DAFTAR PUSTAKA
BUKU LITERATUR Anonim, 1997, Agenda 21 Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Anonim, 2005, Bunga Rampai Perundangan Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Asdak, Chay, 2002, Hidrologi dan Pengelolaan DAS, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dieren, 1995, Taking the nature into account:a report to the club of Rome, New York: Springer-Verlag New York Inc. Doolette, John B., 1990, Watershed Development in Asia: Strategies and Technologies, USA: World Bank. Dunn, William N., 1999, Public Policy Analysis, New Jersey: Prentice Hall. Hardjasoemantri, Koesnadi, 1986, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sarief, Saifuddin, 1985, Konservasi Tanah dan Air, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Supardi, Imam, 2003, Lingkungan Hidup dan Kelestariannya, Bandung: PT Alumni. World Commission on Environmental and Development, 1987, Our Common Future, England: Oxford University Press.
TESIS DAN PENELITIAN Christ, Edwin, 2003, Evaluasi Penetapan Kawasan Lindung Cipamatuh, Tesis, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB. Sugiharto, Bambang, 2001, Arahan Pemanfaatan Lahan untuk Kegiatan Permukiman Berdasarkan Analisis Kesesuian Lahan dan Penilaian Kualitas Sub Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus: Sub DAS Cileunyi, Kabupaten Bandung), Tesis, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB. Suharno, 1999, Arahan Pengelolaan Lahan Dalam Rangka Konservasi Daerah Aliran Sungai Ngrancah Kabupaten Kulon Progo, Tesis, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, SAPPK ITB.
Wiandjono, R. Budi, 1995, Kajian Kesesuaian Program Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus: DAS Ciliwung), Tesis,
Program Studi Perencanaan
Wilayah dan Kota, SAPPK ITB.
DOKUMEN PEMERINTAH DAN PERATURAN Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Citarum-Ciliwung, 2000, Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sub Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu DAS Ciliwung, Bogor: Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Citarum-Ciliwung. Direktorat Rehabilitasi Hutan dan Lahan, 2005, Pedoman Identifikasi dan Pemilihan Lokasi Penghijauan Pada Kawasan Lindung, Jakarta: Departemen Kehutanan. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 tentang Kawasan Bopunjur. Pemerintah Kabupaten Bogor, 2004, Rencana Rehabilitasi Lahan Kritis tahun 20042008 Kabupaten Bogor, Bogor: Pemerintah Kabupaten Bogor. Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Rakeppres Tahun 2003 tentang Penataan Ruang Kawasan Jadebotabek-Punjur. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS Ciliwung Tahun 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun Tahun 2000-2009 RTRW Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor Tahun 1999-2009. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
WEBSITE Anonim, 2002, About the Basin Management Approach, (http://www.deq.state.ms.us diakses pada 30 April 2007 pukul 14.15). Anonim, 1998, Flood Management And Mitigation In The Mekong River Basin, (http://www.onderzoekinformatie.nl diakses pada 30 April 2007 pukul 13.50). Anonim, 2007, Integrated River Basin Management, (http://www.water.gov.my diakses pada 21 April 2007 pukul 11.05). Anonim, The Challenges of Integrated River Basin Management in India, (http://www.iwmi.cgiar.org diakses pada 21 April 2007 pukul 11.20).
Adi, Sutopo P. dan Hasmono Soewandito, 2002, Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan
Terhadap
Aliran
Permukaan,
Sedimen
dan
Unsur
Hara,
(http://www.antara.co.id/print/?id=1174034025, diakses 14 April 2007 pukul 17.22). Bahtiar, Rizal, 2006, Bencana Alam dan Hari Bumi, (http://www.tnial.mil.id/ armabar/foruma/template.php?nm=1146856665 diakses pada 24 November 2006 pukul 08.30). Danny,
2004,
Banjir
bukan
Kiriman
Bogor,
(http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/0104/05/0107.htm diakses pada 24 November 2006 pukul 8.10). Ernan,
2004,
Banjir
bukan
Kiriman
Bogor,
(http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/0104/05/0107.htm diakses pada 24 November 2006 pukul 8.10). Kardono, 2004, Center of Environmental Technology, (http://www.science.org.au/ events/indonesia/kardono.pdf. diakses pada 21 April 2007 pukul 12.30). Mangunjaya, Fachruddin, Menghitung “Jasa” Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, (http://www.kompas.co.id diakses pada 23 Februari 2007 pukul 20.45) Organization of American States Office for Sustainable Development and Environment, 2005, Amazon River Basin-Integrated and Sustainable Management of Transboundary Water Resources in the Amazon River Basin, (http://www.amazon.com diakses pada 17 April 2007 pukul 14.25). Said,
Umar,
2002,
Musibah
Banjir,
Utang
Negara
dan
Solidaritas,
(http://www.kompas.com diakses pada 13 Januari 2007 pukul 18.58). Ira, 1996, Tanpa Daerah Resapan, Jakarta Terancam Banjir Lebih Dahsyat, (http://www.kompas.com diakses pada 13 Januari 2007 pukul 19.45). Republika,
2005,
Pengelolaan
DAS
Citarum
Terhambat
Tata
Ruang,
(http://www.bktrn.org/bktrn/index.php?option=com_content&task=view&id= 57&Itemid=1, diakses pada 11 Mei 2007 pukul 14.20). Wildensyah, Iden, 2002, Penghijauan Daerah Resapan Sebagai Upaya Konservasi Sumber Daya Air, (http://www.kotatangerang.go.id/download/ diakses 14 April 2007 pukul 16.54).
LAMPIRAN
Lampiran A Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Sejak Januari 2003 hingga pertengahan Maret 2003 telah terjadi 229 kejadian bencana, yang menyebabkan 505 penduduk meninggal dunia dan 1.070.378 orang terpaksa mengungsi. Berdasarkan data Asia Disaster Reduction Center (ADRC), kerugian yang terjadi akibat bencana sejak 1991 s/d 2000 ditaksir sebesar US$ 17,6 milyar. Akar penyebab terjadinya bencana tersebut karena rusaknya lingkungan terutama di daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan dan tangkapan air (catchment area). Oleh karena itu upaya penanggulangan yang diperlukan adalah mengembalikan kondisi daerah hulu kepada fungsinya sebagai daerah yang dapat menahan limpahan air permukaan (run off) dan memperbaiki lingkungan fisik dengan cara yang ramah lingkungan yaitu dengan rehabilitasi hutan dan lahan. Pola rehabilitasi lahan dan konservasi tanah adalah suatu rencana umum jangka panjang, kurang lebih lima belas tahun, yang memuat arahan teknis klasifikasi fungsi kawasan, arahan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, arahan urutan prioritas penanganan sub DAS di dalam satu DAS/wilayah DAS, pengembangan sosial ekonomi, serta monitoring dan evaluasi. Pola rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) merupakan sub sistem dari sistem perencanaan pengelolaan DAS. Pola RLKT disusun untuk setiap DAS secara utuh yang memuat beberapa pertimbangan-pertimbangan mengenai arahan klasifikasi fungsi kawasan berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Penyusunan pola RLKT dimaksudkan untuk memberikan arahan teknis secara umum mengenai: a) Penetapan urutan prioritas penanganan sub DAS/DAS; b) Arahan teknis perlindungan hutan tanah dan air serta arahan teknik rehabilitasi hutan dan tanah kritis; c) Arahan pengembangan sosial ekonomi masyarakat; dan d) Arahan monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS. Adapun petunjuk dan arahan yang ada bersifat umum dan merupakan hasil analisis atau perumusan secara teknis. Faktor-faktor sosial ekonomi juga dianalisis sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan perencanaan sosial ekonomi masyarakat. Informasi yang terdapat dalam pola RLKT akan dijadikan acuan dalam penyusunan RTL-Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah sub DAS atau beberapa sub DAS yang terdapat dalam DAS yang bersangkutan. Adapun rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan secara nasional yang lebih dikenal sebagai Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang dimulai tahun 2003 meliputi areal seluas 300 ribu hektar yang tersebar di 21 DAS kritis di Indonesia. Dalam jangka waktu 5 tahun direncanakan akan direhabilitasi hutan dan lahan seluas 3 juta hektar dengan rincian tahun 2004 seluas 500 ribu ha, tahun 2005 seluas 600 ribu Ha, tahun 2006 seluas 700 ribu Ha, dan tahun 2008 seluas 900 ribu hektar. Melalui gerakan nasional ini diharapkan dapat terwujud perbaikan lingkungan, berfungsinya sungai dan prasarana pengairan, serta sekaligus menggerakkan ekonomi rakyat. Pola pelaksanaan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan merupakan keterpaduan program pemerintah dan partisipasi masyarakat. Dengan
pembagian peran dan tugas pemerintah pusat sebagai penanggungjawab dan penyedia bibit, sedangkan Pemerintah Daerah dan masyarakat yang dibantu TNI sebagai pelaksana lapangan. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan merupakan kegiatan kerjasama lintas departemen. Departemen pemerintahan juga bekerjasama dengan TNI. Departemen yang terkait dalam kegiatan ini adalah departemen lingkungan hidup, departemen kehutanan, departemen kehakiman dan HAM, departemen pertanian, departemen dalam negeri, departemen pendidikan nasional, departemen riset dan teknologi, departemen permukiman dan prasarana wilayah, dan departemen keuangan. Dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam (hutan, tanah, dan air) perlu direncanakan dan dikelola secara tepat melalui suatu sistem pengelolaan daerah aliran sungai terpadu. Salah satu upaya pokok dalam pengelolaan DAS terpadu selain Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan ialah berupa pengaturan penggunaan lahan dan pelaksanaan pola rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. Upaya pokok tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan akhir pengelolaan DAS, yaitu terwujudnya keseimbangan sumber daya alam dan keadaan tata air DAS serta manfaat sumber daya alam yang optimal baik kuantitas maupun kualitas. Pengendalian penggunaan di DAS Ciliwung Bagian Hulu pun dinilai sangat lemah. Izin-izin lahan untuk pembangunan villa/hotel, restoran, real estate, permukiman, dan lain-lain masih saja diterbitkan. Padahal penerbitan izin-izin tersebut sudah dilarang sejak tahun 1996 berdasarakan keputusan Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) karena hal ini sangat mengurangi daerah resapan air di daerah hulu DAS. Faktor lain yang menambah terjadinya bahaya banjir adalah banyaknya areal HGU dan perambahan hutan yang menyebabkan berkurangnya penutupan lahan di daerah hulu DAS. Jika tata lingkungan di DAS tidak diperbaiki secara serius maka DKI Jakarta dan sekitarnya masih akan tetap mengalami bencana banjir lagi. Banjir ulang ini akan terjadi jika wilayah tersebut akan menerima hujan dalam besaran yang sama seperti yang terjadi pada awal februari 2007. Oleh karena itu Pemerintah Pusat melalui petunjuk-petunjuk dari Wakil Presiden melakukan koordinasi dan kesepakatan yang harus ditindaklanjuti dalam penanganan banjir di Jabodetabekjur. Pemerintah Pusat yang diwakili oleh Departemen Kehutanan sesuai dengan tugas dan fungsinya melakukan penangan di daerah hulu DAS. Pengananan tersebut dilakukan dengan cara memperbaiki fungsi hutan dan lahan serta melakukan kegiatan-kegiatan sesuai pola rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Untuk perbaikan fungsi hutan dan lahan misalnya dilakukan melalui kegiatan-kegiatan dengan prinsip sebagai berikut: • Teknik konservasi tanah dan air dengan metode vegetatif: 1. Melindungi tanah terhadap daya rusak butir-butir hujan yang jatuh; 2. Melindungi tanah terhadap daya rusak aliran permukaan; dan 3. Memperbaiki kapaitas infiltrasi tanah yang mempengaruhi besarnya aliran permukaan. • Teknik konservasi tanah dan air dengan metode sipil teknis 1. Memperlambat aliran permukaan;
2. Menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak; dan 3. Memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi air. Pola kegiatan RHL yang dilakukan antara lain adalah melakukan kegiatan penanaman dengan vegetasi tetap/tanaman tahunan untuk wilayah dengan kemiringan lereng >40% dan kawasan lindung (kaki/sempadan sungai, sekitar mata air dan situ). Untuk wilayah dengan kemiringan lereng <15 % dilakukan penanaman lorong atau strip rumput. Sedangkan untuk wilayah dengan kemiringan <25% dilakukan pembuatan teras gulud atau teras individu. Pada teras gulud yang aliran permukaannya masih cukup tinggi ke saluran pembuangan air, dibuat parit buntu (rorak) dan terucuk/terjunan air pada saluran pembuangan air yang berfungsi untuk menahan tanah yang tererosi dan meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah. Untuk wilayah yang terjadi erosi jurang dibuat pengendali jurang (gully plug), yang berfungsi untuk memperbaiki lahan dan mencegah bertambah luasnya kerusakan lahan akibat erosi jurang, serta mengendalikan sedimen dan aliran permukaan dari permukaan hulu. Pada alur sungai/sungai kecil yang bagian hulunya terjadi erosi besar dibangun dam pengendali yang berfungsi untuk mengendalikan sedimen dan banjir, menaikkan permukaan air tanah disekitarnya, serta menyediakan air bagi irigasi dan ternak. Pada wilayah/lahan marginal dapat dilakukan pembuatan tanaman yang mengintegrasikan antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim (agroforestry). Pada daerah yang kemiringannya kurang dari 8% dibuat sumur resapan dan penghijauan lingkungan. Posisi kegiatan RHL terhadap kegiatan pengelolaan DAS di DAS Ciliwung Bagian Hulu antara lain: a) Sumur resapan; b) Hutan rakyat; c) Penghijauan; d) Reboisasi; e) Perlindungan sempadan sungai; f) Sodetan Ciliwung; dan g) Bendungan di Ciawi dan Genteng. Sodetan Sungai Ciliwung adalah membelokkan aliran air Ciliwung ke Cisadane untuk mengurangi jumlah air yang masuk ke kawasan hilir Sungai Ciliwung (DKI Jakarta). Sodetan Ciliwung ini dilakukan untuk mengatasi masalah banjir di DKI Jakarta dan sekitarnya. Pengimplementasian kegiatan RHL untuk penanggulangan banjir Jabodetabekjur untuk DAS Bagian Hulu dapat dilihat pada tabel berikut.
TABEL A-1 RENCANA KEGIATAN CRASH PROGRAM PENANGGULANGAN BANJIR JABODETABEKJUR DI KABUPATEN BOGOR No.
DAS Kec./Ds. (Lokasi)
Vegetasi Tetap (Ha)
650
Strip Rumput/ Budidaya Lorong (Ha) 400
Teras Gulud/ Teras Bangku (Ha) 400
1000
800
1.
Cisarua
2.
Megamendung
3.
Ciawi
353
4.
Sukaraja TOTAL
Parit Buntu/ Rorak
Gully Plug (Unit)
Dam Pengendali (Unit)
Dam Penahan (Unit)
Sumur Resapan (Unit)
Pengendali Tebing Sungai (Km)
Agroforestry (Ha)
1400
200
2
20
400
5
200
800
1300
200
2
20
500
10
300
200
200
-
100
1
10
712
2
50
150
200
270
-
100
1
10
600
3
70
2153
1600
1670
2700
600
6
60
2212
20
620
Sumber: Badan Pengelolaan DAS Ciliwung
TABEL A-2 RENCANA KEGIATAN CRASH PROGRAM PENANGGULANGAN BANJIR JABODETABEKJUR DI TAMAN NASIONAL Gn. Gd. PANGRANGO No.
DAS Kec./Ds. (Lokasi)
1.
Kec. Ciawi/ Ds. Bojong murni Kec. Ciawi/ Ds. Sukaresmi Kec. Megamendung/ Ds. Sukagalih Kec. Megamendung/ Ds. Kuta TOTAL
2. 3. 4.
Vegetasi Tetap (Ha)
Strip Rumput/ Budidaya Lorong (Ha)
Teras Gulud/ Teras Bangku (Ha)
Parit Buntu/ Rorak
Gully Plug (Unit)
Dam Pengendali (Unit)
Dam Penahan (Unit)
Sumur Resapan (Unit)
Pengendali Tebing Sungai (Km)
Agroforestry (Ha)
36,60
-
-
-
-
-
-
-
-
-
67,60
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8
-
-
-
-
-
-
-
-
-
92,2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sumber: Badan Pengelolaan DAS Ciliwung
PL 40Z1 TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN 2007
Responden yang terhormat, Saya adalah mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang sedang mengerjakan Tugas Akhir dengan judul “Evaluasi Penataan Ruang Kawasan Lindung dan Resapan Air di Daerah Aliran Sungai. Studi Kasus: DAS Ciliwung Bagian Hulu”. Daerah aliran sungai merupakan suatu kawasan yang penting untuk dilestarikan. DAS terbagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilir. Aktivitas dan kegiatan di daerah hulu akan mempengaruhi daerah bawahannya. Kerusakan di daerah hulu, seperti yang terjadi di DAS Ciliwung Bagian Hulu, menyebabkan bencana banjir di daerah hilir (Jakarta). Oleh karena itu fungsi kawasan lindung dan resapan air di DAS Ciliwung Bagian Hulu harus dimantapkan. Untuk mengevaluasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air di DAS Ciliwung Bagian Hulu perlu diketahui penggunaan lahannya saat ini dan bentuk penyimpangan yang terjadi. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu menjawab pertanyaan berikut. Atas perhatian Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.
LEMBAR WAWANCARA Hari, tanggal Surveyor
: :
Nama Responden Umur Pekerjaan
: : :
Pertanyaan 1. Apa saja penggunaan lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu saat ini? 2. Apakah penggunaan lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu sudah sesuai dengan RTRW? 3. Bentuk-bentuk penyimpangan apa saja yang terjadi? Terjadi dimana saja? 4. Berapa besar penyimpangan yang terjadi? (dalam persen) 5. Apakah penyebab terjadinya penyimpangan tersebut? 6. Bagaimana pengendalian kawasan lindung dan resapan air yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui badan koordinasi?