PEMBUATAW BW IKET KOMPO S SERASAH DAUH KERllG DARI HASIL FERMENTAS1 AEROBIK
OIeh AGUS SALIM
F 24. 1220
1 9 9 3 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R
Agus Salim F 24. 1220. Pembuatan Briket Kompos Serasah Daun Kering Dari Basil Fermentasi Aerobik. Dibawah bimbingan Drs. Fabidin, BSc dan Dr.Ir. R. Sudraiat, MSc.
R I NGKASAN
Limbah mmpakan d a h yang cukup serius dewasa ini. Karena apabila
ti&
ditangani dengan baik akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan
serta akan mengganggu keindahan atau estetika lingkungan dan lebih jauh lagi akan
mengganggu stab'itas dari mahluk hidup. Salah satu limbah kehutanan adalah daun-daun kering. Dimana jumlah limbah ini cukup besar sekali, apalagi kalau dihubungkan dengan keberadaan H u m Tam-
man Industri @.TI). Alternatif pemecahan masalah ini adalah dengan menadpkan tehologi proses
fermentasi aerobik yaitu daun-daun kering dimdaatkan untuk dijadikan pupuk organik (kompos) dan dalam hal ini dibentuk menjadi bentukan briket kompos. Dengan ben-
ini diharapkan kompos akan memiliki niiai tambah dibandingkan
kompos serbuk biasa. Tujuan penelitian ini adalah memberikan bentukan lain dari kompos yaitu briket sehingga memudahkan di dalam pengemasan, wansportasi dan penyimpamn. Selain itu juga menjadikan briket kompos sebagai svplai hara yang cukup tinggi, terutama untulr mempercepat perkembangan dan peningkatan kualitas anakan
Bahan baku kompos yang akan dibentuk briket berasal dari proses fermentasi sadsah daun kering seam aerobik atau yang dikenal dengan proses pengomposan
dengan metode indore atau dengan sisEem tumpukan. Rancangan percobaan yang digunakan addah rancangan acak lengkap blok dengan pemanasan dan tanpa pemanasan sebagai blok (A) dan p e r 1 h gaya tekan
(B) dengan 4 taraf yaitu 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton d;in 10 tun. Adapun a d s a keraga-
mannya dengan meggunakan uji-F, sedangkan uji lebih lanjut dengan menggunakan uji perbandingan ganda Tukey. Dari Tabel ANAVA untuk selang kepercayaan 0.01 uji-F untuk kekuatan briket menunjukkan hasi yang sangat berbeda nyata untuk perlakuan variasi tekanan alat (B) mupun untuk blok (A). Dan dengan menggunah uji perbandingan g a d Tukey perbandingan antar blok (A) dengan kekuatan briket kompos
w) pa&
selang kepercayaan dari 0.05 sampai 0.01, blok dengan pem;masan 10 menit (A2)
memberikan has2 r a m sebesar 163.80 kg/cm2 sedmgkan blok dengan tanpa pemanasan (A1) adalah 73.33 kg/cm2. Ini menunjukkan bahwa perbandingan kedua blok terdapat perbedaan yang nyata sampai sangat nyata terhadap kekuatan kompos briket yang dihasilkan. Kondisi penekanan yang terbaik pa& kekuatan briket kompos yaitu dengan menggunakan pe-
10 menit dan ditekan dengan k e h t a n alat sebesar 10 ton.
P E M B U A T A N B R I K E T KOMPOS S E R A S A H DAUN K E R I N G DARI H A S I L FERMENTASI AEROBIK
Oleh
AGUS SALIM F 24. 1220
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pa& jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pe.rtanian
Insiitut Pertanian Bogor
1993 FAKULTAS TEKNOLOGI PERT INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TElCNOLOGI PERTAWAN
PEMBUATAN
BRIKET
KOMPOS
SERASAH
DAUN KERING DARI HASIL FERMENTASI AEROBIK
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARIANA TFXNOLOGI PERTANIAN
pa& jurusan Teknologi Ind&
Pertanion
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertauiau Bogor
Qleh
AGUS S
F 24. 1220
Dosen Pembimbiug TI
Dosea Pembimbing I
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, karena dengan rahmat dan m
y
a makil sknpsi ini &pat diselesaikaa.
Skripsi ini merupdau tugas akhir yang wajib diselesaikau oieh mahasiswa S1 Fakultas Teknologi Pertmian, Institut P d a n Bogor, sebagai d a b satu syarat
untuk memperoleh gelar kesajanaan. Pa& kesempatan ini penulis sampaikan rasa terima kasih kepada semua pi& yang telah turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, khususmya kepada : 1. Drs. Fahidin, BSc dan Dr.Ir. R. Sudradjat, MSc, selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
2. Ibu Sri Kowdyati yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi.
3. Ibu, Bapak, Kakak serta Adik yang telah memberikan bantuan mater-ildan moril kepada penulis selama saufi. 4. Dadang, Pak Ali, Pak Salirn dan Pak Mabfudin yang telah membantu penulis di
dalam peiaksanaan penelitian.
5. Segenap civitas &de&
Jurusao Teknologi Industri Pertanian dan pegawai
?usat Peneiitian dan PengemII1mgaNasil Hutan
(P3EM) yang telah membilnm
kelancaran penelitian. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kajian lebih h j u t perlu clilakukan untuk menyempumakm skripsi ini, serta kritik
dan saran yang bersiiat membangun.
iii
Akhir kata semogd skripsi ini &pat bermanfaat baa semua pihak yang memer-
illkannya.
DAFTAR
IS1
Halaan
............... DAFTAR IS1 . . . . . . . . . . . . . . . . DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . I. PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . I1. TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . A . PENGOMPOSAN . . . . . . . . . . . . . . . B . PENGOMPOSAN AEROBIK DAN ANAEROBIK . . . . C . FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU PENGOMPOSAN . . . . . . . . . . . . . . . D . PERANAN KOMPOS BAG1 KESUBURAN TANAH . . . E . SERASAH DAUN KERING . . . . . . . . . . . 111. METODOLOGI . . . . . . . . . . . . . . . . . k. B DAN ALAT . . . . . . . . . . . . .. B . METODA . . . . . . . . . . . . . . . . . . C . WAKTU DAN TEMPAT . . . . . . . . . . . . . D . TATA LAKSANA . . . . . . . . . . . . . . . IV . .HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . A . BAHAN BAKU . . . . . . . . . . . . . . . . B . PROSES PEMBUATAN BRIKET KOMPOS . . . . . . C . KEKUATAN BRIKET KOMPOS . . . . . . . . . . KATA PENGANTAR
v
iii v vii viii ix 1
. KANDUNGAN HARA BRIKET KOMPOS . . . . . . . V . KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . A . KESIMPULAN . . . . . . . . . . . . . . . . B . SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . ............... DAF'TAR PUSTAKA LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . D
43
51
51
52 53 56
DAFTAR
TABEL
Nisbah C/N berbagai bahan baku yang dapat dibuat sebagai kompos
..... Kelembaban maksimum pengomposan dari beberapa bahan organik . . . . . . Komposisi kompos . . . . . . . . . . . Pengaruh pemberian kompos dari residu fermentasi terhadap pertumbuhan jagung varietas arjuna
........... Analisa serasah daun kering . . . . . Hasil briket kompos secara fisik . . . Uji kekuatan briket kompos(kg/cm2)
..
Analisa kandungan hara total kompos aerobik dengan bahan baku serasah daun kering
...............Karakteristik pembeda untuk klasifikasi kompos . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR
Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7.
GAMBAR
......... Perubahan suhu menurut waktu selama proses pengomposan . . . . . . . . . Hubungan suhu dan pH terhadap waktu dari proses pengomposan . . . . . . Pengomposan dengan metode indore . . Diagram alir bahan pada proses pengomposan . . . . . . . . . . . . . Alat tekan pembuatan briket (hidrolic press) . . . . . . . . . . . . Proses pengomposan
Diagram alir pembuatan briket kompos
Gambar 8. Alat tekan briket kompos press) Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12.
. . . . . . . . . . .(hidrolic .... Piston tempat bahan baku kompos ditekan . . . . . . . . . . . . . . . Alat uji tekan briket kompos . . . . Grafik hubungan antara tekanan alat dengan kekuatan briket . . . . . . . Contoh briket kompos yang dihasilkan
D A F T A R LAMPIRAN
Halaan
Lampiran 1.
Prosedur analisa
Lampiran 2.
Analisa statistik
......
57
.........
69
kompos
I, Limbah merupakan di
PENDAHULUAN
salah
satu masalah yang dihadapi,
dunia khususnya di negara Indonesia.
Limbah ini
berasal mulai dari limbah hutan sampai pada limbah yang ditimbulkan oleh industri dan rumah tangga.
Volume limbah
ini setiap hari semakin meningkat, sedangkan usaha-usaha penanggulangannya belum
seimbang.
Limbah yang tidak
ditangani secara tepat akan dapat menggangu estetika, kesehatan, menimbulkan banjir
serta lebih
jauh dapat
merusak kelestarian ling-kungan hidup. Daun-daun hutan adalah merupakan salah satu limbah, dimana daun-daun ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan kompos.
Daun-daun ini jumlahnya sangat
besar, akan tetapi penggunaannya atau pemanfaatannya belum dilakukan sebagai mestinya.
Apalagi
kalau dikaitkan
dengan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang potensi antara lain akan daun-daun hutan ini. Selain daun-daun hutan, bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan kompos antara lain serbuk gergaji, jerami, limbah tanaman jagung, pepolongan, rumput-rumputan, kotoran hewan, lumpur aktif dan lain-lain. ini memiliki kandungan N si.
(%)
Bahan baku
dan nisbah C/N yang bervaria-
Akan tetapi biasanya bahan baku pembuatan kompos
diperoleh dari limbah-limbah yang sudah dibuang dan diolah untuk menghasilkan nilai tambah.
1
Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pupuk sintesis. Keunggulan ini dapat dilihat dari kandungan hara yang dihasilkan yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Kompos pada dasarnya dihasilkan melalui proses biologis kimia
.
dan
Dan dapat dilakukan secara fermentasi aerobik dan
anaerobik.
Keberadaan mikroorganisme dalam ha1 ini sangat
diperlukan untuk menguraikan komponen organik yang ada. Pengembalian
limbah organik ke dalam
tanah dapat
berupa pupuk kandang, kompos, pupuk hijau dan sisa tanaman langsung dibenamkan atau dicampurkan dengan tanah atau mulsa yang diratakan dipermukaan tanah.
Jika bahan orga-
nik dari limbah yang ada dapat dikembalikan ke dalam tanah, maka ha1 ini dapat membantu memulihkan atau meningkatkan kesuburan tanah. Apabila pemukaan tanah diiindungi dengan bahan organik, efisiensi penggunaan nutrisi meningkat.
oleh tanaman dapat
Untuk menjaga kesuburan tanah, terutama tanah-
tanah pertanian, diperlukan penggantian bahan-bahan organik jika bahan-bahan organik sebelumnya telah mengalami perubahan
.
Tersedianya bahan-bahan organik di dalam tanah,berperan penting dalam pengaturan kelembaban aerasi, pemantap struktur, sumber hara bagi tanaman, meningkatkan kapasitas tukar kation dan merupakan sumber energi bagi aktivitas mikroba tanah.
Pembuatan kompos dari daun-daun hutan ini dilakukan secara fermentasi aerobik dan kompos diDuat dalam bentukan briket (yaitu dalam bentukan bulat dengan diameter 5.5 cm dan tinggi antara 1.8
-
2.3
cm
)
Bentukan bulat ini
sesuai dengan alat cetak briket yang ada yaitu dalam sebuah piston.
Dewasa ini bentukan briket telah dilakukan
seperti briket arang dan briket batu bara serta pupuk urea dalam bentuk tablet.
Hal ini ternyata akan memberikan
nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Adapun
tujuan
dari penelitian
ini adalah
sebagai
berikut : 1. Memberikan bentukan
lain dari kompos yaitu briket se-
ningga memudahkan di dalam
pengemasan, transportasi
dan penyimpanan. 2. Menjadikan
briket kompos sebagai suplai hara bagi
tanaman dengan
kandungan hara
yang cukup tinggi,
terutama untuk mempercepat perkembangan dan peningkatan kualitas semaian atau anakan tanaman.
1 1 - TINJAUAN
PUSTAKA
A. PENGOMPOSAN
Pengomposan ialah proses dekomposisi secara biologi dan stabilisasi dari bahan organik dibawah kondisi temperatur tertentu yang dihasilkan dari produksi panas biologi, dengan hasil akhir yang cukup stabil untuk disimpan dan digunakan dalam tanah tanpa merugikan lingkungan (Haug, 1980 ; Golueke, 1977).
Sedangkan
menurut Gaur (1982), pengomposan adalah proses biokimia bahan organik oleh mikroba menjadi humus yang merupakan salah satu substansi tanah. Pengertian pengomposan
menurut Rinseme
(1983),
adalah proses untuk menghasilkan suatu produk dari berbagai campuran bahan dalam bentuk mendekati sifat tenah yang banyak mengandung humus. Menurut Paisley
(1960), kompos adalah campuran
sisa-sisa sayuran dan bahan hewani yang telah mengalami pembusukan dan dapat digunakan sebagai pupuk organik. Kompos yang baik umumnya bernilai sama dengan pupuk pertanian, sejauh bahan organik dan nutrisi tanaman
.
ter-enuhi Gambar 1.
Proses pengomposan ini dapat dilihat pada
oksigen kelembaban
asam amino
cot H20
karbohidrat
-
metabolisme antara
-D panas
Gambar 1. Proses pengomposan (Gaur, 1982 ;Rodale et al, 1975)
B. PENGOMPOSAN AEROBIK DAN ANAEROBE Menurut
Gaur
(1982), pengomposan aerobik
adalah
pengomposan dimana organisme hidup memanfaatkan oksigen untuk mendekomposisikan bahan organik dan mengasimilasi beberapa karbon, nitrogen, fosfor, belerang dan unsur lainnya untuk sintesis protoplasma selnya.
Hasil akhir
proses pengomposan ialah karbon dioksida, air, unsur hara, humus dan energi dengan proses
sebagai berikut:
+ H20 + E
------* Gula (CH20) + Ofulosa) (selulosa, fiemise
xC02
Protein (N organik)
NH~+
- - --
Sulfur Organik (S) + x02
Fosfor Organik (phytin, lecitin)
NO2
so4-' +
-----4
' H3P04
•
NO3- + E
E
Ca(HPO4l2
(Gaur, 1982) Dalam proses pengomposan cara ini dihasilkan juga energi sebesar 484-674 kkal/mol glukosa (Haug, 1980). Sedangkan
untuk
pengomposan
yang
berlangsung
secara anaerobik, yaitu tanpa adanya oksigen, menurut Gaur (1982) adalah sebagai berikut (cH20)x
Bakteri penghasil asam
x CH3COOH
Hathanomonas
N-organik 2H2S
x CX3COOH
+ C02 Pada pengomposan
>
CH4 + C02
>
NH3
(CH20)x ini timbul
bau
+ S + H20 busuk
karena
adanya H2S dan sulfur organik seperti merkaptan, dan energi yang dihasilkan sebesar 26 M a 1 glukosa (Haug, 1980).
C . FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU PENGOMPOSAN
Golueke
(1977) menyebutkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi proses pengomposan sebagai faktor lingkungan diantaranya adalah kelembaban, suhu, pH, tersedianya nutrisi dan kandungan oksigen.
Sedangkan
menurut Gaur (1982), faktor-faktor yang paling penting dalam pengomposan adalah nisbah karbon nitrogen bahan baku, potongan bahan campuran atau perbandingan bahan, kelembaban, aerasi, suhu, reaksi keterlibatan mikroba, penggunaan
inokulum, penambahan
kalsium fosfat
dan
perusakan organisme patogenik. Ukuran partikel bahan menentukan ukuran dan volume pori-pori bahan, jika ukuran partikel bertambah kecil , maka junilah pori-pori bertambah.
Pori-pori kecil dapat
menghadat pergerakan udara yang biasanya merupakan masalah dalam proses pengomposan.
Ukuran partikel
menentukan luas permukaan dari suatu bahan.
Makin
halus suatu partikel, makin luas permukaan yang terbuka terhadap kegiatan mikroba. Pada pengomposan, bahan disusun dalam tumpukan atau dalam suatu ruangan, dengan ketinggian tertentu. Menurut Gotaas (1956), ketinggian yang sesuai untuk berbagai jenis bahan kompos adalah minimum 0.8 sampai 1.2 M dan maksimum 1.5 sampai 1.8 M.
Tumpukan yang
terlalu rendah akan kehilangan panas dengan cepat,
sehingga
suhu
optimum
untuk
menghancurkan
mikroba
patogen serta dekomposisi oleh mikroba termofilik tidak tercapai.
Tumpukan yang terlalu kecil juga akan me-
nyebabkan kehilangan kadar air secara berlebihan. Selama
pengomposan
dilakukan
pengadukan
yang
diperlukan untuk membiarkan suhu yang tinggi dan kondisi aerobik.
Frekwensi pengadukan disesuaikan dengan
kadar air bahan yang
dikomposkan.
Menurut Wilson
(1977), bahan kompos dengan kadar air awal kurang dari 70%, pengadukan dilakukan tiga sampai empat hari se-
kali.
Nisbah C/N mempunyai arti penting dalam pengomposan
.
Pengubahan sisa organik men jadi pupuk
organik sebagian besar merupakan proses mikrobiologis, sehincjga niskmh
C/W
sisa tanaman
akan
mempe-
ng-aruhi penyomposan, karena N dan C merupakan sumber makanan dan sumber energi bagi pertumbuhan mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang ada dan C/N dari bahan yang optimum untuk pengomposan berkisar antara 25 sampai 40 (Gaur, 1982). Bahan kompos yang mengandung nisbah C/N yang terlalu besar
memerlukan waktu
pengomposan
yang
lebih lama dan kompos yang dihasilkan bermutu rendah.
Pada kompos yang mengandung nisbah C/N kecil
akan banyak amonia (NH3) dibebaskan oleh bakteri dan amonia
ini bisa dioksidasi
nitrit dan nitrat, yang
lebih lanjut menjadi
mudah diserap oleh tanaman.
Akan tetapi nisbah C/N yang lebih rendah dari 20, nitrogen
akan
hilang
melalui
penguapan
amonia
dekomposisi
bahan
(Murbandono, 1982). Organisme
yang
melakukan
organik membutuhkan sejumlah nitrogen dan karbon Jumlah optimal nitrogen yang
untuk pertumbuhannya.
dibutuhkan organisme bervariasi sesuai dengan jenis substrat dan
organisme
yang
ada, biasanya
bagian nitrogen dengan 15-30 bagian karbon. nisbah C/N proses
satu Jika
dibawah 15, nitrogen akan hilang oleh
amonifikasi,
yang
dapat
ditandai
dengan
dipertinggi dengan
adanya
adanya bau amonia (Anonymous, 1981). Aktivitas
mikroba
nutrien yang cocok.
aahan yang penting dalam pe-
nyediaan nutrien yaitu karbon (C), sebagai sumber energi dan nitrogen (N) sebagai zat pembentuk struktur sel.
Energi dibutuhkan dalam jumlah yang lebih
banyak dari pada zat pembentuk struktur sel, oleh karena itu karbon lebih banyak dibutuhkan dari pada nitrogen (Haug, 1980).
Tabel 1 memperlihatkan be-
berapa macam bahan dengan nisbah C/N yang sesuai untuk pengomposan.
Tabel 1.
Ni.sbah C/N berbagai bahan baku yang dapat dibuat sebagai komposa
Jenis Limbah
Nisbah C/N
Urine Lumpur tinja Lumpur yang belum dicerna Lumpur aktif Kotoran sapi Kotoran ayam Sampah segar Limbah sayuran Pepolongan Gulma hi jau Pohon kentang Jerami a Haug (1980)
2. Komposisi Campuran Bahan Komposisi bahan mentah dalam tumpukan kompos memadai karbon dan nitrogennya.
Sisa tanaman dengan
kandungan nitrogen rendah seperti jerami, alangalang dan lain-lain dapat dicampur dengan bahan yang mengandung nitrogen tinggi seperti kotoran hewan, limbah rumah tangga, tanaman polongan, sayuran segar dan hijauan atau pupuk nitrogen. pemberian
urea
atau
bahan-bahan
Akan tetapi, yang mengandung
nitrogen ini tidak boleh asal saja, sebab akan mempengaruhi nisbah C/N (Gaur, 1982).
Selain itu juga
perlu ditambahkan bahan yang dapat berfungsi untuk menetralkan
keasaman, antara lain kapur.
Pemberian bahan pengatur pH jangan sampai ber*
lebihan, karena
pada
keadaan basa
akan
terjadi
penguapan amonia (Gaur, 1982).
3. Kelembaban dan Aerasi Menurut Haug (1980), dekomposisi bahan organik oleh
mikroba
tergantung kelembabannya.
Golueke
(1977), menyatakan bahwa secara teorotis kelembaban dalam
proses
antara
pengomposan
suatu bahan
1-loo%, karena dibawah kondisi
bervariasi tersebut,
secara biologi dekomposisi tidak akan terjadi.
Atas
pertimbangan teknis dan ekonomis dalam prakteknya kelembaban dalam proses pengomposan adalah dibawah 100%. Xandungan
air
adalah
bagian
penting
dalam
pengomposan dan membutuhkan kondisi kelembaban yang tinggi, yaitu antara 50-70% (Anonymous, i98i). Uap air diperlukan selama pengomposan untuk memelihara mikroba.
kelembaban
yang tepat
bagi
aktivitas
Pada kadar air yang terlalu besar, bahan
kompos menjadi lebih rapat dan mengakibatkan pengurangan jumlah udara yang bersirkulasi, sehingga tercipta kondisi anaerobik.
Sebaliknya bila kadar
air tidak cukup suhu bahan kompos menjadi lebih rendah, walaupun
suhu pusat bahan
kompos tetap
tinggi.
Kondisi tersebut mengakibatkan penambahan
waktu penguraian (Haug, 1980). Dekomposisi aerobik dapat terjadi pada kelembaban antara 30-loo%, jika pembalikan dilakukan secara memadai.
Akan tetapi, jika kelembaban tumpukkan
kompos dibawah 40% dekomposisi akan berjalan lambat. Untuk menjaga aerasi tetap baik, dapat dilakukan dengan
membalik
tumpukan
kompos beberapa
khususnya setelah suhu tumpukan mencapai
kali, 65-85'~
(Gaur, 1982). Kelembaban kompos tergantung dari jenis bahan organik yang digunakan ataupun jenis bahan organik yang 1977).
paling
banyak
di
dalam
campuran
(Golueke,
Tabel 2 menunjukkan besar kelembaban kompos
dari beberapa jenis bahan. Tabel
2.
Kelembaban maksimum gengomposan dari beberapa bahan organik
Jenis Bahan
Kelembaban
Secara teoritis Jerami Kayu (serbuk gergaji, keping kayu) Kertas Limbah basah (sayuran, potongan rumput, sampah dapur dan lain-lain) Sampah kota Pupuk kandang b Golueke (1977)
(%)
100 85 75 90 75 55 - 65
-
50 55 55
-
55 65
65
4. Suhu
Salah
satu kriteria penting
yang digunakan
dalam upaya optimalisasi proses pengomposan adalah suhu bahan kompos selama waktu detensinya.
Peru-
bahan suhu bahan dikontrol pada besarnya oksigen yang tersedia yang menggambarkan aerasi yang ada. Suatu kondisi optimal pada proses pengomposan secara aerobik memiliki sirkulasi udara yang efisien sehingga dapat menjamin mikroba aerobik dapat hidup. Menurut Haug (1980), suhu optimum proses pengomposan adalah berkisar antara 35 sampai 55Oc, karena pada a-ktif.
suhu tersebut
semua
organisme akan
Akan tetapi setiap kelompok mikroba mem-
punyai suhu optimum yang berbeda untuk aktivitasnya, sehingga
suhu
optimum dapat dikatakan merupakan
integrasi dari suhu optimum berbagai kelompok mikroba
. Suhu pada proses pengomposan dapat dibagi ke
dalam empat taraf (Gambar 2), yaitu mesofilik (A), termofilik (B), pendinginan (C), dan pematangan (D) (Gray dan Biddlestone, 1974).
Pada pengomposan
secara aerob, akan terjadi kenaikan temperatur yang cepat selama 3-5 hari pertama.
Temperatur akan
mencapai 5 5 O ~hingga 65OC (Gaur, 1981). tinggi tersebut sangat menolong
Suhu yang
dalam mematikan
benih rumput, organisme patogen dan belatung lalat yang mungkin terdapat dalam bahan organik (Ingnatieff dan Page, 1968). suhu
(OC)
B
A
Gambar 2.
Gaur
C
D
Waktu (hari)
Perubanan suhu menurut waktu selama proses pengomposan (Gray dan Biddlestone, 1974).
(1982), menyatakan bahwa masih terdapat
pertentangan
mengenai
suhu
optimum
pengomposan,
sebab kenaikan suhu dalam tumpukan kompos bergantung pada jenis bahan, besar tumpukan atau susunan bahan dan penutup tumpukan kompos.
Selanjutnya dikatakan
bahwa dekomposisi bahan organik menjadi C02 dan air lebih cepat dalam kisaran suhu termofilik dan pada
suhu lebih tinggi dari 71°c, proses dekomposisi akan berjalan lambat sebab beberapa bakteri perombak akan mati dan beberapa mikroba termofilik yang akan masih aktif
.
Pada antara 50
awal
-
pengomposan,
suhu
akan
berkisar
60°c, kandungan O2 sangat rendah (lebih
kecil dari 5%) dan kandungan C02 yang tinggi (lebih besar dari 20%).
Aerasi dengan membolak-balikan
kompos, akan dapat mengurangi C02 dan menambah 02. Keadaan
ini akan meningkatkan
kegiatan mikroba,
temperatur naik dengan cepatnya dan C02 meningkat lagi
.
Walaupun terjadi diffusi O2 dari udara,
tetapi diffusi ini tidak berjalan lancar, sehingga terjadi lagi pengurangan 02.
Jika bahan organik
yang mudah dirombak telah habis, kegiatan mikroba akan berkurang.
Hal ini ditunjukkan dengan ber-
kurangnya produksi C02 dan meningkatnya kandungan O2 serta menurunnya suhu (Haug, 1986). Paisley (1960) mengemukakan bahwa suhu bahan kompos dapat dijadikan indikator tingkat aktivitas biokimia yang berlangsung.
Penurunan suhu menunjuk-
kan bahan kompos membutuhkan aerasi yang lebih baik atau berarti proses pengomposan telah selesai.
Nilai pH permulaan dalam tumpukan kompos pada umumnya
asam
sampai
netral,
sekitar
6-7
(Gaur,
1982). Hubungan antara
suhu dan pH terhadap proses
pengomposan dapat dilihat pada Gambar 3. Suhu (OC)
Waktu (hari) Gambar 3.
Hubungan suhu dan pH terhadap waktu dari proses pengomposan (Gray dan Biddlestone, 1974 ; Barton, 1979)
Pemberian kotoran hewan, urea, pupuk
nitrogen
biasanya akan menurunkan pH, tetapi selama proses pengomposan berjalan
terjadi pula
perubahan pH.
Pengomposan pada suasana aerob biasanya memberikan suasana basa, sedangkan pengomposan pada anaerob biasanya memberikan suasana asam (Hadiwiyoto, 1983). Menurut Hadiwiyoto (1983), supaya proses peruraian bahan-bahan kompos berlangsung cepat, maka pH dalam tumpukan kompos tidak boleh terlalu rendah, karena itu perlu dibubuhi kapur atau abu dapur. Untuk pertumbuhan mikroba,
pH
yang
optimum
adalah antara 6-8, pH ini spesifik untuk bakteri dan aktinomisetes.
Sejak penghancuran bahan organik
banyak terdapat asam organik sehingga pengawasan dan pengaturan pH sangat diperlukan (Anonymous, 1981). Menurut
Chaniago
(1987), tingkat
kematangan
atau kestabilan kompos dapat juga di ukur melalui parameter pH ini.
Tingkat pH yang paling rendah
dapat dicapai yaitu sekitar 5 sampai 6 dan yang tertinggi sekitar 8.5 sampai 9.5.
Wilson (1977), menyatakan bahwa substrat alami yang
dibutuhkan
selama
proses
pengomposan
pada
dasarnya sudah terkandung dalam bahan kompos tersebut.
Substrat yang dibutuhkan untuk media hidup
mikroba adalah bahan organik.
Bahan organik yang
dimaksudkan disini adalah bahan yang dapat diuraikan menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti protein. Proses penguraian bahan organik biasanya terjadi secara langsung tanpa terjadi reaksi antara. Sebagai contoh setiap reaksi pada dasarnya diikuti dengan pembentukan protoplasma bakteri, karena jika suatu
organisme menguraikan
suatu substrat maka
nitrogen akan diubah menjadi protoplasmanya (Wilson, 1977).
Populasi mikroba selama berlancjsurignya proses fluktuasi.
secara
Bakteri
cendawan mesofilik yang memproduksi
dan
aerobik
terjadi
dekomposisi
asam, muncul selama tahap awai pengomposan, kemudian pada
tahap
selanjutnya
digantikan
oleh
bakteri
aktinomisetes dan cendawan termofilik (Gaur, 1982). Menurut Gaur (1982), bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein., sehingga ha1 ini dapat terdegradasi dengan cepat.
Bacillus sp khu-
susnya terlibat dalam degradasi protein, asam amino dan pepton. aktif sekali.
Aktinomisetes mendegradasi pati dengan Cendawan Humicola sp dan Taloromyces
duponti mampu menguraikan selulosa dan hemiselulosa. Bakteri termofilik mendegradasi protein, lipid dan Aktinomisetes (Thermonospora curvata)
hemiselulosa.
juga penting dalam dekomposisi selulosa.
Sedangkan
bakteri mesofilik kemungkinan terlibat dalam peningkatan suhu kompos. Penambahan mikroba
tertentu ke dalam
kompos dapat mempercepat dekomposisi.
bahan
Hal ini di-
lakukan jika dalam tumpukan kompos sedikit kandungan mikrobanya.
Penambahan inokulum dapat mem-
berikan hasil yang baik pada pengomposan dari limbah tanaman (Gaur, 1982). 8. Tingkat Kestabilan dan Kematangan Kompos
Menurut Gotaas (1956) dan akhir dari
Wilson (1977), hasil
proses pengomposan
adalah terjadinya
kestabilan bahan organik.
Kestabilan dicapai karena
berakhirnya
C02,
pembentukan
H20
dan
mineral.
Parameter kestabilan yang lain adalah penurunan suhu akhir proses, tingkat kapasitas pemanasan diri (self heating capacity), jumlah bahan yang
dirombak
atau
tidak, kenaikan potensial reduksi, kebutuhan oksigen, pertumbuhan chaetomium gracilae dan uji pati. Penurunan sesuai dengan
suhu
akhir
proses
suhu lingkungan.
akan
berakhir
Menurut
Niesse
(1963), analisa kemampuan pemanasan diri merupakan
keragaman dari penurunan suhu pada akhir proses. Selanjutnya dikatakan bahwa kestabilan untuk limbah mentah akan tercapai diatas suhu 70°c.
Selama
dekomposisi 40°c sampai 60°c dan setelah pengomposan kondisi stabil akan dicapai dibawah suhu 30°c. Menurut Chaniago (1987), ada beberapa metoda untuk mengevaluasi tingkat kematangan kompos. satu kriteria adalah pH.
Salah
Kriteria lainnya dapat
ditentukan berdasarkan sifat fisik bahan (seperti
- , SO^-^),
kandungan selulosa, kadar NO3
analisa
biologi (seperti menghitung jumlah mikroba, produksi C02 dan konsumsi 02). Sukmana (1982), menyatakan bahwa kompos yang matang memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. suhu lebih kurang sama dengan suhu udara.
2. Ruang udara kompos mengandung O2 yang tinggi
dan
C02 yang rendah.
3. Tidak mengandung asam lemak yang menguap.
4. Nisbah C/N turun sekitar 13 sampai 20. 5. Kandungan amonium sedikit, lebih banyak
nitrogen
dalam bentuk nitrat. Kualitas kompos yang dihasilkan sangat tergantung pada bahan baku yang digunakan.
Gotaas (1956),
melaporkan komposisi kompos yang dihasilkan pada Tabel 3.
Tabel 3.
Komposisi komposC Jumlah ( % berat)
Komponen Bahan organik Nitrogen (sebagai N) Karbon Fosfor (sebagai P205) Potassium (sebagai K20) Kalsium (CaO) Abu C
Gotaas (1956).
D. PERANAN KOMPOS BAG1 KESUBURAN TANAH Sumbangan utama
yang dapat diberikan oleh kompos
dalam kaitannya dengan kesuburan tanah ialah menyediakan bahan humus kedalam tanah, menyediakan nutrisi pokok
(nitrogen, fosfor, kalium) untuk tanaman, me-
nyediakan unsur hara mikro untuk tanaman dan memperbaiki
kondisi fisik tanah, karena kompos merupakan
bahan koloidal dengan muatan elektrik negatif, sehingga dapat di koagulasikan oleh kation-kation dan partikel tanah untuk membentuk granula-granula tanah.
Dengan
demikian penambahan kompos memperbaiki struktur, tekstur dan lapisan tanah (Gaur, 1982). Beberapa bakteri pembusuk lendir perekat (gum) dan yang mempunyai pengaruh terhadap agregat tanah telah banyak diisolasi dari kompos, diantaranya adalah Rhizobium trifolii, Bacillus puvifaciens, Beijerinckia dan Agrobacterium.
Bakteri-bakteri tersebut mempunyai efek
yang positif
terhadap stabilitas agregat tanah dan
mengandung karbohidrat, asam uronat dan protein (Subba Rao, 1982). Kompos selain dapat menghindari perubahan keasaman dan kebasaan tanah yang cepat, dapat juga meningkatkan infiltrasi air dalam tanah, mengubah warna tanah dan meningkatkan
kapasitas absorpsi panas serta berguna
dalam pengendalian erosi tanah (Gaur, 1982). Dari'hasil penelitian Iswandi (1986) dapat dilihat pengaruh
pertumbuhan
jagung
varietas arjuna
pemberian kompos dari residu fermentasi
dengan
dan hasilnya
dapat di lihat pada Tabel 4. Tabel 4.
Pengaruh pemberian kompos dari residu fermentasi ierhadap pertumbuhan jagung varietas arjuna
Perlakuan
1. Kontrol 2. Pupuk NPK 3. 5 ton kompos 4. 5 ton kompos + NPK 5. 10 ton kompos
Penanaman I
Penanaman I1
1.13 1.42 1.89 2.72 2.22
d Iswandi (1986). E. SERASAH DAUN KERING
Menurut Sudradjat, R dan Herawati (1992), serasah daun kering secara alami mengandung lignin sebesar 50.70%.
Lignin ini dapat dimanfaatkan dalam perekatan
briket kompos yang dihasilkan, sehingga dalam pembuatan briket kompos tidak perlu lagi ditambahkan bahan perekat lainnya seperti pati. Serasah daun kering memiliki nilai COD sebesa~ 0.73 g/g.
Walaupun nilai COD ini rendah akan tetapi
pemanfaatan serasah daun kering untuk dijadikan briket kompos
lebih menquntungkan daripada serasah daun
JI dengan tanah tanga kering & b R a n c L L L ~ ~ ~ Qlangsung
menerapan teknologi fermentasi yang baik.
111,
METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun-daun hutan (serasah daun kering) yang diperoleh dari koleksi tanaman hutan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH) Bogor. Bahan baku
ini
telah dilakukan
pengomposan
dengan proses fermentasi aerobik sehingga diperoleh kompos matang, yang akan dijadikan bahan utama di dalam pembuatan briket kompos. Sedangkan
bahan-bahan
kimia
yang
digunakan
adalah bahan-bahan kimia untuk analisa hara makro dan mikro.
Dan bahan lainnya yaitu amplas, oli,
kertas pH dan NPK (pupuk anorganik).
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mortar, saringan, cawan, alat tekan briket (hidrolic press), oven, timbangan, saringan, tanur, pembakar gas bunsen dan alat penguji tekanan briket serta alat untuk analisa hara makro dan mikro.
1. Membuat Kompos Pengomposan ini
terbagi menjadi
dua
bagian
yaitu jenis pengomposan yang dilakukan secara fermentasi aerobik dan anaerobik.
Dan pada penelitian
ini kompos yang dihasilkan di peroleh dari hasil fermentasi secara aerobik yang dikenal dengan metoda indore (Gambar 4). Pengomposan ini dengan menggunakan bahan mentah di tumpuk berlapis-lapis setebal 20 cm.
Diatas
lapisan ditaburi selapis pupuk kandang yang tipis sebagai aktivitor yaitu setebal 10 cm, dan di dasar tumpukan
dilapis
oleh
bahan-bahan
kayu
Adapun
tinggi
tumpukan yaitu 1,5 m dengan ukuran 2 x 2 m,
Kompos
(woody material) setebal
15 cm.
seperti
dinyatakan matang setelah satu sampai 2 bulan.
carbonaceous material nitrogenous matter
base of woody material
Gambar 4.
Pengomposan dengan (Gaur, 1982)
Sedangkan
untuk
diagram
alir
metoda
bahan
indore
proses
pengomposan dapat dilihat pada Gambar 5. limbah segar i
penggilingan/ pemotongan L
pencampuran/ penyusunan 1
pengomposan i
kompos matang Gambar 5.
Diagram alir bahan pada proses san (Wilson, 1977)
pengompo-
Briket kompos dengan
dibentuk di dalam
menggunakan
press).
suatu
Dan bahan
alat
suatu piston,
tekan
(hidrolic
kompos sebelumnya di
dengan alat berukuran 40 mesh.
saring
Sedangkan kompos
yang akan dipress atau ditekan dalam kondisi kering atau pada kadar air maksimum 10%.
Perlakuan yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu melihat briket kompos yang dihasilkan baik itu kekuatan dan bentukannya dengan memberi perlakuan pemanasan dan tanpa pemanasan serta variasi dari tekanan alat (hidrolic press).
Adapun variasi
tekanan yang digunakan yaitu 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton dan 10 ton.
Dan lama pemanasan ditentukan berdasar-
kan penelitian pendahuluan.
Rancangan
percobaan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah rancangan acak lengkap blok, dengan pemanasan dan tanpa pemanasan sebagai blok dan perlakuan tekanan alat (ton), dengan 3 kali ulangan
.
Adapun
model
rancangan
tersebut
dengan persamaan sebagai berikut :
dinyatakan
Yij
=
e+Ai+Bj+~ij
i
=
1,2,
(banyak blok)
j
=
1,2,.......,p
(banyak perlakuan)
.......,b
dimana : Yij
=
variabel yang diukur
=
rata-rata umum
Ai
=
efek blok ke-i
Bj
=
efek perlakuan ke-j
=
efek unit eksperimen dalam blok ke-i
i
karena perlakuan ke-j Data yang diperoleh, keragamannya di analisis dengan menggunakan u ji-F
.
Sedangkan uji lanjut
dengan menggunakan uji perbandingan berganda Tukey.
Analisa dihasilkan.
. .
in1 dilakukan
terhadap kompos yang
Adapun analisa-analisa tersebut adalah
kadar air, kadar abu, pH, kadar nitrogen total, kadar karbon total dan analisa unsur hara lainnya yang dilakukan di Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor. Prosedur pengujian disajikan pada Lampiran 1.
C. WARTU DAN TEMPAT
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai bulan
Desember
penelitian
1992.
pendahuluan,
Adapun
perinciannya
persiapan
alat,
adalah
penelitian
utama, pengolahan data dan penyusunan laporan. Penelitian
dilakukan
di
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Iiasil Hutan (P3HH) Bogor dan sepenuhnya menggunakan fasilitas lab yang ada di Balai tersebut. Sedangkan untuk analisa dilakukan di Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor. D. TATA LAKSANA
1. Penelitian Pendahuluan Pada
penelitian
pendahuluan
ini
dilakukan
pembuatan briket kompos dengar. raelihat perekatari dari briket kompos yang dihasilkan. dilihat hasil
briket
Selain itu juga
kompos secara
fisik yaitu
penampakannya dan kekuatannya. Perbaikan perekatan dari briket kompos yang dihasilkan yaitu dengan memberikan perlakuan pemanasan.
Adapun lamanya pemanasan yang dilakukan 4
taraf yaitu 0 menit, 5 menit, 10 menit dan 15 menit. Dan suhu yang diberikan tidak dapat ditentukan, karena alat tidak ada pengukur suhu.
Sedangkan alat
tekan (hidrolic press) yang digunakan berkekuatan
maksimum 2 ton.
Hasil pada penelitian ini dapat
dilihat pada lampiran 2.
Dan hasil kondisi yang
terbaik dari penelitian pendahuluan ini akan digunakan di dalam penelitian utama.
Pada penelitian utama ini' akan dilakukan pembuatan briket kompos dengan memberikan perlakuan pemanasan
yang
diperoleh
dari
hasil
penelitian
pendahuluan (lamanya pemanasan) dan tanpa pemanasan, dengan memperbaiki bentuk alat dan kekuatan tekan dari alat.
Adapun variasi tekanan yang digunakan
adalah 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton, dan 10 ton.
Pemana-
san dilakukan dengan menggunakan pembakar gas bunsen. Untuk mernperbaiki penampakan briket komp~syang dihasilkan, bahan baku kompos terlebih dahulu di tumbuk dan disaring pada alat yang berukuran 40 mesh.
Dan bahan kompos yang dibutuhkan untuk 1
sample briket yaitu 70 gram. Hasil dari briket kompos ini kemudian di uji kekuatannya Selain itu
(kg/cm2)
untuk
tiap-tiap
perlakuan.
juga untuk memperkaya kandungan hara
briket kompos ditambahkan pupuk NPK dengan rasio (16:16:16) sebesar 10%.
I V , H A S I L DAN PEMBAHASAN
A. BAKAN BAKU
Dari hasil penelitian sebelumnya, komposisi yang terkandung pada serasah daun kering adalah seperti yang terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Analisa serasah daun kering Analisa yang diuji Bahan kering ( % ) Kadar abu ( % ) Lignin ( % ) Selulosa ( % ) COD (g/g) Kadar N total ( % ) Kadar C organik ( % Nisbah C/N
Dari dari
Serasah daun kering
)
Tabel ini dapat dilihat bahwa nisbah C/N
serasah daun kering adalah 51.53.
serasah daun kering pengomposan.
Nisbah C/N
ini cukup tinggi untuk proses
Menurut Gaur (1982) nisbah C/N bahan yang
optimal untuk pengomposan berkisar antara 25
-
40.
Karena apabila nisbah C/N bahan terlalu besar ini akan memerlukan waktu pengomposan yang lebih lama dan hasil kompos yang dihasilkan bermutu rendah, karena N dalam bahan tersebut sedikit sehingga dalam proses peruraian tidak terjadi pembebasan amoniak. proses
Untuk mempercepat
dekomposisi dari bahan organik yang
mengandung
nisbah C/N yang tinggi seperti serasah daun, maka di dalam proses pengomposan ditambahkan aktivator.
Penam-
bahan aktivator ini dilakukan untuk bahan baku kompos yang memiliki kandungan Nitrogen yang sangat kecil atau mengandung C/N lakukan pada
yang tinggi.
Dan penambahannya di-
tumpukan kompos yaitu setebal 10
cm.
Aktivator disini adalah zat atau bahan yang dapat mempercepat
dekomposisi
mikrobiologis
dalam
tumpukan
.
kompos
Menurut Rodale et a1 (1975), aktivator kompos ada dua macam yaitu aktivator organik dan buatan.
Aktiva-
tor tesebut mempengaruhi tumpukan kompos melalui dua cara, yaitu penginokulasian strain mikroorganisme yang efektif dalam menghasilkan bahan organik dan meningkatkan kadar N yang merupakan makanal? tambahan bagi mikroorganisme tersebut.
Dan dalam pembuatan kompos aerobik
aktivator yang digunakan adalah pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan sumber bahan organik tanah yang ideal karena kemampuannya dalam meningkatkan produktivitas sebagian besar N
dan unsur lainnya yang
dikandung pupuk kandang agar segera dapat dibebaskan dalam bentuk tersedia bagi tanaman. Pada Tabel 5, juga dapat dilihat bahwa kandungan lignin dari serasah daun kering adalah 50.70%.
Kan-
dungan lignin ini cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan dalam perekatan briket kompos yang dihasilkan, sehingga
dalam pembuatan briket kompos tidak perlu lagi ditambahkan bahan perekat lainnya seperti pati.
Karena
penambahan bahan perekat dalam skala industri merupakan tambahan biaya yang cukup besar.
Lignin ini juga
sering digunakan di dalam perekatan kayu lapis dengan memberikan perlakuan kempa panas.
Oleh karena itulah
dalam pembuatan briket kompos pemberian perlakuan panas akan sangat menentukan perekatan briket kompos yang dihasilkan. Nilai COD yang terdapat dalam serasah daun kering adalah 0.73 (g/g).
Nilai COD ini merupakan ukuran bagi
tingkat pencemaran oleh bahan-bahan organik yang secara alami dapat teroksidasi oleh proses mikrobilogik.
Dan
nilai ini cukup rendah untuk tingkat parameter limbah yang ada. B. PROSES PEmUATAE6 B
T KOWOS
Briket kompos merupakan bentukan lain dari kompos yang sekarang ada, dimana kompos dibentuk di dalam sebuah piston dan ditekan dengan tekanan tertentu. Bentukan briket ini merupakan terobosan baru dan yang sekarang telah dilakukan adalah arang briket, briket batu bara.
Selain itu juga urea sekarang telah di-
bentuk dalam bentukan tablet sehingga memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.
Pada penelitian pendahuluan bahan kompos dari serasah daun yang telah matang dari hasil fermentasi aerobik, dalam keadaan basah (kadar air yang cukup tinggi) untuk itu perlu dikeringkan sehingga diperoleh kadar air kompos lebih kecil dari 20% atau maksimum 10
-
20%.
Menurunkan kadar air ini dengan
maksud untuk menghambat aktivitas jamur atau kapang sehingga
tidak
merusak
kompos
serta mempermudah
dalam pembentukan briket itu sendiri. Karena apabila kadar air kompos yang tinggi ini akan mempersulit
di
dalam
perekatan
briket kompos yang
dihasilkan terutama dinding briket dan briket kompos yang dihasilkannyapun akan memiliki kekuatan yang rendah. Dari hasil analisa kadar air diperoleh kadar air kompos yang telah dikeringkan adalah 3.7% basis)
(wet
dan 3.8% (dry basis),
Untuk tiap sample briket kompos bahan baku kompos yang digunakan sebesar 70 gram dan bahan kompos tersebut telah dihaluskan dan disaring dengan ukuran 40 mesh.
Apabila bahan kompos tidak dihalus-
kan dan langsung dimasukkan ke piston dan dibentuk briket maka hasil briket kompos yang diperoleh memiliki
tekstur yang kasar
kurang baik.
dan
perekatan
briket
Ini pernah dilakukan dengan membuat
briket kompos tanpa dilakukan penghalusan dan penyaringan dan hasilnya kurang memuaskan. Pada
penelitian
pendahuluan
ini
alat
yang
digunakan untuk membentuk briket (hidrolic press) berkekuatan maksimum 2 ton dan penekanan dilakukan secara manual tanpa ada skala yang menyatakan seberapa kekuatan yang telah dilakukan.
Bentuk alat
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Alat tekan pembuatan briket Dengan alat seperti Gambar 6 ini dicoba pembuatan briket kompos dengan tujuan memperbaiki daya rekat briket dengan memberikan pengaruh lama pemanasan pada
0, 5, 10, dan 15 (dalam menit) dan
hasil-
nya
diamati
secara
fisik
dan
diuji
kekuatannya
seperti yang terdapat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6. Hasil briket kompos secara fisik Laman a pemanasan Kondisi briket kompos ?menit) retak-retak, mudah ecah retak , tetapi agak Rust tidak retak,.dan kuat retak, tetapl cukup kuat X kondisi yang lebih baik Tabel 7.
Uji kekuatan briket kompos (kg/cm2)
Lama pemanasan (menit)
Posisi uji tegak
horozontal
* kondisi yang lebih baik Dari hasil penelitian pendahuiuan ini dapat dilihat bahwa kondisi yang terbaik dari pembuatan briket kompos adalah pada pemanasan selama 10 menit. Pada kondisi ini briket kompos yang dihasilkan memiliki penampakan yang lebih baik dan juga kekuatannya. 10
Sedangkan pemanasan yang dilakukan lebih dari menit
menunjukkan
penurunan,
nampakkannya maupun kekuatannya.
baik
itu
pe-
Maksud dan tujuan
dilakukannya pemanasan ini adalah untuk membantu di dalam proses perekatan dari briket kompos, karena seperti yang disebutkan sebelumnya k h a n baku s.+
rasah daun kering yang digunakan dalam pembuatan kompos aerobik, mengandung lignin secara alami dan lignin
ini sangat
reaktif dalam
kondisi panas.
Sehingga lignin merekat pada dinding briket kompos yang akan menjaga kekuatan dari briket kompos tersebut
.
Adapun alat pembakar atau pemanas yang digunakan adalah pembakar gas bunsen.
Pembakaran ini
dilakukan pada dinding piston dan
pembakaran di-
lakukan secara merata, seningga briket kompos yang dihasilkan memiliki kekuatan perekatan yang seragam. Sedangkan suhu pemanasan
tidak
dapat
ditentukan
karena pada alat ini tidak terdapat pengontrol suhu. Dari kondisi yang terbaik dari hasil penelitian pendanuluan ini akan digunakan di dalam penelitian utama yaitu kondisi pemanasan selama 10 menit.
Pada penelitian utama ini dibuat briket kompos dengan memperbaiki tekanan alat dengan perlakuan pemanasan 10 menit (dari hasil penelitian pendahuluan) dan tanpa pemanasan.
Variasi dari tekanan alat
yang digunakan adalah 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton dan 10 ton.
Dari hasil penelitian pendahuluan dapat di-
peroleh diagram alir pembuatan briket kompos yaitu seperti pada Gambar 7.
Bahan baku kompos I
dihaluskan I
disaring 40 mesh I
tanpa pemanasan
-
+-
pemanasan 10 menit
I
ditekan (dalam piston) I
dibongkar i
PRODUK Gambar 7. Diagram alir pembuatan briket kompos Alat tekan briket kompos ini tidak sama dengan alat pada penelitian pendahuluan.
Pada alat ini
terdapat skala, sehingga dapat diketahui tekanan yang diberikan.
Alat ini dapat dilihat pada Gambar
8 dan piston tempat bahan baku kompos dicetak dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 8.
Alat tekan briket kompos (hidrolic press)
Gambar 9.
Piston tempat bahan baku kompos ditekan
Dari
perlakuan dengan pemanasan 10 menit
dan
tekanan alat 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton dan 10 ton kompos ditekan dan hasilnya diuji kekuatannya dengan menggunakan alat uji kekuatan tekan seperti terlihat pada Gambar 10.
Gambar 10.
Kekuatan
Alat uji tekan briket kompos
briket kompos yang
dihasilkan adalah
penting karena sesuai dengan tujuannya adalah untuk mempermudah di dalam transportasi, pengemasan dan penyimpanan. Sehingga apabila diperoleh kekuatan briket kompos
yang baik maka transportasi produk di dalam
penumpukan bahan briket kompos tidak mengalami kesulitan dan briket kompos
yang berada pada bagian bawah
tidak mengalami kerusakan (hancur), sehingga dalam ha1 ini pengangkutan dapat dilakukan dalam besar.
jwnlah yang
Begitu pula dengan penyimpanan dan di dalam
pengemasan akan lebih menarik. Dari data uji
kekuatan briket kompos
dengan 3
kali ulangan dapat dilihat keragamannya dari Tabel ANAVA
Lampiran 2.
Disini dilihat bahwa pada selang
kepercayaan 0.01 uji-F menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata baik untuk perlakuan variasi tekanan (B) maupun dari Blok (A).
Dimana F-tabel pada selang 0.01
adalah 5.01 kg/cm2 dan F dari hasil percobaan adalah 133.86
kg/cm2 untuk perlakuan B, sedangkan untuk blok
(A) F-tabel pada selang 0 .O1 adalah 8.18 kg/cm2 dan F hasil percobaan adalah 364.07 kg/cm2.
Dari hasil ini
menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap kekuatan
Sriket yang dihasilkan.
Dengan menggunakan uji perbandingan ganda Tukey dapat dilihat perbandingan untuk blok (A) dengan kekuatan briket kompos (KB). 0.05
hasil
Untuk selang kepercayaan
blok dengan pemanasan 10 menit (A2) meaberikan rataan sebesar
163.80
kg/cm2
dengan tanpa pemanasan (Al) adalah 73.33
sedangkan blok kg/cm2.
Dari
hasil ini menunjwan bahwa perbandingan kedua blok menunjukkan perbedaan yang nyata untuk selang 0.05 dan sangat berbeda nyata untuk selang 0.01 untuk kekuatan briket kompos tersebut.
Untuk melihat perbandingan antara kekuatan briket (KB) dengan perlakuan variasi tekanan (B) digunakan
juga uji Tukey.
Dan dari hasil dapat dilihat bahwa
pada selang kepercayaan 0.05, adalah 172.80
rataan perlakuan B4
kg/cm2, B3 adalah 156.10
kg/cm2, B2
adalah 87.82 kg /cm2 dan B1 adalah 57.51 kg/cm2.
Dari
Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan B4 dan B3 tidak berbeda nyata sedangkan B4 terhadap B2 dan B1 berbeda nyata.
Begitu juga dengan perlakuan B3 ter-
hadap B2 dan B1 berbeda
nyata.
Untuk selang keper-
cayaan 0.01 perlakuan B4 dan B3 tidak berbeda nyata, B4 terhadap B2 dan B1 sangat berbeda nyata dan B3 terhadap 82 dan B1 sangat berbeda nyata. Kondisi yang terbaik dari data kekuatan briket kompos setelah diurut adalah untuk blok (A) adalah A2 yaitu dengan inenggrznakan peinanasan 10 -nit
sedangkan
untuk perlakuan tekanan alat (B) adalah B4 yaitu kompos ditekan dengan kekuatan alat 10 ton. perlakuan yang terbaik adalah A2B4.
Jadi kombinasi
Dan kondisi hasil
terbaik ini dapat dilihat pada Gambar 11 yaitu pada grafik hubungan antara tekanan alat (pressing) dengan kekuatan briket.
Grafik Hubungan Antara Tekanan Alat (Pressing) dengan Kekuatan Briket
,
Kekuatan Briket (kglcm2)
.....................
T e k a n a n (ton)
Gambar 11. G r a f i k hubungan a n t a r a t e k a n a n a l a t dengan kekuatan b r i k e t
D.KANDUNGAN HARA BRIgET KOMPOS Kandungan artinya,
hara d a r i b r i k e t
karena s e s u a i dengan t u j u a n p e n e l i t i a n i n i
a d a l a h menjadikan b r i k e t bagi
kompos s a n g a t penting
tanaman.
kompos s e b a g a i s u p l a i hara
Unsur h a r a
i n i d i bagi menjadi dua
b a g i a n y a i t u unsur makro y a i t u unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak o l e h tanaman dan unsur hara mikro y a i t u unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. P, K,
Unsur-unsur makro t e r s e b u t a n t a r a l a i n N, S,
M g dan Ca sedangkan u n s u r mikro a d a l a h A l , B, Mn,
Mo, Co, C r , Cu Zn dan Fe.
Kebutuhan nutrisi pada tingkat-tingkat pertumbuhan tanaman tidak sama, misalnya pada tingkat permulaan dari pertumbuhan vegetatif, jumlah protein yang dihasilkan relatif lebih besar dan sebagai akibat ini tanaman memerlukan lebih banyak nitrogen dari pada tingkat pertumbuhan lebih lanjut.
Keadaan iklim se-
perti cahaya, suhu dan lain sebagainya mempunyai pengaruh terhadap laju pertumbuhan tanaman dan dengan demikian juga mempengaruhi
laju penggunaan
ion-ion
mineral. Adapun pengaruh hara mineral untuk tanaman menurut Harran et a1 (1981) adalah : 1. Sebagai bagian dari protoplasma dan dinding sel. 2. Mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma. 3. Sebagai penyangga.
4. Keracunan
.
Eanyak
*&?sur-.msur
c?alam Sentuk
adalah racun bagi tanaman dan dapat membunuh man.
ion tana-
Yang terkenal sebagai racun adalah Al, Bo, As,
Cu, Pb, Mg, Mn, Mo, Ni, Ag dan Zn.
Diantara unsur-
unsur tersebut terdapat unsur-unsur yang penting untuk metabolisme dan akan beracun bila dalam konsentrasi yang tinggi. 5. Mempengaruhi antagonisme unsur-unsur. 6. Sebagai katalisator.
terdapat
Sedangkan pengaruh bahan organik terhadap ciri fisika tanah adalah kemampuan dalam menahan air, warna tanah menjadi coklat hingga hitam, merangsang granulasi agregat dan memantapkannya serta menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat.
Dan
pengaruh bahan organik terhadap kimia tanah adalah meningkatkan daya serap kapasitas tukar kation, kation yang mudah dipertukarkan meningkat, unsur N,P,S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga terhindar dari pencucian, kemudian tersedia kembali dan pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam menjadi humus.
Dan pengaruh terhadap biologi
tanah antara lain jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat serta kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik meningkat (Hakim, 1986j
Hasil analisa hara kompos aerobik dari serasah daun kering dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Analisa kandungan hara total kompos aerobik dengan bahan baku serasah daun kering. Aerobik Hara Total
Lanjutan Tabel 8. Aerobik Hara Total Ca ( % ) Mg ( % ) Na ( 8 )
s (%I Fe (ppm) Mn (PP~)
cu (ppm) zn (PPm) Kadar air Wet basis Dry basis Kadar abu PH C/N ratio
(%) (%)
Kandungan hara dari kompos bervariasi tergantung dari bahan baku yang digunakannya dan proses pengomposannya.
Sedangkan untuk karakteristik pembeda untuk
klasifikasi kompos dapat dilihat pada Tabel 9.
Dimana
klasifikasi ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Dan yang berada diba~ahCersebut
termasuk sangat rendah, sedangkan yang berada diatas tersebut termasuk sangat tinggi. Tabel 9. Karaktgristik pembeda untuk klasifikasi kompos rendah sedanq tinqqi Hara makro N 0.5 - 1.5 1.5 - 3.0 3.0 (%)
Element sekunder I%1
P
K
Ca
gg
-
0.5 1.0 0.02- 1.15 0.6 0.1 0.5
---
1.5 0.25 1.0
1.5 0.251.0 -
1.0 2.0 0.15- 0.3
2.0 0.3
3.5 0.4 1.5
3.5 0.4 1.5
Lanjutan Tabel 9. rendah Hara mikro ( PPm Logam (PP~) *)
Fe Mn
Zn
cu
sedang
1000-8000 20-150
8000-15000 150-400
100-1200 100-600
1200-2000 600-1200
tinggi 15000 400 2000 1200
Bolan et a1 (1980) Apabila dibandingkan antara analisa kompos aerobik
dengan karakteristik klasifikasi pembeda kompos maka kandungan N 1.03% termasuk rendah, kandungan P 0.10% sangat rendah, kandungan K 0.25% sedang, kandungan Ca 1.89%
sedang, kandungan Mg 0.26%
sedang, kandungan S
0.10%
sangat rendah, kandungan Fe 37074 ppm sangat
tinggi, kandungan Mn 1196 ppm sangat tinggi, kandungan Cu 40 ppm sangat rendah dan kandungan Zn 256 ppm rendah. Dari analisa kompas juga dapat dilihat bahwa kadar air kompcs adalah 3.7% basis).
(wet basis) dan
3.8%
(dry
Kadar air pada tingkat ini sangat cukup baik
untuk membentuk briket dan juga pada tingkat kadar air seperti ini aktivitas dari dihambat.
jamur atau kapang bisa
Sedangkan pH kompos aerobik dari analisa
diperoleh 7.0, jadi pH ini netral yaitu sedikit lebih tinggi dari tanah pada umumnya yaitu (5.5-6).
Dari analisa perbandingan C dengan N atau C/N ratio dari kompos aerobik yang dihasilkan adalah 13. Dan apabila bahan organik yang akan dihancurkan mempunyai C/N ratio lebih besar dari 30, maka akan terjadi immobilisasi nitrogen tanah.
Hal ini dapat diterangkan
karena semua nitrogen anorganik yang tersedia dalam tanah akan dikonversikan ke dalam tubuh organisme dalam bentuk organik.
Pada saat ini nitrifikasi dapat di-
katakan terhenti, karena kurangnya amonium tersedia. Bentuk amonium juga digunakan oleh tanaman jadi , terjadi kompetisi terhadap nitrogen antara inang dengan bakteri
.
Pada saat nisbah C/N lebih kecil dari 20, maka ini berarti telah terjadi pelepasan nitrogen dari bahan organik akibat dekomposisi ke dalam tanah.
Dalam
keadaan yang demikian sebagian bahan organik telah dilapuk, dimana bahan berenergi sudah berkurang dan assimilasi nitrogen oleh bakteri juga telah berkurang. Keadaan ini akan menunjang terjadinya proses nitrifikasi dan nitrat mulai lagi menimbun.
Jadi nisbah karbon-
nitrogen melalui pengaruh selektifnya terhadap organisme tanah, dapat mengendalikan nitrifikasi dan adanya nitrat dalam tanah. Untuk memperkaya kandungan hara dari kompos maka ditambahkan pupuk anorganik NPK ratio
(16:16:16).
Dan dari
sebesar 10% dengan
penelitian sebelumnya
diperoleh hasil, pemberian NPK hasilnya
lebih baik
untuk pertumbuhan tinggi anakan karena dengan penambahan NPK, kadar nitrogen dalam medium pertumbuhan akan meningkat.
Dimana kadar nitrogen tersebut penting
untuk perkembangan tanaman bagian atas dengan demikian NPK dapat merangsang pertumbuhan tinggi anakan. Pada pemberian
pupuk
organik
(kompos aerobik)
tanpa pupuk anorganik (NPK) maka rata-rata pertambahan tinggi
tanaman yang diperoleh lebih kecil bila diban-
dingkan dengan pemberian pupuk anorganik (NPK) (Sudradjat, R dan S. Komarayati, 1992).
Namun demikian untuk
menghemat biaya di dalam rangka pemanfaatan limbah serta mencegah pencemaran lingkungan, maka pemupukan dengan menggunakan pupuk organik (kompos aerobik) yang merupakan hasil fermentasi dari serasah daun campuran cukup baik terutama pada tanah-tanah yang miskin hara.
Karena kompos aerobik ini dapat memperbaiki struktur dan tekstur tanah serta dapat meningkatkan pH dan kadar tukar kation (Sudradjat, 1991). Adapun penggunaan briket kompos ini adalah dengan cara dibenamkan di dalam media tanah.
Dan briket
kompos ini sangat mudah larut di dalam air, sehingga di dalam tanah akan langsung bersatu dengan tanah serta akan menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
Sedangkan kegunaan briket kompos ini diarahkan
untuk merangsang pertumbuhan bibit, sehingga diperoleh
anakan tanaman yang berkualitas baik. dalam hubungannya
dengan pembangunan
Ini terutama Hutan
Tanaman
Industri (HTI) yang sebagian besar diproyeksikan di luar Jawa yang pada umumnya terdiri dari tanah mineral asam.
Pada garnbar 12 dapat dilihat contoh briket
kompos yang dihasilkan.
Gambar 12.
Contoh briket kompos yang dihasilkan
Briket kompos yang dihasilkan ini mengalami penyusutan volume dari bahan baku awal sebelum dibentuk briket.
Penyusutan volume yang terjadi sebesar 51%,
dan ini sangat penting dalam hubungannya dengan penyimpanan dan pengangkutan.
Karena penyusutan volume akan
mempengaruhi ruang di dalam penyimpanan dan pengangkutan.
V,
KESIMPULAN DAN SARAN
Alat yang digunakan untuk membuat
briket kompos
ini adalah alat tekan dengan kekuatan alat maksimum 25 ton.
Kompos dihaluskan dan disaring dengan alat yang
berukuran 40 mesh.
Selanjutnya dibentuk dalam sebuah
piston sehingga diperoleh bentukan briket kompos yang bulat dengan diameter 5.5 cm dan tinggi 1.8-2.3 cm. Pembuatan briket
kompos yang
dilakukan dengan
pemanasan 10 menit dengan tekanan alat 10 ton memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan yang dilakukan dengan tanpa pemanasan.
Ini dapat dilihat dari penam-
pakan briket kompos yang dihasilkan dan kerkuatannya. Sehingga dengan kondisi ini akan memudahkan di dalam pengemasannya, transportasi (pengangkutan) maupun dalan penyimpanannya.
Perlakuan yang terbaik ini adalah
A2B4.
Briket kompos ini mengandung unsur-unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dan kandungannya ini diperkaya dengan penambahan pupuk anorganik (NPK) 10%. Dengan kandungan hara yang demikian briket kompos dapat membantu di dalam pertumbuhan tanaman terutaman di dalam pembibitan untuk memperoleh anakan tanaman yang berkualitas baik.
B. SARAN
Pada pembuatan briket kompos ini perlu diupayakan alat tekan kompos yang praktis dan dikerjakan tidak secara manual akan tetapi secara elektrik
(tenaga
listrik) sehingga akan diperoleh hasil yang lebih baik. Pada penelitian awal ini hanya diupayakan pembuatan briket kompos sebagai pupuk yang dapat membantu menyediakan unsur hara
.
Untuk itu perlu dikaji dan
diteliti lebih lanjut tentang briket kompos, dimana tidak hanya sebagai pupuk akan tetapi dapat digunakan sekaligus sebagai media semai untuk pertumbuhan biji. Untuk itu perlu campuran bahan tertentu untuk memperoleh sasaran tersebut (seperti bentukan jel). Perlu dikaji analisa biaya dari pembuatan briket kompos ini sehingga dapat diketahui kelayakannya di dalam mendirikan industri tersebut. Perlu dilakukan uji
turo5m
dengan menggunakan
briket kompos yang dihasilkan. Perlu dianalisa
pengaruh
suhu yang
diberikan,
berapa besarnya dan caranya didalam mengukur suhu pada alat tekan briket kompos.
DAFTAR
Anonymous. 1970. nah, Bogor.
PUSTAKA
Analisa Tanah.
Lembaga Penelitian Ta-
Anonymous. 1981. Food Fuel and Fertilezer from Organic and Waste. National Academy Press, Washington. AOAC. 1970. Official Methode of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist, Washington. AOAC. 1980. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist, Washington. Barton, A.F.M. 1979. Resource Recovery and Recycling John Wiley and Sons, Inc. New York. p 95-109. Sludge Bolan, M.D, G.H Nieswald and M.E Singley. 1980. Composting and Waste Utilization. U. Technical Issues Involving Sludge and Compost Use. Higginss A.J. 1983. Biocycel, 24 (I), p. 40-43. Chaniago, I.A. 1987. Bahan Kuliah Pupuk Organik. Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar Universitas/IUC BMK Dunia XVIII, Institut Pertanian Bogor. Gotaas, H.B. Geneva. Gray, R.R Urban 1974. Press,
1956. Composting
.
WHO Honograf
no. 31,
and A.J. Biddlestone. 1974. Decomposition of Waste Dickinson, C.B and G.J.F Pugh. Plant Litter Decomposition Vo1.2. Academic London,
Golueke, C.G. 1977. Biological Processing; Composting and Hydrolysis. Wilson, G.D (ed). Hand book of Solid Waste Management. Van Nostrand Reinhold Company, New York. p. 72-85.
an
Gaur, A.C. 1982. A'Manual of Rural Composting. Improving Soil Fertility Through Organic Recycling n0.15. FA0 of The United Nations, Rome. Haug, R.T. 1980. Composting Engineering. Science, Michigan.
Ann
Arbor
Harran, S, W. Prawiranata dan P. Tjondronegoro. 1981. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu, Jakarta. Hakaim, N. Lampung.
1986.
Dasar-dasar Ilmu Tanah, Universitas
Ignatief, V and H.J. Page (ed). 1968. Efficient Use of Fertilizer. Food and Agriculture Organization of The United Nation. Iswandi, A. 1986. Pengaruh Kompos Pertumbuhan Jagung Varietas Arjuna. kasikan. Murbandono, L. Jakarta.
1982.
Membuat Kompos.
Terhadap Belum di Publi-
Humofex
Penebar Swadaya,
Niesse, G. 1963. Experiments to Determine The Degree of Decomposition of Refuse its Self Heating Capacity. Bull no.17 International Research Group on Refuse Disposal. Rodale, J.1, R. Rodale, J. Older, M.C Goldman, M. Franz and J. Minnich. 1975. The Complete Book of Compost ing. Rodale Books, Inc. Emmaus, Penna. Paisley, K. 1960. Fertilizer and Manures. Colingridge Limited, London.
W.H
and L.
Rinsema, W.J. 1983. Pupuk dan Cara Pemupukan. Karya Aksara, Jakarta.
Bratara
Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Pulishing Co., New Delhi. Sukmana, S. 1982. Evaluation of Processing in The Composting of City Waste. Disertasi. Rijksuniversitiet Gent, Belgie. sudjana, M.A. 1989. Tarsito, Bandung.
Desain dan Analisis
Eksperimen.
Steel, R.G.D and J.H Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistik. Gramedia, Jakarta. Sudradjat, R. 1991. Karakteristik Sifat Fisik Kimia dan Toksisitas Limbah Fermentasi Bahan Organik Padat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan vo1.9 no.8 p.126, Bogor.
Sudradjat, R dan S. Komarayati. 1992. Pengaruh Penggunaan Campuran Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap Pertumbuhan Anakan Sengon (Paraserianthes falcataria). Jurnal Penelitian Hasil Hutan vol.10 no.5 p.153-154, Bogor. Sudradjat, R dan E. Herawati. 1992. Pemanfaatan Larutan Kompos Cair (Larutan Dranco) Hasil Proses Fermentasi Serasah Daun Kering Sebagai Larutan Hara Hidroponik. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Belum Wilson, G.D. 1970. Hand book of Solid Wastes Management Van Nostrand Reinhold Company, New York.
L
A
M
P
I
R
A
N
1. Kadar Air (AOAC, 1980)
Cawan alumunium dipanaskan pada
suhu 105O~,di-
dinginkan dalam eksikator dan ditimbang.
Lebih kurang
2 gram contoh ditimbang dan dipanaskan dalam oven pada
suhu 105'
selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam
eksikator sebelum ditimbang. diperoleh berat konstan.
Pemanasan diulang sampai
Sisa contoh dihitung sebagai
total padatan dan pengurangan berat menunjukkan banyaknya air dalam bahan. Kadar air
=
A
-
Kadar air dihitung dengan rumus: B
x 100% A
Dimana :
A
=
Berat contoh awal
B
=
Berat contoh akhir
2. Kadar Abu
Cawan porselen dipanaskan dalam tanur
, kemudian
didinginkan dalam eksikator dan secepatnya ditimbang setelah dicapai suhu kamar.
Contoh seberat 2-3 gram
ditimbang dan diabukan dalam tanur pada suhu 550°c esampai diperoleh abu berwarna kelabu atau beratnya konstan.
Kemudian didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus :
Kadar abu = A
-
B
x 100% C
Dimana : A = Berat cawan
+ isi setelah diabukan
B
=
Berat cawan
C
=
Berat contoh
3. Kadar Nitrogen Total Metode Kjeldhal (LPT,1970) Ditirnbang 1.00 gram contoh kompos dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml.
Kemudian ditambahkan 1
gram (I 1 sendok) campuran selen dan 3 ml H2S04 pekat. Dipanaskan diatas alat destruksi, mula-mula dengan nyala kecil selama 15 menit, kemudian nyala dibesarkan hingga larutan jernih. menit.
Pemanasan dilanjutkan selama 15
Setelah didinginkan ditambah 10 ml air m~rni
dan dipindahkan ke dalam labu penyulingan.
Diencerkan
dengan air murni sampai 100 ml, ditambahkan setengah sendok batu didih dan 20 ml NaOH 30%. Setelah itu labu penyuling segera dihubungkan dengan alat pendingin dan disulingkan.
Sulingan ditampung dalam erlenmeyer 100
ml yang diisi dengan 15 ml asam borat 1% dan 3 tetes penunjuk campuran.
Penyulingan dihentikan setelah 10
menit, dihitung sejak tetes pertama.
Amoniak yang tersuling dititar dengan H2S04 0.05 N sampai warna rnulai menjadi merah.
Disamping itu diada-
kan penetapan blanko. Perhitungan : Persen N-total
=
(ml contoh
-
ml blanko) x N H2S04x 1.4
4. Kadar Karbon Total (AOAC, 1970)
Kadar karbon total dapat diperoleh dengan mengurangi berat kering bahan dengan kadar nitrogen total dan kadar abu dibagi 1.82, dimana 1.82 adalah faktor OH-.
5. Kadar Belerang dalam Pirit Besi (LPT, 1970) Ditimbang 1.000 gram contoh (kering 105'~)
kedalam
gelas piala 150 ml yang diberi tutup kaca arloji. Ditambahkan 2.5 ml X202 30% sambil gelas piala digoyang-goyangkan. timbul buih.
Labu dibiarkan beberapa menit hingga
Kemudian ditambahkan
seperti pada perlakuan diatas.
lagi 2.5 ml W202
Bila setelah pemberian
H202 tidak terjadi pembuihan maka gelas piala dipanaskan diatas penangas pasir selama kurang lebih 5 menit. Setelah diangkat dari penangas pasir diberikan lagi 5 ml H202 dilanjutkan hingga mencapai jumlah 20 ml.
Pada
contoh yang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi penambahan H202 dilakukan hingga berlebihan (2030 ml).
Selanjutnya suspensi dididihkan hingga kental.
Setelah itu tutup gelas dibilas dengan air murni, ditambahkan 1-2 ml HN03 pekat dan dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit.
Ditambahkan 50 ml air murni
dan 1-2 ml HC1 pekat sambil diaduk dengan pengaduk gelas dan kembali dididihkan sampai 5 menit. Dalam keadaan panas disaring kedalam labu ukur 500 ml dan sisa contoh diuji 3 kali dengan air panas. Setelah dingin isi labu dipenuhkan dengan air murni hingga tanda garis. Dipipet 1 ml dari larutan ini kedalam tabung kimia dan ditambahkan air murni hingga isi mencapai 10 ml. Berturut-turut ditambahkan 2 ml HC1 4N dan 2 ml larutan pereaksi sulfat (BaC12 10% + Tween-80).
Selanjutnya
dibuat deret standar sulfat. Deret standar sulfat untuk kurva tera terdiri dari 0, 10, 20, 40, 50, 80 dan 100 ppm SO4 ctibuat dengan memipet berturut-turut 0, 1, 2, 4, 6, 8 dan 10 ml larutan standar 100 ppm SO4, masing-masing ditambahkan 10, 9, 8, 6, 4, 2, dan 0 ml air murni. Perhitungan : Dibuat kurva tera deret standar pada kertas mm dengan kepekatan SO4 (0-100 ppm) sebagai absis dan persen transmittance yang telah dikonversikan menjadi absorbance sebagai ordinat.
Kepekatan SO4 dalam larutan yang diukur dicari dalam kurva tera. Persen SO4
= 0.5
x ppm SO4 dari kurva tera setelah
dikoreksi Persen FeS2
blanko
x persen SO4
= 0.625
6. Kadar Tembaga dan Seng Total @PT, 1970)
Ditimbang
gram contoh halus
2.000
udara ke dalam piala polipropilin. kan
10
ml H202,
30
100
mesh kering
Kemudian ditambah-
persen dan diuapkan sampai kering
pada suhu tidak lebih dari
90°c.
Penambahan H202
diulangi sampai tidak terjadi buih.
Selanjutnya ditam-
bahkan 3 tetes H2S04 dan gas pasir.
10
ml HF ditaruh diatas penan-
Perlahan-lahan suhu dinaikkan sampai
Diuapkan sampai kering.
2 0 0 ~ ~ .
Pemberian H2S04 dan HF
diulangi sekali lagi. Setelah kering ditaxhahkan 15 ml HN03 pekat, 2 ml H2S04 pekat dan
5
ml HC104
60%.
Pemanasan diatas penangas pasir dilanjutkan sampai uap SO3 terbentuk banyak. Kemudian piala didinginkan dan ditambahkan air suling sambil membilas pinggir piala.
25
ml
Diaduk
dengan pengaduk supaya melarut sempurna.
Setelah itu
dipindahkan ke dalam labu ukur
Dipeneuhkan
50
ml.
dengan air suling hingga tanda garis.
Disaring dan
dari larutan ini ditetapkan Zn dan Cu dengan atomic absorption spectrophotometer. Disamping penetapan contoh dilakukan penetapan blanko.
Penetapan Cu dan Zn total atomic absorption
spectrophotometer. Dibuat deret standar Cu dan Zn yang masing-masing mengandung : SO
S1
52
S3
54
55
S6
0
0.25
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
ppm Zn
0
0.5
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
ppm Cu
Dengan memipet berturut-turut : 0, 2.5, 5, 10, 15, 20 dan 25 ml larutan standar 25 ppm Zn dan 50 ppm Cu ke dalam labu ukur
250
ml.
Diencerkan dengan H2S04
(standar nol) sampai tanda garis. Beberapa ml (f 10 ml) ekstrak contoh dituangkan ke dalam tabung kimia. standar.
Demikian juga masing-masing deret
Diukur dengan atomic absorption spectropho-
tometer dengan deret standar sebagai pembanding. Perhitungan : Dibuat kurva tera Zn dan Cu pada kertas mm dengan kepekatan Zn dan Cu total (pprn) sebagai absis dan absorbance (E) sebagai ordinat.
Kadar
Zn-total
(pprn) = 25 x pprn Zn
dari
kurva
tera
kurva
tera
dikoreksi blanko Kadar
Cu-total
(pprn) = 25 x pprn Cu
dari
dikoreksi blanko
7. gadar Kalium (LPT, 1970) Dipipet 1 m l e k s t r a k contoh dalam amonium a s e t a t ke dalam tabung kimia murni
.
Diencerkan dengan 9 m l a i r
. Larutan
contoh
diukur
dengan
dengan d e r e t s t a n d a r campuran K , banding.
fotometer
nyala
Ca sebagai pem-
Na,
Mula-mula d i u k u r d e r e t s t a n d a r dengan menem-
patkan standar 0 pprn K pada skala 0 dan s t a n d a r 1 0 pprn s k a l a 100.
Kemudian diukur contoh.
Emisi dibaca pada
skala. D e r e t standar camp-dran K , Na dan Ca yang masing-masing
mengandung : 0 , 1, 2 , 4, 6, 8 dan 1 0 pprn K
0 , 1, 2 , 4, 6, 8 dan 1 0 pprn Na 0, 5, 1 0 , 20, 30, 40 dan 50 pprn Ca Dibuat dengan memipet b e r t u r u t - t u r u t 10, K,
: 0 , 2.5,
15, 20 dan 2 5 m l l a r u t a n standar campuran 1 0 0
5, pprn
100 pprn Na dan 500 pprn Ca ke dalam l a b u ukur 250 m l .
Diencerkan dengan NH4-asetat pH 4.8 yang t e l a h diencerkan 10 k a l i sampai t a n d a g a r i s .
Perhitungan : Pada kertas mm dibuat kurva tera dengan kepekatan deret standar K (0-10 pprn K) sebagai absis dan pembacaan emisi pada skala fotometer nyala sebagai ordinat. Kepekatan K
(pprn) dalam larutan yang diukur dapat
dicari dari kurva. Kalium (pprn)
=
50 x pprn K dari kurva setelah dikoreksi blanko
8. Kadar Natrium (LPT, 1970)
Cairan dari sisa penetapan kalium digunakan untuk penetapan Na dengan fotometer nyala dan deret standar K, Na, Ca sebagai pembanding. Terlebih
dulu diukur
deret
standar, kemudian
contoh emisi cahaya dapat dibaca pada skala fotometer nyala. Perhitungan : Pada kertas mm dibuat kurva tera dengan kepekatan deret standar Na (0-10 pprn Na) sebagai absis dan pembacaan emisi pada skala fotometer nyala sebagai ordinat. Kepekatan Na (pprn) dalam larutan diukur dapat dicari dari kurva tera ini. Natrium
(pprn)
=
50 x pprn Na dari kurva tera dikoreksi blanko
setelah
9. Kadar Kalsium (LPT,1970) Cairan sisa penetapan K dan Na digunakan untuk penetapan Ca dengan fotometer nyala. standar diukur, kemudian contoh.
Mula-mula deret
Emisi cahaya Ca dapat
dibaca pada skala fotometer nyala. Perhitungan : Pada kertas mm dibuat kurva tera dengan kepekatan deret standar Ca (0-50 ppm Ca) sebagai absis dan pembacaan emisi cahaya Ca sebagai ordinat.
Kepekatan Ca
(pprn) dalam contoh yang diukur dapat dicari dari kurva tera ini. Xalsiun
(ppm)
=
50 x ppm Ca dari kurva tera setelah dikoreksi blanko
10.Kadar Magnesium (LPT, 1970) Dipipet 2 ml ekstrak contoh dalam amonium asetat ke dalam tabung kimia.
Untuk pembuatan kurva tera
dipipet masing-masing 2 ml dari deret standar Mg dan Mn ke dalam tabung kimia.
Kemudian ditambahkan 8 ml
larutan lantanchlorida yang mengandung 6250 ppm la. Dikocok dan diukur pada atomic absorption spectrophotometer dengan deret standar dengan deret standar sebagai pembanding. skala.
Transmittance (T) dibaca pada
Deret standar campuran Mg dan Mn yang mengandung 0, 10, 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm Mg 0, 5, 10, 20, 30, 40 dan
50 ppm Mn
Dibuat dengan memipet berturut-turut: 0, 10, 20, 40, 60, 80 dan 100 ml larutan standar campuran 100 ppm
Mg dan 50 ppm Mn ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan amonium asetat pH 4.8 sampai tanda garis. Perhitungan : Pada kertas mm dibuat kurva tera dengan kepekatan deret standar Mg
(0-100 ppm)
sebagai absis dan E
(absorbance) yang dikonversikan dari T (transmittance) sebagai ordinat. Kepekatan Mg (ppm) dalam contoh yang diukur dapat dicari pada kurva tera ini. Magnesium
(ppm)
=
5 x ppm Mg dari kurva
tera setelah
dikoreksi blanko
Cairan sisa penetapan Mg digunakan untuk penetapan
.
Radar Mn diukur dengan atomic absorption spectro-
photometer dengan menggunakan deret standar campuran Mg, Mn sebagai pembanding. Perhitungan : Pada kertas mm dibuat kurva tera untuk Mn dengan kepekatan Mn (0-50 ppm) sebagai absis dan E (absorbance) yang dikonversikan dari T (transmittance) sebagai
ordinat.
Kepekatan Kn (pprn) dalam contoh yang diukur
dapat dicari dari kurva tera ini. Kadar Mn (pprn) = 5 x ppm dari kurva tera setelah diko reksi blanko 12. Kadar Besi (LPT,1970)
Dipipet 5 ml ekstrak contoh dalam amonium asetat ke dalam tabung kimia.
Untuk penetapan deret standar
Fe di pipet berturut-turut : 0, 0.5, 1, 2 ,
3,
4 dan 5
ml larutan standar campuran tsb. diatas ke dalam tabung kimia.
Diencerkan dengan amonium asetat pH 4.8 hingga
jumlah isi tiap tabung menjadi 5 ml. Sambil dikocok berturut-turut ditambahkan: 0.5 ml larutan hidroksilaminahidrochlorida 5% dan 5 ml pereaksi campuran penetapan Fe. Setelah L O menit diukur dengan kalorimeter dengan deret standar sebagai pembanding.
Transmittance (T)
dibaca pada skala kalorimeter. Perhitungan : Pada kertas mm dibuat kurva tera dengan kepekatan deret standar Fe (0-100 ppm) sebagai absis dan absorbance yang dikonversikan dari transmittance sebagai '
ordinat.
Kepekatan Fe (pprn) dari contoh yang diukur
dapat dicari dari kurva tera ini. Kadar
Fe
(pprn) = 5 x pprn Fe dari kurva tera dikoreksi blanko
setelah
13. Kadar Fosfor (LPT, 1970)
Dipipet 5 ml ekstrak amonium asetat yang telah dihilangkan warnanya ke dalam tabung kimia.
Untuk
membuat kurva tera P dibuat deret standar dengan jalan memipet beturut-turut : 0, 0.5, 1.0, 2.0, 3.0, 4.0 dan 5.0 ml standar 10 ppm P dan menambahkan NH40Ac pH 4.8 hingga jumlah isi tiap tabung kimia menjadi
5 ml.
Deret standar P mengandung masing-masing : 0, 1, 2, 4, 6, 8 dan 10 ppm P.
Selanjutnya ditambahkan 7.5 ml
pereaksi fosfat dan dibiarkan 10 menit. Ditambahkan 0.75
ml larutan SnC12 0.5
persen,
dikocok dan setelah 10 menit diukur dengan kalorimeter dengan deret standar sebagai pembanding.
Transmittance
dibaca pada skala kalorimeter. Perhitungan : Pada kertas mm Dibuat kurva tera dengan kepekatan deret standar P (0-10 ppm) ssbagai absis dan absorbance yang dikonversikan dari transmittance sebagai ordinat. Kepekatan P (pprn) dalam larutan yang diukur dapat dicari dari kurva. Kadar P
(ppm)
=
5 x pprn P dari kurva tera dikoreksi blanko
setelah
Lampiran 2. AnaLisa statistik Tabel 1.
A n a l i s a keragaman untuk kekuatan b r i k e t (KB)
SOURCE
DF
SS
MS
A (A) (B) U (C) A*B*C
1 3
4.90583+04 5.41103+04
4.90583+04 1.8037E+04
2560.2
134.75
19 23 1
TOTAL GRAND AVERAGE
F
364.07 133.86
1.05733+05 3.37263+05
T a b e l 2. Perbandingan berganda Tukey untuk kekuatan b r i k e t t e r h a d a p Blok (A) pada s e l a n g kepercayaan 0.010. MEAN
A 2 1
163.8 73.33
Keterangan :
HOMOGENEOUS GROUPS I
.. I
g a r i s yang berada dalam s a t u kolom r a t a a n yang sama menunjukkan s a n g a t t i d a k berbeda nyata.
Tabel 3 . Perbandingan
berganda Tukey untuk kekuatan b r i k e t t e r h a d a p 31ok ( A ) Pada Selang Kepercayaan 0.050.
A
MEAN
BOluiOGENEOUS GROUPS
Keterangan : g a r i s yang berada dalam s a t u kolom r a t a a n yang sama menunjukkan t i d a k berbeda n y a t a .
Tabel 4. Perbandingan berganda Tukey untuk kekuatan briket terhadap perlakuan tekanan alat (B) pada selang kepercayaan 0.010. B
MEAN 172.8 156.1 87.82 57.51
4 3 2 1
HOMOGENEOUS GROUPS I I
.. I
.... I
Keterangan : garis yang berada dalam satu kolom rataan yang sama menunjukkan sangat tidak berbeda nyata Tabel 5. Perbandingan berganda Tukey untuk kekuatan briket terhadap perlakuan tekanan alat (B) pada selang kepercayaan 0.050. B
MEAN
HOMOGENEOUS GROUPS
Keterangan : garis yang berada dalam satu kolom rataan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata Tabel
B
6.
Perlakuan yang terbaik dari perbandingan berganda Tukey antara kekuatan briket (RB) dengan perlakuan tekanan alat (B) pada selang kepercayaan 0.010. MEAN
HOMOGENEOUS GROUPS
Keterangan : garis yang berada dalam satu kolom rataan yang sama menunjukkan sangat tidak berbeda nyata
Tabel 7.
Perlakuan yang t e r b a i k d a r i perbandingan berganda Tukey a n t a r a kekuatan briket (KB) dengan perlakuan tekanan a l a t ( B ) Pada s e l a n g kepercayaan 0.050.
B
Keterangan :
MEAN
HOMOGENEOUS GROUPS
g a r i s yang b e r a d a dalam s a t u kolom r a t a a n yang sama menunjukkan t i d a k berbeda nyata.