perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DEMAND DAN SUPPLY PRAKTIK SOCIAL DISCLOSURE DI INDONESIA
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
ASRI DIAH SUSANTI F 0306003
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user
أ
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DEMAND DAN SUPPLY PRAKTIK SOCIAL DISCLOSURE DI INDONESIA ABSTRAKSI ASRI DIAH SUSANTI F0306003 Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis apakah ada information gap antara demand dan supply praktik social disclosure di Indonesia dan menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan informasi sosial. Karakteristik perusahaan diproksi dengan size, profitabilitas, leverage, dan tipe industri. Penelitian ini juga menguji proporsi dewan komisaris independen dan kepemilikan institusi sebagai variabel kontrol. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer digunakan untuk mengukur komponen demand yang diperoleh dari hasil wawancara kuesioner terhadap 50 orang narrow financial based stakeholdsers. Sedangkan untuk komponen supply diukur dengan menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari hasil analisis 70 laporan tahunan perusahaan tahun 2008 yang listing di BEI. Analisis dilakukan dengan membandingkan tingkat demand dan supply untuk menemukan information gap. Uji regresi berganda juga dilakukan untuk menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan informasi sosial. Pengujian logistic regression, ANOVA, dan T-test juga dilakukan untuk mendukung hasil penelitian. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa rata-rata demand dari responden terhadap pengungkapan informasi sosial adalah sebesar 3,76 dalam skala likert 5. Semua perusahaan (100%) mengungkapkan informasi sosialnya dengan tingkat rata-rata sebesar 40,24% (metode unweighted) dan 40,58% (metode weighted). Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum ada information gap antara tingkat demand dan supply praktik social disclosure di Indonesia. Hasil ini juga menunjukkan adanya peningkatan supply praktik pengungkapan sosial di Indonesia dari penelitian yang dilakukan Suhardjanto dan Aulia (2009) yang hasilnya menujukkan rata-rata pengungkapan sosial di Indonesia pada tahun 2007 hanya sebesar 22,23%. Hasil pengujian multiple regression menunjukkan bahwa variabel size berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sosial (β=0,08, ρ-value 0,000). Hasil ini sesuai dengan penelitian Suhardjanto dan Aulia (2009). Variabel Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan sosial (β=-0,43, ρ-value 0,002). Kata kunci: social disclosure, information gap, karakteristik perusahaan, indeks commit to user tertimbang
ب
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DEMAND DAN SUPPLY PRAKTIK SOCIAL DISCLOSURE DI INDONESIA
ABSTRACT ASRI DIAH SUSANTI F0306003 The objective of this research are to analyze is there any information gap between demand and supply of social disclosure in Indonesia and to investigate the influence of company’s characteristics to the level of social disclosure. Company characteristics are indentified as size, profitability, leverage, and industrial type. This study also examines independent board of commissioner composition and the institusional ownership as control variable. This research uses primary and secondary data. Primary data uses 50 respondents from narrow financial based stakeholders in questionnaire issued. Secondary data uses 70 annual report of Indonesian listing firm’s 2008 on IDX. For analyzing, we compare demand and supply social disclosure for finding information gap. This research is also conducted by examination of multiple regression, logistic regression, ANOVA, and T-test. The result shows that level demand of social disclosure on average is 3.76 in 5 likert scale. There is one hundred percent (100%) disclosed social information and practice of social disclosure in Indonesia on average is 40.24% in unweighted method and 40.58% in weighted method. This result suggest that there is an information gap between demand and supply practice of social disclosure in Indonesia. Suhardjanto and Aulia (2009) investigated that practice of social disclosure in Indonesia just on average is 22.23%. This fact shows supply of financial stakeholder increase 20.01% that means awareness of company in Indonesia about social activity is going up. Multiple regression test indicates that the company size has a positive effect to social disclosure (β=0.08, ρ-value 0.000). This result consistent with Suhardjanto and Aulia (2009). The result of multiple regression also suggest that there is negative influence of independent board of commissioner to social disclosure (β=-0.43, ρ-value 0.02). Keyword: social disclosure, information gap, company characteristics, weighted index
commit to user
ج
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
Bab pertama dalam penelitian ini akan memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan juga manfaat penelitian bagi pihak-pihak yang berkepentingan, serta sistematika penulisan.
A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang disoroti dunia dalam kasus sosialnya, terutama dalam hal korupsi. Negara kita ini menduduki ranking keempat dunia dan dinobatkan sebagai negara terkorup di Asia dalam kasus korupsi (Okezone.com, Februari 2009). Kasus yang sedang hangat dibicarakan dalam beberapa kurun waktu terakhir ini diantaranya adalah kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi pemerintahan yang dikenal "Kasus Cicak Vs Buaya" dan kasus korupsi dalam Perusahaan Gas Negara (Okezone.com, Februari 2009; Kompas, Juli 2009). Kasus Cicak versus Buaya merupakan kasus kompleks yang melibatkan nama tiga institusi besar di Indonesia, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Kasus ini diduga kuat merupakan tindakan pelemahan terhadap KPK. Kasus ini mulai terkuak dengan ditemukkannya testimoni dari Antasari Azhar, dan diikuti oleh bukti lain yaitu hasil penyadapan rekaman telepon antara Anggodo Wijoyo dan pejabat tinggi pemerintah (Kompas, 6 Juli 2009). Istilah Cicak dan Buaya pertama kali dicetuskan dalam wawancara dengan Kabareskim Mabes Polri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Istilah ini kemudian berkembang di masyarakat, cicak diinterpretasikan sebagai gerakan melawan koruptor (Cinta Indonesia Cinta KPK), sedangkan buaya sendiri digunakan sebagai lambang untuk menggambarkan koruptor yang menggantikan lambang tikus (Kompas, 12 Juli 2009). Dalam Kompas edisi 3 November 2009 disebutkan bahwa dalam perkembangannya, kasus ini merupakan titik awal untuk menguak kasus Bank Century. Dalam kasus korupsi PT PGAS, ditemukan adanya dua penyimpangan, pertama adalah adanya insider trading dalam penjualan saham PT PGAS dalam divestasi saham PT PGAS. Kedua adalah kasus korupsi dengan jalan memanipulasi pasar saham, sehingga harga saham PT PGAS jatuh, dan target APBN tidak terpenuhi (Okezone.Com). Kasus di atas bukan merupakan kasus satu-satunya yang terjadi, masih banyak kasus korupsi yang dilakukan dalam perusahaan BUMN maupun swasta, diantaranya kasus korupsi PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), Bank Harapan Santosa (BHS), BLBI, Bank Surya, dan PT. Siak Zamrud Pusako (Wikipedia.Com, Feb 2009). Selain kasus korupsi di atas, masih banyak kasus sosial lain yang terjadi di Indonesia, diantaranya menyangkut kesehatan dan keamanan produk dan penggunaan tenaga kerja di bawah umur. Dalam artikel Departemen Perindustrian 9 Agustus 2007 disebutkan bahwa di Indonesia, telah terjadi banyak kasus penggunaan bahan kimia berbahaya bagi kesehatan. Diantaranya penggunaan formalin yang dikemukakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM). Pengujian kandungan formalin dilakukan terhadap 98 sampel produk makanan dengan rincian 23 sampel mie basah-15 produk tercemar formalin (65%), 34 commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sampel ikan asin-22 tercemar (65%), dan
41 sampel produk tahu semuanya
tercemar (100%). Selain produk makanan, BPOM juga menemukan 80% dari jajanan sekolah dinyatakan mengandung bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan seperti boraks, natrium siklamat, rodamin B dan sakarin. Dalam majalah Kompas edisi Januari 2009, disebutkan bahwa Markas Besar Kepolisian RI menangkap Anthoni, pengusaha sarang burung wallet yang mempekerjakan 17 orang anak di bawah umur. Anak-anak tersebut direkrut melalui Yayasan Tiga Putra Jaya, Putri Sehati, Mekar Jaya, dan Makmur Jaya. Anak-anak tersebut dipekerjakan selama 10-14 jam per hari dengan upah Rp 350 ribu per bulan. Upah dibayarkan per tahun. Namun kenyataannya anak-anak tidak dibayar. Praktik penggunaan pekerja di bawah umur biasanya berlatar belakang masalah ekonomi, seperti Dedi, seorang anak warga Kampung Panjangsari, Kelurahan Parakan Wetan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, terpaksa harus bekerja keras sebagai juru parkir kendaraan di Komplek Klenteng, Temanggung (Liputan 6.com, 11 November 2009). Sekretaris KAN-PBPTA Cilegon, Maksum dalam Radar Banten (Februari, 2009) mengatakan, "Di lapangan masih banyak anak-anak di bawah umur yang dipekerjakan orang tuanya. Padahal kita telah gencar melakukan sosialisasi sampai ke masing-masing kecamatan tentang larangan anak di bawah usia 18 tahun dipekerjakan" Maraknya kasus sosial di atas memunculkan tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang semakin bagus (good corporate governance) dan memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Masyarakat membutuhkan commit to user sudah melaksanakan aktivitas informasi mengenai sejauh mana perusahaan
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi (Anggraini, 2006). Tuntutan ini menunjukkan adanya kesadaran tentang pentingnya pengungkapan sosial untuk menyediakan produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (Monika dan Hartanti, 2008). Berbagai
reaksi
muncul
dari
fenomena
peningkatan
permintaan
pengungkapan sosial. Pada tanggal 20 Juli 2007, disahkan Undang-undang nomor 40 tentang penerapan CSR, yang dikuatkan melalui peraturan pemerintah (PP) dimana perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang/berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ketentuan itu sudah ditetapkan dalam UU Perseroan Terbatas (PT), UU Investasi dan UU Minerba (Mineral dan Batubara) (Budhiartha, 2008). Undang-undang tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sosial perusahaan mengingat adanya sanksi pelanggaran undang-undang ini (Undang-Undang No.40 tahun 2007 Pasal 74 Ayat 1). Selain dipengaruhi oleh undang-undang yang dibuat regulator, kesadaran perusahaan merupakan komponen signifikan dalam pengungkapan aktivitas sosial. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa perusahaan dalam annual report mereka sebagai berikut, In line with Good Corporate Governance practices, Corporate Social Responsibility has developed into an integral part of the Company’s overall strategy to maintain sustainable business Growth. (Annual Report PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk, 2008) commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagi Jasa Marga, masyarakat merupakan stakeholder yang penting. Terbangunnya interaksi yang harmonis antara perusahaan dan komunitas di sekitarnya pada gilirannya akan menciptakan kondisi yang mendukung kelangsungan operasional perusahaan, sekaligus bermanfaat bagi masyarakat. (Annual Report PT Jasa Marga, 2008)
Suhardjanto dan Aulia (2009) menyebutkan bahwa banyaknya kasus korupsi, pelanggaran HAM, ancaman keselamatan pelanggan atas produk dan aspek sosial lainnya di Indonesia yang sering diungkapkan di media memicu untuk dilakukannya penelitian, khususnya di ranah bisnis. Beberapa penelitian telah mengkaji masalah social disclosure ini dan hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan social disclosure secara rata-rata di Indonesia (Suhardjanto dan Aulia, 2009; Monika dan Hartanti, 2008; Nurlaela dan Islahudin, 2007). Dalam Suhardjanto dan Aulia (2009) disebutkan bahwa
rata-rata tingkat
pengungkapan informasi sosial perusahaan sebesar 22%. Namun angka tersebut dikategorikan rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Guthrie dan Parker (1990) meneliti pengungkapan sosial perusahaan Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Dan hasilnya menunjukkan bahwa 98% perusahaan Inggris, 85% perusahaan Amerika Serikat, dan 56% perusahaan Australia melaporkan pengungkapan sosial mereka dalam laporan tahunan. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat permintaan yang tinggi terhadap pengungkapan sosial tidak diimbangi dengan pemenuhan akan permintaan tersebut (supply). Dari hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti apakah ada information gap antara tingkat permintaan (demand) dan pemenuhan akan permintaan (supply) praktik pengungkapan sosial di Indonesia. commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini memberikan bobot tertimbang pada tingkat pengungkapan sosial perusahaan. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, tahap 1 (satu) untuk mengukur tingkat permintaan terhadap pengungkapan sosial dengan melakukan survey kuesioner dan tahap 2 (dua) dengan melakukan analisis pengungkapan sosial dalam laporan tahunan, dengan menggunakan leverage, tipe industri, ukuran perusahaan, dan profitabilitas sebagai variabel independen, yang dikontrol dengan mekanisme Corporate Governance yaitu kepemilikan institusi dan komposisi dewan komisaris independen. Maka, judul penelitian ini adalah "DEMAND DAN SUPPLY PRAKTIK SOCIAL DISCLOSURE DI INDONESIA"
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Adakah information gap antara demand dan supply pengungkapan sosial. Demand ditunjukkan dengan indeks tertimbang yang diperoleh dari narrow financial based
stakeholder
sedangkan
supply ditunjukkan
dengan pengungkapan informasi sosial dalam annual report. 2. Apakah karakteristik perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan sosial (social disclosure).
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya information gap antara demand dan supply pengungkapan sosial dan mengetahui pengaruh karakteristik perusahaan (ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, dan tipe industri) terhadap social disclosure.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat termasuk: 1. Dapat memberikan kontribusi terhadap literatur penelitian akuntansi khususnya
mengenai
topik
karakteristik
perusahaan
ataupun
pengungkapan sosial. 2. Bagi
perusahaan,
dapat
memberikan
masukan
dalam
perbaikan
pengungkapan aktivitas sosial dalam laporan keuangan. 3. Bagi stakeholder seperti investor, kreditor dan pihak-pihak yang berkepentingan
lainnya,
dapat
menjadi
acuan
tambahan
dalam
menganalisis informasi yang disajikan oleh perusahaan berkenaan dengan pengungkapan informasi sosial. 4. Bagi regulator, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penyusunan standar akuntansi sosial dan sebagai bahan masukan dalam peningkatan kualitas standar peraturan yang ada. 5. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur dalam bidang ilmu akuntansi. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Sistematika Laporan Adapun sistematika laporan adalah sebagai berikut: BAB I
:
PENDAHULUAN Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
:
TINJAUAN
PUSTAKA
DAN
PENGEMBANGAN
HIPOTESIS Bab ini membahas landasan teori yang diantaranya berupa tinjauan pustaka, kerangka teoritis, dan dilanjutkan dengan penelitian terdahulu yang dikembangkan (hipotesis). BAB III
:
METODE PENELITIAN Bab ini berisi desain penelitian; populasi, sample, dan teknik sampling; pengukuran variable; instrument penelitian; sumber data; metode pengumpulan data; serta metode analisis data.
BAB IV
:
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas mengenai data yang digunakan, pengolahan data tersebut dengan alat analisis yang diperlukan dan hasil dari analisis data.
BAB V
:
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data yang telah dilakukan, saran-saran yang diajukan dari hasil penelitian, dan rekomendasi bagi penelitian selanjutnya. commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TELAAH PUSTAKA
Selanjutnya pada Bab II ini akan dijelaskan mengenai literatur yang digunakan meliputi teori-teori yang digunakan dan penelitian terdahulu, dilanjutkan dengan kerangka teoritis dan pengembangan hipotesis.
A. Telaah Literatur Masalah social disclosure di Indonesia telah banyak diteliti diantaranya dilakukan oleh Suhardjanto dan Aulia (2009); Monika dan Hartanti (2008); Nurlaela dan Islahudin (2007); Sayekti dan Wondabio (2007). Walaupun demikian belum ada penelitian yang mengukur seberapa besar permintaan akan praktik social disclosure ini. Penelitian ini seperti penelitian yang dilakukan Suhardjanto (2008) dengan menghasilkan indeks tertimbang yang mengukur seberapa besar permintaan akan pengungkapan di bidang lingkungan hidup. Dari penelitian tersebut, peneliti mencoba menggunakan indeks tertimbang
untuk
mengukur tingkat permintaan pengungkapan di bidang sosial. Indeks akan diperoleh melalui wawancara kuesioner kepada narrow financial based stakeholders. Penelitian ini juga menganalisis praktik pengungkapan sosial oleh perusahaan di Indonesia sebagai komponen supply yang mengukur tingkat pemenuhan permintaan akan pengungkapan sosial tersebut. Dalam bagian selanjutnya akan dijelaskan hal-hal dan variabel yang berkaitan untuk memberikan pemahaman lebih dalam mengenai penelitian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
1. Annual report (Laporan Tahunan) Laporan tahunan dan laporan keuangan merupakan salah satu informasi yang secara formal wajib dipublikasikan sebagai sarana pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap pengelolaan sumber daya pemilik, serta jendela informasi yang memungkinkan bagi pihak-pihak diluar manajemen, mengetahui kondisi perusahaan. Menurut Wikipedia (2007), annual report didefinisikan sebagai: An Annual report is a comprehensive report on a company's activities throughout the preceding year. Annual reports are intended to give shareholders and other interested persons information about the company's activities and financial performance.
Yustina (2003) mengungkapkan bahwa annual report atau laporan tahunan merupakan media komunikasi bagi manajemen perusahaan untuk memberikan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan merupakan sarana pertanggungjawaban kepada publik atas sumber daya yang dikelolanya. Sedangkan tujuan laporan tahunan menurut Standar Akuntansi Keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Penelitian ini menggunakan laporan tahunan karena laporan tahunan akan menjadi salah satu bahan rujukan bagi para investor dan calon investor dalam memutuskan apakah akan berinvestasi di dalam suatu perusahaan atau tidak. commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan demikian, tingkat pengungkapan (disclosure level) yang diberikan oleh pihak manajemen perusahaan akan berdampak kepada pergerakan harga saham yang pada gilirannya juga akan berdampak pada volume saham yang diperdagangkan dan return. Darwin (2007) juga mengungkapkan bahwa kinerja sosial di dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi korporat kepada investor dan stakeholders lainnya. Pengungkapan tersebut bertujuan untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan stakeholders tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan CSR dalam setiap aspek kegiatan operasinya. Beberapa yurisdiksi menghendaki perusahaan untuk menyiapkan dan mengungkapkan annual report. Di dalam Wikipedia (2007) disebutkan: Most jurisdictions require companies to prepare and disclose annual reports, and many require the annual report to be filed at the companies registry. Companies listed on a stock exchange are also required to report at more frequent intervals (depending upon the rules of the stock exchange involved. Yurisdiksi mengenai kewajiban mengeluarkan annual report bagi perusahaan di Indonesia, dikeluarkan oleh lembaga resmi pemerintah, yaitu BAPEPAM-LK. Perusahaan di Indonesia yang melakukan penawaran kepada publik (go public), wajib menyampaikan laporan perusahaaannya kepada BAPEPAM-LK secara periodik. Disclosure (pengungkapan) dalam annual report merupakan sumber informasi untuk berbagai pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentunya akan sangat bergantung dari mutu dan luas pengungkapan yang disajikan dalan annual report.
2. Pengungkapan Sosial (Social Disclosure) Pengungkapan merupakan penyajian sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien (Hendriksen, 1991). Sedangkan menurut Suwardjono (2005), pengungkapan berkaitan dengan cara penyampaian atau penjelasan hal-hal informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai selain apa yang dinyatakan melalui statement keuangan utama. Suwardjono (2005) menyatakan ada dua sifat pengungkapan, yaitu: pengungkapan yang bersifat wajib (required/regulated/mandatory disclosure) dan pengungkapan yang bersifat sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan yang bersifat wajib meliputi pengungkapan yang didasarkan atas ketentuan/standar yang berlaku. Sedangkan pengungkapan sukarela berisi pengungkapan yang dilakukan perusahaan selain apa yang diwajibkan oleh standar alat atau badan pengawas. Secara lebih lanjut pengungkapan menurut sifatnya ini telah dijabarkan dalam standar dan regulator sebagai berikut. a. Pengungkapan Wajib (mandatory disclousure) Pengungkapan
Wajib
merupakan
pengungkapan
minimum
yang
disyaratkan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan tentang standar pengungkapan
informasi
bagi
perusahaan
yang telah
melakukan
penawaran umum dan perusahaan publik yaitu, Peraturan No. VIII.G.7 commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan Peraturan No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan. Peraturan tersebut diperkuat dengan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya diubah melalui Keputusan Ketua Bapepem No. Kep-38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik. Peraturan tersebut diperbaharui dengan Surat Edaran Ketua Bapepam No. SE-02/PM/2002 yang mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik untuk setiap jenis industri. b. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure) Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami
strategi
bisnis
manajemen.
Pengungkapan
Sukarela
merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Pengertian dari pengungkapan informasi sosial perusahaan atau Corporate social disclosure (CSD) sendiri adalah proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan hidup dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan, hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan), di luar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham (Gray et. al., 1987). commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 1998) Paragraf kesembilan telah diatur bahwa setiap unit/pelaku ekonomi selain berusaha untuk kepentingan pemegang saham dan mengkonsentrasikan diri pada pencapaian laba juga mempunyai tanggung jawab sosial, dan hal itu perlu diungkapkan dalam laporan tahunan. Selain telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan
tersebut,
beberapa
teori
juga
mendasari
praktik
pengungkapan sosial dalam perusahaan. Beberapa teori tersebut diantaranya, a. Agency Theory Agency theory merupakan salah satu dari paradigma teori yang paling penting selama 20 tahun (Lambert, 2001 dalam Oliveira, 2008). Teori ini menempatkan pengungkapan sebagai mekanisme yang dapat mengurangi kos yang dihasilkan dari konflik antara manajer dengan pemegang saham (compensation contracts) dan dari konflik antara perusahaan dan kreditornya (debt contracts). Oleh karena itu, pengungkapan merupakan mekanisme untuk mengontrol kinerja manajer. Sebagai konsekuensinya, manajer didorong untuk mengungkap voluntary information Dalam teori ini terjadi pergeseran filosofis pengelolaan organisasi entitas bisnis yaitu tanggung jawab perusahaan yang hanya berorientasi kepada pengelola (agen) dan pemilik (Principles) mengalami perubahan kepada pandangan manajemen modern yang didasarkan pada teori stakeholder, yaitu terdapatnya perluasan tanggung jawab perusahaan dengan dasar pemikiran bahwa pencapaian tujuan perusahaan sangat berhubungan erat dengan pola (setting) lingkungan sosial dimana perusahaan berada (Azizul, 2001). commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Legitimacy Theory Teori ini menyatakan bahwa organisasi secara terus-menerus memastikan bahwa operasi mereka berada dalam batas dan norma masyarakat. Hal ini didasarkan pada pikiran bahwa terdapat kontrak sosial antara perusahaan dengan masyarakat, yang mengharuskan perusahaan untuk melaporkan secara sukarela, aktivitas tertentu yang diharapkan oleh masyarakat (Purnomosidhi, 2006). Tilt, (1994) dalam Haniffa et. al. (2005) juga disebutkan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Dari sudut pandang legitimacy theory, pengungkapan informasi digunakan sebagai alat bagi perusahaan agar operasi serasi dengan nilai-nilai sosial, untuk menunjukkan image tanggung jawab sosial dan meningkatkan legitimasi sosial (Patten, 2002 dalam Oliveira et al., 2008). Legitimacy theory dapat juga digunakan untuk analisis akuntansi sosial dan lingkungan bagi perusahaan (Guthrie dan Parker, 1989; Patten, 2002 dalam Oliveira et al., 2008). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gao, Heravi dan Xiao (2005) yang menyebutkan, Nevertheless, legitimacy theory does appear to be able to provide a better understanding of the extent and type of environmental disclosures made by organizations. In other words, there appears to be some support for the notion that organizations disclose voluntary social and environmental information to gain support from society and the general public and to portray the image of being socially and environmentally responsible companies. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
c. Signalling Theory Dalam keadaan adanya asimetri informasi (Akerlof, 1970), signaling theory menyatakan bahwa perusahaan dengan kinerja yang tinggi (perusahaan bagus) menggunakan informasi keuangan untuk mengirim sinyal kepada pasar (Spence, 1973). Kos atas sinyal bad news adalah lebih tinggi daripada good news, hal ini diperlihatkan dalam penelitian Spence (1973). Oleh karena itu, manajer lebih termotivasi untuk mengungkapkan private information secara sukarela. Hal ini disebabkan oleh ekspektasi manajer bahwa menyediakan sinyal good news mengenai kinerja perusahaan kepada pasar akan mengurangi asimetri informasi (Oliveira et al., 2008). Dari uraian di atas, penulis lebih tertarik untuk meneliti pengungkapan sukarela dibandingkan dengan pengungkapan wajib oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan pengungkapan wajib relatif sudah banyak ditaati oleh emiten, sebaliknya kesediaan emiten untuk memberikan pengungkapan sukarela masih relatif rendah. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil penelitian-penelitian di bawah ini. Penelitian terdahulu tentang pengungkapan sukarela terutama dalam hal pengungkapan sosial diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh Guthrie dan Parker (1990) mengenai area pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa 98% perusahaan Inggris, 85% perusahaan Amerika Serikat, dan 56% perusahaan Australia melaporkan pengungkapan sosial commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
mereka dalam laporan tahunan. Mereka juga menemukan bahwa 40% perusahaan melaporkan isu terkait dengan sumber daya manusia, 31% mengenai isu keterlibatan komunitas, 13% mengenai isu lingkungan, dan 7% mengenai isu terkait dengan energi dan produk. Cakupan pengungkapan tanggung jawab sosial yang hampir sama (sumber daya manusia, produk, praktek bisnis, keterlibatan dengan lingkungan, serta lingkungan) juga terjadi di Kanada (Zeghal dan Ahmed, 1990). Penelitian di negara berkembang menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Di Malaysia (Kin, 1990), dari 100 perusahaan publik, 64 perusahaan melaporkan informasi mengenai peningkatan produk dan jasa, 31 perusahaan melaporkan isu terkait dengan sumber daya manusia, dan 22 perusahaan melaporkan isu keterlibatan komunitas. Sementara di Hong Kong, Lynn (1992) memperlihatkan bahwa hanya 17 perusahaan (dari 264 yang diteliti) yang mengungkapkan aktivitas sosial, dengan titik berat pada pengembangan staff dan hubungan dengan komunitas. Monika dan Hartanti (2008) mengungkapkan bahwa social disclosure perusahaan publik di Indonesia terus mengalami peningkatan secara rata-rata, dan rata-rata pengungkapan sosial tertinggi terjadi di tahun 2006. Tetapi jika dianalisa lebih lanjut rata-rata perusahaan publik di Indonesia hanya memiliki nilai pengungkapan sosial sebesar 27% - 31% dari nilai maksimum yang seharusnya dapat dicapai. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan publik di Indonesia masih memiliki kinerja sosial relatif rendah dibandingkan yang seharusnya. Dalam Aulia (2009) disebutkan bahwa praktik pengungkapan sosial commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di Indonesia mengalami peningkatan, namun rata-rata tingkat pengungkapan informasi sosial perusahaan hanya sebesar 22%. Dalam Aulia (2009) juga disebutkan perusahaan manufaktur merupakan tipe industri yang memiliki persentase pengungkapan paling tinggi yaitu sebesar 37%, diikuti sektor keuangan sebesar 30%, kemudian sektor jasa sebesar 23%. Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary (sukarela), unaudited (belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi
oleh
peraturan
tertentu).
Luas
pengungkapan
mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan perusahaan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu: 1. Adequate disclosure (pengungkapan cukup) 2. Fair disclosure (pengungkapan wajar) 3. Full disclosure (pengungkapan penuh) Menurut Igulens dan Gond (2001) dalam Winindah (2007) Ada empat cara dalam mengukur pengungkapan aktivitas sosial perusahaan, yaitu: 1. Analisis kandungan informasi dalam laporan tahunan 2. Indikator Polusi 3. Survei dengan kuesioner 4. Indikator reputasi perusahaan 5. Data yang dihasilkan oleh indikator peneliti commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) metode untuk mengukur social disclosure. Metode pertama adalah dengan melakukan analisis kandungan informasi dalam laporan tahunan. Metode ini digunakan karena memberikan gambaran mengenai pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan mereka. Kelemahan metode ini adalah metode ini sangat bersifat subjektif sehingga pengukuran pengungkapan sosial kurang tepat dan akurat. Untuk menanggulangi kelemahan metode ini, digunakan metode pengukuran yang kedua yaitu dengan menggunakan survei kuesioner. Metode kedua ini akan memberikan tingkat ketepatan yang lebih tinggi karena pengukuran tidak dilakukan oleh peneliti sendiri, tetapi dilakukan oleh responden. Dari kedua tipe ini akan menghasilkan dua metode dalam pengukuran pengungkapan sosial yaitu unweighted atau tanpa indeks (pengukuran dilakukan hanya melalui analisis kandungan informasi dalam laporan tahunan) dan metode weighted atau dengan indeks (pengukuran dilakukan baik
melalui analisis
kandungan informasi dalam laporan tahunan maupun dengan melakukan survei kuesioner). Metode weighted akan memberikan bobot
tertimbang terhadap
tingkat pengungkapan sosial. Metode weighted dipakai dengan tujuan untuk mengatasi kelemahan dari penelitian sebelumnya, seperti penelitian Sayekti dan Wondabio (2007) yang mengungkapkan bahwa kelemahan dari penelitian mereka adalah tingkat pengungkapan (disclosure level) tidak bisa diukur dengan tepat karena hanya menggunakan dummy variable (1 untuk item yang diungkapkan dan 0 untuk variabel yang tidak diungkapkan). Dummy variable hanya akan mengukur commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
kuantitas tingkat pengungkapan (disclosure level), tetapi tidak menunjukkan kualitas tingkat pengungkapan sosial. Hasil penelitian Hasseldine, Salama, dan Toms (2004) menjelaskan bahwa pengungkapan kualitatif dalam laporan tahunan mempunyai dampak yang lebih kuat dari pada pengungkapan kuantitatif. Weighted index ini diperoleh dari wawancara kuesioner terhadap narrow based financial stakeholder dengan menggunakan item-item pengungkapan sosial dalam GRI (Global Reporting Initiative 2008). Item-item pengungkapan sosial yang terdapat dalam GRI 2008 terdiri dari empat aspek, yaitu: (1) Tenaga kerja dan Indikator Performa Pekerjaan (2) Indikator Performa Hak Asasi Manusia (3) Indikator Performa Masyarakat (4) Indikator Performa Tanggung Jawab Produk
3. Narrow Financial Based Stakeholder Menurut Harrison dan Freeman (1999); Frooman (1999) dalam Suhardjanto (2008), stakeholder diklasifikasikan ke dalam dua sudut pandang, yaitu : a. Stategic Management (Financial Focus) Clarkson (1995) membagi perspektif strategic management ke dalam dua kelompok stakeholder berdasarkan pengaruhnya terhadap eksistensi perusahaan. Dua kelompok tersebut adalah stakeholder primer dan stakeholder sekunder. Stakeholder primer mempunyai tingkat keterkaitan tinggi dengan perusahaan. Jika hubungan dengan kelompok ini tidak baik, maka dipastikan akan terjadi masalah di bidang financial yang akan mengganggu tingkat kelangsungan (going concern) commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perusahaan. Contoh dari stakeholder primer adalah pemegang saham dan kreditor. Sedangkan stakeholder sekunder adalah kelompok yang mempunyai hubungan saling mempengaruhi, tetapi secara financial tidak berpengaruh secara langsung terhadap keberlangsungan perusahaan. Termasuk dalam kelompok ini adalah media (press), akademisi, dan lingkungan. b. Moral Based (Broader Focus) Werhene dan Freeman (1997) mengklasifikasikan perspektif moral based ke dalam empat kelompok stakeholder etik, yaitu interest based, rights based, duty based, dan virtue based stakeholder. Interest based disebut juga narrow financial based stakeholder. Kelompok ini lebih fokus pada costs and benefit untuk maksimalisasi laba. Termasuk dalam kelompok ini adalah investor, kreditor, manajemen, direktur, politisi, dan organisasi regional. Right based lebih menekankan pada hak perlindungan (seperti hak dalam distribusi kesejahteraan dan kebebasan) dari pada masalah financial. Contoh dari kelompok stakeholder ini adalah administrasi pemerintah, serikat pekerja, organisasi pemberi pinjaman internasional, dan organisasi kemanusiaan. Sedangkan virtue based lebih menitikberatkan pada pelaksanaan tindakan dan peraturan secara etis yang meliputi keadilan dan kebijaksanaan. Contoh dari kelompok ini diantaranya kelompok lingkungan hidup, media, universitas, komunitas local, kelompok wanita, dan generasi masa depan. Kelompok terakhir adalah duty based yang memfokuskan pertimbangan kepatuhan terhadap norma masyarakat, komunitas, peraturan publik dan pemerintah. Termasuk dalam kelompok ini adalah kelompok commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat dan kelompok keagamaan. Rangkuman klasifikasi Moral Based Stakeholder bisa dilihat dalam Tabel II.1. Tabel II.1 Klasifikasi Moral Based Stakeholder Core-Financial
Partial Financial
Investors Government LendersAdministrators financial International institutions Lending Management Organizations Directors Politicians Regional Organizations WESTERN-NARROW Viewpoint
Employee Group Multilateral Donor/Aid Organizations
Non-Financial Virtue Environmental Group Press (Media) Universities Local community Womens groups Future generations
WESTERN-BROAD Viewpoint
Non-Financial Duty Chieftains Land Boards/Owners Royalty Religious Groups
TRADIONAL Viewpoint
Penelitian ini menggunakan perspektif broader based – narrow financial based stakeholder karena pengungkapan sosial merupakan tanggung jawab moral perusahaan terhadap stakeholdernya. Alasan lainnya adalah perspektif broader based lainnya (rights based, duty based, dan virtue based) lebih fokus di bidang non-financial, sehingga tidak akan muncul konflik kepentingan. Sedangkan broader based – narrow financial based stakeholder lebih fokus pada bidang financial yang akan menimbulkan konflik kepentingan. Morrison (2006) menyatakan bahwa perusahaan yang mengungkapkan aktivitas sosialnya dalam annual
report
akan
mengalami
dua
konsekuensi
yang
bertentangan.
Pengungkapan ini akan berdampak negatif pada aktivitas finansial yaitu pengurangan produktivitas dan menimbulkan biaya tinggi. Tetapi disisi nonfinansial akan menimbukan dampak positif yaitu dalam hal pengurangan pajak dan citra baik perusahaan. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Karakteristik Perusahaan Mutu dan luas pengungkapan annual report masing-masing berbeda. Perbedaan ini dapat terjadi karena karakteristik, kebijakan, budaya, filosofi manajemen masing-masing perusahaan juga berbeda (Wardhani, 2009). Karakteristik menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah ciri-ciri khusus, mempunyai sifat khas (kekhususan) sesuai dengan perwatakan tertentu, yang membedakan sesuatu (orang) dengan sesuatu yang lain (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Karakteristik perusahaan merupakan ciri-ciri khusus yang
melekat
pada
perusahaan,
menandai
sebuah
perusahaan
dan
membedakannya dengan perusahaan lain. Karakteristik perusahaan dapat berupa ukuran perusahaan (size), jumlah pemegang saham, status pendaftaran perusahaan di pasar modal, auditor, rate of return, earning margin, leverage, rasio likuiditas, basis perusahaan, rencana penerbitan sekuritas pada tahun berikutnya, jenis industri, profile, dan karakteristik lainnya (Marwata, 2001 dalam Wardhani, 2009). Perbedaan karakteristik antar perusahaan menyebabkan relevansi dan urgensi pengungkapan yang tidak sama pada setiap perusahaan (Ahmad dan Sulaiman, 2004). Berbagai penelitian terdahulu yang menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan sosial, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Haniffa et. al. (2005); Cowen et. al. (1997); Trotman et. al. (1981); Kelly (1981); Sembiring (2003); Sembiring (2005); Sayekti (2006); McGure et. al. (1988); Roberts (1992); Utomo (2000); Anggraini (2006) yang menguji pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, dan profil commit to user
industri
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
berkorelasi positif dengan pengungkapan informasi sosial; Suhardjanto dan Aulia (2009) menyimpulkan bahwa size berpengaruh terhadap pengungkapan sosial. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa tingkat leverage juga berkorelasi dengan tingkat pengungkapan informasi sosial, meskipun hasilnya beragam. Roberts (1992) menemukan korelasi yang positif, sedangkan Sembiring (2003) dan Sayekti (2006) menemukan korelasi yang negatif. Suhardjanto dan Aulia (2009) juga menemukan korelasi negatif antara leverage dengan pengungkapan sosial. Selanjutnya, Haniffa et. al. (2005) dan Sembiring (2005)
tidak
menemukan korelasi antara tingkat leverage dan pengungkapan sosial.
5. Corporate Governance Kaihatu (2006) menyebutkan bahwa Corporate governance digunakan sebagai variabel kontrol, karena dipandang sebagai cara yang efektif untuk menggambarkan hak dan tanggung jawab masing-masing kelompok stakeholder dalam sebuah perusahaan. Good corporate governance didefinisikan sebagai konsep yang didasarkan pada teori keagenan. Penerapan mekanisme corporate governance yang baik dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan yang ada dalam perusahaan. Konsep good corporate governance diharapkan dapat menjadi alat untuk memberikan keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah diinvestasikan (Darmawati, dkk., 2004). Menurut Ho dan Wong (2001) corporate governance dipandang sebagai cara yang efektif untuk menggambarkan hak dan tanggung jawab masing-masing kelompok stakeholder dalam sebuah perusahaan dimana transparansi merupakan commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
indikator utama standar corporate governance dalam sebuah ekonomi. Ho dan Wong (2001) juga menjelaskan bahwa pengaruh dari mekanisme corporate governance terhadap pengungkapan informasi sosial perusahaan dapat bersifat sebagai komplementer (tambahan) atau substitusi (pengganti). Ketika corporate governance bersifat komplementer (tambahan), maka dengan semakin kuatnya penerapan mekanisme corporate governance perusahaan, maka akan cenderung juga untuk mengeluarkan pengungkapan sukarela. Substitusi (pengganti) berarti perusahaan lebih memilih untuk meningkatkan salah satu komponen karena manajemen menganggap penerapan corporate governance merupakan ”garansi” bagi investor, serta dapat mengurangi biaya keagenan yang ditimbulkan oleh asimetri informasi. Penelitian yang menguji pengaruh faktor-faktor corporate governance terhadap tingkat pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan perusahaan telah banyak dilakukan. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Haniffa et al. (2005); Sembiring (2005); Anggraini (2006); Sayekti (2006) yang menguji pengaruh ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, kualitas auditor eksternal, dan struktur kepemilikan terhadap pengungkapan sosial. Dalam penelitian Suhardjanto dan Aulia (2009), corporate governance yaitu komposisi komisaris independen dan latar belakang pendidikan presiden komisaris digunakan sebagai variabel kontrol. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua variabel kontrol tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial.
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Konseptual Secara garis besar model penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama menjelaskan permintaan social disclosure (SD Demand) berdasarkan narrow financial based stakeholders. Tahap kedua menjelaskan tingkat pemenuhan permintaan praktik social disclosure (SD Supply) dan hubungannya dengan karakteristik perusahaan dan variabel kontrolnya yaitu corporate governance mechanism. Berikut ini merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan model penelitian dan hubungan masing-masing variabel dalam penelitian. Gambar II.1 Kerangka Konseptual
Step 1
Step 2
DEMAND
SUPPLY
Wawancara Kuesioner
INFORMATION GAP Annual report
INDEX
Variabel Kontrol kepemilikan institusi
Variabel Independen
proporsi dewan komisaris independen
Karakteristik Perusahaan leverage tipe industri profitabilitas
commitsize to user
Variabel Dependen SOCIAL DISCLOSURE
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
C. Pengembangan Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu menguji apakah karakteristik perusahaan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sosial (baik menggunakan indeks (weighted) maupun tidak menggunakan indeks (unweighted)). Karakteristik perusahaan meliputi leverage, tipe industri, size, dan profitabilitas. Corporate governance digunakan sebagai variabel kontrol, meliputi kepemilikan institusi dan komposisi dewan komisaris independen. Berikut ini merupakan telaah penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis yang dilakukan, 1. Leverage Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen dan Meckling, 1976). Tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur (Schipper, 1981 dalam Marwata, 2001; Meek et.al, 1995 dalam Fitriany, 2001). Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan ungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah. Pendapat lain dikemukakan oleh Belkaoui dan Karpik (1989) bahwa sesuai dengan teori agensi maka manajemen perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan dari para debtholder. Hasil penelitian commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Belkaoui dan Karpik (1989) ini menunjukkan leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Setelah melihat beberapa penelitian yang telah dilakukan, misalnya penelitian Aulia dan Suhardjanto (2009); Fitriany (2001); Belkaoui dan Karpik (1989); Amalia (2005) hasilnya
menunjukkan
bahwa
leverage
berpengaruh
negatif
terhadap
pengungkapan sosial, maka hipotesis satu dirumuskan sebagai berikut. H1: leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan sosial
2. Tipe Industri Perusahaan yang termasuk dalam industri yang high-profile akan memberikan informasi sosial lebih banyak dibandingkan perusahaan yang lowprofile. Roberts (1992) dalam Hackston dan Milne (1996) mendefinisikan industri yang high-profile adalah industri yang memiliki visibilitas konsumen, risiko politis yang tinggi, atau menghadapi persaingan yang tinggi. Preston (1977) dalam Hackston dan Milne (1996) mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktivitas ekonomi yang memodifikasi lingkungan, seperti industri ekstraktif, lebih mungkin mengungkapkan informasi mengenai dampak lingkungan dibandingkan industri yang lain. Cowen, et al. (1987) dalam Hackston dan Milne (1996) mengatakan bahwa perusahaan yang berorientasi pada konsumen diperkirakan akan memberikan informasi mengenai pertanggungjawaban sosial karena hal ini akan meningkatkan image perusahaan dan mempengaruhi penjualan. Klasifikasi tipe industri oleh banyak peneliti sifatnya sangat subyektif dan berbeda-beda.
Roberts
(1992) dalam Hackston commit to user
dan
Milne
(1996)
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengelompokkan perusahaan otomotif, penerbangan dan minyak sebagai industri yang high-profile. Sedangkan Diekers dan Perston (1977) dalam Hackston dan Milne (1996) mengatakan bahwa industri ekstraktif merupakan industri yang high-profile. Patten (1991) dalam Hackston dan Milne (1996) mengelompokkan industri pertambangan, kimia dan kehutanan sebagai industri yang high-profile. Atas dasar pengelompokkan di atas, penelitian ini kemudian mengelompokkan industri konstruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi dan plastik sabagai industri yang high-profile. H2: Tipe industri berpengaruh terhadap pengungkapan sosial
3. Profitabilitas Di dalam Oliveira et al. (2008) dijelaskan hubungan antara profitabilitas dengan pengungkapan. Agency theory menyatakan bahwa aktivitas pengungkapan merupakan sebuah mekanisme untuk mengontrol kinerja manajer. Oleh karena itu, manajer terdorong untuk mengungkapkan informasi sukarela untuk mempertahankan posisi mereka. Konsisten dengan signalling theory, perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang besar diharapkan lebih dapat mengungkapkan good news untuk menghindarkan undervaluation atas saham perusahaan. Political cost theory mendorong ide bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi memiliki dorongan yang kuat untuk mengungkapkan lebih banyak, dalam rangka memperlihatkan kepada pasar bagaimana dan dari mana, laba perusahaan diperoleh.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rasio profitabilitas
memberikan
informasi
mengenai
kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan tingkat pengembalian (rate of return); dan mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari aktivitas operasional perusahaan akan penggunaan asset yang dimiliki perusahaan dalam pengkreasian nilai perusahaan. Kestabilan rasio ini menunjukkan stabilitas tingkat pengembalian (rate of return) atas modal yang ditanam oleh investor. Haniffa dan Cooke (2005) menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi akan lebih banyak mengungkapkan informasi sukarela ke publik. Profitabilitas dan pengungkapan perusahaan memiliki hubungan yang positif artinya semakin baik profitabilitas perusahaan maka semakin baik pula pengungkapan perusahaan (Ullmann, 1985; Haniffa dan Cooke, 2005). Beberapa peneliti menemukan hubungan positif antara profitabilitas dan keluasan pengungkapan (Shingvi dan Desai, 1997). H3 : profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial
4. Size (Ukuran Perusahaan) Perusahaan besar umumnya menjadi sorotan banyak pihak, baik dari masyarakat secara umum maupun pemerintah. Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar relatif lebih diawasi oleh lembaga-lembaga pemerintah, sehingga mereka berupaya menyajikan pengungkapan yang lebih baik untuk dapat meminimalisasi tekanan-tekanan pemerintah (Tjakradinata, 2000). Marwata (2001) juga menyebutkan bahwa perusahaan besar memiliki sumber daya yang besar. Dengan sumber daya yang besar tersebut, perusahaan perlu dan mampu commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membiayai penyediaan informasi untuk keperluan internal. Informasi itu sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal, sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap. Sebaliknya, perusahaan dengan sumber daya yang relatif kecil mungkin tidak memiliki informasi siap saji sebagaimana perusahaan besar. H4 : ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sosial.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
Setelah dalam bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai landasan teori dan pengembangan hipotesis, maka pada Bab III ini akan menjelaskan mengenai desain penelitian, data, alat uji, dan pengujian hipotesis yang dilakukan.
A. Desain Penelitian Secara garis besar desain dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama yaitu melakukan survei kuesioner untuk mengukur komponen demand. Survei ini dilakukan terhadap 70 orang narrow financial based stakeholder yang akan menghasilkan indeks tertimbang. Indeks ini akan menunjukkan tingkat permintaan akan pengungkapan sosial. Indeks juga akan memberikan bobot terhadap praktik pengungkapan sosial perusahaan agar kualitas pengungkapan lebih tepat dan akurat. Tahap kedua akan dilakukan pengukuran untuk komponen supply. Dalam tahap ini akan dilakukan pengukuran pengungkapan sosial dalam laporan tahunan. Pengukuran dilakukan dengan dummy variable yaitu memberikan score 1 untuk item GRI 2008 yang diungkapkan dalam annual report dan memberikan score 0 untuk item yang tidak diungkapkan dalam annual report. Tingkat pemenuhan permintaan akan pengungkapan sosial (supply) bisa dilihat dari score yang telah diberikan untuk tiap item. commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian ini juga melakukan hypothesis testing. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menguji leverage, tipe industri, ukuran perusahaan, dan profitabilitas sebagai variabel independen, yang dikontrol dengan mekanisme corporate governance yaitu kepemilikan institusi dan komposisi dewan komisaris independent terhadap social disclosure. Pengujian dilakukan baik dengan menggunakan
indeks
(weighted)
maupun
tidak
menggunakan
indeks
(unweighted).
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling Populasi dapat dijelaskan sebagai kumpulan atau kelompok orang, peristiwa atau sesuatu yang menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian (Sekaran, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008 dan kelompok narrow financial based stakeholder. Penggunaan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai populasi, karena Bursa Efek Indonesia merupakan satu-satunya bursa efek yang ada di Indonesia sehingga diharapkan akan memperoleh jumlah populasi sekaligus sampel yang besar dan dapat memperkuat power of test-nya. Sedangkan penggunaan kelompok narrow financial based stakeholder karena kelompok ini syarat dengan konflik kepentingan seperti yang telah dijelaskan pada Bab II. Sampel merupakan bagian dari populasi yang terdiri dari elemen-elemen yang diharapkan memiliki karakteristik yang sama dengan populasi (Sekaran, commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2000). Proses pengambilan sampel dilakukan melaului dua tahap, yaitu sampling untuk demand dan supply. Tahap 1 (satu) Tahap 1 (satu) merupakan sampling untuk komponen demand. Sampling ini dilakukan dengan wawancara kuesioner item-item social disclosure berdasarkan standar GRI 2008 terhadap 70 orang narrow financial based stakeholder yang terdiri atas direktur, manajer, investor, politisi, kreditur dan organisasi regional. Untuk proporsi penyebaran kuesioner, yaitu sebesar 50 kuesioner atau 71,43% disebarkan kepada investor dan manajer, dan sisanya sebesar 20 kuesioner atau 28,56% disebarkan untuk kelmpok narrow financial based stake holder lainnya. Detail jumlah penyeberan kuesioner bisa dilihat dalam Tabel III.1 berikut.
No 1 2 3 4 5 6
Tabel III.1 Proporsi Penyebaran Kuesioner Kelompok narrow financial Jumlah Kuesioner based stake holder yang disebar Direktur 5 Manajer 25 Investor 25 Politisi 5 Kreditur 5 Organisasi regional 5 Jumlah total 70
Persentase 6,58 % 35,71% 35,71% 6,58% 6,58% 6,58% 100,00%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi penyebaran kuesioner terbesar diberikan kepada investor dan manajer. Hal ini dilakukan mengingat kedua kelompok tersebut syarat akan konflik kepentingan seperti yang dijelaskan dalam teori keagenan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
Kuesioner penelitian menggunakan skala likert 5 (angka 5 menunjukkan item social disclosure sangat penting diungkapkan dalam annual report, angka 4 menunjukkan item social disclosure penting diungkapkan dalam annual report, angka 3 menunjukkan item social disclosure cukup penting diungkapkan dalam annual report, angka 2 menunjukkan item social disclosure tidak penting diungkapkan dalam annual report, sedangkan angka 1 menunjukkan item social disclosure sangat tidak penting diungkapkan dalam annual report). Sedangkan item-item social disclosure berdasarkan GRI 2008 bisa dilihat dalam Lampiran 2. Hasil sampling ini akan menghasilkan index untuk memberikan bobot tertimbang dalam analisis pengungkapan sosial dalam laporan tahunan emiten. Selain digunakan untuk membuat weighted index, hasilnya juga dapat menunjukkan seberapa besar tingkat permintaan akan pengungkapan sosial yang diinginkan narrow financial based stakeholder. Tahap 2 (dua) Pada tahap 2 (dua) akan dilakukan sampling komponen supply. Komponen supply diukur dengan metode unweighted dan weighted. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini mengambil 70 annual report perusahaan di Indonesia sesuai dengan kriteria. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan yang telah terdaftar penuh (fully listed company) di Bursa Efek Indonesia (BEI), minimal 2 tahun berturut-turut. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan secara konsisten menerbitkan laporan tahunan. commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Untuk keperluan analisis data maka perusahaan harus mempublikasikan annual report secara lengkap untuk tahun finansial 2008. 3. Perusahaan yang menjadi sampel harus memiliki tanggal tutup buku 31 Desember. 4. Perusahaan melaporkan informasi yang bersifat moneter dalam satuan mata uang rupiah. Hasil analisis tahap 2 (dua) akan menunjukkan tingkat pemenuhan permintaan (supply) dalam laporan tahunan perusahaan. Pada tahap 2 (dua) ini juga akan dilakukan uji analisis karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan sosial.
C. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei kuesioner menggunakan kriteria GRI 2008 kepada narrow financial based stakeholder yaitu investor, kreditorinstitusi financial, manajemen, direktur, politisi, organisasi regional. Data primer ini digunakan untuk mengukur demand (Tahap 1). Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan-laporan, catatan dan arsip yang diperoleh dari beberapa sumber diantaranya: 1. Laporan
tahunan
perusahaan
sampel
yang
dipublikasikan
www.idx.co.id 2. Data perusahaan dari Indonesian Capital Market Directory 3. Sumber lain yang terkait
commit to user
di
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Data sekunder digunakan untuk mengukur komponen supply dan menguji analisis karakteristeik perusahaan terhadap pengungkapan sosial (Tahap 2).
D. Pengukuran Variabel Sekaran (2000) menyatakan bahwa variabel merupakan sesuatu yang mempunyai nilai yang dapat berbeda/berubah. Nilai ini dapat berbeda dalam waktu yang lain untuk objek/orang yang sama atau dapat juga berbeda pada waktu yang sama untuk orang/objek yang berbeda. Penelitian ini menggunakan dua variabel utama, yaitu variabel independen dan dependen, ditambah dengan variabel kontrol. Adapun definisi dan pengukuran masing-masing variabel akan dijelaskan sebagai berikut. 1. Variabel Independen Variabel independen menurut Sekaran (2000) merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik pengaruh itu secara positif maupun negatif a. Leverage (X1) Leverage diproksi dengan Debt to equity ratio dengan perhitungan total hutang dibagi total modal sendiri. Rasio ini menunjukkan seberapa besar dari total keseluruhan aset perusahaan yang diperoleh atau didanai oleh utang. Hal ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Kokubu et. al., (2001). Sedangkan rumus yang digunakan untuk menghitung leverage adalah sebagai berikut, Leverage =
Total Utang Total Ekuitas
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Tipe Industri (X2) Kriteria untuk menentukan perusahaan dengan high-profile dengan low-profile digunakan pengelompokkan menurut Roberts (1992), Preston (1977) dan Patten (1991) dalam Hackston dan Milne (1996). Perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam industri konstruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi dan plastik sabagai industri yang high-profile. Sementara industri property dan real estate, perdagangan, jasa dan investasi dikategorikan menjadi industri
low-profile. Tipe industri
diukur menggunakan variabel
dummy (1 = perusahaan yang termasuk dalam industri yang high-profile, 0 = perusahaan yang termasuk dalam industri yang low-profile). c. Profitabilitas (X3) Profitabilitas perusahaan dapat dilihat dari tingkat pengembalian atas asset (Freedman dan Jaggi, 2005) Penelitian ini menggunakan ROA sebagai pengukur tingkat profitabilitas karena ROA menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba serta mengukur tingkat efisiensi operasional secara keseluruhan dan efisiensi perusahaan dalam menggunakan harta yang dimilikinya (Haniffa dan Cooke, 2005). ROA adalah rasio yang diukur berdasarkan perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva perusahaan. d. Size (X4) Size atau ukuran perusahaan, merupakan variabel yang dapat diukur menggunakan total asset, penjualan atau modal dari perusahaan tersebut. commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Semakin besar nilai total asset, penjualan, total tenaga kerja, dan nilai kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan (Haniffa dan Cooke, 2005). Proksi yang digunakan untuk mengukur variabel size dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Aulia (2009) yaitu dengan menggunakan total aktiva perusahaan. Total aktiva digunakan karena total aktiva berisi keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan baik lancar maupun tidak lancar, sehingga lebih menunjukkan ukuran perusahaan sebenarnya (Aulia, 2009)
2. Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan social (social disclosure). Untuk mengukur pengungkapan sosial digunakan metode weigthed index. Weighted index berarti memberikan indeks tertimbang kepada setiap item yang diungkapkan. Indeks tertimbang diperoleh dari hasil survei kuesioner menggunakan kriteria GRI 2008 kepada narrow financial based stakeholder yaitu investor, kreditor-institusi financial, manajemen, direktur, politisi, organisasi regional. Standar GRI dipakai dalam penelitian ini karena GRI menyediakan petunjuk yang memadai dalam pelaporan aktivitas sosial bagi perusahaan dan stakeholder-nya untuk pengembangan yang berkelanjutan. Sedangkan metode weighted index digunakan karena indeks yang diperoleh menunjukkan kesesuaian pengungkapan sosial pada perusahaan di Indonesia lebih tepat dan akurat. commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut ini merupakan persamaan yang digunakan untuk menghitung variasi social disclosure (Li et al., 2008):
nj
SD
j
=
å
Χ ij
t=1
nj
Dimana, nj = jumlah item untuk jth perusahaan. nj = 40. Xij = 1 jika item diungkapkan, 0 jika item tidak diungkapkan.
3. Variabel Kontrol a. Kepemilikan Institusi (X5) Adalah kepemilikan saham oleh investor institusional dalam suatu perusahaan. Fidyati (2004) menyebutkan bahwa kepemilikan saham oleh institusi dapat menjadi kendala manajer yang berusaha bertindak oportunis untuk kepentingan pribadinya. Dengan sempitnya keleluasaan manajer, diharapkan laporan yang disajikan lebih dapat dipercaya, sehingga kualitasnya juga lebih tinggi. Kepemilikan institusi diproksikan dengan persentase kepemilikan saham oleh investor institusional dari total keseluruhan kepemilikan saham yang beredar dalam perusahaan. b. Proporsi Dewan Komisaris Independen (X6) Ditunjukkan melalui besarnya persentase dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan (independen) terhadap total keseluruhan anggota dewan komisaris yang ada dalam suatu perusahaan, dengan persentase minimal 30% commit to user sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan BEI. Mengacu penelitian Forker
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2002) dan Chau dan Leung (2006), komposisi komisaris independen dihitung dengan:
KomposisiKomisarisIndependen =
å KomisarisIndependen å DewanKomisaris
E. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini meliputi: uji asumsi klasik yang dilakukan sebagai prasyarat untuk melakukan pengujian hipotesis; descriptive statistic; dan pengujian hipotesis menggunakan analisis multiple regression. Selain pengujian utama, dilakukan juga logistic regression dan t-test untuk mendukung hasil pengujian utama. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS release 17. Berikut ini akan dijelaskan mengenai tahapantahapan pengujian dalam penelitian ini. 1.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner (Ghozali, 2006). Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. Sedangkan uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan uji cronbach alfa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
2. Uji Asumsi Klasik Pengujian data dilakukan dengan uji asumsi klasik yang bertujuan untuk memastikan bahwa hasil penelitian adalah valid, dengan data yang digunakan secara teori adalah tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003 dalam Ghozali, 2005). a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan apakah dalam model regresi, variabel dependen dan independen mempunyai distribusi normal. Model regresi yang baik adalah yang mempunyai distribusi normal (Ghozali, 2005). Pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan One Sample Kormogorov-Smirnov Test, dengan melihat tingkat signifikansi 5%. Dasar pengambilan keputusan dari uji normalitas adalah dengan melihat probabilitas asymp.sig (2-tailed) > 0,05 maka data mempunyai distribusi normal dan sebaliknya jika probabilitas asymp.sig (2 tailed) < 0,05 maka data mempunyai distribusi yang tidak normal. b. Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu observasi ke observasi lain. Jika variance tetap, maka disebut homokedastis, jika variance berbeda disebut heterokedastis (Ghozali, 2005). Pengujian heterokedastisitas dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residuaalnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Titik-titik harus menyebar secara acak (random), baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Bila kondisi ini terpenuhi maka tidak terjadi heteroskedastisitas. c. Uji Multikolinearitas Uji Multikoloniaritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol (Ghozali, 2005). Multikolinearitas dapat dilihat dengan VIF (Variance Inflation Factor) bila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance diatas 0,10, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas dan begitu pula sebaliknya. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu dalam periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam model regresi terdapat autokorelasi atau tidak, dapat diketahui melalui uji commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Durbin-Watson (DW). Apabila nilai DW lebih besar dari batas atas (du) dan kurang dari 4-du, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi. 3.
Descriptive Statistic
Descriptive statistic memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, dan minimum. Descriptive statistic dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data sampel tersebut (Ghozali, 2005). 4.
Pengujian Hipotesis
Untuk pengujian hipotesis, penelitian ini menggunakan analisis multiple regression dengan cara mengukur goodness of fit model regresi, untuk menilai ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual. Multiple regression akan menunjukkan pengaruh variabel independen terhadap tingkat pengungkapan (disclosure level) informasi sosial. Adapun persamaan multiple regression untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Y1 = b
0
+ b1c1+ b
2
c 2 + b 3c 3 + b 4c 4 + b 5c5 + b6c
Dimana : Y1 = Pengungkapan Sosial X1 = Leverage X2 = Tipe Industri X3 = Profitabilitas X4 = Size (ukuran perusahaan) X5 = Kepemilikan Institusi X6 = Proporsi Dewan Komisaris Independen commit to user
6
+ e
i
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b = Koefisien Regresi e
= Error
5.
Pengujian Logistic Regression, ANOVA, dan t-test
Logistic regression menguji apakah probabilitas terjadinya variabel dependen dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Pengujian logistic dilakukan apabila variabel independennya adalah dummy variable. Pengujian ini akan menunjukkan pengaruh dari karakteristik perusahaan yaitu size, tipe industri, leverage, dan probabilitas terhadap diungkapkan atau tidak diungkapkannya informasi sosial dalam laporan tahunan perusahaan. ANOVA merupakan metode untuk menguji hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel kategorikal. ANOVA digunakan untuk mengetahui pengaruh utama dan pengaruh interaksi dari variabel independen kategorikal terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan terhadap kategori pendidikan responden dan usia responden. Pengujian t-test digunakan untuk menentukan apakah dua sample yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda (Ghozali, 2005). Uji beda t-test dilakukan terhadap kategori jenis kelamin responden yang akan mengukur apakah ada beda antara pria dan wanita dalam merespon praktik pengungkapan sosial. Pengujian t-test dengan metode paired sample t-test juga dilakukan terhadap pengungkapan sosial yang sudah di indeks (weighted) dan yang belum diindeks (unweighted).
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai deskripsi data, pengujian hipotesis, pembahasan, serta perbandingan dengan penelitian sebelumnya. Pengujian data dengan model analisis multiple regression menggunakan software SPSS release 17.0. A. Deskripsi Data Deskripsi data dalam penelitian ini, terdiri dari dua bagian yaitu seleksi sampel dan analisis deskriptif dari data yang diperoleh. 1.
Seleksi Sampel
Penelitian ini menggunakan dua jenis data, data primer dan data sekunder. Data primer digunakan untuk mengukur komponen demand. Untuk memperoleh data primer, dilakukan wawancara kuesioner terhadap sampel penelitian yaitu kelompok narrow financial based stakeholder yang terdiri atas direktur, investor, manajer, kreditur, politikus dan anggota organisasi regional. Penelitian ini menyebarkan 71,43% atau 50 kuesioner dari total sampel sebanyak 70 kuesioner kepada investor dan manajer. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 20 kuesioner dibagikan kepada kelompok narrow financial based stakeholder lainnya yaitu kreditur, direktur, organisasi regional, dan politikus. Hasil dari penyebaran 70 kuesioner dapat dilihat pada Tabel IV.1.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel IV.1 Hasil Sampel Penelitian untuk Komponen Demand Sampel Penelitian untuk Komponen Demand Kuesioner yang disebarkan
Jumlah
Persentase 70 100,00%
Jumlah kuesioner yang tidak kembali
20
28,57%
Jumlah kuesioner yang kembali
50
71,43%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pengembalian kuesioner adalah sebesar 71,43% atau sebanyak 50 (lima puluh) orang responden dan kuesioner yang tidak dikembalikan sebesar 28,57%. Struktur kelompok narrow financial based stakeholder yang paling banyak dijadikan sampel adalah manajer yaitu sebanyak 23 responden atau 46,00% dari jumlah keseluruhan sampel. Kelompok Investor menduduki peringkat kedua yaitu sebesar 14 responden atau 28,00% dari keseluruhan sampel, kemudian diikuti oleh anggota organisasi regional (10,00%), kreditur (8,00%), direktur (4,00%), dan politikus (4,00%). Rincian mengenai struktur kelompok narrow financial based stakeholder dapat dilihat Tabel IV.2. Tabel IV.2 Struktur Kelompok Narrow Financial Based Stakeholder No 1 2 3 4 5 6
Kelompok narrow financial based stakeholder Jumlah Direktur Investor Manajer Organisasi Regional Politikus Kreditur
2 14 23 5 2 4 commit to user
Persentase 4,00% 28,00% 46,00% 10,00% 4,00% 8,00%
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa annual report tahun 2008 yang dipublikasikan oleh website resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) www.idx.go.id, dan situs resmi masing-masing perusahaan. Ada 393 perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008 (lihat Tabel IV.3).
No 1
2
Tabel IV.3 Populasi Perusahaan yang Terdaftar di BEI Pada Tahun 2008 Tipe Industri Jumlah Persentase high-profile (konstruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi dan plastik) low profile (property dan real estate, perdagangan, jasa dan investasi) Total
259
65,90%
134
34,10%
393
100,00%
Penelitian ini menggunakan 70 sampel perusahaan dari 393 populasi perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008 dengan menggunakan metode purposive sampling. Daftar perusahaan sampel ini bisa dilihat pada Lampiran 1. Dari 70 perusahaan sampel tersebut, ternyata semua (100%) perusahaan mengungkapkan informasi sosial dalam annual report-nya. Sebesar 28,57% atau sejumlah 20 perusahaan bergerak di bidang konstruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi dan plastik, dan sisanya sebesar 50 perusahaan (71,43%) bergerak dalam industri property dan real estate, perdagangan, jasa dan investasi (lihat Tabel IV.4).
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel IV.4 Jumlah Sampel Akhir Penelitian Tipe Industri Jumlah
No 1
2
high-profile (konstruksi, pertambangan, pertanian, kehutanan, perikanan, kimia, otomotif, barang konsumsi, makanan dan minuman, kertas, farmasi dan plastik) low profile (property dan real estate, perdagangan, jasa dan investasi) Total
Persentase
20
28,57%
50
71,43%
70
100,00%
Setelah sampel akhir ditentukan, maka proses scoring untuk item-item social disclosure bisa dilakukan. Item-item atau aspek-aspek social disclosure masing-masing perusahaan tersebut akan dipersentase berdasarkan item-item yang terdapat dalam GRI 2008. Item-item dalam pengungkapan informasi sosial dapat dilihat pada Lampiran 2. 2.
Analisis Deskriptif
Informasi mengenai statistik deskriptif meliputi nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai minimum, dan maksimum. Secara garis besar, analisis deskriptif dibagi menjadi dua bagian, yaitu analisis deskriptif untuk data primer dan data sekunder. a. Data Primer Berdasarkan hasil sampel data primer (Tabel IV.1), deskripsi responden berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat dalam Tabel IV.5. Berdasarkan tabel tersebut, bisa dilihat bahwa sebesar 12% atau 6 responden mempunyai pendidikan strata-2, sebesar 46% atau to23user responden mempunyai pendidikan commit
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terakhir strata-1, 40% atau sebesar 20 responden berpendidikan Diploma III dan sisanya sebesar 2% atau 1 responden berpendidikan Sekolah Menengah Atas. Hasil uji ANOVA responden berdasarkan tingkat pendidikannya menunjukkan bahwa tidak ada beda signifikan untuk kategori pendidikan responden dengan ρ value 0,62. Hasil uji ANOVA ini dapat dilihat di Lampiran 7. Tabel IV.5 Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1 2 3 4
Tingkat pendidikan responden
Jumlah
Persentase
6 23 20 1 50
12,00% 46,00% 40,00% 2,00% 100,00%
S2 S1 D III SMA Jumlah total
Untuk mengetahui gender (jenis kelamin responden) ditunjukkan dalam Tabel IV. 6. Tabel IV.6 Responden berdasarkan Jenis Kelamin No 1 2
Tingkat pendidikan responden Laki-laki Perempuan Jumlah total
Jumlah
Persentase
40 10 50
80,00% 20,00% 100,00%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebesar 80% atau 40 orang responden berjenis kelamin laki-laki dan 10 orang (20%) berjenis kelamin perempuan. Pengujian t-test untuk kategori gender menunjukkan tidak ada beda signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam merespon pegungkapan sosial (lihat Tabel IV.7). commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel IV.7 Hasil Pengujian T-test t Mean Difference Equal variances assumed -.537 .33729 Equal variances non assumed -.700
Sig. (2-tailed) .594 .492
Tabel IV.8 menujukkan jika dilihat dari usianya, responden dikategorikan ke dalam empat kelompok, yaitu usia 20-30 tahun, usia 31-40 tahun, usia 41-50 tahun dan usia 51-60 tahun. Persentase masing-masing secara berurutan adalah 20%, 46%, 28%, dan 6 %. Berdasarkan hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak ada beda signifikan untuk kategori usia responden dengan ρ value 0,23 diatas nilai signifikansi 0,05 (lihat Lampiran 7). Tabel IV.8 Responden berdasarkan Usia No
Usia Responden (tahun)
1 2 3 4
b.
20-30 31-40 41-50 51-60 Jumlah total
Jumlah
Persentase
10 23 14 3 50
20,00% 46,00% 28,00% 6,00% 100,00%
Data Sekunder Statistik deskriptif data sekunder tanpa bobot tertimbang (unweighted)
dan statistik deskriptif dengan menggunkan indeks tertimbang (weighted) ditunjukkan pada Tabel IV.9. Dari tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat pengungkapan sosial perusahaan dalam annual report hampir sama yaitu 40,24% jika dilakukan dengan metode unweighted dan sebesar 40,58% jika menggunakan commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
metode weighted. Jika dibandingkan dari penelitian sebelumnya, rata-rata pengungkapan informasi sosial mengalami peningkatan sebesar sekitar 20,00%. Terdapat 38 perusahaan atau sebesar 76,00% memiliki persentase pengungkapan di atas rata-rata, dan sisanya, yaitu sebesar 12 perusahaan atau sebesar 24,00% memiliki
persentase
pengungkapan
di
bawah
rata-rata.
Fakta
tersebut
menunjukkan bahwa semakin banyak perusahaan yang sadar akan pentingnya pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan mereka. Nilai maksimum sebesar 75,00% untuk metode unweighted dan 75,50% untuk metode weighted ditempati oleh PT.Telkom Indonesia. Dalam annual report PT.Telkom tahun 2008 menyebutkan bahwa ada tujuh pilar dalam pelaksanaan kegiatan sosialnya, diantaranya: 1. Pendidikan: memperbaiki kualitas dan tingkat pendidikan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan usaha TELKOM, keluarga karyawan TELKOM Group, serta memfokuskan pada peningkatan keahlian; 2. Kesehatan: meningkatkan standar kesehatan kelompok masyarakat atau sosial tertentu; 3. Kebudayaan dan keadaban: menjaga dan mengembangkan kegiatan kebudayaan, kesenian, olah raga, keagamaan dan kegiatan kemasyarakatan lainnya; 4. Kemitraan: meningkatkan kemampuan perekonomian setempat dan memperkuat potensi pertumbuhan usaha skala kecil, baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama kegiatan yang terkait dengan bisnis TELKOM, untuk memberikan manfaat kepada semua pihak; 5. Kewajiban layanan publik: meningkatkan pelayanan dan penyediaan fasilitas serta infrastruktur telekomunikasi secara langsung kepada masyarakat; 6. Lingkungan hidup: melindungi dan menjaga kualitas lingkungan hidup, baik internal maupun eksternal, untuk menjaga hubungan yang harmonis antara Perusahaan dengan lingkungan alam; 7. Bencana dan Penyelamatan: memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat yang mengalami musibah bencana alam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
Sedangkan perusahaan yang paling sedikit mengungkapkan informasi sosial mereka dalam laporan tahunan adalah PT. Dayaindo Resources yaitu sebesar sebesar 5,00% untuk metode unweighted dan 5,20% untuk metode weighted. Rata-rata leverage perusahaan sampel sebesar 500,73 %, dengan nilai maksimum sebesar 3651,00 % (PT.Perdana Gapura Prima) dan nilai minimumnya 6,00 % (Lippo Cikarang). Sementara itu, tingkat profitabilitas yang diukur dengan ROA mempunyai rata-rata sebesar 2,69%. Nilai ROA paling tinggi dimiliki oleh PT. Adira Finance (28,40 %). PT Bakrie and Brother memiliki nilai ROA paling rendah yaitu -62,00%. Nilai total asset paling besar dimiliki oleh PT Bank Mandiri, yaitu sebesar 358.438.678,00 juta rupiah. Sementara nilai total asset yang paling rendah dimiliki oleh PT.Abdi Bangsa sebesar 226.259,16 juta rupiah. Sedangkan rata-rata total asset yang dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar di BEI adalah sebesar 29.312.407,78 juta rupiah. Variabel proporsi dewan komisaris independen mempunyai nilai rata-rata sebesar 44,32%. Jika dibandingan dengan Peraturan Pencatatan Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor 1-A tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa, rata-rata tersebut mempunyai persentase yang lebih besar dari pada ketentuan minimal yaitu sebesar 30,00%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memiliki kesadaran akan pentingnya komisaris independen di dalam perusahaan. Proporsi komisaris independen terbesar dimiliki oleh Bank Bukopin, Bank Mega, Bank Ekonomi Raharja, Bank commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Saudara dan Bank Victoria (66,67%). Sedangkan proporsi dewan komisaris independent terkecil dimiliki oleh PT.Surya Inti Permata (25,00%). Untuk variabel terakhir yaitu kepemilikan institusi, rata-ratanya adalah sebesar 72.67%, dengan nilai maksimum sebesar 100% (PT. Citra Marga Nusaphala dan PT. Asuransi Multi Atha Guna) dan nilai minimum sebesar 11,36% (PT. Bank Saudara). Tabel IV.9 Statistik Deskriptif Unweighted dan weighted N Min Max Mean Leverage Size (dalam jutaan rupiah) Profitabilitas Proporsi Dewan Komisaris Independen Kepemilikan Istitusi Social Disclosure (SD) Unweighted Social Disclosure (SD) Weighted Valid N (listwise)
70 70
6.00 226259.16
3651.00 358438.68
500.7286 293124.07
Std. Deviation 606.48189 636190.00
70 70
-62.00 25.00
28.40 66.67
2.6943 44.3194
9.79657 10.71036
70 70
11.36 5.00
100.00 75.00
72.6690 40.2429
20.24473 14.15078
70
5.20
75.50
40.5801
14.16523
70
B. Pengujian Hipotesis 1. Uji Asumi Klasik Pengujian asumsi klasik dilakukan sebelum melakukan pengujian hipotesis karena merupakan prasyarat bagi analisis regresi serta agar hasil analisis regresi dapat dipercaya atau valid. Uji asumsi klasik dilakukan pada sampel yang belum diberi bobot tertimbang (weighted) atau yang sudah diberi bobot tertimbang (unweighted). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi uji asumsi klasik yang terdiri dari: (1) pengujian normalitas (2) commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengujian multikolinearitas (3) autokorelasi, dan (4) heteroskedastisitas. Hasil pengujian dan analisis uji asumsi klasik tersebut terdapat dalam Lampiran 3.
2. Logistic Regression Logistic regression digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Logistic regression dilakukan pada data yang variabel dependennya berupa variabel dummy. Pengujian dilakukan dengan mengambil satu sampel dari tiap kategori. Hasil pengujian logistic regression dengan menggunakan metode enter secara ringkas ditunjukkan dalam Tabel IV.10. Tabel IV.10 Hasil Analisis Logistic Regression Unweighted Jumlah total dan tingkat pengurangan pekerja berdasarkan usia, gender dan wilayah
Jumlah insiden dalam hak asasi manusia dan tindakan yang diambil
Tindakan yang diambil ntuk mengatasi tindakan korupsi
Total insiden yang berkaitan dengan komunikasi pemasaran
Nagelkerke’s R square
.368
.345
.255
.404
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
.656
.009
.826
.430
Size* Kepemilikan Institusi**
Size*
Size** Proporsi Dewan Komisaris Independen**
Size*
Variabel Independen yang Signifikan
*Tingkat signifikansi 5 %
** Tingkat Signifikansi 10%
Tabel IV.10 menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuat dengan nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test di atas commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
0,05. Hasil uji Hosmer dan Lemeshow dikatakan kuat apabila ρ value lebih besar dari 0,05 (Ghozali, 2005). Dalam item jumlah total dan tingkat pengurangan pekerja berdasarkan usia, jender, dan wilayah untuk kategori praktik kerja dan kelayakan kerja, variabel dependen yang dapat menjelaskan pengungkapan sosial adalah size dan kepemilikan institusi. Sedangkan untuk item jumlah insiden dalam hak asasi manusia dan tindakan yang diambil dan item total insiden yang berkaitan dengan komunikasi pemasaran, termasuk periklanan, promosi dan sponsorship, hanya variabel size yang dapat menjelaskan pengungkapan sosial dengan tingkat signifikansi 5%. Berbeda dengan ketiga item ditas, untuk item tindakan yang diambil untuk mengatasi tindakan korupsi, variabel yang berpengaruh adalah size dan proporsi dewan komisaris independen, dengan tingkat signifikansi 10%. 3. Multiple regression Tujuan dari analisis regresi adalah untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui. Multiple regression dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu menguji apakah karakteristik perusahaan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sosial perusahaan. Uji multiple regression menggunakan metode stepwise. Pengujian regresi ini dilakukan terhadap pengungkapan sosial yang sudah menggunakan indeks atau yang belum menggunakan indeks. commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a.
Metode Unweighted Hasil analisis regresi berganda unweighted bisa dilihat dalam ringkasan
Tabel IV.11. Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh variabel independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien adjusted R2 (Gujarati, 2003). Adjusted R2 pada tabel yang menunjukkan angka 0,41 menjelaskan bahwa kombinasi atau variasi variabel independen seperti leverage, tipe industri, ukuran perusahaan, dan profitabilitas dapat menjelaskan variabel dependen yaitu luas pengungkapan informasi sosial perusahaan hanya sebesar 41,10%. Sedangkan sisanya sebesar 58,90% pengungkapan informasi sosial perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Nilai F hitung adalah sebesar 25,09 dengan probabilitas 0,00. Probabilitas ternyata jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi social disclosure
atau dapat dikatakan bahwa leverage, tipe
industri, ukuran perusahaan, dan profitabilitas berpengaruh terhadap social disclosure. Pengaruh signifikan dari tiap-tiap variabel independen terhadap variabel dependen dapat diketahui dari besarnya ρ value. Apabila ρ value lebih kecil dari tingkat
signifikansi,
maka
variabel
independen
tersebut
secara
parsial
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, apabila ρ value lebih besar dari tingkat signifikansi, maka variabel independen tersebut secara commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dari tabel IV. 11 dapat dilihat bahwa hanya variabel size (ρ value = 0,000) dan proporsi dewan komisaris independen (ρ value = 0,002) yang berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan sosial. Sedangkan untuk variabel leverage, tipe industri, profitabilitas, dan kepemilikan institusi tidak berpengaruh signifikan karena ρ value > 0,05. Tabel IV. 11 Hasil Analisis Multiple Regression Unweighted Variabel Koefisien t (Constant) -105.381 -4.937 Leverage -.097 -.953 Tipe Industri .081 .786 Ukuran Perusahaan 12.884 7.084 Profitabilitas .148 1.558 Proporsi Dewan Komisaris -.433 -3.185 Independen Kepemilikan Institusi .076 .794 R Square .428 Adjusted R Square .411 SEE 10.85850 F 25.092 Sig. .000 * Signifikan 1% b.
Sig. .000 .344 .434 .000* .124 .002* .430
Metode Weighted Hasil analisis regresi berganda weighted bisa dilihat dalam ringkasan Tabel
IV.12. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa analisis multiple regression dengan metode weighted dan unweighted berbeda, meskipun tidak terlalu besar (didukung uji beda t-test pada Tabel IV.13). Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan sosial hanya ada dua, yaitu ukuran perusahaan (ρ value = 0,000) dan proporsi dewan komisaris independen (ρ value = 0,002). commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel IV. 12 Hasil Analisis Multiple Regression Weighted Variabel Koefisien t (Constant) -105.828 -4.961 Leverage -.098 -.967 Tipe Industri .088 .861 Ukuran Perusahaan 12.927 7.112 Profitabilitas .149 1.575 Proporsi Dewan Komisaris -.428 -3.148 Independen Kepemilikan Institusi .071 .749 R Square .430 Adjusted R Square .413 SEE 10.85120 F 25.291 Sig. .000 *Signifikan 1%
Sig. .000 .337 .393 .000* .120 .002* .457
4. Paired Sample T-test Uji beda t-test juga dilakukan untuk menguji
apakah tingkat
pengungkapan sosial yang sudah diberi indeks dan yang tanpa menggunakan indeks mempunyai perbedaan signifikan. Karena sampel berhubungan maka uji ttest menggunakan paired sample t-test. Hasil pengujian ini ditunjukkan dalam Tabel IV.13. Tabel IV.13 Hasil Pengujian Paired Sample T-test
Pair 1
Weighted Unweighted
t 4.512
Mean .33729
Sig. (2-tailed) .000
Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat signifikansi kurang dari 0,05 (ρ value = 0,00). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan variance yang berarti bahwa tingkat pengungkapan sosial berbeda secara signifikan antara weighted dan commit to user unweighted. Melihat hasil uji t-test di atas dapat disimpulkan bahwa perlu untuk
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
memasukkan indeks yang mengukur pengungkapan agar lebih tepat dengan mempertimbangkan faktor kualitatif.
C.
Pembahasan Hasil Analisis 1. Demand Narrow Financial Based Stakeholder Demand narrow financial based stakeholder ditunjukkan dalam Lampiran
4. Lampiran 4 menyajikan score, rating, dan weighted index setiap item social disclosure. Lampiran 4 menujukkan bahwa rata-rata permintaan social disclosure menurut narrow financial based stakeholder sebesar 2,50% (score = 188 dan SD index = 1,00). Tingkat kisaran score setiap item menunjukkan perbedaan yang signifikan, yaitu berkisar antara 125-214. Hal ini menujukkan bahwa tingkat kepentingan akan pengungkapan informasi sosial berbeda antara kelompok narrow financial based stakeholder. Rata-rata tingkat demand per responden adalah sebesar 3,76, sedangkan rata-rata tingkat demand per kelompok responden adalah 3,33 untuk kelompok direktur, 3,63 kelompok investor, 4,03 untuk kelompok kreditur, 3,80 untuk kelompok manajer, 3,83 untuk kelompok organisasi regionen dan 4,03 untuk kelompok politikus dalam skala likert 5 (lihat Lampiran 10). Kelompok direktur berpendapat bahwa kategori yang paling penting diungkapkan adalah kategori yang berhubungan dengan tenaga kerja. Hal ini sesuai dengan responden D 11 yang mengungkapkan, "Karyawan merupakan asset yang berharga. Jantung dari sebuah perusahaan adalah karyawan. Misalnya jika karyawan sakit atau mogok kerja maka perusahaan akan sangat repot. Jadi pengungkapan item commitsangat to user karyawan dalam annual report penting dilakukan"
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa item GRI 2008 yang paling banyak direspon atau diminta oleh responden untuk diungkapkan dalam annual report adalah item kerjasama untuk jaminan kesehatan karyawan dalam bagian praktik kerja dan kelayakan kerja yaitu sebesar 2,84% dari total item. Kelompok Investor menilai bahwa item yang penting untuk diungkapkan adalah item yang berkaitan dengan komunitas, terutama dalam hal korupsi. Item ini direspon tinggi yaitu sebesar 2,83% dari total item. Responden I 27 mengatakan bahwa, "Pengungkapan dalam praktik korupsi akan menunjukkan kinerja internal perusahaan. Jika dari dalam internal tubuh perusahaan sudah tergrogoti penyakit korupsi, maka bisa dipastikan perusahaan akan segera gameover"
Jika dilihat dari responden yang mempunyai jabatan sebagai manajer, banyak dari mereka yang memilih item karakteristik, lingkup, dan keefektifan program dan pelaksanaan operasi perusahaan pada komunitas untuk diungkapkan. Mereka beralasan bahwa selain sebagai sarana dalam pelaksanaan CSR, kegiatan tersebut juga dapat digunakan promosi untuk meningkatkan nilai perusahaan. Berbeda dengan manajer, kelompok organisasi regional lebih fokus dalam masalah hak asasi manusia. OR 34 dan OR 35 mengungkapkan, "Hak asasi manusia merupakan penghargaan terhadap hak-hak dasar manusia. Perusahaan yang mengungkapkan hal yang berkaitan dengan hak ini berarti perusahaan telah benar-benar sadar melakukan aktivitas sosial. Hak ini juga cerminan dari semangat globalisasi" commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Item yang paling sedikit permintaannya adalah item mengenai komposisi pimpinan dan pekerja berdasarkan jender, usia, kelompok minoritas dan rasio gaji pokok antara pria dan wanita. Secara garis besar dapat disimpulkan tingkat demand item-item social disclosure GRI 2008 tidak memeliki kepentingan yang sama besarnya. Beberapa item direspon tinggi (penting diungkapkan) oleh kelompok narrow financial based stakeholder, dan sebagian item lainnya dinilai rendah atau mereka berpendapat bahwa beberapa item tidak perlu diungkapkan dalam annual report. 2. Supply Narrow Financial Based Stakeholder Analisis annual report dengan menggunakan dummy variable merupakan cara untuk mengukur komponen supply. Untuk mengukur komponen supply, penelitian ini mengguanakan metode weighted dan unweighted. Hasil analisis komponen supply bisa dilihat dalam Lampiran 5. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa rata-rata pengungkapan informasi sosial yang dilakukan oleh perusahaan dalam annual report mereka adalah sebesar 40,24% dengan metode unweighted dan 40,58% dengan menggunakan metode weighted. Analisis juga dilakukan untuk tiap item dan hasilnya menunjukkan dari 40 item GRI 2008, item yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan yaitu sebanyak 69 perusahaan adalah jenis produk dan informasi jasa yang disediakan. Item ini di-supply oleh perusahaan sebesar 98,57% dengan dengan metode unweighted dan 105,47% dengan menggunakan metode weighted. Item lain yang banyak diungkapkan adalah item karakteristik, lingkup, dan keefektifan program commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
dan pelaksanaan operasi perusahaan pada komunitas yaitu sebesar 92,86% dengan dengan metode unweighted dan 93,79% dengan menggunakan metode weighted. Jika dianalisis lebih dalam, hasil supply pengungkapan informasi sosial kedua item terbesar diatas sesuai dengan demand dari manajer seperti yang telah dibahas sebelumnya pada pembahasan bagian demand. Selain digunakan sebagai sarana pertanggungjawaban perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, pengungkapan sosial juga digunakan sebagai sarana promosi untuk meningkatkan nilai perusahaan. Dalam annual report bank BRI tahun 2008 disebutkan, "BRI berupaya menjaga keberlanjutan jangka panjang bisnis Perseroan melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility - CSR) dalam ruang lingkup ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan tetap memperhatikan kepentingan BRI dan masyarakat, tanpa mengurangi kepentingan pemegang saham. BRI meyakini bahwa kegiatan CSR tidak semata pemberian sukarela, namun merupakan cerminan dari seluruh kegiatan bisnis perseroan". Item keuntungan atau kompensasi yang diberikan kepada pekerja, ratarata jam pelatihan pekerja tiap tahun, komposisi pimpinan dan pekerja berdasarkan jender, usia, kelompok minoritas juga diungkapkan tinggi oleh perusahaan yaitu sebesar sebesar 82,86% dengan dengan metode unweighted dan 87,83% dengan menggunakan metode weighted. Item ini juga direspon tinggi oleh responden (demand tinggi) sehingga dapat disimpulkan bahwa item ini mutlak diungkapkan dalam annual report. Sedangkan item-item yang mempunyai nilai terendah atau sedikit diungkapkan dalam laporan tahunan adalah item yang membahas bagian korupsi, baik itu pengungkapan tindakan korupsi, pelatihan dalam hal anti korupsi dan tindakan yang diambil jika terjadi kasus korupsi. Persentasenya secara berurutan commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah 7,14% dengan metode unweighted dan
7,93% dengan menggunakan
metode weighted, 1,43% dengan metode unweighted dan 1,53% dengan menggunakan metode weighted, 5,71% dengan metode unweighted dan 4,64% dengan menggunakan metode weighted Item lain yang diungkapkan rendah oleh perusahaan adalah item yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Bahkan dalam bagian ini ada item yang tidak diungkapkan sama sekali oleh perusahaan sampel (0,00%) yaitu item identifikasi risiko insiden pekerja paksa dan usaha untuk mengeliminir inseden tersebut. Rasio gaji pokok antara pria dan wanita juga diungkapkan rendah oleh perusahaan yaitu sebesar 2,86% dengan metode unweighted dan 2,60% dengan menggunakan metode weighted
3. Information gap antara demand dan supply social disclosure Komponen demand diperoleh dari hasil survei kuesioner. Hasil kuesioner tersebut menunjukkan bahwa responden yaitu kelompok narrow financial based stakeholder yang terdiri atas investor, direktur, organisasi regional, politikus, dan manajer
merespon praktik pengungkapan sosial berdasarkan item GRI 2008
dengan rata-rata sebesar 3,76 dengan menggunakan skala likert 5 (lihat lampiran 6). Sedangkan rata-rata tingkat pengungkapan sosial komponen demand per kategori ditunjukkan Gambar IV.1.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar IV.1 Tingkat Demand Social Disclosure per Kategori Berdasarkan Item GRI 2008 Ra ta -ra ta De ma nd Pe ngungka pa n Sosia l Pe r Ka te gori
Rata-rata Kategori Praktik Kerja dan Kelayan Kerja
3.70
4.02
Rata-rata Kategori Hak A sasi Manus ia
Rata-rata Kategori Mas yarakat
3.46
3.91
Rata-rata Kategori Tanggung Jaw ab Produk
Dari Gambar IV.1 bisa dilihat bahwa tingkat pengungkapan sosial berdasarkan kategori praktik kerja dan kelayakan kerja mempunyai rata-rata 3,70 dalam skala likert 5. Sedangkan untuk kategori hak asasi manusia sebesar 3,46. Untuk kategori masyarakat dan tanggung jawab produk direspon sangat besar yaitu sebesar 3,91 dan 4,02. Untuk detail per kategorinya, bisa dilihat dalam gambar IV.2. Gambar IV.2 Detail per Kategori Tingkat Demand Social Disclosure Demand Pengungkapan Sosial Kategori Hak Asasi Manusia
Demand Pengungkapan Sosial Kategori Praktik Kerja dan Kelayakan Kerja Likert 5 11% 4%
22%
Likert 4
14%
5%
Likert 5 13%
Likert 4 Likert 3
Likert 3
20%
Likert 2 43%
Likert 1
commit to user
27%
41%
Likert 2 Likert 1
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Demand Pengungkapan Sosial Kategori Masyarakat Likert 5
1% 5%
25%
22%
Demand Pengungkapan Sosial Kategori Tanggung Jawab Produk 15%
Likert 4
5% 1%
Likert 5
31%
Likert 3
Likert 3
Likert 2
47%
Likert 4
Likert 2
Likert 1
Likert 1
48%
Rata-rata tingkat pengungkapan yang dilakukan perusahaan (supply) adalah sebesar 40% (lihat Lampiran 6). Tingkat supply per kategori ditunjukkan pada Gambar IV.3. Gambar IV.3 Tingkat Supply Social Disclosure per Kategori Berdasarkan Item GRI 2008 Tingkat Supply Social Disclosure per Kategori Berdasarkan GRI 2008 Praktik Kerja dan Kelayan Kerja 44.90
61.59
Hak Asasi Manusia Masyarakat
28.39
Dari
gambar
tersebut
21.11 Tanggung Jawab Produk
dapat
dilihat
bahwa
perusahaan
lebih
menitikberatkan aktivitas sosial mereka dalam hal tanggung jawab produk dengan rata-rata pengungkapan sebesar 61,59%. Tetapi beberapa perusahaan juga ada yang lebih fokus dalam hal praktik kerja dan kelayakan kerja sebagai aktivitas sosialnya. Hal tersebut terbukti sebesar 44,90% perusahaan mengungkapkan commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanggung jawab sosial mereka dalam kategori ini. Dalam laporan tahunan PT. Sorini Agro Asia (2008) menjelaskan, "To keep pace with our business growth, Sorini continues to put its people nd their development as a major par t of i ts core Strategy and Sorini maintains a strong committment of compliance with Health, Safety, Security and Environment (HSSE) standards as well as its own stringent internal safety and quality adherence mechanism."
Rata-rata pengungkapan untuk ketegori masyarakat juga cukup besar yaitu sebesar 28,39%, dan sisanya sebesar 21,11% perusahaan mengungkapkan aktivitas sosialnya dalam hal hak asasi manusia. Information gap terjadi jika ada perbedaan signifikan antara tingkat permintaan (demand) akan pengungkapan sosial dengan pemenuhan akan permintaan tersebut (supply). Dari Lampiran 6 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat demand adalah sebesar 3,76 pada skala likert 5 dan untuk supply adalah sebesar 40,24% dengan metode unweighted dan 40,58% dengan metode weighted. Hasil ini menujunjukkan bahwa secara umum terjadi information gap antara demand dan supply pengungkapan sosial di Indonesia. Untuk analisis gap per kategori bisa dilihat dalam Tabel IV.14. Tabel IV.14 Pengukuran Information Gap per Kategori No Kategori Pengungkapan Sosial Demand Supply 1 Praktik Kerja dan Kelayakan Kerja 3,70 44,90% 2 Hak Asasi Manusia 3,46 21,11% 3 Masyarakat 3,91 28,39% 4 Tanggung Jawab Produk 4,02 61,59% Ket : cutoff 50% √ = Terdapat information gap
X = Tidak terdapat information gap
commit to user
Gap √ √ √ X
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa terjadi gap antara demand dan supply pengungkapan sosial. Gap terjadi karena nilai demand yang tinggi dan tidak diimbangi dengan supply optimal. Gap ini ditemukan dalam kategori praktik kerja dan kelayakan kerja, hak asasi manusia, dan masyarakat. Information gap juga terjadi dalam item-item tertentu. Item-item tertentu menujukkan bahwa tingkat demand sangat tinggi, tetapi supply untuk memenuhi permintaan tersebut sangat kurang. Misalnya item yang berkaitan dengan pelatihan anti korupsi. Item tersebut mempunyai nilai 4,04 pada skala likert 5, tetapi item ini hanya direspon atau disupply sebesar 1,43%. Hal yang berlawanan juga ditemukan, yaitu tingkat demand yang rendah tetapi dipenuhi dengan supply yang sangat besar. Item mengenai komposisi pimpinan dan pekerja berdasarkan jender, usia, kelompok minoritas mempunyai nilai yang rendah untuk demand yaitu 2,80 pada skala likert 5, tetapi tingkat supply-nya adalah sebesar 82,86%. Dalam beberapa item menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan atau tidak terjadi information gap antara demand dan supply. Contohnya adalah item rasio gaji pokok antara pria dan wanita dinilai rendah oleh perusahaan, yaitu sebesar 2,50 pada skala likert 5 untuk komponen demand dan sebesar 2,86% untuk komponen supply. 4. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Praktik Pengungkapan Sosial di Indonesia Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa secara simultan variabel independen dan variabel kontrol berpengaruh terhadap social commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
disclosure. Leverage, tipe industri, ukuran perusahaan, profitabilitas, kepemilikan institusi, dan proporsi dewan komisaris independen dapat menjelaskan variabel dependen yaitu luas pengungkapan informasi sosial perusahaan sebesar 41,10%. Sedangkan sisanya sebesar 58,90% pengungkapan informasi sosial perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Berikut ini akan dijelaskan pengaruh parsial dari tiap-tiap variabel independen terhadap variabel dependen yang dilihat dari ρ value. Berdasarkan uji parsial tersebut hanya ada dua variabel yang berpengaruh terhadap pengungkapan sosial yaitu ukuran perusahaan dan proporsi dewan komisaris independen. Variabel ukuran perusahaan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,00. Nilai ini kurang dari 1% sehingga dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan sosial. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tjakradinata (2000) dan Marwata (2001); yang menemukan bahwa ukuran perusahaan merupakan variabel yang berpengaruh dalam mengukur tingkat pengungkapan sosial dalam annual report. Koefisien ukuran perusahaan dalam tabel menunjukkan nilai positif terhadap social disclosure. Hal ini berarti semakin besar ukuran perusahaan, maka akan semakin tinggi tingkat pengungkapan informasi sosial dalam annual report perusahaan. Nilai signifikansi proporsi dewan komisaris independen adalah sebesar 0,00. Nilai kurang dari 0,01 sehingga dapat dikatakan bahwa variabel ini signifikan 1%. Hasil tersebut menujukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sosial. Hasil ini sesuai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
dengan penelitian Forker (2002) dan Chau dan Leung (2006). Koefisien negatif menujukkan bahwa semakin besar proporsi dewan komisaris independen akan mengurangi luas pengungkapan sosial dalam annual report perusahaan. Hasil ini mengindikasikan bahwa fungsi komisaris independen pada perusahaan di Indonesia tidak berjalan dengan baik. Nilai probabilitas leverage adalah sebesar 0,34, jauh di atas 0,05. Nilai ini menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap social disclosure. Hasil ini menujukkan bahwa perusahaan Koefisien leverage menunjukkan nilai yang negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat leverage semakin sedikit perusahaan mengungkapkan informasi sosialnya. Hasil ini juga mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan Jensen dan Meckling (1976); Belkaoui dan Karpik (1989); Schipper (1981) dalam Marwata (2001); Meek et.al. (1995) dalam Fitriany (2001). Penelitian ini menunjukkan bahwa tipe industri tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan informasi sosial perusahaan. Hal ini sesuai dengan yang ditunjukkan dalam tabel, bahwa ρ value tipe industri sebesar 0,43 pada tingkat signifikansi 5%. Profitabilitas (ROA) menunjukkan bahwa ROA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap luas pengungkapan informasi sosial perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan ρ value hitung ROA sebesar 0,12 dimana nilai tersebut ditas 0,05. Koefisien positif yang ditunjukkan dalam tabel tersebut menunjukkan hubungan yang positif antara profitabilitas perusahaan dan tingkat pengungkapan informasi sosial. Sedangkan untuk variabel kontrol yang kedua yaitu kepemilikan institusi tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sosial. Hal ini ditunnjukkan dengan nilai signifikansinya sebesar 0,43, jauh diatas 0,05.
No 1 2 3 4 5
Tabel IV.15 Ringkasan Hasil Uji Statistik Variabel Independen Hasil Uji Multiple Hasil Uji Logistic Regression Regression Leverage X X Tipe Industri X X Ukuran (size) √ √ Profitabilitas X X Komposisi Dewan X √ Komisaris Independen Kepemilikan Institusi X X
6 √ = Signifikan
X = Tidak Signifikan
Tabel IV.15 menujukkan bahwa size mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan pengungkapan sosial. Hal ini terbukti dari hasil pengujian multiple regression dan logistic regression. Size menentukan ya atau tidaknya pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan dan menentukan tingkat disclosure level perusahaan. Sedangkan untuk variabel komposisi dewan komisaris independen hanya menentukan tingkat disclosure level-nya saja, tetapi tidak menentukan ya atau tidaknya pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Suhardjanto dan Aulia (2009) yang menyebutkan varibel size berpengaruh signifikan dalam menentukan ya atau tidaknya pengungkapan sosial peruisahaan dan tingkat level disclosure pengungkapan perusahaan dalam laporan tahunan mereka.
commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan pengujian dan analisis data di Bab IV, maka di Bab V ini akan disajikan kesimpulan hasil peneltian, saran yang diberikan, keterbatasan penelitian dan rekomendasi untuk penelitian berikutnya. A. Kesimpulan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah ada information gap antara demand dan supply pengungkapan sosial dan juga menguji apakah karakteristik perusahaan berpengaruh terhadap praktik pengungkapan sosial. Dari hasil kuesioner ditemukan bahwa secara umum rata-rata tingkat demand praktik pengungkapan sosial adalah sebesar 3,76 dengan menggunakan skala likert 5, sedangkan supply dari pengungkapan annual report sebesar 40,24% untuk metode unweighted dan 40,58% untuk metode weighted. Dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum terjadi information gap antara demand dan supply praktik pengungkapan sosial di Indonesia. Dalam item-item tertentu terjadi adanya information gap antara demand dan supply praktik social disclosure di Indonesia. Misalnya dalam item pelatihan anti korupsi, demand menunjukkan angka yang tinggi yaitu 4,04 dalam skala likert 5, tetapi item ini hanya di-supply sebesar 5,71%. Dalam analisis per kategori ditemukan
juga
adanya gap dalam kategori kategori hak asasi manusia dan kategori masyarakat. Walaupun ditemukan adanya gap, namun tingkat pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan di Indonesia mengalami peningkatan. Dalam penelitian
Suhardjanto
dan
Aulia (2009) commit to user
disebutkan
bahwa
rata-rata
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan listing di BEI pada tahun 2007 adalah 22,30%. Sedangkan hasil penelitian ini menujukkan bahwa rata-rata pengungkapan sosial yang dilakukan dalam perusahaan listing di BEI tahun 2008 adalah sebesar 40,24% untuk metode unweighted dan 40,58% untuk metode weighted. Hasil analisis regresi baik weighted maupun unweighted menunjukkan bahwa hanya item size (β=0,08, ρ-value 0,000) dari variabel independen karakteristik perusahaan yang berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan informasi sosial dengan tingkat signifikansi 1%. Hasil regresi juga menunjukkan bahwa variabel proporsi dewan komisaris independen (β=-0,43, ρ-value 0,002) sebagai variabel kontrol juga berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sosial dengan tingkat signifikansi 1%. Logistic regression menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuat dengan nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test di atas 0,05. Hasil pengujian ANOVA menunjukkan bahwa tidak terjadi beda variance dalam kategori usia responden dan tingkat pendidikan responden. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat signifikansi di atas 0,05 yaitu sebesar 0,22 untuk kategori umur, dan 0,62 untuk kategori tingkat pendidikan. Pengujian t-test untuk kategori gender juga menunjukkan hasil yang sama dengan tingkat signifikansi diatas 0,05. Sedangkan untuk pengujian paired sample t-test, hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan variance (ρ-value 0,000) yang berarti bahwa tingkat pengungkapan sosial berbeda secara signifikan antara weighted dan commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
unweighted. Hasil ini mengindikasikan bahwa perlu untuk memasukkan indeks agar pengukuran lebih tepat dan akurat.
B. Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian “Demand dan Supply Praktik Social Disclosure di Indonesia” adalah sebagai berikut: 1. Mengingat akan tingkat demand yang tinggi terhadap praktik pengungkapan sosial, sebaiknya perusahaan memberi supply yang cukup dengan mengungkapkan aktivitas sosial mereka ke dalam annual report. 2. Melihat adanya gap yang ditemukan dalam penelitian ini, sebaiknya pemerintah mampu mendorong perusahaan agar mengungkapkan aktivitas social meraka dalam laporan tahunan.
C. Keterbatasan Keterbatasan penelitian ini adalah indeks yang dipakai dalam penelitian ini adalah dari hasil wawancara kuesioner kepada narrow financial based stakeholders di wilayah surakarta. Hasil indeks akan lebih akurat dan representatif jika responden yang diwawancarai berasal dari semua wilayah di Indonesia, mengingat supply yang dipakai adalah perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Rekomendasi Adapun rekomendasi bagi penelitian selanjutnya yang meneliti mengenai social disclosure, antara lain: 1. Penelitian selanjutnya bisa mengambil karakteristik perusahaan sebagai variabel independen, namun menggunakan proksi karakteristik perusahaan yang lain seperti total penjualan, total karyawan yang dimiliki perusahaan, atau total ekuitas perusahaan. 2. Penelitian berikutnya juga bisa dilakukan dengan mengganti proksiproksi dalam variabel-variabel independen penelitian ini untuk menguji konsistensi hasil penelitian 3. Sampel penelitian juga dapat difokuskan lagi ke industri yang lebih spesifik, agar bisa melihat tingkat keluasan social disclosure pada tipe tertentu dan apakah hasilnya sejalan dengan keluasan social disclosure pada perusahaan-perusahaan secara umum. 4. Penelitian
selanjutnya
sebaiknya
membuat
indeks
dengan
menggunakan cara lain yang lebih tepat agar hasinya lebih akurat dan representatif. 5. Peneltian juga bisa mengukur tingkat pengungkapan sosial dari perspektif selain narrow financial based stakeholder, misalnya broader based. 6. Untuk penelitian selanjutnya bisa juga membandingkan keluasan social disclosure antara industri di Indonesia dengan negara lain (studi komparatif). commit to user