28 Master Bahasa Vol. I No. 1; Januari 2013: 28-37
DAYA SERAP SISWA TERHADAP SOAL UJIAN NASIONAL MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA (Studi KompetensiSiswa SMAdi Kabupaten Bireuen dan Kota Lhokseumawe) oleh Wildan1 ABSTRAK Artikel ini berkenaan dengan pemetaan dan peningkatan mutu pendidikan siswa SMA dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia (MPBI). Artikel ini dilandasi oleh dasar pemikiran bahwa (a) kajian ini merupakan kajian yang sangat penting dalam rangka pengembangan sistem pembelajaran MPBI pada pendidikan formal, (b) data hasil UN dalam rentang 2008—2010 memperlihatkan bahwa siswa SMA mengalami kegagalan dalam banyak subpokok bahasan dalam setiap mata pelajaran, termasuk dalam MPBI, (c) rumusan alternatif pemecahan masalah untuk meningkatkan kompetensi siswa tersebut. Oleh karena itu, lingkup artikel ini meliputi ketiga aspek itu, yaitu (1) aspek kompetensi akademik siswa, (2) faktor penyebab timbulnya masalah, dan (3) rumusan alternatif pemecahan masalah. Pembahasan aspek (1) kompetensi akademik siswa, akan berkontribusi dengan penelitian paling mutakhir telah dilakukan oleh Entoh Tohani (2011) menyangkut pemetaan tingkat mutu pendidikan pada pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pembahasan aspek (2) dan (3) akan berkontribusi bagi pengembangan Kompetensi Akademik Siswa SMA dan tinjauan terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Hasil pembahasan artikel ini menawarkan sejumlah alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi rendahnya kompetensi akademik siswa SMA. Kata kunci: daya serap, kompetensi, kurikulum ABSTRACT This article deals with mapping and improving of the education quality for Senior High School students in Indonesian Language subject. This article was based on the rationale that (a) this study was an essential study to develop the learning system of Indonesian Language subject in formal education, (b) data of National Examination results (UN) from 2008 to 2010 showed that Senior High School students failed in many sub topics in every subject, including Indonesian Language subject, (c) there is an alternative formulation of problem-solving to improve students’ 1 Dosen PBSI FKIP Unsyiah
29
Daya Serap Siswa Terhadap ... (Wildan)
competence. Therefore, the scope of this article covered three aspects, i.e. (1) aspects of student’s academic competence, (2) factors which cause problems, and (3) the alternative formulation of problem-solving. Discussion for the first aspect would contribute to the most current research conducted by Entoh Tohani (2011) concerning the mapping of quality of education level at Learning Center (PKBM) in Yogyakarta. Discussion for the second and third aspects would contribute to the development of Senior High School Students’ Academic Competence and the review of School-Based Curriculum. The discussion results of this article propose a number of alternative solutions to overcome the low of academic competence of Senior High School Students. Keywords: ability to understand, competence, curriculum
1. Pendahuluan Artikel ini berkenaan dengan pemetaan dan peningkatan mutu pendidikan siswa SMA dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia (MPBI). Ruang lingkup kajian meliputi aspek kompetensi akademik siswa, faktor penyebab timbulnya masalah, dan rumusan alternatif pemecahan masalah. Kajian ini dilandasi oleh hal-hal berikut. Pertama, kajian ini merupakan kajian yang sangat penting dalam rangka pengembangan sistem pembelajaran MPBI pada pendidikan formal. Kajian ini telah diawali dengan upaya memperoleh temuan lapangan, yaitu pemetaan kondisi nyata menyangkut kompetensi siswa SMA dan kondisi nyata berkenaan dengan faktor-faktor yang menyebabkan siswa berhasil atau gagal dalam sub-subpokok bahasan tertentu MPBI. Berdasarkan temuan lapangan dimaksud, kemudian ditentukan rumusanrumusan alternatif pemecahan masalah yang mungkin diaplikasikan di lapangan. Artinya, hasil kajian lapangan dikembangkan berbagai kebijakan berupa kegiatan nyata yang dapat mengantisipasi setiap permasalahan yang mengiringi pembelajaran MPBI selama ini. Dalam kerangka pengembangan program alternatif inilah kajian ini memegang peranan yang sangat mendasar. Secara umum, kebanyakan siswa tidak lulus UN disebabkan oleh kegagalan mereka dalam tiga mata pelajaran pokok, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan Matematika. Namun, keadaan ini tidak bermakna bahwa
capaian siswa dalam mata pelajaran lain sudah sangat baik. Data hasil UN dalam rentang 2008—2010 memperlihatkan bahwa siswa SMA mengalami kegagalan dalam banyak subpokok bahasan dalam setiap mata pelajaran, termasuk dalam MPBI. Secara akademik, salah satu model alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi berbagai kelemahan siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan itu adalah penerapan model-model pembelajaran yang inovatif. Hal ini tentu saja perlu didasarkan pada hasil kajian mutakhir. Hingga saat ini belum dimiliki informasi yang memadai menyangkut penelitian dalam bidang ini. Penelitian paling mutakhir telah dilakukan oleh Entoh Tohani (2011) menyangkut pemetaan tingkat mutu pendidikan pada pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara khusus kajian ini dimaksudkan untuk (1) menggambarkan kompetensi akademik siswa SMA dalam MPBI; (2) menemukan faktor-faktor penyebab rendahnya kompetensi akademik siswa SMA (di Aceh) dalam sub-subpokok bahasan tertentu dalam MPBI; dan (3) menemukan rumusan alternatif pemecahan masalah untuk meningkatkan kompetensi siswa tersebut. 2. Kajian Pustaka Konsep Kompetensi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan)
30 Master Bahasa Vol. I No. 1; Januari 2013: 28-37 untuk menentukan (memutuskan) sesuatu. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary tertera bahwa “Competence is the abilty to do something well”. Jadi, kompetensi sama dengan kemampuan atau kecakapan (Syah, 2000:229), yaitu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak (Depdiknas, 2004:7). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi siswa berarti kemampuan siswa yang mencirikannya memahami, memaknai, dan memanfaatkan materi pelajaran yang telah dipelajari. Kompetensi siswa dapat dipilah atas tiga ranah, yaitu a. kognitif (pemahaman, penalaran, aplikasi, analisis, observasi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, koneksi, komunikasi, inkuiri, hipotesis, konjektur, generalisasi, kreativitas, pemecahan masalah), b. afektif (pengendalian diri yang mencakup kesadaran diri, pengelolaan suasana hati, pengendalian impulsi, motivasi aktivitas positif, empati), dan c. psikomotorik (sosialisasi dan kepribadian yang mencakup kemampuan argumentasi, presentasi, prilaku). Dalam psikologi kontemporer, kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan profesional (akademik, terutama kognitif) disebut dengan hard skill, yang berkontribusi terhadap kesuksesan individu hingga kadar 40%. Selanjutnya, kompetensi yang berkenaan dengan afektif dan psikomotorik, yang berkaitan dengan kemampuan kepribadian, sosialisasi, dan pengendalian diri, disebut dengan soft skill, yang berkontribusi terhadap kesuksesan individu hingga kadar 60%. (Lihat juga Seherman, 2008) Tinjauan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi. Kompetensi terdiri atas standar
kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran pada setiap tingkat dan/atau semester. Standar kompetensi dan kompetensi dasar disajikan dalam dokumen yang mencakup latar belakang, tujuan, dan ruang lingkup. BSNP (2006) menjelaskan delapan standar pada KTSP, yaitu sebagai berikut. 1) Standar isi, yaitu ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. 2) Standar kompetensi lulusan, yaitu kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 3) Standar proses, yaitu standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. 4) Standar pendidik dan tenaga kependidikan, yaitu kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. 5) Standar sarana dan prasarana, yaitu standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. 6) Standar pengelolaan, yaitu standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/ kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
Daya Serap Siswa Terhadap ... (Wildan) pendidikan. 7) Standar pembiayaan, yaitu standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. 8) Standar penilaian pendidikan, yaitu standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik Menurut Mulyasa (2007), secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk 1) meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia; 2) meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama; dan 3) meningkatkan kompetisi yang sehat antarsatuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai. Kompetensi MPBI Berkaitan dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa SMA, kurikulum yang sekarang berlaku di sekolah, yaitu KTSP, menggariskan dua ranah kompetensi dasar MPBI, yaitu kompetensi kebahasaan dan kompetensi kesastraan. Ke dalam kedua kompetensi dasar ini dijabarkan empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Kompetensi kebahasaan berkenaan dengan kemampuan kebahasaan. Kompetensi kebahasaan merupakan kecakapan bahasa tentang sistem bahasa, struktur, kosa kata, dan seluruh aspek kebahasaan yang ada. Kompetensi kebahasaan dipandang sebagai prasyarat untuk menguasai kompetensi komunikatif, atau tindak berbahasa baik yang bersifat reseptif maupun produktif.
31 Kompetensi kebahasaan yang terpenting yang sangat dibutuhkan dalam tindak berbahasa adalah struktur bahasa dan kosa kata. Istilah struktur bahasa menunjuk pengertian subsistem dalam organisasi bahasa, yang satuan-satuan bermakna bergabung untuk membentuk satuan yang lebih besar (Kridalaksana dalam Nurgiyantoro, 1995:211). Kompetensi kesastraan mencakupi aspek kognitif atau pengetahuan tentang sastra serta apresiasi sastra. Pengetahuan tentang sastra dan kemampuan apresiasi sastra yang memadai akan menimbulkan sikap menghargai dan mencintai sastra. Pengetahuan tentang sastra bersifat teoretis dan historis, yang meliputi (1) kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, dan aturan-aturan kesastraan; dan (2) sejarah perkembangan kesastraan, baik berkenaan dengan tokoh-tokoh sastra, karya sastra, maupun peristiwa sastra. Kemampuan mengapresiasi sastra merupakan kecakapan dalam menggauli cipta sastra sehingga menimbulkan kepekaan pikiran yang kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap sastra. Ini bermakna bahwa kemampuan ini lebih berorientasi pada penglibatan unsur intelektual dan emosianal dalam kaitannya dengan karya satra. Beranjak dari harapan di atas, dirumuskanlah tujuan MPBI (Depdiknas, 2004), yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; 2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara; 3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; 4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; 5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus
32 Master Bahasa Vol. I No. 1; Januari 2013: 28-37 budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan 6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
3. Daya Serap Siswa SMA Tahun 2007/2008 - 2009/2010 Kompetensi Akademik Siswa SMA Bahasan ini diawal dengan tampilan data hasil UN MPBI SMA di Provinsi Aceh dalam rentang 2008-2010 sebagai berikut.
TABEL NILAI RATA-RATA DAN PERINGKAT CAPAIAN SISWA DALAM MPBI Nilai rata-rata dan Peringkat No.
Bidang
Tahun 2007/2008
Tahun 2008/2009
Tahun 2009/2010
A
B
C
A
B
C
A
B
C
1.
Bahasa Indonesia Kelompok IPA
6,58
7,60
30
6,41
6,82
28
7,50
7,46
13
2.
Bahasa Indonesia Kelompok IPS
5,54
6,95
33
5,87
6,31
24
7,11
7,02
8
Keterangan: A = Nilai rata-rata Provinsi Aceh B = Nilai rata-rata Nasional C = Peringkat Provinsi Aceh di Tingkat Nasional Data berikut merupakan hasil kajian pada tiga SMA sampel di dua Kab/Kota di Aceh, yaitu Kabupaten Bireuen dan Kota Lhokseumawe. Secara umum terlihat bahwa kompetensi akademik siswa SMA di kedua daerah kajian masih lemah dalam topik tertentu. Dalam tahun 2007/2008, siswa mengalami kesulitan berkenaan dengan KD yang berhubungan dengan paragraf. Hal ini terutama menyangkut dengan pengembangan dan penentuan ide pokok, dan penentuan kalimat topik dan kalimat penjelas, pemahaman tabel dan grafik, dan penulisan gagasan dalam bentuk paragraf (narasi, deskripsi, dan eksposisi. argumentasi). Misalnya, siswa masih sulit menjawab soal berkenaan dengan aspek menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif. Siswa masih kesulitan saat dihadapkan dengan soal-soal yang menuntut
mereka memberi komentar, tanggapan, ataupun menulis gagasan dalam bentuk paragraf. Siswa juga belum dapat mencapai hasil yang baik berkaitan dengan menulis surat dagang, surat kuasa, surat lamaran pekerjaan, notulen rapat sesuai. Para siswa juga bermasalah dengan KD mengenai unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra, baik pada penggalan novel (novel Indonesia atau terjemahan), cerpen, puisi, maupun hikayat. Para siswa belum mampu mencapai hasil yang baik berkaitan dengan KD tentang penganalisisan struktur karya sastra. Dalam tahun 2008/2009, siswa masih bermasalah dalam penguasaan KD yang hampir sama. Siswa masih sangat lemah dalam (1) menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel, (2) menjelaskan unsur-unsur intrinsik cerpen, (3) menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat,
Daya Serap Siswa Terhadap ... (Wildan) (4) menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf, (5) mengidentifikasi peristiwa, pelaku dan perwatakannya, dialog, dan konflik pada pementasan sastra. Pada tahun 2009/2010, karena menyadari kesalahan yang terjadi pada tahun 2007/2008 dan 2008/2009 yang ditandai dengan banyaknya peserta ujian yang mempunyai nilai rendah, soal UN dibuat dalam bentuk yang berbeda, yaitu dibuat dalam bentuk paket A dan B, baik IPA maupun IPS. Namun, capaian nilai rendah di bawah 65% masih berada pada KD yang berkemiripan dengan tahun sebelumnya, yaitu menulis paragraf, menulis unsur-unsur cerpen dan penggalan novel. Di samping itu, kemampuan siswa yang rendah juga terlihat pada kemampuan menulis karya ilmiah hasil pengamatan dan penelitian, terutama dalam hal melengkapi karya tulis dengan daftar pustaka dan catatan kaki. Selain itu, siswa juga masih sulit membedakan fakta dan opini pada editorial dengan membaca intensif. Bedasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa siswa SMA sampel masih mengalami berbagai masalah dalam menguasai kompetensi akademik MPBI. Hal ini terlihat dari rendahnya pemerolehan hasil UN mereka dalam sejumlah KD seperti penguasaan paragraf (induktif dan deduktif, ekspositori dan argumentatif serta persuasif), penganalisisan unsur karya sastra, pengidentifikasian unsur cerita (sastra), penulisan karangan dengan pola urutan waktu dan tempat, penulisan karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalm cerpen (pelaku, peristiwa, latar), penulisan surat (dinas, dagang, kuasa) berdasarkan isi, bahasa, dan format yang baku, serta perangkuman informasi dari tabel atau grafik. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Kompetensi Akademik Siswa SMA Rendahnya kompetensi akademik siswa sangat erat kaitannya dengan sejumlah faktor berkut. Pertama, secara umum siswa kurang termotivasi dalam belajar bahasa Indonesia. Minat siswa
33 terhadap pembelajaran bahasa Indonesia sangat rendah. Siswa tidak terbiasa dengan kegiatan membaca berbagai bacaan. Siswa jarang sekali membaca data pada tabel, yang berakibat pada rendahnya kemampuan mereka dalam merangkum isi informasi dari suatu tabel dan/ atau grafik ke dalam beberapa kalimat dengan membaca. Siswa tidak terbiasa dalam menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif. Menurut pengakuan siswa, pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung secara menoton. Mereka tidak mendapat metode ajar yang tepat dari guru. Di samping itu, siswa sering memilahmilah pelajaran yang mereka sukai dan yang tidak mereka sukai. Untuk materi-materi tertentu mereka berhasil dan untuk materi berikutnya mereka gagal dan pada akhirnya mereka terjebak dalam kesalahan yang sama. Mereka tidak menyadari bahwa muatan Pelajaran Bahasa Indonesia saling berkaitan satu sama lain. Faktor lainnya penyebab rendahnya kompetensi akademik sebagian siswa adalah rendahnya dukungan orang tua. Sebagian siswa terpaksa bekerja membantu orang tua mereka. Hal ini terutama terjadi pada siswa yang berlatar belakang sosio-agraris. Siswa SMA dari tahun ke tahun memiliki nilai uji rendah pada pembelajaran sastra. Kemampuan memahami sastra belum mempunyai makna yang berarti bagi siswa, terutama belum bermakna sebagai sarana untuk meningkatkan nilai-nilai sosial, nilai estetika, nilai kemasyarakatan, dan sebagainya. Pembelajaran sastra hendaknya menitik beratkan pada sikap apresiatif. Bimbingan terhadap pemahaman sastra harus lebih didahulukan daripada pengetahuan tentang sastra atau teori sastra sehingga siswa mempunyai sikap yang positif dan timbul penghargaan terhadap karya sastra. Contoh kasus ada pada salah satu SMA sampel. Siswa di sekolah ini selalu mengalami kesulitan dalam subpokok bahasan menulis puisi dan mengidentifikasi unsur-unsur bentuk puisi yang disampaikan secara langsung atau melalui
34 Master Bahasa Vol. I No. 1; Januari 2013: 28-37 rekaman. Permasalahannya adalah pembelajaran puisi didominasi dengan teori, bukan apresiasi. Siswa jarang sekali diberi contoh puisi yang dekat dengan kehidupan mereka, baik ditinjau dari sutu isi puisi, penulisnya, maupun bentuk atau genre puisinya. Pembelajaran puisi pada tingkat apresiatif sangat penting untuk memaknai sebuah puisi secara utuh. Di samping itu, pokok bahasan puisi dalam buku-buku tidak disertai dengan pengetahuan tentang puisi. Dalam setiap unit bahasan hanya disajikan puisi dan pertanyaan-pertanyaan tentang struktur luar puisi . Itu pun belum tentu mempertimbangkan jenjang atau tingkat kesulitan soal. Pembelajaran puisi diarahkan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan itu. Siswa tidak akan dapat memahami puisi tanpa paham cara memahami puisi itu. Untuk hal itu, dengan sendirinya diperlukan teknik pemahaman dalam memahami struktur dalam maupun struktur luar puisi secara efektif. Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa rendahnya capaian siswa SMA dalam UN selama tiga tahun kajan dipicu oleh beberapa hal. Pertama, motivasi dan minat siswa terhadap MPBI rendah. Kedua, pembelajaran bahasa Indonesia belum diselenggarakan dengan teknik/ metode/model pembelajaran yang inovatis. Ketiga, dukungan keluarga terhadap siswa juga rendah. Keempat, khusus menyangkut materi sastra, pembelajaran lebih didominasi oleh teori daripada apresiasi karya. Rumusan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah untuk meningkatkan kompetensi siswa SMA secara umum dapat dikatakan sebagai berikut. Pertama, pembenahan aspek pembelajaran, terutama penerapan model pembelajaran yang aktif dan inovatif. Hal ini tentu saja lebih mengarah pada peningkatan kapasitas guru. Guru BI harus mampu memotifasi siswa dan harus selalu mengerti perubahan emosional siswanya sehingga mereka tetap berkonsentrasi untuk belajar. Tentu saja yang telah dipaparkan itu haruslah sebanding dengan metode ajar yang tepat. Artinya, guru harus selalu menjadi model. Misalnya, siswa tidak sering membaca data pada
tabel, terbukti dari rendahnya kemampuan siswa merangkum isi informasi dari suatu tabel dan atau grafik ke dalam beberapa kalimat dengan membaca. Guru harus biasa menampilkan model dalam membaca tabel tersebut, terutama menuliskan yang dialami, dilihat, dan dirasakan untuk menghasilkan paragraf naratif, deskriptif, dan argumentatif. Guru mestilah memulainya dengan sesuatu yang sederhana. Kedua, sebagaimana tercermin di hampir semua sekolah sampel, faktor penyebab rendahnya kompetensi akademik siswa di antaranya adalah rendahnya kemampuan siswa dalam memahami teks. Minat baca para siswa sangat rendah. Hal ini berakibat pada rendahnya kompetensi akademik mereka pada KD menulis dan membaca, baik paragraf naratif, ekpositif, dan menulis surat dinas. Jalan keluar yang dapat ditempuh adalah adanya pelatihan peningkatan minat baca dan latihan membaca intensif. Hal ini sangat urgen untuk dilaksanakan mengingat model soal UN pun dirakit dengan berbasis keragaman wacana (paragraf). Artinya, pembelajaran bahasa Indonesia patut dilakukan dengan pendekatan genre. Ketiga, kondisi siswa yang berlatar belakang sosio-agraris berakibat juga pada kemampuan akademik mereka. Misalnya, siswa harus banyak bekerja membantu orang tua dan pada saat yang sama siswa memiliki materi tentang menulis. Dalam keadaan yang demikian, untuk tahap-tahap awal, guru harus mengarahkan mereka belajar berbahasa dengan topik yang dekat dengan kehidupan mereka. Guru harus membatasi diri mengarahkan siswa menulis atau membaca tentang hebatnya teknologi dirgantara yang mungkin sebagian dari mereka tidak paham betul dengan topik itu, meskipun pada akhirnya siswa juga harus berhubungan dengan topik yang beragam itu. Artinya, pembelajaran bahasa harus didekati dengan hal-hal yang dekat dengan siswa atau hal-hal yang mudah dan konkret menuju kepada topik-topik yang variatif dan lebih abstrak. Begitu juga ketika mereka memiliki tugas untuk membaca, guru harus biasa membaca keadaan siswa. Buku apa yang
Daya Serap Siswa Terhadap ... (Wildan) mereka butuhkan untuk dibaca sehingga mereka merasa penting untuk membaca, misalnya, bukubuku pertanian, sehingga ketika mereka punya tugas merangkum informasi atau menemukan ide pokok dari sebuah tulisan mereka merasa perlu untuk melakukannya. Jadi, pendekatan pembelajaran komunikatif harus menjadi dasar bagi guru bahasa Indonesia pada sekolahsekolah. Siswa masih kesulitan saat dihadapkan dengan soal-soal yang menuntut mereka memberi komentar, tanggapan, ataupun menulis gagasan dalam bentuk paragraf (induktif dan deduktif). Hal ini dapat dipecahkan hanya melalui latihan dan latihan. Artinya, pembelajaran harus lebih diarahkan pada penumbuhan keterampilan. Siswa harus dibiasakan, setiap saat, untuk belajar membaca, menulis, mendengar, dan berbicara secara langsung. Sebagaimana terlihat di atas bahwa capaian KD dalam UN selama tiga tahun berturut-turut lebih terarah pada ketidakcakapan siswa dalam memahami wacana. Jalan keluar utama yang perlu ditempuh adalah pelatihan membaca cepat dan efektif. Untuk meningkatkan nilai uji siswa sebenarnya bisa dikembalikan pada siswa itu sendiri, yaitu dengan meningkatkan minat baca. Tugas guru, juga orang tua, adalah memotivasi mereka. Mereka harus dibiasakan dengan kegiatan membaca cepat sehingga soal UN yang bersumber dari berbagai wacana (paragraf) dapat ditangkap dengan cepat pula. Terlebih ketika siswa harus membaca dan kemudian menganalisis keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-hari. Uraian di atas memperlihatkan bahwa kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat diantisipasi dengan berbagai cara pemecahan: pertama, penerapan model pembelajaran yang aktif dan inovatif (PAKEM), missalnya lessen study; kedua penerapan pendekatan pembelajaran yang variatif seperti pendekatan berdasarkan genre (genre based approach) penerapan pendekatan pembelajaran komunikatif (communacative approach).
35 4. Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa siswa jurusan IPA dan IPS (pada SMA sampel di Kabupaten Bireuen dan Kota Lhokseumawe, Propinsi Aceh) masih mengalami berbagai masalah dalam menguasai kompetensi akademik MPBI. Hal ini terlihat dari rendahnya pemerolehan hasil UN mereka dalam sejumlah KD seperti penguasaan paragraf (induktif dan deduktif, ekspositori dan argumentatif serta persuasif), penganalisisan unsur karya sastra, pengidentifikasian unsur cerita (drama), penulisan karangan dengan pola urutan waktu dan tempat, penulisan karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalm cerpen (pelaku, peristiwa, latar), penulisan surat (dinas, dagang, kuasa) berdasarkan isi, bahasa, dan format yang baku, serta perangkuman informasi dari tabel atau grafik. Di samping itu, para siswa juga mengalami kendala dalam menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf, mengidentifikasi peristiwa, pelaku dan perwatakannya, dialog, dan konflik pada pementasan drama, menganalisis keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-hari, menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan penggalan novel, dan merangkum seluruh isi informasi dari suatu tabel dan atau grafik ke dalam beberapa kalimat dengan membaca memindai. Rendahnya kompetensi akademik siswa sangat erat kaitannya dengan sejumlah faktor: siswa, guru, manajemen pembelajaran dan sistem evaluasi, dukungan orang tua, dan ketersediaan sarana. Pertama, secara umum motivasi dan minat siswa dalam belajar bahasa Indonesia rendah. Kedua, guru masih belum memiliki kecakapan pembelajaran yang memadai. terutama dalam menggunakan metode atau teknik mengajar yang efektif dan menyenangkan. Ketiga, penyelenggaraan pembelajaran bahasa Indonesian belum sepenuhnya ditata dalam manajemen yang sempurna, baik menyangkut perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasinya (termasuk UN). Keempat, dan ini merupakan
36 Master Bahasa Vol. I No. 1; Januari 2013: 28-37 faktor yang sangat menentukan, dukungan orang sekolah mereka dengan sarana (dan prasarana) tua terhadap keberhasilan siswa belajar bahasa yang memadai, terutama harus dilakukan Indonesia sangat rendah. Terakhir, sekolah- pemberdayaan komite sekolah. sekolah di kedua kabupaten/kota belum memliki kelengkapan sarana yang memadai, yang dapat mendukung kelangsungan pembelajaran bahasa DAFTAR PUSTAKA Indonesia secara sempurna. Depdiknas. 2004. Kurikulum KTSP 2004. Rekomendasi Jakarta: Depdiknas. Berikut disebutkan sejumlah alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi Kartodirdjo, S. 1998. ”Metode Penggunaan rendahnya kompetensi akademik siswa SMA. Bahan Dokumen.” Dlm. Koentjaraningrat Pertama, berkait dengan rendahnya motivasi (Pnyt.). Metode-Metode Penelitian dan minat siswa dalam belajar bahasa Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Indonesia perlu dilakukan pembinaan mental. Pembenahan aspek psikologis ini antara Kemendiknas. 2010. Panduan Kebijakan lain dapat dilakukan dengan bimbingan dan Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional penyuluhan klinis dengan melihatkan pakar untuk Perbaikan Mutu Pendidikan, motivator dan ahli pendidikan bahasa. Kedua, Kementerian Pendidikan Nasional, menyangkut lemahnya kecakapan guru dalam Badan Penelitian dan Pengembangan pembelajaran, terutama dalam menggunakan Pendidikan, Jakarta. metode atau teknik mengajar yang efektif dan menyenangkan, atau penerapan lesson Martin, J.R. dan Rose, D. 2007. ”Interacting study, dapat dilakukan pendampingan with Text: The Role of Dialogue on oleh LPTK atau workshop yang dapat Learning to Read and Write.” Dalam memberdayakan keterampilan mengajar Foreign Studies Journal. Beijing, 2007. mereka. Ketiga, berkenaan dengan manajemen penyelenggaraan pembelajaran bahasa Muhadjir, N. 1990. Metodologi Penelitian Indonesian antara lain dapat dibenahi melalui Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. pembenahan perencanaan pembelajaran ke arah yang lebih efektif dan efesian, Neuman, W. L. 2003. Social Research perwujudan (pelaksanaan) pembelajaran yang Methods: Qualitative and Quantitative kreatif dan inovatis, dan penyelenggaraan Approaches. Ed. ke-4. Boston: Allyn and evaluasi (sumatif, formatif, maupun UN) Bacon. yang dapat membantu siswa. Khusus dalam menghadapi UN, siswa dapat dibantu melalui Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Penilaian kegiatan workshop atau pendampingan siswa dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. dalam upaya meningkatkan membaca cepat Yogyakarta: BPFE. dan efektif, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan sastra, misalnya dengan menrapkan Suherman, Erman. 2008. “Model Belajar genre based. Keempat, dukungan orang tua dan Pembelajaran Berorientasi Komterhadap keberhasilan siswa belajar bahasa petensi Siswa.” http://pkab.wordpress. Indonesia dapat dibenahi dengan memberikan com/2008/04/29/model-belajar-danpenerangan tentang pentingnya belajar pembelajaran-berorientasi-kompetensibahasa bagi kehidupan siswa di luar sekolah. siswa/Diunduh pada 26 Mei 2011, pukul Terakhir, sekolah-sekolah perlu melengkapi 12.25.
Daya Serap Siswa Terhadap ... (Wildan)
37
Tohani, Entoh. 2011. “Pemetaan Tingkat Mutu Wildan dkk. 2011. “Pemetaan dan Peningkatan Pendidikan pada Pusat Kegiatan Belajar Mutu Pendidikan Siswa SMA Masyarakat (PKBM) di Daerah Istimewa di Kabupaten Bireuen dan Kota Yogyakarta.” Laporan Penelitian. Lhokseumawe. (Laporan Penelitan). Yogyakarta: UNY. Darussalam: Unsyiah.