Perbandingan Klinis, Radiologis dan Konversi Kultur Penderita Multidrug Resistant Tuberculosis dengan Diabetes dan Non Diabetes di Rumah Sakit Dr. Moewardi Reviono, Indah Juliana, Harsini, Jatu Aphridasari, Yusup Subagio Sutanto Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Abstrak Latar Belakang : Diabetes melitus (DM) merupakan faktor risiko tuberkulosis dan dapat mempengaruhi gejala yang timbul. Sudah ada pembuktian bahwa DM memberikan konstribusi penting terhadap insidens TB. Karena masih terdapat kontroversi dengan hasil penelitian sebelumnya, penelitian ini dilakukan untuk pelacakan lebih lanjut, khususnya di Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan secara klinis, radiologis dan konversi kultur pada pasien MDR TB dengan dan tanpa DM. Metode : Penelitian ini merupakan cross-sectional study. Inklusinya adalah semua pasien baru yang terdiagnosis MDR TB dengan dan tanpa DM dari Januari 2011 sampai Juli 2012 yang mengikuti program PMDT di RS Dr. Moewardi. Gambaran klinis, radiologis dan waktu konversi kultur sputum diikuti pada waktu yang sama. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji chi-square . Hasil : Sebanyak 43 pasien ikut dalam pada penelitian ini. Sepuluh pasien dengan riwayat DM dan lainnya tidak. Dari gambaran radiologis, terdapat perbedaan bermakna pada karakteristik lesi (p=0,004) dan daerah lesi (p=0,003). Tetapi, tidak ada perbedaan signifikan pada kedua kelompok untuk gejala klinis dan waktu konversi kultur sputum. Kesimpulan : Karakteristik lesi dan daerah lesi yang terkena berdasarkan penemuan radiologi memiliki perbedaan signifikan baik pada kelompok DM dan non DM pasien MDR TB, tetapi tidak pada gejala klinis dan konversi kultur. (J Respir Indo. 2013; 33:103-9) Kata kunci : Tuberkulosis, diabetes melitus, multidrug resistant tuberculosis.
Comparison of Clinical, Radiological Finding and Culture Conversion of Diabetic and Non Diabetic Multidrug Resistant Tuberculosis Patients in Dr. Moewardi Hospital Abstract Background : Diabetes mellitus (DM) is a risk factor for tuberculosis and may modify its presenting features. There is good evidence that DM makes a substansial contribution to TB incidence. Considering the contradictory results of the previous studies, this study was conducted for further investigation, especially in Indonesia. The aim of this study was to compare clinically, radiologically, and culture conversion of MDR TB patients with diabetic and non-diabetic group. Methods : This was a cross sectional study. All newly diagnosed patients with Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR TB) with and without DM from Januari 2011 to Juli 2012 enrolled in programmatic management of drug resistant tuberculosis (PMDT) implementation at Dr. Moewardi Hospital, were included in the study. They were followed up clinically, radiologically, and time of culture conversion at the same time. The collected data was analysed using chi-square design study. Results : Forthy three patients were included in this study. Ten patients with history of DM and the others don't. From radiological finding, there were significant differences in characteristic lesion (p=0.004) and area involvement (p=0.003). But no significant differences in both group for clinical presentation and time of sputum culture conversion. Conclusion : Characteristic lesion and area involvement from radiological finding have significant differences in diabetic and non diabetic MDR TB patients, but not in clinical presentation and culture conversion. (J Respir Indo. 2013; 33:103-9) Keywords : Tuberculosis, diabetes mellitus, multidrug resistant tuberculosis.
PENDAHULUAN Multidrug resistant tuberculosis (MDR TB)
merupakan salah satu negara dari 27 negara yang
adalah resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap
memiliki prevalens kasus MDR TB yang tinggi di seluruh
rifampisin dan isoniazid secara bersamaan. Kasus
dunia.1
MDR TB pada tahun 2010 berdasarkan World Health
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu
Organization (WHO) wilayah Asia Tenggara
penyakit metabolik, yang jika tidak diterapi dapat
diperkirakan mencapai 105 ribu dan menyumbang
meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi lain.
hampir seperempat kasus MDR TB di dunia. Indonesia
Prevalens DM antara usia 20–70 tahun meningkat mulai
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
103
dari 285 juta pada tahun 2010 menjadi 438 juta tahun
prevalens tinggi terhadap TB dan DM masih sedikit,
2030. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa
terutama wilayah Asia Tenggara. Tujuan dari penelitian
lebih dari 60% populasi diabetes dunia akan berada di
ini untuk membandingkan secara klinis, radiologis, dan
2
Asia. Pasien DM pada kenyataannya dapat ditemukan
konversi sputum MDR TB pada pasien DM dan non DM.
bakteriologi TB positif 5 kali lebih besar dibandingkan pasien non DM.3 Penelitian yang dilakukan oleh Condos
METODE
4
dkk. membuktikan hubungan yang bermakna antara
Penelitian ini dilakukan secara retrospektif
diabetes dan MDR TB. Pasien DM 8,6 kali berpeluang
dengan desain potong lintang (cross-sectional).
terinfeksi MDR TB.
Populasi penelitian adalah pasien yang sudah
Diabetes melitus menyebabkan disfungsi sistem
terdiagnosis MDR TB di Poli programmatic
imun sehingga lebih mudah terkena TB. Gangguan
management of drug resistant tuberculosis (PMDT)
imunologi terutama dikarenakan fungsi sel-sel
Rumah Sakit Dr. Moewardi (RSDM) mulai dari Januari
polimorfonuklear abnormal, penurunan fungsi
2011 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan
fagositosis monosit perifer, Fungsi fisiologi paru juga
secara consecutive sampling. Semua data pendukung
berubah pada pasien DM. Sedangkan, TB dapat
dicatat melalui rekam medis pasien.
menyebabkan kenaikan gula darah dan memacu terjadinya “laten diabetes” atau menjadi faktor
Pasien
dekompensasi DM. Demam, malnutrisi, dan tidak
Jumlah seluruh pasien yang terdiagnosis MDR
beraktivitas memicu keluarnya hormon stress yang
TB ada 72 orang. Kriteria inklusi pada penelitian ini
dapat meningkatkan gula darah. Jumlah plasma interleukin 1 (IL-1) dan tumor necrosis alpha (TNF-a) yang meningkat pada TB berat memicu keluarnya hormon anti insulin.5 Diagnosis MDR TB dipastikan berdasarkan uji kepekaan M. tuberkulosis pada pemeriksaan fisik diagnostik dan pemeriksaan penunjang seperti, laboratorium kimia, mikrobiologi, dan radiologi, dilakukan sebelum pengobatan dimulai. Pasien harus dipantau secara ketat selama menjalani pengobatan untuk menilai respons terhadap pengobatan dan mengidentifikasi efek samping.6 Obat yang digunakan
adalah semua pasien dewasa (≥ 18 tahun) yang terdiagnosis MDR TB berdasarkan hasil kultur resistensi dan menjalani pengobatan OAT lini II minimal 6 bulan. Kriteria eksklusi penelitian adalah pasien meninggal atau mengundurkan diri pada saat menjalani pengobatan, sudah mengalami konversi sputum, memiliki rontgen toraks bulan ke-6, dan menolak menandatangani informed consent. Seluruh pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dikelompokkan menjadi kelompok pasien MDR TB dengan DM (MDR TB + DM) dan kelompok pasien MDR TB tanpa DM (MDR TB non DM).
dalam strategi penanggulangan pasien MDR TB di
Semua data dasar pasien dilengkapi, seperti
Indonesia adalah kanamisin, kapreomisin, levo-
jenis kelamin, usia, gejala dan tanda klinis TB (batuk,
floksasin, etionamid, sikloserin dan PAS serta obat anti
produksi sputum, demam, keringat malam, dan
tuberkulosis (OAT) lini 1 yaitu pirazinamid dan
penurunan berat badan), riwayat DM, dan terapi DM,
ethambutol dengan lama pengobatan tahap awal dan
serta interpretasi rontgen toraks. Demografi dan
tahap lanjutan minimal 18 bulan setelah konversi
karakteristik klinis semua pasien dicatat dalam bentuk
biakan. Paduan obat terstandarisasi (standardized
laporan kasus dengan menggunakan metode
treatment) yang digunakan di Indonesia adalah:6
wawancara.
Km - (E) - Eto - Lfx - (Z) - Cs / (E) - Eto - Lfx - (Z) - Cs Walapun penelitian tentang gejala klinis pasien
Diabetes melitus
TB-DM sudah banyak, tetapi penelitian mengenai MDR
Diagnosis DM berdasarkan kriteria WHO yaitu
TB dan DM pada daerah geografis yang memiliki
gula darah puasa ≥ 126 mg/dl setelah 8 jam atau lebih
104
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
tidak mendapatkan kalori, konsentrasi glukosa plasma
Karakteristik lesi selain lesi tipikal diklasifikasikan
≥ 200 mg/dL setelah berpuasa semalaman minimal 8
sebagai lesi atipikal. Gambaran lesi radiologis
jam kemudian mengkonsumsi 75 gram glukosa oral,
dibedakan menjadi lesi aktif (bayangan berawan /
gejala hiperglikemia tidak terkontrol (seperti, poliuria,
nodular, miliar, efusi pleura, kavitas) dan lesi inaktif
polidipsi, polifagi) dan konsentrasi glukosa plasma
(fibrotik, kalsifikasi, dan schwarte).8
sewaktu ≥ 200 mg/dL, serta HbA1C ≥ 6.5%.7 Pasien yang memenuhi kriteria diagnosis DM ataupun dengan riwayat pengobatan DM dimasukkan dalam penelitian
Konversi sputum Konversi sputum pada pasien MDR TB dilihat berdasarkan pemeriksaan biakan Mycobacterium
ini.
tuberculosis. Jika pemeriksaan biakan negatif dua kali Gejala klinis
berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari, maka
Gejala klinis TB dibagi menjadi keluhan
dianggap suatu konversi dahak. Tanggal konversi
respiratorik dan sistemik. Keluhan respiratorik meliputi
adalah tanggal pemeriksaan dahak pertama dari
batuk, batuk darah, sesak napas, dan nyeri dada.
sediaan yang hasil biakannya negatif. Tanggal ini
Sedangkan, keluhan sistemik meliputi demam, keringat
digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan
malam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
tahap awal dan lama pengobatan selanjutnya.
badan.8
Pemeriksaan biakan dan hapusan dahak dilaksanakan pada setiap bulan pada tahap awal dan setiap 2 bulan
Radiologi
pada tahap lanjutan.6
Diagnosis radiologi diambil dari rontgen dada dengan proyeksi postero-anterior (PA) dan
Analisis statistik
diinterpretasikan oleh ahli radiologi tanpa mengetahui
Semua data dianalisis menggunakan software
status DM pasien. Hasil dari computed tomography
statistik, SPSS versi 17. Data dengan variabel
(CT) scans tidak digunakan sebagai analisis penelitian.
kuantitatif ditampilkan melalui median dan range,
Interpretasi radiologi dibagi berdasarkan luas lesi (lesi
sementara variabel kualitatif melalui frekuensi dan
minimal, lesi luas), letak lesi (upper field, lower field,
presentase. Analisis statistik menggunakan uji chi-
multilobaris), karakteristik lesi (tipikal, atipikal), respons
square atau uji T. Nilai p-value < 0,05 dianggap
terapi (perbaikan, perburukan, menetap), dan
signifikan.
gambaran lesi (bayangan berawan/ nodular, kavitas, efusi pleura, milier, scwarte, fibrotik, dan kalsifikasi).
HASIL
Definisi lesi minimal adalah lesi yang mengenai
Dari 72 pasien yang terdiagnosis MDR TB di
satu atau dua paru dengan luas yang tidak melebihi sela
RSDM, hanya 43 pasien yang memenuhi kriteria inklusi
iga 2 depan (volume paru terletak di atas chondrosternal
dan eksklusi. Sepuluh pasien diantaranya dengan DM
junction dari iga kedua depan dan prosessus spinosus
dan 33 pasien lainnya non DM. Riwayat penggunaan
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis
narkoba, riwayat kanker, dan riwayat pemakaian
5) dan tidak dijumpai kavitas. Jika prosesnya lebih dari
kortikosteroid tidak ditemukan pada kedua kelompok
lesi minimal maka disebut lesi luas.8 Lower field
penelitian ini.
merupakan daerah yang terletak di bawah garis imajiner
Karakteristik demografi pasien ditampilkan pada
yang membentang horisontal melalui hilus dan
tabel 1. Proporsi jenis kelamin laki-laki pada kelompok
parahilus pada foto toraks standar PA.9 Daerah di
MDR TB non DM lebih banyak (60,6%), sedangkan
atasnya disebut upper field. Bila mengenai lesi paru
pada MDR TB + DM lebih sering ditemukan perempuan
yang mengenai lobus paru atas dengan atau tanpa
(70%), meskipun perbedaan ini tidak bermakna. Rerata
gambaran kavitas didefinisikan sebagai lesi tipikal.3
usia pada pasien MDR TB non DM yaitu (37,7±12,46
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
105
tahun) lebih muda dari kelompok MDR TB + DM
DM memiliki proporsi letak lesi multilobaris dan upper
(46,2±6,99 tahun). Hal ini bisa diperjelas dari variabel
field hampir sama jika dibandingkan kelompok MDR TB
pengelompokan usia. Pasien MDR TB non DM lebih
non DM.
banyak terjadi pada usia 31-40 tahun, sedangkan MDR TB + DM pada usia 41-50 tahun.
Tabel 4 menggambarkan tentang kecepatan konversi sputum pasien MDR TB yang sudah menjalani
Analisis data pada tabel 2 menjelaskan tentang
OAT lini II. Rerata kecepatan konversi sputum pada
karakteristik gejala TB Keluhan sesak napas,
pasien MDR TB + DM 4,30 ± 1,06 bulan, sedangkan
hemoptisis, nyeri dada, demam, keringat malam,
kelompok MDR TB non DM 4,24 ± 1,42 bulan. Meskipun
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan
MDR TB non DM kecepatan konversinya lebih cepat,
ditemukan pada kedua kelompok dan tidak ditemukan
perbedaan ini secara statistik tidak bermakna. Konversi
adanya perbedaannya yang signifikan secara statistik.
sputum pada MDR TB + DM paling banyak terjadi pada
Hasil interpretasi radiologi toraks, seperti pada
bulan ke-5, sedangkan pada MDR TB tanpa DM terjadi
tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
pada bulan ke-3, tetapi perbedaan ini juga tidak
signifikan pada variabel karakteristik lesi (p=0,004) dan
signifikan.
distribusi lesi (p=0,003) diantara kedua kelompok. Karakteristik lesi atipikal merupakan lesi yang paling dominan ditemukan pada kedua kelompok. Akan tetapi, dapat terlihat antara proporsi lesi tipikal dan atipikal pada kelompok MDR TB + DM relatif sama jika dibandingkan kelompok MDR TB non DM yang memiliki rentang nilai lebih jauh. Berdasarkan distribusi lesi, dapat dilihat letak lesi multilobaris paling banyak ditemukan pada kedua kelompok. Kelompok MDR TB +
PEMBAHASAN Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk menjelaskan pengaruh DM pada TB berdasarkan gejala klinis, manifestasi radiologi, kecepatan konversi sputum, dan hasil terapi pada TB.3 Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa gejala respiratorik dan sistemik TB ditemukan pada kedua kelompok meskipun tidak bermakna. Berdasarkan gambaran radiologi, terdapat
Tabel 1. Karakteristik sosio-demografi pasien MDR TB + DM dan MDR TB non DM Variabel Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Usia < 31 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun > 60 tahun Rerata usia Riwayat merokok Ya Tidak Riwayat narkoba Tidak Riwayat imunosupresif Tidak Riwayat kanker Tidak Riwayat minuman keras Ya Tidak Riwayat kontak TB Ya Tidak
MDR TB + DM N = 10
MDR TB non DM N = 33
Total N=43
30,0% (N=3) 70,0% (N=7)
60,6% (N=20) 39,4% (N=13)
53,5% (N=23) 46,5% (N=20)
0,0% (N=0) 30,0% (N=3) 40,0% (N=4) 30,0% (N=3) 0,0% (N=0) 46,20±6,99
24,2% (N=8) 33,4% (N=11) 30,3% (N=10) 9,1% (N=3) 3,0% (N=1) 37,70±11,91
18,6% (N=8) 32,6% (N=14) 32,6% (N=14) 13,9% (N=6) 2,3% (N=1) 39,67±11,91
30,0% (N=3) 70,0% (N=7)
36,4% (N=12) 63,6% (N=21)
34,9% (N=15) 65,1% (N=28)
100,0% (N=10)
100% (N=33)
100,0% (N=43)
100,0% (N=10)
100% (N=33)
100,0% (N=43)
100,0% (N=10)
100% (N=33)
100,0% (N=43)
20,0% (N=2) 80,0% (N=8)
27,3% (N=9) 72,7% (N=24)
25,6% (N=11) 74,4% (N=32)
10,0% (N=1) 90,0% (N=9)
21,2% (N=7) 78,8% (N=26)
18,6% (N=8) 81,4% (N=35)
TS (0,148) TS (0,242)
TS (1,000) TS (1,000) TS (0,659)
Keterangan : TS = Tidak signifikan
106
Nilai p
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
Tabel 2. Gambaran gejala klinis pasien MDR TB + DM dan MDR TB non DM Gejala Respiratorik batuk Ya Tidak Produksi sputum Ya Tidak Hemoptisis Ya Tidak Sesak napas Ya Tidak Nyeri dada Ya Tidak Penurunan nafsu makan Ya Tidak Keringat malam Ya Tidak Demam Ya Tidak Penurunan berat badan Ya Tidak
MDR TB + DM N = 10
MDR TB non DM N = 33
Total N=43
100,0% (N=10) 0,0% (N=0)
100,0% (N=10) 0,0% (N=0)
100,0% (N=10) 0,0% (N=0)
70,0% (N=7) 30,0% (N=3)
84,8% (N=28) 15,2% (N=5)
81,4% (N=35) 18,6% (N=8
90,0% (N=9) 10,0% (N=1)
75,8% (N=25) 24,2% (N=8)
79,1% (N=34) 20,9% (N=9)
90,0% (N=9) 10,0% (N=1)
51,5% (N=17) 48,5% (N=16)
60,5% (N=26) 39,5% (N=17)
70,0% (N=7) 30,0% (N=3)
57,6% (N=19) 42,4% (N=14)
60,5% (N=26) 39,5% (N=17)
90,0% (N=9) 10,0% (N=1)
75,8% (N=25) 24,2% (N=8)
79,1% (N=34) 20,9% (N=9)
90,0% (N=9) 10,0% (N=1)
66,7% (N=22) 33,3% (N=11)
72,1% (N=31) 27,9% (N=12)
90,0% (N=9) 10,0% (N=1)
69,7% (N=23) 30,3% (N=10)
74,4% (N=32) 25,6% (N=11)
100,0% (N=10) 0,0% (N=0)
75,8% (N=25) 24,2% (N=8)
81,4% (N=35) 28,6% (N=8)
Nilai p TS (0,362) TS (0,659) TS (0,06) TS (0,714) TS (0,659 TS (0,237) TS (0,409) TS (0,165)
Keterangan : TS = Tidak signifikan
perbedaan signifikan pada karakteristik lesi (p=0,004)
maka pasien tersebut dapat dicurigai terjadi ko-infeksi
dan distribusi lesi (p=0,003) di kedua kelompok.
TB.11
Kecepatan konversi MDR TB dengan DM lebih lama
Berbagai penelitian komperatif radiologi tentang TB dengan DM menyatakan hasil-hasil yang berbeda.3
dibandingkan tanpa DM, walaupun tidak bermakna. Prevalens pasien MDR TB dengan DM dari hasil
Kedua kelompok penelitian ini menunjukan perbedaan
penelitian ini lebih banyak pada usia yang lebih tua yaitu
signifikan pada karakteristik lesi dan distribusi lesi. Pada
lebih dari 45 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian
kedua kelompok didominasi oleh lesi atipikal dan letak
oleh Nissapatorn dkk.
dikutip
dari
10
bahwa dengan
pertambahan usia akan meningkatkan risiko TB pada
lesi yang multilobaris. Penelitian Baghaei dkk.
dikutip dari 3
mempublikasikan bahwa terdapat perbedaan
pasien DM. Faktor yang mempengaruhi kerentanan
gambaran radiologi pada pasien TB dengan DM.
koinsiden TB dan DM diantaranya usia tua, perubahan
Radiologi pasien TB-DM tampak lebih khas (lesi
gaya hidup, kemajuan teknologi dan perubahan sosial.11
mengenai lapang paru atas baik dengan atau tanpa
Gejala klinis yang dialami oleh pasien TB dengan
kavitas) dibandingkan dengan TB non DM.3 Akan tetapi,
4
DM bervariasi. Pada penelitian ini, semua keluhan
penelitian terbesar oleh Perenz-Guzman dkk. dikutip dari 13 di
respiratorik dan sistemik ditemukan pada kedua
Meksiko membandingkan 192 pasien TB paru dengan
kelompok dan tidak ditemukan perbedaan bermakna.
dan tanpa DM menyebutkan bahwa pasien TB dapat
Bacakoglu dkk. menyatakan bahwa DM tidak
dicurigai mengalami DM jika lesi radiologi atipikal dan
mempengaruhi gejala klinis dari TB.dkutip
terletak di daerah lower lung field.
dari 12
Sejalan
dengan peneltian oleh Deshmukh dkk. dikutp
dari
11
Hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa tidak
menyatakan evaluasi gejala klinis tetap menjadi bagian
ada perbedaan yang signifikan konversi sputum pada
penting. Jika ditemukan pasien DM dengan gejala
MDR TB tanpa DM ataupun dengan DM, meskipun
demam, lemah, batuk, batuk darah, dan nyeri dada,
didapatkan kecepatan konversi sputum lebih cepat
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
107
Tabel 3. Gambaran rontgen toraks pasien MDR TB + DM dan MDR TB non DM Interpretasi Radiologi Karakteristik lesi Tipikal Atipikal Luas lesi Minimal Luas Distribusi Lesi Upper field Multilobaris Lower field Respons radiologi Perburukan Menetap Perbaikan Gambaran radiologi Bayangan berawan / nodular Ya Tidak Kavitas Ya Tidak Bula Ya Tidak Bercak Milier Ya Tidak Efusi pleura Ya Tidak Fibrotik Ya Tidak Kalsifikasi Ya Tidak Schwarte Ya Tidak
MDR TB + DM N = 10
MDR TB non DM N = 33
Total N=43
40,0% (N=4) 60,0% (N=6)
6,1% (N=2) 93,8% (N=31)
14,3% (N=6) 85,7% (N=36)
30,0% (N=3) 70,0% (N=7)
6,1% (N=2) 93,8% (N=31)
11,6% (N=5) 88,4% (N=38)
40,0% (N=4) 50,0% (N=5) 10,0% (N=1)
6,1% (N=2) 93,8% (N=31) 0,0% (N=0)
14,0% (N=6) 83,7% (N=36) 2,3% (N=1)
0,0% (N=0 20,0% (N=2) 80,0% (N=8)
3,0% (N=1) 21,2% (N=7) 75,8% (N=25)
2,3% (N=1) 20,9% (N=9) 76,7% (N=33)
100,0% (N=10) 0,0% (N=0)
100,0% (N=33) 0,0% (N=0)
100,0% (N=43) 0,0% (N=0)
0,0% (N=0) 100,0% (N=10)
3,0% (N=1) 97,0% (N=32)
2,3% (N=1) 97,7% (N=42)
10,0% (N=1) 90,0% (N=9)
12,1% (N=4) 87,9% (N=29)
11,6% (N=5) 88,4% (N=38)
0,0% (N=0) 100,0% (N=10)
3,0% (N=1) 97,0% (N=32)
2,3% (N=1) 97,7% (N=42)
10,0% (N=1) 90,0% (N=9)
45,5% (N=15) 54,5% (N=18)
25,6% (N=16) 74,4% (N=27)
80,0% (N=8) 20,0% (N=2)
90,9% (N=30) 9,1% (N=3)
88,4% (N=38) 11,6% (N=5)
20,0% (N=2) 80,0% (N=8)
45,5% (N=15) 54,5% (N=18)
39,5% (N=17) 60,5% (N=32)
20,0% (N=2) 80,0% (N=8)
30,3% (N=10) 69,7% (N=23)
27,9% (N=12) 72,1% (N=31)
Nilai p 0,004 TS (0,073) 0,003
TS (0,894)
TS (0,162) TS (1,000) TS (1,000) TS (0,063) TS (0,575) TS (0,269) TS (0,698)
Keterangan : TS = Tidak signifikan
Tabel 4. Karakteristik konversi sputum pasien MDR TB + DM dan MDR TB non DM Konversi sputum Konversi Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4 Bulan ke-5 Bulan ke-6 Bulan ke-7 Rerata konversi sputum (bulan)
MDR TB + DM N = 10
MDR TB non DM N = 33
Total N=43
10.0% (N=1) 10.0% (N=1) 20.0% (N=2) 60.0% (N=6) 0.0% (N=0) 0.0% (N=0) 4,30±1,06
6,1% (N=2) 36,4% (N=12) 15,2% (N=5) 15,2% (N=5) 24,2% (N=8) 3,0% (N=1) 4,24±1,42
7,0% (N=3) 30,2% (N=13) 16,3% (N=7) 25,6% (N=11) 18,6% (N=8) 2,3% (N=1) 4,26±1,33
Nilai p TS (0,055)
TS (0,859)
Keterangan : TS = Tidak signifikan
dikutip dari 15
pada MDR TB tanpa DM. Hal ini sesuai dengan
dengan penelitian Singla dkk.
penelitian yang dilakukan oleh Guler dkk. tahun
jumlah basil pada pasien TB paru dengan DM lebih
2007
dikutip dari 14
mendapatkan bahwa DM merupakan faktor
mengatakan
banyak sehingga mempengaruhi kecepatan konversi.
risiko independen yang mempengaruhi waktu konversi
Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah
kultur sputum sehingga menjadi lebih lama. Sejalan
sampel yang tidak signifikan diantara kedua kelompok
108
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
sehingga sulit untuk dilakukan generalisasi. Variabel
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
lain yang mempengaruhi TB dan DM diperluas agar
Petunjuk teknis penatalaksanaan pasien MDR TB.
hasil dari penelitian lebih baik, misalnya kecepatan
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009.
konversi sputum dapat dilihat berdasarkan resistensi OAT lini I.
7. Handelsman Y, Blonde L, Bloomgarden ZT, Dagogo-jack S, Einhorn D, Garber AJ, et al. American association of clinical endocrinologists medical guidelines for clinical practice for
KESIMPULAN Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada karakteristik lesi dan distribusi area di antara MDR TB dengan DM dan MDR TB tanpa DM, akan tetapi berdasarkan gejala klinis dan waktu konversi sputum tidak ditemukan perbedaan bermakna. Kejadian DM dapat menimbulkan kembali infeksi tuberkulosis pada daerah epidemik seperti Indonesia, sehingga diperlukan kerjasama yang terkoordinasi seperti penemuan kasus secara aktif, pemberian terapi adekuat untuk DM, dan berbagai penelitian baru terutama di daerah epidemik TB dan
developing a diabetes mellitus comprehensive care plan. Endocr Pract. 2011;17(2):1-53. 8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Jakarta: PDPI; 2010. 9. Segarra F, Sherman DS, Rodriguez-Aguero J. Lower lung field tuberculosis. Am Rev Respir Dis. 1963; 87:37-40. 10. Nissapatorn V, Kuppusamy I, Jamaiah, Fong MY, Rohela M, Anuar AK. Tuberculosis in diabetic patient: A clinical perspective. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2005;36(4):213-20. 11. Deshmukh PA, Shaw T. Pulmonary tuberculosis and
DM.
diabetes mellitus. Ind J Tuberc. 1984;31:114-7. 12. Bacakoglu F, Basoglu OK, Cok G, Sayiner A, Ates
DAFTAR PUSTAKA
M. Pulmonary tuberculosis in patients with diabetes
1. World Health Organization. Tuberculosis control in the south-east asia region 2012. WHO. New Delhi: Mahatma Gandhi; 2012. 2. Ramachandran A,
mellitus. Respiration. 2001;68:595-600. 13. Perez-Guzman C, Torres Cruz A, Villareal-Velarde H, Salazar-Lezama MA, Vargas MH. Atypical
Snehalatha C, Shetty AS,
radiological images of pulmonary tuberculosis in
Nanditha A. Trends in prevalence of diabetes in
192 diabetic patients: A comparative study. Int J
Asian countries. World J Diabetes. 2012;3(6):110-7.
Tuberc Lung Dis. 2001;5(5):455-61.
3. Baghaei P, Tabarsi P, Abrishami Z, Mirsaeidi M,
14. Guler M, Unsal E, Dursun B, AydIn O, Capan N.
Faghani YA, Mansouri SD, et al. Comparison of
Factors influencing sputum smear and culture
pulmonary TB patients with and without diabetes
conversion time among patients with new case
mellitus type II. Tanaffoss. 2010;9(2):13-20. 4. Sen T, Joshi SR, Udwadia ZF. Tuberculosis and diabetes mellitus: Merging epidemics. Japi. 2009;57:399-405.
pulmonary tuberculosis. Internat J Clin Pract. 2007;61:231-5. 15. Singla R, Khan N, Al-Sharif MO, Al-Sayegh MA. Shaikh MM, Osman. Influence of diabetes on
5. Carreira S, Costeira J, Gomes C, Andre JM, Diogo
manifestations and treatment outcome of
N. Impact of diabetes on the presenting features of
pulmonary TB patients. Int J Tuberc Lung Dis.
tuberculosis in hospitalized patients. Rey Port
10(1):74-9.
Pneumol. 2012;18(5):239-43.
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
109