181i
DAFTAR ISI Pemasyarakatan Bahasa Indonesia melalui Madihin Banjar Jhon Tralala dan Hendra sebagai Upaya Mempererat Persatuan Bangsa Indonesia M. Rafiek (Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin)
184-195
Urutan Logis dan Temporal dalam Novel Kubah karya Ahmad Tohari Yuliati Eka Asi (Universitas Palangka Raya)
196-209
Lintasan Pemikiran Estetika Puisi Indonesia Modern Heri Suwignyo (Universitas Negeri Malang)
210-223
Dominasi Bahasa Sanskerta dan Bahasa Arab dalam Kosakata Serapan Bahasa Indonesia Akhmad Yazidi (Universitas Pakuan Bogor)
224-235
Eksistensi Perempuan dalam Novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus: Tinjauan Kritik Sastra Feminis Indah Ika Ratnawati (Universitas Balikpapan)
236-243
Kendala Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar Rina Listia dan Sirajuddin Kamal (Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin)
244-250
Madihin: Analisis Struktur Teks, Tema, dan Cara Penyajiannya Sri Helda Herawati (SMA IT Ukhuwah Banjarmasin)
251-257
Analisis Bahasa Hipnoterapi pada Siswa SMAN 1 Mataraman Fajarika Ramadania (SMAN 1 Mataraman Kabupaten Banjar)
258-265
Meningkatkan Ketuntasan Belajar Siswa Kelas VIII B SMPN 3 Paringin pada Materi Pembelajaran Unsur Intrinsik Novel melalui Model Make A Match Siti Jaleha (SMPN 3 Paringin Kabupaten Tabalong)
266-270
182
Peranan Menulis Jurnal untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Narasi Hatmiati (SMPN 7 Amuntai)
271-279
Keberterimaan Suatu Kata pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lambung Mangkurat Rusma Noortyani (Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin)
280-291
Campur Kode dalam Proses Belajar-Mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui Lilik Yulianti (Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui)
292-301
Potret Tokoh Utama dalam Novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy Laila Fitriani (SMAN 4 Barabai)
302-310
Indeks Pengarang JURNAL BAHASA DAN SASTRA (JBS) Jilid 3 (Tahun 2013)
310.1
Indeks Mitra Bebestari JURNAL BAHASA DAN SASTRA (JBS) Jilid 3 (Tahun 2013)
310.2
183
PEMASYARAKATAN BAHASA INDONESIA MELALUI MADIHIN BANJAR JHON TRALALA DAN HENDRA SEBAGAI UPAYA MEMPERERAT PERSATUAN BANGSA INDONESIA (THE SOCIALIZATION OF INDONESIAN LANGUAGE THROUGH MADIHIN BANJAR BY JHON TRALALA AND HENDRA AS EFFORTS TO STRENGTHEN NATIONAL UNITY OF INDONESIA) M. Rafiek Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjend. H. Hasan Basry, Kampus Kayu Tangi, Banjarmasin, Kode Pos 70123, e-mail
[email protected] Abstract The Socialization of Indonesian Language through Madihin Banjar by Jhon Tralala and Hendra as Efforts to Strengthen National Unity of Indonesia.Madihin Banjar hosted by Jhon Tralala quite known in Indonesia. Jhon Tralala and Hendra, his son is able to adjust the language of poetry or rhyme madihin that brought the audience in attendance in front of him. When many people Banjar, of language poetry or rhymes that brought madihin Banjar language. However, when appearing before the lot is not the Banjar, Jhon Tralala and Hendra, Indonesian children will use in its presentation. Things like this that make madihin Banjar Jhon Tralala and Hendra, his son is able to be accepted by the people of Indonesia. Through poems or rhymes that speak Indonesian madihin Jhon Tralala and Hendra, his son is able to disseminate ideas, ideas, and messages to strengthen national unity of Indonesia. Keywords: madihin, indonesian, unifying
Abstrak Pemasyarakatan Bahasa Indonesia melalui Madihin Banjar Jhon Tralala dan Hendra sebagai Upaya Mempererat Persatuan Bangsa Indonesia. Madihin Banjar yang dibawakan oleh Jhon Tralala cukup dikenal di Indonesia. Jhon Tralala dan Hendra, anaknya mampu menyesuaikan bahasa syair atau pantun madihin yang dibawakannya dengan khalayak yang hadir di hadapannya. Bila banyak orang Banjar, tentu bahasa syair atau pantun madihin yang dibawakannya menggunakan bahasa Banjar. Akan tetapi bila yang hadir di hadapan lebih banyak bukan orang Banjar, Jhon Tralala dan Hendra, anaknya akan menggunakan bahasa Indonesia dalam penyajiannya. Hal seperti inilah yang membuat madihin Banjar Jhon Tralala dan Hendra, anaknya mampu diterima oleh masyarakat Indonesia. Melalui syair atau pantun madihin berbahasa Indonesia itulah Jhon Tralala dan Hendra, anaknya mampu menyebarluaskan ide, gagasan, dan pesan-pesannya untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kata-kata kunci: madihin, bahasa indonesia, pemersatu bangsa
PENDAHULUAN Madihin adalah salah satu jenis tradisi lisan yang ada di Kalimantan Selatan. Madihin adalah kesenian khas Kalimantan Selatan, bersyair atau berpantun diiringi dengan pukulan rebana 184
(Hapip, 2008: 114). Madihin cukup dikenal di Indonesia setelah dibawakan oleh Jhon Tralala di TVRI pada era 1980-an. Jhon Tralala mampu mengangkat tradisi lisan madihin menjadi popular di Indonesia karena pantun dan syair dalam madihin bisa dia kemas dengan bahasa humor. Jhon Tralala sering diundang ke berbagai daerah di Indonesia untuk membawakan madihinnya. Madihin adalah kesenian tradisional Kalimantan Selatan yang disajikan oleh pamadihinan yang melagukan pantun dan syair sambil memukul alat pukul terbang. Pantun dan syair yang mereka bawakan disesuaikan dengan hadirin yang hadir. Kalau yang hadir banyak orang dari suku Banjar maka pamadihinan akan menggunakan bahasa Banjar dalam madihinnya. Akan tetapi kalau yang hadir banyak berasal dari berbagai suku bangsa di Indonesia, pamadihinan akan menggunakan bahasa Indonesia. Jhon Tralala adalah seniman yang mempopulerkan madihin hingga ke tingkat nasional. Dalam perkembangannya, Jhon Tralala dalam bermadihin ditemani oleh anaknya yang bernama Hendra. Dengan memainkan madihin secara berpasangan tersebut, Jhon Tralala dan Hendra secara kompak mampu menghibur penonton yang menyaksikan penampilan mereka. Madihin yang dibawakan oleh Jhon Tralala dan Hendra ini berisi humor-humor segar yang mengundang gelak tawa penonton yang hadir. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunarti, Purlansyah, Seman, Maswan, dan Kadir (1978: 235) yang menyatakan bahwa madihin berfungsi sebagai hiburan masyarakat. Dalam penyampaian pantun madihin, menurut Thabah (1999: 9) sudah ada struktur penyampaiannya yang sudah baku, yaitu terdiri atas 4 langkah. 1. Pembukaan, yaitu dengan melagukan sampiran sebuah pantun yang diawali pukulan terbang yang disebut pukulan membuka. Sampiran pantun ini biasanya akan memberikan informasi tema apa yang akan dibawakan dalam penyampaian pantun madihin. 2. Memasang tabi, yaitu membawakan syair-syair atau pantun yang isinya menghormati penonton, dan memohon maaf jika terdapat kekeliruan dalam penyampaian. 3. Menyampaikan isi (manguran), yaitu menyampaikan syair-syair atau pantun yang selalu selaras dengan tema penyampaian atau sesuai dengan permintaan pihak penyelenggara. Sebelum sampiran pantun di pembukaan harus disampaikan isinya terlebih dahulu (mamacah bunga). 4. Penutup, yaitu menyampaikan kesimpulan dari apa yang baru saja disampaikan sambil menghormati penonton, dan mohon pamit, serta ditutup dengan pantun-pantun serta lagulagu. Tetapi pada kenyataannya ada juga yang membagi struktur penyajian pantun madihin itu atas 3 saja, yaitu (1) pembukaan yang terdiri atas membawakan hadiyan dan memasang tabi, (2) penyampaian isi atau menguran, dan (3) penutup. Pembukaan di atas terdiri atas dua bagian, yaitu membawakan hadiyan dan memasang tabi. Kedua bagian itu mempunyai ciri sendiri-sendiri. Membawakan hadiyan, maksudnya pamadihinan mulai mengucapkan kata-kata pembuka. Pantun-pantunnya pun disebut pantun pembuka. Selain itu, pada bagian ini pamadihinan juga berkesempatan mengucapkan kata-kata selamat datang kepada para penonton yang sudah berkumpul di tempat pertunjukan. Sesudah mengucapkan pantun pembuka atau pantun hadiyan, lalu dilanjutkan dengan pantun selamat datang. Jika pantun selamat datang sudah selesai diucapkan, kemudian dilanjutkan dengan memecahkan hadiyan. Setelah itu dilanjutkan dengan memasang tabi. Mengenai menguran dan penutup kurang lebih sama dengan penjelasan nomor 3 dan 4 di atas.
185
Berikut ini disajikan contoh pantun madihin dengan memperhatikan struktur penyampaiannya. Pembukaan
: Asalammualaikum ulun mangawalinya (Asalammualaikum saya mengawalinya) Sabagai salam untuk pian samuanya (Sebagai salam untuk hadirin semuanya) Bukanlah ulun pamadihinan aslinya (Bukanlah saya pamadihinan aslinya) Mun ulun salah, muhun pian mamakluminya (Kalau saya salah, mohon hadirin memakluminya) Madihin ulun ini, madihin asli (Madihin saya ini, madihin asli) Amun kada parcaya, silahakan mandangari (Kalau tidak percaya, silahkan mendengarkan) Kini ulun mambawaakan ulahan sandiri (Kini saya membawakan buatan sendiri) Dangan judul babakti lawan kuitan laki (Dengan judul berbakti dengan orang tua lakilaki)
Mamasang Tabi
: Tarima kasih ulun ucapakan (Terima kasih saya ucapkan) Atas sambutan sampiyan samuaan (Atas sambutan hadirin semuanya) Amun ulun salah, jangan ditatawaakan (Kalau saya salah, jangan ditertawakan) Maklumlah ulun hanyar cacobaan (Maklumlah saya baru coba-coba)
Salamat datang hadirin nang tarhormat (Selamat datang hadirin yang terhormat) Kuucap salam supaya samua salamat (Kuucap salam supaya semua selamat) Tasanyum dulu itu sabagai syarat (Tersenyum dulu itu sebagai syarat) Supaya salamat dunia lawan ahirat (Supaya selamat dunia dan akhirat) Baik nang di balakang atawa di hadapan (Baik yang di belakang atau di depan) Baik nang bujang atawa baranakan (baik yang bujang atau yang sudah mempunyai anak) Baik nang baingusan atawa baliuran (baik yang beringusan atau yang berliuran) Baik nang badirian atawa nang badudukan (baik yang berdiri atau yang duduk) Manguran (ayah) : Oh anakku si belahan hati (Oh anakku si belahan hati) Bagaimana kalau abahmu babini lagi? (Bagaimana kalau ayahmu beristri lagi?) Apakah ikam akan manyatujui? (Apakah kamu akan menyetujui? Sarta akan mamiliki uma tiri? (Serta akan memiliki ibu tiri?) (anak) : Tantu saja, ulun akan mangadili (Tentu saja, saya akan mengadili) Kapapurunan pian sabagai saurang laki (Ketegaan ayah sebagai seorang suami) Kalau parlu, abah akan kutinggali (Kalau perlu, ayah akan kujauhi) Karna calon abah ulun ambil bini (Karna calon ayah saya ambil istri) (ayah) : Oh anakku ikam wani sakali (Oh anakku kamu berani sekali) Kada takutankah ikam di ahirat nanti (Tidak takutkah kamu di akhirat nanti)
186
Mun aku tahu kalakuan ikam bagini (Kalau aku tahu kelakuan kamu begini) Sudah dari dulu ikam kusariki (Sudah dari dulu ikam kumarahi) (anak) : Ya, abahku, pian sarik sakali (Ya ayahku bapak marah sekali) Bukan maksud ulun handak malawani (Bukan maksud saya hendak menentang) Karna tapaksa ulun manjadi wani (Karena terpaksa saya menjadi berani) Muhun dimaapakan dan juga diampuni (Mohon dimaafkan dan juga diampuni) Aaa.....wan (anak) : Oh abahku, pian sangar sakali (Oh ayahku, bapak sangar sekali) Bila sarik mata pian mencangangi (Bila marah mata ayah cengang sekali) Ulun kada wani bila pian manyariki (Saya tidak berani bila ayah memarahi) Muntung babunyi, batis tangan pun baraksi (Mulut berbunyi, kaki tangan pun beraksi) (ayah) : Kalau memang zaman sudah baganti (Kalau memang zaman sudah berganti) Handak rasanya aku babini lagi (Hendak rasanya aku beristri lagi) Handak nang langkar atawa nang sudah balaki (Hendak yang cantik atau yang pernah bersuami) Cukup pangalamannya, kada usah dilajari (Cukup pengalamannya, tidak usah diajari) Aaa....wan Penutup
: Di satop dahulu ulun bamadihinan (Di stop dahulu saya bermain madihin) Ngalu kapala bapandir kada karuan (Pusing kepala berbicara tidak keruan) Handak rasanya ulun bukah saurangan (Hendak rasanya saya lari sendirian) Biar badiam pian batatawaan (Biar berdiam anda/hadirin tertawa) Tarima kasih ulun haturakan (Terima kasih saya sampaikan) Atas parhatian sampai di pahujungan (Atas perhatian sampai di akhir) Cukup sakian ulun mamadahakan (Cukup sekian saya memberitahukan) Agar jangan salah dalam manarapakan (Agar jangan salah dalam menerapkan) Aaa...wan Sadang bamandak sadang pula batahan (Cukup berhenti cukup pula berhenti) Karna ulun sudah kauyuhan (Karena saya sudah kelelahan/ kecapaian) Limbui bapaluhan, muntung sudah baliuran (Bersimbah peluh, mulut sudah keluar liur) Kapada hadirin mohon batapuk tangan (Kepada hadirin mohon bertepuk tangan)
(Dikutip dari Ghany, 1999: 9)
Bila kita perhatikan contoh pantun dan syair madihin di atas dapat diketahui banyak penggunaan bahasa Indonesia yang dijadikan bahasa Banjar. Penggunaan bahasa Indonesia yang dijadikan bahasa Banjar itu seperti mangawalinya (mengawalinya), sabagai (sebagai), samuanya 187
(semuanya), muhun (mohon), mamakluminya (memakluminya), sandiri (sendiri), dangan (dengan), tarhormat (terhormat), tasanyum (tersenyum), di balakang (di belakang), sarta (serta), mamiliki (memiliki), tantu (tentu), mangadili (mengadili), bagini (begini), manjadi (menjadi), baraksi (beraksi), baganti (berganti), parhatian (perhatian), sakian (sekian), manarapakan (menerapkan), kapada (kepada), dan batapuk (bertepuk). Strategi pamadihinan menggunakan bahasa Indonesia yang dijadikan bahasa Banjar agar penonton yang bukan suku Banjar akan dapat langsung memahami maksud atau artinya. Hal itu dilakukan pamadihinan agar penonton yang bukan suku Banjar dapat juga ikut tertawa pada saat terdapat pantun atau syair madihin yang lucu. Berdasarkan uraian di atas, penelitian bertujuan untuk menemukan dan menjelaskan pemasyarakatan bahasa Indonesia oleh pamadihinan Jhon Tralala dan Hendra dengan strategi selain penggunaan bahasa Indonesia yang dijadikan bahasa Banjar. METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data adalah dengan mentranskripsikan rekaman video madihin Jhon Tralala dan Hendra. Hasil transkripsi pantun madihin tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan teori pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia dan sosiolinguistik. PEMBAHASAN Pemasyarakatan Bahasa Indonesia melalui Madihin Jhon Tralala dan Hendra dengan Berbahasa Indonesia Lisan Jhon Tralala dan Hendra memasyarakatkan bahasa Indonesia melalui madihinnya dengan strategi berbahasa Indonesia lisan. Strategi itu mereka pilih agar penonton yang bukan hanya berasal dari suku Banjar dapat mengerti juga pantun dan syair madihin yang mereka bawakan. Di bawah ini disajikan teks berbalas pantun dan syair dalam madihin yang dibawakan oleh Jhon Tralala dan Hendra Hadiwijaya. Hendra Jhon Tralala Hendra Jhon Tralala
Jhon Tralala
188
: Ilahiii…kalau…kalaulah kalaulah kita… awan …awan…kalau…awan Kalau lah kita menjadi ... awan…awan... : Assamu’alaikum ini saya sampaikan : Wa’alaikumsalam saya beri jawaban : Salam sejahtera untuk kita sekalian Hari ini gembira perasaan pagelaran seni yang lagi kita saksikan Fakultas Ekonomi yang menyelenggarakan Generasi muda harus cinta kesenian tongkat estafet seniman perlu kitalah teruskan agar seni kita di Kalimantan Selatan jangan sampai punah jangan sampai hilang ayo kita bekerja mari bertepuk tangan : Memang benar anak yang kucintai Kita semua para generasi harus cinta seni kalau diri kita punya seni kalau nanti jadi pegawai negeri minimal pejabat tinggi
Hendra Jhon Tralala Hendra
: : :
Hendra
:
Hendra
:
Hendra
:
John Tralala
:
Hendra
:
John Tralala Hendra John Tralala Hendra John Tralala Hendra John Tralala Hendra John Tralala Hendra John Tralala Hendra John Tralala Jhon Tralala
: : : : : : : : : : : : : :
jadi tentara nak ai jadi polisi pasti jadi komandan itu sudah pasti Kalau seumpama saya tinggal di kampung Minimal jadi RT Walau jadi RT saya juga senang hati tapi dengan seni saya senang sekali kalau jadi RT seumpama Masyarakat yang bikin KTP langsung saya layani …. Wahai yang tercinta bapak John Tralala Yang melahirkan saya itu bukan bapak Tapi yang melahirkan ibu saya tercinta …. Masalah wanita jangan tapi dipersoalkan tapi memilih wanita jelas tidak sembarangan harus yang baik itu juga beriman harus yang taat itu pun peraturan berbudi baik juga bersifat sopan masalah suku tak usah dipersoalkan baik orang Jawa atau orang Medan baik orang Sunda atau orang Ujung Pandang baik orang Jakarta atau orang Kalimantan …. Kalo sepeda motor itu ada lampunya ada setangnya ada lain sebagainya Coba perhatikan adik-adik manusia dalam tubuh kita ini ada persamaannya Kalau begitu saya langsung bertanya Kalau mata kita ? Ibarat kendaraan ini adalah lampunya Kalau telinga ? Jelas itu reetingnya Kalau hidung ? Ini kelaksonnya Kalau mulut? Pengisi bahan bakarnya Kalau tangan ? pasti itu setangnya Kalau perut? Jelas itu tangkinya. Kalau di bawah perut? Pasti itu businya. Asalammualaikum wr.wb.
189
Berdasarkan kutipan madihin di atas dapat diketahui bahwa Jhon Tralala dan Hendra menggunakan bahasa Indonesia ragam lisan. Menurut Sugono (2009: 16), ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap dengan fonem sebagai unsur dasar. Lebih lanjut, menurut Sugono (2009: 17), dalam ragam bahasa lisan kita berurusan dengan lafal. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam ragam bahasa lisan adalah penutur atau pembicara dapat memanfaatkan peragaan (dramatisasi), seperti gerak tangan, air muka, tinggi rendah suara atau tekanan, untuk membantu kepahaman pengungkapan diri seperti ide, gagasan, pengalaman, sikap, dan rasa (Sugono, 2009: 17). Konteks pementasan madihin di atas, yaitu Jhon Tralala dan Hendra menyajikan madihin saat penutupan acara lomba seni dan budaya Kalimantan Selatan yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat yang tidak saja dihadiri oleh mahasiswa yang berasal dari suku Banjar tetapi juga dari luar suku Banjar. Hal ini menyebabkan Jhon Tralala dan Hendra memilih strategi menggunakan pantun dan syair madihin berbahasa Indonesia ragam lisan. Strategi ini mereka pilih agar penonton yang bukan berasal dari suku Banjar pun dapat mengerti isi pantun dan syair madihin yang dibawakan. Upaya yang dilakukan oleh Jhon Tralala dan Hendra tidak lain untuk mempererat rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Jika Jhon Tralala dan Hendra hanya membawakan pantun dan syair madihin berbahasa Banjar saja tentu yang tertawa hanya orang yang mengerti bahasa Banjar. Akan tetapi karena Jhon Tralala dan Hendra membawakan pantun dan syair madihin berbahasa Indonesia ragam lisan maka yang tertawa bukan hanya suku Banjar tetapi juga suku di luar Banjar. Bahasa Indonesia lisan yang dimaksud adalah bahasa Indonesia dalam komunikasi seharihari yang menggunakan ragam tidak baku. Sekalipun tidak baku, pantun madihin yang dibawakan oleh Jhon Tralala dan Hendra tersebut bisa dipahami orang dengan mudah. Terbukti dari tayangan video hasil rekaman, para penonton terhibur dan tertawa menyaksikan dan mendengarkan pantun-pantun madihin berbahasa Indonesia lisan tersebut. Pemasyarakatan Bahasa Indonesia melalui Madihin Jhon Tralala dan Hendra dengan Strategi Campur Kode Jhon Tralala dan Hendra juga membawakan madihin dengan strategi campur kode seperti bisa dilihat di bawah ini. …. Hendra : Memang benar itu demikian pada hari ini seperti kita saksikan dalam acara pergelaran Seni dan budaya Kalimantan Selatan Fakultas Ekonomi Lambung Mangkurat yang meadakan ada lagi Badan Eksekutif Mahasiswanya ini yang merencanakan sukses sekali ini dilaksanakan bermacam lomba ini diadakan dari baturai pantun (dari bertanding pantun) bakisah bahasa Banjar (bercerita bahasa Banjar) sampai lomba mamanda ini diadakan ini merupakan apresiasi seni yang sangat mengagumkan Generasi muda kita semua ini harus berjuang agar nanti seni budaya Kalimantan Selatan jangan sampai hilang dari sekarang sampai nanti itu tetap dikenang 190
Jhon Tralala Hendra Jhon Tralala Hendra Jhon Tralala
Hendra
John Tralala
John Tralala
: Seumpama pang nanti aku nang bikin? (Seumpama nanti aku yang buat?) : Jelas tidak kuberi : Apa alasannya ikam kada membari? (Apa alasannya kamu tidak memberi?) : Bisa salahgunakan dibawanya babini (Bisa salahgunakan dibawanya beristri) : Babini... aaa aw…awan (Beristri … aaa aw…awan) Bapak Ibu undangan yang tercinta malam ini sungguh luar biasa coba penonton banyak mahasiswa padahal anak saya Hendra ganteng orangnya tetapi tuh di muka itu mirip Ridho Rhoma John Tralala lestari penampilannya mirip Jackie Chan bintang Hongkong China : Oh, para penonton malam ini jadi tersenyum karena bapak dengan diri menyanjung coba anda lihat berdiri para penonton Bapak John Tralala memang ganteng seperti artis sinetron tapi bukan seperti bintang film Hongkong tapi bintang film Jepang mirip banar Doraemon (tapi bintang film Jepang mirip sekali Doraemon) : Doraemon.... aduh Hendra anakku tercinta jangan begitu bapandir di mahasiswa (jangan begitu bicara di mahasiswa) Aku jadi supan, jadi malu jadinya (Aku jadi malu, jadi malu jadinya) semestinya Hendra kamu menyadarinya kalau bukan aku yang mirip Doraemon Ikam pasti nak ai kada lahir ke dunia (Kamu pasti nak ai tidak lahir ke dunia) : Tapi itu hasil kerja sama antara kami bedua (antara kami berdua) Walau Ibu kamu yang melahirkannya tapi aku juga yang jadi sponsornya sponsornya…aaaw…awan Si Hendra anak yang kucintai Orangnya ganteng tapi lamah bulu kada kawa diganggu cewe (tidak bisa diganggu cewek) di Balikpapan ada pang minggu tadi Kami madihin acara seperti ini Ada cewe cantik orangnya tinggi Kaya Tamara Blezensky (Seperti Tamara Blezensky) Burit bahenol kaya Elvie Sukaisih (Pantat bahenol seperti Elvie Sukaesih) Senyumnya manis mirip banar Syahrini (Senyumnya manis mirip sekali Syahrini) Tapi aku tahual setengah mati (Tapi aku bertengkar setengah mati) Cewenya kesurupan, matanya manciling (Ceweknya kesurupan, matanya melotot) Liur sampai ka pipi Ternyata itu cewe menderita gila babi (Ternyata itu cewek menderita ayan)
191
Hendra
John Tralala
John Tralala
192
: Malam ini jua ulun mangisahakan (Mala mini juga saya menceritakan) Bapak John Tralala sidin ada pengalaman (Bapak Jhon Tralala beliau ada pengalaman) waktu sidin ini handak mencari pasangan (Saat beliau ini hendak mencari pasangan) yang namanya Nurul langsung mancariakan (Yang namanya Nurul langsung mencarikan) tapi sidin ini orangnya pamilihan (tapi beliau ini orangnya terlalu pilih) Dia telalu pilih tadapat babanciran (Dia terlalu pilih dapat bencong) nang ngaran bancir pian tahu saurangan (Yang namanya bencong anda tahu sendiri) waktu sidin ini handak bemesraan (Saat beliau ini hendak bermesraan) dibelainya rambut dengan penuh kasih sayang lalu bancinya itu merasaakan (lalu bencongnya itu merasakan) Bapak John Tralala hahar tarus-tarusan (Bapak Jhon Tralala raba terus-terusan) sakalinya hampir takajut tahahar kapala haruan (Sekalinya hamper terkejut teraba kepala ikan gabus) : Haruan...aaawan aw…wan (Ikan gabus…aaawan aw…wan) Baik madihin malam ini kita teruskan untuk menghibur tamu para undangan supaya meriah sekali lagi bertepuk tangan nyaman haja sampian betapuk tangan (nyaman saja anda (hadirin) bertepuk tangan) Ulun di atas maka am baliuran (Saya di atas maka berliur) tangan singkal muntung babuihan (tangan pegal mulut berbuih) nang jelas banar ini paluh kaluaran (yang jelas sekali ini keringat keluar) karna kipas angin panitia kada menyediakan (karena kipas angin panitia tidak menyediakan) mohon maaf ulun hanya bagagayaan (mohon maaf saya hanya main-main) secara jujur anak yang kucintai hari ini bangga perasaan bermacam seniman pentas ditampilkan dari nang waras handak nang gegilaan (dari yang sehat/sembuh hendak yang gila) namanya seni kita harus bisa menerima dengan hati yang senang apa lagi anakku tersayang memilih gadis macam apa gerangan? pilih orang Banjar atau orang Kandangan orang Jawa ih atau orang Medan nang putih cari orang Thailand (Taiwan) (Yang putih cari orang Thailand (Taiwan)) kalu nang hirang cari orang Irian (Kalau yang hitam cari orang Irian) : Itu sangat bagus asal jangan Uranghutan tapi Hendra anak yang kucintai kalau memilih artis nak ai resikonya tinggi kalau handak jua Bapak carikan malam ini
Hendra
:
Jhon Tralala Hendra
: :
John tralala
:
lawan Luna Maya atawa Cut Tari (dengan Luna Maya atau Cut Tari) Kalau lawan nang ngitu jelas ulun kada wani (Kalau dengan yang itu jelas saya tidak berani) Apa alasannya Hendra tidak berani? Kenapa mas Ariel bisa ditangkap pulisi? (Mengapa mas Ariel bisa ditangkap polisi?) Pulisi... Tidak lama nak ai bamadihinan (Polisi … Tidak lama nak ai bermadihin) karena penonton menantikan pengumuman siapa nanti yang akan jadi pemenang menurut informasi tadi ada laporan acara dari hari sabtu itu pembukaan malam ini nak ai kita penutupan Panitia jaga kesehatan menjaga kesehatan sama merawatnya seperti sepeda motor nak ai kendaraan kita ….
Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa madihin Jhon Tralala dan Hendra juga memanfaatkan strategi campur kode dalam menyajikan pantun dan syair madihinnya. Hal itu mereka gunakan agar penonton yang bukan suku Banjar dapat mengerti isi pantun dan syair yang disampaikan. Strategi campur kode itu terlihat dari penggunaan bahasa Indonesia bercampur bahasa Banjar seperti baturai (berlomba atau bertanding), bakisah (bercerita), pang (partikel), nang (yang), ikam (kamu, anda), membari (memberi), babini (beristri), banar (sekali), bapandir (berbicara), supan (malu), ai (partikel), kada (tidak), bedua (berdua), lamah (lemah), kada kawa (tidak bisa), burit (pantat), tahual (tersoal), manciling (mata melotot), gila babi (penyakit ayan), mangisahakan (menceritakan), sidin (beliau), handak (mau), mancariakan (mencarikan), pamilihan (pemilih atau terlalu pilih), telalu (terlalu), tadapat (menemukan), babanciran (banci), ngaran (nama), bancir (banci), pian (panggilan untuk orang tua atau yang lebih tua), saurangan (sendirian), merasaakan (merasakan), hahar (raba), tarus-tarusan (terus-terusan), takajut (terkejut), tahahar, kapala, haruan, haja, sampian, batapuk, am, baliuran, singkal, muntung, babuihan, paluh, kaluaran, karna, bagagayaan, waras, gegilaan, kalu, hirang, lawan, atawa, ngitu, ulun, wani, pulisi. Strategi campur kode digunakan oleh Jhon Tralala dan Hendra karena mereka berusaha menyesuaikan diri dengan hadirin atau penonton yang hadir. Hadirin yang hadir bukan saja berasal dari suku Banjar tetapi juga dari luar Banjar. Kemampuan mereka menyesuaikan diri dalam berbahasa (berpantun dan bersyair) tersebut didasari oleh kompetensi dan performansinya dalam berbahasa. Spolsky (2003: 47) menyebutnya sebagai kompetensi dan performansi bilingual. Penguasaan bahasa Banjar dan bahasa Indonesia yang sama baiknya mereka gunakan untuk meramaikan suasana melalui pantun dan syair yang menarik. Strategi campur kode digunakan oleh Jhon Tralala dan Hendra untuk memberikan efek humor bagi penonton. Campur kode yang dilakukan oleh Jhon Tralala dan Hendra dalam pantun dan syair madihinnya itu adalah mencampur penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa Banjar. Hal itu karena dengan penggunaan bahasa Banjar itulah kesan dan makna humor lebih terasa didengar oleh penonton. Apabila kosakata atau diksi bahasa Banjar yang terdengar dan bermakna lucu itu diIndonesiakan justru tidak terdengar atau bermakna lucu lagi. Hal inilah mungkin yang menyebabkan Jhon Tralala dan Hendra memilih menggunakan strategi campur kode dalam pantun dan syair madihinnya.
193
KESIMPULAN Jhon Tralala dan Hendra dalam membawakan madihin menggunakan dua strategi, yaitu strategi menggunakan bahasa Indonesia ragam lisan dan campur kode. Kedua strategi ini dinilai mampu membuat penonton suku Banjar dan luar Banjar mengerti isi pantun dan syair madihin yang mereka bawakan. Kedua strategi ini dipilih oleh Jhon Tralala dan Hendra untuk memperkuat persatuan dan kesatuan antara suku Banjar dan luar Banjar sebagai penonton.
194
DAFTAR RUJUKAN Ghany, Markum Suriansyah. 1999. Humor dalam Pantun Madihin. Tabloid Wanyi, Membina Masyarakat Berbudaya, Edisi 13/Tahun I/1 Oktober, Hal. 9. Hapip, Abdul Djebar. 2008. Kamus Banjar Indonesia. Banjarmasin: CV Rahmat Hafiz Al Mubaraq. Spolsky, Bernard. 2003. Sociolinguistics. Oxford: Oxford University Press. Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sunarti; Purlansyah; Seman, Syamsiar; Maswan, Syukrani; Kadir, M. Saperi. 1978. Sastra Lisan Banjar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Thabah. 1999. Madihin. Tabloid Wanyi, Edisi 11/Tahun I, 1 September, Hal. 9.
195
URUTAN LOGIS DAN TEMPORAL DALAM NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI (THE LOGICAL AND TEMPORAL PLOTS OF KUBAH NOVEL BY AHMAD TOHARI) Yuliati Eka Asi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Palangka Raya, Jalan H. Timang, Kampus Tunjung Nyaho, Palangka Raya, e-mail
[email protected] Abstract The Logical and Temporal Plots of Kubah Novel by Ahmad Tohari.‘Kubah’ is the first novel of Ahmad Tohari which tells life issues of Karman with the background of September 30 th, 1965 events. In this novel Ahmad Tohari depicts the travail, inner and outer experiences, and religious life of Karman when he joined the communist party. This novel does not only provide the analysis of intrinsic factors that develops a story, like theme, characterization, and causality relationship, but also discusses the logical and temporal plots, as well as the illogical and extemporal plots. The objective of this research is to find out description of: (1) the logical and temporal plots of ‘Kubah’ novel by Ahmad Tohari, (2) the plots used in relation to the logical and temporal plots of ‘Kubah’ novel by Ahmad Tohari, (3) the causality relationship of logical and temporal plots of ‘Kubah’ novel by Ahmad Tohari. The method used in this research is descriptive method which is to answer questions by gathering, classifying, analyzing or data processing, and drawing conclusion. Based on the data analysis, it can be found in this research that ‘Kubah’ novel has some texts that shows the logical and temporal plots, they are: (1) depiction of plot, there is a mixed plot of forward plot, then back plot, and finally forward plot within 11 story parts, (2) depiction of logical sequence, there are 69 paragraphs of text that show logic, (3) depiction of temporal, there are 11 paragraphs of text that show temporal sequence, (4) depiction of relation of plot and logical and temporal sequences, there are 13 paragraphs of text, (5) depiction of relation of logical and temporal sequences, there are 31 paragraphs of text, (6) depiction of causality relationship with logical and temporal sequences, there are 8 paragraphs of text. Keywords: logical sequence, temporal sequence, plot, causality relationship
Abstrak Urutan Logis dan Temporal dalam Novel Kubah karya Ahmad Tohari. Kubah adalah novel pertama karya Ahmad Tohari yang mengisahkan masalah kehidupan tokoh Karman dengan latar belakang peristiwa 30 September 1965. Dalam novel ini, Ahmad Tohari melukiskan penderitaan, pengalaman lahir batin, dan kehidupan religi tokoh Karman ketika bergabung dengan partai komunis. Bertolak dari kenyataan bahwa dalam novel tidak hanya selalu menyajikan analisis tentang unsur intrinsik yang membangun jalannya cerita, seperti tema, penokohan serta sebab akibat suatu peristiwa. Namun juga membicarakan sesuatu, yaitu urutan cerita yang logis dan temporal, serta yang tidak logis dan tidak temporal. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi tentang (1) urutan logis dan temporal dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari, (2) alur cerita yang digunakan dalam hubungannya dengan urutan logis dan temporal dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari, (3) hubungan kausalitas dengan urutan logis dan temporal dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Metode yang
196
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu menjawab masalah dengan cara mengumpulkan, mengklasifikasikan, dan menganalisis atau mengolah data serta membuat kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data, dalam penelitian yang menganalisis novel Kubah ini terdapat beberapa teks yang menunjukkan atau yang menggambarkan urutan logis dan temporal, yaitu (1) gambaran alur, terdapat alur campuran, yaitu alur maju kemudian alur mundur dan kembali ke alur maju dengan sebelas bagian cerita, (2) gambaran urutan logis, terdapat 69 (enam puluh sembilan) teks paragraf yang menunjukkan kelogisan, (3) gambaran temporal, terdapat 11 (sebelas) teks paragraf yang menyatakan urutan temporal, (4) gambaran hubungan alur dengan urutan logis dan temporal, terdapat 13 (tiga belas) teks paragraf, (5) gambaran hubungan urutan logis dengan temporal, terdapat 31 (tiga puluh satu ) teks paragraf, (6) gambaran hubungan kausalitas dengan urutan logis dan temporal, terdapat 8 (delapan) teks paragraf . Kata-kata kunci: urutan logis, urutan temporal, alur, hubungan kausalitas
PENDAHULUAN Ilmu kesusastraan mempunyai beberapa bidang. Bidang-bidang itu adalah teori kesusastraan, kritik kesusastraan, dan sejarah kesusastraan. Ada dua sudut tinjauan dalam mempelajari dan meneliti sebuah hasil sastra. Kedua tinjauan itu adalah tinjauan menurut segi intrinsik dan segi ekstrinsik. Segi intrinsik adalah segi yang membangun cipta sastra itu dari dalam, misalnya halhal yang berhubungan dengan struktur, seperti alur (plot), latar, pusat pengisahan dan penokohan, kemudian juga hal-hal yang berhubungan dengan pengungkapan tema dan amanat. Juga termasuk di dalamnya hal-hal yang berhubungan dengan imajinasi dan emosi. Segi ekstrinsik adalah segi yang mempengaruhi cipta sastra itu dari luar atau latar belakang dari penciptaan cipta sastra itu (Esten, 2000: 20). Pertimbangan atau alasan pemilihan novel Kubah karya Ahmad Tohari ini sebagai bahan penelitian adalah untuk memperkenalkan pada pembaca bahwa novel Kubah karya Ahmad Tohari merupakan salah satu jenis karya sastra yang memberikan nilai-nilai religi kehidupan. Penelitian tentang “Urutan Logis dan Temporal dalam Novel Kubah karya Ahmad Tohari” ini, secara umum diharapkan akan memperoleh deskripsi atau gambaran (hal-hal) yang berkenaan dengan urutan logis dan temporal dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Secara khusus, penelitian mengenai “Urutan Logis dan Temporal dalam Novel Kubah karya Ahmad Tohari” ini diharapkan akan memperoleh deskripsi tentang (1) urutan logis dan temporal dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari, (2) hubungan kausalitas dengan urutan logis dan temporal dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari, dan (3) alur cerita yang digunakan dan hubungannya dengan urutan logis dan temporal dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Dari deskripsi tentang urutan logis dan temporal ini diharapkan secara teoretis akan bermanfaat bagi masyarakat peminat sastra, sebagai bahan untuk mengenal karya sastra dan media untuk melihat kebudayaan yang beraneka ragam. Secara praktis, penelitian ini juga diharapkan akan bermanfaat bagi banyak orang untuk mengenal karya sastra, tidak hanya sekadar untuk membaca saja, tetapi ikut terjun di dalamnya sebagai wahana untuk melestarikan karya sastra. Sastra pada umumnya mempersoalkan kehidupan manusia serta problematika yang dijalaninya. Di sisi lain, dengan adanya karya sastra, kita diharapkan dapat memetik nilai-nilai yang diamanatkan pengarang kepada pembaca. Selain itu, dari hasil penelitian ini, dapat dipetik manfaatnya untuk pengetahuan dan penelitian selanjutnya sebagai masukan bagi pengajaran 197
sastra yang masih kurang, terutama dalam mengapresiasikan karya sastra, karena karya sastra banyak mengandung tentang ajaran moral, kesadaran akan pengalaman hidup, sejarah kehidupan, dan kehidupan manusia dalam sastra. Dalam kajian teori ini, dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan urutan logis dan temporal novel Kubah, yaitu teori dan pendapat tentang (1) alur, (2) urutan logis, (3) urutan temporal, dan (4) hubungan kausalitas urutan logis dan temporal. Baik-tidaknya sebuah alur ditentukan oleh beberapa hal, yakni (a) apakah tiap peristiwa susul-menyusul secara logis dan alamiah? (b) apakah setiap peristiwa sudah cukup tergambar atau dimatangkan dalam peristiwa sebelumnya?, serta (c) apakah peristiwa yang diceritakan terjadi secara kebetulan atau dengan alasan yang masuk akal dan dapat dipahami kehadirannya? Pengertian urutan temporal disebut juga urutan kronologis atau urutan waktu adalah urutan peristiwa, sebagaimana tampak pada teks. Ada dua pengertian waktu dalam teks naratif, yakni (1) waktu cerita, dan (2) waktu penceritaan (Saputra, 1998: 17). Urutan temporal disebut juga urutan kronologis atau urutan waktu adalah urutan peristiwa sebagaimana dalam teks. Waktu penceritaan adalah jangka waktu dari waktu pertama ke waktu kedua atau rentang waktu suatu cerita berlangsung. Cerita bukan hanya karya sejarah yang mementingkan pencantuman tanggal dan tahun yang jelas. Namun, dengan pengkajian yang cermat, dapatlah waktu cerita diperkirakan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan urutan logis dan temporal untuk menganalisis data yang terdapat dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Menurut Saputra (1998: 9), aspek sintaksis pada hakikatnya merupakan konfigurasi yang membentuk struktur naratif teks. Hubungan ini dinyatakan ke dalam (1) hubungan logis (hubungan sebab-akibat), (2) hubungan temporal (hubungan kronologis). Menurut Semi (1988: 45), alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana suatu peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa yang lain, bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semuanya terikat dalam suatu kesatuan waktu. Dengan begitu, baik tidaknya sebuah alur ditentukan oleh hal-hal berikut. (1) apakah tiap peristiwa susul-menyusul secara alamiah, (2) apakah tiap peristiwa sudah cukup tergambar atau dimatangkan dalam peristiwa sebelumnya, dan (3) apakah peristiwa itu terjadi secara kebetulan atau dengan alasan yang masuk akal atau dapat dipahami kehadirannya. Urutan logis dan temporal dalam cerita rekaan, merupakan salah satu unsur yang penting dalam novel fiksi, yang juga berkaitan erat dengan alur. Alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana satu peristiwa, bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu, yang kesemuanya terikat dalam kesatuan waktu (Semi, 1988: 44). Meskipun hampir semua cerita yang kausal juga memiliki urutan temporal, hal yang terakhir ini jarang terlihat. Hal ini disebabkan secara tidak sadar kita mempunyai pola fikir determinis terhadap jenis cerita ini, berikut ini bagaimana Foster, dalam Todorov (1985: 41) menganggap setiap novel mengandung kedua hal tersebut, tetapi kausalitas membentuk alur, sedangkan tempo membentuk cerita. “Raja wafat dan kemudian ratu pun wafat” adalah cerita, sedangkan “Raja wafat dan kemudian ratu pun wafat karena merana adalah alur. Urutan logis dan temporal dalam cerita rekaan merupakan salah satu unsur yang penting dalam novel fiksi yang berkaitan dengan alur. Alur juga mengatur bagaimana tindakan-tindakan yang bertalian satu dengan yang lain, bagaimana satu peristiwa dengan peristiwa, bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu, yang semuanya terikat dalam kesatuan waktu. Hubungan urutan logis dan temporal dalam novel di sini dapat membantu pembaca untuk mengetahui bagaimana terjadinya peristiwa, dengan waktu tanggal dan waktu.
198
Hubungan yang logis antarsatu tindakan dengan tindakan yang lain dalam suatu fiksi lahir sebagai kausalitas, sebagai hubungan sebab-akibat. Suatu hubungan akan menimbulkan perbuatan yang lain, sehingga membentuk suatu rangkaian perbuatan yang dapat dilihat sebagai suatu arus gerak yang bersinambung, sebagai rangkaian adegan-adegan dan dapat pula dilihat sebagai suatu kesatuan yang diikat oleh waktu (Semi, 1988: 36-37). Menurut Todorov (1985: 42), dalam kesusastraan, versi hubungan sebab-akibat yang murni dapat ditemukan dalam jenis potret atau jenis lainnya yang deskriptif, di dalamnya. Hubungan antarperistiwa adalah urutan waktunya; apa yang terjadi di suatu tempat atau dalam jiwa si tokoh, menit demi menit dilaporkan. Digresi, seperti dikenal roman-roman klasik, tak mungkin lagi ada di sini, karena hal itu menunjukkan struktur yang lain daripada struktur temporal; satusatunya bentuk digresi yang bisa dilakukan adalah mimpi atau kenangan para tokoh. Pada umumnya, hubungan kausal dapat berlangsung dalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. METODE Berdasarkan penjelasan di atas, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Adapun tujuan dalam metode deskriptif adalah untuk membuat penggambaran tentang suatu keadaan secara objektif. Secara deskriptif, peneliti dapat memerikan ciri-ciri, sifat-sifat, dan gambaran data melalui pemilahan data yang dilakukan pada tahap pemilahan data setelah data terkumpul. Dengan demikian, peneliti akan selalu mempertimbangkan data dari segi watak data itu sendiri, dan hubungannya dengan data lain secara keseluruhan (Djajasudarma, 2006: 17). Dalam penelitian, perlu dikemukakan tempat dimana situasi sosial tersebut akan diteliti. Dalam pengelompokkan penelitian, tempat (lokasi) penelitian merupakan ciri khas penelitian. Penelitian dapat dilakukan di lapangan, di perpustakaan atau laboratorium. Penelitian di perpustakaan dapat dilakukan dengan menggunakan buku-buku sebagai sumber data. Penelitian di perpustakaan umumnya dilakukan bagi kajian, baik bahasa maupun susastra. Penelitian cenderung dilakukan di perpustakaan bagi bidang sastra. Kebanyakan kajian terhadap karya sastra secara intrinsik dilakukan di perpustakaan dengan mengambil buku-buku karya sastra sebagai sumbernya. Data kebahasaan dapat pula dikumpulkan melalui buku-buku sebagai sumbernya dan cenderung dilakukan dilakukan di perpustakaan (Djajasudarma, 2006: 7). Penelitian ini menggunakan lokasi penelitian di perpustakaan dengan sasaran penelitian adalah Urutan Logis dan Temporal dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari. Adapun objek penelitian adalah novel Kubah karya Ahmad Tohari. Sasaran penelitian adalah urutan logis dan temporal dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan, data yang dimaksud adalah data yang hubungannya dengan urutan logis dan temporal dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Data yang dipakai, yaitu data kualitatif yang tersusun dan dinyatakan dalam bentuk kalimat-kalimat atau uraian-uraian. Data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, dapat berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal tersebut sebagai akibat dari metode kualitatif. Semua yang dikumpulkan mungkin dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Ciri ini merupakan ciri yang sejalan dengan penamaan kualitatif (Djajasudarma, 2006: 16). Sumber data yang dipergunakan sebagai objek penelitian ini adalah novel Kubah karya Ahmad Tohari, terbit tahun 2003 cetakan VIII oleh PT Gramedia Pustaka Utama, di Jakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi. Penggunaan teknik dokumentasi ini disebabkan sumber informasinya berupa bahan tertulis dalam hal ini adalah novel Kubah karya Ahmad Tohari.
199
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen utama. Peneliti bertindak sebagai subjek dan memiliki pandangan dan nilai tertentu dalam menafsirkan isi novel Kubah. Peneliti melengkapi penelitian dengan instrumen pendamping berupa (1) alur, (2) urutan logis, dan (3) temporal. Peneliti pada saatnya nanti menjadi perencana kerja, pengumpul dan pemilah data, membuat analisis dan melakukan penafsiran data sehingga akhirnya sampai pada tahap laporan analisis. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Alur dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari Sinopsis Alur dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari Novel Kubah karya Ahmad Tohari menceritakan tentang seorang lelaki bernama Karman yang baru dibebaskan dari pembuangan di Pulau B sebagai tahanan politik karena terlibat dalam anggota PKI. Karman berniat pulang menuju kampung halamannya, Pagetan, setelah menerima surat pembebasannya dari Komando Distrik Militer yang mengalami masa pembuangan selama dua belas tahun. Karman masih tertegun di halaman Markas Distrik Komando Militer melihat banyak perubahan yang terjadi di luar markas, seperti gedung-gedung bertingkat serta kendaraan yang lalu lalang. Di tengah perjalanan, Karman ragu-ragu untuk kembali ke Pagetan karena istrinya Marni telah menikah dengan lelaki lain, yaitu Parta. Akhirnya, Karman memutuskan untuk tinggal di rumah Bu Mantri, ibu Karman sendiri. Sewaktu kecil Karman hidup sederhana setelah ditinggal pergi untuk selamanya oleh ayahnya yang bergelar Pak Mantri. Hidupnya serba susah sehingga ia ditampung oleh keluarga H. Bakir untuk bekerja dan menemani anak H. Bakir, yaitu Rifah. Karena teramat susahnya hidup Karman, untuk menamatkan SMP, Karman dibantu oleh pamannya, Pak Hasyim, yang merupakan adik Bu Mantri. Namun, sekolah Karman terhenti sampai di situ. Karman melakukan berbagai pekerjaan berat, baik di keluarga H. Bakir maupun menjadi buruh masa panen sawah penduduk. Karman seorang yang cukup pintar. Pada masa itu, PKI mencari kader partai, dan melalui Margo dan Triman, Karman terjerumus ke dalam anggota Partai PKI dengan cara ditempatkan bekerja di kantor kecamatan. Karman ingin menikahi anak H. Bakir, yaitu Rifah, akan tetapi lamaran Karman ditolak dan Karman menikah dengan Marni dan mendapatkan tiga orang anak. Setelah pemberontakan G30S/ PKI yang telah membunuh perwira tinggi negara, pemerintah melakukan penangkapan terhadap anggota PKI dan menganut paham Komunis. Karman ditangkap dan dibuang ke Pulau B selama dua belas tahun. Saat Karman berada di Pulau B, Marni mengirimkan surat kepada Karman untuk menikah dengan Parta atas desakan keluarganya dan Karman dengan berat hati menyetujui hal itu. Dalam masa pembuangan, Karman sadar bahwa faham komunis yang ia anut itu salah. Setelah bebas, Karman tidak lagi hidup dengan istrinya. Karman tinggal di rumah ibunya. Saat itu, Karman takut pulang ke Pagetan karena takut ia dibenci dan dikucilkan karena terlibat komunis. Akan tetapi, Karman diterima oleh orang Pagetan dengan baik dan Tini anak Karman menikah dengan Jabir anak dari Rifah. Suatu ketika Karman ikut dalam pemugaran masjid H. Bakir yang sudah mulai tua, dan Karman bersedia membuat kubah masjid tanpa memperoleh imbalan sedikit pun asalkan materialnya disediakan. Karman sangat puas dengan kubah yang ia buat dan sejak itu, karman semakin dekat dengan Tuhan. 1.2 Alur dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari Novel Kubah secara keseluruhan memiliki pembagian cerita menjadi (11) sebelas bagian oleh pengarang. Berikut uraian singkat tiap bagian novel.
200
(1) Bagian 1 Pada novel Kubah bagian pertama cerita mengemukakan keluarnya Karman dari penjara di Pulau B (2) Bagian 2 Pada bagian kedua ini menceritakan secara keseluruhan bagaimana kehidupan menceritakan Pernikahan Karman dengan Marni (3) Bagian 3 Bagian ketiga ini menceritakan Kisah Karman pada waktu ia kecil (4)
Bagian ke 4 pada Bagian ke4 menceritakan Karman yang sudah menamatkan sekolahnya
(5) Bagian 5 Pada bagian kelima ini menceritakan Kekecewaan lamaran Karman di tolak (6) Bagian 6 Pada bagian keenam ini menceritakan bagaimana Karman Melihat Rifah (7)
Bagian 7 Pada bagian ketujuh ini menceritakan Karman Menikah dengan Marni
(8) Bagian 8 Pada bagian Ke-8 inti cerita tentang Meletusnya G30 S PKI (9) Bagian 9 Pada bagian ini menceritakan tentang Komunikasi Karman dengan Kastalgetek (10) Bagian 10 Pada bagian 10 menggambarkan tentang Tini yang dilamar Jabir (11) Bagian 11 Pada bagian akhir novel ini diceritakan penemuan kembali jati diri Karman ketika membuat kubah.
201
Apabila dibuat bagan, akan terlihat seperti berikut: Peristiwa 1 Peristiwa 2 Peristiwa 3 Peristiwa 4 Peristiwa 5 Peristiwa 6 Peristiwa 7 Peristiwa 8 Peristiwa 9 Peristiwa 10 Peristiwa 11 Bagian 3 Bagian 4 Bagian 5 Bagian 6 Bagian 7 Bagian 8 Bagian 9 Bagian 1 Bagian 2 Bagian 10 Bagian 11
Bagan 1. Bentuk Alur Novel Alur yang digunakan dalam novel kubah adalah alur campuran. Cerita dimulai saat pembebasan Karman dari pembuangan. Kemudian cerita langsung beralih mengenai pernikahan Karman dan Marni. Pergerakan alur kembali mundur dengan menceritakan masa kecil Karman. Kemudian alur bergerak maju dengan menceritakan Karman menamatkan SMP dan dilanjutkan dengan kekecewaan Karman yang lamarannya kepada Rifah ditolak oleh H. Bakir. Saat itu, Karman semakin terpengaruh dengan paham komunis dan membenci H. Bakir karena tidak sesuai dengan paham partainya. Alur bergerak maju, saat Abdul Rahman, suami Rifah, meninggal dan Karman mencoba melihatnya akan tetapi Karman mendapat jawaban yang mengecewakan dari Rifah. Setelah itu, Karman menikah dengan Marni kemudian dilanjutkan dengan pemberontakan G30S/PKI dan pertemuan Karman dengan kastalgetek membawa Karman tertangkap dari pelariannya. Cerita kembali, saat Karman keluar dari tahanan, yaitu pernikahan Jabir dan Tini, kemudian Karman membuat kubah. Secara keseluruhan, alurnya adalah alur campuran yang dimulai dari bagian akhir cerita kemudian kembali ke awal cerita dan bergerak sampai akhir.
202
Gambaran Urutan Logis dalam Novel Kubah karya Ahmad Tohari Gambaran Novel Kubah karya Ahmad Tohari dalam Sinopsis berdasarkan Struktur Alur Logis Cerita Novel
203
Urutan Logis dalam Novel Kubah karya Ahmad Tohari Urutan Logis Pertama Berdasarkan sinopsis di atas, urutan logis pertama dimulai dari paragraf pertama dan kedua, yaitu pada saat keluar dari penjara Karman tertegun, menoleh ke kiri dan ke kanan, melangkah keluar dari Markas Komandan Distrik Militer. Berikut kutipannya dalam novel Kubah (2003: 7). Sampai di dekat pintu keluar. Karman kembali gagap dan tertegun. Menoleh ke kiri dan ke kanan seakan ia merasa ditonton oleh seribu pasang mata. Akhirnya, dengan kaki gemetar ia melangkah menuruni tangga gedung Markas Distrik Komando Militer itu. Urutan Logis Kedua Urutan logis yang kedua dapat dilihat pada sinopsis di paragraf enam sampai sepuluh, yaitu keraguan Karman untuk pulang, dia tertegun saat melihat banyak perubahan yang terjadi di luar Markas. Karman tiba di bawah pohon waru dan tertegun melihat perubahan yang terjadi di sekitarnya. Karman merasa begitu kecil, bahkan tidak sadar sedang diperhatikan oleh Pak Komandan, hingga akhirnya Pak Komandan menyuruh ajudannya untuk menemui Karman, membuat Karman terkejut, tergambar pada kutipan (2003: 8-10) berikut. Karena kegamangan belum sepenuhnya hilang, Karman berhenti di dekat tonggak pintu halaman. Tubuhnya terpayungi oleh bayangan daun waru yang daun-daunnya putih karena debu. Karman makin terpana. Dua belas tahun yang lalu suasana tak seramai itu. Mobil-mobil, sepeda motor, dan kendaraan lain saling berlari serabutan. Anak-anak sekolah membentuk kelompok-kelompok di alas sepeda masing-masing. Mereka bergurau sambil mengayuh sepeda. Dan semua bersepatu serta berpakaian baik, sangat berbeda dengan keadaan ketika Karman belum terbuang selama dua belas tahun di pulau B. Lelaki itu masih belum mampu beringsut dari bawah bayangan pohon waru. la tidak sadar, Komandan Kodim memperhatikannya dari dalam gedung. Pak Komandan menduga ada sesuatu yang menyebabkan lelaki itu tidak bisa segera meneruskan perjalanan ke kampungnya. Padahal surat-surat resmi sebagai bekalnya kembali ke tengah masyarakat sudah cukup. Sudah Komandan tahu pasti. Maka perwira itu mengapai ajudannya. “Temui orang yang baru tiba dari pulau B itu. Dia masih berdiri di pintu halaman. Suruh dia cepat meneruskan perjalanan. Atau berilah dia dua ratus rupiah, barangkali ia kehabisan bekal.” “Atas perintah Komandan, saya menemui Anda. Surat-surat pembebasan Anda sudah lengkap. Kata Komandan sebaiknya Anda meneruskan perjalanan. Apabila uang, Anda sudah habis_ Komandan memberikan ini untuk Anda”. Gambaran Urutan Temporal dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari Sinopsis Novel Kubah berdasarkan Tempo atau Waktu Tahun 1977, Karman keluar dan dibebaskan dari pembuangan. Setelah menerima surat pembebasan, Karman ingin pulang ke kampungnya, Pegaten. Akan tetapi Karman ragu karena istrinya telah menikah dengan orang lain. Karman memutuskan untuk tinggal di tempat Bu Mantri (Paragraf ke-1). Tahun 1971, Karman menerima surat dari istrinya Marni yang mengatakan bahwa Marni akan menikah lagi dengan Parta karena desakan keluarganya. Dengan berat hati, Karman menyetujuinya. Karman mencoba mengakhiri hidupnya dengan cara tidak makan dan tidak minum obat. Akan tetapi kesadaran Karman tergugah saat seorang mantri tahanan memberikan kepadanya harapan (Paragraf ke-2). 204
GEGER Oktober 1965 sudah dilupakan orang, juga di Pegaten. Orang-orang yang mempunyai sangkut paut dengan peristiwa itu, balik yang pernah ditahan atau tidak, telah menjadi warga masyarakat yang taat. Tampaknya mereka ingin disebut sebagai orang yang sungguh-sungguh menyesal karena telah menyebabkan guncangan besar di tengah kehidupan masyarakat (Paragraf ke-3). Karman lahir pada tahun 1935 di Pegaten. Ayahnya seorang mantra pasar di sebuah kota kecamatan. Waktu itu, gaji seorang mantri pasar bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga (Paragraf ke-4). Sepeninggal ayahnya, Karman hidup hanya dengan ibu dan seorang adik perempuan yang masih kecil. Sebenarnya, Karman punya dua kakak lelaki tetapi keduanya meninggal dalam bencana kelaparan pada zaman Jepang. Keadaan keluarga Karman amat menyedihkan. Apalagi setelah terjadi kekerasan Belanda di Pegaten tahun 1948 bersama ibu dan adiknya, Karman pergi mengungsi jauh ke pedalaman. Belanda membuat markas pertahanan di Pegaten (Paragraf ke5). Masa kecil setelah penyerangan tentara Jepang, 1949, Karman hidup serba susah dan tahun 1950-an, ia ditinggalkan oleh ayahnya untuk selamanya. Karman hidup serba susah. Tahun 1950, Karman menyelesaikan SMP dan tidak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena Pak Hasyim tak sanggup lagi membiayai Karman. Karman mulai mencari pekerjaan dari bekerja di tempat H. Bakir bahkan menjadi buruh di ladang saat panen tiba. Karena hidup teramat susah tersebut, Karman ditampung oleh keluarga H. Bakir untuk bekerja kepada mereka dan menjaga anak mereka Rifah. Selama sekolah hingga menamatkan SMP, Karman dibantu oleh pamannya Hasyim yang merupakan adik Bu Mantri, ibu Karman (Paragraf ke-6). Di Madiun, September 1948, terjadi pemberontakan besar. Makar itu dikobarkan untuk merobohkan Republik yang baru berusia tiga tahun, dan menggantinya dengan sebuah pemerintahan komunis. Namun makar yang meminta ribuan korban itu gagal. Para pelaku yang tertangkap diadili dan dihukum mati (Paragraf ke-7). Awal tahun lima puluhan merupakan awal yang menyengsarakan masyarakat Pegaten. Dalam wilayah Kecamatan Kokosan, desa Pegaten letaknya paling terpencil. Di sebelah selatan terdapat hutan jati yang luas. Sementara bagian barat dibatasi oleh perkebunan karet dan rawa-rawa. Tanah, sawah, serta ladangnya subur. Kalaulah sebagian penduduknya hidup miskin, pastilah bukan keadaan tanah Pegaten yang menyebabkannya. Salah satu kenyataan yang telah menyebarkan kesengsaraan di daerah itu adalah pergolakan-pergolakan yang diawali masuknya tentara Jepang. Kemudian menyusul perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang praktis berlangsung sampai awal lima puluhan. Kehidupan yang tenteram hanya berlangsung beberapa tahun menjelang akhir dasawarsa itu (Paragraf ke-8). Tahun 1950-an, saat PKI mencari kader baru, Karman terjerumus masuk ke komunis atas ajakan Margo dan Triman dengan mula-mula mempekerjakan Karman di kantor kecamatan. Pada saat Karman bekerja di kantor kecamatan, Karman melamar Rifah, anak H. Bakir. Akan tetapi lamaran Karman ditolak oleh H. Bakir dan membuat Karman membenci keluarga H. Bakir. Karman pun menikah dengan Marni dan dianugerahi tiga orang anak (Paragraf ke- 9). Tahun 1965, saat setelah pemberontakan G30S/PKI, pemerintah melakukan penangkapan kepada kelompok komunis dan Karman ditangkap dan dibuang ke pulau B (paragraf ke-10). Kepulangan Karman diterima dengan baik oleh orang Pagetan dan Jabir, anak H. Bakir melamar Tini anak Karman. Tini menikah dengan Jabir sedang Karman tetap tidak kembali dengan istrinya. Saat pemugaran masjid H. Bakir, karman membuat kubah. Ia sangat puas akan kubah buatannya. Saat itu, Karman semakin dekat dengan Tuhan. (Paragraf ke- 11)
205
Urutan Temporal dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari Berikut bagian dan kutipan dari urutan temporal yang terdapat dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari. Urutan Temporal Pertama Urutan temporal pertama tergambar pada saat Karman keluar dari pengasingan pada tahun 1977. Hal ini dapat dilihat pada sinopsis paragraf pertama. Berikut kutipannya. Sudah tiga bulan desa Pegaten menerima kembali warganya yang selama dua belas tahun tinggal di pengasingan. Pegaten yang lugu, Pegaten yang tidak mengenal rasa kusumat. Dan dia membuka pintu yang lapang bagi Karman untuk menatap kembali martabat dirinya di tengah pergaulan sesama warga desa (Tohari, 2003: 179). Urutan Temporal Ke-2 Urutan temporal ke-2, Marni meminta akan menikah dengan Parta, ketika Karman di penjara. Pernyataan ini dapat dilihat dalam sinopsis paragraf ke- 2. Berikut kutipannya. Tujuh tahun yang lalu ketika Karman menjadi penghuni pulau buangan, Parta menceraikan isterinya dan kemudian mengawini Marni. Meskipun sudah mempunyai tiga anak Marni memang lebih cantik dari isteri Parta yang diceraikan (Tohari, 2003: 13). Gambaran Hubungan Alur dengan Urutan Logis dan Temporal dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari Hubungan Alur dengan Urutan Logis dan Temporal dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari Hubungan Alur dengan Urutan Logis dan Temporal yang Ke-l Karman keluar dari penjara. Selama dua belas tahun dan banyak perubahan terjadi. Berikut kutipannya. “Debu mengepul mengikuti langkah-langkah lelaki yang baru datang dari pulau itu.” “Karman makin terpana. Dua belas tahun yang lalu suasana tak seramai itu. Mobilmobil sepeda motor dan kendaraan lain saling berlari serabutan.” (Tohari, 2003: 8). Hubungan Alur dengan Urutan Logis dan Temporal yang Ke-2 Hubungan alur dengan urutan logis dan temporal yang ke-2, yaitu Karman melamunkan seorang teman sekampungnya, Parta. Tujuh tahun yang lalu, ketika Karman masih di pulau B, Parta menceraikan isterinya dan kemudian menikahi Marni. Berikut kutipannya. “Yang sedang menguasai seluruh lamunan Karman adalah Parta, seorang teman sekampung. Tujuh tahun yang lalu, ketika Karman masih menjadi penghuni pulau buangan. Parta menceraikan isterinya dan kemudian mengawini Marni.” (Tohari, 2003: 13). Gambaran Hubungan Urutan Logis dan Temporal dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari Hubungan Urutan Logis dan Temporal Ke-1 Hubungan urutan logis dan temporal ke-1 yang digambarkan dalam novel ini ketika tahun 1977, Karman keluar dari pengasingan selama 12 tahun. Berikut kutipannya.
206
Dia tampak amat canggung dan gamang. Gerak-geriknya serba kikuk sehingga mengundang rasa kasihan. Kepada kornandan, Karman membungkuk berlebihan. Kemudian la mundur beberapa langkah, lalu berbalik. Kertas-kertas itu dipegangnya dengan hati-hati, tetapi tangannya bergetar. Karman merasa yakin seluruh dirinya ikut terlipat bersama surat-surat tanda pembebasannya itu (Tohari, 2003: 1) Hubungan Urutan Logis dan Temporal Ke-2 Hubungan urutan logis dan temporal ke-2, yaitu pada waktu Karman melihat mobil dan kendaraan lalu-lalang, orang-orang berpakaian rapi, berbeda. ketika Karman dulu, seperti pada kutipan berikut. Dua belas tahun yang lalu suasana tak seramai itu. Mobil-mobil, sepeda motor; dan kendaraan lain saling berlari serabutan. Anak-anak sekolah membentuk kelompokkelompok di atas sepeda masing-masing. Mereka bergurau sambil mengayuh sepeda. Dan semua bersepatu dan berpakaian balk, sangat berbeda dengan keadaan ketika Karman belum terbuang selama dua belas tahun di pulau B (Tohari, 2003: 8). Gambaran Hubungan Kausalitas dengan Urutan Logis dan Temporal Hubungan Kausalitas dengan Urutan Logis dan Temporal Hubungan Kausalitas dengan Urutan Logis dan Temporal Ke-1 Hubungan kausalitas dengan urutan logis dan temporal ke-1 yang digambarkan dalam novel ini adalah Karman harus menjalani hukuman selama dua belas tahun akibat dari perbuatannya yang menentang Republik dan ikut partai komunis. Baru dua belas tahun kemudian, ia dibebaskan dan menjadi warga Pegaten kembali berikut kutipannya. Sudah tiga bulan desa Pegaten menerima kembali seorang warga yang selama dua belas tahun tinggal di pengasingan (Tohari, 2003: 179). Hubungan Kausalitas dengan Urutan Logis dan Temporal Ke-2 Hubungan kausalitas dengan urutan logis dan temporal ke-2. Karman harus merelakan Marni menikah lagi disebabkan ia masuk penjara dan masa depan anak--anaknya seperti kutipan berikut. Betapa pun terasa pahit, Marni sepantasnya kulepaskan. Keadaankulah yang memastikannya. Kapan dan bagaimana akhir penahanan dan pengasingan itu tidak dapat diramalkan, apalagi dipastikan. Tidaklah adil memaksa Marni ikut menderita dan kehilangan masa depannya. Apalagi anak-anaknya, anak-anakku juga perlu santunan (Tohari, 2003: 16). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian tentang urutan logis dan temporal novel Kubah, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. (1)Alur yang digunakan dalam novel Kubah adalah alur campuran. Pada awal cerita menggunakan alur maju kemudian berubah ke alur mundur dan kembali lagi ke alur maju. Cerita terbagi menjadi sebelas bagian yang mewakili tiap-tiap peristiwa.
207
(2) Urutan logis dalam novel kubah setelah dianalisis terdapat 69 (enam puluh sembilan) teks paragraf yang menunjukan suatu kesatuan urutan yang logis. Urutan logis ditemukan dengan membuat sinopsis urutan logis terlebih dahulu, agar mudah menemukan teks yang menunjukkan kelogisan. (3) Pengertian urutan temporal disebut juga urutan kronologis atau urutan waktu adalah urutan peristiwa, sebagaimana tampak pada teks. Dari analisis ini ditemukan 11 (sebelas) teks paragraf yang menunjukan urutan temporal, yang menyatakan waktu berupa hari, tanggal, bulan bahkan tahun. (4) Di samping urutan waktu dan hubungan sebab-akibat, ada unsur lain yang dapat mengikat peristiwa-peristiwa dalam suatu alur, yaitu tema. Hubungan yang logis antara satu tindakan dengan tindakan yang lain dalam suatu fiksi lahir sebagai kausalitas, sebagai hubungan sebab-akibat. Suatu hubungan akan menimbulkan perbuatan yang lain, sehingga membentuk suatu rangkaian perbuatan yang dapat dilihat sebagai suatu kesatuan yang diikat oleh waktu. Hubungan alur dengan urutan logis dan temporal dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari setelah dianalisis terdapat 13 (tiga belas) teks paragraf yang menyatakan hubungan tersebut. (5) Urutan logis dan temporal dalam cerita rekaan, merupakan salah satu unsur yang penting dalam novel fiksi, yang berkaitan dengan alur. Hubungan urutan logis dan temporal dalam novel di sini dapat membantu pembaca untuk mengetahui terjadinya peristiwa yang terjadi, dengan waktu, tanggal, dan tahun. Hubungan urutan logis dan temporal dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari terdapat 31 (tiga puluh satu) teks paragraf, setelah dianalisis yang menyatakan hubungan tersebut. (6) Terdapat 8 (delapan) teks paragraf yang menyatakan hubungan kausalitas dengan urutan logis dan temporal pada novel Kubah Karya Ahmad Tohari ini. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan perlunya pemahaman terhadap nilai-nilai sastra yang bermanfaat bagi kehidupan. Agar seni sastra, khususnya apresiasi novel dapat bermanfaat dan digemari oleh semua pihak, perlu dilakukan apresiasi karya sastra. Hal itu karena karya sastra banyak mengandung ajaran moral, kesadaran akan pengalaman hidup, sejarah kehidupan, dan kehidupan manusia dalam sastra.
208
DAFTAR RUJUKAN Djajasudarma, Fatimah T. 2006. Metode Linguistik, Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT. Refika Aditama. Esten, Mursal. 2000. Kesusasteraan, Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa. Saputra, Karsono H. 1998. Aspek Kesasteraan Serat Panji Angreni. Jakarta: Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Semi, M. Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Todorov, Tzevetan. 1985. Tata Sastra.Jakarta: Djambatan. Tohari, Ahmad. 2003. Kubah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
209
LINTASAN PEMIKIRAN ESTETIKA PUISI INDONESIA MODERN (THE PERIOD OF ORIENTATION MINDED INDONESIAN’S MODERN POETRY AESTHETIC) Heri Suwignyo Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang, e-mail
[email protected] Abstract The Period of orientation minded Indonesian’s modern poetry aesthetic. The orientation minded Indonesian’s modern poetry aesthetic leads to aesthetic theory of harmony, deviation, and emancipatory. The conception of poetry by Sanusi Pane, Rustam Effendi’s poems appearance, and the sonnets by M. Yamin which have soul about nationalism, have relation to harmony of pantun and syair’s asthetic. Mind of deviation aesthetic marked by Chairil’s free poetry that emphasized the depth of the meaning rather than linguistic devices. Emancipatory aesthetic found by credo Sutardji that liberating words from the hegemony of meaning. Remy Silado offering the mbeling poem’s aesthetic as an integral part of the aesthetics of Indonesian’s contemporary poetry. Those minded is very useful for the construction of the historiography Indonesian’s modern poetry aesthetic which is until right now still through emptyness. Keywords:
indonesian poetry aesthetics, aesthetic harmony, aesthetic deviation, aesthetic emancipatory
Abstrak Lintasan Pemikiran Estetika Puisi Indonesia Modern. Orientasi pemikiran estetika puisi Indonesia modern mengarah pada teori estetika harmoni, deviasi, dan emansipatori. Konsepsi sajak oleh Sanusi Pane, penampilan sajak-sajak Rustam Effendi, dan sonetasoneta yang berjiwa kebangsaan M. Yamin secara harmoni masih terikat pada estetika pantun dan syair. Pemikiran estetika deviasi ditandai oleh kemunculan puisi-puisi bebas Chairil yang menekankan pada kedalaman makna daripada sarana kebahasaan. Pemikiran estetika emansipatori ditemukan pada kredo Sutardji yang membebaskan kata dari penjajahan makna. Remy Silado menawarkan estetika puisi mbeling sebagai bagian integral dari estetika puisi Indonesia kontemporer. Itu semua sangat berguna untuk penyusunan historiografi estetika puisi Indonesia modern yang hingga saat ini masih mengalami kekosongan. Kata-kata kunci:
estetika puisi Indonesia, estetika harmoni, estetika deviasi, estetika emansipatori
PENDAHULUAN Mencari dan menemukan teori estetika puisi Indonesia modern sulit dilakukan. Hal itu sebagaimana dinyatakan oleh Teeuw (1983: 35) “Memang teori estetik yang eksplisit tidak diketahui di bidang sastra Indonesia tradisional. Tetapi, ada konsep estetik yang secara implisit terkandung dalam sastra Melayu klasik dan dalam puisi Jawa kuno. Pernyataan itu tentu tidak berarti bahwa pemikiran tentang estetika puisi Indonesia tidak ada. Ada, tetapi diformulasikan dalam berbagai bentuk pernyataan. 210
Braginsky (1979) dalam “The concept oh ‘the Beautiful’ in Malay clasiccal literature and its Muslim roots” menyatakan bahwa konsep estetik yang mendasari estetika Melayu klasik dibedakan menjadi tiga aspek, yakni (1) ontologis, (2) imanen, dan (3) psikologis/pragmatik. Aspek ontologis adalah keindahan puisi sebagai pembayangan kekayaan Tuhan Yang Maha Pencipta, keindahan mutlak dari Tuhan (al-Jamal) dikesankan pada keindahan dunia gejala, khususnya dalam karya seni dan sastra. Aspek imanen dari yang indah terungkap dalam kata-kata: ajaib, gharib, tamasya yang selalu terwujud dalam keanekaragaman. Aspek psikologis adalah efek keindahan pada pembaca sehingga menjadi heran, leka, lupa, mabuk, kepayang, dan sebagainya. Estetika sufi dalam sastra Melayu dikemukakan oleh Abdulhadi (2004: 130). Dinyatakan bahwa tujuan estetika sufi dalam puisi ada lima tingkatan, yakni (1) bagi penyair, puisi sebagai jalan tempat berpindah, ke alam abadi/transendental melalui jalan tauhid dan makrifat, (2) bagi penyair, puisi sebagai jalan penyucian diri dengan menjalani (a) penyucian nafsu (tazkiyat al-nafs), (b) pemurnian hati (tashfiyat al-qalb), dan (c) pengosongan jiwa terdalam (takhliyat al-sirr), yakni dari yang selain-Nya; (3) bagi penyair, puisi merupakan proyeksi zikir dan musyahadah atau penyaksian terhadap keesaan Allah; (4) bagi penyair, puisi merupakan penyaksian keindahan wajah Tuhan dan hakikat tauhid dalam ‘medan yang qodim’; dan (5) bagi pembacanya, puisi sebagai tangga naik menuju hakikat diri sejati. Konsep estetika sufi itu dikonstruks dari “Syair Perahu” karya penyair Hamzah Fansuri. Sufi-Sufi Melayu juga menggunakan tamsil perahu sebagai syariat, kemudi dan peralatannya sebagai tarikat, muatan yang dibawa sebagai hakikat, dan laba yang akan diperoleh (bila pelayaran selamat) sebagai makrifat. Dengan analogi yang sama: perahu adalah tamsil tubuh manusia, sedangkan kemudi dan peralatan perahu adalah sarana kejiwaan dan kerokhanian manusia (akal, hati, dan cahaya pelihatan batin), sedangkan laut yang dilayari adalah lautan wujud atau kehidupan yang membentang dari alam nasut, alam malakut, dan alam jabarut menuju alam luhut (Abdulhadi, 2004: 132). Baik estetika Melayu Klasik maupun estetika sufi menolak pandangan dan pemikiran bahwa sastra atau seni, khususnya puisi adalah mimesis atau tiruan dari kenyataan. Puisi bagi mereka adalah penamsilan atau simbolisasi dari gagasan-gagasan yang ada dalam jiwa, pikiran, dan pengalaman batin penyair. Sebab itu, konteks estetika puisi-puisi ciptaan mereka tepat dieksplorasi dalam kehidupan pemikiran dan pandangan hidup kerokhanian penyairnya. Tulisan ini bertujuan mengeksplorasi pemikiran estetika puisi Indonesia modern dalam kurun waktu 50 tahun. Dekade dimaksud merentang mulai tahun 20-an hingga tahun 70-an dari perpsektif estetika klasik yang bersifat harmoni atau keselarasan, estetika deviasi atau yang bersifat penentangan, estetika yang bersifat emansipatoris atau pembebasan. Estetika Harmoni Puisi Indonesia Modern Dekade 20-30an Pemikiran Estetika Puisi Lama Rustam Effendi Berbeda dengan Sanusi Pane, penyair ini mengungkapkan pemikirannya tentang estetika puisi langsung dalam bentuk karya kreatif, yakni Bebasari (1924) dan Pertjikan Permenungan (1925). Bebasari adalah sebuah drama bersajak. Sebagai drama bersajak dialog-dialog antartokoh sangat memperhatikan rima atau persamaan bunyi sebagai mana layaknya puisi. Isinya berisi simbol upaya pembebasan (perhatikan nama bebasari) lambang tanah air yang sedang dalam cengkeraman penjajah (Rosidi, 1976:23). Pandangannya tentang keindahan puisi modern terungkap dalam sajak “Bukan Beta Bijak Berperi,” berikut ini.
211
BUKAN BETA BIJAK BERPERI I Bukan beta bijak berperi, Pandai menggubah madahan syair, Bukan beta budak Negeri, Musti menurut undangan mair. II Sarat-sarat saya mungkiri, Untaian rangkaian seloka lama, Beta buang beta singkiri, Sebab laguku menurut sukma. III Susah sungguh saya sampaikan, Degup-degupan di dalam kalbu, Lemah laun lagu dengungan, Matnya digamat rasaian waktu. IV Sering saya susah sesaat, Sebab madahan tidak nak datang, Sering saya sulit mendekat, Sebab terkurang lukisan mamang. V Bukan beta bijak berlagu, Dapat melemah bingkaian pantun, Bukan beta berbuat baru, hanya mendengar bisikan alun. Rustam Effendi berniat memungkiri sarat-sarat seloka lama dan syair. Sama dengan Sanusi Pane, Rustam Effendi menekankan kedalaman jiwa dalam berpuisi. Akan tetapi, dia tidak berdaya melepaskan dari tradisi pantun. Maka diartikan bahwa estetika puisi Rustam masih terikat estetika pantun. Hal itu tampak dalam pola rima sampiran dan isi yang dilakukan secara konsisten. Bait terakhir puisi tersebut (bait V) adalah bukti paling kuat /Bukan beta bijak berlagu/Dapat melemah bingkaian pantun/Bukan beta berbuat baru/hanya mendengar bisikan alun// Pemikiran Estetika Puisi Baru Sanusi Pane Karya puisi Indonesia tahun dua puluhan merujuk pada tiga penyair, yakni M.Yamin, Rustam Effendi, dan Sanusi Pane (Enre, 1963:22-56; Rosidi, 1976:20-30). Di antara mereka bertiga hanya Sanusi Pane yang mengungkapkan konsepsinya tentang estetika puisi. Dalam puisinya yang berjudul ‘Sajak’—dimuat dalam “Puspa Mega”—konsepsi estetika puisi dinyatakan sebagai berikut. SAJAK Di mana harga karangan sajak, Bukan dalam maksud isinya; Dalam bentuk, kata nan rancak, Dicari timbang dengan pilihnya. 212
Tanya pertama keluar di hati, Setelah sajak dibaca tamat, Sehingga mana tersebut sakti, Mengikat diri di dalam hikmat. Rasa bujangga waktu menyusun Kata yang datang berduyun-duyun Dari dalam, bukan nan dicari Harus kembali dalam pembaca, Sebagai bayang di muka kaca, Harus bergoncang hati nurani Dalam sajak tersebut terungkap konsep estetika bentuk atau estetika kebahasaan. Bahwa kualitas suatu puisi terletak dalam bentuk, kata nan rancak, dan diksi. Tetapi, konsepsi tersebut kemudian mengalami dinamika seiring dengan perubahan pandangan sang penyair setelah berkelana ke India. Hasil pengembaraannya secara kultural dan spiritual mengubah konsepsinya tentang estetika puisi yang semula berfokus pada bentuk menjadi berfokus pada kedalaman perasaan. SAJAK O, bukannya dalam kata yang rancak Kata yang pelik kebagusan saja, O, pujangga buang segala kebagusan kata, Yang kan Cuma mempermainkan mata, Dan hanya dibaca selintas lalu Karena tak keluar dari sukmamu. Seperti mentari mencintai bumi, Memberi sinar selama-lamanya, Tidak meminta sesuatu kembali, Harus cintamu senantiasa. Pemikiran Estetika Puisi Baru M.Yamin Yamin adalah penyair pertama yang menyuarakan “Bahasa dan Bangsa.” Kemudian dimantapkan dengan sajak yang berjudul “Tanah Air.” Bahkan pada tahun 1928, Yamin menerbitkan kumpulan sajaknya yang berjudul Indonesia Tumpah Darahku. Penerbitan itu bertepatan dengan Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda (Rosidi, 1976: 21). Pemuda-pemuda terpelajar sekitar tahun 1919, ditandai dengan sifat kebelanda-belandaan. Bukan saja dalam rupa, tetapi juga dalam perbuatan, cita-cita mereka yang ingin sama atau disamakan dengan orang Belanda (Enre, l963: 22). Tetapi, hal itu tidak bagi pemuda Yamin, baginya hubungan bahasa dan bangsa demikian penting. Sebuah sajak “Bahasa Bangsa” melukiskan perasaannya tentang “Tiada bahasa, bangsa pun hilang.”
213
BAHASA, BANGSA
Was du errebt von deinen vatern hast, Erwirb es um es zu begitzen (Gothe) (I) Selagi kecil berusia muda, Tidur si anak di pangkuan bunda Ibu bernyanyi lagu dan dendang Memuji si anak banyaknya sedang, Berbuai sayang malam nan siang Buaian tergantung di tanah moyang. Terlahir di bangsa, berbahasa sendiri Diapit keluarga kanan dan kiri Besar budiman di tanah Melayu. II Berduka suka sertakan rayu Perasaan serikat menmjadi padu Dalam bahasanya permai merdu Meratap menangis bersuka raya. Dalam bahagia bala dan baya Bernafas kita pemanjangkan nyawa Dalam bahasa sambungan jiwa Di mana Sumatra., di situ bangsa Di mana Perca, di sana bahasa. III Andalasku sayang jana bejana Sejakkan kecil muda teruna Sampai mati berkalang tanah Lupa ke bahasa tiadakan pernah Ingat pemuda, Sumatra hilang Tiada bahasa bangsa pun hilang Menurut Enre (1963: 26), selama 2 tahun berkarya 1920-1921, sajak yang dihasilkan 21 buah. Dari 21 buah itu, hanya dua yang bukan soneta, yakni “Tanah Air”, dan “Bahasa, Bangsa.” Yamin dikenal sebagai Bapak soneta Indonesia, karena dialah yang mula-mula memperkenalkan bentuk soneta dalam penciptaan puisi Indonesia. Bentuk soneta Yamin dikenal berbeda dengan puisi tradisional sebagaimana syair, pantun, dan gurindam. Pemikiran Estetika Puisi Baru Amir Hamzah Amir Hamzah dipandang sebagai penyair terbesar pada masa sebelum perang. Oleh karena itu, H.B. Jassin menyebutnya sebagai “Raja Penyair Pujangga Baru” juga disebutnya sebagai “Penyair Dewa Irama” (Waluyo, 1987: 210). Dalam sajak-sajaknya, baik yang termuat dalam Nyanyi Sunyi (1937) maupun Buah Rindu (1941), Amir Hamzah (AH) banyak mempergunakan kata-kata lama. Kosakata lama tersebut diambil dari khazanah bahasa Melayu, Kawi, Jawa, dan Sunda. Kata-kata tersebut diambil dan difungsikan untuk membentuk rima awal, atau sebagai 214
perlambangan, perumpamaan, atau hanya sekadar menjaga irama sajak. Irama dan bentuk rima akhir sajak AH masih mempertahankan bentuk dan rima pantun Melayu, tentu saja dengan kemahiran yang sangat tinggi. BUAH RINDU Wah, kalau negini naga-naganya Kayu basah dimakan api! Aduh, kalau negini laku rupanya Tentulah badan lekaslah fani (Buah Rindu I) Ibu, konon tanah Selindung Tempat gadis duduk berjuntai: Bonda, hajat hati memeluk gunung Apatah daya tangan tak sampai (Buah Rindu II) Variasi lain dilakukan dalam sajaknya yang lain ‘Purnama Raya” (Buah Rindu). Dalam sajak itu, AH menggunakan bentuk ekspresi syair pendek yang mengisahkan pertemuan di malam purnama dalam suasana kampung Melayu, si gadis berseloka dan di kejauhan terdengar gembala berdendang (Rosidi, 1976: 46). Suasana dan bentuk syair ditemukan dalam sajak “Hang Tuah” (Buah Rindu) dan “Batu Belah (Nyanyi Sunyi). Kedua sajak tersebut bersifat epik sebagaimana gambaran isi syair dalam sastra Melayu lama. Batu Belah (Batu Bertangkup) adalah cerita Melayu lama yang sering diceritakan para orang tua kepada anak-anaknya. Jika anak-anak terlalu banyak meminta kepada ibunya, ibunya mengancam akan terjun ke batu belah, batu bertangkup. Dalam beban dan tekanan yang sangat berat—untuk memutuskan cintanya—AH seolah-olah mengancam agar ditelan oleh batu, batu belah batu bertangkup. BATU BELAH ....... Terbuka pula merah basah Mulut maut menunggu mangsa Lapar lebar tercingah pangah Meraung riang mengecap sedap Batu belah, batu bertangkup Batu tepian tempat mandi Insya Allah tiada kutakut Sudah demikian kuperbuat janji Menurut Alisjahbana (1996: 32-33), estetika puisi Amir Hamzah ditemukan dalam tataran bunyi dan kata. Dalam kumpulan Nyanyi Sunyi, AH telah berhasil melepaskan persajakan pantun (ab-ab) dan persajakan syair (aa-bb; aa-aa). Dalam 24 sajak yang termuat dalam kumpulan itu, tidak satu pun yang bersajak bebas. Unsur keindahan bunyi, baik yang berupa rima awal, rima akhir, maupun rima tengah pun telah memperoleh pengolahan ‘sempurna.’ Misalnya sabar, setia, selalu (Padamu Jua), Sunyi sepi pitunang poyang (Karena Kasihmu); dalam gagap gempita guruh (Hanya Satu); insaf diriku dera durhaka (Insaf). 215
Lukisan suasana atau pemandangan dilakukan dengan menggunakan perbandinganperbandingan yang sangat sugestif. Kaulah kandil kemerlap/Pelita jendela di malam gelap/Melambai pulang perlahan/Sabar, setia, selalu// Atau dalam /Tersapu sutera pigura/Dengan nilam hitam kelam/ Berpadaman lentera alit/Beratus ribu di atas langit// Suatu keistimewaan dari sajak Nyanyi Sunyi ini, hampir seluruhnya ditulis tanpa berkoma dan bertitik. Hanya pada akhir puisi terdapat tanda baca. AH juga tidak menggunakan huruf besar untuk nama orang dan Tuhan. Kedalaman isi puisi AH antara ditemukan dalam puisi “Padamu Jua” dan “Hanya Satu.” Beberapa ahli sastra antara lain (Teeuw, 1983; Alisjahbana, 1996: 37-38; Abdulhadi, 2004: 50-51) menyatakan bahwa sajak “Padamu Jua” bersifat sufistik. Kerinduan seorang hamba untuk berjumpa dengan Sang Chalik. PADAMU JUA Habis kikis Segala cintaku hilang terbang Pulang kembali aku paamu Seperti dahulu Kaulah kandil kemerlap Pelita jendela di malam gelap Melambai pulang perlahan Sabar, setia, selalu Satu kekasihku Aku manusia Rindu rasa Rindu rupa Di mana Engkau Rupa tiada Suara sayup
Engkau cemburu Engkau ganas Mangsa aku dalam cakarmu Brtukar tangkap dengan lepas Nanar aku, gila sasar Sayang berpulang padamu jua Engkau pelik menarik ingin Serupa dara dibalik tirai Kasihmu sunyi Menunggu seorang diri Lalu waktu –bukangiliranku Mati hari—bukan kawanku... (Nyanyi Sunyi, 1959: 5)
Hanya kata merangkai hati Pemahaman kunci sajak ini adalah kata padamu dalam bait pertama. Mu- yang dimaksud adalah Tuhan. Dalam bait keempat dinyatakan /Di mana Engkau/Rupa tiada/Suara sayup/Hanya kata merangkai hati// Kata merangkai hati maksudnya hati manusia itu hanya berhubungan dengan Tuhan dan berkat wahyu yang disampaikan Tuhan kepada manusia. Bait terakhir dinyatakan /Kasihmu sunyi/ Menunggu seorang diri/Lalu waktu—bukan giliranku/Mati hari— bukan kawanku .... Penyair mengungkapkan dalam bait terakhir bahwa kasih Tuhan itu sunyi, bahwa Tuhan itu menunggu seorang diri. Maksudnya, manusia baru bertemu Tuhannya apabila telah mati, dalam mati itu manusia secara pribadi akan berjumpa dengan Tuhannya (Alisjahbana, 1996: 38). Keinginan AH agar umat beragama bersatu ditampakkan dalam sajak “Hanya Satu.” Penyair tampaknya kecewa dengan pertikaian teologis yang berkepanjangan antara umat Kristen dan Islam.
216
HANYA SATU Kini kami bertikai pangkai Di antara dua, mana mutiara Jauhari ahli lalai menilai Lengah langsung melewat abad. Aduh Kekasihku, Padaku semua tiada berguna Hanya satu kutunggu hasrat Merasa dikau dekat rapat Serupa Musa di Puncak Tursina. Ungkapan serupa “Musa di Puncak Tursina” adalah pandangan penyair yang diwujudkan dalam pesan. Pesan agar pengikut agama (Islam dan Kristen) yang mendasarkan pada pesan Nabi Musa A.S. merekatkan tali kesepahaman sehingga terhindarkan dari konflik. Estetika Deviasi Puisi Indonesia Modern Dekade 40-60an Pemikiran Estetika Puisi Bebas Chairil Anwar Ketenaran Chairil tidak terbatas pada masyarakat yang khusus memperhatikan perkembangan budaya dan sastra Indonesia. Beberapa sajak Chairil telah menjadi ‘pengetahuan umum sehingga tidak jarang baris-baris puisinya dihapal di luar kepala. Khususnya, baris-baris sajak “Aku” ...biar peluru menembus kulitku/Aku tetap meradang menerjang/...dan aku lebih tidak perduli/Aku mau hidup seribu tahun lagi// Demikian juga sajak “Kerawang Bekasi”—telah menjadi milik nasional—yang resmi dibacakan setiap tahun dalam perayaan Hari Pahlawan, 10 November /... kami mati muda/Yang tinggal tulang diliputi debu/Kenang-kenanglah kami...// Beberapa kata dalam sajak Chairil telah menorehkan makna yang sangat mendalam tentang hidup. Di awal kepenyairannya, ia berucap /...dan aku akan lebih tidak peduli/aku mau hidup seribu tahun lagi// Pada sajak-sajak Chairil yang terakhir justru tampak keluhuran rohaninya, yang berdiri tinggi di atas debu serta sanggup mengatasi duka maha tuan bertahta (“Nisan”). Chairil akhirnya berucap /...hidup hanya menunda kekalahan/...sebelum akhirnya kita menyerah// (“Derai-Derai Cemara”). Menurut Sastrowardoyo (1980: 38-40), pemikiran estetik Chairil dapat ditelusuri dari orientasi budaya Chairil yang terekam pada karya sajak-sajaknya. TAK SEPADAN Aku kira Beginilah nanti jadinya Kau kawin beranak dan berbahagia Sedang aku mengembara serupa Ahasveros Dikutuk sumpahi Eros Aku merangkaki dinding buta Tak satu pintu terbuka. Jadi baik juga kita padami Unggunan api ini Karena kau tidak ‘kan apa-apa Aku terpanggang tinggal rangka Februari 1943 217
Larik mengembara serupa Ahasveros benar-benar sangat Eropa. Ahasveros adalah Yahudi yang terkutuk harus mengembara tiada henti di muka bumi. Dia tidak sudi meringankan penderitaan Nabi Isa waktu keletihan dan kehausan memanggul kayu salib ke Bukit Golgotha. Hikayat Nasrani lama ini menginspirasi Eugne Sue (pengarang Perancis) mengarang roman Le Juif Errant (Yahudi Pengembara). Berdasarkan roman tersebut, Chairil agaknya membandingkan dirinya dengan Ahasveros. Demikian juga dalam sajak “Malam”, Chairil mengutip nama Thermopylae. Bagi kebanyakan pembaca Indonesia, sulit menyangkutkan imajinasi kepada nama itu? Sama sulitnya mungkin bagi pembaca Eropa menyangkutkan imajinasinya dengan kisah Syeh Siti Jenar, misalnya. MALAM Mulai kelam belum buntu malam kami masih jaga berjaga —Thermopylae?— —Jagal tidak dikenal?— tapi nanti sebelum siang membentang kami sudah tenggelam hilang ... 1945 Thermopylae adalah tokoh jagal dalam kisah perang Yunani dikutipnya untuk membangun suasana ngeri dalam sajak “Malam.” Chairil tampak sangat jauh mengembara ke peperangan Yunani kuno itu. Pemikiran estetika puisi Chairil dinyatakan eksplisit dalam teks pidato radio “Membuat Sajak Melihat Lukisan.” Antara lain dinyatakan bahwa dalam penciptaan sajak yang dipentingkan adalah ‘perasaan atau emosi si penyair dan cara mengungkapnya secara istimewa. Bagi Chairil, kebagusan sebuah sajak tidaklah harus didasarkan atas suatu atau beberapa dari ‘perkakas’ bahasa, tetapi harus didasarkan atas kerjasama dengan perhubungannya yang sama dengan “pokok” (Jassin, l978: 157). Dengan kata lain, Chairil telah melakukan revolusi bentuk pengucapan puisi lebih kepada bentuk pengucapan batin, yakni makna. Dalam suratnya kepada Jassin (8 Maret 1944) antara lain dia menulis, “Tidak Jassin aku tidak akan kembali ke prosa seperti dalam pidato di depan “Angkatan Baru” dulu! ...prosaku, puisi juga dalamnya tiap kata akan kugali korek sedalamnya hingga ke kernwoord, ke kernbeld. Takdir dengan Pujangga Baru-nya, Chairil Anwar dengan Angkatan 45-nya telah memutuskan budaya timur dan berorientasi ke barat. Secara estetika, dia telah melakukan deviasi atau penentangan dengan konvensi bersajak sebelumnya. Gaya berucap sajak-sajak Chairil telah bernapaskan peradaban kehidupan kota. Kata-kata dipungut dari kosakata sehari-hari, tetapi diekspresikan dengan kuat dan matang.
218
Estetika Emansipatori Puisi Indonesia Modern Dekade 70-80an Pemikiran Estetika Puisi yang Mantra Konsepsi tentang estetika emansipatori dengan jelas ditemukan dalam kredo puisi yang ditulis Sutardji Calzoum Bachri di Bandung 30 Maret 1973. Kata-kata bukanlah alat mengantarkan pengertian. Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri. Dia bebas. ....dalam puisi saya, saya bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yang membelenggunya seperti kamus dan penjajahan lain seperti moral kata yang dibebaskan masyarakat pada kata tertentu dengan dianggap kotor (obscene) serta penjajahan gramatika. ... menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah kata. Dan kata pertama adalah mantra. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata kepada mantra (Waluyo, 1987:291). Sejalan dengan kredonya, Sutardji CB (SCB) menciptakan puisi mantra. Di dalam menulis puisi, SCB menggunakan hakikat yang ada dalam mantra. Hakikat mantra adalah (a) terdapat bagian rayuan dan perintah, (b) menggunakan kesatuan pengucapan (expression unit), (c) mementingkan keindahan bunyi atau permainan bunyi, (d) ia sesuatu yang utuh, yang tidak dapat dipahami melalui pemahaman unsur-unsurnya; (e) ia tidak dapat dipahami oleh manusia, ada sesuatu yang misterius, (f) ada kecenderungan esoteris dari kata-katanya, atau ada hubungan yang esoteris, dan (g) terasa sebagai permainan bunyi belaka (Junus, 1983: 135). Wawasan estetik puisi yang mantra adalah menekankan pada kekuatan magis kata-kata dan improvisasi. HUSSPUSS ............
hei Kau dengar mantraku Kau dengar kucing memanggilMu izukalizu mapakazaba itasatali tutulita papaliko arukabazuku kodega zuzukalibu tutukaliba dekodega zamzam lagotokoco zukuzangga zegezegeze zukuzangga zege zegeze zukuzangga zegezegeze zukuzang ga zegezegeze zukuzangga zegezegeze aahh....! nama nama kalian bebas carilah tuhan semaumu Kredo SCB disanggah oleh Teeuw (1983: 148) antara lain dinyatakan bahwa kata tanpa pengertian tidak mungkin, karena akan kehilangan cirinya sebagai bahasa. Yang benar adalah pembebasan kata dari hubungan morfologis, sintaktis, dan semantis. Dalam formalisme Rusia dikenal konsep defamiliarisasi dan deotomatisasi, yakni upaya penyair menjadikan puisi yang diciptakan tidak lazim, tidak biasa sehingga mengalami deotomatisasi yang mengejutkan pembacanya. Bagi Teeuw (1983), hanya ada dua kemungkinan untuk kredo puisi SCB, yakni akan diterima sebagai inovasi dalam dunia perpuisian Indonesia atau hanya sekadar fashion sastra.
219
Pemikiran Estetika Puisi Mbeling Remy Sylado Istilah Puisi Mbeling pertama kali digunakan oleh Remy Silado pada lembaran khusus majalah Aktuil, terbit di Bandung sekitar tahun l974. Ciri utama Puisi Mbeling adalah kelakar. Kata-kata, arti, bunyi, dan tipografi dimanfaatkan untuk mencapai efek tersebut. Sebagian besar maksud puisi mbeling adalah mengajak pembacanya berkelakar saja, tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (Damono, dalam Wirjosoedarmo, 1985: 699). Sajak-sajak Remy Silado dimuat di majalah Aktuil antara lain berjudul “Communication Gap,” “Belajar Menghargai Hak Asasi Kawan,” dan “Dua Jembatan: Mirabeau & Asemka”. COMMUNICATION GAP Ya TUHAN Tuhan Tuhan Tuhan Tuhan Tuhan Tuhan Tu Han Tu Han Tu Hantu Hantu Hantu Hantu Hantu Hantu HANTU Ay BELAJAR MENGHARGAI HAK ASASI KAWAN jika laki mahasiswa ya perempuan mahasiswi jika laki saudara ya perempuan saudari jika laki pemuda ya perempuan pemudi jika laki putra ya perempuan putri jika laki kawan ya perempuan kawin jika 220
kawan kawin ya jangan ngintip Yudhistira Ardinugraha Dua kumpulan puisinya yang terkenal adalah Sajak-sajak Sikat Gigi (1974) dan Rudi Jalak Gugat (1982). Puisi-puisinya yang terkumpul dalam Sikat Gigi lebih tampak ke estetika puisi mbeling daripada kumpulan puisi yang kedua. Puisi-puisinya dalam Rudi Jalak Gugat banyak dijadikan lirik lagu oleh penyanyi country asal Surabaya Franky Sahilatua. SAJAK SIKAT GIGI Seorang lupa menggosok giginya sebelum tidur Di alam tidurnya ia bermimpi Ada sikat gigi yang menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka Ketika ia bangun pagi hari Sikat giginya tinggal sepotong Sepotong yang hilang itu agaknya Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali Dan ia berpendapat bahwa kejadian itu terlalu berlebih-lebihan Sibernetika Estetika Puisi Indonesia Modern Estetika mantra lebih purba daripada estetika syair, gurindam, dan pantun. Gerakan modernisme sering diartikan sebagai gerak menjauhkan estetika tradisi dengan unsur kemodernan. Namun demikian, dalam kredonya tidaklah demikian. SCB mengembalikan estetika puisi kembali ke mantra. Dalam kerangka sibernetika, dinamika estetika puisi Indonesia modern divisualisasikan sebagai berikut (Diadaptasi dari de Bono, dalam Junus, 1983: 136-138).
Penampang sibernetika tersebut memberikan perspektif bahwa dinamika pemikiran estetika puisi Indonesia modern tidak beralur lurus, tetapi bersiklus memutar. Estetika puisi sebelum SCB disarati oleh pikiran (Junus, l983: 138). Estetika pantun disarati oleh nasihat sebagaimana tergambar dalam pantun nasihat, pantun agama, pantun orang tua, dan sebagainya. Estetika syair disarati oleh kisah lama, epika, dan cerita kewiraan. Dalam penampang di atas, estetika pantun dan syair ditandai bunyi berhuruf kecil dan arti berhuruf besar semua. Demikian juga estetika puisi baru disarati dengan oleh cita-cita perjuangan, kritik sosial, dan sebagainya. Sebagaimana terekam dalam soneta-soneta M. Yamin. Hal itu berbeda dengan estetika puisi Amir Hamzah yang diberi tanda bunyi dan arti dengan berhuruf besar. Chairil dengan estetika puisi bebas menekankan kepadatan makna tentang nilai-nilai humanisme universal, tentang realisme humanis yang 221
memberat pada antropomorfisme daripada ke teomorfisme. Estetika puisi Chairil ditandai bunyi berhuruf kecil dengan arti berhuruf besar. SCB memberontak terhadap tradisi estetika demikian. SCB dengan kredonya mengembalikan hakikat estetika puisi ke mantra. Estetika mantra adalah estetika bunyi, dalam puisi-puisi SCB unsur bunyi yang terkesan magis menjadi dominan. Dalam penampang sibernetika di atas estetika puisi SCB bunyi berhuruf besar dan arti berhuruf kecil. Berbeda dengan estetika puisi mantra, estetika puisi mbeling hanya bersifat kelakar. Maka itu, unsur arti dan bunyi sekadar main-main sehingga bunyi dan arti berkode huruf kecil saja. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dalam kurun waktu 50 tahun (era 20-an sampai dengan era 70-an), pemikiran estetika puisi Indonesia modern menunjukkan arah memutar. Pemikiran estetika puisi purba (sebelum 20an) dalam bentuk mantra ternyata dimunculkan lagi oleh Sutardji CB dalam kredo puisi tahun 1973. Kredo puisi Sutardji CB adalah membebaskan kata-kata dari penjajahan makna. Pemikiran estetika puisi di era 20-an tertangkap sebagai upaya perubahan-perubahan di bidang gaya pengucapan dan jiwa puisi. Akan tetapi, segala gerak perubahan yang dilakukan masih terikat dalam tradisi estetika klasik, yakni syair dan pantun. Para penyair di era 20-30-an masih menjaga keselarasan dengan konvensi estetika poetika yang ada. Chairil Anwar tegas-tegas memutus diri dengan konvensi estetika pantun dan syair. Melalui pidato radio dan surat-menyurat kepada H.B. Jassin ditegaskan perlunya kematangan pengucapan batin penyairnya di dalam berpuisi. Era Chairil dan angkatannya telah mengokohkan gagasan estetika deviasi dalam dunia penciptaan karya sastra, terutama puisi. Dalam kredonya, SCB dengan tegas menyatakan perlunya pembebasan kata dari penjajahan makna. Bagi SCB, hakikat menulis puisi adalah mengembalikan kata kepada mantra. Sebab itu, unsur kemagisan bunyi dan permainan kata menjadi begitu dipentingkan. Setahun kemudian (1974), Remy Sylado melontarkan gagasan estetika puisi mbeling. Menurut Remy, berpuisi adalah berkelakar, maka dari itu unsur arti dan bunyi sekadar iseng belaka. Orientasi pemikiran demikian mudah dipahami dari sudut estetika emansipatori atau estetika pembebasan. Saran Selaras dengan tiga simpulan di atas disarankan kepada pihak sejarawan puisi dan praktisi, yakni guru dan dosen agar: (1)Memanfaatkan hasil telaah tentang pemikiran estetika puisi ini sebagai bahan penyusunan sejarah pemikiran estetika dalam perpuisian Indonesia modern. (2)Memanfaatkan hasil telaah tentang pemikiran estetika puisi ini sebagai bahan pembelajaran apresiasi estetika puisi Indonesia modern dari era 20 s.d. era 70-an. (3)Memanfaatkan hasil telaah tentang pemikiran estetika puisi ini sebagai bahan penelitian perkembangan pemikiran estetika puisi Indonesia modern dalam kurun waktu setengah abad (era 20 s.d. 70-an).
222
DAFTAR RUJUKAN Abdulhadi W.M. 2004. Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas. Yogyakarta: Matahari. Alisjahbana, Sutan Takdir. 1996. Amir Hamzah Penyair Besar antara Dua Zaman. Jakarta: Dian Rakyat. Braginsky, V.I. 1979. The concept of “the Beautiful in Malay Clasiccal literature and its Muslim Root, Paper Persidangan Antarbangsa Pengajian Melayu. Kuala Lumpur: University Malaya. Enre, Fachroedin Ambo. 1963. Perkembangan Puisi Indonesia dalam Masa Duapuluhan. Djakarta: Gunung Agung. Jassin, H.B. 1978. Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45. Jakarta: Gunung Agung. Junus, Umar. 1983. “Puisi Yang Mantra di Indonesia: Suatu Interpretasi, “dari Peristiwa ke Imajinasi, hlm.131-147.” Rosidi, Ajip. 1976. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Binacipta. Sastrowardoyo, Subagio. 1980. Sosok Pribadi dalam Sajak. Jakarta: Pustaka Jaya. Teeuw, A. 1983. Mambaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia. Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga. Wirjosoedarmo, Soekono. 1985. Sastra Indonesia Modern. Surabaya: Sinar Wijaya.
223
DOMINASI BAHASA SANSKERTA DAN BAHASA ARAB DALAM KOSAKATA SERAPAN BAHASA INDONESIA (SANSKRIT AND ARABIC VOCABULARY DOMINATION IN INDONESIAN ABSORPTION) Akhmad Yazidi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pakuan, Jalan Pakuan Bogor, e-mail
[email protected] Abstract Sanskrit and Arabic Vocabulary Domination in Indonesian Absorption. Indonesian derived from Malay, Indonesian but not Malay, Indonesian because it is very different from the Malay language. In the development, the Indonesian language is very much absorbed the vocabulary of various languages both foreign languages and regional languages . It is an indicator of the vitality of the Malay language, the nature of which is very easy to accept new developments in adaptation to a modern language. Foreign language vocabulary Indonesian absorbed in development include Sanskrit, the language of India, Tamil, Portuguese, Persians, Chinese, Japanese, Dutch, German, Arabic, and English. While the language of the region include Javanese, Sundanese, Batak language, the language of Minangkabau, Palembang language, the language of the Bugis, Banjar language, the language of the Papuan languages of Maluku, and others. Referring to the elements of universal culture, which absorbed the vocabulary includes all the elements, ie the religious system and religious ceremony, and community organizations systems, knowledge systems, language, the arts and sports, livelihood systems, technologies and equipment, nature and environmental conditions, as well as the feeling expression and psychosis. In this case the language of Sanskrit and Arabic ranks first (9 elements), then the Java language (7 elements), Portuguese (6 elements), Dutch and Parsi (5 elements), English, Tamil, and Chinese (4 elements), as well as other languages relatively low. The height uptake in the vocabulary of the language related to the elements of universal culture showed high intensity of communication, assimilation, acculturation inter-language user is concerned with the people and the nation of Indonesia. The motive of the intensity of communication, assimilation, and acculturation of Sanskrit and Arabic through culture, religion, economics, politics, etc. so that the uptake vocabulary from Sanskrit and Arabic dominates in the formation of the Indonesian language. Keywords: domination, absorption
Abstrak Dominasi Bahasa Sanskerta dan Bahasa Arab dalam Kosakata Serapan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, namun bahasa Indonesia bukan bahasa Melayu, karena bahasa Indonesia sangat berbeda dengan bahasa Melayu. Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia sangat banyak menyerap kosakata dari berbagai bahasa, baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Hal ini sebagai indikator vitalitas dari bahasa Melayu, yaitu sifat yang sangat mudah menerima perkembangan baru dalam adaptasi untuk menjadi bahasa yang modern. Bahasa asing yang kosakatanya diserap dalam perkembangan bahasa Indonesia meliputi bahasa
224
Sanskerta, bahasa India, bahasa Tamil, bahasa Portugis, bahasa Parsi, bahasa China, bahasa Jepang, bahasa Belanda, bahasa Jerman, bahasa Arab, dan bahasa Inggris, sedangkan dari bahasa daerah meliputi bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Batak, bahasa Minang, bahasa Palembang, bahasa Bugis, bahasa Banjar, bahasa dari Papua, bahasa dari Maluku, dan lain-lain. Mengacu pada unsur kebudayaan universal, kosakata yang diserap meliputi seluruh unsur, yaitu sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian dan olahraga, sistem mata pencaharian, teknologi dan peralatan, kondisi alam dan lingkungan, serta ungkapan perasaan dan kejiwaan. Dalam hal ini, bahasa Sanskerta dan bahasa Arab menduduki urutan pertama (9 unsur), kemudian bahasa Jawa (7 unsur), bahasa Portugis (6 unsur), bahasa Belanda dan Parsi (5 unsur), bahasa Inggris, Tamil, dan Cina (4 unsur), serta bahasa lainnya yang relatif rendah. Tingginya serapan kosakata dari bahasa di atas berkaitan dengan unsur budaya universal menunjukkan tingginya intensitas komunikasi, asimilasi, akulturasi antarmasyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan dengan masyarakat dan bangsa Indonesia. Motif dari intensitas komunikasi, asimilasi, dan akulturasi dari bahasa Sanskerta dan bahasa Arab merasuk pada semua aspek kehidupan masyarakat melalui budaya, agama, politik, dan ekonomi sehingga dominasi bahasa Sanskerta dan bahasa Arab sangat tinggi dalam serapan kosakata bahasa Indonesia. Kata-kata kunci: dominasi, serapan
PENDAHULUAN Sumpah Pemuda hasil Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 berisi tiga deklarasi tentang nasionalisme Indonesia, yaitu satu bangsa, satu tanah air, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia. Kebermaknaan Sumpah Pemuda sebagai deklarasi atas kebangsaan, tanah air, dan bahasa, karena kita bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau (13 ribu lebih), banyak suku bangsa (652), beratus-ratus bahasa daerah (742), serta beragam keyakinan keagamaan. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, namun bahasa Indonesia bukan bahasa Melayu, karena bahasa Indonesia sudah sangat berbeda dengan bahasa Melayu. Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia sangat banyak menyerap kosakata, baik dari bahasa asing maupun bahasa daerah. Hal ini sebagai indikator vitalitas dari bahasa Melayu, yaitu sifat yang sangat mudah menerima perkembangan baru dalam adaptasi untuk menjadi bahasa yang modern. Dalam perkembangan bahasa Indonesia, kosakata dari bahasa asing yang diserap meliputi bahasa Sanskerta, bahasa Hindi, bahasa Tamil, bahasa Portugis, bahasa Parsi, bahasa China, bahasa Jepang, bahasa Belanda, bahasa Arab, dan bahasa Inggris, sedangkan dari bahasa daerah adalah bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain-lain. Dalam proses penyerapan kosakata, baik dari bahasa asing maupun dari bahasa daerah, ada yang langsung dan ada yang tidak langsung (Notosudirjo,1978:19-21). Tulisan ini merupakan hasil kajian pustaka dengan penekanan pada kosakata serapan dalam pembentukan bahasa Indonesia. Dari judul tulisan ini, permasalahan yang dibahas meliputi proses penyerapan kosakata dalam bahasa Indonesia, kosakata serapan dari bahasa asing, kosakata serapan dari bahasa daerah, aspek kosakata serapan dalam kehidupan, dominasi bahasa Sanskerta dan bahasa Arab dalam kosakata serapan bahasa Indonesia. PEMBAHASAN Proses Penyerapan Kosakata dalam Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, namun bahasa Indonesia bukan bahasa Melayu, karena bahasa Indonesia sudah sangat berbeda dengan bahasa Melayu. Dalam 225
perkembangannnya, bahasa Indonesia sangat banyak menyerap kosakata, baik dari bahasa asing maupun bahasa daerah. Hal ini pertanda akan vitalitas dari sifat bahasa Melayu, yaitu sifat yang sangat mudah menerima perkembangan baru dalam adaptasi untuk menjadi bahasa yang modern. Kosakata bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta, bahasa India, bahasa Tamil, bahasa Portugis, bahasa Parsi, bahasa China, bahasa Jepang, bahasa Belanda, bahasa Jerman, bahasa Arab, dan bahasa Inggris, sedangkan dari bahasa daerah adalah bahasa Jawa, dan bahasa Sunda. Dalam proses penyerapan kosakata, baik dari bahasa asing maupun dari bahasa daerah, ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Seperti kosakata kerja berasal dari kata karya (Sanskerta), kata jasa berasal dari kata yasa (Sanskerta). Tetapi kata karya berasal dari kata karya (Sanskerta) ke dalam bahasa Jawa karya, baru ke bahasa Indonesia karya. Demikian pula, kata yayasan berasal dari kata yasa (Sanskerta) menjadi yasa (Jawa Kuno) dan yayasan (Jawa). Kosakata bank berasal dari kata banc (Itali) menjadi bank dalam bahasa Belanda baru ke dalam bahasa Indonesia bank (Notosudirjo,1978:19-21). Pedoman Ejaan yang Disempurnakan yang mulai berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1972 serta Pedoman Pembentukan Istilah yang dikeluarkan pada tahun 1975 merupakan tonggak awal pengembangan bahasa Indonesia. Baik dalam upaya mengadopsi (menyerap) maupun dalam mengadaptasi kosakata ke dalam bahasa Indonesia, kedua pedoman di atas sebagai acuan. Mengacu pada pedoman di atas dan politik bahasa nasional serta seiring dengan proses modernisasi yang ditopang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk menyerap kosakata atau peristilahan dalam pengembangan bahasa Indonesia, diutamakan dari bahasa daerah, kemudian bahasa Inggris, bahasa Jerman, dan bahasa Arab. Kosakata yang dahulu mengacu ke bahasa Belanda diubah mengacu ke bahasa Inggris. Seperti kata aktuil menjadi aktual, informal menjadi informal, universitet menjadi universitas, legalisir menjadi legalisasi, dan lain-lain. Kosakata Serapan dari Bahasa Asing Kosakata dari bahasa asing meliputi bahasa Sanskerta seperti acara, agama, air bah, aksara, aneka, aniaya, angkasa, antara, anugrah, anumerta, asrama, bahasa, bagi, bagian, bahagia, bahaya, baharu, begawan, bahtera, banjir, berhala, berita, bencana, bangsa, boga, budaya, budi, bumi, busana, bakti, buana, bumi, bupati, cahaya, cakrawala, cerita, cita, cuka, dahaga, dana, dara, derma, derita, dewa, dewasa, dinihari, duka, derma, dasi, gajah, ganda, gandha, gembala, gembira, harga, hari, harta, hina, istana, istri, jaksa, jaya, jasa, jati, jelita, jelma, jiwa, karma, karunia, sayembara, sempurna, suka, surga, tirta, utama, upacara, udara, upacara, upaya, upeti, usaha, utara, warsa, wanita, wisma, wisata, wan, wati, man, dan lain-lain. Dari bahasa Arab seperti akar, abad, abadi, abdi, akhir, ajaib, azab, alam, arwah, adat, ahli, ajaib, akal, akil balig, akrab, alim, amal, aman, arwah, awal, akhir, adil, asyik, batin, bab, daerah, derajat, doa, dunia, faham, firdaus, fasal, hadiah, hadir, hajat, hayat, hak, hasil, hemat, heran, huruf, hikayat, hormat, rakyat, jawab, jilid, ilmu, ibarat, madrasah, nujum, pikir, rahmat, rohani, sebab, serikat, subuh, sunat, takjub, ulama, waktu, zakat, dan lain-lain. Dari bahasa Belanda seperti arloji, atret, asisten, amtenar, advokad, abonemen, balok, balkon, ban, bangku, beranda, berlian, bensin, betawi, blangko, dasi, duit, eksemplar, grip, koper, lapor, masinis, rel, residen, saku, sopir, sepur, sekoci, serdadu, sakelar, taksir, tromol, tas, vulpen, dan lain-lain. Dari bahasa Portugis seperti antero, almari, armada, bola, bendera, beranda, celana, dewan, dipan, garpu, gereja, jendela, keju, kemeja, keroncong, lentera, lelang, mandor, mentega, meja, minggu, paderi, peniti, peluru, pesiar, pita, roda, renda, sabun, sepatu,serdadu, tembakau, tinta, dan lain-lain. Dari bahasa Inggris seperti bolpoin, kiper, kornel, pelisir, repot, tiket, dan lain-lain. Dari bahasa Parsi seperti acar, anggur, bandar, domba, jahanam, jam, kenduri, lazuardi, lasykar, nakhoda, pelana, pasar, pesona, saudagar, syah, syahbandar, takhta, tasmak, dan lain-lain. Dari Tamil seperti apam, 226
cemeti, dahaga, gembala, jodoh, logam, macam, nelayan, modal, niaga, kapal, kedai, mutu, manikam, materai, nilam, peti, pualam, santai, segala, talam, tirai, dan lain-lain. Dari bahasa Cina seperti amoi, anglo, bakmie, baki, bakso, capcae, cawan, contoh, cukai, cukong, dacing, loteng, kue, kuah, kuah, kuantan, lumpia, mie, nyonya, tanglung, tauco, tauge, teh, took, teko, toke, dan lain-lain. Dari Bahasa Jepang seperti judo, karate, kimono, samurai, taekwondo, taiso. Dari bahasa Perancis seperti abatoar, dresoar, kado, salut, trotoar, dan urinoar. Dari bahasa Hindia seperti cuka, juri, logam,roti, dan unta. Dan dari Itali seperti bank dan bangkrut. Kosakata Serapan dari Bahasa Daerah Dari bahasa Jawa seperti adu, padu, belakang, buritan, hadap, begawan, pendopo, ruang, kalung, muat, bisa, lestari, rampung, lugu, tempe, mepet,kencan, tanpa, buruh, macam, jago, wajan, pajak, asrama, tengkolak, dara, lelocon, dagelan, muda, dahulu, ratu, aksara, rungu, gria, panti, kecuali, duga, jajagi, pegawai, hingga, penghulu, janda, duda, balu, dimadu, yayasan, ayu, obor, pamong, pecat, wara, tanpa, terima, tuna, warta, karuan, kejam, eram, peram, padam, layan, laku, juluk, omong, bilang, kumuh, semraut, dan lain-lain; dari bahasa Sunda seperti dari, oncom, kelom, kolot, gegabah, dan lain-lain. Aspek Kosakata Serapan Dalam Kehidupan Mengacu kepada unsur-unsur kebudayaan universal, yaitu (1) sistem religi dan upacara keagamaan, (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) sistem pengetahuan, (4) bahasa, (5) kesenian dan olah raga, (6) sistem mata pencaharian hidup, dan (7) teknologi serta peralatan. Karena ketujuh unsur tersebut belum semua kosakata serapan terkelompokkan, penulis menambahkan dengan unsur (8) kondisi alam dan lingkungan, serta (9) ungkapan perasaan dan kejiwaan. Aspek-aspek kosakata serapan dalam kehidupan dari unsur-unsur kebudayaan universal dimaksud tergambar pada tabel-tabel berikut. Tabel 1. Sistem Religi dan Upacara Keagamaan dari Unsur Kebudayaan Universal
Dari tabel di atas diketahui bahwa kosakata yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yang berkaitan dengan sistem religi dan upacaranya berasal dari bahasa Sanskerta, Arab, dan Portugis. Dari ketiga bahasa asing yang diserap, kosakata dari bahasa Sanskerta dan bahasa Arab yang paling banyak.
227
Tabel 2. Sistem atau Organisasi Kemasyarakatan dari Unsur Kebudayaan Universal
Dari tabel di atas diketahui bahwa kosakata yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yang berkaitan dengan sistem organisasi dan kemasyarakatan berasal dari bahasa Sanskerta, Arab, Belanda, Portugis, Inggris, Parsi, Tamil, Cina, Perancis, dan Jawa. Dari 10 bahasa tersebut, kosakata yang banyak diserap berasal dari bahasa Sanskerta diikuti bahasa Arab dan bahasa Belanda. Tabel 3. Sistem Pengetahuan dari Unsur Kebudayaan Universal
Dari tabel di atas diketahui bahwa kosakata yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yang berkaitan dengan sistem pengetahuan berasal dari bahasa Sanskerta, bahasa Arab, dan bahasa 228
Belanda. Dari ketiga bahasa asing yang diserap, kosakata dari bahasa Sanskerta dan bahasa Arab yang banyak, kemudian dari bahasa Belanda dua kata. Tabel 4. Aspek Bahasa dari Unsur Kebudayaan Universal
Dari tabel di atas diketahui bahwa kosakata yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yang berkaitan dengan aspek bahasa, secara berurutan berasal dari bahasa Sanskerta, Arab, dan Jawa. Tabel 5. Aspek Kesenian dan Olahraga dari Unsur Kebudayaan Universal
Dari tabel di atas diketahui bahwa kosakata yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yang berkaitan dengan aspek kesenian dan olah raga secara berurutan berasal dari bahasa bahasa Sanskerta, Inggris, Arab, Jawa, Portugis, dan Cina. Tabel 6. Sistem Mata Pencaharian dari Unsur Kebudayaan Universal
229
Dalam sistem mata pencaharian terdapat 9 bahasa yang kosakatanya diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu bahasa Sanskerta, Arab, Belanda, Portugis, Parsi, Tamil, Cina, Itali, dan Jawa. Dari 9 bahasa yang diserap, hanya bahasa Sanskerta dan bahasa Belanda yang agak banyak. Tabel 7. Aspek Teknologi dan Peralatan dari Unsur Kebudayaan Universal
230
Dalam aspek teknologi dan peralatan terdapat 13 bahasa yang kosakatanya diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu bahasa Sanskerta, Arab, Belanda, Inggris, Portugis, Parsi, Tamil, Cina, Jepang, Perancis, Hindi, Jawa, dan Sunda. Dari 13 bahasa tersebut, secara berurutan adalah bahasa Belanda, Portugis, Cina, Sanskerta, Tamil, Inggris, Parsi, dan Jawa. Tabel 8. Aspek Kondisi Alam dan Lingkungan dari Unsur Kebudayaan Universal
Dalam aspek kondisi alam dan lingkungan terdapat 5 bahasa yang berkontribusi terhadap bahasa Indonesia, yaitu bahasa Sanskerta, Arab, Portugis, Parsi, dan Jawa. Kosakata dari bahasa Sanskerta yang agak banyak kosakata yang diserap. Tabel 9. Aspek Ungkapan Perasaan dan Kejiwaan dari Unsur Kebudayaan Universal
231
Dalam aspek ungkapan perasaan dan kejiwaan terdapat 9 bahasa yang kosakatanya diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu bahasa Sanskerta, Arab, Inggris. Parsi, Tamil, Perancis, Jawa, dan Sunda. Kosakata dari bahasa Sanskerta, Arab, dan Jawa yang agak banyak diserap. Tabel 10. Rekapitulasi Kelompok Kosakata Serapan dari Unsur Kebudayaan Universal
Pada tabel di atas diketahui bahwa dari 9 unsur budaya, yaitu (1) sistem religi dan upacara keagamaan, (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) sistem pengetahuan, (4) bahasa, (5) kesenian dan olah raga, (6) sistem mata pencaharian, (7) teknologi dan peralatan, (8) kondisi alam 232
dan lingkungan, serta (9) ungkapan perasaan dan kejiwaan, bisa kita ketahui bahwa bahasa Sanskerta dan bahasa Arab terserap pada semua unsur kebudayaan (9 unsur), bahasa Jawa terserap pada 7 unsur kebudayaan, bahasa Portugis tereserap pada 6 unsur kebudayaan, bahasa Belanda dan bahasa Parsi terserap pada 5 unsur kebudayaan, bahasa Inggris, Tamil, dan bahasa Cina terserap pada 4 unsur kebudayaan, bahasa Perancis pada 2 unsur kebudayaan, serta bahasa Itali, dan bahasa Jepang pada 1 unsur kebudayaan. Dilihat dari unsur budaya, dalam sistem religi dan upacara keagamaan kosakata diserap dari bahasa Sansekerta, Arab, Portugis, dan Parsi. Dalam sistem dan organisasi kemasyarakatan, kosakata diserap dari bahasa Sanskerta, Arab, Belanda, Portugis, Inggris, Parsi, Tamil, Cina, Perancis, Hindi, dan Jawa. Dalam sistem pengetahuan, kosakata diserap dari bahasa Sanskerta, Arab, Belanda, dan Inggris. Dalam aspek bahasa, kosakata yang diserap dari bahasa Sanskerta, Arab, dan Jawa. Dalam aspek kesenian, kosakata diserap dari bahasa Sanskerta, Arab, Portugis, Cina, dan Jawa. Dalam sistem mata pencaharian, kosakata diserap dari bahasa Sanskerta, Arab, Belanda, Portugis, Parsi, Tamil, Cina, Itali, dan Jawa. Dalam teknologi dan peralatan, kosakata diserap dari bahasa Sanskerta, Arab, Belanda, Portugis, Inggris, Parsi, Tamil, Cina, Jepang, Perancis, Hindi, Jawa, dan Sunda. Dalam aspek kondisi alam dan lingkungan, kosakata diserap dari bahasa Sanskerta, Arab, Portugis, dan Jawa. Dalam ungkapan perasaan serta kejiwaan, kosakata diserap dari bahasa Sanskerta, Arab, Belanda, Inggris, Parsi, Tamil, Perancis, Jawa, dan Sunda. Tinggi rendahnya unsur budaya dari kosakata bahasa yang diserap menunjukkan intensitas komunisi, asimilasi, akulturasi dengan berbagai macam motifnya antara penutur bahasa sumber dengan masyarakat dan bangsa Indonesia. Dalam hal ini, bahasa Sanskerta dan bahasa Arab menduduki urutan pertama (9 unsur), kemudian bahasa Jawa (7 unsur), bahasa Portugis (6 unsur), bahasa Belanda dan Parsi (5 unsur), bahasa Inggris, Tamil, dan Cina (4 unsur), serta bahasa lainnya yang relatif rendah. Intensitas komunikasi, asimilasi, dan akulturasi dari bahasa Sanskerta dan bahasa Arab melalui budaya dan agama, bahasa Jawa karena keterlibatan peran dari para penutur bahasa Jawa dalam kehidupan kemasyarakatan dan kebangsaan (gerakan nasionalisme dan kemerdekaan), bahasa Portugis dan bahasa Belanda melalui kolonialisme dan perdagangan, bahasa Parsi, Inggris, Tamil, dan Cina melalui kebudayaan dan perdagangan. Dari uraian di atas, kita ketahui bahwa dalam pembentukan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu terdapat 14 bahasa yang terserap, 12 dari bahasa asing, yaitu bahasa Sanskerta, Arab, Belanda, Portugis, Inggris, Parsi, Tamil, Cina, Perancis, Itali, Hindi, dan Jepang, dan 2 dari bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa, dan Sunda. Adapun motif dari kehadiran para penutur bahasa asing dan bahasa daerah karena motif misi agama, kebudayaan, perdagangan, politik (kolonialisme), pendidikan, nasionalisme bangsa, serta gerakan kemerdekaan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sebagai penutup dalam tulisan ini, penulis mengemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa resmi bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang memiliki sejarah yang cukup panjang. Dalam pembentukannya, bahasa Indonesia banyak menyerap kosakata dari bahasa asing dan bahasa daerah. Bahasa asing yang diserap meliputi bahasa Sanskerta, Arab, Belanda, Portugis, Inggris, Parsi, Tamil, Cina, Jepang, Perancis, Hindi, dan Itali; sedangkan dari bahasa daerah meliputi bahasa Jawa, dan Sunda. Dari sejumlah bahasa yang diserap tersebut, kosakata serapan yang berasal dari bahasa Sanskerta dan bahasa Arab sangat dominan.
233
Mengacu pada unsur kebudayaan universal, kosakata yang diserap meliputi seluruh unsur, yaitu sistem religi dan upacaya keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian dan olahraga, sistem mata pencaharian, teknologi dan peralatan, kondisi alam dan lingkungan, serta ungkapan perasaan dan kejiwaan. Dalam hal ini, bahasa Sanskerta dan bahasa Arab menduduki urutan pertama (9 unsur), kemudian bahasa Jawa (7 unsur), bahasa Portugis (6 unsur), bahasa Belanda dan Parsi (5 unsur), bahasa Inggris, Tamil, dan Cina (4 unsur), serta bahasa lainnya yang relatif rendah. Tingginya serapan kosakata dari bahasa di atas terkait dengan unsur budaya universal menunjukkan tingginya intensitas komunisi, asimilasi, akulturasi antarmasyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan dengan bangsa Indonesia. Dalam kaitan ini, bahasa Sanskerta dan bahasa Arab terjadi pada semua aspek kehidupan masyarakat sehingga serapan kosakata dalam pembentukan bahasa Indonesia sangat tinggi dominasi bahasa Sanskerta dan bahasa Arab.
234
DAFTAR RUJUKAN Notosudirjo, Suwardi. 1978. Pengetahuan Bahasa Indonesia: Etimologi. Jakarta: Mutiara.
235
EKSISTENSI PEREMPUAN DALAM NOVEL AKU LUPA BAHWA AKU PEREMPUAN KARYA IHSAN ABDUL QUDDUS: TINJAUAN KRITIK SASTRA FEMINIS (WOMAN EXISTENCE IN THE NOVEL OF AKU LUPA BAHWA AKU PEREMPUAN BY IHSAN ABDUL QUDDUS: AN OVERVIEW OF FEMINISM LITERARY CRITICISM) Indah Ika Ratnawati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Balikpapan, Jl. Raya Pupuk, e-mail
[email protected] Abstract Woman Existence in The Novel of Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan by Ihsan Abdul Quddus: An Overview of Feminism Literary Criticism. Feminisme fight for two thing that have not owned the women in general, i.e their equality with men and autonomous to decide what is good for themselves. Similary with Ihsan Abdul Quddus, raised the theme of women who tries to break the tradition. The method used in this research is descriptive quality by interpreting the text analysis contained in the novel of I Forget That I Am Woman. Starting with collection of words, written or spoken sentences related to the character of pro feminisme and contra feminisme. Used to find any character that agree with feminisme and character that against feminisme this chain of events that led to the spirit eme of emrgence of existentialisme of feminisme. From the analysis above that the character of contra feminisme are not only men but there also women characthers. Most of the characters are men who oppose Suad, but there are also young people who contra feminisme. In the novel of I Forget That I Am Woman, the character into the self. From the analysis of existentialisme conducted by Suad character have awareness of being a high self. Suad is a woman who has always been a subject among the people around her and managed to be a woman who free tobe the self wholly. Keywords: profeminisme, contrafeminisme, existentialism of feminisme
Abstrak Eksistensi Perempuan dalam Novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus: Tinjauan Kritik Sastra Feminis. Feminisme memperjuangkan dua hal yang selama ini tidak dimiliki kaum perempuan pada umumnya, yaitu persamaan derajat mereka dengan laki-laki dan otonom untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya. Sama halnya dengan Ihsan Abdul Quddus mengangkat tema perempuan yang mencoba mendobrak tradisi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan cara menafsirkan analisis teks yang terdapat dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan. Dimulai dengan pendataan kata-kata, kalimat tertulis atau lisan yang berkaitan dengan tokoh profeminisme dan tokoh kontrafeminisme. Digunakan menemukan tokoh-tokoh mana saja yang setuju adanya feminism dan tokoh tidak setuju adanya feminisme rangkaian peristiwa ini yang menyebabkan munculnya semangat eksistensialisme feminisme. Dari analisis di atas bahwa tokoh kontrafeminisme tidak hanya laki-laki tetapi ada juga tokoh perempuan. Kebanyakan tokohnya adalah lakilaki yang menentang Suad, tetapi ada juga tokoh anak muda yang kontrafeminisme. Dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan, tokoh yang profeminisme kebanyakan laki-laki dibanding tokoh perempuan yang menerima perempuan menjadi sang Diri.
236
Dari analisis eksistensialisme yang dilakukan oleh tokoh Suad memiliki kesadaran akan menjadi Diri yang sangat tinggi. Suad adalah perempuan yang selalu menjadi subjek di antara orang-orang di sekitarnya dan berhasil menjadi perempuan yang bebas untuk menjadi sang Diri seutuhnya. Kata-kata kunci: profeminisme, kontrafeminisme, eksistensialisme feminisme
PENDAHULUAN Sastra dan tata nilai kehidupan adalah dua fenomena sosial yang saling melengkapi dalam kedirian mereka sebagai sesuatu yang eksistensial. Sebagai bentuk seni, pelahiran sastra bersumber dari kehidupan yang bertata nilai dan pada giliran yang lain sastra juga akan memberikan sumbangan bagi tata nilai. Hal itu terjadi karena setiap cipta seni yang dibuat dengan kesungguhan, tentu mengandung keterikatan yang kuat dengan kehidupan, karena manusia pelahir cipta seni tersebut adalah bagian dari kehidupan itu sendiri. Meskipun demikian, karya itu mempunyai eksistensi yang khas yang membedakannya dari fakta kemanusian lainnya, seperti sistem sosial dan sistem ekonomi dan yang menyamakannya dengan sistem seni rupa, seni suara, dan sebagainya. Menurut Miller (2011: 12), sastra adalah penggunaan secara khusus kata-kata atau tanda-tanda yang ada dalam beberapa bentuk kebudayaan manusia di manapun, dan di masa apapun. Kritik sastra feminisme berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulis-penulis wanita di masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita dalam karya penulis-penulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarkal yang dominan (Djajanegara, 2000: 27). Kedua hasrat tersebut menimbulkan berbagai ragam cara mengkritik yang kadang-kadang berpadu. Misalnya, dalam meneliti citra wanita dalam karya sastra penulis wanita, perhatian dipusatkan pada caracara yang mengungkapkan tekanan-tekanan yang diderita tokoh wanita. Oleh karena telah menyerap nilai-nilai patriarkal, mungkin saja seorang penulis wanita menciptakan tokoh-tokoh wanita dengan stereotip yang memenuhi persyaratan masyarakat patiarkal. Sebaliknya, kajian tentang wanita dalam tulisan laki-laki dapat saja menunjukkan tokoh-tokoh wanita yang kuat dan mungkin sekali justru mendukung nilai-nilai feminis. Di samping itu, kedua hasrat pengkritik sastra feminis memiliki kesamaan dalam hal kanon sastra. Kedua-duanya menyangsikan keabsahan kanon sastra lama, bukan saja karena menyajikan tokoh-tokoh wanita stereotip dan menunjukkan rasa benci dan curiga terhadap wanita, tetapi juga karena diabaikannya tulisantulisan mereka. Sugihastuti (2010: 32) menyatakan di mana pun perempuan ternyata menarik untuk dibicarakan. Perempuan adalah sosok yang mempunyai dua sisi. Di satu pihak, perempuan adalah keindahan. Pesonanya dapat membuat laki-laki tergila-gila. Di sisi yang lain, ia dianggap lemah. Anehnya, kelemahan itu dijadikan alasan laki-laki jahat untuk mengeksploitasi keindahanya. Bahkan, ada juga yang beranggapan bahwa perempuan itu hina, manusia kelas dua yang walaupun cantik, tidak diakui eksistensinya sebagai manusia sewajarnya. Tragisnya, diantara filosof pun ada yang beranggapan bahwa perempuan diciptakan oleh Tuhan hanya untuk menyertai laki-laki. Feminisme bukanlah model penjelasan tambahan di samping teori-teori politik lainnya. Memusatkan pengalaman perempuan mengenai seksualitas, pekerjaan, dan keluarga, tak dapat disangkal lagi berarti menentang cara berfikir tradisional menegenai apa yang disebut sebagai pengetahuan. Feminisme menyatukan pelbagai gagasan yang memiliki persamaan dalam tiga pandangan utamanya. Pertama gender adalah kontruksi sosial yang menindas perempuan daripada laki-laki, kedua bahwa patriarki membentuk kontruksi ini, dan ketiga bahwa pengetahuan 237
eksperiensial perempuan adalah dasar bagi pembentukan masyarakat nonseksis di masa depan (Jackson dan Jone, 2009: 331). Perempuan, ketika ‘mulai eksis untuk dirinya sendri’ dapat menciptakan kebebasannya sendiri ‘masa depan tetap terbuka lebar’ (Thornham, 2010: 47). Namun, penekanan pada pilihan individual ini tidak sesuai dengan teori penindasan. De Behavior berargumen bahwa perempuan selama ini terkungkung dalam imanensi ini oleh laki-laki yang telah mengklaim kualitas transedensi bagi mereka sendiri ‘hal ini merupakan nasib yang ditetapkan bagi perempuan dalam sistem patriarki; tetapi bukan bidang pekerjaan, seperti halnya perbudakan bukan bidang pekerjaan, seperti halnya perbudakan bukan bidang pekerjaan budak. Oleh karena itu, bagaimana kita dapat optimis tentang kekuasaan perempuan untuk memilih ‘eksistensi’ atau ‘transendensi’ dikaitkan dengan sejarah seperti itu. Terdapat sesuatu dalam hakikat menjadi perempuan yang berarti bahwa ia tidak mampu-meraih kebebasan, yang ‘transedensi’nya telah (seperti yang diargumenkan oleh Virginia Woolf, meskipun dalam kondisi yang berbeda) bergantung pada ‘imanensi’ perempuan Feminisme eksistensialisme dipelopori oleh Simone de Beauvoir. Pemikirannya dipengaruhi filsafat eksistensialisme, khususnya pemikiran Sartre. Untuk dapat meringkaskan pemikiranpemikiran Sartre bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan dalam uraian singkat. Namun, bagian yang paling menarik dari pemikirannya adalah mengenai eksistensi manusia. Menurut Sartre, manusia ada sebagai dirinya sendiri dengan kesadaran. Hal ini jugalah yang menyebabkan manusia berbeda dari benda-benda atau hal-hal lain. Dengan kata lain, bagi manusia, eksistensi adalah keterbukaan, berbeda dengan benda-benda lain yaitu Ada sekaligus merupakan esensi, maka bagi manusia eksistensi mendahului esensi. “Man is nothing else but what he makes of himself. Such is the first principle of existentialism”. Eksistensi, menurut Sartre, dalam Tong (2006: 256), mendahului esensi. Dengan perkataan lain, kita tidak hanya sebagai organisme hidup yang amorfus (tidak mempunyai bentuk yang ajeg) hingga kita menciptakan identitas yang terpisah dan esensial bagi diri kita sendiri melalui tindakan yang sadar-melalui pilihan dan keputusan, menegaskan kembali tujuan dan proyek lama, serta menegakkan tujuan dan proyek yang baru. METODE Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat suatu individu, keadaan, atau gejala dari kelompok tertentu yang dapat diamati (Moleong, 1984:16). Penelitian ini memakai dua teori untuk menganalisis novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan, yaitu kritik sastra feminisme dan teori feminisme eksistensialisme. Sebagai pijakan awal, digunakan metode feminisme untuk mengetahui tokoh profeminisme dan tokoh kontrafeminisme. Analisis tokoh profeminisme dan kontrafeminisme digunakan untuk menemukan tokoh-tokoh mana saja yang setuju adanya feminisme dan tidak setuju adanya feminisme rangkaian peristiwa yang menyebabkan munculnya semangat feminisme eksistensialisme. Objek Penelitian ini adalah makna eksistensi perempuan yang terdapat novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus, tinjauan kritik sastra feminisme. Data penelitian sastra adalah bahan penelitian atau lebih tepatnya bahan jadi penelitian yang terdapat dalam karya sastra yang akan diteliti (Sangidu, 2004: 61). Wujud data dalam penelitian berupa dialog, paragraf, dan narasi yang terdapat dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data kepustakaan berupa buku eksistensi Sartre dan eksistensi Beauvoir, buku feminisme dan buku kritik sastra feminisme, jurnal tentang perempuan, transkrip, majalah, dan lain-lain. Teknik pengumpulan data yang 238
dilakukan dalam penelitian adalah dengan mendata semua dialog, paragraf, dan narasi tentang tokoh utama yang terdapat dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus. Secara rinci, teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan: 1. Melakukan pembacaan terhadap novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus secara cermat dan teliti. 2. Melakukan pendataan terhadap dialog-dialog dan paragraf yang terdapat dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus. 3. Setelah dialog dan paragraf tersebut didata, kemudian dicari kata-kata atau kalimat yang termasuk mencerminkan eksistensi perempuan dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus. Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis alir sebagaimana diungkapkan Miles dan Huberman (2009: 15-20). Teknik yang digunakan dalam menganalisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan data. PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dideskripsikan hasil-hasil penelitian tentang teks di dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus yang di dalamnya terdapat tokoh profeminisme, tokoh kontrafeminisme, dan feminisme eksistensialis dipelopori oleh Simone de Beauvoir. Pemikirannya dipengaruhi filsafat eksistensialisme, khususnya pemikiran Sartre. Tokoh Profeminisme Tokoh profeminisme adalah tokoh yang memperjuangkan emansipasi perempuan, Sugihastuti (2010: 239). Di dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan, tokoh profeminisme diantaranya Suad, Ayah, dan Rifat. Sebagai tokoh profeminisme yang terutama, Suad mendominasi pembicaraan tentang ketidakadilan gender. Idenya tentang emansipasi perempuan dan feminisme juga paling kompleks bila dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain. Ide emansipasinya muncul sebagai protes terhadap ketidakadilan gender yang telah mendarah daging. Ia tidak berniat untuk merombak semua sistem hubungan antara laki-laki dan perempuan. Ia menginginkan pembenahan hubungan yang saling menghargai antara kedua jenis kelamin. Hubungan saling menghargai dapat dilihat di dalam keluarga antara ibu dan anak. “Aku berbeda. Sejak kecil aku tidak tertarik untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Aku tidak peduli dengan urusan dapur, mengawasi pembantu atau mengurusi dekorasi dan tata ruang di rumahku. Tapi hal ini bukan berarti aku meremehkan pekerjaan-pekerjaan itu, atau menyerahkan sepenuhnya kepada orang-orang yang di rumah. Sesekali aku tetap membuat makanan ringan, tetapi aku tidak memiliki jadwal dan meluangkan waktu untuk berlama-lama di dapur mempelajari berbagai macam resep masakan. Aku juga tetap memiliki perhatian terhadap ketertiban kamarku di rumah. Aku bertanggung jawab sepenuhnya atas kerapian dan kebersihan kamarku, tetapi bukan sampai batas menjadikannya kamar pribadi yang ekslusif dengan dekorasi yang indah. Aku tidak peduli ketika orang mengatakan bahwa kamar kakakku lebih rapi dari kamarku. Aku tidak meremehkan keindahan. Aku hanya tidak ingin menyediakan waktu untuk sekadar memperindah kamar. Bagiku cukuplah sebuah kamar yang rapi, bersih dan aku mendapatkan semua kebutuhanku di kamar itu.” (Quddus, 2012: 6).
239
Tokoh Suad tidak begitu suka menggeluti pekerjaan rumah tangga bukan berarti dia tidak pernah melakukan pekerjaan rumah tangga. Dia hanya tidak mau mengerjakan sedetail mungkin yang menyita waktu dia untuk mengerjakan yang berhubungan dengan urusan dapur, dan mendekorasi tata ruang rumah. Suad lebih suka menghabiskan waktu untuk belajar di dalam kamarnya dari pada mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Suad merasa bahwa pekerjaan rumah tangga itu tidak harus dikerjakan oleh perempuan, tetapi bisa juga dikerjakan oleh laki-laki. Gambaran di atas menunjukkan adannya tokoh Suad lebih senang menuntut ilmu untuk menggapai apa yang sudah dicita-citakan. “Aku juga tidak begitu suka menghabiskan waktu bermain-main dengan anak-anak kecil di rumahku. Bukan berarti aku membenci permainan. Aku menyukai beberapa olahraga. Aku pandai bermain tali dan mahir berenang. Aku mulai bertanya-tanya, mengapa anak laki-laki memiliki permainan yang tidak lazim dimainkan anak perempuan? Aku sering memperhatikan anak laki-laki bermain bola di tanah lapang dan sering tidak bisa menahan diri hingga aku ikut bermain bersama mereka. Aku termasuk mahir bermain sepakbola untuk ukuranku sebagai perempuan. Salah satu anak laki-laki pamanku seorang petinju handal. Aku selalu merengek-rengek untuk diajari olahraga tinju hingga akhirnya dunia melatihku. Dia sering menertawakanku caraku bertinju tetapi dia heran melihat keseriusanku dalam berlatih. Aku juga berlatih permainan laki-laki yang sedang tren pada waktu itu, yaitu permainan pedang.” (Quddus, 2012: 6). Sejak kecil, Suad sudah mulai menunjukkan bahwa dirinya menentang adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Suad mulai suka permainan anak laki-laki yang lebih leluasa bermain dan banyak permainan yang tidak lazim yang dimainkan anak perempuan. Suad pun juga mencoba segala macam permainan anak laki-laki dan belajar olah raga yang tidak lazim dilakukan oleh perempuan, yaitu olah raga tinju. Suad merasa bahwa apa yang dilakukan anak laki-laki, dia tertarik untuk mencoba. Berdasarkan gambaran di atas dapat dilihat bahwa tokoh Suad memperlihatkan sikap-sikapnya yang mencoba permainan laki-laki dan Suad tidak setuju kalau perempuan tidak boleh mencoba permainan laki-laki yang dianggap tidak lazim apabila dimainkan oleh perempuan. Tokoh Kontrafeminisme Tokoh kontrafeminisme ialah tokoh cerita yang bertentangan paham dan tingkah lakunya dengan tokoh profeminisme (Sugihastuti, 2010: 253). Tokoh kontrafeminisme yang terutama adalah ibu. Ia adalah seorang ibu yang masih memegang teguh hukum adat di Negara Mesir. Ibu juga selalu memiliki logika untuk menyuruh anak-anak perempuannya untuk melakukan apa yang dia inginkan salah satunya mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan menjadi seorang istri yang berbakti kepada suami. Ibu memberi pandangan kepada anak-anak perempuannya setelah lulus SMA mereka disuruh menikah dan tidak usah melanjutkan sekolah di perguruan tinggi. Ibu juga menentang pola berpikir Suad untuk meniti karier dan melakukan apa saja yang yang dianggap tidak pantas dilakukan oleh perempuan. Ada beberapa tokoh yang kontrafeminisme kakak, ibu, Abdul Hamid, dan Kamal. “Sebagaimana ibu-ibu yang lain, ibuku juga merasa bangga dengan keberhasilanku menyelesaikan studi dengan hasil yang gemilang. Tetapi kebanggaan itu hanya berlangsung sesaat dan sekejap kemudian mengalir pembicaraan tentang kebahagiaan melihat pernikahanku. Selanjutnya, bisa ditebak, ibuku menyebutkan daftar nama-nama yang dia ajukan bakal menjadi calon suamiku. Perbedaan logikaku dan logika ibuku 240
teramat sederhana: aku menyetujui semua calon yang disodorkan ibuku, tetapi aku menolak menikah dengan mereka.”(Quddus, 2012: 17). Berdasarkan ungkapan di atas ibu merasa bangga apa yang sudah diraih oleh Suad menyelesaikan studinya dengan hasil gemilang, tetapi rasa bangga itu tadi berpindah keinginan ibu untuk menuntut anaknya menikah. Apa yang dilakukan ibu terhadap Suad sangat bertolak belakang dengan pemikiran dan rencana Suad. Ibunya memberikan beberapa foto laki-laki kepada Suad untuk dipilih menjadi pasangan hidupnya, tetapi Suad menolak tidak mau menikah dengan lelaki pilihan ibunya. Dia akan menikah dengan laki-laki pilihan sendiri dan menikah setelah dia mendapat gelar sarjana. Sikap yang ditunjukkan ibu tersebut menunjukkan kontrafeminisme karena masih memegang sikap patriarki, yaitu memaksa anaknya untuk menikah dan menentukan pasangan hidup buat anaknya. Feminisme Eksistensialis Penelitian ini bertujuan untuk melihat semangat diri pada tokoh utama dalam sudut pandang feminisme (feminisme eksistensialis) dalam diri tokoh utama, tokoh tersebut akan dianalisis mengenai penolakan-penolakan terhadap perbedaan gender. Hal ini akan dikaitkan dengan definisi perempuan menurut Beauvoir dan Sartre. Suad tumbuh dari keluarga menengah ke atas, ia dua bersaudara bersama kakak perempuannya yang memiliki pandangan berbeda. Teladan peran dan perbedaan gender yang dilihat dan diamati oleh Suad adalah ayah dan ibunya. Suad menginternalisasikan tentang perempuan harus dapat menjadi sang Diri bukan menjadi sang Liyan yang didominasi kaum laki-laki. Sejak usia dini, Suad sudah menunjukkan dirinnya menentang adanya perbedaan gender. “Aku memilih jalan hidup ini sejak dini usiaku. Mungkin sesungguhnya pilihan ini bukanlah keinginanku, bukan hasil studiku dan bukan pula eksperimentasi dalam hidupku. Pilihan ini berseberangan dengan tabiatku dan berlawanan dengan kepribadian yang kubawa sejak lahir. Pilihan ini adalah prestasi. Prestasi yang bukan pembawaanku— atau setidaknya—bukan pilihan setiap perempuan manapun. Ini adalah naluri dan kebutuhan keputrianku. Dan bukan pula kehendak kecerdasan dan kecantikan.”(Quddus, 2012: 4-5). Berdasarkan kutipan di atas dapat dikatakan bahwa apa yang menjadi keputusan Suad untuk memilih jalan hidupnya pada usia dini menunjukkan bahwa dirinya berhak bebas untuk memilih kehidupannya. Menurut Sartre bahwa manusia menghayati eksistensinya sebagai kesendirian mutlak. Ia menciptakan dirinya sendiri, ia memikul tanggung jawab yang lebih bukan sekadar terhadap dirinya sendiri. Tindakan memilih itu terkait pula pada suatu citra tentang manusia pada umumnya sebagai pribadi yang dicita-citakan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisis dengan menggunakan kritik sastra feminisme dapat disimpulkan sebagai berikut. Ada beberapa tokoh yang profeminisme yang terdapat dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan diantaranya, Suad, Ayah, dan Rifat. Selain tokoh-tokoh profeminisme, ada juga tokoh-tokoh kontrafeminisme diantaranya, ibu, kakak, Abdul Hamid, Kamal, Samirah, dan Faizah. Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan bahwa Suad lebih menyadari keberadaan dirinya sebagai Ada yang bertanggung jawab atas semua keputusannya. Suad melakukan atau menginginkan sesuatu bukan karena pengaruh dari luar dirinya. Suad menyadari bahwa ia perlu 241
menjadi subjek dan menyadari dengan sungguh keadaanya dan cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi keadaan tersebut. Saran Ada beberapa saran yang akan peneliti berikan pada akhir penelitian ini, yaitu: 1. Berbagai penelitian sejenis dapat dilakukan terhadap beberapa karya Ihsan Abdul Quddus yang lain dengan pembahasan yang lebih bervariasi. 2. Penelitian yang berlatarkan kehidupan masyarakat hendaknya dapat terus dilakukan, hal ini dapat dijadikan potret apa yang tengah terjadi di masyarakat kita sesuai dengan perkembangan zaman. 3. Penelitian ini mengkaji tokoh profeminisme, tokoh kontrafeminisme, eksistensi tokoh utama dalam novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus. Selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan ketertarikan peneliti-peneliti lain untuk mengambil objek yang sama namun dengan kajian yang berbeda. 4. Peneliti sangat menyadari bahwa penelitian ini juga memiliki kekurangan. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan adanya kritik dan saran untuk penelitian ini menjadi lebih baik.
242
DAFTAR RUJUKAN Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis, Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Jackson, Stevi dan Jone, Jackie. 2009. Teori-Teori Feminisme Kontemporer. Yogyakarta dan Bandung: Jalasutra. Miles, Matthew B., dan Huberman, A. Michael. 2009. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press. Miller, Hillis. J 2011. Aspek Kajian Sastra. Diterjemahkan oleh Bethari Anisa Ismayasari. Yogyakarta: Jalasutra. Moleong, Lexy J. 1984. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Karya. Quddus, Ihsan Abdul. 2012. Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan. Jakarta: Pustaka Alvabet. Sangidu. 2004. Penelitian Sastra, Pendekatan Teori Sastra, Metode, Teknik. KIA. Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Barat. Sugihastuti. 2010. Kritik Sastra Feminisme, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Thornham, Sue. 2010. Teori Feminisme dan Cultural Studies. Diterjemahkan oleh Asma Bey Mahyuddin.Yogyakarta: Jalasutra. Tong, Rosemarie Putnam. 2006. Feminist Thought, Pengantar Paling Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis. Terjemahan oleh Aquarini Priyatna Prabasmoro. Yogyakarta: Jalasutra.
243
KENDALA PENGAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH DASAR (PROBLEMS OF ENGLISH TEACHING IN ELEMENTARY SCHOOL) Rina Listia dan Sirajuddin kamal Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjend. H. Hasan Basry, Kampus Kayu Tangi, Banjarmasin, Kode Pos 70123, e-mail
[email protected] Abstract Problems of English Teaching in Elementary School. The Indonesian government has acknowledged the importance of English by putting it into the education system for five decades. English has been integrated to secondary school for a long time. The English language is exerting even stronger influence in the modern world and has become an international language. There are also advantages of introducing a foreign language for young learners. The government of Indonesia has therefore set up the policy to introduce English language in primary schools. This policy is optional. It depends on school and community demands. The government does not provide teachers and curriculum. Schools and community are in charge to provide teachers, curriculum and facilities. Teachers are one of the most important parts in the discourse of education and the process of teaching and learning in schools. It was this that interested to research their perceptions of English language teaching for primary students. Keywords: english for young learners, teachers’ perception, teaching constrainst
Abstrak Kendala Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Pemerintah Indonesia telah mengakui pentingnya bahasa Inggris dengan menempatkan ke dalam sistem pendidikan selama lima dekade. Bahasa Inggris telah diintegrasikan ke sekolah menengah untuk waktu yang lama . Bahasa Inggris yang mengerahkan pengaruh yang lebih kuat di dunia modern dan telah menjadi bahasa internasional. Ada juga keuntungan memperkenalkan bahasa asing untuk pelajar muda. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah menyiapkan kebijakan untuk memperkenalkan bahasa Inggris di sekolah dasar. Kebijakan ini bersifat opsional. Hal ini tergantung pada tuntutan sekolah dan masyarakat. Pemerintah tidak menyediakan guru dan kurikulum. Sekolah dan masyarakat bertanggung jawab untuk menyediakan guru, kurikulum, dan fasilitas. Guru adalah salah satu bagian yang paling penting dalam wacana pendidikan dan proses belajar-mengajar di sekolah. Inilah yang menarik untuk meneliti persepsi mereka tentang pengajaran bahasa Inggris untuk siswa SD. Kata-kata kunci: bahasa Inggris untuk pelajar muda, persepsi guru, mengajar constrainst
PENDAHULUAN Pengajaran bahasa Inggris di Indonesia sudah dimulai pada saat setelah masa Kemerdekaan Indonesia. Berbagai kurikulum dan metode telah dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai bahasa Inggris. Walaupun demikian, hasilnya masih belum dirasakan maksimal dalam membuat siswa dapat berkomunikasi dengan baik melalui bahasa tersebut. 244
Berbagai masalah dan faktor yang melatarbelakangi mengapa hasil yang dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu cara pemerintah dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam berbahasa Inggris adalah memperkenalkan bahasa Inggris lebih dini, yaitu dimulai dari sekolah dasar. Program ini dilaksanakan berdasarkan pada kurikulum 1994 untuk sekolah dasar. Secara resmi, kebijakan tentang memasukkan pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar sesuai dengan kebijakan Depdikbud RI No. 0487/1992, Bab VIII, yang menyatakan bahwa sekolah dasar dapat menambah mata pelajaran dalam kurikulumnya, asalkan pelajaran itu tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Kemudian, kebijakan ini disusul oleh SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993 tentang dimungkinkannya program bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal SD, dan dapat dimulai pada kelas 4 SD (Http:www.depdiknas.go.id/selayangpandangpenyelenggaraanpendidikannasional.). Sekolah mempunyai kewenangan mengenai mata pelajaran bahasa Inggris dimasukkan sebagai salah satu muatan lokal yang diajarkan di sekolah dasar berdasarkan pertimbangan dan kebutuhan situasi dan kondisi baik dari orang tua maupun lingkungan masyarakat itu sendiri. Kebijakan ini membawa dampak yang positif, baik bagi masyarakat maupun sekolah yang menyelenggarakan program tersebut. Selama kurun waktu beberapa tahun ini, adanya kecenderungan yang meningkat pada sekolah melaksanakan program pengajaran bahasa Inggris mulai dari sekolah dasar. Dalam perkembangannya, program ini menghadapi masalah-masalah, baik dari sekolah maupun dari guru. Salah satu kendala yang dihadapi adalah tidak tersedianya silabus khusus mata pelajaran bahasa Inggris. Walaupun sebagai mata pelajaran muatan lokal akan tetapi bahasa Inggris haruslah tetap mempunyai silabus tersendiri. Pemerintah dalam hal ini kementerian pendidikan nasional bidang dasar dan menengah tidak menyediakan silabus mata pelajaran bahasa Inggris. Tugas tersebut diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing daerah provinsi untuk membuat silabus tersendiri sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tersebut. Masalah yang lain adalah metode dan strategi pengajaran oleh guru yang tidak sesuai dengan perkembangan siswa. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, kami akan melihat, selain kendala yang dihadapi di atas, masalah – masalah apa lagi yang muncul dihadapi oleh guru selama proses pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar dan bagaimana mereka melaksanakan pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. METODE Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menguraikan pendapat guru mengenai masalah yang mereka hadapi dalam pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Hasil data yang diperoleh akan diuraikan secara naratif dan deskriptif sebagai salah satu faktor yang menonjol dari penelitian yang menggunakan metode kualitatif. PEMBAHASAN Materi Pengajaran Hasil data yang diperoleh dari responden menunjukkan suatu kesimpulan bahwa materi pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar haruslah bersifat gembira dan interaktif. Oleh sebab itu, materi dan metode yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan siswa. Para guru mengatakan bahwa mereka bisa menggunakan lagu, teka teki, permainan, dan gambar yang menarik selama proses belajar-mengajar tersebut. Dunn (1983) mengatakan bahwa pembelajar muda sangat mudah meningkatkan kemampuan berbahasa mereka melalui permainan yang tepat untuk usia mereka. Akan tetapi tidak semua permainan untuk siswa muda cocok bagi mereka. 245
Oleh karena itu, tugas dan kewajiban guru untuk dapat menyeleksi permainan yang cocok buat mereka sesuai dengan tingkat kognitif, fisik, dan emosional anak. Hasil data juga menunjukkan bahwa para guru percaya bahwa buku pelajaran siswa seharusnya penuh warna agar menjadi menarik perhatian dan motivasi siswa itu sendiri. Ketika para responden ditanyakan apakah selama proses pembelajaran di kelas mereka menekankan pada pendekatan keahlian bahasa yang terpadu atau hanya menekankan pada satu atau beberapa aspek tertentu saja. Hasil data yang diperoleh menunjukkan bahwa mereka sendiri mempunyai pendapat yang berbeda. Saya pikir perbedaan mereka ini dikarenakan keterbatasan bahan pengajaran dan metode dari responden. Pada umumnya, guru berpendapat bahwa penekanan bahan pengajaran haruslah dibatasi hanya untuk aspek tertentu. Hal ini disebabkan waktu yang disediakan sangat terbatas dan jumlah siswa sangat banyak. Akan tetapi, menurut peneliti sendiri dengan menekankan kemampuan siswa pada aspek tertentu, hasil yang akan diperoleh tidaklah maksimal. Pembelajaran menulis, membaca, berbicara, dan menyimak haruslah diajarkan secara terpadu. Tujuan Pengajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar Data yang diperoleh menunjukkan bahwa para responden menyatakan bahwa pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar sangat penting. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi program ini harus terus dilanjutkan. Alasan yang pertama ialah bahasa Inggris adalah suatu bahasa yang sangat penting dalam dunia internasional, khususnya di era globalisasi sekarang ini. Bahasa Inggris dipergunakan sebagai media komunikasi dengan orang lain dari berbagai negara. Menurut pendapat Crystal (1997) bahwa bahasa Inggris tersebar dan dipergunakan hampir seperempat penduduk dunia dan terus akan berkembang menjadi satu setengah trilyun pada awal tahun 2000an ini. Alasan kedua ialah dengan menguasai bahasa Inggris, orang akan dengan mudah masuk dan dapat mengakses dunia informasi dan teknologi. Dengan pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar, siswa akan mengenal dan mengetahui bahasa tersebut lebih awal. Oleh karena itu, mereka akan mempunyai pengetahuan dasar yang lebih baik sebelum melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Menurut pedoman garis besar pendidikan dasar di Indonesia, tujuan pendidikan dasar di Indonesia ialah mempersiapkan lebih awal pengetahuan dasar siswa sebelum melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Website Departemen Pendidikan Nasional, 2004). Alasan yang terakhir adalah bagi orang tua dan guru dapat memberikan bekal bagi siswa bahwa dengan menguasai bahasa Inggris, bisa memberikan kesempatan yang lebih terbuka untuk mengembangkan diri guna memperoleh kesempatan yang lebih baik menghadapi persaingan lapangan kerja dan karier di masa yang akan datang. Oleh karena mengutip pendapat Pennycook (1995: 40) bahwa bahasa Inggris telah menjadi suatu alat yang sangat menentukan bagi kelanjutan pendidikan, pekerjaan, dan status sosial masyarakat. Akhirnya, kesimpulan utama alasan pengajaran bahasa Inggris diadakan di sekolah dasar ialah untuk memberikan pengetahuan penguasaan kosakata yang banyak sehingga apabila siswa melanjutkan jenjang pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi, mereka tidak akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu, fokus utama dalam pengajaran bahasa Inggris ini menurut responden ialah penguasaan kosakata. Dengan menguasai kosa kata yang banyak, para siswa dapat dengan mudah menguasai keterampilan bahasa yang lain.
246
Masalah-Masalah yang Dihadapi Guru dan Bagaimana Mereka Mengatasinya Keahlian Profesi Dari data yang diperoleh para guru menyatakan rasa percaya dirinya bahwa mereka layak dan mempunyai keahlian profesi untuk mengajarkan bahasa Inggris di sekolah dasar. Pada umumnya, responden telah mempunyai kualifikasi pendidikan bahasa Inggris dan melalui pelatihan serta kursus bahasa Inggris. Hal ini penting dan sesuai dengan yang dikemukakan oleh Brooks (1967) bahwa seorang guru bahasa Inggris di sekolah dasar haruslah mempunyai keahlian dalam bahasa Inggris atau telah mengikuti pelatihan untuk mengajar siswa di sekolah dasar. Walaupun demikian, saya sendiri berpendapat bahwa mereka masih harus meningkatkan kemampuannya, khususnya dalam hal memahami kebiasaan anak dalam belajar bahasa asing. Oleh karena itu, pelatihan atau lokakarya masih sangat mereka butuhkan. Di sisi yang lain, perhatian pemerintah, sekolah, dan masyarakat harus ditingkatkan, khususnya mengenai status guru honor sehingga program ini bisa berlangsung dengan baik. Pelaksanaan Pengajaran di Ruang Kelas Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa para responden umumnya mempunyai masalah mengenai pelaksanaan pengajaran di kelas. Mereka semua mengharapkan terjadi suasana yang menyenangkan selama mereka mengajar. Apa yang terjadi jauh dari harapan mereka. Dalam pengajaran bahasa, jumlah siswa seharusnya dibatasi. Akan tetapi, kenyataannya bahwa di dalam kelas terdapat 40 orang atau lebih siswa sehingga tidak menciptakan suasana yang ideal. Namun demikian, hal tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau membagi mereka dengan kerja berpasangan. Ahli lain, Dunn (1983), berpendapat bahwa dalam satu kelas sebaiknya dihuni antara 12 sampai 20 siswa. Untuk siswa sekolah dasar, biasanya memerlukan perhatian yang lebih. Siswanya mengharapkan agar mereka bisa lebih diperhatikan secara individu mengingat usia mereka yang masih muda. Ketersediaan buku pelajaran bagi guru dan siswa juga merupakan faktor penunjang kesuksesan program ini. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa semua guru memakai buku pelajaran sebagai penuntun mereka dalam memberikan materi pengajaran. Tetapi beberapa guru mengalami masalah karena kurang tersedianya buku pelajaran bagi mereka. Tidak semua siswa mempunyai buku pelajaran sehingga mereka harus berbagi dengan siswa lain. Dari hasil observasi di sekolah lain ditemukan bahwa ketersediaan buku pelajaran hanya terdapat di sekolah swasta yang kualitasnya sangat bagus. Masalah tersebut di atas juga ditambah dengan guru tidak mempunyai pedoman buku mana yang layak serta memenuhi standar untuk dipergunakan sebagai materi pembelajaran di kelas. Ketidaktersediaan buku pelajaran di sekolah dapat menghambat atau menurunkan motivasi siswa dan guru. Salah satu cara mengurangi masalah tersebut ialah dengan memberikan materi yang sangat mereka kenali sebelumnya. Sebagai contoh, bahan pelajaran yang berkaitan dengan kegiatan mereka sehari-hari, tanggal, buah-buahan, binatang, dan benda-benda yang ada di rumah serta sekolah. Salah satu hal yang mendukung ialah Ratte (1967: 279) yang mengatakan pembelajaran bahasa asing akan sangat berguna apabila bahan pengajaran berkaitan dengan hal-hal kegiatan sehari-hari, atau menggunakan media yang sesungguhnya sehingga meningkatkan rasa ingin tahu siswa serta motivasi belajarnya. Hal lain yang penting diperhatikan ialah masalah penempatan meja dan kursi di kelas. Pada kelas tradisional, siswa biasanya duduk di bangku yang berbaris dan guru menerangkan pelajaran di depan kelas. Dalam situasi seperti ini, hasil yang diharapkan tidak maksimal. Oleh karena itu, sekolah dan masyarakat saling membantu untuk menyediakan fasilitas kelas yang baik sehingga kegiatan siswa di kelas dapat berlangsung lancar. Dunn (1983) mengatakan penempatan meja dan kursi di kelas harus bisa 247
diatur sedemikian rupa sehingga interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan siswa dapat berlangsung dengan baik. Partisipasi Sekolah dan Masyarakat Dari hasil data yang didapat, umumnya responden menyatakan ketidakpuasannya berkaitan dengan partisipasi sekolah dan masyarakat. Guru umumnya menyatakan sekolah seharusnya bertanggungjawab pada pemenuhan peralatan dan sarana pengajaran di sekolah. Selain itu juga ketidakjelasan status guru tersebut di sekolah. Kebanyakan responden berstatus guru tidak tetap atau guru honor sehingga kesejahteraannya agak terabaikan. Mereka harus mengerjakan pekerjaan lainnya selain mengajar. Dari pihak guru sendiri, mereka bisa berhenti mengajar apabila ada tawaran yang lebih menjanjikan dari pihak lain. Apabila terjadi hal demikian, kelangsungan program ini akan menjadi tanda tanya. Masalah lainnya adalah kekurangan media pengajaran. Para guru harus mempersiapkan media pengajarannya yang secara tidak langsung menambah pengeluaran mereka sendiri. Meskipun demikian, guru tersebut sangat senang mengajar siswanya. Kewajiban sekolah sebenarnya yang bisa menyediakan suasana pengajaran yang ideal. Kekurangan lainnya adalah tidak adanya fasilitas laboratorium bahasa dan perpustakaan yang memenuhi standar di sekolah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari data yang diperoleh dan sudah dibahas pada bagian sebelumnya didapat empat kesimpulan utama. Pertama, para guru yakin bahwa dengan memberikan materi pengajaran yang baik, bisa meningkatkan hasil yang positif terhadap siswa. Mereka berpendapat bahwa siswa akan lebih senang belajar dan termotivasi apabila materi yang diajarkan mengenai kejadian sehari-hari mereka, waktu, musim, benda-benda yang ada di sekolah dan di rumah. Apalagi materi tersebut membuat mereka gembira dan interaktif. Hal tersebut didapatkan apabila materinya melalui lagu, teka-teki, permainan, cerita, dan gambar. Kedua, program pelaksanaan pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar sangat baik sebagai tahap pengenalan bahasa asing sebelum mereka melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Kesimpulan yang ketiga ialah mengenai profesi kependidikan guru, para responden menyatakan kelayakan dalam mengajarkan bahasa Inggris di sekolah dasar. Namun demikian, karena hanya lima responden yang bisa diwawancarai, peneliti tidak bisa memberikan generalisasi mengenai hal tersebut. Masalah yang lebih banyak terdapat pada bagian pelaksanaan proses belajar-mengajar di kelas. Ada dua alasan utama penyebab terjadinya masalah tersebut. Yang pertama ialah kelemahan guru dalam hal menangani masalah siswa di kelas. Yang kedua adalah ketersediaan sarana yang terbatas dari pihak sekolah. Oleh karena itu, guru merasa bahwa keterlibatan pihak sekolah dan masyarakat belum banyak membantu pelaksanaan program ini sehingga para guru sangat mengharapkan keterlibatan pihak sekolah dan masyarakat, khususnya orang tua dalam menyukseskan program pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar melalui penyediaan sarana dan fasilitas yang cukup buat guru dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut. Saran Walaupun selama pelaksanaan program ini banyak mengalami hambatan akan tetapi masih dipercaya bahwa program pengajaran bahasa Inggris untuk siswa di sekolah dasar akan tetap dilanjutkan apabila beberapa hal bisa diperbaiki maupun ditingkatkan. Hal yang pertama yang harus dilakukan ialah meningkatkan pengetahuan dan keahlian guru dalam hal menangani kelas dan siswa karena siswanya masih sangat muda. Oleh karena itu, mereka harus diperlakukan 248
sebagaimana mestinya walaupun sebagian besar mereka sudah mempunyai kualifikasi yang baik. Selain itu, para guru juga dalam proses belajar-mengajarnya harus lebih banyak menggunakan media pembelajaran yang tepat bagi siswa sekolah dasar. Oleh karena itu, sangat diharapkan partisipasi yang lebih banyak dari pihak sekolah dan masyarakat, khususnya para orang tua untuk menyediakan media pengajaran serta sarana penunjang pembelajaran bahasa asing di sekolah. Yang terakhir ialah perlu kiranya penelitian ini dilanjutkan ke skala yang lebih luas sehingga kita semua memperoleh gambaran yang sebenarnya pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar, khususnya di wilayah Kalimantan Selatan.
249
DAFTAR RUJUKAN Brooks, Nelson. 1967. The Meaning of FLES”. In Levenson, S and Kendrick, W (Eds). Readings in Foreign Languages for the Elementary School. The United States of America: Blaisdell Publishing Company. Crystal, David. 1997. English as a Global Language. New York: Cambridge University Press. Depdiknas, Http:www.depdiknas.go.id/selayangpandangpenyelenggaraanpendidikannasional. “Assessed 3 March 2004”. Dunn, Opal. 1983. Beginning English With Young Children. London: The Macmillan Press Limited. Pennycook, A. 1995, “English in the World/The World in English”. In J. Tollefson (Ed), Power and Inequality in Language Education. Cambridge: Cambridge University Press. Ratte’, H. Elizabeth. 1967. Foreign Language in the Elementary School. In Harding, W. Lowry (ed). Guiding Children’s Language Learning. Iowa: Wm. C. Brown Company.
250
MADIHIN: ANALISIS STRUKTUR TEKS, TEMA, DAN CARA PENYAJIANNYA (MADIHIN: TEXT STRUCTURE, THEME, AND WAY OF PRESENTING ANALYSIS) Sri Helda Herawati SMA IT Ukhuwah Banjarmasin, Jl.Bumi Mas Raya, Komp. Handayani, e-mail
[email protected] Abstract Madihin: Text Structure, Theme, and Way of Presenting Analysis. This research reviews three aspects in oral madihin literature. There are text structure, theme, and way of presenting. Text structure in Madihin performance consists of four sections; overture, batabi, content, and closing. This structure is generally used by pemadihinan. However, it is not a standard. Every madihin has differentiation in determining which part should be the first or which section should be omitted. The theme depends on the agenda that will be held. Way of presenting can be varied. There is madihin that performed by solo and duet. Solo performance usually tends to use pattern of structure text that generally used. Whereas, in duet carries feedback poems from each other. Pattern in duet uses text structure which is less different than the general one. Keywords: madihin, text structure, theme, way of presenting
Abstrak Madihin: Analisis Struktur Teks, Tema, dan Cara Penyajiannya. Penelitian ini mengkaji tigas aspek di dalam sastra lisan madihin, yaitu struktur teks, tema, dan cara penyajian. Struktur teks yang ada pada pertunjukan madihin terdiri dari empat bagian, yaitu pembukaan, batabi, isi, dan penutup. Struktur ini merupakan susunan yang umum digunakan oleh pamadihinan. Namun, struktur ini tidak terlalu baku. Setiap madihin memiliki perbedaan dalam menentukan bagian mana yang lebih dulu atau penghilangan bagian tertentu. Tema yang diangkat dalam sebuah madihin sangat tergantung dengan tema acara tempat madihin itu dilaksanakan. Cara penyajian madihin dapat bermacammacam. Ada pertunjukan madihin yang ditampilkan oleh satu orang, ada yang berpasangan. Penampilan tunggal biasanya cenderung menggunakan pola struktur teks yang umum digunakan. Namun, penampilan yang berpasangan dilaksanakan dengan cara berbalas-balasan syair antara pamadihinan yang tampil. Pola berpasangan menggunakan struktur teks yang sedikit berbeda dengan struktur teks yang umum digunakan. Kata-kata kunci: madihin, struktur teks, tema, cara penyajian
PENDAHULUAN Kesenian madihin masih sering ditampilkan orang dengan tokohnya yang paling populer John Tralala dan anaknya Hendra. Tokoh pamadihin ini termasuk tokoh yang menghidupkan madihin dari yang biasa saja sampai yang digemari. Pantun yang merupakan bagian dari madihin menjadi salah satu kesenian yang mereka populerkan. Kegiatan bertukar pantun masih sering dilakukan sebagai bagian dalam tradisi maatar patalian (mengantar barang pinengset untuk calon mempelai wanita). Sejak tahun 2001, TVRI Banjarmasin menggelar mata acara Baturai Pantun. Acara yang disiarkan pada setiap hari Selasa ini dipandu oleh 3 host utama, yakni John Tralala (M 251
Yusransyah), Eli Rahmi, dan Anang. Sementara itu, peribahasa masih sering dilisankan orang dalam percakapan-percakapan informal dan masih sering pula dituliskan orang sebagai selipan pemanis dalam tausiah para ulama atau dalam pidato formal-informal para pejabat dan tokoh masyarakat. Madihin yang merupakan sastra lisan tradisional, hingga dewasa ini masih diminati masyarakat Banjar, dan tampaknya masih akan mampu bertahan di dalam arus perkembangan zaman. Meskipun demikian, sebagai kesenian yang diwariskan turun-temurun secara lisan, madihin sangat rentan mengalami kepunahan. Perkembangan zaman cenderung selalu mengarah pada modernisasi yang selalu identik dengan budaya Barat. Hal ini dapat dilihat dari kebudayaan musik pop yang memiliki tingkat popularitas yang lebih tinggi bagi anak muda jika dibandingkan dengan kesenian tradisional yang kebanyakan hanya diminati oleh orang-orang tua. Bila sastra lisan ini tidak lagi populer dan minat terhadapnya semakin kurang, dapat dipastikan warisan budaya Banjar yang sangat berharga ini dapat hilang ditelan perkembangan zaman. Oleh sebab itu, diperlukan pendokumentasian dalam berbagai bentuk agar karya seperti ini dapat terus terjaga kelestariannya, seperti buku, rekaman, dan penelitian. Penelitian yang berkenaan dengan madihin sudah pernah dilakukan oleh Kawi, Jarkasi, dan Kusasi, Jarkasi, dan Lisdariani. Djantera, Jarkasi, dan Kusasi (1995) menelaah sastra lisan madihin berdasarkan tiga hal, yaitu latar belakang sejarah, struktur penyajian, dan unsur sastra dalam sastra lisan madihin. Jarkasi (1996) dalam penelitiannya mengkaji tentang struktur sastra lisan madihin yang terdiri atas empat bagian utama, yaitu substansi seni madihin, struktur madihin, sistem formula, dan fungsi-fungsi gelar. Penelitian yang berbeda dilakukan oleh Lisdariani (2010). Lisdariani juga melakukan penelitian terhadap madihin, tetapi berfokus pada pemertahanan sastra lisan madihin di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Pemertahanan ini diamati dalam lingkup keluarga, masyarakat, sekolah, dan lembaga-lembaga terkait. Penelitian ini merupakan salah satu upaya yang diharapkan dapat berperan dalam usaha menjaga agar kesenian madihin tetap bisa dinikmati oleh para generasi di masa yang akan datang. Dengan penelitian ini, diharapkan sastra lisan madihin semakin diketahui oleh masyarakat guna pelestarian kesenian daerah yang selalu ada saat ini, dan di masa yang akan datang. METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan ini, peneliti dapat secara objektif menggunakan dokumen karya sastra, yaitu kesenian madihin yang ditampilkan oleh beberapa pamadihinan secara langsung yang selanjutnya ditranskripsikan menjadi bentuk tulis untuk diteliti. Sumber data yang diambil hanya 11 penampilan madihin. Sumber data dipilih berdasarkan ketokohan mereka sebagai seniman dan penampilan mereka yang memiliki kekhasan sehingga berbeda satu sama lain. PEMBAHASAN Struktur Teks Pada penelitian ini, struktur teks yang dikemukakan dalam madihin yang diteliti dibagi menjadi tiga bagian utama. Peneliti sendiri menemukan variasi dalam struktur madihin. Tiga struktur utama, selalu ada dalam sebuah madihin, yaitu pembukaan, isi, dan penutup. Perbedaan terlihat pada bagian pembukaan, yaitu urutan dalam penyampaian antara pembukaan dan batabi. Ada pamadihinan yang mengawali syairnya dengan pembukaan dan dilanjutkan dengan pantun, tetapi ada juga yang sebaliknya, yaitu diawali pantun terlebih dahulu kemudian diikuti dengan batabi, bahkan ada yang tidak menggunakan pantun sama sekali.
252
Pembukaan Sebelum pamadihinan menyampaikan pesan atau inti dari madihin yang disampaikan, terlebih dahulu dia berusaha menarik perhatian pendengar. Usaha ini dilakukan dengan mengucapkan pantun di awal madihin. Pantun memiliki estetika yang baik karena terdapat persamaan bunyi yang terdapat di akhir setiap baris. Pantun juga seringkali dapat menimbulkan humor karena kata-kata yang digunakannya, baik di bagian sampiran maupun di bagian isi. Hal ini dimanfaatkan pamadihinan agar pembukaan yang disampaikannya menjadi perhatian sehingga materi lain yang akan disampaikan selanjutnya akan terus diperhatikan oleh pendengar. Pembahasan bagian pembuka setiap madihin adalah sebagai berikut. Pada madihin ini, Su’ud Johan menyampaikan pantun setelah terlebih dahulu batabi kepada para penonton. Pantun tersebut dapat diamati pada teks berikut ini. (1) Ampalam kuini taparam masak Jangan digugut pina muntung takuyak Surung wan sintak bagimat maulan haja Biar pangarnya kada malangsang kadada Pantun ini menggunakan pola a, a, b, b. Pada sampiran pantun, kata-kata yang berada di akhir menggunakan huruf yang sama, yaitu kata masak dan kuyak. Akan tetapi, pada isi pantun digunakan akhir kata yang berbeda, yaitu kata haja dan kadada. Meskipun berbeda kesamaan bunyi itu tetap memberikan unsur estetika bagi pendengar. Pantun pembuka ini menjadi pengantar sebelum materi yang sebenarnya disampaikan. Batabi Sebelum masuk ke inti madihin, selain pantun pemadihin juga melakukan batabi terlebih dahulu. Bagian ini diisi dengan mengucapkan penghormatan, rasa terima kasih, salam, atau permohonan maaf bila nanti pertunjukkannya tidak menarik atau menyinggung salah satu pihak. Bagian ini dapat membuat para pendengar merasa diperhatikan karena ada interaksi antara pamadihinan dan pendengarnya. Kadang-kadang para pendengar yang hadir disebutkan namanya. Hal ini membuat mereka merasa tersanjung sehingga lebih menghargai apa yang akan disampaikan selanjutnya. Selain itu, permohonan maaf juga seringkali diucapkan sebelum masuk ke inti madihin. Permohonan maaf ini merupakan benteng pamadihinan seandainya materi yang disampaikan tidak menarik atau menyinggung pihak tertentu. Para pendengar dimohon tidak mengolok-olok mereka melalui penyampaian ini sehingga pamadihinan pun merasa nyaman ketika menyampaikan materi madihinnya. Pada salah satu penampilannya, pamadihinan Amrullah menyampaikan beberapa hal pada bagian batabi, yaitu ucapan salam kepada penonton, perkenalan terhadap madihin, dan suasana penonton yang hadir. Sebagaimana sifat madihin yang kontekstual, batabi yang disampaikan akhirnya juga menyesuaikan dengan kondisi ketika madihin ini ditampilkan. Pertama-tama pamadihinan menyampaikan salam kepada para penonton yang hadir. Kutipan teks yang menunjukkan hal ini adalah sebagai berikut. (2) Assalamualaikum ulun mangucap salam Buat hadirin hadirat sakalian Yang ada di kota atau di padisaan Buruh tani atau pun nalayan
253
Ucapan salam ini berada di bagian paling awal madihin. Pamadihinan meletakkan bagian ini di bagian tersebut karena mempertimbangkan kondisi saat itu. Sebagaimana orang yang pertama bertemu, salam merupakan tindakan yang pertama dilakukan. Selain itu, pengucapan salam juga dilakukan dengan kebiasaan umat Islam karena mayoritas penonton memang beragama Islam. Penyampaian Isi Pada bagian ini, penelitian memfokuskan pada bagian madihin yang berisi tentang materi madihin yang menjadi inti pertunjukkan. Pada sebuah pertunjukkan madihin, pamadihinan mengisinya dengan tema yang diangkat. Pada bagian ini terkandung beberapa materi seperti nasehat, humor, cerita, atau keadaan yang terjadi di sekitar masyarakat. Bagian isi dalam madihin Amrullah yang mengangkat berbagai persoalan tentang kesehatan menyusun pesan-pesan yang ingin disampaikannya dengan urutan tertentu. Hal pertama yang disampaikan ialah mengenai saran untuk menjaga kesehatan pasangan suami istri sejak awal menikah hingga mengandung, dilanjutkan dengan imunisasi, demam berdarah, sesak nafas bagi anak-anak, virus HIV, dan kesehatan gigi. Setelah itu, pamadihinan menyampaikan syair tentang tips agar terhindar dari berbagai masalah itu, yaitu menjaga kebersihan. Materi yang pertama disampaikan ialah saran agar menjaga kesehatan pasangan suami istri. Teks yang menunjukkan hal ini adalah sebagai berikut. (3) Diwayahini kita dianjurkan jua Untuk manyadiakan kabarsihan itu namanya Kabarsihan kasihatan itu tujuannya Sacara mandiri atau bersama-sama Pada teks-teks selanjutnya disampaikan agar masyarakat selalu menjaga kebersihan. Hal ini merupakan tindakan-tindakan yang menurut pamadihinan perlu dilakukan agar masyarakat terhindar dari penyakit-penyakit yang telah disampaikan sebelumnya. Susunan ini membuat pesan yang dapat dipahami penonton dengan mudah. Pamadihinan terlebih dahulu mengemukakan mengenai cara hidup yang baik bagi pasangan suami istri. Setelah itu, materi dilanjutkan dengan pencegahan yang dapat dilakukan dengan menggunakan imunisasi. Pentingnya tindakan ini diperkuat dengan berbagai penyakit yang dapat muncul bila gaya hidup yang tidak sehat dilakukan oleh seseorang. Setelah itu, pada bagian akhir isi, baru pamadihinan menyampaikan cara pencegahan berbagai penyakit itu dengan gaya hidup sehat. Susunan ini membuat penonton menyadari pentingnya menjaga kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Penutup Bentuk penutup madihin yang digunakan oleh pamadihinan antara lain berisi informasi kepada pendengar bahwa pertunjukkan akan segera berakhir dan permohonan maaf bila ada kesalahan selama pertunjukkan tersebut. Pamadihinan mengingatkan bahwa pertunjukkan tidak bisa terlalu lama dan menyampaikan permohonan maaf kepada para pembaca bila ada kesalahan kata-kata yang kemungkinan telah menyinggung perasaan para pendengar. Hal ini dapat diamati pada teks berikut. (4) Handak balawas-lawas waktunya sadikit haja Jadi mohon maaf lawan abah samuanya Bila salah pander atawa salah kata
254
Bagian penutup yang disampaikan oleh pamadihinan di akhir pertunjukkan juga bertujuan agar pendengar memaafkan kata-kata yang mungkin menyinggung mereka. Hal ini dilakukan karena madihin yang disampaikan, baik langsung maupun tidak langsung membahas berbagai persoalan yang sering ditemui oleh para pendengarnya yang dalam hal ini ialah sastrawan. Oleh sebab itu, potensi adanya pihak yang tersinggung cukup besar. Tema Secara umum, tema yang diambil seorang pamadihinan sangat tergantung dari tema yang diangkat dalam acara tempat madihin itu dipentaskan. Pamadihinan biasanya akan menyesuaikan materi madihin yang akan disampaikan dengan tema acara yang diselenggarakan oleh panitia. Tema dalam penelitian ini diperoleh dari konstruksi teks-teks yang tersusun menjadi sebuah kesatuan tema yang utuh. Madihin yang menunjukkan hal ini dapat diamati pada penampilan madihin yang ditampilkan di SMP 4 Pekapuran. Madihin ini dipentaskan pada acara perpisahan yang diselenggarakan di sekolah. Perpisahan ini dihadiri oleh guru-guru yang mengajar, kepala sekolah, komite sekolah, para siswa, dan para orang tua. Acara ini diselenggarakan untuk acara perpisahan siswa kelas IX yang lulus dari sekolah. Madihin disisipkan sebagai salah satu hiburan di acara tersebut. Berdasarkan tema acara ini, pemadihin mengangkat tema yang tidak jauh dari tema yang diangkat oleh sekolah, yaitu tentang remaja. Meskipun demikian, pamadihinan lebih memfokuskan materi madihinnya pada tema utama tentang kondisi pergaulan remaja saat ini dan berbagai pesan agar mereka tidak melakukan hal-hal negatif yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini juga terkait dengan sekolah ini yang berorientasi pada ajaran Islam. Salah satu subtema yang menopang tema utama ini dapat dilihat pada teks berikut ini. (5) Ngini carita akan kami kisahakan Sabuah carita dari kahidupan kita Kahidupan anak jaman sakarang Budaya jauh dari ajaran quran…….. Pada teks ini pamadihinan secara jelas menyampaikan materi madihinnya, yaitu kehidupan remaja saat ini yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kehidupan yang diangkat mengenai pergaulan antara remaja dan cara berpakaian keduanya. Semua subtema ini tersusun menjadi sebuah kesatuan tema utama yang mengungkapkan tentang kondisi remaja saat ini yang harus dibenahi. Cara Penyajian Penampilan madihin pada umumnya ditambah dengan penggunaan alat musik tarbang. Pamadihinan biasanya duduk bersila atau duduk di atas kursi dengan kaki di bawah ketika memainkan terbang. Penggunaan alat musik ini dengan cara dipukul. Prinsip penyuaraan terbang disebabkan getaran membran yang ada pada muka terbang tersebut. Dengan pukulan tertentu, membran di dalamnya dapat menghasilkan bunyi, seperti pang, prang, bring, dang, ding, dung, prak, atau ting. Secara intrinsik, penyajian madihin juga memiliki keunikan dan ciri khas tertentu. Pengamatan terhadap teks yang ada telah menunjukkan hal ini. Pamadihinan ketika menyampaikan materi madihinnya menggunakan kata-kata yang memiliki nilai estetika yang tinggi. Hal ini dapat diamati dari struktur kalimat, gaya bahasa retoris, dan gaya bahasa kiasan. Hal ini dapat diamati pada sebuah penampilan yang ditampilkan oleh Amrullah. Pamadihinan menggunakan gaya bahasa dalam madihin yang disampaikannya. Salah satunya ialah repetisi. Teks yang menunjukkan hal ini adalah sebagai berikut. 255
(6) Kalau di bawah hidung itu ada sisingut Kalau di bawah dagu ada janggut Kalau di bawah dada nang buris ngarannya parut Kalau di bawah pusat itu ulun takut Pada teks ini, pamadihinan menggunakan repetisi di setiap awal syair dengan menggunakan kata “kalau di bawah”. Pengulangan ini ditambah lagi dengan penggunaan rima akhir yang sama, yaitu dengan menggunakan huruf “t”. Kesamaan dua huruf ini di awal dan di akhir setiap baris membuat syair yang disampaikan memiliki irama yang sangat kuat. Hal ini menjadikan teks madihin memiliki nilai estetika yang tinggi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Struktur teks yang ada pada pertunjukkan madihin terdiri atas empat bagian, yaitu pembukaan, batabi, isi, dan penutup. Struktur ini merupakan susunan yang umum digunakan oleh pamadihinan. Namun, pada pertunjukkan struktur ini tidak terlalu baku. Hal ini dilakukan karena berbagai pertimbangan seperti format madihin, waktu pertunjukkan, karakteristik pamdihinan, dan suasana yang menuntut pemadhinan melakukan hal tersebut. Tema yang diangkat dalam sebuah madihin sangat tergantung dengan tema acara tempat madihin itu dilaksanakan dengan mengangkat persoalan yang populer. Hal ini dilakukan sesuai dengan permintaan panitia yang mengundang pamadihinan untuk tampil. Cara penyajian madihin dapat bermacam-macam. Ada pertunjukkan madihin yang ditampilkan oleh satu orang. Penampilan seperti ini biasanya cenderung menggunakan pola struktur teks yang umum digunakan. Namun, ada juga madihin yang ditampilkan secara berpasangan. Bentuk ini dilaksanakan dengan cara berbalas-balasan syair antara pamadihinan yang tampil. Pada dasarnya, setiap syair yang ditampilkan oleh pamadihinan merupakan pelengkap dari pasangannya. Pola yang digunakan pada bentuk seperti ini sedikit berbeda dengan struktur teks yang umum digunakan.
256
DAFTAR RUJUKAN Jarkasi. 1996. Struktur Sastra Lisan Madihin. Banjarmasin: Proyek Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia dan Daerah Kalimantan Selatan. Kawi, Djantera; Jarkasi; Kusasi, Zakiah Agus. 1995. Sastra Lisan Madihin. Banjarmasin: Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Kalimantan Selatan. Lisdariani, Risa. 2010. Pemertahanan Sastra Lisan Madihin di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Tesis tidak diterbitkan. Banjarmasin: Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat.
257
ANALISIS BAHASA HIPNOTERAPI PADA SISWA SMAN 1 MATARAMAN (THE ANALYSIS OF LANGUAGE OF HYPNOTERAPHY IN SMAN 1 MATARAMAN) Fajarika Ramadania SMAN 1 Mataraman, Kabupaten Banjar, e-mail
[email protected] Abstract The Analysis of Language of Hypnoteraphy in SMAN 1 Mataraman. The study is conducted in order to discover the implementation of diction and persuation technique in language of hypnoteraphy in a special event held in SMAN 1 Mataraman. The aim of this study are; (1) to describe the implementation of diction in language of hypnoteraphy in SMAN 1 Mataraman, (2) to describe the persuation technique in language of hypnoteraphy in SMAN 1 Mataraman. The object of the study was the language of hypnoteraphy in SMAN 1 Mataraman. This study involved interpersonal, visual, and kinestetic students as its sample started from Januari 2013 until April 2013. Two theories were applied in the study; namely, the theory of diction by Gorrys Keraf and the theory of persuation technique by Gorrys Keraf and Agus Setiaman. This study applied qualitative descriptive method; that is, one which aimed to describe data. The study was classified in naturalistic study. The method was accomplished by conducting refering and taking field note activity. The refering technique which applied here was the active parsipatory technique. Furthermore, the data was collected from observation, interview, and documentation review. The data was analized by two techniques, namely, pragmatic analysis and qualitative analysis. Some activities were involved in analyzing the data, among others; (a) data reduction, (b) data display, and (c) conclusion drawing varification. In this case, the data was described then analysed in accordance with the technique being applied through some steps, namely; (1) defining the object of the study, (2) collecting data, (3) processing and analyzing the data. The source of data was all students from interpersonal, visual, and kinestetic types who were involved in hypnoteraphy in Mataraman 1 High School. According to the result of the study, some conclusions are obtained as the following: (1) The diction implemented in language of hypnotherapy for interpersonal students is the utilization of local language; namely, Banjarese language in the form of interrogative sentences (what and when) as the characteristic of its diction. Meanwhile, the Banjarese and Javanese language are utilized in language of hypnotherapy for visual students along with the visual assistance in form of pictures and proof as the characteristic of its diction. Lastly, the language of hypnotherapy implemented for the kinesthetic students utilized Banjarese language along with the assistance of real object. (2) The persuation techniques in language of hypnoterapy used for the interpersonal students are the rationalization technique, identification technique, red-herring technique and pay off technique. Those of techniques used for the visual students are the identification technique, suggestion technique, compensation technique, projection technique and pay off technique. Meanwhile, those of techniques used for the kinesthetic students are the rationalization technique, suggestion technique, compensation technique, projection technique, icing technique and integration technique. Keywords: analysis, language, hypnoterapy
258
Abstrak Analisis Bahasa Hipnoterapi SMA Negeri 1 Mataraman. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan penggunaan diksi dan teknik persuasi yang digunakan dalam bahasa hipnoterapi yang diadakan di SMAN 1 Mataraman. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan tentang penggunaan diksi bahasa hipnoterapi SMAN 1 Mataraman; (2) mendeskripsikan teknik persuasi bahasa hipnoterapi SMAN 1 Mataraman. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil objek bahasa hipnoterapi SMAN 1 Mataraman dengan sampel penelitian anak interpersonal, anak visual, dan anak kinestetik pada SMAN 1 Mataraman dari bulan Januari sampai dengan April 2013. Dalam penelitian ini ada dua teori yang digunakan, yaitu teori diksi dari Gorys Keraf dan teori teknik persuasi dari Gorys Keraf dan Agus Setiaman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan data. Penelitian ini digolongkan sebagai penelitian naturalistik. Metode dalam kajian ini dilakukan dengan metode simak dan catat. Metode simak yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap. Selanjutnya, Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi,wawancara, dan studi dokumentasi. Analisis data yang digunakan berupa analisis pragmatis dan analisis data kualitatif. Aktivitas dalam analisis meliputi: (a) reduksi data, (b) penyajian data, dan (c) verifikasi penyimpulan. Dalam hal ini data dideskripsikan kemudian dianalisis sesuai dengan teknik yang digunakan melalui beberapa tahapan, antara lain: (a) menentukan objek penelitian, (b) mengumpulkan data, (c) mengolah data dan menganalisis data. Sumber data yang digunakan adalah siswa tipe anak interpersonal, visual, dan kinestetik yang diikutsertakan dalam hipnoterapi di SMAN 1 Mataraman. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan (1) Diksi yang digunakan dalam bahasa hipnoterapi tipe interpersonal adalah penggunaan bahasa daerah berupa bahasa Banjar yang menggunakan kalimat tanya (apa dan kapan) sebagai karakteristik diksinya. Penggunaan bahasa Banjar dan bahasa Jawa digunakan dalam bahasa hipnoterapi anak visual dengan karakteristik diksi menggunakan visual gambar dan bukti. Sementara itu, bahasa hipnoterapi pada anak kinestetik menggunakan bahasa Banjar dengan karakteristik menggunakan objek nyata. (2) Teknik persuasi bahasa hipnoterapi yang digunakan pada anak interpersonal, yaitu teknik rasionalisasi, identifikasi, red-herring, dan teknik ganjaran. Pada anak visual dapat ditemukan teknik sugesti yang ada, yaitu teknik identifikasi, sugesti, kompensasi, proyeksi, dan ganjaran. Sementara itu, pada anak kinestetik ditemukan teknik rasionalisasi, sugesti, kompensasi, proyeksi, tataan, dan integrasi. Kata-kata kunci: analisis,bahasa, hipnoterapi PENDAHULUAN Menurut Satari (2004:10), komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan komunikator. Proses komunikasi ini mengajak atau membujuk orang lain dengan tujuan mengubah sikap, keyakinan, dan pendapat sesuai keinginan komunikator. Persuasi menggunakan informasi tentang sesuatu yang berhubungan dengan psikologi dan sosiologi serta kebudayaan dan komunikator. Hipnoterapi merupakan salah satu cara yang sangat mudah, cepat, efektif, dan efisien dalam menjangkau pikiran bawah sadar, melakukan re-edukasi, dan menyembuhkan pikiran yang sakit. Hajar (2011: 21), hipnoterapi 259
merupakan salah satu pengembangan metode pembelajaran terbaru. Dengan munculnya metode hipnoterapi, diharapkan masalah-masalah siswa yang terkait dengan pembelajaran di sekolah mampu dipecahkan. Hypnosis bisa dikategorikan sebagai hipnoterapi apabila menggunakan teknik-teknik tertentu untuk membantu para klien meningkatkan diri mereka sesuai masalah yang dihadapi. Pada era modern, mulai diyakini bahwa fenomena hipnosis diakibatkan oleh kekuatan dari sugesti. Hunter menyatakan bahwa dengan hypnosis proses masuk informasi ke pikiran bawah sadar berlangsung dengan sangat cepat dan efektif. Sugesti yang diberikan dalam keadaan hypnosis jauh lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan saat klien berada dalam kondisi sadar. Hal ini terjadi karena sugesti bergerak cepat dari critical area ke modern memory area sehingga tidak sempat mendapatkan gangguan. Penelitian ini digolongkan sebagai penelitian naturalistik, yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan gejala atau fenomena seperti apa adanya atau natural setting. Penelitian ini mendeskripsikan secara kualitatif bahasa hipnoterapi yang digunakan oleh hipnoterapis, baik dalam bentuk kata-kata, frasa, maupun kalimat, bukan dalam bentuk angka-angka matematis atau statistik. Instrumen pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Observasi pada tahapan ini bersifat grand tour observation, yaitu peneliti melakukan penjajahan umum dan menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan selama berada di SMAN 1 Mataraman. Semua data direkam kemudian disimpulkan dalam keadaan yang belum tertata. Selanjutnya, peneliti melakukan observasi terfokus atau mini tour observation, yaitu peneliti mulai memfokuskan perhatian pada segi persuasi, strukur kalimat, dan penggunaan bahasa dalam bentuk tuturan direktif hipnoterapi terhadap siswa. Terakhir adalah observasi terseleksi, yaitu peneliti telah menguraikan fokus yang ditemukan sehingga datanya lebih terperinci. Wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak berstruktur dilanjutkan wawancara semistruktur. Dalam penelitian ini dua teori yang digunakan untuk mengetahui penggunaan diksi dan teknik persuasi yang digunakan, yaitu teori diksi dari Gorys Keraf dan teknik persuasi dari Gorys Keraf dan Agus Setiaman. Penelitian ini menarik untuk diteliti karena bahasa hipnoterapis merupakan salah satu sarana mengubah sikap dan sifat seseorang yang mempunyai hal yang tidak baik diubah ke hal yang baik dengan menggunakan sugesti pada pikiran bawah sadarnya. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut penulis member judul penelitian ini, yaitu Analisis Bahasa Hipnoterapi pada Siswa SMAN 1 Mataraman. METODE Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Mataraman dengan anak tipe interpersonal, anak tipe visual, dan anak tipe kinestetik yang diambil dari bulan Maret sampai dengan Mei 2013 yang berjumlah 26 buah tuturan antara hipnoterapis dan siswa. Data tuturan dalam penelitian ini bersifat holistik, kompleks, dinamis, dan penuh makna. Waktu penelitian dilakukan selama tiga bulan. Tempat penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Mataraman. Objek penelitian adalah penggunaan bahasa hipnoterapi yang terdapat dalam tuturan pada proses hipnoterapi ditinjau dari segi wujud diksi dan teknik persuasi yang digunakan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan catat juga menggunakan teknik wawancara, teknik SBLC (Simak Bebas Libat Cakap). Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus sebagai pengumpul data. Instrumen pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
260
PEMBAHASAN Diksi Setiap tuturan berpotensi untuk selalu menggunakan diksi dalam setiap ucapan hipnoterapis. Namun, dalam penelitian ini diksi yang digunakan tidak hanya mempersoalkan ketepatan pemakaian kata, tetapi juga mempersoalkan apakah kata yang dipilih dapat diterima atau tidak merusak suasana yang ada. Penggunaan diksi yang digunakan adalah penggunaan bahasa daerah dan bahasa asing yang digunakan pada anak interpersonal, anak visual, dan anak kinestetik. Penggunaan bahasa daerah pada anak interpersonal yang digunakan lebih merujuk kepada kata “apa dan kenapa”. Pilihan kata tanya yang digunakan adalah kata “kanapa” sehingga anak akan menjawab dengan disertai alasan. Seorang anak interpersonal cenderung untuk lebih berkonsentrasi dalam memperhatikan apa yang dibicarakan oleh lawan bicaranya. Hal ini dapat dilihat dari petikan pembicaran di bawah ini. Narasumber
Siswa
: Rumah sakit jiwa nang ada di Kalsel inikah? Sudah kada kawa lagi, sudah kada kawa lagi manampung lagi, kanapa? Sudah? Kabanyakan? Banyak nang sudah? (5) : Gila. (6)
Pada percakapan tersebut hipnoterapis bertanya kepada siswa bahwa RS Sambang Lihum sudah tidak bisa menampung lagi. Hal ini dikarenakan sudah banyak yang gila. Ada pertanyaan “kanapa” yang dijawab siswa dengan gila. Hal ini memperlihatkan bahwa siswa peka dengan pertanyaan yang diajukan oleh hipnoterapis. Dari sekian banyak percakapan pada anak interpersonal banyak menggunakan kata tanya “kanapa” dan “apa”. Anak tipe interpersonal mudah dan cepat menangkap apa yang disampaikan lawan bicaranya. Selanjutnya, percakapan yang diambil antara hipnoterapis dan anak visual yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak interpersonal. Wujud diksi bahasa pada anak tipe visual dan wujud diksi bahasa pada anak tipe kinestetik yakni wujud diksi bahasa hipnoterapi pada anak interpersonal terdiri atas penggunaan bahasa daerah. Bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa Banjar dan karakteristik diksi yang digunakan sering menggunakan kata tanya “apa dan kenapa”. Wujud diksi yang digunakan pada anak tipe visual juga terdiri atas penggunaan bahasa daerah, yakni bahasa Banjar dan penggunaan bahasa asing pada anak tipe visual adalah bahasa Arab, sedangkan karakteristik yang digunakan lebih sering merujuk ke gambar ataupun bukti berupa penggambaran. Wujud diksi bahasa hipnoterapi pada anak tipe kinestetik terdiri atas penggunaan bahasa daerah, dan bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa Jawa dengan karakteristik yang digunakan lebih mengarah kepada objek nyata untuk lebih meyakinkan anak tipe kinestetik. Teknik Persuasi Hipnoterapis menggunakan sejumlah teknik dalam melakukan hipnoterapi. Teknik-teknik tersebut adalah teknik persuasi bahasa hipnoterapi tipe anak interpersonal diantaranya adalah teknik persuasi rasionalisasi, teknik persuasi identifikasi, teknik persuasi red-herring, dan teknik persuasi ganjaran. Teknik persuasi bahasa hipnoterapi tipe anak visual diataranya adalah teknik persuasi identifikasi, teknik persuasi sugesti, teknik persuasi kompensasi, teknik persuasi proyeksi, dan teknik persuasi ganjaran. Selanjutnya, teknik persuasi bahasa hipnoterapi pada anak tipe kinestetik diantaranya adalah teknik persuasi rasionalisasi, teknik persuasi sugesti, teknik persuasi kompensasi, teknik persuasi proyeksi, teknik persuasi tataan, dan teknik persuasi integrasi.
261
Teknik-Teknik Persuasi Menurut Keraf (2010: 124), persuasi secara khusus mempergunakan beberapa metode lain yang berbeda dari eksposisi. Metode-metode yang biasa dipergunakan adalah rasionalisasi, identifikasi, sugesti, konformitas, kompensasi, proyeksi, dan penggantian. 1) Rasionalisasi Rasionalisasi sebagai sebuah teknik persuasi dapat dibatasi sebagai:suatu proses penggunaan akal untuk memberikan suatu dasar pembenaran kepada suatu persoalan, di mana dasar atau alasan itu tidak merupakan sebab langsung dari masalah itu. Kebenaran yang dibicarakan dalam persuasi bukanlah suatu kebenaran mutlak, tetapi kebenaran yang hanya berfungsi untuk melicinkan jalan agar keinginan, sikap, kepercayaan atau tindakan yang telah ditentukan atau diambil dapat dibenarkan. 2) Identifikasi Karena persuasi berusaha menghindari situasi konflik dan sikap ragu-ragu, maka pembicara harus menganalisa hadirinnya dan seluruh situasi yang dihadapinya dengan seksama. Dengan menganalisa hadirin dan seluruh situasi, maka pembicara dengan mudah dapat mengidentifikasi dirinya dengan hadirin. 3) Sugesti Sugesti adalah suatu usaha membujuk atau mempengaruhi orang lain untuk menerima suatu keyakinan atau pendirian tertentu tanpa memberi suatu dasar kepercayaan yang logis pada orang yang ingin dipengaruhi. Dalam kehidupan sehari-hari sugesti biasanya dilakukan dengan kata-kata dan nada suara. Sugesti sering merupakan pembebasan dari suatu pola yang sudah ada pada seseorang untuk dapat menciptakan sesuatu hal atau pola yang baru. 4) Konformitas Konformitas adalah suatu keinginan atau suatu tindakan untuk membuat diri serupa dengan sesuatu hal yang lain. Konformitas adalah suatu mekanisme mental untuk menyesuaikan diri atau mencocokkan diri dengan sesuatu yang diinginkan itu. Sikap yang diambil pembicara untuk menyesuaikan diri dengan keadaan supaya tidak timbul ketegangan adalah juga menyangkut konformitas. Konformitas biasanya dianggap suatu tindakan yang akan membawa pengaruh positif ke arah kemajuan. Tampaknya teknik ini sama atau mirip dengan identifikasi. Perbedaannya, dalam identifikasi pembicara hanya menyajikan beberapa hal yang menyangkut dirinya dengan hadirin. Dalam konformitas pembicara memperlihatkan, bahwa dirinya mampu berbuat dan bertindak sebagai para hadirin. 5) Kompensasi Kompensasi adalah suatu tindakan atau suatu hasil dari usaha untuk mencari suatu pengganti bagi sesuatu hal yang tak dapat diterima, atau suatu sikap atau keadaan yang tidak dapat dipertahankan. Dalam persuasi, pembicara dapat mendorong hadirin untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan lain atau tindakan yang diinginkan oleh pembicara dengan menunjukkan secara meyakinkan bahwa mereka memiliki kemampuan itu. 6) Penggantian (displacement) Suatu proses yang berusaha menggantikan suatu maksud dengan maksud lainnya. Umumnya, dalam kehidupan sehari-hari, penggantian dikenal dengan istilah kambing hitam. Dalam kambing hitam, suatu objek yang menjadi sasaran kebencian atau kemarahan dialihkan atau digantikan dengan objek lain yang sebenarnya tidak harus menerima kebencian atau kemarahan itu. Penggantian adalah suatu proses yang berusaha menggantikan suatu maksud atau hal yang mengalami rintangan dengan suatu maksud atau hal lain yang sekaligus juga menggantikan emosi kebencian asli, atau kadang-kadang 262
emosi cinta kasih yang asli. Objek pengganti yang menjadi sasaran dalam penggantian ini tampaknya diseleksi, karena antara lain ia merupakan objek lemah yang tak dapat melawan kembali. Dalam persuasi pembicara berusaha meyakinkan hadirin untuk mengalihkan sesuatu objek atau tujuan tertentu kepada suatu tujuan lain. Dalam hal ini ada kemiripan dengan kompensasi. 7) Proyeksi Proyeksi adalah suatu teknik untuk menjadikan sesuatu yang tadinya adalah subjek menjadi objek. Sesuatu sifat atau watak yang dimiliki seseorang, tidak mau diakui lagi sebagai sifat atau wataknya, tetapi dilontarkan sebagai sifat dan watak orang lain. Setiaman (2008) dalam bukunya Kajian Komunikasi menjelaskan mengenai teknik-teknik persuasi ada lima: 1. Teknik Asosiasi Teknik ini merupakan teknik yang menyajikan pesan dengan cara menumpangkannya pada suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak. Teknik ini secara umum sering dilakukan oleh kalangan pebisnis atau para politikus. 2. Teknik Integrasi Teknik ini adalah menyatukan diri komunikator dengan diri komunikan. Penggunaan kata-kata verbal yang menyatakan satu dengan komunikan. Contoh pada penggunaan “kita” bukan kata “saya” atau “kami”. Kaya kita berarti saya dan anda. Hal ini mengandung makna bahwa yang diperjuangkan komunikator bukan kepentingan diri sendiri melainkan juga kepentingan komunikan. 3. Teknik Ganjaran Teknik ganjaran adalah kegiatan yang mempengaruhi orang lain dengan cara mengiming-imingi hal yang menguntungkan atau yang menjanjikan harapan tertentu. Teknik ini sering dihubungkan dengan teknik pembangkitan rasa takut, yakni cara-cara yang bersifat menakut-nakuti atau menggambarkan konsekuensi yang buruk. 4. Teknik Red-Herring Istilah red-herring sukar diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebab red-herring adalah nama ikan yang tersebar di Samudera Atlantik Utara. Jenis ikan ini terkenal dengan kebiasannya dalam membuat gerak tipu daya ketika diburu oleh binatang lain atau manusia. Dalam hubungannya dengan komunikasi persuasif, red-herring adalah seni komunikator untuk meraih kemenangan dalam perdebatan dengan mengelakan argumentasi yang lemah untuk kemudian mengalihkannya sedikit demi sedikit ke aspek yang dikuasainya guna dijadikan senjata ampuh untuk menyerang lawan. Jadi, teknik ini digunakan komunikator ketika berada dalam posisi yang terdesak. 5. Teknik Tataan Teknik tataan yang dimaksud di sini adalah upaya menyusun pesan komunikasi sedemikian rupa sehingga enak didengar, atau enak dilihat dan orang memiliki kecenderungan untuk mengikuti apa yang disarankan oleh pesan tersebut. Teknik tataan dalam kegiatan komunikasi persuasif adalah seni menata pesan dengan imbauan-imbauan sedemikian rupa sehingga menarik. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil analisis data yang terkumpul menunjukkan sejumlah temuan. Pertama, Wujud diksi bahasa hipnoterapi SMAN 1 Mataraman terbagi menjadi wujud diksi bahasa hipnoterapi pada anak tipe interpersonal, wujud diksi bahasa hipnoterapi pada anak tipe visual, dan wujud 263
diksi bahasa hipnoterapi pada anak tipe kinestetik. Wujud diksi bahasa hipnoterapi pada anak interpersonal terdiri atas penggunaan bahasa daerah pada anak tipe interpersonal. Bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa Banjar dan karakteristik diksi yang digunakan sering menggunakan kata tanya “apa dan kenapa”. Wujud diksi yang digunakan pada anak tipe visual terdiri atas penggunaan bahasa daerah pada anak tipe visual, yaitu penggunaan bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa Banjar dan penggunaan bahasa asing pada anak tipe visual yang digunakan adalah bahasa Arab, sedangkan karakteristik yang digunakan lebih sering merujuk ke gambar ataupun bukti berupa penggambaran. Wujud diksi bahasa hipnoterapi pada anak tipe kinestetik terdiri atas pengggunaan bahasa daerah pada anak tipe kinestetik. Bahasa daerah yang digunakan adalah bahasa Jawa dan karakteristik yang digunakan lebih mengarah kepada objek nyata untuk lebih meyakinkan anak kinestetik. Kedua, Hipnoterapis menggunakan sejumlah teknik dalam melakukan hipnoterapi. Teknik-teknik tersebut adalah teknik persuasi bahasa hipnoterapi tipe anak interpersonal di antaranya adalah teknik persuasi rasionalisasi, teknik persuasi identifikasi, teknik persuasi red-herring, teknik persuasi ganjaran. Teknik persuasi bahasa hipnoterapi tipe anak visual di antaranya adalah teknik persuasi identifikasi, teknik persuasi sugesti, teknik persuasi kompensasi, teknik persuasi proyeksi, dan teknik persuasi ganjaran. Selanjutnya, teknik persuasi bahasa hipnoterapi pada anak tipe kinestetik di antaranya adalah teknik persuasi rasionalisasi, teknik persuasi sugesti, teknik persuasi kompensasi, teknik persuasi proyeksi, teknik persuasi tataan, dan teknik persuasi integrasi. Saran Secara umum, jika dilihat bahasa hipnoterapi belum banyak memasukkan bahasa daerah dan bahasa Indonesia secara benar, penulis berharap agar penyampaian bahasa hipnoterapi lebih memberdayakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia dengan tepat. Dan yang terakhir, Hipnoterapis sebagai penyampai bahasa hipnoterapi diharapkan agar lebih memperbanyak katakata sugesti yang membuat semangat siswa dan kliennya. Agar penyampaian bahasa hipnoterapi akan lebih dapat diterima mahasiswa dan orang lain. Diharapkan di setiap penggunaan bahasa hipnoterapi pada anak dengan tipe yang berbeda memiliki semua teknik persuasi yang ada, bukan hanya ada sebagian saja teknik persuasi yang digunakan.
264
DAFTAR RUJUKAN Hajar, Ibnu. 2011. Hypnoteaching:Memaksimalkan Hasil Proses Belajar-Mengajar dengan Hipnoterapi. Jogjakarta: PT. DIVA Press. Keraf, Gorys. 2010a. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT. Gramedia. Satari. 2004. Komunikasi Persuasif. Jakarta: Universitas Terbuka. Setiaman, Agus. 2008. Kajian Komunikasi. Bandung: Jurnal FIKOM UNPAD.
265
MENINGKATKAN KETUNTASAN BELAJAR SISWA KELAS VIII B SMPN 3 PARINGIN PADA MATERI PEMBELAJARAN UNSUR INTRINSIK NOVEL MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH (INCREASING THE LEARNING MASTERY OF STUDENTS CLASS VIII B SMPN 3 PARINGIN TO NOVEL INTRINSIC ELEMENTS USING MAKE A MATCH INSTRUCTIONAL MODEL) Siti Jaleha SMPN 3 Paringin, Jl. Paringin, Tanjung KM. 08 Dahai RT. 2, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, e-mail
[email protected] Abstract Increasing the Comprehension of Students Class VIII B SMPN Paringin to Novel Intrinsic Elements using Make a Match Instructional Model. This Classroom Action Research (CAR) aims to improve the student learning outcome in learning material of novel intrinsic elements by using Make a Match instructional model. This study conducted in 2 cycles. Each cycle consisted of planning, action, observation, and reflection stages. The subjects were 18 students of class VIII B SMP 3 Paringin. Research instrument in the form of a written test instrument type multiple choice questions numbered 10 questions and nontest instruments such as questionnaires. This research datas were analyzed by using qualitative approach. This study concluded that, students learning mastery in increased fron 44.5% in the cycle 1 to 88.8% after completed cycle 2. Keywords: learning mastery, novel intrinsic elements, make a match
Abstrak Meningkatkan Ketuntasan Belajar Siswa Kelas VIII B SMPN 3 Paringin.pada Materi Pembelajaran Unsur Intrinsik Novel Menggunakan Model Pembelajaran Make a Match. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini bertujuan untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa pada materi pembelajaran unsure-unsur intrinsic novel menggunakan model pembelajaran Make a Match. Penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus, Setiap siklus terdiri dari terdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII B SMPN 3 Paringin yang berjumlah 18 siswa. Instrument penelitian berupa instrument tes tertulis tipe soal pilihan ganda berjumlah 10 soal dan instrument non tes seperti angket. Data dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ketuntasan belajar meningkat dari 44,5% pada siklus 1 menjadi 88,8% setelah selesai siklus 2. Kata-kata kunci: ketuntasan belajar, unsur intrinsik novel, model pembelajaran make a match
PENDAHULUAN Di dalam kegiatan belajar-mengajar bahasa Indonesia, unsur intrinsik novel di kelas VIII SMPN Paringin mengalami suatu masalah. Hal ini tampak dari nilai yang diperoleh cenderung di bawah KKM, yaitu yang mencapai ketuntasan belajar atau mencapai nilai minimal 70 hanya 25 %. Rendahnya nilai akhir siswa dalam materi unsur intrinsik novel ini menjadi indikasi bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini belum efektif karena pembelajaran masih monoton dari 266
guru dan siswa dalam pembelajaran terlalu pasif. Atas dasar itu, peneliti mencoba mengembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran memahami unsur intrinsik novel dengan model pembelajaran make a match. Model kooperatif bukanlah hal yang baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam penyelesaian permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (Mulyati, 2010). Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi dan aktivitas siswa dalam kelas, yang diharapkan berdampak pada pemahaman dan ketuntasan belajar siswa. Penelitian ini menerapkan model pembelajaran make a match dalam materi pembelajaran unsur intrinsik novel. Model pembelajaran make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Teknik metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Curran, dalam Ramadhan (2008). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut: 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban. 3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. 4. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa Latin (ilmiah). 5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 6. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama. 7. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. 8. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. 9. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas dua siklus, siklus 1 dan 2 masing-masing 1 kali pertemuan/tindakan tiap tindakan terdiri atas 2 X 40 menit. Siklus 2 merupakan perbaikan dari siklus 1 dengan materi yang sama, yakni mengenai unsur intrinsik novel. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII B SMPN 3 Paringin tahun 2011/2012 yang terdiri atas 18 siswa yang terdiri atas 9 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Selain hasil belajar siswa, kegiatan pembelajaran di kelas juga diobservasi sebagai bahan refleksi untuk merancang kegiatan belajar siswa pada siklus berikutnya. Prosedur penelitian tindakan kelas bersiklus 2 meliputi 4 tahapan, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, (4) refleksi (Aqib, 2009).
267
Perencanaan 1) Membuat skenario pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran make a match. 2) Menyusun lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi proses kegiatan belajarmengajar di kelas ketika diterapkan model pembelajaran langsung. 3) Mendesain instrumen-instrumen evaluasi untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam memahami materi pembelajaran unsur intrinsik novel. Pelaksanaan Tindakan 1) Melaksanakan langkah-langkah sesuai perencanaan. 2) Menerapkan model pembelajaran klasikal. 3) Melakukan pengamatan terhadap setiap langkah-langkah kegiatan sesuai rencana. 4) Memperhatikan alokasi waktu yang ada dengan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan. 5) Mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemukan kendala saat melakukan tahap tindakan (Mulyana, 2007). Observasi dan evaluasi Pada tahap ini dilakukan observasi terhadap penelitian tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat serta diikuti dengan evaluasi yang relevan. Refleksi Hasil yang didapat pada siklus 1 dikumpulkan serta dianalisis dalam tahap ini. Dari hasil observasi, guru merefleksi diri dengan melihat data observasi dan hasil belajar siswa. Apakah kegiatan yang dilakukan telah dapat meningkatkan nilai belajar siswa. Hasil analisis data yang diperoleh dalam tahap ini akan dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya. Instrumen penelitian ini meliputi (1) lembar pengamatan kegiatan pembelajaran guru, (2) lembar pengamatan aktivitas siswa, (3) soal tes siklus, (4) angket respon siswa dengan menggunakan model pemebelajaran make a match. Penelitian dikatakan berhasil jika tercapainya indikator keberhasilan, yakni 80% siswa dalam kelas mencapai nilai minimal 70. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembelajaran kooperatif dengan model make a match mampu meningkatkan ketuntasan belajar siswa. Pada tes awal, rata-rata hasil belajar siswa mencapai pada siklus I 44,5% dan siklus II rata-rata 88,8% dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Belajar Siswa Siklus 1 dan 2
Berdasarkan Tabel 1 dapat dikatakan bahwa pembelajaran siklus 1 belum mencapai indikator keberhasilan karena hanya 44,5% siswa yang mencapai KKM. Namun demikian, dilihat dari kemajuan yang dicapai siswa sebelum penelitian ini dilakukan hasil belajar ini menunjukkan kemajuan yang cukup berarti. Biasanya tingkat ketuntasan sangat rendah, sangat sedikit siswa
268
yang dapat memperoleh nilai 70. Namun melalui pembelajaran siklus 1 diperoleh 44,5% siswa tuntas. Pembelajaran siklus 2 menunjukkan kemajuan yang cukup pesat, yaitu dengan pencapaian ketuntasan belajar sebesar 88,8%. Hanya 11,2% siswa yang tidak tuntas. Kenaikan pencapaian hasil belajar siswa cukup tajam, yakni sebesar 44,3%. Kenaikan tersebut merupakan suatu realita bahwa pembelajaran kooperatif model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pembelajaran unsur intrinsik novel siswa kelas VIII B SMPN 3 Paringin. Selain itu, ditemukan pula bahwa siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran unsur intrinsik novel. Motivasi belajar siswa meningkat dari siklus ke silus yang ditandai oleh tingginya keterlibatan dan aktivitas siswa dalam belajar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Widyaningsih (2008) yang menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar siswa yang terjadi melalui penerapan model kooperatif tipe make a match terjadi karena melalui model ini motivasi belajar siswa meningkat. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) pembelajaran dengan model make a match dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa pada materi pembelajaran unsur intrinsik novel siswa kelas VIII B SMPN 3 Paringin (2) penerapan model pembelajaran make a match pada materi pembelajaran unsur intrinsik novel dapat meningkatkan sikap positif siswa terhadap proses pembelajaran. Saran Berdasarkan hasil penelitian disarankan (1) untuk melaksanakan model pembelajaran make a match memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar. (2) Pada model pembelajaran make a match disarankan guru terlebih dahulu memberikan penjelasan tentang model pembelajaran make a match sehingga lebih mudah penerapannya di kelas. (3) Dalam hal pengelolaan waktu, perlu diperhatikan agar dapat dipergunakan dengan baik dan efisien sehingga proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Yayasan Adaro Bangun Negeri yang telah membiayai penelitian. Kepada dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan pada peneliti. Kepada kepala sekolah yang telah memberikan motivasi dan teman-teman kerja di SMPN 3 Paringin serta anak-anakku siswa SMPN 3 Paringin yang saya sayangi.
269
DAFTAR RUJUKAN Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya. Mulyana, Slamet. 2007. Penelitian Tindakan Kelas Dalam Pengembangan Profesi. Bandung: LPMP. Mulyati, Yeti. 2010. Model Inovatif Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Multi Kreasi Satu Delapan. Ramadhan, Tarmizi. 2008. Pembelajaran Kooperatif Make A Match. http://tarmizi.wordpress.com/ 2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match/. Diakses tanggal 23 September 2013. Widyaningsih, Wahyu. 2008. Kel. 3 Cooperative Learning sebagai Model Pembelajaran Alternatif untuk Meningkatkan Motivasi Siswa pada Mata Pelajaran Matematika. Makalah dipublikasikan melalui http://tpcommunity05.blogspot.com. Diakses pada tanggal 15 April 2012.
270
PERANAN MENULIS JURNAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI (ROLE OF JOURNAL WRITING TO ENHANCE NARRATIVE WRITING ABILITY) Hatmiati SMP Negeri 7 Amuntai, Jl. Titian Noor Pinang Sari Kec. Amuntai Tengah, Kalimantan Selatan, e-mail
[email protected] Abstract Role of Journal Writing to Enhance Narrative Writing Ability. Narrative writing is part of the destination language skills that must be learned by junior high school students in accordance Education Unit Level Curriculum (SBC). Reality encountered in the classroom, students have not been able to pour it turns out thoughts, ideas , and ideas in writing a good narrative. Conditions such as that experienced by the students of SMP Negeri 7 Amuntai class I. Therefore, action research designed using the application of journal writing to improve students’ ability in writing narrative. Journals in this study focused on the process of writing that includes (1) the action stage 1 modeling and explanation of the journals, (2) the action stage 2 writing journals, (3) phase 3 actions, carried out an assessment of the student produced journal. Based on the research that has been conducted for 3 cycles, obtained by the finding that learning to write narrative with journal writing application successfully executed properly and in accordance with the intended learning objectives . Keywords: improved writing skills, journal writing, narrative writing
Abstrak Peranan Menulis Jurnal untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Narasi. Menulis narasi merupakan bagian dari tujuan keterampilan berbahasa yang harus dipelajari oleh siswa SMP sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kenyataan yang ditemui di kelas, ternyata siswa belum mampu menuangkan pikiran, ide, dan gagasannya dalam bentuk tulisan narasi yang baik. Kondisi seperti itulah yang dialami oleh siswa SMP Negeri 7 Amuntai kelas I. Oleh karena itu, dirancang penelitian tindakan kelas dengan menggunakan penerapan penulisan jurnal untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis narasi. Jurnal dalam penelitian ini diarahkan pada proses menulis yang meliputi (1) tahap tindakan 1 pemodelan dan penjelasan tentang jurnal, (2) tahap tindakan 2 menulis jurnal, (3) tahap tindakan 3, dilakukan penilaian terhadap jurnal yang dihasilkan siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama 3 siklus, diperoleh temuan bahwa pembelajaran menulis narasi dengan penerapan penulisan jurnal berhasil dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Kata-kata kunci: peningkatan kemampuan menulis, menulis jurnal, menulis narasi
PENDAHULUAN Menulis merupakan satu di antara empat keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa. Menulis sebagai bagian dari keterampilan berbahasa merupakan bentuk komunikasi yang dapat dilakukan siswa untuk mengungkapkan ide atau gagasan, pikiran, dan perasaannya dengan bahasa tulis sebagai medianya. Hal ini sejalan dengan tujuan yang dikehendaki Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk pembelajaran menulis di Sekolah Menengah Pertama (SMP), yaitu 271
agar siswa memiliki kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman, dan pesan secara tepat. Dalam silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dinyatakan bahwa salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa SMP/MTs adalah menulis buku harian atau pengalaman pribadi dengan memperhatikan cara pengungkapan dan bahasa yang ekspresif. Menulis merupakan proses mengungkapkan ide atau gagasan, pikiran, pengalaman, dan perasaan dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Hal-hal yang dikemukakan dalam tulisan dapat bersumber dari pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, atau dari membaca buku. Menulis sebagaimana berbicara, merupakan keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif. Mulyati (2002: 2. 44) menyatakan bahwa menulis pada hakikatnya menyampaikan ide atau gagasan dan pesan dengan menggunakan lambang grafis (tulisan) kepada orang lain. Hatmiati (2004: 16) menyatakan bahwa narasi pada umumnya merupakan himpunan peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Dalam tulisan narasi, selalu ada tokoh-tokoh yang terlibat dalam berbagai peristiwa atau kejadian. Oleh karena itu, agar siswa dapat menulis narasi dengan baik, dipilihlah satu strategi yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam mengatasi kendala menulis narasi. Strategi tersebut adalah dengan membiasakan menulis buku harian atau jurnal. Jurnal dapat menjadi sarana yang membantu siswa untuk belajar menulis dengan lebih menyenangkan dan berhasil (Eanes, 1997: 457). Kegiatan menulis jurnal tidak hanya dilakukan pada saat pembelajaran menulis berlangsung, tetapi dapat disisipkan pada saat pembelajaran dengan fokus keterampilan yang berbeda. Guru juga dapat menyediakan waktu setiap hari atau beberapa hari dalam seminggu, sekitar 10 sampai dengan 15 menit bagi siswa untuk menulis jurnal (Tompkins, 1994: 189). Rutinitas menulis jurnal yang dilakukan siswa memberikan manfaat yang sangat besar terhadap kemampuan mereka dalam menulis sebuah narasi. Selain itu, menulis jurnal ini juga mampu memberikan kesempatan kepada siswa menguasai aspek kebahasaan lainnya sehingga secara berkesinambungan akan membuat siswa terlatih mengemukakan gagasan dan pikirannya dalam bentuk tulisan yang baik. Ketika siswa menulis jurnal, dia dibiarkan berkreativitas menulis sesuai dengan keinginannya. Siswa boleh memilih topik apa saja, misalnya tentang dirinya, keluarganya, temannya, pengalamannya, keadaan desa atau tempat tinggalnya, dan hal-hal lainnya yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan penulisan jurnal sebagai upaya peningkatan kemampuan menulis narasi?” Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan penulisan jurnal sebagai upaya peningkatan kemampuan menulis narasi. Berdasarkan uraian permasalahan dan tujuan dari penelitian yang dilakukan, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoretis dan praktis. 1) Manfaat teoretis penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan untuk pengembangan teori pembelajaran menulis narasi di SMP dengan penerapan penulisan jurnal. 2) Manfaat praktis dari penelitian ini berguna bagi guru, siswa, dan peneliti. Manfaat praktis ini disajikan sebagai berikut. (1)Bagi guru, hasil penelitian ini memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman bagaimana meningkatkan kemampuan siswa menulis narasi dengan penerapan penulisan jurnal. (2)Bagi siswa yang diteliti, hasil penelitian ini akan membantu dan meng-arahkan siswa yang mengalami kesulitan menulis narasi. (3)Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan, peng-alaman, wawasan, dan kemampuan yang ada dalam diri peneliti. 272
METODE Penyusunan program pembelajaran dilakukan sebelum penelitian ini dilaksanakan. Setelah permasalahan yang terdapat dalam pembelajaran menulis narasi dikumpulkan, dibuatlah sebuah rancangan program pembelajaran dengan melakukan penelitian tindakan kelas terhadap siswa kelas 1 SMP Negeri 7 Amuntai. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis yang bersumber dari proses pembelajaran menulis cerpen yang dilaksanakan di kelas. Suyanto (2002: 2) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas. Selanjutnya, Oja dan Smuljan (dalam Rofi’uddin, 2002: 15) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas memiliki ciri (1) bersifat kolaboratif, (2) berfokus pada problem praktis, (3) penekanan pada pengembangan profesional, dan (4) memerlukan adanya struktur proyek yang memungkinkan partisipan untuk berkomunikasi. Kolaborasi merupakan bentuk kerja sama yang memungkinkan lahirnya kesamaan pemahaman. Pada waktu berkolaborasi juga terjadi serangkaian kerja sama dan komunikasi yang dilakukan bersama praktisi untuk menghindari kesalahan pemahaman atau perbedaan pandangan yang bersumber dari perbedaan posisi di lapangan. Kerjasama dan komunikasi tersebut juga diperlukan untuk mendiskusikan dan mencari jalan keluar untuk mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin terjadi pada waktu pelaksanaan penelitian pembelajaran menulis cerpen dengan SMT. Hasil diskusi yang dilakukan dengan guru bidang studi akan dijadikan bahan acuan untuk perbaikan siklus selanjutnya. Proses pelaksanaan penelitian tindakan kelas dimulai dengan mengidentifikasi masalahmasalah pembelajaran menulis narasi yang ditemui di kelas I SMP Negeri 7 Amuntai. Setelah permasalahan diidentifikasi, kemudian dilakukan penyusunan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi atau pengamatan, dan refleksi dengan menggunakan siklus yang bersifat spiral sehingga memungkinkan untuk dimodifikasi apabila diperlukan. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dilakukan sebanyak 3 tahap tindakan. Pertama, pada tindakan 1, disampaikan sebuah model/contoh jurnal kemudian diiringi dengan penjelasan tentang jurnal oleh guru. Penyampaian model/contoh jurnal ini, bukan berarti memberikan kesempatan kepada siswa untuk meniru/mencontek secara langsung model/contoh jurnal tersebut, tetapi justru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat bagaimana bentuk sebuah jurnal. Setelah itu, diiringi dengan penjelasan dari guru, siswa akan dapat memahami bagaimana caranya membuat sebuah jurnal. Hal ini sejalan dengan penjelasan Sukristanto (dalam Sujarwanto dan Jabrohim, 2002: 553) yang menyatakan bahwa latihan menulis dengan mencontoh tulisan atau karangan orang lain tidak berarti penulis menyalin apa adanya tulisan itu untuk diakui sebagai tulisannya sendiri. Kedua, pada tindakan 2, dilaksanakan penulisan jurnal dan pembiasaan menulis jurnal. Hal ini, dilakukan supaya siswa terbiasa mengemukakan gagasan, pikiran, dan idenya ke dalam bentuk tulisan. Tetapi pada penulisan jurnal ini, tidak ditekankan pada aspek mekanik sebuah tulisan agar siswa dapat menulis tanpa ‘takut’ melakukan kesalahan. Ketiga, pada tindakan 3, penilaian terhadap jurnal yang dihasilkan siswa. Penilaian ini dapat dilakukan oleh siswa dengan panduan dari guru, sedangkan, penilaian dari guru meliputi aspek mekanik dan keruntutan isi dari jurnal yang dihasilkan siswa. Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan penerapan penulisan jurnal sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi. Selama ini, pembelajaran menulis hanya terpaku pada bentuk-bentuk tulisan yang kaku. Siswa tidak dibiarkan menulis sesuai dengan keinginannya dan dibatasi oleh jenis-jenis tulisan yang kurang dipahami siswa. Padahal, dalam menulis, yang dipentingkan adalah mengemukakan apa yang ingin ditulisnya sehingga menghasilkan sebuah tulisan yang benar-benar ‘enak’ dibaca. 273
Sebagai bentuk tulisan informal, maka hasil tulisan siswa lebih ditekankan pada kelancaran menulis. Selain itu, isi tulisan lebih dipentingkan daripada aspek mekanik, seperti ketepatan ejaan dan tanda baca. Meskipun demikian, bukan berarti hal ini ‘luput’ dari perhatian guru. Tetapi, justru menjadi sebuah bahan untuk mengetahui sudah sampai di mana pemahaman siswa terhadap aspek-aspek mekanik dalam sebuah tulisan. Penerapan penulisan jurnal di kelas 1 SMP Negeri 7 Amuntai disambut siswa dengan antuasias. Mereka mampu menulis dengan santai tanpa harus memikirkan jenis tulisan apa yang akan ditulisnya. Begitu selesai menulis, mereka dengan bangga membacakan tulisan yang telah dihasilkan. Ketika kegiatan penelitian selesai dilaksanakan, diperoleh data bahwa penerapan penulisan jurnal untuk meningkatkan kemampuan menulis narasi yang dialami siswa memberikan hasil yang menggembirakan. Siswa berhasil menulis dengan baik ketika mereka tidak mendapatkan tekanan-tekanan ‘benar/salah’ dalam menulis. Mereka mampu menuangkan gagasan dan pikirannya dengan lancar. Hal ini dapat terjadi karena topik yang ditulis siswa berhubungan langsung dengan apa yang diamati, dialami, dan dikenalnya. Selain itu, siswa juga tidak dituntut dengan jenis-jenis tulisan yang kadang-kadang justru membingungkan siswa. Penilaian proses pembelajaran dilakukan dengan cara mengamati, memantau, dan mencatat kegiatan siswa ketika pembelajaran berlangsung. Pengamatan kepada siswa difokuskan pada kegiatan menulis jurnal dan keterlibatnya dalam pembelajaran. Selain itu, juga dilakukan penilaian hasil terhadap tulisan yang telah dihasilkan siswa. Berdasarkan kegiatan penulisan jurnal yang telah dilakukan, siswa terlihat tekun, antusias, dan mampu berkreativitas ketika menulis jurnal. Data empiris ini memberikan bukti bahwa penerapan penulisan jurnal mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis narasi. Hal ini, dapat dilihat dari jurnal yang telah dihasilkan siswa. Selain itu, penilaian juga dilakukan dengan cara mengoreksi hasil tulisan siswa. Penilaian ini dapat dilakukan oleh siswa atau guru. Penilaian yang dilakukan siswa dengan cara menilai hasil tulisannya siswa lainnya dengan panduan indikator yang telah diberikan gurunya. Sedangkan penilaian guru dilakukan dengan cara mengoreksi keseluruhan isi dan aspek mekanik tulisan siswa. Penilaian lainnya adalah dengan memanfaatkan penilaian portofolio. Penilaian ini dilakukan dengan cara memanfaatkan kumpulan hasil kerja siswa yang dapat menggambarkan kemajuan belajarnya setiap waktu. HASIL Pembelajaran menulis narasi dengan penerapan penulisan jurnal ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Setiap pertemuan berlangsung selama 2 x 45 menit. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung dalam tiga tahap kegiatan yang meliputi (1) tahap 1 penjelasan dan pemodelan jurnal, (2) tahap 2 penulisan dan pembiasan menulis jurnal, dan (3) tahap 3 penilaian terhadap hasil tulisan. Siklus I Pada siklus pertama, siswa masih terlihat kesulitan dalam menulis. Hal ini terjadi karena mereka belum terbiasa menulis tanpa diberikan panduan apa-apa. Oleh karena itu, dilakukan pemodelan/contoh jurnal oleh guru. Kemudian, model jurnal tersebut diiringi dengan penjelasan tentang jurnal. Berikut ini akan disajikan sebuah model/contoh buku harian Zlata Filipovic, seorang anak dari Bosnia yang berusia menjelang sebelas tahun.
274
Kutipan buku harian Zlata (dalam Sugihastuti, 2002: 20) Setelah kegiatan pemodelan tersebut selesai, siswa diberikan kesempatan untuk melakukan tanya jawab dan curah tentang penulisan jurnal. Siswa mengemukakan pikiran, gagasan, dan idenya tentang kejadian, peristiwa, atau hal-hal yang dialaminya dalam bentuk tulisan. Data empiris ini menghasilkan refleksi bahwa siswa harus diberikan contoh/model jurnal sebelum mereka mulai menulis. Selain itu, siswa juga dapat dipancing dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mengarahkan, tetapi tidak menghilangkan kreativitasnya dalam mengemukakan ide dan gagasannya. Pada penilaian hasil tulisan, kegiatan siswa difokuskan pada kegiatan memperbaiki bahasa yang meliputi pilihan kata atau diksi, pemakaian kata depan dan keruntutan peristiwa yang ada dalam jurnal yang dihasilkan siswa. Pada awal penilaian, guru sudah menjelaskan komponenkomponen yang harus diperbaiki dan pada waktu kegiatan penilaian berlangsung, guru memantau kegiatan siswa, namun ternyata hasil penilaian siswa masih belum memadai. Data ini menghasilkan refleksi bahwa siswa masih harus dibimbing lagi dalam melakukan penilaian terhadap tulisan yang dihasilkannya. Berikut ini akan disajikan sebuah jurnal yang dihasilkan oleh salah satu siswa pada siklus 1. Pada hari senin yang lalu, ketika aku ingin pergi ke sekolah, aku terpeleset di jalan kebetulan pada hari itu hujan dan jalanan sangat licin. Akibat terpeleset baju ku kotor dan aku bingung harus berbuat apa karena pada hari itu di sekolahku melaksanakan upacara bendera, sebenarnya pada hari itu aku ingin tidak jadi ke sekolah karena bajuku sangat kotor. Tapi, setelah kupikir-pikir pergi ke sekolah untuk menuntut ilmu lebih penting walaupun bajuku kotor. Akhirnya, aku tetap pergi kesekolah karena aku ingin mengikuti pelaksanaan upacara bendera dan mengikuti pelajaran di sekolah walaupun banyak teman-teman yang mentertawakan aku, mungkin mereka tertawa karena bajuku yang sangat kotor. (jurnal pertama, karya Munawarah). Dari jurnal yang dihasilkan siswa, terlihat bahwa mereka juga mampu mengemukakan apa yang telah mereka alami dan mereka rasakan dalam sebuah tulisan yang baik, seperti model jurnal yang telah disampaikan pada awal pembelajaran. Meskipun demikian, jurnal yang dihasilkan siswa terdapat beberapa kesalahan secara mekanik, tetapi hal itu tidak mengurangi makna yang terkandung dalam jurnal tersebut. Siklus II Pelaksanaan siklus II didasarkan pada refleksi tindakan pada siklus I. Proses pelaksanaan pembelajaran menulis narasi dengan penerapan penulisan jurnal pada siklus II lebih baik dibandingkan kegiatan siklus I. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan penulisan jurnal yang dilakukan 275
siswa. Pada kegiatan awal, meskipun guru tetap menjelaskan tentang penulisan jurnal dan memperlihatkan model jurnal, tetapi kegiatan itu lebih banyak diisi dengan curah pendapat dengan siswa. Siswa melakukan tanya jawab tentang topik-topik yang akan mereka tulis dalam jurnal. Selain itu, siswa juga mampu memanfaatkan waktu lebih baik dalam membuat jurnal. Data ini menghasilkan refleksi bahwa siswa sudah mampu memahami tentang penulisan jurnal. Pelaksanaan penilaian dilakukan setelah jurnal selesai dikerjakan siswa. Pada awal kegiatan pembelajaran guru menjelaskan kembali tentang cara menilai jurnal siswa. Setelah siswa melakukan kegiatan menilai jurnal yang dihasilkannya, hasil jurnal tersebut dikumpulkan kepada guru. Dari hasil penilaian siswa, sudah dapat dilihat bahwa mereka mulai mampu menilai jurnalnya dengan baik. Berikut ini disajikan salah satu jurnal yang dihasilkan siswa pada siklus II. Dengan tergesa-gesa aku pergi sekolah. Aku berpamitan dengan kedua orang tuaku dan setelah itu kuambil sepeda. Jarak antara rumah dengan sekolahku tidak terlalu jauh. Sampai di perjalanan, aku merasa ada yang aneh dengan diriku. Perasaanku tidak enak, tapi aku tidak menghiraukannya karena aku takut terlambat. Sampai kesekolah, sebagian temanku ada yang mentertawakanku. Aku heran ada apa ya dengan diriku? …. (jurnal kedua, karya Zahratun Nisa). Dari jurnal yang dihasilkan siswa pada siklus II, terlihat bahwa mereka sudah semakin bagus dalam menulis. Walaupun masih terdapat kesalahan mekanik, tetapi tidak sebanyak pada siklus 1. Hal ini membuktikan bahwa pelaksanaan siklus II lebih baik daripada siklus 1. Siklus III Pada awal kegiatan pembelajaran, guru menjelaskan tugas yang harus dilakukan siswa pada siklus III, yaitu siswa harus mampu menulis jurnal tanpa melalui pemodelan dan penjelasan tentang jurnal. Selanjutnya, secara klasikal guru menyampaikan kekurangan dan kelemahan siswa pada waktu siklus I dan II. Melalui kegiatan curah pendapat, siswa saling mengemukakan kendalakendala yang ditemui pada waktu kegiatan siklus I dan II. Berdasarkan pengamatan, siswa langsung membuat jurnal dengan topik yang telah mereka tentukan sendiri. Pada saat kegiatan ini berlangsung, guru berkeliling melihat pekerjaan siswa dan tetap memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa yang masih mengalami kesulitan dalam menulis jurnal. Berikut disajikan contoh jurnal yang dibuat siswa pada siklus III. … setiba di sekolah, teman-teman membicarakan tentang pelajaran matematika. Aku mendengar pembicaraan mereka, ya ampun! Aku lupa membawa buku matematika. Aku berpikir sejenak…. Lonceng istirahat pertama berbunyi, aku berniat untuk meminjam sepeda kepada salah seorang temanku. Temanku itu bernama Zahratun Nisa. Dia mengijikan aku pulang ke rumah. Aku tergesa-gesa menaiki sepedanya. …. Sesampai di titian (jembatan) sekolah lonceng berbunyi. Aku terkejut. Aku menyangka lonceng tanda masuk yang berbunyi, ternyata bukan. Salah seorang murid membunyikannya. Aku pun masuk ke kelas. Kubuka tas dan kusimpan buku matematika tadi di dalam tas. (jurnal ketiga, karya Ida Agustina). Pada kutipan jurnal di atas, siswa telah berhasil membuat jurnal dengan baik. Dengan demikian, kemampuannya dalam menulis narasi juga menjadi lebih baik. Dia berhasil 276
mengemukakan gagasan dalam bentuk narasi yang baik. Narasi yang dihasilkannya juga berhasil ditulis secara runtut sehingga pembaca mampu memahami apa yang diceritakannya. Selain itu, kesalahan-kesalahan mekanik dalam sebuah tulisan sudah dapat diminimalkan. Kegiatan penilaian yang dilakukan siswa pada siklus III tidak terlalu berpengaruh pada jurnal yang dihasilkan siswa. Hal ini terjadi karena siswa sudah mampu menghasilkan jurnal dengan baik sesuai dengan sistematika penulisan yang ditentukan. PEMBAHASAN Berdasarkan paparan data pada hasil penelitian yang dilakukan sebanyak 3 siklus menunjukkan bahwa pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan penulisan jurnal, memudahkan siswa dalam mengemukakan gagasan, pikiran, dan idenya ke dalam bentuk tulisan. Siswa tidak merasa dibatasi dengan bentuk-bentuk tulisan yang kaku. Siswa juga tidak diharusnya membuat tulisan dengan tema-tema yang sudah ditentukan. Siswa diberikan kebebasan menulis sesuai dengan keinginannya. Hal ini sejalan pendapat Tompkins (1994:105) yang menyatakan bahwa terlalu menuntut kesempurnaan hasil tulisan dari siswa justru dapat menghentikan kemauan siswa untuk menulis. Dengan demikian, peran guru yang selama ini hanya sebagai pemberi tugas, akan beralih dalam bentuk kerjasama dengan siswa melalui proses menulis. Pembiasaan menulis jurnal dapat memberikan manfaat yang sangat besar ketika siswa menulis bentuk tulisan lainnya. Siswa akan terbiasa mengemukakan pikiran dan perasaannya dalam bentuk narasi-narasi yang baik. Eanes (1997: 457) mengemukakan bahwa jurnal dapat menjadi sarana yang membantu siswa untuk belajar menulis dengan lebih menyenangkan dan berhasil. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa ketika pembiasaan menulis jurnal dilakukan, ternyata hasil tulisan siswa menjadi lebih baik. Guru juga dapat melakukan arahan dan penjelasan serta bimbingan pada siswa yang mengalami masalah ketika menulis. Blake dan Spenato’s (dalam Eanes, 1997: 479) yang menyatakan bahwa bimbingan dapat diberikan kepada siswa baik secara individu maupun kelompok. Penulisan jurnal ini tidak ditekankan pada benar tidaknya aspek mekanik yang digunakan siswa. Hal yang paling mendasar adalah siswa mampu mengemukakan gagasan, pikiran, dan idenya tanpa dibebani dengan benar atau salah. Hal ini dilakukan karena jurnal yang dihasilkan siswa masih akan mengalami proses penilaian pada tahap selanjutnya. Penjelasan ini sesuai dengan pendapat Sommer (dalam Tompkins, 1994: 16) yang menyatakan bahwa yang paling penting diingatkan pada tahap pengedrafan tidak ditekankan pada kehalusan/kerapian dan kebenaran ejaan. Meskipun, masih ditemui kendala-kendala dalam penulisan jurnal tetapi hal ini tidak mempengaruhi terhadap keberhasilan siswa dalam menulis. Melalui kegiatan menulis jurnal, siswa memperoleh pengalaman menulis yang baik. Siswa menjadi tahu bahwa menulis tidak hanya kegiatan sekali jadi. Menulis merupakan suatu proses menuangkan gagasan secara tertulis ke dalam buram/draf sementara, setelah itu melalui kegiatan penilaian buram/draf diperbaiki dengan cara diubah, diganti, ditambah, dan menyusun ulang kalimat-kalimat agar menjadi naskah jadi. Melalui kegiatan penulisan yang ‘tidak sekali jadi’ siswa menjadi lebih mudah dalam menulis karena mereka masih mempunyai kesempatan memperbaiki tulisan yang dihasilkan. Hasil tulisan jurnal siswa selama 3 siklus menunjukkan bahwa mereka mampu membuat sebuah tulisan narasi dengan baik. Siswa berhasil mengemukakan apa yang mereka lihat, alami, dan rasakan ke dalam bentuk tulisan yang runtut dan dapat dipahami oleh pembacanya. Dengan demikian, penerapan penulisan jurnal telah mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis narasi.
277
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Keberhasilan pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan penulisan jurnal dapat diperoleh apabila (1) guru mampu menjelaskan tentang penulisan jurnal dengan baik, (2) guru dapat menyajikan model jurnal yang dapat dilihat dan dibaca siswa, (3) guru mampu memotivasi dan memancing siswa dalam proses pembelajaran, (4) siswa bersedia belajar menulis jurnal, (4) penulisan jurnal dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran melalui kegiatan tanya jawab dan curah pendapat, (5) siswa diberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya, (6) siswa mau dan terbuka dalam menerima kritik atau saran, baik dari guru maupun temannya, dan (7) siswa diberikan kesempatan mengemukakan gagasan, pikiran, dan idenya dengan bebas, tanpa dibatasi oleh bentuk-bentuk tulisan yang mengekang kreativitasnya. Saran Keberhasilan pembelajaran menulis narasi dengan menerapkan penulisan jurnal berhasil dengan baik karena siswa mendapat penjelasan dan pemodelan jurnal yang baik. Namun, penjelasan, arahan, dan pemodelan yang diberikan guru hanya sebagai pembuka jalan bagi siswa agar dapat mengemukakan dan mengembangkan ide, pikiran, dan gagasannya. Selain itu, dalam kegiatan pembelajaran seorang guru sebaiknya melakukan evaluasi hasil tulisan/pekerjaan siswa dan evaluasi proses yang dilakukan melalui kegiatan memantau, mengamati, dan mencatat kegiatan siswa pada waktu proses pembelajaran berlangsung.
278
DAFTAR RUJUKAN Depdikbud. 1993. Kurikulum 1994 untuk SLTP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan dasar dan Menengah Depdikbud. Eanes, R. 1997. Content Area Literacy Teaching for Today and Tomorrow. Boston: Delman Publishers. Hatmiati. 2004. Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Strategi Menulis Terbimbing Siswa Kelas II SMP Negeri 1 Paringin Kabupaten Balangan. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Mulyati, Y. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka. Rofi’uddin, A. 2002. Metode Penelitian Kualitatif dalam Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Sujarwanto & Jabrohim (Eds). 2002. Bahasa dan Sastra Indonesia: Menuju Peran Transformasi Sosial Budaya Abad XXI. Yogyakarta: Gema Media. Sugihastuti. 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suyanto, K.K.E. 2002. Penelitian Tindakan Kelas dan Refleksi Pembelajaran Guru SMP. Makalah disajikan dalam Training of Trainer Mata Pelajaran Bahasa Inggris, Jakarta, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama, Jakarta, 27 September-6 Oktober 2002. Tompkins, G. E. 1994. Teaching Writing: Balancing Process and Product. New York: Macmillan College Publishing Company, Inc.
279
KEBERTERIMAAN SUATU KATA PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FKIP UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT (THE ACCEPTABILITY OF THE WORDS USED BY STUDENTS OF FKIP UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT MAJORING INDONESIAN LANGUAGE PROGRAM) Rusma Noortyani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjend. H. Hasan Basry, Kampus Kayu Tangi, Banjarmasin, Kode Pos 70123, e-mail
[email protected] Abstract The Acceptability of the Words Used By students of FKIP Universitas Lambung Mangkurat majoring Indonesian language program. The acceptability of the words as the effort of the language maintenance and language development especially related to the vocabulary development or language modernization is the main concern of the study. This study will reveal on the similarity of the Indonesian vocabulary to the foreign vocabulary. Nowadays most students of FKIP Unlam majoring Indonesian language program tend to use the foreign forms of certain words in communication rather than using the Indonesian form of those words. The results of the study shows that there are (1) most students tends to use the foreign form of certain words is 85 % or 47 words, (2) the use of the Indonesian form of certain words only shows 15% or 8 words. Most reasons shows that the students tend to see and listen those kinds of words form (53,28%), while the students tend to use those kinds of words form (35,61%). This means that there are still many of students majoring Indonesian Language program do not know or have not been accustomed to use the Indonesian form of the foreign vocabularies. Keywords: the acceptability of the words
Abstrak Keberterimaan Suatu Kata pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lambung Mangkurat. Keberterimaan suatu kata berkaitan dengan upaya pembinaan dan pengembangan bahasa, khususnya yang menyangkut pengem-bangan kosakata atau pemodernan bahasa. Penelitian ini akan mengungkapkan bentuk kata yang sepadan dengan kata asing yang sering dijumpai oleh mahasiswa PS PBSI FKIP Unlam. Mahasiswa tersebut masih banyak memilih menggunakan bentuk asing yang sebenarnya telah memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Alasan yang paling dominan adalah karena sering melihat dan mendengarkan bentuk tersebut dan tidak terbiasa menggunakan bentuk pengindonesiaannya. Bahkan ada beberapa bentuk pengindonesiaan yang justru terasa asing bagi mereka. Hal ini terlihat dari hasil penelitian, yakni penggunaan bentuk kata asing sebesar 85% atau 47 kata, sedangkan bentuk kata pengindonesiaan hanya 15% atau 8 kata. Adapun alasan yang paling banyak adalah karena sering melihat dan mendengarkan bentuk tersebut 53,28%. Alasan berikutnya karena kebiasaan menggunakan bentuk tersebut 35,61%. Alasan yang paling sedikit karena mengetahui arti/makna bentuk tersebut 11,11%. Artinya masih banyak yang belum
280
mengetahui atau belum terbiasa menggunakan bentuk pengindonesiaan dari bentukbentuk asing tersebut dengan alasan karena sering melihat atau mendengarkan. Kata-kata kunci: keberterimaan suatu kata
PENDAHULUAN Keberterimaan suatu kata berkaitan dengan upaya pengembangan dan pembinaan bahasa, khususnya yang menyangkut pengem-bangan kosakata atau pemodernan bahasa. Pemodernan bahasa, seperti yang dikemukakan oleh Moeliono (1981: 114-115), men-cakup usaha menjadikan bahasa itu bersifat sederajat secara fungsional dengan bahasa-bahasa lain yang lazim disebut bahasa terkembang yang sudah mantap. Pemodernan itu, menurutnya, mencakup dua aspek, yaitu pengembangan kosakata dan pengembangan jumlah laras serta bentuk-bentuk wacananya. Berkenaan dengan itu, Moeliono (1981:12-13) secara lebih rinci membedakan tiga ancangan dalam penanganan masalah bahasa, yaitu yang disebutnya ancangan pembinaan, ancangan garis haluan yang berkenaan dengan penentuan kedudukan bahasa dan fungsi sosiolinguistik, dan ancangan pengembangan berkenaan dengan pengembangan sandi bahasa, yang di dalamnya termasuk pengaksaraan bahasa yang belum mengenal tata tulis, pembakuan bahasa, dan pemodernan bahasa. Sementara itu, ancangan pembinaan menyangkut usaha peningkatan jumlah pemakai bahasa dan mutu pemakaian bahasa. Pembinaan bahasa Indonesia merujuk pada empat sasaran bertingkat, yaitu (1) penyebarluasan penggunaan bahasa Indonesia; (2) peningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia; (3) penumbuhan sikap yang baik terhadap bahasa Indo-nesia agar warga negara Indonesia menjunjung bahasa Indonesia; dan (4) pemupukan rasa cinta dan kesetiaan pada bahasa In-donesia. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengungkapkan bentuk kata yang sepadan dengan kata asing yang sering dijumpai oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lambung Mangkurat. Keberterimaan bentuk pengin-donesiaan kata dan kata asing dapat dikelompokkan ke dalam sosiolinguistik. Teori sosiolinguistik yang digunakan berkenaan dengan teori perencanaan bahasa yang dikemukakan oleh para pakar dalam bidang itu. Konsep perencanaan bahasa telah dikembangkan oleh beberapa pakar bahasa. Sutejo (2000: 14) menjelaskan beberapa konsep yang disampaikan oleh para perencanaan bahasa. Konsep perencanaan bahasa (language planning) pada awalnya dikembangkan oleh Haugen dalam Sutejo (2000). Menurutnya, perencanaan bahasa adalah usaha untuk mengarahkan perkembangan bahasa pada tujuan yang diinginkan oleh para perencana bahasa. Selanjutnya, Moeliono (2010: 3-5) menyatakan dimensi pengembangan bahasa nasional: a) peningkatan keberaksaraan dan keberangkaan, b) pembakuan bahasa, dan c) pemodernan bahasa Menurut dimensi sasarannya, perencanaan bahasa dipecah menjadi dua, yaitu perencanaan korpus dan status (Moeliono, 1981). Yang pertama itu mengacu pada perencanaan bahasa sebagai sandi. Tujuannya adalah untuk mengembangkan (termasuk memodernkan dan membakukan) bahasa agar bahasa itu dapat dipakai sebagai wahana modern yang efektif dan efisien, seiring dengan laju perkembangan zaman, khususnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang kedua, perencanaan status, merujuk pada perencanaan bahasa di dalam hubungannya dengan bahasa-bahasa yang lain. Tujuannya adalah untuk membina orang-orang yang menjadi sasaran perencanaan itu agar mereka mau menggunakan bahasa yang dikehendaki perencanaan (kalau perlu dengan meninggalkan bahasa lain yang “tidak dikehendaki”) dan agar yang sudah menggunakannya meningkatkan mutu bahasa mereka.
281
Pengembangan kosakata sangat erat kaitannya dengan penyerapan unsur bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan konteks kebahasaan, yang dimaksud dengan unsur serapan adalah unsur yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah. Penyerapan unsur bahasa asing harus mempertahankan daya ungkap pemakai bahasa Indonesia dan harus memungkinkan orang menyatakan isi hatinya dengan tepat dan cermat. Jadi, penyerapan itu harus bersifat selektif. Unsur bahasa yang mengisi kekosongan akan memperkaya bahasa Indonesia, sedangkan unsur yang berlebih dan mubazir akan mengikis fungsinya sebagai sarana komunikasi yang dimiliki bersama secara nasional. Contoh konsep condominium yang sebelum ini tidak terdapat dalam budaya Indonesia dapat diserap dengan cara yang sama. Berbeda halnya dengan laundry tidak perlu diserap karena sudah ada bentuk binatu dan dobi. Meskipun demikian, masih banyak masyarakat yang lebih menggunakan bentuk laundry. Pemecahan terakhirnya adalah memopulerkan istilah binatu dan dobi. Pemilihan bahasa Indonesia di atas bahasa lain juga akan mencerminkan pandangan hidup dan sikap budaya masyarakat Indone-sia. Berdasarkan konsep-konsep teoretis di atas, kita akan mengevakuasi hasil kodifikasi yang telah dilakukan oleh para perencana bahasa berdasarkan sikap yang dimiliki oleh pemakai bahasa. Hal ini dilandasi pula oleh pendapat Halim (1979) yang menyebutkan bahwa keberhasilan perencanaan bahasa dapat ditentukan oleh sikap masyarakat pemakai bahasa yang bersangkutan. Berdasarkan konteks kebahasaan, yang dimaksud dengan unsur serapan adalah unsur yang berasal dari bahasa asing atau bahasa daerah, baik berupa imbuhan, kosakata, maupun peristilahan yang dipungut atau diserap ke dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini, unsur serapan itu dengan sendirinya kemudian menjadi “warga” bahasa Indonesia. Oleh karena itu, unsurunsur serapan itu dapat dijadikan atau diperlakukan seperti halnya unsur-unsur dalam bahasa Indonesia (Depdikbud, 1992). Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, misalnya: reshuffle, shuttle cock, dan explotation. Unsur-unsur ini dapat dipakai dalam bahasa Indonesia, tetapi penulisan dan pelafalannya telah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indo-nesia. Kedua, unsur serapan yang penulisan dan pelafalannya telah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Unsur serapan yang kedua ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih bisa dibandingkan dengan bentuk asalnya, misalnya: system dan structure yang diserap menjadi sistem dan struktur (Mustakim, dalam Sutejo, 2000). Sumber istilah dalam bahasa Indonesia meliputi kosakata bahasa Indonesia, kosakata bahasa serumpun, dan kosakata bahasa asing. Kosakata Bahasa Indonesia Kosakata bahasa Indonesia yang dapat dijadikan bahan istilah ialah kata umum, baik yang lazim maupun yang tidak lazim, yang memenuhi salah satu syarat atau lebih yang berikut ini. a) Kata yang dengan tepat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang dimaksudkan seperti tunak (steady), telus (percolate), imak (simulate); b) Kata yang lebih singkat daripada yang lain yang berujukan sama, seperti gulma jika dibandingkan dengan tumbuhan pengganggu, suaka (politik) jika dibandingkan dengan perlindungan (politik); c) Kata yang tidak bernilai rasa (konotasi) buruk yang sedap didengar (eufonik) seperti pramuria jika dibandingkan dengan hostes, tunakarya jika dibandingkan dengan pengangguran.
282
Kosakata Bahasa Serumpun Jika di dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan istilah yang dengan tepat dapat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang dimaksudkan, istilah itu dicari dalam bahasa serumpun, baik yang lazim maupun yang tidak lazim yang memenuhi ketiga syarat yang ada di atas. Misalnya: Istilah yang lazim: gambut (Banjar) peat (Inggris) nyeri (Sunda) pain (Inggris) umbel (Jawa) lead (inggris) Istilah yang tidak lazim atau kuno: gawai (Jawa) luah (Bali, Bugis) device (Inggris) discharge (Inggris) Kosakata Bahasa Asing Jika baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa serumpun tidak ditemukan istilah yang tepat, bahasa asing dapat dijadikan sumber peristilahan Indonesia. Istilah baru dapat dibentuk dengan jalan menerjemahkan, menyerap dan sekaligus menerjemahkan istilah asing (Pamungkas,1972). a) Penerjemahan Istilah Asing Istilah baru dapat dibentuk dengan menerjemahkan istilah asing. Misalnya: semeworking kerjasama balanced budgedt anggaran berimbang Dalam penerjemahan istilah asing tidak selalu diperoleh dan tidak selalu perlu bentuk berimbang arti satu lawan satu. Yang pertama-tama harus diikhtiarkan ialah kesamaan dan kepaduan konsep, bukan kemiripan bentuk luarnya atau makna kharfiahnya. Istilah dalam bentuk positif sebaiknya tidak diterjemahkan dalam bentuk negatif dan sebaliknya. Misalnya, bound morpheme diterjemahkan dengan morfem terikat, bukan dengan morfem tak terbatas. b) Penyerapan Istilah Asing Demi kemudahan pengalihan antarbahasa dan keperluan masa depan, pemasukan istilah asing yang bersifat internasional, melalui proses penyerapan, perlu dipertimbangkan jika salah satu syarat atau lebih yang berikut ini dipenuhi. • Istilah serapan yang dipilih lebih cocok karena konotasinya. • Istilah serapan yang dipilih lebih singkat jika dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya. • Istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah tercapai-nya kesepakatan jika istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya.
283
Proses penyerapan ini dapat dilakukan dengan atau tanpa pengubahan yang berupa penyesuaian ejaan dan lafal. Contoh:
c) Penyerapan dan Penerjemahan Sekaligus Istilah bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan jalan menyerap dan menerjemahkan istilah asing sekaligus. Misalnya: bound morpheme clay colloid clearance volume subdivision
morfem terikat koloid lempung volume ruang bebas subbagian
d) Macam dan Sumber Bentuk Serapan Istilah yang diambil dari bahasa asing dapat berupa bentuk dasar atau bentuk turunan. Pada prinsipnya dipilih bentuk tunggal, kecuali kalau konteksnya condong pada bentuk jamak. Pemilihan bentuk tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan: - konteks situasi dan ikatan kalimat - kemudahan belajar bahasa - kepraktisan Demi keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah Inggris yang pemakaiannya sudah bersifat Internasional, yakni yang dilazimkan oleh para ahli dalam bidangnya. Penulisan istilah itu setidak-tidaknya dapat dilakukan dengan mengutamakan ejaannya dalam bahasa sumber tanpa mengabaikan segi lafal (Depdikbud, 1992). Misalnya: atom atom electron elektron fundamentalmathematics fundamental matematika system sistem Istilah asing yang sudah diserap dan sudah lazim digunakan sebagai istilah masih dapat dipakai sungguh pun bertentangan dengan salah satu kaidah pembentukan istilah.
284
Misalnya: dommekrdcht fikr parceiro winfel
(Belanda) (Arab) (Portugal) (Belanda)
dongkrak pikir persero bengkel
(Indonesia) (Indonesia) (Indonesia) (Indonesia)
e) Istilah Asing yang Bersifat Internasional Istilah asing yang ejaannya bertahan dalam banyak bahasa dipakai juga dalam bahasa Indonesia dengan syarat diberi garis bawah atau dicetak miring. Misalnya: allegro moderate ceteris paribus status quo vis-a-vis
kecepataan sedang (dalam musik) jika hal-hal lain tetap tidak berubah keadaan yang sekarang terhadap, berhadapan dengan
Bentuk-bentuk Penyerapan a) Penyerapan Secara Alamiah Dalam penyerapan secara alamiah, kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia tidak mengalami perubahan. Kata-kata itu sudah lama terserap ke dalam bahasa Indonesia sehingga tidak perlu diubah ejaannya. Misalnya: film, radio, potret, vitamin. b) Penyerapan Seperti Bentuk Asal Menyerap sepenuhnya unsur serapan ke dalam bahasa Indonesia dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi menyerapnya masih mempertahankan lafal bahasa asalnya. Misalnya: outside, de-facto, bridge, shuttle, cock, briefing, team, charter. c) Penyerapan dengan Terjemahan Penyerapan unsur-unsur asing dalam bahasa Indonesia dapat dilakukan melalui penerjemahan kata-kata asing. Cara penerjemahan dilakukan dengan memilih kata-kata asing tertentu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini dapat berupa satu kata asing dipadankan dengan dua atau lebih kata bahasa Indonesia. Misalnya: take off volcano
: lepas landas : gunung api
feed back point
: umpan balik : butir
d) Penyerapan dengan Perubahan Menyerap kata asing dengan mengubah ejaan asing seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. Misalnya: manajemen dari management riset dari research
komentar dari commentary prinsip dari principle gol dari goal
METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu metode yang dilakukan berdasarkan data dan fakta yang ada dalam pemakaian bahasa. Dalam pelaksanaannya metode ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu tahap pengumpulan data, pengklasifikasian data, penganalisisan data, dan penyimpulan. Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan instrumen yang berupa kuesioner. Kuesioner itu berisi pendapat dan pertanyaan responden yang dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama berisi pertanyaan tentang identitas responden, yang meliputi jenis kelamin, usia, dan pekerjaan responden. Kelompok kedua berisi sejumlah bentuk kata dan kata asing. Para responden diminta untuk memilih bentuk mana yang sering digunakan (apakah bentuk 285
asing atau bentuk yang telah diindonesiakan). Langkah selanjutnya, responden diminta memilih kolom alasan mengapa mereka memilih salah satu bentuk tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian keberterimaan suatu kata pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lambung Mangkurat disebarkan 53 kuesioner. Hasil penelitian ini dapat dilihat pada data dan analisis berikut. Tabel 1. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 2. Data Responden Berdasarkan Usia
Tabel 3. Data Responden Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan tabel di atas identitas responden meliputi jenis kelamin, yakni laki-laki ada 16 orang atau 30,19%, sedangkan perempuan sebanyak 57 orang atau 69,81%. Responden berdasarkan usia 18-20 tahun ada 37 orang atau 69,81%, sedangkan usia 21-25 tahun ada 16 orang ataun 30,19%. Berdasarkan pekerjaan 53 responden sebagai mahasiswa atau 100%. Selanjutnya, pada bagian ini akan diuraikan jumlah responden dan persentase yang menggunakan salah satu bentuk, yakni bentuk kata pengindonesiaan dan kata asing. Selain penguraian jumlah dan persentase responden, diuraikan pula alasan meng-gunakan bentuk yang mahasiswa gunakan. Dari tabel yang disajikan pada setiap kata asing dan bentuk pengindonesiaan yang dijadikan data, dapat diketahui secara jelas keberterimaan suatu kata tersebut oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lambung Mangkurat.
286
Tabel 4. Penggunaan Bentuk Pengindonesiaan Kata atau Kata Asing
287
288
289
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lambung Mangkurat masih banyak memilih menggunakan bentuk asing yang sebenamya telah memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Alasan yang paling dominan adalah karena sering melihat dan mendengarkan bentuk tersebut dan tidak terbiasa menggunakan bentuk pengindonesiaannya. Bahkan ada beberapa bentuk pengindonesiaan yang justru terasa asing bagi mereka. Hal ini terlihat dari hasil penelitian, yakni penggunaan bentuk kata asing sebesar 85% atau 47 kata, sedangkan bentuk kata pengindonesiaan hanya 15% atau 8 kata. Adapun alasan yang paling banyak adalah karena sering melihat dan mendengarkan bentuk tersebut 53,28%. Alasan berikutnya karena kebiasaan menggunakan bentuk tersebut 35,61%. Alasan yang paling sedikit karena mengetahui arti/makna bentuk tersebut 11,11%. Artinya masih banyak yang belum mengetahui atau belum terbiasa menggunakan bentuk pengindonesiaan dari bentuk-bentuk asing tersebut dengan alasan karena sering melihat atau mendengarkan. Saran Kerja keras para pembina bahasa dalam menemukan padanan bentuk-bentuk asing hanya sebatas tulisan-tulisan di atas kertas yang tidak diterapkan oleh mahasiswa. Apabila mahasiswa sering mendengar atau melihat, secara otomatis, mereka akan terbiasa menggunakan bentukbentuk yang telah diindonesiakan. Tidak seperti kondisi sekarang ini, mereka justru merasa asing dengan bentuk-bentuk tersebut.
290
DAFTAR RUJUKAN Depdikbud. 1992. Kongres Bahasa Indonesia IV. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Halim, Amran. 1979. Pembinaan Bahasa Nasional. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Moeliono, Anton M. 1981. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Ancangan Alternatif dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan. Moeliono, Anton M. 2010. “Kebijakan Bahasa dan Perencanaan Bahasa di Indonesia: Kendala dan Tantangan, Makalah dalam Simposium Internasional Perencanaan Bahasa. Jakarta: Pusat Bahasa. Pamungkas. 1972. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Surabaya: Giri. Sutejo, et al. 2000. Keberterimaan Kosakata Baku Bahasa Indone-sia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
291
CAMPUR KODE DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI SATUI (THE CODE MIXING IN TEACHING AND LEARNING PROCESS AT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI SATUI) Lilik Yulianti Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui Abstract The Code Mixing in Teaching and Learning Process at Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. This research aims to get the data and information about the code mixing in learning study process at Madrasah Tsanawiyah Negeri in Satui. The method used in this research with quantitative descriptive. Source of data in this research is oral utterance of student and teacher in learning study process of code mixing form and field note data of interview about cause of code mixing, function and code mixing in the learning study.The instrument used to collect the data was correct reading technique (perception or observation) and capable technique (interview),The result of this research was at code mixing in learning study process at Madrasah Tsanawiyah of Satui conducted by student and teacher have same Ianguage background, that is Language of Banjar. Code mixing in the form of mingling morphology code, frase, and clause. Cause factor of code mixing for example equation of language background, habit, environmental, easy going, freshmen. Code mixing function for example watering down to submit question, answer, or comments about learning items; guarantying of friendliness; adding bravery to converse. Keywords: code mixing, learning study process
Abstrak Campur Kode dalam Proses Belajar-Mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah ucapan lisan siswa dan guru dalam proses belajar-mengajar tentang bentuk campur kode dan data catatan lapangan dari wawancara tentang penyebab campur kode, fungsi pencampuran dan campur kode dalam. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yang benar teknik membaca (persepsi atau observasi) dan teknik wawancara. Hasil penelitian ini berada di campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Satui dilakukan oleh siswa dan guru berlatar belakang bahasa yang sama, yaitu Bahasa Banjar. Pencampuran dalam bentuk berbaur kode morfologi , frase , dan klausa Code. Faktor penyebab campur kode misalnya persamaan latar belakang bahasa, kebiasaan, lingkungan, easy going, . Fungsi campur kode misalnya mempermudah untuk mengirimkan pertanyaan, jawaban, atau komentar tentang item-item pembelajaran, menjamin keramahan, menambah keberanian untuk berkomunikasi. Kata-kata kunci: campur kode, proses belajar-mengajar
292
PENDAHULUAN Berdasarkan penjelasan BAB XV pasal 36 UUD 1945, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara. Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Indonesia” yang diselenggarakan pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan (4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern. Sesuai butir kedua, bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan,beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga sekolah dasar. Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa, sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, proses belajar-mengajar di sekolah hendaknya menggunakan bahasa Indonesia. Namun kenyataanya, dalam proses belajar-mengajar terdapat serpihan-serpihan kode atau campur kode. Ditinjau dari sifatnya campur kode dapat bersifat sementara dan permanen.Alasan melakukan campur kode bisa disebabkan oleh kesantaian atau situasi informal, kebiasaan, dan tidak menemukan ungkapan yang tepat dalam bahasa yang dipakai. Berikut contoh peristiwa campur kode yang dilakukan oleh guru Quran Hadist yang berlatar belakang bahasa Banjar. 1.Mengertilah buhan ikam tentang hukum bacaan mim sukun ini? 2.Ketika ada huruf mim sukun di hadapannya huruf ba maka hukum bacaannya adalah ikhfa syafawi. Kata-kata yang dicetak miring di atas itulah yang disebut dengan campur kode. Secara sederhana, campur kode ialah fenomena pencampuran bahasa pertama ke dalam bahasa kedua, pencampuran bahasa asing ke dalam struktur bahasa Indonesia. Berdasarkan definisi sederhana ini, fenomena campur kode sebenarnya tidak melulu melibatkan bahasa daerah saja, melainkan juga melibatkan bahasa asing dengan bahasa Indonesia. Penelitian tentang campur kode yang dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui lebih lengkap dan berbeda walaupun ada persamaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini selain meneliti tentang wujud dan faktor-faktor penyebab campur kode juga meneliti fungsi campur kode. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah meneliti tentang campur kode yang dilakukan di sekolah, sedangkan perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian sebelumnya meneliti campur kode oleh guru MIPA, Penelitian ini meneliti campur kode oleh semua guru mata pelajaran yang berbeda latar belakang bahasanya dan meneliti tentang fungsi campur kode, selain wujud, dan faktor-faktor penyebabnya. Dengan mengetahui bagaimana wujud campur kode, faktor penyebab, dan fungsi penggunaannya dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui diperoleh gambaran yang lebih mengenai peristiwa campur kode ini. Penelitian ini menjadi penting dilakukan karena dengan diperolehnya gambaran rinci tentang campur kode yang digunakan dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui sekaligus dapat ditarik kesimpulan tentang wujud campur kode, faktor-faktor penyebab, dan fungsi penggunaannya. Setelah melakukan pengamatan proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui, ditemukan dalam proses belajar-mengajar tersebut terdapat penggunaan dua bahasa secara bersamaan yang disebut campur kode. Dari situasi tersebut memungkinkan fokus penelitian
293
diarahkan pada permasalahan campur kode. Permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah wujud campur kode yang digunakan dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui? 2. Apakah faktor-faktor penyebab digunakannya campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui? 3. Apakah fungsi penggunaan campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui? Berdasarkan masalah penelitian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan halhal berikut: 1. Wujud campur kode yang digunakan dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. 2. Faktor-faktor penyebab digunakannya campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui . 3. Fungsi penggunaan campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. Secara teoretis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan untuk penerapan teori sosiolinguistik, khususnya yang berkaitan dengan peristiwa campur kode yang terjadi dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai aspek kebahasaan masyarakat tutur, yaitu masyarakat di sekolah terutama guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar yang menggunakan campur kode. Manfaat lain adalah bahwa informasi ini berguna bagi penelitian lanjutan berkaitan dengan kontak bahasa yang terjadi di sekolah-sekolah lain atau masyarakat di mana saja. METODE Jenis Penelitian Penelitian ini dilandasi oleh asumsi bahwa dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui, guru dan murid sering menggunakan campur kode. Penggunaan campur kode itu disebabkan oleh latar belakang bahasa ibu dan sosial budaya yang sebagian besar sama, walaupun ada yang berbeda. Dengan demikian, penelitian ini bukan semata-mata sebagai fakta bahasa melainkan juga sebagai sosial budaya. Dipandang sebagai fakta bahasa karena proses belajar-mengajar di kelas terjadi dalam konteks komunikasi verbal. Dalam konteks ini, guru dan siswa menggunakan unsur-unsur bahasa sebagai alat komunikasi. Di samping itu, penelitian ini dipandang sebagai fakta sosial budaya, karena penggunaan campur kode tidak bisa dilepaskan dari aspek-aspek sosial budaya. Aspek-aspek sosial budaya itu seperti status dan peran sosial peserta tutur, norma-norma bertutur, dan fungsi bertutur. Atas dasar pandangan itu, jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian etnografi atau penelitian sosiolinguistik. Penelitian etnografi adalah salah satu rancangan penelitian dengan metode kualitatif yang bisa digunakan untuk meneliti pola perilaku guru dan siswa dalam komunitas sekolah. Etnografi membahas budaya manusia. Dalam pendidikan, penelitian etnografi, biasanya digunakan untuk mendeskripsikan perilaku siswa, guru, dan tenaga kependidikan, pandangan mereka, keperluan mereka, interaksi mereka, bahasa yang mereka gunakan dan sebagainya (Latief, 2010: 169). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian etnografi dan penelitian sosiolinguistik mempunyai persamaan objek yang diteliti.
294
Penelitian ini juga menggunakan ancangan deskriptif karena tujuan yang hendak dicapai sehubungan dengan topik penelitian ini adalah memaparkan atau memberikan gambaran mengenai wujud campur kode, faktor-faktor penyebab digunakannya campur kode, dan fungsi penggunaan campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. Untuk mendeskripsikan wujud campur kode secara sistematis, agar diperoleh gambaran yang alami tentang fenomena kebahasaan ini, diperlukan suatu latar alami tanpa dipengaruhi dengan sengaja. Artinya, dalam mendeskripsikan wujud campur kode pada proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui dilakukan dengan alami yang biasa dilakukan setiap hari, yaitu proses belajar-mengajar oleh guru dan siswa. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor penyebab digunakannya campur kode dan fungsi penggunaan campur kode, peneliti dituntut dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan, dirasakan, dan dilakukan oleh partisipan atau sumber data. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian ini mempunyai dua jenis data, yaitu data tuturan dan data catatan lapangan. Data tuturan berisi tentang wujud campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. Data catatan lapangan terdiri dari dua jenis data, yaitu (a) data faktor-faktor penyebab digunakannya campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui dan (b) fungsi penggunaan campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. Data tuturan yang berisi tentang wujud campur kode diperoleh melalui observasi langsung dengan merekam proses pelaksanaan proses belajar-mengajar di kelas dan data catatan lapangan yang berupa faktor-faktor penyebab digunakannya campur kode dan fungsi penggunaan campur kode diperoleh melalui wawancara. Sumber data penelitian tersebut berasal dari transkrip hasil rekaman guru mengajar di kelas yang diambil sebanyak dua kali pertemuan untuk masing-masing mata pelajaran dari bulan Februari-April 2011. Penentuan sumber data khusus untuk guru didasarkan kepada perbedaan latar belakang bahasa ibu, jenis kelamin, dan kesenioritasannya. Atas dasar pemikiran itu, sumber data penelitian diambil lima guru, (1) guru Quran Hadits berlatar belakang bahasa Banjar, (2) guru Aqidah Akhlak berlatar belakang bahasa Banjar, (3) guru Matematika berlatar belakang bahasa Bugis, (4) guru Seni Budaya berlatar belakang bahasa Banjar, dan (5) guru bahasa Indonesia berlatar belakang bahasa Jawa. Kelima guru tersebut terdiri atas dua laki-laki dan tiga perempuan, tiga guru tergolong senior dan dua guru tergolong junior. Peneliti hanya menetapkan lima orang guru saja untuk dijadikan sumber data atau informan. Hal ini merujuk kepada pendapat Djajasudarma (1993: 20) yang menyatakan bahwa peneliti harus menentukan informan yang terandalkan, dapat dipercaya, baik dari segi pengetahuan maupun kejujuran secara umum dan secara khusus dalam memberikan data yang akurat.
295
Tabel 1. Data Informan berdasarkan Latar Belakang Bahasa, Jenis Kelamin, dan Kesenioritasnya
Berdasarkan data jumlah siswa yang terdapat di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui, Seluruhnya berjumlah 383 dari kelas 7 berjumlah 154 siswa, kelas 8 berjumlah 128 siswa, dan kelas 9 berjumlah 101 siswa. Sumber data dalam penelitian ini dari siswa ditentukan berdasarkan kelas yang sama, yaitu kelas 8 laki-laki dan perempuan di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. Sumber data tersebut untuk memperoleh data tuturan yang berisi tentang wujud campur kode. Perincian sumber data siswa tersebut disajikan dalam tabel berikut. Tabel 2. Data Jumlah Siswa Kelas 8
Sumber data untuk memperoleh data tentang faktor-faktor penyebab digunakannya campur kode dan fungsi digunakannya campur kode diperoleh dari siswa kelas 8, masing-masing kelas diambil 5 anak yang mempunyai persamaan dan perbedaan latar belakang bahasa di rumah masing-masing. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan seorang peneliti untuk mendapatkan data yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu (1) teknik simak (observasi/pengamatan) dan (2) teknik cakap/ wawancara. Teknik simak/Observasi Pada tahap pengumpulan data digunakan teknik simak. Metode simak merupakan metode yang digunakan dalam pengumpulan dengan cara peneliti melakukan penyimakan penggunaan bahasa (Mahsun, 2005: 218). Dalam teknik simak ini digunakan teknik rekam. Data tuturan guru 296
pada saat mengajar yang telah direkam kemudian dibuat transkripnya. Pengumpulan teknik rekam mendominasi kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini. Peneliti melakukan perekaman terhadap berbagai kegiatan proses belajar-mengajar yang dilakukan di dalam kelas. Dalam melakukan perekaman, peneliti menggunakan perekaman nonpartisipan. Dengan jenis perekaman ini, peneliti melakukan perekaman dan pembuatan catatan lapangan. Wujud penggunaan campur kode dalam proses belajar-mengajar dideskripsikan dari tuturan guru dan siswa dalam proses proses belajar-mengajar di kelas. Untuk itu, penelitian ini bertumpu pada data tuturan yang dihasilkan dalam proses proses belajar-mengajar, baik proses belajarmengajar Quran Hadits, Matematika, Seni Budaya, Aqidah Akhlak, maupun bahasa Indonesia. Dalam melakukan perekaman, peneliti menggunakan alat perekam berupa tape recorder dan alat-alat yang lain sebagai penunjang kelancaran dalam perekaman data. Setelah selesai direkam kemudian dibuat transkripnya. Selain itu, dipakai juga metode cakap (wawancara) untuk mendapatkan informasi dari guru dan siswa tentang faktor-faktor penyebab digunakannya campur kode dan fungsi digunakannya campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. Teknik Cakap/Wawancara Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam (deep interview). Teknik ini digunakan untuk menggali data tentang hal-hal yang terkait tentang (1) faktor-faktor penyebab digunakannya campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui, dan (2) fungsi penggunaan campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui terhadap guru dan siswa. Pengumpulan datanya dilakukan terhadap lima orang informan yang semuanya adalah guru yang mengajar Quran Hadis, matematika, Aqidah Akhlak, Seni Budaya, dan bahasa Indonesia di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui, beserta siswa sebanyak 20 anak yang diambil dari masing-masing kelas 8 sebanyak 5 anak setiap kelas, yaitu 8a, 8b, 8c, dan 8d yang berlatar belakang bahasa berbeda sehingga jumlah informan untuk diwawancarai sebanyak 25. Penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang setiap responden diberi pertanyaan yang sama. Peneliti menyiapkan terlebih dahulu pertanyaanpertanyaan yang akan ditanyakan kepada guru ataupun siswa. Instrumen Penelitian Penelitian sosiolinguistik komunikasi tergolong jenis penelitian kualitatif. Sebagai penelitian kualitatif, penelitian sosiolinguistik atau etnografi menempatkan peneliti sebagai instrumen kunci. Untuk itu, dalam melakukan penelitian ini, peneliti memegang peran kunci, baik dalam proses pengumpulan, penganalisisan, maupun penyimpulan temuan penelitian. Namun dalam melakukan penelitian, peneliti membekali diri dengan pemahaman yang mendalam tentang ancangan teoretis dan metodologis sebagai panduan umum dalam pengumpulan dan penganalisisan data. Di samping itu, dalam melakukan penelitian ini, peneliti dilengkapi dengan tape recorder dan alat-alat tulis sebagai alat perekam dan instrumen penjaring data yang menyangkut instrumen wujud campur kode, faktor-faktor penyebab digunakannya campur kode, dan fungsi digunakannya campur kode. Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model interaksi yang diadaptasi dari model yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992: 8). Melalui model ini, kegiatan analisis data penelitian dilakukan melalui tiga tahap kegiatan, yaitu:
297
(a) reduksi data (data reduction), reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data ini bermanfaat untuk mendapatkan data-data yang masuk dalam katagori penelitian, yaitu tuturan yang mengandung unsur campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. (b) penyajian data (data display), penyajian data diartikan sebagai proses penyusunan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Peneliti melakukan transkripsi data yang masuk dalam katagori penelitian, yaitu dengan cara menuliskan data-data yang dapat didengar dari hasil rekaman tentang wujud campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. (c) penyimpulan /verifikasi (conclusion drawing/verification), penyimpulan/verifikasi diartikan sebagai proses pengambilan kesimpulan dengan cara mencari pola-pola penjelasan, konfigurasi yang penting, alur sebab akibat, dan proposisi. Langkah –langkah analisis ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 1. Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model) Langkah pertama, setelah pengumpulan data yang dilakukan dalam rangka menganalisis data adalah menyeleksi data yang telah terkumpul dan mentranskripnya seluruh data dari rekaman ke dalam teks-teks tertulis agar dapat diamati dengan jelas fitur-fitur/karakteristik bahasa informan. Data yang telah terkumpul kemudian kemudian diolah, diklasifikasikan, dan dibuat kategorinya, sebab penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang lebih menekankan pada kualitas atau ciri-ciri (characteristics) data yang alami. Proses klasifikasi dan katagorisasi data telah dilakukan sejak masih berada di lapangan, bersamaan dengan proses pengumpulan data, dan kemudian dilanjutkan secara lebih rinci dan lebih sistematis setelah keseluruhan data terkumpul. Dari analisis yang dilakukan nantinya akan menghasilkan verifikasi yang berupa wujud campur kode yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui, serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode dan fungsi digunakannya campur kode oleh guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui. Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masing - masing bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
298
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. PEMBAHASAN Wujud Campur Kode Untuk mengetahui gambaran wujud campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui, peneliti menggunakan teknik simak atau rekam dengan menggunakan Digital Perekam Suara (Digital Voice Recorder) dengan merek Nesdo. Perekaman dilakukan pada saat guru menjelaskan pelajaran kepada siswa tanpa diikuti peneliti. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - April 2011. Perekaman ini dilakukan oleh lima guru mata pelajaran yang berbeda latar belakang bahasa dan sukunya, juga kesenioritasannya. Dari perbedaan itu menunjukan hasil perekaman yang sangat menonjol. Dari lima guru mata pelajaran yang antara lain (1) guru Aqidah Akhlak berasal dari suku Banjar, berlatar belakang bahasa Banjar, guru senior, (2) guru Quran Hadis berasal dari suku Banjar, berlatar belakang bahasa Banjar, guru senior, (3) guru Bahasa Indonesia berasal dari suku Jawa, berlatar belakang bahasa Jawa, guru senior, (4) guru Seni dan Budaya berasal dari suku Banjar, berlatar belakang bahasa Banjar, guru yunior, (5) guru Matematika berasal dari suku Bugis, berlatar belakang bahasa Bugis, guru yunior. Dari berbagai perbedaan dan persamaan kelima guru tersebut menunjukan hasil rekaman yang alami dan nyata. Perekaman wujud campur dalam proses belajar mengajar menghasilkan campur kode bentuk kata, campur kode bentuk frase, campur kode bentuk klausa , campur kode bentuk kalimat, dan bahkan ada yang berbentuk interferensi. Perlu diketahui perngertian kata, frase, klausa, kalimat, dan interferensi. Menurut Chaer (2007: 162), kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua spasi dan yang mempunyai satu arti. Chaer (2007: 222) menjelaskan bahwa frase adalah konstruksi nonpredikatif, artinya hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase itu tidak berstruktur subjek-predikat atau berstruktur predikat objek. Menurut Chaer (2007: 231), klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif, artinya di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek,sebagai objek, dan sebagai keterangan. Kalimat adalah lafal yang tersusun dari dua buah kata atau lebih yang mengandung arti (Chaer, 2007: 240). Berbeda dengan pengertian interferensi, interferensi dilihat dari kemurnian bahasa, menurut Chaer dan Agustina (2004: 125), interferensi pada tingkat apapun (fonologi, morfologi, dan sintaksis) merupakan “penyakit” sebab merusak bahasa. Hasil campur kode bentuk kata, bentuk frase, bentuk klausa, bentuk kalimat, dan bentuk interferensi dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui dipengaruhi oleh latar belakang bahasa dan sukunya. Informan atau guru yang berasal dari suku Banjar cenderung menggunakan campur kode dalam proses belajar-mengajar. Informan atau guru yang berasal dari suku yang lain cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam proses belajar-mengajar. Faktor-Penyebab Digunakannya Campur kode Sesuai hasil rekaman yang dilakukan dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui akhirnya menghasilkan wujud campur kode dan interferensi. Wujud campur kode berupa campur kode bentuk kata, bentuk frase, bentuk klausa, dan bentuk kalimat, sedangkan interferensi berbentuk interferensi morfologi. Dari hasil rekaman itu, peneliti mengarah untuk mewawancarai para informen tentang faktor-faktor penyebab digunakannya campur kode dan interferensi dalam proses belajar-mengajar dan fungsi digunakannya campur kode dan interferensi 299
dalam proses belajar-mengajar. Wawancara dilakukan terhadap lima informan guru, yaitu guruguru mata pelajaran Akidah akhlak, Al Quran Hadis, Seni dan Budaya, Bahasa Indonesia, dan Matematika, serta 20 siswa dari masing-masing kelas diambil lima siswa di kelas delapan dengan bentuk wawancara terstruktur. Peneliti mewawancarai secara langsung kepada informan-informan yang sudah ditentukan orangnya dan disiapkan pertanyaanya. Dari beberapa informan, peneliti mengelompokkan berdasarkan latar belakang bahasa yang digunakan di rumah dan latar belakang orang tua. Lima informan guru sudah diketahui tiga orang guru berlatar belakang bahasa, yaitu bahasa Banjar, satu orang guru berlatar belakang bahasa Jawa, dan satu guru lagi berlatar belakang bahasa Bugis. Jadi, penyebab yang paling kuat digunakannya campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui adalah persamaan latar belakang bahasa dan budaya atau bahasa ibu antara guru dan siswa, ketidakmampuan berbahasa Indonesia atau lupa bahasa Indonesia, dan ingin mudah dipahami dan memahami, serta faktor kebiasaan dan lingkungan yang sama. Fungsi Penggunaan Campur Kode Berdasarkan hasil wawancara dengan lima orang guru sebagai informan dan beberapa anak yang mewakili anak kelas 8 Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui yang berjumlah 20 anak. Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran tentang fungsi penggunaan campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui, diperoleh informasi bahwa fungsi penggunaan campur kode yang utama adalah (1) untuk mempermudah pemahaman materi yang telah dijelaskan, sehingga tujuan proses belajar-mengajar diharapkan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan, dan (2) untuk menjalin keakraban antara guru dan siswa, sehinggga proses belajar-mengajar berlangsung dengan baik karena dilakukan dengan situasi yang santai. Semua itu didasarkan pada persamaan latar belakang bahasa dan budaya antara guru dan siswa. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, wujud campur kode dalam proses belajarmengajar di Madrasa Tsanawiyah Negeri Satui berupa campur kode bentuk kata, frase, klausa, dan interferensi. Faktor penyebab digunakannya campur kode dalam proses belajar-mengajar adalah adanya kesamaan latar belakang bahasa yang sama antara guru dan siswa, kebiasaan, lingkungan yang sama, merasa nyaman. Fungsi digunakannya campur kode dalam proses belajarmengajar adalah supaya penjelasan guru mudah untuk dipahami, untuk menjalin keakraban antara guru dan siswa, untuk menambah keberanian dalam menanggapi, bertanya, dan menjawab materi pelajaran. Saran Berdasarkan hasil penelitian, campur kode dalam proses belajar-mengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Satui telah dilakukan oleh guru dan siswa. Sesuai penjelasan Bab XV pasal 36 UUD 1945, “Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa Negara”. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi di lembaga-lembaga pendidikan. Dari penjelasan itu, jelas sekali bahwa seharusnya pengantar proses belajar-mengajar di sekolah menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Oleh sebab itu, disarankan agar para guru dalam mengajar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga siswa terbiasa menggunakannya.
300
DAFTAR RUJUKAN Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik. Bandung: Eresco. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional. Jakarta, 25-28 Februari 1975. Latief, Muhammad Adnan. 2010. Tanya Jawab Metode Penelitian Pembelajaran Bahasa. Malang: UM PRESS. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Miles, Matthew B., dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.
301
POTRET TOKOH UTAMA DALAM NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY (PORTRAIT OF THE MAIN CHARACTERS IN THE NOVEL OF CINTA SUCI ZAHRANA BY HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY) Hj. Laila Fitriani SMAN 4 Barabai Jl. Surapati Banua Jingah Barabai, e-mail
[email protected] Abstract Portrait of the Main Characters in the Novel of Cinta Suci Zahrana by Habiburrahman El Shirazy. Literate is never separated from the intrinsic elements which included theme, plot, characters, background/setting, language style, message and point of view. One of the intrinsic elements is the characteristic that could be seen from how the author’s creativity expressed and implied the characters of the story. The expressed one could be seen from the way of thinking, life style, outlook on life and behavior which picture out whom and how the character lives and develops in the story plot, just like the character in novel Cinta Suci Zahrana which tell about the phenomenon of a successful woman in education and work involved in finding the right one for her romance life. Keywords: intrinsic elements, main character, sociopsychology
Abstrak Potret Tokoh Utama dalam Novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy. Sastra tidak pernah lepas dari unsur-unsur intrinsik yang meliputi tema, alur, karakter, latar belakang/setting, gaya bahasa, pesan (amanat), dan sudut pandang. Salah satu unsur intrinsik adalah karakteristik yang dapat dilihat dari bagaimana ekspresi kreativitas penulis dan pengaruh karakter dari ceritanya. Salah satu ekspresi yang bisa dilihat dari cara berpikir, gaya hidup, pandangan hidup, dan perilaku yang menggambarkan seseorang dan bagaimana kehidupan karakter dan pengembangannya dalam plot cerita, seperti karakter dalam novel Cinta Suci Zahrana yang menceritakan tentang fenomena seorang wanita yang sukses dalam pendidikan dan pekerjaan terlibat dalam menemukan seseorang yang tepat bagi kehidupan asmaranya. Kata-kata kunci: unsur intrinsik, karakter utama, sosiopsikologi
PENDAHULUAN Karya sastra, pada dasarnya tidak pernah lepas dari siapa dia dihasilkan. Pengalaman dan pemahaman seorang penulis akan terbawa dalam karya yang dihasilkannya. Endraswara (2008: 78) menyebutkan sastra merupakan sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang merupakan satu tes dialektika antara pengarang dengan situasi sosial yang membentuknya yang dikembangkan dalam karya sastra. Sastra juga dianggap sebagai mimetis (tiruan) masyarakat. Novel adalah salah satu bentuk sastra tulisan yang banyak digemari oleh masyarakat. Ibrahim (1987: 35) menyebut novel sebagai cerita rekaan. Dalam novel hanya dilukiskan sebagian dari hidup tokoh dalam cerita itu, yaitu bagian hidupnya yang dapat mengubah nasibnya. Sebuah novel tidak lepas dari unsur-unsur yang ada padanya, seperti unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik novel meliputi tema, alur/plot, penokohan, latar/setting, gaya bahasa, amanat, dan sudut pandang. Di antara unsur-unsur intrinsik itu, penokohan menjadi salah satu 302
yang sangat penting dalam sebuah kajian sastra. keberadaan tokoh ini sendiri merupakan hasil cipta, rasa dan karya pengarang yang terinspirasi dari refleksi sosial dan psikologis. Hubungan antara sosial dan psikologis dalam sebuah karya sastra karena keberadaan tokoh utama ini yang kemudian menggabungkan pendekatan antara sosial dan psikologis, yang kemudian diberi nama pendekatan sosiopsikologis. Pendekatan sosiopsikologis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya ataupun zamannya pada saat cipta sastra itu diwujudkan (Aminuddin, 2011: 49). Dalam hal ini, kajian psikologis yang difokuskan adalah kehidupan sosial masyarakat dalam sastra. Kehidupan sosial masyarakat yang dimaksudkan dalam penelitian ini atau konsep sosiopsikologi dalam masyarakat yang mencakup konsep cara berpikir, konsep sikap, pandangan hidup, dan perilaku. Salah satu karya sastra yang disebut sebagai novel pembangun jiwa adalah novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy. Novel yang mengalami delapan kali naik cetak ini diterbitkan pada tahun 2012 oleh Ihwah Publishing House ini menceritakan tentang dilema seorang perempuan berjuang atas nama pendidikannya yang dikemudian dihadapkan pada persoalan percintaannya. Dalam novel ini, penokohan menjadi unsur yang dominan. Bagaimana seorang tokoh utama menghadapi persoalan hidupnya yang dilihat dari cara berpikir, sikap hidup, pandangan hidup, dan perilakunya. Pada tulisan ini, permasalahan yang diuraikan berupa unsur intrinsiknya, cara berpikir, sikap hidup, pandangan hidup, dan perilaku tokoh utama, serta keterkaitan antarunsur intrinsik yang terdapat dalam novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Syirazy. Unsur intrinsik dan keterkaitan antarunsur intrinsik akan menguraikan struktur novel Cinta Suci Zahrana. Cara berpikir akan memberikan gambaran tokoh utama dalam respon yang bermacam-macam sesuai dengan kemampuan dan kemauan pikirannya ketika berhadapan dengan permasalahan. Sikap hidup akan memberikan gambaran tokoh utama yang berkaitan dengan keadaan hati dalam menghadapi hidup ini. Pandangan hidup akan memberikan gambaran tokoh utama yang berkaitan dengan pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, dan petunjuk hidup untuk menentukan masa depan, sedangkan perilaku akan menjadi gambaran tokoh utama dalam menampilkan dirinya kepada pihak luar. Dalam novel Cinta Suci Zahrana terdapat dua tema utama yang melatarbelakangi keseluruhan isi cerita, yaitu tema tentang pendidikan dan tema tentang percintaan. Tema tentang percintaan menceritakan tentang Zahrana yang merasa kesulitan dalam mencari pendamping hidup di usianya yang telah lebih dari 30 tahun. Padahal, sebelumnya sudah ada beberapa laki-laki yang melamarnya, baik yang datang kepadanya langsung maupun kepada kedua orang tuanya. Satu per satu lamaran itu ditolak oleh Zahrana dengan alasan ingin fokus pada pendidikan. Dan ketika apa yang dia harapkan mengenai pendidikannya tercapai, sudah tidak ada lagi laki-laki pilihan yang datang kepadanya. Kalaupun ada yang datang kepadanya, sangat jauh dari gambaran laki-laki yang diinginkan Zahrana. Tema tentang pendidikan menceritakan tentang keinginan Zahrana untuk mengangkat derajat keluarganya dengan pendidikan. Dia ingin selalu menjadi yang terbaik di sekolahnya untuk membuat bangga ayah ibunya. Walaupun sempat tidak sepaham mengenai konsep pendidikan yang ingin ditempuh Zahrana dengan pendapat kedua orangtuanya, Zahrana mampu membuktikan bahwa pilihannya tidaklah salah. Dia berusaha keras dan belajar dengan giat untuk membuktikan kepada kedua orang tuanya bahwa dia bisa menjadi yang terbaik. Terbukti, dia selalu bertengger di posisi terbaik di bidang prestasi.
303
Plot atau alur yang ada dalam novel Cinta Suci Zahrana bersifat kronologis atau disebut juga plot lurus, maju atau progresif. Di awal pengenalan diceritakan tentang keberangkatan Zahrana ke Beijing Cina untuk menerima penghargaan internasional atas prestasinya yang berhasil membuat tulisan ilmiah yang bisa tembus dalam jurnal internasional yang diterbitkan oleh Tsinghua University. Kemudian dilanjutkan dengan kehidupan Zahrana dan keluarganya yang hidup sederhana. Sebagai anak satu-satunya, keinginan terbesar Zahrana adalah mengangkat derajat keluarganya dengan pendidikan. Karena itu dia bertekad untuk selalu menjadi yang terbaik. Masa sekolah dan kuliah dilewati dengan baik dan penuh prestasi. Karena tidak ingin terganggu dengan permasalahan lain di luar pendidikan, Zahrana memilih untuk menolak beberapa lamaran yang datang kepadanya. Dan permasalahan mulai terasa ketika Zahrana melihat ada yang berubah dari sikap kedua orangtuanya setelah kepulangannya dari Beijing, China. Mereka tidak terlalu antusias atas prestasi yang telah ditorehkan Zahrana. Dari sang sahabat yang bernama Lina, diketahui bahwa yang diinginkan oleh kedua orangtuanya bukan lagi sederet prestasi yang ditorehkan oleh Zahrana namun mereka menginginkan sang putri segera berumah tangga dan memberikan mereka cucu untuk menemani hari-hari tua keduanya. Zahrana pun pada dasarnya tidak keberatan, hanya saja di usianya yang telah di atas kepala tiga, dia dihadapkan pada pilihan bahwa tidak ada laki-laki yang datang kepadanya. Kalaupun ada, yang tersisa adalah mereka yang di luar dari keinginan Zahrana, seperti seseorang yang buta ilmu agama, orang yang suka kawin cerai, dan seorang atasan di kampus tempat Zahrana mengajar yang terkenal karena perilakunya yang kurang baik. Berkaca dari hal tersebut, terpaksa Zahrana harus menolak lamaran demi lamaran itu dan keputusan tersebut sempat membuat kedua orangtuanya kecewa. Setelah menolak lamaran atasannya di kampus, Zahrana memutuskan untuk mengundurkan diri dari kampus tempatnya mengajar dan kemudian memilih mengajar di sekolah yang berada dalam naungan pesantren. Zahrana berharap dengan berada di lingkungan yang dikenal religi itu akan memudahkannya untuk bertemu dengan jodohnya. Setelah berdiskusi dengan Pak Kiai di pesantren, akhirnya Zahrana pun sepakat untuk menikah dengan salah satu mantan santri di sana yang juga merupakan orang kebanggaan Pak Kiai. Zahrana tidak melihat latar belakang atau pun persyaratan lainnya, baginya laki-laki itu baik agamanya dan bertanggung jawab walaupun dia hanya seorang penjual kerupuk keliling dan hanya tamatan Madrasah Aliyah, berbeda dengan Zahrana yang tingkat pendidikannya sudah S2. Hari pernikahan telah ditetapkan. Kebahagiaan di depan mata Zahrana. Namun siapa yang bisa mengetahui takdir. Malam sebelum dilangsungkannya akad nikah, sang calon suami ditemukan meninggal karena tertabrak kereta. Tidak cukup kesedihan Zahrana karena kehilangan calon suaminya, sang Ayah juga meninggal karena serangan jantung, tidak berselang lama setelah meninggalnya calon suami Zahrana. Zahrana kembali melanjutkan aktivitasnya mengajar di sekolah setelah masa dukanya berlalu. Di suatu sore yang tidak terduga, Zahrana kedatangan tamu, yakni Dokter Zulaikha, dokter yang pernah merawatnya ketika dia tertekan beberapa waktu yang lalu pasca kegagalan pernikahannya. Rupanya kedatangan Dokter Zulaikha itu sekaligus untuk menyampaikan lamaran putranya yang bernama Hasan kepada Zahrana. Hasan adalah mahasiswa Zahrana saat masih mengajar di kampus. Usia mereka hanya terpaut beberapa tahun. Dan pada malam di bulan Ramadhan, terjadilah pernikahan antara Zahrana dan Hasan. Zahrana merupakan tokoh utama dalam novel Cinta Suci Zahrana yang posisinya sebagai tokoh protagonis atau tokoh yang baik. Zahrana digambarkan sebagai sosok perempuan berusia 30 tahunan. Penampilannya anggun dan sederhana namun mempunyai kecerdasan yang luar 304
biasa. Zahrana merupakan tipe pekerja keras dan pantang menyerah dalam meraih cita-cita. Anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya dan selalu ingin membuat bangga mereka. Zahrana juga sosok yang tegas dan disiplin kepada para mahasiswanya namun dia juga tetap sosok perempuan yang dalam menghadapi persoalan hidupnya perlu dukungan dari orang-orang terdekatnya. Latar/ setting yang terdapat dalam novel Cinta Suci Zahrana meliputi pesawat, bandara Solo dan bandara Internasional Beijing, Hotel Jianguo, Tsinghua University, Universitas Mangunkarsa, rumah Zahrana, toko buku At Thoyyibah, kantin kampus, rumah Lina, rumah Wati, STM Al Fatah, RS Roemani, dan mesjid. Gaya bahasa yang terdapat dalam novel Cinta Suci Zahrana adalah gaya bahasa yang islami. Hal ini dikarenakan novel Cinta Suci Zahrana adalah sebuah novel pembangun jiwa yang di dalam ceritanya menyelipkan pesan-pesan yang berbau keagamaan seperti lebih banyak bersabar ketika menghadapi permasalahan. Selain itu, terdapat pula ragam bahasa sosial dalam kesehariannya, dimana ragam ini digunakan dalam konteks situasi yang berhubungan dengan keadaan di saat si penutur berada dan dengan siapa si penutur berhadapan, baik itu di saat si tokoh berada di lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan pergaulan. Amanat atau pesan yang terdapat dari novel Cinta Suci Zahrana, diantaranya yaitu Dalam meraih cita-cita, diperlukan kerja keras dan kesabaran dalam menjalani setiap prosesnya dan segala sesuatu itu akan indah pada waktunya kalau kita bisa bersabar menunggu dan terus berikhtiar dalam mendapatkannya. Sudut pandang yang digunakan dalam novel Cinta Suci Zahrana menggunakan sudut pandang thirt-person atau gaya “dia”. Sosok Zahrana diceritakan dengan perantara orang ketiga yakni dia. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antar unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Cinta Suci Zahrana 1. Hubungan setting dengan penokohan. Zahrana yang diceritakan sebagai seorang dosen yang disukai oleh mahasiswanya. Karena penokohan Zahrana yang seorang dosen, latar cerita sendiri tidak lepas dari kampus ataupun sekolah. 2. Hubungan alur dengan penokohan. Jalannya cerita dalam novel Cinta Suci Zahrana bergerak maju mengikuti setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan Zahrana, dari sejak dia menjadi mahasiswa, lulus kuliah, diterima menjadi dosen di Universitas Mangunkarsa, menerima penghargaan di luar negeri, menghadapi lamaran dari dekan di fakultas tempat dia mengajar, kegagalan pernikahan karena calon suaminya meninggal dunia, sampai akhirnya dia dipertemukan dengan jodohnya yang tidak lain adalah mantan mahasiswanya. 3. Hubungan alur dengan amanat. Dengan mengetahui jalannya sebuah cerita, pembaca dapat menyimpulkan atau dapat menangkap pesan/amanat yang terdapat dalam cerita tersebut. Seperti jodoh yang kalau dikejar-kejar dia tidak akan dapat, namun tanpa dikejar, dia datang sendiri. 4. Hubungan setting dengan alur. Tempat dan waktu terjadinya cerita akan berubah-ubah tergantung dari bagian mana cerita itu diceritakan. Seperti di awal-awal cerita, setting yang digunakan adalah bandara saat Zahrana akan pergi ke luar negeri untuk menerima penghargaan, kemudian setting beralih ke Tsinghua University, tempat Zahrana menerima penghargaan, kampus tempat Zahrana mengajar, rumah tempat kedua orang tuanya, toko buku Lina, STM Al-Fatah tempat Zahrana mengajar setelah keluar dari Fakultas Teknik, Universitas Mangunkarsa.
305
5. Hubungan penokohan dengan amanat. Dalam novel Cinta Suci Zahrana, terdapat pesan tentang pentingnya pendidikan bagi kehidupan seseorang lewat tokoh Zahrana yang mampu mengangkat taraf kehidupan keluarganya menjadi lebih baik. 6. Hubungan penokohan dengan tema. Seperti dalam novel Cinta Suci Zahrana ada dua tema yang mendasari kandungan cerita, yakni tema pendidikan dan percintaan. Dalam tema pendidikan sosok Zahrana digambarkan sebagai seorang yang mempunyai keinginan yang kuat untuk meraih pendidikan sesukses mungkin sedangkan dari segi percintaan, Zahrana diceritakan sebagai seorang yang sulit mendapatkan pasangan mengingat usianya yang sudah kepala tiga. 7. Hubungan tema dengan alur. Seperti dalam novel Cinta Suci Zahrana dengan tema pendidikan dan percintaan yang melatarbelakanginya, pembaca jadi bisa menikmati setiap jalannya cerita Zahrana mulai dari masa sekolah, kuliah, bekerja sampai proses pencarian jodoh yang beberapa kali mengalami jalan terjal sampai akhirnya menemukan seseorang yang tidak pernah disangka-sangka menjadi jodohnya. 8. Hubungan tema dengan setting. Seperti dalam novel Cinta Suci Zahrana, karena tema yang ada adalah tema pendidikan maka setting yang digunakan juga pastinya masih tempattempat yang berhubungan dengan pendidikan seperti kampus dan sekolah. 9. Hubungan setting dengan amanat. Seperti yang terdapat dalam novel Cinta Suci Zahrana ketika dia dan Lina tengah berjalan-jalan mengunjungi seorang kiai di daerah Temanggung. Pemandangan di kawasan pesantren itu membuat Zahrana menyadari kalau kebahagiaan itu apabila kita mampu memberi manfaat sebanyak-banyaknya kepada orang lain. 10. Hubungan gaya bahasa dan sudut pandang. Dalam novel Cinta Suci Zahrana digunakan sudut pandang orang ketiga yakni dia (Zahrana) sebagai strategi dalam menghidupkan cerita. Selain itu, juga digunakan gaya bahasa islami dan gaya bahasa percakapan seharihari dengan bahasa yang ringan dalam penyampaian dialog-dialog antar tokoh cerita. Cara Berpikir Dalam novel Cinta Suci Zahrana, cara berpikir yang dimaksudkan adalah cara berpikir yang menitikberatkan pada pemecahan masalah yang dialami oleh sang tokoh yang bernama Zahrana. Seperti Zahrana yang dihadapkan pada keadaan yang seharusnya menempatkannya pada situasi yang menyenangkan namun justru sebaliknya, dia tidak mengerti kenapa orang tuanya nampak tidak senang dengan prestasi yang telah dia raih. Zahrana merasa tidak ada yang salah dengan undangan yang dia terima dari Universitas di Beijing atas prestasi yang telah dia ukir. Untuk pilihan pendidikan pun, beberapa kali Zahrana berbeda pendapat dengan kedua orangtuanya. Namun setelah bermusyawarah dengan kedua orangtuanya, mereka pun akhirnya mengizinkan Zahrana untuk menjalani pendidikan seperti yang diinginkan oleh Zahrana. Begitu pula ketika Zahrana diberikan tawaran untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri, mengingat kedua orangtuanya yang sudah tua dan ingin menghabiskan masa tua mereka dengan putri semata wayangnya, Zahrana pun menolak tawaran itu dan memilih tinggal bersama dengan kedua orangtuanya. Masalah percintaan juga mewarnai kehidupan Zahrana yang berada di usia 30 tahun ke atas. Sebelumnya, beberapa laki-laki coba mendekatinya dan demi alasan pendidikan Zahrana menolak lamaran demi lamaran yang datang kepadanya. Dia beranggapan bahwa fokus dan konsentrasi adalah cara terbaik untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Sehingga tidak terpikir bagi Zahrana dengan pernikahan di saat sedang menjalani pendidikan. Cara berpikir Zahrana juga terlihat ketika menghadapi lamaran dari Pak Sukarman yang merupakan dekan di kampus tempatnya mengajar. Orangtua yang sudah sangat mendambakan anak perempuannya menikah, ditambah dengan latar belakang Pak Sukarman, membuat kedua 306
orangtuanya merasa tersanjung atas lamaran tersebut. Pertimbangan Zahrana akan moral dan perilaku Pak Sukarman yang dirasa tidak pas yang membawanya kepada keputusan untuk menolak lamaran tersebut. Setelah lamaran dari Pak Sukarman ditolak, datang lagi sebuah lamaran kepadanya dari Pak Didin, salah satu rekannya sesama dosen yang memintanya menjadi istri kedua. Hati perempuan mana yang tidak sakit kalau berada di posisi Zahrana. dan kali ini dia mengambil keputusan, juga menolak lamaran tersebut. Zahrana memutuskan untuk berhenti mengajar di Universitas Mengunkarsa atas saran Ibu Merlin yang melihat adanya gelagat tidak baik dari Pak Sukarman setelah penolakan lamaran oleh Zahrana. Apalagi Lina, sahabatnya juga mendukung keputusan Zahrana ini. bagi Lina lebih baik Zahrana menghindari bahaya daripada bertahan berada di kampus tersebut. Beberapa lamaran datang kembali kepada Zahrana namun dengan pertimbangan mereka tidak sesuai dengan keinginan hati Zahrana yang menginginkan seorang pendamping yang sholeh dan mengerti agama membuatnya harus mengambil keputusan untuk menolak lamaran tersebut. Dan saran dari kedua orangtuanya untuk meminta pertolongan Pak Kiai untuk mencarikan jodoh untuknya membuat Zahrana mantap untuk menjemput jodohnya. Setelah perjuangan panjang dan melalui pergolakan batin yang hampir membuatnya putus asa. Zahrana pun bertemu dengan laki-laki yang akan menjadi jodohnya. Laki-laki yang selama ini dia harapkan, laki-laki yang akan menjadi imam baginya dan anak-anaknya kelak. Laki-laki yang direkomendasikan oleh Pak Kiai. Persiapan pernikahan pun dilakukan. Zahrana mengundang semua teman-temannya. hanya satu yang tidak dia undang, yakni Pak Sukarman. Zahrana berpikir, dia tidak ingin merusak acara pernikahannya dengan kehadiran Pak Sukarman. Sikap Hidup Sikap hidup dalam novel Cinta Suci Zahrana mengacu kepada keadaan hati dalam menghadapi hidup ini. Bisa berbentuk sikap yang positif atau negatif, optimis atau pesimis. Dalam bidang pekerjaan Zahrana merasa optimis memandang profesinya sebagai seorang dosen. Dia berharap para mahasiswanya bisa menjadi orang yang sukses dan berhasil melebihi apa yang telah dia raih. Dalam kehidupan percintaan, Zahrana merasa sudah pesimis untuk mendapatkan pendamping hidup. Dia menyadari telah begitu banyak membuang waktu selama ini. di saat ada yang menyatakan niat serius ingin melamarnya, dia terlalu sibuk mengejar prestasi demi prestasi sehingga melupakan kalau ada hal yang lebih penting dari sekedar mengukir prestasi akademik semata. Pandangan Hidup Dalam novel Cinta Suci Zahrana, pandangan hidup ini menjadi arahan dalam menentukan setiap langkah dalam menyelesaikan sebuah permasalahan ataupun sebagai sebuah penyemangat dalam menjalani kehidupan. Seperti pesan ibunya untuk bersungguh-sungguh dalam menjalani pendidikan agar tidak dipandang hina oleh orang lain, motivasi dari guru dan dosennya menjadi penyemangat Zahrana dalam menyelesaikan pendidikannya dengan prestasi yang memukau. Zahrana menyadari meskipun di usianya yang sekarang, tiga puluh empat tahun. Namun berdasarkan perenungannya. Dia tidak ingin gegabah dalam memutuskan siapa pendamping hidupnya kelak. Dia tidak mau menikah asal-asalan. Apalagi ini menyangkut masa depannya kelak dan juga masa depan anak-anaknya. Karena itu dia tidak ragu untuk menolak lamaran Pak Sukarman yang dirasa tidak sesuai dengan keyakinannya. Apa yang Zahrana putuskan juga sesuai dengan pendapat Lina yang meyakinannya bahwa rizki, umur, dan nasib manusia ada di tangan Allah dan sebaiknya jangan takut pada apapun dan pada siapapun. 307
Pandangan hidup tentang sedekah dalam Islam didapatkan Zahrana ketika mengunjungi seorang Kiai yang masih ada hubungan keluarga dengan Lina di Temanggung. Selain itu, Zahrana juga belajar tentang keikhlasan, ikhlas meninggalkan dunia mengajar di kampus yang sangat dicintainya dan mengabdi dimana saja selama pengetahuan yang dia miliki bermanfaat bagi orang lain. Dalam memutuskan jodoh pun, Zahrana mempunyai pandangan tersendiri. Baginya, pengetahuan agama dan kesalehan seseoranglah yang menjadi pertimbangannya. Hal ini juga didukung oleh pendapat sang ibu yang juga mengharapkan menantu yang mengerti agama. Di saat-saat terpuruk karena kegagalan pernikahannya, beruntunglah Zahrana mempunyai sahabat yang selalu menguatkannya. Lina mengatakan kalau apa yang dialami Zahrana adalah ujian dari Allah Swt. Karena segala sesuatu yang terjadi pasti atas kehendak-Nya. Dan semua perkara bagi orang mukmin itu baik. Jika dapat nikmat bersyukur dan jika dapat musibah bersabar. Perilaku Perilaku tokoh utama dalam novel Cinta Suci Zahrana meliputi: 1. Perilaku yang bersungguh-sungguh dalam menjalani pendidikan Sebagai anak semata wayang, Zahrana ingin membanggakan kedua orangtuanya dengan prestasi yang dicapainya dalam bidang pendidikan. Tidak ada kata menyerah ataupun bersantai-santai, keinginannya adalah menjadi yang terbaik. Tidaklah heran kalau kemudian Zahrana mampu menunjukkan prestasi terbaiknya, baik selama sekolah maupun ketika lulus kuliah. 2. Perilaku berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan Zahrana tidak mau menyia-nyiakan ilmu yang telah dia perolah selama sekolah maupun ketika masa-masa kuliah. dia terus mengasah kemampuannya dengan terus menulis tentang bidang keilmuan yang digelutinya. Hasilnya beberapa tulisannya mampu tembus di jurnal internasional, bahkan dia mendapat penghargaan dari Tsinghua University atas ide-ide briliannya tentang dunia arsitektur. Dalam mengajar pun, Zahrana merupakan salah satu dosen yang sangat berdedikasi tinggi, dia sangat suka mengajar. Dia tidak akan membolos mengajar kecuali itu memang sangat mendesak. 3. Perilaku kasih sayang kepada kedua orangtua Mengingat hanya Zahrana yang menjadi anak semata wayang dari kedua orangtuanya, Zahrana pun memutuskan untuk menolak tawaran menjadi dosen di UGM yang pada dasarnya akan tinggal berjauhan dari kedua orangtuanya. Selain itu, Zahrana juga menolak tawaran beasiswa kuliah di luar negeri karena pertimbangan keberadaan kedua orangtuanya. Zahrana tidak ingin menjadi anak yang tidak berbakti kepada kedua orangtuanya, apalagi mengingat permintaan kedua orangtuanya yang juga menginginkan Zahrana tetap berada di samping mereka. 4. Perilaku yang berpegang teguh pada keyakinan Zahrana merupakan sosok yang tidak bisa dilepaskan dari keyakinan yang dianutnya, baik yang menyangkut kepercayaan maupun karena hasil pemikiran. Keyakinan ini lah yang menyebabkan Zahrana berani mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidupnya. Seperti menolak lamaran Pak Sukarman yang dikarenakan tidak sesuai dengan keinginan hatinya yang bersumber pada pemikirannya akan moral Pak Sukarman yang tidak bisa diterima olehnya. Keputusan lainnya adalah juga menolak lamaran-lamaran selanjutnya seperti lamaran Pak Didik yang memintanya menjadi istri kedua. Zahrana tidak bisa terima karena bertentangan dengan hatinya. begitu pula dengan lamaran berikutnya yang menurut keyakinan agamanya, dimana salah satu syarat calon suami yang baik adalah baik dari segi agamanya dan Zahrana tidak melihat adanya hal itu. dia terpaksa menolak lamaran 308
tersebut. dan karena berpatokan pada keyakinan agama yang baik, Zahrana kemudian menerima seorang laki-laki yang direkomendasikan oleh Pak Kiai bernama Rahmad yang hanya berprofesi sebagai tukang kerupuk karena mengingat agama dan akhlak dari Rahmad yang dapat dipercaya. Rahmad adalah santri kepercayaan Pak Kiai. 5. Perilaku yang sabar dan ikhlas dalam menghadapi cobaan Jodoh yang diharapkan tidak kunjung datang di saat usia Zahrana semakin melampaui kepala tiga membuatnya juga dilanda keresahan, terlebih jika mengingat bagaimana kedua orangtuanya yang sangat menginginkannya segera menikah. Kalaupun ada lamaran yang datang, itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Penolakan demi penolakan membuatnya menyadari kalau dia telah banyak menyia-nyiakan orang-orang yang baik yang pernah datang padanya. Kini ketika dia menyadari itu, yang datang padanya justru orang-orang yang jauh dari harapannya. Zahrana berusaha untuk memasrahkan segala sesuatunya kepada Allah Swt. dan tidak henti berdoa agar diberikan jodoh yang terbaik. Ketika jodoh yang diharapkan datang, Zahrana kembali dihadapkan pada kegagalan pernikahannya sendiri, sang calon suami meninggal dunia tepat pada malam hari, sedangkan besok hari akad nikah akan digelar. Kesedihan Zahrana tidak sampai di situ saja. Karena tidak kuat menghadapi tekanan dan kesedihan yang menimpa putrinya, sang ayah mengalami serangan jantung yang menyebabkannya meninggal dunia. Dua kehilangan sekaligus yang diterima Zahrana. Berkat dukungan dari Lina dan para dokter yang merawatnya, Zahrana mampu bangkit dari kesedihannya dan mengikhlaskan segala musibah yang terjadi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada novel Cinta Suci Zahrana terdapat tema tentang percintaan dan pendidikan. Sebagian besar, latar dan settingnya berada di area pendidikan, seperti kampus dan sekolah. Dalam novel ini juga diceritakan tentang Zahrana yang mempunyai cara berpikir, sikap, pandangan hidup dan perilaku yang ditampilkan ketika dihadapkan pada berbagai permasalahan. Seperti cara berpikir Zahrana yang menghadapi lamaran dari atasannya yang sama sekali tidak diharapkannya. Zahrana yang meskipun sudah tahu akan menolak lamaran tersebut namun dia tetap berusaha menjaga perasaan orang-orang di sekitarnya dengan tidak secara langsung menyampaikan penolakannya. Dia menggunakan media surat untuk menjawab lamaran Pak Sukarman. Sikap hidup Zahrana yang diusia 30 tahun lebih belum juga mendapatkan pendamping, padahal dulu dia sering menolak lamaran yang datang kepadanya. Pandangan hidup Zahrana yang tidak lepas dari pandangan keagamaan yang berusaha ikhlas dan sabar menerimanya dan berusaha mengembalikan segala sesuatunya kepada ketentuan Allah Swt. Perilaku Zahrana juga tidak lepas dari berbagai faktor yang melatarbelakanginya seperti pengalaman masa lalu, sehingga Zahrana sungguh-sungguh dalam menjalani pendidikan, berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan, kasih sayang terhadap orang tua, berpegang teguh kepada keyakinan dan sabar dan ikhlas dalam menghadapi cobaan.
309
DAFTAR RUJUKAN Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo El Shirazy, Habiburrahman. 2012. Cinta Suci Zahrana. Jakarta: Ihwan Publishing House Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra. Jakarta: Media Pressindo Ibrahim, Abd. Syukur. 1987. Kesusteraan Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional
310
Indeks Pengarang JURNAL BAHASA DAN SASTRA (JBS) Jilid 3 (Tahun 2013)
Asi, Y. E., 200 Cahaya, N. 123 Desriani, E., 111 Effendi, R., 111 Fitriani, L., 313 Ghazali, A. S., 19 Hatmiati, 279 Herawati, S. H., 259 Jaleha, S., 274 Jumadi, 141 Kamal, S., 252 L.A.S., M., 151 Lestari, A., 151 Listia, R., 252 Mahmudi, 61 Mardikayah, 79 Mauliani, S., 163 Noortyani, R., 79, 289 Normiani, A., 93 Radiansyah, 141 Rafiek, M., 4, 184 Ramadania, F., 266 Ratnawati, I. I., 244 Roekhan, 35 Sabhan, 93 Soewignyo, H., 217 Yazidi, A., 47, 231 Yulianti, L., 302 Zulkifli, 163, 175
310.1 311
Indeks Mitra Bebestari JURNAL BAHASA DAN SASTRA (JBS) Jilid 3 (Tahun 2013) Untuk penerbitan Jilid 3 Tahun 2013, semua naskah yang disumbangkan kepada Jurnal Bahasa dan Sastra (JBS) sudah ditelaah dan dinilai kelayakannya oleh mitra bebestari di bawah ini. 1. Rustam Effendi (Universitas Lambung Mangkurat) 2. Jumadi (Universitas Lambung Mangkurat) 3. Imam Suyitno (Universitas Negeri Malang) 4. Heri Suwignyo (Universitas Negeri Malang) 5. Zulkifli (Universitas Lambung Mangkurat) Penyunting Jurnal Bahasa dan Sastra (JBS) mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para mitra bebestari yang telah menelaah dan menilai kelayakan artikel ilmiah dalam jurnal ini.
310.2 312
Petunjuk bagi (Calon) Penulis Jurnal Bahasa dan Sastra (JBS)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Artikel yang ditulis untuk JBS adalah hasil penelitian atau hasil pemikiran di bidang bahasa, sastra, dan pembelajarannya. Naskah diketik dengan huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan jarak 1 spasi, dicetak pada kertas A4 sepanjang maksimum 20 halaman, dan diserahkan dalam bentuk print out sebanyak 3 eksemplar beserta filenya ke sekretariat pengelola JBS. Berkas (file) dibuat dengan Microsoft Word. Artikel dalam bentuk file dapat juga dikirim langsung melalui e-mail ke
[email protected]. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan di bawah judul artikel. Jika naskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis perlu mencantumkan alamat e-mail dan/atau alamat korespondensi. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris disertai judul pada masing-masing bagian artikel. Judul artikel dicetak dengan huruf besar di tengah-tengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub bagian dicetak tebal atau tebal dan miring). Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik), abstrak (maksimum 100 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian, metode; hasil; pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumbersumber yang dirujuk). Sistematika artikel hasil pemikiran adalah judul, nama penulis (tanpa gelar akademik), abstrak (maksimum 100 kata), kata kunci, pendahuluan yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan, bahasan utama(dapat dibagi ke dalam beberapa subbagian), penutup atau kesimpulan, daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk). Judul, abstrak, dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia). Panjang masing-masing abstrak 75-100 kata, sedangkan jumlah kata kunci 3-5 kata. Abstrak minimal berisi judul, tujuan, metode, dan hasil penelitian. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang diutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi) atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama, tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contohnya: (Rafiek, 2011: 2). Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.
313
Buku: Rafiek, Muhammad. 2010. Psikolinguistik: Kajian Bahasa Anak dan Gangguan Berbahasa. Malang: Universitas Negeri Malang Press. Buku kumpulan artikel: Saukah, Ali & Waseso, Mulyadi Guntur (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang Press. Buku terjemahan: Bucaille, Maurice. 1995. Firaun dalam Bibel dan Al-Quran: Menafsirkan Kisah Historis Firaun dalam Kitab Suci Berdasarkan Temuan Arkeologi. Terjemahan oleh Muslikh Madiyant. 2007. Bandung: Mizania. Artikel dalam buku kumpulan artikel: Bottoms, J. C. 1965. Some Malay Historical Sources: A Bibliographical Note. Dalam Soedjatmoko, Mohammad Ali, G. J. Resink, & G. MCT. Kahin (Eds.), An Introduction to Indonesian Historiography (hlm. 156-193). New York: Cornell University Press. Artikel dalam jurnal: Bertens, K. 1989. Etika dan Etiket Pentingnya Sebuah Perbedaan. Basis, XXXVIII (7): 266273. Artikel dalam Koran: Antemas, Anggraini. 6 Desember 2006. Adat Istiadat Perkawinan Urang Banjar (III), Bapingit-Badudus Sebelum Akad Nikah. Banjarmasin Post, tanpa halaman. Dokumen resmi berupa kamus atau pedoman atau undang-undang: Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya. Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian: Rafiek, Muhammad. 2010. Mitos Raja dalam Hikayat Raja Banjar. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Makalah seminar, lokakarya, penataran: Indriyanto. 2001. Peranan dan Posisi Ilmu Sejarah dalam Menjawab Tantangan Zaman. Makalah disajikan dalam Diskusi Masyarakat Indonesia Sadar Sejarah di Semarang, Fakultas Sastra UNDIP, Semarang, 30 Mei. Rujukan dari internet: Ahmad, Syarwan. 2009. Filologi Hikayat Prang Sabi (Online), (http://blog.harian-aceh.com/ filologi-hikayat-prang-sabi.jsp, diakses 18 Desember 2009). Manuaba, Putera. 2001. Hermeneutika dan Interpretasi Sastra, (Online), (http:// www.angelfire.com/journal/fsulimelight/hermen.html, diakses 10 November 2009).
314
9.
Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, dan gambar mengikuti ketentuan dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah atau mencontoh langsung dari artikel yang sudah terbit dalam JBSP. 10. Semua naskah ditelaah oleh penelaah ahli yang ditunjuk oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk memperbaiki artikelnya atas saran perbaikan dari penelaah ahli. Kepastian pemuatan artikel ilmiah akan diberitahukan kepada penulis. 11. Segala sesuatu yang menyangkut izin pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah artikel atau hal ikhwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel termasuk konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut. 12. Sebagai prasyarat bagi pemrosesan artikel, para penyumbang artikel wajib menjadi pelanggan minimal selama satu tahun. Penulis yang artikelnya dimuat wajib membayar kontribusi biaya cetak sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per judul. Sebagai imbalannya, penulis menerima nomor bukti pemuatan sebanyak 5 (lima) eksemplar.
315
FORMULIR BERLANGGANAN
Mohon dicatat sebagai pelanggan JBS Nama
: ……………………………………………………………………….....................
Alamat
: ……………………………………………………………………………………. ………………………………..(Kode Pos …………………………………….....)
Harga langganan mulai 1 April 2011 (2 nomor) Untuk satu tahun · Rp. 100.000,- untuk wilayah Kalimantan Selatan · Rp. 150.000,- untuk wilayah Kalimantan Barat, Tengah, dan Timur · Rp. 200.000,- untuk wilayah luar Kalimantan
Formulir ini boleh diperbanyak
(…………………………)
———————————gunting di sini dan kirimkan ke alamat Jurnal BS————————-
BERITA PENGIRIMAN UANG LANGGANAN
Dengan ini saya kirimkan uang sebesar: a. Rp. 100.000,- untuk langganan 1 tahun (2 nomor) mulai Nomor ………… Tahun .............. b. Rp. 150.000,- untuk langganan 1 tahun (2 nomor) mulai Nomor ………......Tahun............. c. Rp. 200.000,- untuk langganan 1 tahun (2 nomor) mulai Nomor ………… Tahun............... (Lingkari salah satu) Uang tersebut telah saya kirim melalui: BNI Capem Universitas Lambung Mangkurat, rekening nomor 0103958218 a.n. Program Studi Pascasarjana Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia
316