DAMPAK BERITA BURUK DAN BERITA BAIK YANG TIDAK SIMETRIS TERHADAP VOLATILITAS RETURN INDEX SAHAM Matrodji Mustafa* Abstrak Dalam penelitian ini penulis mengkaji hubungan antara risk dan return mingguan pada 4 index saham yaitu Index Harga Saham Gabungan (IHSG) Jakarta, Dow Jones Industrial Average (DJIA) New York, Nikkei (Tokyo), dan HSI (Hongkong), selama kurun waktu 2005-2007. Sesuai dengan teori portfolio, penulis menemukan return IHSG dengan jumlah saham yang lebih besar mempunyai risiko yang lebih kecil diukur dengan coefficient of variation dibandingkan return DJIA dengan jumlah saham yang lebih kecil. Dengan menggunakan asymmetric GARCH ditemukan bahwa pada IHSG dan DJIA berita bagus tentang return menghasilkan volatility yang lebih kecil dibandingkan dengan berita buruk. Hal ini tidak ditemukan pada HSI Hongkong dan Nikkei. Tidak ada perbedaan dampak antara berita bagus dan berita buruk terhadap volatilitas. Temuan lain dari penelitian ini adalah bahwa return mingguan pada empat index ini mempunyai volatilitas yang heteroskedastik. Volatilitas return tidak sama dari waktu ke waktu atau time varying. Selanjutnya ditemukan adanya hubungan yang positip antara risk dan return pada return mingguan IHSG Jakarta sedangkan pada return mingguan DJIA dan HSI Hongkong hubungannya negative. Pada index Nikkei hubungan risk dan return tidak singnifikan
Kata kunci: ARCH, GARCH, asymmetric GARCH, risk dan return index
*Dosen Program Pascasarjana Universitas Mercu Buana Jakarta 1
LATAR BELAKANG Satu karakteristik dari pasar saham adalah bahwa volatilitas returnnya sangat berbeda dari waktu ke waktu. Secara teoritis, perobahan dalam volatilitas menyebabkan perobahan tingkat return yang diminta investor dan pada gilirannya perobahan pada harga saham. Beberapa penelitian yang dilaporkan oleh Campbell dan Hentschel (1992) menemukan bahwa reaksi harga saham terhadap berita buruk cenderung lebih besar dibandingkan dengan reaksinya terhadap berita baik. Volatilitas return saham yang berbeda dari waktu ke waktu (time varying) memunculkan model forecasting untuk volatilitas yang disebut autoregressive conditional heteroskedasticity (ARCH) dan generalized autoregressive conditionally heteroskedasticity (GARCH). Struktur model volatilitas ARCH dan GARCH ini menganggap berita baik dan berita buruk tidak mempunyai perbedaan dampak terhadap volatilitas. Untuk menunjukkan adanya perbedaan dampak dari kedua maacam berita tadi terhadap volatilitas maka dimunculkan berbagai model volatilitas yang disebut asymmetric GARCH. Model asymmetric GARCH ini memberi ruang untuk berita baik dan berita buruk mempengaruhi volatilitas dengan besaran yang berbeda. Munculnya model-model ini karena model regresi linear yang mengasumsikan homoskedastic variance kurang tepat digunakan untuk data pasar keuangan yang mempunyai heteroskedastic variance.
Variance yang tidak konstan (time-varying) untuk return saham dapat terjadi karena beberapa hal. Berbagai informasi yang masuk pada berbagai waktu kedalam pasar mempunyai kadar yang berbeda satu sama lain sehingga respon pasar terhadap berbagai informasi yang masuk juga berbeda. Bahkan volatility (variance) ini mempunyai korelasi dengan volatility sebelumnya. Jones, Lamont dan Lumsdaine (1998) memberikan alasan terjadinya time varying variance berdasarkan proses masuknya arus informasi ke pasar. Bentuk autocorrelation dari volatility ini dapat timbul karena peristiwa-peristiwa yang terkait dengan bisnis dan keuangan tidak terjadi secara independent dari 2
waktu ke waktu. Dengan demikian jika proses berita-berita ini adalah autocorrelated maka dapat dipastikan harga-harga yang terjadi di pasar keuangan dari waktu ke waktu mempunyai volatility yang autocorrelated. Sifat volatility yang autocorrelated juga dapat terjadi karena berita-berita yang terkait dengan bisnis dan keuangan yang bersifat acak (random) ini tidak segera mempengaruhi harga tetapi secara perlahan-lahan. Mungkin pula harga segera dapat dipengaruhi namun secara tidak tepat akibat reaksi pasar yang berlebihan sehingga kemudian dikoreksi kembali. Alasan lain yang dikemukakan oleh Jones, Lamont dan Lumsdaine (1998) ini adalah karena berita-berita bisnis dan keuangan ini hanya secara bertahap merobah harga instrument keuangan karena pihak-pihak yang memperoleh berita-berita ini menanggapi secara berbeda dan mengamati dahulu reaksi pasar dan harga dan baru membuat keputusan.
Ukuran risiko investasi yang dikenal dalam literatur keuangan (misalnya Reilly dan Brown, 2006) meliputi variance, standard deviation, semivariance, coefficient of variation, dan range dari return investasi tersebut. Risiko dalam investasi diartikan sebagai ketidakpastian hasil investasi yang akan diterima atau penyimpangan antara tingkat return yang diharapkan (expected return) dan return yang direalisir. Dalam penelitian ini penulis menggunakan istilah ketidakpastian, volatilitas, dan risiko untuk hal yang sama yaitu untuk risiko investasi.
Sekalipun tujuan utama penelitian ini adalah untuk membuktikan ada tidaknya dampak berita buruk dan berita baik yang tidak simetris terhadap volatilitas, namun penelitian ini juga dapat membuktikan hipotesa-hipotesa ikutan yang lain. Pertama, semakin banyak saham dimasukkan kedalam portfolio maka semakin kecil risikonya. Secara teoritis, semakin banyak jenis saham yang dimasukkan kedalam portfolio investasi akan semakin kecil unsystematic risknya. Kedua, volatilitas pendapatan atau return investasi pada pasar saham tidak bersifat homoskedstik tetapi heteroskedastik, berobah dari waktu ke waktu atau time-varying. Ketiga, semakin besar risiko maka semakin tinggi return 3
yang dihendaki investor. Keempat, adanya dampak berita yang tidak simetris terhadap volatilitas saham yaitu bahwa berita buruk yang masuk ke pasar mempunyai dampak yang lebih besar terhadap volatilitas dibandingkan berita baik.
Hipotesa pertama didasarkan atas kekuatan diversifikasi dalam melenyapkan risiko yang tidak sistimatis yang berasal dari individu perusahaan. Untuk pengujian hipotesa pertama penulis membandingkan tingkat return dan standard deviasi masing-masing dari 4 index saham yang diteliti. Penulis mempunyai prediski bahwa index saham yang mewakili jumlah saham yang lebih besar akan mempunyai risiko yang lebih kecil diukur dengan coefficient of variation.
Pengujian hipotesa kedua adalah berdasarkan argumentasi bahwa volatilitas harga dan tingkat return instrument keuangan adalah autocorrelated, artinya tidak homoskedastik tetapi mempunyai korelasi dengan volatility sebelumnya sehingga bersifat heteroskedastik atau time-varying. Volatilitas yang heteroskedastik ini dapat dilihat dari signifikansi koefisien GARCH
Pengujian hipotesa ketiga merupakan pengujian terhadap prinsip ilmu keuangan bahwa harus ada imbalan dari menanggung risiko berupa return investasi yang lebih tinggi yang dikenal dengan tradeoff antara risk dan rate of return. Hubungan antara risk dan return ini dapat dilihat dari signifikansi koefisien variance pada return equation.
Untuk pengujian hipotesa keempat yaitu ada dampak berita yang tidak simetris terhadap volatilitas saham yaitu bahwa berita buruk yang masuk ke pasar mempunyai dampak yang lebih besar terhadap volatilitas dibandingkan berita baik penulis menggunakan asymmetric GARCH. Ada tidaknya dampak yang tidak simetris ini dapat dilihat dari signifikansi koefisien terkait pada asymmetric GARCH. Pengujian hipotesa keempat ini adalah untuk membandingkan hasil penelitian sebelumnya 4
yang dilakukan Engle dan Ng (1993) menggunakan Japanese TOPIX Index periode 1980-1988 membuktikan dampak berita yang tidak simetris terhadap volatilitas.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data time series realisasi return mingguan pada 4 index saham periode 2005-2007. Obyek penelitian adalah return mingguan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, return mingguan pada Dow Jones Industial Average (DJIA) yang merupakan index 30 saham di bursa saham New York, return mingguan Nikkei, Tokyo yang meliputi 225 saham, dan return mingguan HSI, Hongkong yang terdiri dari 33 saham.
Mengingat jarak observasi ke observasi cukup dekat yaitu satu minggu maka dapat dipahami jika angka return terakhir sangat kuat korelasinya dengan angka return yang diobservasi sebelumnya. Dengan demikian penggunaan model autoregresi berupa GARCH cukup tetap dalam penelitian ini.
Untuk pengecekan stationaritas dari data time series yang dipakai dalam penelitian ini, penulis menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test dan Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (KPPS) test. Dalam penelitian ini penulis menggunakan program computer EVIEWS edisi 5 yang penulis gunakan untuk pengecekan stationaritas data dengan kedua test tersebut. Program ini juga menyediakan sarana untuk pemakai yang bekerja dengan menggunakan model GARCH baik yang symmetric maupun yang asymmetric.
MODEL-MODEL VOLATILITAS ARCH, GARCH DAN GARCH-M Pengenalan terhadap bentuk ketidakpastian (volatilitas) return saham dan instrumen pasar keuangan lainnya diperlukan untuk membuat keputusan investasi. Tingkat return instrumen pasar keuangan dipengaruhi oleh premi risikonya. Harga instrument ini dapat diprediksi bila perilaku risikonya
5
dapat diprediksi. Untuk saham, investor perlu mengidentifikasi model volatilitas yang tepat untuk saham tersebut atau portfolio saham yang diminati. Model regresi linear banyak digunakan untuk memperoleh angka expected return investasi. Dalam hal ini independent variabel yang digunakan dapat berupa variabel luar ataupun angka-angka return sebelumnya (auto regression). Dalam model regresi, bila expected return diwakili oleh
Rˆ i X i maka realisasi return adalah Ri X i i dimana i adalah penyimpangan realisasi return dari expected valuenya. Ketidakpastian return investasi akan semakin tinggi jika i semakin besar. Karena expected value i adalah nol maka variance daripada return adalah kuadrat dari ( i E ( i )) 2 i2 . Dalam model regresi linear, variance ini diasumsikan konstan dari waktu ke waktu. Untuk data yang mempunyai variance tidak konstan dari waktu ke waktu, penggunaan model regresi ini kurang tepat.
Model yang memberikan ruang untuk data yang mempunyai variance yang heteroskedastik atau model yang mewakili variance yang tidak constant (time-varying) adalah model yang diperkenalkan oleh Engle (1982). Model variance dari Engle ini diperoleh dari residual persamaan regresi untuk return investasi, yaitu
Ri X i i
(1)
Besarnya variance return bergantung kepada (conditional on) besarnya variance-variance atau kuadrat dari residual sebelumnya (lagged values of the square of t ), yaitu:
ht 0 1 t21 2 t22 ................ q t2q 6
(2)
Model ini disebut Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH). Dalam model ini
ht adalah conditional variance yang tidak lain adalah 2 . Disebut conditional karena variance untuk periode t+1 yang diestimasi pada periode t bergantung (conditional) kepada informasi yang tersedia pada periode t. Model ini menunjukkan bahwa conditional variance tidaklah konstan dari waktu ke waktu tetapi bersifat dinamis atau time varying sehingga asumsi homoscedasticity menjadi tidak realistis. Sebagai catatan, model variance yang diwakili ARCH ini tidak lagi mempunyai error term (Franses, 2000 hal. 157).
Bentuk lain dari model time-varying variance adalah sebuah model yang disebut the generalized autoregressive conditional heteroscedasticity (GARCH). Model ini diperkenalkan oleh Bollerslev (1986). Model GARCH ini mengasumsikan bahwa besarnya conditional variance ht bergantung juga kepada p lagged values dari conditional variances sebelumnya dan q lagged values dari residuals. Model seperti ini dinamakan GARCH ( p , q ) model, yaitu:
ht 0 1ht 1 2 ht 2 ......... p ht p 1 t21 2 t22 .......... q t2q
(3)
Sebenarnya model ARCH sendiri merupakan bentuk khusus dari model GARCH dimana p = 0. Dalam menggunakan model time varying variance, ARCH atau GARCH ini, penganalisaan dilakukan dengan melibatkan dua persamaan, yaitu mean equation dan variance equation. Dalam hal ini yang menjadi mean equation adalah persamaan (1) sedangkan yang menjadi variance equation adalah persaman (2) atau persamaan (3).Baik pada ARCH model maupun GARCH model, residuals
i diperoleh dari persamaan (1) atau mean equation. 7
Selanjutnya dikenal juga model GARCH-in-Mean atau ditulis GARCH-M yang digunakan jika variance dari model yaitu ht dimasukkan kedalam mean equation sebagai regressor, sehingga mean equation menjadi sebagai berikut yaitu: Yt f ( X ) ht t
(4)
ht 0 1ht 1 2 ht 2 ......... p ht p 1 t21 2 t22 .......... q t2q
(5)
Model GARCH-M ini diperkenalkan oleh Engle, Lilien, dan Robins (1987). Model (4) ini dapat menjelaskan teori pasar keuangan yaitu bahwa asset keuangan yang berisiko lebih tinggi diharapkan akan memberikan return yang lebih tinggi dibandingkan dengan asset yang tingkat risikonya lebih rendah. Jika Yt adalah keuntungan atau return investasi maka dampak dari ketidakpastian terhadap return ditunjukkan dari parameter pada mean equation (Hamilton, 1994). Diharapkan nilai parameter adalah positive. Untuk return pasar keuangan seperti saham, model GARCH(1,1) adalah model yang banyak digunakan. Pada umumnya model GARCH(1,1) telah memberikan deskripsi yang memadai untuk financial time series data (Engle dan Ng, 1993). Pada ketiga model variance diatas berita baik atau positive t dan berita buruk atau negative t mempunyai dampak yang sama terhadap besarnya variance atau volatilitas ht . Dampak yang sama terhadap volatilitas dari berita baik dan berita buruk terjadi karena sebagai regressor adalah kuadrat dari t
MODEL-MODEL VOLATILITAS YANG TIDAK SIMETRIS Model variance yang diwakili oleh ARCH atau GARCH dimuka menyamaratakan dampak berita buruk (bad news) dan berita baik (good news) terhadap volatiltas return saham. Berita buruk adalah situasi dimana actual return lebih kecil dari expected return sehingga t mempunyai tanda negative 8
sedangkan berita baik adalah bila actual return lebih besar dari expected return sehungga t mempunyai tanda positive. Nelson (1990) memperkenalkan exponential GARCH atau EGARCH didalam mana kabar buruk atau bad news ( t mempunyai tanda negative) menghasilkan volatility yang lebih besar dibandingkan dengan good news ( t mempunyai tanda positive). Dalam hal ini Nelson mempunyai model untuk volatilitas dalam bentuk log(ht ) , yaitu:
log( ht ) log( ht 1 ) t 1 h t 1
t 1 2 / ht 1
(6)
Dalam model ini ht adalah conditional variance pada time t dan t 1 adalah news dalam hal ini sebagai unpredicted return (residual) pada periode t-1. Good news adalah situasi dimana t 1 mempunyai nilai positive dan bad news adalah situasi dimana t 1 mempunyai nilai negative.
Selanjutnya , , , dan adalah parameter model yang diestimasi. EGARCH model ini
memberikan ruang adanya asymmetric karena dimasukkannya
t 1 ht 1
dengan koeffisien sebesar .
Karena koeffisien ini pada umumnya negative maka good news tentang return yang positive menghasilkan volatility yang lebih kecil dibandingkan dengan bad news tentang return yang negative. Dengan demikian good news dan bad news mempunyai dampak yang berbeda terhadap volatilitas.
Engle dan Ng (1993) membuat daftar model-model yang memberikan ruang dimana good news dan bad news mempunyai dampak yang berbeda terhadap volatilitas. Model-model tersebut disajikan pada Table 1 berikut: 9
Tabel 1. Model Model Volatilitas Yang Tidak Simetris Untuk Good News dan Bad News
1
2
3
Nama Model Non linear ARCH model (Engle and Bollerslev, 1986)
Bentuk Model ht t 1
ht 1
Multiplicative ARCH (Mihoj, 1987; Geweke, 1986; Pantula, 1986)
log( ht ) i log( t21 )
GJR model (Glosten, Jagannathan, and Runkle, 1989; Zakoian, 1990)
ht ht 1 t21 S t1 t21
i 1
Dimana S t 1 jika t 0 dan S t 0 otherwise
4
ECARCH Model (Nelson 1990)
log( ht ) log( ht 1 ) t 1 h t 1
5
Autoregressive Standard Deviation Model (Schwert, 1990)
ht i t 1 i 1
6
Asymmetric GARCH model (Engle, 1990)
ht ( t 1 ) 2 ht 1
7
Nonlinear Asymmetric GARCH model
ht ht 1 t 1 ht 1
8
VGARCH model
ht ht 1 t 1 h t 1
t 1 2 / ht 1
2
2
2
Sumber : Engle dan Ng, Measuring and Testing the Impact of News and Volatility, Journal of Finance, volume 48, Issue 5, December 1993, halaman 1755
TIME SERIES YANG STATIONARY DAN UNIT ROOT TEST
Pada time series data disusun berdasarkan urutan waktu. Data X t harus diletakkan setelah X t 1 . Pada cross-sectional data, urutan seperti ini tidak penting. Berbagai pola data terjadi pada time series 10
yang menyebabkan data rata-rata masa lalu tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat forecast kedepan. Misalnya untuk time series yang mempunyai trend maka data terakhir lebih tepat untuk dasar pembuatan forecast dibandingkan dengan rata-ratanya. Namun model forecasting tidak bisa dibuat dengan hanya berdasarkan data akhir yang tunggal. Agar seluruh data dapat mewakili model yang dibuat maka data time series harus dibuat menjadi stationary, artinya mean dan variance nya dibuat konstan. Dalam literature time series (misalnya, Vandaele 1983), salah satu cara untuk membuat data yang tidak stationary menjadi stationary adalah dengan menciptakan time series baru berdasarkan metode differencing. Disini dari hipotetikal series seperti 1,3,5,7,9 dan 11 akan diperoleh time series baru hasil differencing yaitu (3-1),(5-3),(7-5),(9-7), dan (11-9) atau 2,2,2,2 dan 2. Jika dengan sekali differencing belum diperoleh data yang stationary maka dilakukan differencing dari differencing. Pada data harga saham biasanya hanya memerlukan sekali differencing untuk memperoleh data yang stationary.
Secara teoritis mean yang konstan dari data time series yang stationary dapat diketahui. Misalnya Hamilton (1994) memberikan formula untuk mean yang konstan dari model time series yang mengikuti autoregressive process yaitu Yt f (Yt 1 , Yt 2 , dst ) . Disini constant unconditional mean mempunyai arti bahwa E(Yt ) E(Yt 1 ) E(Yt 2 ) ..... E(Yt n ) u . Sebagai ilustrasi dari bentuk yang sederhana yaitu Yt Yt 1 t , maka E (Yt ) E (Yt 1 ) E ( t ) atau
u u 0 . Dari sini diperoleh:
E (Yt ) u
1
(7)
Untuk Yt 1Yt 1 2Yt 2 t maka
E (Yt ) u
1 1 2 11
(8)
Formula ini bisa diteruskan untuk Yt 1Yt 1 2Yt 2 ........ nYt n t
Selanjutnya dalam literature, time series E (Yt ) yang konstan atau stationary akan diperoleh apabila
1 (Johnston dan DiNardo, 1997 ). Selanjutnya ditunjukkan bahwa jika persyaratan 1 dipenuhi maka disamping mean maka variance dan covariances dari time series Yt adalah konstan dan independent terhadap waktu. Bila nilai 1 , autoregeresi dengan tingkat satu atau AR(1) process dikatakan sebagai mempunyai sebuah unit root, sehingga persamaan menjadi:
Yt Yt 1 t yang disebut random walk. Bila 0 disebut simple random walk yaitu Yt Yt 1 t Untuk times series dengan persamaan Yt Yt 1 t , jika koefisien Yt 1 1 , maka time series ini mempunyai unit root atau time series ini tidak stationary. Untuk melakukan unit root test, misalnya dengan Dickey Fuller test, persamaan ini dimanipulir dengan cara sisi kanan dan sisi kiri persamaan dikurangi dengan Yt 1 sehingga menjadi:
Yt Yt 1 Yt 1 Yt 1 t
(9)
Yt ( 1)Yt 1 t
(10)
Atau: Yt Yt 1 t
(11)
Jika terdapat unit root atau data tidak stationary, maka 1 atau 0 . Test stationary ini disebut sebagai Dickey Fuller test, dimana null hypothesisnya adalah H 0 : 0 , yaitu terdapat unit root atau data tidak stationary, dan alternative hipotesesnya adalah H a : 0 , yaitu tidak terdapat unit root atau data stationary Sebuah konstan atau tren waktu bisa ditambahkan kedalam model sehingga menjadi 12
Yt ( 1)Yt 1 t atau Yt t ( 1)Yt 1 t
(12)
Pengembangan lebih lanjut menghasilkan Augmented Dickey Fuller (ADF) test dimana kedalam model diatas ditambahkan sejumlah lagged variable dari dependent variable, yaitu: m
Yt t Yt 1 i Yt i t
(13)
t 1
Baik dalam Dickey Fuller (DF) test maupun Augmented Dickey Fuller (ADF) test menghendaki bahwa residual t tidak memiliki serial correlation. Penambahan lagged Yt ini adalah untuk membuat t white noise. Perlu dicatat bahwa model ADF diatas diperoleh dari AR(k) time series, yaitu:
Yt 1Yt 1 2Yt 2 3Yt 3 ................... k Yt k t
(14)
Time series dengan model AR(k) diatas dalam bentuk differences adalah:
Yt (1 )Yt 1 1Yt 1 2 Yt 2 3 Yt 3 ................... k 1Yt k 1 t
(15)
Dimana 1 2 3 ................... p Jika terdapat unit root maka 1 2 3 ................... p 1 atau (1 ) 0 Formula ADF test adalah: H 0 : (1 ) 0 , yaitu terdapat unit root atau data tidak stationary sedangkan alternatifnya adalah H a : (1 ) 0 , yaitu tidak terdapat unit root atau data stationary Dalam hal ini, H 0 (bahwa terdapat unit root) tidak ditolak jika ADF test statistic lebih besar dari critical valuenya. 13
Test ada tidaknya unit root jug dapat dilakukan dengan Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (KPPS) Tests. Tidak seperti pada ADF test, Pada KPPS test, the null atau H 0 adalah bahwa time series yang diteliti tidak mempunyai unit root atau stationary. Dalam hal ini H 0 (bahwa data sudah stationary) tidak ditolak jika KPPS test statistic lebih besar dari critical valuenya.
HASIL UNIT ROOT TEST Penelitian ini mengunakan index mingguan dari IHSG Bursa Efek Indonesia Jakarta, Nikkei, HSI Hongkong, dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) selama periode 2005-2007 yang terdiri dari 154 observasi. Penulis memperoleh return mingguan dengan menggunakan formula berikut yaitu:
RIHSGt 100 *
IHSGt IHSGt 1 IHSGt 1
(16)
Disini RIHSGt adalah return minggu ke t sedangkan IHSGt dan IHSGt 1 masing-masing adalah index harga saham gabungan BEJ pada minggu t dan minggu t 1 . Dengan cara yang sama penulis mendapatkan return mingguan index DJIA yaitu dengan formula:
RDJIAt 100 *
DJIAt DJIAt 1 DJIAt 1
(17)
Dalam formula ini, Disini RDJIAt adalah return minggu ke t atas index DJIA sedangkan DJIAt dan DJIAt 1 masing-masing adalah index DJIA pada minggu t dan minggu t 1 . Untuk return mingguan
NIKKEI dan HSI Hongkong masing-masing adalah:
RNIKKEI t 100*
NIKKEI t NIKKEI t 1 NIKKEI t 1
14
(18)
RHSIt 100 *
HSI t HSI t 1 HSI t 1
(19)
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa data time series pasar keuangan pada umumnya adalah tidak stationary dan umumnya menjadi stationary setelah dilakukan differencing pertama (Franses 2000). Karena formula return yang penulis pergunakan dalam penelitian ini yaitu pada (16) sampai (19) tidak lain adalah bentuk differencing pertama dari angka index maka time series untuk return ini umumnya sudah menjadi stationary. Hasil unit root test untuk return IHSG, DJIA, NIKKEI dan HSI menggunakan ADF test penulis laporkan pada table 2 sedangan hasil unit root test menggunakan KPPS test penulis laporkan pada dan table 3.
Tabel 2. Hasil Unit Root Test Menggunakan Augmented Dickey Fuller
Series
Augmented Dickey Fuller (ADF) Tests dengan Konstant dan Trend Ho : Time series return indeks mempunyai unit root (atau tidak stationary)
Test Statistic (t)
Critial value pada 1%
Return mingguan IHSG
-13.93272
-4.019151
Return mingguan DJIA Return mingguan Nikkei Return mingguan HSI
-14.49490 -12.64496 -11.86221
-4.019151 -4.019151 -4.019151
Hasil unit root test yang disajikan pada table 2 menunjukkan bahwa keempat series, yaitu returnretun mingguan IHSG, DJIA, NIKKEI dan HSI adalah stationary. Karena ADF test statistic untuk kedua series lebih kecil dari critical valuenya sehingga tidak cukup alasan untuk mendukung H 0
15
bahwa time series tidak stationary. Program computer AVIEWS juga menyajikan angka-angka critical values. Tabel 3. Hasil Unit Root Test Menggunakan Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin(KPPS) Tests
Series
Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin(KPPS) Tests Dengan konstan dan Trend Ho : Time series return sudah stationary
Test Statistic (t)
Critial value pada 1%
Return mingguan IHSG
0.016779
0.216000
Return mingguan DJIA Return mingguan Nikkei Return mingguan HSI
0.064812 0.027195 0.066006
0.216000 0.216000 0.216000
Pada unit root test dengan KPPS null hypothesis yang dipakai berbeda dengan yang digunakan pada ADF test. Pada ADF test, Ho adalah bahwa time series tidak stationary sedangkan pada KPPS Hoadalah bawa time series sudah stationary. Hasil unit root test dengan KPPS test disajikan pada table 3. Sama seperti hasil penggunaan ADF test, hasil KPPS test juga menunjukkan bahwa semua series, yaitu return mingguan IHSG, DJIA, NIKKEI dan HSI adalah stationary. Hasil ini ditunjukkan dari KPPS test statistic untuk semua series yang lebih kecil dari critical valuenya sehingga tidak cukup alasan untuk menolak H 0 bahwa time series adalah stationary. HASIL EMPIRIS HUBUNGAN RISK DAN RETURN Dari 154 observasi return mingguan selama periode 2004-2007 penulis mendapatkan mean (ratarata) return mingguan IHSG Jakarta sebesar 0.687423% dengan standard deviation sebesar 3.166701%. Selama periode yang sama mean return mingguan DJIA adalah sebesar 0.16326% dengan standard deviation sebesar 1.604025. Mean return Nikkei dan HSI masing-masing adalah 0.48814% dan 0.217375% sedangkan standard deviationnya adalah 2.423605% dan 2.354207% 16
Tabel 4. Sebagian Statistik Deskriptif Untuk 4 Index Saham Statistik Jumlah saham dalam index Mean return Standard deviation Coefficient of variation
IHSG >300 0.687423 % 3.166701 % 4.606627
DJIA 30 0.16326 % 1.604025 % 9.824984
Nikkei 225 0.48814% 2.423605 4.96498
HSI 33 0.217375 2.354207 10.83019
Dalam teori portfolio, semakin banyak saham dimasukkan kedalam portfolio semakin kecil tingkat risikonya. Dari angka coefficient of variation sebagai ukuran risiko, return pada IHSG yang jumlah sahamnya lebih besar dari 300 mempunyai risiko yang lebih kecil dibandingkan risiko pada tiga index lainnya dengan jumlah saham lebih kecil dari 300. Coefficient of variation return pada IHSG sebesar 4.606627 juga lebih kecil dibandingkan coefficient of variation pada tiga index lainnya pada table diatas. Sama seperti IHSG, pada NIKKEI yang jumlah sahamnya lebih besar dari DJIA dan HSI mempunyai coefficient of variation yang lebih kecil dibandingkan DJIA dan HSI. Temuan ini sesuai dengan teori portfolio bahwa semakin banyak saham dimasukkan kedalam portfolio akan semakin kecil risikonya.
Hasil dengan Symetric GARCH-in-Mean
Hasil auto regresi yang diperoleh untuk return mingguan IHSG dengan memasukkan variabel risk sebagai independent variable pada mean equation (GARCH-in-Mean) penulis laporkan dalam bentuk persamaan (20) dan (21). Pada persamaan (20) penulis menggunakan variance sebagai ukuran risk atau ht sedangkan pada persamaan yang lain penulis menggunakan standard deviation sebagai ukuran risk atau
ht .
RIHSGt 1.217330 0.121183RIHSGt 6 0.104288RIHSGt 12 0.003309ht t (4.171261) (2.949914) Durbin Watson : 2.2220
(1.776392)
Dengan variance equationnya yaitu: 17
(0.132322)
(20)
ht 22.90659 1.020923ht 1 0.168327 t21 (10.38881)
(141.85)
(21)
(5.249419)
Hasil untuk IHSG diatas menunjukkan bahwa risk yang dinyatakan sebagai variance tidak mempengaruhi return mingguan secara signifikan. Ini ditunjukkan dengan besarnya t-ratio yang tidak signifikan yaitu hanya -0.132322. Variance dari return mingguan pada (21) menunjukkan time varying dimana variance dari return atau ht secara signifikan dipengaruhi oleh conditional variance sebelumnya dan variance return sebelumnya. Model time series yang diperoleh untuk return mingguan DJIA adalah: RDJIA t 0.312864 0.192668RDJIA t 1 0.131639 RDJIA t 7 0.309378RDJIA t 18 0.003228ht t (0.66118)
(2.190271)
(1.766601)
(3.031355)
(0.014774)
(22)
Durbin Watson : 1.955948
Dengan variance equationnya yaitu:
ht 2.279161 0.087644ht 1 0.128318 t21 (1.139955)
(0.094994)
(5.980754)
(23)
Sama seperti pada IHSG, hasil untuk DJIA juga menunjukkan bahwa risk yang dinyatakan sebagai variance dari return tidak mempengaruhi return mingguan secara signifikan. Besarnya t-ratio hanya 0.014774. Variance dari return mingguan yang dilaporkan pada (23) juga menunjukkan time varying. Namun untuk DJIA ini variance dari return atau ht tidak dipengaruhi oleh conditional variance sebelumnya tetapi hanya oleh variance return sebelumnya atau t21 . Besarnya t-ratio untuk conditional variance sebelumnya hanya sebesar 0.094994 sedangkan t-ratio untuk variance return mingguan sebelumnya adalah signifikan yaitu -5.980754 Dari hasil diatas terlihat bahwa baik return mingguan IHSG maupun return mingguan DJIA tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan risiko dalam arti variance daripada return atau ht .
18
Apabila risiko diukur dengan standar deviasi atau
ht penulis menemukan adanya hubungan yang
signifikan antara return kedua index ini dengan risiko seperti penulis laporkan pada (24) dan (26). Pada return mingguan IHSG hubungannya adalah seperti yang diharapkan yaitu positip sedangkan pada return mingguan DJIA hubungannya tidak seperti yang diharapkan karena negatip. Hubungan yang negatip ini mempunyai arti bahwa semakin besar risikonya semakin kecil return yang diperoleh. RIHSGt 1.274817 0.216062RIHSGt 6 0.023803RIHSGt 8 0.13472RIHSGt 16 0.667271 ht t (2.939534) (3.89453) Durbin Watson : 2.168714
(3.33841)
(1.694402)
(4.793153)
Dengan variance equationnya yaitu:
ht 15.89127 0.972287ht 1 0.186773 t21 (50.366)
(8.140603)
(25)
(6.595976)
Dari persamaan (24) terlihat bahwa semua koefisien adalah signifikan pada alpha 5% kecuali untuk RIHSGt 16 yaitu signifikan pada alpha 10%. Variance return RIHSG pada persamaan (25) juga
menunjukkan time-varying terlihat dari koeffiesien ht 1 dan t21 yang signifikan. Hasil untuk DJIA dengan menggunakan standard deviation sebagai ukuran risk pada mean equation adalah pada persamaan (26).
RDJIAt 1.587029 0.183540RDJIAt 13 0.223898RDJIAt 18 0.876411 ht t (4.972099) (1.896656) Durbin Watson : 2.170284
(2.37553)
(3.529688)
(26)
Dengan variance equationnya yaitu:
ht 3.315554 0.365303ht 1 0.121320 t21 (4.212436)
(1.431644)
(27)
(3.125051)
Hasil untuk DJIA yang ditunjukkan dari persamaan (26) terlihat bahwa semua koefisien adalah signifikan pada alpha 5% kecuali untuk RDJIAt 13 yaitu signifikan pada alpha 10%. Berbeda dari 19
(24)
persamaan (24), variance return RDJIA pada persamaan (27) hanya menunjukkan time-varying terlihat dari koeffisien t21 yang signifikan sedangkan koeffisien ht 1 tidak signifikan. Perbedaan yang menyolok dari hubungan antara return dan risk dalam ukuran standard deviation atau
ht ini
adalah bahwa hubungannya adalah positive pada IHSG sedangkan pada DJIA hubungannya negative.
Hubungan antara risk dan return pada index Nikkei adalah sebagai berikut: RNIKKEI t 0.013475 0.168661RNIKKEI t 4 0.274417RNIKKEI t 14 0.104109ht t (0.028664) DurbinWatson 1.99037
(1.78089)
(2.63589)
(1.04362)
(28)
Nikkei tanpa variable ht adalah sebagai berikut: RNIKKEI t 0.457257 0.190470RNIKKEI t 4 0.251109RNIKKEI t 14 t (2.387085) (1.985340) DurbinWatson 1.906816
(2.412418)
(29)
Dengan variance equationnya yaitu:
ht 0.252733 0.853656ht 1 0.113622 t21 (0.808153)
(2.21602)
(30)
(8.141718)
Dari hasil NIKKEI persamaan (28) terlihat bahwa tidak ada hubungan antara risk dan return karena koefisien ht sebesar 1.04362 tidak signifikan. Semua koefisien dari return equation adalah signifikan pada alpha 5%. Variance return pada (30) juga menunjukkan time-varying terlihat dari koeffiesien ht 1 dan t21 yang signifikan. Hal ini membuktikan adanya volatility yang heteroskedastik pada
return saham NIKKEI.
Hasil untuk HSI Hongkong adalah sebagai berikut: 20
RHSIt 537.0372 0.335914RHSIt 4 0.304420RHSIt 16 0.354252RHSIt 22 0.33503log(ht ) t (0.07469) (4.25216) DurbinWatson 1.967582
(4.43413)
(4.1906)
(20.284)
Dengan variance equationnya yaitu:
ht 5.505147 0.747593ht 1 0.180184 t21 (8.7317)
(133.255)
(32)
(11.1187)
Dari hasil HSI Hongkong terlihat bahwa semua koefisien dari return equation adalah signifikan pada alpha 5% kecuali untuk konstanta. Variance return pada juga menunjukkan time-varying terlihat dari koeffiesien ht 1 dan t21 yang signifikan. Pada index Hongkong ini hubungan antara risk dan return tidak seperti yang diharapkan karena koefisien log(ht) negative dan signifikan.
Dari angka-angka diatas dapat disarikan bahwa hubungan yang positip antara risk dan return ditemukan pada return mingguan IHSG Jakarta sedangkan pada return mingguan DJIA dan HSI Hongkong hubungannya negative. Pada index NIKKEI hubungan risk dan return tidak singnifikan. Sedangkan time-varying volatility terlihat pada keempat index diatas dimana satu atau kedua koeffisien independent variable pada variance equation adalah signifikan.
Hasil dengan Asymmetric GARCH
Hasil dengan menggunakan asymmetric GARCH dalam hal ini EGARCH untuk return mingguan IHSG adalah sebagai berikut: RIHSGt 4.746071 0.262614RIHSGt 1 0.130698RIHSGt 14 0.10548RIHSGt 22 1.34873 ht t (3.62579) (4.281451) Durbin Watson : 2.26297
(2.483088)
21
(1.603054)
(2.957899)
Dengan asymmetric variance equation yaitu: log(ht ) 2.445352 0.38202log(ht 1 ) 0.268228 t 1 h t 1 (8.50263) (3.40863) (2.47022)
0.576935 t 1 2 / ht 1
(33)
(3.157067)
Hasil variance equation memperlihatkan koefisien dari variable
t 1
sesuai dengan yang
ht 1 diprediksi yaitu negative dan significant. Karena koeffisien ini negative maka berita bagus tentang return (positive residual) menghasilkan volatility yang lebih kecil dibandingkan dengan berita buruk tentang return (negative residual). Dengan demikian pada IHSG good news dan bad news mempunyai dampak yang berbeda terhadap volatilitas. Hasil untuk return mingguan pada DJIA adalah sebagai berikut: RDJIAt 0.56306 0.28177RDJIAt 1 0.20041RDJIAt 7 0.20053RDJIAt 18 0.47837log(ht ) t (0.2.39821) (3.06887) (3.18391) Durbin Watson : 1.993321
(2.56759)
(1.49226))
Dengan asymmetric variance yaitu: log(ht ) 1.15821 0.74842log(ht 1 ) 0.37078 t 1 h t 1 (4.562) (7.295) (2.6578)
Hasil untuk DJIA, disini koefisien dari variable
t 1
0.00368 t 1 2 / ht 1
(35)
(0.03643)
juga sesuai dengan yang diprediksi yaitu -
ht 1 0.37078 dan significant. Karena koeffisien ini negative maka berita bagus tentang return (positive residual) menghasilkan volatility yang lebih kecil dibandingkan dengan berita buruk tentang return (negative residual). Dengan demikian pada DJIA good news dan bad news mempunyai dampak yang berbeda terhadap volatilitas.
22
Hasil untuk return mingguan HSI Hongkong adalah sebagai berikut: RHSIt 5.882475 0.129132RHSIt 14 0.2229634RHSIt 28 3.480821log(ht ) t (2.787154) (1.736378) (3.091420) Durbin Watson : 2.080972
(2.617237)
(36)
Dengan asymmetric variance yaitu: log(ht ) 1.896579 0.043968log(ht 1 ) 0.026962 t 1 h t 1 (4.00866) (0.182692) (0.56671)
0.382593 t 1 2 / ht 1
(37)
(2.427442)
Hasil untuk HSI Hongkong ini berbeda dengan IHSG dan DJIA. Disini koefisien dari variable
t 1
walaupun masih negative sesuai dengan yang diprediksi yaitu -0.026962 tetapi secara
ht 1 statistic tidak significant. Dengan demikian pada HSI Hongkong good news dan bad news mempunyai dampak yang tidak berbeda terhadap volatilitas. Hasil untuk return mingguan Nikkei RNIKKEI t 0.417061 0.185411RNIKKEI t 4 0.286809RNIKKEI t 14 t (1.993727) (2.160773) Durbin Watson : 1.906466
(2.791028)
(38)
Dengan asymmetric variance yaitu: log(ht ) 0.049901 0.935012log(ht 1 ) 0.052072 t 1 h t 1 (0.57815) (13.18086) (0.618686)
0.21499 t 1 2 / ht 1
(39)
(1.744393)
Hasil untuk Nikkei ini tidak berbeda dengan HSI Hongkong. Pada Nikei koefisien dari variable
t 1
walaupun masih negative sesuai dengan yang diprediksi yaitu -0.052072 tetapi secara
ht 1 statistic tidak significant yang terlihat dari t-ratio hanya sebesar -0.618686. Dengan demikian seperti 23
pada HSI Hongkong good news dan bad news mempunyai dampak yang tidak berbeda terhadap volatilitas pada index Nikkei..
KESIMPULAN Dengan menggunakan asymmetric GARCH penelitian ini menemukan bahwa pada IHSG dan DJIA berita bagus tentang return menghasilkan volatility yang lebih kecil dibandingkan dengan berita buruk. Hal ini tidak ditemukan pada HSI Hongkong dan Nikkei dimana tidak ada perbedaan dampak antara berita bagus dan berita buruk terhadap volatilitas.
Teori diversifikasi memprediski bahwa semakin banyak jumlah saham dimasukkan kedalam portfolio maka semakin kecil risiko dari portfolio tersebut. Disini penulis menemukan hal serupa. Return mingguan dari IHSG dengan jumlah saham yang lebih banyak dari index DJIA mempunyai risiko yang lebih rendah diukur dari coefficient of variation. Dari empat index yaitu IHSG, DJIA, NIKKEI dan HSI ditemukan bahwa coefficient of variation yang rendah terjadi pada index dengan jumlah saham yang lebih besar yang membentuk index tersebut. Karakteristik return mingguan IHSG, DJIA, NIKKEI dan HSI semuanya menunjukkan stationary berdasarkan ADF test dan KPPS test. Volatilitas return yang heteroskedastik atau time varying penulis temukan pada semua index ini dari koeffisien GARCH yang signifikan. Teori investasi juga menyatakan bahwa investor menginginkan expected return yang lebih tinggi sebagai kompensasi menangung risiko yang lebih besar. Penelitian ini menemukan adanya hubungan yang positip antara risk dan return pada return mingguan IHSG Jakarta sedangkan pada return mingguan DJIA dan HSI Hongkong hubungannya negative. Pada index Nikkei hubungan risk dan return tidak singnifikan 24
Perbedaan karakteristik pada pasar saham yang berbeda perlu diketahui investor dan analis pasar modal sebelum membuat usulan investasi. Secara spesifik investor dan analis pasar modal perlu mengenal hubungan antara risk dan return serta proses bagaimana volatilitas return pada masingmasing pasar saham.
BAHAN BACAAN Bollerslev, T., Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity; Journal of Econometrics 31, 1986, 307-327 Campbell, John Y., Hentschel, Ludger; No News is a Good News; An asymmetric model of changing volatility in stock returns; Journal of Financial Economics Vol 31, 1992 halaman 281-318 Engle, Robert F., Autoregressive Conditional Heteroscedasticity with the Estimates of the Variance of UK Inflation, Econometrica 50, 1982 halaman 987-1008 Engle, Robert F. and Ng, Victor K.; Measuring and Testing the Impact of News and Volatility, Journal of Finance, volume 48, Issue 5, December 1993, halaman 1749-1778 Engle, Robert F., Lilien, D., and Robin, R; Estimating Time Varying Risk Premia in the Term Structure: The ARCH-M Model; Econometrica 55, 1987, 391-407 Franses, Philip Hans; Time Series Models for Business and Economic Forecasting; Cambridge University Press 2000 Hamilton, James D; Time Series Analysis, Princeton University Press, New Jersey, 1994 Johnston, Jack, dan DiNardo, John., Economtric Methods; Edisi 4, McGraw Hill, 1997 Jones, Charles M., Lamont, Owen and Lumsdaine, Rubin L; Macroeconomic news and Bond Market Volatility; Journal of Financial Economics, Volume 47, 1998, halaman 315-337 Nelson, D., Conditional Heteroskedsticity in Asset Return: A new approach, Econometrica Volume 59, 1990, halaman 347-370 Reilly, Frank K. dan Brown, Keith C.; Investment Analysis and Portfolio Management; ThomsonSouth Western, Edisi 8, 2006 Vandaele, Walter; Applied Time Series and Box-Jenkins Models; Academic Press, Inc; 1983
ooo&&&ooo
25