Daftar Pustaka Berelson, Bernard and Gary A. Steiner, ?967. Human Behavior. Harcout, Brace and Word. New York. Bintarto. 1989. lnteraksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Chant, Silvia. 1992. Gender and Migration in Developing Countries. Belhaven Press. London and New York. Colter, J.M. 1984. Ciri-ciri dan Pola Tenaga Kerja Migran dari Daerah Pedesaan. Rural Dynamic Series No. 24. Studi Dinamika Pedesaan, Yayasan Penelitian Survey Agro Ekonomi. Bogor. Djauhari, A dan Supena F. 1993. Ciri-Ciri Rumah Tangga Defisit Energi di Pedesaan Jawa Tengah. Forum Agroekonomi Vol. 11 Nomor 2. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Geriya, Wayan. Ida Bagus GYT, dan I I\!yoman Dhana. 1985. Pola Kehidupan Petani Subak Rejasa di Tabanan. Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi). Dirjenbud. Jakarta. Hartoyo, Sri. 1996. Perubahan Luas Lahan dan Teknologi Pertanian. Makalah Seminar Sehari Penggunaan Data Hasil Sensus Pertanian. 1993. Jakarta. Hastuti, E.L dan Budi Santoso. 1994. Pengaruh kondisi Keluarga Terhadap Gerak Penduduk di Pedesaan Jawa Barat. Forum Agroekonomi Vol. 12 No. 1. Juli 1994. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Husein, Ali Sofyan. 1995. Ekonomi Politik Pengembangan Tanah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Irawan, Bambang dkk. 2000. Perumusan Model Kelembagaan Reservasi Lahan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Johnson, Paul D. 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terjemahan Robert Lawang. Jilid 2. Gramedia. Jakarta. Kasryno, Faisal. 2000. Sumberdaya Manusia dan Pengelolaan Lahan Pertanian di Pedesaan Indonesia. Forum Agroekonomi Vol. 18 No. 1 dan 2. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi II. Indonesia. Jakarta.
Penerbit Universitas
Koentjaraningrat. 1985. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Rajawali Press. Jakarta.
Lubis, DP dan Endriatmo Sutarto. 1991. Konsistensi Pola Matapencaharian Antara Orangtua dan Anak Pada Masyarakat Petani di Pedesaan. Pusat Studi Pernbangunan. Lernbaga Penelitian IPB. Bogor. Mantra, Ida Bagus. 1991. Fltobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota di Indonesia. Seri Kertas Kerja No. 30. Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Mantra, Ida Bagus dan Sunarto Hs. 1988. Migran Sirkuler di Kota Yogyakarta. Bandung dan Sarnarinda Beserta Hubungan dengan Masyarakat Daerah Asal. Makalah Seminar Nasional Proyek Asean Phase 111. 1988. Mappiare, Andi. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Usaha Nasional. Surabaya. Moleong, L. J. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Rernaja Rosdakarya. Bandung. Panjaitan, Nurrnala K. 2001. Representasi Profesional Petani Padi-Sawah Dalarn Hubungannya Dengan Praktek Pengendalian Harna. Makalah disarnpaikan pada Forum Diskusi Studi Sosiologi Pedesaan IPB. Bogor. Parsons, Talcott. 1937. The Structure of Social Action. The Free Press. New York. Collier-Macmillan Limited. London. Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalarn Penelitian Psikologi. Lernbaga Pengernbangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Universitas Indonesia. Jakarta. Popkin. 1986. Petani Rasional. Lernbaga Penerbit Yayasan Padarnu Negeri. Jakarta. Pranadji, Tri dkk. 1999. Perekayasaan Sosial-Budaya dalarn Percepatan Pembangunan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengernbangan Sosial Ekonorni Pertanian. Bogor. Pranadji, Tri. 1993. Kajian Ekologi Kebudayaan Terhadap Sektor Informal di Perkotaan: Suatu Proses Adaptasi Ketidakseirnbangan lnteraksi DesaKota Akibat Industrialisasi. Forum Agroekonorni Vol. 10 No. 2 dan Vol. 11 No. 1, Juli 1993. Bogor. Rahrnan, Bustani. 1997. Nilai Kultural dan Diferensiasi Agraria di Pedesaan Jawa. Majalah Prisrna No. 1 Januari 1997. LP3ES. Jakarta. Rachrnat, Muchjidin. Supriyati, Deri Hidayat dan Jefferson Situmorang. 2000. Perurnusan Kebijaksanaan Nilai Tukar Petani dan Kornoditas Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonorni Pertanian. Bogor. Ritzer, G. 1980. Sosiologi llmu Pengetahuan Berparadigrna Ganda. Rajawali. Jakarta.
CV
Rozany, A. N. dkk. 1999. Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Struktur Pasar Tenaga Kerja Pertanian di Pedesaan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Sajogyo. Pudjiwati. 1985. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. CV Rajawali. Jakarta. Sarwono, S.W. 1997. Psikologi Sosial. Sosial. PT. Balai Pustaka. Jakarta.
lndividu dan Teori-Teori Psikologi
Scott, James C. 1981. Moral Ekonorni Petani. Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. LP3ES. Jakarta. Setiajie, Iwan. 1998. Dinamika Kelembagaan Sumberdaya Lahan dan Konsekuensinya Bagi Sektor Pertanian. Forum Penelitian Agroekonomi. Vol. 16 No. 1. Pusat Penelitian Sosial Ekonorni Pertanian. Setyawati, Lugina, 1999. Hubungan Antargenerasi dan Beberapa Masalahnya dalam Bunga Rarnpai Sosiologi Keluarga. Penyunting : T. 0 . Ihromi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Sukesi, Keppi. 1995. Wanita dalarn Perkebunan Rakyat: Hubungan Kekuasaan Pria-Wanita dalarn Perkebunan Tebu dalam Kajian Wanita dalarn Pembangunan. Penyunting: T.O. Ihrorni. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Suparlan, Parsudi. 1981. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungannya Perspektif Antropologi Budaya. Majalah Ilrni-ilmu Sastra Indonesia, Jilid IX, No. 2 dan 3. Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta. Supriyati dan Sudi Mardianto. 1996. Transformasi Sektor Pertanian dalarn PDB dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia. Seminar Nasional Dinarnika Surnberdaya dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian. 25-26 September 1996. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Soe'oed, RDF. 1999. Proses Sosialisasi dalam Bunga Rarnpai Sosiologi Keluarga. Penyunting : T. 0 . Ihrorni. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Taryati dan Dwi Ratna Nurhajarini. 1999. Budaya Masyarakat di Lingkungan Kasus:Desa - Donoharjo, Kecarnatan Ngaglik, Kawasan Industri. Kabupaten Slernan, Propinsi Dl Yogyakarta. Departernan Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Tilaar, HAR. 1994. Tinjauan Pedagogis Mengenai Pernuda: Suatu Pendekatan Ekosferis dalam Pernuda dan Perubahan Sosial. Editor : Taufik Abdullah. LP3ES. Jakarta. 1988. Perubahan Nilai Kerja Pertanian di Daerah Tjakrawati, Silvia. Persawahan. Kasus Pemuda di Dusun Kewakilan, Desa Kampung Sawah, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor.
Tjiptoherijanto, Prijono. 1997. Migrasi Urbanisasi dan Pasar Kerja di Indonesia. UI-Press. Jakarta. Wahyuni, Ekawati S. 2000. The Impact of Migration Upon Family Structure and Functioning in Java. Unpublished PHD Thesis. Department of Geographical and Environmental Studies. The University of Adelaide. Wijaya, Hesti R. 1995. Perdagangan Internasional, Perekonomian Pedesaan dan Perempuan. Prisma No. 6 Tahun 1995. LP3ES. Jakarta. Wirutomo, Paulus. 1994. Sosialisasi dalam Keluarga Indonesia. Prisma No. 6. LP3ES. Jakarta. Witjaksono, Roso. 1996. Alih Fungsi Lahan : Suatu Tinjauan Sosiologis. Prosiding Lokakarya Persaingan Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air. Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan Ford Poundation. Bogor.
Lampiran 1 Matriks Keterkaitan Antara Masalah Penelitian, Jenis Data, Sifat Data clan Cara Perolehan Data
-
Masalah Penelitian 1.Orientasi nilai kerja pemuda dan faktorfaktor (internal dan eksternal) yang rnempengaruhi.
-
-
2. Pergeseran nilai kerja dan faktor yaw mempengaruhi pergeseran tersebut, sampai pada proses pemilihan pekerjaan.
-
-
3. lndikator nilai kerja yaw dipakai pemuda dalam mengukur ketertarikan terhada pekerjaan
-
Jenis Data Sistem sosialisasi keluarga Penguasaan sumberdaya produksi keluarga (terutama lahan) Norma dan nilai yang mempengaruhi nilai orientasi kerja pemuda Akses pemuda terhadap pendidikan, modal, peluang kerja dl1 Gerak penduduk (geografi dan ekonomi) Tujuan dan harapan pemuda Cara dan alat mencapai tujuan harapan dan tersebut Faktor-faktor yang rnenjadi pertimbangan dalam memilih pekerjaan Faktor-faktor yang membatasi pernuda dalam mencapai tujuan dan harapan Kesesuaian tujuan dengan kenyataan Keragaan pekerjaan pemuda Potret masingmasing pekerjaan lndikator dalam menilai dan memilih pekerjaan, termasuk upah struktur pertanian dan non pertanian
-
-
Sifat Data Primerlse kunder Primerlse kunder Primer
Cara Perolehan Data Wawancaralpenel usuran sejarah keluargal sensus - Wawancaralpenel usuran dokumen
-
-
WawancaralFGD
Primerlsekun der
WawancaralFGDldok umen
-
Primerlse kunder
-
FGDIdokumen
-
Primer
-
Wawancara
-
Primer
-
Wawancara
-
Primer
-
Wawancara
-
Primer
-
WawancaraIFGD
Primerlsekun der
Wawancaraldokumen
-
Primerlsek under
-
Wawancaralsejarah ldokumen
-
Primer
-
-
Primerlsek under
-
Wawancaral pengamatan partisipatif Wawancaraldokum en
-
Lampiran 2 DAFTAR ISlAN SENSUS RUMAH TANGGA
Kepala Keluarqa Narna Lengkap Alarnat Lengkap
:
Pendidikan Terakhir : Formal: NonFormal: Tempat, tanggal lahir: Tinggal di lokasi sejak: Alarnat sebelurnnya : Alasan pindah Status sosial di desa :I.
,.
(I, tahun) (11, tahun) (1) (1) (11)
L.
Perumahan Luas bangunan Bangunan Pernilikan
: meter persegi : 1. Permanen 2. Semi permanen 3. Non perrnanen : 1. Milik sendiri 2. Menyewalkontrak 3. Numpang
B. KaraMeristik dan Aset Rumah Tangga Penguasaan aset lahan dan asal-usul Pemilikannya
Keterangan: ') Bila lebih dari satu persil, rnohon dirinci
Karakteristik Keluarga Batih dan Keluarga Saat Ini
Lampiran 3 Pedoman Wawancara Data Sekunder Gambaran Fisik Daerah Penelitian 1. Letak desa : secara geografis, geologis, ketinggian dari permukaan laut, luas wilayah, batas-batas wilayah, jarak dari ibukota kecamatan, kabupaten dan propinsi, 2. Fasilitas fisik : pendidikan (sekolah formal dan informal), kesehatan (rumah sakit, posyandu, pelayanan kesehatan lainnya), keagamaan (tempat ibadah), keuangan (KUD, bank desa, lembaga keuangan lainnya ), pemasaran (kios, toko, pasar), bangunan industri (pabrik), perkantoran serta pusat-pusat perekonomian (industri, jasa, dll) 3. Sarana transportasi : jumlah dan keadaan jalan, jenis dan kepadatan transportasi (umum maupun pribadi). 4. Kondisi tanah : jenis, struktur dan tektur tanah, kesuburan tanah, pola tanam dll. 5. Kondisi iklim : curah hujan, pergantian musim.
Keragaan Sosial Ekonomi Daerah Penelitian
1. Keadaan penduduk : Jumlah penduduk ( m e n u ~ golongan t umur dan jenis kelamin, menurut jenis pekerjaan, menurut pendidikan, menurut agama, menurut suku, angkatan kerja per sektor, kesempatan kerja dll) kepadatan penduduk (geografis dan agraris), pertumbuhan penduduk, gerak penduduk secara geografis dan ekonomis. 2. Peruntukan lahan desa : pemukimam, jalan, bangunan, pertanian dan industri. 3. Potensi sumberdaya alam : pertanian (sawah, lahan kering. perkebunan, hortikultura), kehutanan, pertambangan, perikanan, peternakan, termasuk padang gembala. 4. Kelembagaan : koperasi, arisan, keagamaan, lembaga pemasaran, kelompok tani, kelompok kerja, kepemudaan, balai latihan kerja dll. Data Primer Ditujukan kepada responden inti petani (orangtua) 1. Perjalanan sejarah hidup (riwayat hidup): Bagaimana perjalanan waktu, tempat dan jenis pendidikan, pekerjaan, termasuk sejarah perkawinan? Bagaimana aktivitas ekonomi maupun sosial sehari-hari, terutama aktivitas yang paling dominan baik pada masa kecil, masa remaja, pemuda sebelum menikah, dan setelah menikah hingga kini?.
2. Kondisi pekerjaan: Apa saja pekerjaan utama di tengah maupun di luar keluarga batih mulai dari fase anak-anak, remaja hingga dewasa? Masing-masing pekerjaan digambarkan secara detail meliputi kesan pribadi terhadap bentuk pekerjaan, penghasilan, tanggapan keluarga maupun masyarakat. Mengapa pekerjaan itu yang dipilih, apa faktor pendorong maupun penghambatnya? 3. Jenis kegiatan sosial : Apa jenis kegiatan sosial yang diikuti (kronologis
waktu, tempat dan kelompok berinteraksi) dan bagaimana prosesnya? Bagaimana status dalam masing-masing kegiatan serta keuntungan apa saja yang diperoleh baik secara materi maupun immateri dan adakah peran kegiatan itu dalam menentukan pekerjaan hingga seperti sekarang ini? 4. Sosialisasi : Bagaimana nilai dan norrna bekerja yang berkembang dalam keluarga dan apa tolok ukur keberhasilan dalam pekerjaan? Apakah ada pembedaan sosialisasi pekerjaan berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, atau urutan anak dalam keluarga?
5. Budaya kerja : Bagaiman etos kerja yang dibudayakan pada anggota keluarga? Apakah ada perbedaan budaya kerja antar kelamin, antar usia atau antar urutan anak? Apa indikator yang dipakai sebagai penilai keberhasilan suatu pekerjaan? Apakah indikator ini sama dengan yang dipakai oleh masyarakat? Apa ukuran-ukuran yang dipakai dalam mengukur sebuah keberhasilan dalam kehidupan, termasuk keberhasilan dalam mendidik anak mengenai budaya bekerja? 6. Harapan-harapan : Apa harapan orangtua terhadap anak-anaknya terutama yang berkaitan dengan pekerjaannya? Adakah perbedaan harapan terhadap anak wanita dengan pria? Jika ada, bagaimana perbedaannya dan mengapa demikian?
7. Konsistensi : Apakah orangtua sangat berharap pekerjaannya diteruskan oleh anak-anaknya? Jika demikian, siapa yang paling diharapkan meneruskan pekerjaan itu dan mengapa demikian? Sejauhmana harapan itu menjadi kenyataan? Bagaimana hubungan harapan orangtua dengan sumberdaya produksi yang diperlukan untuk berproduksi secara layak?
Ditujukan untuk responden inti pemuda
1.
Riwayat hidup : Bagaimana gambaran riwayat keluarga asal, riwayat pendidikan, pekerjaan, pemikahan bagi mereka yang sudah menikah, termasuk sejarah migrasi geografi maupun ekonomi yang pernah dilakukan?
2. Sosialisasi : Bagaimana kebiasaan kerja dalam keluarga batih maupun masyarakat dan nilai kerja yang berkembang mulai pada masa anak-anak, remaja hingga dewasa?. Siapa yang paling dominan dalam menanamkan nilai kerja tersebut? Apakah ada perubahan-perubahan dan pihak mana yang paling dominan pada tiap perubahab itu? Apa pula indikator yang dipakai keluarga maupun masyarakat dalam mengukur keberhasilan seseorang dalam pekerjaannya? 3.
Penetapan tujuan hidup : Faktor apa saja yang berkontribusi dalam menentukan tujuan yang ingin diraih pemuda? Apakah tujuan-tujuan yang ingin diraih pemuda dalam mengalami perubahan-perubahan? Jika demikian, kapan ha1 itu terjadi dan faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya perubahan tujuan tersebut?
4.
Strategi : Bagaimana cara meraih tujuan yang telah ditetapkan? Faktor apa saja yang dipandang sangat menentukan proses pencapaian tujuan dan bagaimana faktor itu memberi kontribusi dalam memacu proses pencapaian tujuan tersebut? Sejauhmana faktor sumberdaya produksi yang dimiliki, latar belakang keluarga, pendidikan dan pekerjaan orangtua menjadi faktor pendorong maupun penghambat pencapaian tujuan pemuda?
5.
Idola, panutan, dan obsesi : Kalangan mana dan siapa tokoh yang menjadi idola pemuda? Apakah tokoh itu sama dengan tokoh yang dianggap panutan berperilaku dalam masyarakat?- pa yang membedakan keduanya? Gaya hidup, perilaku, dan pekerjaan seperti apa yang dipandang maju danberhasi? obsesi pemuda tentang kehidupannya sendiri berkaitan dengan tokoh idola dan panutan tersebut? Adakah upaya yang dilakukan dalam rangka meraih obsesi itu? Jika ada dalam bentukapa?
pa
6. Migrasi dan benturan budaya : Apakah terjadi migrasi baik secara geografi maupun secara ekonomi pada pemuda? Faktor apa yang mendorong gerak tersebut? Darimana dorongan yang paling kuat, diri sendiri atau lingkungan? Apakah gerakan itu sebagai suatu strategi untuk mencapai tujuan kepuasan dan mengurangi kekecewaan atau akibat kuatnya tekanan dari keterbatasan sumberdaya dan peluang yang ada di sektor pertanian? Terangka dengan singkat proses perolehan pekerjaan seperti sekarang ini dan gambarkan mekanisme dan sistem kerjanya! Lalu, bagaimana proses adaptasi yang dilakukan didaerah tujuan bermigrasi, terutama benturan yang mencakup budaya kerja, gaya hidup, lingkungan, nilai dan norma serta kebiasaan-kebiasaan lain yang kemungkinan berbeda dengan didaerah asal? Apakah para
migran mempunyai rencana suatu saat kembali ke pertanian? Jika ada, kapan itu direncanakan dan mengapa demikian? 7.
8.
Orientasi dan adaptasi : Bagaimana proses penetapan pilihan bermigrasi atau tidak, siapa yang turut berperan, dan apa alasan untuk masing-masing pilihan? Apa yang menjadi patokan paling dominan hingga pemuda sarnpai pada keputusan pemilihan pekerjaan? Apa indikator yang dipakai hingga pemuda sampai pada momentum pengambilan keputusan tersebut? Bagaimana proses adaptasi yang dilakukan hingga keputusan itu benar-benar rnenjadi sumber kepuasan yang paling besar dibanding kemungkinan lain? Kesesuaian tujuan dengan kenyataan : Sejauhmana pekerjaan yang sekarang digeluti sesuai dengan harapan pemuda? Jika sudah sesuai, apa strategi yang direncanakan untuk mengoptimalisasi kepuasan dan pencapaian harapan tersebut? Apa alat dan cara yang digunakan ? Jika belurn sesua, mengapa diteruskan? Apakah ada faktor penghambat strategi atau ada pertimbangan lain yang dipandang penting? Jika demikian, reward apa yang dinilai mampu meminimisasi kekecewaan akibat ketidaksesuaianfakta dengan harapan?
Konpensasi ekonomi dan pergeseran nilai : Sebagai suatu kegiatan ekonomi, sejauhmana konpensasi ekonomi menjadi pertimbangan? Apakah ada tidaknya pergeseran nilai kerja atau orientasi nilai sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan ekonomi? Jika tidak, faktor apa yang dipertimbangkan? Mengapa faktor itu menjadi penting? Bagaimana faktor non ekonomi mensubstitusi faktor ekonomi yang tidak diperoleh? 10. Tindakan sosial : Pilihan pekerjaan mempakan orientasi tindakan yang termotivasi. Apakah dorongan untuk meraih tujuan selalu memberi kesempatan menggunakan alat dan cara yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat? Jika tidak, apa yang dilakukan oleh pernuda? Resiko apa yang harus diterima sebagai akibat mengikuti atau menolak nilai dan norma yang berlaku?
9.
Ditujukan pada lnforman (tokoh formal, tokoh informal, tokoh tani, tokoh pemuda, tokoh pendidikan, tokoh agama, ibu ~ m a h t a n g g adll)
1. Gambaran ekosistem dan sistem usahatani : Pengamatan masyarakat berdasarkan pengalaman selama di desa ini terhadap beberapa ha1 seperti faktor kesesuaiam lahan terhadap komoditas yang diusahakan, perkembangan iklimlmusim sekaligus mengamati perkernbangan hama tanaman, kesesuaian kondisi ekosistem dengan proses berproduksi yang didalamnya akan berkaitan dengan teknologi yang diintroduksi dan hubungan kerja yang dibina. Gambaran ini akan dikaitkan dengan lintas sejarah
perkembangan desa yang didalamnya menggali sejarah komunitas, sistem pertaniannya, pengalaman komersialisasinya, dan ketertutupanl keterbukaan desa terhadap unsusr luar desa ( informasi, teknologi, manusia, atau pembangunan dalam arti luas. 2. Sarana dan prasarana : Melengkapi data sekunder yang ada, perlu pandangan para informan terhadap kondisi sarana seperti jalan, angkutan, alat komunikasi dan informasi, permodalan, pemasaran hasil pertanian dan akses masyarakat terutama pemuda terhadap semua faktor di atas. Sejauhmana dukungan faktor sarana dan prasarana memberi kesejahteraan secara ekonomi maupun sosial bagi masyarakat? Jika ada ketidakpuasan masyarakat, di bagian apa dan bagaimana ususl perbaikannya? 3. Faktor produksi dan kesempatan kerja : Merekam perjalanan pembangunan desa, interaksi masyarakat desa dengan kota, akibatnya terhadap struktur pemilikan lahan dan peluang kerja di sektor pertanian. Hal ini berkaitan langsung dengan perkembangan kesejahteraan masyarakat desa dan kemungkinan terjadinya stratifikasi ekonomi atau polarisasi. Apakah perkembangan ini merupakan cikal bakal terjadinya pergeseran nilai kerja atau perubahan orientasi kerja? Sejauhmana faktor produksi ini menjadi penyebabnya? Atau ada faktor lain yang lebih berpengaruh?
4. Lingkungan fisik dan lingkungan sosial : Lingkungan sosial sebagian besar terbentuk dari proses kehidupan manusia dalam mensiasati lingkungan fisiknya. Oleh karena itu diperlukan mengetahui bagaimana sejarah komunitas yang dikaitkan secara erat dengan lingkungan fisiknya dan sistem nilai serta norma yang mengatur proses perilaku berproduksi masyarakat. Apakah ada benturan pandangan antara pemuda dengan orangtua dalam menterjemahkan makna nilai dan norma mengenai pekerjaan pada masyarakat, apalagi bersentuhan dengan nilai-nilai perkotaan? Sejauh mana peran tokoh berkontribusi menengahi benturan ini? Jika tidak ada titik temu, adakah upaya pemerintah setempat atau tokoh-tokoh masyarakat dalam mengatasi kesulitan pekerjaan sesuai orientasi yang berkembang pada pemuda? Bagaimana bentuk realisasinya? Bagaimana pula respon pemuda terhadap upayayangada? 5. Makna dan simbol : Apa makna kesejahteraan dan keberhasilan dalam pandangan masyarakat? Apa pula simbol dari kedua makna itu yang paling nyata dapat dilihat? Apakah ada perbedaan makna dan simbol antar angkatan (pemuda dan orangtua) di desa? Bagaiman keduanya diselaraskan?
6. Dukungan lembaga : Sejauhmana lembaga formal maupun non formal yang ada merespon permasalahan pekejaan, pergeseran
nilai kerja dan orientasi nilai kerja pemuda? Apakah pemuda sendiri berupaya memanfaatkan lembaga yang ada untuk berkarya dan berproduksi? Jika tidak, rnengapa demikian? Persoalan apa yang menyebabkan tidak terjadi titik temu keduanya? 7. Kesesuaian orientasi nilai kerja : Apakah antara pemuda dan orangtua yang dibedakan oleh era dan usia, masih mempunyai orientasi yang sarna setidaknya ada persamaan mengenai nilai kerja? Jika ada, bagaimana kerjasama dalam mengatasi kesulitan pekerjaan yang harnpir merata di pedesaan? Bagaimana kedudukan sektor pertanian di mata kedua angkatan ini? Sebaliknya jika tidak ada kesesuaian, bagaimana tindakan sosial yang ada? Bagairnana keduanya menerima keadaan yang demikian dan berjalan dalarn kesepakatan? 8. Pandangan-pandangan : Mengetahui pandangan masing-masing inforrnan sesuai kapasitas yang dimilikinya rnengenai situasi orientasi nilai kerja pemuda di pedesaan dan faktor-faktor yang mernpengaruhinya? Bagaimana pergeseran-pergeseran ( y a ~ g pasti menghasilkan gesekan) sebagai bentuk dinarnika masyarakat bisa dinetralisasi sehingga sistem sosial yang ada berjalan fungsional dan seirnbang?
Lampiran 4
Kriteria Peserta Focus Group Discussion
Bertani - dagang Guru SD & bertani
2. 3. 4. 5.
V
Padma H. Mursid lskandar Sukadma 6. Yan yan 7. Eman . S 8. Ade Wasit Pemuda pekerja 1.Dede J pabrik di Jakarta 2.Deden 3. Jaya
Sekretaris desa Tokoh agama Tokoh pendidikan Petani maju Buruhtani menetap Petani-pedagang Tokoh Pemuda Operator mesin Operator mesin Teknisi
Halaman pabrik
Lampiran 6 1. Pertanian Sebagai Pekerjaan Sampingan Yang Aman dan Nyaman
Kasus Asep Sopandi. Pemuda berusia 38 tahun ini sudah menikah dan mempunyai tiga orang anak. Saat ini bekerja sebagai guru di SD Sukajembar dan merangkap mengajar di SMP kelas jauh Sukajembar. Selain mengajar ia bertani di atas lahan warisan dari orangtuanya dan aktif sebagai tokoh pernuda bidang olah raga. Untuk kedua pekerjaan yang disebut terakhir, ia didukung dan dibantu penuh oleh isterinya. Sopandi adalah putra asli Dusun Sukajernbar. Almarhurn ayahnya (Bapak Abin) selain bertani adalah seorang tokoh yang pernah menjabat sebagai kepala dusun selarna 30 tahun. Pekerjaan Bapak Abin diawali sebagai pencari kayu di hutan dan rnenjualnya kepada tengkulak. Sesekali ia berburuh di lahan pertanian orang lain. lsterinya (Ibu Karsiah) ikut rnernbantu suami mencari nafkah dengan bekerja sebagai buruh pernetik teh. Sopandi sangat rnengagurni kedua orangtuanya yang disebutnya sebagai tokoh pekerja yang ulet dan sangat disiplin dalam bekerja maupun dalarn rnengatur keuangan. Menurut Sopandi, ha1 itu yang menyebabkan Bapak Abin bisa rnernpunyai modal menjadi tengkulak kayu. Sekitar tahun 1966 orangtua Sopandi mendapat warisan 0,5 ha lahan sawah. Sawah itu ditanami tanarnan padi dan hortikultura yang dikerjakan langsung oleh ibu Sopandi (Ibu Karsiah) yang dibantu Sopandi dan saudarasaudaranya. Melalui kerja keras dan rnenerapkan pola hidup hernat, akhirnya keluarga Sopandi bisa memperluas sawahnya hingga rnenjadi 1 ha. Ini berperan besar dalarn membiayai sekolah Sopandi dan saudara-saudaranya. Pada rnasarnasa selanjutnya keluarga ini rnernbeli dan terus menarnbah luasan lahan perkebunannya yang kini diwariskan Sopandi dan ketiga saudaranya. Menurut Sopandi, sikap kerja keras tanpa mernilih-rnilih pekerjaan, dan pola hidup hernat benar-benar ditanarnkan orangtuanya kepada Sopandi dan saudara-saudaranya. Walau rnasih kecil, setelah pulang sekolah Sopandi diwajibkan mengarit rumput, rnengangon, rnernbantu ibunya di sawah dan mencari kayu bakar. la juga mernbantu membersihkan rurnah jika kakak perernpuannya sibuk. Selain belajar di sekolah, pada rnalam hari Sopandi wajib rnengaji. Pekerjaan ini sangat rnernbosankan dan tidak menarik sarna sekali buat Sopandi, tetapi ia tidak berani rnernbantah ayahnya seperti yang diungkapkan; Saya segan dan sangat takut pada ayah. Beliau pekerja ulet yang jarang berbicara. la tidak suka rnelihat anaknya pernalas dan rnanja. Menurutnya pendidikan agarna adalah wajib. Sebagai seorang tokoh ia banyak berdiskusi dengan orang lain sehingga pikirannya rnaju walaupun pendidikannya rendah. la tidak pernah kelihatan ernosi, tetapi jika ia rnerasa nasihatnya tidak ditumti ia sering berkata "kumahak engkek aja (artinya kira-kira : terserah karnu saja), rnau nurut atau tidak". Kata-kata ini sudah sangat pedas buat saya. Perasaan saya hancur karena saya berfikir saya sudah tidak dianggap anak lagi. Oleh karena itu saya rnengerjakan apa yang diperintahkan, walaupun saya tidak tertarik. Tahun 197911980 Sopandi lulus dari SD Sukajernbar, sekolah tempat ia rnengajar saat ini. Atas keinginan sendiri dan dukungan kedua orangtuanya, Sopandi melanjutkan sekolah ke SMP Sukanagara. Selarna di SMP Sopandi "in the kost" di rurnah seorang guru. Meski rnembayar uang penginapan dan uang rnakan sebesar Rp 20.000 per bulan, setiap hari ia tetap mengerjakan berbagai pekerjaan rumah seperti menyapu, rnengepel dan membersihkan halaman. Pekerjaan ini tidak asing dan juga tidak mernberatkan baginya.
Tanpa mendiskusikan terlebih dahulu dengan orangtuanya, setamat SMP Sopandi langsung mendaftar ke SMA di Cianjur. Sebenamya ia tidak mernpunyai persepsi apa-apa tentang pekerjaaannya kelak. Sopandi yang masih remaja tidak punya cita-cita khusus. Dalam benaknya, seorang tamatan SMP harus melanjut ke SMA. Sekembali dari pendaftaran, Sopandi diarahkan kedua orangtuanya untuk mendaftar ke SPG. Tapi sebelumnya Sopandi sempat mendengar pembicaraan antara orangtuanya dengan Bapak Suparman, bekas guru Sopandi waktu di SD. Inti pembicaraan yang tertangkap olehnya adalah bahwa lulusan SPG lebih mudah dapat kerjaan dan bisa segera ditempatkan di daerah asalnya, karena desa ini terpencil dan putra daerah akan didahulukan. Atas dorongan ketiga tokoh ini Sopandi memutuskan untuk mendaftarkan diri ke SPG. Selama sekolah SPG di Cianjur, Sopandi yakin bahwa ia akan bekerja di kota. Dalam benaknya, sepulang mengajar kelak ia bisa mengajar les. Dengan demikian penghasilannya bisa tinggi. Pernikiran ini turut memacu semangat belajarnya dan rnenambah kecintaannya pada dunia pendidikan. Secara perlahan ia mulai menjiwai tugas seorang guru. Pekerjaan yang sangat mulia karena bisa rnembuat orang lain dari tidak tahu menjadi tahu, dari bodoh menjadi pintar, dari minder menjadi percaya diri dll. Setelah tamat SPG Sopandi sernpat menganggur enam bulan kemudian ada panggilan untuk bekerja.. Selama menganggur ia membantu ibunya bertani. Sesekali bila panen ibunya memberi uang saku padanya. Menurut Sopandi jumlah yang diberikan ibunya tidaklah besar tetapi sangat memuaskan hati Sopandi karena ibunya mengatakan uang itu adalah upahnya selama membantu. Kebahagiaannya semakin lengkap setelah dipastikan ia mengajar di sekolah tempat ia pernah belajar yaitu SD Sukajembar. Apalagi ia tidak harus rneninggalkan desanya, keluarganya, teman-temannya dan warga desanya yang mengharapkan kehadirannya terutarna berkaitan dengan keaktifannya dalarn kelompok olah raga. Sopandi merasa bangga ketika mulai bekerja sebagai guru. Baginya, pekerjaan ini memberi status tersendiri ditengah masyarakat walaupun secara ekonomi ia rnenyadari pendapatannya sangat terbatas. Apalagi setelah ia menikah dan punya anak. Namun ia sadar dan mensyukuri budaya kerja dan wawasan luas yang ditanamkan oleh kedua orangtuanya. Meskipun tahun 1997 ayahnya meninggal dunia dan sejak itu Sopandi dan saudara-saudaranya hanya dididik oleh ibunya, tapi prinsip kerja itu sudah tertanam kuat seperti yang diungkapkannya; Saya bersyukur karena orangtua saya mengajarkan saya arti kerja keras dan berdisiplin. Meskipun saya tahu mereka tidak menginginkan saya jadi petani seperti mereka, tapi saya tetap diwajibkan belajar mengerjakan pekerjaan pertanian. Kini setelah jadi guru, saya pun bisa menerapkan teknik dan pengetahuan bertani saya. Tanah warisan orangtua yang saya garap saat ini sangat membantu dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga saya. Bahkan dengan penghasilan rangkap ini saya bisa menambah luasan tanah kebun saya. Saat ini Sopandi mengajar sambil bertani. Setelah rnemperhitungkan pendapatan dari guru dan pertanian, rnenurut perkiraan Sopandi usaha dan pekerjaan pertanian rnerupakan pekerjaan sarnpingan yang tepat. Komoditas teh yang terus menerus berproduksi rnerupakan sumber pendapatan yang kontinu dengan harga relatif stabil. Menurutnya, pengalaman masa lalu
rnerupakan ilmu bemsahatani yang rnemadai untuk sifat tanaman perkebunan yang tidak kornpleks. Usaha dan pekerjaan pertanian khususnya perkebunan dipandang rnenjadi kombinasi yang tepat bagi seorang pegawai negeri, katanya; Sepulang mengajar saya bisa bekerja di kebun. Pekejaan ini tidak terlalu melebahkan dan cocok rnenjadi hiburan setelah bekerja dengan menggunakan fikiran serta menghadapi murid yang beragam wataknya. Singkatnya, pekerjaan ini bisa menghilangkan stres. Meski demikian Sopandi tidak rnelibatkan anaknya dalarn pekerjaan pertanian dengan alasan anaknya perernpuan. la ingin anaknya rnenjadi seorang guru di sekolah yang lebih tinggi dari dirinya, rnisalnya guru SMU atau dosen. 2. Pertanian Sebagai Usaha dan Pekerjaan Yang Prospektif
Kasus lwan Ridwan. lwan adalah anak putra asli seternpat berusia 25 tahun dan saat ini sangat aktif rnenggerakkan aktivitas pertanian. la juga aktif sebagai ketua lkatan Rernaja Masjid (IRMA) dan sebagai ketua Badan Pernbangunan Desa (BPD). Usahanya rnengernbangkan pertanian hortikultura dirnulainya sekitar dua tahun terakhir ketika ia kernbali kedesa setelah berrnigrasi ke kota selarna enarn tahun. lwan rnerupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara. Alrnarhurn ayahnya (Bapak lping) adalah seorang guru pendatang yang rnenikah dengan ibunya (Ibu Jubaedah) sekitar tahun 1966. lbunya sendiri puteri dari seorang buruhtani yang rniskin. Oleh karena itu ayah rnaupun ibunya tidak mernpunyai warisan tanah sama sekali. Mereka rnernulai rurnah tangga dengan penghasilan dari gaji seorang guru dan rnenarnbah penghasilan dengan cara berburuhtani dan mencari kayu di hutan setelah pulang mengajar atau pada hari libur. Setelah kelahiran anak-anaknya, kebutuhan keluarga sernakin rneningkat. Sifat ayah lwan yang royal rnakanan rnernbuat ibunya kesulitan rnengatur keuangan keluarga. Narnun secara perlahan-lahan akhirnya rnereka bisa rnernbeli lahan pertanian dengan cara rnencicil. Meskipun lahan yang rnereka punyai adalah lahan rnarjinal, tapi dengan kerja sungguh-sungguh akhirnya lahan itu bisa berproduksi dan terus bertambah luas hingga rnencapai dua hektar. Sejak kecil lwan dan saudaranya sudah dibiasakan punya tanggung jawab pekerjaan. Anak pria dilibatkan pekerjaan di luar rurnah seperti rnencari kayu bakar dan rnernbantu pekerjaan ayahnya di kebun. Sedangkan anak wanita diwajibkan rnengerjakan pekerjaan rurnah seperti rnenyapu, rnencuci dan rnernbantu ibunya rnernasak. Meski perekonomian agak sulit, kedua orangtua lwan sepakat untuk berusaha rnenyekolahkan anaknya setinggi rnungkin, terutarna anak-anak yang laki-laki. Mereka berharap anak laki-lakinya bisa rnenjadi guru, sernentara anak wanita tidak terlalu diharuskan sekolah. Dalam pandangan orangtua lwan, anak laki-laki perlu sekolah tinggi karena kelak setelah rnenikah harus bertanggungjawab pada keluarganya, sedangkan wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena pada akhirnya akan ke dapur juga. Yang penting dari kecil sudah bisa rnernasak dan rnerawat badan agar cepat laku dan tidak rnenjadi perawan tua. Sepeninggal suaminya, lbu lwan sekuat tenaga rneneruskan cita-cita itu dengan rnernotivasi anak-anaknya untuk sungguh-sungguh sekolah. la sernakin ingin anaknya jadi guru apalagi setelah merasakan sendiri bagaimana ia terbantu rneskipun suarninya sudah rneninggal. Gaji pensiunan suarninya' rnernbuatnya
tidak rnenderita secara ekonorni rneskipun ia janda. Hal yang rnenyedihkan baginya adalah kurangnya rasa horrnat anak-anaknya setelah ia rnenjadi janda. lwan lulusan SD Sukarnanah. Setelah tarnat SD ia rnelanjutkan sekolah ke SMP di Sukaburni. Sernasa SMP sesekali ia sudah rnulai bekerja sebagai kenek angkutan. Sedikit banyak kondisi keuangannya tertolong. Tapi tanpa disadarinya, dunia terminal dan pergaulan di jalanan rnulai rnernbuatnya kurang serius sekolah walaupun akhirnya ia bisa rnenarnatkan SMP dengan nilai yang lurnayan baik. Ketika hendak rnelanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, ibunya rnengalarni kesulitan biaya. Akhirnya atas keputusan lwan sendiri ia berhenti sekolah, tapi ia rnernilih untuk tidak tinggal di desa. Tujuannya adalah agar beban ekonorni ibunya bisa tertolong. lwan akhirnya bekerja di angkutan dari satu kenderaan ke kendaraan lain, dari satu kota ke kota lain, dan dari kenek sarnpai jadi sopir. lwan pemah bekerja di Sukaburni. Bogor, bahkan Jakarta. . . Dunia transpoiasi pula yang sernpat membawanya rnengenal beberapa kota di Surnatera seperti Medan, Pekanbaru dan Bandar Larnpung. Setelah harnpir lirna tahun bekerja di angkutan, lwan sernpat bekerja di bengkellautomotif. Pekerjaannya yang terakhir ini rnernbuatnya punya ternpat tinggal yang rnenetap karena waktu kerjanya hanya siang hari. Hal ini pula yang rnernbuatnya punya banyak waktu berdiskusi dengan sesama pekeja hingga akhirnya pada suatu hari ia sernpat rnernbaca rnajalah Trubus yang berisi inforrnasi bisnis pertanian. Ketertarikannya pada inforrnasi itu rnendorongnya untuk selalu rnernbeli rnajalah itu jika punya uang. Jika uangnya tidak rnencukupi ia berusaha rnencari penjual rnajalah bekas sernata untuk rnernbeli rnajalah Trubus. Suatu hari, ketika pulang ke desa, lwan tertarik rnengarnati pertanian yang ada di desanya dan rnernbanding-bandingkannyadengan inforrnasi yang telah ia dapat dari rnajalah Trubus. la rnerasa ada kekuatan yang rnenariknya untuk rnenekuni pekerjaan pertanian, seperti yang diungkapkannya; Lingkungan desa ini sangat cocok untuk pertanian. Hal ini tidak perlu diuji lagi. Kenyataannya banyak petani yang sudah mencobanya. Mereka tidak sekolah dan tidak mendapatkan inforrnasi yang banyak tentang ilmu berusahatani. Kenapa saya yang masih muda tidak mencoba memulainya dengan sistem yang lebih baik. Kalau saya bertani dan menetap disini tentu saya juga bisa aktif di desa dan mengabdi bagi warga desa saya. Saya sudah mencoba bekerja ditempat lain di luar pertanian, kok rasanya kurang nyaman dan kurang tenang. Penghasilan besar, pengeluaran lebih besar. Nilai-nilai agarna kurang sehingga godaan berbuat bejat lebih besar. Pertirnbangan ~ t uakhirnya mendorong lwan untuk rnernutuskan tinggal di desa dan rnulai bertani. Hingga setahun kernudian lwan rnenikah dengan gadis desanya. lsterinya anak tunggal wanita dan rnertuanya kebetulan punya lahan untuk bisa ditanami. Ini rnendukung usahatani yang sudah rnulai ia rintis. Saat ini lwan sepenuhnya rnenangani pertanian. Diluar itu kegiatannya lebih sebagai aktivis desa yang disebutnya sebagai pengabdian. Sesekali jika ada warga yang kerusakan rnobil atau sepeda motor ia akan rnernbantu sebisanya. Ini rnenjadi penghasilan tambahan rneskipun tidak pasti jurnlahnya. Dari pengalarnan dua tahun bertani, lwan sernakin optirnis. Saat ini ia rnenanarn cabe keriting. Selain rnernproduksi cabe ia juga rnelakukan pernbenihan dan rnenjualnya kepada petani lain yang rnernbutuhkan. Sepeda motor yang dirnilikinya sangat rnernbantu rnendapatkan saprodi dan inforrnasi pertanian dari kota. lwan juga rnenggerakkan sekitar sepuluh orang pernuda yang punya rninat yang sarna untuk berusaha dan belajar pertanian bersarna.
lwan rnengaku harnpir sebruh tabungannya dijadikan modal. Sebagian diantaranya adalah pinjarnan dari saudara dan rnertuanya, tapi lwan yakin pada tahun ketiga hasil usahanya rnulai tarnpak. Hasil yang tidak bisa dinilai dengan uang rnenurutnya adalah ilrnu yang bisa dibagi bersarna petani lain dan kepuasannya rnenikrnati hasil kerja dari tanah ternpat kelahirannya. 3. Pertanian Sebagai Pendukung Bisnis Yang Potensial
Kasus lwan Karrnawan. lwan adalah pernuda berusia 26 tahun yang saat ini bekerja sebagai guru di SD Sukarnanah. la putra asli Jernbarrnanah yang rnenikah dengan seorang gadis Priangan dan kini dikaruniai seorang putra berusia satu tahun setengah. lsterinya lulusan SMA dan pemah bekerja sebagai prarnuniaga swalayan di Bandung. Iwan, anak sulung Bapak Haji Suparrnan, kepala sekolah di SD ternpat lwan rnengajar. Orangtua lwan ini terrnasuk salah satu tokoh yang secara ekonorni cukup berhasil. Selain sebagai guru ia punya banyak surnber penghasilan seperti berdagang kebutuhan sehari-hari, rnengelola usaha pernbuatan arang. tengkulak pucuk teh hingga usaha pertanian perkebunan. Saat ini lahan perkebunan orangtua lwan sekitar tiga hektar. Bapak Arnan (panggilan sehari-hari ayah lwan), adalah anak seorang pekerja perkebunan. Masa kecilnya dilalui di perkebunan. Orangtuanya (nenek dan kakek lwan) tidak punya lahan tapi ia bisa rnenyekolahkan anaknya dari gaji yang diterirnanya sebagai rnandor di perkebunan. Ketika kecil Bapak Arnan adalah seorang anak yang cerdas. Sarnbil sekolah ia sering berjualan rnakanan yang disuruh oleh seorang gurunya. Ketika Pak Arnan tarnat SD bersarnaan dengan perkebunan rnengalarni kepailitan, sehingga orangtuanya diberhentikan dari perkebunan dan kernbali ke desa Sukajernbar. Sernentara Pak Arnan rnasuk sekolah di SGB. Menurut Pak Arnan, dorongan sekolah terbesar datang dari dirinya sendiri. Sekolah itu diselesaikannya dengan baik hingga akhirnya tahun 1974 ia diterirna rnenjadi seorang guru di SD lnduk Sukajernbar dan kernudian rnenikah di desa itu juga. Karena orangtuanya tidak punya lahan sarna sekali, Pak Arnan tidak pernah beifikir untuk rnengajar sarnbil bertani rneskipun gajinya sangat rendah. Gaji itu diatur sedernikian rupa agar cukup untuk rnemenuhi kebutuhan keluarganya. Ketekunannya rnengajar, dedikasi yang tinggi dan apresiasinya terhadap sistern pengajaran sangat inovatif sehingga tahun 1985 ia diangkat rnenjadi kepala sekolah. Pak Arnan juga terpilih sebagai anggota LKMD di desa. Pekerjaan PNS dan usaha-usaha di atas lah yang rnernberinya kernarnpuan dan kesernpatan untuk rnenunaikan ibadah haji. Pak Arnan sangat rnernperhatikan pendidikan anak-anaknya. Sebagai anak sulung lwan diharapkan bisa jadi contoh bagi adik-adiknya. Sejak kecil lwan sudah diberi tanggung jawab pekerjaan, tapi sebatas pekerjaan rurnah. Karena tidak punya lahan, lwan tidak pernah rnengerjakan pekerjaan pertanian. Menurut Pak Arnan, agroekosistern seternpat dan interaksi dengan sebagian besar rnasyarakat pertanian sernpat mernunculkan rninat lwan untuk rnernpelajari pertanian. Didorong keinginan agar anaknya bisa rneraih pendidikan yang lebih tinggi dari dirinya sendiri, Pak Arnan rnernberi perhatian yang cukup tinggi terhadap pendidikan lwan. la selalu rnenyediakan waktu untuk rnernbantu pelajaran lwan. Fasilitas belajar disediakan secukupnya. Setelah tarnat SD lwan bahkan dibebaskan dari segala pekerjaan agar bisa rnengkhususkan diri untuk belajar.
lwan sekolah di SMP Sukaraja. Setarnat SMP lwan masuk SPMA atas kernauannya sendiri. Narnun saat kelas dua, saat dimana pelajaran praktek pertaniannya rnenjadi dorninan, lwan jatuh sakit. Tidak biasa bekerja berat dan kondisi fisik yang sering sakit-sakitan rnernbuat ia tidak marnpu bekerja terlalu capek. Atas saran orangtua, lwan pindah ke SMA. Dengan belajar sungguhsungguh akhirnya lwan bisa rnenamatkan SMA dengan nilai yang pas-pasan. Menurut Iwan, ha1 ini yang akhirnya rnenyulitkannya untuk tes rnasuk perguruan tinggi. la berusaha rnencari pekerjaan di kota untuk rnenjadi karyawan di salah satu perusahaan. Hal ini dilakukannya karena orangtuanya rnenganggap pendidikan SMA seharusnya bekerja seperti itu, bukan karena ia rnenginginkannya. Tetapi sarnpai setahun pekerjaan itu tidak ia dapatkan. Meski ada rasa rnalu terutarna pada Akhirnya lwan kernbali ke desa. orangtuanya yang kecewa, akhirnya dengan tekun ia rnernbantu orangtuanya rnengerjakan apa saja yang bisa ia kerjakan. Hal itu justru rnenyenangkan baginya. Menurut Iwan, budaya kerja ditanarnkan ayahnya dengan cara rnelibatkannya pada aktivitas ekonorni yang ditangani ayahnya. Tanggung jawab dirnulainya dari hal-ha1 yang kecil seperti rnenjaga warung kalau ayah dan ibunya pergi ke kondangan. Kernudian lwan juga diajak rnernbeli pucuk teh. Larnakelarnaan lwan di suruh pergi rnernbeli pucuk sendiri. Sesekali dari keuntungan penjualan pucuk, lwan diberi uang sebagai irnbalan jerih payah yang dikorbankannya. la rnerasa ayahnya rnengajar supaya lwan rnenghargai hasil jerih payahnya sendiri. Ada perasaan bangga menerirna uang itu rneskipun jurnlahnya tidak terlalu besar. Setelah bekerja rnernbantu usaha orangtuanya selarna kurang lebih setahun (1994-1995), atas saran orangtuanya lwan rnernutuskan untuk kuliah PGSD di Kebayoran Lama Jakarta. Sarnbil kuliah lwan bekerja sebagai pengernudi angkutan urnurn. Kegiatan ini ditekuninya selarna 2 tahun. Tahun 1977 lwan menyelesaikan pendidikannya lalu pulang ke desa. Karena belurn punya pekerjaan, lwan kernbali rnernbantu usaha yang ditangani orangtuanya. Ini berlangsung selarna 2 tahun hingga akhirnya Desernber 199 ada pengangkatan PNS guru secara rnassal di Bandung. Sulitnya rnernperoleh pekerjaan dan dorongan orangtua rnaupun ternanternannya akhirnya lwan resrni rnenjadi seorang guru. Meskipun sudah rnenjadi seorang guru, lwan terus aktif terlibat rnernbantu usaha orangtuanya. Dengan pengalarnan berdagang pucuk dan sesekali disuruh rnengantar arang pada pernesan dikota lain, akhirnya tirnbul ide untuk rnernperdagangkan kornoditi lain seperti gula aren, sayur-sayuran bahkan sarnpai jadi calo jual beli motor atau tanah. Pengenalan terhadap peluang pasar yang ada rnendorong lwan untuk rnencoba bertani rnenanarn cabe keriting dan sayur putih di atas lahan rnilik ayahnya. Usahanya dapat dikatakan rnerugi. Tapi lwan tidak rnernandang buruk pekerjaan ini, seperti yang diungkapkannya; Usaha dan pekerjaan pertanian sangat prospektif asal dikejakan dengan baik dan bersungguh-sungguh. Bertani memang berrnodal besar, tapi jika harga pada saat panen "kena", keuntungannya akan berlipat ganda. Yang penting bekerja pertanian itu adalah setia. Kalaupun sesekali rugi kita harus terus berusaha lagi. Niscaya pada jangka panjang akan beruntung. Bersarnaan dengan usaha pertaniannya, lwan juga rnelakukan dagang keliling. Saat terjadi krisis rnoneter lwan sernpat rnernbeli ernas kekarnpungkarnpung dan menjualnya kekota. Tetapi sambil rnencari ernas lwan rnernbeli produksi pertanian yang sudah diketahui pasarannya seperti pucuk teh, beras,
atau komoditas hortikultura. Menurutnya, berdagang komoditas pertanian sedikit banyak mernerlukan pengetahuan tentang pertanian. Pedagang harus tahu pada bulan berapa musim panen raya dan kapan barang itu langka. Dengan dernikian prediksi terhadap harga tidak rneleset. Pedagang juga haws tahu sifatsifat komoditas tersebut agar bisa mengetahui kualitas barang dan daya tahan barang. Hal ini penting untuk mernperhitungkan biaya penyusutan, memacu kebutuhan transportasi dan mempersiapkan tempat penyimpanan. Menurut Iwan, jika berdagang komoditas pertanian disertai pengetahuan yang mernadai tentang sifat-sifat komoditas bersangkutan maka keuntungan maksimal bisa diraih. Apalagi untuk meningkatkan skala penjualan dan menjaga kontinuitas perdagangan, maka berdagang sarnbil memproduksi hasil pertanian sendiri untuk pelengkap barang dagangan akan sangat menguntungkan. 4. Pertanian Sebagai Usaha dan Pekerjaan Hari Tua
Kasus Dede Jumyati. Dede Jumyati, seorang pemuda berusia 20 tahun yang kini bekerja sebagai seorang operator mesin pada pabrik pembuatan gesper di Tangerang. Setiap hari pekerjaan itu dikerjakan selama delapan jam. Setiap satu minggu, Dede mendapat satu hari libur. Selain itu setiap tahun ia memperoleh cuti selama dua minggu yang bisa diambilnya kapan saja dengan persetujuan perusahaan sebelumnya. Dengan demikian Dede harus mengusulkan cuti beberapa hari sebelumnya. Selama ini cuti diambil Dede menjelang hari lebaran. Dede adalah satu dari sekian banyak pemuda Desa Sukajembar yang melakukan migrasi ke kota. la putra bungsu dari lima anak-anak pasangan Bapak Amid dan lbu ljah, suami isteri yang bermatapencaharian sebagai buruhtani. Bapak Amid sendiri seorang putra asli Sukajembar yang sejak usia 7 tahun sudah menjadi yatirn piatu. Pendidikannya hanya sampai kelas tiga SD. Sejak menjadi yatim piatu ia hidup tidak menentu, berpindah dari satu tumpangan ke tumpangan lain. Sejak itu pula ia mulai terlibat bekerja sebagai buruhtani dan pencari kayu di hutan. Keseharian, Bapak Amid pun terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti rnemasak, mengambil air, mencuci piring, maupun mencuci pakaian seluruh keluarga yang ditumpanginya. Setelah menikah sekitar tahun 1958, pekerjaan Pak Amid tidak banyak mengalami perubahan. la berburuh dari satu tempat ke tempat lain di dalam desa, sementara isterinya bekerja sebagai buruh menyiangi dan buruh pemetik teh di perkebunan Ciwangi yang terletak di desa ini juga. Pekerjaan berburuh dengan upah yang tidak banyak mengalami perubahan, memaksa Bapak Amid menjalankan berbagai pekerjaan lain disamping buruhtani agar bisa menopang kehidupan keluarganya. Mencari kayu di hutan, menggaduh ternak, mengangkut arang dan pekerjaan apa saja yang bisa memberinya penghasilan. Pekerjaan itu diterimanya selama tidak memerlukan modal uang, seperti yang diungkapkan Bapak Amid; Sekian lama bekerja sebagai buruhtani, mulai dari upah mengoret Rp 250 per beduk hingga kini Rp 7000 per bedug. Upah itu sebenarnya tidak mengalami kenaikan sama sekali. Dari dulu sampai sekarang upah buruhtani hanya dapat membeli empat liter beras. Saat harga beras tinggi, upah buruh pun tidak mengalami kenaikan. Oleh karena itu saya akan mengerjakan pekerjaan apa saja selama tidak perlu mengeluarkan uang. Modal saya kan cuma tenaga, dan saya tidak pelit untuk mengeluarkan itu.
Hal yang sarna dialami ibu ljah (istri Pak Amid). Dari pertama menikah hingga sekarang ia selalu berburuh. Hampir tidak ada waktu baginya untuk terlibat aktif dalarn kegiatan ibu-ibu kecuali sesekali ikut mengaji. Berbeda dengan suarninya, dengan jam kerja yang sama lbu ljah mendapat upah Rp 6000 (per beduk). Perbedaan tingkat upah antara pria dan wanita sudah terjadi sejak dulu. Alasannya, karena hasil kerja pria lebih banyak dari wanita. Pengalarnan hidup yang dialarni kedua orangtua Dede rnendorong rnereka untuk rnenyekolahkan anak-anaknya, terrnasuk Dede Jurnyati. Sarnbil bersekolah anak-anaknya sudah dibiasakan bekerja dan berburuh. Upah yang diterirna anak-anak sekitar setengah upah orang dewasa. Tidak ada pernbedaan secara khusus antara pekerjaan pria dan wanita dalarn keluarga orangtua Dede. Pekerjaan rumah dikerjakan secara bersama-sarna dan bisa dikerjakan saudara yang lain jika ada yang tidak sernpat. Menurut Dede, budaya kerja ini tertanarn kuat, tidak saja karena keinginan orangtuanya untuk rnendidik tetapi terrnasuk karena desakan keadaan ekonorni. Dibanding saudara-saudaranya, Dede rnengecap pendidikan yang lebih tinggi. la berkesernpatan rnengecap pendidikan sarnpai SMP karena saat ia tarnat SD di desanya sudah berdiri SMP. Keputusan itu diarnbilnya atas dorongan bekas gurunya dan dukungan kedua orangtuanya. Dukungan itu didasarkan pertirnbangan biaya sekolah bisa lebih rnurah (tidak perlu uang rnakan, kost dan transport). Sambil bersekolah ia tetap punya kewajiban untuk rnengerjakan sebagian pekerjaan rumah. Jika ada tawaran dan memungkinkan untuk dikerjakan, Dede juga tetap berburuh untuk rnernbantu mencukupi keperluan sekolah. Sarnpai saat penelitian ini dilakukan, pekerjaan kedua orangtua Dede belurn rnengalarni perubahan. Mereka belurn rnarnpu rnernbeli lahan sendiri. Meski dernikian, dua tahun terakhir orangtua Dede diperbolehkan rnenggarap lahan pinggiran hutan rnilik Perhutani. ljin rnenggarap disertakan dengan rnerawat tanarnan Perhutani yang masih kecil dan disela-sela tanarnan itu petani bisa rnenanam tanarnan lainnya, hingga suatu saat ketika tanarnan Perhutani sudah besar, petani dirninta meninggalkan lahan tersebut. Oleh Pak Amid, lahan ini ditanami tanarnan palawija. Hasilnya rnernang sangat kecil, tetapi dirasa 'lurnayan' untuk menambah biaya keperluan dapur. Sepanjang waktu, bekerja dan bekerja rnenjadi bagian utarna kehidupan keluarga ini. Menurut pengakuan Dede, rnasa kecilnya adalah rnasa yang sangat rnenyenangkan rneskipun banyak waktu yang sernestinya bisa berrnain dengan ternan sebaya akhirnya terlewatkan karena harus bekerja rnernbantu orangtua. Meski sekolah, ketika itu Dede tidak punya cita-cita khusus. Dalam benaknya sekolah hanyalah kewajiban bagi anak-anak di desanya dan hidupnya hanya akan rnengikuti jejak orangtuanya sebagai buruhtani, karena mereka sarna sekali tidak punya lahan. Pengalarnan hidup rnengajarnya rnernandang pekerjaan apa saja termasuk berburuh sebagai pekerjaan yang terhorrnat. Dede rnernaharni bekerja adalah upaya rnendapatkan uang. Selarna cara dan alatnya tidak rnelanggar norrna agarna, setiap pekerjaan itu baik. Mengerjakan pekerjaan apa pun rnernbutuhkan ketekunan dan tanggung jawab. Kesadaran akan kelangkaan surnberdaya lahan dan modal rnenyebabkan surnberdaya rnanusia satu-satunya yang bisa dimanfaatkan. Dede rnenyadari kornitrnen yang ditanarnkan kedua orangtuanya kepadanya dan saudara-saudaranya. Hal itu pula yang rnengikat kuat perasaan saling rnernbantu diantara rnereka sesama bersaudara. Setelah tarnat SMP, Dede rnulai berfikir tentang kernungkinannya bekerja diluar pertanian. la rnenyadari bahwa tanpa lahan, kerja pertanian tidak akan bisa mernbuatnya rneraih kehidupan yang lebih terhorrnat. Disadarinya bahwa
keluarganya yang hidup sebagai buruhtani diternpatkan rnasyarakat sebagai keluarga dengan status sosial rendah. Seluruh waktu yang ada tersita untuk bekerja rnencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk rnengikuti kegiatan yang rnernbuka kesernpatan aktif di desa rnaupun berinteraksi dengan pihak lain yang bisa rnengarahkannya rnenjadi orang yang rnaju dan rnernbaik secara ekonorni. Menurut Dede, status sosial yang tinggi ternyata hanya bisa didapat dari kondisi ekonorni yang mapan. Saat Dede tarnat SMP , kakaknya Jaya sudah bekerja di sebuah pabrik benang di Jakarta setelah sebelurnnya ikut rnernbantu parnannya berdagang di kota yang sarna. lnforrnasi rnelalui TV dan cerita para rnigran yang pulang ke desa rnernberikan dorongan yang kuat bagi Dede untuk rnencoba rnengadu nasib keluar desa. Setelah tarnat SMP, tanpa rnenunggu lama, Dede rnernutuskan berangkat ke Jakarta rnenuju ternpat tinggal parnannya untuk rnernbantu berdagang kain Keputusan ini rnerupakan keinginannya sendiri yang didukung oleh orangtuanya. Dede berharap suatu saat bisa rnernperoleh pekerjaan di kota. Setelah delapan bulan rnernbantu parnannya, Dede rnengikuti ajakan seorang ternannya untuk bekerja sebagai karyawan pada Rahrnat Taylor di Bogor. Keputusan ini diarnbilnya karena ingin punya penghasilan sendiri dan hidup lebih bebas. Pekerjaan sehari-harinya adalah rnenyetrika pakaian yang telah selesai di jahit. Gajinya hanya cukup untuk kebutuhannya sehari-hari, itu pun karena ia tinggal langsung diternpatnya bekerja sehingga tidak rnernerlukan biaya penginapan. Menurut pengakuannya, ia sarna sekali tidak bisa rnernbantu rneringankan beban orangtuanya, kecuali rnenyelarnatkan dirinya sendiri. Narnun setidaknya ia lebih rnandiri dalarn rnengurus gaji dan kebutuhannya sendiri. Setelah bekerja selarna setahun enarn bulan akhirnya Dede rnernutuskan berhenti bekerja. Orangtuanya sernpat rnernpertanyakan keputusannya itu, tapi ia beralasan bahwa situasi dikota tidak arnan karena banyak kerusuhan. Saat itu situasi politik rnernang sedang tidak stabil dan banyak terjadi dernonstrasi. Alasan sebenarnya adalah bahwa ia rnerasa pekerjaannya rnernbosankan dan tidak bisa berkernbang. Akhirnya ia rnernutuskan berhenti bekerja dan pulang ke desanya. la kernbali bekerja sebagai buruhtani. Karena sudah lama tidak rnengerjakan pekerjaan ini, ia rnerasa sangat berat dan rnelelahkan. Hari-hari terasa rnernbosankan sarnpai akhirnya kakaknya Jaya rnenawarkan pekerjaan sebagai tenaga operator rnesin di pabrik ternpatnya bekerja saat ini. Dede rnengaku tidak rnengalarni kesulitan dalarn beradaptasi dengan pekerjaan rnaupun ternan sekerjanya. Saat ini Dede sudah rnernutuskan untuk bertekun pada pekerjaan ini. Menurut Dede, pekerjaan pertanian bukan rendah atau hina, tetapi karena upah berburuh rnernang sangat rendah dibanding kerja di pabrik. la ingin rnenabung dari pekerjaan di industri untuk kernudian hari bisa rnernbeli lahan di desanya. Seperti yang diungkapkannya; Mumpung tenaga masih kuat, saya ingin bekerja disini karena penghasilannya lebih besar. Mudah-mudahan kelak bisa rnembeli lahan di desa untuk digarap jika tenaga sudah tidak kuat lagi untuk bekerja di kota. Selama masih bekerja disini kan lahannya bisa dikelola bapak sarna ibu. Tekad dan kerja keras Dede sangat rnernbahagiakan Bapak Amid dan isterinya yang diungkapkannya pada peneliti sebagai berikut; Hingga sekarang, kekayaan saya hanya anak-anak dan ~ m a h saya yang kecil ini. Tapi mereka anak yang senang bekerja dan selalu
berusaha keluar dari keadaan yang serba menjepit kami. Mereka jugalah yang memperkenalkan kami pada kota dan alat-alat perkotaan. Mereka membuat kami suka atau tidak suka menganggap jarak Sukajembar-Jakarta seperti jadi dekat.
.
.
Gambar 1. Perkebunan Teh Rakyat di Desa Sukajember
Gambar2.
Memetik Pucuk Teh Merupakan Salah Satu Pekerjaan Pertanian yang umum dikerjakan Kaum Wanita