Proceeding of: EECCIS 2010, Unibraw
Dampak Terputusnya Kabel Laut pada Stabilitas Pembangkit di Region 4 (Jawa Timur dan Bali) A.N. Afandi, Senior Member IAENG Teknik Elektro, Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5, Malang 65145, Jawa Timur
[email protected]
Abstract - This paper is concerned to the performance of multimachine power systems, to find out the response of each electric power station in Region 4 that subjected to disturbances on Banyuwangi to Bali submarine feeder disconnection. Besides to know how effective an power system stabilizer (PSS) was used on each electric power station. EDSA simulations resulted performances of each electric power station with PSS-A better than before. By looking into the curve signal response that was resulted through a branch tripping faulted scenario, it was found out the changing in rotor angle, voltage and electric power decrease for each electrical power station, during disturbances of Banyuwangi to Bali submarine feeder was breaking off. The responds of power station cound be improved around in rotor angle 0% - 45.855%, electric power 31.694% - 60.947%, and voltage 10.451% - 53.936%. Index Terms – EDSA, branch tripping, respond, Stability Abstrak – Paper ini mengkaji unjuk kerja sistem multi mesin, serta mengetahui respon setiap pembangkit di region 4 yang diakibatkan oleh gangguan pemutusan saluran kabel laut antara banyuwangi dan Bali. Disamping itu untuk mengetahui peranan penggunaan power system stabilizer (PSS) untuk setiap pembangkit. Dengan simulasi EDSA dihasilkan bahawa unjuk kerja setiap pembangkit lebih baik dari sebelumnya bila menggunakan PSS-A. Dengan melihat kurva respon pembangkit saat terjadi pemutusan saluran, maka diketahui adanya perubahan pada sudut rotor, tegangan dan daya listrik. Penggunaan PSS-A tersebut dapat memperbaiki pada sudut rotor sekitar 0% - 45,855%, daya listrik 31,694% - 60,947% dan tegangan 10,451% - 53,936%.
penting untuk diperhatikan, terutama pada sistem yang besar. Sistem kelistrikan yang besar dapat dilihat seperti pada interkoneksi Jawa Bali, dengan berbagai pembagian wilayahnya. Salah satu wilayahnya adalah Region 4, sistem tersebut merupakan interkoneksi antara Jawa Timur ke Region 3 melalui saluran udara 500 kV dan 150 kV, sedangkan interkoneksi antara Pulau Jawa dan Pulau Madura melalui saluran kabel bawah laut 150 kV, selain itu interkoneksi juga terjadi antara Pulau Jawa dan Pulau Bali yang melalui saluran kabel bawah laut 150 kV. Secara operasional interkoneksi melalui saluran kabel laut pada Region 4 yang terhubung ke pulau Bali dengan sistem 150 kV telah mengalami gangguan, yaitu pada tanggal 8 juni 1994 dan 22 februari 2000, sehingga mengakibatkan putusnya saluran kabel bawah laut tersebut. Oleh karena itu kondisi ini sangat penting untuk dikaji, agar diketahui dampak yang ditimbulkan pada kondisi stabilitas sistem interkoneksi. II. SISTEM INTERKONEKSI A.
Kelistrikan Region 4 Hubungan kelistrikan pada sistem interkoneksi di Region 4 dapat dilihat seperti pada gambar 1. Kondisi ini merupakan penggambaran situasi pada interkoneksi sistem Jawa Bali yang tergandeng pada Region 4. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena melibatkan sistem interkoneksi yang besar dan melayani pulau lain, yaitu Madura dan Bali.
Kata kunci – EDSA, branch tripping, respos, stabilitas
I. PENDAHULUAN
M
Region 3 Sisi utara SUTET 500 kV SUTT 150 kV
Region 4 Sistem SUTET 500 kV SITT 150 kV
asalah pada sistem tenaga listrik yang sering
muncul adalah masalah yang berkaitan dengan dinamika dan stabilitas sistem untuk merespon gangguan yang terjadi, karena masalah dinamika dan stabilitas sistem tersebut sangat berkaitan erat dengan unjuk kerja sistem yang mencerminkan kondisi setiap saat, baik kondisi normal maupun kondisi gangguan, serta pemulihannya. Gangguan pada sistem tenaga listrik dapat menimbulkan perubahan kondisi tegangan, frekuensi dan daya, oleh karena itu perlu pengaturan agar segera kembali ke kondisi normal. Pada kajian stabilitas sistem tenaga listrik, kondisi permasalahan operasional menjadi hal yang sangat
Ke Pulau Madura SKLTT 150 kV
Region 3 Sisi selatan SUTET 500 kV SUTT 150 kV
Ke Pulau Bali SKLTT 150 kV
Gambar 1. Sistem interkoneksi di Region 4 Pada Region 4, interkoneksi dibangun melalui hubungan sistem 500 kV, 150 kV,70 kV dan tegangan dibawahnya. Interkoneksi dengan Region 3 dilayani dengan sistem SUTET 500 kV dan SUTT 150 kV, 1
Proceeding of: EECCIS 2010, Unibraw yang berada di sisi utara dan selatan. Sedangkan interkoneksi dengan pulau selain Jawa, yaitu Madura dan Bali dilayani dengan sistem SKLTT 150 kV. B.
Komponen dasar sistem tenaga listrik Dinamika pada sistem tenaga listrik dikarakteristikan oleh prilaku pengiriman daya yang secara keseluruhan memiliki batas maksimum sampai tercapai kondisi lepas sinkron, selain itu juga dicerminkan oleh kondisi komponen mekanis dan elektris yang diwakili oleh sudut daya . Selanjutnya untuk memahami prilaku dinamik pada sistem tenaga listrik dan untuk melakukan perbaikan unjuk kerja sistem, sangat perlu dimengerti komponen dasar sistem tenaga listrik, khususnya yang memiliki pengaruh signifikan dengan prilaku dinamik sistem tenaga listrik [10]. Komponen dasar tersebut sebagaimana pada gambar 2, meliputi: turbin dan governor, generator, eksitasi beserta regulator tegangan, tranformator dan jaringan transmisi.
D.
Stabilizer Pada kajian stabilitas sistem tenaga listrik permasalahan dapat distabilkan kembali dengan menambahkan sinyal kendali tambahan melalui Power System Stabilizer. Penambahan sinyal kendali melalui PSS tersebut dapat dilakukan dengan masukan umpan balik berupa perubahan kecepatan, perubahan frekuensi atau perubahan akselerasi daya [10]. III. METODE Selanjutnya untuk mengetahui respon pembangkit saat terjadi gangguan pada saluran kabel bawah laut, maka dilakukan dengan cara memberi gangguan, yaitu berupa branch tripping pada EDSA di bus Banyuwangi. Branch tripping ini ditempatkan pada sisi selatan Banyuwangi, yaitu pada interkoneksi 150 kV ke Bali. Selanjutnya secara umum tahapannya seperti pada gambar 3, yaitu tersaji dalam urutan flowchart.
FLD WDG
Mulai Line
EX
Water
Turbin Trans
SG
vt
Gov
VR
ref
vt
Vref
Baca data
Power pool
Masukan data generator dan parameter saluran
Gambar 2. Komponen sistem tenaga listrik Masukan Beban
Pada gambar 2 menunjukan bahwa turbin dan governor mendapat umpan balik dari , sedangkan eksitasi dan regulator mendapat umpan balik berupa Vt. Selanjutnya generator dihubungkan ke sistem tenaga listrik melalui transformator dan saluran transmisi. Sistem multi mesin Pemodelan untuk analisis dinamik dan stabilitas pada sistem multi dapat dilakukan dengan asumsi, bahwa redaman mesin dapat diabaikan, daya mekanis masukan ke mesin dianggap konstan, setiap mesin dapat diwakili reaktansi yang terhubung seri dengan tegangan dan beban dapat direpresentasikan sebagai impedansi/admitansi [7]. Representasi beban yang terpasang pada suatu bus, admitansi saluran yang membentuk interkoneksi dan daya yang dikirim ke suatu bus dapat dinyatakan sebagai berikut :
Analisis aliran daya
Convergen ?
C.
YL Yrel
PL jQ L V
Yii Yji
Tidak
Ya Tidak Putus ? Ya Berikan branch tripping
Tempatkan PSS
Analisis respon pembangkit
(1)
2
Ya
Yij Yjj
PSS ?
(2) Tidak k
N
Pk j.Qk Vk . Ykn .Vn n 1
(3) Selesai
Selesai
Gambar 3. Alur branch tripping
2
Proceeding of: EECCIS 2010, Unibraw IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Kondisi Pembangkit Analisis aspek ini untuk mengetahui pola pengiriman daya dari pembangkit ke semua beban yang ada, sehingga diketahui seluruh pola aliran daya yang ada di Region 4. Melalui kajian load flow didapat kondisi pembangkit seperti pada tabel 1. Tabel 1. Daya pembangkitan generator No
Pembangkit
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Gresik Blok 1A Gresik Blok 1B Gilitimur Gilimanuk Gresik Grati A Grati B Perak Pesanggrahan Sutami Wlingi TOTAL
Tersambung ke Sistem (kV) 500 150 150 150 150 500 150 150 150 150 150
Pembangkitan Total Pada Beban Puncak (MW)
(Mvar)
542,100 431,500 31,400 99,900 419,200 426,900 225,900 60,100 116,000 105,000 35,000 2.493,000
248,000 93,000 9,000 66,000 124,900 84,300 51,600 13,900 75,400 45,600 26,600 838,300
Pada tabel 1 terlihat bahwa untuk mensuplai seluruh beban yang ada di Region 4 dan untuk ekspor daya yang harus dikirim ke Region 3, maka semua generator membangkitkan total daya sebesar 2.493 MW dan 838,3 MVar, serta dengan tambahan dari pembangkit Paiton yang dalam analisis ini dioperasikan sebagai pembangkit swing sebesar 2.661,786 MW dan 164,609 MVar.
pembangkit di Pesanggrahan membangkitkan daya total sebesar 116 MW dan 75,4 Mvar dengan kapasitas penuh sebesar 120 MW dan 90 Mvar. Sehingga harus melalukan load shedding atau island operation. C.
Respon Pembangkit Paiton
Ketika branch tripping diberikan, maka menghasilkan overshoot pada tegangan, sudut rotor dan daya elektrik. Selain itu terjadi perubahan daya elektrik, sudut rotor dan tegangan saat mencapai kondisi stabil kembali.
Gambar 4. Sudut rotor pembangkit Paiton
B.
Pengiriman daya listrik Pengiriman daya listrik di Region 4 dapat dilihat seperti pada tabel 2. Tabel 2. Pengiriman daya No 1 2 3 4 5
Dari Jawa Timur (Gresik) Jawa Timur (Banyuwangi) Region 4 (Surabaya) Region 4 (Kediri) Region 4 (Bojonegoro)
Ke Madura (Gilitimur) Bali (Gilimanuk) Region 3 (Ungaran) Region 3 (Pedan) Region 3 (Cepu)
Gambar 5. Daya elektrik pembangkit Paiton
Daya (MW)
(MVar)
78,315
28,413
148,857
85,694
1.062,968
12,399
794,000
43,000
15,000
6,600
Terlihat pada tabel 2, kiriman daya terbesar terjadi pada Region 3, hal ini menunjukan ekspor daya dari Region 4 untuk mencukupi daerah di Region lain cukup besar. Ekspor daya ke Region 3 melalui Ungaran di Semarang sebesar 1.062,968 MW dan melalui Pedan di Solo sebesar 794 MW. Sedangkan kiriman ke Pulau Bali sebesar 148,857 MW. Selanjutnya bila terjadi pemutusan feeder yang ke Pulau Bali, maka beban di Bali sebesar 355,8 MW dan 125,8 MVar akan dilayani oleh pembangkit yang ada di Bali. Pembangkit di Gilimanuk membangkitkan daya sebesar 99,9 MW dan 66 Mvar dengan kapasitas penuh sebesar 120 MW dan 90 Mvar. Sedangkan
Gambar 6. Tegangan pembangkit Paiton Selanjutnya respon sudut rotor saat terjadi gangguan putusnya saluran kabel bawah laut ke Bali ditunjukan pada gambar 4, dengan adanya gangguan putusnya saluran kabel bawah laut ke Bali tersebut, maka generator di pembangkit Paiton mengalami gangguan stabilitas. Tetapi pada gambar 4 ditunjukan bahwa sudut rotor generator tidak mengalami pergeseran atau perubahan. Hal ini disebabkan pada 3
Proceeding of: EECCIS 2010, Unibraw analisis kasus ini generator pembangkit Paiton dioperasikan sebagai referensi (swing), sehingga tidak mengalami perubahan atau pergeseran sudut rotornya adalah 00.
tegangan pembangkit Gresik terjadi overshoot sebesar 0,939 pu pada 0,64 detik setelah gangguan terjadi, dan tercapai selama 4,52 detik. E.
Pada pembangkit Paiton daya elektrik mengalami penurunan dari 2.667,83 MW menjadi 2.536,92 MW atau turun sebesar 130,91 MW yang terjadi selama 5,21 detik. Selain menghasilkan overshoot sebesar 2.559,94 MW pada 0,59 detik setelah gangguan terjadi. Selanjutnya pada tegangan overshoot yang ditimbulkan sebesar 1,006 pu pada 0,62 detik setelah gangguan terjadi.
Kondisi Pembangkit Kondisi pembangkit setelah terjadi branch tripping yang merepresentasikan adanya pemutusan saluran kabel laut ditunjukan pada tabel-tabel berikut ini. Pada tabel tersebut menjelaskan adanya perubahan pada sudut rotor, tegangan dan daya listrik.
Tabel 3. Kondisi sudut rotor pembangkit Posisi
D.
Respon Pembangkit Gresik Respon sudut rotor pembangkit Gresik, yaitu mengalami terjadi selama 9,22 detik dengan pergeseran dari -2,450 menjadi -1,000, dan overshoot yang terjadi pada 2,79 detik setelah gangguan terjadi sebesar -0,910. Sedangkan perubahan daya elektrik dari 419,2 MW menjadi 414,73 MW atau terjadi pengurangan sebesar 4,47 MW.
No
Pembangkit
Awal (o)
Akhir (o)
Perubahan (o)
1
PTON
0,000
0,000
0,000
2
GR1A
-2,990
-1,070
1,920
3
GR1B
-0,250
1,380
1,630
4
GLT
-5,460
-4,060
1,400
5
GR
-2,450
-1,000
1,450
6
GTA
-3,630
-1,720
1,910
7
GTB
-7,870
-7,370
0,500
8
PRK
-7,430
-5,910
1,520
9
STM
-17,130
-15,640
1,490
10
WLI
-15,680
-14,410
1,270
Tabel 4. Transien sudut rotor pembangkit No
Pembangkit
Gambar 7. Sudut rotor pembangkit Gresik
Gambar 8. Daya elektrik pembangkit Gresik
Overshoot (o) Awal PSS-A
Mencapai stabil (detik) Awal PSS-A
1
PTON
0
0
0
0
2
GR1A
-0,79
-0,74
7,23
6,23
3
GRB1B
1,47
1,41
7,84
7,75
4
GLT
-4,01
-3,99
7,74
7,68
5
GR
-0,91
-0,89
9,22
8,51
6
GTA
0
0
7,64
7,14
7
GTB
-6,76
-6,74
6,31
6,13
8
PRK
-5,83
-5,81
6,31
4,12
9
STM
0
0
3,86
2,74
10
WLI
-14,29
-14,27
8,32
5,63
Pada tabel 4 ditunjukan bahwa penggunaan PSS-A dapat mengurangi overshoot dan waktu mencapai stabil yang terjadi pada sudut rotor pembangkit. Pengurangan overshoot terbesar terjadi pada pembangkit Gresik Blok 1B yaitu sebesar 0,060, sedangkan pengurangan waktu terbesar terjadi pada pembangkit Wlingi yaitu sebesar 2,69 detik.
Gambar 9. Tegangan pembangkit Gresik Selain itu daya elektrik mengalami overshoot sebesar 418,57 MW pada 0,57 detik setelah gangguan terjadi, dan berlansung selama 6,33 detik. Pada 4
Proceeding of: EECCIS 2010, Unibraw Tabel 5. Kondisi daya pembangkit
Tabel 8. Transien tegangan pembangkit
Posisi No
No
Pembangkit
Awal (MW)
Akhir (MW)
Perubahan (MW)
Pembangkit
Overshoot (pu) Awal
PSS-A
Mencapai stabil (detik) Awal
PSS-A
1
PTON
1,006
1,004
5,420
4,270
1
PTON
2.667,830
2.536,920
-130,910
2
GRB1A
0,990
0,968
4,870
4,510
2
GR1A
542,100
536,770
-5,330
3
GRB1B
0,968
0,937
5,970
4,290
3
GR1B
431,500
426,960
-4,540
4
GLT
0,937
0,939
4,210
4,170
4
GLT
31,400
31,050
-0,350
5
GR
0,939
0,995
4,520
4,350
5
GR
419,200
414,730
-4,470
6
GTA
0,996
0,983
5,470
4,090
6
GTA
426,900
422,400
-4,500
7
GTB
0,983
0,943
6,540
5,310
7
GTB
225,900
222,770
-3,130
8
PRK
0,944
0,952
4,510
4,370
8
PRK
60,100
59,560
-0,540
9
STM
0,952
0,944
5,930
4,250
9
STM
105,000
102,760
-2,240
10
WLI
0,944
0,000
5,160
4,840
10
WLI
35,000
34,520
-0,480
Tabel 6. Transien daya elektrik pembangkit No
Pembangkit
Overshoot (MW)
Mencapai stabil (detik)
Awal
PSS-A
Awal
PSS-A
1
PTON
2559,940
2559,840
5,210
4,670
2
GRB1A
538,390
538,020
6,070
5,970
3
GRB1B
428,700
428,440
5,490
5,070
4
GLT
31,350
31,330
6,760
4,140
5
GR
418,570
416,120
6,330
5,470
6
GTA
424,070
423,790
5,830
4,890
7
GTB
223,990
223,810
5,850
5,370
8
PRK
59,710
59,680
5,120
4,310
9
STM
103,530
103,400
5,910
4,440
10
WLI
34,690
34,660
5,990
5,170
Akibat penggunaan PSS-A terjadi penurunan waktu dan overshoot respon daya elektrik pada pembangkit, sebagaimana yang ditunjukan pada tabel 6. Hal ini menunjukan penggunaan PSS-A mampu mengurangi overshoot dan waktu mencapai stabil, yaitu pengurangan overshoot terbesar 2,45 MW terjadi pada pembangkit Gresik dan untuk pengurangan waktu terbesar 2,62 detik terjadi pada pembangkit Gilitimur. Tabel 7. Kondisi tegangan pembangkit Posisi No
Pembangkit
Awal (pu)
Akhir (pu)
Perubahan (pu)
1
PTON
1,000
1,000
0,000
2
GR1A
0,982
0,983
0,001
3
GR1B
0,961
0,961
0,000
4
GLT
0,931
0,931
0,000
5
GR
0,933
0,933
0,000
6
GTA
0,989
0,990
0,001
7
GTB
0,979
0,978
-0,001
8
PRK
0,937
0,937
0,000
9
STM
0,948
0,946
-0,002
10
WLI
0,943
0,941
-0,002
Pengaruh penggunaan PSS-A terhadap respon pembangkit ditunjukan pada tabel 8. Pada respon tersebut terlihat bahwa tegangan pembangkit mengalami penurunan waktu mencapai stabil, yaitu pengurangan waktu terbesar 1,68 detik terjadi pada pembangkit Sutami dan pembangkit Gresik Blok 1B. Sedangkan overshoot tegangan mengalami penurunan dan beberapa pembangkit mengalami kenaikan, penurunan terbesar overshoot 0,944 pu terjadi pada pembangkit Wlingi dan kenaikan terbesar 0,056 pu terjadi pada pembangkit Gresik. Dengan demikian secara keseluruhan perbaikan waktu mencapai stabil menggunakan PSS-A untuk sudut rotor sekitar 0% - 30,745%, daya elektrik berkurang sekitar 1,647% - 38,757%, dan tegangan pembangkit berkisar 3,104% - 28,331%. V. KESIMPULAN Mengacu pada hasil analisis stabilitas sistem tenaga listrik di Region 4, maka dapat disimpulkan bahwa respon pembangkit tenaga listrik di Region 4 akibat adanya gangguan yang berupa putusnya saluran kabel bawah laut yang menuju pulau Bali mengalami perubahan. Perubahan kondisi stabilitas pembangkit pada Region 4 untuk sudut rotor berkisar 00 – 1,920, penurunan daya elektrik berkisar 0,35 MW – 130,910 MW dan penurunan tegangan berkisar 0,001 pu – 0,002 pu. Serta lama waktu mencapai stabil sudut rotor berkisar 3,86 detik – 9,22 detik, daya elektrik berkisar 5,12 detik – 6,76 detik dan tegangan berkisar 4,21 detik – 6,54 detik. Selain itu penggunaan PSS-A memberi kontribusi pada perbaikan unjuk kerja sistem pembangkit, yaitu dapat mempercepat waktu mencapai stabil. Perbaikan waktu mencapai stabil menggunakan PSS-A untuk sudut rotor sekitar 0% - 30,745%, daya elektrik berkurang sekitar 1,647% - 38,757%, dan tegangan pembangkit berkisar 3,104% - 28,331%. DAFTAR PUSTAKA [1] Bazanella, Alexandre Sanfelice., Silva, Aquinaldo Silveira e. “Self-Tuning Stabilizer Based on Pole Assignment for Multimachine Power System”. Revista Controle & Automacao. Vol.11. no.2/Mai., Jun., Jul.e Agosto 2000. 5
Proceeding of: EECCIS 2010, Unibraw [2] Gross, Charles A. 1986. “Power System Analysis”. John Wiley & Sons. Singapore. [3] Irwanto, Muhammad. 2002. “Perbaikan Sabilitas Dinamis Sistem Tenaga Listrik dengan Pemasangan UPFC Berbasis Stabilizer pada Saluran Transmisi”. Tesis Program Pascasarajana Program Studi Teknik UGM. Yogyakarta. [4] Kundur, P. “Power System Stability and Control”. McGraw Hill. New York. [5] Padyar, K.R. 1996. “Power System DynamicsStability and Control”. John Wiley & Sons. Singapore. [6] Sadaat, H. 1999. “Power System Analysis”. McGraw Hill. Singapore. [7] Stevenson, William. 1996. “Power System Analysis”. McGraw Hill. Singapore. [8] Syahputra Lubis, Rahmad. 2003. “Perbaikan Stabilitas Dinamis Sistem Tenaga Listrik Dengan Static Synchronous Series Compensator (SSSC)”. Tesis Program Pascasarajana Program Studi Teknik UGM. Yogyakarta. [9] Yong, Taiyou., Lasseter, Robert H., Cui, Wenjin. “Coordination of Excitation and Governing Control Based on Fuzzy Logic”. Pserc 99-04. [10] Yu, Yao nan. 1983. “Electric Power System Dynamics”. Academic Press. New York. [11] Zulfikar. 2004. “Studi Stabilitas Sistem Tenaga Listrik di Sumatara Utara”. Tesis Program Pascasarajana Program Studi Teknik UGM. Yogyakarta.
RIWAYAT PENULIS A.N. Afandi, dilahirkan di Malang tahun 1975. Terakhir pendidikan diselesaikan pertengahan tahun 2006 di Universitas Gadjah Mada dengan mendalami aplikasi kontrol untuk stabilitas sistem tenaga listrik. Sejak tahun 2000 menjadi tenaga akademik di Universitas Negeri Malang dan menjadi dosen tamu di institusi swasta, serta memberi training profesional di industri. Saat penulis merupakan tim pengembang pembangkit biodiesel untuk kawasan timur, anggota komite nasional bendungan besar, anggota senior international association engineering, anggota EDSA technical international forum, anggota ETAP professional user group, anggota asosiasi dosen Indonesia dan anggota persatuan insinyur indonesia. Selain aktif menulis artikel and hadir di forum ilmiah, Penulis mendalami riset pada bidang stabilitas tenaga listrik dan pengendalian operasi, elektronika daya dan konversi energi, serta sistem kontrol dan otomasi industri.
[email protected],
[email protected]
6