55
DAFTAR PUSTAKA Abraham. 2002. Telaah Komponen Volatil Akar Wangi (Vetiveria zizanoides (L) Nash ex Small) Liar Asal Bone secara Kromatografi Gas–Spektrometri Massa [tesis]. Bandung : Program Pascasarjana, Universitas Padjajaran. Adams RP., Sanko Nguyen, Dennis A. Johnston, Sunghun Park, Tony L. Provin, Mitiku Habte. 2008. Comparison of vetiver root essential oils from cleansed (bacteria- and fungus-free) vs. non-cleansed (normal) vetiver plants. Biochemical Systematics and Ecology 36:177-182 Aggarwal A, Singh A, Kahol AP, Singh M. 1998. Parameters of Vetiver Oil Distillation. J.Herbs Spices & Med.Plants. 6(2):55-61 Akhila A, Mumkum R. 2002. Chemical Constituents and Essential Oil Biogenesis in Vetiveria Zizaniodes. Didalam Massimo Maffei. Vetiveria : The Genus Vetiveria. New York : Taylor and Francs Ind.. Anonim. 2009. Wikipedia : Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org/wiki/ [26 Agustus 2009] Atkins PW. 1999. Kimia Fisika Jilid 1 Ed ke-4. Kartohadiprodjo II, penerjemah; Rohhadyan T & Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Azlina N. 2005. Study of Important Parameters Affecting The Hydro-Distillation for Ginger Oil Production [thesis]. Malaysia : Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering, University Teknology Malaysia. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2005. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik. Brown E, Islip HT. 1953. Stills for Essential Oil: Colonial Plant and Animal Product. 3:287-319; di dalam Monograf Nilam. 1998. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor Cazaussus A, Pes A, Sellier N, Tabet JC. 1988. GC-MS and GC-MS-MS Analysis of a Complex Essential Oil. Chromatographia 25(10) : 865 - 869. Chapra SC, Raymond P Canale. 1991. Metode Numerik untuk Teknik. Sardy S, penerjemah. Jakarta : UI Press. Terjemahan dari : Numerical Methods for Engineers. Dahlan D. 1989. Model Matematik Pengaruh Tekanan Uap Terhadap Rendemen Penyulingan Minyak Nilam [tesis]. Bogor : Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
56
Denny E F K (Tim). 2001. Field Distillation for Herbaceous Oils Third Edition. Tasmania, Australia : Denny, McKenzie Associates. Dethier M, Sakubu S, Ciza A, Cordier Y. 1997. Aromatic Plants of Tropical Central Africa. XXVIII. Influence of Cultural Treatment and Harvest Time on Vetiver Oil Quality in Burundi. J. Essent.Oil. (9) : 447-451 Earle RL. 1982. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Nasution Z, penerjemah. Jakarta: Sastra Hudaya. Terjemahan dari: Unit Operation in Food Processing. Feryanto. 2007. Garut : The Land of Vetiver. http://ferry-atsiri.blogspot.com/2007 /12/garut-land-of-vetiver.html [6 April 2008]. Geankoplis CJ. 1983. Transport Processes and Separation Prosess Principles (Includes Unit Operations) Fourth Edition. New York : Prentice Hall. Guenther. 1990. Minyak Atsiri Jilid I dan IVA. Semangat Ketaren, penerjemah. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari : The Essential Oils. Hardjono, Rusli S, Deswert RJ. 1973. Cara-cara Penyulingan Mempengaruhi Rendemen dan Kwalitas Minyak Akar Wangi. Pemberitaan LPTI 15 – 16 : 39 – 47. Heldman DR, Singh RP. 1980. Food Process Engineering Second Edition. Westport, Connecticut : AVI Publishing Company, INC. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid 1. Jakarta : Balitbang Kehutanan. Indrawanto. 2006. Analisis Finansial Agroindustri Penyulingan Akar Wangi di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Buletin Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Vol XVIII (2) : 78 - 83 [ISO] International Organization for Standardization 4716 : 2002. Oil of vetiver (Vetiveria zizanioides (Linnaeus) Nash). http://www.iso.org/iso/iso_ catalogue/catalogue_tc/catalogue_detail.htm?csnumber=28587 [15 April 2008]. Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Jakarta : Agromedia Pustaka. Ketaren S, Djatmiko B. 1978. Minyak Atsiri Bersumber dari Batang dan Akar. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Bogor : FATEMETA, IPB Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta : Balai Pustaka.
57
Lavania UC. 1988. Enhanced Productivity of The Essential Oil in The Artificial Autopolyploid of Vetiver (Vetiveria zizaniodes L. Nash). Euphytica 38: 271 – 276. Lavania UC, Surochita Basu, Seshu Lavania. 2008. Towards Bio-Efficient And Non-Invasive Vetiver : Lessons From Genomic Manipulation And Chromosomal Characterization. http://www.vetiver.org/ICV4pdfs /EB02.pdf [23 Agustus 2009] Lestari RSE. 1993. Pengaruh Tekanan Uap dalam Proses Distilasi Terhadap Rendemen Minyak Sereh Wangi (Andropogon nardus) [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Lutony TL, Yeyet R. 1999. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Jakarta : Penebar Swadaya. Luu TD. 2007. Development of Process for Purification of α dan β-vetivone from Vetiver Essential Oil & Investigation of Effect of Heavy Metals on Quality and Quantity of Extracted Vetiver Oil. Thesis. University of New South Wales. Sydney. http://www.vetiver.org/AUS_Research%20 Proposal%20vet%20oil.pdf. [15 Juli 2007]. Marshall JA. 1967. The Vetivane Sesquiterpenes. J. Am. Chem. Soc. 89: 2748 – 2750. Martinez J, Paulo TV, Chantal M, Alain L, Pierre B, Dominique P, Angela AM. 2004. Valorization of Brazilian Vetiver (Vetiveria zizanoides (L) Nash ex Small) Oil. J. Agr and Food Chem. 52 : 6578 – 6584. Milojevic S, Stojanovic T, Palic R, Lazic M, Veljkovic V. 2008. Kinetics of Distillation of Essential Oil from Comminuted Ripe Juniper (Juniperus communis L) berries. Biochem. Eng. J. 39:547-553. Moestafa A, Sumarsi, Lestari D. 1998. Pengaruh Ukuran Bahan dan Lama Penyulingan Terhadap Yield dan Karakteristik Minyak Jeruk Purut (Citrus hystrix DC). Warta IHP 13 (1-2) : 25 – 29. Moestafa A, Waspodo P, Hakim S. 1991. Pengaruh Lama dan Kecepatan Penyulingan Terhadap Kadar Minyak dan Vetiverol Akar Wangi. Warta IHP 8 (2) : 11 – 15. Moestafa, A. 1991. Pengaruh Lama dan Kecepatan Penyulingan terhadap Kadar Minyak dan Vetiverol Akar Wangi. Warta IHP Vol. 8 (2) : 11 – 15 Mulyono E, Risfaheri, Hernani, Tatang H, Sari IK, Wisnu B, Meika SR, Ketaren, Hari S. 2007. Laporan Akhir Penelitian Perbaikan Mutu dan Efisiensi Penyulingan Minyak Akar Wangi. Bali Besar Penelitian dan Pascapanen Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. [Tidak dipublikasi].
58
Oyen, Dung NX. 1999. Plant Resources of Shouth East Asia (PROSEA) 19 Essential Oil Plant. Bogor: Backhoys Publisher, Leider the Netherland. PT Djasula Wangi. 2006. Akar Wangi (Vetiver). Di dalam : Menuju IKM Minyak Atsiri Berdaya Saing Tinggi. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006 Vol. 2; Solo, 18 – 20 Sept 2006. Jakarta : Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan Dirjen IKM Departemen Perindustrian RI. hlm 44 – 46. Risfaheri dan Edi, M. 2006. Standar Proses Produksi Minyak Atsiri. Di dalam : Menuju IKM Minyak Atsiri Berdaya Saing Tinggi. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006 Vol. 1; Solo, 18 – 20 Sept 2006. Jakarta : Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan Dirjen IKM Departemen Perindustrian RI. hlm 68 – 80. Rusli S, Anggraeni. 1999. Pengaruh Tekanan Uap dan Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Akar Wangi. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Vol. X (1) : 25 – 32 Rusli S. 1985. Penelitian dan Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia. Edisi Khusus 2. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor Sakiah S. 2006. Modifikasi Proses Penyulingan dengan Variasi Tekanan Uap Untuk Memperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Santoso HB. 1993. Akar Wangi Bertanam dan Penyulingan. Yogyakarta : Kanisius. Sastrohamidjojo H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Setiadji, Tamtarini. 2006. Mempelajari Pengaruh Metode dan Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Kualitas Minyak Nilam. Di dalam : Menuju IKM Minyak Atsiri Berdaya Saing Tinggi. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006 Vol. 2; Solo, 18 – 20 Sept 2006. Jakarta : Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan Dirjen IKM Departemen Perindustrian RI. hlm 128 – 134. Shibamoto T, Nishimura O. 1982. Isolation and Identidication of Phenols in Oil of Vetiver. Phytochemistry. 21(3):793 [SNI] Standar Nasional Indonesia 06- 2386-2006. Minyak Akar Wangi. http://www.bsn.or.id/files/sni/SNI%2001-2386-2006%20_akar%20 wangi_.pdf [10 Februari 2008].
59
Sudibyo A. 1989. Pengaruh Lama Penyulingan dan Penghancuran Biji Jintan (Cuminum Cyminum L.) Terhadap Rendemen dan Sifat Fisiko Kimia Minyak Atsiri yang Dihasilkan. Warta IHP Vol. 6 (1) : 1 – 4. Suryatmi RD, Henanto H, Purwanto W, Wibowo T. 2006. Teknologi Proses Produksi Minyak Atsiri Mutu Tinggi. Di dalam : Menuju IKM Minyak Atsiri Berdaya Saing Tinggi. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006 Vol. 1; Solo, 18 – 20 Sept 2006. Jakarta : Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan Dirjen IKM Departemen Perindustrian RI. hlm : 150 – 158. Suryatmi RD. 2006. Kajian Variasi Tekanan pada Penyulingan Minyak Akar Wangi Skala Laboratorium. Di dalam : Menuju IKM Minyak Atsiri Berdaya Saing Tinggi. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006 Vol. 1; Solo, 18 – 20 Sept 2006. Jakarta : Direktorat Industri Kimia dan Bahan Bangunan Dirjen IKM Departemen Perindustrian RI. hlm : 173 – 177. Triharyo. 2007. Solusi Untuk Industri Penyulingan Akar Wangi dengan Menggunakan Energi Panas Bumi. http://www.triharyo.com/dl_jump. php?id=11 [6 April 2008]. Weyerstahl P, Helga M, Ute S, Dietmar W, Horst S. 2000. Constituent of Haitian Vetiver Oil. Flavour Fragr. J. 15 : 395-412 Wibowo TY, Suryatmi RD, Meika SR, Imelda HS. 2008. Kajian Proses Penyulingan Uap Minyak Jintan Putih. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol 17 (3) : 89-96
60
61
Lampiran 1. Daftar Istilah dan Simbol
A. Istilah Boiler
: alat untuk menghasilkan uap air, yang akan digunakan untuk pemanasan.
Ketel suling
: alat yang berfungsi sebagai wadah tempat air dan atau uap untuk mengadakan kontak dengan bahan serta menguapkan minyak atsiri
Kondensor
: alat pendingin yang berfungsi untuk mengubah seluruh uap air dan uap minyak menjadi fase cair
Separator
: alat yang berfungsi untuk menampung distilat dan memisahkan minyak dari air suling
Laju distilasi
: nilai perbandingan antara jumlah air suling dengan waktu (jumlah air yang disuling tiap jam)
Laju alir uap` : nilai perbandingan antara jumlah uap air dari boiler yang masuk ke ketel suling terhadap waktu (jumlah uap yang masuk tiap jam) Recovery
: jumlah minyak yang dapat dikeluarkan dari keseluruhan minyak yang terkandung dalam bahan tanaman
Rendemen
: jumlah minyak yang dihasilkan pada proses penyulingan persatuan bahan
Tekanan
: satuan fisika untuk menyatakan gaya (F) per satuan luas (A).
Tekanan uap
: tekanan suatu uap pada kesetimbangan dengan fase bukan uapnya
B. Simbol P = tekanan Konversi satuan : 1 bar = 0.9869 atm = 1.0197 kg/cm2 1 bar = 100 kPa V = laju alir uap; ml/menit, l/jam t
= waktu penyulingan; menit, jam
T = suhu penyulingan; oC
= 750.0617 mmHg
62
Lampiran 2. Prosedur Analisa Kadar Air dan Kadar Minyak a. Penentuan Kadar Air (SNI 01-3181-1992) Ruang lingkup Metoda ini digunakan untuk penentuan kadar air dari bumbu dan rempahrempah. Definisi Yang dimaksud dengan kadar air adalah banyaknya air, dinyatakan dalam presentasi massa yang disuling dan dikumpulkan sesuai dengan metoda yang diuraikan. Prinsip Penentuan banyaknya air yang dipisahkan dengan cara destilasi dengan bantuan suatu cairan organik yang tidak bercampur dengan air, dan yang dikumpulkan dalam sebuah tabung ukuran. Bahan-Bahan Kimia Toluena. Jenuhkan toluena dengan mengocoknya dengan sejumlah kecil air dan sulinglah. Gunakan destilat ini untuk penentuan kadar air. Peralatan 1. Alat penyulingan terdiri atas bagian-bagian di bawah ini dipasang bersama-sama dengan menggunakan sambungan-sambungan kaca asah : a. Labu leher pendek, paling sedikit berkapasitas 500 ml. b. Pendingin refluks. c. Penampung dengan tabung berukuran, ditempatkan diantara labu dan pendingin, 2. Neraca Analitik Pengambilan Cuplikan Lakukanlah pengambilan cuplikan bahan dengan menggunakan metoda seperti diuraikan dalam Rekomendasi ISO R 984 Spices and Condiments sampling.
63
Cara Kerja 1. Persiapan alat. Seluruh alat dibersihkan dengan larutan pencuci kalium dikhromat-asam sulfat untuk memperkecil kemungkinan melekatnya tetes-tetes kecil air pada sisi-sisi pendingin dan penampung. Bilaslah dengan air secara baik dan keringkan dengan sempurna sebelum alat tersebut digunakan. 2. Penbuatan cuplikan untuk pengujian. Buatlah cuplikan seperti diuraikan dalam Rekomendasi ISO R 984 Spices and Condiments - Preparation of Sample for Test. 3. Cuplikan yang diperiksa. Timbanglah mendekati 0.01 kira-kira cuplikan yang telah dibuat untuk pengujian, sedemikian rupa sehingga banyaknva air yang diukur tidak akan rnelebihi 4,5 ml. 4. Penentuan. Pindahkan secara kuantitatip cuplikan yang diperiksa ke dalam labu destilasi dengan toluene, tambahkan toluena secukupnya (kira-kita 75 ml) untuk menutupi cuplikan itu seluruhnya, dan kocoklah perlahan-lahan untuk mencampurnya. Pasanglah alat dan isilah penampung dengan pelarut dengan cara menuangkannya melalui pendingin sampai mulai meluap ke dalam labu destiIasi. Bila perlu sisipkanlah sumbat kapas yang longgar dibagian atas pendingin atau pasanglah sebuah tabung pengering kecil berisi kalsium klorida untuk mencegah pengembunan uap air dari udara di dalam tabung pendingin. Agar refluks dapat diatur, selubungilah labu dan tabung yang menuju ke penampung dengan kain asbes. Panaskanlah labu sedemikian rupa sehingga kecepatan destilasi adalah kira-kira 100 tetes per menit. Bila sebagian besar air telah tersuling, naikkanlah kecepatan destilasi sampai kira-kira 200 tetes per menit dan teruskanlah hingga tidak ada lagi air yang tertampung. Sekali-sekali bersihkan dinding sebelah dalam dari pendingin refluks dengan 5 ml toluena selama destilasi berlangsung untuk membilas air yang mungkin melekat pada dinding pendingin. Air dalam penampung dapat dipaksa untuk memisah dari toluene dengan sekali-
64
sekali menggunakan sebuah spiral kawat tembaga turun naik dalam pendingin dan penampung, sehingga air mengendap pada dasar penampung. Reflukslah hingga tinggi air dalam penampung tetap tidak berubah selama 30 menit dan hentukanlah sumber panas. Bilaslah pendingin dengan toluena bila diperlukan, dan gunakanlah spiral kawat tembaga untuk melepaskan tetes-tetes air yang ada. Celupkanlah penampung ke dalam air pada suhu kamar paling sedikit selama 15 menit atau sampai lapisan toluena menjadi jernih, dan kemudian bacalah volume air. Cara Menyatakan Hasil Kadar air dalam persentase massa sama dengan :
Kadar air =
100 V M
dimana : V
: adalah volume, dalam milliliter air yang ditampung.
M
: adalah massa, dalam gram. cuplikan yang diperiksa.
Dianggap bahwa rapat massa air tepat 1 g/ml.
b. Penentuan Kadar Minyak (SNI 01-0025-1987) Ruang lingkup Metoda ini digunakan untuk menentukan kadar minyak atsiri pada bumbu dan rempah-rempah. Definisi Kadar minyak atsiri adalah kandungan minyak yang dihasilkan dari bagian tanaman, bersifat mudah menguap pada suhu kamar, berbau wangi khas tidak larut dalam air tetapi larut dalam bahan organik. Prinsip metode Contoh dipotong-potong kecil, dimasukkan ke dalam labu didih. Tambahkan air dan didihkan. Selanjutnya labu didih disambung dengan alat destilasi “Dean – Stark”.
65
Bahan kimia 1. Aquadest 2. Bumbu dan rempah-rempah Peralatan 1. Timbangan analitik 2. Labu didih berkapasitas 1 liter 3. Alat destilasi “Dean – Stark” Cara kerja 1. Timbanglah dengan teliti mendekati 1 gram, kira-kira 35 – 40 gram cuplikan yang telah dipotong kecil-kecil sebelumnya dan masukkan ke dalam labu didih. 2. Tambahkan air sampai seluruh cuplikan terendam dan tambahkan kedalamnya sejumlah batu didih. Contoh dipotong-potong kecil, dimasukkan kedalam batu didih. Tambahkan air dan didihkan. Selanjutnya labu didih disambung dengan alat destilasi “Dean – Stark”. 3. Sambunglah labu didih dengan alat “Dean – Stark” sehingga dapat digunakan untuk pekerjaan destilasi dan panaskanlah labu didih tersebut beserta isinya. Penyulingan dihentikan bila tidak ada lagi butir-butir minyak yang menetes bersama-sama air atau bila volume minyak dalam penampung tidak berubah selama beberapa waktu.
Cara Menyatakan Hasil Kadar minyak atsiri
dapat ditentukan berdasarkan perhitungan sebagai
berikut : Kadar min yak atsiri (%) =
ml min yak yang dibaca × 100 berat cuplikan (1 − kadar air )
66
Lampiran 3. Prosedur Analisa Sifat Fisika Kimia Minyak Akar Wangi (SNI 06-2386-2006) a. Penentuan warna Prinsip Metode ini didasarkan pada pengamatan visual dengan menggunakan indra penglihatan langsung, terhadap contoh minyak akar wangi. Peralatan 1. Tabung reaksi kapasitas 15 ml atau 20 ml; 2. Pipet gondok atau pipet berskala kapasitas 10 ml; 3. Kertas atau karton berwarna putih ukuran 20 cm x 30 cm. Prosedur 1. Pipet 10 ml contoh minyak akar wangi 2. Masukkan kedalam tabung reaksi, hindari adanya gelembung udara 3. Sandarkan tabung reaksi berisi contoh minyak akar wangi pada kertas atau karton berwarna putih. 4. Amati warnanya dengan mata langsung, jarak pengamatan antara mata dan contoh 30 cm
b. Penentuan Bau Prinsip Metode ini didasarkan pada pengamatan visual dengan menggunakan indra penciuman langsung, terhadap contoh minyak akar wangi. Penyajian hasil uji Hasil uji yang disajikan harus sesuai dengan warna contoh minyak akar wangi yang diamati. Apabila contoh minyak akar wangi yang diamati berwarna kuning muda, maka warna contoh minyak akar wangi dinyatakan kuning muda.
67
c. Penentuan Bobot Jenis Prinsip Perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Peralatan 1. Neraca analitik dengen ketelitian 0,001 g; 2. Penangas air yang diperlengkapi dengan thermostat; 3. Piknometer berkapasitas 5 ml. Cara kerja 1. Cuci dan bersihkan piknometer, kemudian basuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter. 2. Keringkan bagian dalam piknometer tersebut dengan arus udara kering dan sisipkan tutupnya 3. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m) 4. Isi piknometer dengan air suling sambil menghindari adanya gelembunggelembung udara. 5. Celupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ± 0,2 oC selama 30 menit 6. Sisipkan penutupnya dan keringkan piknometernya 7. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian timbang dengan isinya (m1) 8. Kosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol dan dietil eter, kemudian keringkan dengan arus udara kering. 9. Isilah piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembunggelembung udara 10. Celupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20 oC ± 0,2 oC selama 30 menit. Sisipkan tutupnya dan keringkan piknometer tersebut. 11. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m2).
68
Penyajian hasil uji 20 Bobot jenis = d 20 =
m2 − m m1 − m
dengan keterangan: m, adalah massa piknometer kosong (g); m1, adalah massa, piknometer berisi air pada 20oC (g); m2, adalah massa, pikonometer berisi contoh pada 20oC (g).
d. Penentuan indeks bias Prinsip Metode ini didasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap. Bahan kimia • Air suling Peralatan 1. Refraktometer; 2. Penangas air; 3. Lampu natrium. Cara kerja 1. Alirkan air melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu saat pembacaan akan dilakukan 2. Suhu harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,2 oC 3. Sebelum minyak ditaruh di dalam alat, minyak tersebut harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan 4. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil Penyajian hasil uji
Indeks
bias = n Dt1 + 0 , 0004 (t 1 − t )
Dengan:
n Dt 1
adalah pembacaan yang dilakukan pada suhu pengerjaan ;
n Dt
adalah indeks bias pada suhu 20o;
69
t1
adalah suhu yang dilakukan pada suhu pengerjaan;
t
adalah suhu referensi (20oC);
0.0004 adalah faktor koreksi untuk indeks bias.
e. Penentuan kelarutan dalam etanol Prinsip Kelarutan minyak akar wangi dalam etanol absolut atau etanol 95 % membentuk larutan yang bening dan cerah dalam perbandingan-perbandingan seperti yang dinyatakan. Bahan kimia 1. Etanol 95 % 2. Larutan pembanding (dibuat baru) Dengan menambahkan 0,5 ml larutan perak nitrat (AgNO3) 0,1 N ke dalam 50 ml larutan natrium khlorida (NaCl) 0,0002 N dan dikocok. Tambahkan satu tetes asam nitrat (HNO3) encer (25 %) dan amati setelah 5 menit. Lindungi terhadap sinar matahari langsung. Peralatan 1. Gelas ukur 50 ml; 2. Gelas ukur tertutup 10 ml atau 25 ml. Cara kerja 1. Tempatkan 1 ml contoh minyak dan diukur dengan teliti di dalam gelas ukur yang berukuran 10 ml atau 25 ml 2. Tambahkan etanol 95 %, setetes demi setetes. Kocoklah setelah setiap penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang sebening mungkin pada suhu 20 oC 3. Bandingkanlah kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan pembanding, melalui cairan yang sama tebalnya, bila larutan tersebut tidak bening. Penyajian hasil uji Hasil uji dinyatakan sebagai berikut: Akan membentuk larutan jernih atau opalesensi ringan, apabila ditambahkan etanol sebanyak maksimum sepuluh kali volume contoh.
70
f. Penentuan bilangan asam Prinsip Asam-asam bebas dinetralkan dengan larutan terstandar kalium hidroksida etanol. Bahan kimia 1. Etanol 95 % (v/v) pada 20oc, yang dinetralkan dengan larutan kalium hidroksida (KOH) dengan menggunakan indikator fenolftalein (pp); 2. Fenolftalein (pp), larutan 0,4 g/l dalam etanol 20 % (v/v) yang telah dinetralkan; 3. Larutan kalium hidroksida (KOH) 0,1 N dalam etanol yang telah distandardisasi. Peralatan 1. Neraca analitik dengan ketelitian 0,001 g; 2. Labu penyabunan kapasitas 250 ml, yang dilengkapi dengan pendingin refluks; 3. Buret dengan skala terbagi dalam seper sepuluh milimeter. Cara kerja 1. Timbang 4g ± 0,05 g contoh minyak, larutkan dalam 5 ml etanol netral pada labu saponifikasi penyabunan 2. Tambahkan 5 tetes larutan fenolftalein sebagai indikator 3. Titrasi larutan tersebut dengan kalium hidroksida 0,1 N sampai warna merah muda Penyajian hasil uji Bilangan asam =
56,1 × V × N m
dengan keterangan: 56,1 adalah bobot setara KOH; V
adalah volume larutan KOH yang diperlukan (ml);
N
adalah normalitet larutan KOH (N);
m
adalah massa contoh yang diuji (g).
71
g. Penentuan bilangan ester Prinsip Penyabunan ester-ester dengan larutan KOH alkohol berlebihan. KOH dititrasi kembali dengan asam klorida (HCl). Ester-ester dihidrolisis dengan larutan standar kalium hidroksida berlebih pada kondisi panas. Kelebihan alkali ditetapkan dengan titrasi kembali dengan asam klorida.
Bahan kimia 1. Etanol 95 % (v/v) yang baru dinetralkan dengan larutan alkali, dengan menggunakan larutan indikator fenolftalein (pp); 2. Larutan kalium hidroksida (KOH) 0,5 N dalam etanol; 3. Larutan standar volumetri asam klorida (HCL) 0,5 N; 4. Larutan fenolftalein (pp) 1% dalam etanol.
Peralatan 1. Labu penyabunan, terbuat dari gelas dengan leher kaca asah yang tahan terhadap alkali, berkapasitas 250 ml, dapat dilengkapi dengan sebuah pipa kaca, panjangnya paling sedikit 1 m, dan diameter sebelah dalam 1 cm, yang digunakan sebagai kondensor refluks atau bila perlu sebagai pendingin refluks. Pasanglah tabung berisi penyerap karbon dioksida pada pendingin selama pendinginan; 2. Gelas ukur 5 ml; 3. Buret standar 50 ml; 4. Pipet standar 25 ml; 5. Penangas air.
Cara kerja a) Pengujian blanko 1. Isi labu penyabunan dengan beberapa potong batu didih atau porselen, lalu tambahkan 25 ml larutan kalium hidroksida 0,5 N dalam alkohol 2. Refluks dengan hati-hati di atas penangas air mendidih selama 1 (satu) jam setelah larutan mendidih. Diamkan larutan hingga menjadi dingin. 3. Lepaskan kondensor refluks dan tambah 5 tetes larutan fenolftalein dan kemudian titrasi dengan HCl 0,5 N sampai diperoleh perubahan warna.
72
b) Pengujian contoh 1. Timbang contoh 4 g ± 0,05 g dan masukkan ke dalam labu, tambahkan 25 ml kalium hidroksida 0,5 N dan batu didih. 2. Refluks diatas penangas air selama 1 jam 3. Lepaskan kondensor refluks, tambahkan 5 tetes larutan fenolftalein, dan titrasi dengan HCl 0,5 N sampai diperoleh perubahan warna
Penyajian hasil uji Bilangan ester (E) dihitung dengan rumus:
E=
56,1(V1 − V0 )N m
dengan keterangan: 56,1 adalah bobot setara KOH; V1
adalah volum HCl yang digunakan dalam penentuan blanko (ml);
Vo
adalah volume HCl yang digunakan untuk contoh (ml);
m
adalah massa dari contoh yang diuji (g);
N
adalah normalitet HCl (N).
h. Penentuan bilangan ester setelah asetilasi Prinsip Asetilasi minyak atsiri oleh anhidrida asetat dengan adanya natrium asetat. Isolasi dan pengeringan minyak atsiri yang terasetilasi tersebut. Penentuan bilangan ester setelah asetilasi. Perhitungan kadar alkohol bebas, dengan memperhatikan bilangan ester minyak sebelum asetilasi
Peralatan 1. Alat destilasi, termasuk sebuah labu asetilasi berdasar bundar dengan leher kaca asah berkapasitas 100 cm³, dilengkapi dengan sebuah pipa kaca untuk bertindak sebagai pendingin reflaksi, panjangnya paling sedikit 1 m dan diameter sebelah dalam paling sedikit 10 m. 2. Gelas ukur kapasitas 10 cm³ dan 50 cm³. 3. Alat pemanas yang sesuai untuk mendidihkan, tanpa terjadinya pemanasan setempat yang berlebih. 4. Corong pemisah berkapasitas 250 ml.
73
5. Alat penyabunan, termasuk labu kaca tahan alkali berkapasitas 100 sampai 200 ml, yang dilengkapi dengan sebuah pipa kaca untuk bertindak sebagai pendingin refluks. Pasanglah tabung penyerap karbon dioksida pada pendingin selama pendinginan. 6. Buret berkapasitas sedikitnya 20 ml.
Bahan kimia 1. Asam asetat anhidrat 98% sampai 100% untuk analisa. 2. Natrium asetat anhidrat, baru dilebur dan dihaluskan. 3. Natrium khlorida, larutan jenuh. 4. Natrium karbonat/natrium khlorida, larutan mengandung 20 g natrium karbonat anhidrat per liter, dijenuhkan dengan natrium khlorida 5. Magnesium sulfat, anhidridat netral, baru dipijarkan dan dihaluskan, sebagai pengganti dapat juga digunakan natrium sulfat 6. Kertas lakmus fenolftalein, larutan 2 g fenolftalein per liter 95% (v/v) etanol yang dinetralkan pada 25°c 7. Kalium hidroksida 0,1 n dalam 95% (v/v) etanol 8. Larutan hidroksida 0,5 n dalam 95% (v/v) etanol 9. Asam khlorida 0,5% n
Prosedur pengujian 1. Campurkan kira-kira 10 ml contoh minyak, 10 ml asam asetat anhidrat dan 2 g natrium asetat anhidrat dalam labu asetilasi. Tambahkan potonganpotongan kecil batu apung atau porselen dan lengkapilah labu tersebut dengan pendingin reflaksinya. 2. Panaskan labu dengan alat pemanas dan refluks cairan dengan hati-hati selama 2 jam. Biarkan menjadi dingin. 3. Tambahkan 50 ml air suling dan panaskan pada suhu antara 40°C-50°C selama 15 menit, menggunakan alat pemanas dan sering dikocok. Dinginkan sampai suhu kamar. 4. Tanggalkan pipa refluks dan pindahkan cairan ke dalam corong pemisah lalu bilas labu dua kali masing-masing dengan 10 ml air suling, dan tambahkan air pencucian ini ke dalam isi corong pemisah. Tunggu sampai cairan memisah dengan sempurna, kemudian buanglah lapisan airnya.
74
5. Cuci lapisan minyak dengan jalan menggosok berurut-turut dengan 50 ml larutan natrium khlorida, 50 ml larutan natrium karbonat/natrium khlorida, 50 ml larutan natrium khlorida, 20 ml air suling. 6. Kocok dengan baik minyak atsiri yang terasetilasi ini dengan larutan larutan jenuh tersebut kemudian hati-hati dengan air suling sedemikian rupa sehingga bila pencucian telah dilakukan dengan baik minyak itu netral terhadap kertas lakmus (pH7). 7. Pindahkan lapisan minyak ke dalam sebuah tabung yang kering dan kocoklah beberapa kali selama 15 min dengan sedikitnya 3 g magnesium sulfat anhidrat. Saringlah minyak yang sudah dikeringkan itu. Ulangi pengocokan dengan 3 g magnesium sulfat berikutnya sampai minyak yang terasetilasi ini bebas dari air. 8. Timbanglah sampai ketelitian 0,5 mg minyak atsiri yang terasetilasi sebanyak 2 g dan tambahkan 2 ml air suling dan 0,5 ml larutan fenolptalein. 9. Tambahkan 25 ml larutan etanol kalium hidroksida 0,5 N. Didihkan campuran tersebut dalam pendingin refluks diatas penangas air selama 1 jam, kemudian dinginkan dengan cepat, dengan menambhkan 20 ml air suling dan titrasi kelebihan alkali dengan larutan asam khlorida 0,5 N.
Penyajian hasil uji Pertama-tama hitunglah bilangan ester dari minyak atsiri.
Bilangan ester setelah asetilasi =
28,05(a − b ) c
dengan keterangan: a
adalah volume dalam ml dari larutan HCl 0,5 N yang digunakan untuk menitrasi blanko;
b
adalah volume dalam ml larutan dari larutan HCl 0,5 N yang digunakan untuk menetralisasi penentuan contoh;
c
adalah berat contoh minyak dalam g setelah asetilasi.
75
i. Penentuan alkohol bebas sebagai vetiverol Senyawa-senyawa alkohol bebas sebagai vetiverol dihitung dari bilangan ester setelah asetilasi dan sebelum asetilasi Kadar vetiverol
Kadar vetiverol =
M (E2 − E1 ) 561 − 0,42E2
dengan keterangan: M
adalah bobot molekul vetiverol
E1
adalah bilangan ester setelah asetilasi
E2
adalah bilangan ester sebelum asetilasi
76
Lampiran 4. Recovery minyak pada penyulingan tekanan konstan Recovery minyak (%) jam ke4 5 6 7 8.64 8.73 5.03 5.44
1 bar
Berat Bahan 3.35
Kadar Air 10
Bahan Kering 3.018
Kadar Minyak 3.8
1 12.29
2 18.88
3 13.55
2 bar
3.2
9.25
2.9095
3.6
22.07
21.81
14.20
9.60
7.37
3.75
3 bar
3.55
7.5
3.285
3.9
28.18
21.10
18.75
6.84
4.64
3.67
1 bar
Berat Bahan 3.35
Kadar Air 10
Bahan Kering 3.018
Kadar Minyak 3.8
1 12.29
2 31.17
Akumulasi Recovery minyak (%) jam ke3 4 5 6 7 44.71 53.36 62.08 67.12 72.55
8 76.30
9 78.31
2 bar
3.2
9.25
2.9095
3.6
22.07
43.89
58.09
67.69
75.05
78.81
84.69
87.26
88.88
3 bar
3.55
7.5
3.285
3.9
28.18
49.28
68.03
74.87
79.52
83.19
86.51
88.93
90.37
8 4.11
9 3.23
Tekanan
Tekanan
Total
8 3.74
9 2.01
78.31
5.88
2.58
1.62
88.88
3.32
2.42
1.44
90.37
Lampiran 5. Recovery minyak pada penyulingan tekanan bertahap tanpa pengaturan laju alir uap Berat Bahan 3.10
Kadar Air 11.25
Bahan Kering 2.75
Kadar Minyak 3.65
1 22.67
Berat Bahan 3.10
Kadar Air 11.25
Bahan Kering 2.75
Kadar Minyak 3.65
1 22.67
2 17.28
2 39.96
3 13.32
Recovery minyak (%) Jam ke4 5 6 11.60 8.58 6.90
7 4.88
Akumulasi Recovery minyak (%) jam ke3 4 5 6 7 53.28 64.88 73.46 80.36 85.24
8 89.35
Total 92.58
9 92.58
77
Lampiran 6. Recovery minyak pada penyulingan dengan tekanan bertahap dan laju alir uap konstan Recovery minyak wb Fraksi Total 1 2 3 29.06 28.33 19.20 76.60
Akumulasi recovery minyak wb Fraksi 1 2 3 29.06 57.40 76.60
3
29.51
29.39
24.15
83.05
29.51
58.90
83.05
3.3
39.58
38.02
12.81
90.42
39.58
77.60
90.42
Kode
Laju
Berat Bahan
Kadar Air
Bahan Kering
Kadar Minyak
V1
1 lt/ jam
3
10.75
2.68
3.1
V2
1,5 lt/jam
3
10
2.7
V3
2 lt/jam
3
8.83
2.74
Lampiran 7. Recovery minyak pada penyulingan dengan tekanan dan laju alir uap bertahap
Kode
V4
Laju
Bertahap
Berat Bahan
Kadar Air
Bahan Kering
Kadar Minyak
4
9.5
3.615
3.3
1 21.88
Recovery minyak wb Fraksi 2 3 25.42
25.73
Total 73.03
Akumulasi recovery minyak wb Fraksi 1 2 3 21.88
47.30
73.03
78
Lampiran 8. Laju alir uap pada penyulingan tekanan konstan
Tekanan
Laju Alir Uap
Berat Bahan
Kadar Air
Bahan Kering
Kadar Minyak
1
2
3
Laju Alir Uap (l/j/kg) jam ke4 5 6
1 bar
-
3.35
10
3.02
3.8
3.11
2.88
2.78
2.74
2.83
2 bar
-
3.2
9.25
2.91
3.6
3.04
2.79
2.56
2.46
3 bar
-
3.55
7.5
3.29
3.9
2.62
2.39
2.31
2.44
7
8
9
Ratarata
2.61
2.74
2.70
2.91
2.81
3.07
2.51
2.44
2.77
2.81
2.87
2.34
2.22
2.30
2.56
2.54
2.41
7
8
9
Ratarata
2.88
2.81
2.28
2.81
Lampiran 9. Laju alir uap pada penyulingan tekanan bertahap tanpa pengaturan laju alir uap Tekanan
Laju Alir Uap
Berat Bahan
Kadar Air
Bahan Kering
Kadar Minyak
1
2
3
Bertahap
-
3.1
11.25
2.75
3.65
3.17
3.10
2.99
Laju Alir Uap (l/j/kg) jam ke4 5 6 2.92
2.69
2.52
79
Lampiran 10. Laju alir uap pada penyulingan dengan tekanan bertahap dan laju alir uap konstan Tekanan
Laju Alir Uap
Berat Bahan
Kadar Air
Bahan Kering
Kadar Minyak
1
2
3
Laju Alir Uap (l/j/kg) jam ke4 5 6
Bertahap
1 l/j/kg
3
10.75
2.6775
3.1
1.01
1.03
1.07
1.03
1.04
Bertahap
1,5 l/j/kg
3
10
2.7
3
1.40
1.57
1.55
1.49
Bertahap
2 l/j/kg
3
8.83
2.735
3.3
2.02
2.03
2.00
2.02
7
8
9
Ratarata
1.04
1.05
1.03
1.04
1.04
1.53
1.44
1.51
1.53
1.42
1.49
2.00
2.00
2.05
1.89
1.86
1.99
7
8
9
Ratarata
1.93
2.06
2.03
1.61
Lampiran 11. Laju alir uap pada penyulingan dengan tekanan dan laju alir uap bertahap Tekanan
Laju Alir Uap
Berat Bahan
Kadar Air
Bahan Kering
Kadar Minyak
1
2
3
Bertahap
Bertahap
4
9.5
3.615
3.3
1.09
1.05
1.41
Laju Alir Uap (l/j/kg) jam ke4 5 6 1.47
1.53
1.95
80
Lampiran 12. Mutu minyak pada penyulingan dengan tekanan bertahap dan laju alir uap konstan
Kode
1
Bobot jenis Fraksi 2
3
Laju
1
Indeks Bias Fraksi 2
3
1
Bil. Asam Fraksi 2
3
1
Bil. Ester Fraksi 2
3
V1
1 lt/ jam
0.9972
1.0163
1.0427
1.5228
1.5260
1.5267
3.34
4.87
6.67
4.05
6.52
14.26
V2
1,5 lt/jam
1.0004
1.0107
1.0305
1.5228
1.5251
1.5258
4.23
6.55
7.79
8.02
12.54
19.13
V3
2 lt/j kg bh
1.0022
1.0157
1.0328
1.5229
1.5254
1.5267
6.90
7.15
8.38
8.66
14.97
20.69
3 16.40
Lampiran 13. Mutu minyak pada penyulingan dengan tekanan dan laju alir uap bertahap
Kode
V4
1
Bobot jenis Fraksi 2
3
0.9993
1.0235
1.0394
Laju
Bertahap
1
Indeks Bias Fraksi 2
3
1.5233
1.5257
1.5264
1
Bil. Asam Fraksi 2
3
1
Bil. Ester Fraksi 2
2.78
5.26
7.27
5.19
9.86
81
Lampiran 14. Hasil Kromatografi Gas Spektrometri Massa Minyak Akar Wangi pada Penyulingan Menggunakan Tekanan Bertahap dan Laju Alir Uap 2 l/j/kg bahan Fraksi 1
No. RT
Area (%)
1
8.59
0,78
2
8.90
0,23
4
9.63
5 6
Dugaan Komponen
Fraksi 2
Fraksi 3
Qual
RT
Area (%)
Dugaan Komponen
Qual
cis-tricyclo[7.5.0.0(2,8)tetra….
70
8.57
0,28
6-N-Butyl-1,2,3,4-tetrahydronap.
87
alpha-cendrene
96 9.09
0,28
1-acetamidobenzocyclobutene
35
0,43
alpha-terpinolene
92
9.79
0,18
alpha-gurjunene
95
9.92
0,33
aromadendrene
86
7
10.11
0,40
(E)-3,5-dimethyl-2-(1'-propenyl…
78
8
10.37
0,81
5-epiprezizaene
60
10.35
0,27
aromadendrene
68
10
10.48
1,18
khusimene
78
10.45
0,26
khusimene
70
11
10.65
0,30
alpha-gurjunene
96 10.68
0,28
2-cyclohexen-1one,3-(1,3-buta….
38
10.88
0,65
phenol,2-methoxy-4-(2-propen…
42
3
9
12 13 14 15
10.90
1,36
trans-isolimonene
70
16
11.06
0,32
1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a.
96
17
11.24
0,90
alpha-muurolene
97
18 19
11.43
4,75
aromadendrenepoxide-(II)
11.76
0,54
benzene,1-(1,5-dimethyl-4-hex…
0,31
alpha-muurolene
90
2,36
benzene,1-(2-butenyl)-2,3-dimet..
64
11.73
0,47
ar-curcumene
64
38
20 21
11.23 11.39
86
RT
Area (%)
Dugaan Komponen
Qual
9.09
1,26
s-triazolo[4,3-a]pyridine,3,5,…
43
10.40
0,87
benzene,,1,2,4,5-tetraethyl-..
96
10.68
0,61
benzene tetraethyl
60
10.81
0,80
5-acetyl-4-methyl-benzimida…
80
11.36
1,37
benzene,1-(2-butenyl)-2,3-di..
90
82
Lanjutan Lampiran 14… No.
Fraksi 1 Dugaan Komponen
Fraksi 3
Fraksi 2
RT
Area (%)
Qual
RT
Area (%)
22
11.84
0,25
delta-cadinene
86
23
11.97
0,91
benzene,1-(1,5-dimethyl-4-hex…
53
11.94
0,46
benzene,1-(1,5-dimethyl-4-hex..
53
24
12.07
0,66
beta-guaiene
98
25
12.23
0,22
delta-cadinene
99
26
12.36
0,35
27
12.52
0,95
4,4-dimethyl-3-(3-methyl-2-but…. 2H-benzocyclohepten-2one,3,4,….
64
12.36
0,95
78
97
12.49
0,29
4,4-dimethyl-3-(3-methyl-2-but…. 2H-benzocyclohepten-2one,3,4,….
28
12.69
0,46
calacorene
72
29
12.83
2,69
1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a.
96
12.81
2,19
1H-cyclopropa[a]naphthalen,1a.
96
30
12.98
0,45
2-(alpha-methylstyryl)thiophe…
90
12.98
0,58
methyl-2-methylene-3-(4-meth…
87
13.09
1,27
1H-cyclopropa[a]naphthalen,1a.
95
13.15
2,18
beta-eudesmol
93 13.28
0,73
2-hexyl furan
30
34
13.31
1,07
4-methyl-endo,exo-te….
30
35
13.45
0,44
bicyclo[2.2.1]hept-2-ene,1-met…
58
36
13.62
0,66
1-deoxycapsidiol
35 13.67
0,44
(3E,5E,8E)-3,7,11-trimethyl-1,3…
47
38
13.71
0,76
beta-eudesmol
38
39
13.91
3,22
khusimone
86
13.85
1,97
khusimone
89
40
14.01
1,41
alpha-longipinene
91
41
14.28
3,60
fonenol
64 14.30
2,10
beta-guaiene
90
31 32 33
37
42 43
14.56
1,18
junipene
Dugaan Komponen
Qual
Area (%)
Dugaan Komponen
Qual
12.33
1,54
4,4-dimethyl-3-(3-methyl-2-bu.
90
12.78
1,06
1H-cyclopropa[a]naphthalen,..
98
13.07
1,16
1H-cyclopropa[a]naphthalen,..
90
14.70
2,21
5-isopropenyl-2,3-dimethyl-2..
50
87
72
44 45
RT
14.71
2,02
guaiyl acetate
12
83
Lanjutan Lampiran 14… No.
46
Fraksi 1 RT
Area (%)
14.76
2,21
Dugaan Komponen agaruspirol
Qual
14.91
2,28
caryophyllene oxide
RT
Area (%)
14.87
1,44
Dugaan Komponen
Qual
ledenoxide
51
15.27 9,32
sinularene
8,75
beta-patchoulene
15.59 7,53
volgarol A
57 58
15.92
0,72
aromadendrene
84
59
6,00
vulgarol A
16.05
2,50
spathulenol
51
61 1,00
delta-selinene
15.88
1,24
tricyclo[4.3.0.0(7,9)]non-3-ene….
41
16.01
1,83
dehydroaromadendrene
84
55
15.20
1,67
valencene
90
15.49
2,62
zizanol
46
15.84
1,13
isospathulenol
25
16.31
1,89
(1S,7R)-1,4,4,7-tetramethyl...
58
16.35
2,14
gamma-selinene
60
16.61
3,17
dimethyl-1,2-dicyano-3-methyl-…
90
16.55
1,20
gamma-cadinene
95
16.97
13,45
cyclopropan emethanol
90
17.73
3,95
5-methyl-5,8-dihydro-1,4-nap.
87
90
63 64 65
16.64
3,23
dimethyl-1,2-dicyano-3-methyl-…
90
66
17.17
17.21
cyclopropan emethanol
25
17.12
22,32
cyclopropan emethanol
25
67
17.38
1,38
1-(2'-ethenyl-1'-cyclohexenyl)-…
78
17.37
2,03
diepipalustrol
53
68
17.63
0,73
2-naphthalenecarboxylic acid,8…
60
69
8(15)-cendren-9-ol
52
60
16.38
2,31
35
56
62
15.03
78
54 15.66
Qual
78
53
55
Dugaan Komponen
46
50
15.32
Area (%)
70
49
52
RT
46
47 48
Fraksi 3
Fraksi 2
84
Lanjutan Lampiran 14… No.
Fraksi 1 RT
Area (%)
Dugaan Komponen
Fraksi 3
Fraksi 2 Qual
70
RT
Area (%)
Dugaan Komponen
Qual
17.78
2,37
2-isopropylidenedihydrobenzof….
64
71 72
17.97
4,91
valerenol
18.00
4,55
valerenol
86
74
18.19
0,56
valerenol
38
89
18.32
2,44
(3E)-5-isopropylidene-2,7-dime…
90
80
18.52
2,66
4-(1-cyclohexenyl)-2-trimethyl..
72
18.63
1,70
2,10-dimethyl-7-isopropenyl-…
55
75 76
18.33
1,25
77
18.53
1,35
4-(1-cyclohexenyl)-2-trimeth….
78 79
Area (%)
Dugaan Komponen
Qual
17.89
1,39
trans-6,11-dimethyl-3,8-oxo…
64
18.25
1,73
Nootkatone
90
18.43
2,60
4-(1-cyclohexenyl)-2-trimet.
64
18.56
3,06
2-ethyl-4,6-dimethylindane
59
86
73
(3E)-5-isopropylidene-2,7dimethyl…
RT
80
18.66
1,01
(E,Z)-2-acetyl-5-[beta-(2-fu…
64
81
18.98
3,15
beta-gamma-nootkatone
70
18.98
6,03
beta-gamma-nootkatone
89
18.89
7,29
beta-gamma-nootkatone
64
82
19.43
5,40
khusenic acid
90
19.49
10,79
khusenic acid
90
19.55
34,45
khusenic acid
90
83
19.88
0,29
khusenic acid
90
19.95
4,77
khusenic acid
90
20.68
0,22
patchoulene
46 20.71
0,91
9-propyl-9-borabicyclo[3.3.1…
46
39.47
3,26
hymenoquinone diacetate
90
41.15
1,41
4-methyl-6,7,8,9-tetrahydro…
86
84 85 86 87 88
39.47
0,35
cyclohepta[f]thieno[2,3-b]pridin…
72
39.48
1,35
cyclohepta[f]thieno[2,3-b]pridin…
64
39.82
0,42
4-flouro-4'-methoxyphenyl
50
85
Lampiran 15. Hasil Kromatografi Gas Spektrometri Massa Minyak Akar Wangi pada Penyulingan Menggunakan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
No. RT
%Area
Dugaan Komponen
Qual
2
8.59
1,07
5-N-butyl-1,2,3,4-tetrahydonaph..
70
3
8.89
0,23
alpha cendrene
96
4
9.01
0,06
benzene,4-ethyl-1,2-dimethyl-..
91
6
9.62
0,49
acoradiene
95
7
9.78
0,19
zingiberene
94
1
5
8 9
9.92
0,36
alpha copaene
83
10
10.11
0,44
(E)-3,5-dimethyl-2-(1'-propenyl…
78
11
10.37
0,87
5-epiprezizaene
92
RT
%Area
Dugaan Komponen
Qual
8.57
0,31
6-N-butyl-1,2,3,4-tetrahydonaph..
78
9.09
0,31
pyrazine,isopropenyl
35
9.91
0,16
germacrene d
89
12 10.45
13 14
10.48
1,27
khusimene
89
15
10.64
0,32
beta guaiene
95
0,51
khusimene
10.68
0,27
2-cyclohexyl-5,5-dimethyl-1-hex…
20 21
10.88
1,36
trans-isolimonene
Dugaan Komponen
Qual
9.09
1,11
1-amino-2-cyano-4-methylene-1..
38
10.40
0,63
benzene,1,2,4,5-tetraethyl-..
96
10.67
0,50
benzene,tetraethyl
70
10.81
0,75
2,2,6,7-tetramethylbicyclo[…
46
72
18 19
%Area
89
16 17
RT
10.85
0,71
phenol,2-methoxy-4-(2-propenyl…
70
11.04
0,21
9,10-dehydro isolongifolene
90
70
86
Lanjutan Lampiran 15… No.
22
Fraksi 1 RT
%Area
Dugaan Komponen
Qual
11.06
0,38
1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a.
96
23 24
11.24
0,85
alpha muurolene
Fraksi 3
Fraksi 2 RT
%Area
11.21
0,31
Dugaan Komponen
cycloisosativene
Qual
11.39 5,32
cyclooctane,4-methylene-6-(1-p…
29 11.76
0,60
32
11.85
0,31
33
11.98
34
12.08
35
12.23
benzene,1-(1,5-dimethyl-4hexe…
2,28
naphthalene,1,2,3,4-tetrahydro..
86
1,06
delta cadinene benzene,1-(1,5-dimethyl-4hexe…
0,60
beta guaiene
95
0,27
delta cadinene
98
0,38
4,5-dehydro isolongifolene
53
64
38 39
12.52
0,81
2H-benzocyclohepten-2one,3,4,…
12.69
0,48
calacorene
11.73
0,45
benzene,1-(1,5-dimethyl-4-hexe…
49
11.83
0,20
para cymenene
55
11.95
0,44
benzene,1-(1,5-dimethyl-4-hexe…
46
12.36
1,00
trans-6,11-dimethyl-3,8-oxometh…
90
12.49
0,28
2H-benzocyclohepten-2-one,3,4,…
83
12.66
0,20
naphthalene,1,2-dihydro-1,1-6-..
64
43
12.81 12.86
3,62
1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a.
90
11.72
0,34
4-methyl-6,7,8,9tetrahydronaph…
90
12.33
1,32
4,4-dimethyl-3-(3-methyl-2bute…
83
12.78
1,33
1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a.
95
78
42
44
benzene,1-(2-butenyl)-2,3-dime..
95
40 41
1,53
70
36 12.36
11.36
83
31
37
Qual
44
28
30
Dugaan Komponen
95
26 11.43
%Area
93
25
27
RT
96
1,98
1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a….
95
87
Lanjutan Lampiran 15… No.
Fraksi 1 RT
%Area
12.98
0,63
13.17
50
Dugaan Komponen
Fraksi 3
Fraksi 2 Qual
RT
%Area
Dugaan Komponen
Qual
4,5,9,10-dehydro isolongifolene
93
12.98
0,60
methyl-2-methylene-3-(4-methylp…
93
13.09
1,31
1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a….
95
2,41
beta eudesmol
84 13.28
0,72
cyclohexane,1,2-dibromo-,trans…
35
13.31
1,22
4-methyl-endo,exo-te….
42
51
13.45
0,52
17-octadecen-14-ynoic acid,me…
80
52
13.64
0,79
isospathulenol
44 13.67
0,49
(E)-1,4,5,6,7,7a-hexahydro-7a…
38
13.73
0,80
delta guaiene
41
45 46 47 48 49
53 54 55
13.85
56 57
13.93
4,83
silane,diazidomethylphenyl
2,14
khusimone
14.29
3,78
alloaromadendrene
14.56
1,27
junipene
64
14.30
2,11
allo aromadendrene
86
14.51
0,43
cyclooctane,4-methylene-6-(1-p…
63 14.77
2,39
agaruspirol
45
14.73
2,10
2,3-dehydro-alpha isomethylio
25
66
68
14.87 14.92
2,47
vulgarol A
12.95
0,45
methyl-2-methylene-3-(4-methyl..
93
13.06
1,18
1H-cyclopropa[a]naphthalene,1a.
94
13.84
0,69
alpha longipinene
91
14.27
1,09
junipene
78
14.70
2,00
5-isopropenyl-2,3-dimethyl-2-cy..
38
14.84
0,69
5BH,7B,10A-selina-4(14),11-die..
76
15.03
2,83
alpha costol
45
53
65
67
Qual
84
62
64
Dugaan Komponen
83
60 61
%Area
70
58 59
RT
1,44
(4aS,5R,8S,8aS)-8-isopropyl-5-m…
86
48
88
Lanjutan Lampiran 15… No.
Fraksi 1 RT
%Area
Dugaan Komponen
Fraksi 3
Fraksi 2 Qual
69
RT
%Area
15.09
1,96
Dugaan Komponen germacra-4(15),5E,10(14)-trien-…
Qual
72
15.32
9,87
sinularene
74 15.69
7,95
2-naphthalenecarboxylic acid,8…
15.29
7,06
beta patchoulene
83
15.62
6,23
vulgarol A
45
77
15.89 15.94
0,77
tricyclo[4.3.0.0(7,9)]non-3-ene….
80 16.06
2,55
cadina-1(10),6,8-triene
1,22
clovene
84
16.39
1,03
delta selinene
90
85
16.51
0,32
(3E)-5-isopropylidene-2,7-dimet…
78
16.02
1,87
1,5,9-trimethyl-2-oxatricyclo[7…
83
16.38
2,43
1,2,3,4-tetrahydro-2,3-methano…
78
16.62
3,12
dimethyl-1,2-dicyano-3-methyl-1…
90
86 87 2,80
dimethyl-1,2-dicyano-3-methyl1…
17.18
90
92
17.21
16,84
cyclopropan emethanol
90
15.52
3,22
(3E,5E,8Z)-3,7,11-trimethyl-1,3…
52
15.83
1,02
1-deoxycapsidiol
50
15.98
0,98
zizanyl acetate
38
16.32
2,08
4,5-dimethyl-11-methylenetricyc..
74
16.55
1,45
aromadendrenepoxide
46
17.01
16,76
cyclopropan emethanol
27
17.31
1,23
isospathulenol
41
90
89
91
beta patchoulene
38
83
16.65
2,49
44
82
88
15.22
46
79
81
Qual
45
76
78
Dugaan Komponen
78
73
75
%Area
44
70 71
RT
22,84
cyclopropan emethanol
25
91
89
Lanjutan Lampiran 15… No.
Fraksi 1 Dugaan Komponen
Fraksi 3
Fraksi 2
RT
%Area
Qual
94
17.40
0,67
1-(2'-ethenyl-1'-cyclohexenyl)-…
68
95
17.47
0,67
rishitin
83
96
17.63
0,68
cyclohexanol,1,3,3-trimethyl-2..
50
93
RT
%Area
Dugaan Komponen
Qual
17.38
1,83
1-(2'-ethenyl-1'-cyclohexenyl)-…
78
17.83
2,36
9,10-dehydro isolongifolene
86
18.00
4,06
valerenol
86
97 98 99 100
18.02
3,95
valerenol
87
101
18.19
0,51
valerenol
86
1,09
(3E)-5-isopropylidene-2,7dimethyl…
102 103
18.33
83
18.34
2,19
(3E)-5-isopropylidene-2,7-dimeth…
18.53
1,11
4-(1-cyclohexenyl)-2-trimethyls.
72
18.53
2,45
4-(1-cyclohexenyl)-2-trimethyls.
108
18.65 18.66
0,70
4-(1-cyclohexenyl)-2-trimethyls….
1,89
2,10-dimethyl-7-isopropenyl-bic…
18.98
2,65
beta gamma nootkatone
76
18.99
5,16
beta gamma nootkatone
89
2,02
isokhusenic acid
70
114
19.61
8,51
khusenic acid
83
115
19.98
1,02
1,6-dioxospiro[5.4]decane-2-car…
43
19.38
3,25
khusenic acid
17.74
3,10
3-methyl-1-benzoxepin-5(2H)-..
72
17.90
1,71
trans-6,11-dimethyl-3,8-oxomet..
72
18.26
1,59
Nootkatone
78
18.44
2,43
4-(1-cyclohexenyl)-2-trimethyls
49
18.57
2,40
6,propyltetraline
64
18.90
5,92
beta gamma nootkatone
64
19.64
31,15
khusenic acid
90
20.04
2,50
khusenic acid
60
38
19.22
111 112
Qual
52
109 110
Dugaan Komponen
74
106 107
%Area
81
104 105
RT
83
113
116
90
Lanjutan Lampiran 15… No.
Fraksi 1 RT
%Area
Dugaan Komponen
Fraksi 3
Fraksi 2 Qual
117
RT
%Area
20.71
0,23
Dugaan Komponen patchoulene
Qual
120 121
34.13
0,19
longifolenbromid-I
%Area
Dugaan Komponen
Qual
20.78
0,47
4,hydroxy-2,3-dimethoxy-4-(3-…
41
39.45
2,06
hymenoquinone diacetate
90
41.13
0,99
4-methyl-6,7,8,9-tetrahydronap…
78
46
118 119
RT
38 39.45
0,62
hymenoquinone diacetate
90