A. Pengertian Asuransi Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan istilah hukum pertanggungan, dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht, dan dalam istilah bahasa Inggris disebut Insurance Law, sedangkan dalam praktek sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang banyak dipakai orang istilah Assuransi (Assurantie) 19. Perjanjian asuransi melibatkan 2 (dua) pihak dimana yang satu sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak lain akan mendapat penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan diderita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi (belum dapat ditentukan saat terjadinya). Pihak yang ditanggung itu diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung, uang tersebut akan tetap menjadi milik penanggung apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi. Menurut Abbas Salim, asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian yang besar yang belum pasti. 20 Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan perasuransian, istilah perasuransian berasal dari kata asuransi yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu obyek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila kata asuransi diberi imbuhan per-an, maka muncullah istilah hukum perasuransian, yang berarti segala usaha yang berkenaan dengan asuransi. Sedangkan menurut Muhammad Muslehuddin, istilah asuransi menurut pengertian riilnya adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya. 21 19
Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentuk Perasuransian, (Medan: Fakultas Hukum USU, 2005), Hal.
20
Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2000), hal. 1.
1.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Wetboek van Koophandel dijumpai suatu pengertian atau definisi resmi dari asuransi, pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita olehnya karena kejadian yang tidak pasti. 22 Berdasarkan definisi tersebut dapat diuraikan unsur-unsur asuransi atau pertanggungan yaitu sebagai berikut :23 1. Pihak-Pihak Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi, penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak. Penanggung wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan. 2. Status Pihak-Pihak Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) atau koperasi. Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum dan harus pihak yang berkepentingan atas obyek yang diasuransikan. 3. Obyek Asuransi Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat kepada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada 21
Muhammad Muslehuddin, Menggugat Asuransi Modern, (Jakarta: PT Lentera Basritama,1999), hal. 3. Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Op.Cit., hal. 8. 23 Ibid., hal. 8. 22
Universitas Sumatera Utara
tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko, sedangkan tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya. 4. Peristiwa Asuransi Peristiwa asuransi adalah merupakan perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dengan tertangggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti (evenement) yang mengancam obyek asuransi, dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas
tersebut dibuat dalam bentuk
tertulis berupa akta yang disebut polis, polis ini merupakan satu-satunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi. 5. Hubungan Asuransi Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dengan tertanggung adalah keterikatan (legally bound) yang timbul karena adanya persetujuan atau kesepakatan bebas untuk memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing, apabila terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan polis asuransi, sedangkan apabila tidak terjadi evenemen premi yang sudah dibayar oleh tertanggung tetap menjadi milik penanggung. Apabila kita perhatikan bunyi Pasal 1774 kitab undang-undang hukum perdata atau burgerlijk wetboek, maka perjanjian asuransi ini masuk dalam perjanjian untung-untungan (kans overeenkomst). Menurut pasal itu selain perjanjian asuransi yang termasuk dalam perjajian untung-untungan, juga adalah bunga cagak hidup (liferente) dan perjudian serta pertaruhan (spel en weddingschap).
Universitas Sumatera Utara
Namun pengaturan yang memasukkan asuransi kedalam perjanjian untung-untungan rasanya kurang tepat, sebab dalam perjanjian untung-untungan pihak-pihak secara sadar dan sengaja menjalani suatu kesempatan untung-untungan dimana prestasi timbal balik tidak seimbang, sedangkan dalam asuransi hal itu tidak ada. Walaupun demikian ada juga sarjana yang mengatakan bahwa pengaturan demikian sudah tepat, hal ini disebabkan pembayaran uang asuransi selalu digantungkan kepada “peristiwa yang tidak pasti (onzekker voorval)”, dengan terjadinya onzekker voorval itu maka dibayar uang asuransi. Hanya saja dengan perkembangan asuransi sekarang ini walaupun tidak terjadi onzekker voorval (peristiwa yang tidak pasti), pihak penanggung tetap membayar uang asuransi sesuai dengan kesepakatan mereka yang sudah dituangkan dalam perjanjian (polis asuransi). Hal ini dimungkinkan dengan adanya kebebasan berkontrak para pihak yang dianut dalam hukum perdata, jadi asuransi tersebut sudah mengandung unsur menabung (saving) dimana tertanggung mendapatkan kembali premi yang telah dibayarnya sesuai dengan kesepakatan yang mereka lakukan baik sebagai penanggung maupun sebagai tertanggung. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dalam Pasal 1 angka (1) disebutkan “asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Universitas Sumatera Utara
Menurut Abdul Muis, bahwa definisi Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tersebut memberikan definisi asuransi yang lebih lengkap dibandingkan dengan Pasal 246 KUHD, dimana dari definisi di atas tercakup di dalamnya unsur-unsur yang lebih dikembangkan lagi seperti penegasan asuransi itu adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dan lebih diuraikan tentang jenis-jenis kerugian serta ditegaskan adanya asuransi kerugian dan asuransi jiwa. 24 Untuk memahami lebih lanjut, Abdulkadir Muhammad membuat perbandingan antara rumusan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dan Pasal 246 KUHD 25 1. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Asuransi kerugian dibuktikan oleh bagian kalimat “penggantian karena kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan”. Asuransi jiwa dibuktikan oleh bagian kalimat “memberikan pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang”, Bagian ini tidak ada dalam Pasal 246 KUHD. 2. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 secara eksplisit meliputi juga asuransi untuk kepentingan pihak ketiga, hal ini terdapat dalam bagian kalimat “tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga”, Bagian ini tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 KUHD. 3. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi objek asuransi berupa benda, kepentingan yang melekat atas benda, sejumlah uang dan jiwa manusia. Objek asuransi berupa jiwa manusia tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 KUHD. 4. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi evenement berupa peristiwa yang menimbulkan kerugian pada benda objek asuransi dan peristiwa meninggalnya seseorang. Peristiwa meninggalnya seseorang tidak terdapat dalam Pasal 246 KUHD.
B. Jenis-jenis Asuransi Menurut Abdul Muis ada dua (2) jenis asuransi yaitu asuransi sejumlah uang (sommen verzekering) dan asuransi ganti kerugian (schade verzekering). Tetapi dengan perkembangan usaha perasuransian muncul satu jenis asuransi lagi yaitu asuransi varia (varia verzekering) 26 Untuk mengetahui suatu pertanggungan termasuk bentuk yang mana dari kedua macam pertanggungan di atas terlebih dahulu harus dilihat dari bentuk prestasi yang dilakukan si 24
Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, Op.Cit., hal. 4. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia.,Op.Cit., hal. 11-12 26 Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, Op.Cit.,hal. 11 25
Universitas Sumatera Utara
Penanggung terhadap si Tertanggung. Apabila prestasi tersebut dalam bentuk memberikan sejumlah uang tertentu yang telah ditentukan sebelumnya, maka dikatakan pertanggungan sejumlah uang (sommen verzekering), sedangkan jika prestasi dalam bentuk pengganti kerugian sepanjang ada kerugian maka dikatakan pertanggungan kerugian (Schade Verzekering) KUHD (Kitab Undang-undang Hukum dagang) yang disahkan pada tahun 1938 dalam pasal 247 merinci asuransi dalam 5 (lima) jenis yaitu :27 1. 2. 3. 4. 5.
Asuransi terhadap kebakaran: Asuransi yang mengancam hasil-hasil pertanian di sawah: Asuransi jiwa: Asuransi di lautan dan perbudakan: Asuransi pengangkutan darat dan di sungai-sungai serta di perairan-perairan pedalaman.
Pasal 247 KUHD tersebut kalau dibandingkan dengan perkembangan pertanggungan itu sendiri pada saat ini sudah kurang tepat karena sekarang sudah banyak dikenal jenis-jenis pertanggungan yang tidak disebutkan di dalam pasal itu dan juga melingkupi atau kriteria yang dipakai pembuat undang-undang tidak sesuai seperti misalnya: 1. Pertanggungan kebakaran dalam arti murni hanya dipandang menanggung kepentingan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak yang tidak dikirim atau diangkut, sedangkan kerugian karena kebakaran yang menimpa kapal dan barang-barang yang dalam perjalanan untuk dikirim/diangkut menjadi digolongkan pada pertanggungan laut. 2. Mengenai pertanggungan sakit, dalam arti murni menurut sifatnya seseorang yang sedang sakit itu tidak dapat bekerja untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya sehingga untuk kerugiannya itu akan dibayar oleh penanggung dan masih banyak kepentingan lain dari tertanggung yang dapat dikaitkan dalam peristiwa sakit itu misalnya akibat sakitnya itu
27
Djoko Prakoso, et.al.,Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 56.
Universitas Sumatera Utara
menderita rugi karena harus membayar ongkos perawatan, pemondokan dan lain-lain, sehingga diperlukan pertanggungan biaya sakit (Ziektekosten Verzekerinh). Berdasarkan pasal 247 KUHD tersebut, Abdul Muis berpendapat bahwa jenis pertanggungan dalam pasal tersebut masih membuka pintu menerima jenis pertanggungan lain yang diciptakan menurut perkembangan di dalam masyarakat, hal ini dimungkinkan karena pasal tersebut menunjuk jenis-jenis pertanggungan memakai kata “antara lain”. 28 Menurut Nurhaida Aroyad. Bahwa jenis-jenis asuransi adalah sebagai berikut: 29 1. Dilihat dari sudut pemerintah atau penguasa yang mengaturnya maka asuransi dapat dikelompokkan kepada: a. Asuransi wajib (compulsory insurance) b. Asuransi sukarela (Voluntary Insurance) 2. Dilihat dari sudut penentuan besarnya jumlah pertanggugan maka asuransi dapat dikelompkkan menjadi: a. Asuransi sejumlah uang b. Asuransi kerugian. 3. Dilihat dari tujuan diadakannya asuransi dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Asuransi jiwa b. Asuransi Sosial c. Asuransi kerugian. 4. Dilihat dari pada sifatnya, asuransi dapat dikelompokan sebagai berikut: a. Asuransi secara premi (bersifat perusahaan) b. Asuransi saling menjamin (bersifat perkumpulan)
Menurut Gunanto jenis-jenis asuransi menurut ditetapkan tidaknya terlebih dahulu jumlah yang harus dibayar, asuransi dapat dibagi menjadi : 30 1. Asuransi sejumlah uang yaitu untuk membayar suatu jumlah uang yang besarnya sudah ditentukan sejak awal. Ini berlaku untuk asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan orang. 2. Asuransi kerugian yaitu untuk mengganti kerugian yang terjadi, yang jumlahnya tidak ditetapkan sebelumnya. Jika ditinjau dari unsur persesuaian kehendak asuransi dapat dibedakan sebagai berikut: 31
28
Abdul Muis, Bunga Rampai Hukum Dagang, (Medan: Fakultas Hukum USU, 2001), hal. 39. Nurhaida Aroyad, Asuransi Kecelakaan di Indonesia, (Medan: AKP Perbanas, 1993), hal. 7-8. 30 Abdul Muis Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, Op.Cit., hal. 13-14 31 Ibid., hal. 18. 29
Universitas Sumatera Utara
a. Asuransi sukarela (voluntary insurance atau free voluntary insurance) yaitu Para pihak dalam jenis asuransi ini di dalam mengadakan perjanjian bebas atau tidak ada paksaan dari pihak luar atau pihak lawan. Penanggung secara sukarela dengan persetujuannya sendiri mengikatkan diri untuk memikul risiko, sedang pihak tertanggung juga dengan sukarela membayar premi sebagai imbalan memperalihkan risikonya kepada pihak penanggung. b. Asuransi wajib (compulsary insurance) yaitu asuransi ini ada unsur paksaan bagi pihak tertanggung karena diwajibkan oleh suatu peraturan, pihak yang mewajibkan ini biasanya ialah pihak pemerintah tetapi tidak selalu dimonopoli pemerintah sebab bisa saja pemerintah menunjuk badan swasta sebagai penanggung. Tujuan pemerintah mewajibkan masuk asuransi ini adalah dengan pertimbangan melindungi golongan lemah dari bahayabahaya yang bakal menimpanya atau dengan perkataan lain untuk memberikan jaminan sosial sebagai suatu sosial security, asuransi sosial ini disebut dengan social insurance atau social government insurance. Istilah perasuransian melingkupi kegiatan usaha yang bergerak dibidang, usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Pasal 2 huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian menyatakan bahwa “usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana dari masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang. 32 Dalam Pasal 3 huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tersebut usaha asuransi dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu: 33 a. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti b. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. c. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam asuransi ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa. Dalam Pasal 3 huruf (b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, usaha penunjang usaha asuransi dikelompokkan menjadi 5 (lima) jenis yaitu: 32 33
Abdulkadir Muhammad. Hukum Asuransi Indonesia., Op.Cit, hal. 23. Ibid., hal.23-24
Universitas Sumatera Utara
a. Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung b. Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi. c. Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaiaan terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan. d. Usaha konsultan aktuaria yang memberikan jasa konsultasi aktuaria. e. Usaha agen asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung. Pengelompokkan jenis usaha perasuransian dalam Pasal 3 tersebut didasarkan pada pengertian bahwa perusahaan yang melakukan usaha asuransi adalah perusahaan yang menanggung risiko asuransi. Selain itu dibidang perasuransian terdapat pula perusahaanperusahaan yang kegiatan usahanya tidak menanggung risiko asuransi yang kegiatannya dikelompokkan sebagai usaha penunjang usaha asuransi. Walaupun demikian sebagai sesama penyedia jasa di bidang perasuransian, perusahaan di bidang usaha asuransi dan penunjang usaha asuransi merupakan mitra usaha yang saling membutuhkan dan saling melengkapi yang secara bersama-sama perlu memberikan kontribusi bagi kemajuan sektor asuransi Selain pengelompokkan menurut jenis usahanya, usaha asuransi dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu : 34 a. Usaha asuransi sosial dalam rangka penyelenggaraan program asuransi sosial yang bersifat wajib (compulsory) berdasarkan undang-undang dan memberikan perlindungan dasar untuk kepentingan masyarakat. b. Usaha asuransi komersil dalam rangka penyelenggaraan program asuransi kerugian dan asuransi jiwa yang bersifat kesepakatan (voluntary) berdasarkan kontrak asuransi dengan tujuan memperoleh keuntungan (motif ekonomi).
C. Pengaturan Hukum Asuransi 1. Pengaturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) 34
Ibid., hal. 25.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) ada dua cara pengaturan hukum pertanggungan, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I, Bab IX (sembilan) dan pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab X (sepuluh), Buku II Bab IX (sembilan) dan X (sepuluh). Rincian isi bab-bab tersebut adalah sebagai berikut: 35 Buku I titel IX (sembilan) : mengatur tentang asuransi pada umumnya, Buku I titel X (sepuluh) ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu: 1. Bagian pertama : mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran diatur dalam pasal 287-298 KUHD: 2. Bagian kedua : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasilhasil pertanian disawah diatur dalam pasal 299-301 KUHD 3. Bagian ketiga : mengatur asuransi jiwa diatur dalam pasal 302-308 KUHD. Buku II titel IX (sembilan) : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya laut dan bahaya-bahaya perbudakan. Diatur dalam pasal 592-685 KUHD, Buku II titel IX (sembilan) ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu: 1. Bagian pertama : mengatur tentang bentuk dan isi asuransi: 2. Bagian kedua : mengatur tentang anggaran dari barang-barang yang diasuransikan: 3. Bagian ketiga : mengatur tentang awal dan akhir bahaya: 4. Bagian keempat : mengatur tentang hak dan kewajiban –kewajiban penanggung dan tertanggung: 5. Bagian kelima : mengatur tentang abandonnemen: 6. Bagian keenam : mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak makelar di dalam asuransi laut. 35
Djoko Prakoso., Op.Cit. hal 5-6
Universitas Sumatera Utara
Buku II titel X (sepuluh) : mengatur tentang asuransi terhadap bahaya-bahaya pengangkutan di darat dan sungai-sungai serta perairan pedalaman diatur dalam pasal 689-695 KUHD. Buku I titel X (sepuluh) dan buku II titel X (sepuluh) pengaturannya bersifat secara ringkas saja, tidak seperti yang diatur dalam buku I titel IX (sembilan) dan buku II titel IX (sembilan) yang pengaturannya cukup luas.
Pengaturan
asuransi
dalam
Kitab
Undang-undang
Hukum
Dagang
(KUHD)
mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara bertimbal balik, sebagai perjanjian khusus asuransi dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi. Pengaturan asuransi dalam Kitab Undang-undang hukum dagang (KUHD) meliputi substansi sebagai berikut
36
a. Asas-asas asuransi: b. Perjanjian asuransi: c. Unsur-unsur asuransi d. Syarat-syarat (klausula) asuransi e. Jenis-jenis asuransi 2. Pengaturan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan maka Undang – Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian dalam Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992 Tanggal 11 februari 1992, mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif yang jika dilanggar mengakibatkan sangsi pidana dan administratif.
36 37
37
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Op.Cit., hal. 18. Ibid., hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sangsi pidana dan sangsi administratif menurut undangundang perasuransian. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dalam Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992. 38 Pengaturan usaha perasuransian dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 terdiri dari 13 bab dan 28 pasal dengan rincian substansi sebagai berikut: 39 1. Bidang usaha perasuransian meliputi kegiatan a. Usaha asuransi dan b. Usaha penunjang asuransi. 2. Jenis usaha perasuransian meliputi a. Usaha asuransi terdiri dari asuransi kerugian, asuransi jiwa dan reasuransi. b. Usaha penunjang asuransi terdiri dari : pialang asuransi, pialang reasuransi, penilai kerugian asuransi, konsultan akturia dan agen asuransi. 3. Perusahaan perasuransian meliputi a. Perusahaan asuransi kerugian b. Perusahaan asuransi jiwa c. Perusahaan reasuransi d. Perusahaan pialang asuransi e. Perusahaan pialang reasuransi f. Perusahaan penilai kerugian asuransi g. Perusahaan konsultan akturia h. Perusahaan agen asuransi. 4. Bentuk hukum usaha perasuransian terdiri dari: a. Perusahaan perseroan (persero) b. Koperasi c. Perseroan terbatas d. Usaha bersama (mutual). 5. Kepemilikan perusahaan perasuransian oleh: a. Warga negara Indnesia dan atau badan hukum indonesia b. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum indonesia bersama dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing. 38 39
Ibid., hal. 19. Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Pertanggungan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 19-
21.
Universitas Sumatera Utara
6. Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan. 7. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan mengenai a. Kesehatan keuangan perusahaan asuransi melalui keputusan pengadilan negeri. b. Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha. 8. Kepailitan dan likuidasi perusahaan asuransi melalui keputusan pengadilan negeri. 9. Ketentuan sangsi pidana dan sangsi administratif meliputi: a. Sangsi pidana karena kejahatan : menjalankan usaha perasuransian tanpa izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan perusahaan asuransi dan reasuransi menerima, menadah, membeli kekayaan perusahaan asuransi hasil penggelapan, pemalsuan dokumen perusahaan asuransi, reasuransi. b. Sanksi administratif berupa : ganti kerugian, denda admnistratif, peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha perusahaan. c. Pengaturan dalam perundang-undangan Republik Indonesia Selain dari Kitab Undag-undang Hukum Dagang (KUHD) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Pemerintah Republik Indonesia telah mengundangkan beberapa perundang-undangan mengenai pertanggungan (asuransi), Perundang-undangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Asuransi wajib kecelakaan Penumpang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964. 2. Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964. 3. Asuransi Kredit yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1971. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), dengan berbagai peraturan pelaksanya. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1971 tentang penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian perusahaan perseroan dalam bidang perasuransian kredit.
Universitas Sumatera Utara
8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1963 tentang tabungan asuransi pegawai negeri (PN. Taspen). 9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971 tentang asuransi angkatan bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). 10. Surat Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968 tentang asuransi kesehatan (Askes) untuk pegawai negeri dan pensiunan beserta keluarganya.
D. Pihak-pihak dalam Asuransi Untuk mengetahui pihak-pihak yang dapat dikualifikasikan sebagai subyek asuransi maka ada baiknya terlebih dahulu diketahui pengertian dari subyek hukum itu sendiri, yang dimaksud dengan subyek hukum adalah sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban yang terdiri dari manusia dan badan hukum. 40
Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, bahwa subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh, mempunyai atau menyandang hak dan kewajiban. Kewenangan untuk dapat menyandang hak dan kewajiban itu disebut kewenangan hukum. 41 Di dalam suatu perjanjian selalu ada dua macam subyek hukum yaitu di satu pihak seorang atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk melakukan sesuatu dan di lain pihak ada seorang atau badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu. Oleh karena itu di dalam setiap perjanjian selalu ada pihak berkewajiban dan pihak berhak. 42 Akan tetapi berbeda halnya dalam perjanjian asuransi yang merupakan perjanjian timbal balik (wederkering overeenkomst), dimana satu pihak tidak selalu menjadi pihak yang berhak, 40
Djanius Djamin, Bahan Dasar Hukum Asuransi, (Medan: STIE Tri Karya, 1994), hal. 30. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003), hal. 74. 42 Djoko Prakoso, et.,al. Op.Cit, hal.102. 41
Universitas Sumatera Utara
melainkan dari sudut lain mempunyai beban kewajiban juga terhadap pihak yang lain, yang dengan demikian tidak selalu menjadi pihak berwajib melainkan menjadi pihak yang berhak pula terhadap kewajiban dari pihak pertama yang harus dilaksanakan. yang disebut sebagai Penanggung dan Tertanggung di dalam perjanjian asuransi 43 Sahnya suatu perjanjian asuransi adalah harus dibuat oleh pihak-pihak yang berkompeten (mampu), berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada tiga (3) kelompok orang yang dianggap tidak mampu (kompeten) yaitu : anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang secara mental tidak kompeten (mampu) dan wanita bersuami. 44 Jadi dalam setiap mengadakan perjanjian asuransi haruslah sekurang-kurangnya terdiri dari dua pihak (subyek), dimana pihak yang satu disebut sebagai penanggung dan pihak yang lain disebut pihak tertanggung, dimana kedua pihak tersebut saling melengkapi dan sama-sama harus ada dalam suatu perjanjian asuransi. Subyek hukum dalam asuransi adalah sebagai berikut: 1. Pihak Penanggung Penanggung adalah pihak terhadap siapa diperalihkan risiko yang seharusnya dipikul sendiri oleh tertanggung karena menderita kerugian sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak tertentu. Risiko ini hanya diperalihkan kepadanya berdasarkan adanya premi yang juga dinikmatinya, jadi pihak penanggung mengikatkan dirinya untuk menanggung risiko apabila ia menikmati suatu premi. penanggung harus berbentuk perusahaan badan hukum berupa PT perseroan, koperasi 2. Pihak Tertanggung
43 44
Ibid., hal. 102-103 Hasymi Ali, Pengantar Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 102.
Universitas Sumatera Utara
Pihak tertanggung adalah orang-orang yang berkepentingan dalam mengadakan perjanjian asuransi sebagai pihak yang berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur-angsur. Dengan tujuan akan mendapat penggantian suatu kerugian yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi. tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum dan harus pihak yang berkepentingan atas obyek yang diasuransikan Sedangkan pihak-pihak dalam asuransi kecelakaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 dan 34 Tahun 1964 adalah sebagai berikut:45 1. Pengusaha/pemilik alat angkutan lalu lintas jalan atau alat angkutan penumpang di darat, laut maupun udara sebagai pihak yang diwajibkan membayar premi. 2. Perusahaan Negara yang ditunjuk oleh menteri keuangan khusus untuk itu sebagai penanggung, menjalankan hak sebagai penerima premi dan menjalankan kewajiban sebagai pembayar santunan, dimana sebagai pelaksananya adalah PT (persero) asuransi kerugian Jasa Raharja. 3. Masyarakat/setiap orang yang menjadi korban kecelakaan angkutan umum/penumpang di darat, laut maupun udara dan korban kecelakaan lalu lintas jalan sebagai tertanggung (penerima santunan).
E. Tujuan Asuransi Setiap orang yang memiliki suatu benda tentu menghadapi suatu risiko bahwa nilai dari miliknya itu akan berkurang baik karena hilangnya benda itu, maupun karena kerusakan atau karena musnah terbakar atau karena sebab lainnya. Banyak diantara sebab-sebab yang menjadikan pengurangan nilai itu dapat dicegah dan sudah diharapkan akan terjadinya, tetapi 45
Nurhaida Aroyad, Op.Cit, hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
banyak juga sebab-sebab yang mengurangi nilai benda itu mempunyai sifat yang tidak dapat diharapkan lebih dahulu. Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, asuransi itu mempunyai tujuan pertama-tama ialah : mengalihkan segala risiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil risiko itu untuk mengganti kerugian 46 Menurut Sri Rejeki Hartono, asuransi atau pertanggungan adalah suatu usaha guna menanggulangi adanya risiko. 47 Dari pengertian tersebut berarti bahwa secara luas siapapun pasti mengandung dan mempunyai risiko. Pertanggungan mempunyai tujuan yang utama yaitu mengalihkan risiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil risiko untuk mengganti kerugian. Menurut Gunanto “risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu kerugian atau batalnya seluruh atau sebahagian dari suatu keuntungan yang semula diharapkan karena suatu kejadian di luar kuasa manusia kesalahan sendiri atau perbuatan manusia lain”. 48 Sedangkan risiko dalam industri perasuransian diartikan sebagai ketidak-pastian dari kerugian financial atau kemungkinan terjadinya kerugian. 49 Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa tujuan asuransi adalah sebagai berikut: 50 1. Pengalihan Risiko Tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya dan terhadap jiwanya. jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan
46
Djanius Djamin, Op.Cit., hal. 8. Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hal. 13. 48 Salusra Satria, Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian di Indonesia, (Jakarta: fakultas ekonomi UI, 1994), hal. 10. 49 Bagus Irawan, Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi, (Bandung: PT Alumni, 2007), hal. 105. 50 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia., Op.Cit, hal.12. 47
Universitas Sumatera Utara
menderita kerugian material atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi kerugian material atau korban jiwa atau cacat raganya akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Asuransi sebagai alat pengalihan risiko artinya asuransi dapat dipakai sebagai salah satu wahana untuk mengadakan pengalihan risiko, dimana risiko pihak yang satu (tertanggung) dialihkan kepada pihak lain (penanggung) yang peralihannya dilakukan dengan suatu perjanjian 51 Untuk mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil-alih beban risiko (ancaman bahaya) dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi. Dalam dunia bisnis perusahaaan asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk megambil alih risiko dengan imbalan pembayaran premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengacam harta kekayaanya atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung) sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai berkahirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan penangggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung. 52 2. Pembayaran Ganti Kerugian Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengacam itu sungguh-sungguh terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung 51
Sri Redjeki Hartono, “Reasuransi Kebutuhan yang tidak dapat Dikesampingkan oleh Penanggung Guna Memenuhi Kewajibannya terhadap Tertanggung”: (Semarang, 1989). Hal.61. 52 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia., Op.Cit, hal.12-13.
Universitas Sumatera Utara
mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian 3. Pembayaran Santunan Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary insurance), tetapi undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance), artinya tertanggung terikat dengan penangggung karena perintah undang-undang bukan karena perjanjian, asurani jenis ini disebut asuransi social (social security insrance). Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaaan yang menagakibatkan kematian atau cacat tubuh, dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya. Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang terikat pada suatu hukum tertentu yang ditetapkan undang-undang, misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaanya atau selama angkutan berlangsung. Mereka (ahli warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung (BUMN) yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang. 4. Kesejahteraan Anggota Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan. Wirjono Prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan (perkumpulan koperasi). asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung (omderlinge verzekering) atau asuransi usaha bersama (mutual insurance) yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan angggota. 53 Setelah ditelaah dengan seksama, asuransi saling menanggung tidak dapat digolongkan kedalam asuransi murni, melainkan hanya mempunyai unsur-unsur yang mirip dengan asuransi kerugian atau asuransi jumlah. Penyetoran uang iuran oleh anggota perkumpulan (semacam premi oleh tertanggung) merupakan pengumpulan dana untuk kesejahteraan anggotanya atau untuk mengurus kepentingan anggotanya misalnya bantuan upacara bagi anggotanya yang mengadakan selamatan, bantuan biaya penguburan bagi anggota yang meninggal dunia dan biaya perawatan bagi anggota yang mengalami kecelakaan atau sakit, serta cacat tetap. 54
53 54
Ibid., hal. 15. Ibid., hal.15
Universitas Sumatera Utara