The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
DASAR FILOSOFIK STUDI KEISLAMAN Oleh: Prof. DR. A. Kozin Afandi IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA
Dasar Filosofis Kajian Keislaman
I Tulisaan ini mencoba mendiskusikan dasar filosofis kajian keislaman dengan merujuk kepada alQuran. Sebagai pedoman hidup sekaligus sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw yang utama. Mukjizat alQuran adalah mengandung dua unsur; hissi dan akli. Apa yang hissi menekankan pada sisi estetika bahasa dan dalam tradisi islam terlihat dalam bentuk retorika (balaghah seperti tasybih, isti’arah dll) sementara yang akli dalam bentuk logika. Misal, alam ini tidak wujud dengan sendirinya. Kita dapat membuat analog dengan mobil; logiskah mobil itu ada dengan sendirinya atau ia ada karena ada yang menciptakannya? Sangatlah logis mengatakan, ada yang menciptakan mobil ini; sebaliknya tidaklah logis mengatakan bahwa mobil ini ada dengan sendirinya. Demikian pula dengan alam. Ia adalah mahkluk ciptaan. Karena itu logis jika dinyatakan bahwa alam ini ada yang menciptakan.. Tulisan singkat ini mencoba mendiskusikan nalar Qur’ani yang berkisar pada tiga tema; rational philosophy, rational science dan rational understanding. (pemahaan rasional terhadap teks). Ada dua karakter yang melekat dalam rasional filosofik yakni, keyakinan dan argumentasi. Dalam sejarahnya yang panjang, dua karakter ini menjadi tradisi kehidupan filsafat. Thales, Anaksimander dan Anaksimenes, Heraklitus, Parmenides, Demokritus, Leukipus, Kaum Sofisme dan Sokrates serta Plato dan Aristoteles. Para filsuf Yunani angkatan awal mendiskusikan problema substantif yakni tentang materi dasar alam. Tema lainnya yang didiskusikan mereka adalah problema perubahan. Persoalan yang didiskusikan adalah; apa yang merupakan materi dasar atau materi awal alam; sementara masalah perubahan adalah persoalan tentang apakah perubahan itu ada atau hanya sekedar penglihatan indera. Adalah Thales – dipandang sebagai perisntis lahirnya disiplin filsafat – orang pertaa yang melakukan protes terhadap mitols yang saat itu seakanmenjadi satusatunya acuan untuk menjelaskan alam. Dia meminta menggunakan rasio sehingga kebenarannya dapat dikoreksi pihak lain. Dalam keyakinannya, materi dasar alam ini adalah air dan dia menguatkannya dengan argumentasi. Menurutnya, penjelasan tentang alam seharusnya berasal dari unsur yang terdapat di dalam alam itu sendiri dan tidak sesuatu yang berada di luar alam. Dia percaya bahwa bahan dasar alam ini adalah air. Lalu dia membuat argumen untuk itu. Pendapat ini tidak diterima oleh dua muuridnya yang senior maupun yang junior. Anaksimander berkeyakinan bahwa bahan dasar alam adalah “apeiron”, sesuatu yang tak terhingga dan bukan merupakan salah satu unsur yang ada dalam alam ini. Air tidak memiliki sesuatu keistimewaan apa-apa dibanding dari unsur-unsur alam yang lain dan karena itu dia tidak perlu diistimewakan dan diangkat ke suatu tempat istimewa sebagai bahan dasar alam ini. Murid yasng lebih junior, Anaksimenes menolak air maupun apeiron sebagai bahan dasar alam. Dia mencoba menggabungkan dua pendapat pendahulunya. Hasilnya, bahan dasar alam menurutnya adalah udara. Udara adalah unsur yang tak terhingga dan tak terbatas sehingga memenuhi kriteria Anaksimander; di sisi lain, udara adalah unsur yuang ada di dalam alam itu sendiri dan bukan sesuatu luar alam sehingga memenuhi kriteria Thales. Empedokles menolak pendapat terdahulu itu semua dan mengajukan pendapatnya bahwa bahan dasar alam ini adalah air, udara, api dan tanah (empat unsur). Diskusi tentang bahan dasar alam terus berlanjut sampai lahirnya teori atom Demokritus dan Leokipos. .Dari latar belakang pendapat yang berbeda-beda dalam menjawab satu persoalan yang sama, lahirlah kaum Sofis. Kaum ini berkeyakinan tidak ada pengetahuan yang obyektif. Semua pengetahuan subyektif, tergantung kepada pendapat subyek. Pandangan kaum ini ditentang oleh Sokrates yang berkeyainan bahwa ada pengetahuan obyektif. Pengetahuan ini terdapat di dalam dunia ide, demikian dia berargumen. Dalam teori anamnesis, dia menegaskan bahwa manusia telah mengenal dunia ide sebelum dilahirkan ke dunia empirik. Di dunia ini manusia tinggal mengingat kembali apa yang telah dikenal sebelum lahir. Salah satu cara mengingat kembali itu melalui pengajaran, melalui dialog dan melalui definisi. Ajaran ide tersebut dilanjutkan oleh muridnya, Plato, yang nantinya dikenal sebagai pendiri madzhab idealisme-rasionalisme. Dalam doktrinnya, Plato membagi dunia pengetahuan menjadi dua yakni dunia yang tidak tampak (unseen) dan dunia yang tampak inderawi (seen}. Dunia unseen adalah dunia yang tidak tampak mata atau dunia yang hakiki, dunia yang riel, yakni Ide. Ketika menjawab pertanyaan, dia menyatakan bahwa ide terdapat dalam alam Ilahi (in the Divine realm), riwayat lain menyatakan, in the Divine Mind..Namun ketika ditanya contoh konkritnya dia tidak menjelaskannya. Kualitas dunia yang hakliki ini tunggal, abadi dan tak berubah-ubah. Dunia hakiki adalah obyek yang dipahami rasio dan menghasilkan pengetahuan yang sejati, “genuine knowledge”.. Sebaliknya dunia yang tampak mata adalah dunia individual-partikular; dunia maya atau bayangbayang. Dunia ini ditangkap oleh indera dan menghasilkan pendapat yang tingkat kualitasnya di bawah Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
“genuine knowledge”..Ide adalah obyek pengetahuan dari rasio. Dalam hal ini, rasio menjadi sarana untuk menghasilkan. Inilah ringkas doktrin idealisme-rasionalisme Plato. II Dalam perkembangan filsafat modern lahirlah nama Husserl dalam fenomenologi. Dia membagi kebenaran menjadi dua; the truth of fact dan the truh of rasio. Kriteria kebenaran rasio bersifat apodiktik dan tidak absurd. Apodiktik artinya tidak ada kontradiksi antara satu proposisi dengan proposisi lainnya. Misal kontradiksi, di bawah ini. “Saya percaya dia bersih dari tindak kriminal meskipun sebagian besar masyarakat meyakini bahwa dia pernah terlibat kasus korupsi yang merugikan negara milyaran rupiah”. Contoh proposisi yang absurd, “saya bisa memperoleh jabatan politik (misalnya bupati, wali kota atau gubernur atau jabatan ketua umum partai) meskipun tidak ada yang mendukung saya” . Milton Rokeach mengajukan teori keyakinan , yakni teori tentang tipe-tipe keyakinan. Dia membagi tipe keyakinan menjadi tiga:. 1. Keyakinan itu sentral periferal; bahwa setiap individu memiliki keyakinan. Keyakinan seorang pebisnis, seorang legislator, seorang pejabat, seorang politisi dan bahkan seorang olah ragawan tinju atau sepak bola. 2. Makin sentral sebuah keyakinan makin kuat dipertahankan dari perubahan; ketiga, jika terjadi perubahan pada keyakinan sentral, maka akan mempengaruhi pada sistem keyakinan. Teori ini dapat digunakan membantu menjelaskan tema-tema epistemologi maupun ontologi termasuk keyakinan atau keimanan kepada Tuhan. 3. Jika terjadi perubahan pada keyakinan sentral, maka akan mempengaruhi pada sistem keyakinan. kaum agamawan adalah orang yang berkeyakinan akan adanya Tuhan. Keyakinan ini atai keimanan ini merupakan keyakinan sentral dan karena itu dipertrahankan dari terjadi perubahan. Salah satu saarana untuk mempertahankan keyakinan sentral adalah argumentasi atau dalil. Dalam lingkungan Islam, dalil dipecah menjadi dua, dalil akli dan nakli. Dalil nakli merujuk kepada nas al-Quran atau sunnah. Dua dalil itu saling melengkapi. Di bawah ini contoh dalil nakli dari al-Quran, sbb
-
(al-Qasas:88 ) “Dan janganlah kamu menyembah Tuhan lain selain Allah, tidak ada Tuhan selain Dia Allah, segala sesuatu pasti binasa kesuali ZatNya. Segala ketentuan ada pada Dia dan kepadaNya kamu kembali”. Dalam surat al-An’am: 74 dicewritakan Nabi Ibrahim bertanya kepada bapaknya, “mengapa engkau jadikan patung-patung ciptaan manusia- sebagai tuhan (apa ini pantas}. Ayat selanjutnya berkisah tentang proses Ibrahim mencari Tuhan dengan memperhatikan benda-benda langit bintang, bulan dan matahari yang sempat disangka Tuhan. Manakala semuanya tenggelam di balik angkasa luas, muncul kesadaran fitrahnya bahwa segala yang tenggelam bukanlah Tuhan. Dia sampaikan wawasan fitrah ini kepada kaumnya, “wahai kaumku, aku melepaskan diri dari kaum musyrikin. “Inni wajjjahtu wajhiya lil- ladhi fatharas samawati wal ardl hanifa wama ana minal-musyrikin”..
Dalam satu surat pendek al-Quran menegaskan demikian, *
*
*
-
Kata “Huwa” dalam ayat di atas adalah “Dia”yakni Dia yang berada di balik alam smesta ini, Dia yang menguasai alam ini dan bahkan Dia yang mencipta alam ini. Secara psikologis dalam dalam rentang perjalanan sejarah yang panjang, anusia tidak pernah berhenti mencari siapa “Dia’ yang berada di balik alam ini. Allah seolah meberikan jawaban yang bernada membimbing dan memberi petunjuk bahwa Dia yang dicari umat manusia itu adalah Allah, Zat yang Esa. Karena itu, surat di atas sebenarnya lebih menekankan pada nama “Allah” adalah Dia yang mereka cari dan tidak pada sisi keesaan atau monoteisme. Oleh sebab itu, surat ini tidak dinamai dengan surat tauhid, melainkan dengan nama surat “ikhlas” yang memberi pengertian, terimalah secara ikhlas atau sebaliknya tidak mau menerima. Makna lain dari surat adalah penegasan terhadap satu pendapat yang menyatakan ada campur tangan Tuhan Allah terhadap sejarah umat manusia, atau nasib kolektif umat manusia. Bentuk campur tangan itu adalah pengutusan nabi dan rasul. Apa yang terjadi sesudah itu adalah, apakah manusia menerima atau sebaliknya mengingkari. Sejak awal, al-Quran menegaskan bahwa Tuhan Allah itu Esa, satu, pencipta alam semesta dan segala isinya, manusia, hewan dan lain-lain. Dia bersifat kuasa, mengetahui, mendengarkan doa yang diajukan manusia, Dia adalah rabbud-dunya wal akhirah….. Tidak ada kontradiksi antar ayat dalamm enjelaskan sifatSurakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
sifat dan af’alNya. Akal manusia dapat menerima bahwa alam semesta ini tidaklah wujud dengansendirinya melainkan alam ini diciptakan oleh zat al-Khaliq, yakni Tuhan Allah. Alam semesta dan semua isinya merupakan bukti dari sifat kudratNya sementara al-Quran sebagai bukti sifat ilmuNya. Dalam wilayah filsafat yang menekankan pada cara kerja a priori yakni cara kerja yang tidak didahului oleh pengalaman empirik atau riset empirik sebagai lazim digunakan oleh pendekatan ilmiah, umat Islam melahirkan sejumlah filsuf Muslim di samping juga para ulama kalam yang telah memberikan sumbangsihnya dalam sejarah peradaban umat manusia. II Rasional saintis.
(78: (36
:
)
)
Pesan Nabi Muhammad kepada umatnya, artinya sbb; “Himah (termasuk ilmu pengetahuan) adalah harta milik kaum mukmin yang hilang maka ambillah di mana pun ditemukan”. “Carilah ilmu meski di negeri cina”. Hadis di atas akan menjadi hidup kembali ketika kita dialogkan dengan pola global pendidikan dalam tulisan Philip Albach “Comperative education”. Dia mneybut tiga pola global pendidikan, yakni, pola peningkatan kualitas, pola pengembangan kuantitas dan pola demokratisasi. Di balik sabda di atas tersembunyi spirit “demokratisasi ilmu pengetahuan”. Ada dua unsur utama dalam kerja ilmiah yaitu observasi dan merumuskan hipotesis. Observasi adalah peran inderawi mengumpulkan fakta dan data, merumuskan hipotesis adalah peran akal budi. Hipotesis atau teori merupakan konstruk akal. Dalam bahasa al-Quran, observasi adalah indhar. Langkah awal atau fondasai dasar dari kerja ilmiah adalah observasi. Dalam observasi ilmiah yang berperan adalah indera. Indera yang disebutkan dalam dua ayat di atas adalah penglihatan dan pendengaran. Tujuan obseravasi adalah mengumpulkan bahan baku yang akan dimasak untuk menghasilkan konstruk ilmiah dalam hal ini teori ilmiah. Karena itu, apa yang disebut dengan ilmu bukan sekedar tumpukan fakta atau tumpukan data. Hanya sekedar melaporkan sejumlah fakta seperti apa yang dilihat kemaren secara obyektif bukan sebuah kerja ilmiah. Tumpukan fakta itu masih merupakan bahan baku. Dalam sejarah keilmuan, banyak sarjana Muslim melakukan aktivitas ilmiah baik untuk ilmu-ilmu nomografi maupun ideografi. Dalam ilmu nomografi, Islam melahiorkan berbagai sarjana astronomi, matematika, fisika, kedokteran maupun obat-obatan. Sementara dalam ideografi memunculkan disiplin sejarah. Nama-nama ilmuwan Muslim yang telah melakukan penelitian empirik (di observatorium) dan memenuhi standard ilmiah tercatat dalam sejarah dunia. Mereka antara lain Abu Bakr Muhammad bin Zakaria al-Razi, ilmuwan kedokteran, murid Ali ibn Sahal Rabban at-Tabari – seorang Yahudi yang masuk Islam, Ibn Sina filsuf dan sekaligus ahli kedokteran. Dia menulis buku “qanun at-Tibb. Dalam matematika nama-nama terkanl adalah Abu al-Isfahani, Rustam al-Kuhi, Abdul Jalil al-Sijazi, al-Khawarazmi, dalam astronomi terdapat Abdur-Rahman al-Sufi, Ahmad al-Saghani, Al-Sufi menulis karya “ Kitab alKawakib al-Tsabit al-Musawwar”, Ibn Musa bin Syakir membangun observatorium pribadi di rumahnya. Para astronom Muslim minatnya pada melakukan observasi tentang gerak gerik benda-benda angkasa.. Di antara observatorium itu ada yang dibangun oleh pribadi di samping oleh bantuan penguasa. Seperti observatorium di Siraz, Samarkand dan Nisapur. Salah satu darinya yang terkenal adalah observatorium Matagha di bawah pimpinan Nasiruddin at-Tusi. Ibn Syatir (1375) mengembangkan prangkat observatorium at-Tusi dengan menciptakan planet buatan yang bergerak mengelilingi sentral. Elposito menyatakan dalam tulisannya bahwa 150 tahun kemudian, model planetarium Ibn Syatir ini direpoduksi ulang oleh Copernicus untuk tujuan observasi gerak-gerik benada-benda alam danmenghasilkan temuan teori bahwa “mataharilah” yang mnejadi pusat jagad raya menggantikan pandangan yang telah berlaku selama ini bahwa “bumi adalah pusat jagad raya”. Dalam tradisi ilmiah, Copernicus dipandang melakukan apa yang disebut dengan “revolusi ilmiah” atau sebuah revolusi Copernican”. Layaknya revolusi, ada pihak yang kalah dan yang menag. Dalam hal ini, Copernicus keluar sebagai pemenang. Ini sekaligus dicatat dalam sejarah sebagai lahirnya sains modern yang sebelumnya masih menyatu dalam filsafat. Dalam perkembanganya, sains menegaskan jati dirinya dengan metode ilmiah yang memisahkan diri dari metode berfikir kefilsafatan. Munculnya aliran positivisme Comte makinmemebrikan kekuatan sains menjaga dan mengmbangkan diri. Metodse sains tidak sebatas untuk ilmuilmu kealaman melainkan merambah ke ilmu-ilmu sosial. Karier ilmiah ilmuwan Muslim yang secara singkat kami urai di atas terjadi menyusul penterjemahan karya-karya dari Yunani dan India. Apa yang terjadi kemudian, mereka makin berusaha mandiri menunjukkan jati dirinya kepada sejarah peradaban utamanya dalam sisi keilmuan. Tetapi karir keilmuan mereka lebih pada ilmu kealaman atau untuk saat ini sering disebut sebagai ilmu nomografi yang mungkin kurang memilki relevansi dengan perguruan tinggi Islam (PTAI-IAIN). Lawan dari nomografi adalah ideografi, pengetahuan yang tujuannya memahami simbol. Karena itu ilmu ideografi atau geisteswissenchaft (ilmu sosial humaniora). Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
memiliki relevansi dengan IAIN. Meski ilmu ini- katakanlah- bukan merupakan subject matter” dalam kurikulum inti PTAI, namun tidak berarti ilmu ideografi benar-benar dihindari atau diabaikan oleh PTAI. Pelajaran dari sejarah ilmuwan Muslim di atas dapat diambil untuk kepentingan saat ini. Inti pelajaran itu adalah semangat mendalami dan menguasai ilmu pengetahuan modern. Semisal pendalaman dan penguasaan terhadap teori-teori yang berkembang dalam ilmu ideografi karena memiliki tingkat relevansi dengan PTAI. Yang masuk dalam kelompok ideografi antara lain sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu sejarah, ilmu budaya, ilmu komunikasi dan informasi. Bentuk konkrit penguasaan adalah memasukkan mata kuliah ideografi dalam kurikulum PTAI. Melalui proses pembelajaran teori-teori dalam ideografi ditransfer kepada mahasiswa dan melalui kegiatan riset ilmiah mahasiswa diarahkan mampu mengembangkan kemampuan dan penguasaan teori mencapai tingkat yang kualitatif.. Semangat mendalami ilmu pengetahuan telah ditunjukkan oleh sejarah Islam abad skolastik dan semangat itulah yang kini sedang dibutuhkan oleh para generasi Muslim – khususnya- para ilmuwan Muslim yang belajar di PTAI dalam menjawab tantangan modern. Wilhelm Dilthey, seorang ilmuwan yang menekuni sejarah yang secara aktif juga terlibat dalam ranah hermeneutika membagi dunia pengetahuan menjadi dua kelompok besar; yakni natur dan geist (alam dan rohspirit); natur wissenschaft dan geistes wissenschaft. Salah satu di antara yang membedakan keduanya adalah nomografi dan ideografi. Nomografi bertujuan menjelaskan gerak gerik benda-benda alam sampai dapat merumuskan hukum seperti hukum gravitasi, hukum, kinetik, hukum fisika, hukum gas; sementara ilmu ideografi bertjuan memahami simbol-simbol dalam kehisdupan sosial-humaniora. Di bawah ini merupakan poinpoin yang membedakan antar dua kelomppok disiplin di atas; Perbedaan antar natur dan geistes wissenschaft; Natur 1.posisi subyek (peneliti) terpisah dari obyek 2. metode explanation (menjelaskan) 3. pengujian/pembuktian, dapat diulang 4. hasilnya, merumuskan hukum; generalisasi (nomologi)
Geistes 1. posisi subyek menyatu dengan obyek 2. understanding (verstehen) 3. pembuktian tak dapat diulang 4. pemahaman terhadap simbol (ideografis); setiap kejadian memiliki kekhasannya sendiri.
Mungkinkah Islam dikaji secara empirik? Kajian keislaman secara empirik berangkat dari premis ini. agama Islam telah menjadi bagian dari fakta sosial budaya. Munculnya tema ekonomi syari’ah, perbankan syari’ah, politik Islam, pemebrdayaan infak dan sedekah, pemberdayaan wakaf makin menegaskan agama Islam sebagai fakta sosial budaya di samping realitas yang telah lama ada sebelumnya ; ,pesantren, pendidikan islam, dakwah, tabligh.disamping jama’iah-jam’iah pengajian. Dengan demikian, kajian keislaman empirik dapat memanfaatkan teori-teori yang telah ada dalam sosiologi dan ilmu budaya.sebagai pendekatan penelitian. Melalui proses pembelajaran, teori-teori itu ditransfer kepada mahasiswa, dan melalui penellitian ilmiah, teori-teori dapat dikembangkan. Di antara teori-teori itu adalah fungsionalisme-sturktural, strukturasi, interkasionsime simbolik, etnomentodologi, teori konflik, teori perubahan, fenomenologi, konstruktivisme (konstruksi sosial). III Pemahaman rasional (rational understanding), yakni tafaqquh fid-din. Apa yang dikehendaki dengan pemahaman rasional di sini adalah pemahaman terhadap teks dengan rasio. Dalam catatan sejarah keilmuan Islam tercatat ada gerakan tadwin yang berlangsung kuran lebih satu setengah abad. Gerakan tadwin adalah gerakan pengumpulan dan pembukuan ilmu-ilmu keagamaan;Tafsir, hadis, fiqh, bahasa Arab termasuk sastra, ilmu akidah dan tasawuf. Mungkin muncul pertanyaan yang menggelitik, “kita adalah generasi kini yang menekuni ilmu keagamaan, “bagaimana kita memperispkan diri memiliki semangat sejarah masa lalu? Apa yang harus kita kerjakan dalam kehidupan modern sekaligus di dalamnya ada tantangan modernitas? Kemajuan suatu bangsa, demikian Toynbe, tidak ditentukan oleh warna kulit dan etnis, melainkan oleh kemampuan mereka menjawab tantangan yang dihadapi. Sudah tentu jawaban itu secara proporsional. Sebagai lembaga perguruan tinggi, tentu tantangan-tantangan yang bersifat modern adalah isu keilmuan termasuk di dalamnya tesa-tesa filsafat modern dan teori-teori ilmiah. Jika pendapat Toynbe di atas menjadi pilihan, sudah tentu orientasi akademik PTAI tidak sebatas sebagai lembaga yang menjadi sarana membantu anak didik siap memasuki pasar kerja. Pandangan seperti ini tidak salah, namun demikian itu merupakan kalimat yang belum lengkap. Pandangan itu perlu dilengkapi dengan dimensi eksistensial tentang jati diri sebagai Muslim yang mampu memberikan jawaban terhadap tantangan modern secara akademisi.
Surabaya, 15-10-09. Penyusun,
Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
A. Khozin Afandi.
Surakarta, 2-5 November 2009