l
!
. . • . . dengan rasa cinta dan terimakasih, kupersE!llbahkan kepada apa', mamah, rneda, jati, lola
serta rinie tersayang. • • •
I,
-' , '
I ;;
~
f ~ I)
~- ~
i-
MEMPELAJARI
PE~GARUH
TERHAllAP EFISIENSI
DEBIT DAN MACAM PE~YALURAN
BAHA~
AIR IRIGASI PADA
SALURAN TERSIER
OIeh
KUSUMANDARU' F. 150156
1982 INSTlTUT PEFH ANIAN BOGaR
FAKUL TAS TEKNOI.OGI PERTANIAII BOGaR,
PELAPIS
MEMPELAJARI PENGARUH DEBIT DAN MACAN BAHAN PELAPIS TEHHADAP EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI PADA ::lALURAN TERSIER
oleh
KUSUMANDARU F. 150196
SKRIPSI Sebaeai salah satu syarat untuk mempero1eh ge1ar
SARJANA MEKANISASI PERTANIAN pada Faku1tas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
1982
IN3TI'l.'UT PlillTilNIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN BOG 0 R
KUSUMANDARU ( F. 150196).
Mernpe1ajari Pengaruh Debit Dan
Macam Bahan Pelapis Terhadap Efisiensi Penyaluran Air Iri... ,. gasi Pada Saluran Tersier Di Pete,k Tersier BNTi II "SindonNgesrep", Daerah Irigasi Watuleter, Kabupaten Boyola1i. (Dibawah birnbingan : Ir Achrnadi Partowijoto). RINGKASAN Tin~gi-rendahnya
suatu efisiensi penyaluran air iri-
gasi tergantung dari besar kehilangan air selama penyalur~n.
Kehilangan air ini dapat me1alui dua cara, yaitu beru-
pa uap yang terjadi melalui evaporasi dan kehilangan air berupa cairan rnelalui perembesan keda1am tanah, atau karena aliran permukaan. Keterbatasan sumber air yang ada, menghendaki penghematan penggunaan air tersebut.
Oleh karena itu diperlukan
suatu us aha untuk menekan serendah-rendahnya persentase kehilangan air selama
pe~yaluran.
Pelapisan saluran adalah salah satu usaha untuk memperkecil kehilangan air, at au dengan perkataan lain untuk rneninekatkan efisiensi penyaluran air irigasi. Pada penelitian pengaruh debit dan rnacam bahan pelapis terhadap efisiensi penyaluran ini, dipelajari sampai sejauh mana peningkatan efisiensi penyaluran dengan dilaksanakannya pe1apisan saluran, dibandingkan sa1uran tanah,
Efisiensi penya1uran tertinggi dicapai pada taraf debit sebesar 45,22 1iter/detik di sa1uran dengan bahan pe1apis GRC, yaitu sebesar 98,19 persen.
Sedangkan yang teren-
dsh ada1ah pada taraf debit 85,41 liter/detik di sa1uran tansn, yaitu sebesar 89,74 persen.
KATA PENGANTAR SkriI'si ini disusun sebngai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Mekanisasi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
penulisan skripsi ini adalah merupakan hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan, yaitu pada bulan Maret 1982, di desa Sindon-Ngesrep, keenmatan Ngemplak, daerah irigasi Watuleter, kabupaten Boyolali, propinsi Jawa Tengah. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Bapak Ir Achmadi Partowijoto, sebagai dosen pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan pengarahan dari awal penelitian hingga terwujudnya skripsi ini.
2.
Bapak Dr Moeljarno Djojomartono liSA dan Dr Moch. AIDan Wirakartakusumah MSc, sebagai panitia pendidikan sarjana seksi skripsi.
3.
Moch. Yanuar JP, rekan penulis yang telah membantu selama penelitian.
4.
Ir Tina Ariane Suoanti dan sahabat-sahabat di Bladhooz yang telah memberikan dorongan dan semangat selama penyusunan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan agar kiranya skripsi ini
dapat memberikan manfaat. Bogor, April 1982 Penulis
DAFTAR lSI Ha1aman KATA PENGJlN'l'AR • • • • • • • • • • • • • • • •
vi
DAFTAR lSI • • • •• • • • • • • • • •• • • • •
vii
DAFTAI1 TABEL • •
•
ix
DAFTAR GAMBAR. • • • • • • • • • • • • • • • •
x
•
• • • • • • • • • • • • •
DAFTAR LAlvlPlRAN. • • • • I.
II.
III.
IV.
V.
• • • • • • • • • •
xi
PENDAHULUAN . • • • • • • • • • • • • • • • • •
1
A.
Latar Be1akang
• • • • • • • • • • •
B.
Hipotesa dan Tujuan Pene1itian
1
• • •
4
TINJAUAN PUSTAKA • • • • • • • • • • • • • • •
5
A.
Konsep Irigasi •• • • • • • • • • • •
5
B.
Konsep Efisiensi Irigasi. • • • • • •
7
C.
Kehi1angan Air Irigasi •• • • • • • •
12
D.
Penyaluran Air Sistem Terbuka • • • •
24
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN. • • • • • •.• • •
28
A.
Lokasi Pene1itian • • • • • • • • • •
28
B.
Waktu Pene1itian
• • • • • • • • • •
30
METODA PENELITIAN. • • • • • • • • • • • • • •
31
BASIL
A.
Persiapan Lapang. • • • • • • •
31
B.
33
C.
Bahan dan A1at-n1at Pene1itian. • • • metoda Pengukuran • • • • • • • • • •
34
D.
Perlakuan dan Rancanean Percobaan • •
35
pmllBAHASAN • • • • • • • • • • • • •
37
DAN
vii
Halaman VI.·
KE:.5IlvlPUMN • • • • • • • • • • • • • • • • • •
47
DAFTAR PUSTAKA • • •
• • • • • • • • • • • • •
49
LAl>1PIRAN • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
51
viii
DAFTAH TABEL Ha1aman Tabel 1. Tabe1 2. Tabe1 3. Tabe1 4. Tabe1 5.
Nilai C pada berbagai bahan pe1apis saluran • • • • • • • • • • • • • • • • •
15
Kehi1angan air me1a1ui perembesan pada sa1uran tanah bertekstur 1iat • • • • • •
16
Kehilangan air pada sa1uran-sa1uran GRC, pasangan batu dan tanah • • • •
· .. .
37
Ana1isa keragaman persentase kehi1angan air • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
38
Efisiensi penyaluran dari tiga macam taraf de bi t • . • • • • • • • • • • • • •
42
ix
DAF'HR GAM BAR
Halaman Gambar 1.
Sekat ukur tipe Thomson • • • • • • • •
18
Gambar 2.
Sekat ukur tipe Cippo11eti. • • • • • •
19
Gambar 3.
Selmt ukur tipe Rectftngular • • • • • •
19
Gambar 4.
Penampang alat ukur Parshall Flume. • •
20
Gambar 5.
Current meter tipe mangkuk. • • • • • •
22
Gambar 6.
Current meter tipe propeller. • • • • •
22
Gamb!!.r 7.
Penampane me1intang suatu saluran air sistem terbuka berbentuk trapesiwn. • •
27
Gambar 8.
Saluran dengan bahan pelapis GRC. • • •
32
Gambar 9.
Salllran dengan bahan pelapis pasangan batu. • • • • • • • • • • • • • • • •
32
Gambar 10. Salllran tanpa bahan pelapis (saluran tanah) • • • • • • • • • • • • • • • • •
33
Gambar 11. Hubungan antara besar debit dengan persentase kehilangan air • • • • •
43
·
x
·•
DAFTAR LAMPlRAN Ha1aman Lampiran 1.
Pet a lokasi pene1itian • • • • • • • •
52
Lampiran 2.
Gambar Current meter tipe
53
Lampiran 3.
Tabe1 kehi1anean air pada sa1uran
CM~lA.
• • •
tanpa pe1apis dan beberapa sa1uran yang dilapis • • • • • • • • • • • • • Lampiran 4.
54
Pengo1ahan data pengaruh debit dan. macam bahan pelapis terhadap persentase kehi1angan air • • • • • • • • • • • •
xi
55
I
I. A.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Pertarobahan penduduk yang cepat, berkisar 2,5 persen setahun dan menine;katnya kebutuhan pangan merupakan masalah nasional yang perlu mendapat perhatian khusus. Keduanya saling mempengaruhi satu saroa lain.
Oleh ka-
rena itu perencanaan dibidang pengadaan pangan nasional harus juga memperhitungkan pertumbuhan penduduk. Di Indonesia, khususnya di pulau Jawa, terdapat areal persawahan seluas 5.261.400 Ha, yang mana 1.986.000 Ha diantaranya merupakan sawah tadah hujan, dan sisanya merupakan sawah irigasi
(ANONTI~OUS;
1974).
Melihat potensi yang ada,penyediaan pangan di Indonesia dapat ditingkatkan dengan merubah sawah-sawah tadah hujan tersebut menjadi sawah irigasi, sehingga intensitas penanaman dapat ditingkatkan. Irtgasi sangat penting bagi pertumbuhan tanaman, karena pertumbuhan tanrunan dapat dirangsang dengan adanya kelembaban tanah yang cukup.
Pertumbuhan tanaroan
akan terhambat, apabi1a terjadi ke1embaban tanah yang ber1ebihan atau ke1embaban yang tidak mencukupi (ISRAELSEN and HANSEN, 1962).
Maka, untuk mendapatkan per--
tumbuhan tanrunan yane baik dan produksi optimum, diperlukan pemberian air yang tepat, serta dalam jumlah yang memadai.
2
r,leneingat terbatDsnya air irigasi, terlebih laei pada musim kemarau, pernberian air perlu diatur secara efisien, baik pada jaringan ut'l.ma maupun pada jaringBn terminal atau pada tingkat usaha tani.
Disamping itu, untuk mening-
katkan produksi pangan perlu juga ditunjang dengan melaksanakan rehabilitasi dan pengembangan jaringan irigasi • . Karena kondisi persawahan tidak menjamin sempurnanya jaringan distribusi pengairan, maka perlu diketahui terlebih dahulu tingkat kehilangan air pada saluran distribusi, sehingga.dengan demikian akan dapat ditentukan jumlah air yang perlu diberikan pada areal tertentu, serta dapat dijamin pernberian air yang tepat pada waktunya dan dalam jwnlah yang mencukupi.
Menurut ARSYAD (1971), pemberian
air ke tanah-tanah pertanian perlu ditpmbRb 50 persen dari jumlah
sebena~ya
yang dlbutuhkan.
Pad a saat air irigasi disalurkan dari sumber air ke areal pertanaman, kehi1angan air seringka1i cukup besar, sehingga efisiensi penya1uran menjadi rendah.
Kehi1angan
air irigasi pada sa1uran tersier berkisar antara 20 sampai 50 persen dan pada saluran distribusi kwarter antara 5 sampai 10 persen (PURBA,
1977).
HilaDgnfa air irigasi sela-
ma penyaluran ini, menurut HOUK (1951) bisa terjadi karena penguapan me1alvi permukaan sa1uran, evapotranspirasi yang disebabkan adanya vegetasi di sepanjang saluran, perkolasi dan perembesan kesamping (seepage) serta bocoran-bocoran.
3 Menurut KHUSHALANI and KHUSHALANI (1971), besarnya perkolasi yang mempengaruhi besarnya kehilangan air tergantung dari debit yang diberikan.
Kehilangan
air melalui eara ini terjadi karena perembcsan kebawah secara vertikal.
Menurut ANONYMOUS (1965), kehi-
langan air melalui perembesan kesamping (seepage) dipengaruhi oleh permeabilitas tenah, porositas, tekstur., struktur, kedalaman profil tanah, lapisan kedap didalam tanah dan permukaan air tanah. Hilangnya air akibat perembesan ini dapat dieegah dengan' eara melapis saluran irigasi dengan bahan yang kedap nir.
Besar pengurangan yang dihasilkan dengan , I
melakukan pelapisan saluran irigasi tersebut bergantung , dari bahan pelapis yang digunakan. Saluran yang dilapis dengan semen misalnya, dapat mengurangi hilangnya air akibat perembesan sampai 20 persen (MICHAEL, 1978).
,
Dari uraian diatas, diharapkan hasil penelitian mengenai pengaruh debit dan maeam bahan pelapis saluran terhadap efisiensi penyaluran air irigasi di saluran tersier di Petak Tersier BNTi II "Sindon-Ngesrep" D.l. Watuleter-Boyolali ini dapat menunjang langkah-langkah peningkatan efisiensi penyaluran air irigasi dimasamasa mendatang.
4 B.
HIPOTESA DAN TUJUAN PENELITIAN 1.
Hipotesa a.
Semakin besar debit yang diberikan akan menyebabkan semaldn besar kehilangan yang terjadi.
b.
Kehilangan air pada saluran yang dilapis dengan pasangan batu akan lebih besar dibandingkan desaluran yang dilapis dengan GRC (Glasa Fibre Reinforced Concrete).
c.
Kehilangan air pada aaluran tanah akan lebih besar dibandingkan dengan aaluran yang dilapis.
2.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mempelajari penearuh debit dan macam bahan
pel~pis
saluran terhadap efi-
siensi penyaluran air irigasi pada aaluran tersier di Petak Tersier BNTi II "Sindon-Ngesrep" D.I. Watuleter-Boyolali.
II. A.
TINJAUAN PUSTAKA
KON0EP IRIGASI Irigasi didefinisikan sebagai pemberian air kedalam tanah untuk meneiptalcan kelembaban yang penting bagi pertumbuhan tanrunan (ISRAELSEN and HANSEN, 1962). Menurut PARTO'NIJOTO (1977), irigasi mempunyai ruang lingkup mulai dari'Pengembangan swnber air serta penyediaannya, penyaluran air dari sumber ke daerah perta nian, pembagian/distribusi air di daerah pertanian dan penya1uran kelebihan air me1alui saluran pembuang seeara teratur. Seeara umum, irigasi sangat penting bagi daerah yang mempunyai eurah hujan per tahun kurang dari 38,1 em, clcin bagi daerah-daerah yang mempunyai eurah hujan ta hunan bervariasi antara 38,1 em sampai 76,2 em.
Bagi
daerah yang mempunyai eurah hujan rata-rata per tahun melebihi 76,2 em, irigasi tidak begitu dibutuhkan lagi, (HOUK, 1951). Pemberian air irigasi ini mempunyai enam tujuan, yang antara lain ialah : (1) untuk memberikan kelembaban rang pentinr; bagi pertumbuhan tanaman, (2) membantu ··tarmman dalam me!'lgatasi keke:i:'ingan, (3) untuk mendingin-
kan tanah dan udara, sehingga tereipta lingkungan yang eoeol~
bagi pertumbuhan tanaman, (4) untuk meneuei dan
melarutkan garam-garam dalam tanah, (5) untuk meneegah
6
keretakan tanah dan (6) juga berfungsi untuk melunakkan lapisan olah (ISRAELSEN and HANSEN, 1962). Didalam praktek dikenal tiga metoda atau cara pemberian air irigasi, yaitu pemberian air pada permukaan tanah (surface irrigation), pemberian air di lapisan bawah tanah (sub surface irrigation) dan pemberiRll air sece.ra curah (overhead, sprinkle irrigation) (HOUIe, 1951). Cara pemberian air pada permukaan tanah merupakan metoda pemberian air yr,m(1; tertua dan lajim di Indonesia.
Menurut PARTOWIJOTO (lY77), metoda pemberian air
tersebut dapat dibedakan berdasarkaPl pemberian dan pembagian air pada petak-petak pertanaman, yaitu dengan cara penggenangan (flooding), diantara petak atau bedeng tanaman dan diantara jalur-jalur tanaman. Pada pertanian padi sawah di Indonesia biasa dilakukan cara penggenangan.
Menurut FUKUDA and H. TSUTSUI
(1973) ,cara ini· meraerlukan jumlah air yalV; relBtif besar, sehino:ga untuk mengatur pemakaian air yang lebih efisien dilakukan dengan cara pemberian air yang lebih terperinci, yaitu : 1.
Secara pennanen (suGtained irrigation), yaitu pemberian air yang menjanin irigasi sepanjang tahun.
2.
"ecara penuh (full irrie;ation), yaitu pemberian ' air untuk memenuhi areal tertentu.
7
3.
Secara rotasi (supplemental irrigation), yaitu pemberian air yang di1akukan sewaktu-waktu secara bergil iran.
B.
KONSEP EFISIENSI IHIGASI Efisiensi ada1ah Derbandingan output terhadap input dari suatu kerja atau kegiatan.
Ditinjau dari se-
gi pertanian , maka efisiensi irigasi dapat didefinisikan sebagai perbanclinean antara jum1ah air yang nyata bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman terhaclap jum1ah air yang tersedia atau yang dia1irkan ke areal pertanian, (PARTOWIJOTO, 1971). Menurut MICHAEL (1978), efisiensi iriee.si menunjukkan sampai sejauh mnna sup1ai air yang tersedia digunakan secara efisien, berdasarkan metoda eva1uasi yang berbeda-beda.
Disain sistim irigasi, tingkat per-
sie.pan tanah, keah1ian dalam meme1ihara irigasi yang ada, merupakan faktor yang penting dida1am mempengaruhi efisiensi irigasi. Menurut ISRAELSEN and HANSEN (1962), ada enam buah konsep efisiensi irigasi, yaitu : 1.
Efisiensi Penya1uran Air (Water Qonveyance Efficiency). Kehi1angan air yang terjadi se1ama penya1uran air dari suatu sumber air sampai di areal pert anian seringka1i clikup besar.
8 BeS9-rnya ·efisiensi penyaluran ini dapat dihitung dengan rumus:
Wf
E
c
= --------- x 100
%
••••••••••••••••• /1/
keterangan : Ec
= Efisiensi penyaluran (
W f
= Junlah
Wr
= Jumlah
%
)
air yang sampai di areal perta.nian
( L3T- l ) air yang dialirkan dari sumber air
( L 3 T- l ·)
2.
Bfisiensi Pemberian Air (Water Application Efficiency) Konsep ini digunakan untuk menghitung berapa banyaknya air yang dapat ditampung did8.lam daerah perakaran dibandingkan dengan jumlah air yang diberikan. Besarnya efisiensi pemberian air ini dapat dihitung berdasarkan rumus :
ws Ea = ------ x 100 W
%
•••••••••••••••••••• /2/
f
keterangan Es
= Efisiensi pemberia.n
Ws
= Jumlah
Wf
= Jum1ah
air (
%
)
air yang tersillJpan dida1am daerah perakaran se1ama pemberian air irigasi (L 3T- l )
(L 3T- 1 )
air yang diberikan di areal pertanaman
9
Efisiensi pemberian air ini sangat dipenearuhi .. oleh kedalaman air yang diberikan. dikatakan. bahwa
efisiens~
Secara umum dapat
pemberian air menurun apabi-
la banynknya air yang diberikan bertambah, tetapi walaupun delnikian pemberian air yang terlalul sediki t mungkin tidak akan memenuhi kebutuhan air di daerah pera<::aran, sehin,,,;ga pr?duksi menurun. 3.
Efisiensi Penampungan Air (Water Jtorage Efficiency) Efisiensi penampungan air ini dimaksudkan untuk menehi tIme perbandingan air yang di tampunp; dalam daerah perakaran, dengan jumlah air yang dibutuhkan didalam daerah perakaran. Besarnya efisiensi penampungan ini dapat dihitung dengan rumus : I 's
E s
=
x
100
%
••••••••••••••• /3/
keterangan : ES
=
Efisiensi penampungan air (
'N
s
=
Jumlah air yang ditampung didalam daerah perakaran selama pemberian air irigasi (L 3T- l )
'tin
=
Jumlah air yang dibutuhkan dalam daerah perakaran, sebelum pemberian air irigasi (L 3T- l )
%
)
10 4.
Efisiensi Penr;gunn.,':m Air (Water TJse lIfficien0Y) Konsep ini dimaksudkml untuk mengetlc1hui berapa besar jum12h air yanc; betul-betul digunakan pada petak ter8ier dibfmdingkan dengan jumlgh air yang diberikan. Bes8rnya efifJiensi penggunaan air ini dapat dihitung berdasarkan rumus berikut : flu
Eu
=
x
100
%
••••••••••••••••• /4/
W d
keterangan : E
=
Efisiensi I,enggummn air (%)
IV
=
Jum1AIl nir yang dimanfaatkan (beneficially used)
u
u
(L 31·- 1 ) IVd
5.
=
Jum1ah air yang diberikan (L 3 T- 1 )
Efisiensi Penyebaran Air ('::ater Iiistribution Efficiency) Air iriD'si ya,ng masuk kedalam t8nah akan menye'.ar ke daerali. perHlmroll'.
~;emaldn
seracnm pola. penye-
baran air kedalam daerah perakarcl.n, semakin baj_k respons t8,name.n terhAdap
'~ir
tersebut.
Besarnya efisienfJi penyeb,
Ed
= ( I d
11
keteranean : E
=
Efisiensi penyebaran air (%)
Y
=
Deviasi numerik rata-rata antara kedalaman air
d
yane di tampung di daerah perakarcm, dengan kedalaman r8.t8-rata dari air yang te:!''!i!'mpung didalam daerah perakaran, selama pemberian air (L) d
=
Rata-rata kedalaman air yane tertampung didala.m daerah perakaran selama pemberian air (L)
• 6.
Efisiensi Penggunaan Konsumtip (Consumtive Use Efficiency) • Air yEmg di t81npung didalam tanah selama irigasi sebagian hilang akibat dari penguapan permukaan dan masuknya air kedalam tanah, dibawah daerah perakaran. Besarnya efisiensi penggunaan air konsumtip ini, dapat
menggambar~an
keadaan sampai sejauh mana akar ta-
naman dapat memanfaatkan kelembaban tanah, akibat tertampungnya air didalam daerah perakaran selama rian air.
pembe~
Efisiensi penggunaan air konsumtip ini da-
pat dihi·t.ung dengan rumus : ','/
=
cu
x 100
%
••••••••••••••• /6/
keterangan : Ecu
=
Efisiemsi pengguna.an air konsumtip (%)
'licu
=
Jumlah air konsumtip yang digunakan secara normal (L 3T- l )
12 =
Jumlah air ya.ng keluar dari daerah perakaran (L 3T- l ).
Besarnya efisiensi penggunaan air konsumtip ini, dipengaruhi oleh tekstur tanah, jUm1>Jh dan penyebaran vegetasi, profil permukaan tanah, penyebaran akar didalam tanah, dan variasi kelembaban tanah didalam daerah perakaran.
c. KEHILANGAN AIR IRIGASI 1.
Kehilangan Air Kehilangan air pada saluran distribusi merupaka.n rnasalah yang cukup pelik dalam hubungannya dengan pemberian air dalam jumlah dan waktu yang tepat pada suatu areal pertanaman.
Menurut HOUK
(1951), air irigasi yang ada dapat hHang dengan tiga cara, yaitu : (1) Pada saat air berada didalam sistem penyaluran dan distribusi, yakni mulai air mengalir dari sumber sampai ke areal pertanian, (2) Pad a saat air berada didalam saluran-saluran di areal pertanaman, ketika petani rnenegunakan air tersebut, dan (3) Pada saat air berada didalarn alur, atau didalaID petak-potak genangan, ketika petani mengatur air kedalam petak-petak tanamannya.. Faktor-ff'ktor yang mempengaruhi kehilangan air selama. penya1ura.n ia1eh : (1) Penguapan melalui permultaan saluran, (2) .E.'vapotranspirasi yang
13
disebabkan oleh vegetasi yang ada sepanjane; saluran, (3) Perembesan atau "seepage" melalui dasar atau tepi
saluran, dan (4) Bocoran atau "leakage" pada saluran. Hilanenya air akibat evaporasi dipengaruhi oleh suhu udara, radiasi matahari, tekanan uap air, susunan air, wilayah penguapan, kelembaban nisbi dan panas laten penguapan (CHAl\IBERS, 1972). Sedangkan populasi dan jenis tumbuhan yang ada sepanjang saluran, mempengaruhi besarnya air yang hilane; akibat transpirasle pirasi ini
d~pat
Kehilangan air melalui trans-
dicegah dengan cara
memusnahk~n
tum-
buh..,tumbuhan di sepanjang saluran tersebut (HOW, 1951).
Menurut pen'jcla§ian
KRAA1'Z (1977), kehilangan air
karena seepage diakibatkan atau dipengaruhi oleh bebepa faktor, yaitu : (1) Karakteristik dari tanah didaerah ya,ng dilalui saluran, (2) Kedalaman air pada saluran, penampang basah saluran dan kedalaman air tanah, (3) Jumlah sedimen atau endapan didalam air, kecepatan,da-
ri
aliran dan lamanya saluran sudah digunakan. Menurut II1ICHAEL (1978), saluran air sepanjang ti-
ga kilometer, yang terbuat dari tanah dapat mengalami kehilangan air sebesar 25 persen sampai 40 persen, sebnga.i akibat dari ada.nya perembesan.
SedaIlgkan permea-
bili ta,s tanah mempunyai pent;aruh yang besar terhadap perembesan, yang menyebabkan hilangnya air selama pel".yaluran.
14
Kehi1angan air me1a1ui per]{olasi terjadi karena perembesan kebawah secara vertika1 meningga1kan daerah perakarsn.
Di1ain pihak, air yang hilang me1a1ui pe-
rembesan kesamping (seepage), dipengaruhi oleh
pe~ea
bi1itas, porositas, tekstur, struktur. keda1aman profi1 tanah, 1apisan kedap air dida1am tanah dan permukaan air tanah (ANONYMOUS. 1965). Menurut BUCKMAN and BRADY (1961), perkolasi dipenp;aruhi oleh juml&ll eurah hujan dan penyebarannya, evaporasi, sifat-sifat tanah dan ada tidaknya tanaman. Sedangkan menurut KHUSHALANI and KHUSHALANI (1971). besarnya per]{olasi tergantung pada debit air yang diberikan, tingka t kemir:Lngan tanah selama irigasi dan kapasitas tanah untuk menahan kelembaban. Menurut MICHAEL (1978). hilangnya air akibat perembesan dapat dieega,h s.ts.u dikurangi dengan eara melapis sa1uran dengan bahan yang kedap air.
Sa1uran
yang dilapis dengan semen misa1nya dapat mengurangi hi1a,n",nya air akibat perembesan sampai 20 persen. Selain berfungsi untuk meme1ihara hi1angnya air, sa1uran yang di1apis dengan bahan-bahan yang kedap air .juga berfungsi untuk mene egah kerusakan pada tal1A.htanah yanp; berdekatan dan mengur&.ngi biaya drainase. memperkeei1 dimensi saluran. mengurangi biaya penge1oIaan dan peme1ih8raan dan melindungi tanah dari kemunckinan tererosi serta mempertahankan struktur tanah.
15 Selain menjelaskan mengenai beberapa keuntungan da.ri pele.pisan saluran, KRAATZ (1977) juga menjelaskan metoda menetapkan kehilangan air akibat seepage yang ditemukan oleh DAVIS and WILSON, dengan rumus seperti berikut : SI = 0,45 x
c
Pw x L x - - - - - - - - - x Hw1/3 ••• / 7/
keterangan : air oleh seepage (m 3/panjang saluran/hari)
SI
= kehilangan
L
= panj ang saluran l WI)
Pw Hw
= penampang = kedalaman
v
= keeepatan aliran (m/see)
c
=
konst~lnta
basah saluran (m) air pada saluran (m)
dari bahan pelapis
Nilai dari konstanta C dapat dilihat pada tabel berikut, Tabel 1.
Nilai C pada berbagai bahan pelaDis saluran
M8.eam Bah2.n Pelapis dan Ketebalan
Nilai C
----------------------------------------------Semen (10 em) 1
Liat padat (15 em)
4
Aspal ringan
5
Liat (7,6 em)
8
aspa1 atau semen mortar Sumbcr : KRAATZ (1977)
10
16
Menurut FUKUDA and TSUTSUI (1973), jumlah air yang hilang karena perembesan kesamping (seepage) adalah 2 sampai 5 kali lebih besar daripada perembesan arah vertikal (perkolasi). KI~WRI
(1970) berdasarkan lIukum DARCY menyatakan
besar perembesan tergantung kepada tipe tanah, gradien hidrolik dan koefisien perembesan (perrneabili tas) tanah. Dengan <1emikian jumlah air yang merembes dapat ditetapkan dengan persamaan hukum DARCY
(.l
= AKJ
"eper~i
herikut :
•.•••••••.•••••.
./8/
keterangan l Q = jumlah air yang merembes (L 3T- ) A = Luas permukaan tanah yang terkena air (L2) l K = koefisien perembesan (LT- ) J = gradien hidrolik Kehilangan air melalui perembesan pada berbagai jenis tanah disajikan pada Tabel 2 Tabel 2. Kehilangan air melalui perembesan (seepage) pada saluran tanah bertekstur liat Tipe tanah
1. Lempune; berlia-1j kedap
2. Lernpung berlint agak gelap 3. Lempune liat beroebu 4. Lempung liat berpasir ::>wnber : KINORI, B.Z. -
Jumlnh perembesan (m 3/m/hari)
0,07 0,10 0,15 0,23
-
0.10 0,15 0,23 0,30
17 Kehilangan
Bocoran ini dapat disebabkan aktifi-
tas binatang yane melubangi tanggul, seperti tikus, caci~~
dan ketam yang merusak struktur tanegul menjadi
berlubang-lubang.
Pembobolan tanggul oleh manusia juga
menjadi penyebab kerusakan tersebut, ini biasanya terjadi pada musim kemarau ketika sedang
sulit~sulitnya
air. 2.
l'eneuJruran R ehilanean Air Pad a Sal uran Pengukuran kehilangan air pada saluran ini dapat dilakukan dengan mengukur debit air yang menealir pada saluran tersebut.
Pengukuran debit air dapat dilaksa-
nakan seeara langsung yaitu dengan menggunakan bangunukur,r;cperti sekat ulcur Thomson, Cippoletti, sekat uleur sep;i empat atau rectangular, atnu dengan mengguna-i lean Parshall Flume.
3edanekan pengukuran seeara tidak
langsung ialah dengan eara mengukur kecepatan aliran air a.
Pengukuran debit air secara langsung Seleat ukur untuk pengukuran debit air seeara langsung ada tiga macam, yaitu : (a) Sekat uIDlr Thomson, yaitu sekat ukur dengan penampang berbentuk segitiga siku-siku, (b) sekat ukur Cippoletti, merupakan sekat ulrur dengan penampang berbentuk
18
trapesium, dan (c) sekat ukur segi empat atau rectangu1ar yang merupakan sekat ukur berpenampang segi empat. Menurut ISRAELSEN and. HANSEN (1962), keuntur-gan pemakaian
sekat ukur tersebut antara lain yaitu :
(1) pengulruran tepat, (2) konstruksinya sederhana, ()
tidak terganggu oleh benda-benda yang terapung,
dan (4) tahan lama.
Sedangkan ke1emahannya ialah ;
( 1.) tidak praktis digunakan pada daerah yang datar,
(2) endapan lumpur dapat rnenggangc.,ll ketepatan pernbacaan.
Masing-masing sekat ukur tersebut mempunyai per-
syaratan tertentu yang harus dipenuhi, karena itu penggunaan rumusnyapun berbeda pula. Pada gambar 1, 2 dan 3 dapat di1ihat persyaratan konstruksi dan pemasangan sekat ukur di1apang untuk seleat ukur tipe Thomson, Cippoletti dan rectangular • . ti tik
1aman
Gambar 1.
Sekat ukur Thompson Sumber : ROBINSON and HUMPHERYS (1967)
19
Gambar 2.
Sekat ukur Cippoletti Sumber ROBINSON and HUMPHERY::; (1967)
Gamba.r 3.
~ekat
ukur Rectangular
Sumber : ROBIN::;ON and HUMPHERYS (1967)
20
Diantara ketiga macam sekat wcur diatas, sekat ukur tipe Thomson merupakan yang paling tepat dan praktis penggunaannya asalkan dipenuhi syaratnya, yaitu kecepatan aliran tidal< melel)ihi 0,17 m;l'detik, bentuk aliran tidal< terlalu turbulen dan kemiringan dasar saJ. luran tidal< terlalu datar (ISiiAELSEN and HANSEN, 1962). Ban6Ull8.n Wcur lainnya yang digunakan untuk pengukuran debit secara langsung adalah "Parshall Flume". Pengukuran debit dengan alat ini berdasarkan kehilangan head yahg disebabkan oleh pemaksaan aliran melalui bagian yang menyempit (throat section) dimena dasarnya direndahkan.
Gambar 4 menunjukkan penampang alat ukur
Parshall Flume tersebut.
Gambar 4.
Parshall Flume Sumber : ISRAELSEN and. HANSEN (1962).
21 Ukuran a1at ini tergantung kepada 1ebar bagian yang menyempit (throat section).
Adapun keuntungan
Parshall Flume dibandingkan dengan sekat ukur ia1ah kehilangan head lebih keci1, yaitu sekitar 25 persen dari kehilangan "head" yang disebabkan oleh sekat ukur.
Disamping itu pengendapan lumpur dibagian hulu
dapat dihindarkan.
Walaupun demikian pembuatan alat
ini lebih sulit daripada sekat ukur dan lebih mahal, (MICHAEL, 1978, ISRAELSEN and HANSEN, 1962). b.
Pengukuran debit air secara tidalc langsung Cara yang digunakan dengan metoda ini ialah dengan menguJrur kecepatan dan luas penampang aliran air. Dalam pelaksanaannya, untuk mengukur kecepatan aliran dapat menggunakan pelampung (float method) atnupun dengan alit khusus yang dirancang untuk i tu.
Contoh dari
alat tersebut adalah Current meter, yang dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu : (ISRA.ELSEN and HANSEN, 1962) 1.
Current meter tipe mangkuk (cup type) yang mempunyai sumbu putar dengan arah vertikal
2. ,Curreot.meter.tipe •. prope11er Pada tipe Current meter seperti ini, nrah dari sumbu putaran ada1ah horisontal. Bentuk kedua Current meter tersebut diatas dapat dapat dilihat pada gambar berikut, (gamoo.r 5 dan 6).
22
';0
Gambar 5.
Current meter tipe mangkuk Sumber : ISRAELSEN and HANSEN (1962)
Gambar 6.
Current meter tipe propeller Sumber : ISRAELSEN and HANSEN (1962)
23 Menurut LINSLEY (1972), terdapat tiga metoda peneukuran kehilangan air di saluran, yaitu "Ponding method", "Inflow-outflow method", dan "Seepage-meter method". "Ponding method" ialah metoda pengukuran
kehilan~
an air dengan eara membendung kedua ujung saluran pada jarak yang dikehendaki.
Jumlah kehilangan air adalah
sarna dengan penurunan jumlah air selama 24 jam. "Inflow-outflow method" adalah metoda pengukuran kehilangan air dengan eara memasang alat-alat pengukur debit pada kedua ujung saluran, dan kehilangan yang terjadi adalah merupakan selisih debit pemasukan (infloW) dengan debit pengeluaran (outflow).
Selama peng-
ukuran berlangsung air selalu dalam keadaan mengalir. "Seepage-meter method" ialah pengukuran kehilangan air dengan meneguna,kan alat pengukur' perembesan air (seepage-meter).
Hasil pengukuran dengan metoda ini
lebih baik, tetapi peralatannya sulit dan mahal harganya.
Diantara ketiga metoda diatas, "Inflow-outflow method" yang paling banyak dipakai, karena lebih mudeh dan praktis penggunaannya.
24
D.
l'ElflALURAN AIR SISTElIl TERBUKA Menurut MICHAEL (1978), saluran air sistem terbuka (open channel), didefinisikan sebaeai suatu saluran dimana airnya mengalir dengan permukaan air bebas. Sistem ini tidak hanya mencakup saluran air alamiah dan buatan saja, tetapi juga pipa air yang mengalirkan air secara. tidak penuh. Phenomena aliran air sistem terbuka
i~i
dapat-di:"
nyatakan atau dibedakan menjadi empat macam aliran, Yaitu • 1.
Alir~n
tetap (Steady Plow)
Keadaan ini menegambarka.n sifat aliran yang tidak berubah pada tiap titik, walaupun terjadi perubahan waktu.
Persamaannya adalah :
...QL = 0 '• a t = 0 . . . . . . . . . /9/
keterangan v
= kecepatan
aliran air
y
= kedalaman
permukaan air
t
= waktu
Dalam keadaan normal, saluran yang dilapis cenderung mempunyai aliran tetap. 2.
Aliran Tidak Tetap (U.nsteady Flow) Sifat ali ran pad a keadaan ini berubah menurut waktu.
Persamaan aliran ini adalah sebagai berikut:
25 ZJt
f.
f. o. • . . . ./10/
0
AUran tidak tetap biasanya terjadi pada saluran-saluran pembagi. 3.
Aliran Seragam (Uniform Flow) Suat,-, aliran dapat dikatakan sera.gam apabila aliran tersebut tetap (steady), dan mempunyai kecepatan rata-rata sama besar untuk setifl.p penampang saluran tersebut secare berturutan.
Persamaan a-
liran ini adalah sebagai berikut :
=
. . . . . . . . . . /11/
keterangan 1 4.
= panjang
saluran
Aliran Tak Seragarn (Non-uniform
~'loV/)
Apabila suatu aliran kecepatan rata-ratanya berubah dari penampang satu ke penampang la.innya, maka aliran tersebut dapat dikatakan tidak seragam. Aliran ini biasa ditemukan pada tempat didekat pintu pemasukan, dan pada saluran yang penampang melintangnya selalu berubah-ubah besarnya.
26 Pad a saluren terbuka debit air tergantung kepada kecep~tan
aliran dan luas penampang aliran.
Sedangkan kece-
patan ali ran dipengaruhi oleh jari-jari hidrolik, kemiringan saluran dan kekasaran dinding saluran dan dasar saluran, sperti yang dinyatakan CHEZY and MANNING dalam persamaan empirik : (CHON, 1959),
V=
1;49
(R 2/ 3
31/ 2
) • • • • • • • • • /12/
Dengan persamaan diatas ini, dapat ditentukan debit air pade saluran terbuke, yaitu : Q = AV=
dimana ••
1,49
• • • • • • •
n
Q. =
debit air (L 3T- l )
A =
penampang basah saluran (L2)
./13/
n = koefisien kekasaran dari MANNING R =
jari-jeri hidrolik (L)
S
= kemiringan
V
= kecepatan
saluran
aliran air (L T- l )
Persamaan ini hanya berlaku untuk kemiringan saluran dibawah 0,1 persen. Penampang saluran yang umum digunakan adalah bentuk setengah lingkaran, bentuk trapesium ata.upun berr4:uk segi empat.
Untvk saluran yang berbentuk trapesium ataupun se-
gi-empat diperoleh penampang yang optimal pada perbandingan lebar bagian etas saluran dua kali dengan sisi miring.
27 Di Indonesia, penampang saluran yang paling banyak digunn.kan adalnh bentuk trapesium.
Secara umum, desain
saluran tersebut s.dalah seperti pada eambar berikut :
9 ---------"--r
Gambar 7.
Penampang melintang suatu saluran air sistem terbuka berbentuk trapesium Sumber
MICHAEL (1978)
keterangan T
t
= lebar ntas saluran = lebar permukaan pada sast air setinegi d dari
D
=
d b
=
Q
=
=
dasar saluran kedalaman saluran pada saat air penuh kedalaman saluran pada waktu air tak penuh lebar dasar saluran sudut lereng dengan bidang horisontal
III. A.
LOKASI DAN VlAKTU PENELITIAN
LOKASI PENELITIAN 1.
Areal Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Petak Tersier BNTi II, Pilot Proyek Pembangunan Jaringan Irigasi Tersier "Sindon-Ngesrep" daerah irigasi Watuleter, kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah.
Lokasi
penelitian berjarak kira-kira 15 Km dari kota Surakarta, . (r,ampiran 1). 2.
Tanah dan Iklim Jenis tanah daerah penelitian adalah Grumusol dengan kandungan liat yang tinggi, struktur tanah pejal.
Dari hasil analisa di laboratorium diketa-
hui perbandingan fraksi dari tekstur tanah sebagai berikut : fraksi liat 62 - 71 persen, fraksi debu 23 - 30 persen dan fraksi pasir 4 - 11 persen. Dengan pertolongan segi tiga tekstur, maka dapat .: diambil kesimpulan bahwa tanah bertekstur "liat". Permeabilitas pada lapisan olah rata-rata adalah 1,78 cm/jam dan pada lapisan bawah rata-rata 0,95 cm/jam Menurut kalsifikasi Schmidt dan Ferguson (1951) daerah penelitian termasuk tipe hujan C, yaitu dengan nilai Q = 33,7 persen, rata-rata bulan basah 8 bulan (curah hujan lebih besar dari 100 mm) dan
29 rata-rata bulan kering 3 bulan (curah hujan lebih kecil 60 rom).
Sedang menurut Oldeman (1975). 10-
kasi penelitian termasuk zone Agroklimat C2 • yaitu 9 - 10 bulan panjang musim pertumbuhan, 6 bulan basah dan 4 bulan kering secara berurutan. Curah hujan rata-rata tiap tahun di 10kasi penelitian yaitu 2325 rom dengan jumlah hari hujan 121 hari. Suhu udara harian rata-rata berkisar dari 2432 derajat Celcius, dengan suhu udara rata-rata maksimum peri ode setengah bulnnsama dengan 28,8°c dan dicapai pada bulan September, sedang suhu udara rata-rata minimum sebesar 26,5 0C jatuh pada bulan Januari. 3.
Keadaan Fisik Jaringan Irigasi Jaringan irigasi di Petak Tersier BNTi II terdiri dari bangunan-bangunan bagi, saluran-saluran distribusi tersier, sub tersier dan kwarter serta saluran pembuang.
Saluran-saluran distribusi ini
terdiri dari saluran yang dilapis oleh pasangan batu, slab beton, GRC (glass fibre reinforced concrete), dan saluran-saluran tanah.
Semua saluran-
saluran tersebut relatif masih baru, karena memang belum IfURa di bangun de.lam rangka peneli tian mengenai peningkatan efisiensi irigasi dengan pemasangrul
30 box prefa.b dan lining saluran, yang dilaksanakan oleh Fakultas Teknologi Pertanian dengan bekerja sarna de ngan Proyek Pembangunan Tersier, Sub-Dit Eksploitasi dan Pemeliharaan, Direktorat Jendral Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum. B.
','IAKTU PENELITIAN
Penelitian pengaruh debit dan macam bahan pelapis saluran terhadap efisiensi penyaluran air irigasi pada saluran tersier ini, dilakukan selama kurang lebih satu bulan, yaitu pada bulan Maret 1982.
IV. A.
METODA PENELITIAN
PE.'RSIAPAN LAPANG Tahapan yang dilaksanakan didalam persiapan lapang pada penelitian in1 adalah sebagai berikut : (1) Penentuan lokasi saluran tersier yang akan d1teliti, (2) Penyediaan bahan dan alat-alat penel1tian, dan
(3) Pembersihan saluran dari lumpur atau benda-benda lain yang dapat menF,F,anf,U ketelitian percobaan. Saluran yang akan diteliti merupakan saluran yang relatip lurus, terdiri dari saluran yang dilapis dengan pasangan batu, GRC (glass fibre reinforced concrete), dan saluran tanah.
Saluran tanah dalam penelitian ini
digunakan sebagai pemband1ng. tentukan
sepanj~g
Panjang dari saluran di-
50 meter dan penampang dari saluran
adalah seragam berbentuk trapesium, dengan luasnya bergantung debit yang digunakan. Besarnya debit ditentukan dengan berdasarkan keadaan debit pada
salu~an
sekunder.
Pada penelitian in1
ditentukan tiga macam debit, kemudian dalam pengukuran ketiga macam debit tersebut diusahakan tetap, yaitu dengan jalan mengatur pintu pemasukannya. Pada jarak 50 meter dari setiap saluran yang sedang diteliti, dipasang tanda sebagai tempat pengllkuran kehilangan air berlangsung.
32
Gambar 8.
Saluran dengan bahan pelapis GRO.
Gambar 9.
Saluran dengan bahan pelapis pasangan batu
33
Gambar 10.
B.
Saluran tanpa bahan pelapis (saluran tanah).
BAHAN DAN ALAT-ALAT PENELITIAN
Didalam penelitian ini digunakan bahan dan alatalat sebagai berikut : Pita pengukur panjang (measuring tape), meteran kayu, tali, bambu, tabung silinder, untuk pengukuran laju perkolasi dan Current meter tipe CM-IA untuk mengukur kecepatan aliran air. PenGgunaan current meter in1 sangat praktis, karena kecepatan aliran yang diukur dapat langsung dibaca.
Alat ini terdiri dari dua unit, yaitu : Sensory
unit dan indicator unit. dihubunekan dengan kabel. dilihat pad a gambar 11.
Kedua bagian alat tersebut Untuk lebih jelasnya, dapat
34
c.
METODA PENGUKURAN Dari ketiga metoda yang disebutkan terdahulu, pada penelitian ini kehilangan air diukur dengan metoda "inflow-outflow".
Maka kehilangan air selama penyalur-
an adalah selisih debit yang terjadi pada panjang
s~
luran yang diamati, dengan demikian dapat diketahui efisiensi penyaluran yang dinyatakan dalam persen. Pengukuran kecepatan ali ran air dilakukan dengan alat current meter tipe elll-IA.
Penentuan letak ala.t '
ini pada kedalaman dibawah permukaan air, ditentukan dengan metoda satu titik.
Menurut SOSRODARSONO dan
TAKEDA (1978), metoda satu titik digunakan untuk mengukur kecepatan aliran, apabila kedalaman saluran yang diukur kurang dari satu meter, sedangkan metoda dua titik digunakan untuk kedalaman satu meter atau lebih. Untuk metoda satu titik ini, kedalaman pengukuran yang dipakai adalah 0,6 dari kedalaman aliran air, yang diukur dari permukaan air.
Selama pengukuran berlang-
sung, debit air yang keluar dari pintu air diusahakan tetap. Karena dimensi saluran adalah tetap dan seragam, maka luas penampang aliran dapat dengan mudah ditentukan, yaitu dengan mengukur lebar permukaan aliran, lebar dasar saluran dan kedalaman aliran air.
35 D.
PERLAKUAN DAN RANCANGAN l'ERCOBAAN 1.
PERLAKUAN Perlakuan penelitian ini terdiri dari dua hal yaitu : a.
Dahan pelapis saluran, terdiri dari dua macam, dan saluran tanah sebagai pembanding : Al A2
= =
A3 = b.
Saluran pasangan batu Saluran tanah (saluran tanpa pe1apis)
Debit air terdiri dari tiga taraf : Bl =
Debit air sebesar 85,41 liter/detik
=
Debit air sebesar 65,12 liter/detik
B3 =
Debit air sebesar 45,22 liter/detik
B2
2.
Saluran gRC
RANCANGAN PERCOBAAN Dalam penelitian ini rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan percobaan faktoria1 dan ulangan 5 kali. Menurut HAERUlI1AN (1972), persamaan rancangan percobaan io1 adalah sebagai berikut : U + A.~ + B.J + CAB) ~J .. + E'~ jk ••••••••• /14/
keterangan :
=
nilai pengamatan pada perlakuan A ke i dan anak per1akuan B ke j dengan u1angan ke k.
36
U Al B. J
(AB)ij
= = = =
nilai tengah umum pengaruh perlakuan utama A ke i pengaruh anak perlakuan B ke j pengaruh interaksi perlakuan utama A ke i dengan anal<: perlakuan B ke j
Eijk
=
galat/sisa
Berdasarkan analisa korelasi dan regresi, hasil pengamatan ini juga digunakan untuk melihat hubungan antara besar debit dengan persentase kehilangan air. Menurut NASUTION dan BARIZI (1979), model dari persamaan ini adalah :
keterangan : Y
=
persentase kehilangan air
x
=
besar debit
b o dan b l adalah tetapan yang dapat dicari berdasarkan perhitungan.
V.
HASH DAN PEMBAHASAN
Tingkat efisiensi penyaluran air irigasi ditentukan oleh besarnya kehilangan air selama penyaluran, dimana dengan semakin besar persentase kehilangan air, akan semakin rendah efisiensi penyaluran tersebut dan sebaliknya. Hasil pengamatan mengenai kehilangan air pada saluransaluran
yan~
diteliti dapat dilihat pad a Tabel 3 :
Tabel 3.
Kehilangan air pada saluran-saluran GRO, pasangan batu dan tanah (persen).
lilac am saluran
Debit (liter/detik)
Ulangan
1
2
3
4
5
GRO
85,41 65,12 45,22
1,84 2,04 1,99
2,03 2,09 2,21·
2,36 1,75 1,21
1,79 1,72 1,92
1,55 1,74 1,72
Pasangan batu
85,41 65,12 45,22
3,41 1,94 2,00
2,63 2,92
1,71
2,80 2,62 1,89
2,71 2,51 2,15
3,34 1,97 2,21
85,41 65,12 45,22
10,68 10,64 9,76
9,75 9,69 8,84
10,11 9,53 9,14
10,77 8,92 10,07
10,02 10,39 9,61
Tanah
38 Setelah melalui metoda pengolahan data yang disajikan pada Lampiran 4, maka dapat dibuat suatu analisa keragaman dari persentase kehilangan air itu, seperti tercantum pada Tabal 4 dibawah ini : Tabel 4. Sumber Keragaman (SK) Total
Analisa keragaman persentase kehilangan air. Dersjat Bebas (DB)
Jumlah Kwadrat (JK)
Kwadrat Tengah (K t )
F
tabel
hi tung 5%
1%
44
606,0446
A(Bahan)
2
595,8701
297,9531
1743,3297**
3,26
5,25
B(Debit)
2
2,9385
1,4963
8,5971**
3,26
5,25
AB
4
1,0824
0,2706
1,5834
2,63
3,89
36
6,1536
0,1709
Galat/sisa
Nilai tengah umum
=
Koefisien keragaman
4,73
=
8,75
0/0
** Berbeda nyata pada taraf ..c. = 5%
dan
.c = 1%
•
Tabel 4.menunjukkan bahwa perlakuan macam bahan pelapis dan perlakuan debit memberikan pengaruh nyata terhadap persentnse kehilangan air, sedangkan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata.
Kemudian setelah dilakukan analisa selanjut-
nya., yaitu dengan menggunakan uji Deda Nyata Jujur (BNJ), mnka ternyata pada perlakuan macam bahan pelapis, yakni antara GRC dan pasangan batu, terjadi perbedaan nyata pada
taraf~:5
persen
39 dan 0(:1 persen, demikian juga antara kedua bahan pe1apis dan saluran tanah yang da1am hal ini digunakan sebagai pembanding, terjadi perbedaan yang nyata. Pada per1akuan debit, sete1ah di1akukan uji BNJ, ternyata untuk taraf debit sebesar 85,41 liter/detik dan 65,12 1iter/detik, serta pada taraf debit sebesar 65,12 1iter/detik dan 45,22 1iter/detik, tidak terjadi perbedaan yang nyata. Tetapi pada taraf debit 85,41 1iter/detik dengan 45,22 liter/detik ter1ihat perbedaan yang nyata. Untuk 1ebih je1asnya, pengarWl setiap per1akuan terhadap persentase kehi1angan air ada1ah sebagai berikut : 1.
Pengaruh macam bahan pe1apis Seperti te1ah dijelaskan terdahulu, bahwa terdapat perbedaan yang nyata mengenai persentase kehi1angan air antara penggunaan bahan pe1apis GRC dengan pasangan batu dan antara kedua saluran yang dilapis tersebut
de~
ngan sa1uran tanah yang digunakan sebagai pembanding. Dengan demik1an efisiensi penyaluran pada saluran-saluran itu juga berbeda. Yang membedakan persentase kehi1angan air antara kedua bahan pe1apis ini ialah kehi1angan air yang d1sebabkan oleh perembesan (seepage) dan kemungkinan adanya bocoran (leakage).
40
Menurut KRAATZ (1977), kehilangan air yang disebabkan oleh perembesan pada saluran yang dilapis adalah bergantung macam atau komposisi bahan pelapisnya. Semakin kompak/padat bahan yang digunakan, akan semakin kecil kehilangan air yang terjadi. Bahan pelapis GRC (Glass Fibre Reinforced Concrete) adalah suatu produk campuran antara semen, pasir dan serat gelas (glass fibre) dengan kadar semen tinggi. Proses pencampuran dilakukan dengan cara penyemprotan (spray).
Kandungan dari serat gelas ini adalah 5 per_
sen dari bobot bahan GRC. bentuk flume di pabrik.
Saluran GRC dicetak dalam Tebal penempang saluran 1 em,
sedang potongan setiap segmen 150 cm.
Penyambungan di-
lakukan dengao pen (screw), kemudian antara sambungan dilapis dengan campuran semen dan pasir. (SIAHAAN, 1981). Bahan pelapis pasangan batu adalah campuran antara batu kali dengan semen dan pasir.
Pemasangan pad a sa-
luran ialah dengan menyusun batu kali yang dilekatkan oleh campuran semen-pasir dengan perbandingan 1 : 4, kemudian permukaan luarnya dilapis dengan campuran semen dan pasir juga, tetapi dengan perbandingan 1 : 3. Dari komposisi kedua bahan pelapis tersebut, dapat diperkirakan bahwa pasangan batu
mempunyai ting-
kat porositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan GRC. Oleh karena itu bahan pasangan batu tersebut akan
41 mempunyai ni1ai C (konstanta yang bergantung bahan pelapis) yang 1ebih
bes~r,
sehingga akan mengakibatkan
tingkat perembesan 1ebih besar (DAVIS dan WILSON dalam KRAATZ, 1977). Menurut HOUK (1951), pada saluran yang dilapis, apabila bahan pelapis yang digunakan adalah sudah kurang baik dan tidak kompak sehingga semen (concrete) menjadi poros, terjadi retakan-retakan dan sambungansrunbungan yang terbuka, maka kehilangan air akibat perembesan biea sarna besarnya dengan saluran yang tidak dilapis. Pada saluran GRC yang diteliti, retakan-retakan sedikit terdapat, yaitu diantara sambungan antara flume, sedangkan kerusakan pada dasar dan dinding flume tidak
terj~di.
Adapun pada saluran pasangan batu ter-
dapat lebih banyak retakan-retakan yang terjadi di dinding dan dasar saluran, juga ter1epasnya lapisan atas dari bahan pelapis.
SehinF,ga dengan dasar hal tersebut
dapat diterima bahwa kehilangan air pada saluran GRC akan lebih kecil dari pada saluran pasangan batu. Dijelaskan juga oleh MICHAEL (1968), HOUK (1951) dan KRAATZ (1977), bahwa kehilangan air karena perembesan ini akan 1ebih besar terjadi pada saluran tanpa pe1apis/saluran tanah.
Pada pengukuran yang dilakukan,
42 ternyata hal itu memane benar, dimana persentase kehilanean air pada sa1uran tanah 1ebih besar dari kedua sa1uran yang di1apis.
Hal ini disebabkan oleh perbe-"":
daan tingkat porositas atau kekedapan dari dasar dan dinding saluran.
Pada lampiran 3 dapat dilihat kehi-
langan air karena perembesan pada saluran tanpa pelapis dan beberapa saluran yang dilapis. Darihasil pengukuran yang dilaksanakan, maka dapat ditentukan efisiensi penyaluran dari ketiga saluran yang diteliti dengan tiga macam variasi debit sepert1 tercantum pad a tabel 6 : Tabel 6.
Efisiensi penyaluran dari tiga macam saluran pada tiga taraf debit (persen).
Saluran 85,41
Debit ~li Ur!detik} 65,12
45,22
GRC
98,09
98,13
98,19
Pasangan batu
97,02
97,61
98,01
Tanah
89,73
90,17
90,52
43 2.
Pengaruh Perlakuan Debit Dari hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara besar debit yang diberikan dengan persentase kehilangan air, yaitu merupakan hubungan linier.
Adapun persamaannya adalah : Y = b o + b1X, -dimana Y adalah persentase kehilangan air yang dinya-
takan dalam persen, X adalah besar debit yang diberikan dalam liter per detik dan b o dan b 1 adalah konstanta. Hubungan tersebut dapat dilihat dalam Gambar 11 dibawah ini : Y
(0/0) 10
_----.------A3
9 8
A3
r = 0.999 ;
Y =
0,0195 X + 8,591
7
A2
r = 0,995
Y =
0,0250 X + 0,852
Al ••
r = 0,997 ;
Y =
0,0026 X + 1,695
6 5 4
A3 = Saluran trmah A2 = :5aluran pa3angan batu Al = Saluran GRC
3
~
2
A2
~
----------~---------- Al
1
~~~vr!--~~------~~,~-------r--~----_._-45,22 65,12 85,41 (Uter/detik) ~
Gambar 11.
"
I!ubungan antara besar debit dengan persentase kehilangan air.
X
44 Pada sa1uran dengan bahan pe1apis GHC, hubungan antara besar debit dengan persentase kehilangan air yang dinyatakan dengan persamaan
Y
= 0,0026
X + 1,695 ; sedang-
lean pada pasangan batu dinyatakan dengan persamaan regresi
Y = 0,025 X +
0,852; dan pada sa1uran tanah dinyatakan
dengan persrunaan Y = 0,020 X + 8,591. Ketiga persrunaan regresi diatas menunjukkan, bahwa makin besar debit yang diberikan, maka akan semakin besar pu1a persentase kehi1angan air yang terjadi, berarti akan semakin keci1/rendfl,h efisiensi penya1uran air irigasi disaluran yang dimaksud. Perbedaan besar debit yang diberikan akan menyebabkan berbedanya 1uas permu1caan a1iran air, keda1aman air pada sa1uran, 1uas penampang basah dan kecepatan a1iran. Menurut HOUK (1951), kehi1angan air pada sa1uran yang disebabkan oleh evaporasi tergantung pada luas permukaan aliran air.
Ole:-, kare:1B i 'cu,
de~gs.:,
serr.a.;:in besar l\t?s
permukaan aliran, maka akan semakin besar pula air yang terjadi.
kehilrul'~
•
Dari data iklLlI selama penelitian, yane mempengaruhi evaporasi, dalam hal ini ialah : suhu udara rata-rata harian dan kecepatan angin, maka dengan menggunakan rumus empiris dari Penman dapat ditentulean besar evaporasi yang mernpellgaruhi kehilangan air selama peneli'tian; (SOSRODARSONO dan TAKEDA, 1973).
45 Besar evaporasi tersebut ada1ah 5,39 mm/hari.
Data
ini menuiljukkan bl"hwa p8.da debit sebesar 85,41 1iter/detik, yang mempunyai luaa penampang a1iran 38,7 M2, akan m~nga lami evaporasi sebesar·208 1iter/hari atau setara dengan pemberian debit sebesar 0,0024 1iter/detik secara terusmenerus.
Pada debit 65,12 1iter/detik dengan 1uas permu-
kaan a1iran 36,2 M2, akan menr:;a1arni evaporasi sebesar 195,12 liter/hari yang setara dengan pemberian debit sebesar 0,0023 1iter/detik secara,terusmenerus. Dan pada debit 45,22 1iter/detik, 1uas perrnukaannya adalah 34,9 M2, akan menr:;a1arni evaporasi sebesar 188,11 1iter/hari atau setara dengan pemberian debit sebesar 0,0022 1iter/detik yang diberikan secara terua menerus. Pada penelitian ini ter1ihat besar kehi1angan air selama penyaluran, yanr:; terbanyak adalah diaebabkan oleh perembesan atau bocoran yane; meresap keclalarn tanah. Menurut KRAATZ (l977), perembesan pada dasar dan dinding saluran bergantung pada kedalaman air di saluran, luas penampang basah, kedalaman air patan al.iran dan umur sal.uran.
ta~~h,
jumlah eedimen, kece-
Sedangkan BOUWER dalam
KRAATZ (1977) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara perembesan dengan kedalaman air pada saluran, kedalaman air tanah
dan penampang baeah
salura~,
yakni sebagai berikut:
46 1.
Kehilanean air karena perembesan akan meningkat dengau meningkatny~t
2.
kedalflman air pada saluran.
Kehilangan air karena perembesan alean bertambah besar bila perbedaan tinegi mmea air pada saluran dan muka air tanah semakin besar.
3.
Distribusi kehilangan air karena perembesan melalui dinding dan dasar saluran bergantune; pada posisi dari muka air tanah (water table) at au lapisan tidak permiabel (impermeable layer).
Bila muka air tanah rendah,
perembesan melalui dindin,; lebih besar dari pada melalui dasar saluran dan seb'lliknya.
4.
Kedalaman air yanp; dapat menyebabkan kehilflngan air karena perembesan secara nyata adfllah bila lima kali lebih besar dari lebar dasar saluran.
Sedangkan pada
panjang saluran sepuluh kali lebar dasar, kehilangan karena perembesan pada mule a air tanah orsinil adalah tidak berarti. Untuk dapat mencal'ai kehilangan air yan,'!, berbeda nyata, ternyata dibutuhkan perbedaan debit yanp; cukup besar.
Se-
perti pada penelitian yang telah dilakukan ini, ternyata p1>.dn. t'lraf debit sebesar 85,41 l i ter/detik dan 45,22 liter per detik yang oerbeda nY8ta, sedangkan antara debit 85,41 liter/detik dan 65,12 Iiter/detik dan antara debit 65,12 liter/detik dan 45,22 IHer/detik tidak berbeda nyata.
VI.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan, terlihat bahwa perlakuan macam bahan pelapis memberikan pengaruh nyata terhadap persentase kehilangan air selama penyaluran, dedemikian juga perlakuan debitpun memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase kehilangan air. ~aluran
dengan bahan pelapis GRO ternyata mempunyai
persentase kehilangan air lebih kecil dari padasaluran dengan bahan pelapis pasangan batu, yang berarti efisiensi penyaluran dari saluran GRO akan lebih tingei dari saluran pasangan batu.
Pad a hasil penelitian ini juga terlihat
bahwa efisienBi penyaluran dari saluran yang dilapis lebih tingei daripada saluran ta.npa pelapis (salur::o.n tanah). Pada perlakuan debit, terjadi perbedaan persentase kehilangan air yang nyata antara besar debit 85,41 liter per detik dan 45,22 liter per detik.
Hasil penelitian ini
juga memperlihatkan bahV/a terdapat hubungan linier antara besar debit dengan dengan persentase kehilangan air, dimana dengan semakin besar debit yang diberikan, akan semakin besar puln persentase kehilangan air yang terjadi, yang berarti akan semakin rendah efisiensi penyaluran air irigasi.
Untuk sa.luren GRO,
lah : Y
=
persama.~
rf'greSi liniernya ada-
0,0026 X + 1,695 ; sedangkan pada saluran pa-
sanean batu adalah
Y
= 0,025
tlmah : Y = 0,0195 X + 8,591.
X + 0,852 ; dan pada saluran
48 Kehi1angan air terhesar ,lari sa1uran-sa1uran yane; dite1iti ade.1ah mela1ui perembesan dan boeoran yang meresap kedalam te.nah.
::>edane;kan kehi1flnr;an air me1a1ui evaporasi
!'r>latif saneat keei1.
1\.ehi1angan air me1a1ui· evaporasi
ini palla debit-debit sebesar 85,41 1iter/detik, 65,12 1iter/detik dan 45,22 1iter/detik berturut-turut ada1ah 0,0024 1iter/detik, 0,0023 1iter/detik dan 0,0022 1iter/detik seeara kontinu. Efisiensi penya1uran tertine;gi dieo.pai
di saluran
dengan bahan pe1apis GlW J pada tarHf debit sebesar 45,22 1iter/detik, yaitu 98,19 persen.
Jedangkan efisiensi pe-
nya1uran terendah ada1ah di sa1uran tarlah, pad a taraf debit sebesar 85,41 1iter/detik yaitu 89,74 persen.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 1965. Irrie;ation Nater I,osses. The International Rice Resenrch Institute. Los Banos, Phillipines. Annual Report : 141 - 142.
1974. rtencana Pembnn,c;unen Lima Tahun kedua, 1974/1975 - 1978/1979. Departemen Penerangan Republik Indonesia, Jakarta. Arsyad, S. 1971. IPB, Bogor.
Pengawetan Tanah dan Air.
Diktat Kuliah
Buckman, L. D. and N. C. Brady. 1961. The Nature and Properties of Soil. The mac Millan Co. Inc., New York. Chambers, R. E. 1972. IPB, Doc-or.
Klimatologi Pertanian.
Chow, V. T. 1959. Open Channel Hydraulics. Hoole Compcmy, New York. Fukuda, H. and H. Tsutsui. O.T.C.A., Japan.
1973.
Diktat Kuliah
McGraw-Hill
Rice Irrigation in Japan.
lIaeruman, H. IS. 1972. Prosedur Analisa Rancangan Percobaan Bar:ian Perte.ma. Departemen Manajemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Houk, I. E. 1951. Irrigation Engineering. Sons Inc., New York.
John Wiley and
Israelsen, O. IV. and V. E. HAnsen. 1962. Irrigation Principles and Pr8,ctices. John Wiley and Sons Inc., New York. Khush::tlani, K. B. and Ifl. Khushalani. 1971. Irrip;ation Practice rlOrl Desif-:n. Oxford and IBI!. Publishin,:, Company, New York.
50 Kinori, B. L:. 1970. fiirmual of Surface Drainage EnGineering. Elsevier Publishing Company, Amsterdam. Kraatz, V. B. 1977. Irrigation Canal LininI':. Food and A,o;riculture Organizat.ion of The United Nations, Rome. Linsley, R. K. and J. B. Franzini. 1972. Water Hesources Engineering. TiLcGraw-Hill Kogusha Ltd., Tokyo. r,lichael, A. lI'i. 1978. Irrigation 'l'heory and Practice. Publishing House PVT, Ltd., New Delhi.
Vikas
Nasution, A. H. dan Barizi. 1979. Metoda statistika untuk Penarikan Kesimpulan. P.T. Gramedia, Jakarta. Partowijoto, A. 1977. Telmik Tanah dan Air. Diktat Kuliah Departemen r,iekanisasi Pertanian, Fakul tas Teknologi Pertanian, Institut l'ertanian Bogor, Bogor. Purba, D. 1977. [,Iempelajari Pengaru.h i,";acam/Dirnensi Saluran dnn Lama Pemberian Air Terhadap Efisiensi Penyaluran Air Irigasi Pada Jaringan Terminal. Tesis Sarjana. Fakultas l'Ilekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, IPB, Bogor. Hobinson, A. H.• and A. S. Humpherys. 1967. Water Control and measurr,'ent on The Farm, (i81am H. i.J. Hal3an et al. Irrigation of Agricultural Lands. American Society of Agronomy Pllblisher, r:;adison, Wisconsin. Siahaan, B. 1981. Penetapan Kebutuhan Air Irigasi dan Hancangan Kapasitas Saluran Tersier di Petak Tersier "SindonNr;esrep" D.l. 'latuleter-BoyolaJ.i. Tesis Jar~ana. Fakultas i>lekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, IPB, Bogor. Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. 1978. Hidrologi untuk Pei'-eairan,_ P.T. Pradnya Paramita, Jakarta.
LAMPI RAN
52
---',,
JI
n;·..··-:·3~:~··
i
.. '". ~. ~ . ',' ~ .. o. ,.' " , ;;
z ...... .:: i' . '. . .. ... . .' ... ,. ~:\
!
'
'.
'
~.
J
~'.'"
.~.
,
.
'."
t"-
. :A
."
1I
"
.
'.:
.'
, •. ~":'
).
t
.'
:~'-.~~: .
I
..
, .4
'"
... ~ t:J
Ci ~
I:::
,
"
•
"i, ;
).
"
.',
.' .-
~
I
. .. ~
I I:~
~
j-
tQ
i
...
).
~
."
::i
..., ! !
"
'
...
=.
..
-
i
~!
~---:z:-.=.~-.--.-,
..
55 Lampiran 4.
Pengo1ahan data pengaruh debit dan macom nahan pe1apis sa luran terhadap persentase kehi1angan air.
1.
Data kehi1angan air
U1angan
:f'er1akuan
Al
jumlah
1
2
3
4
5
B1
1,84
2,03
2,36
1,79
1,55
9,57
B2
2,04
2,09
1,75
1,72
1,74
9,34
B3
1,99
2,21
1,21
1,92
1,72
9,05
total
27,96
_ _ _. _ 4 _ _
A2
A3
B1
3,41
2,63
2,80
2,71
3,34
14,89
B2
1,94
2,92
2,62
2,51
1,97
11,96
B3
2,00
1,71
1,89
2,15
2,21
9,96
Bi
10,68
9,75
10,11
10,77
10,02
51,33
B2
10,64
9,69
9,53
8,92
10,39
49,17
B3
9,76
8,84
9,14
10,07
9,61
47,42
42,55
212,69
36,81
147,92
.---~--
Total jumlah 44,30
41,87
41,41
42,56
212,69
57
JK (AB)
=
X..
l.J.
2
- CF - JK (A) - JK (B)
5
/
(9,57)2 + (9,34)2 + • •
=
• •
• • • +
5
1005,2675 - 595,8701 - 2,9385 JK sisa
=
1,0824
=
JK total terkoreksi - JK (A) - JK (B) - JK (AB)
=
606,0446 - 595,8701 - 2,9385 - 1,0824
=
6,1536
Kt bahan .= . JK (A) / i-I
=
595,8701/2
=
2,9385/2
= 297,9351
Kt debit
=
JK (B) / j-2
Kt (AB)
=
JK (AB) / (i-l)(j-1)= 1,0824/4 = 0,2706
Kt sisa
=
JK sisB / DB SiSB
1,4693
= 6,1536/36
Koefisien keragaman - V Kt sisa Yijk =
=
x 100
V 0,1709 1/45 (212,69)
= 0,1709
0/0
x 100
%
= 8,75
F hitung (A) = Kt bahan / Kt sisa = 297,9351/0,1709 = 1743,3300 F hitung (B) = Kt debit / Kt sisa
~
1,4693 / 0,1709
= 8,5974
F hitung (AB)
= Kt
(AB) /
Kt sisa
= 0,2706 = 1,5834
/ 0,1709
0/0
59
Sx
1.
= V Kt
sisa ulangan
=
v
0,1709 15
=
0,1067
BNJO,05
= QO,05
(3 , 36) Sx
= 3,46
x 0,1067
= 0,3693
BNJO,Ol
= QO,Ol
(3 , 36) Sx
= 4,40
x 0,1067
= 0,4695
Uji Perlakuan Bahan
lebih besar dari nilai BNJ O,05 dan BNJO,Ol
A3 - A2
= 8,00 = 7,41
A2 - ~
= 0,59
lebih besar dari nilai BNJO,05 dan BNJO,Ol
A3 - Al
lebih besar dari nilai BNJ ,05 dan BNJO,Ol O
Kesimpulan : Perlakuan A (bahan pelapis) berbeda sang.at nyata satu sama lain. 2.
Uji Perlakuan Debit Analog dengan uji perlakuan bahan maka akan didapat hasil sebagai berikut : a.
Taraf
B.
Taraf 1
5
%
B3 4,4287
%
•
60
Keterangan : 1.
Garis yang menghubungkan taraf per1akuan menyatakan babwa antara taraf tersebut tidak berbeda.
2.
Bilf-!. perbedaan antara ni1ai dua taraf 1ebih besar dari nilai BNJ, maka dikat8kan kedua taraf tersebut berbeda satu dengan lainnya dan sebaliknya.