RANCANG BANGUN MESIN PENGGILING LIMBAH IKAN MENJADI TEPUNG IKAN DENGAN KAPASITAS 118,8 KG/JAM Ignatius Stevie P. K.1), Rivai Wardhani, ST, M.Sc2), Priyo Budi Jatmiko, ST, M.Psi3) Jurusan D-3 Teknik Mesin Disnakertransduk FTI - ITS Kampus ITS Keputih Sukolilo 60111 E-mail :
[email protected] 1)
Mahasiswa Jurusan D-3 Teknik Mesin Disnakertransduk FTI – ITS Pengajar Jurusan D-3 Teknik Mesin Disnakertransduk FTI – ITS dan 3) Intrukstur UPT-PK D-3 Teknik Mesin Surabaya
2)
Abstrak Minimnya pengetahuan tentang pemanfaatan limbah ikan dan belum adanya penerapan teknologi dalam pengelolaan limbah ikan. Hal ini yang menyebabkan limbah ikan hanya dibuang ke laut atau dijual ke pengepul dengan harga murah. Limbah ikan dapat diolah menjadi tepung ikan yang sangat baik sebagai nutrisi tambahan pakan hewan ternak maupun ikan. Sehingga terwujudlah ide yaitu ”Rancang Bangun Mesin Penggiling Limbah Ikan Menjadi Tepung Ikan”. Pembuatan mesin penggiling limbah ikan ini dimulai dari melakukan studi literatur dan observasi untuk merencanakan dan menentukan mekanisme penggilingan limbah ikan. Setelah itu menyiapkan komponen alat dan bahan untuk pembuatan dan perakitan alat. Setelah alat sudah jadi dilakukan pengujian. Dari pelaksanaan Tugas Akhir ini maka diperoleh hasil adalah daya yang digunakan pada mesin penggiling limbah ikan sebesar 5,5 Hp dengan putaran 2400 rpm. Kapasitas penggilingan limbah ikan ini adalah 118,8 kg/jam. Hasil dari proses mesin ini adalah tepung ikan. kata kunci : penggiling, limbah ikan, dan tepung ikan. tepung ikan. Berbagai jenis ikan laut dapat diolah menjadi tepung ikan. Akan tetapi yang paling ekonomis adalah ikan-ikan kecil (rucah) yang kurang disukai untuk dikonsumsi dan harganya relatif murah. Berdasarkan informasi yang didapat dari studi literatur berdasarkan penelitian diketahui bahwa tepung ikan sangat baik sebagai nutrisi tambahan pakan hewan ternak maupun ikan karena kadar proteinnya paling lengkap dan tinggi serta mudah dicerna. Di sisi lain selama ini pengolahan limbah ikan menjadi tepung ikan identik dengan kebutuhan alat yang berukuran besar dan mahal. Akibatnya, hanya pengusaha yang lebih banyak berperan dalam pengolahan ini daripada masyarakat. Minat masyarakat pada hal tersebut cenderung kurang karena terkait kendala penyediaan alat dan pendanaan. Dengan kondisi tersebut di atas maka diperlukan observasi dan penelitian untuk menangani pengolahan limbah ikan khususnya untuk meningkatkan ekonomi dan memaksimalkan hasil di kampung nelayan khususnya di kota Surabaya. Sehingga terwujudlah ide perencanaan dan pembuatan suatu mesin yaitu ”Rancang Bangun Mesin Penggiling Limbah Ikan Menjadi Tepung Ikan”
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan limbah olahan ikan seharusnya menjadi perhatian besar bagi masyarakat hasil tidak ditangani secara baik apalagi di industri pengolahan ikan tradisional dan sebagainya yang tidak memperhatikan limbah ikannya. Selama ini limbah ikan di Indonesia belum dimanfaatkan, bahkan menjadi sumber masalah. Hal ini juga terjadi di kampung nelayan Kelurahan Sukolilo Sukorejo Kecamatan Bulak, Kenjeran Kota Surabaya. selama ini limbah ikan yang diperoleh dari hasil tangkapan hanya dibuang ke laut atau dijual ke pengepul limbah ikan dengan harga murah. Berdasarkan data dari salah satu pemilik UKM jumlah nelayan Kelurahan Sukolilo Sukorejo Kecamatan Bulak, Kenjeran Kota Surabaya adalah 350 nelayan. Dengan kondisi demikian limbah ikan menyimpan potensi besar untuk meningkatkan ekonomi dan memaksimalkan hasil laut. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang pemanfaatan limbah ikan dan belum adanya penerapan teknologi dalam pengelolaan limbah ikan salah satunya menjadi
1
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini membahas bagaimana tinjauan umum tentang latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan dan sistematik penulisan tugas akhir.
dengan harapan langkah konkret ini dapat dilakukan secara maksimal dan dapat membantu dalam pencegahan permasalahan limbah ikan di wilayah nelayan kota Surabaya. ”Rancang Bangun Mesin Penggiling Limbah Ikan Menjadi Tepung Ikan” direncanakan dapat mempercepat proses penggilingan jauh lebih efektif dan kapasitas jauh lebih besar dibandingkan dengan mesin yang biasanya digunakan.
BAB 2 DASAR TEORI Pada bab ini dijelaskan mengenahi teori penunjang dan dasar perhitungan yang mendukung dalam pembuatan mesin penggiling limbah ikan.
1.2 Rumusan Masalah Dengan latar belakang yang telah disebutkan di atas, rumusan masalahnya antara lain : 1. Bagaimana merancang dan membuat mesin penggiling limbah ikan 2. Bagaimana melakukan perhitungan untuk menentukan dan merancang mesin penggiling limbah ikan. 3. Bagaimana menentukan kapasitas produk aktual yang diperoleh pada mesin penggiling limbah ikan.
BAB 3 METODOLOGI Pada bab ini akan dibahas mengenahi metodolagi perencanaan pembuatan alat, diagram alir pembuatan alat dan proses mekanisme kerja mesin penggiling limbah ikan. BAB 4 PERENCANAAN dan PERHITUNGAN Pada bab ini dijelaskan mengenai uraian perencanaan dan perhitungan daya penggilingan, gaya serta elemen-elemen mesin yang dibutuhkan mesin penggiling limbah ikan untuk menghasilkan tepung ikan
1.3 Tujuan Tujuan pembuatan Rancang Bangun Mesin Penggiling Limbah Ikan Menjadi Tepung Ikan ini adalah : 1. Merencanakan dan membuat mesin penggiling limbah ikan. 2. Melakukan perhitungan untuk menentukan dan merancang mesin penggiling limbah ikan. 3. Memperoleh kapasitas produk aktual yang diperoleh pada mesin penggiling limbah ikan.
BAB 5 KESIMPULAN. Pada bab ini dijelaskan tentang kesimpulan dari proses pembuatan mesin, hasil perhitungan komponen mesin penggiling limbah ikan serta kapasitas produk yang aktual.
1.4 Batasan Masalah Dalam perencanaan ini perlu adanya batasan masalah, yakni : 1. Jenis ikan yang diolah adalah ikan teri. 2. Kelembapan dan tingkat kekeringan ikan seragam dikeringkan dalam waktu 6 jam. 3. Dimensi ikan yang digunakan diasumsikan sama. 4. Perhitungan analisa meliputi perencanaan putaran, daya, gaya dan elemen-elemen mesin penggiling limbah ikan lainnya. 1.5 Sistematika Penulisan. Penyusunan laporan tugas akhir ini terbagi dalam lima bab secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut :
2
(http://eafrianto.wordpress.com/2009/12/10 /penanganan-limbah-hasil-perikanan-secarabiologis/)
2.
DASAR TEORI Bab ini akan dibahas mengenai teori dasar, rumusan dan konsep perencanaan alat yang digunakan dalam perencanaan elemen mesin, yaitu kapasitas mesin yang digunakan, daya dan gaya yang ditransmisikan, pulley, belt, poros, bantalan serta daya motor yang digunakan untuk menggiling limbah ikan menjadi tepung ikan.
2.2. Penanganan Limbah Ikan Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. Limbah berbentuk padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran pencernaan. Limbah ikan yang berbentuk cairan antara lain darah, lendir dan air cucian ikan. Sedangkan limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan karena adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida atau keton. Berbagai teknik penanganan dan pengolahan limbah telah dikembangkan. Masing-masing jenis limbah membutuhkan cara penanganan khusus, berbeda antara jenis limbah yang satu dengan limbah lainnya. Namun secara garis besar teknik penanganan dan pengolahan limbah dapat dibagi menjadi penanganan dan pengolahan limbah secara fisik, kimiawi, dan biologis. (http://eafrianto.wordpress.com/2009/12/10/pen anganan-limbah-hasil-perikanan-secarabiologis/ )
2.1. Limbah Ikan Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan adalah berupa : 1. Ikan rucah yang bernilai ekonomis rendah sehingga belum banyak dimanfaatkan sebagai pangan seperti pada Gambar 2.1. 2. Bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan, rumah tangga, industri pengalengan, atau industri pemiletan seperti pada Gambar 2.2. 3. Ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan melimpah seperti pada Gambar 2.3. 4. Kesalahan penanganan dan pengolahan perikanan seperti pada Gambar 2.4.
Gambar 2.1. Ikan rucah
2.2.1. Secara Fisik Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik dilakukan untuk memisahkan antara limbah berbentuk padatan, cairan dan gas. Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik mampu melakukan pemisahan limbah berbentuk padat dari limbah lainnya. Limbah padatan akan ditangani atau diolah lebih lanjut sehingga tidak menjadi bahan cemaran. Salah satu contohnya adalah dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan tepung ikan. Secara fisik, penanganan limbah dilakukan menggunakan penyaring (filter). Bentuk saringan disesuaikan dengan kondisi di mana limbah tersebut ditangani. Penyaring yang digunakan dapat berbentuk jeruji besi atau saringan (Gambar 2.5.).
Gambar 2.2. Jerohan ikan
Gambar 2.3. Ikan yang tidak terjual
Gambar 2.4. Ikan hasil pengolahan yang salah Limbah yang sudah membusuk tidak dapat dimanfaatkan dengan cara apapun. Limbah demikian harus ditangani secara baik agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan untuk menangani limbah demikian, sehingga tidak mencemari lingkungan.
Gambar 2.5. Tepung ikan (http://nakedfisher.blogspot.com/2009/06/tepun g-ikan.html)
3
Jamur yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah secara biologis bersifat nonfotosintesa dan bersifat aerob. Protozoa yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah bersel tunggal dan memiliki kemampuan bergerak (motil). Ganggang digunakan pada penanganan dan pengolahan limbah secara biologis karena memiliki sifat autotrof dan mampu melakukan fotosintesa. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesa dapat dimanfaatkan oleh mikroba. Salah satu contoh hasil dari pengolahan ini adalah pupuk cair (Gambar 2.6.)
2.2.2. Secara Kimiawi Penanganan dan pengolahan limbah secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia tertentu untuk mengendapkan limbah sehingga mudah dipisahkan. Pada limbah berbentuk padat, penggunaan senyawa kimia dimaksudkan untuk menguraikan limbah menjadi bentuk yang tidak mencemari lingkungan. Salah satu contohnya adalah minyak ikan lemuru (Gambar 2.6.). Minyak ikan ini adalah limbah hasil ekstraksi dari pengolahan tepung ikan dan hasil samping pengalengan ikan lemuru yang banyak terdapat di daerah Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur. Di dalam minyak ikan lemuru banyak mengandung asam lemak omega-3 yaitu EPA (Eicosapentaenoid Acid) dan DHA (Docohexaenoic Acid). Kandungan tersebut menyebabkan minyak ikan menjadi nutrien yang baik bagi kesehatan.
Gambar 2.7. Pupuk cair (http://journal.unair.ac.id/filerPDF/5.pdf) 2.3. Tepung Ikan 2.3.1. Kriteria Tepung Ikan Tepung ikan adalah tepung yang berasal dari ikan atau bagian-bagian ikan yang minyaknya diambil atau tidak, dikeringkan kemudian digiling. Kegunaan utama tepung ikan adalah sebagai bahan campuran pada makanan ternak. Tepung ikan yang bermutu baik harus bebas dari kontaminasi serangga. Jamur, mikroorganisme pathogen. Dalam susunan makanan ternak, tepung ikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan terutama ternak ayam dan babi selain itu juga sebagai komponen makanan ikan. Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : • butiran – butirannya harus seragam • bebas dari sisa – sisa tulang, mata ikan dan benda asing, warna halus bersih, seragam, serta bau khas ikan amis (Afrianto dan Liviawaty, 2005).
Gambar 2.6. Minyak ikan lemuru (http://asepbikers.blogspot.com/2010/06/omeg a-3-dari-minyak-ikan-lemuru.html)
2.2.3. Secara Biologis Pengolahan limbah secara biologis dilakukan dengan menggunakan tanaman dan mikroba. Jenis tanaman yang digunakan dapat berupa eceng gondok, duckweed, dan kiambang. Jenis mikroba yang digunakan adalah bakteri, jamur, protozoa dan ganggang. Pemilihan jenis mikroba yang digunakan tergantung dari jenis limbah. Bakteri merupakan mikroba yang paling sering digunakan pada pengolahan limbah secara biologis. Bakteri yang digunakan bersifat kemoheterotrof dan kemoautotrof. Bakteri kemoheterotrof memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi, sedangkan bakteri kemoautotrof memanfaatkan bahan anorganik sebagai sumber energi.
2.3.2. Proses Pembuatan Tepung Ikan Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk membuat tepung ikan dari ikan segar. Cara yang paling sederhana yaitu dilakukan penjemuran dibawah sinar matahari. Metode ini dibeberapa wilayah masih digunakan dimana kualitas produknya lebih rendah
4
yaitu proses yang dilakukan sebelum dimasukkan kedalam tangki penyimpan. Minyak yang disuling adalah minyak yang dapat dimanfaatkan dan digunakan dalam industri pembuatan minyak goreng dan margarin. Bagian cair dari proses pressing liquor dikenal dengan nama stickwater yang berisi material yang telah dihancurkan yang beratnya sekitar 9% dari total padatan. Material ini sebagian besar berupa protein dan stickwater terdiri dari sekitar 20% dari total padatan. Material terbentuk kembali akibat penguapan stickwater sampai berbentuk sirup yang terdiri dari 30 sampai 50 % padatan dan kadangkadang dijual sebagai ikan padat yang dilarutkan. Pada umumnya produk hasil pressing liquor jika dipress kembali dan dikeringkan maka akan berbentuk tepung.
dibandingkan dengan menggunakan teknik modern. Sebagian besar proses pembuatan tepung ikan melalui tahap pemanasan, pengepresan, pengeringan dan penggilingan menggunakan mesin yang telah dirancang sebelumnya. Meskipun prosesnya sederhana, akan tetapi pada prinsipnya membutuhkan keterampilan dan pengalaman khusus untuk menghasilkan produk tepung ikan dengan mutu tinggi. 2.3.2.1. Pemanasan (Cooking) Ketika ikan dipanaskan, sebagian besar air dan minyak akan hilang. Air dan minyak ini juga dapat hilang pada saat dilakukan pengepresan. Alat pemanas yang saat ini banyak digunakan berbentuk silinder uap air yang tertutup dimana ikan dipindahkan menggunakan alat berbentuk sekrup. Beberapa alat pemanas juga dilengkapi dengan fasilitas steam. Alat pemanas dalam industri dapat menampung sekitar 16 sampai 1600 ton bahan baku ikan segar per 24 jam. Jika pemanasan kurang, maka hasil pressing nantinya tidak memuaskan dan pemanasan yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan ikan terlalu halus untuk dipress. Bahan baku ikan segar tidak dilakukan pengeringan selama tahap proses pemanasan. Pemanasan biasanya dilakukan pada suhu 95oC sampai 100 oC dalam waktu 15 sampai 20 menit. Beberapa perusahaan yang bergerak dalam pembuatan tepung ikan, menggunakan suhu 95 oC.
2.3.2.4. Pengeringan Meskipun pada prinsipnya caranya sederhana, akan tetapi membutuhkan keterampilan dalam melakukan proses pengeringan yang baik. Jika tepung tidak dikeringkan maka dapat menyebabkan tumbuhnya jamur atau bakteri. Dan jika pengeringan dilakukan secara berlebihan maka akan mengakibatkan nilai nutrisi yang dikandungnya dapat menurun. Ada dua jenis alat pengering, yaitu alat pengering langsung dan alat pengering tidak langsung. Pengeringan langsung menggunakan suhu yang sangat panas, yaitu sampai 500oC. Metode ini membutuhkan waktu yang singkat, tapi akan menyebabkan kerusakan yang lebih tinggi jika prosesnya tidak dilakukan secara hati-hati. Tepung sebaiknya tidak dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi, karena penguapan air yang cepat menyebabkan kondisi ikan mendingin, secara normal produk dipanaskan pada suhu 100oC. Pada umumnya alat pengering berbentuk seperti tabung uap air dengan steam untuk mengeringkan tepung. Sebagian besar bau tidak sedap pada industri pengolahan berasal dari alat pengering. Limbah ikan digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan tepung dan disini proses pengepressan bukanlah menjadi hal yang penting, karena kandungan minyak pada material sudah sangat sedikit. Tepung ikan ini diproses dengan cara yang sederhana, yaitu dengan cara memasak dan mengeringkan saja. Pertimbangan penggunaan tahap pressing adalah sebagai berikut:
2.3.2.2. Pressing Pada tahap ini terjadi pemindahan sebagian minyak dan air. Ikan berada dalam tabung yang berlubang, hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan tekanan dengan bantuan sekrup. Campuran air dan minyak yang diperoleh ditekan keluar melalui lubang dan bahan bentuk padat seperti dalam pembuatan kue sebagai hasil akhir dari proses pressing. Selama proses pressing, kadar air menurun dari 70% menjadi 50% dan minyak menurun sekitar 4 %. 2.3.2.3. Pressing Liquor Setelah dilakukan penyaringan untuk memisahkan material kasar dan material yang padat, kemudian material yang padat dan keras ini dilakukan pressing secara terus menerus dan disentrifugasi untuk memindahkan minyak. Minyak yang diperoleh kadang-kadang disuling
5
Tabel 2.2 Persentase Tepung Ikan dalam Pakan Ternak No Jenis Persentase Ternak/Ikan Tepung Ikan 1 Ayam 5-10% Potong/Telor 2 Itik Petelor 5-10% 3 Puyuh 10% 4 Merpati 5% 5 Itik Potong 12% 6 Kalkun 12% 7 Ikan Omnivora 20% 8 Ikan Carnivora 30% Sumber : Alfiyah (2012) (http://www.scribd.com/doc/93039017/1434907 4-TEPUNG-IKAN)
Fleksibilitas penggunaan ikan yang berminyak, kurang berminyak atau campuran dari keduanya. Proses pemindahan air dengan pressing dan penguapan dari stickwater lebih murahkarena pengaruh penguapan lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan alat pemanas. 2.3.2.5. Penggilingan dan Pengemasan Langkah terakhir yang dilakukan dalam pembuatan tepung ikan adalah penggilingan untuk memecahkan gumpalan-gumpalan atau partikel dari tulang dan dilakukan pengemasan tepung ikan untuk selanjutnya dilakukan penyimpanan di dalam silo. Dari tempat industri pengolahan tepung ikan, tepung ikan yang sudah siap jual kemudian ditransportasikan. Tabel 2.1. Analisis Proksimat
2.4. Mesin Penggiling Limbah Ikan (Disk Mill)
Mesin penggiling ikan (disk mill) adalah mesin yang digunakan untuk menghancurkan ikan yang telah kering, untuk dihaluskan menjadi tepung ikan, yang di gunakan sebagai bahan dasar campuran makanan ternak, karena kandungan protein pada ikan sangat tinggi. Jadi proses penggiling ikan yaitu dengan memanfaatkan energi mekanik yang di hasilkan dari putaran mesin untuk menggerakkan poros, dan putaran tersebut ditransmisikan dengan menggunakan sabuk-V kemudian putaran tersebut digunakan untuk menggerakkan pisau penghancur agar dapat menghaluskan ikan yang sudah kering menjadi tepung. Mesin ini (Gambar 2.7.)mempunyai kapasitas sebesar 55kg/jam dengan putaran 9000 rpm.
http://bagusrnfpk09.web.unair.ac.id/artikel_detail-37993Bahan%20KuliahProses%20Pembuatan%20Tepung%20Ikan.htm l 2.3.3. Kebutuhan Pasar terhadap Tepung Ikan Kebutuhan tepung ikan untuk peternak sebagai bahan pakan ternak dapat dilihat jenis ternaknya. Tiap ternak mempunyai kandungan tepung ikan berbeda dalam pemenuhan gizi hewan ternak.
Gambar 2.8. Mesin penggiling ikan (disk mill)
6
2.7. Analisa Daya Daya yang dibutuhkan mesin penggiling limbah ikan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu : • Daya pemotongan limbah ikan • Daya momen inersia
2.5. Menghitung Putaran Poros Pisau Dengan mengetahui putaran pada motor maka dapat ditentukan putaran pada poros pisau yang dapat diketahui dengan persamaan berikut :
2.7.1. Daya Pemotongan Limbah Ikan 2.7.1.1. Menentukan Kecepatan Pisau Menentukan kecepatan keliling pisau dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Gambar 2.9. Transmisi belt dan pulley 𝑛𝑛 1 𝑛𝑛 2
=
(mm)
𝐷𝐷𝑝𝑝 𝑑𝑑 𝑝𝑝
.......……........................……..…(2.1)
dpp
n1 = putaran penggerak (rpm) n2 = putaran yang digerakkan (rpm) 𝑑𝑑𝑝𝑝 = Diameter pulley penggerak
𝐷𝐷𝑝𝑝 = digerakkan (mm)
Diameter
pulley
Lp+dpp Lp
yang
Gambar 2.10. Skema poros pisau
2.6. Analisa Gaya dan Torsi Pencacah Sebelum pembuatan mesin dilakukan percobaan awal mengetahui besarnya gaya potong pada ikan teri. Percobaan dilakukan dengan metode seperti pada gambar berikut: 𝑊𝑊 = 𝑚𝑚. 𝑔𝑔.......……......... (2.2) Di mana : W = berat potong (N) g = percepatan gaya gravitasi (m/s2) m = massa potong (kg)
𝑣𝑣𝑝𝑝 =
𝜋𝜋.(𝐿𝐿𝑝𝑝 +𝑑𝑑 𝑝𝑝𝑝𝑝 ).𝑛𝑛 2 60 .100
.......…….............…(2.4)
Di mana : 𝑣𝑣𝑝𝑝 = Kecepatan pisau (m/s) dpp = Diameter poros pisau(m) 2.7.1.2. Daya Pemotongan Setelah didapatkan gaya potong dan kecepatan keliling pisau, daya pemotongan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : 𝑃𝑃𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 = 𝐹𝐹𝑝𝑝 . 𝑣𝑣𝑝𝑝 .......…….............…(2.5)
Sehingga gaya geser (Fk) pada pisau adalah + ∑𝑀𝑀𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 = 0 𝑊𝑊. 𝐿𝐿𝑝𝑝 − 𝐹𝐹𝑘𝑘 . 𝐿𝐿𝑝𝑝 /2 = 0 …..…(2.2)
Di mana : 𝑃𝑃𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 = Daya pemotongan (watt)
Di mana : Lp = Panjang pisau (cm) Fk = gaya geser (N)
2.7.2. Daya Momen Inersia 2.7.2.1. Momen Inersia Pisau Menentukan momen inersia pada pisau dihitung dengan cara sebagai berikut : 1 𝐼𝐼𝑝𝑝𝑝𝑝 = 𝑚𝑚𝑝𝑝𝑝𝑝 . 𝐿𝐿𝑝𝑝 2 .......…….............…(2.6) 3 Di mana : 𝐼𝐼𝑝𝑝𝑝𝑝 = Momen inersia pisau (𝑘𝑘𝑘𝑘. 𝑚𝑚2 ) 𝑚𝑚𝑝𝑝𝑝𝑝 = Massa pisau (kg)
Setelah itu dapat dihitung besarnya gaya potong menggunakan rumus : 𝐹𝐹𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 = 𝐹𝐹𝑘𝑘 . 𝑧𝑧.......……......….....................(2.3) Di mana : Fpotong = gaya potong pisau (N) z = jumlah pisau
7
𝑇𝑇 .𝑛𝑛
𝑝𝑝𝑝𝑝 2 𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 9,74 .......……...............…(2.13) .10 5
2.7.2.2. Momen Inersia Poros Menentukan momen inersia pada poros dihitung dengan cara sebagai berikut :
𝑇𝑇 .𝑛𝑛
𝑝𝑝𝑝𝑝 2 𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 9,74 .......……...............…(2.14) .10 5
1
𝐼𝐼𝑝𝑝𝑝𝑝 = 𝑚𝑚𝑝𝑝𝑝𝑝 . 𝑟𝑟𝑝𝑝𝑝𝑝 2 .......……...............…(2.7) 2 Di mana: 𝐼𝐼𝑝𝑝𝑝𝑝 = Momen inersia pisau (𝑘𝑘𝑘𝑘. 𝑚𝑚2 ) 𝑚𝑚𝑝𝑝𝑝𝑝 = Massa poros (kg) r𝑝𝑝𝑝𝑝 = Radius poros (m)
Di mana : 𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = Daya inersia pisau (Kw) 𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = Daya inersia pisau (Kw)
2.7.3. Daya Total yang Diperlukan Daya inersia total yang dibutuhkan adalah : 𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 + 𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 + 𝑃𝑃𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 .......……......(2.15) Di mana : 𝑃𝑃𝐼𝐼𝐼𝐼 = Daya total yang diperlukan (Kw)
2.7.2.3. Kecepatan Sudut Setelah memperoleh momen inersia pada poros dan pisau maka kecepatan sudut yang dihasilkan dapat ditentukan sebagai berikut : 𝜋𝜋 .𝑛𝑛 2 𝜔𝜔 = .......……...............…(2.8) 30 Di mana: 𝜔𝜔 = kecepatan sudut (rad/s) n2 = putaran poros (rpm)
2.8. Perencanaan Belt dan Pulley Pemindahan daya yang digunakan pada ini adalah sebuah belt yang terpasang pada dua buah pulley, yaitu pulley penggerak dan pulley yang digerakkan. Sedangkan belt yang digunakan adalah jenis V-belt dengan penampang melintang berbentuk trapesium. Jenis V-belt terbuat dari karet dan mempunyai penampang trapesium. Tenunan atau semacamnya dipergunakan sebagai inti sabuk untuk membawa tarikan yang besar. Vbelt dibelitkan dikeliling alur pully yang berbentuk V-belt pula.
2.7.2.4. Percepatan Sudut Setelah memperoleh kecepatan sudut maka percepatan sudut yang dihasilkan dapat ditentukan sebagai berikut : 𝛼𝛼 =
𝜔𝜔 1 − 𝜔𝜔 2 ∆𝑡𝑡
.......……...............…(2.9)
𝜔𝜔 =
2𝜋𝜋
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑
=
2𝜋𝜋 𝑡𝑡
𝑡𝑡 = .......……......................…(2.10) 𝜔𝜔 Di mana : 𝛼𝛼 = percepatan sudut (rad/s 2 ) t = waktu (s)
Gambar 2.11. Transmisi belt dan pulley
2.7.2.5. Torsi Inersia Poros dan Pisau Setelah memperoleh percepatan sudut maka torsi masing-masing momen dapat ditentukan sebagai berikut : 𝑇𝑇𝑝𝑝𝑝𝑝 =
𝑇𝑇𝑝𝑝𝑝𝑝 =
𝐼𝐼𝑝𝑝𝑝𝑝 .𝛼𝛼
𝑔𝑔 𝐼𝐼𝑝𝑝𝑝𝑝 .𝛼𝛼 𝑔𝑔
2.8.1. Daya Perencanaan Besarnya daya perencanaan belt (Pd) bisa dihitung dengan rumus berikut : Pd = f c .P3 .......……......(2.16) Di mana: fc = faktor koreksi (1,0-1,5)
.......……...............…(2.11) .......……...............…(2.12)
Di mana : 𝑇𝑇𝑝𝑝𝑝𝑝 = Torsi inersia pisau (rad/s2 ) 𝑇𝑇𝑝𝑝𝑝𝑝 = Torsi inersia pisau (rad/s2 ) g = Percepatan gravitasi (m/s 2 )
2.8.2. Pemilihan Type Belt Sebelum menghitung perencanaan belt yang menggunakan 1 belt maka ditentukan dahulu type belt yang dianjurkan. Pemilihan type ini belt dapat diketahui dari daya perencanaan dan banyaknya putaran yang terjadi pada pulley terkecil (lihat gambar 2.4.).
2.7.2.6. Daya Inersia Poros dan Pisau Setelah diketahui torsi pada pisau dan poros maka daya inersia dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut :
8
(Diktat Elemen Mesin II hal 60) 𝜑𝜑 = faktor tarikan • Untuk belt datar : φ0 = 0,5 - 0,6 • Untuk V-belt : φ0 = 0,7 – 0,9 (Diktat Elemen Mesin II hal 50) 2.8.6. Menentukan Jarak Sumbu Poros Pulley Perencanaan Dp < C < 3 (Dp + dp)..............................(2.20) Di mana : C = Jarak sumbu poros pulley perencanaan (mm) (R . L . Mott) 2.8.7. Menghitung Panjang Belt Untuk menghitung panjang perencanaan belt yang akan dipakai digunakan rumus : Untuk menghitung panjang perencanaan belt yang akan dipakai digunakan rumus :
2.8.3. Kecepatan Keliling Pulley Kecepatan keliling pulley dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
𝑣𝑣𝑏𝑏 =
𝜋𝜋.𝑑𝑑 𝑝𝑝 .𝑛𝑛 1
(Dp − dp)2
𝜋𝜋
L = 2. C + (Dp + dp) + ......…(2.21) 4.𝐶𝐶 2 Di mana : L = Panjang belt (mm) C = Jarak sumbu poros pulley perencanaan (mm) ( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1991.Hal 170)
Gambar 2.12. Diagram pemilihan belt
......................……..…(2.17)
Di mana : vb = kecepatan keliling pulley (m/s) ( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1991.Hal 166 )
2.8.8. Jarak Sumbu Poros Untuk menghitung panjang perencanaan belt yang akan dipakai digunakan rumus : B = 2.L – 3,14 (Dp + dp) ......………(2.22)
2.8.4. Gaya Keliling Belt Gaya keliling belt dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut : F = ß . F rated ........................................(2.18)
C=B+ ......………(2.23) 8 (Sularso, Kiyokatsu Suga; 1991.Hal 170)
60 .1000
�𝐵𝐵 2 − 8(Dp − dp)2
2.8.9. Sudut Kontak pada Pulley Besarnya sudut kontak antara pulley dan belt dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Di mana : β = Faktor beban lebih (1,5-2 ) 𝐹𝐹𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = Gaya rata2 pada belt (kg) 102 𝑥𝑥 𝑃𝑃3 = 𝑣𝑣 ( Dobrovolsky; 1978. Hal 199 dan Hal 252 )
α
2.8.5. Tegangan Belt Tegangan belt dapat diketahui dengan rumus : σ𝑑𝑑 = 2 . 𝜑𝜑 . 𝜎𝜎0 ....................................(2.19) Di mana : 𝜎𝜎0 = tegangan awal • Untuk belt datar : 𝜎𝜎0 = 18 kg/𝑐𝑐𝑐𝑐2 • Untuk V-belt : 𝜎𝜎0 = 12 kg/𝑐𝑐𝑐𝑐2
Gambar 2.13. Sudut kontak antara pulley dan belt 𝜃𝜃 = 1800 −
9
57 (𝐷𝐷𝑝𝑝 – 𝑑𝑑 𝑝𝑝 ) 𝐶𝐶
......………(2.24)
2.8.13. Umur Belt Umur belt dapat diketahui menggunakan rumus :
𝜃𝜃 = Sudut kontak (o) Dp = Diameter pulley pada poros (mm) dp = Diameter pulley pada motor (mm) C = Jarak sumbu poros pulley perencanaan (mm) ( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1991.Hal 173 )
H=
Fe = F1 − F2 F2
= e µ 'θ
Fe = F1 − F2 = F1
𝜎𝜎 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝑚𝑚
�𝜎𝜎
𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
� ...............................(2.28)
Di mana : H = Umur belt (jam) Nbase = Basis dari tegangan kelelahan yaitu107cycle u = Jumlah putaran belt per second ( s-1 ) Z = Jumlah belt σfat = Fatique limit (90 kg/cm2 untuk V-Belt) σmax = Tegangan yang timbul karena V-Belt (kg/cm2) m = Konstanta V-Belt = 8 ( Dobrovolsky; 1978. Hal 248 )
2.8.10. Gaya Efektif pada Belt Belt memiliki dua gaya pada saat berputar yaitu gaya disisi tarik (F1 ) dan gaya disisi kendur (F2 ). Maka besarnya gaya efektif (Fe) untuk menggerakan pulley adalah :
F1
𝑁𝑁𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 3600 .𝑢𝑢 .𝑧𝑧
e µ 'θ − 1 ..................... (2.25) e µ 'θ
2.8.14. Dimensi Pulley Data – data untuk mencari diameter luar dan diameter dalam pulley motor dan pulley poros didapat dengan menggunakan persamaan :
Di mana : F1 = Gaya pada belt yang kencang (kg) F2 = Gaya pada belt yang kendur (kg) (Sularso, Kiyokatsu Suga; 1991.Hal 171) 2.8.11. Tegangan Maksimum pada Belt Tegangan maksimum pada belt dapat diketahui menggunakan rumus : 𝜎𝜎𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 𝜎𝜎𝑜𝑜 +
𝐹𝐹 2.𝐴𝐴
+
𝛾𝛾 .𝑣𝑣 2 10.𝑔𝑔
+ 𝐸𝐸𝐸𝐸
ℎ 𝐷𝐷𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
........(2.26)
Gambar 2.14. Dimensi pulley dan belt Di mana: s = Jarak antar tepi dan tengah alur pulley LO = Lebar alur pulley α = Sudut alur pulley W/B = Lebar pulley Dout = Diameter dalam pulley Din = Diameter luar pulley ( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1997.Hal 167 )
Di mana : σmax = Tegangan yang timbul pada belt (kg/cm2) σ0 = Tegangan awal pada belt (kg/cm2) γ = Berat jenis (kg/dm3) g = Gravitasi (9,81 m/det2) Eb = Modulus elastistas bahan belt (kg/cm3) h = Tebal belt (cm) Dmin = Diameter pulley yang terkecil (cm) ( Dobrovolsky; 1978.Hal 219 dan Hal 253 )
A . Diameter pulley penggerak (Dm) : a) Mencari diameter luar pulley 𝐷𝐷𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝐷𝐷𝑚𝑚 + 2. 𝑐𝑐 …………………………(2.29) b) Mencari diameter dalam pulley 𝐷𝐷𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝐷𝐷𝑚𝑚 − 2. 𝑒𝑒 .........................................(2.30) c) Mencari lebar pulley 𝐵𝐵 = (𝑍𝑍 − 1)𝑡𝑡 + 2. 𝑠𝑠 ………………………(2.31) Nilai ( c, e dan s ), didapatkan pada buku ( Dobrovolsky; 1978. Tabel 23, Hal 226 ).
2.8.12. Jumlah Putaran Belt Untuk mengetahui jumlah putaran belt per detik digunakan rumus sebagai berikut : 𝑉𝑉 u = ...............................(2.27) 𝐿𝐿 Di mana : u = Jumlah putaran belt per second (s-1) v = Kecepatan keliling pulley (cm/s) L = Panjang belt (cm) ( Dobrovolsky; 1978. Hal 249 )
B . Pulley yang digerakkan (Dp) : a) Diameter pulley luar yang digerakan
10
𝐷𝐷𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝐷𝐷𝑝𝑝 + 2. 𝑐𝑐…………...………………(2.32) b) Mencari diameter dalam pulley 𝐷𝐷𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝐷𝐷𝑝𝑝 − 2. 𝑒𝑒 .............................................(2.33) ( Dobrovolsky, 1978. Hal 254 ) 2.8.15. Gaya Berat Pulley yang Digerakkan Untuk mengetahui besarnya gaya berat pulley yang diggerakkan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : W = ρ . V . g .......................................(2.34) Di mana: W = Gaya berat pulley yang digerakkan (N) 𝜌𝜌 = Massa jenis bahan pulley (kg/m3) V = Volume pulley (m3) g = percepatan gaya gravitasi (m/s2) 𝜋𝜋 4
•
Gandar (Axle) Poros ini seperti dipasang di antara roda – roda kereta api, yang tidak mendapat beban puntir dan kadang-kadang tidak boleh berputar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula di mana akan mengalami beban puntir juga.
•
Poros (Shaft). Poros yang ikut berputar untuk memindahkan daya dari mesin ke mekanisme yang digerakkan. Poros ini mendapat beban puntir murni dan lentur.
•
Poros Luwes (Flexible Shaft). Poros yang berfungsi untuk memindahkan daya dari dua mekanisme, di mana putaran poros dapat membentuk sudut dengan poros lainnya, daya yang dipindahkan biasanya kecil.
•
Jack Shaft Merupakan poros pendek, biasanya digunakan pada dongkrak ”jack” mobil. (Sularso, Kiyokatsu Suga; 1991.Hal 1)
V = (𝐷𝐷𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 - Din)2 B ................................(2.35) Di mana: V = Volume pulley (m3) Dout = Diameter dalam pulley (m) Din = Diameter luar pulley (m) B = Lebar pulley (m)
2.9. Perencanaan Poros 2.9.1. Poros Poros merupakan salah satu bagian elemen mesin yang penting karena mayoritas setiap mesin menggunakan poros. Poros berfungsi untuk menerima atau mentransmisikan daya, disertai dengan putaran. Menurut jenis pembebanannya poros dapat diklasifikasikan sebagai berikut : •
Poros Transmisi (Line Shaft) Poros ini dapat mendapat beban puntir dan lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui : kopling, pulley, roda gigi, belt atau sproket rantai dan sebagainya.
•
Spindle. Poros trasmisi yang pendek seperti poros utama mesin perkakas, beban utamanya adalah puntir. Syarat yang harus di penuhi poros ini adalah deformasi yang terjadi harus kecil, bentuk dan ukurannya harus teliti.
2.9.2. Hal-hal Penting dalam Perencanaan Poros Fungsi poros sangat penting, sehingga diperlukan perencanaan yang tepat agar tidak terjadi resiko dan kesalahan pemesinan. Dalam merencanakan poros, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan : 1) Kekuatan poros Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan antara puntir dan lentur. Selain itu ada poros yang mendapatkan beban tarik atau tekan seperti poros pada baling-baling kapal atau turbin, dan lainlain. Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan jika diameter poros diperkecil (poros bertangga) atau bila poros mempunyai alur pasak, harus diperhatikan. Sebuah poros harus direncanakan hingga cukup kuat untuk menahan beban-beban yang diperoleh. 2) Kekakuan poros Meskipun sebuah poros mempunyai
11
Fr = Gaya akibat tarikan pada pulley V-belt (N) W = Gaya berat pulley (kg) Dari data-data di atas juga dapat dihitung momen bending yang terjadi pada poros. (Sularso, Kiyokatsu Suga; 1991.Hal 2)
kekuatan yang cukup tetapi jika lenturan puntirannya terlalu besar maka akan mengakibatkan ketidak-telitian (pada mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada turbin dan kotak roda gigi). Karena itu selain kekuatan poros harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang akan dilayani poros tersebut.
2.9.3. Gaya Pulley Terhadap Poros Besarnya gaya pulley yang terjadi pada poros dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
3) Putaran kritis. Jika putaran mesin dinaikkan dan menimbulkan getaran yang cukup besar maka getaran itu disebut putaran kritis. Oleh karena itu maka poros harus direncanakan sedemikian rupa sehingga putaran poros lebih rendah dari putaran kritis.
𝐹𝐹𝑟𝑟 =
𝐹𝐹 𝜑𝜑
𝛼𝛼 2
. sin ................................(2.36)
Di mana: Fr = Gaya pulley terhadap poros (kg) F = Gaya keliling pulley (kg) 𝜑𝜑 = Faktor tarikan belt = untuk belt datar : 𝜑𝜑 = 0,5 − 0,6 = untuk belt datar : 𝜑𝜑 = 0,7 − 0,9 𝛼𝛼 = Sudut kontak (o)
4) Korosi Bahan – bahan anti korosi harus dipillih untuk propeller, pompa jika terjadi kontak dengan media yang korosif. Demikian pula untuk poros yang terjdi kavitasi pada poros mesin yang berhenti lama.
2.9.4. Gaya Maksimum pada Pulley Untuk menentukan gaya maksimum pada pulley menggunakan rumus : 𝐹𝐹𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 𝜎𝜎𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 . A ................................(2.37)
A. Bahan poros : Secara umum untuk poros dengan diameter 1 inchi digunakan bahan yang terbuat dengan pekerjaan dingin, baja karbon. Jika yang dibutuhkan untuk menahan beban kejut, kekerasan dan tegangan yang besar maka perlu dipakai bahan paduan, yang dapat dilihat pada tabel bahan misalnya ASME 1347,3140,4150,5145 dan sebagainya yang biasanya disebut bahan komersial. Bila diperlukan pengerasan permukaan, maka perlu dipakai bahan dengan baja carburising ( misalnya ASME 1020, 1117, 2315, 4320, 8620 dan lain – lain ).
Di mana : 𝐹𝐹𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = Gaya maksimum pada pulley (kg) 𝜎𝜎𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = Tegangan maksimum belt (kg/cm2) A = Luas penampang belt (cm2)
2.9.5. Bidang Horizontal dan Vertikal Gaya yang bekerja untuk setiap titik poros dan jarak antara titik satu dengan titik yang lain ditentukan dengan menggunakan persamaan ∑ M = 0 dan ∑ F = 0. Dengan cara tersebut maka diperoleh momen bending dan gaya yang bekerja pada poros untuk bidang horizontal dan vertical. Setelah menghitung gaya dan momen bending yang terjadi maka dibuat bidang lintang (gaya) untuk mengetahui kebenaran perhitungandi atas dan juga memberikan kemudahan dalam membuat diagram bidang momen.
B Poros dengan beban puntir : Pada perhitungan poros, yang akan dihitung atau ditentukan adalah tegangan yang diterima atau ditimbulkan oleh mekanisme yang terpasang pada poros untuk mengetahui berapa besar tegangan yang bekerja pada poros, seperti tegangan bending, tegangan torsi, tegangan kombinasi antara bending dan torsi. Melalui perhitungan mekanika teknik mengenai gayagaya yang bekerja dan momen yang terjadi pada poros yaitu : Fh = Gaya horizontal yang diterima oleh poros (N) Fv = Gaya vertikal yang diterima oleh poros (N)
2.9.6. Momen Resultan pada Poros Setelah membuat diagram bidang momen akan diketahui letak momen resultan pada poros dari bidang horisontal dan vertical serta dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
12
𝑀𝑀𝑟𝑟 = �(𝑀𝑀ℎ )2 + (𝑀𝑀𝑣𝑣 )2 ........................(2.38)
Di mana : Mr = Momen resultan pada poros (N.m) Mh = Momen pada bidang horizontal (N.m) Mv = Momen pada bidang vertikal (N.m)
2.10.1. Klasifikasi Bantalan a. Bantalan luncur Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan dengan perantaraan lapisan pelumas. Bantalan luncur mampu menumpu poros berputar tinggi dengan beban besar. Bantalan ini sederhana konstruksinya dan dapat dibuat serta dipasang dengan mudah. Karena gesekannya yang besar pada waktu mulai jalan, pbantalan luncur memerlukan momen awal yang besar, memerlukan pendinginan khusus. Sekalipun demikian karena adanya lapisan pelumas, bantalan ini dapat meredam tumbukan dan getaran sehingga hampir tidak bersuara. Tingkat ketelitian yang diperlukan tidak setinggi bantalan gelinding sehingga dapat lebih murah. b. Bantalan gelinding Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum dan rol bulat. Bantalan gelinding pada umumnya lebih cocok untuk beban kecil daripada bantalan luncur. Tergantung pada bentuk elemen gelindingnya. Putaran pada bantalan ini dibatasi oleh gaya sentrifugal yang timbul pada elemen gelinding tersebut. Karena konstruksinya yang sukar dan ketelitian yang tinggi maka bantalan gelinding hanya dapat dibuat oleh pabrik-pabrik tertentu saja. Adapun harganya pada umumnya lebih mahal daripada bantalan luncur. Untuk menekan biaya pembuatan serta memudahkan pemakaian, bantalan gelinding diproduksikan menurut standar dalam berbagai ukuran dan bentuk. Keunggulan bantalan ini dalah pada gesekannya yang rendah. Pelumasannya pun sangat sederhana cukup dengan gemuk, bahkan pada macam yang memakai sil sendiri tidak perlu pelumasan lagi. Meskipun ketelitiannya sangat tinggi namun karena adanya gerakan elemen gelinding dan sankar, pada putaran tinggi bantalan ini agak gaduh dibandingkan dengan bantalan luncur. Pada waktu memilih bantalan, ciri masing-masing masih harus dipertimbangkan sesuai dengan pemakaian lokasi. ( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1997.Hal 103 )
2.9.7. Torsi Poros Untuk mencari torsi pada poros dapat ditentukan menggunakan rumus :
T = 9,74 × 10 5
Nd ................. 2.39) n2
Di mana : T = Momen puntir (kg.mm) Nd = Daya perencanaan (Kw) n2 = Putaran pencacah (rpm) ( Sularso, Kiyokatsu Suga; 1991.Hal 7 ) 2.9.8. Diameter Poros Dari data bahan poros telah ditentukan sehingga diperoleh strength yield point (Syp). Dengan data tersebut kemudian dilakukan perhitungan diameter poros dengan persamaan :
32n d = πS y p
M 2 +T 2 r
(
)
1/ 2
1
3
.....…......(2.40)
Di mana : Mr = Momen resultan pada poros (kg.mm) T = Momen puntir (kg.mm) d = Diameter poros (mm) Syp = Strength yield point (psi) n = Faktor keamanan 3 untuk beban kejut berat ( Joseph Edward,S; 1986. Hal 264 ) 2.10. Bantalan Bantalan (Bearing) adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan berumur panjang. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan beik jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka proses seluruh sistem akan menurun atau tak dapat bekerja secara semestinya.
Gambar 2.15. Gambar bantalan
13
2.10.4. Menghitung Umur Bantalan Dalam memilih bantalan gelinding umur bantalan sangat perlu diperhatikan. Ada beberapa definisi mengenai umur bantalan, yaitu : 1. Umur (Life) Didefinisikan sebagai jumlah perputaran yang dapat dicapai dari bantalan sebelum mengalami kerusakan atau kegagalan yang pertama pada masing-masing elemennya seperti ring atau bola atau roll. 2. Umur Berdasarkan Kepercayaan (Rating Life) Didefinisikan sebagai umur yang dicapai berdasarkan kepercayaan (reliability) 90% berarti dianggap 10% kegagalan dari jumlah perputaran. Umur ini disimbolkan dengan L10 dalam jumlah perputaran atau L10h dengan satuan jam dengan anggapan putarannya konstan.
Gambar 2.16. Tipe bantalan gelinding 2.10.2. Menghitung Beban Ekivalen Sesuai dengan definisi dari AFBMA yang dimaksud dengan Beban equivalent adalah beban radial yang konstan dan bekerja pada bantalan dengan ring dalam berputar sedangkan ring luar tetap. Ini akan memberikan umur yang sama seperti pada bantalan bekerja dengan kondisi nyata untuk beban dan putaran yang sama. Untuk menhitung beban uqivalent pada bantalan dapat meggunakan rumus :
3. Basis Kemampuan Menerima Beban (Basic Load Rating) Disebut juga dengan basic load rating (beban dinamic) diartikan sebagai beban yang mampu diterima dalam keadaan dinamis berputar dengan jumlah putaran konstan 10 putaran dengan ring luar tetap dan ring dalam yang berputar.
P = X . V . FR + Y Fa ............................(2.41) Di mana : P Fr Fa V
= Beban ekivalen ( lb ) = Beban radial ( lb ) = Beban aksial ( lb ) = Faktor putaran konstanta = 1,0 untuk ring dalam berputar = 1,2 untuk ring luar berputar X = Konstanta radial dari tabel Y = Konstanta aksial dari tabel yang
4. Kemampuan menerima beban statis (basic static load rating) Didefinisikan sebagai jumlah beban radial yang mempunyai hubungan dengan defleksi total yang terjadi secara permanen pada elemen-elemen bantalannya, yang diberikan bidang tekanan, disimbulkan dengan C . Umur dari bantalan dapat dihitung dengan persamaan :
sama ( Aaron, Deutschman, 1975 .Hal 486 ) 2.10.3. Menghitung Gaya Radial Pada Bantalan Gaya radial bantalan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Fr =
(Fh )2 + (Fv )2
𝐿𝐿10 =
10 6 60. 𝑛𝑛 𝑝𝑝
Di mana : L10 C
...................(2.42)
Di mana : = beban radial dalam (kg) Fr Fh = gaya sumbu horizontal (kg) FV = gaya sumbu vertikal (kg) ( Aaron, Deutschman, 1975 .Hal 487 )
P b Bantalan Rol
14
𝐶𝐶 𝑏𝑏 𝑃𝑃
. � � ..............................(2.43) = umur bantalan ( jam kerja ) = diperoleh dari tabel bantalan sesuai dengan diameter dalam bantalan yang diketahui (lb) = beban equivalent (lb) = 3, untuk bantalan dengan bola = 10/3 bila bantalan adalah