Kolom IBRAHIM ISA Kemis Siang , 20 Agustus 2015 -----------------------------------
Dengan Sikap “MALING TERIAK MALING” Tak Mungkin REKONSIALIASI NASIONAL * * * Genosida 1965, suatu kampanye menyeluruh dan total yang dilancarkan oleh Jendral Suharto dengan klik militernya -- serta para penduukungnya dari kalangan parpol dan berbagai lapisan elite sosial dan religius, --- tertuju terhadap PKI, yang dianggap PKI, simpatisan PKI dan kekuatan-kekuatan pendukung Presiden Sukarno – telah menimbulkan korban paling tidak 1 juta warga tidak bersalah, dan sekitar 20 juta keluarga korban . GENOSIDA 1965 tsb, semakin lama semakin jelas. Yang merupakan suatu persekusi masal yang direncanakan dan dilancarkan oleh penguasa militer Orde Baru. *** Dari hari ke sehari, bulan demi bulan, tahun berlalu tahun, . . . bertambah terus saksi-saksi, bukti-bukti, dokumentasi, tulisan-tulisan dan buku-buku hasil riset dan studi – -- film-film dokumenter, a.l., yang terpenting “40 Years of Silence”, “The Act of Killing” dan terakhir “The Look of Silence” -- Semua itu menunjukkan bahwa kekuasaan militer Jendral Suharto yang menegakkan Orde Baru dengan terlebih dahulu menghancurkan PKI dan menggulingkn Presiden Sukarno, telah melakukan suatu PELANGGRAN HAM TERBESAR dalam sejarah Republik Indonesia. Suatu kejahatan kemanusiaan! Suatu ketika, -- bila dokumentasi rahasia Markas Besar Angkatan Darat di Cilangkap -- menjadi terbuka untuk umum, semua ini akan menjadi lebih jelas lagi. *** Pelanggaran HAM terbesar dimana terlibat sebagai pelaku adalah aparat keamanan negeri sendiri, Tentara dan Polisi, sesungghnya sudah diungkapkan oleh Laporan KomnasHam (sebuah lembaga negara RI), pada tanggal 22 Juli 2012 y.l – Yang amat disesalkan, bahwa dengan mengemukakan berbagai dalih -- telah ditolak oleh Kejaksaan
1
Agung RI untuk menindak lanjutinya. Suatu sikap yang menutupi kejahatan kemanusiaan dimana terlibat fihak aparat keamanan negeri. *** Pemerintah Presiden Jokowi dalam pengumumannya bermaksud mengadakan REKONSILIASI NASIONAL. Maksud baik ini perlu disambut dan didukung. Namun, sikap penguasa sendiri, i.e. pernyataan pers Menhamkam Jendral Ryamizard Ryacudu, (19/8/'15), adalah sebuah deklarasi politik yang merupakan rintangan baru, bahkan adalah sebuah usaha utk menyabot direalisasinya program Pemerintahan Presiden Jokowi. Pernyataan Menhamkam Jendral Ryacudu tidak berbeda dengan lolongan “MALING TERIAK MALING”. Pernyataan tsb merupakan rintangan baru terbesar bila pemerintah dng sungguh-sungguh hendak memulai proses REKONSILIASI NASIONAL seperti yang direncanakan oleh Presiden Jokowi. *** Menhamkam Jendral R. Ryacudu mengatakan (Merdeka.com – 19/8) -- |Pemerintah tak perlu meminta maaf kepada keluarga korban Partai Komunis Indonesia (PKI). Menurutnya, PKI sudah membunuh tujuh jenderal dan melakukan pemberontakan di Indonesia. "Maaf, kita pakai logika saja. Jangan nyalah-nyalahin orang, pakai logika. Yang memberontak siapa, yang membunuh duluan siapa, yang membunuh jenderal-jenderal TNI itu siapa. Masak yang dibunuh dan diberontakin minta maaf," ."Sama saja saya, saya digebukin, babak belur, lalu saya minta maaf. Yang benar saja," cetus mantan Kasad ini, .. . . . . "Sudahlah, lupakan Minta maaf berarti salah, lalu minta ganti rugi, lalu apa? *** Implisit
Jendral
Ryacudu
MENGAKUI
BAHWA
TENTARA
MEMANG
MELAKUKAN PEMBUNUHAN . . . dengan pernyataannya: “YANG MEMBUNUH DULUAN SIAPA?” Ryacudu bertolak dari versinya sendiri bahwa pembunuhan tujuh perwira TNI dilakukan oleh PKI. Padahal sudah menjadi pengetahuan umum bahwa yang melakukan pembunuhan tsb adalah dari kesatuan tentara pengawal Presiden – “Cakrabirawa”. Dari kalangan Angkatan Darat sendiri. Dan bahwa Jendral Suharto 2
telah mengetahuinya terlebih dulu oleh laporan bekas 'anak-buahnya' Letkol Latif (salah seorang pimpinan G30S), mengenai rencana G30S tsb. *** Kontan terisiar di internet (a.l. Oleh Gelora45) – pelbagai reaksi dan respons atas penyataan “MALING TERIAK MALING” Menhamkam Jendral R. Ryacudu, s.l. Sbb|: Pada masa pemerintahan presiden SBY tentu merupakan mimpi mengusut kasus 65, dengan majunya Jokowi harapan itu bersemi ditambah dengan janji beliau, eh ternyata satu demi satu unsur pertahanan dan keamanan di berikan ke Angkatan Darat. Sayang Agus Wirahadikusuma meninggal dalam usia muda, apakah beliau dibunuh? *** Saat ini Angkatan Darat kembali menguasai segalanya mulai dari Menko Polhukam, Menteri Pertahanan, Panglima TNI, dan juga KaBIN. Dan itu dilakukan oleh presiden sipil pilihan rakyat yg berjanji akan mengusut tuntas. Lucu banget. *** "Kalau kita ingin supaya masa depan bangsa ini cerah, harus ada keberanian untuk membongkar yang lama, sehingga kita tahu betul peristiwa ini bagaimana sebetulnya, adanya, dan sebagainya" ( Mantan Presiden Gus Dur) *** "Sekalipun arus propaganda terus membanjir selama tiga puluh tahun lebih, tentara Soeharto tidak pernah membuktikan bahwa PKI telah mendalangi G30S. Satu-satunya bukti bahwa PKI memimpin G30S adalah karena Angkatan Darat menyatakan demikian" ( John Roosa dalam buku DALIH PEMBUNUHAN MASSAL) *** Jumlah Korban Soeharto 1965/1966 TIM pencari fakta yang dibentuk oleh Bung Karno mencatat laporan resmi para penguasa, antara 80.000—100.000 jiwa telah menjadi korban di Jawa dan Bali. Tetapi di balik itu, para penguasa sendiri menduga korbannya 10 kali lebih besar dari yang mereka laporkan.
3
Dr. Robert Cribb, dosen sejarah pada Universitas Nasional Australia di Melbourne, memperkirakan jumlah korban berkisar antara 78.000 hingga 2 juta jiwa. John Hughes dalam bukunya “Indonesian Upheaval” (1967), memprediksikan antara 60.000 hingga 400.000 orang. Donald Hindley, dalam tulisannya, “Political Power and the October Coup in Indonesia” (1967), memperkirakan sekira setengah juta orang. Prof. Guy Pauker, agen CIA yang sangat dikenal dan tidak asing lagi di Seskoad (Sekolah Staf Komando Angkatan Darat), dalam tulisannya “Toward New Order in Indonesia” memperkirakan 200.000 orang yang dibunuh. Yahya Muhaimin dalam bukunya Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945—1966, memprediksikan sekira 100.000 orang. Ulf Sundhaussen, dalam bukunya The Road to Power: Indonesian Military Politic 1945—1967 (1982), khusus untuk Jawa Barat, tanpa menyebut angka, mengatakan bahwa dari seluruh anggota komunis yang dibunuh di Jawa barat, bisa jadi hampir seluruhnya dibantai di Subang. Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, Komandan RPKAD, pembunuh berdarah dingin yang melakukan pembersihan di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, kepada Panitia Pencari Fakta, mengaku “telah membunuh 3 juta komunis”. Pramoedya Ananta Toer, sastrawan dan bekas tapol dari Pulau Buru, dalam ucapannya sebelum meninggal dunia, yang direkam dalam film dokumen “Shadow Play” mengatakan: “Sampai sekarang tidak jelas berapa jumlahnya yang dibunuh. Soedomo [Kopkamtib] mengatakan 2 juta yang dibunuh, Sarwo Edhie [RPKAD] mengatakan 3 juta yang dibunuh. Yang jelas tidak ada yang tahu sampai sekarang.” Presiden Amerika Serikat Barack Obama, ketika masih menjadi senator, dalam satu tulisannya mengatakan: “In 1965, under the leadership of General Suharto, the military moved against Sukarno, and under emergency powers began a massive purge of communists and their sympathizers. According to estimates, between 500.000 and one million people were slaughtered during the purge, with 750.000 others imprisoned or forced to exile.” Sedang Bertrand Russel, pemikir besar liberalisme, menyebut pembunuhan massal ini sebagai hal yang amat mengerikan yang mustahil bisa dilakukan oleh manusia. (Perang 4
Urat Syaraf…Kompas, 9 Februari 2001). “Dalam empat bulan, manusia yang dibunuh di Indonesia, lima kali dari jumlah korban perang Vietnam selama 12 tahun.” (“In four months, five times as many people died in Indonesia as in Vietnam in twelve years.”) *** 'Chan CT' : RI yang sejak berdirinya 70 tahun yl menyatakan dirinya sebagai NEGARA HUKUM, bagaimanpun juga TIDAK BISA membenarkan, membiarkan terjadi pembunuhan terhadap seorang warga TANPA proses pengadilan yang sah dan adil! Setiap terjadi kejahatan harus diusut dan dituntaskan siapa pelaku dan penanggungjawabnya, bukan dibiarkan saja lewat TANPA ada seorangpun yang dijatuhi sanksi HUKUM. Apalagi jelas begitu jenderal Soeharto berhasil mengantongi “SUPERSEMAR” 1966, bukan saja membubarkan PKI, tapi juga melancarkan pengejaran, penangkapan, pembunuhan, pembuangan dan penyisihan/penyingkiran atas puluhan juta keluarga TAPOL korban tragedi 1965 itu, … dan semua telah terjadi dilakukan oleh aparat keamanan NEGARA!! Kejahatan NEGARA ini tidak bisa dibiarkan lalu begitu saja! HARUS diakui KESALAHAN NEGARA dan Pemerintah resmi minta maaf pada jutaan KORBAN dan keluarga korban! Seandainya pembunuhan atas 7 jenderal itu dianggap satu KESALAHAN dan DOSA, yaa, tangkap dan jatuhi saja HUKUMAN seberat-beratnya pada pelaku dan tokoh yang harus bertanggungjab. Tapi, tidak melibatkan jutaan orang yang TIDAK terlibat dengan aksi G30S itu, bahkan sama sekali tidak tahu menahu apa itu G30S! Siapa membunuh siapa? Pekerja sejarah-politik anak bangsa nampaknya harus bekerja lebih keras untuk mengungkap awan-gelap yg selama ini masih menutupi G30S, ...! Namun demikian, dari banyak kejadian yang terungkap, makin menjurus dan akan membuktikan justru jenderal Soeharto itulah DALANG G30S sesungguhnya! Justru jenderal Soeharto lah DALANG G30S yang sebenarnya, ... Soeharto bukan saja ikut merencanakan, mengorganisasi, dan bahkan komandan G30S dibelakang layar! Ayooo, ... jangan biarkan KEJAHATAN NEGARA yang sekalipun sudah lewat 1/2 abad, tetap dibiarkan lewat begitu saja! Usut dan tuntaskan sebaik-baiknya, ...! Sebagai pembelajaran sejarah perjalanan bangsa yang telah dibayar sangat mahal dengan jatuhnya JUTAAN KORBAN RAKYAT TIDAK BERDOSA! Jangan sampai kekejaman-kekejaman kemanusiaan terjadi lagi di Nusantatra ini oleh siapapun dan terhadap siapapun, ...! ***
5
Jam 11.00 malam tanggal 30 September 1965, Kol. A. Latief bertemu (melapor?) kepada Soeharto di RSPAD, mengatakan bahwa "aksi" akan dilakukan beberapa jam lagi. Setelah itu Soeharto pulang dengan jeep yang distirnya sendiri sambil keliling kota Jakarta melihat sampai dimana "persiapan". Dan kira-kira jam 5.00 pagi berlangsunglah penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak buah Untung/Latief terhadap para Jenderal.........! Soeharto tidak menangkap Untung/Latief, karena sesungguhnya dia berkepentingan untuk melenyapkan para jenderal rivalnya semenjak di Kodam Diponegoro ketika ketahuan Soeharto sebagai koruptor/penyelundup di Kodam Diponegoro . Ataukah dibalaik layar, memang Soeharto-lah Komandan G30S? *** Letkol Untung adalah anak buah Soeharto, bahkan yg merekomendasikan Untung ke Cakrabirawa adalah Soeharto Kol Latief dalam pledoinya mengatakan Soeharto terlibat G30S. Baik Jendral Ryamizard (menhan) maupun Jendral Gatot (Panglima TNI, mantan KSAD) dalam komentar2nya terkesan sangat anti PKI/Komunis Dan justru kedua beliaulah yg dipilih Jokowi. Saya rasa wacana rekonsiliasi yg di-dengang dengungkan itu hanya tinggal wacana saja. Jangan bermimpi yg muluk2. *** Jenderal, tidakkah Jenderal menyelidiki bahwa yang bunuh 7 Jenderal itu adalah Soeharto yang menggunakan anak buahnya sendiri yaitu Letkol Untung dan Kol. A. Latief dengan suatu aksi yang bernama G30S sebagai langkah pertama untuk menggulingkan Bung Karno? Silahkan Jenderal tanya sendiri hal ini kepada keluarga Jenderal A. Yani almarhum! Mereka tahu bahwa yang membunuh A. Yani dan Jenderal lainnya adalah Jenderal Soeharto. ***
6