RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KEENAM 1994 / 95 - 1998 / 99
BUKU VI
REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1994 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KEENAM (REPELITA VI) 1994/95 - 1998/99 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang :
a. bahwa pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Kelima (Repelita V) telah berhasil menciptakan kerangka yang cukup mantap dalam Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Pertama sehingga dapat dijadikan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan selanjutnya; b. bahwa dengan memperhatikan hasil-hasil yang telah dicapai serta kemampuankemampuan yang telah dapat dikembangkan dalam Repelita V, maka ditetapkan Repelita VI sebagai awal Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Kedua yang merupakan kelanjutan, peningkatan, perluasan dan pembaharuan dari Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Pertama;
3
c.
Mengingat
:
bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, serta dengan mendengar dan memperhatikan secara sungguh-sungguh saran-saran dari Dewan Perwakilan Rakyat, maka sesuai dengan tugas yang diberikan Majelis Permusyawaratan Rakyat seperti yang tercantum dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, dipandang perlu untuk mengeluarkan Keputusan Presiden yang menetapkan Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam (1994/95 - 1998/99); 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/ 1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; 3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/ 1993 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia;
MEMUTUSKAN : Menetapkan :
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KEENAM (REPELITA VI) 1994/95 1998/99. Pasal 1 Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam 1994/95 1998/99 sebagaimana termuat dalam
4
lampiran Keputusan Presiden ini merupakan pelaksanaan dari pada Pembangunan Nasional, Pembangunan Jangka Panjang Kedua, dan Pembangunan Lima Tahun Keenam sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara yang telah ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pasal 2 Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, menjadi landasan dan pedoman bagi Pemerintah dalam melaksanakan Pembangunan Lima Tahun Keenam. Pasal 3 Pelaksanaan lebih lanjut Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam, dituangkan dalam Rencana Tahunan yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijaksanaan-kebijaksanaan Pemerintah lainnya. Pasal 4 Penuangan dalam Rencana Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilaksanakan dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan perubahan dan perkembangan keadaan yang memerlukan langkah-langkah penyesuaian terhadap Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam.
5
Pasal 5 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 22 Maret 1994 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd.
SOEHARTO Salinan Sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Hukum dan Perundang-undangan u.b. Kepala Bagian Penelitian Perundang-undangan I cap/ttd. Lambock V. Nahattands, S.H.
6
RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KEENAM 1994 / 95 - 1998 / 99 LAMPIRAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1994 tentang RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KEENAM (REPELITA VI)
BUKU VI
REPUBLIK INDONESIA
RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KEENAM 1994/95 - 1998/99 DAFTAR ISI BUKU I Bab 1 Pendahuluan Bab 2 Hasil Pembangunan Dalam Pembangunan Jangka Panjang Pertama Bab 3 Sasaran dan Kebijaksanaan Pokok Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua dan Pembangunan Lima Tahun Keenam Bab 4 Kerangka Rencana dan Pembiayaan Pembangunan Bab 5 Keuangan Negara Bab 6 Kebijaksanaan Moneter dan Lembaga-lembaga Keuangan Bab 7 Neraca Pembayaran Internasional Daftar Singkatan dan Akronim BUKU II Bab 8 Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Bab 9 Pemerataan Pembangunan dan Penanggulangan Kemiskinan Bab 10 Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Bab 11 Pangan dan Perbaikan Gizi Bab 12 Pengembangan Usaha Nasional Bab 13 K o p e r a s i Bab 14 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bab 15 Kelautan dan Kedirgantaraan Bab 16 Pembangunan Daerah Bab 17 Pembangunan Perkotaan dan Perdesaan Bab 18 Lingkungan Hidup Bab 19 Penataan Ruang dan Pertanahan Daftar Singkatan dan Akronim 9
BUKU III Bab 20 Industri Bab 21 Pertanian Bab 22 Pengairan Bab 23 Perdagangan Bab 24 Transportasi Bab 25 Pertambangan Bab 26 Kehutanan Bab 27 Pariwisata Bab 28 Pos dan Telekomunikasi Bab 29 Transmigrasi Bab 30 Energi Daftar Singkatan dan Akronim
BUKU IV Bab 31 Agama Bab 32 Pendidikan dan Olahraga Bab 33 Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Bab 34 Kesejahteraan Sosial dan Penanggulangan Bencana Bab 35 Kesehatan Bab 36 Kependudukan dan Keluarga Sejahtera Bab 37 Peranan Wanita, Anak dan Remaja, dan Pemuda Bab 38 Perumahan dan Permukiman Bab 39 Hukum Bab 40 Politik Dalam Negeri Bab 41 Hubungan Luar Negeri Bab 42 Aparatur Negara Bab 43 Penerangan, Komunikasi dan Media Massa Bab 44 Pertahanan Keamanan Bab 45 Sistem Informasi dan Statistik Bab 46 Sistem Pelaksanaan dan Pengawasan Pembangunan Daftar Singkatan dan Akronim 10
BUKU V Bab 47
Pembangunan Daerah Tingkat I
1. Daerah Istimewa Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. R i a u 5. J a m b i 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. DKI Jakarta 10. Jawa Barat 11. Jawa Tengah 12. Daerah Istimewa Yogyakarta 13. Jawa Timur 14. Bali Daftar Singkatan dan Akronim
BUKU VI Bab 47
Pembangunan Daerah Tingkat I
15. Kalimantan Barat 16. Kalimantan Tengah 17. Kalimantan Selatan 18. Kalimantan Timur 19. Sulawesi Utara 20. Sulawesi Tengah 21. Sulawesi Tenggara 22. Sulawesi Selatan 23. Nusa Tenggara Barat 24. Nusa Tenggara Timur 25. Maluku 26. Irian Jaya 27. Timor Timur Daftar Singkatan dan Akronim 11
RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KEENAM 1994/95 - 1998/99 DAFTAR ISI BUKU VI
BAB 47
PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I
15. Kalimantan Barat ................................................... 17 16. Kalimantan Tengah ................................................ 69 17. Kalimantan Selatan .............................................. 119 18. Kalimantan Timur ................................................ 171 19. Sulawesi Utara ...................................................... 225 20. Sulawesi Tengah .................................................. 275 21. Sulawesi Tenggara ............................................... 323 22. Sulawesi Selatan .................................................. 371 23. Nusa Tenggara Barat ........................................... 423 24. Nusa Tenggara Timur .......................................... 473 25. Maluku .................................................................. 525 26. Irian Jaya ............................................................... 575 27. Timor Timur ......................................................... 627 Daftar Singkatan dan Akronim ..................................... 675
13
BAB 47 PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I 15. KALIMANTAN BARAT
PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I 15. KALIMANTAN BARAT I.
PENDAHULUAN
Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat, terletak antara 2°08' lintang utara - 3°5' lintang selatan dan 108° - 144° bujur timur, merupakan wilayah daratan yang berbatasan di sebelah utara dengan Malaysia Timur (Serawak), di sebelah timur dengan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, di sebelah selatan dengan Laut Jawa, dan di sebelah barat dengan Laut Natuna dan Selat Karimata. Wilayah Propinsi Kalimantan Barat mencakup areal seluas 146.807 kilometer persegi. Pada tahun 1990 tata guna lahan di Wilayah Propinsi Kalimantan Barat meliputi areal kehutanan seluas 87.057 kilometer persegi atau 59,3 persen, areal semak belukar seluas 27.747 kilometer persegi atau 18,8 persen, areal padang rumput seluas 3.377 kilometer persegi atau 2,3 persen, areal ladang sekitar 20.847 kilometer persegi atau 14,2 persen, areal sawah sekitar 1.468 kilometer persegi atau 1,0 persen, areal perkebunan sekitar 4.404 kilometer persegi atau 3,0 persen, areal
17
perairan darat 1.615 kilometer persegi atau 1,1 persen, areal permukiman sekitar 294 kilometer persegi atau 0,2 persen, dan areal budi daya lainnya sekitar 147 kilometer persegi atau 0,1 persen dari seluruh luas wilayah. Propinsi Kalimantan Barat merupakan wilayah yang memiliki permukaan alam yang terdiri atas dataran rendah dan dataran tinggi. Hamparan dataran rendah terdapat di sepanjang pantai dari utara ke selatan dan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Sebagian besar paparan dataran rendah itu merupakan dataran rawa pantai yang bergambut. Wilayah dataran tinggi dan pegunungan terdapat di bagian timur yaitu pegunungan Muller dan Schwaner yang membujur sepanjang perbatasan dengan Propinsi Kalimantan Tengah, dan pegunungan Kapuas Hulu di sepanjang perbatasan dengan Serawak (Malaysia Timur). Kalimantan Barat memiliki sejumlah sungai besar dan kecil dan salah satu di antaranya adalah Sungai Kapuas yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia (1.143 kilometer). Sungai-sungai tersebut memegang peranan penting sebagai sarana transportasi bagi kegiatan sosial ekonomi penduduk sekitarnya. Selain itu, sejumlah danau besar dan kecil juga terdapat di wilayah ini. Kalimantan Barat berada pada ketinggian antara 200-700 meter di atas permukaan laut. Iklim daerah Kalimantan Barat termasuk tropis basah dan mempunyai curah hujan sekitar 3.000 milimeter per tahun dan jumlah hari hujan 170 hari per tahun. Suhu udara beragam antara 20,3° Celsius - 33,3° Celsius. Propinsi ini mempunyai ciri rawan bencana, antara lain banjir dan kebakaran hutan. Lahan di Propinsi Kalimantan Barat sebagian besar telah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian yang meliputi tanaman perkebunan dan tanaman pangan, pertambangan dan industri. Selain itu, sumber daya alam lainnya yang dimiliki adalah kehutanan, dan deposit pertambangan, seperti emas, mangan, bauksit, pasir kuarsa, kaolin dan batu bara, serta sumber daya kelautan yang potensial untuk dikembangkan.
18
Pada tahun 1990 penduduk Propinsi Kalimantan Barat berjumlah 3.247.600 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk 22 jiwa per kilometer persegi. Daerah tingkat II yang terpadat penduduknya adalah Kotamadya Pontianak dengan kepadatan 3.702 jiwa per kilometer persegi, sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Kapuas Hulu, dengan kepadatan 5 jiwa per kilometer persegi. Penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan berjumlah 646.598 jiwa atau 19,9 persen dari seluruh jumlah penduduk Propinsi Kalimantan Barat. Jumlah penduduk perkotaan di propinsi ini mengalami peningkatan yang cukup berarti dengan rata-rata laju pertumbuhan antara tahun 1971 dan 1990 sebesar 5,77 persen per tahun. Pada tahun 1990 penduduk usia kerja (10 tahun ke atas) di propinsi ini berjumlah 2.286.579 orang (70,84 persen). Dari jumlah tersebut yang termasuk angkatan kerja sebanyak 1.398.243 orang dan angkatan kerja yang bekerja berjumlah 1.377.910 orang. Dari seluruh angkatan kerja yang bekerja tersebut, sebagian besar terserap di sektor pertanian (73,0 persen). Sisanya terserap di berbagai sektor lain, yaitu industri (8,1 persen), dan jasa (18,9 persen). Propinsi Kalimantan Barat memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat-istiadat, tradisi, kesenian, dan bahasa. Masyarakat Kalimantan Barat terdiri atas berbagai suku, antara lain suku Dayak, Melayu, Bugis, Jawa, Madura dan suku lainnya yang masing-masing memiliki kebudayaan dan adat istiadatnya sendiri. Penduduk propinsi sebagian besar beragama Islam (62,1 persen), selebihnya beragama Kristen (35 persen), beragama Budha (2,6 persen), dan lainnya (0,3 persen). Secara administratif, Daerah Tingkat I Kalimantan Barat terdiri atas enam kabupaten daerah tingkat II, yaitu Sambas, Pontianak, Sanggau, Ketapang, Sintang, dan Kapuas Hulu, serta satu kotamadya daerah tingkat II, yaitu Pontianak sebagai ibukota propinsi. Dalam wilayah Daerah Tingkat I Kalimantan Barat 19
terdapat satu kota administratif, yaitu Singkawang, 108 wilayah kecamatan, serta 1.362 desa dan kelurahan. Wilayah perbatasan terletak di Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Kapuas Hulu. II. PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT DALAM PJP I Perkembangan kependudukan di Propinsi Kalimantan Barat selama PJP I menunjukkan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dari 2,31 persen per tahun dalam periode 1971-1980 menjadi 2,68 persen per tahun dalam periode 1980-1990. Dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk di kawasan timur Indonesia dan di tingkat nasional yang masing-masing sebesar 2,4 persen dan 1,97 persen per tahun dalam periode 19801990, laju pertumbuhan penduduk propinsi ini termasuk tinggi. Dalam PJP I pembangunan Propinsi Kalimantan Barat telah meningkat dengan cukup berarti. Pada tahun 1990 produk domestik regional bruto (PDRB) nonmigas Propinsi Kalimantan Barat atas dasar harga konstan tahun 1983 adalah sebesar Rpl.574.200 juta. Jika dilihat dari pangsa sumbangan sektoral terhadap pembentukan PDRB nonmigas, sektor pertanian memberikan sumbangan tertinggi (27,8 persen), diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran (23,5 persen),, sektor industri pengolahan (18,6 persen), serta sektor pemerintah dan pertahanan (9,2 persen). Dalam periode 1983-1990 laju pertumbuhan PDRB nonmigas tercatat sebesar 9,20 persen per tahun. Sektor yang menunjukkan pertumbuhan cukup tinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian (20,89 persen); sektor listrik, gas, dan air minum (20,68 persen); sektor industri (14,35 persen); sektor bank dan lembaga keuangan lainnya (14,27 persen); sektor perdagangan, hotel; dan restoran (10,54 persen); dan sektor jasa (8,0 persen).
20
PDRB nonmigas per kapita pada tahun 1990, atas dasar harga konstan 1983 mencapai Rp490 ribu. Dibandingkan dengan tahun 1983 yang besarnya Rp318 ribu terjadi peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 6,35 persen per tahun. Laju pertumbuhan perekonomian Daerah Tingkat I Kalimantan Barat yang cukup pesat tersebut didukung oleh laju pertumbuhan ekspor nonmigas rata-rata sebesar 8,7 persen per tahun, antara tahun 1987 dan 1992 dengan komoditas andalan hasil hutan berupa kayu dan perkebunan berupa karet. Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial telah menghasilkan tingkat kesejahteraan sosial yang lebih baik yang ditunjukkan oleh berbagai indikator. Jumlah penduduk melek huruf meningkat dari 52,85 persen pada tahun 1971 menjadi 77,29 persen pada tahun 1990, angka kematian bayi per seribu kelahiran hidup turun dari 126 menjadi 72 pada tahun 1990, usia harapan hidup penduduk meningkat dari 50,4 tahun pada tahun 1971 menjadi 59,5 tahun pada tahun 1990. Peningkatan kesejahteraan tersebut didukung oleh peningkatan pelayanan kesehatan yang makin merata dan makin luas jangkauannya. Pada tahun 1990 telah ada 18 unit rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur 1.843 buah, dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) serta puskesmas pembantu sebanyak 719 unit dengan jangkauan pelayanan mencakup luasan 204,1 kilometer persegi dengan penduduk yang dilayani sebanyak 4.500 orang per puskesmas, termasuk puskesmas pembantu. Keadaan ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan tahun 1972, dengan jumlah puskesmas baru mencapai 32 unit dengan jangkauan pelayanan mencakup luasan 4.586,0 kilometer persegi dan penduduk yang dilayani sebanyak 64.580 orang per puskesmas. Tingkat pendidikan rata-rata penduduk di Kalimantan Barat telah menunjukkan kemajuan yang berarti, seperti diperlihatkan
21
oleh angka partisipasi kasar sekolah dasar (SD) yang pada tahun 1992 telah mencapai 108,4 persen. Angka partisipasi tahun 1992 tersebut lebih tinggi daripada tingkat nasional, yaitu sebesar ratarata 107,5 persen. Tingkat partisipasi pendidikan ini didukung oleh ketersediaan sekolah yang makin meningkat. Pada tahun 1992 telah ada 3.648 unit SD yang berarti rata-rata 2,7 unit SD pada setiap desa. Pada tahun 1972 jumlah SD baru mencapai 1.224 unit. Peningkatan jumlah SD dan murid didukung oleh peningkatan jumlah guru. Pada tahun 1992 tercatat 26.646 orang guru SD dan setiap guru SD melayani 22 murid. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat tercermin pula dari makin berkurangnya jumlah penduduk miskin. Pada tahun 1990, penduduk miskin di Propinsi Kalimantan Barat berjumlah 894.039 orang atau kurang lebih 27,6 persen dari seluruh penduduk. Pada tahun 1984, penduduk miskin masih berjumlah 961.290 orang atau kurang lebih. 34,8 persen dari jumlah penduduk. Pembangunan daerah Kalimantan Barat didukung oleh pembangunan prasarana yang dilaksanakan, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Di bidang prasarana transportasi sampai dengan tahun 1992 telah dibangun dan ditingkatkan berbagai prasarana transportasi darat meliputi angkutan sungai dan penyeberangan serta jaringan jalan yang mencapai 9.041 kilometer. Ketersediaan jaringan jalan telah makin baik, seperti terlihat pada tingkat kepadatan yang mencapai rata-rata 63,6 kilometer per 1.000 kilometer persegi. Ketersediaan prasarana transportasi lainnya yang mendukung pembangunan daerah seperti prasarana transportasi laut dan prasarana transportasi udara juga telah meningkat. Propinsi Kalimantan Barat ini memiliki 5 pelabuhan Taut, yaitu Pontianak, Teluk Air, Sambas, Ketapang, dan Sintete, dengan Pontianak sebagai pelabuhan Taut utamanya. Transportasi udara di propinsi ini dilayani oleh 5 bandar udara, dengan Bandar Udara (Bandara) Supadio di Pontianak sebagai bandara utama yang dapat didarati oleh pesawat jenis F-28, dan telah berfungsi sebagai pintu utama
22
keluar masuk wilayah Kalimantan Barat, baik dalam transportasi dalam negeri maupun internasional. Selain itu 4 bandar udara lainnya adalah, Bandar Udara Rahadi Usman di Ketapang, Bandar Udara Susilo di Sintang, serta Bandar Udara Nanga Pinoh, dan Bandar Udara Pangsuma di Putussibau. Di bidang pengairan, meskipun masih terbatas, telah ada peningkatan prasarana pengairan, seperti bendung dan jaringan irigasi. Pada tahun 1993 jaringan irigasi yang ada telah mengairi sawah seluas kurang lebih 137.000 hektare sehingga membantu peningkatan dan menunjang produksi pertanian. Penyediaan prasarana ketenagalistrikan di propinsi ini dilayani oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) Wilayah V, dan sampai dengan tahun 1991 telah menghasilkan daya terpasang sebesar 126 megawatt. Investasi yang dilakukan oleh Pemerintah di Kalimantan Barat. melalui anggaran pembangunan yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Alokasi anggaran pembangunan yang berupa dana bantuan pembangunan daerah (Inpres) dan dana sektoral melalui daftar isian proyek (DIP) dalam Repelita IV dan V masing-masing berjumlah Rp698,4 miliar dan Rpl.178,6 miliar. Pendapatan asli daerah (PAD) juga menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, dengan rata-rata pertumbuhan selama Repelita V kurang lebih 15,58 persen per tahun. Dalam masa itu PAD telah meningkat dari Rp7,8 miliar pada tahun 1989/90 menjadi Rp15,4 miliar pada tahun 1993/94. Peningkatan yang cukup berarti dari PAD dan bantuan pembangunan daerah dari tahun ke tahun mempengaruhi pula peningkatan belanja pembangunan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tingkat I Kalimantan Barat. Pada tahun pertama Repelita V belanja pembangunan daerah berjumlah Rp20,9 miliar dan pada tahun terakhir Repelita V meningkat menjadi Rp59,5 miliar. Bagian
23
terbesar dari belanja pembangunan tersebut umumnya digunakan untuk sektor perhubungan dan pariwisata. Investasi swasta telah menunjukkan peningkatan. Gejala tersebut terlihat dari jumlah proyek baru penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang disetujui Pemerintah dalam masa empat tahun Repelita V, yaitu 65 proyek PMDN dengan nilai Rp3,98 triliun dan 3 proyek penanaman modal asing (PMA) dengan nilai US$19,57 juta. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) propinsi daerah tingkat I yang berupa rencana struktur tata ruang propinsi (RSTRP) dan RTRW kabupaten/kotamadya daerah tingkat II yang berupa rencana umum tata ruang kabupaten (RUTRK) telah selesai disusun, meskipun pada akhir PJP I masih dalam proses ditetapkan sebagai peraturan daerah. III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN Pembangunan Daerah Tingkat I Kalimantan Barat selama PJP I telah memberikan hasil yang secara nyata dirasakan oleh masyarakat, dengan makin meningkatnya kegiatan perekonomian yang didukung oleh meningkatnya ketersediaan prasarana dan sarana pembangunan, meningkatnya taraf kesejahteraan, dan makin tercukupinya kebutuhan dasar masyarakat, termasuk pendidikan dasar dan kesehatan. Namun, disadari pula masih banyak masalah yang dihadapi. Pembangunan yang telah banyak dilakukan di Daerah Tingkat I Kalimantan Barat selama PJP I, dalam PJP II akan dilanjutkan dan ditingkatkan sesuai dengan GBHN 1993. Untuk itu, perlu ditemukenali berbagai tantangan dan kendala yang akan dihadapi serta peluang yang dapat dimanfaatkan.
24
1.
Tantangan
Dalam PJP I telah banyak kemajuan yang dicapai Propinsi Kalimantan Barat. Namun, secara keseluruhan taraf kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakatnya yang ditunjukkan oleh berbagai indikator, seperti PDRB nonmigas per kapita, angka melek huruf, dan usia harapan hidup, relatif rendah dibandingkan dengan ratarata nasional. Dengan demikian, tantangan utama pembangunan daerah Propinsi Kalimantan Barat adalah mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan meningkatkan serta memperluas landasan ekonomi daerah yang didukung oleh peningkatan ekspor nonmigas terutama hasil hutan dan perkebunan serta perluasan kesempatan kerja sehingga mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dibutuhkan tenaga kerja yang berkualitas dan produktif. Kondisi ketenagakerjaan di Propinsi Kalimantan Barat ditandai dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang produktivitasnya relatif rendah, terutama di sektor pertanian tradisional, dibandingkan dengan tenaga kerja terserap di sektor nonpertanian khususnya industri dan jasa. Sektor industri dan jasa, yang berperan sebagai penggerak percepatan laju pertumbuhan ekonomi daerah memerlukan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi. Di Propinsi Kalimantan Barat kondisi tenaga kerja yang tersedia umumnya belum memenuhi tuntutan tenaga kerja yang berkualitas, khususnya dalam sektor ekonomi yang cepat pertumbuhannya. Dengan demikian, untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi Propinsi Kalimantan Barat, tantangannya adalah mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber days manusia yang produktif, berjiwa wiraswasta yang mampu mengisi, menciptakan, dan memperluas lapangan kerja serta kesempatan berusaha. Tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata di Kalimantan Barat yang relatif tinggi, selain disebabkan oleh tingginya angka
25
kelahiran juga oleh tingginya angka migrasi masuk ke Kalimantan Barat. Tingginya angka migrasi masuk, selain meningkatkan laju pertumbuhan penduduk di Propinsi Kalimantan Barat, juga akan menambah jumlah angkatan kerja. Hal ini di satu pihak akan menambah persediaan tenaga kerja, tetapi di pihak lain akan menambah jumlah angkatan kerja yang mencari pekerjaan, sehingga menjadi tantangan bagi Propinsi Kalimantan Barat untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dan sekaligus menciptakan lapangan kerja yang lebih luas, terutama di luar sektor pertanian. Untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi yang besar, sedangkan kemampuan investasi pemerintah terbatas sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan peningkatan investasi oleh masyarakat khususnya dunia usaha. Sehubungan dengan itu, Propinsi Kalimantan Barat harus mampu menarik dunia usaha agar menanamkan modal untuk mengembangkan potensi berbagai sumber daya pembangunan di propinsi ini. Dengan demikian, Propinsi Kalimantan Barat dihadapkan pada masalah untuk menciptakan iklim usaha yang menarik bagi investasi masyarakat dan dunia usaha. Dalam rangka menciptakan iklim usaha yang menarik di daerah tantangannya adalah mengembangkan kawasan dan pusat pertumbuhan yang dapat menampung kegiatan ekonomi, memperluas lapangan kerja, dan sekaligus memenuhi fungsi sebagai pusat pelayanan usaha. Pertumbuhan ekonomi yang perlu dipertahankan membutuhkan dukungan prasarana dasar yang memadai, antara lain transportasi, tenaga listrik, pengairan, air bersih, dan telekomunikasi. Meskipun telah meningkat, ketersediaan prasarana dasar daerah Propinsi Kalimantan Barat masih belum memenuhi kebutuhan ataupun tuntutan kualitas pelayanan yang terus meningkat. Sistem transportasi darat, sungai, dan angkutan udara perintis mempunyai peranan sangat penting dalam pengembangan ekonomi wilayah dan peningkatan kesejahteraan sosial. Untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, terutama dalam distribusi barang
26
dan jasa, diperlukan dukungan prasarana dan sarana transportasi yang memadai. Di pihak lain, ada keterbatasan kemampuan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk membangun prasarana dan sarana transportasi guna mempercepat pembangunan daerah ini. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan ketersediaan serta kualitas dan memperluas jangkauan pelayanan prasarana dasar khususnya sistem transportasi antarmoda secara terpadu dan optimal, dengan mengikutsertakan dunia usaha. Hasil pembangunan di bidang kesejahteraan sosial di Propinsi Kalimantan Barat telah menunjukkan kemajuan yang baik dibanding rata-rata nasional. Meskipun demikian, dengan kemajuan yang telah dicapai tersebut, propinsi ini relatif tertinggal dibandingkan dengan tingkat kemajuan rata-rata nasional. Di samping itu, di Propinsi Kalimantan Barat masih terdapat kesenjangan kesejahteraan antargolongan ekonomi dan antardaerah, antara lain karena masih terbatasnya jangkauan prasarana dan sarana sosial. Kondisi di atas menghadapkan Propinsi Kalimantan Barat pada tantangan untuk meningkatkan, memeratakan, dan memperluas jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial lainnya, serta jangkauan informasi sampai ke pelosok daerah. Dalam kaitan itu, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan masih cukup tinggi, yaitu pada tahun 1990 masih sebanyak 894 ribu orang atau sekitar 27,6 persen dari jumlah penduduk Propinsi Kalimantan Barat. Selain itu, pada tahun 1993, jumlah desa tertinggal di propinsi ini masih cukup banyak, yaitu 525 desa atau sekitar 38,6 persen dari seluruh desa yang ada di Propinsi Kalimantan Barat. Masalah kemiskinan yang memerlukan penanggulangan secara khusus dan menyeluruh ini, merupakan tantangan pula bagi pembangunan daerah Propinsi Kalimantan Barat dalam PJP II, khususnya dalam Repelita VI.
27
Wilayah Propinsi Kalimantan Barat di bagian pedalaman dan perbatasan relatif terisolasi dari pusat kegiatan ekonomi dan sosial yang terkonsentrasi di wilayah barat dan pesisir. Selama PJP I tingkat perkembangan wilayah serta kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya relatif tertinggal. Pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut, yang lebih lambat dari wilayah lainnya, mengakibatkan bertambahnya kesenjangan antarwilayah, terutama wilayah pedalaman dan perbatasan dengan wilayah pesisir. Dengan demikian, tantangannya adalah meningkatkan pengembangan wilayah pedalaman dan perbatasan yang tertinggal dan terisolasi tersebut dengan menyerasikan laju pertumbuhan antarwilayah. Meningkatnya intensitas pembangunan selain mengakibatkan meningkatnya pemanfaatan lahan, air, dan sumber daya alam lainnya, juga menimbulkan kerusakan sumber daya alam dan menghasilkan limbah dan polusi dalam jumlah yang makin meningkat yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas dan daya dukung lingkungan hidup. Dengan demikian, pembangunan daerah dihadapkan pada tantangan untuk membangun tanpa merusak lingkungan hidup dan meningkatkan efektivitas pengelolaan sumber daya alam, sehingga menjamin pembangunan yang berkelanjutan. Belum mantap dan meratanya kemampuan aparat di daerah serta belum serasinya koordinasi antarlembaga dalam mengelola pembangunan merupakan tantangan yang dihadapi dalam rangka memperkuat kemampuan manajemen dan kelembagaan di daerah. 2.
Kendala
Upaya pembangunan daerah di Propinsi Kalimantan Barat dihadapkan kepada berbagai kendala yang erat kaitannya dengan kondisi geografis, dengan karakteristik fisik wilayah yang kurang mendukung, terutama luasnya wilayah yang harus dilayani, serta keterbatasan sumber daya lahan yang sesuai bagi kegiatan produk-
28
t i f khususnya pertanian karena sebagian lahan merupakan rawa yang bergambut tebal dan berpasir, demikian pula bagi pengembangan prasarana dan sarana, antara lain pengembangan sistem transportasi. Propinsi Kalimantan Barat mempunyai jumlah penduduk yang relatif sedikit dibandingkan dengan luas wilayah secara keseluruhan, sedangkan potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan cukup besar. Penyebaran penduduk yang tidak merata dan terpencar-pencar dalam kelompok yang kecil terutama di daerah perbatasan, pedalaman, dan wilayah. bagian tengah menyulitkan pembinaan, baik dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun dalam pembangunan. Hal tersebut merupakan kendala dalam upaya penyebaran kegiatan ekonomi produktif ataupun dalam melayani kebutuhan dasar masyarakat secara merata dan efisien. Kendala lain yang dihadapi dalam pembangunan di Kalimantan Barat adalah terbatasnya ketersediaan prasarana dan sarana transportasi dan aksesibilitas antarwilayah, serta keterbatasan kemampuan kelembagaan. Di samping itu, bencana banjir, kebakaran hutan yang terjadi hampir setiap tahun, terutama pada musim kemarau, serta berkurangnya hutan bakau, yang berakibat pada kerusakan lingkungan permukiman, juga merupakan kendala yang dihadapi di Kalimantan Barat. 3.
Peluang
Hasil pembangunan yang telah dicapai Propinsi Kalimantan Barat dalam PJP I dapat menjadi modal dan membuka peluang untuk meningkatkan pembangunan dalam PJP II. Hasil pembangunan, berupa prasarana dan sarana sosial maupun ekonomi yang telah dibangun, kelembagaan yang telah terbentuk dan berfungsi, serta peran serta masyarakat yang meningkat dalam kegiatan pembangunan adalah modal dan peluang yang dapat dikembangkan.
29
Propinsi Kalimantan Barat memiliki potensi sumber daya alam yang belum banyak dimanfaatkan. Demikian pula ada potensi yang telah dimanfaatkan, tetapi belum optimal dikembangkan, antara lain di bidang kehutanan, perkebunan, pertambangan dan galian, industri, kelautan, dan potensi pariwisata. Potensi di bidang pertanian, khususnya perkebunan di Propinsi Kalimantan Barat dinilai mempunyai potensi yang cukup besar serta prospek yang baik untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan internasional dengan komoditas andalannya antara lain lada, karet, kopi, jeruk dan kelapa sawit. Propinsi ini memiliki potensi kehutanan yang cukup luas, yang tersebar di seluruh daerah tingkat II, dengan komoditas utamanya antara lain rotan, tengkawang, kayu (meranti, besi, hitam), dan damar. Potensi pertambangan dan galian cukup besar, antara lain emas yang terdapat di Pontianak, Sanggau, dan Sintang; dan bahan galian bauksit yang merupakan cadangan terbesar di Indonesia tersebar di Sandai, Tayan, Mungguk Pasir, Air Upas, Kendawangan, Riam, Pering Kunyit, Simpang Dua, Balai Bekuak, Pintas dan Sei Raya. Batu bara terdapat di Sintang dan Kapuas Hulu, serta mineral logam dasar terdapat di Kabupaten Sambas dan Pontianak. Selain itu, Propinsi Kalimantan Barat diketahui memiliki kandungan minyak dan gas bumi di sekitar Cekungan Ketunggan dan Melawi, yang potensial untuk dikembangkan. Cadangan bahan galian yang cukup besar pula adalah kaolin dan pasir kuarsa. Gambut merupakan sumber daya alam yang mempunyai harapan untuk dimanfaatkan. Potensi industri, khususnya agroindustri cukup besar antara lain industri pengolahan basil perkebunan terutama karet dan hasil pertanian lainnya. Demikian pula industri yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), seperti industri yang menerapkan bioteknologi dan akuakultur. Keberadaan Puri Gatro (Pusat Riset Gambut Tropis) juga memiliki potensi yang cukupbesar untuk memberikan masukan bagi pengolahan gambut sebagai bahan bakar.
30
Pariwisata merupakan sektor yang berpeluang untuk dikembangkan. Propinsi Kalimantan Barat memiliki potensi wisata yang sangat beragam, baik wisata alam, agrowisata maupun wisata budaya. Kalimantan Barat memiliki rona alam yang terdiri atas wilayah pantai dan pegunungan yang luas, hutan tropis yang lebat dengan aneka jenis flora dan fauna liar, air terjun di Pande Kembayung dan Riam Kanebak, serta latar belakang sejarah dan beraneka ragam tradisi, seni, dan budaya yang unik dan menarik. Perkembangan ekonomi Asia Tenggara dan Asia Pasifik membuka peluang bagi daerah Kalimantan Barat untuk meningkatkan kegiatan ekonomi serta memperluas jaringan pemasaran dan perdagangan, mengingat posisi geografisnya yang strategis. Di samping posisi geografis yang menguntungkan tersebut, adanya jalur transportasi darat dan pelayaran internasional yang melalui perairan wilayah Kalimantan Barat merupakan peluang pula untuk dikembangkan terutama melalui kerja sama interregional dengan Malaysia dan Brunei Darussalam. Dalam hubungan ini, kerja sama sosioekonomi Malaysia Indonesia (Sosek Malindo) yang telah dimulai sejak tahun 1985 antara Kalimantan Barat dan Serawak juga berpeluang untuk dikembangkan. Berbagai kerja sama tersebut dikembangkan dengan memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimiliki Kalimantan Barat. IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN 1.
Arahan GBHN 1993
GBHN 1993 mengamanatkan bahwa pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat serta meningkatkan
31
pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam upaya pemerataan pembangunan di seluruh wilayah tanah air, pembangunan daerah dan kawasan yang kurang berkembang, seperti di daerah terpencil, perlu ditingkatkan sebagai perwujudan Wawasan Nusantara. Dengan mengacu kepada arahan GBHN 1993, pembangunan Daerah Tingkat I Kalimantan Barat diarahkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah melalui pelibatan masyarakat setempat secara penuh; peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha; peningkatan kesempatan kerja bagi tenaga kerja setempat; peningkatan produktivitas perekonomian daerah; penganekaragaman kegiatan perekonomian daerah; peningkatan pertumbuhan ekspor nonmigas; peningkatan jumlah dan kualitas investasi swasta; perbaikan kualitas angkatan kerja melalui pendidikan dan pelatihan; peningkatan kesejahteraan sosial dan percepatan penanggulangan kemiskinan; pengembangan sistem transportasi terpadu yang akan meningkatkan aksesibilitas daerah terpencil dan terbelakang; penguatan kelembagaan dan aparatur pemerintah di daerah dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pembangunan di daerah; pengembangan sumber daya alam yang memiliki potensi dan keunggulan komparatif dengan memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk pembangunan yang berkelanjutan; dan pengembangan kawasan andalan dengan menciptakan keterkaitan dengan wilayah sekitarnya. 2.
Sasaran a. Sasaran PJP II
Sasaran pembangunan Daerah Tingkat I Kalimantan Barat dalam PJP II sesuai dengan GBHN 1993 adalah mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung
32
jawab, serta makin meratanya pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sasaran pembangunan ekonomi adalah tercapainya laju pertumbuhan PDRB nonmigas yang diperkirakan rata-rata sekitar 10,3 persen per tahun. Sasaran lainnya adalah meningkatnya ketersediaan dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana dasar ekonomi, terutama terciptanya sistem transportasi antarmoda yang mampu meningkatkan aksesibilitas wilayah propinsi secara ekonomis; meningkatnya peran serta dunia usaha dan masyarakat dalam pembangunan, sehingga dapat mendukung penciptaan lapangan kerja; serta meningkatnya sumbangan daerah kepada ekonomi nasional. Sasaran pembangunan sosial adalah meningkatnya derajat kesehatan dan gizi masyarakat yang diukur antara lain dari dua indikator kesejahteraan sosial, yaitu bertambahnya usia harapan hidup menjadi 72,8 tahun dan menurunnya angka kematian bayi menjadi 19 per seribu kelahiran hidup; menurunnya laju pertumbuhan penduduk alami; dan telah mantapnya pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan dasar dan kejuruan serta terselesaikannya pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Dalam PJP II masalah kemiskinan di daerah Kalimantan Barat berdasarkan kriteria yang sekarang digunakan telah terselesaikan. b. Sasaran Repelita VI Sasaran pembangunan Daerah Tingkat I Kalimantan Barat dalam Repelita VI adalah berkembangnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab dengan titik berat pada daerah tingkat II; meningkatnya kemandirian dan kemampuan daerah dalam merencanakan dan mengelola pembangunan termasuk dalam mengoperasikan dan memelihara prasarana dan sarana yang dibangun di daerah, seiring dengan meningkatnya kemampuan
33
pemerintah daerah untuk menggali dan mengerahkan sumber keuangan serta meningkatnya efisiensi belanja daerah. Sasaran pembangunan ekonomi adalah tercapainya laju pertumbuhan PDRB nonmigas yang diperkirakan rata-rata sekitar 8,7 persen per tahun, dengan laju pertumbuhan sektoral, yaitu pertanian rata-rata sekitar 4,5 persen; industri nonmigas sekitar 11,3 persen; bangunan sekitar 10,7 persen; perdagangan dan pengangkutan sekitar 10,2 persen; jasa-jasa sekitar 8,9 persen; serta lainnya (mencakup pemerintahan, energi, dan pertambangan) sekitar 6,9 persen, sedangkan sasaran laju pertumbuhan ekspor nonmigas rata-rata untuk Propinsi Kalimantan Barat adalah 15,1 persen per tahun. Sasaran laju pertumbuhan kesempatan kerja adalah rata-rata 3,1 persen per tahun sehingga tercipta tambahan kesempatan kerja baru bagi 247,1 ribu orang. Sasaran selanjutnya adalah meningkatnya ketersediaan prasarana dan sarana dasar ekonomi terutama berkembangnya sistem transportasi antarmoda yang terpadu sehingga mampu meningkatkan aksesibilitas wilayah propinsi ini secara merata dan efisien; meningkatnya keikutsertaan dunia usaha dan masyarakat dalam kegiatan produktif di daerah; meningkatnya produktivitas tenaga kerja setempat, terutama di sektor pertanian, industri, dan jasa; dan meningkatnya PAD termasuk di daerah tingkat II yang relatif tertinggal. Sasaran pembangunan sosial adalah meningkatnya derajat kesehatan dan gizi masyarakat secara merata dengan peningkatan usia harapan hidup menjadi 63 tahun serta penurunan angka kematian bayi menjadi 57 per seribu kelahiran hidup; menurunnya laju pertumbuhan penduduk sesuai dengan sasaran nasional; makin merata, meluas dan meningkatnya kualitas pendidikan dasar dan kejuruan; meningkatnya angka partisipasi kasar sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) termasuk madrasah tsanawiyah (MTs), dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) termasuk madrasah aliyah (MA) masing-masing menjadi sekitar 57,5 persen, dan sekitar 30,5
34
persen; serta dimulainya pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tabun. Menjadi sasaran penting pula meningkatnya pendapatan masyarakat berpendapatan rendah; berkurangnya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan berkurangnya jumlah desa tertinggal selaras dengan sasaran penurunan jumlah penduduk miskin di tingkat nasional; serta meningkatnya daya dukung sumber daya alam dan terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan hidup. 3.
Kebijaksanaan
Untuk mengatasi berbagai tantangan pembangunan dan mewujudkan berbagai sasaran tersebut di atas, kebijaksanaan pembangunan Daerah Tingkat I Kalimantan Barat dalam Repelita VI diarahkan pada peningkatan pelaksanaan otonomi di daerah yang seiring dengan peningkatan peran serta masyarakat; pengembangan sektor unggulan; pengembangan usaha nasional; pengembangan sumber daya manusia; kependudukan; peningkatan pemerataan pembangunan; penanggulangan kemiskinan; pengembangan prasarana dan sarana ekonomi; pendayagunaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup; serta pengembangan kawasan andalan. Kebijaksanaan tersebut di atas dilaksanakan dengan memperhatikan kebijaksanaan pembangunan propinsi yang berbatasan dalam rangka mewujudkan keserasian pembangunan antardaerah melalui peningkatan kerjasama antardaerah. a. Pelaksanaan Otonomi di Daerah Dalam rangka memperkukuh negara kesatuan serta memperlancar penyelenggaraan pembangunan nasional, kemampuan pelaksanaan pemerintahan di daerah tingkat I dan daerah tingkat II Propinsi Kalimantan Barat terutama dalam 35
penyelenggaraan tugas desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan, ditingkatkan agar makin mewujudkan otonomi yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab. Pelaksanaan otonomi di Propinsi Kalimantan Barat ditingkatkan dengan peningkatan kemampuan aparatur melalui penguatan manajemen dan kelembagaan; peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); peningkatan kemampuan memobilisasi berbagai sumber keuangan daerah, serta peningkatan kemampuan lembaga dan organisasi masyarakat, dan peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah. Penataan kembali batas wilayah dan daerah dalam rangka pemekaran dan penyesuaian status daerah tertentu, dimungkinkan untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan pembangunan dan administrasi pemerintahan di daerah. b.
Pengembangan Sektor Unggulan
Dalam upaya mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, kebijaksanaan pembangunan ekonomi daerah dalam Repelita VI diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor unggulan yang diprioritaskan di Propinsi Kalimantan Barat. Pembangunan pertanian dengan titik berat pada produksi perkebunan dan industri serta sektor produktif lainnya akan ditingkatkan dan diarahkan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pembangunan pertanian di Propinsi Kalimantan Barat diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi serta menganekaragamkan produksi hasil pertanian yang berorientasi ekspor, khususnya dengan pola perkebunan inti rakyat (PIR) kelapa sawit, karet, dan jeruk. Upaya tersebut dilaksanakan secara terpadu serta didukung oleh pengembangan agrobisnis dan agroindustri yang mampu menciptakan dan memperluas lapangan
36
kerja dan kesempatan usaha, serta meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan. Pembangunan kehutanan di Propinsi Kalimantan Barat ditingkatkan dan diarahkan untuk menjamin kelangsungan, penyediaan dan perluasan keanekaragaman hasil hutan serta mendukung pembangunan industri dan perluasan kesempatan kerja serta kesempatan usaha, perluasan sumber pendapatan negara dan pemacu pembangunan daerah, serta menjaga fungsinya sebagai salah satu penentu ekosistem untuk memelihara tata air dan plasma nutfah. Untuk menjaga kelestarian hutan upaya perlindungan, penertiban, pengamanan, pengawasan, pengendalian, serta rehabilitasi dan konservasi tanah serta reboisasi dilanjutkan dan ditingkatkan. Pengusahaan hutan dan hasil hutan diatur melalui pola pengusahaan hutan yang menjamin keikutsertaan masyarakat di kawasan hutan dan sekitarnya . dan peningkatan peran serta koperasi, usaha menengah, dan usaha kecil terutama di dalam pengolahan dan pemasaran hasil hutan. Pembangunan industri di Propinsi Kalimantan Barat diarahkan terutama untuk mengembangkan industri yang berorientasi ekspor dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia serta memanfaatkan keuntungan lokasi Propinsi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia dan Brunei Darussalam di dalam perdagangan internasional. Sehubungan dengan itu, pembangunan industri di Propinsi Kalimantan Barat dikembangkan secara bertahap dan terpadu melalui peningkatan keterkaitan antara industri dan pertanian sehingga meningkatkan nilai tambah dan memperkuat struktur ekonomi daerah. Upaya pengembangan dan perluasan kegiatan industri pengolahan, termasuk agroindustri dan khususnya industri yang mengolah hasil hutan, serta industri nonmigas ditingkatkan dan didorong melalui penciptaan iklim yang lebih merangsang bagi penanaman modal. Penyebaran pembangunan industri di berbagai daerah tingkat II diupayakan sesuai dengan potensi masing-masing dan sesuai dengan rencana tata ruang daerah agar tertata dengan baik dan 37
mendorong pemerataan. Untuk mendukung pengembangan industri diupayakan peningkatan prasarana, peningkatan usaha pemasaran serta pelatihan tenaga kerja. Untuk meningkatkan ketersediaan prasarana penunjang sehingga mencapai kondisi yang menarik bagi pengembangan kegiatan industri diperlukan investasi yang cukup besar yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah sepenuhnya. Oleh karena itu, dunia usaha didorong untuk ikut serta membangun prasarana dan sarana yang dibutuhkan. Kepariwisataan di Propinsi Kalimantan Barat mempunyai potensi yang luas dan prospek yang cerah. Untuk itu, pembangunan kepariwisataan ditingkatkan dan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan pengembangan budaya daerah, dan dengan memanfaatkan keindahan dan kekayaan alam termasuk wisata alam, keanekaragaman seni, dan budaya serta peninggalan sejarah, dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, citra kepribadian bangsa, serta harkat dan martabat bangsa. Pembangunan pertambangan di Propinsi Kalimantan Barat ditingkatkan dengan sekaligus mendorong proses pengolahan lanjutan untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah, terutama bahan galian seperti emas, bauksit, pasir kuarsa, dan kaolin. c.
Pengembangan Usaha Nasional
Pengembangan usaha nasional yang meliputi usaha menengah dan kecil, koperasi, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD), serta usaha swasta diarahkan agar mampu tumbuh menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi daerah, serta memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja menuju terwujudnya perekonomian daerah yang tangguh dan mandiri.
38
Kemampuan dan peranan usaha menengah dan kecil, termasuk usaha tradisional dan informal, di Propinsi Kalimantan Barat ditingkatkan melalui pembangunan prasarana dan sarana usaha disertai dengan pengembangan iklim usaha yang mendukung. Struktur dunia usaha ditata pula sehingga tercipta lapisan usaha kecil yang kukuh dan saling menyangga dengan lapisan menengah yang tangguh dan saling mendukung dengan usaha besar. Kebijaksanaan yang mendukung perkembangan ekonomi rakyat dilakukan pula melalui peningkatan pemberian kemudahan di bidang perkreditan, investasi, perpajakan, asuransi, akses terhadap pasar dan informasi, serta dalam memperoleh pendidikan, pelatihan keterampilan, bimbingan manajemen, dan alih teknologi. Dengan demikian, ekonomi rakyat dapat berkembang secara mantap dan berperan makin besar dalam perekonomian nasional. Dalam rangka itu dikembangkan bidang kegiatan ekonomi yang diprioritaskan bagi usaha ekonomi rakyat, yaitu koperasi dan usaha kecil termasuk usaha informal dan tradisional, dan jika perlu ditetapkan wilayah usaha yang menyangkut perekonomian rakyat terutama yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi dan usaha kecil untuk tidak dimasuki oleh usaha lainnya. Kebijaksanaan pemberian prioritas, dapat pula diberikan kepada usaha ekonomi rakyat untuk turut berperan secara efektif dalam pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh pemerintah, disertai upaya penyediaan tempat usaha yang terjamin, khususnya bagi koperasi dan usaha kecil, dan peningkatan peran serta masyarakat, antara lain dalam pemilikan saham perusahaan besar melalui koperasi. Pembangunan koperasi di Propinsi Kalimantan Barat pelaksanaannya dilakukan melalui peningkatan akses dan pangsa pasar; perluasan akses terhadap sumber permodalan, pengukuhan struktur permodalan, dan peningkatan kemampuan memanfaatkan modal; peningkatan kemampuan organisasi dan manajemen koperasi; peningkatan akses terhadap teknologi dan peningkatan kemampuan memanfaatkannya; serta pengembangan kemitraan
39
usaha. Upaya tersebut juga dilaksanakan di daerah tertinggal dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan kelompok tertinggal, seperti nelayan pada umumnya, petani kecil, dan mereka yang berada di kantung-kantung kemiskinan. Pembangunan perdagangan di Propinsi Kalimantan Barat diarahkan untuk menunjang peningkatan produksi dan memperlancar distribusi sehingga mampu mendukung upaya pemerataan dan pengembangan kemampuan usaha, dan peningkatan ekspor nonmigas dengan memanfaatkan perkembangan ekonomi, baik nasional, regional maupun global. d.
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan sumber daya manusia di Propinsi Kalimantan Barat diarahkan untuk mewujudkan manusia berakhlak, beriman, dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan menanamkan sejak dini nilai-nilai agama dan moral, serta nilainilai luhur budaya bangsa, baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah, serta pendidikan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Demikian pula, pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pendidikan, melalui peningkatan kualitas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, maupun pendidikan agama, serta pelayanan kesehatan dan sosial kepada masyarakat melalui peningkatan ketersediaan dan sebaran prasarana dan sarana dasar secara makin berkualitas dan merata. Pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan kreativitas, produktivitas, nilai tambah, daya saing, kewiraswastaan, dan mobilitas tenaga kerja, antara lain melalui kegiatan pembimbingan, pendidikan, dan pelatihan yang tepat dan efektif, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan iptek serta pelestarian lingkungan. Peningkatan produktivitas tenaga kerja di propinsi ini diarahkan pada sektor industri yang memanfaatkan
40
sumber daya alam, yakni perikanan, kehutanan, pertambangan, serta perkebunan, peternakan dan pariwisata. e. Kependudukan Kebijaksanaan di bidang kependudukan, di Propinsi Kalimantan Barat diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk di daerah yang mempunyai kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, serta mengarahkan persebaran penduduk yang lebih merata terutama ke daerah jarang penduduk, dengan memperhatikan kemampuan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan hidup. Pertumbuhan penduduk dikendalikan, antara lain dengan upaya peningkatan keluarga berencana mandiri. Bersamaan dengan itu, upaya peningkatan kualitas penduduk dilakukan dengan meningkatkan keluarga sejahtera, termasuk ibu dan anak, remaja, serta penduduk lanjut usia. Peranan wanita yang dalam pembangunan Propinsi Kalimantan Barat telah meningkat, diupayakan untuk dilanjutkan dan ditingkatkan pembinaannya. Persebaran penduduk dalam rangka mengendalikan perambah hutan diupayakan, antara lain melalui transmigrasi lokal. Sebagai daerah penerima transmigran, upaya memeratakan persebaran penduduk dan tenaga kerja ke berbagai kawasan andalan dan pusat pertumbuhan di wilayah Propinsi Kalimantan Barat ditingkatkan antara lain melalui transmigrasi umum, transmigrasi swakarsa berbantuan, dan transmigrasi swakarsa mandiri. f.
Peningkatan Pemerataan Pembangunan
Pemerataan pertumbuhan antarsektor ekonomi di Propinsi Kalimantan Barat diupayakan dengan menyerasikan secara bertahap peranan dan sumbangan setiap sektor ekonomi, dalam rangka meningkatkan dengan nilai tambah dan produktivitas ekonomi daerah yang optimal, dengan memperluas lapangan kerja 41
dan kesempatan berusaha, memperlancar proses perpindahan tenaga kerja ke sektor yang lebih produktif, serta memadukan perencanaan dan pelaksanaan program antarsektor dan program regional, sehingga kegiatan pembangunan dapat terwujud secara terpadu dan berdaya guna. Untuk itu, produktivitas khususnya di sektor yang relatif tertinggal ditingkatkan, antara lain dengan penerapan teknologi yang tepat serta pendekatan baru dalam produksi dan pemasaran hasil. Untuk meningkatkan nilai tukar komoditas pertanian dan hasil sektor lainnya di perdesaan, ditingkatkan keterkaitan antarsektor, terutama antara sektor pertanian dengan industri dan jasa. Pemerataan pembangunan, antardaerah di Propinsi Kalimantan Barat diupayakan dengan lebih menyerasikan pertumbuhan dan mengurangi kesenjangan baik dalam tingkat kemajuan antardaerah, maupun antara perkotaan dan perdesaan. Pembangunan desa dan masyarakat perdesaan ditingkatkan melalui koordinasi dan keterpaduan yang makin serasi dalam pembangunan sektoral, pengembangan kemampuan sumber daya manusia, pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, serta penumbuhan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat. Di perkotaan, penataan penggunaan tanah ditingkatkan dengan lebih memperhatikan hak-hak rakyat atas tanah, fungsi sosial hak atas tanah, batas maksimum pemilikan tanah, serta pencegahan penelantaran tanah termasuk upaya mencegah pemusatan penguasaan tanah yang merugikan kepentingan rakyat. Dalam rangka pemerataan pembangunan antardaerah di Propinsi Kalimantan Barat ditempuh pula berbagai upaya, antara lain meningkatkan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah yang dikembangkan berdasarkan pendekatan wilayah atau kelompok wilayah dalam satu propinsi dengan menciptakan keterkaitan fungsional antardaerah, antarwilayah, antardesa, antarkota, dan antara desa dan kota. Selanjutnya, penyerasian pertumbuhan antardaerah diupayakan pula dengan meningkatkan
42
pelayanan kepada masyarakat untuk mendorong kegiatan ekonomi daerah dengan memberikan berbagai bentuk kemudahan dalam rangka menciptakan iklim usaha yang makin baik. Untuk mengatasi kesenjangan antargolongan ekonomi, dilakukan penataan kembali peraturan daerah yang mengatur kehidupan ekonomi rakyat banyak seperti kepemilikan hak atas tanah, perizinan usaha dan bangunan, perlindungan hukum dan mekanisme pasar di daerah, serta pemberian fasilitas dan kemudahan berusaha bagi pengusaha kecil, termasuk untuk ikut dalam melaksanakan proyek-proyek pemerintah di daerah, sehingga masyarakat golongan ekonomi yang lemah mendapat kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan peranannya dalam pembangunan dan dengan demikian kesejahteraannya. g.
Penanggulangan Kemiskinan
Dalam rangka mempercepat penanggulangan kemiskinan di Propinsi Kalimantan Barat, Inpres Desa Tertinggal (IDT) merupakan salah satu kebijaksanaan untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan masyarakat miskin untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya. IDT diarahkan pada pengembangan kegiatan-kegiatan sosial ekonomi dalam rangka mewujudkan kemandirian masyarakat miskin di desa atau kelurahan tertinggal, dengan menerapkan prinsip-prinsip gotong royong, keswadayaan, dan partisipasi, serta menerapkan semangat dan kegiatan produksi dan kooperatif. Kegiatan sosial ekonomi yang dikembangkan adalah kegiatan produksi dan pemasaran, terutama yang sumber dayanya tersedia di lingkungan masyarakat setempat. Guna mempercepat upaya itu, ditingkatkan pembangunan prasarana dan sarana perdesaan serta disediakan dana sebagai modal kerja bagi penduduk miskin untuk membangun dan mengembangkan kemampuannya sehingga dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya secara mandiri. Dalam kerangka itu program IDT diupayakan pula untuk memantapkan segi-segi kelembagaan sosial ekonomi masyarakat perdesaan termasuk koperasi sehingga upaya
43
meningkatkan taraf hidup dapat berlangsung secara berkelanjutan. Kebijaksanaan ini dilaksanakan khususnya di 525 desa tertinggal menurut pedoman yang telah ditetapkan secara nasional. h. Pengembangan Prasarana dan Sarana Ekonomi Pengembangan prasarana dan sarana ekonomi, khususnya transportasi, di Daerah Tingkat I Kalimantan Barat diarahkan untuk meningkatkan ketersediaan, efisiensi pemanfaatan, kualitas pelayanan, keterjangkauan pelayanan, dan efektivitas operasi pemeliharaan berbagai prasarana dan sarana ekonomi tersebut. Dalam Repelita VI sistem transportasi dikembangkan secara lebih luas dan terpadu terutama dengan mengembangkan transportasi antarmoda yang efisien, yang dapat menjangkau pula daerah terisolasi, daerah perbatasan, pulau terpencil, dan daerah terbelakang lainnya. Untuk mendukung kegiatan ekonomi yang meningkat, upaya pembangunan prasarana dan sarana ekonomi lainnya, seperti tenaga listrik dan pelayanan jasa telekomunikasi serta prasarana pengairan akan dilanjutkan dan ditingkatkan. Untuk mempercepat pembangunan berbagai prasarana dan sarana ekonomi tersebut, didorong dan ditingkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha. i.
Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup
Pendayagunaan dan pengelolaan sumber daya alam ditingkatkan untuk mendukung kegiatan pembangunan dan dilaksanakan dengan memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk pembangunan yang berkelanjutan. Dalam rangka itu, ditingkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam yang berkelanjutan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, serta pengendalian
44
pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup. Upaya pelestarian fungsi hutan dan lingkungan pesisir; rehabilitasi hutan dan tanah kritis; konservasi sungai, danau, rawa, hutan bakau dan hutan lindung; pelestarian flora dan fauna langka; serta pengembangan fungsi daerah aliran sungai (DAS) ditingkatkan. J.
Pengembangan Kawasan Andalan
Kawasan andalan serta kawasan khusus wilayah perbatasan dikembangkan secara terencana dan terpadu dengan memperhatikan rencana tata ruang daerah, keterkaitan kota dengan daerah penyangganya, pertumbuhan penduduk, pengelolaan dan pembangunan lingkungan permukiman, lingkungan usaha, dan lingkungan kerja. Di samping kawasan andalan tersebut, bagi daerah perkotaan yang mengalami pertumbuhan pesat ditingkatkan penyediaan dan perluasan jangkauan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan, termasuk peningkatan pengelolaannya. V. PROGRAM PEMBANGUNAN Dalam upaya mencapai sasaran dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan tersebut di atas, pembangunan Daerah Tingkat I Kalimantan Barat dalam Repelita VI dilaksanakan melalui berbagai program yang meliputi program peningkatan kemampuan aparatur pemerintah daerah; peningkatan kemampuan keuangan pemerintah daerah; peningkatan prasarana dan sarana daerah; pengembangan usaha nasional; peningkatan produktivitas dan kualitas tenaga kerja; penataan ruang daerah; pengembangan kawasan andalan dan sektor unggulan; peningkatan kualitas lingkungan hidup; peningkatan kesejahteraan masyarakat; peningkatan peran serta masyarakat; percepatan penanggulangan kemiskinan; dan pengelolaan pembangunan perkotaan; dengan didukung berbagai program penunjang.
45
1.
Program Pokok a.
Program Peningkatan Kemampuan Aparatur Pemerintah Daerah
Program ini meliputi upaya: 1) meningkatkan kemampuan, disiplin, dan wawasan aparatur pemerintah daerah serta mendayagunakan fungsi dan struktur kelembagaan pemerintah daerah terutama aparatur pemerintah daerah tingkat II termasuk kecamatan dan desa; 2) meningkatkan kualitas manajemen pemerintah daerah yang meliputi sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian termasuk memantapkan fungsi koordinasi, baik antarinstansi pemerintah di daerah maupun antara lembaga pemerintah dan nonpemerintah pusat dan daerah; 3) menyempurnakan dan melengkapi perundang-undangan daerah;
perangkat
peraturan
4) mengembangkan sistem informasi manajemen pembangunan daerah; 5) meninjau kembali status dan Batas daerah otonom dan wilayah administratif daerah tertentu, antara lain mengkaji usul pemekaran Daerah Tingkat II Sambas dan Pontianak, masingmasing menjadi dua kabupaten daerah tingkat II. b. Program Peningkatan Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Program ini meliputi upaya: 1) meningkatkan PAD dengan mengintensifkan sumber pendapatan, baik pajak, retribusi, maupun labs perusahaan daerah, serta menggali sumber pendapatan yang baru; 46
2) meningkatkan efisiensi dan pengelolaan bantuan termasuk Inpres serta pinjaman, antara lain melalui pemanfaatan rekening pembangunan daerah; 3) meningkatkan keikutsertaan dunia usaha dalam pembangunan daerah; 4) memantapkan perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan penggunaan keuangan daerah: 5) meningkatkan efisiensi dan produktivitas BUMD. c. Program Peningkatan Prasarana dan Sarana Daerah Program ini meliputi upaya: 1) meningkatkan prasarana dan Sarana transportasi darat, laut, dan udara, yang meliputi kegiatan: a)
rehabilitasi dan pemeliharaan jalan, yang antara lain meliputi lintas selatan Kalimantan, ruas Sidas-Tanjung Sekadau-Tebilian; lintas utara Kalimantan Tebelian-Sintang-Putussibau; ruas Ketapang-Siduk, Sei PinyuhMempawah, Tanjung-Entikong-Batas Serawak, Singkawang-Sanggauledo, Pontianak-Sei Kakap, dan SitanggaBongkong; peningkat-an jaringan jalan antara lain meliputi poros selatan lintas Kalimantan, ruas Pontianak-Sei Pinyuh-Sekadau-Nangasokan-batas Kalimantan Tengah; ruas Nanga Tayap-Batas Kalteng, Nanga Tayap-SandaiAur Kuning, Sei Duri-Singkawang; dan pembangunan jalan baru, meliputi ruas Seluas-Entikong, dan SandaiAur Kuning;
b)
pengembangan transportasi darat yang meliputi kegiatan pengembangan fasilitas lalu lintas jalan yang berupa 47
pengadaan dan pemasangan rambu jalan 1.000 buah, pengadaan dan pemasangan pagar pengaman jalan 6.000 meter, pembuatan marka jalan 100 kilometer, pengadaan dan pemasangan alat pengujian kendaraan bermotor (PKB) berjalan 3 unit, pengadaan dan pemasangan lampu lalu lintas 4 unit, pembangunan terminal penumpang/ barang 1 lokasi; peningkatan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan yang meliputi kegiatan: pembangunan dermaga/terminal sungai/danau di 6 lokasi, rehabilitasi dermaga/terminal sungai/danau di 6 lokasi, dan rehabilitasi dermaga terminal penyeberangan di 1 lokasi; c)
pengembangan transportasi taut yang meliputi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan laut di Pontianak dan Kendawangan, pembangunan fasilitas keselamatan pelayaran di perairan Kalimantan Barat dan pengerukan alur pelayaran Kalimantan Barat dan pengoperasian 2 kapal perintis, serta penelitian pembangunan pelabuhan samudera di Kalimantan Barat disesuaikan dengan hasil studi Sistem Transportasi Nasional; dan
d) pengembangan transportasi udara, meliputi kegiatan peningkatan fasilitas bandara di Pontianak dan Ketapang; menjadikan fungsi bandar udara di Pontianak sebagai sub pusat penyebaran; dan peningkatan fasilitas keselamatan penerbangan di Pontianak, Ketapang, Putussibau, dan Nanga Pinoh; 2) meningkatkan penyediaan tenaga listrik, yang meliputi kegiatan: a) pembangunan pusat pembangkit tenaga listrik yang meliputi pembangunan pusat listrik tenaga mikrohidro (PLTM) tersebar, dengan kapasitas terpasang 1,7 megawatt; pembangunan pusat listrik tenaga diesel (PLTD) tersebar, dengan kapasitas daya terpasang 18,4
48
megawatt; pembangunan pusat listrik tenaga gas (PLTG) di Pontianak, dengan kapasitas terpasang 2x30 megawatt; pembangunan pusat listrik tenaga uap (PLTU) di Pontianak, dengan kapasitas terpasang 50 megawatt; dan studi kelayakan pembangunan pusat listrik tenaga air (PLTA) Pade Kembayung dengan daya terpasang 30 megawatt; b) peningkatan sarana distribusi PLN, antara lain berupa pembangunan jaringan transmisi sepanjang 420 kilometersirkit; pembangunan gardu induk 8 unit, dengan kapasitas 220 megavoltampere; pembangunan jaringan distribusi tegangan menengah (JTM) sepanjang 5.34.0 kilometersirkit; pembangunan jaringan distribusi tegangan rendah (JTR) sepanjang 3.256 kilometersirkit; pembangunan 2.675 buah gardu distribusi dengan kapasitas 267 megavoltampere untuk melayani 119 ribu pelanggan baru; c)
penyediaan tenaga listrik perdesaan meliputi tambahan pelayanan listrik bagi 1.951 desa dengan pembangunan JTM desa sepanjang 6.695 kilometersirkit; dan pembangunan JTR desa sepanjang 8.498 kilometersirkit;
3) meningkatkan jaringan telekomunikasi, yang antara lain meliputi kegiatan pembangunan telepon, termasuk sarana penunjang dengan kapasitas 70.000 satuan sambungan, perluasan kapasitas telepon umum dan pembangunan warung telekomunikasi (wartel) secara tersebar, serta pengadaan perangkat radio komunikasi sebanyak 1 unit; 4) meningkatkan pelayanan jasa pos dan giro, yang antara lain dengan pengadaan dan peningkatan fasilitas fisik pelayanan di kecamatan, perdesaan, dan daerah terpencil lainnya, yang antara lain meliputi pembangunan kantor pos pembantu sebanyak 17 unit, kantor pos tambahan sebanyak 2 unit, pos keliling kota/angkutan sebanyak 5 unit, pos keliling desa/antaran sebanyak 50 unit, dan berbagai sarana penunjang;
49
5) memantapkan prasarana pengairan dan meningkatkan pendayagunaan sumber daya air, meliputi pemeliharaan dan pembangunan prasarana pengendali banjir terutama di Pontianak; pemeliharaan jaringan irigasi seluas kurang lebih 166.000 hektare; perbaikan jaringan irigasi seluas kurang lebih 2.000 hektare secara tersebar, serta pembangunan jaringan irigasi seluas kurang lebih 21.500 hektare secara tersebar; pengembangan dan pengelolaan daerah rawa seluas kurang lebih 87.000 hektare di daerah Kendawangan, Air Putih, Rasau, Teluk Batang, dan Pinang Luar; pengelolaan sungai, danau, dan sumber daya air lainnya dengan kegiatan perbaikan dan pengendalian Sungai Kapuas sepanjang kurang lebih 80 kilometer; serta pembangunan saluran pembawa air baku sepanjang kurang lebih 10 kilometer untuk kota Pontianak; 6) meningkatkan sarana komunikasi dan penerangan yang meliputi kegiatan pembangunan stasiun pemancar televisi (TV) di Air Besar, Seluas, Bengkayang, Paloh, Bunut Hulu, Empanang dan Batang Lupar; dan pembangunan stasiun pemancar Radio Republik Indonesia (RRI) di Pontianak; 7) meningkatkan sarana olahraga yang dapat menyebar sampai ke daerah tingkat II dan kecamatan, serta mengembangkan perpustakaan daerah, terutama di daerah tingkat II, dengan memanfaatkan sumber daya daerah dan peran serta masyarakat; dan 8) meningkatkan kemampuan pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. d.
Program Pengembangan Usaha Nasional
Program ini meliputi upaya: 1) mendorong kegiatan ekonomi masyarakat, antara lain berupa penanaman modal swasta, termasuk PMDN dan PMA, dengan memanfaatkan keunggulan komparatif daerah; 50
2) meningkatkan dan mengarahkan investasi, baik PMDN maupun PMA pada berbagai wilayah, sektor, dan golongan ekonomi termasuk investasi dalam agroindustri dan agrobisnis di perdesaan, serta berbagai sektor pendukung; 3) menyederhanakan mekanisme dan prosedur perizinan kegiatan dunia usaha di daerah, meningkatkan penerapan etika usaha yang baik untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan dinamis yang menjamin kepastian dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing dunia usaha di daerah; 4) meningkatkan pengembangan usaha menengah dan kecil, termasuk usaha informal dan tradisional melalui hubungan kemitraan usaha; meningkatkan akses pasar dan pangsa pasar; dan meningkatkan bantuan permodalan dengan memanfaatkan dana lembaga perbankan, seperti kredit usaha kecil (KUK), kredit umum perdesaan (Kupedes), serta dana lembaga keuangan nonbank, seperti modal ventura; 5) meningkatkan pembimbingan, pendidikan, pelatihan, dan magang dalam rangka meningkatkan kemampuan teknologi dan manajemen, serta pengembangan usaha barn yang bersifat terobosan; 6) meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemupukan dan pendayagunaan dana masyarakat; antara lain dengan mendorong pengembangan bank perkreditan rakyat (BPR), koperasi bank perkreditan rakyat (KBPR), bank perkreditan rakyat syariat (BPRS), dan lembaga modal ventura; 7) meningkatkan pengembangan koperasi melalui pemantapan kelembagaan koperasi, pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan koperasi, pengembangan lembaga keuangan dan pembiayaan koperasi, peningkatan dan perluasan usaha koperasi, kerja sama antarkoperasi dan kemitraan usaha, pembangunan
51
koperasi di daerah tertinggal, serta pengembangan informasi perkoperasian; 8) mengembangkan sistem informasi usaha terutama untuk usaha menengah dan kecil, tentang potensi pembangunan daerah, melalui penyediaan data dan informasi yang mencakup tenaga kerja, prasarana dan sarana, sumber daya alam, kelembagaan, permodalan, kemitraan, penanaman modal, dan potensi pasar; serta meningkatkan kegiatan promosi tentang potensi daerah; 9) meningkatkan kegiatan perdagangan antara lain berupa penyelenggaraan pelayanan informasi perdagangan; peningkatan pemasaran komoditas hasil pertanian termasuk pengembangan pasar desa dan pasar lelang; pembinaan pedagang, pengusaha, dan eksportir menengah dan kecil; peningkatan perdagangan perintis; peningkatan dan pengawasan mutu komoditas ekspor; penyusunan identifikasi potensi pasar komoditas ekspor; serta pengembangan dan peningkatan ekspor nonmigas, termasuk produk agroindustri. e.
Program Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Tenaga Kerja
Program ini meliputi upaya: 1) meningkatkan efisiensi dan produktivitas masyarakat di daerah melalui pemasyarakatan produkstivitas yang didukung dengan penyebarluasan informasi, penyuluhan, pembinaan melalui media massa, dunia pendidikan, forum masyarakat produktivitas Indonesia, dan organisasi masyarakat lainnya; penetapan standar mutu produktivitas di perusahaanperusahaan melalui analisis, penelitian, pengembangan, dan pengukuran produktivitas, serta pengembangan unit-unit produktivitas;
52
2) meningkatkan keterampilan dan keahlian serta profesionalisme tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pembangunan, melalui pelatihan institusional dan noninstitusional (mobile training unit) bagi kader-kader pembangunan desa secara terpadu, dan pemagangan untuk membentuk tenaga kerja mandiri dan profesional melalui pendayagunaan tenaga kerja terdidik, yang pelaksanaannya mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha; 3) meningkatkan pembinaan hubungan industrial yang serasi antara pekerja dan pengusaha, antara lain melalui pembinaan fungsi lembaga ketenagakerjaan dan pendidikan; penyuluhan ketenagakerjaan bagi kader-kader serikat pekerja dan organisasi pengusaha, dan pelaksanaan uji coba sistem deteksi dini; 4) meningkatkan perlindungan tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita di sektor formal maupun sektor informal dan perlindungan anak yang terpaksa bekerja. f.
Program Penataan Ruang Daerah
Program ini meliputi upaya: 1) menyelesaikan penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Pulau Kalimantan secara terpadu dengan mengacu kepada RTRW propinsi daerah tingkat I yang berupa RSTRP setiap propinsi; 2) menyempurnakan dan menjabarkan RTRW. propinsi daerah tingkat I dan RTRW kabupaten/kotamadya daerah tingkat II, terutama tata ruang kawasan andalan ke dalam rencana rinci dan program pembangunan daerah; 3) menyiapkan penatagunaan tanah bagi kawasan yang mempunyai potensi pertumbuhan cepat, seperti di daerah perkotaan dan kawasan industri di Pontianak.
53
g. Program Pengembangan Kawasan Andalan dan Sektor Unggulan Program ini meliputi upaya: 1) mengembangkan secara terpadu sektor unggulan industri yang menitikberatkan pada kegiatan pembangunan industri yang berdaya saing kuat, memperluas kesempatan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah; pengembangan industri di Propinsi Kalimantan Barat bertumpu baik pada pengembangan industri padat sumber daya alam dengan memanfaatkan teknologi yang maju, dan industri padat karya yang makin padat ketrampilan, yang meliputi kegiatan: a)
pengembangan industri kecil dan menengah, termasuk industri kerajinan dan rumah tangga, meliputi kegiatan: (1) pola kemitraan usaha antara industri kecil, menengah, dan besar; (2) penumbuhan dan pengembangan wirausaha industri kecil; (3) penumbuhan dan pengembangan industri perdesaan termasuk di desa tertinggal; dan (4) pengembangan industri kecil melalui pembinaan 125 sentra industri kecil;
b) peningkatan kemampuan teknologi di perusahaan-perusahaan industri melalui diseminasi teknologi; pengembangan dan pelayanan teknologi industri; penerapan standar serta pengujian mutu produk; mendorong kemitraan litbang terapan antar dunia usaha, perguruan tinggi, dan pemerintah, serta meningkatkan sarana litbang industri, termasuk milik Pemerintah; dan c) pendalaman dan penguatan struktur industri melalui pengembangan agroindustri, industri pengolahan hasil tambang, industri yang berorientasi ekspor melalui pengembangan dan pemanfaatan keunggulan komparatif daerah ant ara l ain in dustri ka yu l apis, kerajinan 54
tradisional, karet, rotan, dan industri yang memanfaatkan sumber daya manusia yang berkadar teknologi dan keterampilan tinggi; d)
2)
peningkatan promosi investasi industri dan keterkaitan antarindustri dan aglomerasi industri di kawasan andalan khususnya di zona industri Pontianak;
meningkatkan produktivitas dan produksi sektor unggulan pertanian, di Propinsi Kalimantan Barat melalui pengembangan usaha pertanian terpadu berorientasi pasar, yang mencakup peternakan, perkebunan, dan tanaman pangan, yang diarahkan pada kawasan andalan di kawasan DAS Kapuas dan sekitarnya, serta di kawasan Pontianak-SanggauSingkawang; yang antara lain meliputi kegiatan: a)
peningkatan mutu dan areal i ntensi fi kas i pertanian tanaman pangan antara lain padi, jagung, ubi kayu, kacang hijau, dan ubi jalar;
b)
pengembangan komoditas hortikultura, antara lain jeruk dan durian;
c)
peningkatan usaha perikanan tangkap, antara lain udang, kembung, kerapu, kakap, tongkol, dan teri;
d)
pengembangan perikanan budi daya, antara lain ikan mas, udang, kerapu, jelawat, nila, kepiting, dan lele;
e)
pengembangan usaha peternakan, antara lain babi, sapi potong, ayam bukan ras (buras), ayam ras, dan itik;
f)
pengembangan komoditas perkebunan, antara lain karet, kelapa, kelapa sawit, dan kakao;
55
g)
pengembangan industri pengolahan hasil pertanian, antara lain usaha pengolahan buah-buahan, ikan, dan daging;
h) peningkatan kegiatan penyuluhan dalam penguasaan dan penerapan teknologi pertanian;
rangka
3) meningkatkan produktivitas dan produksi hasil hutan melalui pemantapan kawasan hutan produksi tetap, penatagunaan hutan, pengembangan hutan tanaman industri, dan hutan kemasyarakatan, serta hutan rakyat dan pengembangan usaha rakyat dalam mengolah hasil hutan; 4) mengembangkan secara terpadu sektor unggulan pariwisata, terutama pengembangan obyek wisata alam, agrowisata, peninggalan sejarah dan budaya, antara lain di Pontianak, dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata/minat, khusus seperti penyusuran di Sungai Kapuas; 5) mengembangkan secara terpadu sektor pertambangan, diarahkan eksplorasi tambang emas dan eksplorasi bahan tambang batu bara dan bauksit; di samping itu, dilakukan kegiatan pemetaan geologi dan geofisika, eksplorasi air tanah, penyelidikan bahan galian dan kegiatan khusus pemetaan geofisika udara; peningkatan peran serta masyarakat dalam usaha pertambangan skala kecil (PSK) melalui wadah koperasi; selanjutnya, di seluruh daerah tingkat II dilakukan bimbingan usaha pertambangan golongan C; 6) memantapkan pengembangan kawasan khusus wilayah perbatasan Indonesia (Kalimantan Barat)-Malaysia yang antara lain dilaksanakan pertama-tama dengan penyusunan RTRW perbatasan; serta percepatan pengembangan wilayah terpadu melalui peningkatan kegiatan perdagangan, pariwisata, pertanian, kehutanan, perikanan, dan transmigrasi dengan peran serta unsur pertahanan keamanan (hankam) di wilayah perbatasan; pengembangan dan pemantapan pembangunan
56
jalan lintas Kalimantan sepanjang wilayah perbatasan dengan mengupayakan pola swadana serta memanfaatkan potensi yang ada. h. Program Peningkatan Kualitas dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Program ini meliputi upaya: 1) melestarikan fungsi lingkungan hidup dan meningkatkan kemampuan sumber alam hayati dan nonhayati melalui kegiatan: a)
peningkatan pengelolaan hutan;
b) pengembangan dan pemeliharaan kelestarian cagar alam suaka margasatwa, serta pelestarian plasma nutfah, penangkaran satwa dan flora, seperti di Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya; c)
perbaikan, pemeliharaan, dan pengamanan wilayah sungai di DAS Kapuas; pengembangan pusat studi lingkungan di perguruan tinggi Pontianak;
d)
peningkatan mutu dan fungsi Sungai Kapuas;
e)
rehabilitasi lahan kritis di areal pertanian tanah kering di DAS Kapuas; perlindungan permukiman masyarakat tradisional; serta penanggulangan bencana kebakaran hutan dan bencana lainnya;
2) mengendalikan pencemaran lingkungan hidup untuk mengurangi kemerosotan mutu dan fungsi lingkungan hidup di perairan, tanah, dan udara yang mencakup pengendalian pencemaran akibat kegiatan industri, pertambangan dan pengembangan energi; 57
3) merehabilitasi lahan kering seluas sekitar 101 ribu hektare di areal pertanian; mengembangkan dan melaksanakan pembinaan kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber alam secara lebih terpadu; serta membina kesadaran masyarakat terhadap lingkungan. i.
Program Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Program ini meliputi upaya: 1) meningkatkan pemerataan dan kualitas pendidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan terutama dalam rangka pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang kegiatannya antara lain meliputi penyediaan prasarana dan sarana pendidikan serta tenaga kependidikan sesuai dengan keperluan; penyelenggaraan kelompok belajar Paket A, Paket B, magang, dan kelompok belajar usaha; perluasan atau peningkatan sekolah menengah kejuruan dalam berbagai bidang yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan tuntutan pembangunan daerah; dan pengembangan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta sehingga lebih terkait dengan kebutuhan daerah; selain itu akan dikembangkan pula politeknik keteknikan (engineering) di Pontianak; 2) meningkatkan ketersediaan dan kualitas pelayanan kesehatan, termasuk perbaikan gizi serta menambah dan menyebarkan tenaga medis spesialis dan paramedis, termasuk bidan desa, yang kegiatannya antara lain meliputi peningkatan penerapan sistem kewaspadaan pangan dan gizi, pemberian vitamin A kepada anak balita di desa tertinggal, dan peningkatan status gizi anak sekolah melalui pemberian makanan tambahan bagi anak-anak SD dari keluarga miskin, terutama di desa tertinggal; serta pembangunan 12 unit puskesmas, pembangunan 124 unit puskesmas pembantu, pengadaan 136
58
unit puskesmas keliling, penyelenggaraan pendidikan bidan program A dan C, serta pencegahan dan penanggulangan penyakit acquired immuno deficiency syndrome (AIDS); 3) meningkatkan penyediaan dan memperluas jangkauan pelayanan prasarana air bersih serta meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan permukiman di daerah perdesaan dan perkotaan yang kegiatannya antara lain meliputi pembangunan kawasan terpilih pusat pengembangan desa sebanyak 80 desa, penyediaan dan pengelolaan air bersih perdesaan untuk 606 desa, serta pengelolaan limbah perdesaan untuk 161 desa; 4) meningkatkan pembinaan kesejahteraan sosial termasuk masyarakat terasing, fakir miskin, lanjut usia, anak terlantar, di samping pembimbingan dan pembinaan keluarga sejahtera, yang antara lain meliputi kegiatan: a)
pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin sebanyak 4.000 kepala keluarga;
b) pelayanan dan rehabilitasi sosial penyandang cacat sebanyak 5.485 orang; c)
pelayanan dan rehabilitasi sosial dan tunasosial sebanyak 700 orang;
d) pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat terasing sebanyak 5.200 kepala keluarga; e)
rehabilitasi dan peningkatan kelengkapan panti wredha milik pemerintah dan masyarakat sebanyak 4 panti, rehabilitasi dan peningkatan kelengkapan panti asuhan milik pemerintah dan masyarakat sebanyak 4 panti;
f) pembangunan dan rehabilitasi lokabina karya sebanyak 5 gedung; 59
g) pengadaan unit rehabilitasi sosial keliling kelengkapannya (URSK) sebanyak 2 unit;
dan
h) pendidikan dan latihan aparatur pemerintah bidang kesejahteraan sosial; 5) mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui kegiatan keluarga berencana (KB), termasuk KB transmigrasi yang didukung oleh sektor terkait, antara lain kesehatan, pendidikan, dan agama, serta mengarahkan persebaran dan mobilitas penduduk, yang antara lain melalui program transmigrasi, yang meliputi kegiatan: a)
penyiapan lahan permukiman transmigrasi prasarana dan sarana pendukungnya;
beserta
b) penempatan transmigran dengan sasaran secara keseluruhan sebanyak 54.400 kepala keluarga, termasuk alokasi penempatan penduduk daerah transmigrasi (APPDT) sebanyak 20.400 kepala keluarga, yang dilaksanakan melalui (1) transmigrasi umum dengan pola (a) pertanian lahan kering sebanyak 3.290 kepala keluarga; (b) lahan basah sebanyak 1.000 kepala keluarga, dan (2) transmigrasi swakarsa berbantuan sebanyak 50.110 kepala keluarga dengan pola (a) perkebunan inti rakyat-transmigrasi (PIR Trans) sebanyak 44.930 kepala keluarga, (b) perikanan tambak sebanyak 750 kepala keluarga, (c) hutan tanaman industri transmigrasi (HTI Trans) sebanyak 3.900 kepala keluarga, (d) industri sebanyak 250 kepala keluarga, dan (e) transmigrasi pembangunan desa potensial sebanyak 280 kepala keluarga; selain itu transmigrasi swakarsa mandiri sekitar 13.000 kepala keluarga; dan
60
c)
pembinaan usaha ekonomi dan sosial budaya transmigran yang sudah ada di permukiman transmigrasi;
6) meningkatkan dan mengembangkan nilai budaya dan seni budaya Propinsi Kalimantan Barat untuk memperkaya khazanah budaya setempat serta memelihara peninggalan sejarah, yang kegiatannya antara lain meliputi pemugaran Masjid Jami Pontianak dan Tayan; 7) meningkatkan kualitas pendidikan agama dan keagamaan serta pengamalan ajaran agama untuk memantapkan keimanan dan ketaqwaan umat beragama, yang kegiatannya antara lain meliputi bimbingan dan peningkatan kerukunan hidup umat beragama; penyediaan bantuan pembangunan prasarana dan sarana kehidupan beragama dengan mendorong peran serta masyarakat; penyediaan prasarana dan sarana pendidikan dasar dalam rangka pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tabun; pembinaan pendidikan agama tingkat menengah dan tingkat tinggi, baik negeri maupun swasta; serta pembinaan kelembagaan seperti pondok pesantren dan tenaga penyuluh keagamaan. Secara khusus akan dilakukan rehabilitasi dan penyediaan fasilitas pendidikan untuk Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah di Pontianak. j.
Program Peningkatan Peran Serta Masyarakat
Program ini meliputi upaya: 1) menumbuhkembangkan swadaya masyarakat untuk mampu memecahkan masalah bersama melalui kelompok swadaya masyarakat di daerah, terutama di desa tertinggal; 2) meningkatkan peranan wanita dalam mendukung upaya pembangunan keluarga sejahtera serta mengembangkan usaha yang dapat menambah penghasilan keluarga, yang antara lain melalui program pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK); 61
3) meningkatkan pembinaan generasi muda melalui karang taruna, pramuka, dan organisasi kepemudaan, yang antara lain meliputi kegiatan pembinaan terhadap 1.048 karang taruna; 4) membina dan meningkatkan kemampuan dan kualitas lembaga masyarakat atau organisasi nonpemerintah, yang kegiatannya antara lain meliputi pembinaan terhadap 82 organisasi sosial, dan pembinaan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat sebanyak 3.176 orang; 5) meningkatkan pembinaan kesadaran masyarakat dalam berbangsa dan bernegara melalui penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), pendidikan pendahuluan bela negara, pelatihan dan pengorganisasian perlindungan masyarakat (linmas) dalam kegiatan penanggulangan bencana, serta pembinaan masyarakat di bidang ketertiban dan keamanan lingkungan. k.
Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
Program ini meliputi upaya: 1) meningkatkan ketersediaan dan persebaran jumlah serta kualitas pelayanan prasarana dan sarana dasar sosial dan ekonomi, terutama di 525 desa tertinggal, antara lain meliputi kegiatan pemugaran perumahan dan permukiman di 494 desa sebanyak 7.607 unit rumah; 2) meningkatkan kemampuan dan kesempatan berusaha masyarakat, khususnya kelompok masyarakat miskin dengan mengembangkan kegiatan ekonomi produktif yang dikelola melalui perkoperasian dan badan kredit perdesaan, termasuk kegiatan pengelolaan hak pengusahaan hutan (HPH) Bina Desa Hutan dan pembangunan permukiman transmigrasi di sepanjang jalan lintas Kalimantan poros utara, tengah, dan selatan;
62
3) mendukung dan meningkatkan efesiensi dan efektivitas program khusus, seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan program sektoral dan regional lainnya yang ditujukan untuk menanggulangi masalah kemiskinan. 1. Program Pengelolaan Pembangunan Perkotaan Program ini meliputi upaya: 1) membangun prasarana dan sarana perkotaan secara terpadu, yang kegiatannya antara lain meliputi pembangunan perumahan dan permukiman daerah perkotaan dengan membangun rumah sederhana sebanyak 9 ribu unit; perbaikan dan peremajaan kawasan perumahan dan permukiman kumuh di daerah perkotaan meliputi peremajaan kawasan sebesar 100 hektare, dan perbaikan lingkungan permukiman kota/ permukiman nelayan seluas 982 hektare di Pontianak; pengelolaan air limbah untuk 12 kota sedang dan kota kecil; pengelolaan persampahan untuk 1 kota besar dan 4 kota sedang dan kota kecil; penanganan drainase untuk 1 kota besar dan 10 kota sedang dan kota kecil; penyediaan dan pengelolaan air bersih perkotaan dengan peningkatan kapasitas produksi sebesar 600 liter per detik; serta penataan kota dan penataan bangunan; 2) meningkatkan kemampuan pengelolaan pembangunan perkotaan, yang kegiatannya antara lain meliputi pemantapan fungsi kota, melalui identifikasi sistem kota di wilayah Propinsi Kalimantan Barat serta memantapkan fungsi kota tersebut; pengembangan ekonomi perkotaan termasuk pembinaan sektor informal dan pengusaha kecil, peningkatan peran serta sosial masyarakat kota; pemantapan keuangan perkotaan, peman-tapan kelembagaan pemerintahan kota, penyusunan dan pengendalian pemanfaatan rencana tats ruang kota dengan penyiapan program penyiapan jangka menengah
63
perkotaan untuk 10 kota; penyusunan program jangka menengah (PJM) untuk 4 kawasan andalan; penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan untuk 8 kawasan; serta peningkatan pengelolaan administrasi dan tertib hukum pertanahan di daerah perkotaan; 3) meningkatkan kualitas lingkungan hidup di daerah perkotaan, yang kegiatannya antara lain meliputi peningkatan konservasi kawasan budaya yang bernilai historis, serta pemantapan luasan ruang terbuka hijau. 2.
Program Penunjang
Program penunjang meliputi seluruh program sektoral dan regional yang dilaksanakan dan berlokasi di Daerah Tingkat I Kalimantan Barat.
64
TABEL 47 – 15 WILAYAH, SATUAN PEMERINTAHAN, DAN JUMLAH PENDUDUK DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN BARAT 1990, 1993, DAN 1998
No. Daerah Tingkat II
Luas Wilayah (Km2)
Jumlah Kecamat an
Jumlah Desa
(1)
(2)
(3)
(4)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Perkiraan Jumlah Penduduk (ribu jiwa) 1993
1990
1998
Laki-laki
Wanita
Jumlah
Laki-laki
Wanita
Jumlah
Laki-laki
Wanita
Jumlah
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
Kepadatan Penduduk 1990 (jiwa/Km2) (14)
Laju Pertumbuhan Penduduk 1990-1998 (15)
Kabupaten
146.699,20
104
1.333
1.454,0
1.394,5
2.848,5
1.558,3
1.503,4
3.061,7
1.730,0
1.683,7
3.413,7
19
2,29
Pontianak Sambas Ketapang Sanggau Sintang Kapuas Hulu
18.171,20
19
305
399,9
383,1
783,0
426,0
411,6
837,6
468,1
457,7
925,8
43
2,12
12.296,00
17
277
387,1
378,5
765,6
411,6
404,1
815,7
450,8
445,1
895,9
62
1,98
35.809,00
14
125
168,3
160,0
328,3
179,8
172,2
352,0
198,5
192,3
390,8
9
2,20
18.302,00
20
233
221,4
209,6
431,0
238,9
226,9
465,8
268,0
255,9
523,9
24
2,47
32.279,00
18
248
195,9
184,4
380,3
216,0
204,8
420,8
251,4
241,1
492,5
12
3,28
29.842,00
16
145
81,4
78,9
160,3
86,0
83,8
169,8
93,2
91,6
184,8
5
1,79
107,80
4
22
203,3
195,8
399,1
217,5
211,6
429,1
240,8
238,0
478,8
3.702
2,30
107,80
4
22
203,3
195,8
399,1
217,5
211,6
429,1
240,8
238,0
478,8
3.702
2,30
146.807,00
108
1.362
1.657,3
1.590,3
3.247,6
1.775,8
1.715,0
3,490,8
1.970,8
1.921,7
3.892,5
22
2,29
Kotamadya 7. Pontianak Jumlah
Catatan: Jumlah Penduduk tahun 1990,1993, dan 1998: Angka perkiraan (Sumber: BPS, 1994)