DAMPAK PEMELIHARAAN TERNAK DI KAWASAN PANTAI UTARA KABUPATEN TTU TERHADAP KELESTARIAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT Medo Kote dan Sophia Ratnawaty Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Timur ABSTRAK Pengembangan usaha pertanian di wilayah pesisir merupakan salah satu bagian dari kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan nasional. Namun demikian, pembukaan lahan pertanian di wilayah pesisir harus dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek perlindungan lingkungan sehingga tidak akan menimbulkan masalah-masalah lingkungan seperti menurunnya produktivitas perikanan, pencemaran perairan, perubahan siklus aliran air dan meningkatnya laju sedimentasi. Pemeliharaan ternak di kawasan pesisir bila tidak dikelola dengan baik dan mengikuti pola-pola pemeliharaan yang tetap memperhatikan keberlanjutan ekologi, maka perlahan namun pasti akan mengganggu kelestarian sumberdaya pesisir dan laut, disamping karena pengaruh injakan ternak yang dapat merusak habitat dan biota laut juga kotoran ternak dapat mencemari perairan wilayah pesisir. Oleh karena itu makalah ini mencoba untuk mengulas beberapa hal yang berkaitan dengan pemeliharaan ternak, khususnya pemeliharaan ternak di wilayah pesisir. Sampai sejauh mana pemeliharaan ternak di wilayah pesisir dapat mengganggu kelestarian biota laut serta tindakan atau penanggulangan untuk mengatasinya sehingga keseimbangan biologi dapat dipertahankan dan terlanjutkan. Kata kunci: dampak, pemeliharaan ternak, kawasan pantura PENDAHULUAN Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan wilayah kepulauan dengan luas daratan 47.349,9 km2 dan luas perairan 199.526 km2, yang tersebar di 566 pulau dimana diantaranya 42 buah pulau yang dihuni, dan 524 pulau tidak berpenghuni. Luas perairan laut NTT tersebut tidak termasuk zona ekonomi eksklusif (ZEE), dengan garis pantai sepanjang 5.700 km2 . Secara administrative terdapat sekitar 664 desa/kelurahan pesisir yaitu wilayah desa/kelurahan yang berbatasan langsung dengan laut, dengan cakupan penduduk sekitar 1.105.438 jiwa atau 30% lebih dari sekitar 3,9 juta lebih penduduk NTT pada tahun 2002 (Suhadi, 2004). Pembangunan di pesisir dan laut merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam. Dalam aktivitas tersebut sering dilakukan perubahan-perubahan pada sumberdaya alam, dan perubahan tersebut tentunya akan memberikan pengaruh pada lingkungan hidup, makin tinggi laju pembangunan maka makin tinggi pula tingkat pemanfaatan sumberdaya alam dan makin besar perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup. Sehingga dalam perencanaan pembangunan pada suatu system ekologi pesisir dan laut yang berimplikasi pad perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat negative yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri secara menyeluruh. Pemeliharaan ternak sapi bagi petani di NTT adalah pola tradisional yang mengandalkan sumber pakan ternak dari padang penggembalaan dengan biaya roduksi yang relative murah dan penggunaan tenaga kerja yang minim, produktivitas ternak sai dengan system ini berfluktuasi mengikuti musim. Pada musim hujan ketika produksi hijauan melimpah, ternak mengalami peningkatan bobot badan dan sebaliknya dimusim kemarau ketika roduksi dan kualitas hijauan menurun, ternak mengalami kehilangan bobot badan dimana penurunnya dapat mencapai 20-25% dari bobot badan pada musim hujan (Wirdahayati et al, 1997; Bamualim, 1994; Jelantik, 2001).
Usaha peternakan di Kawasan Pantura TTU berperan penting bagi perekonomian dan untuk memenuhi kebutuhan sosial budaya masyarakat setempat. Jenis ternak yang umum dipelihara adalah ayam, babi, kambing dan sapi. Sedangkan ternak kuda dan kerbau hanya dimiliki oleh sebagian kecil petani. Ternak sapi menjadi sumber uang tunai utama keluarga dan mempunyai kontribusi cukup besar bagi perekonomian wilayah. Sebanyak 1000 ekor per bulan (walaupun tidak semuanya berasal dari kawasan Pantura TTU) diantar pulaukan dari Pelabuhan Wini (Letelay et al, 2004). Sehingga dalam perencanaan pembangunan pada suatu sistem ekologi pesisir dan laut yang berimplikasi pada perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu diperhatikan kaidahkaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri secara menyeluruh. Berdasarkan uraian diatas, maka makalah ini mengulas seberapa jauh pembangunan peternakan dalam hal ini pemeliharaan ternak di kawasan pantura TTU berdampak terhadap kelestarian sumberdaya pesisir dan laut. METODOLOGI Makalah ini mengulas tentang dampak pemeliharaan ternak khususnya di kawasan pantura TTU dalam kaitannya dengan kelestarian sumberdaya pesisir dan laut. Data dan informasi yang dikumpulkan berasal dari hasil penelitian atau kajian dan studi kepustakaan yang terkait dengan materi yang dibahas. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan fenomena yang terjadi. HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi danPopulasiTernak di Kabupaten Ttimor Tengah Utara (TTU) Pembangunan sub sektor peternakan diarahkan untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak dan hasil ikutannya yang pada gilirannya diharapkan dapat mendongkrak pendapatan petani peternak, mendorong diversifikasi pangan dan perbaikan mutu gizi masyarakat serta mengembangkan pasar eksport. Untuk ternak besar, sapi masih menempati posisi teratas dari segi populasi yang diikuti ternak kuda dan kerbau dan kondisi ini pararel dengan jumlah rumah tangga petani yang mengusahakan ternak besar (Tabel 1). Tabel 1.
Populasi Ternak Besar Dan Kecil Serta Jumlah Rumah Tangga Petani Yang Mengusahakan Di Kabupaten TTU Jenis Ternak Populasi Jumlah RT Yang % RT Yang Mengusahakan Mengusahakan *) Sapi 53013 11537 24,47 Kerbau 648 70 0,14 Kambing 1981 1131 2,40 Babi 34169 10783 22,86 Ayam Buras 107442 5592 11,85 Sumber : Anonymous, 2006 *) Menggunakan data jumlah RT tahun 2002 Dalam Tabel 1 diatas terlihat bahwa populasi ternak sapi masih mendominasi dibandingkan ternak yang lain dengan persentasi rumah tangga yang mengusahakan sebesar 24%. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten TTU masih merupakan primadona untuk mengusahakan ternak sapi, sehingga prospek pengembangannya lebih menjanjikan. Disamping iklim juga kondisi social dan budaya masyarakat setempat yang sudah menyatu dengan ternak peliharaanya. Adanya system penggunaan lahan di kawasan pantura TTU, seperti: (i) pemukiman; (ii) lahan kering/ladang (di pantura disebut kebun); (iii) pekarangan; (iv) semak belukar; (v) padang penggembalaan; dan (vi) perhutanan. Dengan adanya pembagian lahan tersebut akan memberi
prospek dalam perkembangan ternak sapi karena memiliki lahan tersendiri untuk melangsungkan aktivitas sehingga menghasilkan produktivitas yang tinggi. Dan hal ini dapat di capai apabila pemeliharaan ternak dikawasan pantura dapat dikelola dengan baik, dengan selalu memperhatikan keadaan disekitar lingkungan penggembalaan agar tidak terjadi kerusakan yang diakibatkan karena penggembalaan berat. Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi di Kawasan Pantura TTU Usaha peternakan di kawasan pantura TTU berperan penting bagi perekonomian dan untuk memenuhi kebutuhan sosial budaya masyarakat setempat, dengan sistem pemeliharaan ternak adalah sistem lepas, sistem ikat dan pindah serta sistem ikat dan dikandangkan. Kebiasaan petani melepas ternaknya di padang penggembalaan untuk mencari rumput sendiri adalah cara yang umum bagi masyarakat setempat, namun demikian tidak semua petani dapat melakukan hal itu, karena sistem ini umumnya dilakukan oleh petani yang memiliki banyak ternak. Kondisi peternakan di kawasan pantura TTU saat ini dibandingkan dengan 5-10 tahun lalu telah mengalami perubahan (penurunan) yang signifikan (Tabel 2). Dilaporkan bahwa ratarata pemilikan ternak sapi 5-10 tahun lalu berkisar 5-10 ekor/KK, namun sekarang terjadi penurunan yaitu sekitar 1-2 ekor/KK dan hanya 70-80% petani yang memiliki ternak sapi, dibanding pada tahun 1980-an masih ada petani yang memiliki ternak sampai ratusan ekor walaupun proporsinya sedikit (Letelay et al, 2004). Tabel 2. Penampilan Produksi Ternak Sapi Di Kawasan Pantura TTU Uraian Penampilan Produksi Keadaan 5-10 Tahun Lalu Keadaan Saat Ini Populasi Tinggi Rendah Rata-rata bobot badan untuk > 250 kg < 250 kg eksport Skala kepemilikan 5-100 ekor/KK 1-10 ekor/KK Rata-rata jumlah pemilikan 10 ekor/KK 1-2 ekor/KK Distribusi pemilikan > 90% < 80% Sistem pemeliharaan Ekstensif Semi-intensif Sumber: Letelay et al, 2004 (di modifikasi) Sistem ikat berlaku di daerah yang relatif padat penduduk, namun masih punya cukup sumber pakan, sedangkan sistem digembalakan berlaku didaerah yang kurang padat penduduk, dimana ternak digembalakan pada lahan-lahan yang masih kosong terutama pada musim hujan dan pada musim kemarau sering digembalakan pada lahan ladang atau sawah yang diberokan. Karena jumlah pemilikan yang semakin kecil, beberapa petani (4-6 orang) yang masih mempunyai ikatan keluarga biasanya menggabungkan ternak sapi mereka dan digembalakan secara bergilir dengan membuat kandang kelompok, dimana setiap kandang kelompok diisi 30-40 ekor sapi. Dampak Pemeliharaan Ternak Di Kawasan Pantura TTU Dan Upaya Penanggulangannya Untuk memperkecil erosi yang disebabkan oleh ternak (karena disadari atau tidak) juga merupakan salah satu faktor penyebab erosi, maka perlu dilakukan usaha intensifikasi peternakan yang meliputi pemilihan bibit unggul, penyediaan pakan (hijauan makanan ternak) serta perbaikan tatalaksana. Budidaya tanaman pakan terutama legume pohon (lamtoro dan turi) sudah cukup membudaya di kawasan pantura TTU, karena setiap petani yang memiliki ternak sapi pasti mempunyai kebun pakan khusus atau paling tidak sebagai bagian dari sistem perladangan mereka. Menurut petani budidaya tanaman pakan legume ini telah dikenal sejak tahun 1970-an. Penggembalaan ternak kambing dan domba pada lahan dengan kemiringan diatas 15%, menyebabkan erosi, dimana kedua jenis ternak ini merenggut rumput yang merupakan vegetasi penutup tanah, sampai pada batas tanah bagian “leher” akar tempat titik tumbuh tunas baru sehingga rumput akan susah tumbuh lagi. Sebagai akibat tanah akan gundul, dan ditambah lagi
dengan runcingnya kuku-kuku ternak tersebut sehingga permukaan tanah akan rusak dengan cepat dan terjadilah erosi. Sedangkan penggembalaan ternak sapi tidak begitu berpengaruh dalam proses erosi, karena cara sapi merenggut rumput sedemikian rupa sehingga rumput masih tersisa sedikit ± 2 cm diatas permukaan tanah sehingga tanah masih dapat terlindungi dari erosi. Namun akan menjadi permasalahan bila ternak sapi dilepas disekitar kawasan pantai, karena tidak sedikit petani di kawasan pantura yang melepas ternaknya, karena pengaruh trampling atau injakan teranak sapi dapat merusak ekosistem pantai seperti tanaman mangrove. Mangrove merupakan salah satu sumberdaya pesisir yang memberi manfaat besar bagi masyarakat pesisir, setidaknya masyarakat mengakui mangrove sebagai habitat biota laut dan pencegah abrasi pantai. Berbagai program untuk memperbaiki kondisi peternakan di kawasan pantura telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, namun belum memberikan dampak yang nyata, karena program perbaikan selama ini masih sangat bias untuk ternak sapi, demikian pula untuk ternak ayam, babi dan kambing belum mendapat perhatian yang serius. Beberapa strategi dalam mengembangkan teknologi pertanian yang ramah lingkungan adalah: i) memanfaatkan kearifan budaya local setempat yang dapat menunjang adopsi teknologi anjuran; ii) perlunya kegiatan penyuluhan yang efisien dan efektif di dalam transfer teknologi anjuran kepada petani; iii) teknologi yang dimasukan agar tidak merupakan perombakan total cara bertani yang ada, namun lebih banyak hanya merupakan perbaikan-perbaikan seperlunya saja (Bamualim dan Nulik, 1999). Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi dampak negative dari kegiatan pertanian adalah dengan menyediakan daerah penyangga (buffer zone) antara daerah pertanian dan tepi perairan pesisir. Zona tersebut harus cukup luas agar tanah serta tanaman pada zona tersebut masih dapat secara alami mencuci dan menyaring zat-zat pencemar dari daerah pertanian, selain itu zona juga harus mempunyai peranan penting dalam pengendalian erosi tanah permukaan. KESIMPULAN Budidaya tanaman pakan terutama legume pohon (lamtoro dan turi) di kawasan pantura TTU sudah cukup membudaya, dimana setiap petani yang memiliki ternak sapi pasti mempunyai kebun pakan khusus atau paling tidak sebagai bagian dari sistem perladangan mereka. Intensifikasi peternakan yang meliputi pemilihan bibit unggul, penyediaan pakan (hijauan makanan ternak) serta perbaikan tatalaksana, merupakan salah satu factor pencegah erosi. Adanya daerah penyangga (buffer zone) antara daerah pertanian dan tepi perairan pesisir, merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengurangi dampak negatif dari kegiatan pertanian. DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2006. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pesisir Pantai Utara Kabupaten Timor Tengah Utara. Laporan Fakta Dan Data. Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Bamualim A. 1994. Usaha Peternakan Sapi Di Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Pengelolaan Dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Peternakan Dan APTEK Pertanian. Sub Balai Penelitian Ternak Lili/Balai Informasi Pertanian Noelbaki, Kupang, 1-3 Februari 1994. Bamualim A dan J. Nulik. 1999. Pengembangan Teknologi Pertanian Yang Ramah Lingkungan Kepulauan Semi Ringkai. Prosiding Lokakarya. Dampak Teknologi Pertanian Terhadap Lingkungan Dan Keanekaragaman Hayati. Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 1999. Kerjasama Yayasan KEHATI dan PPLHSA Undana, Kupang-1999.
BPS. 2002. Statistik Pertanian Timor Tengah Utara, 2002. Kerjasama BPS Kabupaten TTU Dan Bappeda Kabupaten TTU. Leteley J., dan Tim Pengkaji BPTP NTT. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Alam Pesisir Laut Di Kawasan Pantai Utara Kabupaten Timor Tengah Utara. Laporan Akhir Pemda Kabupaten TTU Bekerjasama Dengan BPTP NTT, Badan Litbang PertanianDEPTAN Tahun 2004. Suhadi D., 2004. Implikasi ICZPM Dalam Pembangunan Dan Perlindungan. Pelatihan Integreted Coastal Zone Planning And Management (ICZPM) Provinsi NTT Tahun 2004. Prosiding Kerjasama BAPPEDA Propinsi NTT Dan Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana, Kupang-2004. Wirdahayati R.B., C. Liem, A. Pohan, J. Nulik, P.Th. Fernandez, Asnah dan A. Bamualim. 1997. Pengkajian Teknologi Usaha Pertanian Berbasis Sapi Potong Di NTT. Dalam Pertemuan Pra Raker Badan Litbang Pertanian II, Manado 3-4 Maret 1997.