliputi fisik,emosi dan kognitif. Kecemasan yang sering muncul pada pasien merupakan salah satu respon individu terhadap situasi yang mengancam atau mengganggu integritas diri.(Kozier & Erb, 1991; Long,Barbara C,1996) Berbagai dampak psikologis yang dapat muncul adalah adanya ketidaktahuan akan pengalaman pembedahan yang dapat mengakibatkan kecemasan yang terekspresi dalam berbagai bentuk seperti marah, menolak atau apatis terhadap kegiatan keperawatan. Klien yang cemas sering menggalami ketakutan atau perasaan tidak tenang (Rotrock, 1999). Berbagai bentuk ketakutan muncul seperti ketakutan akan hal yang tidak diketahui seperti terhadap pembedahan, anastesi, masa depan, keuangan dan tanggungjawab keluarga; ketakutan akan nyeri atau kematian atau ketakutan akan perubahan citra diri dan konsep diri. (Lilis & taylor, 1997) Kecemasan dapat menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun psikologis yang akhirnya sering mengaktifkan syaraf otonom dimana detak jantung menjadi bertambah, tekanan darah naik, frekuensi nafas bertambah dan secara umum mengurangi tingkat energi Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
41
INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
pada klien, sehingga dapat merugikan individu itu sendiri (Rothrock, 1999). Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi; kecemasan merupakan stressor yang dapat menurunkan sistem imunitas tubuh. Hal ini terjadi melalui serangkaian aksi yang diperantarai oleh HPA-axis (Hipotalamus, Pituitari dan Adrenal). Stress akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan produksi CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF ini selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitari anterior untuk meningkatkan produksi ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormon.(Guiton & Hall, 1996). Hormon ini yang akan merangsang kortek adrenal untuk meningkatkan sekresi kortisol. Kortisol inilah yang selanjutnya akan menekan sistem imun tubuh (Ader, 1996) Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi resiko pelaksanaan operasi, mengkaji kebutuhan fisik dan psikologis, dan memfasilitasi persiapan fisik dan psikologis selama masa pra pembedahan (Lilis & Taylor, 1993; Rothrock, 1999). Pengkajian terhadap kondisi fisik, psikologis, sosiokultural dan dimensi spiritual pada klien penting karena pembedahan merupakan stressor utama psikologis, mempengaruhi pola koping, support sistem dan kebutuhan sosiokultural (Lilis & taylor, 1997). Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal yang sangat penting selama masa preoperatif karena stress emosional di tambah dengan stress fisik meningkatkan resiko pembedahan (Lilis & Taylor, 1997). Berbagai bentuk sistem dukungan (Support sistem) dapat memfasilitasi penurunan stress. Berdasarkan pada konsep datas, maka adanya persiapan yang matang dari perawat secara ideal akan menurunkan rasa kecemasan pada klien karena persiapan yang telah dilaksanakan oleh perawat diselengarakan secara holistik tidak hanya pada sekep fisik semata tapi juga aspek psikologis yang akhirnya dapat menurunkan kecemasan. KONSEP KECEMASAN Definisi kecemasan Kecemasan difinisikan sebagai “keprihatinan yang terus-menerus yang tidak jelas secara alami dan berhubungan dengan perasaan ketidakpastian dan keputusasaan. Kecemasan merupakan perasaan yang terus-menerus akan kesedihan dan ketidakpastian (Ellis dan Nowlis;1994 dalam Chitty;1997) Kecemasan merupakan pengalaman individual yang bersifat emosional dan subyektif yang tidak dapat diobservasi secara langsung. Kecemasan adalah emosi tanpa obyek yang jelas. Biasanya kecemasan timbul tanpa diketahui dan akibat adanya pengalaman baru. Penyebab kecemasan Kecemasan terjadi sebagai akibat adanya ancaman terhadap keberadaan diri (selfhood), self-esteem (harga diri), atau pada identitas diri, Kecemasan dapat terjadi pada orang yang takut mendapatkan hukuman, celaan, penolakan cinta, gangguan hubungan, isolasi, atau kehilangan fungsi tubuh. Gejala kecemasan Gejala kecemasan meliputi fisik,emosi dan kognitif. Gejala fisik meliputi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, susah tidur, mual dan muntah, kelelahan, telapak tangan berkeringat serta gemetar. Respon emosional meliputi rasa lelah, mudah tersinggung, merasa perlu bantuan, menangis dan depresi. Gejala kognitif meliputi ketidakmampuan berkonsentrasi , mudah lupa, tidak perhatian terhadap lingkungan (Schwartz Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
42
INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
, 2000). Respon kecemasan terjadi dalam sebuah rentang. Peplau (1963) membagi dalam empat tingkat yaitu ringan, moderat, berat, dan panik. Tingkat Kecemasan (Chitty, 1997). Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Mampu menghadapi situasi yang bemasalah, dapat mengintegrasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan yang akan datang. Perasaan relatif aman dan nyaman. Tanda-tanda vital normal, ketegangan otot minimal. Pupil normal atau kontriksi. Pada tingkat ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Pada kecemasan sedang, persepsi sempit dan terfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah, kesulitan dalam berkonsentrasi, membutuhkan usaha yang lebih dalam belajar. Pandangan pengalaman pada saat ini berkaitan dengan masa lalu. Mungkin mengabaikan kejadian dalam situasi tertentu; kesulitan dalam beradaptasi dan menganalisa. Tanda-tanda vital normal atau sedikit meningkat, tremor, bergetar. Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terkini dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. Pembelajaran sangat terganggu; sangat kebingungan, tidak mampu berkonsentrasi. Pandangan pengalaman saat ini dikaitkan pada masa lalu. Hampir tidak mampu mengerti situasi yang dihadapi saat ini. Tanda-tanda vital meningkat, diaphoresis, ingin kencing, nafsu makan turun, pupil dilatasi, otot-otot tegang, pandangan menurun, sensasi nyeri meningkat. Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Seseorang mungkin menjadi pucat, tekanan darah menurun, hipotensi, koordinasi otot-otot lemah, nyeri, sensasi pendengaran minimal. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Stuard dan Sundeen, 1998). Menurut Peplau kecemasan dapat dikomunikasikan secara interpersonal karena itu perawat harus memperhatikan dan sekaligus mengatasi kecemasan personal (Chitty,1997). Kesadaran diri juga penting untuk mencegah perawat larut dalam kecemasan klien (Steward dan Laraia, 1998; Chitty, 1997) TINDAKAN KEPERAWATAN PREOPERATIF Tindakan keperawatan (implementasi keperawatan) merupakan salah satu dari tahapan proses keperawatan, merupakan tahapan keempat dari seluruh proses keperawatan (George. 1990) Adapun istilah implementasi keperawatan (tindakan keperawatan) dapat diartikan sebagai “To put into effect according to or by means of a definite plan or procedures” (menempatkan suatu pengaruh dengan melakukan suatu rencana atau proseur tertentu) (George, 1990). Implementasi keperawatan merupakan bagian dari seluruh proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dimana masing-masig komponen tersebut membentuk suatu siklus (Gerorge, 1990). Karena proses keperawatan merupakan proses interpersonal, maka kegiatan ini merupakan kegiatan yang Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
43
INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
melibatkan perawat dan klien. Peran perawat dalam perawatan klien adalah (Chitty, 1997) : -
Pemberi Pelayanan (care Profider) Pendidik (educator) Konselor (Counselor) Menejer (Manager) Peneliti (Reseacher) Kolaborator (Collaborator) Adapun Implementasi (tindakan) keperawatan yang diselenggarakan dapat berupa melakukan tindakan, mendelegasikan tindakan, melakukan pengajaran, memberikan konseling, melakukan pencatatan dan pelaporan serta tetap menjalankan pengkajian berkelanjutan (Chitty, 1997). Seorang klien yang mendapatkan tindakan pembedahan akan menjalani masa-masa pra operasi, intraoperasi dan postoperasi. Pada masa ini klien akan mendapatkan tindakan keperawatan. Adapun tindakan keperawatan yang diselenggarakan oleh perawat selama masa sebelum operasi disebut sebagai perawatan preoperasi (preoperative nursing) dimana pada masa ini perawat melakukan persiapan-persiapan yang berhubungan dengan rencana operasi yang akan dijalankan nantinya. Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi resiko pelaksanaan operasi, mengkaji kebutuhan fisik dan psikologis, dan memfasilitasi persiapan fisik dan psikologis selama masa pra pembedahan (Lilis & Taylor, 1993; Rothrock, 1999). Pengkajian terhadap kondisi fisik, psikologis, sosiokultural dan dimensi spiritual pada klien penting karena pembedahan merupakan stressor utama psikologis, mempengaruhi pola koping, support sistem dan kebutuhan sosiokultural (Lilis & taylor, 1997). Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal yang sangat penting selama masa preoperatif karena stress emosional di tambah dengan stress fisik meningkatkan resiko pembedahan (Lilis & Taylor, 1997). Adapun tujuan perawatan pada masa ini adalah (Connell, 1987 dalam Lillis & Taylor, 1997) : -
Klien siap untuk dioperasi secara fisik Klien secara emosional siap untuk dioperasi Klien mampu mendemonstrasikan cara untuk miring, batuk, nafas dalam secara benar Klien menyatakan mengerti bagaimana cara mengontrol nyeri postoperatif Klien menyatakan tindakan-tindakan yang akan dijalaninya selama masa pre dan post operasi Klien mengatakan akan makan dan minum cukup untuk memenuhi kebutuhan makannya. Untuk mencapai tujuan diatas, maka perawat melakukan (lillis & taylor, 1997) : Menegakkan data dasar dan rencana keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan klien Mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan pembelajaran pada klien dan keluarga Mengidentifikasi resiko fisik dan psikososial Melakukan tindakan untuk memaksimalkan keamanan dan kenyamanan secara fisik maupun emosional. Adapun tindakan perawat antara lain (Lilis&Taylor, 1997) :
Tindakan Umum -
Membina hubungan teraupetik, memberi kesempatan pada klien untuk menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
44
INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
- Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian - Menjawab/menerangkan tentang berbagai prosedur operasi - Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi - Mengajarkan batuk dan nafas dalam - Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan - Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi - Menerangkan alat-alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi Sehari sebelum operasi -
Memberikan dukungan emosional, menjawab pertanyaaan dan memberikan dukungan spiritual bila diperlukan - Melakukan pembatasan diet preoperasi - Menyiapkan kebutuhan eliminasi selama dan setelah pembedahan - Mencukur dan menyiapkan daerah operasi Hari Pembedahan -
Mengecek bahwa bahan dan obat-obatan telah lengkap Mengecek tanda-tanda vital Mengecek informed concent Melanjutkan persiapan nutrisi dan hidrasi Melepaskan protese dan kosmetik Melakukan perawatan mulut Mengosongkan blas dan bowel Mempersiapkan catatan yang diperlukan selama pre operasi Memberikan obat-obatan yang perlu diberikan (sesuai order dokter)
HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DAN PERSIAPAN PREOPERATIF Konsep Model Stress Sosial dimana hubungan antara kecemasan dan persiapan preoperatif terhadap derajad kecemasan dapat digambarkan sebagaimana teori (Norton Lieberman :1982 dan Perlin & Aneshensel : 1986 dalam Lonnquist & Weiss : 1997) Kejadian hidup khusus/ Perubahan hidup Persepsi Sumber Sosial Teknik Koping
Sumber Psikologis Teknik Kognitif
Emosional Kognitif
Hasil Stres
Penyakit Fisik Penyakit Psikologis Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
45
INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
KESIMPULAN Secara teoritis digambarkan bahwa kecemasan merupakan penilaian emosional terhadap suatu stimulus yang menancam. Karena sifat penilaian yang bersifat emosional itulah maka derajad kecemasan yang timbul dalam individu dapat berbeda-beda walaupun menghadapi situasi yang serupa. Kecemasan juga merupakan hal yang umum terjadi pada klien yang mengalami sakit serta dihospitalisasi termasuk pada klien yang akan menjalani operasi karena ketidaktahuan konsekuensi dari pembedahan itu serta takut akan prosedur pembedahan itu sendiri, dimana individu merasa mengalami ancaman terhadap integrits diri, harga diri dan identitas. DAFTAR PUSTAKA Ader, Albert (1996) Psichoneuroimmunology, J.B Lippincott Company, Philadelphia Chitty, Kay K. (1997) Professional Nursing, Concepts and Challenge, 2nd edition, W.B Saunders Co, Philadelphia George, Julia B (1990) Nursing Theories, The Base For Professional Nursing Practice, Appleton & Lange, Conecticut Guyton & Hall (1996) Fisiologi Kedokteran, Penerbit EGC, Jakarta Kozier,Barbara; Erb, Glenora (1991) Fundamentals Of Nursing, Concepts, Proccess and Practice, Addison-Wesley Co. Inc.,Philadelphia Lonnquist, Linne E & Weiss, Gregory L (1997) The Sociology of Health, Healing and Illness, 2nd edition, Prentice-Hall, New Jersey Lillis, Carol; Taylor, Carol (1997) Fundamentals of Nursing, The Arts and Science of Nursing Care, 3rd ed.,J.B. Lippincott Co., Philadelphia Rothrock, Jane C (1999) Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif, EGC, Jakarta Schwartz (2000) Ilmu Bedah, edisi Tejemah, Penerbit EGC, Jakarta FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN ASI Oleh Wahyuni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta ABSTRAKSI
ASI (Air Susu Ibu) dihasilkan oleh kerja gabungan hormon dan refleks. Selama kehamilan, terjadi perubahan pada hormon yang akan menyiapkan jaringan kelenjar susu (alveoli) untuk memproduksi ASI ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komponen yang seimbang sesuai kebutuhan bayi serta makanan yang sempurna baik kualitas maupun kuantitas (Roesli, 2000:17). Sedangkan menurut Purwanti (2004: 5), ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan, faktor pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Adapun faktor-faktor yang meningkatkan pengeluaran ASI yang terkait dengan refleks oksitosin menurut Roesli (2001: 7) yaitu: 1) Bila melihat bayi Naluri keibuan akan timbul Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
46
INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
pada saat melihat bayinya. Akibat naluri ini, hormon akan bekerja dan payudara siap mengeluarkan ASI. 2) Memikirkan Bayinya Dengan Perasaan Penuh Kasih Sayan Rasa rindu dan sayang, akan mempengaruhi hormon oksitosin memproduksi ASI. 3) Bila Mendengar Bayinya Menangis 4) Ibu yang mendengar tangisan bayinya akan segera berfikir bahwa bayinya membutuhkan sesuatu, dan untuk memunuhi kebutuhan bayinya, ibu segera mencari apa yang dibutuhkan bayinya. 5) Ibu Dalam Keadaan Tenang Seorang ibu yang sedang menyusui selalu dianjurkan untuk tidak hidup stress. Stress mempengaruhi produksi ASI, sehingga hormon oksitosin tidak dapat secara optimal mengeluarkan ASI. Keyword : faktor-faktor, mempengaruhi ,asi
PENDAHULUAN
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komponen yang seimbang sesuai kebutuhan bayi serta makanan yang sempurna baik kualitas maupun kuantitas (Roesli, 2000:17). Sedangkan menurut Purwanti (2004: 5), ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan, faktor pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Zat-zat protektif yang terkandung di dalam ASI, bisa memberikan dampak bahwa bayi yang diberi ASI memiliki kemungkinan kecil untuk terjangkit infeksi telinga (otitis media), alergi, diare, pneumonia, bronchitis, meningitis serta sejumlah penyakit pernafasan, serta sejumlah riset juga menunjukkan bahwa ASI dapat pula melindungi bayi dari serangan sindroma (Sudden Infant Death Syndrome). Oleh karena itu, semakin lama memberikan ASI kepada bayi, maka semakin banyak manfaat yang didapat oleh bayi dan keluarga. World Health Organisation (WHO) dan banyak ahli medis menganjurkan agar para ibu menyusui bayinya selama mungkin sampai satu tahun atau bahkan lebih (Subinarto, 2004:3). Menurut pernyataan JNPK-KR (Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi) di dalam buku panduan peserta (2007), Pemberian ASI dikenal sebagai salah satu yang memberikan pengaruh yang paling kuat terhadap kelangsungan hidup anak, pertumbuhan dan perkembangan. Pemberian ASI selama 6 bulan pertama kehidupan, bersamaan dengan pemberian makanan pendamping ASI dan meneruskan ASI dari 6 sampai 2 tahun, dapat mengurangi sedikitnya 20% kematian anak balita (JNPK-KR, 2007: 1). Berdasarkan penelitian WHO (2000), didalam buku (Roesli, 2008: 36) mengatakan bahwa, di enam negara berkembang, risiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui. Untuk bayi berusia di bawah dua bulan, angka kematian bayi meningkat menjadi 48%. Menurut The World Health Report (2005), angka kematian balita Indonesia adalah 46 per 1.000 kelahiran hidup. Hal ini sama dengan: setiap hari, 430 balita meninggal, setiap jam 24 balita meninggal (Roesli, 2008: 36). Sedangkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia pada tahun 2002-2003 dalam buku JNPK-KR (2007), mengatakan bahwa hingga 3,7% bayi di Indonesia disusui dalam satu jam pertama setelah kelahiran dan angka kematian bayi masih relatif tinggi yaitu 35 per 100 KAJIAN PUSTAKA
A. AIR SUSU IBU ASI (Air Susu Ibu) dihasilkan oleh kerja gabungan hormon dan refleks. Selama kehamilan, terjadi perubahan pada hormon yang akan menyiapkan jaringan kelenjar susu Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
47
INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
(alveoli) untuk memproduksi ASI (Roesli, 2001: 3). ASI merupakan jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial, maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan, faktor pertumbuhan, antialergi, serta anti inflamasi (Purwanti, 2004: 6). Sedangkan menurut Suririnah (2004: 1), ASI adalah makanan alamiah untuk bayi. ASI mengandung nutrisi-nutrisi dasar dan elemen dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan bayi yang sehat. B. KEUNTUNGAN AIR SUSU IBU Adapun Keuntungan ASI bagi bayi menurut Soetjiningsih (1997:17) yaitu: 1) Steril, aman dari pencemaran kuman ; 2) Selalu tersedia dengan suhu yang optimal ; 3) Produksi disesuaikan dengan kebutuhan bayi; 4) Mengandung antibodi yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh kuman atau virus
C. JENIS-JENIS AIR SUSU IBU Jenis-jenis ASI sesuai perkembangan bayi menurut Roesli (2001: 25) adalah sebagai berikut: ASI Kolostrum yaitu 1) Merupakan cairan pertama yag keluar dari kelenjar payudara dan keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 sampai ke-7.2) Merupakan cairan kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan susu mature. 3) Merupakan pencahar ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang 4) Lebih banyak mengandung protein, sedangkan kadar karbohidrat dan lemaknya lebih rendah dibandingkan ASI mature.5) Mengandung zat anti infeksi 10-17 kali lebih banyak dari ASI mature. ASI Transisi/Peralihan 1)Kadar protein berkurang, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak meningkat .2) Volume semakin meningkat. Sedangkan ASI Mature terdiri dari 1) Merupakan ASI yang diproduksi sejak hari ke-14 dan seterusnya. 2) Komposisi cenderung konstan. 3) Pada ibu yang sehat dan memilki jumlah ASI yang cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik bagi bayi sampai umur 6 bulan. D. MENYUSUI Menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu di seluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI (Roesli, 2000: 1). Sedangkan menurut pernyataan bersama WHO/UNICEF dalam buku Perinasia (1994: 1), menyusui adalah suatu cara yang tidak ada duanya dalam memberikan makanan yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat serta mempunyai pengaruh biologis dan kejiwaan yang unik terhadap kesehatan ibu dan bayi. E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ASI Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan ASI menurut Soetjiningsih (1997:17) adalah sebagai berikut: 1). Perubahan Sosial Budaya Yang meliputi : a. Ibu-ibu bekerja atau kesibukan lain b. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol c. Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya 2) Faktor Psikologis yang terdiri dari a.Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita b.Tekanan batin 3) Faktor Fisik Ibu yaitu Ibu sakit, misalnya mastitis, panas dan sebagainya. 4) Faktor Kurangnya Petugas Kesehatan ini dapat meyebabkan masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI. 5) Meningkatnya Promosi Susu Kaleng Sebagai Pengganti ASI 6) Meningkatnya promosi Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
48
INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
susu kaleng dengan berbagai kelebihan masing-masing membuat masyarakat untuk memberikan susu kaleng sebagai penganti ASI. 7) Penerangan Yang Salah Justru Datangnya Dari Petugas Kesehatan Sendiri Yang Menganjurkan Penggantian ASI Dengan Susu Kaleng Petugas kesehatan tidak mempunyai pengetahuan yang memadai tentang pemberian ASI dan hanya memiliki sedikit pengalaman untuk dapat memberi dukungan pada ibu, dan mungkin belum menyadari akan adanya faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi para ibu dalam mengambil keputusan untuk menyusui. Pelatihan yang mereka terima, sering kali membuat mereka lebih berorientasi pada cara pemberian susu botol yang dianggap sebagai teknologi modern yang dapat diajarkan atau diawasi, dibandingkan dengan upaya mempersiapkan ibu agar dapat dengan berhasil menyusui yang mereka anggap kuno sehingga tidak perlu mendapat perhatian khusus.
E. FISIOLOGI MENYUSUI Adapun fisiologi menyusui menurut Muchtadi (1994: 32), bahwa Air susu diproduksi dalam alveoli (jaringan kelenjar susu) pada bagian awal saluran kecil air susu. Selama masa kehamilan, payudara membesar sampai tiga kali ukuran normalnya dan saluran-saluran air susu serta alveoli dipersiapkan untuk masa laktasi. Setelah melahirkan, menurut Muchtadi (1994: 32), laktasi dikontrol oleh dua macam refleks yaitu: 1) Refleks Produksi Air Susu (Milk Production Reflex) Bila bayi menghisap puting payudara, akan diproduksi suatu hormon yang disebut prolaktin yang akan mengatur agar sel-sel dalam alveoli untuk memproduksi air susu.; 2) Refleks mengeluarkan (Let-Down Refleks) Hisapan bayi juga merangsang produksi hormon lain yang disebut oksitosin, yang akan membuat sel-sel otot di sekitar alveoli berkontraksi, sehingga air susu didorong menuju putting payudara. 3) ASI Mempunyai Komposisi Yang Sesuai dan Tepat Untuk Bayi Menurut Huliana (2003: 70-72), mengatakan bahwa ASI mempunyai komposisi yang sesuai dan tepat untuk bayi adalah sebagai berikut: 1) Lemak merupakan sumber kalori (energi) utama dalam ASI dengan kadar yang cukup tinggi, yaitu sebesar 50%. Lemak ASI terdiri dari trigliserida (98-99%). Enzim lipase yang terdapat dalam sistim pencernaan bayi dan ASI akan mengurai trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak. Salah satu keunggulan lemak ASI adalah kandungan asam lemak esensial, yaitu Docosahexaenoic Acid (DHA) dan Arachidnoic Acid (AA). Asam lemak ini penting untuk pertumbuhan otak sejati trimester tiga kehamilan sampai dengan tahun pertama setelah bayi lahir. 2) Karbohidrat yang utama dalam ASI adalah laktose. Laktose bisa mempertinggi penyerapan kalsium yang dibutuhkan bayi. Laktose mudah terurai menjadi glukose dan galaktose oleh enzim laktose yang terdapat dalam mukosa (selaput lendir) bayi sejak lahir. 3) Protein dalam ASI mudah dicerna oleh bayi. Selain itu, protein ASI mempunyai kelebihan yang tidak terdapat pada susu lain, yaitu mengandung asam amino sistin dan asam amino taurin. Sistin diperlukan dalam pertumbuhan somatik, sedangkan taurin diperlukan untuk otak. Selain itu, ASI mengandung kasein dan whey protein. Kasien adalah protein yang sukar dicerna dan whey adalah protein yang memproses isi pencernaan bayi menjadi lebih lembut sehingga mudah dicerna oleh usus bayi. 4) Garam dan Mineral ; ASI merupakan susu dengan kadar garam dan mineral yang rendah sehingga tidak merusak fungsi ginjal bayi.
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
49
INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
Beberapa mineral yang terdapat dalam ASI: 1) Zat besi : Jumlah zat besi dalam ASI terasuk sedikit, tetapi mudah diserap. Bayi dilahirkan dengan persediaan zat besi. Selain itu, ditambah juga dengan zat besi yang berasal dari pemecahan sel darah merah yang dapat digunakan kembali. Persediaan besi ini jika ditambah dengan zat besi dalam ASI akan mencukupi kebutuhan bayi sampai usia enam bulan. Dengan menyusui ASI, bayi akan jarang kekurangan zat besi. 2) Seng diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan imunitas. Pada bayi yang mendapat ASI dari ibu yang sehat, sampai umur enam bulan tidak mendapat gejala defisiensi elemen lain sehingga dapat dikatakan bahwa dalam ASI cukup terdapat elemen untuk pertumbuhan. 3) Vitamin ASI yang berasal dari ibu dengan pola makan yang memadai cukup mengandung vitamin yang diperlukan bayi. Kandungan vitamin E dalam ASI, terutama dalam kolostrum tergolong tinggi. F ASI Mengandung Zat-Zat Anti Untuk Mencegah Infeksi Beberapa faktor proteksi yang terdapat dalam ASI menurut Huliana (2003: 73-74) adalah sebagai berikut: 1) Immunoglobulin ; Semua jenis immunoglobulin terdapat dalam ASI, seperti IgG, IgM, IgD, dan IgE berguna untuk imunitas terhadap penyakit. 2) Lisosim ; Enzim lisosim berguna untuk memecah dinding bakteri dan anti inflamasi. Kadarnya dalam ASI sangat tinggi dibandingkan dengan susu lain. 3) Laktoperoksidase ; Enzim ini bersama-sama dengan peroksidase hidrogen dan ion liosianat membantu membunuh streptokokus. 4) Faktor Pertumbuhan: Lactobasillus Bifidus Lactobasillus bifidus cepat tumbuh dan berkembang biak dalam saluran pencernaan bayi yang mendapat ASI karena ASI mengandung polisakarida yang berikatan dengan nitrogen yang tidak terdapat dalam susu lain. 5) Laktoferin dan Transferin 6) Kedua zat ini merupakan protein dalam ASI yang menghambat pertumbuhan stafilokokus dan E. Coli. Caranya dengan mengikat zat besi yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya sehingga kuman tersebut tidak mendapatkan zat besi. Laktoferin juga dapat menghambat pertumbuhan jamur kandida. 7) Komplemen C3 dan C4 ; Konsentrasi komplemen C3 dalam kolostrum sangat tinggi. Kandungan komplemen C3 dan C4 sedikit dalam ASI. Meskipun demikian, dengan diaktifkan oleh IgA dan IgE dalam ASI, komplemen C3 dan C4 akan sangat berguna sebagai faktor pertahanan. 8) Sel Makrofag ; ASI mengandung 90% sel makrofag yang berfungsi membunuh kuman dan membentuk komplemen C3, C4, dan lisozim serta laktoferin.10) Lipase ;ASI mengandung lipase yang merupakan zat antivirus. F. FAKTOR-FAKTOR YANG MENINGKATKAN PRODUKSI ASI Adapun faktor-faktor yang meningkatkan pengeluaran ASI yang terkait dengan refleks oksitosin menurut Roesli (2001: 7) yaitu: 1) Bila melihat bayi Naluri keibuan akan timbul pada saat melihat bayinya. Akibat naluri ini, hormon akan bekerja dan payudara siap mengeluarkan ASI. 2) Memikirkan Bayinya Dengan Perasaan Penuh Kasih Sayan Rasa rindu dan sayang, akan mempengaruhi hormon oksitosin memproduksi ASI. 3) Bila Mendengar Bayinya Menangis 4) Ibu yang mendengar tangisan bayinya akan segera berfikir bahwa bayinya membutuhkan sesuatu, dan untuk memunuhi kebutuhan bayinya, ibu segera mencari apa yang dibutuhkan bayinya. 5) Ibu Dalam Keadaan Tenang Seorang ibu yang sedang menyusui selalu dianjurkan untuk tidak hidup stress. Stress mempengaruhi produksi ASI, sehingga hormon oksitosin tidak dapat secara optimal mengeluarkan ASI.
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
50
INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
G. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMANYA PEMBERIAN ASI 1. Pendidikan Penelitian Zulfanetti et. al (1998: 93-94) yang berjudul faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi ibu dalam penggunaan ASI di Kotamadya Jambi membuktikan bahwa tingkat pendidikan ibu sangat berpengaruh atau berhubungan terhadap lamanya menyusui. Dari analisis tersebut mengandung pengertian bahwa tingkat pendidikan yang cukup tinggi bagi ibu-ibu menyusui justru menjadikan ibu-ibu tersebut semakin relatif singkat dalam memberikan ASI. Kondisi ini terjadi karena seseorang yang mempunyai pendidikan yang semakin tinggi pada umumnya akan bekerja pada jenjang yang relatif tinggi pula. Meskipun mereka menyadari pentingnya pemberian ASI, namun tidak dapat memberikan ASI dalam waktu yang relatif lama. Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian terdahulu yaitu Ping (1990: 64-69) di Shaanxi, China tentang hubungan dan pola menyusui yang mengatakan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih besar kemungkinannya untuk menyapih anak dibanding ibu yang berpendidikan rendah. Menurut hasil penelitian Indarwati (2008: 12-13) tentang struktur keluarga dan lama ibu menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Grogol Sukoharjo mengatakan bahwa lama menyusui dilihat dari tingkat pendidikan ibu menunjukkan sebagian besar ibu adalah berpendidikan rendah, sedangkan menyusui kurang dua tahun secara proporsi lebih banyak pada ibu dengan tingkat pendidikan rendah pula. Sedangkan dilihat lama menyusui dua tahun atau lebih proporsi ibu berdasarkan tingkat pendidikannya adalah tidak berbeda. Predictor penting berkaitan dengan perilaku menyusui adalah pendidikan. Pendidikan berhubungan dengan kemampuan baca tulis dan kesempatan seseorang menyerap informasi sebanyak-banyaknya. Wanita dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima informasi dan pengetahuan. Dengan tingginya pengetahun ibu akan mendukung perubahan sikap dan perilaku hidup sehat, termasuk dalam hal menyusui. 2. Pengalaman Pengalaman merupakan salah satu sumber pengetahuan yang paling banyak dikenal dan banyak dimanfaatkan. Melalui pengalaman orang dapat memperoleh berbagai jawaban atas pertanyaan dan persolan-persoalan yang mereka hadapi (Mustofa, 2007: 25). Sedangkan menurut Notoatmojo (2001: 37), mengatakan bahwa sumber pengetahuan yang lain adalah pengalaman, karena pengalaman merupakan cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. 3. Status Pekerjaan Menurut hasil penelitian Zulfanetti et. Al (1998: 94), menyatakan bahwa jenis pekerjaan ibu berpengaruh atau berhubungan sangat nyata terhadap lamanya menyusui. Jenis pekerjaan yang dimaksudkan disini adalah pekerjaan tetap ibu-ibu yang menyangkut lamanya jam kerja yang dihabiskan dalam satu hari. Bagi ibuibu yang bekerja sebagian besar waktunya tersita untuk pekerjaan, akhirnya waktu untuk menyusuipun akan semakin berkurang. Pernyataan ini juga diperkuat oleh penelitian terdahulu yaitu Ping (1990), menunjukkan bahwa status pekerjaan ibu mempengaruhi lamanya ibu menyusui dan umur di awal pemberian makanan tambahan pada bayi. Penelitian Lakati et. Al (2002: 716-718), menyatakan bahwa ibu-ibu yang bekerja dengan sosial ekonomi tinggi akan mempunyai keterbatasan Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
51
INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
waktu dalam proses menyusui bila dibandingkan dengan ibu-ibu yang sosial ekonomi rendah.
4. Pendapatan Keluarga Menurut hasil penelitian Zulfanetti et. Al (1998: 94), menyatakan bahwa tidak berpengaruhnya atau berhubungannya pendapatan keluarga terhadap lamanya menyusui dapat diterima, artinya semakin tinggi pendapatan keluarga tidak menjamin akan semakin lama pula ibu-ibu memberikan ASI. 5. Motivasi Dukungan bukan hanya dari keluarga dan msyarakat, melainkan juga dari seluruh sistim pelayanan kesehatan. Sebaiknya, semua petugas kesehatan yang memberi pelayanan pada ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan diwajibkan untuk meningkatkan pemberian ASI dan dapat memberikan penyuluhan yang benar dengan memperagakan pengetahuan praktis dalam penatalaksanaan menyusui Perinasia (1994: 2). Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian Arora dari Indarwati (2008) menyatakan bahwa faktor lain yang berhubungan dengan lamanya ibu menyusui adalah pemberian informasi tentang keuntungan menyusui oleh petugas kesehatan kepada ibu dan keluarga, khusus suami sebelum istrinya hamil dan selama kehamilannya (saat pemeriksaan kehamilan) akan bermanfaat bagi kelangsungan menyusui. Kesimpulan ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komponen yang seimbang sesuai kebutuhan bayi serta makanan yang sempurna baik kualitas maupun kuantitas (Roesli, 2000:17). Sedangkan menurut Purwanti (2004: 5), ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan, faktor pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu di seluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI Meskipun mereka menyadari pentingnya pemberian ASI, namun tidak dapat memberikan ASI dalam waktu yang relatif lama. Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian terdahulu yaitu Ping (1990: 64-69) di Shaanxi, China tentang hubungan dan pola menyusui yang mengatakan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih besar kemungkinannya untuk menyapih anak dibanding ibu yang berpendidikan rendah.
DAFTAR PUSTAKA Huliana, Mellyna. (2003). Perawatan Ibu Pasca Melahirkan. Jakarta: Puspa Swara. Indarwati. (2008). “Struktur Keluarga dan Lama Ibu Menyusu Di Wilayah Kerja Puskesmas Grogol Sukoharjo”. Jurnal Kesehatan STIKES ‘Aisyiyah Surakarta. Vol. IV. Hal. 1. JNPK-KR. (2007). Pelatihan Asuhan Persalinan Normal Bahan Tambahan Inisiasi Menyusu Dini. Diterbitkan atas kerja sama JNPK-KR/POGI. USAID dan IDAI: Indonesia. Lakati, A., Colin Binns dan Mark Stevenson. (2002). “Breast-Feeding And The Working In Nairobi”. Diakses 23 Maret 2009 dari Journal Public Health Nutrition. 5(6). PP. 715. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
52
INFOKES, VOL. 1 NO. 2 Juli 2010
ISSN : 2086 - 2628
Mustofa, Bisri. (2007). Tuntunan Karya Ilmiah. Yokyakarta: Panji Pustaka. Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S, (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Perinasia. (1994). Melindungi, Meningkatkan, dan Mendukung Menyusui. Pernyataan bersama WHO UNICEF. Jakarta: Binarupa Aksara. Ping, Tu. (1990). “Breast-Feeding Patterns and Correlates In Shaanxi, China”. Diakses 23 Maret 2009 Dari Asia-Pacific Population Journal. 5(1). PP. 64-69. Purwanti, H. S. (2004 ). Konssep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta: EGC. Roesli, Utami. (2000). Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya. Roesli, Utami. (2001). Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif. Jakarta: Gramedia. Roesli, Utami. (2008). Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Pustaka Bunda: Jakarta. Rokhanawati, Dewi. et al. (2005). “Hubungan Karakteristik Ibu Bersalin dan Petugas Kesehatan Dengan Praktik Menyusui Dini Di RSU PKU Muhammadiyah Yokyakarta”. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan ‘Aisyiyah Yokyakarta. Vol. II. Hal. 3-4. Scott, Jane A., Colin W. Binns, Wendy H. Oddy dan Kathleen I. Graham. (2006). “Predictors of Breastfeeding Duration: Evidence From A Cohort Study”. Diakses 23 Maret 2009 dari Official Journal of The American Academy of Pediatrics. 117(1). PP. 647. Soetjiningsih. (1997). ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC. Subinarto, Djoko. (2004). Merawat Si Kecil Usia 0-2 Tahun. Jakarta: Media Indonesia. Suririnah. (2004). ”Air Susu Ibu (ASI) Memberi Keuntungan Ganda Untuk Bayi Dan Ibu”. © Dr.Suririnah-www.InfoIbu.com. Win, N. Nwet, Colin Binns, Yun Zhao, Jane A. Scott dan Wendy H. Oddy. (2006). ”Breastfeeding Duration In Mothers Who Express Breast Milk: A Cohort Study”. Diakses 23 Maret 2009 dari International Breastfeeding Journal. Vol. (1). PP. 646-649. Zulfanetti, Rike Setiawati dan Meri Yarni. (1998). “Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Penggunaan ASI Di Kotamadya Jambi”. Jurnal Manajemen dan Pembangunan. Vol. VIII. Hal. 92-94.
Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan
53