Yuliani Tandi Rubak, Tingkat Cemaran Aflatoksin B1 pada Produk Olahan Jagung dan Kacang Tanah di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan 1
TINGKAT CEMARAN AFLATOKSIN B1 PADA PRODUK OLAHAN JAGUNG DAN KACANG TANAH DI KABUPATEN KUPANG DAN TIMOR TENGAH SELATAN (NTT)
Yuliana Tandi Rubak*
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Nusa Cendana, Jl. Adi Sucipto, Penfui, Kupang 85001, Telp/Fax (0380)881085 Email:
[email protected] ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran aflatoksin B1 pada produk olahan pangan berbasis jagung dan kacang tanah dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (NTT). Masing-masing 6 sampel produk olahan jagung dan produk olahan kacang tanah di kumpulkan dan dilakukan pengujian tingkat cemaran aflatoksin B1 menggunakan metode ELISA. Uji kandungan aflatoksin B1 pada sampel menunjukkan 6 sampel (100%) produk olahan jagung cemaran aflatoksinnya < 15 ppb dan 1 sampel (17 %) produk olahan kacang tanah, dengan tingkat cemaran aflatoksin >15 ppb dengan tingkat cemaran tertinggi yaitu 38,0 ppb. Kata kunci : Jagung, Kacang tanah, Kupang, Timor Tengah Selatan, Aflatoksin
ABSTRACT The aims of this research were to determine the level of contaminant aflatoxin B1 (AFB1) on food product basically made from corn and peanut in Kupang and Sauth Central Timor district, NTT. Each six of samples food product from corn and peanut were collected and carry out contamination levels of aflatoxin B1 testing using ELISA method. The research result that showed that contaminant levels of aflatoxin B1 of food product from corn samples, 6 samples (100%) was contaminated by aflatoxin B1 < 15 ppb and 1 samples (17 %) of food product from peanut was contaminated by aflatoxin > 15 ppb. The highest Aflatoxin B1 contaminated was 38,0 ppb. Keyword : Corn, Peanut, Kupang, South Central Timor, Aflatoxin
*Staf Pengajar Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian-UNDANA
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Yuliani Tandi Rubak, Tingkat Cemaran Aflatoksin B1 pada Produk Olahan Jagung dan Kacang Tanah di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan
Aflatoksin merupakan salah satu jenis mikotoksin sebagai produk metabolit sekunder yang dihasilkan oleh strain toksigenik Aspergillus flavus, A. parasiticus dan A. nonius (Syarief dkk., 2003). Aflatoksin sangat berbahaya bagi kesehatan karena menunjukkan efek karsinogenik pada hewan dan toksik akut bagi komponen yang paling berpotensi sebagai hepatokarsinogen. Konsumsi aflatoksin secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan penyakit hepatitis yang berubah menjadi kanker hati (sirosis) dan berakibat kematian (Williams, J.H., 2004) Aflatoksin juga dilaporkan dapat bertindak sebagai inisiator terjadinya tumor pada kulit apabila kulit mengalami kontak langsung dengan aflatoksin (Rastogi et al., 2005). Bahaya lain dari aflatoksin dapat menyebabkan kerusakan genetik pada janin, terhambatnya pertumbuhan anak-anak yang ditandai dengan hilangnya nafsu makan tumbuh, sehingga dapat menghambat kecerdasan anak pada masa pertumbuhan. (Choc,2001). Aflatoxin di Indonesia tergolong ke dalam mikotoksin utama yang banyak mengkontaminasi produk-produk pertanian, seperti kacang tanah dan jagung. Kacang tanah dan jagung merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan jamur toksigenik, penghasil aflatoksin. Laporan penelitian
tentang cemaran aflatoksin pada komoditi
pertanian di Indonesia seperti pada jagung dan kacang tanah telah dilaporkan oleh Rahayu dkk., (2003) ; Ginting dkk., (2004) dan Lilieanny dkk., (2005). Komoditi tersebut tercemar aflatoksin melebihi standar mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu tidak lebih dari 15 ppb. Hasil survey lainnya terhadap produk olahan pangan berbasis kacang tanah dan jagung juga menunjukkan kandungan aflatoksin yang tinggi melebihi batas aman (Lilieanny, dkk, 2005 ; Kasno, 2004) Di Nusa tenggara Timur komoditi jagung dan kacang tanah banyak diusahakan oleh masyarakat. NTT termasuk salah satu penghasil jagung terbanyak di Indonesia dan jagung menjadi makanan pokok bagi sebagian masyarakat NTT.
Produksi jagung
tertinggi terdapat di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dengan produksi jagung pada tahun 2008 sebanyak 157,411 ton pada luas lahan 63,319 ha. Sedangkan Kabupaten Kupang menempati urutan ketiga dengan produksi jagung tahun 2008 sebanyak 64.979 ton pada luas lahan 26.138 ha (BPS, 2009). Selain jagung, kacang tanah juga menjadi komoditi andalan yang diusahakan karena menjadi salah satu sumber penghasilan tunai Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Yuliani Tandi Rubak, Tingkat Cemaran Aflatoksin B1 pada Produk Olahan Jagung dan Kacang Tanah di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan
masyarakat. Sentra produksi kacang tanah di NTT terdapat di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan. Produksi kacang tanah di Kabupaten Kupang pada tahun 2008 sebanyak 25,678 ton dengan luas areal panen 21,894. Sedangkan Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun 2008 sebanyak 4,289 ton dengan luas areal panen 3,967. (BPS, 2009). Peningkatan produksi kedua komoditi tersebut juga telah meningkatkan banyaknya produk olahan berbasis jagung dan kacang tanah yang dihasilkan dan beredar di masyarakat. Informasi kualitas produk-produk olahan tersebut menjadi sangat penting khususnya dari aspek keamanan cemaran aflatoksin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran aflatoksin B1 pada produk olahan pangan berbasis jagung dan kacang tanah dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Penelitian ini kiranya akan memberikan informasi bagi berbagai pihak mengenai kualitas produk olahan jagung dan kacang tanah dari aspek keamanannya yaitu cemaran aflatoksin dan juga bahan informasi dalam upaya pencegahan dan upaya meminimalisir cemaran aflatoksin pada produk olahan. METODE PENELITIAN Sampel dan Lokasi Pengambilan sampel Pengambilan sampel olahan pangan berbasis jagung dan kacang tanah dilakukan di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Sampel yang di ambil
merupakan sampel olahan pangan jagung dan kacang tanah yang di produksi oleh masyarakat setempat. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Juni – Juli 2009. Sebanyak 6 sampel olahan jagung dan 6 sampel olahan kacang tanah diperoleh dari supermarket, toko dan pasar tempat produk-produk tersebut dipasarkan. Produk olahan kacang tanah adalah kacang telur, kacang bawang, tenteng bajawa, kacang gula aren, kacang telur TTS, dan kacang asin. Sedangkan produk olahan jagung adalah Jagung pedas manis, Jagung pedas asin, Emping jagung, Jagung goreng pedas, Jagung udang pedas dan jagung bunga. Terhadap setiap produk diambil sebanyak 500 gram selanjutnya sampel dipreparasi yang meliputi tahapan pengambilan sub sampel, penghalusan, dan ekstraksi sampel. Pengujian aflatoksin B1 Uji aflatoksin B1 dilakukan dengan menggunakan metoda ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Prinsip dasar metode immunoasay adalah reaksi spesifik antara antigen dan antibodi, hasil reaksi dapat diamati dengan menggunakan penanda.
Untuk melakukan uji
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Yuliani Tandi Rubak, Tingkat Cemaran Aflatoksin B1 pada Produk Olahan Jagung dan Kacang Tanah di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan
aflatoksin B1 dengan menggunakan metode ELISA terlebih dahulu dilakukan ekstraksi terhadap sampel yang akan diuji. Proses ini diawali dengan pengambilan sub sampel dari setiap sampel yang ada untuk kemudian dihancurkan menggunakan blender hingga halus. Untuk setiap sampel diperlukan 25 g jagung yang telah diblender. Selanjutnya 25 g sampel yang telah diblender halus tersebut dimasukkan dalam erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan aquadest 30 ml untuk kemudian digojog perlahan dan didiamkan selama 5 menit. Langkah berikutnya adalah dengan menambahkan 45 ml metanol kedalam larutan, sehingga didapatkan bahwa konsentrasi metanol (pengekstrak) adalah 60%. Selanjutnya larutan dishaker selama 15 menit dengan kecepatan 200 rpm agar larutan dapat diambil filtratnya. Selanjutnya akan terdapat lapisan bening pada lapisan atas larutan yang kemudian akan diambil dan dianalisa. Pengujian Kadar Air Uji kadar air menggunakan metode thermogravimetri, prinsip utamanya adalah penguapan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan, sehinga akan diperoleh selisih berat sebelum dan sesudah sampel dipanaskan dalam jangka waktu tertentu (Sudarmadji dkk., 1997) HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat cemaran aflatoksin pada produk olahan jagung dan Kacang tanah dari dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) disajikan pada Tabel 1
Tabel 1. Tingkat cemaran aflatoksin pada produk olahan jagung dan kacang tanah dari dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS)
No Kabupaten 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kupang
TTS
Kupang
TTS
Produk Olahan Jagung pedas asin Jagung pedas manis Emping Jagung Jagung goreng pedas Jagung udang pedas Jagung Bunga Kacang telur Kacang bawang Tenteng bajawa Kacang gula aren Kacang telur Kacang asin
Kadar AFB1 (ppb) 3,1 1,8 1,7 5,9 1,9 2,1 38,0 7,2 6,8 10,8 8,2 7,5
Kadar air (%) 6,80 5,26 1,66 4,28 3,46 2,74 3,49 1,99 1,33 4,6 2,82 1,83
Hasil pengujian tingkat cemaran aflatoksin pada produk olahan jagung dan Kacang tanah dari dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menunjukkan bahwa
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Yuliani Tandi Rubak, Tingkat Cemaran Aflatoksin B1 pada Produk Olahan Jagung dan Kacang Tanah di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan
keseluruhan produk olahan pangan berbasis jagung yang diproduksi oleh masyarakat setempat baik di Kabupaten Kupang maupun Kabupaten Timor Tengah Selatan cemaran aflatoksinnya < 15 ppb. Hasil ini menunjukkan bahwa sampel olahan jagung masih memenuhi standar mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu tidak lebih dari 15 ppb. Sedangkan untuk produk olahan pangan berbasis kacang tanah, terdapat 1 sampel (17%) yang diperoleh dari Kabupaten Kupang dengan tingkat cemaran aflatoksin >15 ppb yaitu 38,0 ppb. Beberapa faktor menyebabkan masih ditemukannya cemaran aflatoksin dalam berbagai produk olahan pangan.
Faktor tersebut antara lain bahan baku
produk olahan yang telah
tercemar aflatoksin dan proses pengolahan produk olahan yang tidak cukup memadai untuk mereduksi kandungan aflatoksin yang telah ada dalam bahan baku. Hasil pengujian tingkat cemaran aflatoksin pada produk olahan jagung dan kacang tanah di atas menunjukkan bahwa masih ditemukannya kandungan aflatoksin pada sampel di duga karena kedua faktor tersebut. Walaupun cemaran aflatoksin tersebut pada sampel masih dalam batas yang aman untuk konsumsi. Cemaran aflatoksin pada bahan baku dapat terjadi karena praktek pra dan pasca panen yang tidak tepat. Penelitian cemaran aflatoksin yang dilakukan oleh Tandi Rubak dkk (2008) terhadap komoditi kacang tanah yang dihasilkan oleh petani di Kabupaten Kupang menunjukkan bahwa 65 sampel kacang tanah 15 % sampel (konsentrasi tertinggi 36,3 ppb) telah tercemar aflatoksin B1 diatas standar yang telah ditetapkan. Beberapa proses pengolahan pangan untuk menghasilkan suatu produk mampu mereduksi kandungan aflatoksin yang telah ada dalam bahan baku. Jumlah reduksi aflatoksin yang bisa terjadi tergantung dari beberapa hal antara lain metode, suhu dan kombinasi dengan pengolahan yang lain. (Toress et al., 2001). Proses pengolahan produk olahan dengan penggunaan panas seperti penggorengan, penyangraian, dan perebusan di duga mampu mereduksi kandungan aflatoksin yang telah ada dalam bahan baku hingga 80 %. ( Yazdanpanah et al ., 2005 ; Hwang dan Lee, 2005;Darmawan, 2005).
KESIMPULAN Uji kandungan aflatoksin B1 pada produk olahan jagung dan Kacang tanah dari dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menunjukkan keseluruhan produk olahan pangan berbasis jagung yang diproduksi oleh masyarakat setempat baik dari Kabupaten Kupang maupun Kabupaten Timor Tengah Selatan cemaran aflatoksinnya < 15 ppb. Sedangkan untuk produk olahan pangan berbasis kacang tanah, terdapat 1 sampel (17%) yang diperoleh dari Kabupaten Kupang dengan tingkat cemaran aflatoksin >15 ppb yaitu 38,0 ppb.
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011
Yuliani Tandi Rubak, Tingkat Cemaran Aflatoksin B1 pada Produk Olahan Jagung dan Kacang Tanah di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan
DAFTAR RUJUKAN Choct (2001). Nutritional Constraints to Alternative Ingridients. ASA Technical Bulletin, Vol AN31, Hal.3-4. Darmawan, A.N., 2005. Laporan Tesis : Penurunan Cemaran Aflatoksin B1 pada Pengolahan emping Jagung. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ginting, E., A.A. Rahmianna, dan Yusnawan E. (2005). Pengendalian Kontaminasi Aflatoksin pada Produk Olahan Kacang Tanah melalui Penanganan Pra dan Pasca Panen. Diambil dari http://www.w3.org/tr/rec-html40. Hwang, J. H., K.G. Lee, 2005. Reduction of aflatoxin B1 Contamination in Wheat by Various Cooking Treatments. Departement of Food Science and Technology, Dongguk University, 26-Ga, Pil-dong, Chung-gu, Seoul, 100-715. Korea. Kasno, A., 2004. Profil dan Perkembangan Teknik Produksi Kacang Tanah di Indonesia. Seminar Rutin Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor, 25 Mei 2005. Lilienny, O.S. Dharmaputra, dan. Putri A.S.R (2005). Populasi Kapang Pascapanen dan Kandungan Aflatoksin pada Produk Olahan Kacang Tanah. J. Mikrobiologi Indonesia. Hlm 17-20 Rahayu, E. S., Sri Raharjo dan Rahmianna A. A. (2003). Cemaran Aflatoksi pada Produksi Jagung di Daerah Jawa Timur. Agritech, volume 23 No. 4. FTP UGM. Tandi Rubak Y., A.V. Simamora dan L. Mukkun. 2008. Tingkat Cemaran Afaltoksin B1 Pada kacang tanah di Kabupaten Kupang. Jurnal Lingkungan Semiringkai. Vol 3:79-85. Torres, P., M.G. Ortiz, and B.R. Wong, 2001. Revising the Role of pH and Thermal Treatments in Aflatoxin Content Reduction During the Tortilla and Deep Frying Processes. J. Agric. Food Chem,49,2825-2829. Williams, J.H., Timothy D. Philips, Pauline E Jolly, Jonathan K Stiles, Curtis M. Jolly, and Deepak Aggarwal, Human Aflatoxicosis in Developing Countries : A review of Toxicology, Exposure, Potential Heath Consequences, and Interventions, 2004, American Journal Clinical Nutrition, 80 : 1106 – 1122 Yazdanpanah, H., T. Mohammadi, G. Abouhossain and A. A. Cheraghali. 2005. Effect of Roasting on Degradation of Aflatoxin in Contaminated Pistachio Nuts. Faculty of Pharmacy. Shaheed Vestí University of Medical Science , Teheran 14155. Iran.
Media Exacta Volume 11 No.1 Januari 2011