DAFTAR PUSTAKA 1.
Sanger, M.J., (2005), Evaluating Students’ Conceptual Understanding of Balance Equations and Stoichiometric Ratios Using a Particulate Drawing, J. Chem. Educ., Vol.82, No.1, pp.131-134, Online: http://www.JCE.DivCHED.org/
2.
Wood, C., and Breyfogle, B., (2006), Interactive Demonstrations for Mole Ratios and Limiting Reagent, J. Chem. Educ., Vol. 83, No.1, pp.741-748, Online: http://www.JCE.DivCHED.org/
3.
Sidauruk, S., (2005), Miskonsepsi Stoikiometri pada Siswa SMA, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vo.VII (2). Online: http://digilib.ums.ac.id/
4.
Gauchon, L., & Měheut, M., (2007), Learning about Stoichiometry: from Students’ Preconceptions to the Concept of Limiting Reactant, Chemistry Education: Research and Practice, Vol.8 (4), pp.362-375. Online: http://www.rsc.org/
5.
Ault, A., (2006), Mole City: A Stoichiometry Analogy, J. Chem. Educ., Vol.83, No. 11, pp. 1587, Online: http://www.JCE.DivCHED.org/
6.
Fach, M., de Boer, T., Parchmann, I., (2007), Result of an Interview Study as Basis for the Development of Stepped Supporting Tools for Stoichiometric Problems, Chemistry Education: Research and Practice, Vol.8 (1), pp.13-31.. Online: http://www.rsc.org/
7.
Schmidt, H.J., & Jigněus, C., (2003), Student’ Strategies in Solving Algorithmic Stoichiometry Problems, Chemistry Education: Research and Practice, Vol.4, pp.305-317. . Online : http://www.rsc.org/
8.
Warsidi, (2002), Analisis Eksplanasi Guru Ditinjau dari Keterampilan Intelektual pada Topik Reaksi Redoks, Tesis PPS UPI, tidak diterbitkan.
9.
Cardellini, L., (2003), An Interview with Hans Jürgen Schmidt, Chemistry Education: Research and Practice, Vol.4(1), pp.11-17. . Online : http://www.uoi.gr/
10. Spiro, R. J., Feltovich, P. J., Jacobson, M. J., & Coulson, R. L. (1992). Cognitive Flexibility, Constructivism, and Hypertext : Random Access Instruction for Advanced Knowledge Acquisition in Ill-Structured Domains. In T. M. Duffy & D. H. Jonassen (Eds.), Online : http://phoenix.sce.fct.unl.pt/
65
11. Spiro, R. J., & Jehng, J. C. (1990). Cognitive Flexibility and Hypertext: Theory and Technology for the Nonlinear and Multidimensional Transversal of Complex Subject Matter. In D. Nix, & R. J. Spiro (Eds.), Cognition, education, and multimedia: Exploring ideas in high technology (pp. 163-205). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. 12. Mehall, S.B., Cognitive Flexibility Theory: Implications for Teaching and Teacher Education, Department of Curriculum and Instruction, Houston, Texas, 77024. Online: http://www.kdassem.dk/didaktik/14-16.htm 13. Yoder, C.H., (1994), Interactive Learning: A Hypertext Introductory Chemistry Text, Project Supported by the NSF Division of Undergraduate Education, J.Chem.Educ, Edited by: Susan H. Hixson & Curtis T. Sears, Vol.71, pp.506. http://www.JCE.DivCHED.org/ 14. Foltz, P.W., (1993), Reader’s Comprehension an Strategies in Hypertext, Unpublished Doctoral Dissertation, The University of Colorado, Boulder, Online: http://www.acm.com/ 15. Denniston, M., (2006), Stoichiometry, Lesson Plan 1, Chemistry for Enabling Student 027, Curtin University of Technology, Online: http://www.uwsp.edu/ 16. Brady, J.E., Russell, W.J., Holum, J.R., (2000), Chemistry Matter and Its Changes, John Willey and Sons, Inc., New York. 17. Bodner, G.M., Rickard, L.H., Spencer, J.N., (1996), Chemistry; Structure and Dynamics, John Wiley and Sons Inc., New York. 18. Chang, R., (2003), Kimia Dasar ; Konsep-Konsep Inti, Jilid 1, Edisi Ketiga, Alihbahasa Muhamad Abdulkadir Martoprawiro dkk, Penerbit Erlangga, Jakarta. 19. Jaude, S.B., and Barakat, H., (2003), Students’ Problem Solving Strategies in Stoichiometry and their Relationships to Conceptual Understanding and Learning Approaches, Electronic Journal of Science Education, Vol.7, No.3. Online: http://ejse.southwestern.edu/ 20. Syuhendri, (2003), Analisis Dokumen Hiperteks Berdasarkan Aspek Wacana Argumentatif dalam Rangka Penggalian Karakteristik Hiperteks Akademis untuk Pembelajaran Lanjut, Tesis PPS UPI, tidak diterbitkan. 21. Kopak, R.W., (1999), Functional Link Typing in Hypertext, ACM Computing Survey, Vol. 4, article no.16, online : http://www.acm.com/
66
22. Spiro, R. J., Feltovich, P. J., Jacobson, M. J., & Coulson, R. L. (1991). Knowledge representation, content specification, and the development of skill in situation-specific knowledge assembly: Some constructivist issues as they relate to cognitive flexibility theory and hypertext. Educational Technology,Vol. 31 (9), pp. 22-25. 23. FTSM UKM, Hiperteks, Hipermedia, Multimedia dan WWW, Presentasi Perkuliahan Bab 7, Online : http://www.ftsm.ukm.my/ 24. Bernstein, M., (1998), Pattern of Hypertext, Center for Computing in the Humanities, King’s College London. 25. Milama, B., (2005), Dasar Wacana Argumentatif dari Hiperteks untuk Mengatasi Konsep-Konsep Rumit Topik Stoikiometri, Pengalihan Teks Menjadi Hiperteks Argumentatif, Tesis PPS UPI, tidak dipublikasikan. 26. Siregar, N.P., et al., (2003), Dasar Wacana Argumentatif dari Hiperteks Ilmiah untuk Meningkatkan Pemanfaatannya oleh Komunitas Akademik, Proposal Hibah Penelitian Tim Pascasarjana UPI, tidak dipublikasikan. 27. McCormack, C., and Jones, D., (1998), Building a Web-Based Education System, John Wiley & Sons, Inc., New York. 28. Surakhmad, W., (1990), Pengantar Penelitian Ilmiah : Dasar-MetodaTeknik, Penerbit Tarsito, Bandung.
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1: Teks Dasar (Teks Masukan) HIPERTEKS STOIKIOMETRI Pengantar Hiperteks Stoikiometri ini merupakan satu media pembelajaran alternatif yang merepresentasikan konsep-konsep kimia dalam topik Stoikiometri dengan menggunakan pendekatan Fleksibilitas Kognitif. Dengan memberi link pada konsep-konsep terkait, diharapkan dapat membantu untuk memahami konsepkonsep stoikiometri. Hiperteks Stoikiometri ini dirancang dengan cara merepresentasikan teks sekuensial dari buku Chemistry Structure and Dynamics (Bodner, 1996 : 23-63 ) serta dilengkapi juga oleh dua teks sekuensial lain yaitu dari buku Chemistry Matter and Its Changes (Brady, 2000 : 97-138) dan Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti (Chang alihbahasa M. Abdulkadir Martoprawiro dkk., 2003 : 57-88 ). Sebagian besar gambar-gambar dan ilustrasi dalam hiperteks ini juga diambil dari ketiga buku tersebut dilengkapi dengan berbagai sumber lain. Semoga bermanfaat
Pendahuluan Pengertian Stoikiometri Stoikiometri (stoy-kee-ah-meh-tree) berasal dari bahasa Greek stoicheion yang berarti unsur dan metron yang berarti pengukuran. Bidang bahasan stoikiometri menyangkut studi kuantitatif, atau pengukuran, yang berhubungan dengan banyaknya unsur dalam senyawa dan dalam reaksi kimia. Secara sederhana, stoikiometri merujuk pada perbandingan unsur dalam molekul dan perbandingan zat dalam reaksi-reaksi kimia. Topik stoikiometri didominasi oleh konsep mol. Dalam hiperteks ini, konsep mol dipandang sebagai jembatan kimia antara dunia makroskopik dan dunia atom.
69
Stoikiometri merupakan konsep yang sangat mendasar, sentral, dan cenderung abstrak dalam ilmu kimia. Konsepnya cukup esensial untuk memahami aspek kualitatif dan kuantitatif dari suatu reaksi kimia, sehingga menjadi dasar untuk menyelesaikan banyak permasalahan dalam kimia.
Daftar Isi Konsep-Konsep dalam Topik Stoikiometri Mol : Penghubung antara Dunia Makroskopik dan Dunia Atom dalam Kimia. •
Tiga dunia dalam kimia.
•
Massa atom.
•
Mol sebagai jembatan kimia.
•
Mol unsur.
•
Pengubahan gram menjadi mol.
•
Rumus kimia.
•
Kesetaraan stoikiometri.
•
Mol senyawa.
•
Hukum kekekalan massa.
•
Persamaan kimia.
•
Tinjauan molekul vs mol.
•
Penyetaraan persamaan kimia.
•
Perbandingan mol dalam persamaan kimia.
•
Tahap perhitungan stoikiometri.
•
Penentuan rumus senyawa.
•
Analisis unsur.
•
Pereaksi pembatas.
•
Hasil teoritis dan persen massa.
•
Reaksi larutan.
•
Pengenceran larutan.
•
Stoikiometri dalam reaksi larutan.
70
Tiga Dunia dalam Kimia Ilmu kimia seringkali dipandang sebagai ilmu yang rumit, terutama oleh para siswa yang baru pertama kali belajar kimia. Kerumitan tersebut disebabkan oleh “bahasa” yang dipakai oleh para kimiawan tidak mudah dipahami. Hal ini terkait dengan adanya tiga dunia yang sangat berbeda di dalam ilmu kimia, yaitu dunia makroskopik (macroscopic), dunia atom (atomic), dan dunia lambang (symbolic). •
Dunia makroskopik Kebanyakan pengukuran dalam percobaan di laboratorium kimia dilakukan dalam skala makroskopik, yaitu skala pengukuran dengan objek yang dapat dilihat oleh mata telanjang. Berbagai botol, tabung, labu, dan gelas ukur yang terdapat di laboratorium kimia dirancang untuk meneliti sampel-sampel dalam jumlah yang cukup banyak. Meskipun ada juga beberapa instrumen canggih yang dapat digunakan untuk menganalisis sampel dalam jumlah yang sangat sedikit, tetapi jumlah sampel tersebut masih dapat dilihat oleh mata telanjang. Sampel-sampel tersebut berada pada skala makroskopik.
•
Dunia atom Meskipun percobaan kimia dilakukan pada zat-zat dalam skala makroskopik, namun kimiawan juga berpikir tentang implikasi percobaan tersebut dalam tingkatan atom atau molekuler, yaitu tentang bagaimana karakteristik dan tingkah-laku dari atom-atom atau molekul yang terjadi selama percobaan berlangsung. Dalam dunia atom ini, air bukan hanya suatu cairan yang membeku pada 0 0C dan mendidih pada 100 0C tetapi setiap molekulnya mengandung dua atom hidrogen dan satu atom oksigen.
•
Dunia lambang Adanya dua dunia yang disebutkan di atas menjadi satu tantangan untuk para siswa yang baru pertama kali mempelajari kimia, bahwa percobaan yang dilakukan dalam skala makroskopik harus diinterpretasikan ke dalam struktur materi pada skala atom. Tugas menjembatani jarak antara dunia makroskopik
71
dan dunia atom ini lebih dipersulit oleh fakta bahwa para kimiawan bekerja juga dalam dunia lambang, dimana mereka menyatakan air dalam lambang H2O dan bahkan mereka menuliskan proses pembentukan air dari hidrogen dan oksigen hanya dengan persamaan sederhana seperti terlihat di bawah ini. 2 H2 + O2 → 2 H2O Tinjauan Tiga Dunia terhadap Air Dalam ilmu kimia, air bisa dipandang menurut tiga dunia. Menurut skala makroskopik, air dipandang sebagai zat cair bening tak berwarna dan bentuknya mengikuti wadah yang ditempatinya. Dalam skala atom, air merupakan suatu molekul senyawa yang mengandung dua atom hidrogen dan satu atom oksigen dalam setiap molekulnya. Sedangkan menurut dunia lambang, air dapat dinyatakan dengan lambang H2O. Tinjauan kimia dalam memandang air menurut tiga dunia ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Ilmu kimia memandang air dalam tiga dunia yaitu : (1) dunia makroskopik, (2) dunia atom, dan (3) dunia lambang. Peranan Dunia Lambang Dunia lambang mewakili dunia makroskopik dan dunia atom Permasalahan yang muncul dari dunia lambang adalah bahwa para kimiawan menggunakan lambang (simbol) yang sama untuk menjelaskan apa yang terjadi pada skala makroskopik maupun pada skala atom. Contohnya lambang "H2O" bisa digunakan untuk menyatakan satu buah molekul air (mewakili skala atom)
72
dan bisa juga mewakili segelas air (skala makroskopik). Hal ini kadang membingungkan jika tidak disertai dengan keterangan yang mengikutinya. Dan memang pada kenyataannya seringkali terlupakan bahwa suatu lambang itu dapat mewakili reaksi yang terjadi pada skala makroskopik dan dapat juga mewakili karakteristik dan tingkah laku partikel-partikel yang terlibat pada skala atom. Gambar 2 memberikan contoh bagaimana kita membayangkan apa yang terjadi dalam skala atom pada reaksi penguraian air. Molekul air yang mengandung dua atom hidrogen dan satu atom oksigen terurai menjadi molekul hidrogen dan oksigen yang masing-masing molekulnya mengandung sepasang atom. Dalam dunia lambang, reaksinya dapat ditulis sebagai berikut: 2 H2O → 2 H2 + O2
Gambar 2 Model mekanika reaksi penguraian air.
Massa Atom Fakta berikut ini menunjukkan betapa kecil ukuran atom, butir debu terkecil yang masih dapat kita lihat dengan mata telanjang mengandung sekitar 1 x 1016 atom, dan sepotong logam tembaga yang masih bisa dideteksi oleh timbangan analitik mengandung sekitar 1 x 1017 atom! Karena itu, sangat sulit dan bahkan tidak mungkin bisa mengukur massa absolut (massa sebenarnya) dari satu buah atom
73
tunggal. Namun demikian, kita dapat mengukur massa relatif suatu atom terhadap massa atom lainnya. Massa Atom Relatif Alat yang dapat digunakan untuk menentukan massa relatif suatu atom atau molekul adalah spektrometer massa. Pada diagram spektrometer massa yang ditujukkan oleh Gambar 3, sampel diinjeksikan ke dalam suatu rongga tertutup. Partikel-partikel dalam sampel mengalir melalui filamen, dimana partikel-partikel tersebut bertabrakan dengan berkas elektron berenergi tinggi. Akibatnya, atomatom atau molekul-molekul netral dalam sampel kehilangan elektron membentuk ion bermuatan positif. Ketika bergerak di antara dua kutub magnet, ion-ion ini berinteraksi dengan medan magnet. Interaksi antara medan magnet dan muatan ion membelokkan jalannya ion tersebut. Makin besar massa ion, makin kecil sudut belokkan yang terbentuk sebelum ion mencapai detektor. Dari data inilah dapat ditentukan massa relatif dari suatu atom.
Gambar 3 Diagram spektrometer massa. Karena spektrometer massa hanya dapat mengukur massa atom relatif, maka dibutuhkan standar untuk pembanding dalam pengukuran tersebut. Standar yang digunakan untuk kalibrasi dalam pengukuran tersebut adalah isotop karbon-12 (C12).
74
Satuan Massa atom Pengukuran massa atom dapat dinyatakan dalam gram atau satuan massa atom (sma). Karena dalam gram diperoleh angka yang sangat kecil, maka lebih sederhana menggunakan satuan massa atom. Massa suatu atom terkait erat dengan jumlah elektron, proton dan neutron yang dimiliki atom tersebut. Berdasarkan perjanjian internasional, 1 atom dari isotop C-12 yang mempunyai 6 proton dan 6 neutron memiliki massa tepat 12 satuan massa atom (12 sma). Jadi massa dari satu atom isotop C-12 ini tepat sama dengan nomor massanya dengan menggunakan satuan sma. Berdasarkan uraian di atas, maka 1 satuan massa atom didefinisikan sebagai suatu massa yang besarnya tepat sama dengan seperduabelas massa dari satu atom C-12. massa 1 atom C-12 = 12 sma
Contoh berikut menunjukkan bagaimana massa suatu atom dapat ditentukan dari data percobaan. Pengukuran yang dilakukan dengan spektrometer massa menunjukkan bahwa massa satu atom O-16 adalah 1,3329 kali lebih berat dari atom C-12.
Selanjutnya dapat dihitung massa atom O-16 dalam satuan sma dengan cara mengalikan 1,3329 dengan massa atom C-12. Massa O-16 = 1,3329 x 12,000 sma = 15,995 sma.
75
Massa Atom Rata-Rata Sebagian besar unsur di alam merupakan campuran dari beberapa isotop. Sebagaimana kita ketahui, grafit yang terdapat dalam pensil disusun oleh campuran 98,892% isotop C-12 yang massanya 12,000 sma, 1,108% isotop C-13 dengan massa 13,033 sma, dan sedikit isotop C-14. Isotop-isotop itu dihitung dalam penentuan massa rata-rata dari sampel atom karbon. Adanya perbedaan kelimpahan isotop di alam menyebabkan massa rata-rata atom karbon harus dihitung berdasarkan massa dari isotop-isotop tersebut. Karena jumlah atom C-14 hanya sedikit, maka massa rata-rata atom karbon hanya dihitung berdasarkan kelimpahan dua jenis isotop karbon lainnya.
Massa rata-rata 1 atom karbon lebih dekat ke massa atom C-12 daripada atom C13 karena kelimpahan alami isotop terbanyak dalam sampel adalah C-12. Berat rata-rata dari kelimpahan isotop di alam ini dikenal dengan berat atom dari suatu unsur. Nilai tersebut dicantumkan bersama lambang unsur dalam tabel periodik. Penting untuk diketahui bahwa ketika disebutkan massa atom dari suatu unsur maka yang dimaksud adalah massa rata-rata dari atom unsur tersebut. Berat atom karbon adalah 12,011 sma, namun demikian di alam yang ada hanya atom karbon dengan massa 12,000 sma atau 13,033 sma, tidak ada satu pun atom karbon sebenarnya yang memiliki massa 12,011 sma. •
Contoh nilai rata-rata Karakteristik berat rata-rata dapat ditunjukkan dengan contoh umum berikut ini. Nilai raport yang diperoleh seorang siswa untuk sepuluh mata pelajaran yang diterimanya pada satu semester adalah sebagai berikut : 74, 77, 82, 77, 82, 86, 82, 77, 74, 77. Nilai rata-rata untuk siswa tersebut adalah hasil ratarata yang diperoleh dari sepuluh mata pelajaran. Langkah pertama dalam penentuan nilai rata-rata adalah menghitung persentase mata pelajaran yang memperoleh tiap nilai.
76
Nilai
Jumlah
Persentas e
86
1
10%
82
3
30%
77
4
40%
74
2
20%
Nilai rata-rata untuk siswa tersebut dapat dihitung berdasarkan tabel di atas.
Nilai rata-rata untuk siswa tersebut adalah 78,8, namun demikian tidak ada satu pun mata pelajaran yang diperoleh siswa tersebut mendapatkan nilai 78,8. Sama halnya dengan berat rata-rata atom karbon yang nilainya 12,011 sma, tidak ada satu pun atom karbon yang memiliki massa sebesar itu. •
Latihan 1 Jika kelimpahan alami isotop neon (Ne) adalah 90,92% yang memiliki massa 19,9924 sma, 0,26% memiliki massa 20,994 sma, dan 8,82% memiliki massa 21,9914 sma, maka berat atom Ne adalah.... A. 19,9924 sma B. 20,9940 sma C. 20,1713 sma D. 20,9926 sma E. 21,9914 sma Jawaban benar: C Persen artinya "per seratus". Neon merupakan campuran atom sebanyak 90,92% memiliki massa 19,9924 sma, 0,26% memiliki massa 20,994 sma,
77
dan 8,82% memiliki massa 21,9914 sma. Maka berat atom neon adalah 20,1713 sma yang dihitung dengan cara berikut:
•
Latihan 2 Logam tembaga, seperti dapat dilihat pada Gambar 4, sudah dikenal sejak zaman dulu untuk berbagai keperluan seperti untuk kawat listrik dan bahan dasar pembuatan uang logam. Isotop stabilnya terdiri dari 69,09% atom Cu dengan massa 62,93 sma dan 30,91% yang massanya 64,9278 sma. Tentukan massa atom rata-rata dari tembaga (Cu)!
Gambar 4 Tembaga A. 62,93 sma B. 63,55 sma C. 63,93 sma D. 64,92 sma E. 64,93 sma Jawaban benar: B Tiap isotop memberi kontribusi terhadap massa atom tembaga bergantung dari kelimpahan alaminya. Maka massa atom rata-rata dari tembaga dapat dihitung sebagai berikut:
78
Cara lain untuk menghitung massa atom rata-rata dari suatu unsur adalah dengan terlebih dulu mengubah persentase kelimpahan alaminya ke dalam bentuk desimal. Untuk massa rata-rata atom Cu ini dihitung sebagai berikut: (62,93 sma x 0,6909) + (64,9278 sma x 0,3091) = 63,55 sma Pengubahan bentuk persen menjadi “per seratus” atau menjadi bentuk desimal akan memberikan hasil perhitungan yang sama.
Mol sebagai Jembatan Kimia Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai istilah-istilah tertentu untuk menyatakan jumlah zat. Misalnya untuk membuat kue kita membutuhkan resep yang biasanya mencantumkan bahan-bahan seperti telur, gula, tepung, susu, dan lain-lain dalam jumlah atau takaran tertentu. Dalam resep bisa ditulis 6 butir telur, 1 gelas gula halus, ½ gelas tepung, dan 1 kaleng susu. Kita lihat bahwa jumlah telur bisa disebutkan 1 butir telur, tetapi tidak pernah menyebutkan jumlah gula sebagai 1 butir gula karena 1 butir gula terlalu kecil untuk diukur. Begitu pula dengan tepung dan susu, bahkan lebih sulit lagi karena tidak mungkin mengambil 1 butir tepung.
Pengertian Mol Dalam kimia dijumpai permasalahan yang sama dalam menentukan satuan jumlah partikel yang memiliki ukuran sangat kecil. Bahkan karena partikel zat (atom, molekul, atau ion) berukuran sangat kecil maka dibutuhkan sejumlah atom yang sangat banyak dalam sampel yang cukup besar untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Sebagai gambaran setitik grafit dari pensil yang masih dapat ditimbang dengan timbangan analitik mengandung sekitar 5 x 1019 atom. Karena itu dibuatlah satuan yang disebut mol (dari bahasa Latin yang berarti "sebuah tumpukan besar") yang dapat berperan sebagai jembatan kimia antara skala makroskopik dan skala atom.
79
Mol didefinisikan sebagai berikut, Satu mol dari suatu zat mengandung jumlah partikel unsur yang sama dengan jumlah atom dalam 12,000 gram isotop C-12. Ingatlah bahwa isotop karbon-12 dijadikan sebagai standar, dimana satu atom tunggal C-12 memiliki massa tepat 12 sma, dan dalam 12 gram atom C-12 ini terdapat jumlah atom yang dinyatakan sebagai 1 mol. 1 atom C-12
=
12,000 sma
1 mol atom C-12
=
12,000 g
Massa Molar Mol menjadi satuan dasar dalam kimia karena kita dapat menentukan jumlah partikel unsur dari suatu zat murni yang diketahui massanya. Contohnya, jika kita ingin memperoleh atom besi (Fe) sebanyak atom yang terkandung dalam 1 mol atom C-12, maka kita mulai dengan melihat data berat atom (massa atom) besi dalam tabel periodik. 1 atom Fe = 55,847 sma Satu atom besi memiliki massa rata-rata sebesar 55,847 sma. Jika kita membandingkan massa 1 atom Fe terhadap massa 1 atom C-12, maka kita dapatkan perhitungan berikut :
Kita lihat bahwa satu atom besi memiliki massa 4,6539 kali massa atom C-12. Jika satu mol besi mengandung jumlah atom yang tepat sama seperti dalam satu mol C-12, maka satu mol besi tentu memiliki massa 4,6539 kali massa satu mol atom C-12. 1 mol Fe = 4,6539 x 12,000 g = 55,847 g
80
Jadi satu mol besi memiliki massa 55,847 g. Begitu pula bila kita menghitung massa 1 mol unsur lainnya akan diperoleh gram unsur yang nilainya sama dengan berat atomnya. Kesimpulan dari pernyataan di atas adalah: Satu mol unsur apa saja memiliki massa dalam gram yang sama dengan berat atom unsur tersebut. Selanjutnya, massa 1 mol unsur apa saja dapat dibaca secara langsung dari tabel periodik. Massa 1 mol zat seringkali disebut massa molar. Sebagai contoh, massa molar C-12 adalah 12 gram per mol (hasil pembulatan). Massa molar sampel karbon yang terdiri dari isotop C-12 dan C-13 sesuai kelimpahannya di alam adalah 12,011 g/mol. Jembatan Kimia Hubungan antara massa atom dan massa molar berlaku untuk semua unsur. Unsur
Massa Atom
Massa Molar
Karbon
12,011 sma
12,011 g
Merkuri
200,59 sma
200,59 g
Belerang
32,06 sma
32,06 g
Tembaga
63,546 sma
63,546 g
Besi
55,847 sma
55,847 g
Gambar 5 menunjukkan jumlah satu mol berbagai unsur yang massanya sesuai dengan massa atom rata-rata dari masing-masing unsur tersebut dalam satuan gram.
81
Gambar 5 Satu mol berbagai unsur dengan massa (gram) yang sesuai dengan massa atom dari masing-masing unsur tersebut. Kunci untuk memahami konsep mol adalah mengetahui bahwa 12,011 gram karbon mengandung jumlah atom yang sama seperti dalam 200,59 gram merkuri, atau dalam 32,06 gram belerang, atau dalam 63,546 g tembaga, atau dalam 55,847 gram besi. Kuantitas dari setiap unsur tersebut masing-masing mengandung jumlah atom sebanyak 1 mol. Ini berarti bahwa konsep mol adalah konsep yang menjembatani gram suatu unsur (skala makroskopik) dengan jumlah atom di dalamnya (skala atom).
Mol Unsur Untuk melakukan reaksi kimia perlu diketahui jumlah relatif partikel setiap reaktan. Karena itu, selama beberapa tahun para kimiawan berusaha menentukan jumlah partikel dalam satu mol suatu zat. Jika sudah diketahui berapa banyak atom C-12 dalam 1 mol unsur tersebut, maka kita juga dapat mengetahui jumlah atom dalam satu mol zat murni apa saja. Setelah diketahui jumlah atom dalam satu mol zat maka dengan menggunakan data massa molar kita dapat mengitung jumlah partikel dalam sejumlah massa tertentu suatu zat murni apa saja. Dengan demikian pekerjaan kita menjadi lebih sederhana, kita bisa menentukan jumlah partikel suatu zat hanya dengan mengukur massanya. Satu-satunya cara
82
untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mengukur sekaligus skala atom (jumlah partikel) dan skala makroskopik (massa) dari sejumlah tertentu suatu unsur. Bilangan Avogadro Pada tahun 1910 Robert Millikan mengukur muatan satu elektron tunggal untuk pertama kalinya yaitu sebesar 1,6021892 x 10-19 Coulomb. Karena muatan dalam satu mol elektron sudah diketahui dari pengukuran eksperimental yaitu sebesar 96484,56 Coulomb, maka dapat dihitung jumlah elektron dalam satu mol dengan cara berikut:
Jumlah tersebut dikenal sebagai bilangan Avogadro, atau lebih tepatnya tetapan Avogadro sebagai tanda penghormatan untuk ilmuwan Perancis, Amedeo Avogadro.
Gambar Amedeo Avogadro Mol sebagai Kumpulan Atom Bilangan Avogadro yang sangat besar sulit untuk dijabarkan dalam bentuk lain. Untuk mendapatkan 6 x 1023 bintang, dibutuhkan 6 trilyun galaxy seukuran Milky Way. Untuk menempuh perjalanan 6,02 x 1023 mil pada kecepatan cahaya, dibutuhkan waktu selama 102 milyar tahun. Dan jika kita menghitung seluruh tetes air lautan di seluruh permukaan bumi maka jumlahnya hanya sekitar 40 kali bilangan Avogadro tersebut.
83
Satuan dalam kehidupan sehari-hari seperti lusin (12), kodi (20) atau gross (144) digunakan untuk menghitung kumpulan benda. Mol kadang-kadang dirujuk sebagai “Lusinnya Kimiawan”. Tiap kali kita gunakan istilah tersebut, kita merujuk pada bilangan Avogadro. 6,022 x 1023 elektron = 1 mol elektron 6,022 x 1023 atom C-12 = 1 mol atom C-12 6,022 x 1023 atom Fe = 1 mol atom Fe 6,022 x 1023 atom Hg = 1 mol atom Hg 6,022 x 1023 atom Cu = 1 mol atom Cu 6,022 x 1023 atom S = 1 mol atom S Jadi mol bisa digunakan sebagai satuan jumlah zat dalam kimia, di mana 1 mol atom dari unsur apa saja mengandung jumlah atom sebanyak bilangan Avogadro, yaitu sebesar 6,022 x 1023 atom. Gambar 6 menunjukkan beberapa jenis unsur yang masing-masing berjumlah 1 mol, artinya di dalam sejumlah tersebut terdapat 6,022 x 1023 atom
Gambar 6 Masing-masing unsur berjumlah 1 mol. Pengubahan Jumlah Atom - Massa Setelah kita tahu jumlah partikel dalam satu mol, kita dapat menentukan jumlah partikel dalam sampel zat murni secara sederhana dengan menimbang sampel tersebut. Hubungan antara menghitung jumlah partikel (skala atom) dan menimbang massanya (skala makroskopik) dapat dijelaskan dengan pemisalan
84
berikut. Selusin bola yang ditempatkan dalam sebuah timbangan, seperti ditunjukkan dalam Gambar 7, memiliki massa 107 gram. Jika bola yang tidak diketahui jumlahnya memiliki massa 178 gram, berapa banyak bola di dalamnya?
Gambar 7 Selusin bola massanya 107 gram. Kita dapat membuat dua faktor satuan dari massa 1 lusin bola yang kita dapatkan. 1 lusin bola = 107 gram Persamaan ini dapat diubah menjadi 2 faktor satuan, yaitu: dan Permasalahannya adalah : Faktor satuan mana yang akan kita gunakan? Teknik yang dikenal sebagai analisis dimensional dapat menunjukkan faktor satuan yang tepat. Kita harus tetap memperhatikan satuan apa yang kita inginkan dalam perhitungan dan satuan mana yang harus dihilangkan. Dalam hal ini, kita tahu massa dari selusin bola, dan kita juga tahu massa dari bola yang tidak diketahui jumlahnya. Maka kita lakukan perhitungan berikut:
Sekarang kita dapat menghitung jumlah bola dalam sampel dari fakta bahwa ada 12 bola dalam 1 lusin.
85
Dalam contoh ini, lusin dianalogikan sebagai mol, dan 107 g/lusin dianalogikan sebagai massa molar dari suatu unsur. Anda mungkin berpikir, tidakkah lebih mudah jika menentukan jumlah bola dengan cara menghitungnya secara langsung tanpa perlu menimbang massanya? Dalam hal bola, tentu lebih mudah menghitungnya daripada menimbang lalu melakukan perhitungan seperti di atas. Sekalipun bola dianggap mewakili atom, namun atom terlalu kecil dan terlalu banyak jumlahnya. Menghitung atom tidak mungkin dilakukan. Satu-satunya cara menentukan jumlah atom dalam sampel murni adalah dengan menimbang sampel lalu menghitung jumlah atom di dalamnya melalui perhitungan seperti di atas. •
Contoh Kita dapat menggunakan logika yang sama seperti contoh di atas (penentuan jumlah bola yang diketahui massanya) untuk menghitung jumlah atom karbon dalam berlian 1 karat. Yang perlu kita ketahui adalah bahwa berlian dapat dianggap sebagai kristal tunggal yang hanya terdiri dari atom karbon dan bahwa massa 1 karat sebagaimana dirumuskan tahun 1877 adalah 205,3 milligram (mg). Pembahasan Massa 1 karat berlian adalah 0,2053 gram.
Berat atom karbon adalah 12,011 sma, artinya massa molar karbon adalah 12,011 g/mol. 1 atom C
= 12,011 sma
6,02 x 1023 atom C
= 1 mol C = 12,011 g
Lalu kita menghitung jumlah mol karbon dalam berlian.
86
Kemudian kita gunakan bilangan Avogadro untuk menghitung jumlah atom karbon dalam berlian 1 karat.
Pengubahan Massa – Mol – Jumlah Atom Karena mol merupakan jembatan kimia antara skala makroskopik dan skala atom, maka perhitungan paling umum dalam kimia melibatkan pengubahan hasil pengukuran massa sampel (skala makroskopik) menjadi jumlah mol zat yang terkandung di dalamnya (skala atom). Perhitungan •
Contoh 1 Berapa mol atom sulfur yang terdapat dalam sampel sulfur, seperti terlihat pada Gambar 8, yang memiliki massa 50,0 gram?
Gambar 8 Sampel sulfur. Informasi apa yang kita butuhkan untuk konversi gram suatu zat menjadi mol? gram → mol Pertama kita tentukan dulu gram per mol sulfur. Pada tabel periodik, massa atom sulfur adalah 32,07 sma. Artinya bahwa satu mol atom sulfur memiliki massa 32,07 gram.
87
1 mol S = 32,07 g S Persamaan ini dapat diubah menjadi dua faktor satuan. dan Dengan mengalikan gram sampel sulfur dengan faktor satuan sebelah kiri maka kita mendapatkan mol atom sulfur dalam sampel.
Sampai di sini, kita sudah mendapatkan jawaban dari pertanyaan di atas. Namun setelah kita tahu jumlah mol atom sulfur, maka kita bisa juga menentukan jumlah atom sulfur dalam sampel dengan menggunakan bilangan Avogadro.
Umumnya, kita membutuhkan 2 macam informasi untuk melakukan perhitungan di atas. Kita perlu tahu massa satu mol zat (massa molar) dan juga harus tahu jumlah partikel dalam satu mol (bilangan Avogadro).
•
Contoh 2 Bagaimana rumus oksida karbon jika 5,46 gram karbon bergabung dengan 14,54 gram oksigen saat karbon terbakar? Pembahasan Tahap
pertama
menggambarkan
untuk
menjawab
diagram
untuk
permasalahan
ini
mengorganisir
adalah informasi
dengan dan
memvisualisasikan proses yang akan dikerjakan. Kita bisa mulai dengan diagram sederhana seperti Gambar 9, yang menunjukkan hubungan antara massa karbon dan gas oksigen yang terlibat dalam reaksi ini.
88
Gambar 9 Diperlukan 5,46 g karbon untuk bereaksi dengan 14,54 g oksigen. Tahap berikutnya seperti dalam setiap permasalahan seperti ini adalah mengkonversi gram menjadi mol. Untuk melakukan ini, kita harus tahu hubungan antara jumlah gram dan jumlah mol zat. Tidak masalah dari unsur mana kita mulai karena pastinya kita harus menghitung keduanya, maka cobalah kita mulai dengan karbon. Berat atom karbon adalah 12,011 sma, artinya bahwa 1 mol karbon memiliki massa 12,011 gram. Kita dapat menggunakan informasi ini untuk membangun dua faktor satuan. ata u Konversi gram karbon menjadi mol membutuhkan faktor satuan yang memiliki satuan mol sebagai pembilang dan gram sebagai penyebut, maka kita pilih faktor satuan sebelah kiri. Analisis dimensional dilakukan sebagai berikut:
Format yang sama dapat digunakan untuk konversi gram oksigen menjadi mol atom oksigen.
89
Sekarang kita tahu bahwa reaksi 5,46 g karbon dengan 14,54 g oksigen, adalah reaksi antara 0,4545 mol karbon dengan 0,909 mol oksigen. Karena atom-atom tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan dalam reaksi kimia, maka harus ditemukan jumlah atom yang sama dari kedua unsur di tiap sisi persamaan reaksi. Hasil reaksi harus memiliki massa 20,00 g (5,46 + 14,54) dan harus mengandung 0, 4545 mol atom karbon dan 0,909 mol atom oksigen. Kemudian kita baca lagi soal tersebut dan bertanya : “Sudahkah kita membuat langkah maju dalam menjawabnya?” Dalam hal ini, kita berusaha untuk menemukan rumus kimia untuk oksida karbon yang menyatakan perbandingan atom karbon dan atom oksigen. Jika rumusnya adalah CO, maka terdapat jumlah atom karbon sebanyak atom oksigen dalam senyawa tersebut. Jika rumusnya CO2, maka terdapat atom oksigen sebanyak dua kali atom karbon dalam senyawa tersebut. Langkah berikutnya dalam masalah ini adalah perhitungan yang melibatkan jumlah mol atom karbon dan mol atom oksigen dalam sampel kita.
Terdapat mol oksigen sebanyak dua kali mol karbon dalam sampel. Karena satu mol unsur apa saja selalu mengandung jumlah atom yang sama, maka kesimpulannya adalah jumlah atom oksigen besarnya dua kali jumlah atom karbon dalam senyawa tersebut. Dengan kata lain, rumus oksida karbon tersebut adalah CO2. Contoh ini telah memperjelas fakta bahwa konsep mol merupakan jembatan antara pengukuran makroskopik (massa karbon dan oksigen) dan dunia atomik mikroskopik (jumlah atom karbon dan oksigen dalam molekul karbon dioksida).
90
Latihan •
Latihan 3 Menurut tabel periodik massa molar logam emas (Au) adalah 196,97 g /mol, maka massa sampel logam emas yang mengandung 0,200 mol atom emas adalah.... A. 19,7 gram B. 39,4 gram C. 98,5 gram D. 197 gram E. 394 gram Jawaban benar: B Massa molar emas dapat dinyatakan dalam dua bentuk faktor satuan berikut: dan Dalam aturan pengubahan mol ke gram kita membutuhkan faktor satuan yang menunjukkan berapa banyak gram emas dapat dijumpai dalam satu mol logam ini, maka kita pilih faktor satuan sebelah kanan.
•
Latihan 4 Jika diketahui massa molar silikon 28,09 g/mol dan bilangan Avogadro 6,02 x 1023, maka jumlah atom dalam cuplikan 0,25 gram sampel silikon adalah.... A. 5,36 x 1021 atom Si B. 1,50 x 1023 atom Si C. 5,36 x 1023 atom Si D. 3,01 x 1024 atom Si E. 4,23 x 1024 atom Si
91
Jawaban benar: A Sebelum kita mengerjakan perhitungan, kita harus tahu jumlah mol silikon dalam sampel. Ini dapat dihitung dari massa sampel dan massa molar silikon yang diubah menjadi faktor pengubah.
Sekarang kita dapat menggunakan bilangan Avogadro untuk menghitung jumlah atom dalam sampel.
Rumus Kimia Rumus kimia dari suatu senyawa menyatakan komposisi unsur-unsur penyusun senyawa tersebut. Angka subskrip dalam rumus kimia menunjukkan jumlah atom penyusun dalam molekul senyawa. Jika tanpa subskrip, seperti untuk karbon dalam rumus CO2, maka nilainya dianggap satu. Jadi, rumus CO2 mewakili suatu molekul yang mengandung satu atom karbon dan dua atom oksigen. Unsur-unsur yang sama dapat bergabung dalam berbagai perbandingan menghasilkan senyawa yang berbeda seperti divisualisasikan oleh Gambar 10. Karbon dioksida, CO2, yaitu gas yang dihasilkan oleh pernafasan (kita melepaskan CO2 saat bernafas ), mengandung atom karbon dan oksigen dengan perbandingan 2:1. Selain itu, karbon dan oksigen juga dapat membentuk senyawa karbon monoksida, CO, gas yang sangat beracun. Dalam senyawa ini perbandingan karbon dan oksigen adalah 1:1. Untuk menyatakan jumlah unit senyawa, kita menggunakan koefisien di depan rumus kimia. Jika kita ingin menyatakan 3 molekul karbon dioksida yang di dalamnya terdapat total 3 atom karbon dan 6 atom oksigen maka kita menuliskan 3 CO2.
92
Gambar 10 Komposisi suatu senyawa dinyatakan oleh rumus.
Kesetaraan Stoikiometri Ketika kita menyebut satu mol dari suatu zat, maka penting untuk diidentifikasi secara jelas apa yang dimaksud dengan “zat” itu. Contohnya pernyataan “satu mol hidrogen”, pernyataan ini bersifat ambigu (memiliki makna ganda}. Pernyataan tersebut bisa berarti satu mol atom hidrogen dan bisa juga berarti satu mol molekul hidrogen. Untuk menghindari kesalahan makna, maka sebaiknya kita menggabungkan rumus kimia dengan satuan mol tersebut. Sehingga tidak ada lagi ambiguitas. Jika ditulis “1 mol H” artinya “satu mol atom hidrogen”, dan “1 mol H2” berarti “satu mol molekul hidrogen”. Perbandingan Atom Sekarang kita bisa menggunakan konsep mol untuk menyatakan kembali perbandingan atom dalam molekul air, H2O, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.
93
Gambar 11 Molekul air.
Semuanya
Perbandingan
Perbandingan lusin
Perbandingan mol
atom
atom
atom
menunjukkan
perbandingan
stoikiometrik
2:1.
Berdasarkan
perbandingan tersebut maka muncul satu konsep penting dalam kimia yaitu bahwa perbandingan mol atom dalam suatu senyawa selalu sama dengan perbandingan jumlah atom-atom tunggalnya. Pengertian Kesetaraan Stoikiometri Kesetaraan stoikiometrik dari dua jenis unsur dalam suatu rumus kimia adalah perbandingan mol dari unsur-unsur tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam rumus. •
Contoh Subskrip dalam P4O10 menunjukkan perbandingan P dan O, baik perbandingan jumlah atom-atom tersebut maupun perbandingan molnya. Perbandingan atom
:
4 atom P terhadap 10 atom O
Perbandingan mol
:
4 mol P terhadap 10 mol O
Dengan menggunakan simbol
⇔ untuk menyatakan “ekivalen secara
stoikiometrik dengan” maka kita dapat menulis perbandingan mol dalam bentuk berikut: 4 mol P ⇔ 10 mol O
94
Hubungan tersebut bisa kita lihat dengan mudah dari rumus P4O10. Maka rumus kimia menjadi alat untuk menggambarkan ekivalensi stoikiometrik yang kita butuhkan saat menyelesaikan suatu permasalahan, baik dalam merencanakan kerja di laboratorium maupun dalam mengerjakan soal perhitungan dalam buku-buku teks kimia. Ekivalensi stoikiometrik memungkinkan kita untuk memilih faktor konversi yang kita perlukan. Ekivalensi yang ditunjukkan oleh 4 mol P ⇔ 10 mol O dapat diubah secara mudah menjadi faktor konversi (faktor satuan) berikut: atau Rumus P4O10 juga menyatakan ekivalensi lain, masing-masing dengan dua faktor konversi . 1 mol P4O10 ⇔ 4 mol P
atau
dan
1 mol P4O10 ⇔ 10 mol O
atau
dan
Gambar 12 menunjukkan reaksi antara fosfor dengan oksigen yang menghasilkan cahaya cemerlang. Reaksi ini sering digunakan pada pertunjukan kembang api.
Gambar 12 Reaksi fosfor dengan oksigen.
95
•
Latihan 5 Berapa mol atom klorin yang bereaksi dengan 5,60 mol atom oksigen dalam Cl2O7? Jawaban Perhatikan kata Berapa mol… bergabung dengan … mol. Kata-kata ini adalah tanda bahwa kita menghadapi permasalahan tentang ekivalensi stoikiometrik. Kita dapat menyatakan kembali permasalahan dalam bentuk berikut : 5,60 mol O ⇔ ? mol Cl Dengan kata lain, “5,60 mol O ekivalen dengan berapa mol Cl dalam Cl2O7?” Yang kita butuhkan sekarang adalah faktor konversi mol ke mol. Subskrip dalam Cl2O7 menyatakan hal itu, karena rumus Cl2O7 memiliki makna : 2 mol Cl ⇔ 7 mol O Maka kita memperoleh faktor konversi berikut: atau Untuk mendapatkan mol atom Cl yang ekivalen stoikiometrik dengan 5,60 mol atom O dalam Cl2O7, maka kita kalikan 5,60 mol O dengan faktor konversi sebelah kiri. Perhatikan bagaimana satuan mol O (bukan hanya mol) dihilangkan.
Jadi 1,60 mol Cl bergabung dengan 5,60 mol O dalam Cl2O7. Mol Senyawa Sebelum kita menerapkan konsep mol untuk senyawa, seperti karbon dioksida (CO2) atau gula yang dikenal sebagai glukosa (C6H12O6), kita harus dapat menghitung berat molekul dari senyawa tersebut. Sebagaimana kita ketahui, berat
96
molekul suatu senyawa adalah jumlah berat atom dari atom-atom yang ada dalam rumus senyawa. •
Latihan 6 Hitunglah massa rata-rata satu molekul tunggal dari karbon dioksida dan glukosa dan berat molekul senyawa tersebut! Jawaban Massa rata-rata satu molekul karbon dioksida sama dengan jumlah berat atom dari ketiga atom dalam satu molekul CO2. Massa satu molekul tunggal CO2: 1 atom C =
1 (12,011 sma)
= 12,011 sma
2 atom O = 2 (15,9994 sma) = 31,9988 sma 44,010 sma Massa satu mol karbon dioksida adalah 44,010 gram. Massa rata-rata satu molekul glukosa sama dengan jumlah berat atom dari 24 atom dalam satu molekul C6H12O6. Massa satu molekul tunggal C6H12O6: 6 atom C =
6 (12,011 sma)
=
72,066 sma
12 atom H = 12 (1,00794 sma) = 12,0953 sma 6 atom O =
6 (15,9994 sma)
= 95,9964 sma 180,158 sma
Massa satu mol glukosa adalah 180,158 gram.
97
Selama beberapa tahun, para kimiawan menggunakan hasil perhitungan seperti contoh di atas sebagai berat molekul dari suatu senyawa. Ternyata hal ini menyesatkan karena beberapa alasan. Pertama, tidak ada molekul C6H12O6 yang memiliki massa tepat 180,158 sma. Ini merupakan massa rata-rata dari molekul gula, yang sebagian besar hanya mengandung atom C-12 sedangkan lainnya mengandung 1 atau mungkin 2 atom C-13. Yang kedua, beberapa senyawa, sebagaimana akan kita lihat, tidak berada dalam bentuk molekul, sehingga jadi menyesatkan
untuk
menyebutnya
berat
“molekul”.
Sebagian
kimiawan
menyarankan kita untuk menyebut hasil perhitungan tersebut sebagai massa satu mol atau massa molar dari suatu senyawa. Namun demikian, karena istilah berat molekul telah banyak digunakan secara luas dan banyak dijumpai dalam literatur kimia maka kita akan tetap menggunakan istilah tersebut selain istilah massa molar dalam bahasan selanjutnya. Mol sebagai Kumulan Molekul Pada Gambar 13 ditunjukkan jumlah satu mol dari empat jenis senyawa. Tiap mol senyawa tersebut mengandung jumlah satuan rumus atau molekul yang sama yaitu sebanyak bilangan Avogadro, tetapi memiliki berat molekul yang berbeda.
Gambar 13 Mol senyawa.
98
Pengubahan Mol – Massa – Jumlah Atom Diagram yang kita gunakan untuk merangkum konversi mol-massa unsur-unsur, dapat digunakan juga untuk senyawa. Namun demikian kita harus melakukan satu tahap tambahan dalam perhitungan yang menggunakan rumus senyawa untuk menghitung jumlah atom dari suatu unsur dalam senyawa tersebut.
•
Latihan 7 Jelaskan perbedaan antara massa 1 mol atom oksigen (O) dan massa 1 mol molekul oksigen (O2)! Jawaban Karena berat atom oksigen adalah 16,0 sma, maka 1 mol atom oksigen memiliki massa 16,0 gram. Setiap molekul O2 mengandung 2 atom, maka berat molekul O2 dua kali lebih besar dari berat atom unsurnya. 1 mol O = 16,0 g 1 mol O2 = 32,0 g
•
Latihan 8 Tentukan jumlah atom karbon dalam 0,800 gram glukosa, C6H12O6! Jawaban Tahap pertama dalam perhitungan ini melibatkan konversi massa sampel menjadi jumlah mol C6H12O6 . Kita membutuhkan berat molekul C6H12O6 yang telah ditentukan pada latihan 6.
99
Setelah kita tahu jumlah mol gula, kita dapat menggunakan bilangan Avogadro untuk menghitung jumlah molekul C6H12O6 dalam sampel.
Sekarang kita dapat menggunakan rumus kimia gula untuk menentukan jumlah atom karbon dalam sampel. Dalam rumus gula terdapat enam atom karbon dalam setiap molekul C6H12O6. 6 atom C ⇔ 1
atau
dan
molekul C6H12O6 Jadi jumlah atom karbon adalah:
Hukum Kekekalan Massa Sejauh ini kita terfokus pada senyawa tertentu yaitu karbon dioksida (CO2) dan glukosa (C6H12O6). Sebagian besar bidang bahasan kimia adalah seputar reaksi kimia. Terobosan pertama dalam studi tentang reaksi kimia dihasilkan dari kerja seorang ahli kimia berbangsa Perancis Antoine Lavoisier (1772-1794). Lavoisier membuktikan secara eksperimental bahwa jumlah massa hasil reaksi selalu sama dengan jumlah massa pereaksi awal yang digunakan dalam reaksi. Ini menjadi salah satu hukum dasar kimia : yaitu hukum kekekalan materi atau disebut juga hukum kekekalan massa, yang menyatakan bahwa materi tetap dipertahankan jumlah dan massanya dalam reaksi kimia.
100
Gambar Antoine Lavoisier Hukum Lavoisier ini dapat dijelaskan dengan Gambar 14 yang menunjukkan reaksi antara 4 gram gas hidrogen dengan 32 gram gas oksigen menghasilkan 36 gram air. Dalam reaksi ini jenis, jumlah, dan massa tiap unsur dipertahankan sama antara sebelum dan sesudah reaksi.
Gambar 14 Reaksi pembentukan air yang sesuai dengan hukum kekekalan massa. Sekarang kita mengerti mengapa materi dianggap kekal, dan seringkali dijelaskan dengan kalimat bahwa “atom-atom tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan dalam reaksi kimia”. Atom hidrogen dalam molekul H2 dapat bergabung dengan atom oksigen dalam molekul O2 untuk membentuk H2O. Tetapi jumlah atom
101
hidrogen dan oksigen sebelum dan sesudah reaksi sama. Jumlah massa hasil reaksi harus sama dengan jumlah massa pereaksi. Persamaan Kimia Reaksi kimia bisa saja digambarkan dengan kata-kata, tetapi tidak sederhana. Satu cara untuk menggambarkan reaksi kimia dengan mudah adalah melalui persamaan kimia. Rumus materi awal, atau yang biasa disebut pereaksi, ditulis di sisi kiri persamaan dan rumus hasil reaksi ditulis sebelah kanan. Sebagai ganti dari tanda sama dengan, maka pereaksi dan hasil reaksi dipisahkan oleh tanda panah. Pengertian Persamaan Kimia Persamaan kimia cukup baik dalam menggambarkan suatu reaksi kimia. Dengan mengetahui suatu persamaan kimia, kita terdorong untuk memikirkan reaksi yang terjadi dalam persamaan tersebut. Yang harus diingat adalah bahwa persamaan kimia merupakan pernyataan tentang apa yang dapat terjadi, bukan tentang apa yang akan terjadi. Reaksi antara hidrogen dan oksigen membentuk air, seperti ditunjukkan dalam Gambar 15, dapat dinyatakan oleh persamaan berikut: 2 H2 + O2 → 2 H2 O
Gambar 15 Reaksi antara hidrogen, H2, dan oksigen, O2, membentuk air, H2O. Jumlah dan jenis atom yang terdapat dalam pereaksi sama dengan yang ada pada hasil reaksi, demikianlah atom-atom dipertahankan.
102
Pada contoh persamaan di atas tidak ada jaminan bahwa hidrogen akan bereaksi dengan oksigen membentuk air. Jika kita memasukkan campuran hidrogen dan oksigen ke dalam sebuah balon maka tidak akan terjadi reaksi hingga kita memicunya dengan nyala api. Semua persamaan hanya menunjukkan tentang apa yang dapat terjadi jika, atau ketika, suatu reaksi berlangsung. Wujud Zat Seringkali diperlukan informasi apakah pereaksi atau hasil reaksi berwujud padat (solids), cair (liquids) atau gas (gases) yang ditulis dengan S, l, atau g dalam tanda kurung setelah 103ambing pereaksi atau hasil reaksi, sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan berikut. 2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(g) Namun pada kennyataannya sebagian besar reaksi terjadi antara campuran dua macam larutan atau dua zat yang sama-sama terlarut dalam air. Larutan zat dalam air ini disebut aqueous (dari bahasa Latin aqua, “air”) dan menggunakan lambang khusus aq untuk menjelaskannya. Cara ini dapat membedakan antara gula (glukosa) sebagai padatan, C6H12O6(s), dan larutan gula dalam air, C6H12O6(aq) . Atau antara garam sebagai padatan, NaCl(s), dan larutan garam dalam air, NaCl(aq). Proses pelaruan sampel dalam air ditunjukkan pada Gambar 16, selain itu dapat juga dituliskan dalam bentuk persamaan berikut:
103
Gambar 16 Proses pelarutan suatu zat dalam air.
Tinjauan Molekul vs Mol. Persamaan kimia yang sudah kita kenali ini dapat digunakan untuk menyatakan apa yang terjadi pada skala atom maupun makroskopik. 2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(g) Persamaan ini dapat dibaca dengan dua cara berikut: •
Ketika hidrogen bereaksi dengan oksigen, dua molekul hidrogen dan satu molekul oksigen bereaksi menghasilkan 2 molekul air.
•
Ketika hidrogen bereaksi dengan oksigen, 2 mol hidrogen dan 1 mol oksigen bereaksi menghasilkan 2 mol air.
104
•
Kesetaraan Tidak masalah apakah kita memandang suatu reaksi menurut tinjauan molekul atau mol, yang terpenting adalah persamaan kimia harus setara, yaitu memiliki jumlah atom yang sama dari setiap unsur di kedua sisi persamaan. Sehingga massa pereaksi akan sama dengan massa hasil reaksi. Pada skala atomik, persamaan tersebut setara karena jumlah massa pereaksi dalam satuan massa atom (sma) sama dengan jumlah massa hasil reaksi. →
2 H2(g) + O2(g)
2 H2O(g)
2 x 2 sma + 32 sma
2 x 18 sma
36 sma
36 sma
Pada skala makroskopik, persamaan tersebut setara pula karena massa dari 2 mol hidrogen dan 1 mol oksigen pada pereaksi sama dengan massa 2 mol air yang dihasilkan. 2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(g) 2 x 2 g + 32 g
2 x 18 g
36 g
36 g
Diagram berikut menggambarkan hubungan antara pereaksi dan hasil reaksi, baik dalam jumlah atomnya maupun jumlah molnya. Kotak sebelah kiri menunjukkan pereaksi dan sebelah kanan adalah hasil reaksi. Kotak tengah di sebelah atas tanda panah menunjukkan semua atom yang terdapat dalam pereaksi maupun hasil reaksi.
105
Jika kita melihat reaksi ini sebagai penggabungan molekul H2 dan O2 membentuk molekul H2O, persamaan tersebut setara karena kita memiliki empat atom hidrogen dan dua atom oksigen di kedua sisi persamaan. Dan jika kita melihat reaksi ini menurut mol pereaksi dan hasil reaksi, persamaan tersebut dinyatakan setara pula karena kita memiliki 4 mol atom hidrogen dan 2 mol atom oksigen di kedua sisi persamaan. Penting untuk diketahui bahwa reaksi-reaksi seperti itu tidak menjelaskan adanya tahap intermediet (hasil antara) yang melibatkan pembentukan zat terisolasi. Namun demikian pendekatan ini cukup bermanfaat untuk menekankan fakta bahwa atom-atom dipertahankan dalam reaksi kimia. Setiap atom yang ada di dalam pereaksi harus ditemukan juga dalam hasil reaksi. Penyetaraan Persamaan Kimia. Penyetaraan persamaan kimia dimaksudkan untuk menyamakan jenis dan jumlah atom sebelum dan sesudah reaksi agar terpenuhinya hukum Lavoisier, yaitu hukum kekekalan massa.
Tetapi idak ada satu pun aturan baku yang dapat
diterapkan untuk menyetarakan semua persamaan kimia. Kita semua dapat mencoba menuliskan koefisien reaksi di depan rumus pereaksi dan hasil reaksi sampai atom setiap unsur di kedua sisi persamaan jumlahnya sama. Angka subskrip di setiap rumus kimia tidak dapat diubah dalam penyetaraan persamaan kimia karena hal itu akan mengubah jenis zat hasil reaksi maupun pereaksi. Diperlukan ketelitian untuk menyetarakan persamaan kimia, persamaan harus ditelaah hingga diperoleh jumlah atom yang sama dari setiap unsur di kedua sisi persamaan. Tips Penyetaraan •
Dahulukan Bagian yang Mudah Ketika melakukan penyetaraan, dahulukan bagian yang paling mudah. Contohnya pada persamaan reaksi pembakaran glukosa (C6H12O6). Apapun yang kita cerna, akan dihasilkan gula yang akan dioksidasi dalam proses
106
metabolisma menjadi energi dan bahan bakar untuk tubuh. Meskipun ada berbagai jenis gula yang dapat digunakan sebagai bahan bakar tubuh, tapi sumber utama dari energi yang mengendalikan fungsi tubuh kita adalah glukosa, atau yang kita kenal sebagai gula darah. Aliran darah mengirimkan glukosa dan oksigen ke jaringan tubuh, dimana keduanya akan bereaksi menghasilkan campuran karbon dioksida dan air. C6H12O6(aq) + O2(g) → CO2(g) + H2O(l) Jika kita amati persamaan ini secara teliti, maka kita dapat menyimpulkan bahwa penyetaraan karbon dan hidrogen akan lebih mudah daripada penyetaraan oksigen. Semua atom karbon dalam glukosa berubah menjadi CO2 dan semua atom hidrogen berubah menjadi H2O, tetapi ada dua jenis senyawa sebagai sumber oksigen pada pereaksi dan juga ada dua jenis senyawa yang mengandung oksigen pada hasil reaksi. Artinya tidak dapat diprediksi jumlah molekul oksigen yang bereaksi sebelum kita tahu berapa banyak molekul CO2 dan H2O yang dihasilkan. Pembahasan Kita dapat mulai proses penyetaraan persamaan ini dengan mencatat adanya 6 atom karbon dalam tiap molekul C6H12O6 . jadi, 6 molekul CO2 terbentuk dari setiap molekul C6H12O6 yang bereaksi. 1 C6H12O6 + ___ O2 → 6 CO2 +
___ H2O
Terdapat 12 atom hidrogen dalam setiap molekul C6H12O6, yang artinya harus ada 12 atom hidrogen atau 6 molekul H2O di sisi kanan persamaan ini. 1 C6H12O6 + ___ O2 → 6 CO2 +
6 H2O
Sekarang atom karbon dan hidrogen setara, maka kita dapat menyetarakan atom oksigen. Ada 12 atom oksigen dalam 6 CO2 dan 6 atom oksigen dalam 6 H2O. untuk menyetarakan 18 atom oksigen pada hasil reaksi maka kita membutuhkan 18 atom oksigen pada zat-zat pereaksi. Karena setiap molekul C6H12O6 sudah mengandung 6 atom oksigen, maka kita membutuhkan 6 O2
107
pada pereaksi. Sekarang ada 6 atom karbon, 12 atom hidrogen, dan 18 atom oksigen pada setiap sisi persamaan sebagaimana digambarkan pada diagram berikut:
Persamaan reaksi setara ini ditulis sebagai berikut : C6H12O6(aq) + 6 O2(g) → 6 CO2(g) + 6 H2O(l) Tahap Penyetaraan Penyetaraan persamaan kimia bisa dilakukan melalui beberapa tahap berikut: •
Identifikasikan semua rektan (pereaksi) dan produk (hasil reaksi) kemudian tuliskan rumus molekul yang benar masing-masing pada sisi kiri dan kanan persamaan.
•
Setarakan persamaan tersebut dengan mencoba berbagai koefisien tetapi tidak mengubah angka subskrip.
•
Awali penyetaraan dari unsur yang hanya muncul sekali di kedua sisi persamaan, baru kemudian setarakan juga unsur yang muncul lebih dari sekali.
•
Periksa ulang hasil penyetaraan untuk memastikan jenis dan jumlah unsur sebelum reaksi sama dengan sesudah reaksi.
•
Latihan 9 Tuliskan persamaan reaksi setara yang terjadi ketika ammonia terbakar di udara membentuk nitrogen oksida dan air. ___ NH3 + ___ O2 → ___ NO + ___ H2O
108
Jawaban Kita bisa mulai dengan menyetarakan atom nitrogen. Jika kita mulai dengan satu molekul ammonia dan membentuk satu molekul NO, atom nitrogen sudah setara. 1 NH3 + ___ O2 → 1 NO + ___ H2O Kita dapat beralih ke atom hidrogen. Kita memiliki 3 atom hidrogen di sisi kiri dan 2 atom hidrogen di sisi kanan persamaan. Cara untuk menyetarakan atom hidrogen adalah dengan mencari faktor persekutuan terkecil : 2 x 3 = 6, maka kita bisa menyetarakan persamaan dengan 6 atom hidrogen di kedua sisi persamaan. Caranya adalah dengan mengubah jumlah NH3 pada pereaksi menjadi 2 molekul, dan 3 molekul H2O pada hasil reaksi. Akibatnya jumlah atom N di ruas kiri berubah menjadi 2, maka molekul NO di sisi kanan juga harus dikali 2. 2 NH3 + ___ O2 → 2 NO + 3 H2O Karena atom nitrogen dan hidrogen di kedua sisi sudah setara, tugas kita yang terakhir adalah menyetarakan atom oksigen. Ada 5 atom oksigen di sisi kanan persamaan, berarti kita membutuhkan 5 atom oksigen di sisi kiri. Ini akan didapatkan dengan menuliskan koefisien 2 ½ di depan oksigen seperti pada persamaan berikut: 2 NH3 + 2 ½ O2 → 2 NO + 3 H2O Memang ditemukan beberapa persamaan kimia yang ditulis dengan koefisien pecahan seperti itu. Reaksi demikian hanya bisa difahami pada skala molar (makroskopik) yang menunjukkan oksigen bereaksi sebanyak dua setengah mol, tetapi tidak dapat dimaknai pada skala atomik karena 2½ molekul O2 tidak berarti molekulnya lebih besar atau ada molekul yang terpecah setengah. Jika kita ingin persamaan kimia itu berlaku pada skala atomik dan makroskopik maka persamaan tersebut harus dikalikan 2, sehingga sekarang
109
terdapat 4 atom N, 12 atom H, dan 10 atom O di kedua sisi persamaan sebagaimana digambarkan oleh diagram di bawah ini.
Persamaan setara dari reaksi ini dituliskan sebagai berikut : 4 NH3(g) + 5 O2(g) → 4 NO(g) + 6 H2O(g)
Perbandingan Mol dalam Persamaan Kimia. Penyetaraan persamaan kimia memberi manfaat untuk kita, selain memberi informasi apa yang dapat terjadi pada zat pereaksi dan zat apa yang dihasilkan, juga memberi informasi tambahan kepada kita untuk dapat meramalkan apa yang terjadi ketika reaksi berlangsung. Apakah zat-zat pereaksi akan bereaksi seluruhnya atau bersisa, dan berapa banyak produk yang akan dihasilkan, bisa diramalkan melalui reaksi setara. Jika perkembangan ilmu pengetahuan memiliki dua tujuan mendasar yaitu : (1) menjelaskan hasil penelitian tentang dunia sekitar kita, dan (2) meramalkan apa yang akan terjadi pada suatu kondisi tertentu, maka persamaan kimia yang setara dapat memenuhi kedua tujuan tersebut. Kita menggambarkan reaksi kimia dengan persamaan reaksi setara seperti kita menggambarkan pembuatan kue dengan menggunakan sebuah resep. Biasanya resep dibuat untuk menghasilkan kue dalam jumlah tertentu. Namun demikian bukan berarti kita hanya boleh membuat kue sebanyak yang terantum dalam resep saja. Kita bisa saja menggunakan setengah resep untuk mendapatkan kue yang tentu saja jumlahnya menjadi setengah dari yang seharusnya. Atau bila kita ingin mendapatkan kue yang jumlahnya 5 kali dari yang tercantum dalam resep, maka kita harus menggunakan bahan-bahan lima kali lebih banyak dari yang diresepkan.
110
Begitu pula bekerja di laboratorium, kita tidak dibatasi oleh apa yang tertulis dalam persamaan reaksi setara. Tetapi dengan menggunakan perbandingan mol dalam persamaan reaksi setara maka kita dapat memperoleh hubungan mol suatu zat dengan zat lain dalam suatu reaksi kimia. Hubungan Mol antar Zat •
Pembakaran Hidrazin Hidrazin, N2H4, dapat berfungsi sebagai bahan bakar roket. Berapa mol oksigen diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan 2,60 mol hidrazin dalam reaksi berikut: N2H4(l) + O2(g) → N2(g) + 2 H2O(l) Koefisien di depan hidrazin dan oksigen pada persamaan ini menunjukkan bahwa 1 mol hidrazin digunakan dalam reaksi ini untuk setiap mol oksigen. Kita dapat menyatakan informasi ini dalam ekivalensi stoikiometrik dan perbandingan mol berikut: 1 mol O2 ⇔ 1 mol N2H4
dan
atau
Dalam menentukan mol oksigen yang diperlukan untuk bereaksi dengan 2,60 mol N2H4, kita harus memilih perbandingan mol yang digunakan. Analisis dimensional menunjukkan bahwa kita harus menggunakan perbandingan mol yang akan menghasilkan konversi mol hidrazin ke mol oksigen.
•
Latihan 10 Berapa mol air yang terbentuk ketika 2,60 mol hidrazin bereaksi dengan oksigen berlebih?
Jawaban
111
Karena oksigen berada dalam jumlah berlebih maka reaksi ini akan berlangsung sampai semua hidrazin bereaksi kemudian berhenti. Menurut persamaan setara, 2 mol air terbentuk untuk setiap mol hidrazin yang bereaksi. 2 mol H2O ⇔ 1 mol N2H4
atau
dan
Selanjutnya kita dapat menghitung jumlah mol air yang dihasilkan dalam reaksi ini dengan cara berikut:
Manfaat Reaksi Setara •
Meramalkan Jumlah Zat Sekarang kita akan gunakan apa yang telah kita pelajari untuk mengetahui bagaimana persamaan kimia yang setara dapat digunakan untuk meramalkan berapa banyak O2 yang harus kita hirup untuk mencerna 5,00 g gula. Kita mulai dengan persamaan reaksi setara. C6H12O6(aq) + 6 O2(g) → 6 CO2(g) + 6 H2O(l) Pertanyaan yang mendasar adalah: Berapa mol molekul C6H12O6 yang terdapat dalam 5,00 gram senyawa ini? Satu-satunya cara untuk mengubah gram suatu zat menjadi mol adalah dengan mengetahui besarnya gram per mol zat tersebut. Dengan kata lain, kita perlu tahu berat molekulnya (massa molarnya). Berat molekul glukosa yang dihitung pada latihan 6, yaitu 180,158 g/mol atau dibulatkan menjadi 180,2 g/mol, dapat digunakan untuk membuat sepasang faktor satuan. dan Dengan tetap memperhatikan satuan selama perhitungan, akan lebih mudah memilih faktor satuan yang tepat untuk konversi gram gula menjadi mol.
112
Sekarang kita beralih ke persamaan reaksi setara. C6H12O6(aq) + 6 O2(g) → 6 CO2(g) + 6 H2O(l) Persamaan ini dapat digunakan untuk membuat 2 perbandingan mol yang menggambarkan hubungan antara mol gula dan mol oksigen yang terpakai pada reaksi ini. dan Dengan fokus pada satuan dalam soal ini, kita dapat memilih perbandingan mol yang tepat untuk konversi mol gula menjadi mol ekivalen oksigen.
Sekarang kita hanya memerlukan satu tahap lagi untuk melengkapi perhitungan, kita perlu mengubah mol oksigen yang bereaksi menjadi gram oksigen. Pada latihan 7 kita menyimpulkan bahwa berat molekul O2 tepat 2 kali berat atom unsurnya. Tahap berikutnya pada perhitungan ini menyangkut jumlah mol O2 yang diperlukan dengan menggunakan berat molekul senyawa tersebut.
Sekarang kita telah menjawab pertanyaan awal kita. Kita harus menghirup 5,328 g oksigen untuk mencerna 5,00 gram glukosa yang dibawa melalui aliran darah kita sebagai sumber energi yang diperlukan untuk bahan bakar tubuh.
Stoikiometri Reaksi
113
Sekarang Anda telah mengetahui semua tahap penting dalam perhitungan yang dikenal dengan istilah stoikiometri. Tujuan dari perhitungan ini adalah menggunakan persamaan kimia setara untuk meramalkan hubungan antara jumlah pereaksi dan hasil reaksi dalam suatu reaksi kimia. Tahap Perhitungan Terdapat tiga tahap dalam perhitungan ini. •
Carilah pereaksi atau hasil reaksi yang diketahui massanya dalam sampel dan rumus kimianya. Gunakan berat molekul zat tersebut untuk mengubah gram sampel menjadi mol. Tahap ini adalah suatu perhitungan yang secara langsung mengubah massa menjadi mol. Anda tidak perlu memperhatikan mol zat yang digunakan dalam reaksi kimia. Hal itu akan dibahas pada tahap berikutnya.
•
Gunakan persamaan reaksi setara untuk membuat perbandingan mol yang dapat mengubah mol zat tersebut menjadi mol suatu zat lainnya dalam reaksi tersebut.
•
Gunakan berat molekul dari zat lain itu untuk mengubah mol zat tersebut menjadi gram. Seperti pada tahap pertama, ini adalah perhitungan massa zat dari molnya. Di sini digunakan stoikiometri dari persamaan kimia.
•
Latihan 11 Hitunglah jumlah mol dan massa ammonia yang diperlukan untuk membuat 2,25 gram nitrogen oksida (NO) melalui persamaan berikut: 4 NH3(g) + 5 O2(g) → 4 NO(g) + 6 H2O(g) Jawaban Satu-satunya zat dalam reaksi ini yang diketahui rumus dan massanya adalah nitrogen oksida. Selanjutya kita mulai dengan mengubah 2,25 g NO menjadi mol senyawa tersebut. Untuk mengerjakannya, harus diketahui berat molekul NO, yaitu 30,0 g/mol. Jumlah mol NO yang terbentuk dalam reaksi ini dapat dihitung sebagai berikut:
114
Sekarang kita gunakan persamaan reaksi setara untuk menentukan perbandingan mol yang dapat digunakan untuk menghitung mol NH3 yang diperlukan untuk menghasilkan 0,075 mol NO.
Lalu kita gunakan berat molekul NH3 untuk menghitung massa ammonia yang digunakan dalam reaksi tersebut.
Berdasarkan perhitungan tersebut, kita harus mereaksikan 1,275 gram ammonia untuk memperoleh 2,25 gram nitrogen oksida. Stoikiometri dari Breathalyzer Hasil Penelitian Tahun 1990-an. Suatu patent dikeluarkan oleh R.F.Borkenstein pada tahun 1958 untuk Breathalyzer, yang digunakan sebagai metoda penentuan apakah seseorang berada dalam keadaan DUI, Driving Under the Influence (menyetir di bawah pengaruh), atau DWI, Driving While Intoxicated (menyetir dalam kondisi mabuk). Aspek kimia pada Breathalyzer digambarkan oleh persamaan berikut: 3CH3CH2OH(g) + 2 Cr2O72-(aq) + 16 H+(aq) → 3 CH3CO2H(aq) + 4 Cr3+(aq) + 11 H2O(l) Pada alat tes terdapat dua ampul yang masing-amsing berisi 0,75 mg kalium dikromat (K2Cr2O7) yang terlarut dalam asam sulfat (H2SO4). Salah satu dari ampul tersebut digunakan sebagai pembanding. Ampul lainnya dibuka lalu udara dari nafas yang akan dianalisis dimasukkan ke dalam ampul. Jika dalam nafas terdapat alkohol, maka alkohol tersebut akan bereaksi dengan ion Cr2O72- yang berwarna kuning-oranye membentuk ion Cr3+ yang berwarna
115
hijau. Kalium dikromat dalam ampul memiliki jumlah berlebih untuk jumlah maksimum alkohol yang diperkirakan ada dalam nafas seseorang. Jumlah ion Cr3+ hijau yang dihasilkan oleh reaksi tersebut bergantung pada jumlah etanol yang ada. Untuk setiap 3 mol etanol yang bereaksi dengan 2 mol dikromat akan menyebabkan pengurangan warna kuning-oranye, dan 4 mol ion Cr3+ akan dihasilkan sehingga akan meningkatkan warna hijau dari larutan dalam ampul. Pergeseran warna di antara kedua ampul menunjukkan jumlah alkohol dalam sampel nafas. Pengukuran alkohol dalam nafas kemudian diubah menjadi perhitungan konsentrasi alkohol dalam darah. Hubungan kuantitaif antara keduanya yaitu bahwa alkohol yang terkandung dalam 2100 mL udara yang dihembuskan dari paru-paru setara dengan jumlah alkohol dalam 1 mL darah. Pengukuran yang dilakukan dengan Breathalyzer dinyatakan dalam satuan BAC, Blood Alcohol Concentration (kadar alkohol darah), dari 0 hingga 0,40%. Dalam kebanyakan kasus, pada BAC 0,10% cukup untuk dinyatakan DWI. (ini menunjukkan adanya 0,10 g alkohol per 100 mL darah). Antara Januari 1989 dan Desember 1990, hampir 50 media massa mempublikasikan penelitian yang berhubungan dengan pengukuran kadar alkohol darah. Beberapa penelitian melaporkan bahwa perbandingan alkohol dalam nafas terhadap kadar alkohol darah sangat bervariasi antara satu orang dengan lainnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa breathalyzer jauh lebih disukai untuk kadar alkohol darah yang rendah dibanding BAC yang tinggi. Penelitian juga membuktikan tidak ada perbedaan yang signifikan antara laju metabolisma alkohol dengan usia seseorang. Penelitian ini juga memimpin perkembangan metoda yang lebih akurat untuk menentukan kadar alkohol darah, khususnya dalam pengerjaan otopsi pada mereka yang minum dan mengemudi. Baru-baru ini para siswa kimia memperlihatkan suatu miskonsepsi yang menarik. Beberapa siswa percaya bahwa mereka bisa “membohongi” tes
116
Breathalyzer dengan meletakan koin tembaga dalam mulut mereka. (Mereka percaya hal ini bisa menurunkan jumlah alkohol dalam nafas.) Faktanya, logam tembaga akan mengkatalisis reaksi oksidasi etil alkohol menjadi asetaldehid.
Tetapi ada satu masalah kecil yang mereka lupakan, koin tembaga harus dipanaskan hingga panas berpijar merah sebelum digunakan sebagai katalis!
Penentuan Rumus Senyawa Rumus Empiris •
Penentuan Rumus Empiris Gas Rawa Sebelumnya kita sudah membahas tentang satu cara untuk menentukan rumus senyawa dari karbon dioksida. Dengan pengukuran yang teliti tentang jumlah karbon
dan
oksigen
yang
bergabung
membentuk
karbon
dioksida
menunjukkan bahwa rumus senyawa tersebut adalah CO2. Kita akan coba cara lain dalam mengatasi permasalahan ini. Sekarang kita akan menguji senyawa metana, yang dikenal sebagai “gas rawa” karena pertama kali diperoleh di atas rawa-rawa tertentu di Inggris. Sekarang metana, yang merupakan komponen utama dari gas alam, dan campuran beberapa jenis hidrokarbon lain digunakan sebagai bahan bakar gas untuk keperluan sehari-hari seperti terlihat pada Gambar 17.
117
Gambar 17 Gas metana yang terbakar pada kompor. Gas rawa terdiri dari 74,9% massa karbon dan 25,1% massa hidrogen, atau 100 g sampel gas ini mengandung 74,9 g karbon dan 25,1 g hidrogen. Informasi ini sangat bermanfaat karena dengan menggunakan berat atom dari unsur-unsur ini maka kita dapat mengubah gram karbon dan hidrogen dalam sampel tersebut menjadi mol.
Sekarang kita tahu jumlah mol atom karbon dan jumlah mol atom hidrogen dalam sampel. Berikutnya adalah menentukan perbandingan mol unsur-unsur ini dalam sampel.
100 g sampel gas rawa mengandung mol atom hidrogen sebanyak 4 kali mol atom karbon. Artinya terdapat jumlah atom hidrogen 4 kali atom karbon dalam sampel. Percobaan ini menunjukan perbandingan paling sederhana atau rumus empiris (bukan rumus molekul) dari atom-atom penyusun gas rawa. Hasil
118
penelitian ini sesuai dengan molekul yang mengandung satu atom karbon dan empat atom hidrogen, CH4. Tetapi juga sesuai untuk rumus C2H8, C3H12, C4H16, dll. Karena itu maka rumus molekul dari senyawa tersebut merupakan hasil kali dari rumus empirisnya, CH4. Dan saat ini sudah diketahui bahwa gas rawa memiliki rumus molekul yang sama dengan rumus empirisnya, yaitu CH4. Rumus Molekul Rumus molekul suatu senyawa adalah rumus yang menyatakan jenis dan jumlah atom sebenarnya dalam satu molekul suatu senyawa. Dari rumus empiris suatu senyawa, dapat ditentukan rumus molekulnya jika diketahui berat molekul senyawa tersebut. •
Latihan 12 Tentukan rumus empiris vitamin C, seperti terlihat pada Gambar 18, yang mengandung 40,9% massa C, 54,5% massa O, dan 4,58% massa H!
Gambar 18 Tablet vitamin C.
119
Jawaban Kita mulai dengan menghitung jumlah gram tiap unsur dalam 100 g sampel vitamin C. 100 g X 40,9% C = 40,9 g C 100 g X 54,5% O = 54,5 g O 100 g X 4,58% H = 4,58 g H Kemudian kita mengubah gram tiap unsur menjadi mol atom unsur tersebut.
Karena kita lebih suka perbandingan paling sederhana dari unsur-unsur tersebut, maka kita bagi mol tersebut oleh mol terkecil.
Perbandingan atom C terhadap H terhadap O adalah 1 : 1,33 : 1. Tetapi tidak dituliskan dalam bentuk CH1,33O karena tidak ada atom hidrogen dalam bentuk sepertiga. Maka perbandingan tersebut harus dikalikan dengan bilangan terkecil yang menghasilkan bilangan bulat sebagai perbandingan paling sederhana. 2 (CH1,33O) = C2H2,66O2 3 (CH1,33O) = C3H4O3
120
Mengalikan bilangan tersebut dengan 3 menghasilkan rumus empiris C3H4O3 untuk vitamin C.
3 atom C
=
3 (12,011) sma
=
36,033 sma
4 atom H
=
4 ( 1,008 ) sma
=
4,032 sma
3 atom O
=
3 (15,999) sma
=
47,997 sma 88,062 sma
Massa satu molekul C3H4O3: Massa satu mol molekul C3H4O3 adalah 88,062 g. Semua perhitungan di atas kita dilakukan berdasarkan data persen massa. Pada percobaan terpisah diperoleh data berat molekul vitamin C sebesar 176 g/mol. Berat molekul tersebut dua kali dari berat 1 mol C3H4O3.
Maka kesimpulannya adalah molekul vitamin C dua kali lebih besar dari rumus empirisnya. Dengan kata lain, rumus molekul vitamin C adalah C6H8O6.
Analisis Unsur. Data persen massa suatu senyawa diperoleh dari proses yang disebut analisis unsur. Jika senyawa mengandung karbon dan hidrogen, maka cuplikan sampel kecil dibakar dalam alat mikroanalisis seperti ditunjukkan dalam Gambar 19. Beberapa milligram senyawa dimasukkan ke dalam wadah kecil platina dalam tungku yang dipanaskan sekitar 8500C, dan aliran gas oksigen dilewatkan pada sampel.
121
Senyawa yang hanya mengandung karbon dan hidrogen terbakar membentuk campuran CO2 dan H2O. Jika terdapat unsur selain karbon dan hidrogen, maka bisa terbentuk gas lain juga. CO2 dan H2O yang dihasilkan dalam reaksi pembakaran ini dibawa keluar dari tungku oleh aliran gas oksigen dan dijebak dalam sepasang zat penyerap. Uap air diserap oleh sampel magnesium perklorat [Mg(ClO4)2] yang diketahui massanya. Karbon dioksida diserap oleh sejumlah massa dari mineral askarit (Mg2Br2O4.2H2O).
Gambar 19 Diagram alat mikroanalisis yang digunakan untuk menentukan persen massa karbon dan hidrogen dalam senyawa. Contoh Analisis Sampel •
Aspirin Kita akan menganalisis 3,00 mg sampel aspirin yang diketahui mengandung 3 jenis unsur : karbon, hidrogen, dan oksigen. Hasinya terbentuk 6,60 mg CO2 dan 1,20 mg H2O. Tujuan
kita
adalah
mengubah
informasi
ini
menjadi
data
yang
menggambarkan persen massa karbon dan hidrogen dalam aspirin. Kita mulai dengan mengubah gram CO2 dan H2O yang dihasilkan dari reaksi ini menjadi mol senyawa masing-masing.
122
Sekarang kita harus tahu berapa mol atom karbon dalam gas CO2 dan berapa mol atom hidrogen dalam uap air. Kita mulai dengan adanya 1 atom karbon dalam setiap molekul CO2 yang artinya sama dengan 1 mol atom karbon dalam 1 mol molekul CO2.
Karena semua karbon berasal dari aspirin, sudah pasti aspirin mengandung 1,50 x 10-4 mol atom karbon. Ada dua atom hidrogen dalam setiap molekul H2O, artinya ada 2 mol atom hidrogen dalam 1 mol molekul H2O.
Maka aspirin mengandung 1,33 x 10-4 mol atom hidrogen. Sekarang kita tahu jumlah mol atom karbon dan atom hidrogen dalam sampel murni, sehingga kita dapat menghitung gram setiap unsur dalam sampel.
Menurut perhitungan ini, 3,00 mg sampel aspirin mengandung 1,80 mg atom karbon dan 0,134 mg hidrogen. Dengan perhitungan diubah menjadi 60,0% massa C dan 4,47% massa H.
Jumlah atom karbon dan hidrogen mencapai sekitar 64,5% dari total massa aspirin. Sisa masa sebesar 35,5% tentulah merupakan persen massa unsur
123
ketiga : yaitu oksigen. Maka mikroanalisis ini menghasilkan persen massa 60,0% C, 4,47% H, dan 35,5% O. Seperti pada latihan 12, data ini dapat digunakan untuk menentukan rumus empiris aspirin, sehingga diperoleh hasilnya C9H8O4.
Pereaksi Pembatas Konsep pereaksi pembatas ini penting karena para kimiawan seringkali melakukan reaksi dimana hanya terdapat jumlah yang terbatas dari salah satu pereaksi. Kunci untuk menyelesaikan masalah pereaksi pembatas adalah rangkaian tahap berikut: •
Kenali
permasalahan
pereaksi
pembatas,
atau
setidaknya
pikirkan
kemungkinan bahwa salah satu pereaksi memiliki jumlah yang terbatas. •
Asumsikan salah satu pereaksi sebagai pereaksi pembatas.
•
Lihat apakah Anda memiliki jumlah yang cukup pada pereaksi lainnya untuk bereaksi dengan zat yang Anda anggap sebagai pereaksi pembatas.
•
Jika benar, maka asumsi Anda tepat.
•
Jika salah, anggaplah bahwa pereaksi lain sebagai pereaksi pembatas dan ujilah asumsi tersebut.
•
Jika Anda telah mendapatkan pereaksi pembatas, hitunglah jumlah hasil reaksi yang terbentuk.
•
Latihan 13 Logam magnesium terbakar dengan cepat di udara membentuk magnesium oksida. Reaksi ini menghasilkan banyak energi dalam bentuk cahaya dan digunakan dalam bentuk nyala dan kembang api. Berapa mol dan berapa gram magnesium oksida (MgO) terbentuk jika 10,0 g magnesium (Mg) bereaksi dengan 10,0 g oksigen (O2)?
124
Jawaban Kita mulai penyelesaian masalah ini dengan menuliskan persamaan reaksi setara. 2 Mg(s) + O2(g) → 2 MgO(s) Lalu kita lihat salah satu pereaksi dan asumsikan sebagai pereaksi pembatas. Untuk itu, kita anggap Mg sebagai pereaksi pembatas dan O2 merupakan pereaksi berlebih. Lalu kita uji kebenaran asumsi tersebut. Jika benar, kita akan memiliki lebih banyak oksigen daripada yang diperlukan untuk membakar 10,0 g magnesium. Jika salah, maka O2 yang menjadi pereaksi pembatas. Kita mulai dengan mengubah gram magnesium menjadi mol magnesium.
Lalu kita gunakan persamaan reaksi setara untuk menentukan jumlah mol O2 yang diperlukan untuk membakar magnesium sebanyak itu. Berdasarkan persamaan reaksi, diperlukan 1 mol oksigen untuk membakar 2 mol magnesium. Maka kita membutuhkan 0,206 mol O2 untuk membakar semua magnesium.
Sekarang kita hitung massa O2.
Menurut perhitungan di atas, kita membutuhkan 6,59 g O2 untuk membakar semua magnesium. Karena kita memiliki 10,0 g O2, maka asumsi awal kita benar. Kita memiliki O2 lebih dari cukup sedangkan jumlah magnesium terbatas.
125
Sekarang kita menghitung jumlah magnesium oksiga yang terbentuk ketika semua pereaksi pembatas habis bereaksi. Persamaan setara menunjukkan bahwa 2 mol MgO dihasilkan untuk setiap 2 mol magnesium yang terpakai. Jadi, 0,411 mol MgO dapat terbentuk dalam reaksi ini.
Sekarang kita dapat menggunakan berat molekul MgO untuk menghitung jumlah gram MgO yang terbentuk.
Kita dapat memeriksa hasil perhitungan ini dengan melihat bahwa 10,0 gram magnesium bereaksi dengan 6,59 gram O2 membentuk 16,6 gram MgO (3,4 gram O2 tidak digunakan). Karena jumlah massa sebelum reaksi sama dengan massa sesudah reaksi maka kita yakin perhitungan ini benar. Pemodelan Pereaksi Pembatas Gambar 20 merupakan ilustrasi dari salah satu bentuk pemodelan untuk menjelaskan konsep pereaksi pembatas. Pada gambar tersebut terlihat bahwa setiap partikel dari pereaksi pembatas akan bergabung dengan partikel dari pereaksi berlebih untuk membentuk hasil reaksi, tetapi tidak semua pereaksi berlebih terpakai pada reaksi tersebut. Terdapat sisa pereaksi berlebih yang tidak bereaksi, jumlah partikel zat hasil reaksi ditentukan (dibatasi) oleh pereaksi pembatas.
126
Gambar 20 Pereaksi pembatas. Grafik Pereaksi Pembatas Selain pemodelan, kita lihat pada latihan 11 diperlukan 1,275 g ammonia untuk membuat 2,25 g nitrogen oksida melalui reaksi berikut : 4 NH3(g) + 5 O2(g) → 4 NO(g) + 6 H2O(g) Tetapi kita juga membutuhkan hal lain, kita butuh oksigen yang cukup agar reaksi berlangsung. Gambar 21 menunjukkan jumlah NO yang dihasilkan jika 1,275 g ammonia bereaksi dengan jumlah oksigen yang berbeda. Pertama, jumlah NO yang dihasilkan berbanding lurus dengan jumlah O2 yang ada ketika reaksi dimulai. Tetapi kemudian pada beberapa titik, hasil reaksi menjadi konstan. Tidak masalah berapa banyak O2 yang ditambahkan ke dalam sistem, tidak ada lagi penambahan NO yang dihasilkan. Pada akhirnya kita mencapai titik dimana semua NH3 habis bereaksi sebelum semua O2 terpakai. Ketika ini terjadi, reaksi pasti berhenti. Tidak masalah berapa banyak O2 yang ditambahkan ke dalam sistem, kita tidak bisa mendapatkan lebih dari 2,25 g NO yang terbentuk dari 1,275 g NH3.
127
Gambar 21 Gram NO terbentuk oleh reaksi 1,275 gram ammonia dengan oksigen. Ketika tidak ada NH3 yang cukup untuk bereaksi dengan semua O2 dalam reaksi tersebut, jumlah NH3 membatasi jumlah NO yang dapat dihasilkan. Selanjutnya ammonia disebut pereaksi pembatas dalam reaksi ini. Karena jumlah O2 lebih dari yang kita butuhkan maka disebut pereaksi berlebih. Analogi Mur dan Baut Sebuah analogi (pemisalan) dapat menjelaskan tentang apa yang terjadi pada pereaksi pembatas ini yaitu analogi mur dan baut. Kita mulai dengan 10 mur dan 10 baut sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 22. Berapa banyak “molekul” MB dapat dibuat dengan memasangkan satu mur (M) untuk setiap baut (B) ? jawabannya jelas, kita dapat membuat tepat 10. Karena jumlah mur dan baut tepat 10 maka tidak ada pereaksi pembatas. Setelah itu kita melepaskan pasangan mur dan baut tersebut.
128
Gambar 22 Mulai dengan 10 mur (M) dan 10 baut (B) kita dapat membuat 10 molekul MB, tidak ada mur dan baut yang tersisa. Sekarang kita merangkai molekul M2B dengan memasangkan 2 mur untuk setiap baut. Dengan menggunakan 10 mur dan 10 baut, kita hanya dapat membuat 5 molekul M2B, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 23. Karena kita menggunakan semua mur, maka mur menjadi pereaksi pembatas, karena ada lima baut tersisa maka baut merupakan pereaksi berlebih.
Gambar 23 Mulai dengan 10 mur dan 10 baut, kita hanya dapat membuat 5 molekul M2B dan kita mendapatkan 5 baut tersisa. Karena jumlah molekul M2B dibatasi oleh jumlah mur, maka mur merupakan pereaksi pembatas pada analogi ini. Bisa juga kita memasangkan 2 baut pada 1 mur. Mulai dengan 10 mur dan 10 baut, kita hanya dapat membuat lima molekul MB2, seperti ditunjukkan pada Gambar 24.
Sekarang, baut merupakan pereaksi pembatas dan mur adalah
pereaksi berlebih.
129
Gambar 24 Mulai dengan 10 mur dan 10 baut, kita hanya dapat membuat lima molekul MB2, dan kita akan memiliki lima mur tersisa. Dalam kasus ini, baut merupakan pereaksi pembatas. Sekarang kita perluas analogi ini untuk permasalahan yang sedikit lebih sulit yaitu kita mencoba membentuk molekul M2B dari kumpulan 30 mur dan 20 baut. Ada tiga kemungkinan : (1) kita memiliki terlalu banyak mur dan kekurangan baut, (2) kita memiliki terlalu banyak baut dan kekurangan mur, atau (3) kita memiliki jumlah mur dan baut yang sesuai. Salah satu cara untuk menyelesaikannya adalah dengan menguji kemungkinan tersebut, karena ada lebih banyak mur (30) dibandingkan baut (20) maka kita anggap jumlah mur terlalu banyak dan jumlah baut kurang. Dengan kata lain, kita anggap baut sebagai pereaksi pembatas dalam soal ini. Sekarang kita uji asumsi ini. Berdasarkan rumus M2B, kita membutuhkan 2 mur untuk setiap baut. Maka kita membutuhkan 40 mur untuk 20 baut.
Berdasarkan perhitungan tersebut, kita membutukan lebih banyak mur (40) dari yang kita miliki (30). Jadi asumsi tersebut salah. Kita tidak berpatokan pada jumlah baut, tetapi pada jumlah mur. Karena asumsi awal salah maka kita akan mencoba menguji asumsi lain. Anggaplah mur sebagai pereaksi pembatas dan hitung jumlah baut yang diperlukan.
130
Apakah kita memiliki jumlah baut yang cukup untuk semua mur? Ya, kita hanya membutuhkan 15 baut dan kita memiliki 20 baut. Asumsi kedua kita benar. Dalam hal ini pereaksi pembatas adalah mur dan pereaksi berlebih baut. Sekarang kita dapat menghitung jumlah molekul yang dapat dibentuk dari 30 mur dan 20 baut. Karena pereaksi pembatas adalah mur, maka jumlah mur membatasi jumlah M2B yang dapat dibuat. Karena kita memperolah 1 molekul M2B untuk setiap dua mur, maka kita dapat membuat 15 molekul M2B.
Hasil Teoritis dan Persen Hasil Pada kebanyakan percobaan yang dirancang untuk sintesis kimia, jumlah hasil reaksi yang dapat diisolasi lebih sedikit dari hasil perhitungan maksimum. Berkurangnya hasil reaksi tersebut bisa disebabkan oleh beberapa hal. Secara mekanis bisa disebabkan oleh zat yang melekat dan tertinggal pada peralatan gelas. Pada beberapa reaksi, bisa juga disebabkan terjadinya penguapan hasil reaksi yang mudah menguap (volatile). Hal lainnya bisa terjadi pada reaksi yang menghasilkan padatan, dimana zat padat tersebut dipisahkan dengan cara penyaringan. Meski jumlahnya sedikit, tetapi produk yang tersisa dalam larutan cukup memberi kontribusi terhadap pengurangan hasil reaksi. Di samping semua itu, satu penyebab yang umum dari berkurangnya hasil reaksi dibanding perhitungan teoritis adalah karena adanya reaksi bersaing. Reaksi ini menghasilkan produk samping, yaitu produk dari reaksi yang bersaing dengan reaksi utama. Sebagai contoh sintesis fosfor triklorida dapat menghasilkan fosfor pentaklorida karena PCl3 dapat bereaksi lebih lanjut dengan Cl2. Reaksi utama:
2 P(s) + 3Cl2(g) → 2 PCl3(l)
Reaksi bersaing:
PCl3(l) + Cl2(g) → PCl5(s)
131
Persaingan terjadi antara PCl3 yang baru terbentuk dengan P untuk bereaksi dengan Cl2. Hasil sebenarnya dari produk yang diharapkan dihitung secara mudah dari zat yang dapat diisolasi, dinyatakan dalam massa atau mol. Sedangkan hasil teoritis dari produk adalah apa yang dapat diperoleh jika tidak terjadi pengurangan. Jika hasil yang diperoleh lebih sedikit dari hasil teoritis, para kimiawan umumnya menghitung persen hasil dari produk untuk menggambarkan seberapa baik pemisahan terjadi. Persen hasil adalah hasil sebenarnya yang dihitung sebagai persentase dari hasil teoritis.
Hasil teoritis dan hasil sebenarnya tentu saja keduanya memiliki satuan yang sama. Sekarang kita akan mengerjakan contoh yang menggabungkan penentuan reaksi pembatas dengan perhitungan persen hasil. •
Latihan 14 Seorang kimiawan melakukan sintesis fosfor triklorida dengan mencampurkan 15,0 g P (massa molar 30,97 g/mol) dengan 40,0 g Cl2 (massa molar 70,90 g/mol) dan diperoleh 47,4 g PCl3. Hitunglah persen hasil dari senyawa ini. Persamaan untuk reaksi utama adalah sebagai berikut: 2 P(s) + 3Cl2(g) → 2 PCl3(l) Jawaban Perhatikan bahwa massa dari kedua pereaksi diberikan, ini merupakan ciri bahwa kita menghadapi soal tentang pereaksi pembatas. Pertama-tama kita harus tentukan dulu pereaksi mana, P atau Cl2, yang merupakan pereaksi pembatas karena kita akan mendasarkan perhitungan hasil teoritis PCl3 pada pereaksi pembatas itu. Ingatlah bahwa pada masalah tentang pereaksi pembatas, kita harus memilih salah satu pereaksi dan melakukan perhitungan untuk melihat apakah zat
132
tersebut benar pereaksi pembatas. Kita coba pilih fosfor dan kita lihat apakah jumlahnya cukup untuk bereaksi dengan 40,0 g klor. Rangkaian perhitungan berikut memberikan jawabannya. Perhitungan cepat dengan menggabungkan berbagai faktor satuan bisa dilakukan sebagai berikut:
Karena hanya tersedia 40,0 g Cl2 sedangkan yang dibutuhkan 51,5 g, maka Cl2 yang ada tidak cukup untuk bereaksi dengan 15,0 g P. Karena itu, kita bisa pastikan bahwa Cl2 merupakan pereaksi pembatas. Selanjutnya kita bisa menghitung hasil teoritis PCl3 didasarkan pada Cl2. Untuk memperoleh hasil teoritis PCl3, kita hitung berapa gram PCl3 yang dapat dihasilkan dari 40,0 g Cl2 jika reaksi berlangsung sempurna. Penggabungan beberapa faktor satuan menghasilkan perhitungan berikut:
gram Cl2 → mol Cl2 → mol PCl3 → gram PCl3 Hasil sebenarnya adalah 47,4 g PCl3, bukan 51,65 g, sehingga persen hasil dapat dihitung sebagai berikut:
Maka diperoleh 93,8% dari hasil teoritis PCl3. Reaksi Larutan Reaksi antara dua jenis zat yang dapat larut dalam air dipengaruhi oleh keadaannya, apakah zat itu dalam bentuk larutan atau bukan, hal tersebut bisa menentukan apakah suatu reaksi terjadi atau tidak. Tetapi perhitungan stoikiometri untuk reaksi larutan sama saja dengan perhitungan reaksi untuk zat yang bukan larutan. Reaksi Antar Dua Jenis Larutan
133
Contohnya untuk kristal timbal nitrat, Pb(NO3)2, dapat dicampur dengan kristal kalium iodida, tetapi partikel keduanya tidak bebas bergerak dan bereaksi. Sehingga tidak terjadi reaksi. Tapi jika larutan kalium iodida, KI(aq), dicampurkan ke dalam larutan timbal nitrat, Pb(NO3)2(aq), maka langsung terjadi reaksi menghasilkan padatan kuning cerah timbal iodida, PbI2(s), yang terbentuk sebagai endapan seperti terlihat pada Gambar 25.
Gambar 25 Reaksi pengendapan timbal iodida, PbI2(s), yang berwarna kuning cerah dari larutan kalium iodida dan timbal nitrat. Persamaan reaksinya adalah: Pb(NO3)2(aq) + 2KI(aq) → PbI2(s) + 2 KNO3(aq) Kedua reaktan dihubungkan oleh ekivalensi mol berikut: 1 mol Pb(NO3)2 ⇔ 2 mol KI Jika kita ingin mereaksikan 0,10 mol Pb(NO3)2 maka kita membutuhkan 0,20 mol KI. Massa molar Pb(NO3)2 adalah 331 g/mol sedangkan KI 166 g/mol, sehingga kita harus mengambil 33,1 g Pb(NO3)2 dan 2 x 16,6 g atau 33,2 g KI. Kita harus
134
melarutkan zat tersebut dalam air secara terpisah, dan kemudian mencampurkan kedua larutan tersebut. Reaksi Antara Larutan dan Bukan Larutan Kadang hanya salah satu pereaksi yang harus berada dalam bentuk larutan, misalnya reaksi logam seng (dalam bentuk logam padat) dengan asam klorida (dalam bentuk larutan), seperti terlihat pada Gambar 26.
Gambar 26 Reaksi antara logam padat seng, Zn, dengan larutan asam klorida, HCl. Konsentrasi Larutan Kerja secara kuantitatif dengan stoikiometri larutan memerlukan satuan konsentrasi yang disebut konsentrasi molar atau molaritas (dilambangkan dengan M). Molaritas larutan adalah jumlah mol zat terlarut per liter larutan. Kita dapat menuliskan perbandingan mol zat terlarut terhadap volume larutan yang dinyatakan dalam liter.
135
Jadi larutan yang mengandung 0,100 mol NaCl dalam 1,000 L larutan memiliki molaritas 0,100 M, dan kita sebaiknya menuliskan larutan tersebut sebagai 0,100 molar NaCl atau sebagai 0,100 M NaCl. Konsentrasi yang sama dapat diperoleh dengan melarutkan 0,010 mol NaCl dalam 0,100 L (100 mL) larutan karena perbandingan mol zat terlarut terhadap volume larutan adalah sama.
Molaritas sangat bermanfaat karena memudahkan kita untuk memperoleh sejumlah mol zat dengan cara sederhana yaitu dengan mengambil volume tertentu dari suatu larutan yang sudah disiapkan sebelumnya, pengukuran ini bisa dilakukan dengan cepat dan mudah di laboratorium. Contohnya jika kita memiliki persediaan larutan 0,100 M NaCl, dan kita membutuhkan 0,100 mol NaCl untuk suatu reaksi maka kita bisa mengukur 1,00 L larutan secara sederhana karena dalam volume tersebut terdapat 0,100 mol NaCl. Kita tidak perlu bekerja dengan satu liter larutan, karena perbandingan tersebut bukan menyatakan volume keseluruhan melainkan hanya perbandingan jumlah mol zat terlarut terhadap jumlah liter larutan. Misalnya jika kita melarutkan 0,020 mol natrium kromat, Na2CrO4, dalam 0,250 L (250 mL) volume akhir larutan, maka molaritas larutan dapat dihitung dengan cara berikut:
Molaritas larutan dapat menghasilkan dua faktor konversi (faktor satuan) yang meghubungkan mol zat terlarut dengan liter larutan. Contohnya larutan 0,100 M NaCl menghasilkan faktor satuan berikut: dan Umumnya, volume yang digunakan dalam percobaan menggunakan satuan mililiter dan bukan dalam liter. Banyak kimiawan yang menganggap lebih mudah mengganti 1,00 L dalam faktor satuan di atas menjadi 1000 mL daripada
136
mengubah L menjadi mL pada bagian perhitungan lainnya. Sehingga faktor satuan di atas dapat ditulis ulang dalam bentuk berikut: dan •
Latihan 15 Untuk mempelajari pengaruh keberadaan garam terlarut terhadap perkaratan sampel besi, seorang siswa membuat larutan NaCl dengan melarutkan 1,461 g NaCl dalam 250,0 mL labu volumetrik. Berapa molaritas larutan ini? Jawaban Bekerja dengan molaritas mengharuskan kita untuk mengingat definisinya, molaritas adalah perbandingan mol zat terlarut terhadap liter larutan. Untuk menghitung perbandingan tersebut dari data yang diberikan. Pertama-tama kita harus mengubah 1,461 g NaCl menjadi mol NaCl, dan kita harus mengubah 250,0 mL menjadi liter. Lalu secara sederhana kita membagi jumlah mol dengan jumlah liter untuk menghasilkan molaritas. Jumlah mol NaCl dihitung menggunakan massa molar NaCl 58,443 g/mol.
Volume larutan yang ekivalen dengan 250,0 mL adalah 0,250 L. Maka molaritas larutan dihitung dengan cara:
Penentuan Mol Di laboratorium, kita seringkali harus membuat larutan dengan molaritas tertentu. Jika kita mengetahui volume dan molaritas dari suatu larutan, maka kita bisa menghitung jumlah mol zat terlarut dalam volume tersebut karena hasilkali molaritas dan volume (yang dinyatakan dalam liter) sama dengan mol zat terlarut.
137
Molaritas x volume (L) = mol zat terlarut
Perhitungan ini seringkalli digunakan pada permasalahan stoikiometri larutan. •
Latihan 16 Untuk membuat 250 mL larutan 0,100 M Cd(NO3)2, berapa gram kadmium nitrat yang diperlukan? Jawaban Karena kita tahu molaritas dan volume larutan maka kita dapat menghitung jumlah mol kadmium nitrat yang ada dalam larutan setelah larutan tersebut dibuat. Dan jika kita sudah tahu mol kadmium nitrat maka kita bisa menghitung jumlah gramnya menggunakan massa molar garam tersebut. Faktor satuan yang dapat dibuat dari 0,100 M Cd(NO3)2 adalah : atau Kita memiliki 250 mL larutan atau 0,250 L larutan Cd(NO3)2. Untuk mendapatkan mol Cd(NO3)2 kita kalikan volume tersebut dengan faktor satuan sebelah kiri:
Lalu kita mengubah mol menjadi gram Cd(NO3)2 menggunakan massa molarnya yaitu 236,43 g/mol.
Jadi untuk membuat 250 mL larutan 0,100 M Cd(NO3)2, kita harus menimbang 5,91 g Cd(NO3)2 lalu memasukkannya ke dalam labu volumetrik
138
250 mL, melarutkannya dengan cara menambahkan air ke dalamnya hingga batas volume. Pengenceran Larutan Ketika ke dalam suatu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya ditambahkan pelarut, maka konsentrasi larutan akan berkurang. Peristiwa ini disebut pengenceran. Satu hal yang harus diingat, pada proses pengenceran terjadi perubahan volume dan molaritas larutan, tetapi jumlah mol zat terlarut tidak berubah. Karena hasil kali molaritas dan volume adalah mol, maka dapat ditulis hubungan berikut: (V lar encer) x (M lar encer) = (V lar pekat) x (M lar pekat) Vencer x Mencer = Vpekat x Mpekat Pada perhitungan ini bisa digunakan satuan apapun untuk volume, asalkan satuan yang digunakan sama untuk kedua sisi persamaan. Umumnya volume yang digunakan adalah mililiter. •
Latihan 17 Berapa banyak larutan 0,200 M K2Cr2O7 yang diperlukan untuk membuat 100 mL larutan 0,040 M K2Cr2O7? Jawaban Lebih dulu kita menuliskan data apa yang diberikan dan data apa yang kurang. Vencer = 100 mL Mencer = 0,040 M Mpekat = 0,200 M Vpekat = ? Berdasarkan persamaan: Vencer x Mencer = Vpekat x Mpekat Maka kita bisa menghitung volume larutan pekat sebagai berikut:
139
Jawaban ini menunjukkan bahwa kita harus mengukur 20,0 mL larutan 0,200 M K2Cr2O7, menyimpannya dalam labu volumetrik 100 mL, lalu menambahkan air hingga batas volume. Stoikiometri dalam Reaksi Larutan Melalui contoh berikut, kita akan melihat bagaimana menyelesaikan perhitungan stoikiometri pada larutan yang diketahui konsentrasinya. •
Contoh Suatu zat padat yang ada dalam film photografi adalah perak bromida, AgBr. Senyawa ini tak larut dalam air, dan salah satu cara untuk membuat senyawa tersebut adalah dengan mencampurkan dua macam larutan dari senyawa yang dapat larut dalam air, perak nitrat dan kalsium bromida. Persamaan reaksinya adalah: 2 AgNO3(aq) + CaBr2(aq) → 2 AgBr(s) + Ca(NO3)2(aq) Berapa mililiter larutan 0,125 M CaBr2 harus digunakan untuk bereaksi dengan 50,0 mL larutan 0,115 M AgNO3? Untuk menjawab soal di atas kita harus melihat ekivalensi antara AgNO3 dan CaBr2. 2 mol AgNO3 ⇔ 1 mol CaBr2 Kita dapat menghitung mol AgNO3 dari data yang diberikan, menggunakan volume dan molaritas larutan AgNO3.
Lalu kita gunakan koefisien dalam persamaan untuk menentukan mol CaBr2.
140
Akhirnya kita gunakan mol CaBr2 yang sudah kita ketahui dan molaritas larutan CaBr2 sebagai faktor konversi untuk menghitung volume larutan yang diperlukan.
Jadi 0,023 L atau 23,0 mL larutan 0,125 M CaBr2 mengandung jumlah zat terlarut yang cukup untuk bereaksi dengan 50,0 mL larutan 0,115 M AgNO3
141