ISSN 1410-1939
DEKOMPOSISI DAN MINERALISASI BEBERAPA MACAM BAHAN ORGANIK [DECOMPOSITION AND MINERALIZATION OF SEVERAL ORGANIC MATTERS] Margo Yuwono Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua, Manokwari Abstract The objective of this experiment were 1) to study the effects of several types of organic matters on sweet potato production, and 2) to investigate the effects of organic matters quality on N mineralization. The experiment were conducted in Jatikerto Village, Malang. The trial was arranged in a Randomized Block Design and replicated three times. The type of organic matter tested were cow manure (P1), Calopogonium muconoides (P2), Centrosema pubescens (P3) and Tithonia diversifolia (P4). Results of the experiment indicated that the number of N release from T. diversifolia was higher than other three organic matters (142,82 kg ha-1). This because the decomposition and mineralization was faster in T. diversifolia than others. In addition, T diversifolia contained lower polyphenol and lignin and higher nitrogen, that may make it a good organic fertilizer than the others. The results also indicated a closed correlation among the quality of organic matters to the rate of organic matters decomposition and N mineralization. The content of polyphenol, lignin and C:N ratio were good variable for explaining rapidity of decomposition and mineralization of N with coefficient determination (R2) 0.979, 0.862 and 0.969, respectively. Keywords: organic farming, organic fertilizer, organic matter
PENDAHULUAN Tanah-tanah pertanian lahan kering umumnya mempunyai kandungan bahan organik yang rendah (1 - 2%) (Karama et al., 1994). Keadaan ini akan mengakibatkan menurunnya produktivitas tanah. Berkurangnya bahan organik tanah akan sangat cepat terjadi bila residu tanaman dikeluarkan dari lahan produksi ataupun dibakar seperti yang banyak dilakukan oleh petani. Meskipun di lahan kering kesuburannya rendah, tetapi tanah ini cepatmemberikan respon yang baik bila dilakukan pengelolaan yang baik misalnya dengan pengembalian bahan organik sebagai residu tanaman ke dalam tanah. Penelitian terhadap peranan bahan organik tanaman sebagai sumber unsur hara dan bahan organik tanah telah banyak dilakukan. Pada umumnya bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara tanah terutama N dan memperbaiki sifat-sifat fisik tanah (Haynes, 1986). Sumbangan bahan organik terhadap unsur hara dalam bentuk tersedia bagi tanaman pada prinsipnya tergantung pada: 1) jumlah bahan organik yang diberikan, 2) kandungan unsur hara bahan organik, dan 3) laju dekomposisi dan mineralisasi. Kecepatan mineralisasi sangat ditentukan oleh
kualitas bahan organik tersebut, yakni kandungan nitrogen, lignin, polifenol dan faktor-faktor lingkungan lainnya (Tian et al., 1992; Handayanto, 1993). Kualitas bahan organik dikatakan tinggi apabila kandungan N tinggi, kandungan lignin dan polifenol yang rendah sehingga proses pelepasan unsur haranya cepat dan bertepatan pada saat tanaman membutuhkan. Sebaliknya kualitas bahan organik dikatakan rendah bila kandungan N rendah serta kandungan lignin dan polifenolnya tinggi. Hal ini akan mengkibatkan proses pelepasan unsur hara berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lama (Young, 1989). Pada keadaan tertentu, kualitas bahan organik menentukan kecepatan mineralisasi residu tanaman yang merupakan faktor yang kritikal dalam mem-pengaruhi dekomposisi dan pelepasan unsur hara. Nisbah C:N rasio pada umumnya dinyatakan seba-gai faktor penting yang mempengaruhi dekompo-sisi dan pelepasan unsur hara (Frankenberger dan Abdelmagid, 1985). Usaha-usaha untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah telah banyak dilakukan dan banyak diperoleh hasil yang positif. Kesuburan tanah dapat diperbaiki yang akhirnya dapat meningkatkan produksi tanaman. Dengan demikian infor-
1
Jurnal Agronomi Vol. 12 No. 1, Januari - Juni 2008
masi mengenai dekomposisi dan mineralisasi bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah sangat diperlukan, antara lain pada kotoran sapi, Calopogonium muconoides, Centrosema pubescens dan Tithonia diversifolia. Bertitik tolak dari uraian yang telah dikemukakan, maka tujuan percobaan ini adalah: 1) mempelajari dekomposisi dan mineralisasi beberapa macam bahan organik pada pertanaman ubijalar, dan 2) mengetahui pengaruh kualitas bahan organik terhadap mineralisasi N.
BAHAN DAN METODA Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yang terletak di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang. Ketinggian tempat 280 m di atas permukaan laut. Jenis tanah Alfisol, pH 6,59, bertekstur liat dengan curah hujan 147 mm per bulan. Percobaan ini berlangsung selama lebih-kurang 5 bulan. Bahan percobaaan Macam bahan organik yang digunakan adalah bahan kotoran sapi, jenis tanaman bahan hijau (C. muconoide. dan C. pubescens), serta T. diversifolia. Rancangan percobaan Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok. Perlakuan meliputi empat macam bahan organik yaitu bahan kotoran sapi (P1), C. muconoides (P2), C. pubescens (P3) dan T. diversifolia (paitan) (P4) serta dosis bahan organik yaitu setara 40 kg ha-1 N (D1), setara 80 kg ha-1 N (D2), setara 120 kg ha-1 N (D3) dan setara 160 kg ha-1 N (D4). Dengan demikian terdapat 16 kombinasi perlakuan. Pelaksanaan percobaan Percobaan ini dilakukan langsung di lapangan dengan menggunakan kantong serasah. Tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut: 1) kantong serasah lebih dahulu dijahit pada salah satu sisinya sehingga didapatkan kantong dengan ukuran 30 cm x 30 cm dengan ketebalan 3 cm (Anderson dan Ingram, 1989), 2) menyiapkan berbagai jenis bahan organik, 3) memotong-motong bahan hijau dengan ukuran 2-3 cm, kemudian dimasukkan ke dalam kantong serasah, 4) meletakkan kantong serasah pada petak percobaan, 5) banyaknya kantong serasah setiap petak percobaan adalah 5 kantong,
6) setiap kali pengamatan diambil satu kantong untuk setiap petak percobaan yang dilakukan sampai dengan pengamatan ke-lima, 7) pengambilan kantong serasah sebagai bahan pengamatan dilakukan pada minggu 1, 2, 4, 8 dan 12. Pengambilan contoh pengamatan sebagai berikut: Pengambilan contoh tanah Contoh tanah diambil dari lapangan (tempat semula kantong serasah) pada kedalaman 0 - 10 cm di bawah kantong serasah untuk analisis kandungan N dalam keadaan basah. Contoh tanah yang diambil lebih kurang 50 g dimasukkan ke dalam plastik, kemudian dimasukkan ke dalam termos sebelum ditetapkan kandungannya. Contoh tanah kemudian diekstraksi dengan 25 mL KCl 2 M. Jumlah N mineral dalam ekstraksi KCl-tanah ditetapkan dengan destilasi Kjehldal. Sehari kemudian dilakukan penetapan kandungan NH4+ dan NO3- untuk memperoleh N mineral kumulatif. Pengambilan contoh bahan organik dalam kantong serasah Kantong serasah dari lapangan diambil isinya, sedangkan tanah yang melekat pada kantong serasah dilepas secara perlahan. Serasah kemudian dikeringudarakan dan dilanjutkan dengan pengeringan dalam oven pada suhu 65o C selama 24 jam. Selanjutnya ditimbang untuk mendapatkan bobot kering dan diambil sampel untuk diamati kandungan N-nya. Penetapan kandungan bahan organik tanah Kecepatan dekomposisi dan mineralisasi N sangat ditentukan oleh oleh kualitas bahan organik, yaitu kadar N, konsentrasi lignin dan polifenol (Handayanto et al., 1994). Oleh karena itu dilakukan kajian ketiga peubah tersebut. Kandungan N diamati dengan metode Kjeldahl (Keney dan Nelson, 1982), kandungan C-organik dengan metode Walkey dan Black (Widyaningsih, 1993), kandungan polifenol dengan metode FolinDenis (Anderson dan Ingram, 1992) dan kandungan lignin dengan metode Goering dan Van Soest (1970). Cara kerja dari masing-masing metode tersebut adalah sebagai berikut: Kandungan N. Sampel bahan organik sebanyak 0,05 g dimasukkan dalam tabung destilasi dan ditambah dengan satu tablet (2 g) campuran Se dan 10 mL H2SO4 pekat, didestruksi dalam degition block pada suhu 350 oC selama lebih kurang 3 jam. Destruksi sempurna bila cairan jernih, kemudian didinginkan dan selanjutnya diencerkan dengan aquades sampai 50 mL. Kemudian
2
Margo Yuwono: Dekomposisi dan Mineralisasi Beberapa Macam Bahan Organik.
ditambahkan 20 mL NaOH 30% dan siap didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 20 mL asam borat penunjuk dan destilasi dihentikan sete-lah mencapai 50 mL. Selanjutnya hasil destilasi dititrasi dengan H2SO4 0,01 N yang sudah distandarisasi sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah ungu. Kandungan N dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: N (%) =
(mL spl - mL blk) x 14 x N H 2SO 4 x fka x 100 mg spl
Keterangan: spl = sample, blk = blanko. Kandungan C-organik. Sampel bahan organik 0,05 g dimasukkan dalam erlenmeyer 500-mL, kemudian ditambah dengan larutan K2CrO7 1 N, 20 mL H2SO4 lalu digoyang-goyang agar contoh dapat bereaksi sempurna. Selanjutnya didiamkan selama 20-30 menit. Selanjutnya diencerkan dengan menggunakan air sebanyak 200 mL dan tambah dengan 10 mL H3PO4 85% dan 30 tetes penunjuk difenilamin. Selanjutnya dititrasi dengan larutan fero melalui buret sehingga terjadi perubahan warna biru kotor sampai hijau terang. Perhitungan kandungan C ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut: C (%) =
(mL blk - mL spl) x 3 x N FeSO4 x fka x 100 mL blk x mL spl
Keterangan: spl = sample, blk = blanko Kandungan polifenol. Sampel sebanyak 0,75 g dalam keadaan kering oven dicampur dengan dengan 20 mL metanol dalam beaker glass 50-mL dan ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya dididihkan dengan dalam water bath pada suhu 70 - 80 oC selama 1 jam. Kemudian disaring dengan kertas saring (Whatman 42) dan dibilas dengan me-tanol 50% lalu diencerkan sampai 50 mL dalam botol volumetrik. Hasil ekstraksi dipipet 1 mL dan dimasukkan dalam cuvet dengan ditambah 20 mL aquades, 2,5 mL reagent Denis-Folin, 10 mL Na2CO3 17% lalu diencerkan sampai 50 mL dengan aquadest dan didiamkan selama 20 menit. Selanjutnya kandungan polifenol dibaca pada spektrometer pada absorban 760 nm. Reagen FolinDenis dibuat dari campuran 50 g sodium tungstate, 10 g asam fosfat molibdat dan 25 mL H3PO4, dimasukkan dalam botol volumetrik 500-mL yang berisi 375 mL aquadest kemudian direflux selama
2 jam dan diencerkan sampai 500 mL dengan aquadest. Kurva larutan standard dibuat dengan jalan memipet 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 mL 0,.1 mg per mL asam tanik (0,01 mL asam tanik dalam botol volumetrik 100-mL dengan aquadest). Selanjutnya dimasukkan ke dalam 50-mL cuvet yang berisi 50 mL aquadest dan ditambah 2,5 mL reagent FolinDenis dan 10 mL Na2CO3 17%. Kandungan polifenol dibaca pada alat spektrometer. Untuk menghitung kandungan polifenol dilakukan dengan cara membuat kurva pembacaan larutan standar untuk menentukan Tannic Acid Equivalent (TAE) dari masing-masing sampel dan blanko. Nilai TAE masing-masing sampel ditransformasi ke dalam% total polifenol setelah dikoreksi dengan TAE blanko dengan menggunakan persamaan berikut: TEP (%) =
(TAE spl - TAE blk) x 50 x fka x 100 10 x W
Keterangan: TEP = total terekstrak polifenol, TAE = kesetaraan asam tanin (mg), W = berat sampel, fka = faktor koreksi kadar air Kandungan lignin Sampel bahan organik 0,5 g (W1) ditambah dengan 25 mL larutan acid detergent dan 1 mL larutan antifoam ke dalam botol volumetrik 250-mL dipanaskan sampai 150 oC selama 1 jam . Setelah mendidih suhu dikurangi sambil digoyang-goyang. Ekstrak kemudian disaring dengan dengan filterglass crusible (W2) dan dicuci dengan aceton 1 kali kemudian disusul dengan air panas sampai tak berwarna. Selanjutnya crusible dan isinya dioven pada suhu 150 oC selama 24 jam lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W3). Crusible dan isinya dimasukkan dalam beaker glass dan ditambah dengan H2SO4 72% secukupnya sampai setengah dari crusible dan didiamkan selama 3 - 4 jam. Untuk membilas/menyedot digunakan pompa vakum dan setelah bersih dibilas dengan air panas sampai tak ada asam (tak berwarna dan tak berbuih). Crusible dan isinya diabukan pada suhu 500 oC (W4), sedang isinya diabukan pada suhu 500 oC selama 4-5 jam dan setelah dingin kemudian ditimbang (W5). Kandungan lignin dan serat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: ADF (%) =
(W3 - W2 ) x 100 W1
ADL (%) =
(W4 - W3 ) x 100 W1
3
Jurnal Agronomi Vol. 12 No. 1, Januari - Juni 2008
dikata-kan berkualitas tinggi. Berdasarkan kandungan N (> 2,5%), konsentrasi lignin (< 20%), polifenol (≤ 2%) dan rasio C:N (< 20%), bahan organik yang dapat dikategorikan sebagai bahan organik berkua-litas tinggi adalah bahan kotoran sapi, C. muconoi-des dan T. diversifolia. Untuk C. pubescens, tidak memenuhi kriteria kualitas tinggi (kandungan po-lifenol tinggi).
Keterangan: ADF = Acid Detergent Fibre (Serat Deterjen Asam), ADL = Acid Detergent Lignin (Lignin Deterjen Asam). Pengolahan data Untuk mengetahui hubungan antara kualitas organik dengan kecepatan dekomposisi dan mineralisasi N dilakukan dengan analisis regresi.
Dekomposisi bahan organik Penurunan bobot kering bahan organik. Pengamatan penurunan bobot kering bahan organik yang berada dalam kantong serasah menunjukkan bahwa selama 12 minggu, bobot bahan organik T. diversifolia mengalami penurunan dengan cepat (Gambar 1). Setelah 14 minggu, kandungan bahan organik yang tersisa di dalam T. diversifolia hanya 11,57%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Komposisi kimia bahan organik yang dipergunakan dalam percobaan Berdasarkan komposisi kimia bahan organik yang digunakan dalam percobaan (Tabel 1), tidak semua bahan organik yang digunakan dapat
Tabel 1. Hasil analisis komposisi kimia awal bahan organik yang digunakan dalam percobaan. Macam PO
%N
%C
% Lignin
% Pfl
C:N
Lignin: N
Pfl:N
(Lgn+Pfl): N
PO1
2,70
19,30
8,15 r
1,98 r
7,15
3,02
0,73
3,75
PO2
3,02
28,05
8,08 r
1,93 r
9,29
2,67
0,64
3,31
PO3
2,93
28,56
7,65 r
2,18 t
9,75
2,61
0,74
3,35
PO4
3,17
18,79
6,16 r
1,84 r
5,93
1,94
0,58
2,52
Keterangan: PO1 = kotoran sapi; PO2 = Calopogonium muconoides; PO3 = Centrosema pubescens; PO4 = Tithonia diversifolia; t: tinggi; s: sedang; r: rendah
Penurunan bobot kering bahan organik (g)
90 Pupuk kotoran sapi C. muconoides C. pubescens T. diversifolia
80 70 60 50 40 30 20 10 0 1
2
4
8
12
Waktu pengamatan (mst) Gambar 1. Kecepatan penurunan bobot kering bahan organik di dalam kantong serasah.
4
Margo Yuwono: Dekomposisi dan Mineralisasi Beberapa Macam Bahan Organik.
Untuk bahan kotoran sapi setelah 14 minggu tersisa 20,17%, C. muconoides 18,53% dan C. pubescens 15,24%. Penurunan bobot kering secara keseluruhan untuk semua bahan organik secara berurutan adalah T. diversifolia (tersisa 11,57%) > C. muconoides (tersisa 18,53%) > C pubescens (tersisa 15,24%) > bahan kotoran sapi (tersisa 20,17%). Konstanta kecepatan dekomposisi (kD). Nilai konstanta kecepatan dekomposisi (kD) tertinggi terjadi pada Tithonia diversifolia (0,171) dan terendah ditemui pada bahan kotoran sapi (0,123) (Tabel 2). Nilai kD yang tinggi menunjukkan laju dekomposisi yang berlangsung cepat dibandingkan dengan bahan organik yang memiliki nilai kD yang rendah. Tabel 2. Konstanta kecepatan dekomposisi (kD) bahan organik Macam bahan organik Bahan kotoran sapi C. diversifolia C. muconoides T. diversifolia
Konstanta kecepatan dekomposisi (kD) 0,123 0,144 0,132 0,171
Berdasarkan hasil analisis regresi antara komposisi awal bahan organik dan nilai konstanta kecepatan dekomposisi (kD), dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (p > 0,01) antara konstanta kecepatan dekomposis dengan polifenol dan hubungan yang nyata (p > 0,05) dengan C:N rasio (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa polifenol dan C:N rasio memberikan kontribusi besar terhadap laju dekomposisi bahan organik. Polifenol memiliki koefisien determinasi (R2) yang lebih besar dibandingkan dengan komponen kualitas bahan organik yang lain yaitu 0,998. Hal ini menunjukkan bahwa 99,8% dari variasi kecepatan dekomposisi dijelaskan oleh konsentrasi polifenol dari bahan organik yang dicobakan. Tabel 3. Koefisien determinasi dari persamaan antara kualitas bahan organik dengan kecepatan dekomposisi (kD) Komponen awal BO %N % Lignin % Polifenol C:N Lignin:N Polifenol:N (Lignin+polifenol):N
Koefisien determinasi (R2) 0,473 0,791 ** 0,998 ** 0,915 ** 0,457 0,426 0,451
Konstanta kecepatan pelepasan N (kN). Berdasarkan hasil perhitungan nilai konstanta kecepatan pelepasan N (kN) diperoleh bahwa T. diversifolia mempunyai nilai kN yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kN bahan organik lainnya (Tabel 4). Dalam hal ini dari ke empat bahan organik yang dicobakan, T. diversifolia dapat melepaskan N lebih cepat dari yang lainnya. Tabel 4. Konstanta kecepatan pelepasan N (kN) bahan organik. Macam bahan organik Bahan kotoran sapi C. diversifolia C. muconoides T. diversifolia
Konstanta kecepatan pelepasan N (kN) 0,073 0,186 0,173 0,187
Hasil analisis regresi antara komposisi kimia awal bahan organik dan kecepatan pelepasan N (kN) menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara kualitas awal bahan organik (kandungan N, lignin, polifenol dan C:N rasio) dengan kecepatan pelepasan N. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan pelepasan N dipengaruhi oleh kandungan N, lignin, polifenol dan C:N rasio dari bahan organik yang digunakan dalam percobaan, sebagaimana disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Persamaan determinasi dari persamaan antara kualitas bahan organik dengan konstanta pelepasan N (kN) Komponen awal BO %N % Lignin % Polifenol C:N Lignin:N Polifenol:N (Lignin+polifenol):N
Konstanta kecepatan mineralisasi N (kN) 0,979 ** 0,862 ** 0,969 ** 0,948 ** 0,208 0,367 0,967 **
Hasil percobaan juga menunjukkan bahwa mineralisasi T. diversifolia mencapai puncaknya pada umur 4 minggu setelah perlakuan dan kemudian terus menurun. Untuk bahan kotoran sapi, C. muconoides dan C. pubescens mineralisasi masih terus meningkat (Gambar 2).
5
Jurnal Agronomi Vol. 12 No. 1, Januari - Juni 2008
45
Pupuk kotoran sapi
N (kg/ha)
40
C. muconoides.
35
C. pubescens
30
T. diversifolia
25 20 15 10 5 0 1
2
4
8
12
Umur (minggu)
Gambar 2. Pola mineralisasi N anorganik pada empat macam bahan organik. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas bahan organik mampu menjelaskan kecepatan dekomposisi bahan organik yang dicobakan. Faktor kualitas yang paling baik untuk menjelaskan kecepatan dekomposisi dalam percobaan ini adalah kandungan polifenol. Hal ini dikarenakan dalam hubungan antara antara kualitas bahan organik dengan kecepatan dekomposisi, kandungan polifenol memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kecepatan dekomposis bahan organik. Kandungan polifenol mempunyai nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,998. Ini berarti bahwa 99,8% dari kecepatan dekomposisi bahan organik yang dipergunakan dalam percobaan mampu dijelaskan oleh polifenol. Makin tinggi kandungan lignin atau polifenol akan makin lemah kandungan N terhadap proses dekomposisi dan akhirnya makin besar jumlah N yang ditahan dalam residu selama proses dekomposisi berlangsung sehingga makin sedikit N yang dilepaskan. Hasil ini sejalan dengan pendapat Palm dan Sanchez (1991) yang mengemukakan bahwa polifenol merupakan parameter yang dapat diper-gunakan dalam pendugaan kecepatan dekomposisi dari pangkasan pohon legum daerah tropik. Faktor lain yang juga mempengaruhi kecepatan dekomposisi bahan organik adalah C:N rasio. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa C:N rasio memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan dekomposisi bahan organik, dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,915. Hal ini berarti bahwa 91,5% kecepatan dekomposisi bahan organik dapat dijelaskan oleh nilai C:N rasio. Kan-
dungan N atau C:N rasio umumnya dinyatakan sebagai faktor kimia penting yang menentukan kecepatan dekomposisi dan mineralisasi N. Ini sesuai dengan pendapat Cuevas (1997) dan Peradeniya (2000), bahwa C:N rasio awal dari bahan organik akan mempengaruhi kecepatan dekomposisi. Terdapat korelasi yang nyata antara konstanta kecepatan pelepasan N (kN) dengan kandungan N, polifenol, rasio C:N dan rasio lignin:N. Hal ini menunjukkan peranan penting dari kualitas atau komposisi bahan organik dalam mempengaruhi jumlah dan kecepatan N yang dilepaskan. Tian et al. (1992) mengemukakan bahwa kecepatan pelepasan N dari bahan organik secara nyata berkorelasi de-ngan kandungan N, kandungan lignin dan kan-dungan polifenol. Kecepatan pelepasan N mening-kat dengan makin meningkatnya kandungan N, te-tapi menurun dengan makin meningkatnya kan-dungan lignin dan polifenol. Namun demikian masih terdapat pertentangan antara para peneliti mengenai pentingnya polifenol dalam proses dekomposisi dan mineralisasi. Mineralisasi N dari berbagai pangkasan pohon leguminosa berkorelasi negatif dengan kandungan polifenol atau nisbah polifenol: N (Palm dan Sanchez, 1991; Oglesby dan Fownes, 1992). Hasil penelitian lainnya menyatakan pula bahwa mineralisasi N dari berbagai bahan pangkasan leguminosa di daerah tropik lebih berkorelasi erat dengan nisbah (lignin + polifenol): N rasio (Fox et al., 1991) dan atau lignin: N rasio daripada kandungan polifenol (Kachaka et al., 1993). Polifenol adalah senyawa yang larut dalam air dan mampu membentuk kompleks dengan protein.
6
Margo Yuwono: Dekomposisi dan Mineralisasi Beberapa Macam Bahan Organik.
Oleh karena itu peranan polifenol dalam proses dekomposisi mungkin tidak ditentukan oleh jumlah total polifenol, tetapi mungkin lebih ditentukan oleh kemampuan polifenol mengikat protein. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa polifenol dalam mempengaruhi laju dekomposisi dan mineralisasi melalui pengaruhnya terhadap reaksi enzimatik. Penghambatan ini terjadi karena adanya pembentukan komplek polifenol-protein di mana polifenol berperan sebagai pelindung protein dari serangan enzim itu sendiri. Sehingga makin tinggi kandungan polifenol maka akan makin tinggi pula kemampuan mengikat protein dan akhirnya akan menghambat pelepasan N. Dengan demikian jumlah N yang dilepaskan akan semakin sedikit. Laju pelepasan N dari bahan organik asal Tithonia diversifolia yang berlangsung cepat dikarenakan kualitas bahan organik ini termasuk kategori tinggi, yaitu mempunyai kandungan N relatif tinggi, konsentrasi lignin, polifenol dan rasio C:N yang rendah dari ketiga bahan organik lainnya. Puncak mineralisasi terjadi pada 4 minggu setelah perlaku-an, yang selanjutnya akan semakin berkurang sam-pai akhir penelitian. Pola yang berbeda ditunjuk-kan oleh Centrosema pubescens. Sampai minggu ke-enam masih meningkat kemudian menurun pa-da minggu ke-delapan dan meningkat lagi pada akhir pengamatan (minggu 14). Untuk bahan ko-toran sapi dan Calopogonium muconoides mempu-nyai pola yang sama, yaitu terus terjadi peningkat-an sampai akhir pengamatan (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua bahan organik mempunyai pola mineralisasi yang sama. Pada Tabel 4 nampak bahwa konstanta kecepatan pelepasan N tertinggi pada bahan organik T. diversifolia kemudian diikuti oleh C. muconoides, C. pubescens dan yang terendah adalah bahan kotoran sapi. Handayanto et al. (1994) mengemukakan kecepatan mineralisasi sangat ditentukan oleh kualitas bahan organik, yaitu kandungan nitrogen, lignin, polifenol dan protein-binding capacity di samping faktor-faktor lingkungan lainnya. Dengan kualitas bahan organik yang tinggi maka mineralisasi akan berjalan cepat dan sebaliknya mineralisasi akan lambat bila kandungan N rendah serta kandungan lignin dan polifenol yang tinggi. Jelaslah bahwa dengan pengembalian biomas tanaman ke dalam tanah akan memperbaiki kandungan bahan organik tanah. Pengembalian ini harus dilakukan dengan hati-hati agar terjadi sinkronisasi antara kebutuhan hara bagi tanaman dengan pelepasan hara (melalui proses mineralisasi) dari bahan organik, mengingat bahwa bahan organik
mempunyai kualitas yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Namun demikian seringkali bahwa laju mineralisasi atau pelepasan N melebihi kebutuhan tanaman pada awal pertumbuhannya, sehingga sebagian N yang tidak diserap oleh tanaman akan mudah hilang oleh pencucian atau pengupanan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pengetahuan tentang pengelolaan bahan organik dalam hal ini tentang kualitas bahan organik menjadi sangat penting agar didapatkan hasil yang baik. Salah satu cara yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan cara me-milih kualitas bahan organik mana yang akan dibe-rikan ke dalam tanah, atau dengan jalan memani-pulasi kualitas bahan organik yaitu dengan cara mencampur kualitas bahan organik yang tinggi de-ngan bahan organik yang berkualitas rendah.
KESIMPULAN 1. Kecepatan mineralisasi N sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan organik terutama oleh kandungan N, lignin dan polifenol. 2. Makin tinggi kandungan N pada bahan organik akan makin tinggi kecepatan mineralisasi N dan sebaliknya makin tinggi kandungan lignin dan polifenol makin menurunkan kecepatan mi-neralisasi N.
DAFTAR PUSTAKA Cuevas, V. C. 1997. Rapid Composting Technology in Philippines: Its Role in Producing Good-quality Organic Fertilizers. College of Arts and Sciences University of the Philippines, Los Banos, the Philippines. Fox, R. M., J. W. Doran, D. T. Wilters, A. R. Mosier dan D. D. Francis. 1991. Crop residues type and placement effects on denitrification and mineralization. American Journal of Soil Science 55: 1020-1025. Frankenberger, W. T. dan H. M. Abdelmagid. 1985. Kinetic parameters of nitrogen mineralization rates of leguminosae crops incorporated into soils. Plant and Soil 87: 35-40. Handayanto, E. 1993. Nitrogen Mineralization from Legume Tree Pruning of Different Quality. Ph.D. Thesis. University of London, London. Handayanto, E., G. Cadisch dan K. E. Giller. 1994. N release from legume hedgerouw tree prunnings in relation to their quality and incubation method. Plant and Soil 160: 239-247.
7
Jurnal Agronomi Vol. 12 No. 1, Januari - Juni 2008
Haynes, R. J. 1986. The Decomposition Process: Mineralization, Immobilization, Humus formation and Degradation, pp. 52-109. Dalam R. J. Haynes [ed.]. Mineral Nitrogen in the Plant Soil Systems. Kachaka, S., B. Vanlouwe dan R. Merckx. 1993. Decomposition and Mineralization of Prunings of Different Quality, pp. 199-203. Dalam. Soil Organic Matter Dynamics and Sustainability of Tropical Agriculture. Karama, A. S., A. R. Marzuki dan I. Manwan. 1994. Penggunaan Bahan Organik pada Tanaman Pangan. Simposium Hortikultura Nasional, Jakarta. Oglesby, K. A. dan J. H. Fownes. 1992. Effects of critical composition on nitrogen mineralization from green manure of seven tropical leguminous trees. Plant and Soil 143: 127-132.
Palm, C. A. dan P. A. Sanchez. 1991. Nitrogen release from the legume as effected by their lignin and polyphenolic content. Soil Biology and Biochemistry 23: 83-88. Peradeniya, R. M. A. 2000. Integrated Plant Nutrient Systems. Training Manual. The Fertilizer Advisory Development Information Network for Asia and the Pacific (FADINAP), Sri Lanka. Tian, G., B. T. Kang dan Brussand. 1992. Soil Biology and Biochemistry: Biological Effects of Plant Residues with Contrasting Chemical Compositions and Nutrient Release. Young, A. 1989. Agroforestry for soil conservation. CABI International: 105-108.
8