PEMBAHASAN UMUM
Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen dengan menekan pertumbuhan protozoa (defaunasi) secara parsial.
Sementara itu, protozoa sering memangsa bakteri rumen untuk memenuhi
kebutuhan proteinnya (Guiterrez 2007, Hart et al. 2008). Defaunasi parsial dilakukan untuk menekan sebagian protozoa, namun tidak seluruhnya protozoa mati. dilakukan karena protozoa juga berfungsi sebagai pendegradasi serat.
Hal ini
Pada kondisi
peternakan rakyat sering terjadi kekurangan suplai nutrien terutama protein/nitrogen, sehingga perlakuan defaunasi parsial diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan suplai protein untuk tubuh ternak dari protein mikroba dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak Hasil percobaan in vitro menunjukkan bahwa populasi total protozoa menurun dengan pemberian ekstrak lerak dengan taraf 1 mg/ml pada semua waktu inkubasi yang diamati. Komposisi spesies protozoa baik Entodinium maupun Holotrich tidak berbeda antar perlakuan. Sensitivitas protozoa terhadap ekstrak lerak mungkin dikarenakan tingginya kemampuan saponin dari ekstrak lerak dalam mengikat sterol sehingga saponin tersebut akan mengikat sterol pada membran protozoa dan menyebabkan kerusakan membrane yang menyebabkan lisis atau kematian. Hasil penelitian juga menunjukkan produksi propionat meningkat dan gas metan menurun dengan ekstrak lerak. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak lerak dapat memodifikasi fermentasi rumen dengan mengarahkan pembentukan propionat sehingga gas H2 yang diproduksi dalam rumen lebih banyak digunakan untuk membentuk propionat dibandingkan pembentukan metan. Hasil analisis DGGE menunjukkan bahwa penambahan ekstrak lerak 1 mg/ml dapat mengubah keragaman bakteri rumen yang diperlihatkan dengan munculnya beberapa pita baru pada gel DGGE. Pita-pita baru ini menandakan adanya beberapa bakteri yang baru tumbuh/berkembang ketika protozoa dalam rumen ditekan dengan perlakuan ekstrak lerak. Hasil identifikasi pita-pita baru yang muncul pada gel DGGE dengan perlakuan 1 mg/ml ekstrak lerak menggunakan teknik kloning dan sekuensing menunjukkan bahwa sekuen yang diperoleh dari pita-pita tersebut mempunyai kemiripan
85 dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering dimangsa oleh protozoa pada kondisi rumen normal. Telah banyak dilaporkan bahwa protozoa merupakan predator bagi sebagian bakteri dan memangsa bakteri untuk kebutuhan proteinnya. Penambahan ekstrak lerak pada level 0.6 dan 0.8 mg/ml pada rasio hijauan dan konsentrat berbeda menunjukkan bahwa pada level 0.8 mg/ml tidak mempengaruhi KCBK, namun menurunkan KCBO.
Sebaliknya, total VFA dan proporsi propionat
meningkat (P<0.05). Tidak ada interaksi antara rasio hijauan dengan level ekstrak lerak yang digunakan. Hasil kuantifikasi bakteri rumen dengan real time PCR menunjukkan bahwa ekstrak lerak pada level 0.8 mg/ml sudah dapat meningkatkan populasi bakteri P. ruminicola meningkat dan R. albus cenderung meningkat serta menurunkan F. succinogenes. Bakteri P. ruminicola merupakan bakteri penghasil propionat dan suksinat dan hal ini dapat menjelaskan terjadinya peningkatan produksi propionat dengan pemberian ekstrak lerak walaupun pada substrat dengan rasio hijauan tinggi. Penambahan ekstrak lerak amylase,
namun
pada 4 jam fermentasi in vitro menurunkan aktivitas enzim
meningkatkan
aktivitas
xylanase
dan
carboxymethylcellulase.
Peningkatan aktivitas xylanase diduga berhubungan dengan meningkatnya populasi P. ruminicola
yang aktif mendegradasi xylan. Carboxymethylcellulase cenderung
meningkat karena pemberian ekstrak lerak juga cenderung meningkatkan populasi R. albus. Penurunan aktivitas amylase terjadi diduga karena penurunan populasi protozoa. Telah diketahui bahwa protozoa banyak menghasilkan amylase untuk mendegradasi pati. Percobaan pemberian lerak dalam bentuk tepung dengan taraf 500 dan 1000 mg/kg BB sapi potong dengan rasio hijauan : konsentrat = 35:65 menunjukkan bahwa tepung lerak sampai taraf 1000 mg/kg BB sudah menurunkan kecernaan nutrien (bahan kering, serat kasar dan protein kasar). Namun demikian, pemberian tepung lerak sampai level 1000 mg/kg tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan harian sapi potong. Pemberian tepung lerak juga menurunkan butir darah putih serta proporsi limfosit. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lerak dalam bentuk tepung (raw material) diduga masih banyak mengandung senyawa-senyawa lain yang dapat mengganggu kesehatan ternak
86 Percobaan berikutnya dengan pemberian lerak dalam bentuk ekstrak methanol pada taraf 100 dan 200 mg/kg bobot badan sapi potong yang mendapat hijuan tinggi (70%) tidak mempengaruhi kecernaan nutrien (BK, BO, SK, PK, LK, ADF, NDF). Pemberian ekstrak lerak nyata meningkatkan produksi total VFA dan proporsi propionat. Konsentrasi NH3 juga turun dengan pemberian ekstrak lerak.
Retensi nitrogen dan
sintesa protein mikroba tidak dipengaruhi oleh pemberian ekstrak lerak. Pemberian ekstrak lerak selama 90 hari perlakuan tidak memberikan pengaruh yang negatif terhadap butir darah putih dan proporsi limfosit. Penggunaan ekstrak lerak menghasilkan nilai BDP 9.05 x 103/mm3 dan proporsi limfosit 56.75%. Sementara, nilai normal pada sapi adalah 10.3 x 103/mm3 untuk BDP dan 63% untuk proporsi limfosit (Olbrich et al. 1971). Hasil analisis profil lemak serum darah sapi potong menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lerak pada level 200 mg/kg BB tidak mempengaruhi level trigliserida, kolesterol total dan LDL. Pada penelitian ini, pemberian saponin dari ekstrak lerak belum dapat menurunkan level trigliserida dan kolesterol darah.
Hal ini diduga
karena di dalam rumen saponin cepat sekali dirombak oleh bakteri sehingga kehilangan gugus gulanya menjadi senyawa lain seperti sarsapogenin atau episarsapogenin (Flaoyen et al. 2001). Hal ini yang mengakibatkan saponin ekstrak lerak tidak dapat berperan sebagai antikolesterol pada ternak ruminansia karena sudah kehilangan sifat ampifatiknya. Pemberian ekstrak lerak sampai dengan level 200 mg/kg bobot badan belum nyata meningkatkan PBB dan PBBH, efisiensi ransum serta konversi ransum sapi potong lokal selama 90 hari perlakuan.
Nampaknya, walaupun fermentasi rumen sudah nyata
meningkatkan produksi VFA total dan proporsi propionat tetapi masih belum dapat meningkatkan PBB yang signifikan.
Perbaikan nilai PBBH dengan pemberian ekstrak
lerak nampaknya semakin meningkat dengan semakin lamanya perlakuan. Hal ini mungkin dapat menjelaskan bahwa walaupun produksi VFA total dan propionat nyata meningkat dengan ekstrak lerak namun belum signifikan secara statistik dalam meningkatkan PBB.
Apabila lama perlakuan diperpanjang, ada kemungkinan
penggunaan ekstrak lerak efektif dalam meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, keragaman genetik dan jumlah sapi yang digunakan juga mempengaruhi pengaruh ekstrak lerak.
87 Secara umum, berdasarkan data yang diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan dapat disajikan skema ilustrasi tentang mekanisme kerja dari peran ekstrak lerak dalam memodifikasi mikroba dan fermentasi rumen (Gambar 10).
Gambar 10. Ilustrasi mekanisme kerja peran ekstrak lerak dalam modifikasi fermentasi rumen Pemberian ekstrak lerak 200 mg/kg BB pada sapi potong yang mendapat ransum hijauan tinggi (70%) mengakibatkan penurunan populasi protozoa dan konsentrasi NH3 dalam rumen.
Penurunan populasi protozoa mempunyai beberapa implikasi yaitu
perubahan keragaman bakteri rumen, penurunan metan dan peningkatan sintesis protein mikroba, Perubahan keragaman bakteri rumen juga terjadi akibat penurunan populasi protozoa dengan penambahan ekstrak lerak. Beberapa bakteri berkembang terutama P. ruminicola dan T. bryantii yang merupakan bakteri penghasil propionat dalam sistem rumen. Aktivitas enzim xylanase meningkat dan CMCase cenderung meningkat karena meningkatnya proporsi bakteri P.ruminicola dan cenderung meningkatnya R. albus dari total bakteri rumen. Hal ini juga menyebabkan peningkatan produksi propionat yang dapat meningkatkan pertumbuhan sapi potong. Selain itu, peningkatkan propionat juga
88 berpotensi mengurangi produksi metan karena terjadi kompetisi penggunaan H2 dalam rumen. Penghambatan populasi protozoa juga dapat aktivitas sebagian bakteri metanogen karena protozoa merupakan inang bagi metanogen dalam proses transfer H2. Selanjutnya, penurunan aktivitas metanogen ini dapat menyebabkan produksi metan juga menurun. Telah diketahui bahwa protozoa sering memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhan proteinnya, sehingga penghambatan populasi protozoa dapat meningkatkan aktivitas sintesis protein mikroba serta aliran N yang menuju usus halus. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya N yang diretensi oleh tubuh terak. Aplikasi penggunaan ekstrak lerak di tingkat peternak sebaiknya tidak dilakukan dalam jangka panjang (sejak ternak lahir sampai siap dipotong). Hal ini disarankan dengan pertimbangan pengaruh ekstrak lerak yang cenderung menurunkan profil butir darah putih. Penggunaan ekstrak lerak 200 mg/kg BB masih aman diberikan pada ternak sampai 90 hari pemeliharaan. Selain itu, penggunaan ekstrak lerak juga tepat digunakan pada sistem peternakan terpadu yang mengandalkan limbah perkebunan karena secara in vitro ekstrak lerak dapat meningkatkan aktivitas enzim xylanase. Limbah perkebunan merupakan sumber bahan pakan ternak yang banyak mengandung xylan.