DAMPAK KEBIJAKAN ANTIDUMPING TARIFF DAN FREE TRADE AGREEMENT TERHADAP PERMINTAAN IMPOR UDANG AMERIKA SERIKAT
NOVADE NUR ARIF SIREGAR
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Kebijakan Antidumping Tariff dan Free Trade Agreement Terhadap Permintaan Impor Udang Amerika Serikat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Novade Nur Arif Siregar NIM H34100156
ABSTRAK NOVADE NUR ARIF SIREGAR. Dampak Kebijakan Antidumping Tariff dan Free Trade Agreement Terhadap Permintaan Impor Udang Amerika Serikat. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN. Amerika Serikat menjadi importir udang utama di dunia karena tingginya konsumsi dan permintaan akan udang impor. Perdagangan udang di Amerika Serikat mengancam pasokan industri domestik Amerika sehingga pemerintah Amerika membuat kebijakan berupa antidumping tariff dan free trade agreement. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana dampak kebijakan antidumping tariff dan free trade agreement yang dilihat dari dayasaing dan faktor-faktor permintaan impor. RCA dan Gravity Model digunakan dalam penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa Indonesia memiliki nilai RCA tertinggi dibandingkan negara eksporter lain. Antidumping tariff menurunkan permintaan impor udang sesusai dengan teori. Free Trade Agreement menurunkan permintaan impor udang namun tidak sesuai dengan teori. Kata kunci: Amerika Serikat, bea masuk antidumping, dampak kebijakan perdagangan, perjanjian perdagangan bebas, udang
ABSTRACT NOVADE NUR ARIF SIREGAR. The Impact of Antidumping Tariff and Free Trade Agreement Policies Towards Shrimp Import Demand in the United States. Supervised by AMZUL RIFIN. The United States became the major shrimp importer caused by high consumption and demand of shrimp import. Shrimp industry domestic suffered by shrimp import therefore the government set the trade policies such as Antidumping Tariff and Free Trade Agreement. The purpose of this study is to analyze the impact of the United States Antidumping Tariff and Free Trade Agreement. Revealed Comparative Advantage (RCA) and Gravity Model approach was used in the analysis. The result is Indonesia has the highest RCA compared other exporters. Based on the theory, Antidumping Tariff has decreased shrimp import demand. Free Trade Agreement has decreased shrimp import demand however it is not relevant with theory. Keywords: The United States, antidumping tariff, impact of trade policy, free trade agreement, shrimp
DAMPAK KEBIJAKAN ANTIDUMPING TARIFF DAN FREE TRADE AGREEMENT TERHADAP PERMINTAAN IMPOR UDANG AMERIKA SERIKAT
NOVADE NUR ARIF SIREGAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Dampak Kebijakan Antidumping Tariff dan Free Trade Agreement Terhadap Permintaan Impor Udang Amerika Serikat Nama : Novade Nur Arif Siregar NIM : H34100156
Disetujui oleh
Dr Amzul Rifin, SP MA Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah Perdagangan Internasional, dengan judul Dampak Kebijakan Antidumping Tariff dan Free Trade Agreement Terhadap Permintaan Impor Udang Amerika Serikat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin SP MA selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing dan membantu saya menyelesaikan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para dosen Departemen Agribisnis dan Ibu Ida dari staf Departemen Agribisnis yang telah membantu selama penyelesaian keperluan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga yaitu Arifin Siregar, Artha Hidayah Siagian, Novient Nur Arif Siregar, dan Nisaul Arif Siregar yang telah memberikan dukungan tiada henti baik secara moral dan materi dalam tahap penyelesaian karya ilmiah ini. Terima kasih disampaikan kepada teman-teman tersayang dari keluarga IMMAM yaitu Amalia Aldina Thoha, Winda Anggraini Harahap, Yulita Farisa Harahap, Muhammad Iqbal Syahputra Siregar, Muhammad Irfan Miraza, Muhammad Haris, Muhammad Dahri Zikri, Muhammad Hilman, Melly Sari Ramadhani Nasution, Adilla Ahmad, Ega Aprindah Aladin, Kartika Jayamurti, dan Rita Astuti Ritonga yang selalu memberi dukungan moral dan spirit dalam penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Agribisnis yaitu Sabila Mumtaz Khandari, Feby Rizky Hadiyanti, Ayutyas Sayekti, Revina Febby Rotua Sianipar, Syarifah Nurul Arumi Shahab, Wuri Tri Handayani, Aditya Maulana, Ryan Fajar Novarianto, serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014 Novade Nur Arif Siregar
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
6
Penelitian Terdahulu
6
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis
9 9
Kerangka Operasional
20
METODE PENELITIAN
21
Waktu dan Tempat Penelitian
21
Jenis dan Sumber Data
22
Metode Analisis dan Pengolahan Data
22
GAMBARAN UMUM
27
Pangsa Pasar Perdagangan Udang di Amerika Tahun 2012
27
Pasar Udang Domestik Amerika Serikat
28
Kebijakan Antidumping Tariff Amerika Terhadap Negara Eksportir Udang
31
Kebijakan Perdagangan Bebas di Amerika Serikat
33
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Daya Saing Komoditi Udang Negara Eksportir di Pasar Amerika Serikat Tahun 1992 – 2012
37 37
Dampak Kebijakan Terhadap Perdagangan Impor Udang di Amerika Serikat 38 Implikasi Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat Terhadap Indonesia SIMPULAN DAN SARAN
45 45
Kesimpulan
45
Saran
46
DAFTAR PUSTAKA
47
LAMPIRAN
49
RIWAYAT HIDUP
66
DAFTAR TABEL 1 Produksi Udang Berdasarkan Produsen Utama (MT) 2 Jumlah Impor Udang Negara Importir Terbesar 3 Konsumsi Produk Makanan Laut per Kapita di Amerika Serikat Tahun 2011 4 Nilai Perdagangan Impor Udang di Amerika Tahun 2008 – 2012 5 Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian 6 Produksi Udang Dalam Negeri dan Udang Impor Amerika Serikat Tahun 1997 – 2010 7 Bea Antidumping Untuk Produk Udang Beku 8 Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika dengan Mitra 9 Hasil Estimasi Faktor-Faktor Permintaan Impor Amerika
1 2 2 3 22 31 33 35 42
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Dampak Kebijakan Tarif Tahap-Tahap Integrasi Ekonomi Kerangka Pemikiran Operasional Pangsa Pasar Negara Eksportir Udang di Pasar Amerika
13 15 21 28
DAFTAR LAMPIRAN 1 Nilai RCA Sepuluh Negara Eksportir Udang 2 Hasil RCA Ekspor Udang ke Amerika Tahun 1992 – 2012 3 Hasil Estimasi Faktor-Faktor Permintaan Impor Udang
49 50 60
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pasar udang dunia telah berkembang secara signifikan sejak tahun 1980-an. Peningkatan perdagangan udang telah dikaitkan terutama peningkatan produksi, hasil dari ekspansi dalam operasi akuakultur (terutama Asia dan Amerika Selatan). Hampir 80 persen udang yang dibudidaya berasal dari Asia seperti Thailand, China, Indonesia, dan India sebagai produsen udang utama. Produksi udang Asia memiliki kualitas udang yang baik sehingga memiliki nilai daya saing yang tinggi di pasar dunia. Produsen utama komoditas udang yaitu Thailand yang juga menjadikan Thailand sebagai salah satu pengekspor udang terbesar bagi negara importir seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Total produksi udang berdasarkan wilayah produksi utama di dunia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi udang berdasarkan produsen utama (MT) Wilayah Asia Tenggara China India/ Bangladesh Amerika Afrika/ Timur Tengah Lainnya Total
2007
2008
2009
2010
2011
2012
1 357 155
1 462 992
1 342 629
1 449 440
1 574 876
1 716 346
1 265 636
1 268 074
1 181 130
899 600
962 000
1 048 000
171 265
153 797
181 261
204 190
222 737
236 103
451 244
474 344
478 716
465 644
499 250
527 750
26 641
30 067
25 000
27 500
30 000
34 000
9 502 3 281 443
9 725 3 398 999
15 000 3 223 736
16 000 3 062 330
16 000 3 304 863
16 000 3 578 199
Sumber: FAO (2010), GOAL (2009)
Impor udang dari dunia yang dilakukan oleh beberapa negara mengalami peningkatan, terkecuali tahun 2012. Pada tahun 2012, penurunan impor udang dikarenakan adanya wabah penyakit yang menurunkan produksi udang di beberapa negara penghasil udang di dunia, seperti Thailand, China, dan Malaysia. Negara utama importir udang yaitu Jepang, USA, dan Uni Eropa dengan Amerika mengambil alih sebagai negara importir nomor satu di dunia. Hal ini dikarenakan meningkatnya permintaan udang impor dengan harga yang rendah, sedangkan impor udang ke Jepang mengalami penurunan dikarenakan rendahnya permintaan akibat ketidakpastian ekonomi Jepang. Beralihnya importir terbesar dari Jepang ke Amerika disebabkan juga oleh permintaan konsumen Jepang atas udang impor yang konstan bahkan rendah, sedangkan permintaan udang impor dari Amerika mengalami peningkatan. Uni Eropa dalam perdagangan impor udang menerapkan berbagai hambatan perdagangan sehingga menyulitkan para eksportir udang. Ditetapkannya kebijakan tariff membatasi jumlah udang yang diekspor ke negara-negara Uni Eropa. Sehingga, para produsen udang beralih ke Amerika Serikat dikarenakan mudahnya untuk melakukan perdagangan serta permintaan impor udang yang tinggi.
2
Tabel 2. Jumlah impor udang negara importir terbesar Amerika Serikat Jepang (Frozen Shrimp only) Spanyol Perancis Inggris Italia
2009 406 727 814
2010 415 212 558
2011 430 169 378
2012 419 702 785
197 573 829
205 344 682
205 216 286
200 501 829
159 654 680 91 686 890 39 521 848 61 683 554
166 237 831 95 537 400 40 531 494 63 982 366
174608716 92 572 175 43 840 704 64 966 992
149 650 391 92 925 666 38 895 536 58 067 248
Sumber: UN Comtrade, 2012
Udang merupakan produk makanan laut terkemuka dijual di setiap wilayah Amerika Serikat. Sebagian besar pembelian udang di Amerika dilakukan oleh restaurant dan lembaga-lembaga seperti industry perikanan. Sebanyak 80 persen dari semua udang yang dimakan di Amerika dikonsumsi di restaurant yang merupakan 20 persen dari seluruh penjualan makanan laut. Udang juga meningkatkan penjualan ikan di pasar sekitar 50 persen.. Sejak tahun 2000, produksi udang Amerika mengalami penurunan 26 persen. Konsumsi udang yang meningkat dapat diakibatkan juga oleh stabilnya harga tuna kaleng dengan jumlah ketersediaan yang terbatas, sedangkan ketersediaan udang semakin lama semakin meningkat dengan harga yang murah terutama harga udang impor di pasar Amerika. Konsumsi per kapita udang pada tahun 2011 mencapai £ 4,2 terhitung sekitar 25 persen dari total makanan laut yang dikonsumsi Amerika Serikat (Tabel 2). Meskipun konsumsi udang menyumbang lebih dari 20 persen dari total makanan laut yang dikonsumsi, jumlah pasokan domestik udang jauh dibawah permintaan dan hampir 90 persen dari udang yang dibutuhkan merupakan udang yang diimpor. Walaupun terjadi beberapa masalah seperti waktu pengiriman dan inkonsistensi pada penawaran (pasokan), namun impor udang tambak memiliki banyak keuntungan sehingga menjadikan produk perikanan utama yang diimpor. Tabel 3. Konsumsi produk makanan laut per kapita di Amerika Serikat tahun 2011 Jenis atau Produk Udang Tuna Kaleng Salmon Nila Alaska Pollock Lele Kepiting Ikan Kod Pangasius Remis Total
Jumlah Konsumsi Tahun 2011 4.2 2.6 1.9 1.29 1.3 0.56 0.52 0.50 0.63 0.33 15.0
Sumber: NMFS, 2011
Impor udang Amerika Serikat pada tahun 2012 senilai 4.5 milliar dollar, meningkat hampir 43 persen dari tahun 1999 dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 3.3 persen. Impor udang menyumbang 27 persen dari nilai total produk perikanan impor yang dapat dikonsumsi. Tujuh pemasok utama telah
3
menyumbang sebagian besar impor tersebut seperti China, Ekuador, India, Indonesia, Meksiko, Thailand, dan Vietnam. Pada tahun 2012, impor udang dari tujuh negara tersebut menyumbang 88 persen dari nilai total impor udang Amerika Serikat. Thailand merupakan pemasok terbesar di Amerika Serikat terhitung sekitar 25 persen dari impor tahun 2012. Konsumen udang di Amerika Serikat sangat bergantung pada impor yang menyediakan 93 persen dari total pasokan pada tahun 2011. Peningkatan impor udang Amerika telah ditopang oleh peningkatan konsumsi udang perkapita Amerika. Udang telah menjadi makanan laut paling banyak dikonsumsi di Amerika Serikat semenjak tahun 2001 yang diikuti oleh tuna kaleng dan salmon. Pada tahun 1999, konsumsi udang per kapita adalah 3 pon sementara konsumsi udang per kapita Amerika pada tahun 2011 sebesar 4.2 pon (National Marine Fisheries Services, 2012). Untuk terus meningkat secara signifikan, impor udang Amerika terkonsentrasi di beberapa negara pemasok udang. Pada tahun 2004 enam negara pengekspor udang memasok lebih dari 70 persen dari total impor Amerika yang lebih dari 1 milliar pound. Negara-negara tersebut meliputi Brazil, China, Ekuador, India, Thailand, dan Vietnam. Eksportir utama udang yang lainnya ke Amerika yaitu Meksiko, Bangladesh, dan Indonesia. Namun, negara-negara eksportir tersebut tidak selalu mengekspor udang ke Amerika dari tahun 1992 hingga 2012. Beberapa negara pasokan impor udang Amerika dari tahun 1992 hingga 2012 yaitu Thailand, Indonesia, Peru, Ekuador, India, Canada, Mexico, Malaysia, China, Colombia, dan Singapore. Tabel 3 menjelaskan jumlah udang yang diperdagangkan oleh beberapa negara yang selalu menjadi pasokan udang Amerika. Tabel 4. Nilai perdagangan impor udang di Amerika tahun 2008 – 2012 Eksportir Thailand Indonesia Peru India Mexico Malaysia China
2008 110 781 417 72 612 314 48 187 426 13 586 191 34 457 262 26 662 603 17 214 098
2009 112 471 821 57 538 803 48 208 981 16 946 797 41 095 285 15 429 501 11 188 693
Tahun 2010 122 060 992 51 846 753 49 277 614 27 941 764 23 492 680 22 628 092 14 986 761
2011 106 476 758 59 434 068 63 748 902 44 914 829 30 622 934 27 560 180 12 704 938
2012 79 449 840 64 227 712 63 602 958 62 560 354 26 238 119 22 585 762 9 192 047
Sumber: UN Comtrade, 2012
Karena peningkatan impor, produksi udang dalam negeri mengalami penurunan hampir setengahnya, dari 463 781 ribu dollar pada tahun 2002 menjadi 240 976 ribu dollar pada tahun 2011. Udang pendaratan di Amerika Serikat pada tahun 2011 hampir sebesar 312,7 juta pon dengan nilai hampir 518 juta dollar. Kawasan Teluk pendaratan memiliki pangsa terbesar diantara semua daerah, terhitung hampi 68 persen dari total nasional sebesar 212 juta pon. Petambak udang Teluk dipaksa menurunkan harga akibat persaingan dari impor udang yang dijual dibawah harga seharusnya. Sementara itu para petambak udang harus menggunakan biaya operasional yang tinggi terutama untuk bahan bakar diesel. Dengan mengimpor udang dalam jumlah yang besar ke pasar AS, membuat nelayan udang dalam negeri mengeluh karena hal tersebut telah mengurangi pangsa pasar mereka dan membuat keseluruhan penurunan harga pasar. Banyak
4
dari nelayan udang di Amerika yang harus menghadapi risiko pengangguran dan profitabilitas yang rendah. Akibatnya, pada Desember 2003 nelayan dan pengolahan bisnis udang di Texas, Louisiana, Mississippi, Alabama, Georgia, Florida, North Carolina, dan South Carolina State membentuk Aliansi Southern Shrimps Alliance (SSA) dan menyerahkan petisi kepada Komisi Perdagangan Internasional Amerika Serikat terhadap impor udang (Fishery 2005). Permintaan impor udang dari Amerika yang semakin meningkat pesat membuat pemerintah Amerika menetapkan kebijakan untuk mengontrol jumlah impor udang. Kebijakan yang ditetapkan berupa kebijakan antidumping tariff dimana Amerika membatasi impornya pada negara-negara eksportir yang memberikan subsidi terhadap harga udangnya di pasar Amerika sehingga harga tersebut menjadi lebih murah dibandingkan harga domestik. Beberapa negara yang terkena kebijakan anti-dumping adalah China, Malaysia, India, dan Thailand. Namun, Thailand membuktikan bahwa dengan diberlakukannya kebijakan tersebut impor udang dari Thailand tetap dalam jumlah yang besar. Amerika Serikat juga menerapkan kebijakan free trade agreements yaitu perjanjian dengan mitra dalam hal perdagangan bebas. Hal ini dikarenakan Amerika Serikat menerapkan perdagangan multilateral serta sering melakukan perdagangan ekspor impor. Free trade agreements Amerika Serikat telah dilakukan dengan 34 negara yang masing-masing menerapkan keuntungan untuk negaranya. FTA Amerika Serikat memberikan toleransi atau keleluasaan dalam hal hambatan perdagangan sehingga meringankan beban untuk melakukan perdagangan dan meningkatkan keuntungan pada setiap negara. FTA menyangkut semua komoditi yang masuk dalam perjanjian untuk diperdagangkan sehingga menaikkan nilai impor atau ekspor masing-masing negara. Perumusan Masalah Ocean shrimp mendominasi pasokan udang dalam negeri di Amerika Serikat, sementara produksi udang kurang dari 2 persen dari pasokan udang domestik (Keithly 2008). Daerah utama penghasil udang adalah daerah pesisir New England, pantai Atlantik Selatan, Teluk Meksiko, dan di sepanjang pantai Pasifik barat Amerika Serikat. Total impor udang Amerika pada tahun 2010 menyumbang pangsa pasar 88 persen (VSTM 2011), Sumber impor udang tersebut termasuk Asia yang menyumbang 49 persen, Amerika Utara 22 persen, Amerika Selatan 18 persen, Eropa 6 persen, Oceania 4 persen, dan Afrika 1 persen. Sumber utama negara tujuan impor udang di Amerika yaitu Thailand, China, Viet Nam, India, Indonesia, dan Bangladesh yang merupakan bagian Asia. Meksiko dan Kanada pada bagian Amerika Utara, sedangkan Ekuador, Brazil, Venezuela, dan Guyana merupakan sumber utama di Amerika Selatan. Amerika mengimpor lebih dari seperempat dari total pasokan udang dunia pada tahun 2011. Amerika mengimpor beberapa produk udang yang telah tersegmentasi menjadi sembilan belas kategori berdasarkan situs National Marine Fisheries Service dan Teknologi Nasional. Selama periode 1991 – 2012 volume semua jenis udang impor kecuali shell-on berukuran kecil, telah meningkat. Namun pangsa relatifnya telah berubah. Misalnya, pangsa udang kupas yang beku dan segar dan udang yang bermacam-macam meningkat dari 34 persen dan 7
5
persen di tahun 1991 menjadi 38 persen dan 21 persen di tahun 2012, bila dibandingkan, pangsa udang dengan produk lain (shell-on berukuran besar, medium, dan kecil) menurun. Udang kupas yang beku dan segar memiliki pangsa terbesar diantara semua jenis impor udang. Amerika mengimpor udang lebih dari lima puluh negara di seluruh dunia. Negara-negara tersebut termasuk Asia, Amerika Selatan, dan negara-negara Amerika Tengah. Negara-negara Asia adalah eksportir utama udang ke Amerika Serikat dengan pangsa lebih dari 75 persen pada tahun 2011. Amerika Selatan dan Amerika Tengah memiliki pangsa 17 persen dan 6 persen dari impor udang Amerika Serikat pada tahun 2011. Sedangkan semua negara termasuk Eropa dan Afrika hanya memiliki pangsa sebesar 1 persen dari total impor Amerika Serikat. Tingginya permintaan Amerika Serikat atas impor udang terhadap beberapa negara penghasil udang menimbulkan persaingan untuk meningkatkan pangsa pasar. Dengan memiliki pangsa pasar yang besar dapat meningkatkan trade value atas ekspor udang pada negara eksportir ke Amerika yangmana bertujuan untuk meningkatkan devisa negaranya. Oleh karena itu, setiap negara eksportir terus berusaha untuk memperbaiki mutu udang yang akan diekspor guna meningkatkan kepercayaan Amerika untuk menjadikan negara tujuan impornya sebagai sumber utama impor udang. Sehingga terjadilah persaingan antar negara yang mana udang di setiap negara eksportir harus memiliki daya saing atau keunggulan. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, impor dilakukan didasarkan pada faktor GDP negara importir, GDP negara eksportir, kurs, cadangan devisa, harga impor, harga substitusi komoditi, produksi domestik. Impor udang dari Amerika didukung oleh beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi naik turunnya permintaan impor udang. Faktor-faktor tersebut dapat berupa GDP per kapita Amerika, GDP per kapita negara eksportir, kurs yang berlaku setiap tahunnya, jarak ekonomi antar negara eksportir dan importir, harga, dan variabel dummy yang digunakan untuk melihat pengaruh nyatanya terhadap naik turunnya permintaan impor udang dari Amerika. Pada tahun 2008 Amerika Serikat mengalami krisis keuangan, sedikit dari masyarakat awam (terutama Indonesia) yang benar-benar menyadari dampaknya di negara adidaya tersebut. Hal ini karena krisis yang dialami Amerika Serikat imbasnya tidak sejelas krisis ekonomi moneter yang pernah terjadi di Asia pada tahun 1997-1998. Padahal, krisis yang dialami Amerika juga memiliki imbas besar bagi penduduknya, walaupun tidak berujung pada penjarahan dan pembakaran atau bahkan pemberontakan. Paling tidak, seperti data yang dikeluarkan oleh PEW Financial Reform Project, pertumbuhan ekonomi Amerika melambat dibuktikan dengan anjloknya GDP sebesar 5.4 persen di kuarter 2008 dan 6.4 persen di kuarter pertama 2009 (tahun ke tahun) dimana ini merupakan periode enam bulan terburuk untuk pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Selain itu, angka pengangguran meningkat pesat dan tingkat kepercayaan terhadap pemerintah menurun. Perdagangan bilateral di antara negara eksportir dan importir tidak terlepas dari bentuk kebijakan pemerintah guna melindungi industri dan kondisi dalam negeri. Bentuk kebijakan perdagangan impor udang di Amerika berupa antidumping tariff yangmana dikeluarkan sebagai bentuk proteksi terhadap pasar domestik Amerika Serikat. Kebijakan antidumping tariff diberlakukan kepada negara-negara yang diduga mendapatkan subsidi dari pemerintah atas harga impor
6
udang yang berlaku di pasar Amerika sehingga menurunkan permintaan impor domestik Amerika. Kebijakan perdagangan lainnya yang secara tidak langsung mempengaruhi perdagangan impor udang di Amerika yaitu free trade agreements yangmana bertujuan untuk mengurangi bahkan menghapus hambatan perdagangan bilateral yang terjadi antara Amerika Serikat dengan negara lainnya sehingga dapat meningkatkan nilai ekspor dan impor baik di Amerika maupun di negara mitra. FTA Amerika Serikat dengan mitra terjadi kepada beberapa negara eksportir udang di Amerika namun belum tentu berdampak terhadap perdagangan impor udang yang dilakukan Amerika. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui bagaimana dayasaing sepuluh negara eksportir udang ke Amerika di pasar Amerika 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor udang dari Amerika pada sepuluh negara eksportir udang 3. Mengetahui dampak dari kebijakan perdagangan yang disahkan Amerika
TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu Kebijakan dalam perdagangan internasional dibutuhkan untuk menjaga keamanan industri dalam negeri. Edwin Aprianto (2006) telah meneliti bagaimana kebijakan mempengaruhi perdagangan internasional dengan judul Peramalan Dampak Kebijakan Tarif Impor Beras Terhadap Kesejahteraan Pelaku Ekonomi Perdagangan Beras di Jawa Timur. Analisis kebijakan dilihat pada: (1) keragaan pasar beras di Jawa Timur, (2) pengaruh kinerja kebijakan tariff impor beras terhadap keragaan pasar beras Jawa Timur, dan (3) simulasi kebijakan tariff impor yang terbaik bagi kesejahteraan produsen dan konsumen beras di Jawa Timur. Hasil penelitian menurut model ekonometrika bahwa keragaan pasar beras di Jawa Timur dibentuk oleh interaksi antara permintaan beras, penawaran beras, dan pembentukan harganya. Ketiga hal tersebut dipengaruhi secara ekonomi dan simultan oleh variabel-variabel ekonomi seperti areal luas panen padi, produktivitas, jumlah penduduk, pendapatan perkapita masyarakat Jawa Timur. Tariff impor beras pada penelitian ini diketahui memiliki pengaruh secara simultan terhadap keragaan pasar beras di Jawa Timur terutama pada jumlah impor, harga beras, permintaan beras, harga gabah, produktivitas dan luas areal panen padi. Kenaikan tariff impor beras menjadi 40 persen selama 5 tahun ke depan merupakan yang terbaik, karena memberikan tambahan kesejahteraan pada produsen sebesar Rp 7.12 triliun, selain pengurangan kesejahteraan konsumen yang tidak terlalu besar.
7
Iwan Hermawan (2012) telah meneliti dampak kebijakan pemerintah atas perdagangan internasional dengan judul Analasis Dampak Kebijakan Tarif Impor Serat Kapas Terhadap Kesejahteraan Petani Serat Kapas di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan tariff impor serat kapas ternyata belum mampu meningkatkan produksi kapas, khususnya sesuai dengan target produksi serat kapas yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian sebesar 63 ribu ton pada tahun 2014. Namun demikian kebijakan ini masih memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan petani serat kapas di dalam negeri. Kombinasi kebijakan tariff impor dengan ekstensifikasi luas lahan tanaman kapas memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi serat kapas dalam negeri, meskipun dampaknya relatif kecil terhadap kesejahteraan petani serat kapas dibandingkan kebijakan lainnya pada masa mendatang. Reni Kustiarti, Atien Priyanti, dan Erwidodo (2008) telah meneliti Kebijakan Impor Susu: Melindungi Peternakan dan Konsumen. Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin tinggi tariff impor, semakin tinggi harga konsumen susu di pasar domestic, dan semakin tinggi beban yang harus ditanggung oleh konsumen susu terutama yang berpendapatan rendah (kelompok miskin) dan semakin tinggi biaya social neto. Akan tetapi, penerapan tariff bukanlah satusatunya cara untuk melindungi peternak susu sehingga perlu kebijakan lain yang dapat memberikan insentif bagi peternak untuk berproduksi dan meningkatkan kegiatan usahanya. Penerapan tariff impor yang tinggi justru menyebabkan inefisiensi alokasi sumberdaya pertanian serta membebani konsumen dan perekonomian nasional. Harga bukan satu-satunya peubah penentu pertumbuhan produksi susu nasional, dan harga juga bukan satu-satunya peubah penentu keuntungan petani. Untuk meningkatkan keuntungan (dan kesejahteraan) petani, kebijakan perlu diarahkan untuk memacu produktivitas dengan meningkatkan investasi untuk penelitian dan pengembangan, mengurangi distorsi pasar dan pasar masukan produksi, serta memperluas kesempatan kerja di pedesaan. Birgitta Dian Saraswati, Sotya F., dan Yayuk A. (2011) telah meneliti Simulasi Dampak Kebijakan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreements) dengan Menggunakan Angka Pengganda Social Accounting Matrices. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan FTA ASEAN-China memberikan dampak negatif maupun positif. Pada kasus Indonesia, dampak negative pemberlakuan ACFTA paling besar dirasakan oleh pemerintah. Dengan bebasnya tariff barang impor dari negara anggota ACFTA maka sumber penerimaan pemerintah dari sisi penerimaan pajak juga berkurang. Selain itu, dampak negatif juga dirasakan pada sektor jasa karena menurunnya pendapatan dari semua sektor produksi maka akan berdampak pada pendapatan perbankan yang merupakan bagian dari sektor jasa. Sedangkan dampak positif diberlakukannya ACFTA dirasakan oleh pelaku ekonomi perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah perusahaan importir di Indonesia cukup besar sehingga penghapusan tariff impor akan berdampak pada peningkatan keuntungan yang diperoleh perusahaan importir. Penerapan ACFTA juga mendorong munculnya perusahaan-perusahaan importir baru di Indonesia. Oleh karena itu, trade creation hasil penerapan ACFTA hanya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek karena hanya meningkatkan konsumsi dan tidak meningkatkan ekspor. Analisis Dampak Kebijakan Perdagangan Bebas ASEAN Terhadap Pengembangan Komoditas Pangan Utama Indonesia telah diteliti oleh Saktyanu
8
Kristyantoadi (2012). Hasil analisis dampak perdagangan bebas ASEAN terhadap pengembangan produk pangan Indonesia menunjukkan hanya produksi (output) padi saja yang mengalami penurunan (negatif) sedangkan kedua komoditas lainnya, komoditas jagung dan kedelai, mengalami peningkatan (positif). Dampak terhadap ASEAN penurunan terjadi pada komoditas kedelai. Penurunan ini bisa diakibatkan meningkatnya penanaman tanaman padi dan jagung sehingga menyebabkan tanaman kedelai mengalami penurunan. Pola tersebut tidak saja terjadi pada indikator output, namun juga terjadi yang sama pada penggunaan faktor produksi : lahan, tenaga kerja baik terampil maupun tidak terampil, modal dan sumberdaya alam lainnya. Analisis Pengaruh Kebijakan Free Trade WTO Terhadap Terciptanya Ketimpangan Ekonomi Global: Perbandingan Perekonomian India dan Amerika Serikat juga telah diteliti oleh Dewi Andita Sari, dkk (2012). Hasil analisis menjelaskan bahwa keberadaan globalisasi dan WTO di dunia internasional tidak dapat dipungkiri dapat mengubah tatanan ekonomi kearah yang lebih baik, namun ternyata tidak semua negara dapat menikmati hal tersebut. India sebagai negara yang menjadi anggota WTO merasakan benar dampak diberlakukannya kebijakan Free Trade oleh WTO, beberapa sektor perekonomian di India mengalami kemajuan yang sangat pesat terutama bidang jasa. Namun ternyata keberadaan Free Trade tidak dapat memberikan keuntungan yang sama di semua lini perekonomian India, dimana sektor perekonomian riil belum dapat berjalan secara semestinya. Seperti kebanyakan negara-negara berembang lainnya, ketimpangan sosial yang disebabkan oleh adanya globalisasi sangatlah terasa bila dibandingkan daerah urban dengan daerah rural di India. Hal berbeda dirasakan oleh Amerika dimana mereka mendapatkan keuntungan yang lebih maksimal dari proses perdagangan bebas, terlepas dari adanya krisis ekonomi yang menimpa Amerika baru-baru ini. WTO yang mempromosikan perdagangan bebas ternyata juga meinmbulkan efek negative bagi negara berkembang dan mempersulit untuk mengejar kemampuan negara yang lebih maju dalam mengimplementasikan kebijakan WTO. Hal tersebut kemudian berdampak kepada terjadinay situasi ketimpangan global. Analisis daya saing telah diteliti oleh Kusumastanto (2007) dengan judul Kebijakan dan Strategi Peningkatan Daya Saing Produk Perikanan Nasional dengan menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) yang bertujuan untuk menunjukkan bagaimana pangsa produk atau komoditas perikanan dalam keseluruhan ekspor Indonesia dibandingkan dengan pangsa produk sejenis pada pasar ekspor dunia. Berdasarkan hasil penelitian pada komoditas udang atau jenis Crustacea nilai RCA mengalami penurunan yaitu sebesar 2.2 pada tahun 2002 menjadi 2.1 pada tahun 2003, dan 1.4 pada tahun 2004. Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan kontribusi jenis udang crustacea di perdagangan internasional mengalami penurunan tetapi masih berdaya saing kuat karena nilai RCAnya lebih besar dari satu (RCA>1). Yunita (2006) telah meneliti analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan biji kakao Indonesia. Data yang digunakan adalah data cross section. Variabel-variabel yang digunakan adalah volume ekspor, GDP per kapita negara tujuan, populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, harga produk ekspor di negara tujuan, nilai tukar dan kualitas produk (dummy). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara bersama-sama
9
variabel- variabel bebas dalam model berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Dengan kata lain, semua variabel bebas dapat menjelaskan variasi perubahan volume ekspor biji kakao Indonesia ke negara-negara tujuan. Variabel-variabel yang berpengaruh besar terhadap aliran perdagangan biji kakao Indonesia adalah populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dolar Amerika dan kualitas biji kakao Indonesia. Sedangkan untuk GDP per kapita negara tujuan tidak menjadi faktor utama yang menjadi pertimbangan bagi negara importir untuk mengimpor biji kakao Indonesia. Handayani (2008) telah meneliti mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan dan strategi pengembangan ekspor kertas Indonesia. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata adalah PDB per kapita negara tujuan, populasi negara tujuan, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor dan harga kertas Indonesia di negara tujuan. Variabel dummy yaitu tuduhan dumping terhadap produk kertas Indonesia memberikan pengaruh negatif dan tidak nyata terhadap aliran perdagangan kertas Indonesia. Alternatif strategi yang menjadi pertimbangan bagi pengembangan ekspor kertas Indonesia adalah peningkatan ekspor kertas Indonesia khususnya ke negara tujuan ekspor, peningkatan produksi bahan baku kertas, membuka peluang masuknya investor asing dalam industry kertas Indonesia, peningkatan keamanan dan hukum oleh pemerintah, kerjasama antara pemerintah dan para pengusaha untuk membentuk peraturan hukum yang lebih pasti serta pemerintah dan asosiasi pulp dan kertas Indonesia (APKI) membuat program promosi industri kertas Indonesia.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis Teori Permintaan Impor Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang ataupun jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industry, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan (Sobri 2000). Sebagaimana diketahui dalam statistik perdagangan internasional, yang dimaksud dengan ekspor adalah suatu perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam ke luar wilayah pabean suatu negara misalkan ke luar wilayah pabean negara Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Sedangkan yang dimaksud dengan impor adalah suatu perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean misalnya ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. (Bank Indoneisa, 1994) Seperti diketahui, didalam suatu teori permintaan terdapat variabel-variabel yang mempengaruhi impor sebagai fungsi permintaan yaitu sebagai berikut:
10
1. Harga Teori ekonomi mengatakan bahwa sesuai hokum permintaan, kurva permintaan mempunyai kemiringan negatif yang dijelaskan sebagai berikut: “When the price of a commodity is raides (and the other things are held constant), buyer tend to buy less of the commodity. Similarly, when the price is lowered, other things equal, quantity demanded increased” (Samuelson, 1983). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah permintaan sangat tergantung pada harga barang tersebut. Dengan kata lain harga barang akan menentukan jumlah permintaan terhadap suatu barang. 2. Tingkat Pendapatan Penekanan kurva permintaan biasanya selalu diletakkan pada keterkaitan antara jumlah dan harga dengan syarat ceteris paribus. Namun demikian sesungguhnya masih banyak faktor lain di luar harga yang turut mempengaruhi permintaan akan suatu barang tersebut. Paul A Samuelson dan William D. Nordhaus, ahli-ahli ekonomi mengatakan bahwa permintaan akan suatu barang juga dipengaruhi oleh “…average level of income, the size of the population, the prices and availability of related goods, individual tasted…” (Samuelson, 1983). Selanjutnya juga dinyatakan bahwa “the average income of consumers is a key determinated of demand. As people’s income rise, they tend to buy more of almost everything…” (Samuelson, 1983). Dalam analisis selanjutnya, faktor-faktor seperti besarnya pasar yang tercermin dari banyak penduduk, tersedianya barang substitusi dan cita rasa yang sifatnya sangat subyektif bagi setiap individu akan ditiadakan dan diperlakukan sebagai variabel pengganggu. Ahli ekonomi lainnya, Lindert dan Kindleberger juga menyatakan adanya hubungan antara permintaan dengan tingkat pendapatan nasional suatu bangsa, khususnya permintaan akan barang dan jasa dari luar negeri atau impor. Ia mengatakan bahwa “the volume of nation’s imports depend positively on the level of real national product” (Lindert dan Kindleberger, 1981) 3. Nilai Tukar Mata Uang Asing Seperti telah diketahui bahwa dalam kegiatan perdagangan yang dilakukan antarnegara di seluruh dunia atau yang disebut sebagai perdagangan internasional meliputi ekspor dan impor. Dengan perdagangan domestis yang tidak melakukan hubungan dengan luar negeri digunakan mata uang negara itu sendiri sebagai alat pembayarannya. Sedangkan dalam perdagangan internasional sedikitnya akan melibatkan dua negara yang berbeda. Maka dalam hal ini alat pembayaran yang digunakan adalah suatu mata uang yang daoat diterima di kedua negara baik negara yang mengekspor maupun negara yang mengimpor barang dan jasa tersebut. Mata uang setiap negara mempunyai harga yang dinyatakan dalam mata uang negara lainnya. Ini disebut sebagai kurs atau nilai tukar atau exchange rate (Lindert dan Kindleberger, 1973). Hingga saat ini mata uang yang bersifat internasional dalam arti mata uang tersebut diakui oleh seluruh negara di dunia sebagai alat pembayaran adalah mata uang dolar (US Dollar). US Dollar sebagai mata uang internasional tersebut atau yang sering disebut sebagai hard currency mempunyai suatu nilai yang diukur dengan mata uang masing-masing negara yang bersangkutan yaitu negara-negara pengekspor dan pengimpor. Nilai inilah yang disebut sebagai nilai tukar mata uang dolar terhadap mata uang masingmasing negara. Khusus dalam bidang impor, Lindert dan Kindleberger dalam
11
buku International Economics menyatakan bahwa “Importing goods and services correspondingly tends to cause the home currency to be sold in order to buy foreign currency” (Lindert dan Kindleberger, 1981). Kebijakan Perdagangan Internasional Antidumping Tariff Dumping adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau pengekspor yang melaksanakan penjualan barang/komoditi di luar negeri atau negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga barang sejenis baik di dalam negeri pengekspor maupun di negara pengimpor, sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara pengimpor. Untuk mengantisipasi adanya praktik dumping diperlukan suatu tindakan yang disebut antidumping yaitu suatu tindakan balasan yang diberikan oleh negara pengimpor terhadap barang dari negara pengekspor yang melakukan dumping. Pengenaan bea masuk antidumping adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian industri negara pengimpor. Kemudian yang dikatakan dengan anti-dumping adalah kebijakan yang dibuat atau diciptakan oleh pemerintah dalam suatu negara untuk mencegah timbulnya berbagai kegiatan curang oleh pelaku usaha asing melalui produk impor yang berkaitan dengan aspek harga dan produk. Mekanisme anti-dumping ini selanjutnya menciptakan safeguard yaitu suatu upaya perlindungan dari pemerintah suatu negara untuk melindungi produk dalam negeri yang dihasilkan pelaku usaha domestiknya. Tindakan balasan atas politik dumping dapat diwujudkan dalam bentuk Bea Masuk Anti Dumping. Kebijakan anti dumping menjadi hal yang kontroversial dan paling sering digunakan oleh negara-negara maju untuk melindungi perusahaannya yang kurang efisien. Kebijakan antidumping itu diterapkan tidak boleh lebih lama daripada 5 tahun sejak kebijakan antidumping diterapkan, namun pihak pemerintah yang mengeluarkan kebijakan antidumping di suatu negara bisa menerapkan jangka waktu yang lebih lama jika melihat bahwa kelanjutan pengenaan kebijakan antidumping mencegah timbulnya kembali atau mengurangi kerugian yang terus berlanjut pada suatu industri domestiknya. Pada awalnya ketentuan GATT yang mengatur mengenai tata cara dan prosedur pelaksanaan antidumping (Article VI) dirasakan masih bersifat tidak jelas dan perlu dipertegas serta diperluas sehingga perlu penyempurnaan melalui berbagai perundingan multilateral yang menghasilkan Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 atau yang dikenal dengan Antidumping Code (1994). Article 2,1 dari Antidumping Code (1994) mengatur tentang determinasi dumping yaitu: “For the purpose of this Agreement, a product is to be considered as being dumped, i.e. introduced into the commerce of another country at less than its normal value, if the export price of the product exported from one country to another is less than the comparable price, in the ordinary course of trade for the like product when destined for consumption in the exporting country.” Dengan demikian konsep utama dalam GATT 1994 adalah menjual barang dengan harga lebih murah diluar negeri daripada dalam negeri dengan dibawah harga normal. Sehingga jika terdapat selisih antara harga jual ekspor dan harga
12
jual dalam negeri lebih rendah, maka eksportir dianggap sudah melakukan dumping. Untuk mengkounter praktik dumping yang dilakukan produsen negara pengekspor maka pemerintah negara pengimpor dapat melakukan pengenaan dan penarikan bea masuk antidumping. Pengertian antidumping menurut konsep GATT 1994 adalah bea masuk yang dikenakan kepada barang-barang yang diketahui sebagai barang dumping dengan tujuan menghilangkan unsur dumping pada barang tersebut, dan agar harga barang tersebut tidak terlalu tinggi perbedaannya dengan harga barang sejenis di negara importir. Tindakan antidumping sebagai upaya untuk mengkounter praktik dumping perlu dilakukan secara adil dan proporsional sehingga dapat mengakomodir kepentingan masyarakat dan dunia usaha. Dengan demikian apabila suatu perusahaan di luar negeri menjual produknya ke negara lain dengan harga dumping dan menyebabkan kerugian terhadap industry dalam negeri importir, maka negara importir tersebut dibenarkan mengenakan bea masuk antidumping sebesar margin dumpingnya. GATT bertujuan menunjang perdagangan semakin terbuka dengan berkurangnya hambatan dalam bentuk tariff dan non-tarif dan sekaligus menyebabkan negara pesertanya berkewajiban untuk membatasi diri dalam melangkah, kegiatan dan kebijaksanaan yang dapat menghambat perdagangan internasional. Untuk dapat dilarangnya suatu dumping harus memenuhi unsurunsur dalam pasal VI GATT. Walaupun rumusannya sangat sederhana namun dalam prakteknya membutuhkan suatu perlindungan dan kajian yang cukup kompleks untuk menentukan sudah terjadi atau tidaknya suatu dumping yang dilarang dan dapat dikenakan bea masuk antidumping. Pasal VI GATT dinyatakan bahwa dumping yang dapat melahirkan tindakan antidumping haruslah: a. Harga produk ekspor tersebut dibawah harga normal b. Tindakan tersebut: 1. Menyebabkan kerugian material; atau 2. Mengancam timbulnya kerugian material bagi industry domestik produk tersebut dan; 3. Secara material menghalangi pengembangan industry dalam negeri. Ketentuan yang menyatakan bahwa suatu produk dijual dalam perdagangan dibawah harga normal bilamana harga produk tersebut: 1. Lebih rendah dari harga pembanding produk tersebut dalam perdagangan yang normal atau umumnya ordinary course dari produk sejenis yang ditujukan untuk konsumsi di negara pengekspor. 2. Bila harga domestic tersebut tidak ada, maka harga tersebut harus lebih rendah dari: a. Harga pembanding tertinggi dari produk sejenis untuk diekspor ke negara ke-tiga dalam atau perdagangan normal; atau b. Biaya produksi barang tersebut di negara asal ditambah dengan biaya penjualan dan keuntungan yang layak.
13
Gambar 1. Dampak kebijakan tarif Sumber: Aritonang, 2013 Berdasarkan Gambar 1 dampak kebijakan antidumping tariff dapat dilihat pada tiga keadaan, yaitu: 1) Tanpa Perdagangan. Harga dan jumlah komoditi yang diperdagangkan ditentukan oleh supply dan demand sehingga harga yang harus dikeluarkan sebesar 3Px untuk memperoleh jumlah komoditi sebesar 30X; 2) Dengan Perdagangan. Perdagangan mengakibatkan harga turun menjadi 1Px akibatnya konsumsi naik menjadi 70X sedangkan produksi domestik turun menjadi 10X sehingga mengakibatkan pasar domestik harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan domestik sebesar 60X (selisih antara besarnya konsumsi dan produksi); 3) Perdagangan dengan Kebijakan. Penurunan jumlah produksi akibat impor mengharuskan dibuatnya kebijakan untuk melindungi pasar domestik. Kebijakan tarif membuat harga meningkat menjadi 2Px yang mengakibatkan peningkatan produksi domestik menjadi 20X (meningkat sebesar 10X) dan penurunan konsumsi menjadi 50X (menurun sebesar 20X) sehingga impor yang dilakukan berkurang sebesar 30X. Penerimaan yang diterima pemerintah akibat kebijakan tarif sebesar selisih harga perdagangan tanpa kebijakan dan perdagangan dengan kebijakan dikali jumlah komoditi impor yaitu 1Px dikalikan dengan 30X. Keputusan pengenaan “bea masuk anti dumping” ditentukan oleh pihak yang berwenang dari negara pengimpor. Bea masuk antidumping dapat dikenakan untuk jangka waktu lima tahun. Adapun bea masuk antidumping sementara (provisional duties) dapat diterapkan untuk jangka waktu empat sampai sembilan tahun, tergantung pada keadannya dengan persyaratan sebelumnya telah ditemukan adanya dumping dan injury. Jika bea masuk antidumping berlaku surut, maka penentuan pembayaran bea masuk antidumping akan berlaku segera, biasanya antara 12 bulan hingga 18 bulan setelah tanggal permintaan untuk penaksiran akhir jumlah bea masuk anti dumping dibuat.
14
Keputusan untuk mengenakan bea masuk antidumping atau tidak terhadap kasus-kasus yang persyaratannya telah terpenuhi dan berapa jumlah bea masuk anti dumping yang akan dikenakan merupakan kewenangan pihak yang berwenang dari negara pengimpor. Integrasi Ekonomi Integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua pembatasanpembatasan (barriers) yang dibuat terhadap bekerjanya perdagangan bebas dan dengan jalan mengintroduksi semua bentuk-bentuk kerjasama dan unifikasi. Integrasi dapat dipakai sebagai alat untuk mengakses pasar yang lebih besar, menstimulasi pertumbuhan ekonomi sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nasional. Integrasi ekonomi memiliki prinsip dan mekanisme yang sama dengan perdagangan bebas. Secara teoritis, integrasi ekonomi mengacu pada suatu kebijakan komersial atau kebijakan perdagangan yang secara diskriminatif menurunkan atau menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan hanya diantara negara-negara anggota yang sepakat akan membentuk suatu integrasi ekonomi. Semua bentuk hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif sengaja diturunkan atau bahkan dihapuskan diantara negara anggota. Sedangkan bagi negara-negara yang bukan anggota, maka pemberlakuan tarif dan non tarif tergantung dari kebijakan negara masing-masing. Dalam integrasi ekonomi terjadi perlakuan diskriminatif antara negara-negara anggota dengan negara-negara diluar anggota dalam melakukan perdagangan, sehingga dapat memberikan dampak kreasi dan dampak diversi bagi negara-negara anggota (Salvatore, 1997). Krugman (1991) memperkenalkan suatu angapan bahwa secara alami blok perdagangan didasarkan pada pendekatan geografis yang dapat memberikan efisiensi dan meningkatkan kesejahteraan bagi anggotanya. Griffin dan Pustay (2002), membentuk susunan atau hirarki dari integrasi ekonomi regional yang mungkin terjadi. Ada lima tingkatan yaitu, kawasan perdagangan bebas, persekutuan pabean, pasaran bersama, uni ekonomi, dan uni politik. Secara teoritis Salvatore (1997) menguraikan integrasi ekonomi menjadi beberapa bentuk: 1. Pengaturan perdagangan Preferensial (preferential trade arrangements) dibentuk oleh negara-negara yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan perdagangan yang berlangsung diantara mereka dan membedakannya dengan negara-negara yang bukan anggota. 2. Kawasan perdagangan bebas (free trade area) adalah bentuk integrasi ekonomi yang lebih tinggi dimana semua hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif diantara negara-negara anggota telah dihilangkan sepenuhnya, namun masing-masing negara anggota tersebut masih berhak menentukan sendiri apakah tetap mempertahankan atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan yang diterapkan terhadap negara-negara diluar anggota. 3. Persekutuan Pabean (customs union) mewajibkan semua negara nggota untuk tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan diantara mereka, namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan mereka terhadap negara luar yang bukan anggota.
15
4. Pasar bersama (common market) yaitu suatu bentuk integrasi dimana bukan hanya perdagangan barang saja yang dibebaskan, namun arus faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal juga dibebaskan dari semua hambatan. 5. Uni Ekonomi (economic union) yaitu dengan menyeragamkan kebijakankebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota yang berada dalam suatu kawasan atau bagi negara-negara yang melakukan kesepakatan. Perjanjian perdagangan preferensial (PTAs) adalah kesepakatan antara dua negara atau lebih yang mana tarif yang dikenakan pada barang yang diperdagangkan bagi negara anggota lebih rendah dibanding dengan tarif yang diperdagangkan dengan negara diluar anggota. PTAs dapat diartikan secara luas meliputi Regional Trading Arrangement (RTAs) yang merupakan kesepakatan yang dibentuk dalam satu kawasan, kesepakatan perdagangan antar negara-negara berkembang, kesepakatan perdagangan antar kawasan dan bentuk kesepakatan lainnya yang bertujuan untuk memperlancar arus barang dan jasa.
Gambar 2. Tahap-tahap integrasi ekonomi Sumber: Hill, 2000 Bentuk kesepakatan perdagangan yang telah dibentuk telah mengarah pada perdagangan bebas, seperti World Trade Organization (WTO), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) and South Asian Association for Regional Cooperation (SAARC), ASEAN Free Trade Area (AFTA), SAARC Preferential Trading Agreement (SAPTA), Australian and New Zealand yaitu Closer Economic Relation Trade Agreement (CER), South Pacific Regional Trade and Economic Cooperation Agreement (SPARTECA), Asian Pacific Economic Cooperation (APEC), European Union (EU), North American Free Trade Area (NAFTA), Latin American Free Trade Area (LAFTA), European Free Trade Area (EFTA), Andean Pact, Economic Cooperation Organization (ECO), Southern Common Market (Mercosur) dan lainnya (Lapipi, 2005). Secara umum, bentuk kesepakatan perdagangan antara dua negara atau lebih, baik PTAs, sistem perdagangan multilateral, sistem perdagangan dalam suatu kawasan maupun organisasi perdagangan dunia memiliki prinsip yang sama
16
yaitu menurunkan atau menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan, baik tarif maupun non tarif. Cakupan integrasinya mulai dari integrasi untuk perdagangan barang dan jasa sampai pada pasar tunggal bersama yang meliputi semua aspek ekonomi, seperti perdagangan barang dan jasa, perdagangan faktor produksi, integrasi dalam moneter dan integrasi kebijakan ekonomi secara menyeluruh. Tujuan yang paling mendasar dari integrasi ekonomi ini adalah untuk meningkatkan volume perdagangan barang dan jasa, meningkatkan mobilitas kapital dan tenaga kerja, meningkatkan produksi, meningkatkan efisiensi produksi serta meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. Pembentukan integrasi ekonomi pada akhirnya akan menciptakan dampak meningkatnya kesejahteraan negara-negara anggota secara keseluruhan karena akan mengarah pada peningkatan spesialisasi produksi, yang didasarkan pada keuntungan komparatif (Lapipi, 2005). Perdagangan bebas sebagaimana dikemukakan kaum liberalis merupakan keadaan dimana melalui perdagangan tanpa halangan kebijakan proteksi negara kesejahteraan dapat disebarluaskan, karena dengan menganut konsep keuntungan komparatif setiap negara akan mampu memastikan keuntungannya masingmasing dalam perdagangan. (Holsti, 1992) David Balaam dan Michael Veseth (1996) mengidentifikasikan free trade areas lebih lanjut sebagai salah satu derajat menuju integrasi ekonomi. Di dalam integrasi ekonomi sekelompok negara setuju untuk mengindahkan batasanbatasan negara mereka untuk tujuan ekonomi tertentu sehingga membentuk sistem pasar yang lebih besar dan lebih terikat. Integrasi ekonomi terdiri atas: a. Level pertama, pembentukan free trade area, dimana negara-negara anggota setuju untuk menghapus hambatan tariff terhadap perdagangan barang dan jasa dari luar kawasan tersebut belum ditentukan. b. Level berikut dari integrasi ekonomi adalah custom union, dimana selain negara-negara anggota setuju untuk berdagang secara bebas tariff dalam batasan kolektif mereka, suatu set tariff yang seragam juga diberlakukan untuk produk-produk dari luar free trade area tersebut. Dalam tingkat ini, eliminasi hambatan-hambatan non tariff masih belum ditentukan. c. Setelah custom union, maka economic union adalah tingkat terakhir dari integrasi politik dan ekonomi, dimana integrasi penuh pasar telah dapat tercapai. Pada tingkat ini hambatan non tariff sudah dieliminasi, sebagaimana hambatan tariff pun telah dihilangkan. Kerjasama ekonomi dan keuangan khususunya dibidang perdagangan internasional mengarah kepada pembentukan kerjasama guna mewujudkan integrasi ekonomi dan keuangan regional. Perjanjian Perdagangan Bebas Bilateral (FTA) merupakan perkembangan dari pengecualian perdagangan bebas regional, karena tidak ada spesifikasi ukuran minimum untuk jarak dua negara secara geografis. Dayasaing Daya saing adalah kemampuan perusahaan, industry, daerah, negara, atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relative tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional (sumber: OECD). Pada dasarnya tingkat daya saing suatu negara di kancah
17
perdagangan internasional ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Lebih lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangan/diciptakan (Tambunan, 2001). a. Keuntungan Absolut Teori keunggulan Absolut dikemukakan oleh Adam Smith pada abad ke 18. Di dalam perdagangan bebas Adam Smith menginginkan tidak adanya campur tangan pemerintah dalam perdagangan bebas, karena perdagangan bebas akan membuat orang bekerja keras untuk kepentingan negaranya sendiri dan sekaligus mendorong terciptanya spesialisasi. Dengan terciptanya spesialisasi maka negara akan menghasilkan suatu produk yang memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage). Adam Smith mengemukakan bahwa teori keunggulan mutlak (absolute advantage) tersebut, dimana negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara ini memiliki keunggulan mutlak tersebut dan akan mengimpor barang bila tidak memiliki keunggulan mutlak. Walaupun negara yang satu dengan negara yang lain sama-sama dapat menghasilkan dua jenis barang yang berbeda, tetapi salah satu dari kedua jenis barang tersebut harus dipilih. Barang yang dipilih adalah barang yang lebih menguntungkan bagi suatu negara untuk menghasilkan sendiri yang didasarkan pada keuntungan mutlak (absolute advantage). Teori keunggulan mutlak (Absolut) didasarkan pada asumsi pokok, antara lain: i. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja ii. Kualitas barang yang diproduksi kedua Negara sama iii. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang iv. Biaya angkut diabaikan b. Kuntungan Kompetitif Teori ini dikemukakan oleh Michael E. Porter. Menurut Porter dalam era persaingan global saat ini, suatu bangsa atau Negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu yakni Human resources (Sumber Daya Manusia), Physical resources (Sumber daya alam), knowledge resources (IPTEK), capital resources (permodalan), infrastructure resources (prasarana). Permintaan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keunggulan daya saing atau competitive advantage suatu bangsa/perusahaan produk atau jasa yang dihasilkannya. Adapun yang dimaksud dengan ”demand conditions” tersebut terdiri atas: 1. Composition of home demand (komposisi permintaan domestik) 2. Size and pattern of growth of home demand (pola dan ukuran pertumbuhan domestic) 3. Rapid home market growth (kecepatan pertumbuhan pasar domestic) 4. Trend of international demand (tren terhadap permintaan internasional)
18
Untuk menjaga dan memelihara kelangsungan keunggulan daya saing, maka perlu selalu dijaga kontak dan koordinasi dengan pemasok (supplier), terutama dalam menjaga dan memelihara value chain. Strategi perusahaan, struktur organisasi dan modal perusahaan, serta kondisi persaingan di dalam negeri merupakan faktor-faktor yang akan menentukan dan mempengaruhi competitive advantage perusahaan. Rivalry yang berat di dalam negeri biasanya justru akan lebih mendorong perusahaan untuk melakukan pengembangan produk dan teknologi, peningkatan produktivitas, efesiensi dan efektivitas, serta peningkatan kualitas produk dan layanan. c. Keuntungan Komparatif Teori perdagangan internasional yang lain diperkenalkan oleh David Ricardo. Teori tersebut dikenal sebagai teori keunggulan komparatif. Berbeda dengan teori keunggulan absolut yang mengutamakan keunggulan absolut dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi walaupun satu negara tidak mempunyai keunggulan absolut, asalkan harga komparatif di kedua negara berbeda. Ricardo berpendapat sebaiknya semua negara lebih baik berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di mana ia mempunyai keunggulan komparatif dan mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya. Teori ini menekankan bahwa perdagangan internasional dapat saling menguntungkan jika salah satu negara tidak memiliki keunggulan absolut atas suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu dengan negara lainnya relatif berbeda. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut yang lebih besar (kerugian komparatif). Dalam konteks dua negara dan dua komoditi, jika salah satu negara telah ditetapkan memiliki keunggulan komparatif dalam satu komoditi, maka negara satunya harus dianggap memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi lainnya. Gravity Model Gravity Model dikembangkan oleh Tinbergen pada 1962 dan Linnemann pada 1966 yang menunjukkan bahwa perdagangan mengikuti prinsip-prinsip fisik dari gravitasi yakni dua kekuatan yang bertentangan menentukan volume perdagangan bilateral di antara negara-negara melalu tingkat aktivitas dan pendapatan ekonomi, serta tingkat hambatan perdagangan. Hambatan perdagangan yang digunakan dalam persamaan model gravitasi dalam penelitian ini adalah jarak, penghapusan hambatan tariff, penghapusan hambatan nontariff, dan kerjasama kepabean. Penelitian ini menggunakan Gravity Model untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan impor udang dari Amerika dengan beberapa negara eksportir. Menurut model ini, barang impor dari negara j ke negara i diterangkan oleh ukuran ekonomi masing-masing negara
19
(GDP), populasi masing-masing negara, dan jarak antarnegara (Bergstrand dalam Setyo, 2009). Rumus model ini didasari oleh hukum gravitasi Newton yang menyebutkan bahwa gaya gravitasi antara dua benda dipengaruhi secara proporsional oleh massa kedua benda tersebut dan dipengaruhi secara proporsional tetapi berbanding terbalik dengan jarak kedua benda tersebut. Secara ekonomi dapat diartikan bahwa perdagangan antarnegara berhubungan positif dengan pendapatan dan populasi namun berbanding terbalik dengan jarak antar kedua negara. 1. Jarak Jarak menjadi variabel utama gravity model dalam aliran perdagangan. Variabel jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor dan/atau impor. Biaya transportasi meliputi ongkos pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan, premi asuransi, serta aneka pungutan pada saat komoditi yang diperdagangkan itu disimpan di suatu tempat sementara (Salvatore, 1997). Semakin jauh jarak maka biaya transportasi semakin mahal sehingga volume impor semakin kecil. 2. Product Domestic Bruto Menurut Mankiw (2003), Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Bruto/GDP) menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total maksimal nasional atas output barang dan jasa. GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal mengukur nilai uang yang berlaku dari output perekonomian. GDP riil mengukur output yang dinilai pada harga konstan. Komponen GDP terdiri dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor yang dapat dituliskan dalam persamaan berikut: Gross Domestic Product (GDP) sebagai salah satu variabel utama dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara. Semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan. Nilai Tukar Menurut Mankiw (2003) kurs atau exchange rate antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara sedangkan kurs riil (riil exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Tingkat harga dimana kita memperdagangkan barang domestik dengan barang luar negeri tergantung pada harga barang dalam mata uang lokal pada tingkat kurs yang terjadi. Maka kurs riil dapat dituliskan seperti berikut: ( ) Dimana: = kurs riil e = kurs nominal (P/P’) = rasio tingkat harga didalam dan luar negeri
20
Kurs riil diantara dua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika kurs riil tinggi, barang-barang di luar negeri relative lebih murah dan barang-barang domestik relative lebih mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang luar negeri relative lebih mahal dan barang-barang domestic relative lebih murah. Maka hubungan antara kurs riil dan ekspor neto adalah:
Kerangka Operasional Amerika merupakan salah satu dari tiga negara pengimpor udang terbesar di dunia selain Jepang dan Uni Eropa. Hal ini disebabkan oleh tidak mampunya negara Amerika Serikat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakatnya yang tinggi. Negara-negara eksportir terbesar ke Amerika berada pada negara kawasan Asia dengan tingkat produksi dan kualitas yang baik sehingga mampu memberikan pasokan dalam jumlah yang besar ke Amerika Serikat. Negaranegara eksportir lainnya seperti India, Amerika Utara, dan Amerika Latin juga memberikan pasokan udang yang cukup besar baik itu sebagai substitusi ataupun komplementer atas komoditi udang di negara kawasan Asia. Oleh karena itu, negara-negara eksportir udang ke Amerika harus memiliki produk udang yang berdaya saing tinggi dilihat dari keuntungan komparatifnya. Negara yang memiliki jumlah ekspor udang lebih tinggi memungkinkan untuk mendapatkan pangsa pasar yang besar di Amerika. Tingginya permintaan impor udang oleh Amerika didorong oleh faktorfaktor permintaan seperti Produk Domestik Bruto (PDB) riil negara Amerika pada tahun 1992 – 2012, GDP perkapita negara eksportir, indeks harga consume negara eksportir, nilai tukar yang terjadi antar setiap negara dengan Amerika, serta jarak ekonomi antara Amerika dan negara-negara eksportir. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya impor udang dari Amerika juga dilihat pengaruhnya atas kebijakan-kebijakan perdagangan yang dibuat oleh Amerika. Impor udang dari Amerika yang semakin meningkat mengancam industri udang dalam negeri Amerika. Industri Amerika mencurigai beberapa neegara eksportir udang bahwa negara-negara tersebut mengekspor udang ke Amerika dengan harga murah dikarenakan udang produksi negara mereka hasil sisa ekspor ke negara-negara lain. Oleh karena itu, USITC sepakat untuk membentuk kebijakan berupa antidumping tariff kepada beberapa negara eksportir udang untuk melindungi industri Amerika. Perdagangan internasional yang dilakukan Amerika tidak terlepas dari perjanjian-perjanjian perdagangan dengan beberapa negara untuk mengurangi hambatan perdagangan serta bertujuan untuk saling mendapatkan keuntungan dalam perdagangan internasional yang terjalin. Kebijakan tersebut berupa kebijakan free trade agreements dimana perdagangan yang terjadi bersifat bebas dengan tujuan meningkatkan nilai impor dan ekspor. Kebijakan ini secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya impor udang yang dilakukan Amerika
21
Amerika Konsumen Udang Terbesar di Dunia
Analisis Daya Saing Impor Udang dari Amerika terhadap 10 Negara Eksportir
Kebijakan Perdagangan Amerika: - Antidumping Tariff - Free Trade Agreements
Gravity Model: - GDP Riil Negara Amerika - GDP per Kapita Negara Eksportir - Nilai Tukar Terhadap Amerika - Jarak Ekonomi - Indeks Harga Konsumen - Krisis Ekonomi Amerika
Metode Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)
Implikasi Kebijakan
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berupa studi deskriptif dan kuantitif. Penelitian menggunakan data yang berupa data sekunder dari tahun 1992 hingga 2012 yang meliputi data GDP, nilai tukar, jarak, dan harga barang tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2014 yang dilakukan di Institut Pertanian Bogor.
22
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti World Bank, UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development), Distant Cepii, UnComtrade (United Nations Comodity Trade) serta studi kepustakaan melalui pengumpulan data yang bersumber dari buku-buku dan literature. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang merupakan penggabungan antara data time series dan cross section. Time series yang digunakan merupakan data sekunder tahunan periode 1992-2012. Cross section yang digunakan adalah negara tujuan ekspor sebanyak 10 negara yaitu Thailand, Indonesia, Peru, India, Vietnam, Mexico, Malaysia, China, Peru, dan Honduras. Jenis data meliputi data volume impor udang dari Amerika, GDP per kapita riil negara eksportir (US$), data nilai tukar riil setiap negara dengan Amerika, data jarak ekonomi setiap negara dengan Amerika (km), serta indeks harga konsumen negara eksportir negara eksportir (US$/kg). Tabel 5. Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian Data yang Digunakan Nilai dan volume impor udang dari Amerika tahun 1992-2012 GDP riil Amerika periode 1992 - 2012 GDP perkapita negara eksportir pada periode 1992-2012 Nilai tukar riil setiap negara dengan Amerika Jarak geografis antara negara-negara eksportir dengan Amerika Indeks Harga Konsumen
Sumber Data UN Comtrade World Bank World Bank UNCTAD Distant Cepii IMF, World Economic Outlook
Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) yang bertujuan untuk menganalisis daya saing negara-negara eksportir udang dari Amerika. Selain itu, digunakan juga analisis regresi panel data dengan menggunakan Gravity Model untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor udang dari Amerika. Data sekunder diolah dengan menggunakan program computer Microsoft Excel dan Eviews 7 yang kemudian outputnya diinterpretasikan. Revealed Comparative Advantage (RCA) Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memenuhi keunggulan komparatif adalah dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA), yang menghitung pangsa nilai ekspor sektor tertentu suatu negara terhadap total ekspor dari negara-negara pengekspor yang selanjutnya dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor dunia terhadap total ekspor ke negaranegara pengekspor tersebut. Pada penelitian ini RCA digunakan untuk
23
mengetahui daya saing komoditi udang Indonesia dan negara lainnya di dunia pada negara Amerika. Pendekatan RCA dapat dirumuskan sebagai berikut:
dimana: RCA = tingkat daya saing komoditi i (udang) dari 10 negara Xij = nilai ekspor komoditi i (udang) Amerika dari negara j tahun ke t (US$) Xt = nilai ekspor (total komoditi ekspor termasuk udang) Amerika dari negara j tahun ke t (US$) Wij = nilai ekspor komoditi i (udang) negara j dari dunia tahun ke t (US$) Wt = nilai total ekspor (total komoditi ekspor termasuk udang) negara j dari dunia tahun ke t (US$) Jika nilai RCA lebih dari satu (RCA>1), maka negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dalam komoditi yang diekspor. Sedangkan jika nilai RCA kurang dari 1 (RCA<1) maka negara tersebut mempunyai kerugian komparatif dalam komoditi yang diekspor. Analisis Gravity Model dengan Data Panel Model data panel atau pooled data merupakan data ekonometrika yang mengkombinasikan data time series dan cross section. Karena data panel merupakan gabungan dari data cross section dan time series, maka jumlah pengamatan atau observasi menjadi lebih banyak (Nachrowi, 2006). Pada dasarnya penggunaan metode data panel memiliki beberapa keunggulan yaitu: 1. Panel data mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara eksplisit. 2. Kemampuan mengontrol heterogenitas individu menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. 3. Data panel merupakan observasi cross section yang berulang-ulang (time series), sehingga metode data panel cocok digunakan sebagai study of dynamic adjustment. 4. Banyaknya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informative, lebih variatif, kolinearitas antar variabel yang semakin berkurang, dan peningkatan derajat bebas sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien. 5. Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks. 6. Data panel dapat meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu. Dalam analisis model data panel dikenal tiga macam pendekatan yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed effect), pendekatan efek acak (random effect). Ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Pooled Least Square Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data
24
yang berbentuk pool. Data pool ini merupakan gabungan data time series dan cross section. Pendugaan regresi yang dihasilkan dalam penggabungan data ini lebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa karena mempunyai jumlah observasi data yang lebih banyak. Kelemahan dalam pendekatan pooled least square adalah asumsi intersep untuk setiap individu yang diobservasi dianggap sama. 2. Pendekatan Fixed Effect Kelemahan pada pendekatan pooled least square dapat diatasi dengan memasukkan dummy variable agar terjadi perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik cross section maupun time series. Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy disebut dengan metode fixed effect atau Least Square Dummy Variable atau bisa juga disebut Covariance Model. Sebanyak (N1) variabel dummy ditambahkan ke dalam model dan menghilangkan satu sisanya untuk menghindari kolinearitas sempurna antar variabel penjelas. Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom sebesar NT-N-K. Keputuasan memasukkan variabel dummy ini harus didasarkan pertimbangan statistic. Akan tetapi, dengan melakukan penambahan variabel dummy akan mengurangi degree of freedom yang mengurangi keefisienan dari parameter yang diestimasi. 3. Pendekatan Random Effect Jika dalam metode fixed effect perbedaan karakteristik individu dan waktu dicerminkan lewat intercept, maka pada metode random effect perbedaan karakteristik individu dan waktu dicerminkan lewat error dari model. Dikarenakan ada dua komponen yang berkontribusi pada pembentukan eror, yaitu individu dan waktu maka error pada metode random effect juga perlu diurai menjadi error untuk komponen individu, error komponen waktu, dan error gabungan. Dalam pendekatan random effect, diasumsikan bahwa error secara individual tidak saling berhubungan begitu juga dengan error kombinasinya. Dengan menggunakan model random effect, maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti pada model fixed effect. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model fixed effect ataupun model random effect ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan oleh Hausman. Spesifikasi ini memberikan penilaian dengan menggunakan Chi Square Statistic sehingga keputusan pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel 1. Chow Test Chow test disebut sebagai pengujian F statistik adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan menggunakan model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut: H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Fixed Effect Dasar penolakan terhadap hipotesa nol (H0) adalah dengan menggunakan Fstatistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:
25
dimana: ESS1 : Residual Sum Square hasil pendugaan model Pooled Least Square ESS2 : Resdiual Sum Square hasil pendugaan model Fixed Effect N : Jumlah data cross section T : Jumlah data time series K : Jumlah variabel penjelas Statistik Chow test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas (N1, NT-N-K) jika nilai Chow Statistik (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari Ftabel maka cukup bukti untuk melakukan hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, daan sebaliknya. 2. Haussman Test Haussman Test adalah pengujian statistic sebagai dasar pertimbangan dalam memilih untuk menggunakan model fixed effect atau model random effect. Seperti yang telah diketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Haussman test dilakukan dengan hipotesa berikut: H0 : Model Random Effect H1 : Model Fixed Effect Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistic Haussman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Haussman dirumuskan dengan: ~2(K) dimana adalah vector untuk statistic variabel fixed effect, b adalah vector statistic variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model dan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect model. Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari 2-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu juga sebaliknya. 3. LM Test LM test (The Breusch – Pagan LM Test) digunakan sebagai pertimbangan statistic dalam memilih model Random Effect dengan Pooled Least Square. H0 : Model Pooled Least Square H1 : Model Random Effect Dasar penolakan H0 yaitu dengan cara membandingkan antara nilai statistic LM dengan Chi-Square. Apabila nilai LM perhitungan lebih besar dari 2-tabel maka cukup bukti untuk melakukan oenolakan terhadap H0 sehingga model yang akan digunakan adalah random effect, dan sebaliknya. Model Penelitian Variabel-variabel yang diduga secara signifikan berpengaruh nyata terhadap aliran impor udang dari Amerika dapat dirumudkan ke dalam model persamaan regresi untuk data panel sebagai berikut:
26
dimana: IMPijt = Volume impor udang negara Amerika dari negara j tahun ke t (kg) GDPit = GDP riil Amerika Serikat (US$) GDPjt = GDP per kapita riil negara j pada tahun ke t (US$) JEijt = Jarak ekonomi dari negara Amerika ke negara j pada tahun ke t (km) ER = Nilai tukar riil dollar terhadap mata uang negara j pada tahun ke t (US$/mata uang negara tujuan) IHKijt = Indeks Harga Konsumen udang negara negara j tahun ke t (US$/kg) D1 = Krisis ekonomi Amerika D2 = Kebijakan antidumping D3 = Kebijakan free trade agreements = Intersep Hipotesis: 1, 2, D3 > 0 3, 4, 5, D1, D2 < 0 Pengujian Asumsi Model Untuk menghasilkan model yang efisien dan konsisten, maka diperlukan pengujian terhadap pelanggaran asumsi-asumsi klasik seperti uji multikolinearitas, heteroskedasditas, autokorelasi, dan normalitas. A. Uji Multikolinearitas Menurut Gujarati (1978), suatu model regresi dikatakan memiliki gejala multikolinearitas jika terdapat beberapa indikasi berikut ini: 1. Nilai R2 tinggi tetapi variabel bebas banyak yang tidak signifikan. 2. Tanda tidak sesuai dengan yang diharapkan. 3. Korelasi sederhana antar variabel individu yang tinggi (Rij tinggi). 4. R2 < rij menunjukkan adanya multikolinearitas. B. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah salah satu penyimpangan pada asumsi klasik statistika. Heteroskedastisitas terjadi jika ragam sisaan tidak konstan. Hal ini dilambangkan dengan Var (i) = E (i2) = i2. Masalah ini sering terjadi jika ada penggunaan data cross section dalam estimasi model, namun masalah ini juga dapat terjadi dalam data time series. C. Uji Autokorelasi Juanda (2009) menjelaskan akibat adanya autokorelasi dalam model yang diestimasi yaitu pendugaan parameter masih tetap tidak bias dan konsisten namun penduga ini memiliki standar error yang bias ke bawah, atau lebih kecil dari nilai yang sebenarnya sehingga nilai statistic uji-t tinggi (overestimate).
27
Pengujian Hipotesis 1. Uji F Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen di dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen yang digunakan. Perumusan hipotesis yang digunakan adalah: H0 : 1 = 2 = 3 = k = 0 H1 : Minimal ada satu nilai yang tidak sama dengan nol Kriteria ujinya adalah jika F hitung > F tabel,,(k-1)(n-k) maka tolak H0, dimana k adalah jumlah variabel (dengan intercept) dan jumlah observasi yang dilambangkan dengan huruf n. Selain itu, jika probabilitas (p-value) < taraf nyata maka sudah cukup bukti untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti secara bersamasama variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata persen, dan sebaliknya. 2. Uji T Uji t digunakan untuk mengukur signifikan parameter secara individual dan disebut juga sebagai uji signifikansi secara parsial karena melihat signifikansi masing-masing variabel yang terdapat di dalam model. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu (masing-masing) berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel independen. Hipotesis yang digunakan yaitu: H0 : k = 0 H1 : k 0 Kriteria uji yang digunakan adalah |thitung| > t/2,(n-k) maka tolak H0, dimana jumlah observasi dilambangkan dengan huruf n, dan huruf k melambangkan jumlah variabel (termasuk intercept). Selain itu, jika probabilitas (p-value) lebih kecil dari taraf nyata maka dapat digunakan juga untuk menolak H0. Jika tolak H0 berarti variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata persen, dan sebaliknya.
GAMBARAN UMUM Pangsa Pasar Perdagangan Udang di Amerika Tahun 2012 Pangsa pasar suatu negara di negara lain sangat diperlukan untuk diketahui agar dapat melihat bagaimana posisi atau seberapa penting produk negara tersebut di pasar negara lain. Amerika adalah negara yang sering melakukan perdagangan internasional baik ekspor maupun impor dengan berbagai jenis komoditi yang diperdagangkan. Oleh karena itu, pangsa pasar negara lain di pasar Amerika perlu diketahui dengan tujuan memperkuat dan meningkatkan pangsa pasarnya secara global. Gambar 4 menunjukkan perbedaan pangsa pasar negara eksportir pada tahun 2002 dan tahun 2012 di Amerika Serikat. Pangsa pasar terbesar tahun 2002 dan tahun 2012 tetap ditempati oleh Thailand, namun mengalami penurunan pangsa pasar diakibatkan penurunan jumlah impor udang dari Thailand. Pangsa pasar Ekuador meningkat sebesar 6 persen dalam waktu sepuluh tahun dan Mexico mengalami penurunan pangsa pasar sebesar 4 persen dalam jangka waktu sepuluh tahun. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami
28
peningkatan pangsa pasar paling besar selama sepuluh tahun sebesar 11 persen. Keadaan ini didorong oleh menurunnya pasokan udang Thailand sehingga menurunkan permintaan impor udang Thailand yang kemudian beralih ke udang dari Indonesia. Penurunan pasokan udang Thailand dikarenakan virus EMS yang merusak kualitas udang sehingga menurunkan jumlah ketersediaan udang di Thailand.
Tahun 2002 Thailand India Malaysia Singapore
Indonesia Canada China Vietnam
Tahun 2012 Peru Mexico Colombia Ekuador
Thailand India Malaysia Singapore
9%
Indonesia Canada China Vietnam
17%
Peru Mexico Colombia Ekuador
21%
25% 17% 0% 0% 1%
7% 10%
1%
17%
12%
0%
0% 2%
10% 18%
5% 8% 17%
1%
0%
2%
Gambar 4. Pangsa pasar negara eksportir udang di pasar Amerika Sumber: UN Comtrade, 2012 Negara China yang merupakan salah satu eksportir udang ke Amerika Serikat mengalami penurunan yang drastis dikarenakan dampak dari kebijakan antidumping tariff Amerika Serikat. Kebijakan ini menurunkan permintaan udang dari China dan memberikan peluang kepada negara eksportir lain khususnya negara di Amerika seperti Peru dan Mexico. Vietnam yang merupakan negara di kawasan Asia juga mengalami penurunan pangsa pasar yang diakibatkan oleh beralihnya permintaan udang impor dari Indonesia sebesar 7 persen. Peru mengalami peningkatan yang cukup baik sebesar 2 persen walaupun permintaan udang dari Amerika terhadap Peru tidak besar. Malaysia mengalami peningkatan pangsa pasar sebesar 4 persen dalam jangka waktu sepuluh tahun. Colombia dan Canada mengalami penurunan pangsa pasar dikarenakan masalah lingkungan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem udang. Pergeseran posisi pangsa pasar negara eksportir udang di Amerika selama periode 2002 hingga 2012 lebih dipicu kepada pasokan udang yang menurun serta tingkat kesukaan masyarakat Amerika terhadap kualitas udang negara eksportir. Pasar Udang Domestik Amerika Serikat Meskipun industri budidaya udang di Amerika memiliki sejarah yang relatif panjang, namun dalam banyak hal masih merupakan industri yang muda dan
29
tumbuh dalam kesengsaraan. Pada tahun 1996 terdapat sekitar tiga puluh tambak udang swasta di Amerika Serikat dan memiliki saham tujuh ratus hektar tambak yang menghasilkan 1300 metrik ton udang (dengan kepala) (Rosenberry, 1996). Sekitar 80 persen dari peternakan menggunakan sistem pemeliharaan semi insentif dan 20 persen sisanya menggunakan sistem intensif. Selain itu, setidaknya masih ada delapan penetasan di Amerika Serikat yang memproduksi udang pascalarva untuk dijual atau penggunaan internal. Industri udang akuakultur di Amerika Serikat hanya menyumbang 0.2 persen dari pasokan dunia atas produk yang dibudidayakan. Statistik resmi (NMFS, 1996) menunjukkan bahwa produksi udang dari akuakultur atau dibudidaya memuncak di Amerika Serikat pada tahun 1993 ketika produksi udang mencapai 6.6 juta pon (3000 metrik ton) dengan nilai 26 juta dolar, tetapi menurun akibat dampak dari penyakit udang. Menurut Statistik resmi pada tahun 1995 produksi udang yaitu 2.2 juta pon (1000 metrik ton) dengan nilai 8.8 juta dolar. Rosenberry memperkirakan bahwa pada tahun 1997 Amerika Serikat memiliki delapan pembenihan udang dan dua puluh tambak udang dengan total 400 hektar untuk diproduksi dan total hasil 1200 ton metrik udang (udang dengan kepala). Sektor terbesar industri udang di Amerika Serikat yaitu Texas yang telah menyumbang sekitar 70 persen udang nasional. Tahun 1993 dan 1994, Texas setiap tahunnya memproduksi sekitar empat juta pon udang yang dibudidaya dari lima peternakan dengan lebih dari 1400 hektar untuk diproduksi. Tahun 1995 dan 1996, industri udang di Texas sangat dipengaruhi oleh virus Taura sehingga udang yang sampai didarat menurun drastis sekitar dua juta pon. Tahun 1997 menunjukkan bahwa industri seluruh negara bagian secara keseluruhan telah meningkat sedikit dan menghasilkan sekitar 2.6 juta poundsterling dari sembilan peternakan. Kelangsungan hidup udang dan produksi udang yang telah normal pada tahun 1997 akibat kekeringan kolam pada tahun 1996 untuk mengontrol virus Taura, tetapi produksi masih terbatas karena virus belum diselesaikan. Texas juga merupakan sebuah lokasi “super intensif” fasilitas udang yang berlokasi 200 mil dari pantai. Fasilitas ini dirancang untuk memproduksi udang pada tingkat 100 000 pon per hektar setiap tahunnya, tetapi belum tercapai dan pada tahun 1996 terdapat beberapa kesulitan produksi. Di Carolina Selatan terdapat dua belas tambak udang yang beroperasi dan total sekitar 250 hektar tambak yang ditebar setiap tahunnya. Produksi udang budidaya pada tahun 1995 sekitar 1 juta pon dengan nilai sebesar 3 juta dolar, tetapi telah berkurang separuhnya pada tahun 1996 dikarenakan masalah penyakit dari virus Taura. Florida memiliki industri budidaya udang yang sangat kecil dan sebagian masih berupa percobaan. Nilai yang tinggi dan tidak tersedianya lahan pantai telah menuntun pada pengembangan peternakan yang beroperasi di air tawar. Hawaii telah memproduksi udang terutama untuk pasar lokal selama lebih dari dua belas tahun. Pada tahun 1994 dan 1995 produksi rata-rata hanya sekitar 100 000 pon per tahun dengan nilai lima ratus ribu dolar. Terdapat sekitar delapan tempat penetasan di Amerika Serikat dengan produksi yang paling signifikan atas udang pasca-larva terjadi di Florida dan Texas, terutama dari tiga perusahaan komersial besar dan beberapa yang lebih kecil. Tempat penetasan udang terbesar tidak dimiliki Amerika Serikat dan udang pasca-larva yang dikirim dan digunakan pada operasi di Amerika Latin.
30
Terdapat sejumlah masalah teknis yang membatasi industri budidaya udang di Amerika Serikat. Pertama, iklim – sebagian besar Amerika Serikat terlalu dingin untuk membudidayakan spesies udang. Bahkan di bagian selatan benua Amerika dimana suhu memungkinkan untuk budidaya masih tumbuh dengan dibatasi oleh bulan-bulan bersuhu hangat. Kedua, pasokan yang tidak memadai dari larva udang karena penyediaan kolam, terutama penyimpanan dengan jaminan kesehatan yang tinggi dibiakkan untuk meminimalkan dampak penyakit. Peningkatan terbaru dalam sejumlah penyakit diakui dan secara signifikan telah mempersulit proses. Ketiga, Teknologi untuk melindungi persediaan udang dari penyakit juga berkurang. Industri juga berpendapat bahwa ada teknologi yang tersedia tidak cukup syarat untuk memenuhi peraturan perlindungan lingkungan yang ketat. Pada beberapa bagian negara di Amerika Serikat dimana udang layak untuk dibudidayakan, pengembangan budidaya udang juga dibatasi oleh biaya yang tidak tersedia atau harga lahan yang tinggi. Hal ini terutama terjadi di Hawaii namun berlaku juga pada negara-negara yang memproduksi udang. Selain biaya lahan yang tinggi, biaya atas tenaga kerja dan pakan juga tinggi sehingga menempatkan Amerika Serikat pada kerugian yang cukup besar di pasar global. Risiko tinggi yang dirasakan dalam budidaya udang juga membuat akumulasi modal swasta sulit untuk berinvestasi. Kendala terbesar bagi industri budidaya udang di Amerika Serikat adalah dampak dari penyakit terutama dari virus. Pada tahun 1996 virus Taura berdampak pada enam tambak udang di Carolina Selatan yang mnegurangi produksi sekitar satu setengah dari tahun 1995. Pada tahun 1997 peternakan udang lebih sedikit dipengaruhi oleh virus Taura namun virus white-spot terjadi pada beberapa fasilitas dan menyebabkan kematian. Teluk Mexico merupakan produsen udang terbesar di wilayah Amerika dengan total produksi lebih dari 70 persen total nasional. Udang berwarna putih, pink, dan coklat adalah spesies utama yang dipanen di Teluk Mexico. National Marine Fisheries Service mengklasifikasikan ukuran udang di Teluk Mexico menjadi delapan bagian (berat tanpa kepala). Meskipun menunjukkan variasi jumlah tahunan dari udang di Teluk Mexico, namun tidak menunjukkan adanya peningkatan produksi. Secara keseluruhan, produksi turunan terendah yaitu 123 juta pon pada tahun 1980 dan tertinggi 135 juta pon pada tahun 2011. Disamping stabilitas jangka panjang dari produksi Teluk Mexico, harga di dermaga menurun dari waktu ke waktu. Poudel dan Keithly (2008) menjelaskan bahwa impor AS adalah alasan utama turunnya harga di dermaga terutama sejak tahun 2001. Di sisi lain, petambak udang Amerika Serikat telah mengalami kenaikan harga solar sejak tahun 1997 (EIS, 2011). Ward, Ozuna, dan Griffin (1995) telah memperkirakan bahwa biaya bahan bakar (BBM) terdiri dari hampir 25 persen dari total biaya udang penangkapan ikan komersial di Teluk Meksiko. Penurunan pendapatan karena penurunan harga dermaga di Teluk seiring dengan peningkatan biaya operasional akibat kenaikan harga solar mengakibatkan biaya yang terkuras habis. Kondisi ini mengakibatkan petambak udang keluar industri dan mengakibatkan penurunan jumlah kapal penangkapan ikan komersial di Louisiana dan kapal nelayan dari 15.800 pada tahun 1994 menjadi 10.958 pada tahun 2002 (NOAA, NMFS, 1994 dan 2002).
31
Produksi utama dari udang domestik di Amerika Serikat adalah udang airhangat, dipanen dari alam liar dan terutama dari Teluk Meksiko. Produksi domestik di Amerika Serikat lebih kecil bila dibandingkan dengan impor. Tahun 2004 misalnya, impor udang Amerika sebesar 1.1 milliar pon (berat produk) dimana produksi domestik hanya mencapai 193 juta pon. Tabel 6. Produksi udang dalam negeri dan udang impor Amerika Serikat tahun 1997 – 2010 Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Udang Dalam Negeri Juta pon Juta Dollar 117.90 437.82 150.80 461.21 143.81 463.98 173.48 640.40 151.42 480.09 138.50 370.56 153.69 346.85 154.86 353.53 131.66 348.15 178.47 385.56 138.34 354.32 116.01 354.54 142.08 292.85 108.66 328.21
Udang Impor Juta Pon Millar Dollar 648.86 2.96 696.09 3.11 732.26 3.14 762.11 3.76 883.89 3.63 947.67 3.43 1 113.03 3.76 1 142.83 3.69 1 173.21 3.67 1 307.22 4.14 1 231.79 3.91 1 248.89 4.11 1 217.41 3.78 1 236.39 4.29
Sumber: http://www.st.nmfs.noaa.gov/, 2012
Produksi udang tahunan pada tahun 1997 – 2010, bersama dengan impor, dijelaskan pada tabel di atas. Sebagaimana ditunjukkan, sementara impor meningkat selama periode tersebut namun belum ada tren peningkatan produksi dalam negeri. Teluk Meksiko menyumbang sebagian besar produksi udang Amerika. Stabilitas jangka panjang produksi dalam negeri dalam hubungannya dengan peningkatan impor menunjukkan bahwa pangsa konsumsi udang Amerika Serikat yang dipasok oleh produksi dalam negeri telah menurun drastis dari waktu ke waktu. Kebijakan Anti-Dumping Tariff Amerika Terhadap Negara Eksportir Udang Total pasokan udang di pasar domestik Amerika Serikat berkembang secara drastis dan impor udang meningkat tajam dari total pasokan udang. Udang impor tahun 2009 meningkat menjadi 721 juta pound atau sebesar 79 persen pasokan udang di Amerika merupakan udang impor yang bila dibandingkan pada tahun 1978 udang impor hanya sebesar 48 persen dari total pasokan udang Amerika atau sekitar 240 juta pound. Volume impor meningkat dari 811 juta pound di tahun 1997 menjadi 1.2 milliar pound selama tahun 2001. Selama lima tahun, impor udang meningkat dengan rata-rata pertumbuhan setiap tahunan 10.4 persen dan total pasokan udang impor pada tahun 2001 meningkat menjadi 85 persen di pasar Amerika. Udang impor telah mendominasi pasar domestik Amerika. Tahun 1980-an yang lalu Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Tenggara adalah eksportir utama udang ke negara Amerika. Namun, negara
32
pengekspor udang utama adalah Asia dan Indonesia. Lima dari sepuluh negara eksportir teratas mengekspor udang ke Amerika yang bila digabungkan jumlah ekspornya hampir dua pertiga dari total ekspor udang ke Amerika Serikat. Negara utama sebagai tempat tujuan impor udang dari Amerika yaitu Thailand dengan jumlah hampir 300 juta pound, yang diikuti oleh Vietnam, India, Mexico, RRC. Menurut hukum perdagangan di Amerika, administrasi penyelidikan antidumping terdiri dari USDOC dan USITC, dimana USDOC menentukan apakah barang-barang impor yang diinvestigasi telah terjual di pasar Amerika kurang dari nilai pasar yang wajar, sedangkan USITC menentukan apakah impor melukai industri-industri di Amerika termasuk anti-dumping, penyeimbangan bea, investigasi keamanan dunia. Jika diketahui bahwa negara-negara eksportir melukai produsen Amerika Serikat, penyeimbangan bea dikenakan kepada negara impor yang telah ditentukan oleh USDOC sebagai manfaat dari subsidi yang dihasilkan oleh pemerintah eksportir atau perusahaan eksportir. Hal ini tidak selalu dikenakan kepada semua negara tujuan impor Amerika, hanya dikenakan kepada negara yang mendapat subsidi terhadap produk yang dieksport. Pada Desember 2003, sebuah asosiasi petani udang di Amerika Serikat mengajukan permohonan anti-dumping kepada delapan negara eksportir udang ke Amerika Serikat. Negara-negara tersebut yaitu Brazil, China, Ekuador, India, Vietnam, dan Thailand yang membanjiri pasar Amerika sehingga menyebabkan kerusakan material di industri domestik udang (Baughman; Bhattarcharyya; Blauer). Ini bukan petisi pertama yang diajukan oleh industri Amerika dalam memprotes kecelakaan yang diakibatkan oleh impor. Pada permohonan terbaru yang diajukan, poin utama yang diperdebatkan adalah bahwa enam negara tersebut menyumbang sebesar 74 persen dari seluruh impor udang dan bahwa impor dari negara-negara tersebut meningkat dari 466 juta pon pada tahun 2000 menjadi 650 juta pon pada tahun 2002. Industri Amerika juga menuduh bahwa harga impor di negara-negara yang ditargetkan turun sebesar 28 persen dalam tiga tahun sebelum permohonan dan bahwa harga di pengapalan Amerika turun dari $6.08 sampai $3.30 per pon pada periode yang sama. Terakhir, industri Amerika juga mengajukan tuduhan bahwa tingkat tarif yang lebih tinggi dan persyaratan sanitari pada negara-negara importir besar lainnya membuat pasar Amerika sebagai tempat pembuangan ekspor udang yang ditolak oleh pasar lain seperti Uni Eropa (Bhattarcharyya, 2004). Pada Januari 2005, USITC memutuskan untuk mendukung industri udang Amerika yang mana menunjukkan bahwa ada indikasi yang masuk akal bahwa industri Amerika secara material terancam oleh impor udang yang dijual dibawah nilai pasar. Dalam keputusannya, USITC memutuskan bahwa non-kaleng, udang beku, dan udang yang diimpor dari enam negara telah mengancam industri udang Amerika. USITC berkuasa melakukan pengenaan bea masuk anti-dumping dimana margin berkisar antara 0 sampai 112.8 persen. Perdagangan bea tertimbang untuk masing-masing negara adalah 36.91 persen untuk Brazil, 49.09 persen untuk China, 7.30 persen untuk Ekuador, 14.20 untuk India, 16.01 persen untuk Vietnam, dan 6.39 persen untuk Thailand.
33
Tabel 7. Bea antidumping untuk produk udang beku Negara Republik Rakyat China Vietnam Brazil Ekuador India Thailand
Margin Tertinggi (%)
Margin Terrendah (%)
Margin Tanpa Spesifikasi Margin (%)
Magin Tertimbang
82.27
0.07
112.81
49.09
25.76 67.80 4.42 15.36 6.82
4.30 4.97 1.97 2.48 5.29
25.76 7.05 3.58 10.17 5.95
16.01 36.91 7.30 14.20 6.39
Sumber: International Trade Administration (ITA), U.S. Department of Commerce, 2004
Pada hari Komite Aksi Perdagangan Udang, pemilik kapal dan prosesor udang mengajukan petisi kepada Departemen Perdagangan dan Komisi Perdagangan Internasional untuk mengembalikan kondisi perdagangan yang adil terhadap perdagangan udang dengan memberlakukan bea anti-dumping pada impor udang dari enam negara tersebut. Industri udang Meksiko juga telah bergabung untuk mendukung aksi perdagangan yang adil. Berbagai insentif keuangan yang diberikan oleh pemerintah nasional dan lembaga-lembaga internasional selama beberapa tahun telah lebih mendorong infrastruktur dan produksi tambak udang di negara-negara tersebut. Kelebihan ini, ditambah dengan tariff impor, kontrol, dan sesekali larangan impor udang oleh Uni Eropa semakin meningkatkan volume udang asing memasuki pasar Amerika dengan harga yang selalu lebih rendah. Kebijakan Perdagangan Bebas di Amerika Serikat Perjanjian perdagangan bebas pertama di Amerika terutama bukanlah mengenai perdagangan liberalisasi. Amerika Serikat telah lama menjadi pendukung tetap dari sistem perdagangan multilateral. Amerika Serikat adalah pemimpin dalam pembentukan Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT) dan selanjutnya perputaran liberalisasi dan mendorong kuat pada perputaran Uruguay dan membentuk WTO (World Trade Organization) pada tahun 1995. Hal tersebut belum termasuk ke dalam FTA pertama sampai pada tahun 1985, dengan Israel, yangmana empat tahun kemudian diikuti dengan Perjanjian Perdagangan Bebas Kanada – Amerika Serikat. Setelah selang cukup lama, pembuat kebijakan Amerika Serikat menyetujui transformasi perjanjian Kanada-Amerika Serikat menjadi Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) pada tahun 1994. Selama periode ini, pembuat kebijakan Amerika Serikat tampaknya telah melihat transaksi perdagangan preferensial sebagai sarana untuk menekankan pada pembicaraan perdagangan global dan instrumeninstrumen kebijakan negara asing. Fokus utama mereka tetap kepada WTO multilateral. Jumlah anggota FTA berkembang dengan cepat pada tahun 2000-an. Selama dekade tahun 2000, dapat dilihat perubahan dari pendekatan baru kebijakan perdangangan Amerika yaitu keberhasilan NAFTA bertolak belakang dengan kegagalan WTO dalam mencapai liberalisasi dan akses pasar tujuan Amerika Serikat. Dapat dilihat pada tabel 8, antara bulan Januari 2000 dan Oktober 2011 bahwa Amerika telah menandatangani FTA dengan tujuh belas
34
negara termasuk Korea Selatan, Colombia, dan Panama yangmana telah diimplementasikan empat belas negara dari mereka dan bergabung dalam negoisasi untuk TPP yang akan berpotensi membuat kerjasama FTA dengan empat negara lainnya dan memiliki komitmen yang kuat kepada empat partner lainnya yang sudah ada dalam FTA. Sembilan dari dua puluh FTA bahwa Amerika Serikat telah menandatangani kontrak dengan masing-masing negara, dua belas telah bermitra dengan Western Hemisphere, lima bermitra dengan Afrika Utara-Timur Tengan (MENA), dan tiga bermitra dengan Asia Pasifik. Sejauh ini yang paling signifikan dari segi nilai perdagangan yang terlibat yaitu perjanjian NAFTA dengan Kanada dan Meksiko. Pada tahun 2011, Kanada dan Meksiko bersama-sama menyumbang sekitar 26 persen impor Amerika dan 33 persen ekspor Amerika. Selain NAFTA, mitra ekonomi terbesar negara Amerika Serikat yaitu Singapore yangmana pada tahun 2011 menyumbang sekitar 1 persen impor Amerika Serikat dan 2 persen ekspor Amerika Serikat. FTA menjadi instrumen utama kebijakan perdagangan Amerika Serikat, namun sebagian besar tidak signifikan secara ekonomi. Pertumbuhaan jumlah FTA Amerika sejak tahun 1985 dan terutama sejak tahun 2000 menunjukkan bahwa pengaturan preferensial sudah tidak diabaikan bagi kebijakan perdagangan Amerika Serikat namun untuk menjadi tindakan utama. Namun demikian, terkecuali NAFTA, dapat dilihat bahwa tujuan ekonomi belum menjadi hal terpenting dalam pembentukan FTA Amerika Serikat. Secara individual, sebagian besar mitra FTA Amerika Serikat cukup kecil dan tidak menawarkan keuntungan yang unik dalam hal kemampuan industri atau sumberdaya alam. Dan meskipun Asia Timur merupakan salah satu negara yang paling cepat berkembang di dunia, hanya tiga dari FTA Amerika Serikat yang melibatkan negara-negara Asia. FTA dengan Korea merupakan perjanjian yang sangat signifikan untuk liberalisasi melalui perdagangan preferensial. Namun, tanpa melakukan perjanjian dengan mitra baru seperti Jepang, TPP tidak akan memberikan banyak bantuan untuk pemulihan ekspor Amerika. Kebijakan luar negeri dalam membuat pertimbangan tetap menjadi penentu penting dalam FTA Amerika Serikat. Pola pembentukan FTA Amerika Serikat setiap tahunnya dalam banyak hal menunjukkan bahwa tujuan kebijakan luar negeri terus mendorong berbagai pilihan mitra untuk FTA Amerika Serikat. Pada awalnya, FTA dengan Israel dan Jordan dimotivasi oleh keinginan untuk menghargai upaya negara-negara dalam mencapai perdamaian Timur Tengah (Rosen, 2006). Saat ini, FTA dengan Bahrain, Maroko, dan Oman adalah bagian dari Perdagangan Bebas Timur Tengah (MEFTA) atas inisiatif Presiden George W. Bush yang dirancang untuk memperkuat hubungan strategis dengan negaranegara Muslim moderat di Timur Tengah pada saat serangan teroris September 2011. (Momani, 2007; USGAO, 2007). FTA dengan Singapore dan Australia termotivasi terutama dalam hal pertimbangan keamanan. Pertama sebagai hadiah atas kesediaan Singapore untuk memberikan militer Amerika Serikat akses ke pangkalan-pangkalan di Asia Tenggara ketika pangkalan udara dan laut Amerika Serikat di Filipina ditutup pada tahun 1991. Kedua sebagai hadiah kepada Australia untuk mendukung invasi Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2003.
35
Tabel 8. Perjanjian perdagangan bebas Amerika dengan mitra Mitra
Tanggal Penandatangan (Presiden)
Nama FTA
Tanggal Pengesahan dengan Kongres (Presiden)
Dampak
Termasuk Negosiasi atau dalam Progres Israel
US-Israel FTA
Canada
CUSFTAa NAFTAb
Mexico
NAFTA
Jordan
US-Jordan FTA
Chile
US-Chile FTA c
Singapore
TPP US-Singapore FTA TPP
Australia
AUSFTA
Bahrain Morocco
TPP US-Bahrain FTA US-Morocco FTA
El Salvador
CAFTA-DRd
Honduras
CAFTA-DR
Nicaragua
CAFTA-DR
Guatemala
CAFTA-DR
Republik Dominika
CAFTA-DR
Costa Rica
CAFTA-DR
Oman
Us-Oman FTA
Peru
US-Peru FTA
Colombia Korea Selatan Panama Brunei New Zealand Malaysia Vietnam
TPP US-Colombia FTA KORUS FTAe US-Panama FTA TPP TPP TPP TPP
April 1985 (Reagen) Januari 1985 (Reagen) Oktober 1992 (Bush I) Oktober 1992 (Bush I) Oktober 2000 (Clinton) Juni 2003 (Bush II)
Agustus 1985 (Reagen) September 1988 (Reagen) November 1993 (Clinton) November 1993 (Clinton) September 2001 (Bush II) Juli 2003 (Bush II) Talks in progress May 2003 (Bush Juli 2003 (Bush II) II) Talks in progress May 2004 (Bush Juli 2004 (Bush II) II) Talks in progress September 2004 Desember 2005 (Bush II) (Bush II) Juni 2004 (Bush Juli 2004 (Bush II) II) Agustus 2004 Juli 2005 (Bush (Bush II) II) Agustus 2004 Juli 2005 (Bush (Bush II) II) Agustus 2004 Juli 2005 (Bush (Bush II) II) Agustus 2004 Juli 2005 (Bush (Bush II) II) Agustus 2004 Juli 2005 (Bush (Bush II) II) Agustus 2004 Juli 2005 (Bush (Bush II) II) Januari 2006 September 2006 (Bush II) (Bush II) April 2006 (Bush Desember 2007 II) (Bush II) Talks in progress November 2006 Oktober 2011 (Bush II) (Obama) Juni 2007 (Bush Oktober 2011 II) (Obama) Juni 2007 (Bush Oktober 2011 II) (Obama) Negosiasi dalam progress Negosiasi dalam progress Negosiasi dalam progress Negosiasi dalam progress Negosiasi tertunda
September 1985 Januari 1989 Januari 1994 Januari 1994 Januari 2001 Januari 2004
Januari 2004
Januari 2005
Januari 2006 Januari 2006 Maret 2006 April 2006 April 2006 Juli 2006 Maret 2007 Januari 2009 Januari 2009 Februari 2009
TBD TBD TBD
36
Mitra
Nama FTA
34 Negara
FTAAf US-Thailand FTA Andean-US FTA US-Malaysia FTA US-SACU FTA
Thailand Ekuador Malaysia SACU
g
Tanggal Penandatangan (Presiden)
Tanggal Pengesahan dengan Kongres (Presiden)
Dampak
Ditunda Ditunda Ditunda Diubah ke TPP Berakhir
Sumber: USTR, 2012 a Canada-US Free Trade Agreement b North American Free Trade Agreement c Trans-Pacifis Partnership d Dominican Republic-Central America-US Free Trade Agreement e Korea-US Free Trade Agreement f Free Trade Area of the Americas g Southern African Customs Union (SACU) beranggotakan Botswana, Lesotho, Namibia, Afrika Selatan dan Swaziland
FTA Amerika Serikat komprehensif dalam cakupannya. Pengecualian pada FTA pertama dengan Israel, agenda FTA Amerika Serikat cukup ambisius. Fokus dengan jelas pada isu-isu “WTO-plus” seperti memperluas perdagangan jasa, membuka pengadaan pemerintah untuk negara asing berkompetisi, menghilangkan hambatan teknis perdagangan, meningkatkan investasi asing (investasi langsung [FDI] dan portofolio) dan melindungi hak-hak kekayaan intelektual. Sejak tahun 2001, setiap FTA Amerika Serikat juga termasuk bagian yang berhubungan dengan sejumlah masalah tambahan seperti membuka pasar pertanian, mengurangi subsidi pemerintah, meningkatkan investasi batas lintas, harmonisasi kebijakan persaingan, dan memastikan perlindungan lingkungan dan standar perburuhan. Secara umum, FTA Amerika Serikat mengambil “daftar negatif” pendekatan liberalisasi yang berarti bahwa mitra berkomitmen untuk membuka semua sektor kecuali hal-hal yang secara eksplisit diidentifikasi sebagai pengecualian. Hal ini bertolakbelakang dengan pendekatan WTO “daftar positif” yang mana penandatanganan berkomitmen untuk membuka hanya sektor-sektor tunggal untuk liberalisasi. Semua FTA Amerika Serikat juga menggabungkan mekanisme penyelesaian sengketenya yang dalam banyak hal termasuk “pilihan forum”, ketentuan dimana pihak pengadu diperbolehkan untuk memilih apakah akan melakukan tindakan melalui FTA atau membawanya ke Penyelesaian Sengketa Tubuh WTO. FTA Amerika Serikat masih memiliki sejumlah langkah proteksionis. Namun demikian, sejumlah pembatasan dan langkah-langkah proteksionis masih berlaku di FTA Amerika Serikat. Misalnya, dibawah NAFTA ketentuan asal barang untuk pakaian impor mengharuskan bahan baku (serat), kain, dan garmen semua diproduksi di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Dalam kasus FTA Amerika-Australia kuota yang ketat membatasi akses bebas bea ke pasar daging sapi, susu, kacang, kapas, dan tembakau Amerika yang dijadwalkan untuk dihapus selama delapan belas tahun setelah perjanjian tersebut disahkan. Langkah-langkah proteksionis lintas sektoral termasuk subsidi pemerintah, dan “ganti rugi perdagangan” seperti hukuman antidumping, penyeimbangan tugas,
37
dan berbagai jenis pengamanan terhadap lonjakan impor juga umumnya diperbolehkan dalam FTA Amerika Serikat asalkan tidak melanggar aturan. (WTO, 2010a)
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Dayasaing Komoditi Udang Negara Eksportir di Pasar Amerika Serikat Tahun 1992 – 2012 Daya Saing suatu komoditi ekspor negara dapat dilihat dengan menggunakan analisis RCA. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) dalam penelitian ini digunakan untuk melihat keunggulan komparatif komoditi udang setiap negara eksportir. Tabel dibawah menunjukkan hasil estimasi RCA sepuluh negara eksportir udang ke Amerika selama periode 1992 – 2012. Hasil estimasi nilai RCA sepuluh negara eksportir merepresentasikan bagaimana dayasaing antarnegara eksportir di pasar Amerika. Nilai RCA terbesar selama periode 1992 – 2012 yaitu Peru, namun belum berarti Peru memiliki pangsa pasar yang besar di Amerika. Jika diurutkan dari tertinggi hingga terrendah yaitu Peru, Thailand, Malaysia, Indonesia, Singapore, India, Mexico, China, Colombia, dan Canada. Rata-rata nilai RCA negara eksportir selama periode 1992 – 2012 yaitu Thailand sebesar 2.75, Indonesia sebesar 2.27, Peru sebesar 3.19, India sebesar 1.53, Kanada sebesar 0.16, Mexico sebesar 1.15, Malaysia sebesar 2.74, China sebesar 1.11, Colombia sebesar 0.67, dan Singapore sebesar 2.04. Nilai RCA setiap negara eksportir berfluktuasi. Hal ini dapat dikarenakan adanya faktor-faktor yang mengurangi atau menambah jumlah permintaan impor udang oleh Amerika. Negara Thailand terus mengalami peningkatan nilai RCA walaupun pada tahun 2004 mengalami penurunan yang drastis. Hal ini dikarenakan dugaan bahwa Thailand sebagai negara yang termasuk salah satu dari daftar negara anti-dumping sehingga terjadi penurunan ekspor. Namun, tahuntahun selanjutnya menunjukkan peningkatan yang baik karena Thailand membuktikan bahwa produk udang yang diekspor bukan merupakan produk buangan dan tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Indonesia pada tahun 1993 hingga 1998 tidak memiliki dayasaing dengan negara-negara eksportir lainnya. Hal ini disebabkan akses pasar komoditi ekspor udang di Amerika Serikat mengalami banyak kendala yang terutama akibat ketatnya persyaratan teknis yang harus dilalui, khususnya yang berkaitan dengan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). HACCP yang dikeluarkan oleh FDA (Food & Drug Administration) merupakan instrumen yang mengatur standar keamanan makanan (Food Safety Standard). Peningkatan nilai RCA pada awal tahun 2000 menunjukkan bahwa Indonesia telah mampu memproduksi udang dalam jumlah yang banyak dan terjamin keamanannya. Peru dan Mexico merupakan negara bagian Amerika Latin. Nilai RCA kedua negara tersebut lebih besar dari satu. Artinya Peru dan Mexico memiliki keunggulan komparatif pada komoditi udang. Negara Mexico merupakan salah satu eksportir utama ke Amerika. Penurunan nilai RCA dari Mexico lebih disebabkan oleh banyaknya impor udang dari negara-negara eksportir lainnya.
38
Namun, Mexico tetap baik dalam mengekspor jumlah produk udangnya ke Amerika. Canada merupakan salah satu negara yang bagian Amerika Utara yang memiliki nilai RCA kurang dari satu. Artinya Canada tidak memiliki keunggulan komparatif pada komoditi udang. Hal ini dikarenakan Amerika Utara mengalami kepunahan hewan laut yang setiap dekadenya punah sebanyak 4 persen sehingga jumlah udang yang diekspor ke Amerika maupun ke dunia sangat sedikit. Lain halnya dengan negara Colombia. Tahun 1990-an Colombia yang merupakan bagian dari Amerika Latin merupakan salah satu pemasok utama ke Amerika. Sejak tahun 1998 Colombia tidak memiliki keunggulan komparatif pada komoditi udang. Hal ini disebabkannya dampak white spot syndrome viruses (WSSV) sehingga beberapa industri udang di Colombia tutup dan mengurangi jumlah ekspornya ke Amerika. Malaysia pada tahun 1992 – 2003 tidak memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi udangnya. Nilai RCA terendah terjadi pada tahun 1998. Hal ini dikarenakan Amerika mendapatkan pelarangan impor udang dan produk udang dari Malaysia karena ketidakpatuhan dan diduga sebagai penurunan nilai manfaat. Sedangkan negara Singapore pada tahun 1990-an merupakan negara eksportir yang tidak begitu dipandang oleh Amerika. Dibandingkan dengan Sembilan negara ekspotir udang lainnya, Singapore mengekspor udang paling sedikit setiap tahunnya. Namun, semenjak diberlakukannya kebijakan free trade agreements pada tahun 2004 permintaan udang dari negara Singapore semakin meningkat sehingga nilai RCA dimulai tahun 2004 menjadi lebih besar dari satu. China mengalami dampak dari adanya white spot syndrome viruses (WSSV) pada tahun 1993 yang telah kehilangan US$1 milliar sehingga mengalami penurunan nilai RCA. India pada tahun 1990-an tidak memiliki keunggulan komparatif untuk mengekspor udangnya. China dan India mengalami penurunan nilai RCA semenjak tahun 2004 dapat disebabkan oleh pemberlakuan kebijakan anti-dumping yang ditetapkan oleh negara Amerika. Pada tahun 2012, negara-negara eksportir mengalami penurunan jumlah ekspor. Hal ini dikarenakan virus EMS yang menyerang beberapa negara terutama Thailand, Malaysia, dan China sehingga Amerika menurunkan jumlah impor udangnya terhadap negara-negara yang terjangkit virus EMS maupun negara yang berdekatan dengan negara yang terjangkit virus tersebut. Indonesia sempat masuk kedalam daftar negara yang terjangkit virus EMS namun hal tersebut tidak terbukti setelah dilakukannya pengujian, serta ekspor udang Indonesia ke dunia mengalami penurunan. Oleh karena itu, nilai RCA pada Indonesia mengalami peningkatan. Dampak Kebijakan Terhadap Perdagangan Impor Udang di Amerika Serikat Berdasarkan hasil estimasi model, nilai dummy untuk masing-masing kebijakan yaitu bernilai negatif. Nilai D=1 diberikan kepada negara yang mendapatkan kebijakan pada tahun tersebut sedangkan nilai D=0 diberikan pada tahun yang tidak mendapatkan kebijakan. Nilai variabel dummy untuk kebijakan antidumping tariff yaitu 0.698640 dan dummy untuk kebijakan free trade agrrements bernilai 1.598229 dan berpengaruh secara signifikan terhadap taraf
39
nyata 5 persen. Hasil ini merepresentasikan bahwa sejak kebijakan antidumping tariff dan free trade agreements diberlakukan, permintaan impor udang dari negara yang mendapat kebijakan secara garis besar mengalami penurunan bila dibandingkan dengan permintaan impor udang sebelum diberlakukannya kebijakan-kebijakan tersebut. Ketika diberlakukannya kebijakan antidumping tariff membuat jumlah permintaan impor menurun sebesar 0.698640 persen, ceteris paribus. Sedangkan dengan ditetapkannya kebijakan free trade agreements yang juga berlaku pada beberapa eksportir udang maka jumlah permintaan impor udang dari Amerika menurun sebesar 1.598229 persen, ceteris paribus. Diterapkannya kebijakan free trade agreements dan implikasinya kepada negara pengekspor udang ke Amerika memberikan hasil yang berbeda secara hipotesis. Kebijakan FTA seharusnya memberikan dampak positif atau peningkatan dalam sistem perdagangan terutama jumlah impor udang. Namun, hasil yang diperoleh merepresentasikan bahwa kebijakan FTA menurunkan jumlah impor. Hal ini dikarenakan kebijakan FTA secara umum tidak berlaku atas perdagangan udang antara Amerika dengan negara pengekspor udang. Kebijakan pemerintah Amerika terhadap perdagangan multilateral (internasional) mempengaruhi negara tujuan ekspor dan impor Amerika. Kebijakan perdagangan impor udang dari Amerika memberikan dampak yang cukup besar kepada negara eksportir, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penurunan nilai RCA yang begitu besar pada negara China salah satunya diakibatkan oleh ditetapkannya kebijakan antidumping tariff dari Amerika atas tuduhan terhadap harga udang bersubsidi. Hal ini menguntungkan beberapa negara Asia lainnya seperti Indonesia, Singapore, dan Malaysia yang meningkatkan ekspor produk udang ke Amerika sehingga nilai RCA Indonesia dan Malaysia mengalami peningkatan yang drastis. Berbeda dengan negara Thailand, ditetapkannya kebijakan antidumping tariff tidak mempengaruhi permintaan masyarakat Amerika terhadap impor udang Thailand yang dapat dilihat dari nilai RCA Thailand dimana volume ekspor udang Thailand masih dalam jumlah yang besar sehingga kebijakan antidumping tariff tidak berlaku bagi negara Thailand. India merupakan salah satu dari enam negara yang termasuk dalam daftar negara dengan harga ekspor udang bersubsidi. Dengan ditetapkannya kebijakan antidumping tariff mampu menurunkan nilai RCA India di Amerika namun masih memiliki keunggulan komparatif yang kuat. Kebijakan antidumping tariff memberikan keuntungan kepada industri pemasok udang di Amerika seperti Peru dan Mexico yang dapat meningkatkan produksinya untuk konsumsi Amerika Serikat sehingga meningkatkan nilai RCA masing-masing negara. Dampak kebijakan perdagangan free trade agreements Amerika Serikat dengan beberapa negara di dunia secara tidak langsung mempengaruhi perdagangan impor udang dari Amerika. FTA Amerika Serikat memberikan keleluasan dalam melakukan perdagangan (penghapusan hambatan perdagangan) sehingga meningkatkan ekspor yang dapat dilihat dari nilai RCA negara eksportir udang. Salah satu contoh yaitu negara Singapore, dengan dibuatnya FTA Amerika Serikat – Singapore mampu meningkatkan nilai ekspor udang Singapore ke Amerika serta mampu meningkatkan nilai impor Amerika. FTA Amerika Serikat Peru juga semakin menguntungkan negara Peru untuk terus meningkatkan produk ekspornya terutama ekspor udang yang dapat dilihat pada nilai RCA lebih dari satu sehingga memiliki keunggulan komparatif sangat kuat. Akan tetapi, FTA
40
Amerika Serikat tidak selalu memberikan dampak terhadap negara-negara eksportir udang ke Amerika. Seperti Colombia dan Canada yang melakukan FTA dengan Amerika Serikat namun jika dilihat dari nilai RCA masing-masing negara setiap tahunnya cenderung mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan industri udang di masing-masing negara telah kehilangan kualitas dan produksi udangnya sehingga mengalami kebangkrutan hingga punah. Oleh karena itu, FTA Amerika Serikat dengan Kanada dan Kolombia lebih berpengaruh pada produk komoditas ekspor dan impor lainnya. Dalam terjadinya perdagangan internasional, suatu negara pasti menetapkan kebijakan yang berguna untuk melindungi kondisi negaranya dan juga untuk mendapatkan keuntungan dari kebijakan yang dibuat. Kebijakan tersebut dibuat berdasarkan keadaan yang sedang terjadi dan bagaimana akan terjadi di masa depan sehingga mencegah kerugian. Dalam perdagangan internasionalnya Amerika menetapkan kebijakan dengan beberapa negara untuk mempermudah melakukan ekspor dan impor. Kebijakan tersebut salah satunya berupa kebijakan antidumping tariff untuk perdagangan impor udang yang dilakukan Amerika, Kebijakan ini diterapkan pada beberapa negara yang diduga mendapat subsidi dari pemerintahnya sehingga harga udang menjadi murah di pasar Amerika. Amerika menetapkan persentase harga minimum dan harga maksimum yang dapat diterapkan suatu negara dalam menentukan harga udangnya di pasar Amerika. Kebijakan lainnya yaitu berupa kebijakan free trade agreements yangmana kebijakan ini bersifat umum (baik ekspor maupun impor dengan semua jenis komoditi). Amerika sangat menyetujui adanya perdagangan bebas yang multilateral sehingga memudahkan terjadinya perdagangan dan saling menguntungkan. Free Trade Agreements ini telah dilakukan pada sejumlah negara. Kebijakan antidumping tariff dan free trade agreements mempengaruhi perdagangan impor udang yang dilakukan oleh Amerika baik secara khusus maupun secara umum. Dampak kebijakan antidumping tariff yang dibuat Amerika pada tahun 2005 kepada beberapa negara eksportir udang dapat langsung dirasakan. Seperti negara China, sebelum terjadinya kebijakan antidumping tariff permintaan impor udang dari Amerika di negara China sangat tinggi yang dapat dilihat pada nilai RCA China yang lebih besar dari satu, namun setelah terjadinya kebijakan tersebut permintaan akan udang China menurun sangat drastis dilihat pada nilai RCA yang kurang dari satu. Hal ini menjelaskan bahwa negara China memperoleh subsidi atas harga udang di pasar Amerika. Hal ini berbeda kepada negara Thailand, walaupun negara Thailand termasuk daftar negara yang mendapatkan kebijakan antidumping tariff namun permintaan jumlah udang dari Thailand tetap besar. Hal ini menjelaskan bahwa Thailand terlepas dari tuduhan sebagai negara yang mendapatkan subsidi dari pemerintah atas harga udang. Hal lain juga menjelaskan bahwa, masyarakat Amerika cenderung lebih memilih mengeluarkan pendapatannya untuk produk udang yang berasal dari Thailand. Sehingga ada atau tidak adanya kebijakan yang dibuat untuk negara Thailand tidak mempengaruhi jumlah permintaan udang dari Thailand. India mendapatkan kebijakan antidumping tariff dari Amerika. Dampak dari kebijakan tersebut dapat dilihat pada penurunan jumlah permintaan impor udang dari Amerika namun tidak drastis. Hal ini dapat terjadi karena udang India tidak begitu banyak mendapatkan subsidi dari pemerintah dan India merupakan negara pengekspor
41
udang terbesar ke Amerika setelah Thailand. Dampak dibuatnya kebijakan antidumping tariff dapat dirasakan negara-negara lain terutama Canada, Colombia, dan Mexico. Peningkatan jumlah permintaan impor udang dari Amerika terhadap Mexico meningkat walaupun tidak dalam jumlah yang besar sejak disahkannya kebijakan tersebut. Berbeda dengan Mexico, pasokan udang dari Canada dari tahun ke tahun menurun, hal ini dikarenakan punahnya jenis perikanan di Canada termasuk udang. Amerika merupakan negara yang mendukung dilakukannya perdagangan multilateral. Oleh karena itu, untuk mempermudah transaksi ekspor dan impor yang dilakukan Amerika dengan beberapa negara maka dibuat kebijakan berupa free trade agreements. Kebijakan ini mentolerir hambatan dalam perdagangan namun tidak saling merugikan antarnegara. Beberapa negara eksportir udang juga termasuk dalam daftar mitra yang berkomitmen dalam free trade agreements seperti Peru, Singapore, Colombia, Mexico, dan Canada. Sejak diberlakukannya kebijakan free trade agreements yang berlaku untuk semua komoditas yang diperdagangkan terutama udang, ada negara yang mengalami penurunan dan mengalami peningkatan. Pada negara Peru dan Singapore mengalami peningkatan jumlah permintaan impor udang dari Amerika. Semenjak diberlakukannya kebijakan tersebut, Singapore menyumbang sebesar 1 persen dari nilai impor Amerika Serikat. Kebijakan tersebut juga menguntungkan negara Peru yangmana merupakan bagian Amerika Latin sehingga untuk memasok komoditasnya termasuk udang lebih mudah dan biaya juga lebih rendah sehingga meningkatkan jumlah udang yang diekspor ke Amerika Serikat. Negara Mexico dan Canada tergabung dalam FTA berupa perjanjian NAFTA yaitu perjanjian perdagangan bebas yang bekerjasama dengan negara bagian Amerika Utara. Hal ini menguntungkan bagi negara Mexico yang merupakan pasokan udang terbesar dari Amerika Utara karena dapat mengurangi hambatan untuk mengekspor udangnya ke Amerika Serikat. Sedangkan pada negara Canada mengalami penurunan akibat kepunahan lingkungan perikanan termasuk udang sehingga walaupun kebijakan FTA Amerika Serikat berkomitmen dengan Canada namun jumlah permintaan impor udang dari Canada terus menurun. Dampak dari kebijakan NAFTA dapat dilihat pada kondisi lain dimana Canada dapat mengekspor atau mengimpor komoditi lain ke dan/atau dari Amerika yang dapat saling menguntungkan. Permintaan impor yang dilakukan oleh suatu negara didorong oleh faktorfaktor yang menyebabkan permintaan impor udang meningkat atau menurun. Pada penelitian ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan impor udang Amerika Serikat. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor secara internal berupa GDP riil negara Amerika, GDP per kapita negara eksportir, indeks harga konsumen, nilai tukar mata uang (kurs), dan jarak ekonomi. Kemudian, faktor-faktor yang mempengaruhi secara eksternal seperti krisis ekonomi Amerika, kebijakan perdagangan udang yaitu antidumping, dan kebijakan free trade agreements yang akan dilihat pengaruhnya terhadap perdagangan udang di Amerika. Penelitian ini menggunakan metode Gravity Model dengan alat analisis Eviews 7. Dari data-data yang diperoleh dan telah diolah serta telah diestimasi, model terbaik yang digunakan yaitu menggunakan fixed effect method karena terjadinya penolakan H0 dimana nilai probability lebih kecil dari 5 persen ( = 5%) pada Uji Chow dan Uji Haussman. Kemudian, dilakukan pembobotan pada hasil estimasi model dengan fixed effect method yang
42
dapat menghapus permasalahan dalam model seperti multikolinearitas, heterokedastisitas, dan autokorelasi sehingga memberikan hasil dari model terbaik yang digunakan. Tabel 9. Hasil estimasi faktor-faktor permintaan impor Amerika Variabel Konstanta GDP riil Amerika GDP per Kapita Eksportir Kurs Indeks Harga Konsumen Jarak Ekonomi Krisis Ekonomi Amerika Kebijakan Antidumping Tariff Kebijakan FTA
Koefisien
9.662833 0.124842 0.796797 -0.897787 -0.617381 -0.136077 -0.000764 -0.698640 -1.598229 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weight Statistic R-squared F-statistic Sum-squared resid Durbin-Watson stat Unweight Statistic R-squared Sum-squared resid Durbin-Watson stat
Probabilitas 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0006 0.9881 0.0000 0.0000
0.977652 494.0804 204.8967 1.411988 0.848101 126.6049 0.446585
Berdasarkan persamaan regresi tersebut dapat dilihat nilai dari setiap variabel. Konstanta dengan koefisien 0 bernilai positif yaitu 9.662833 yang artinya apabila variabel-variabel independent sama dengan nol maka diperkirakan tingkat permintaan impor udang akan meningkat. Hasil olah data menunjukkan nilai F (value) sebesar 494.0804 dengan signifikansi F lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0.000 < 0.05) memberikan informasi tentang signifikansi model pada taraf kepercayaan 95 persen ( = 5%), hal ini berarti model yang digunakan signifikan secara statistik karena P < . Sehingga model regresi dapat digunakan karena sudah bersifat signifikan. Besarnya daya ramal model dapat dijelaskan dengan nilai R-squared sebesar 0.977652 yang berarti model mempunyai daya ramal sebesar 97.77 persen atau sekitar 97.77 persen variasi tingkat permintaan impor udang dari Amerika dapat dijelaskan oleh model. Artinya variasi perubahan tingkat permintaan impor udang dari Amerika dipengaruhi oleh variabel GDP perkapita Amerika, GDP perkapita negara eksportir, jarak ekonomi, kurs, indeks harga konsumen, krisis ekonomi Amerika, kebijakan antidumping, dan kebijakan free trade agreements, sedangkan sisanya sebesar 2.23 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model analisa. Pada uji normalitas, nilai Jarque-Bera dan probability yang diperoleh dari hasil pengolahan data lebih besar dari taraf nyata ( = 5%). Nilai Jarque-Bera sebesar 0.38 persen dengan nilai probability sebesar 0.82 persen. Artinya, error term didalam model telah terdistribusi secara normal. Berdasarkan hasil estimasi dapat dilihat permasalahan heterokedastisitas dan autokorelasi. Karena model telah menggunakan GLS Cross-section SUR maka permasalahan
43
heterokedastisitas pada model tersebut dianggap teratasi. Masalah autokorelasi dapat dilihat pada nilai Durbin-Watson statistik yang menunjukkan nilai sebesar 1.41. Estimasi dengan pendekatan GLS Cross Section SUR juga telah mengatasi permasalahan autokorelasi pada model tersebut. Uji multikolinearitas dapat dilihat pada nilai korelasi antarvariabel yang terdapat di dalam model (dapat dilihat pada lampiran). Model menunjukkan adanya permasalahan multikolinearitas apabila korelasi antarvariabel mempunyai nilai lebih dari 0.9. Pada hasil pengolahan data ditemukannya nilai korelasi antarvariabel yang melebihi nilai 0.9, namun nilai korelasi tersebut tidak melebihi nilai R-squared sehingga model terbebas dari permasalahan multikolinearitas. Gross Domestic Product (GDP) riil Amerika Berdasarkan teori ekonomi, GDP riil Amerika merepresentasikan daya beli masyarakat Amerika. Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel GDP riil Amerika berpengaruh signifikan terhadap taraf nyata 5 persen dengan nilai koefisien sebesar 0.124842 yang bernilai positif. Artinya, apabila terjadi kenaikan satu persen GDP riil negara Amerika maka meningkatkan permintaan impor udang kepada negaara eksportir sebesar 0.124842 persen, ceteris paribus. Nilai koefisien GDP riil Amerika yang diperoleh dari hasil estimasi merupakan nilai yang cukup kecil. Artinya, impor udang akan tetap dilakukan oleh Amerika walaupun nilai GDP riil Amerika mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan udang menjadi makanan laut utama yang dikonsumsi masyarakat Amerika serta bersedia membeli walaupun terjadi peningkatan harga atau penurunan daya beli masyarakat terhadap produk udang negara eksportir yang dipercaya Amerika, seperti Thailand. Oleh karena itu, seberapa besar terjadinya peningkatan GDP riil Amerika dapat meningkatkan impor udang dalam jumlah yang besar juga. Gross Domestic Product (GDP) per Kapita Negara Eksportir Berdasarkan teori ekonomi, GDP per kapita merepresentasikan pendapatan perkapita masyarakat di suatu negara. Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel GDP perkapita negara ekspotir berpengaruh signifikan terhadap taraf nyata 5 persen dengan nilai koefisien sebesar 0.796797 yang bernilai positif. Artinya, apabila terjadi kenaikan satu persen pendapatan perkapita negara eksportir maka meningkatkan permintaan impor udang dari Amerika sebesar 0.796797 persen, ceteris paribus. Angka yang diperoleh disebabkan oleh nilai GDP perkapita negara eksportir seperti Thailand, Canada, Singapore, Peru, Malaysia, dan Mexico sangat besar yang mempengaruhi peningkatan produksi udang dari negara tersebut. Peningkatan atau penurunan produksi negara eksportir akan meningkatkan atau menurunkan permintaan impor dari Amerika dalam jumlah yang sangat besar hingga dapat mencapai jumlah yang diproduksi negara eksportir. Nilai Tukar Mata Uang Asing (Kurs) Hasil estimasi model menunjukkan koefisien variabel nilai tukar mata uang negara eksportir terhadap dollar Amerika Serikat berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5 persen dengan nilai koefisien 0.897787 yang bernilai negatif. Artinya, apabila nilai tukar mata uang negara eksportir menguat terhadap dollar Amerika Serikat sebesar satu persen maka akkan menurunkan jumlah permintaan impor udang dari Amerika sebesar 0.897787 persen, ceteris paribus. Nilai tukar
44
mata uang asing dalam perdagangan internasional sangat penting karena dijadikan sebagai penyetara nilai dua mata uang yang berbeda. Nilai tukar mata uang hasil estimasi menunjukkan angka yang sangat besar dikarenakan perbedaan mata uang yang cukup besar juga seperti antara Amerika dengan Canada, Peru, dan Singapore. Nilai tukar mata uang negara tersebut dengan Amerika hampir bernilai satu sedangkan negara lainnya memiliki nilai tukar mata uang yang rendah. Oleh karena itu, nilai tukar mata uang memiliki pengaruh yang besar dalam perdagangan. Terjadinya peningkatan atau penurunan nilai tukar mata uang akan menurunkan atau meningkatkan impor dalam jumlah yang sangat besar. Indeks Harga Konsumen Negara Eksportir Berdasarkan teori ekonomi, indeks harga konsumen merepresentasikan daya beli konsumen terhadap barang dan jasa. Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel indeks harga konsumen berpengaruh signifikan terhadap taraf nyata 5 persen dengan nilai koefisien 0.617381 yang bernilai negatif sesuai dengan teori. Artinya, apabila indeks harga konsumen negara konsumen meningkat sebesar satu persen maka akan menurunkan jumlah permintaan impor udang dari Amerika sebesar 0.617381 persen, ceteris paribus. Semakin tinggi indeks harga konsumen mengharuskan daya beli masyarakat tersebut tinggi terhadap udang akibatnya jumlah permintaan impor udang dari Amerikan menurun. Angka yang diperoleh dari hasil estimasi dikarenakan setiap negara eksportir menetapkan nilai indeks harga konsumen yang sangat tinggi dikarenakan kemampuan daya beli masyarakat yang semakin tinggi. Jarak Ekonomi Berdasarkan teori Gravity, jarak berpengaruh negatif terhadap hubungan perdagangan baik nasional, regional, maupun internasional. Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan hubungan bahwa variabel jarak ekonomi berpengaruh signifikan terhadap taraf nyata 5 persen dengan nilai koefisien 0.136077 yang bernilai negatif sesuai dengan teori. Artinya, peningkatan jarak ekonomi sebesar satu persen akan menurunkan jumlah permintaan impor udang dari Amerika sebesar 0.136077 persen, ceteris paribus. Semakin jauh jarak antarnegara maka semakin besar biaya transportasi untuk melakukan perdagangan sehingga menurunkan jumlah permintaan impor udang dari Amerika. Angka yang didapat dari hasil estimasi menunjukkan bahwa jarak ekonomi antar negara eksportir dan Amerika kecil sehingga meningkatkan jumlah impor Amerika. Hal ini juga dapat dilihat bahwa negara-negara eksportir yang digunakan dalam penelitian ini memiliki jarak yang relatif dekat dengan Amerika seperti Canada, Colombia, Peru, dan Mexico. Sedangkan negara eksportir lainnya merupakan negara Asia yang memiliki GDP riil yang tinggi sehingga mengakibatkan jarak ekonomi yang rendah. Pengaruh Krisis Ekonomi Amerika Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika pada tahun 2008 memberikan dampak yang cukup besar bagi perekonomian Amerika terlihat dengan penurunan GDP Amerika pada tahun 2008 dan 2009 serta meningkatnya jumlah pengangguran. Krisis ekonomi di Amerika digunakan pada model sebagai variabel dummy yang bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap permintaan impor udang dari Amerika. Variabel
45
dummy dengan nilai D=1 menunjukkan terjadinya krisis ekonomi Amerika sedangkan nilai D=0 menunjukkan tidak terjadinya krisis ekonomi Amerika. Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa variabel dummy tidak berpengaruh signifikan terhadap taraf nyata 5 persen dengan nilai koefisien 0.000764 yang bernilai negatif. Pada beberapa bahan pangan di Amerika seperti daging, udang, susu merupakan produk yang bersifat inelastisitas sehingga apabila terjadi peningkatan harga masyarakat Amerika Serikat akan tetap membeli produk tersebut termasuk udang. Dapat dijelaskan bahwa krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat tidak mempengaruhi jumlah permintaan impor udang dari Amerika. Implikasi Kebijakan Pemerintah Amerika Serikat Terhadap Indonesia Indonesia adalah negara yang tidak mendapatkan kebijakan perdagangan dari Amerika Serikat. Dampak dari kebijakan-kebijakan yang dibuat Amerika terhadap negara-negara lain dapat dirasakan oleh Indonesia secara tidak langsung. Jumlah permintaan impor udang dari Indonesia meningkat drastis pada tahun 2004. Peningkatan jumlah permintaan impor udang Indonesia dapat terjadi karena produksi Indonesia yang meningkat dan kualitas udang Indonesia sangat bagus, dan juga Asia merupakan negara penghasil udang terbesar di dunia, sehingga permintaan jumlah impor udang dari Amerika terhadap Indonesia meningkat seiring diterapkannya kebijakan antidumping tariff yang menurunkan jumlah pasokan udang ke Amerika dan meningkat seiring dengan kualitas yang baik seperti kualitas udang di Thailand. Kebijakan Amerika Serikat dalam perdagangan internasional tetap diterapkan khususnya kebijakan antidumping tariff yang diberlakukan kepada beberapa negara eksportir udang. Kebijakan antidumping tariff secara tidak langsung mempengaruhi nilai ekspor udang dari Indonesia ke Amerika Serikat. Dampak kebijakan antidumping tariff meningkatkan jumlah permintaan udang dari Amerika Serikat terhadap produk udang di Indonesia. Hal tersebut sangat bagus dikarenakan produk udang di Indonesia memiliki kualitas yang sangat baik dengan harga udang Indonesia di pasar Amerika masih sangat tinggi. Indonesia harus terus meningkatkan kualitas produk udangnya yang bertujuan menghindari tuduhan para petani domestik di Amerika Serikat dalam melakukan praktik dumping. Jika Indonesia terhindar dari kebijakan antidumping tariff, pangsa pasar Indonesia akan semakin luas di Amerika Serikat. Sebaiknya Indonesia lebih fokus terhadap penghindaran kebijakan antidumping tariff dibandingkan melakukan kerjasama FTA Amerika Serikat-Indonesia dalam perdagangan udang. Hal tersebut didasarkan pada nilai FTA yang negatif sehingga dengan adanya kebijakan FTA Amerika Serikat dengan mitra menurunkan permintaan impor udang dari Amerika.
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) menunjukkan bahwa pada tahun 2012 Indonesia berdayasaing
46
tertinggi jika dibandingkan dengan negara eksportir udang lainnya. Urutan berikutnya ditempati oleh Malaysia, Peru, Thailand, India, Singapore, Mexico, China, Colombia, dan Canada. Faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi aliran impor udang dari Amerika terhadap negara-negara eksportir yaitu GDP riil Amerika, GDP perkapita negara eksportir, kurs, jarak ekonomi, indeks harga konsumen, kebijakan antidumping tariff, dan kebijakan free trade agreements. Sedangkan faktor yang tidak signifikan mempengaruhi aliran impor udang dari Amerika yaitu krisis ekonomi yang terjadi di Amerika tahun 2008. Dampak kebijakan antidumping tariff pada beberapa negara yang terlibat memberikan keuntungan kepada negara eksportir lainnya, terutama Mexico. Antidumping tariff menurunkan jumlah ekspor udang dari China yang jika dibandingkan dengan negara lain tidak berdayasaing. Sedangkan negara India mengalami penurunan ekspor udang ke Amerika Serikat namun masih berdayasaing jika dibandingkan dengan negara lain. Penurunan jumlah udang yang diimpor dari negara China dan India menguntungkan Mexico karena dapat meningkatkan pasokan udangnya ke Amerika Serikat. Dampak kebijakan free trade agreements Amerika Serikat pada perdagangan udang menurunkan jumlah permintaan impor. Hasil estimasi menunjukkan bahwa FTA Amerika Serikat dengan mitra bernilai negatif, dikarenakan walaupun diberlakukannya FTA, impor terhadap negara tersebut tetap menurun akibat produksi yang menurun setiap tahunnya. Saran Berdasarkan hasil estimasi Gravity Model selama periode 1992 – 2012 Amerika dapat terus meningkatkan jumlah permintaan impor udang dari negara Mexico karena memiliki GDP perkapita yang cukup tinggi dengan nilai kurs yang sedang, jarak yang cukup dekat, serta indeks harga konsumen yang ditetapkan rendah jika dibandingkan dengan negara-negara eksportir lainnya. Sedangkan untuk meningkatkan impor udang dari negara lain, Amerika dapat menurunkan jumlah permintaan impor udang dari China karena China memiliki GDP perkapita yang cukup rendah dengan kurs yang sedikit menguat, jarak terjauh setelah Indonesia dan memiliki indeks harga konsumen yang tinggi. Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan Amerika dalam menjalankan perdagangan impor udang dengan negara-negara eksportir sebaiknya tetap diterapkan karena dapat berguna untuk meningkatkan produksi dalam negeri Amerika itu sendiri dan juga dapat menguntungkan negara lain baik secara ekonomi, lingkungan, maupun produksi negara lain. Implikasi kebijakan yang diterapkan kepada Indonesia yaitu sebaiknya negara Indonesia tetap mempertahankan serta meningkatkan mutu produk udang untuk menghindari tuduhan praktik dumping dari petani domestik Amerika Serikat.
47
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. U.S. Shrimp Industry Demands Relief From Unfairly Traded Imports. http://www.prnewswire.com/news-releases/us-shrimp-industry-demandsrelief-from-unfairly-traded-imports-73425642.html [Anonim]. 2012. Menelusuri Krisis Eropa. http://ekonomikompasiana.com/moneter/2012/01/03/menelusuri-krisis-eropa-422241.html Antidumping Code, Article 2 point 1, an Agreement on 15 April 1994. Aprianto, Edwin. 2006. Peramalan Dampak Kebijakan Tarif Impor Beras Terhadap Kesejahteraan Pelaku Ekonomi Perdagangan Beras di Jawa Timur. Skripsi. Universitas Jember. Jember. Aritonang, Indah. 2013. Kebijakan Perdagangan Internasional Proteksionisme dan Tarif. Bandung: Universitas Padjajaran Balaam, David N., Michael Veseth. 1996. Introduction to International Political Economy (new Jersey-Hall). Halaman 219. Beaulieu, Curtis. 2006. “Shrimp Dumping: An Analysis of Antidumping Laws in The United States and The World Trade Organization”. South Carolina Journal of International Law and Business: Vol. 2: Iss. 1, Article 8 Distant Cepii. 2012. Recommended for Distance. Fishery. 2005. Anti-dumping, the first case of China and the US Fisheries. http://fishery.aweb.com.cn/news/2005/7/4/23283811.shtml Frozen Warmwater Shrimp from China, Ecuador, India, Malaysia, and Vietnam. U.S. International Trade Commission. October 2013 Hady, Hamdy. 2001. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Hermawan, Iwan. 2012. Analisis Dampak Kebijakan Tarif Impor Serat Kapas Terhadap Kesejahteraan Petani Serat Kapas di Indonesia. Kementerian Perdagangan. Jakarta. Hill, Charles W.L. 2000. International Business: Competing In the Global Market Place 3rd Edition. McGraw – Hill Company. USA. Holsti, Kalevi Jaakko, 1992. International Politics, A Framework for Analysis, Sixth Edition (new jersey: Prentice-hall International). Halaman 102-103. International Monetary Fund. 2012. Recommended for Consumer Price Index Jones, Keithly, David J. Harvey, William Hahn, Andrew Muhammad. 2008. U.S. Demand for Source-Differentiated Shrimp: A Differential Approach. Journal of Agricultural and Applied Economics, 40,2:609-621. Southern Agricultural Economics Association Josupeit, Helga. 2004. An Overview On The World Shrimp Market. GLOBEFISH Kartadjoemana, H.S., 1996. GATT dan WTO, Sistem Forum dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan. Jakarta: UI-Press. Keithly, Walter R. 2008. The Southest USA Shrimp Industry: Issues Related to Trade and Antidumping Duties. Marine Resource Economics, 23:459-483. [Web of Science ] Kementerian Perdagangan. 2010. Kajian Kelayakan Pembentukan FTA Indonesia – Mesir. www.kemendag.go.id/files/pdf/2014/01/06/Full-Report-FTAMesir.pdf [Diakses 14 May 2014]
48
Kustiarti, R., Atien Priyanti, Erwidodo. 2008. Kebijakan Impor Susu: Melindungi Peternak dan Konsumen. Pusat Analsis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Lapipi. 2005. Analisis Efek Integrasi Ekonomi ASEAN dan Manfaatnya Bagi Perdagangan Negara-Negara ASEAN. Depok. Universitas Indonesia. Lindert and Kindelberger. 1981. International Economics. Lowell, Julia F., Shujiro Urata, Megumi Naoi, Rachel M. Swanger. 2011. The United States, Japan, and Free Trade Moving In The Same Direction? . Center For Asia Pacific Policy. National Marine Fisheries Service. 2010. Imports and Exports of Fisheries Product Annual Summary, National Marine Fisheries Service. Current Fisheries Statistics No. 2010-2 National Marine Fisheries Service. 2011b. Top 10 Consumed Seafood. http://www.aboutseafood.com/about/about-seafood/top-10-consumedseafoods National Oceanic and Atmospheric Administration. 2011. “Aquaculture in the United States.” Diakses 29 Maret 2014 Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press A Division of Macmillan. New York. Rhodes, Edwin W. Shrimp Mariculture In The United States – Issues For Sustainability. National Oceanic and Atmospheric Administration. National Marine Fisheries Service. Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Lima Jilid I dan Jilid II. Penerbit Erlangga: Jakarta. Saraswati, Birgitta Dian, Sotya Fevriera, dan Yayuk Ariyani. 2011. Simulasi Dampak Kebijakan ACFTA dengan Menggunakan Angka Pengganda Social Accounting Matrices. Universitas Kristen Satya Wacana. Jawa Tengah. Sobri. 2000. Ekonomi Internasional. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta Tabarestani, Maryam. 2013. The Effects Of U.S. Shrimp Imports On The Gulf of Mexico Dockside Price: A Source Differentiated Mixed Demand Model. Lousiana State University United Nations Conference on Trade and Development.2012. Recommended for Exchange Rate United Nations Commodity Trade. 1992-2012. Recommended for Value and Quantity of Commodity U.S. Policy Toward America Latin. CATO Handbook For Policymakers 7th Edition. CATO Institute Vietnam Seafood Trade Magazine. 2011. http://vietfish.org/20111208103331271p49c65t94/high-demand-forvietnamese-seafood-in-the-us-market.htm World Bank. 2012. Recommended for Gross Domestic Product and Gross Domestic Product per Capita World Shrimp Market. 2004. Madrid. Spain. Yoserwan. 2010. Regulasi Antidumping dalam Kerangka GATT/WTO dan Implikasinya Bagi Dunia Usaha, www.yoserwanhamzah.blogspot.com. Diakses 21 Mei 2014.
49
Lampiran 1. Nilai RCA Sepuluh Negara Eksportir Udang Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rataan
Thailand 1.28 1.48 1.56 1.54 1.58 1.59 1.58 1.93 2.32 2.52 2.35 3.14 2.95 3.57 3.80 3.92 4.36 4.16 4.38 4.26 3.48 2.75
Indonesia 1.32 0.81 0.59 0.33 0.67 0.88 0.98 1.02 1.20 1.11 1.22 1.49 2.32 2.61 2.95 3.59 4.37 4.11 4.37 5.72 6.08 2.27
Peru 3.41 3.33 4.51 3.61 2.69 2.82 1.90 1.68 2.05 2.71 2.66 2.06 2.34 2.19 2.85 3.66 4.02 4.25 4.35 5.28 4.70 3.19
India 0.72 0.82 0.83 0.71 0.59 0.75 0.76 0.81 1.01 1.38 1.79 2.21 2.26 2.11 1.70 1.51 1.65 1.96 2.93 2.92 2.63 1.53
Negara Eksportir Kanada Mexico Malaysia 0.45 1.22 0.62 0.44 1.19 0.51 0.36 1.15 0.42 0.23 1.17 0.29 0.17 1.13 0.19 0.19 1.16 0.08 0.21 1.12 0.07 0.22 1.09 0.17 0.18 1.09 0.32 0.14 1.13 0.43 0.07 1.14 0.38 0.08 1.11 0.23 0.11 1.10 2.24 0.09 1.13 2.72 0.07 1.13 2.63 0.06 1.13 3.35 0.08 1.19 23.99 0.05 1,10 4.00 0.06 1.19 4.22 0.07 1.23 5.59 0.06 1.20 4.95 0.16 1.15 2.74
China 3.99 1.63 1.61 1.82 0.73 1.19 0.65 0.70 1.02 1.24 1.35 1.87 1.19 0.55 0.76 0.39 0.28 0.61 0.77 0.57 0.32 1.11
Colombia 1.04 1.30 1.36 1.28 1.28 1.33 0.91 0.64 0.63 0.79 0.72 0.54 0.59 0.44 0.37 0.22 0.19 0.09 0.07 0.19 0.09 0.67
Singapore 0.89 1.16 0.98 0.86 0.47 0.22 0.40 1.06 1.89 2.11 1.69 0.60 0.67 2.97 3.24 2.89 4.71 4.93 2.55 6.35 2.06 2.04
49
50 50
Lampiran 2. Hasil RCA Ekspor Udang ke Amerika Tahun 1992-2012
Negara
Tahun
Thailand
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Nilai Ekspor Komoditi Udang ke Amerika dari Negara j (US$) - Mij 354 319 187 467 768 128 627 579 298 542 549376 476 379 904 466 365 162 498 325 248 518 147 881 723 433 441 612 297 885 360 828 411 450 255 233 370 922 831 498 955 010 603 341 010 536 257 794 626 109 982 608 499 941 751 344 657 678 176 295
Nilai Total Ekspor ke Amerika dari Negara j (US$) - Mt 7 301 984 354 8 006 418 180 9 519 568 299 10 078 286 848 10 027 075 317 11 448 658 014 12 150 818 713 12 659 633 096 14 742 805 501 13 169 935 674 13 506 536 609 13 671 640 196 15 502 663 055 17 024 770 903 19 646 952 237 19 372 063 859 20 097 781 461 16 684 946 754 20 230 501 291 21 893 128 184
Nilai Ekspor Komoditi Udang Dunia dari Negara j (US$) - Wij 1 225 754 854 1 466 589 340 1 916 556 677 1 973 773 312 1 669 321 381 1 486 979 541 1 391 197 904 1 235 281 764 1 454 952 175 1 198 010 934 774 292 568 841 797 576 780 926 456 903 470 073 1 054 484 182 1 084 677 273 1 256 629 592 1 336 693 489 1 656 503 603 1 664 509 192
Nilai Total Ekspor Dunia dari Negara j (US$) - Wt 32 474 401 190 37 166 833 502 45 235 493 081 56 439 341 056 55 678 127 622 58 282 513 306 53 583 494 946 58 423 032 127 68 818 989 570 64 919 225 910 68 107 865 050 80 323 274 404 96 247 901 276 110 110 034 192 130 580 046 120 153 571 126 168 175 907 915 349 152 497 202 591 195 311 520 256 228 823 972 691
RCA 1.285556897 1.480605627 1.555997936 1.539349431 1.584615215 1.596631879 1.579608537 1.93575625 2.321015379 2.519368276 2.349897406 3.142475368 2.948888761 3.571850206 3.802808053 3.919284173 4.360944982 4.16069384 4.378930312 4.258435846
51
Negara
Indonesia
Peru
Tahun 2012 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1992
Nilai Ekspor Komoditi Udang ke Amerika dari Negara j (US$) - Mij 496 908 291 117 941 672 91 751 240 77 413 536 40 343 712 76 781 176 101 526 640 118 283 648 107 623 281 152 885 011 134 380 581 127 306 032 141 596 502 219 530 231 242 579 455 309 308 069 290 199 679 343 594 920 266 691 346 312 944 149 462 912 984 462 888 498 20 414 124
Nilai Total Ekspor ke Amerika dari Negara j (US$) - Mt 22 816 643 177 4 419 086 848 5 229 773 312 5 828 543 488 6 321 696 768 6 794 638 848 7 154 457 088 7 045 718 528 6 907 973 718 8 488 730 739 7 761 327 774 7 570 467 254 7 386 381 444 8 787 069 944 9 889 195 575 11 259 135 631 11 644 198 464 13 079 933 994 10 889 078 628 14 301 875 648 16 497 615 839 14 910 181 324 705 768 960
Nilai Ekspor Komoditi Udang Dunia dari Negara j (US$) - Wij 1 433 499 502 687 790 720 789 005 632 889 408 256 875 371 264 838 760 128 864 112 192 837 374 528 740 564 878 930 992 433 879 318 175 784 392 116 785 856 284 770 317 263 804 022 736 939 711 381 792 385 971 822 922 169 693 881 868 790 572 834 997 506 693 970 566 455 28 491 096
Nilai Total Ekspor Dunia dari Negara j (US$) - Wt 229 544 513 253 33 966 981 120 36 822 753 280 40 053 415 936 45 417 963 520 49 814 695 936 53 443 579 904 48 847 519 744 48 665 419 481 62 124 006 936 56 316 866 700 57 158 751 145 61 058 187 386 71 582 468 122 85 659 947 504 100 798 615 667 114 100 872 803 137 020 424 402 116 509 991 781 157 779 103 470 203 496 619 185 190 031 839 234 3 359 371 520
RCA 3.487336557 1.31806061 0.818776242 0.598129563 0.331114017 0.671132219 0.877664918 0.979314516 1.02379478 1.20180902 1.108901379 1.225394165 1.489435052 2.321599433 2.613379766 2.946770272 3.588719524 4.373888705 4.112400679 4.36698234 5.724262693 6.078473941 3.410492308
51
52 52
Negara
India
Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1992 1993 1994
Nilai Ekspor Komoditi Udang ke Amerika dari Negara j (US$) - Mij 18 671 652 22 138 764 22 949 696 17 992 932 45 751 016 43 220 876 16 036 035 4 126 516 5 708 427 10 567 125 9 470 882 17 035 069 25 868 248 32 526 121 40 226 711 47 222 764 45 886 273 49 597 661 63 858 847 61 262 994 61 299 405 84 484 712 125 921 368
Nilai Total Ekspor ke Amerika dari Negara j (US$) - Mt 704 026 488 726 935 488 937 516 992 1 159 534 720 1 597 564 160 1 835 160 064 1 725 680 761 1 919 880 576 1 693 549 952 1 998 085 258 2 434 506 328 3 730 488 582 5 257 260 432 5 707 486 582 5 585 918 233 5 835 264 231 4 603 772 868 5 826 307 735 6 083 870 689 6 516 617 362 3 928 927 013 3 999 033 600 5 022 505 472
Nilai Ekspor Komoditi Udang Dunia dari Negara j (US$) - Wij 26 748 624 29 632 058 36 926 384 33 663 936 68 719 360 70 221 520 32 719 538 7 213 680 8 488 648 15 224 068 17 056 863 24 842 517 38 524 658 47 526 817 55 231 467 63 021 783 62 689 175 68 808 643 90 660 771 91 834 916 449 200 905 574 673 728 798 082 688
Nilai Total Ekspor Dunia dari Negara j (US$) - Wt 3 357 629 048 4 388 895 744 5 439 694 336 5 835 009 536 6 759 378 432 5 671 803 904 5 932 053 067 6 866 037 760 6 825 601 024 7 665 213 552 9 026 639 026 12 726 496 792 17 114 288 769 23 764 896 761 28 084 585 255 31 288 211 596 26 738 259 539 35 205 067 795 45 636 085 458 45 946 179 730 20 711 291 014 22 236 917 760 26 330 005 504
RCA 3.329085987 4.51077276 3.606081222 2.689644361 2.816891307 1.902263157 1.684745879 2.045778608 2.710321528 2.662786662 2.058763368 2.339329829 2.1858864 2.849604426 3.661857057 4.017731692 4.25117982 4.35541927 5.283601744 4.70346125 0.719364242 0.817478466 0.82714581
53
Negara
Canada
Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1992 1993 1994 1995 1996
Nilai Ekspor Komoditi Udang ke Amerika dari Negara j (US$) - Mij 80 694 912 84 604 729 113 334 112 121 228 072 143 948 957 196 631 750 213 482 242 324 406 922 342 874 354 295 110 619 302 806 428 229 764 839 173 338 595 138 957 116 156 573 819 313 289 046 506 424 079 577 133 520 20 117 776 26 701 734 24 985 919 21 209 112 15 812 575
Nilai Total Ekspor ke Amerika dari Negara j (US$) - Mt 5 505 021 952 6 558 730 850 6 737 733 632 7 200 004 096 8 436 664 042 9 304 913 801 8 404 055 704 10 388 759 520 11 186 814 970 13 105 036 845 16 542 685 101 18 705 452 048 20 133 334 030 21 407 124 636 19 128 199 811 23 587 441 659 32 919 043 491 37 170 685 936 104 064 376 832 116 696 394 069 135 879 604 665 151 400 303 519 161 108 658 648
Nilai Ekspor Komoditi Udang Dunia dari Negara j (US$) - Wij 655 753 472 725 339 984 779 436 224 737 944 768 771 218 725 882 739 802 805 286 802 871 669 168 823 691 392 756 644 532 869 140 829 871 658 811 831 709 165 715 458 123 740 082 210 1 000 569 453 1 586 062 212 1 707 709 172 57 532 640 74 518 011 84 552 085 113 840 221 113 403 458
Nilai Total Ekspor Dunia dari Negara j (US$) - Wt 31 698 567 168 33 468 591 194 34 793 750 528 33 207 324 672 36 919 977 135 42 358 096 158 43 878 488 724 50 097 958 247 59 360 659 088 75 904 200 367 100 352 636 503 121 200 606 221 145 898 053 464 181 860 898 300 176 765 036 339 220 408 495 991 301 483 250 168 289 564 769 447 134 462 136 320 144 631 649 771 166 254 534 830 191 117 744 151 202 262 551 209
RCA 0.708575497 0.595210581 0.750874694 0.757670686 0.816811089 1.014016479 1.384120537 1.794711976 2.208832249 2.259022218 2.113477956 1.707944007 1.510280391 1.649975773 1.955066107 2.92580557 2.924220448 2.632737344 0.451818058 0.444103417 0.361568204 0.235180343 0.175054347
53
54 54
Negara
Mexico
Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998
Nilai Ekspor Komoditi Udang ke Amerika dari Negara j (US$) - Mij 17 341 983 22 216 436 22 808 701 18 923 142 14 880 823 16 525 563 18 078 054 23 318 782 20 360 457 17 020 723 14 813 824 15 952 326 10 055 891 13 169 577 17 225 077 15 658 655 205 924 992 292 080 992 324 801 056 450 756 992 390 280 768 472 268 608 479 451 712
Nilai Total Ekspor ke Amerika dari Negara j (US$) - Mt 176 882 020 091 181 853 785 157 205 020 266 109 241 590 901 427 227 244 371 567 220 072 350 612 233 380 458 062 267 804 199 912 302 195 424 326 316 556 507 486 331 601 972 053 353 782 674 814 236 480 911 520 289 418 958 592 331 755 015 916 337 829 639 542 37 284 306 944 42 935 365 632 51 198 156 800 66 338 807 808 79 771 336 704 93 018 726 400 101 926 633 472
Nilai Ekspor Komoditi Udang Dunia dari Negara j (US$) - Wij 110 587 409 125 502 863 117 803 487 118 658 273 123 692 591 250 135 489 257 077 105 238 920 770 275 134 473 271 035 180 274 929 150 260 111 472 246 046 241 300 876 890 308 403 488 324 892 077 208 599 008 295 448 000 334 208 320 461 985 984 412 336 768 478 453 600 491 363 744
Nilai Total Ekspor Dunia dari Negara j (US$) - Wt 216 037 338 607 214 606 353 490 238 778 007 509 277 113 410 951 261 058 870 671 252 584 259 640 272 229 685 914 317 161 191 588 360 552 446 268 388 178 675 701 419 881 603 949 455 632 184 179 315 176 831 385 386 579 899 704 450 430 007 647 453 380 895 263 46 194 884 608 51 886 415 872 60 618 563 584 79 540 658 176 95 661 170 688 110 046 904 320 117 325 348 864
RCA 0.191530615 0.208901225 0.225496568 0.182924634 0.138206537 0.075826629 0.082027462 0.115588496 0.08829235 0.077007454 0.068226978 0.078984585 0.054470582 0.05846491 0.07583186 0.064681607 1.223107505 1.194705181 1.150671854 1.169863497 1.13504717 1.167768331 1.12317115
55
Negara
Malaysia
Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
Nilai Ekspor Komoditi Udang ke Amerika dari Negara j (US$) - Mij 408 717 408 437 457 391 390 628 220 268 619 378 294 614 984 340 299 071 323 425 564 319 374 804 342 622 546 328 006 724 321 225 852 206 905 462 302 374 824 141 002 067 10 324 321 8 082 805 8 770 999 7 264 355 3 846 243 2 008 310 1 957 624 4 514 991 10 965 964
Nilai Total Ekspor ke Amerika dari Negara j (US$) - Mt 120 455 061 504 146 599 589 178 136 373 541 736 137 963 057 176 144 696 717 331 166 533 178 158 183 837 712 957 212 131 771 801 223 387 835 367 233 793 947 984 185 448 518 572 238 858 911 632 274 991 999 711 288 178 653 628 7 585 060 462 9 582 299 644 12 438 520 359 15 278 556 427 14 251 242 319 14 663 314 432 15 881 341 146 18 531 552 158 20 159 496 700
Nilai Ekspor Komoditi Udang Dunia dari Negara j (US$) - Wij 425 313 632 455 494 932 401 843 386 274 865 541 300 988 058 346 322 093 332 590 465 333 265 988 368 266 397 344 252 427 360 941 899 217 633 869 313 380 098 150 917 858 89 626 794 77 498 972 98 987 059 117 013 683 107 081 737 128 285 664 125 628 235 123 418 752 164 952 126
Nilai Total Ekspor Dunia dari Negara j (US$) - Wt 136 262 811 648 166 294 339 530 158 386 216 926 160 750 540 171 164 906 508 836 187 980 442 491 214 207 305 610 249 960 545 529 271 821 215 424 291 264 808 810 229 712 337 305 298 305 075 136 349 569 049 433 370 642 551 856 40 768 494 324 47 127 175 966 58 842 643 539 73 778 148 897 78 314 873 320 78 729 420 800 73 254 221 383 84 511 901 587 98 229 771 679
RCA 1.087091562 1.08942396 1.129000297 1.138693059 1.115538813 1.109155567 1.133089512 1.129211785 1.132081453 1.187026697 1.102387152 1.187311477 1.226555293 1.2016509 0.61914057 0.512941489 0.419173766 0.2997822 0.197384405 0.084053835 0.071876596 0.166832945 0.323930878
55
56 56
Negara
China
Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Nilai Ekspor Komoditi Udang ke Amerika dari Negara j (US$) - Mij 12 975 606 11 250 023 8 089 443 107 504 773 147 872 999 114 297 220 149 368 608 178 961 339 105 680 503 144 069 262 196 227 558 144 462 674 222 326 974 111 709 530 101 010 754 90 100 562 22 542 712 46 790 490 25 334 117 31 364 656 66 331 341 70 904 327 79 344 776
Nilai Total Ekspor ke Amerika dari Negara j (US$) - Mt 17 816 010 044 19 520 322 819 20 504 262 115 23 757 415 427 27 815 727 248 30 186 524 970 27 543 324 609 4 810 581 408 17 235 959 921 18 981 094 956 18 850 436 988 19 718 959 631 8 599 371 576 16 972 667 973 21 474 839 665 24 728 628 807 26 705 626 240 32 740 595 499 37 983 569 929 42 004 219 558 52 156 428228 54 355 080 203 70 050 092 091
Nilai Ekspor Komoditi Udang Dunia dari Negara j (US$) - Wij 147 573 517 143 474 369 176 549 633 255 274 483 276 026 277 231 244 861 284 518 726 308 028 348 240 915 104 357 724 896 422 610 430 336 430 327 550 081 992 370 249 655 351 955 764 297 674 855 174 350 784 219 184 463 188 850 388 210 271 625 310 325 310 280 640 121 272 717 633
Nilai Total Ekspor Dunia dari Negara j (US$) - Wt 88 004 468 660 94 058 290 562 104 707 229 107 126 639 700 629 141 624 045 896 160 669 230 590 175 961 862 673 198 702 474 772 157 194 831 522 198 790 690 678 226 992 681 985 227 449 499 544 84 940 015 164 91 743 948 346 121 006 259 433 148 779 499 983 151 047 461 759 182 791 584 798 183 808 987 822 194 930 778 542 249 202 551 015 266 098 208 590 325 595 969 765
RCA 0.43432367 0.377823679 0.233983009 2.244869113 2.727627316 2.630771756 3.353904317 23.99795538 4.000678296 4.217906479 5.591266873 4.952922122 3.992182149 1.630883254 1.617176557 1.821077415 0.731295537 1.191838613 0.649170616 0.69222512 1.021283277 1.236872091 1.352307415
57
Negara
Colombia
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Nilai Ekspor Komoditi Udang ke Amerika dari Negara j (US$) - Mij 160 569 717 103 514 121 38 721 437 30 140 885 13 811 863 11 728 704 82 354 131 118 745 677 102 265 783 59 137 348 26 607 486 40 239 268 60 704 684 50 791 064 48 922 968 49 476 732 25 838 556 24 857 544 27 805 972 27 817 575 21 872 796 16 293 791 13 556 668
Nilai Total Ekspor ke Amerika dari Negara j (US$) - Mt 92626 296 055 125 148 955 896 163 180 459 034 203 801 045 737 233 168 789 977 252 843 530 635 221 295 019 639 283 780 322 735 325 010 987 549 352 438 221 016 2 722 496 768 2 850 210 048 3 164 921 088 3 627 721 472 4 282 930 432 4 379 280 896 4 139 680 512 5 817 432 064 6 632 131 633 5 344 533 010 5 328,470 375 6 160 245 384 7 042 200 950
Nilai Ekspor Komoditi Udang Dunia dari Negara j (US$) - Wij 405 622 439 410 455 539 326 704 739 187 614 194 182 176 092 235 678 142 733 358 177 859 530 529 1 050 321 173 1 060 534 155 65 271 740 77 068 552 119 984 384 111 857 824 95 255 352 98 032 552 74 210 240 77 544 280 87 512 963 80 128 748 68 070 674 64 223 062 54 960 247
Nilai Total Ekspor Dunia dari Negara j (US$) - Wt 438 227 767 355 593 325 581 430 761 953 409 531 968 935 601 013 1 200 059 668 452 1 430 693 066 080 1 201 646 758 080 1 577 763 750 888 1 898 388 434 783 2 048 782 233 084 6 916 042 752 7 123 438 592 8 537 516 544 10 201 048 064 10 647 555 072 11 549 019 136 10 821 222 400 11 617 030 144 13 158 400 847 12 301 486 486 11 897 488 381 13 092 218 069 16 729 677 706
RCA 1.872868409 1.19563693 0.553421845 0.763798521 0.390205424 0.281595264 0.60978176 0.768097226 0.56871576 0.324152954 1.035544934 1.304925418 1.364790996 1.276826249 1.276827668 1.330984494 0.910151944 0.64013599 0.630399221 0.799058804 0.717458831 0.539195615 0.58598088
57
58 58
Negara
Singapore
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Nilai Ekspor Komoditi Udang ke Amerika dari Negara j (US$) - Mij 13 586 340 11 108 866 5 056 221 5 654 838 2 181 430 1 463 434 2 707 968 998 129 25 420 668 30 179 954 27 352 598 20 197 994 8 702 533 3 415 435 6 003 713 11 723 187 20 690 364 14 105 285 6 809 605 1 641 529 5 544 408 9 373 113 8 464 365
Nilai Total Ekspor ke Amerika dari Negara j (US$) - Mt 8 851 631 432 9 948 229 958 10 609 166 832 14 288 832 815 13 123 465 721 17 143 276 691 21 948 534 649 22 216 238 420 13 392 945 152 15 062 460 416 18 177 120 256 21 589 948 416 23 063 385 699 23 024 950 325 21 868 097 536 22 055 847 761 23 891 130 940 18 740 999 505 19 093 799 475 20 557 838 840 23 293 557 655 23 870 564 431 27 635 188 777
Nilai Ekspor Komoditi Udang Dunia dari Negara j (US$) - Wij 73 589 676 73 433 800 64 613 405 78 607 516 62 465 088 50 906 097 35 976 688 31 120 743 135 148 064 127 734 208 147 952 944 128 793 704 99 223 939 83 206 962 74 279 272 57 330 567 63 161 294 43 399 675 26 346 045 21 223 260 70 514 361 30 310 919 25 647 457
Nilai Total Ekspor Dunia dari Negara j (US$) - Wt 21 190 438 735 24 390 975 103 29 991 332 000 37 625 882 065 32 852 985 837 39 819 528 642 56 953 516 086 60 273 618 168 63 463 108 608 74 005 471 232 96 824 549 376 118 263 103 488 125 007 762 852 124 988 069 164 109 904 936 960 114 681 728 362 137 805 720 273 121 753 788 784 125 177 090 679 159 963 347 826 198 632 635 437 229 652 339 084 271 809 168 813
RCA 0.441979589 0.370900205 0.221216693 0.18942881 0.087423911 0.066773727 0.195315792 0.087014865 0.891296869 1.160858441 0.984771283 0.859035818 0.475382441 0.22282105 0.406217364 1.063236629 1.889503275 2.111471013 1.694489913 0.601837844 0.670490128 2.975040853 3.246024095
59
Negara
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Nilai Ekspor Komoditi Udang ke Amerika dari Negara j (US$) - Mij 3 958 181 2 731 395 2 839 882 1 016 603 2 464 784 935 871
Nilai Total Ekspor ke Amerika dari Negara j (US$) - Mt 26 675 303 372 24 169 856 162 17 709 243 258 22 951 028 250 22 359 452 921 22 625 939 281
Nilai Ekspor Komoditi Udang Dunia dari Negara j (US$) - Wij 15 361 130 8 104 877 8 769 544 6 106 755 7 104 325 8 197 286
Nilai Total Ekspor Dunia dari Negara j (US$) - Wt 299 297 445 859 338 175 937 705 269 832 461 127 351 867 167 059 409 503 630 545 408 393 019 734
RCA 2.89112007 4.715271661 4.934208245 2.552216354 6.354079269 2.060713401
59
60
Lampiran 3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Permintaan Impor Udang Pooled Effect Method Dependent Variable: LIMP Method: Panel Least Squares Date: 05/04/14 Time: 11:39 Sample: 1992 2012 Periods included: 21 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 210 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LGDP2 LGDPJ LERIJ LDIST1 LIHK1 DKRISIS DPOLICY1 DPOLICY2
25.01894 0.470387 -0.953439 -0.051779 -0.617938 -1.416156 0.513107 1.314182 -0.483495
1.113798 0.086416 0.126240 0.045364 0.144891 0.302679 0.297759 0.372691 0.371837
22.46272 5.443283 -7.552570 -1.141404 -4.264849 -4.678739 1.723230 3.526198 -1.300290
0.0000 0.0000 0.0000 0.2551 0.0000 0.0000 0.0864 0.0005 0.1950
R-squared 0.463814 Adjusted R-squared 0.442473 S.E. of regression 1.491101 Sum squared resid 446.9000 Log likelihood -377.2760 F-statistic 21.73374 Prob(F-statistic) 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
17.77985 1.996983 3.678819 3.822266 3.736809 0.185728
Fixed Effect Method Dependent Variable: LIMP Method: Panel Least Squares Date: 05/04/14 Time: 11:39 Sample: 1992 2012 Periods included: 21 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 210 Variable
Coefficient
C LGDP2 LGDPJ LERIJ LDIST1 LIHK1
8.109006 0.122940 0.961291 -1.058671 -0.093998 -0.781645
Std. Error
t-Statistic
3.108935 2.608291 0.100300 1.225724 0.338912 2.836401 0.352326 -3.004804 0.193614 -0.485491 0.393415 -1.986822
Prob. 0.0098 0.2218 0.0051 0.0030 0.6279 0.0484
61
DKRISIS DPOLICY1 DPOLICY2
0.037284 -0.768740 -1.700945
0.215113 0.173323 0.271317 -2.833362 0.245048 -6.941264
0.8626 0.0051 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.848594 Adjusted R-squared 0.835188 S.E. of regression 0.810716 Sum squared resid 126.1940 Log likelihood -244.5020 F-statistic 63.30066 Prob(F-statistic) 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
17.77985 1.996983 2.500019 2.786914 2.616000 0.465830
Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
54.215950 265.548025
d.f.
Prob.
(9,192) 9
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: LIMP Method: Panel Least Squares Date: 05/04/14 Time: 11:40 Sample: 1992 2012 Periods included: 21 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 210 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LGDP2 LGDPJ LERIJ LDIST1 LIHK1 DKRISIS DPOLICY1 DPOLICY2
25.01894 0.470387 -0.953439 -0.051779 -0.617938 -1.416156 0.513107 1.314182 -0.483495
1.113798 0.086416 0.126240 0.045364 0.144891 0.302679 0.297759 0.372691 0.371837
22.46272 5.443283 -7.552570 -1.141404 -4.264849 -4.678739 1.723230 3.526198 -1.300290
0.0000 0.0000 0.0000 0.2551 0.0000 0.0000 0.0864 0.0005 0.1950
R-squared
0.463814
Mean dependent var
17.77985
62
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid
0.442473 1.491101 446.9000
Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion
-377.2760 Hannan-Quinn criter. 21.73374 Durbin-Watson stat 0.000000
1.996983 3.678819 3.822266 3.736809 0.185728
Random Effect Method Dependent Variable: LIMP Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 05/04/14 Time: 11:40 Sample: 1992 2012 Periods included: 21 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 210 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LGDP2 LGDPJ LERIJ LDIST1 LIHK1 DKRISIS DPOLICY1 DPOLICY2
19.54036 0.187277 -0.254544 -0.199605 -0.443437 -0.009218 0.195235 -0.244922 -1.539752
1.739627 0.082423 0.207871 0.094703 0.160205 0.229701 0.193304 0.245002 0.240276
11.23250 2.272153 -1.224528 -2.107702 -2.767928 -0.040130 1.009985 -0.999674 -6.408273
0.0000 0.0241 0.2222 0.0363 0.0062 0.9680 0.3137 0.3187 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
0.735545 0.810716
Rho 0.4515 0.5485
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.201208 0.169415 0.899109 6.328740 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
4.157822 0.986552 162.4876 0.364573
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.249492 625.5330
Mean dependent var Durbin-Watson stat
17.77985 0.094701
63
Uji Haussman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f.
Test Summary Cross-section random
52.219544
Prob.
8
0.0000
Random Var(Diff.)
Prob.
Cross-section random effects test comparisons: Variable LGDP2 LGDPJ LERIJ LDIST1 LIHK1 DKRISIS DPOLICY1 DPOLICY2
Fixed 0.122940 0.961291 -1.058671 -0.093998 -0.781645 0.037284 -0.768740 -1.700945
0.187277 -0.254544 -0.199605 -0.443437 -0.009218 0.195235 -0.244922 -1.539752
0.003267 0.071651 0.115165 0.011820 0.102013 0.008907 0.013587 0.002316
0.2603 0.0000 0.0114 0.0013 0.0156 0.0942 0.0000 0.0008
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: LIMP Method: Panel Least Squares Date: 05/04/14 Time: 11:41 Sample: 1992 2012 Periods included: 21 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 210 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LGDP2 LGDPJ LERIJ LDIST1 LIHK1 DKRISIS DPOLICY1 DPOLICY2
8.109006 0.122940 0.961291 -1.058671 -0.093998 -0.781645 0.037284 -0.768740 -1.700945
3.108935 0.100300 0.338912 0.352326 0.193614 0.393415 0.215113 0.271317 0.245048
2.608291 1.225724 2.836401 -3.004804 -0.485491 -1.986822 0.173323 -2.833362 -6.941264
0.0098 0.2218 0.0051 0.0030 0.6279 0.0484 0.8626 0.0051 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
64
R-squared 0.848594 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.835188 S.D. dependent var S.E. of regression 0.810716 Akaike info criterion Sum squared resid 126.1940 Schwarz criterion Log likelihood -244.5020 Hannan-Quinn criter. F-statistic 63.30066 Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) 0.000000
17.77985 1.996983 2.500019 2.786914 2.616000 0.465830
Pembobotan Fixed Effect Method Dependent Variable: LIMP Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 05/04/14 Time: 11:41 Sample: 1992 2012 Periods included: 21 Cross-sections included: 10 Total panel (balanced) observations: 210 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LGDP2 LGDPJ LERIJ LDIST1 LIHK1 DKRISIS DPOLICY1 DPOLICY2
9.662833 0.124842 0.796797 -0.897787 -0.136077 -0.617381 -0.000764 -0.698640 -1.598229
0.751900 0.026621 0.082025 0.112419 0.038966 0.116314 0.051012 0.068366 0.162181
12.85123 4.689663 9.714126 -7.986063 -3.492163 -5.307856 -0.014983 -10.21908 -9.854627
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0006 0.0000 0.9881 0.0000 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.977652 0.975673 1.033039 494.0804 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
43.91434 87.90861 204.8967 1.411988
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.848101 126.6049
Mean dependent var Durbin-Watson stat
17.77985 0.446585
65
Uji Multikol LIMP LGDP2 LGDPJ LERIJ LDIST1 LIHK1 DKRISIS DPOLICY1 DPOLICY2
LIMP 1.000000 -0.001349 -0.552400 -0.365438 0.060117 -0.073604 0.013667 0.289816 -0.315165
LGDP2 -0.001349 1.000000 0.118957 -0.042399 0.907284 0.921682 0.153925 0.098029 0.065682
LGDPJ -0.552400 0.118957 1.000000 0.517942 -0.142136 0.186834 0.280872 -0.123615 0.640604
LERIJ -0.365438 -0.042399 0.517942 1.000000 -0.129695 -0.019881 -0.011828 -0.011221 0.317503
LDIST1 0.060117 0.907284 -0.142136 -0.129695 1.000000 0.778036 -0.025908 0.079628 -0.235496
LIHK1 -0.073604 0.921682 0.186834 -0.019881 0.778036 1.000000 0.300449 0.191812 0.085490
DKRISIS 0.013667 0.153925 0.280872 -0.011828 -0.025908 0.300449 1.000000 0.312358 0.223633
DPOLICY1 0.289816 0.098029 -0.123615 -0.011221 0.079628 0.191812 0.312358 1.000000 -0.248871
DPOLICY2 -0.315165 0.065682 0.640604 0.317503 -0.235496 0.085490 0.223633 -0.248871 1.000000
Uji Normalitas 28
Series: Standardized Residuals Sample 1992 2012 Observations 210
24 20 16 12 8 4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
1.16e-16 0.038562 2.707161 -2.758798 0.990135 -0.098813 2.929291
Jarque-Bera Probability
0.385486 0.824694
0 -3
-2
-1
0
1
2
65
66
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 21 Februari 1993 dari ayah Arifin Siregar dan ibu Artha Hidayah Siagian. Penulis merupakan putri ke tiga dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Yayasan Perguruan Sutomo 01 Medan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN dan diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai staf sekaligus bendahara keuangan Department Public Relation and Information Media tahun 2011/2012. Aktif sebagai anggota Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan (IMMAM) tahun 2010/2014, menjadi panitia dalam beberapa acara yang diselenggarakan IMMAM. Penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan kampus seperti anggota Hubungan Masyarakat (HUMAS) pada acara Festival Kampus.Penulis juga mengikuti Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) pada tahun 2012 hinggan 2014 dan menjadi juara 1.