DEPRESI POSTPARTUM DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN PERAN PADA IBU NIFAS Dewi Susilowati Dosen Poltekkes Kemenkes Surakarta Jurusan Kebidanan PENGANTAR Proses penyesuaian menjadi ibu sangat rentan terhadap gangguan emosi terutama selama kehamilan, persalinan dan postpartum. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh seorang wanita dalam mengahadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada beberapa minggu atau bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun psikis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi ada sebagian lainnya yang tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindrom. Sistem dukungan yang kuat dan konsisten merupakan faktor utama keberhasilan melakukan penyesuaian bagi ibu. ibu membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas rumah tangganya seperti menyiapkan makanan, mencuci pakaian dan berbelanja, dan juga ibu membutuhkan dorongan, penghargaan dan pernyataan bahwa ia adalah ibu yang baik. Bantuan atau dukungan yang paling efektif didapat dari suami. Suami merupakan social support yang paling utama selain anggota keluarga lain juga petugas kesehatan. Bila pasangan kurang memberikan dukungan saat ibu memasuki masa postpartum, hal ini bisa menjadi pemicu munculnya kejadian depresi postpartum, karena ibu postpartum merasa kurang dicintai dan dihargai. Masa nifas akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada organ reproduksi. Begitupun halnya dengan kondisi kejiwaan (psikologis) ibu, juga mengalami perubahan. Salah satu gangguan psikologi tersebut adalah depresi postpartum yang dialami ibu pada hari ketujuh sampai 8 minggu setelah melahirkan, dan dalam kasus yang lebih parah, bisa berlanjut selama setahun (Mansur, 2009:157). Depresi postpartum merupakan salah satu bagian integral dari permasalahan gangguan jiwa yang terjadi pada ibu yang melahirkan. DEPRESI Depresi dapat mengenai seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan status sosial, ekonomi, dan pendidikan. Bahkan menurut WHO, depresi adalah masalah yang serius karena merupakan urutan keempat penyakit di dunia. Sekitar 20% wanita dan 12% pria, pada suatu waktu dalam kehidupannya pernah mengalami depresi, yaitu kesedihan berkepanjangan, motivasi menurun, dan kurang tenaga untuk melakukan kegiatan sehari-hari (Keliat et al., 2011: 20). Menurut Keliat et al. (2011: 20) depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, perasaan, aktivitas) seseorang ditandai dengan pikiran negatif pada diri sendiri, suasana hati menurun, kehilangan minat atau motivasi, pikiran lambat serta aktivitas menurun. Penyebab gangguan ini meliputi: Depresi Postpartum dalam Menghadapi Perubahan Peran Pada Ibu Nifas (Dewi Susilowati)
1
a. Faktor biologis. 1) Genetik. Transmisi gangguan alam perasaan diteruskan melalui garis keturunan. Frekuensi gangguan alam perasaan meningkat pada kembar monozigot dibanding dizigot walaupun diasuh secara terpisah. 2) Neurotransmiter. Penurunan katekolamin otak atau aktivitas sistem katekolamin, peningkatan asetilkolin, dan defisit serotonin dapat menyebabkan terjadinya depresi. 3) Endokrin. Depresi berkaitan dengan gangguan hormon seperti pada hipotiroidisme dan hipertiroidisme, terapi ekstrogen eksogen dan pascapartum. b. Faktor lingkungan. 1) Kehilangan orang yang dicintai. 2) Rasa bermusuhan, kemarahan, kekecewaan yang ditujukan pada suatu objek atau pada diri sendiri. 3) Sumber koping tidak adekuat. 4) Individu dengan kepribadian dependen, obsesif-kompulsif, dan histeris. 5) Adanya masalah atau kesulitan hidup. 6) Belajar perilaku dari lingkungan yang tidak berdaya dan bergantung. 7) Pengalaman negatif masa lalu. Selain trias depresi diatas, gejala depresi lainnya adalah: a. Konsentrasi dan perhatian kurang. b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang. c. Suasana hati sedih dan rasa bersalah. d. Rasa bersalah dan tidak berguna. e. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis. f. Kehilangan minat melakukan kegiatan yang biasa dilakukan. g. Ide atau percobaan bunuh diri. h. Gangguan pola tidur (susah tidur dan tidur berlebih). i. Nafsu makan berkurang. Sedangkan gejala fisik dari depresi menurut Pieter dan Lubis (2010: 120) antara lain: a) sakit kepala atau pusing, b) nyeri lambung dan mual bahkan muntahmuntah, c) nyeri dada dan sesak nafas, d) gangguan tidur (sulit tidur), e) jantung berdebar-debar, f) tidak nafsu makan atau makan berlebihan, g) diare, h) lesu dan tidak bergairah, i) gerakan lambat, j) berat badan turun, k) gangguan menstruasi dan tidak respons pada hubungan seks. Menurut Maslim (2000), gejala-gejala yang dapat terlihat dari seseorang yang mengalami depresi adalah: a) konsentrasi dan perhatian berkurang; b) harga diri dan kepercayaan diri berkurang; c) gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna; d) pandangan masa depan yang suram dan pesimistis; e) gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri; f) tidur terganggu; g) nafsu makan berkurang. Depresi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Depresi ringan, minimal harus ada dua dari tiga gejala utama depresi, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala sampiganyang tidak boleh ada gejala berat diantaranya, lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar Depresi Postpartum dalam Menghadapi Perubahan Peran Pada Ibu Nifas (Dewi Susilowati)
2
dua minggu, hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang bisa dilakukannya. b. Depresi sedang, minimal harus ada dua dari tiga gejala utama, sekurangkurangnya empat dari gejala lainnya, seluruh episode berlangsung minimal dua minggu, menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga, tanpa gejala somatik atau dengan gejala somatik. c. Depresi berat tanpa gejala psikoti, semua gejala utama harus ada, ditambah minimal empat dari gejala lainnya dan berbagaidan beberapa diantaranya harus berintensitas berat, sangat tidak mungkin untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga kecuali pada taraf sangat terbatas. d. Depresi berat dengan gejala psikoti, memenuhi seluruh kriteria depresi berat tanpa gejala psikotik, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi. Menurut Soam dan Wahyuni (2012: 138) intensitas depresi lebih berat dan lebih lama dari perasaan tidak bahagia dan perasaan sedih. Depresi tersebut digolongkan menjadi depresi ringan, sedang dan berat. Orang yang mengalami depresi ringan lebih banyak daripada depresi sedang dan berat. Depresi dipengaruhi oleh pengalaman kejadian-kejadian yang kita alami dan kemampuan pribadi untuk mengatasi stres. POSTPARTUM Postpartum atau masa nifas adalah masa kembalinya organ reproduksi seperti keadaan sebelum hamil dalam waktu 6 minggu setelah melahirkan (Mansur, 2009: 153). Mochtar (2000) dan Saifudin dkk. (2001) dalam Indriyani (2013: 27) juga mengatakan bahwa masa nifas adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil, yaitu kira-kira 6-8 minggu. Masa nifas (puerperium) dibagi dalam 3 periode, yaitu puerperium dini, puerperium intermedial, dan remote puerperium. Puerperium dini, yaitu kepulihan, yang mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan, yaitu kurang lebih sampai 40 hari. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu. Sementara remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi (Indriyani, 2013: 28). Saleha (2009: 64) menyatakan bahwa hal-hal yang harus dapat dipenuhi selama masa nifas adalah sebagai berikut: 1) fisik yaitu seperti istirahat, makan makanan bergizi, sering menghirup udara segar, dan lingkungan yang bersih; 2) psikologi yaitu stres setelah persalinan dapat segera distabilkan dengan dukungan dari keluarga yang menunjukkan rasa simpati, mengakui, dan menghargai ibu; 3) sosial yaitu menemani ibu bila terlihat kesepian, ikut menyayangi anaknya, menanggapi dan memperhatikan kebahagiaan ibu, serta menghibur bila ibu terlihat sedih; 4) psikososial. PERUBAHAN PERAN PADA IBU POSTPARTUM Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita untuk melakukan aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama Depresi Postpartum dalam Menghadapi Perubahan Peran Pada Ibu Nifas (Dewi Susilowati)
3
setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri bahkan mengalami gangguan-gangguan psikologis (Janiwarty dan Pieter, 2013: 155-156) yaitu sebagai berikut: a. Periode Taking In 1) Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan. 2) Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga komunikasi yang baik. Ibu menjadi sangat bergantung pada orang lain. Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan tubuhnya. Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika melahirkan secara berulang-ulang. Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur dengan tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti sedia kala. Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi, kurangnya nafsu makan menandakan ketidaknormalan proses pemulihan. b. Periode Taking Hold 1) Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan. 2) Pada fase ini ibu merasa khawatir atas ketidakmampuannya dalam merawat bayi. Ibu menjadi sangat sensitif, sehingga mudah tersinggung. Oleh karena itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang terdekat. Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan begitu ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya. Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar, mulai belajar untuk mengubah posisi seperti duduk atau jalan, serta belajar tentang perawatan bagi diri dan bayinya. c. Periode Letting Go 1) Berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah. 2) Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat bayi meningkat. Ada kalanya, ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya. Proses penyesuaian menjadi ibu, sangat rentan terhadap gangguan emosi terutama selama kehamilan, persalinan dan postpartum. Sistem dukungan yang kuat dan konsisten merupakan faktor utama keberhasilan melakukan penyesuaian bagi ibu. Dukungan yang paling efektif didapat dari suami. Pada periode postpartum awal, ibu membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas rumah tangganya seperti menyiapkan makanan, mencuci pakaian dan berbelanja, dan juga ibu membutuhkan dorongan, penghargaan dan pernyataan bahwa ia adalah ibu yang baik (Murray et.al, 2001). Dukungan anggota keluarga lainnya juga ikut mempengaruhi kesejahteraan ibu. Kehadiran orang tua sebagai model peran sebagai ibu sangat mendukung kesiapan psikologis ibu untuk menjalankan peran sebagai ibu, dan demikian juga anggota keluarga lainnya termasuk saudara, anak yang sudah dewasa dan pekerja di rumah tangga, juga membantu ibu sebagai tempat mengekspresikan perasaan
Depresi Postpartum dalam Menghadapi Perubahan Peran Pada Ibu Nifas (Dewi Susilowati)
4
atau tempat meminta bantuan dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga selama periode postpartum awal (Bick et.al, 2003). DEPRESI POSPARTUM Menurut Janiwarty dan Pieter (2013: 275) depresi postpartum adalah perasaan sedih yang dibawa ibu sejak masa hamil yang berkaitan dengan sikap ibu yang sulit menerima kehadiran bayinya. Perubahan ini merupakan respons alamiah sebagai akibat kelelahan pasca persalinan. Depresi postpartum hampir sama dengan baby blues syndrome, perbedaan keduanya terletak pada frekuensi, intensitas, serta durasi berlangsungnya gejalagejala yang timbul. Pada postpartum depression, ibu akan merasakan berbagai gejala yang ada pada baby blues syndrome, tetapi dengan intensitas yang lebih sering, lebih hebat, serta lebih lama (Mansur, 2009: 157). Postpartum blues (baby blues) adalah gangguan suasana hati yang berlangsung selama 3-6 hari pascamelahirkan, dimana perasaan ini berkaitan dengan bayinya. Apabila keadaan tersebut berlangsung sampai 2 minggu dan tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan tugas maka akan lebih serius menjadi postpartum depression. Wanita dengan depresi postpartum tidak mudah diidentifikasi, dapat menunjukkan tanda dan gejala yang bervariasi. Gejala awal terjadinya tidak mudah untuk ditentukan, biasanya penderita sudah menampakkan tanda sebelum memasuki masa postpartum. Tanda dan gejalanya seperti mudah menangis, putus asa, tidak bergairah dalam kehidupannya, selalu ada dalam keadaan sedih, adanya keinginan untuk bunuh diri, cemas, dan adanya kekhawatiran yang berlebihan (irrational thingking) dengan kesehatan dirinya dan bayinya. Depresi postpartum merupakan gangguan perasaan yang dialami ibu setelah melahirkan dimana yang bersangkutan merasakan kesedihan, kehilangan energi, susah berkonsentrasi, gundah gulana, dan perasaan bersalah dan tak berharga. Depresi postpartum dapat terjadi kapanpun dalam jangka satu tahun setelah melahirkan. Aspek-aspek yang dapat menimbulkan depresi postpartum yaitu adanya perubahan mood yang terjadi hampir tiap hari, adanya gangguan tidur seperti insomnia dan hipersomnia, kurangnya nafsu makan, merasa lelah dan kehilangan energi, adanya perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang dapat menyebabkan pikiran-pikiran untuk mencoba bunuh diri atau membunuh bayinya sendiri, dan kehilangan konsentrasi serta kemampuan untuk mengambil keputusan. Menurut Pillitteri dan Regina (2001), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya depresi postpartum yaitu: 1) kelelahan setelah melahirkan yang menyebabkan berubahnya pola tidur dan kurangnya istirahat menyebabkan ibu yang baru melahirkan belum kembali ke kondisi normal; 2) kegalauan dan kebingungan dengan kelahiran bayi yang baru, dan perasaan tidak percaya diri untuk dapat merawat bayinya yang baru sementara masih merasa bertanggung jawab dengan semua pekerjaan yang ada; 3) perasaan stres dari perubahan dalam pekerjaan maupun rutinitas dalam rumah tangga; 4) perasaan kehilangan akan Depresi Postpartum dalam Menghadapi Perubahan Peran Pada Ibu Nifas (Dewi Susilowati)
5
identitas diri, akan kemampuan diri, akan figur tubuh sebelum kehamilan dan perasaan akan menjadi kurang menarik; 5) kurangnya waktu untuk diri sendiri sebagaimana yang dilakukan sebelum dan selama kehamilan dan harus tinggal di dalam rumah dalam jangka waktu yang lama. Menurut Paykel (2001), yang mengutip pendapat Regina faktor penyebab depresi postpartum adalah: a) riwayat keluarga yang memiliki penyakit kejiwaan; b) kurangnya dukungan dari suami dan keluarga; c) perasaan khawatir yang berlebihan pada kesehatan janin; d) ada masalah pada kehamilan atau kelahiran bayi sebelumnya; e) sedang menghadapi masalah keuangan; f) hamil usia muda. Menurut Comerford (2008: 73) penyebab depresi tersebut diantaranya adalah: a) perasaan ragu mengenai kehamilan; b) stress sebelumnya c) kurangnya sistem pendukung; d) Kelahiran cesarea yang tidak direncanakan; e) masalah menyusui, f) perubahan kadar hormon g) kelahiran bayi yang terlalu dini dapat menyebabkan ibu merasa tidak siap; h) masalah tidak terpecahkan dan tidak bisa menjadi “ibu sempurna”; i) kekecewaan pada jenis kelamin bayi atau karakteristik lainnya. Determinan Depresi Postpartum Menurut Indriyani (2013: 112-117) saat memasuki masa nifas, seorang ibu bisa beresiko mengalami permasalahan adaptasi psikologis sehingga terjadi depresi postpartum. Masing-masing individu tentunya tidaklah sama dalam hal faktor pendukung kejadian depresi postpartum. Namun, secara umum faktor yang mendukung kejadian depresi postpartum adalah seperti di bawah ini. a. Biologis Ibu yang memasuki masa nifas akan beradaptasi salah satunya terhadap fungsi endokrin. Perubahan hormon antara lain seperti hormon progesteron, estrogen, dan prolaktin bisa memicu kondisi ketidakstabilan emosional seseorang. b. Pendidikan Secara umum latar belakang pendidikan seseorang erat kaitannya dengan pengetahuan yang dimiliki. Pendidikan juga diduga berkontribusi terhadap peristiwa depresi postpartum. Ibu nifas yang memiliki pendidikan rendah kemungkinannya belum memiliki kemampuan pengetahuan yang memadai dalam penyesuaian persepsi dalam menghadapi masa-masa sulit dan hal baru dalam perjalanan hidupnya. c. Usia Usia seseorang identik dengan pengalaman dan maturitas dalam menjalani suatu kehidupan. Usia dalam hal ini adalah kondisi usia ibu saat memasuki masa postpartum. Dalam kesehatan reproduksi usia yang dikatakan aman untuk bereproduksi adalah sekitar 20-35 tahun, karena usia ini dianggap matur dalam hal fungsi reproduksi maupun adaptasi psikologis ibu. Maka, dapat dikatakan bahwa ibu nifas yang mengalami masa adaptasi pada usia di bawah 20 tahun diduga dapat mengalami kendala dalam penyesuaian baik fisik dan mental. Sementara ibu dengan usia di atas 35
Depresi Postpartum dalam Menghadapi Perubahan Peran Pada Ibu Nifas (Dewi Susilowati)
6
tahun menjadi lebih beresiko dalam kondisi kehamilan, persalinan, dan juga masa nifasnya. d. Pengalaman Menurut Barbara (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman postpartum adalah: a) sifat persalinan dan kelahiran serta tujuan kelahiran; b) persiapan persalinan, kelahiran, dan peran menjadi orang tua; c) transisi menjadi orang tua yang mendadak; d) pengalaman keluarga secrara individual atau bersama terhadap kelahiran dan membesarkan anak; e) harapan peran anggota keluarga; f) kepekaan dan efektivitas asuhan; g) faktor-faktor resiko pada komplikasi pascapartum. e. Perkawinan Status perkawinan disharmoni memiliki kriteria antara lain komunikasi yang tidak efektif, adaptasi dalam keluarga bermasalah, perasaan tidak nyaman dan aman dalam keluarga. f. Dukungan sosial Hasil penelitian menunjukkan bahwa suami merupakan social support yang paling utama selain anggota keluarga lain juga petugas kesehatan. Bila pasangan kurang memberikan dukungan saat ibu memasuki masa postpartum, hal ini bisa menjadi pemicu munculnya kejadian depresi postpartum. karena merasa kurang dicintai dan dihargai. g. Peristiwa saat menjalani persalinan h. Emotional relationship i. Komunikasi dan kedekatan j. Struktur keluarga k. Antropologi l. Demografi Status demografi ibu postpartum merupakan karakteristik yang berkaitan dengan tempat tinggal, jumlah anak (paritas), pendidikan, suku, agama dan lain sebagainya. Paritas (jumlah anak) bisa dibagi menjadi primipara yaitu seorang wanita yang melahirkan bayi hidup untuk pertama kali, multipara atau pleuripara yaitu wanita yang pernah melahirkan bayi viabel beberapa kali (sampai 5 kali), grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih, hidup ataupun mati (Sofian, 2011: 69). m. Stressor psikososial n. Lingkungan Lingkungan merupakan faktor yang juga menentukan individu untuk terpapar stressor. Lingkungan, baik internal maupun eksternal merupakan stimulus bagi ibu postpartum dalam proses penyesuaian diri. KEPUSTAKAAN Comerford, KC. 2008. Maternal-Neonatal Facts Made Incredibly Quick! 2ndEd. Lippincott Williams & Wilkins. USA. Terjemahan L. Dwijayanthi. 2011. Buku Saku Maternal-Neonatal Edisi 2. EGC. Jakarta Indriyani, D. 2013. Aplikasi Konsep & Teori Keperawatan Maternitas Postpartum dengan Kematian Janin. Ar-Ruzz Media. Jogjakarta. Depresi Postpartum dalam Menghadapi Perubahan Peran Pada Ibu Nifas (Dewi Susilowati)
7
Janiwarty, B. dan H. Z. Pieter. 2013. Pendidikan Psikologi untuk Bidan-Suatu Teori dan Terapannya. Rapha Publishing. Yogyakarta. Keliat, BA, A. P. Wiyono dan H. Susanti. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN (Intermediate Course). EGC. Jakarta. Mansur, H. 2009. Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Salemba Medika. Jakarta. Neil, N. 2000. Psikologi Kesehatan: Pengantar untuk Perawat & Profesional Kesehatan Lain. EGC. Jakarta. Pieter, HZ. dan N. L. Lubis. 2010. Pengantar Psikologi dalam Keperawatan. Prenada Media Group. Jakarta. Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Salemba Medika. Jakarta. Sister School Program. 2004. Modul Asuhan Keperawatan Postpartum. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang. Soam, Z. dan S. Wahyuni. 2012. Psikologi Keperawatan.Rajawali Pers. Jakarta. Sofian, A. 2011.Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Ed. 3, Jilid I. EGC. Jakarta.
Depresi Postpartum dalam Menghadapi Perubahan Peran Pada Ibu Nifas (Dewi Susilowati)
8