DAFTAR ISI
BAHASA INGGERIS UNTUK USIA DINI Pengantar
I - II
Pendahuluan
III – IV
BAB I ALASAN PENGENALAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH DASAR Pendapat para pakar dan Temuan sekitar Pengenalan Bahasa Inggris di Sekolah Dasar 1–8
BAB II SEJARAH A. Sejarah pembentukan Pembentukan Pengajaran Bahasa Inggris untuk Usia Dini
8 – 12
B. Peran Lembaga Pendidikan Formal dan Nonformal
12—15
C. Beberapa pendapat anak2
15 – 20
D. Sepuluh tahun upaya keberhasilan di Eropa
20 - 25
BAB III BERBAGAI TEORI TENTANG KARAKTERISTIK PEMBELAJAR USIA DINI A. Pertimbangan Linguistis dan Psikologis pada FLES
26 - 31
B. Karakteristik Pembelajar Usia Dini
31 – 33
C. Apa kata para ahli bidang yang berkaitan tentang cara belajar pembelajar usia dini
33 – 39
BAB IV TEORI PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA A. Lima Hipotesis Pemerolehan Bahasa Kedua 1. Perbedaan Pemerolehan dengan Belajar
40 – 42
2. Hipotesis Urutan Natural
42
3. Hipotesis Monitor
42 - 44
4. Hipotesis Input
45 - 47
5. Hipotesis Filter Afektif
47 – 50 50 – 55
B. Variabel Penyebab pada Pemerolehan Bahasa Kedua
BAB V PENDEKATAN, KURIKULUM DAN PENGEMBANGAN MATERI A. Pendekatan dan Metode dalam Pengajaran Bahasa Asing untuk Usia Dini
55 - 61
B. Kurikulum
61 - 81
C. Pengayaan Pembelajaran Bahasa Asing melalui Pemanfaatan Nanyian dan Permainan 1. Pemanfaatan Nanyian untuk Mengajar
82 - 88
2. Pemanfaatan Permainan untuk Mengajar
88 – 103
D. Memotivasi Kegiatan Pengembangan Bahasa Lisan melalui Pembacaan Ceritera 1. Kriteria yang Bermanfaat untuk Memilih Kata Kunci dan Materi Visual
104 - 105
2. Saran untuk Membantu Guru Berceritera
106 - 107
3. Pengorganisasian Ceritera untuk Berceritera di Kelas Bahasa Asing
107 – 114
Penjelasan Teknik Guru untuk mengajar ceritera THE THREE BEARS.
107 - 114
BAB VI MERENCANAKAN PENGAJARAN
115
A. Menganekaragamkan Fokus
116 - 118
B. Materi Belajar dan Peralatan
118 - 122
C. Model Rencana Pengajaran
122 - 125
Referensi
BAHASA INGGRIS UNTUK USIA DINI
Pengantar 8 tahun sejak penerbitan pertama buku Bahasa Inggris untuk Usia Dini sebagai versi Bahasa Indonesia buku English for Young Learners dengan penulis yang sama yaitu Dra. M. F. Sri Ekonomi, sebagai penulis saya merasa perlu untuk mengevaluasi apa yang telah terjadi dan perubahan apa yang telah terjadi dengan pengenalan pelajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Sekolah Dasar di Indonesia pada penerbitan kedua ini. Pertama-tama saya ingin mengatakan bahwa walaupun pengenalan Bahasa Inggris di Sekolah Dasar dihentikan dengan terbitnya Kurikulum 2013, keyakinan bahwa Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing masih sangat diperlukan tidak akan berubah. Pembicaraan dalam buku ini masih dipusatkan pada bagaimana pengenalan Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Indonesia akan lebih menguntungkan bagi bangsa Indonesia. Ditinjau dari sudut penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, situasi di Indonesia bisa disebut unik dibandingkan dengan negara lain. Berbeda dengan Singapura, Filipina, Malaysia, India misalnya, dimana Bahasa Inggris digunakan sebagai alat komunikasi atau lingua franca bagi masyarakatnya dan juga sebagai bahasa resmi untuk administrasi di negara-negara tersebut, atau bahasa kedua bagi masyarakatnya setelah bahasa pertama yang digunakan untuk komunikasi di rumah, Indonesia menempatkan status Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing yang berarti bahwa Bahasa Inggris bukan lingua franca atau alat komunikasi di seluruh Indonesia, juga bukan digunakan sebagai bahasa administrasi atau bahasa formal untuk penyelenggaraan negara. Dengan perbedaan status Bahasa Inggris seperti disebutkan di atas, kebutuhan belajar Bahasa Inggris untuk anak2 usia dini di Indonesia juga berbeda dengan kebutuhan anak dengan
usia sama di Singapura, misalnya. Oleh karena itu tidaklah benar jika cara mengajar Bahasa Inggris untuk usia dini di Singapura hanya diduplikasi atau dilakukan sama di Indonesia. Ini semua disebabkan oleh perbedaan pengenalan Bahasa Inggris untuk usia dini di Sekolah Dasar di Indonesia juga berbeda. Kita akan menemukan alasan mengapa pengenalan Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Sekolah Dasar di Indonesia lebih bermanfaat daripada sesudahnya pada Bab I buku ini, yaitu edisi ke 3 (dalam Bahasa Indonesia) dari buku tulisan saya berjudul English for Young Learners (dalam Bahasa Inggris). Dengan bertambahnya pengalaman saya mengajar mata kuliah English for Young Learners di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP , Universitas Lambung Mangkurat, saya memperoleh banyak tambahan informasi dan pengetahuan untuk ditulis dalam buku ini. Dibandingkan dengan buku dengan judul sama yang saya tulis pertama dan kedua, dalam buku ini terdapat perbaikan dan penambahan informasi dari para ahli di dalam dan luar negeri di bidang ini, yang saya kumpulkan dari buku-buku, makalah dalam jurnal maupun seminar, termasuk komunikasi secara langsung pada waktu menghadiri seminar internasional yang diselenggarakan di Indonesia. Juga berbagai pendapat, pikiran , argumentasi maupun kekhawatiran teman-teman seprofesi yang disampaikan kepada saya secara langsung. Saya sangat menghargai itu semua sebagai penambahan bahan tulisan dan semangat menulis saya. Saya sangat beruntung mendapat kesempatan menulis buku ini dan sangat berterma kasih kepada seluruh staf di Jurusan Bahasa dan Seni, Prodi Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya juga kepada semua kolega di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris atas segala dukungan dan pendapat guna melengkapi informasi yang saya perlukan dalam buku ini. Anda seluruhnya, tua dan muda,
adalah orang-orang yang sangat istimewa bagi saya dan ini menambah keberanian saya untuk menyelesaikan buku ini. Saya juga sangat menghargai keluarga saya, anak, menantu dan cucu2 yang sangat manis Putri, Jericho, Angelica, Joshua dan tiga orang yang baru datang dalam keluarga saya Graciella, Johnatan dan Juan Felix atas pengertian dan kehadiran mereka menemani saya setiap saat bahkan jika saya asyik dengan komputer saya. Mereka semua seperti para malaikat yang selalu memberi dukungan kepada saya.
M.F. Sri Ekonomi – June 2015
Pendahuluan Terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0487/4/1992 tentang mata pelajaran muatan lokal di Sekolah Dasar dan No. 060/U/1993
tentang pengenalan Bahasa Inggris sebagai muatan lokal sejak kelas 4 SD kemudian dilanjutkan dengan penerapan dan pelaksanaan mengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing secara formal sebagai muatan lokal di Indonesia. Di Kalimantan Selatan, isu tentang Bahasa Inggris di Sekolah Dasar mulai berkembang secara luas sejak tahun 2000. Situasi ini terus berkemang dan leih banyalk lagi Sekolah Dasar yang memprogramkan Bahasa Inggris dalam kurikulumnya walaupun tanpa pertimbangan yang masak, apalagi persiapan yang memadai.
Kita tidak dapat sepenuhnya menyalahkan para guru yang
mengajarkan Bahasa Inggris ini dengan benar sebab secara formal, mereka memang tidak pernah mempelajari atau berlatih mengajar Nahasa Inggris sebagai bahasa asing dengan benar untuk anak usia dini. Penerbitan Surat Keputusan
Menteri Pendidikan 1993 tersebut, dimana
disebutkan bahwa Bahasa Inggris boleh diajarkan sebagai muatan lokal, bukan wajib, tidak diikuti dengan program untuk memproduksi/ memberikan pelatihan untuk mengajar Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Sekolah Dasar secara ormal dalam kurikulum Jurusan atau Prodi Pendidikan Bahasa Inggris di FKIP dan Lembaga Pendidikan Guru. Ini adalah bidang yang perlu diprogramkan secara khusus karena pengajaran Bahasa Inggris untuk usia dini sangat berbeda dengan pengajaran bahasa Inggris untuk tingkat yang lebih tinggi SMP, SMA dan SMK yang selama ini ditangani di Jurusan/Prodi Bahasa Inggris. Pengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing untuk Sekolah Dasar sebenarnya perlu dilaksanakan pendidikan dan pelatihannya secara formal dan nasional setelah diterbitkannya SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut. Setelah 20 pelaksanaan pengajaran Bahasa Inggris untuk SD, hampir semua sekolah dasar telah melaksanakannya, banyak guru lulusan Prodi Bahasa Inggris diangkat sebagai guru Bahasa Inggris di SD. Berlakunya peruahan dimana tidak ada guru bidang studi di SD yang
menyatakan bahwa tidak ada guru Bahasa Inggris di SD, menimbulkan kebingungan mereka lulusan Pendidikan Bahasa Inggris yang sudah diangkat sebagai guru Bahasa Inggris di SD , bukan lulusan PGSD, tentangstatus yang mereka sandang termasuk status Bahasa Inggris sebagaqi mata pelajaran, dilanjutkan atau tidak. Dengan terbitnya Kurikulum 2013, bahasa Inggris dinyatakan tidak sebagai muatan lokal, tetapi sebagai mata pelajaran tambahan yang bisa dipilih siswa.
Semaki banyak SD yang kemudian meniadakan Bahasa Inggris dari
kurikulumnya dan di beberapa tempat ini diormalkan dengan SK Departemen Pendidikan Nasional tingkat Daerah. Inilah situasinya saat ini. Bagaimanapun kacaunya situasi tentang status pengajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di SD, kenyataan pentingnya pembelajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa asing sejak usia dini masih merupakan bidang yang penting karena di SD itulah saat yang tepat untuk mulai belajar Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Indonesia. Ini penting untuk siswa memulainya, dan penting untuk guru agar memiliki persepsi, pengetahuan dan ketrampilan yang sama dalam mengajarkan di tingkat SD. Buku English for Young Learners edisi ketiga ini berisi lebih banyak informasi yang diperolah dari pengalaman penulis dalam mengajar mata kuliah English or oung Learners sejak tahun 2003, lebih banyak bacaan dan pemahaman bidang ini untuk mmemperkuat keyakinan tentang bagaimana pentingnya isu ini dalam upaya mengajar Bahasa Inggris untuk siswa di Indonesia agar menjadi penutur Bahasa Inggris yang berterima secara internasional. (seperti dinyatakan dalam Kurikulum Bahasa Inggris tahun 1994 di Indonesia)
BAB I ALASAN PENGENALAN BAHASA INGGERIS DI SEKOLAH DASAR
Kini ketika Bahasa Inggeris telah diperkenalkan di Sekolah Dasar di Indonesia, kita perlu memiliki pengetahuan yang benar tentang apa yang membuatnya layak diajarkan di tingkat pendidikan ini. Untuk itu kita bisa mempelajari dari pendapat, temuan dan pernyataan dari para pakar di bidang pembelajaran usia dini , bidang pendidikan bahasa asing dan pakar lain pada bidang yang berkaitan dengan pembelajar usia dini. Berikut ini beberapa yang dinyatakan oleh Faye L. Bumpass, Dr. Wilder Penfield, Norman Mc. Quown, dan yang lainnya.
Pendapat pakar dan Temuan sekitar Pengenalan Bahasa Inggeris di Sekolah Dasar Anak-anak sesungguhnya dapat mempelajari bahasa lain dan dapat berbicara dalam bahasa itu dengan mudah, secara idiomatik dan hampir tidak terdengar aksen bahasa aslinya (Bumpass: 1963, 4). Ini berarti bahwa pengenalan Bahasa Inggeris sebagai bahasa asing di sekolah dasar dapat lebih bermanfaat daripada pengenalannya di tingkat sekolah menengah pertama, sehingga mereka dapat berbicara dalam bahasa asing sebaik dalam bahasanya sendiri. Beberapa argumentasi telah dinyatakan oleh para ahli di bidang pengajaran bahasa asing untuk usia dini yang juga memberi dukungan terhadap gagasan untuk menempatkan pembelajaran bahasa asing di tingkat sekolah dasar. Salah satu diantaranya adalah Faye L. Bumpass yang menulis dalam bukunya Teaching Young Learners English as a Foreign Language. Seperti telah dinyatakan di atas, ia mengatakan bahwa pembelajar usia dini dapat mempelajari bahasa lain/asing dengan mudah, secara idiomatik dan hampir hilang aksen bahasa aslinya. Sebenarnya mempelajari bahasa asing melibatkan proses yang rumit; namun anak2 mempelajari, memahami dan berbicara dalam bahasa asing dengan mudah. Pada dasarnya, untuk
anak2, bahasa merupakan prilaku verbal yang dapat dipelajari sebagai bagian integral dari respons prilaku mereka. Dalam belajar bahasa asing anak2 menunjukkan antusiasme dan minat yang besar serta dapat mempelajarinya dengan benar dan perasaan senang. Pengetahuan bahasa dibangun melalui pengalaman mereka dengan benda2 dan situasi di sekitarnya sedikit demi sedikit melalui proses yang berlangsung langkah demi langkah. Bumpass menyatakan bahwa secara alamiah ada dua kualitas yang membantu anak2 dalam mempelajari bahasa asing. Pertama, mereka mempunyai persepsi
pendengaran dan
ingatan yang tajam. Suatu kebisaan yang mencapai puncaknya sebelum usia duabelas tahun, mereka dapat belajar menirukan bunyi dengan cepat dan akurat dan dapat menahan bahasa yang baru dipelajarinya tanpa kesulitan.. (Bumpass: 1963, 4). Kedua, anak2 memiliki lebih sedikit hambatan dan dapat memberikan respons jauh lebih mudah tanpa menyadarinya. Masalah2 ini hampir selalu muncul pada siswa yang lebih tua dalam mempelajari bahasa yang baru. Dr. Wilder Penfield, seorang ahli syaraf dari Kanada mendukung pandangan. Penfield mengatakan bahwa hal tersebut sejalan dengan apa yang dinyatakan dalam teori mekanisme otak sebagai bakat alamiah anak dalam belajar. Ia menyatakan bahwa: ”Perkembangan psikologi dari ‘organ berpikir’ (otak) menyebabkan anak2 memiliki kekhususan belajar berbahasa sebelum usia sepuluh sampai empatbelas tahun sebelum otak lebih mengeras dan kurang cepat atau kurang reseptif melaksanakan fungsi ini dan menjadi lebih siap untuk bernalar dan berpikir abstrak” Dalam penelitiannya ia menemukan bahwa: dalam berbicara, semakin muda anak semakin mudah ia menyerap bahasa2 dan selanjutnya mengatakan bahwa: “usia optimum untuk mulai belajar bahasa kedua secara berkelanjutan jatuh di antara usia empat sampai delapan tahun, dengan kinerja paling optimal diantisipasi di usia delapan, sembilan dan sepuluh tahun.
Pada periode usia dini ini otak nampaknya memiliki keluwesan tertinggi dan memiliki kebisaan khusus yang diperlukan untuk memperoleh kemampuan berbicara” (Penfield dalam Bumpass: 1963, 5). Ia juga menyimpulkan bahwa anak2 sebelum usia remaja adalah multilingual; ini artinya bahwa mereka menyukai bahasa rahasia: ‘pig Latin’ atau kode bahasa lain yang mereka ciptakan. Bahasa asing dapat ditambahkan sebagai salah satu jenis bahasa semacam bahasa yang mereka sukai dalam periode ini. Kebutuhan dasar ini dapat dipenuhi kalau anak2 diberi kesempatan untuk belajar dan memperoleh bahasa asing sebagai alat komunikasi sebenarnya yang baru dan mengasyikkan. Norman Mc. Quown dalam laporannya pada UNESCO International Seminar on the Teaching of Modern Languages, menyatakan pandangan yang sama tentang keuntungan mempelajari bahasa yang baru bagi anak usia dini, ia mendukung gagasan tersebut dan mengatakan bahwa: “Keuntungan psikologis pengenalan dini (dalam belajar berbahasa) dirasa besar: kegemaran anak mengulang-ulang, tidak adanya hambatan yang berarti untuk kegitan menirukan bunyi, kepekaannya pada bentuk2 yang didengarnya, keluwesan alat ucapnya – kesemuanya ini menguntungkan untuk memulai pembelajaran bahasa asing di sekolah dasar.” Pernyataannya selanjutnya memberi lebih banyak informasi yang mendukung gagasan bahwa secara alamiah anak2 bakat untuk belajar bahasa dan mempelajari bahasa yang baru lebih dini dalm proses pendidikannya merupakan hal yang wajib dilaksanakan. Keluwesan alat2 ucapnya sangat bermanfaat untuk melatih anak2 memproduksi bunyi2 asing tepat seperti bunyi2 itu diproduksi oleh penutur aslinya. Kemampuan inilah yang selalu menjadi masalah bagi mereka yang lebih dewasa karena mereka sudah terbiasa memproduksi bunyi2 dalam bahasanya sendiri saja. Ketika lebih tua usianya (lebih dari 12 – 14 tahun), secara bertahap mereka kehilangan keluwesan alat ucapnya dan bagi mereka pengucapan bunyi yang tidak ada dalam bahasa mereka menjadi sulit. Mereka cenderung memproduksi bunyi yang menurut mereka serupa dengan
bunyi2 yang ada dalam bahasanya sendiri. Sebagai akibatnya, pembelajar yang lebih tua akan sulit berbicara dengan ucapan yang sempurna. Referensi Cleveland Plan untuk Belajar Bahasa di sekolah dasar memberi contoh sikap yang sama: “Jika usia anak lebih muda,ia akan lebih mudah memperoleh bahasa baru dan pengucapan yang sempurna.” Selanjutnya ia menyatakan alasannya yaitu ditemukannya fasilitas yang lebih besar yang dimiliki anak usia dini yaitu bilingualisme alamiah mereka. Aset alamiah ini memungkinkan anak selama periode bilingualismenya (antara usia enam sampai kurang lebih sebelas tahun) untuk belajar bahasa: tanpa hambatan, tanpa kesadaran sendiri, tanpa menganalisisnya, tanpa membandingkannya dengan bahasa ibunya, tanpa kejutan mental ketika menemukan bahwa bahasa lain yang dipelajarinya itu dalam menyatakan maksud tidak seperti dalam bahasa ibunya. Menurut Gessell dan Ilg, ahli dalam bidang perkembangan anak, anak-anak memiliki kemampuan yang unik: ‘Anak usia delapan tahun memperlihatkan kemampuan baru untuk menangkap dan menggenggam sesuatu secara keseluruhan atau total. Ia bergerak lebih banyak dengan minat yang sangat besar. Mengadakann pendekatan yang lebih rasional pada bangsa dan negara asing, dan sering memperlihatkan empati yang mengejutkan terhadap kehidupan sosial dalam budaya lain.’
Pernyataannya jelas merupakan dukungan bagi gagasan memulai pengajaran bahasa asing di sekolah dasar. Studi dokumen yang dilakukan oleh perancang pendidikan seluruh dunia berkaitan dengan manfaat pengenalan bahasa asing (khususnya bahasa Inggeris) kepada siswa sekolah dasar mengungkapkan sejumlah konsensus yang dapat dibagi menjadi dua kategori utama: 1) manfaat yang berkaitan dengan posisi dan pentingnya bahasa asing tersebut di sebuah negara, 2) manfaat yang dapat diperoleh dari hakekat dan kebutuhan anak-anak. Manfaat pertama berkaitan
dengan posisi Bahasa Inggeris di sebuah negara: apakah bahasa Inggeris adalah Bahasa Kedua atau Bahasa Asing. Ketika bahasa Inggeris adalah Bahasa Kedua dan diperlukan seluruh warga negara untuk mendapatkan kesempatan yang sama, Bahasa Inggeris perlu diajarkan secara efektif di sekolah dasar. Sebaliknya jika Bahsa Inggeris adalah salah satu dari bahasa yang paling digunakan di seluruh dunia atau bahasa Inggeris penting bagi negara ini untuk kontak internasional, diperlukan pengamatan lebih lanjut apakah oleh karenanya perlu pengenalan bahasa Inggris sejak usia dini atau bisa ditunda dan diberikan bagi siswa lebih dewasa. Namun, mengingat apa yang telah disampaikan para ahli menyangkut hakekat pembelajaran bahasa asing untuk anak usia dini, sudah seharusnya ada pemikiran lain tentang pengenalan bahasa Inggeris sebagai bahasa asing untuk anak usia dini. Untuk kategori pertama, manfaatnya berkaitan dengan posisi dan pentingnya bahasa di sebuah negara, atau dengan kata lain status bahasa asing di sebuah negara, Secara fakta, Indonesia mempunyai kekhususan yang perlu dipahami dulu berkaitan dengan pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Sekolah Dasar. Sebagai bangsa yang hidup di negara yang dihuni suku bangsa dengan banyak budaya, orang Indonesia berbicara dalam banyak bahasa lokal yang dipakai dalam rumah dan di masa kanak2 sebelum usia sekolah. Semua anak Indonesia mulai aktif berkomunikasi menggunakan bahasa lokal atau bahasa daerahnya dan setiap bahasa lokal/daerah itu mempunyai karakteristik yang unik, berbeda satu sama lain dan dikenal hanya oleh penutur aslinya. Dengan lebih dari 400 bahasa daerah, sangat tidak mungkin semua orang Indonesia berbicara dalam semua bahasa daerah tersebut. Dalam kegiatan nasional yang diikuti oleh bangsa Indonesia di seluruh Indonesia, bahasa Indonesialah yang dipakai untuk berkomunikasi. Bahasa Indonesia adalah bahasa kedua untuk orang Indonesia setelah bahasa daerah/lokal nya. Merupakan kewajiban bagi bagi seluruh bangsa Indonesia, terutama
mereka yang berpendidikan, untuk berbahasa Indoneisa agar dapat berpartisipasi dalam kegiatan berskala nasional. Disamping itu lahirnya bahasa Indonesia merupakan bagian dari kemerdekaan Indonesia. Oleh sebab itu bahasa Indonesia bisa dikatakan sebagai salah satu penanda patriotisme Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober 1908 Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi bangsa Indonesia dalam Sumpah Pemuda: Satu tanah air: Indonesia, satu bangsa Indonesia dan satu bahasa Indonesia. (Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, Indonesia). Berbeda dengan negara-negara seperti Singapura. Filipina atau India yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi atau lingua franca, Indonesia mempunyai bahasa Indonesia (sekali lagi yang bukan hanya BAHASA). Bahasa Indonesia juga merupakan bahasa administratif di Indonesia. Semua kegiatan formal, lisan dan tulisan, di negara ini harus menggunakan bahasa Indonesia. Ini menjadikan bahasa Indonesia lebih penting bagi Indonesia sehingga penguasaan bahasa Indonesia wajib bagi seluruh bangsa Indonesian. Kemudian, ada bahasa ketiga, bahasa Inggeris yang menurut Undang-undang adalah bahasa asing pertama di Indonesia. Bahasa Inggeris adalah bahasa internasional yang dipakai oleh semua orang dalam kegiatan-kegiatan berskala internasional. Banyak kegiatan dari berbagai bidang yang dilaksanakan secara internasional menggunakan bahasa Inggeris sebagai alat komunikasi bagi seluruh pesertanya, termasuk orang Indonesia yang ikut berpartisipasi. Oleh sebab itu sangat penting bagi untuk orang Indonesia yang berpendidikan, utamanya mereka yang memiliki kesempatan berpartisipasi secara internasional untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggeris. Di samping itu keindahan Indonesia yang mengundang orang seluruh dunia untuk datang ke Indonesia mengharuskan orang Indonesia untuk mampu berbahasa Inggeris.
Dengan antusiasme anak-anak belajar berbahasa, kompetensi alamiah yang dibawa sejak lahir, peran bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan peran bahasa Inggeris di Indonesia, tidak bisa dipungkiri pentingnya pengenalan bahasa Inggeris sebagai bahasa asing bagi anak usia dini, bagi anak-anak, bagi siswa sekolah dasar di Indonesia. Kategori kedua pertimbangan pengenalan bahasa Inggris untuk anak-anak usia sekolah dasar berpusat pada kenyataan bahwa belajar berbahasa pada usia muda dapat bermanfaat bagi anak-anak. Dengan kata lain tentang bagaimana bahasa Inggeris sebagai bahasa asing seharusnya dipelajari di Indonesia. Pembelajaran ini sering dikatakan bermanaat untuk:
Meniadakan batas budaya atau paling tidak memperluas cakrawala budaya
Membantu perkembangan kognitif anak
Berkontribusi terhadap kesadaran berbahasa anak secara umum, paling sedikit melalui perhandingan antara bahasa pertama dengan bahasa yang baru.
Pembentukan sikap positif dan percaya diri untuk mempelajari bahasa-ahasa lain di kemudian hari.
Terakhir menuntun ke arah pencapaian yang lebih tinggi dalam belajar bahasa di sekolah lanjutan dan usia dewasa.
Semuanya ini adalah manfaat yang didukung oleh contoh keberhasilan dari beberapa negara, tetapi penting untuk diingat bahwa keberhasilannya tergantung pada cara bagaimana program pembelajaran bahasa secara dini dilaksanakan, pada kondisi dan metode yang digunakan, dan bukan hanya pada faktor usia saja.
BAB II SEJARAH
D. Sejarah munculnya Pengajaran Bahasa Inggeris untuk Usia Dini Kasihani dalam Pidato Pengukuhannya sebagai doktor pada tahun 2004 menguraikan situasi pengenalan pengajaran bahasa Inggeris sebagai bahasa asing di sekolah dasar di Indonesia secara kronologis. Diawali dengan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0487/1992, Bab VIII yang menyebutkan: …sekolah dasar dapat menambah mata pelajaran dalam kurikulumnya, asalkan pelajaran itu tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Kebijakan ini kemudian disusul dengan SK Menteri P dan K No. 060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993 tentang kemungkinan dimasukkannya mata pelajaran bahasa Inggeris sebagai muatan lokal di Sekolah Dasar sejak kelas 4. Di Jawa Timur SK Menteri tersebut kemudian diikuti dengan kebijakan di tingkat propinsi yang menyatakan bahwa bahasa Inggeris dinyatakan sebagai mata pelajaran muatan lokal. Kebijakan ini mendapat respon positif dan dalam perkembangannya kemudian, Bahasa Inggeris merupakan mata pelajaran wajib di beberapa tempat. Pertanyaannya, apakah mewajibkan mata pelajaran Bahasa Inggeris ini bisa sebenarnya memang keputusan yang sudah masak-masak dipertimbangkan? Karena kurikulumnya bukan kurikulum yang dikembangkan secara nasional, ada beberapa macam kurikulum yang dikembangkan oleh Dinas Pendidikan tingkat propinsi dengan berbagai pendekatan tujuan dan materi yang berbeda-beda. Termasuk juga perbedaan dalam implementasi pengajaran dan kegiatan belajar mengajarnya. Karena bahasa Inggeris dimaksudkan untuk diajarkan kepada anak-anak usia 6 – 12 tahun, seyogyanya harus pula diajarkan melalui kegiatan yang sesuai dengan anak-anak, seperti belajar kosakata
atau ungkapan sederhana tentang segala sesuatu yang ada di sekitar mereka saja, atau belajar melalui kegiatan menggambar, menyanyi, bermain dan mendengarkan ceritera dalam bahasa Inggeris. Namun, dalam kenyataannya, dalam belajar bahasa Inggeris sebagai bahasa asing. siswa sekolah dasar dibebani dengan tugas menterjemahkan kalimat-kalimat yang sulit dari bahasa Inggeris ke bahasa Indonesia, membuat catatan tata bahasa menggunakan istilah-istilah yang tidak mudah dipahami dan membuat pekerjaan rumah yang sering diberikan dengan instruksi yang sulit dipahami dalam bahasa Inggeris yang mengakibatkan jawaban yang tidak benar pula. Tidak semua guru adalah memang guru dengan kualifikasi mengajar bahasa Inggeris harus mengajar bahasa Inggeris atas instruksi kepala sekolah karena bahasa Inggeris diajarkan atas desakan orang tua murid, masyarakat atau penguasa yang sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang keperluan bahasa Inggeris sebagai bahasa asing diajarkan untuk anak usia dini atau usia sekolah dasar. Sumber permasalahan ini sesungguhnya dapat juga diakibatkan oleh ketidak siapan Departemen Pendidikan ketika memutuskan implementasi pengajaran bahasa Inggeris di sekolah dasar. Suyanto menyatakan selanjutnya bahwa mengimplementasikan program baru, dalam hal ini program pengajaran bahasa Inggeris, bukanlah sesuatu yang mudah. Keputusan ini harus didasari oleh pemikiran yang matang tentang mengapa bahasa Inggeris sebagai bahasa asing perlu diajarkan di tingkat sekolah dasar. Program ini harus dapat mengemukakan apa manfaat belajar bahasa Inggeris, pilihan bahasa Inggeris mana yang perlu diajarkan, jenis pembelajaran umum apa yang harus digunakan dan seterusnya. Dalam pidato pengukuhannya itu pula, Suyanto mengatakan bahwa pemikiran dasar keputusan memperkenalkan bahasa Inggaris di sekolah dasar pada waktu itu bukan salah, yaitu: kebutuhan akan ketrampilan berbahasa Inggeris agar dapat berpartisipasi pada era komunikasi
dan globalisasi serta untuk pemindahan pengetahuan. Namun, beberapa hal penting tidak dipikirkan masak2, seperti: 1) Adakah guru yang sudah dipersiapkan secara khusus untuk memiliki ketrampilan mengajar bahasa Inggeris sebagai bahasa asing untuk usia dini / sekolah dasar, Bahasa Inggeris yang sederhana dan benar? Mempelajari bahasa yang baru, terutama bahasa asing yang tidak digunakan untuk komunikasi di lingkungan sekitarnya bisa merupakan pengalaman yang traumatic buat mereka. Untuk menghindari ketakutan, rasa malu dan sebagainya, kita perlu memikirkan tentang bagaimana membantu siswa belajar dengan gembira dan nyaman, dan ini perlu dibelajarkan dulu kepada mahasiswa yang akan menjadi guru Bahasa Inggeris. Dalam kenyataannya banyak guru bukan dari jurusan Bahasa Inggeris pun ditugaskan mengajar Bahasa Inggris di SD. Ini merupakan beban berat bagi guru dan jelas tujuan pengajaran Bahasa Inggeris bisa keliru jadinya. 2) Apa dan materi belajar yang mana yang akan digunakan dalam pembelajaran di sekolah2 yang tersebar di berbagai tempat dengan perbedaan latar belakang sosial ekonomi, budaya dan kebiasaan? Bagaimana evaluasi yang harus dilaksanakan guru dengan benar? Banyak lagi pertanyaan yang harus dijawab, dengan pemikiran dan persiapan yang matang sebelum mengimplementasikan kebijakan baru ini. Perkembangan sejarahnya sejauh ini masih menunjukkan banyak kelemahan dan kekurangan yang disebabkan oleh kelemahan pemikiran dasar yang dibutuhkan sebelum diputuskannya kebijakan baru ini. Kini banyak program yang dilaksanakan dalam mencoba meningkatkan situasi. Di antara yang ada dan dapat disebutkan disini antara lain adalah: keputusan untuk menempatkan mata kuliah pilihan tentang bagaimana mengajar bahasa Inggeris
untuk usia dini yang di Prodi Pendidikan Bahasa Ingge ris FKIP Unlam dengan nama English for Young Learners. Di banyak universitas lain di Indonesia, mata kuliah ini sudah merupakan mata kuliah wajib di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggeris pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan; seminar2 untuk guru bahasa Inggeris di Sekolah Dasar baik sebagai kegiatan in service selama 2 minggu, atau pada kegiatan lebih formal yaitu program Diploma atau S1. Namun program-program ini kurang melibatkan pertimbangan profesional yang didahului oleh pertimbangan para ahli dari beberapa disiplin ilmu yang berkaitan yang duduk bersama membiarakan tentang bagaimana mengatasi masalah untuk kemanfaatan pengajaran di sekolah dasar ini. Berikut adalah artikel lain tentangsejarah pengajaran bahasa Inggeris di Sekolah Dasar yang ditulis oleh Gloria C. Kismadi dalam sebuah artikel berjudul: Start Them Early: Teaching English to Young Learners in Indonesia Kurikulum 1994 Departemen Pendidikan, yang mulai berlaku sejak tahun akademik 19941995 , memprakarsai pengenalan bahasa Inggeris sejak kelas 4 Sekolah Dasar. Bahasa Inggeris diperkenalkan sebagai salah satu mata pelajaran “muatan lokal” Mata pelajaran muatan lokal bukan mata pelajaran yang dujikan secara nasional dan nilai ulangannya tidak dipertimbangkan untuk kenaikan kelas. Jakarta, sebagai ibukota dan kota metropolitan dengan kemajuan pesat merekomendasikan pengajaran Bahasa Inggeris untuk alasan yang cukup jelas seperti perdagangan, bisnis, hubungan internasional, dan teknologi informasi dan komunikasi; semua mengharuskan kemampuan berbahasa Inggeris standar. Gerakan ini merupakan berita yang disambut dengan baik oleh banyak orang tua, terutama mereka yang tinggal di kota2 besar. Alasannya adalah karena selama tahun 1980 an, yang sering disebut “Asian Miracle” – ketika negara2 di kawasan Asean, termasuk Indonesia,
menikmati kemajuan ekonomi yang hebat dengan perkembangan dan pendapatan yang tinggi para pebisnis juga, - banyak orang Indonesia yang menikmati tingkat pendapatan yang tinggi telah mulai mengirim anak2 mereka ke negara tetangga dan bahkan selanjutnya ke luar negeri untuk menyelesaikan pendidikan mereka. Hak istimewa ini bagaimanapun juga tidak bisa diterapkan kepada anak2 tingkat sekolah dasar. Keterbatasan ini kemudian dihapuskan dan anak2 segala usia yang meninggalkan sekolah untuk liburan dan kembali ke sekolah menjadi pemandangan umum. Di awal tahun 70an, kesempatan untuk belajar di luar negeri atau latihan kerja melalui berbagai beasiswa pendidikan ditawarkan kepada para profesional golongan menengah oleh negara2 seperti Australia, Inggris dan Amerika Serikat. Sebagian besar penerima beasiswa ini membawa serta keluarga dan anak2 mereka mulai sekolah atau melanjutkan pendidikan di negara2 tersebut. Para orang tua melihat anfaat pendidikan anak2 mereka di luar negeri utamanya dalam beberapa hal seperti: kemandirian belajar, berpikir kritis, kebiasaan membaca, dan minat yang lebih besar dalam berbagai hal yang diberikan di sekolah – dari olah raga sampai seni, mulai spelling bees sampai menulis ceritera. Sebelum kembali ke tanah air setelah pendidikan selesai, lebih kurang 2 tahun, anak2 sudah lancar berbahasa Inggeris. Orang tua2 seperti itu tidak ingin anak2nya kehilangan keuntungan yang telah mereka peroleh dan mencari cara supaya mereka tetap memiliki ketrampilan tersebut. Mungkin upaya mengakomodasi pikiran inilah yang kemudian menyebabkan perubahan yang kemudian terjadi.
E.
Pendapat anak-anak Sebelum Kurikulum 1994 diperkenalkan, pengajaran bahasa Inggeris untuk siswa
sebelum Sekolah Menengah Pertama telah ada, tetapi hanya pada kursus-kursus privat secara
tidak formal dan pengajaran individual, dan bukan hanya di Jakarta saja. Keadaan seperti itupun langka dan sporadis, dengan pembatasan pengajaran, dalam banyak kasus, pada kosakata individual. Namun bahkan pada tahun 1993, sebelum diberlakukannya Kurikulum 1994, beberapa kursus Bahasa Inggeris yang diselenggarakan masyarakat, guna mengantisipasi diajarkannya Bahasa Inggeris untuk usia dini/sekolah dasar pada pendidikan formal, sudah mulai menawarkan kelas2 untuk siswa SD. Misalnya, institut suasta di Jakarta khusus menangani pengajaran untuk anak2 saja, dengan penataan kelas untuk belajar demikian menariknya untuk menarik orang tua dan anak2. Lembaga ini melatih guru2nya dalam program pelatihan intensif khusus untuk pengajaran Bahasa Inggris bagi anak2 usia dini, melengkapi tempatnya dengan ruang baca yang penuh dengan buku2 dan materi yang mudah diakses anak2. Sebelum tahun ajaran 1994 –1995 mayoritas kursus-kursus Bahasa Inggris non-formal lebih siap untuk menerima siswa anak2 yang orang tuanya merasa perlu perlu memasukkan anaknya di kelas yang memberikan tambahan Bahasa Inggeris selain yang diberikan di sekolah atau membantu memelihara kefasihan berbahasa Inggeris yang sudah mereka kuasai. Sayangnya, kalau sekolah2 formal suasta yang memilki dana dapat menyediakan guru2 yang memenuhi syarat untuk itu, materi dan fasilitas yang memadai, sekolah-sekolah negeri tidak siap dengan guru-guru dan materi yang demikian. Pada suatu saat, Department Pendidikan secara diam-diam juga memberikan ijin untuk membuka sekolah negeri yang dwibahasa. Sekolah-sekolah seperti ini diberi label “Sekolah Kurikulum Plus” dan mengijinkan pengajaran menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggeris pada mata pelajaran tertentu, khususnya: ilmu pengetahuan, matematika, dan bahasa Inggeris. Pada waku itu banyak didirikan sekolah-sekolah seperti ini di Jakarta dan jumlahnyapun semakin meningkat. Sekolah-sekolah semacam itu biayanya sangat mahal dan hanya bisa
dijangkau oleh mereka yang kaya; namun, banyak orang tua yang bersedia mengorbankan apapun untuk memberikan apa yang mereka anggap dapat memberi tambahan dalam rangka mengejar karir yang menjadi pilihan mereka. Sayangnya bagi orang tua yang merasa bahwa biaya di sekolah negeripun sudah melebihi kemampuan mereka, tidak pernah bisa menyediakan kesempatan seperti itu kepada anak2nya, dan menempatkan anak2 mereka pada anak tangga yang bawah dalam mengejar kesempatan bekerja nantinya. Sebelum Kurikulum 1994 diterapkan, pengajaran bahasa Inggeris dimulai di tingkat SLTP dan dilanjutkan ke tingkat SLTA. Bahasa Inggeris berstatus Bahasa Asing dan tujuan pengajarannya terpusat pada membaca dan memahami, bukan penggunaan Bahasa Inggeris untuk berkomunikasi. Bahkan ketika komunikasi sudah ditetapkan sebagai tujuan pengajaran bahasa Inggeris dalam kurikulum, metode tradisional dan teknik2 pengajaran bahasa yang berpusat utamanya pada tata bahasa dan kosakata melalui pengahafalan, latihan mendengar dan meng-ulang2 serta mengerjakan latihan tertulis masih berlanjut dalam pembelajarannya. Dialog2 disajikan juga, tetapi dsajikan untuk dihafalkan. Pada akhir tahun ajaran, siswa duduk pada ujian akhir, biasanya mengerjakan soal pilihan ganda untuk menentukan mereka lulus atau tidak lulus. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau siswa kebanyakan bersikap negatif dan pelajaran bahasa Inggeris dianggap sebagai pelajaran yang “dipaksakan”, tetapi yang harus ditempuh agar bisa lulus. Hasil belajar tidak selalu memuaskan karena motif utama belajar bahasa Inggeris adalah agar bisa lulus dan bukan agar bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggeris. Walaupun selalu dilaksanakan ”latihan ujian” sebagai simulasi ujian yang sebenarnya, tingkat kegagalan terus menerus semakin tinggi. Dikotomi antara tujuan pengajaran bahasa Inggeris pada pendidikan formal dengan yang diselenggarakan masyarakat dalam bentuk kursus bahasa Inggris pada waktu itu merupakan
semacam duri bagi kursus2 tersebut karena fokus pendidikan formal adalah pada kelulusan. Pendidikan non formal dalam kegiatan belajarnya berupaya untuk mengajar siswa berkomunikasi dan membawa metode2 serta teknik pengajaran mutakhir yang lebih mengarah pada pembentukan ketrampilan berkomunikasi. Kursus2 non formal mempunai tugas untuk meyakinkan orang tua bahwa tujuan mereka adalah agar siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggeris dalam berbagai situasi, yang mungkin tidak harus termasuk lulus ujian nasional. Namun, bagaimanapun juga orang tua masih sangat berharap bahwa kursus yang merupakan kegiatan ekstra di luar sekolah yang mengharuskan orang tua mengeluarkan biaya ekstra dapat membuat siswa lulus dengan nilai tinggi. Tidak demikian yang terjadi walaupun justru apa yang dilakukan oleh lembaga2 swasta non formal inilah yang sebenarnya tujuan belajar berbahasa. Di samping pengenalan pembelajaran bahasa Inggris untuk komunikasi dan berbagai kemajuan dalam pengajaran bahasa Inggris di banyak sekolah, metode tradisional dan sikap tradisional terhadap pembeajaran bahasa Inggris masih tetap berlangsung. Dalam sebuah komentar di koran2 utama pada tahun 2003 menatakan bahwa di salah satu sekolah menengah negeri di Jakarta, 17 dari 20 siswa yang tidak lulus ujiannya disebabkan oleh ketidak lulusan pada mata pelajaran bahasa Inggris. (Tobing, 2003). Ketika kita sudah memahami bahwa ini hanyalah sebuah skenario kasus yang sangat buruk, masih dapat dikatakan bahwa hasil yang buruk ini sebenarnya adalah sesuatu yang normal dan bukan perkecualian. Ini sangat berbeda dengan hasil yang diperolah sekolah2 yang mampu membayar guru yang terlatih dan sangat berkualitas serta dapat menediakan fasilitas penunjang pelajaran bahasa Inggris dengan perpustakaan dan pusat sumber belajar.
Berikut adalah bagian lain artikel tulisa Kismadi yang membicarakan tentang pendapat anak2 tentang pengalaman mereka belajar bahasa Inggris ketika mereka masih belajar di Sekolah Dasar: Pengalaman apakah yang telah diperoleh setelah sepuluh tahun pengajaran bahasa Inggris untuk anak dilaksanakan di Indonesia? Kalaupun ada, sangat sedikit penelitian yang telah dilakukan untuk menunjukkan apakah apakah sudah ada hasil positif yang diperoleh oleh anak Indonesia yang mulai belajar bahasa Inggris sejak dini. Atau mungkin masih terlalu dini untuk membuat dugaan secara umum. Tujuannya adalah harapan agar pembelajar bahasa Inggris di Indonesia akan memperoleh manfaat dari sana. Hasil yang diperoleh dari sekian tahun pelajaran bahasa Inggris sejak SLTP dan SLTA hampir tidak menunjukka kemajuan yang berarti, bahkan sampai sekarang.. Untuk mendapa6tkan gambaran yang otentik tentang pengajaran bahasa Inggris untuk anak di Indonesia, wawancara dengan sebanyak 30 orang siswa SD, remaja yang belajar bahasa Inggris, orang tua dan beberapa guru bahasa Inggris telah dilaksanakan. Semua yang diwawanarai sangat responsif dan khususnya guru sejauh ini sangat kooperatif. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa telah ada kemajuan dalam metode, keiatan dan tugas yang diberikan kepada anak. “Saya benci bahasa Inggris di SD,” pernyataan penuh semangat diberikan oleh Rachma yag duduk di kelas 4 SD di sebuah SD Negeri pada saat kurikulum 1994 mulai dilaksanakan. Ia mengatakan bahwa guru meminta murid mengerjakan soal sendiri, tidak ada penjelasan yang diberikan walaupun siswa menghadapi pengalaman yang sangat baru dalam menggukanan materi, sebagian besar tidak mereka pahami. “Sampai dengan kelas 6 SD , guru selalu menyuruh selalu kami mengerjakan latihan atau membaca teks dan menukis jawaban pertanyaan yang
diberikan dalam buku catatan kami.” Ketika ditanya bagaimana caranya mereka memahami teks bacaan, Rachma mengatakan mereka bertanya kepada orang tua, para tutor, atau informan lain. Sangat jarang mereka menggunakan kamus. Sampai di sekolah mereka saling mencatat dari catatan2 mereka. Buku catatan mereka dikumpulkan dan dikembalikan setelah ditandatangani guru tetapi tidak pernah ada koreksi atau komentar. Perlu digaris bawahi bahwa ini bukan kasus di semua sekolah., tetapi memang seperti itulah hal yang mendekati kenyataan saat itu. Rachma mulai menyukai pelajaran bahasa Inggris di SLTP walaupun semangat belajar bahasa Inggris ketika ia mengikuti kursus Bahasa Inggris , yang pertama mengecewakan karena guru memusatkan pembelajaran pada tata ahasa “…dan itu sangat membosankan” dan menyebabkan ia pindah ke kursus lain dimana “banyak kegiatan yang menyenangkan disana” Berbeda dengan pengalaman Intan. Ia bersekolah di sekolah swasta yang memiliki fasilitas untuk guru. Gurunyapun dapat berbicara dalam bahasa Inggris dengan baik dan kreatif; ia banyak memberikan materi dan kegiatan2 yang “menyenangkan” dan menarik. Di samping itu Intan juga mengambil bahasa Inggris yang guru2nya memang sudah dilatih secara khusus untuk mengajar anak usia dini. Dalam kursus itu juga diberikan kegiatan berceritera dan membaca sebagai kegiatan utama; kegiatan berkemah dengan pembimbing penutur asli bahasa Inggris, main drama dan bahka menulis surat pembaca. Setelah melalui tingkat dasar, menengah dan lanjutan, pada usia 14 tahun Intan mengambil kursus tambahan sebagai persiapan bahasa Inggris untuk perguruan tinggi di sekolah yang sama. Pada tahun terakhir ia belajar di kursus itu ia menulis artikel menjelaskan perbedaan antara astronomi and astrologi, mengambil bahan dan referensi dari internet. Baik Rachma maupun Intan mulai belajar bahasa Inggris di sekolah dasar pada pelaksanaan Kurikulum 1994, Rachma di sekolah negeri dan Intan di sekolah swasta. Kalau
Intan jelas memperoleh apa yang bisa dikatakan pengalaman beajar yang lengkap, Rachma, cara belajar yang ditempuhnya juga tidak sepenuhnya tidak ada manfaatnya. Hari ini keduanya dapat berbahasa Inggris dengan lancar dan dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris selama lebih kurand satu jamtanpa membuat kesalahan dalam berarti atau kekeliruan kosakata. Satu tambahan informasi signifikan tentang mereka berdua adalah bahwa mereka berdua keranjingan membaca baik buku berbahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Mereka selalu memanfaatkan kesempatan untuk berbahasa Inggris walaupun sikap orang2 lain di sekitar mereka yang memandang rendah anak2 muda seperti mereka berbahasa Inggris seolah mengatakan bahwa “mereka hanya pamer”. Keduanya juga memiliki akses ke komputer dan TV kabel dan berasal dari keluarga yang “kadang2” berbahasa Inggris walaupun mereka berdua juga mengatakan bahwa mereka berbahasa Inggris lebih lancar daripada orang tuanya. Danya menyatakan bahwa belajar bahasa Inggris di sekolahnya “OK”, tetapi belajar bahasa Inggris di kursus “lebih menyenangkan”. Danya bersekolah di sekolah swasta dan akan segera masuk SMP tahun depannya. Orang tuanya adalah penutur bahasa Inggris yang lancar dan bahasa komunikasi di rumah adalah campuran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Sayangnya, Danya yang pada waktu itu berusia 13 tahun enggan berbahasa Inggris dengan teman2nya dan kalau temannya mengajak berbahasa Inggris, ia akan meresponnya dalam bahasa Indonesia. Vita, yang duduk di kelas empat SD di sekolah negeri sangat termotivasi dan bersemangat belajar bahasa Inggris. Ketika ditanya apa sebabnya, ia menjawab bahwa berbiara dalam bahasa lain membuat kepercayaan pada dirinya bertambah tanpa ia tahu apa sebabnya. Dapat menjawab pertanyaan dalam bahasa Inggris membuatnya merasa . “Bangga” katanya. Ia juga menambahkan bahwa tahu bahasa Inggris akan membantu ia mendapatkan pekerjaan yang baik ketika ia dewasa nanti, mungkin ia hanya mengatakan apa yang sering dikatakan orang
tuanya. Ketika ditanya apa yang ia sukai dari belajar bahasa Inggriswhat she liked best about learning English, Vita mengatakan bahwa kegemaran utamanya adalah mendengarkan ceritera dalam bahasa Inggris. Ketika ditanya tentang kegiatan mendengarkan ceritera di sekolah, ia mengatakan bahwa ceritera dalam bahasa Inggris tidak pernah dibacakan di sekolah, tetapi ia memiliki CD dan tape yang desertakan dalam bukunya. Adik laki2 Vita, Zackie, masih duduk di kelas 2, juga sangat termotivasi belajar bahasa Inggris di sekolah. Di sekolah ia hanya mempelajari kosakata yang secara formal dikatakan sebagai “pembelajaran awal” ( “initial exposure”). Di rumah, ia memiliki akses ke komputer dimana instruksi2 untuk permainannya (game) semuanya dalam bahasa Inggris yang nampaknya sangat ia pahami, belajar melalui metode mencoba dan membuat kesalahan ( trial and error methods ). Hana, juga duduk di kelas dua, belajar bahasa Inggris dan bahasa Sunda pada waktu bersamaan. Hana bersekolah di Bogor, di sekolah yang terpilih sebagai proyek percontohan kurikulum berasis kompetensi, yang akan diterapkan pada tahun ajaran berikutnya. Mata elajaran diajarkan secara tematik dalam tiga bahasa Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Bahasa Sunda. Hana minta kepada ayahnya hadiah ulang tahun berupa kamus bahasa Inggris – Indonesia, sebuah permintaan yang tidak biasa, tetapi yang memperlihatkan betapa esar semangat nya untuk sekolah dan untuk belajar bahasa.
F. Refleksi Situasi yang diuraika di atas menunjukkan bahwa masa depan pengajaran bahasa Inggris untuk usia dini dapat merupakan sesuatu yang menjanjikan. Ada motivasi dalam diri para pembelajar usia dini yang nampaknya tidak ada ketika bahasa Inggris mulai diajarkan di sekolah menengah. Tetapi menyatakan bahwa seperti itulah situasi pengajaran bahasa Inggris untuk usia
dini di Indonesia juga keliru tanpa mempertimbangkan berbagai faktor yang terkait. Ketika pengajaran bahasa Inggris untuk SD dimulai di awal tahun ’90 an, para guru masih belum terlatih dan memahami sepenuhnya prinsip2 belajar dan mengajar yang dapat mengembangkan pemikiran kognitif dalam diri anak2 usia dini dan mempertimbangkan cara belajar bahasa Inggris. Beberapa sekolah mungkin sudah menerapkan ini di sekolah, melihat pada kurikulum beberapa perguruan tinggi yang mendidik guru bahasa Inggris masih belum menunjukkan adanya mata kuliah khusus yang mempertimbangkan pengetahuan pedagogis yang dirancang secara khusus begaimana mengajar bahasa Inggris untuk siswa usia dini. Tingginya kegagalan dalam mata pelajaran bahasa Inggris di sebagiam besar sekolah menengah, motivasi yang rendah dan sikap siswa yang tidak menyukai bahasa Inggris, semakin banyaknya siswa yang kursus Bahasa Inggris di luar sekolah merupakan indikator bahwa siswa tidak belajar bahasa Inggris seperti yang seharusnya di sekolah.ormal. Ini mungkin merupakan akibat penerapann metode tradisional adalah metode yang umum diterapkan di masa lalu. Pelajar Indonesia menduduki ranking terendah dalam penguasaan ketrampilan dasar diantarasiswa di 42 negara lain menurut The UNESCO Program for International Student Assessment (PISA). Menteri Pendidikan Nasional Bapak menyebutkan bahwa ini disebabkan kurangnya kualifikasi dan metode mengajar guru. Menteri juga menyatakan bahwa “sebagian besar bahan membaca yang diberikan kepada siswa SD terlalu sulit dipahami, kurang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, dan tida memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan baik daya imajinasi maupun kreativitasnya.” (Setiogi dalam Kismadi). Pernyataan ini merupakan refleksi pada materi mengajar yang ada bahkan masih digunakan sampai saat itu. Nampaknya pada saat itu siwa tidak menggunakan daya imajinasi dan kreativitasnya. Kelihatannya mereka hanya merupakan produk yang sangat lama dari belajar dengan cara
menghafal dan kurangnya pelatihan berpikir dan menggunakan strategi yang bisa membantu mereka belajar. Kata Bapak Menteri Malik Fajar states, “Kalau siswa gagal memahami apa yang mereka pelajari di tingkat lebih rendah, selanjutnya mereka akan gagal memehami apa yang mereka pelajari di tingkat yang lebih tinggi” (Tobing dalam Kismadi). Sebagai pembandijg, artikel berikut ini tentang releksi pada satu dekade (1990 – 2000) perspektif Eropa layak dibaca. Artikel ini disajikan seaslinya dalam buku ini dan dimaksudkan sebagai bahan bacaan yang bagus untuk mahasiswa jurusan bahasa Inggris. Berikut ini adalah beberapa artikel yang ditulis oleh Gail Ellis, The British Council, France, and Centre for Research into Second and Foreign Language Pedagogy, University of Nottingham, UK E. Sepuluh tahun usaha yang berhasi di Eropa Pengalaman, keahlian dan percaya diri Dalam masa sepuluh tahun (1996 – 2006) telah terkumpul pengalaman, keahlian dan percaya diri. Ini kedengaran jelas tetapi ini juga menggambarkan tumpukan pengetahuan yang tidak ada sebelum tahun 2000 an ketika, bagi banyak orang, pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar merupakan pengalaman baru. Apa yang harus saya lakukan? Bagaimana saya mengajar anak-anak?Bagaimana anak belajar bahasa asing? Materi apa yang harus saya gunakan? Ada rasa kegembiraan tetapi juga ada keprihatinan yang menyebabkan para inspektur sekolah dasar dan sekulah lanjutan untuk mengadakan fusi gagasan dan sumber2 belajar. Kursus2 pelatihan dibentuk kapan dan dimana mungkin dan pedagogi dan kepraktisan mengajar anak2 dibicarakan. Selama sepuluh tahun kami menjadi saksi para guru dan pelatih yang praktek mengajarnya kini diinormasikan melalui pengalaman, refleksi dan modifikasi. Mereka berpengalaman dan pada posisi untuk menyampaikan pengetahuannya kepada guru dan pembelajar bahasa Inggris.
Bahan ajar Dalam tahun 1996 an bahan ajar untuk mengajar anak2 sangat kurang, baik buku penunjang siswa belajar maupun buku penunjang guru mengajar. Satu dekade kemudian telah terjadi ledakan bahan ajar. Di saat itu ada lebih dari 20 judul buku pelajaran, kini tentunya lebih banyak lagi, dari rumah penerbitan utama British ELT di pasar utama berkisar antara judul2 yang lebih bersifat akademis ke yang bersifat praktis. The Keltic Guide to ELT Materials 2000 mendatar lebih dari 40 buku pelajaran untuk anak dan ini tidak termasuk buku2 yang muncul kemudian hilang di antaranya atau buku2 yang telah ditulis untuk pasar tertentu. Publikasi2 ini menggambarkan betapa banyak dan beraneka ragamnya sumber belajar yang dipilih guru yang tidak ada 10 tahun sebelumnya, dan dengan kemungkinan adanya pembelian on-line yang mudah diperoleh.
Kemampuan ganda Bagi setiap guru setiap mata pelajaran, perbedaan2 adalah realitas hari ke hari disebabkan oleh berbagai faktor: sikap, motivasi, gaya belajar, kemampuan studi akademis, perbedaan dunia, pengetahuan budaya, dsb. Untuk guru bahasa asing, kita juga sudah mengamati perbedaan yang kadang2 ditandai pada tingkat bahasa Inggris di antara anak2 di sebuah kelas. Ini disebabkan oleh bertambah besarnya provisi struktur belajar bahasa Inggris ( misalnya, jaringan pengajaran bahasa Inggris British Council di seluruh dunia), dimana orang tua mengirimkan anak2nya untuk mendapatkan tambahan belajar bahasa Inggris; sampai mobilitas global yang semakin besar dimana keluarga2 mungkin pindah nke negara berbahasa Inggris untuk alasan profesional dan anak2 mereka mendapat pendidikan dalam bahasa Inggris; sampai
ke kleuarga baru yang berada di negara berbahasa Inggris untuk alasan politis dari negara lain dimana bahasa Inggris sudah memiliki peran yang kuat dalam kurikulumnya. Sebagai konsekwansinya, kelas berisi siswa dari ber-macam2 tingkatan, mungkin berkisar dari pemula sampai dwibahasawan. Oleh karena itu, para guru harus sudah memiliki kemampuan yang sangat tinggi dan mampu mengakomodasikan kebutuhan untuk anak2 dengan berbagai kemampuan ini dalam satu kelas. Globalisasi Bahasa Inggris
Bahasa Inggris kini telah menjadi bahasa global dunia dan latihan2 di kelas menggambarkan penekanan lebih besar pada ‘Bahasa Inggris dunia’ dan budaya2 lain. Mater untk dalam kelas kini terdiri gambar2 dari negara2 berbahasa Inggris yang berbeda-beda, dan model2 bahasa Inggris seperti yang digunakan di seluruh dunia dan bukan hanya satu model yang dipilih saja. Ceritera2, misalnya, yang berasal dari budaya lain bangsa yang berbahasa Inggris menyediakan sumber2 yang kaya bagi guru untuk mengembangkan kesadaran berbahasa Inggris dunia.
F. The technological explosion
Ledakan teknologi juga menawarkan perubahan2 radikal bagi anak2 dalam berbahasa Inggris. CD-ROM dan Internet menawarkan sumber2 yang menarik dan menyenangkan untuk anak2 melatih bahasa Inggrisnya di sekolah dan di rumah. Siaran Learn English dari British Council berisi acara untuk anak2 juga.
Berbagai ‘kecardasan‘ Kini kesadaran akan dan penekanan pada berbagai ‘kecrdasan’ yang berbeda-beda telah lebih besar dan memberikan kontribusi pada ‘pembelajaran bahasa’, termasuk pengembangan kecerdasan emosional. Sepuluh tahun sebelum tahun 2000 an pengajaran bahasa Inggris masih banyak dilaksanakan secara formal dan konvensional yang mungkin sesuai dengan cara belajar yang lebih dari sekedar pembelajar secara akademis dimana belajar berbahasa dinilai hanya untuk mendapatkan hasil belajar linguistik tanpa atau hanya dengan sedikit perhatian pada pencapaian sosial, kognitif atau psikologis Kini setiap anak dikenal sebagai seorang individu dan memiliki potensi belajar berbahasa asing seperti potensi belajar kecardasan yang lain yang dipelajari. Sebagai konsekwensinya, metodologi dan materi didisain untuk mengembangkn semua ‘kecerdasan’ untuk menciptakan pembelajar bahasa yang menyeluruh. Kesadaran dan kewarganegaraan antar kebudayaan
Dalam dunia global dan hubungan ke atas yang semakin meningkat tterdapat kesadaran akan dan penekanan pada pentingnya pengembangan kesadaran antar kebudayaan, dimana pengemangan toleransi dan empati merupakan prioritas yang tinggi pada perjuangan untuk menciptakan dunia yang penuh keadilan dan perdamaian. Terkait dengan bidang ini juga pengembangan ketrampilan warga negara, termasuk pemehaman pada isu2 lingkungan dan ekologi, isu, hak2 manusia, kesehatan dan keamanan. Learning to learn
Berkaitan dengan dua hal yang tersebut di atas adalah kesadaran akan dan penekanan yang semakin tinggi pada pemberian bantuan kepada anak2 untuk mempelajari pengetahuan dan
menjadi lebih bertanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri sehingga mereka akan mengembangkan potensinya sendiri sebagai pembelajar mandiri. Hal ini akan melibatkan bantuan agar anak sadar akan apa dan mengapa mereka lakukan apa yang dilakukan di dalam kelas. Dengan kata lain memahami metode belajar – mengajar bahasa yaang mungkin nsangat berbeda seara radikal dengan cara pengajaran mata pelajaran lain dalam kurikulum. Dengan demikian ini akan dapat membuat anak2 mengungkapkan diri mereka sendiri secara bermakna tentang apa yang terjadi pada pembelajaran bahasa di dalam kelas. Terutama ini sangat penting seara akuntabilitas kepada orang tua yang mungkin mengeluarkan biaya bagi anak2 mereka untuk belajar bahasa. Hal ini menjadi tidak bermakna ketika seorang anak mengatakan pengalaman belajar bahasa mereka begini: Hari ini kita bermain/kita menontom video , kita mewarnai. Learning to learn akan membantu anak2 melewati fase ini dan mengatakan mengapa mereka bermain, menonton video atau mewarnai, Misalnya: Hari ini kami bermain game untuk berlatih mengucapkan dimana benda2 berada. Hari ini kami menontom video untuk mempelajari nama dan mengetahui tentang binatang di gurun Kalahari. Hari ini kami mewarnai sebuah gambar untuk mempelajari kata2 tentang pakaian Aspek belajar seperti ini berkaitan dengan: Learning to learn juga melibatkan pemberian bantuan kepada anak2 untuk menyadari kerangka strategi belajar ketika mereka meninggalkan sekolah sehingga mereka dapat memilih mana yang mereka senangi, dan pada akhirnya ini dapat membantu mereka merefleksi secara hasil belajar mereka secara aktif sehingga mereka dapat memandang kemajuan yang diperoleh dan memelihara motivasi mereka. Persepsi orang tua Sepuluh tahun sebelum tahun 2000an banyak orang tua yang memendang pembelajaran bahasa di sekolah sebagai mata pelajaran tambahan yang ‘menyenangkan’ bagi anak2 mereka. Orang
tua sekarang mengetahui pentingnya peran penting yang dimainkan bahasa asing dalam pengembangan global anak2 mereka, juga peran instrumrntal yang dipunyai bahasa asing dimasa depan mereka di sekolah, di perguruan tinggi dan di tempat mereka bekerja nantinya. Sebagai akibatnya, semakin banyak orang tua yang memberi dukungan pembelajaran anak mereka dan melibatkan diri dalam proses belajar mereka. Oleh karena itu muncul kebutuhan akan kursus2 bagi orang tua yang bukan hanya membantu mereka untuk memiliki harapan yang realistis pada pembelajaran berbahasa anak2 mereka, tetapi juga untuk memberikan pemahaman kepada mereka tentang apa yang terjadi di dalam kelas dan mengapa. Kursus seperti itu prlu juga memberikan tip praktis kepada orang tua tentang bagaimana mereka dapat membantu anak2 mereka sehingga dapat memeksimalkan belajarnya..
BAB III TEORI-TEORI YANG MENDASARI KARAKTERISTIK PEMBELAJAR USIA DINI
Berikut ini adalah apa yang dikatakan oleh beberapa ahli dalam bidang Pengajaran untuk Usia Dini tentang karakteristik Pembelajar Usia Dini, terutama yang berkaitan dengan situasi mereka dalam belajar bahasa, utamanya bahasa asing.
A. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek2 Linguistik dan Psikologi Bahasa Asing untuk Sekolah Dasar (FLES) Ringkasan tentang apa yang dikatakan oleh Bumpass adalah:
Menyebutkan ungkapan2 dalam Bahasa Inggris bagi sebagian orang nampak sebagai sesuatu yang sangat mudah, tetapi tidak demikian bagi siswa sangat muda yang mempelajari bahasa asing di tingkat sekolah dasar.
Masalah pengajaran bahasa asing untuk anak2 sangat kompleks dan guru harus mendasarkan materi dan prosedur mengajarnya pada teori linguistik dan psikologi yang benar agar berhasil.
Prosedur penyajiannya menurut urutan: memahami/listening tuturan bahasa Inggris otentik , speaking/berbicara hanya berdasarkan pada apa yang sudah pernah didengar atau dipahami, reading/membaca (permulaan) hanya apa yang dipahami atau dipakai untuk berbicara atau dibaca, dan writing/menulis hanya apa yang mudah dipahami, dipakai untuk berbicara atau membaca, dan agar berhasil harus dikembangkan dalam prinsip2 linguistik dan teori2 psikologi yang benar.
1. Prinsip2 Linguistik yang perlu dipertimbangkan
Tugas guru adalah mengajarkan bahasa, bukan memberikan penjelasan tentang bahasa. Anak2 harus “menggunakan bahasa” yang dipelajari sampai mereka sudah secara otomatis memahami semua bentuk bahasa pada tingkat perkembangannya berbahasa; mereka belajar “berbahasa yang baru dengan menggunakannya” “Tidak ada rumus ajaib untuk membantu guru, tetapi guru harus dapat belajar mengkristalkan pemikirannya berdasarkan temuan2 baru dalam linguistik untuk membentuk “sikap baru untuk memahami bagaimana belajar dan mengajar berbahasa”.
Prinsip2 Linguistik yang harus diingat adalah: 1. Bahasa tetap merupakan fenomena bunyi. 2. Seseorang yang mendengar bahasa lain cenderung untuk mengganti bunyi bahasa yang baru dengan bunyi yang serupa dalam bahasanya sendiri. 3. Pembelajar bahasa yang baru bisa diajar untuk membunyikan bunyi bahasa yang baru dengan memproduksi bunyi tersebut. Kemampuan mengidentifikasi dan menyebutkan kembali semua item linguistik yang baru dengan benar harus diikuti dengan memimpin siswa untuk menggunakan semua konsep yang baru ber-kali2 dalam semua tipe situasi yang bermakna.
Tipe belajar yang dikaitkan denga Pembelajaran Bahasa Asing Ada dua tipe belajar berbahasa asing yang utama yang harus dipelajari oleh guru bahasa asing di sekolah dasar, yaitu: a. Tipe classical conditioning : respons diperoleh dari subyek dengan mengontrol hasil melalui manipulasi stimulus
b. instrumental atau “trial and error”: subyek sudah dapat memberikan respons yang benar sendiri termotivasi oleh dorongan atau drive dari dalam
Beberapa faktor yang umum pada tipe belajar yang berkaitan dengan pemerolehan ketrampilan verbal adalah: a. Kemampuan belajar dan “mental set” siswa b. Hakekat dan derajad pengalaman sebelumnya c. Kondisi fisik tempat belajar d. Kompleksitas materi dan lamanya berupaya dalam satu periode e. Keefektifan penghargaan/penguatan f. Frekuensi latihan mengulang dan jeda waktu
Berikut adalah faktor2 lain: a.
Belajar adalah perubahan progresif yang berkaitan dengan situasi penyajian secara berurutan dan upaya individu untak mengulang-ulang guna memberikan reaksi yang efektif.
b.
Belajar dapat berbentuk ketrampilan yang meningkat atau ketepatan kinerja dan disebut PEMBENTUKAN KEBIASAAN atau HABIT FORMATION.
c.
Para guru harus membantu siswa melalui bentuk bermain peran dan pengulangan intensif untuk menguasai respons prilaku verbal dan nonverbal yang baru dalam situasi sebenarnya, baik yang sudah dikenal atau yang masih asing.
2. Dasar2 Psikologi untuk Pembelajaran Bahasa Asing di Sekolah Dasar Ucapan yang diajarkan jangan sampai terlalu rumit melebihi kemampuan anak mengucapkan dalam bahasanya sendiri. Setiap bagian dari bahasa dan isyarat prilaku berbahasa yang diinginkan harus dapat ditirukan oleh anak2 dengan tepat pada saat yang sama dengan anak2 ketika mengasosiakan atau melakukan makna ujaran.
Prinsip2 psikologi di bawah ini dapat membantu guru dalam membuat persiapan: a. Mulai dari yang sudah diketahui ke yang belum diketahui b. Jangan mengajarkan ungkapan dalam bahasa yang baru yang lebih sulit daripada apa yang sudah mereka ketahui dalam bahasa ibunya a. Gunakan perangkat sederhana yang mudah disesuaikan dengan perkembangan otot siswa b. Pilih materi yang akan memenuhi kebutuhan emosional dan intelektual anak c. Berikan perhatian yang ketat pada motivasi untuk tertarik pada setiap aktivitas d. Ajarkan kosakata yang bermakna yang memungkinkaan latihan fungsional konsep bahasa e. Hadir dengan tempo normal f. Pimpin siswa untuk melatih setiap konsep baru sampai memproduksinya bisa otomatis.
3. Hukum2 belajar yang Mendasari Pengajaran yang Efektif Ada tiga hukum belajar: 1. Hukum kesiapan/Law of Readiness menyatakan sikap siswa terhada belajar yang prospektif (motivasi yang intens, ketertarikan) 2. Hukum latihan ; sering, semua materi dilatih dengan sungguh2 untuk melawan kecenderungan untuk lupa Beberapa saran: a. Betulkan pengulangan dengan standar istimewa b. Latihan mengulang-ulang harus diberikan terus menerus sampai kebiasaan berbicara dikuasai dengan baik c. Pengulangan yang intensi dan sering dalam waktu yang tidak terlalu lama d. Latihan meng-ulang2 diperlukan sampai siswa memiliki penguasaan otomatis dan mendapatkan kepuasan.
Hukum akibat: diperlihatkan dalam derajad keberhasilan siswa dengan pengalamannya berbahasa asing. Perasaan puas diperlukan untuk memelihara minat anak2 dan menstimulasi pembeajaran bahasa Inggrisnya selanjutnya.
Ketiga hukum ini saling bekerjasama, tidak sendiri2, dalam setiap situasi belajar, dan para guru bahasa asing yang mengenalnya dalam perencanaan dan penyajian pelajarannya akan mengajar dengan lebih efektif.
B. Karakteristik Pembelajar Usia Dini Pahin dan Power dalam Suyanto (1999: 4) menyatakan bahwa yang berikut ini adalah karakteristik pembelajar usia dini:
a. Mereka belajar sambil melakukan; b. Mereka bisa membicarakan apa yang telah mereka lakukan atau dengar; c. Mereka bisa memperdebatkan sesuatu; d. Mereka memahami situasi lebih cepat e. Mereka memiliki perhatian dan konsentrasi sangat pendek. f. Mereka sering merasa senang bermain dan bekerja sendiri g. Mereka dapat bekerja dengan orang dewasa h. Mereka belajar berbahasa Inggris dengan menggunaknnya untuk komunikasi i. Ketika anak2 termotivasi dan tertarik pada kegiatannya, mereka dapat belajar dengan baik, mereka akan tertarik pada aktivitasnya, dengan terlibat dalam kegiatan yang relevan dengan mereka. Selanjutnya ia memberikan apa yang harus dan tidak harus dilakukan dalam mengajar bahasa asing kepada siswa SD:
1. Apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan a. Mulailah mengajar dengan menghafal nama siswa b. Tentukan aturan permainan di kelas sejak awal c. Menggunakan bahasa siswa untuk memberi arah kalau terlalu kompleks. d. Mendorong siswa untuk berbahasa Inggris sebanyak mungkin e. Ubah-ubahlah kegiatan kelas untuk mempertahankan minat mereka f. Organisasikan siswa dalam berbagai cara secara individual, berpasangan atau dalam kelompok sehingga tidak ada siswa yang selalu dengan teman dekatnya. g. Berkelilinglah dalam kelas untuk membantu siswa, periksa bahasa mereka dan monitor kemajuannya.
h. Jangan takut membiarkan siswa berjalan kesana kemari di dalam kelas i. Pilih materi dan kegiatan belajar baik2 j. Buatlah kelas bahasa Inggris anda menyenangkan untuk mengembangkan sikap positif pada belajar bahasa k. Ajaklah mereka bernyanyi, bermain dan melakukan kegiatan lain yang menarik dan menyenangkan l. Lakukan dril2 pengulangan sebanyak mungkin m. Gunakan media, terutama gambar, benda2 sebenarnya atau boneka n. Anda harus tahu apa yang anda lakukan dan mengapa o. Anda harus lebih kreatif dan dapat membuat rencana dan persiapan yang dapat diterapkan dengan lancar dengan banyak variasi.
3. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan: a. Semua kegiatan harus sederhana b. Sebagian besar kegiatan harus dilakukan secara lisan c. Tugas haruslah dalam batas kemampuan mereka melakukannya d. Kegiatan2 mungkin dapat dilakukan dalam bentuk permainan, dan lagu dengan perbuatan, total physical response, tugas yang diberikan antara lain: mewarnai, memotong dan melekatkan kertas, contoh ceritera yang diceriterakan ber-ulang2..
C. Apa yang dikatakan ahli2 dalam bidang yang berkaitan tentang Karakteristik Belajar Pembelajar Usia Dini
Pengaturan yang berbeda untuk tujuan2 program yang berbeda menyababkan pentingnya aspek2 yang berkaitan dan berbeda-beda menyebabkan pentingnya mempertimbangkan aspek2 yang berbeda yang berkaitan dalam perencanaan dan pelaksanaan program. Hal ini benar dalam perencanaan dan pelaksanaan program untuk pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing untuk usia dini. Program ini harus memiliki banyak perbedaan yang mendasar dengan program yang sama yang dirancang dan dilaksanakan untuk pembelajar yang lebih tua karena perbedaan setting bahasa target. Salah satu aspek yang perlu pertimbangan serius adalah perbedaan perbedaan dalam seting psikologis dalam belajar bahasa, dalam hal ini bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Fakta menunjukkan bahwa sejauh ini program2 yang menyangkut bahasa Inggris sebagai mata pelajaran formal di sekolah telah diarahkan srbagai bahasa asing yang diajarkan kepada siswa sekolah menengah Pertama dan Atas juga mahasiswa, ditargetkan untuk diajarkan kepada siswa yang perkembangan psikologisnya sudah mencapai level tertentu. Anak usia dini dalam perkembangan psikologisnya masih pada tingkatan lebih awal daripada keompok target di atas. Implikasinya adalah bahwa upaya yang dilakukan sejak persiapan, pelaksanaan dan evaluasi pencapaian untuk program Bahasa Inggris untuk usia dini seyogyanya dipertimbangkan dan disesuaikan dengan hakekat anak2 dipandang dari perkembangan psikologi pembelajarannya. Berikut ini adalah pertimbangan psikologis yang telah dikemukakan oleh empat orang ahli perkembangan psikologi yang perlu kita pahami dan pertimbangkan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing di sekolah dasar. Dalam kesempatan ini kita akan membicarakan teori2 yang dikemukakan oleh Piaget, Vygotsky, Bruner dan George Kelly.
1.
Piaget: Anak2 adalah Pembelajar Aktif
Pertimbangan utama Piaget adalah bagaimana anak2 dapat berperan dalam ligkungannya dan bagaimana lingkungan mempengaruhi perkembangan mentalnya. Menurut Piaget anak2 selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan menemukan solusi untuk masalahnya dengan menghadapi lingkungannya. Perhatian utama Piaget bukan penekanan pada perkembangan berbahasa anak, tetapi pada pada perkembangan tindakan anak; namun, akan lebih baik memperhatikam betul pada pemikiran teoritisnya pada perkembangan ini. Menurut Piaget ada dua jenis perkembangan yang terjadi sebagai hasil dari dilakukannya kegiatan ini yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah pengembangan kegiatan yang tidak menyebabkan terjadinya perubahan, sementara akomodasi adalah pengembangan kegiatan yang menyebabkan perubahan. Pada awalnya asimilasi dan akomodasi muncul sebagai proses adaptasi kelakuan, tetapi kemudian dalam perkembangannya asimilasi dan akomodasi menjadi proses berpikir. Akomodasi adalah konsep penting untuk dipertimbangkan dalam bidang pembelajaran bahasa dan diberi istilah restructuring yang mengacu pada pengorganisasian kembali representasi mental dalam suatu bahasa. Dalam perkembangan pembelajaran bahasa, ada satu hal yang dikemukakan dalam teori Piaget yang perlu kita perhatikan betul2. Menurut Piaget, anak2 berkembang secara bertahap seiring dengan pertumbuhan pengetahuan dan ketrampilan kecerdasannya sampai mereka mecapai jenjang berpikir logis dan formal. Pertumbuhan ini ditandai oleh perubahan mendasar yang spesifik yang menyebabkan anak2 bisa melalui jenjang2 tertentu untuk mencapai jenjang berikutnya dalam perkembangannya. Pada setiap jenjang, anak dapat berpikir tentang hal
tertentu, tetapi bukan hal yang lain. Menurut Piaget, sebelum usia 11 tahun anak2 belum bisa berpikir tentang hal2 yang menyangkut konsep2 abstrak dan menggunakan jalur logika. Walaupun Piaget tidak secara spesifik berurusan dengan aspek komunikasi antar anak2 dengan anak2 lain atau orang dewasa dalam pekembangan berpikir mereka, tetapi ada satu gagasan Piaget yang penting untuk kita pelajari. Piaget mengatakan bahwa sebagai pembelajar dan pemikir, anak2 membangun pengetahuannya melalui berjuang dengan hal2 atau gagasan2 yang ada dalam lingkungannya sehingga lingkungan dapat muncul sebagai lingkungan dimana anak2 melakukan kegiatan dan kreatifitas yang ada sebagai akibat terjadinya pembelajaran. Berdasarkan pemikiran ini, pembelajaran berbahasa, terutama pembelajaran bahasa asing dapat berlangsung jika kelas dan lingkungan sekitarnya digunakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertindak dan menciptakan bahasa yang baru menurut jenjang perkembangan berpikirnya. Dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian/evaluasi pembelajaran bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris, di tingkat sekolah dasar adalah: isi materi belajar yang disesuaikan dengan jenjang berpikir anak dan peran kelas dan lingkungannya yang dapat mendukung kegiatan dan kreatifitas siswa..
2.
Vigotsky: Zone of Proximal Development
Berbeda dengan Piaget yang berbicara tentang anak2 dan dunianya sendiri, Vigotsky mempunyai pandangan berbeda tentang pentingnya bahasa dan orang2 lain dalam dunia anak2. Sementara Piaget memandang anak2 sebagai pembelajar yang aktif sendiri dalam dunia benda2, Vigotsky mempunyai pendapat bahwa anak2 adalah pembelajar aktif di dunia yang penuh dengan manusia. Berkembang dan belajar terjadi dalam konteks sosial, dalam dunia yang penuh
dengan manusia yang sudah berinteraksi dengan anak2 sejak mereka lahir. Manusia2 ini yang mengelilingi anak2 ini mempunyai peran yang sangat besar dalam memberikan dukungan dalam pembelajaran mereka dengan memperlihatkan benda2, dengan mengajak mereka berbicara dan bermain, dengan berceritera, dengan bertanya dan kegiatan2 lain menggunakan bahasa. Dengan kata lain, orang2 dewasa mempunyai peran sebagai penghubung antara anak2 dengan dunia di sekitarnya. Kemampuan belajar melalui instruksi dan mediator adalah salah satu karakteristik kecardasan manusia’ Dengan bantuan orang dewasa, anak2 dapat melakukan sesuatu dan memahami lebih dari kalau mereka melakukannya sendiri. Konsep ini disebut dengan ZPD atau Zone of Proximal Development, yang intinya adalah mempelajari sesuatu dan belajar berpikir akan difasilitasi melalui interaksi dengan orang lain (orang dewasa). Setelah melakukan berbagai kegiatan dalam konteks sosial dengan orang lain, yang didukung oleh bahasa dalam banyak hal, anak2 akan secara bertahap bergerak melepaskan diri dari ketergantungan mereka pada orang dewasa dan pada akhirnya akan mencapai kemampuan mereka untuk bertindak dan berpikir sendiri. Perubahan dari berpikir dan berbicara dengan suara keras ketika melakukan suatu kegiatan menjadi tataran berpikir mandiri disebut internalization yang menurut Vigotsky adalah transformasi ke kemampuan berpikir tentang sesuatu secara kualitatif. ZPD dapat digunakan sebagai bimbingan dalam memilih dan mengatur pengalaman belajar yang dirancang untuk membantu mereka meningkatkan diri dari tataran interpersonal ke intrapersonal agar proses internalisasi terjadi dan bahasa yang baru diajarkan menjadi bagian pengetahuan dan kemahiran berbahasa anak2.
3.
Bruner: Scaffolding dan Routines
Konsep penting yang diperkenalkan oleh Bruner adalah scaffolding dan routines, dimana scaffolding maksudnya adalah “pembicaraan guru” yang dilakukan untuk melaksanakan kegiatan dalam kelas dari memeriksa daftar hadir siswa sampai membubarkan kelas hari itu. Semua ini harus menggunakan bahasa yang sedang dipelajari. Gagasan lain yang dikemukakan oleh Bruner yang berguna untuk pembelajaran bahasa lain ialah yang menyangkut format dan routines, kebiasaan yang memungkinkan scaffolding merujuk pada kegiatan guru, secara fisik dan verbal, yang dilakukan terus menerus dan rutin, sehingga siswa terbiasa dengan ungkapan2 yang digunakan dan kegiatan2 guru selama proses belajar mengajar berlangsung. Kalau siswa sudah terbiasa dengan kegiatan berbahasa dan pola2 bahasa yang digunakan guru dalam mengajar, mereka akan merasa nyaman dan percaya diri dan mereka akan siap menerima dan belajar hal2 yang baru. Rutinitas dan adaptasi/penyesuaian yang dilakukan oleh siswa akan memberikan tempat atau space of growth yang dapat menjadi ZPD dalam teori Vygotsky. Kalau ini diterapkan di dalam kelas, kita dapat melihat bagaimana kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari dapat menjadi tempat untuk pengembangan bahasa yang diajarkan. Ungkapan2 seperti instruksi, memberi salam, dsb. dapat menciptakan kesempatan untuk pengembangan ketrampilan berbahasa.
4.
George Kelly:
Kelly dalam David Paul (2003: 175 – 177) pasti akan sependapat jika kualitas pengalamanlah yang memegang peranan, bukan hanya usia anak2 saja. Seorang anak mengeksplorasi lingkungannya, membangun model teoritis tentang bagaimana ia pikir dunia ini bekerja, dan secara aktif menggunakan model ini untuk mengantisipasi dan menguji teorinya.
Kalau ia sudah mendapatkan pengalaman dalam lingkungan tertentu, model yang digunakannya untuk menafsirkan bahwa lingkungan akan menjadi lebih kompleks, dan ketika ini terjadi ia akan dapat melihatnya dan mengalaminya dari berbagai sudut. Gagasan Kelly sejalan dengan banyak teori otak, walaupun ia menulis pada saat bayak yang tidak diketahui tentang otak daripada yang diketahui kini. Ia melihat anak2 ketika membangun kerangka kerja mental internalnya, dan meningkatkannya dengan melihat pola2 dan replikasi di lingkungan sekitarnya. Mereka membangun teori dari pola2 ini dan menggunakannya untuk menerka informasi baru yang ditemui. Ia juga menyarankan bahwa setiap kita, sadar atau tidak sadar, memilih arah mana yang dituju. Kita cenderung untuk memilih arah yang memiliki makna pribadi dimana kita mengira bahwa kerangka kerja kita akan berhasil maju dan berkembang, dan menghindari situasi2 yang kurang memiliki makna pribadi atau akan mengarah ke kegagalan atau tidak ada kemajuan bagi kerangka kerja mental kita. Hal ini membantu menjelaskan mengapa seorang anak memandang keluar jendela ketika mengikuti pelajaran kita, tetapi seketika menjadi bersemangat dan matanya menjadi bersinar, ketika pulang ke rumah dan duduk di depan ppermainan komputernya. Dalam kelas bahasa Inggris, mungkin ia mendapat banyak pengalaman kegagalan, atau gurunya mungkin mengajar menggunakan metode yang berpusat pada guru yang menyebabkan ia tidak memiliki kesempatan berpikir dan menyelidiki sendiri. Tetapi ketika bersama permainan di komputernya, ia dapat menjadi dirinya sendiri, mendapat pengalaman dan tantangan dan menjadi semakin baik. Ia menjadi manusia yang sebenarnya lagi. Dalam pendekatan ini tidak ada satupun anak yang dikatakan sebagai pembelajar pasif. Semua anak adalah pembelajar aktif, tetapi mereka menentukan sendiri arah mana yang mereka
pilih untuk maju. Ini berarti kalau mereka mengeksplorasi dunia ini, mereka akan diberi kesempatan untuk bereksperimen sendiri dengan cara yang mereka rasakan bermakna. Kita perlu meyakinkan diri bahwa mereka melihat pola2 dalam bahasa Inggris yang dikenal, menggunakan pola2 ini sebagai landasan dari mana mereka membuat terkaan, dan berhasil. Dengan kata lain, kita sebenarnya tidak “mengajar” mereka dan berpikir untuk mereka, kita membiarkan mereka sebagai pembelajar alamiah seperti mereka sebenrnya. Dari setiap pernyataan ahli di atas, ada pernyataan2 tentang pemikiran2 yang penting yang perlu dipelajari dan dipertimbangkan ketika kita berhubungan dengan pengajaran bahasa asing untuk pembelajar usia dini. Kita perlu memahami mereka secara keseluruhan dan berpikir tentang bagaimana hal2 itu diaplikasikan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program kita. Kalau kita percaya bahwa anak2 bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini, kita perlu berpikir untuk melakukan pembelajaran berbahasa bagi anak2 ini secara serius dan menyesuaikan pendekatan pada hakekat pembelajar usia dini sebagai target dalam mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing.
BAB V PENDEKATAN, KURIKULUM DAN PENGEMBANGAN MATERI
A. Pendekatan dan Metode2 dalam Pengajaran Bahasa Asing untuk Anak Usia Dini 1. Teknik2 dalam Pengajaran Anak di Lingkungan Terdekat Dalam mendiskusikan metode2 dan teknik2 yang cocok untuk anak usia dini, Hamid dalam bahan ajar yang dikembangkan untuk Program Belajar Jarak Jauh secara khusus terarik pada hubungan antara pembelajar usia dini dan lingkungan terdekatnya dalam proses belajar bahasa asing dan menyatakan sebagai berikut:
Metode, teknik dan prosedur mengajar sebaiknya menggunakan materi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat siswa. Ini sebaiknya dikembangkan melalui integrasi beberapa metode yang berisi teknik2 pembelajaran komunikatif melalui pemanfaatan drama, ermainan, bermain peran, tanya jawab, total physical response, dril dan yang lainnya. the use of drama, plays, role plays, questions and answers, total physical response, drills and the others.
Metodologi dasar yang digunakan untuk menyajikan materi2 lingkungan terdekat adalah: 1. Kegiatan2 yang dilaksanakan di dalam kelas hendaknya berisi materi dengan lingkup linguistik dan komunikatif bahasa yang diajarkan 2. Kegiatan2 belajar di dalam kelas hendaknya dilaksanakan berdasarkan prinsip2 belajar mengajar yang berpusat pada siswa.
Agar dapat melingkupi ranah linguistik dan komunikatif, penyajian handaknya dibagi menjadi dua langkah: penyajian dan latiham.
Langkah penyajian dimaksudkan untuk memberikan konteks sehingga tujuan materi yang sedang diajarkan menjadi lebih jelas, juga dimaksudkan untuk meningkatkan minat siswa untuk belajar berbahasa. Langkah ini berisi kegiatan2 untuk memusatkan perhatian siswa pada beberapa kegiatan dan memantau pemahaman siswa seluruhnya.
Langkah latihan dilakukan melalui banyak pengulangan baik secara klasikal maupun individual dalam kegiatan tanya jawab dengan guru maupun berbagai kegiatan komunikatif seperti: permainan, kegiatan2 kesenjangan informasi, wawancara, drama atau main peran.
Kegiatan belajar yang berpusat pada siswa dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif di dalam kelas dan dengan demikian peran guru adalah sebagai pembimbing atau fasilitator.
Berikut ini adalah enam jenis kegiatan yang cocok untuk menarik minat siswa: 1. Kegiatan2 klasikal 2. Kegiatan berpasangan 3. Kerja kelompok 4. Bermain drama 5. Bermain peran. Setiap siswa diberi satu peran dan berlatih melaksanakannya. 6. Kegiatan yang berisi kesenjangan informasi. Setiap anggota pasangan : A dan B mempunyai informasi berbeda sebagai materi untuk komunikasi (berbicara) Untuk kegiatan2 tersebut di atas, media seperti: gambar, potongan2, kartu, dan lain2 dapat digunakan termasuk tape recorder dengan kasetnya dan lainnya.
2. Memilih Metode yang Sesuai untuk Penguasaan Fungsional Bahasa Lisan Bumpass dalam bukunya “Teaching English as a Foreign Language for Young Learners” utamanya menyajikan metode2 mengajar bahasa yang berdasarkan teori behaviourisme dan mengemukakan: a.
Tujuan Khusus sebagai Dasar Metode Metode mengajar hendaknya menyingkap kesadaran akan adanya tujuan2 umum dan tujuan khusus, urutan langkah2 atau prosedur dan penyesuaian materi oada kebutuhan dan kemajuan siswa..
Tjuan utamanya adalah memperluas cakrawala budaya termasuk linguistik; yyang di bawah ini dapat digunakan sebagai asis metodenya: i. Tujuan Linguistis a). Pemerolehan pola2 kalimat, bukan menghaalkan kata2 secara terpisah b). Penguasaan kebiasaan memberikan stimulus dan respons tanpa perlu menyadari pikiran secara sadar c). Pengembangan kemampuan berbahasa dalam pertukaran percakapan normal d). Pemerolehan ketrampilan berahasa e). Korelasi ketrampilan2 berbahasa melalui kegiatan2 yang menyenangkan.
ii.
Tujuan2 Budaya a). Apresiasi terhadap sesuatu yang berbeda dengan budaya sendiri b). Penerobusan dari orientasi budaya tunggal ke peminatan dalam bahasa lain dan penutur aslinya.
c). Pembebasan dari kekuatan yang lebih besar pada pernyataan pribadi yang akan memberikan kepuasan pencapaian dan berkontriusi pada proses belajar seseorang secara umum
Dampaknya hendaknya datang melalui ketrampilan mendengarkan, berbicara, membaca dan menukis melalui penyajian seluruh materi ke telinga, mengulang secara intensif pengucapannya dan memperbolehkan berlatih dan menggunakannya sesuai dengan situasi bermakna yang dialami dan memiliki tujuan, guru akan membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya berkomunikasi dalam bahasa baru yang diajarkan.
b.
Langkah-langkah dalam penyajian kerampilan mendengar dan mengucapkan Melalui kegiatan mendengarkan, pengulangan ujaran yang sama dan latihan intensif anak2 dapat menggunakan pola2 berbahasa lisan untuk maju ke ketampilan2 lain (membaca dan menulis) secara efekti. Guru menyajikan konsep yang baru dalam bahasa asing, menjelaskan artinya melalui mendramakan kegiatannya dan menggunakan reerensi alat peraga dalam tekst. a. Mengulang. Guru memberikan penekanan pad ucapan yang benar, melakukan pengulangan, menemukan ucapan yang masih salah dan memberikan dril tambahan untuk pembetulannya. b. Berlatih. Guru memimpon siswa untuk melatih konsep2 baru dalam beragai kegiatb yang memberikan latihan lisan baik perorangan maupun klasikal. Dengan penerapan langkah2 ini siswa dapat mengasimilasi pola2 bahasa secara langsung melalui hubungan antara bahasa dengan prilaku persis seperti yang mereka lakukan dalam mempelajari bahasa ibu. Mereka mempelajari bahasa yang baru
melalui pengulangan yang intensif pola2 struktural, melalui latihan2 yang bermakna, melalui bermain drama atau berdialog, dengan certera2 yang sederhana dan dalam permainan dan menyanyikan lagu2 yang menarik.
3.
Pembelajaran yang Berpusat pada Anak
Untuk mendiskusikan pengajaran yang berpusat pada siswa untuk pengajaran bahasa Inggris, mari kita pelajari apa yang ditulis oleh David Paul dalam bukunya “Teaching English to Children in Asia” (Paul, 2003: 10). Ia telah merimgkas apa yang disebutnya “The Questioning Cycle” yang digambarkannya sepert di baah ini:
Melihat
Terhubung
Ingin
Berhasio
Tertantang
Bermain
David Paul mendeskripsikan tahap2 pelajaran Bahasa Inggris yang mengikuti enam langkah, yaitu: melihat/menyadari, ingin, tertantang, bermain, berhasil dan terhubung sebagai langkah2 yang penting untuk diikuti ketika kita memperkenalkan bahasa target baru, dalam hal ini Bahasa Inggris. Ini dinyatakan berdasarkan kenyataan bahwa anak2 adalah pembelajar aktif, tetapi mereka memilih arah mana yang mereka tempuh. Berikut adalah deskripsi setiap langkah. a. Melihat/Menyadari Anak2 melihat dan menyadari adanya kata2 atau pola2 baru ketika mereka bermain. Kita tidak “mengajarkan” kata2 atau pola2 ini, kita memasukkannya di dalam kegiatan2 dan membiarkan mereka menyadarinya. Misalnya, kita mungkin mencampur beberapa flash card yang sudah mereka ketahui ketika bermain permainan flash card. Mereka dengaan tidak sengaja menemukan card yang baru dan berpikir. b. Keinginan Kalau anak2 menikmati kegiatannya, mereka akan ingin menemukan apa arti kata2 dan pola2 baru ini. Mereka terus melanjutkan sampai menemukan apa yang mereka ingin temukan dan apa yang ingin mereka temukan ini tergantung pada seberapa anyak mereka menikmati kegiatannya. c. Menantang/Mengambil resiko Kalau kata atau pola lebih dari apa yang sudah diketahui siswa, dan kalau mereka mmpunyai cara untuk mendapatkan artinya, kemungkinan besar mereka akan berusaha menemukan artinya. Anak2 enggunakan pola2 dan prinsip2 yang telah mereka pelajari di kegiatan sebelumnya untuk menerka kata atau pola yang baru itu.
d. Bermain /Bereksperimen Anak2 dapat melakukan banyak kegiatan dimana mereka bermain dengan bahasa target yang baru, mencoba hal2 baru, membuat kesalahan, menemukan banyak contoh kalimat dengan pola yang baru dan menggunakannya untuk mengekspresikan perasaan mereka sendiri. e. Berhasil Kalau bahasa target yang baru sudah sampai pada tingkat yang sudah dapat dicapai, anak2 akan berhasil dalam memahami dan menggunakan kata2 dan kalimat sendiri. f. Menghubungkan Kalau silabus bahasa sudah cocok dengan baik dan kalau anak2 melakukan kegiatan2 menggunakan bahasa target yang baru dengan bahasa target yang sudah dipelajari, anak2 akan dengan sendirinya menyambungnya pada model mental yang sudah mereka bangun sementara mereka mencoba memahami dunia bahasa Inggris.Proses ini sering disebut internalization atau internalisasi. Setiap tingkat dalam Questioning Cycle (Siklus Bertanya) mempunyai peran penting guna mendorong seorang anak untuk menjadi pembelajar bahasa Inggris yang aktif dan mengabaikan tingkat yag mana saja yang mungkin menyebabkan melemahnya minat atau kemampuan anak untuk belajar bahasa Inggris secara aktif. has an important role in encouraging a child to be an active learner in English and neglecting any stage may result in weakening the children’s interest or ability to learn English actively. Hal ini mungkin bisa terjadi kalau:
1. Kita tidak memberi kesempatan kepada anak untuk mengetahuinya. Kalau kita memperkenalkan kata atau pola yang baru tanpa memberi kesempatan kepada anak untuk mengetahuinya dulu, kemungkinannya adalah mereka merasa bahwa pada dasarnya mereka mengikuti arahan kita – bukan punya mereka sendiri. 2. Mereka melakukan apa yang kita inginkan Walaupun mereka mengetahui adanya kata2 atau pola2 baru tetapi merasa bahwa mereka hanya melakukan apa yang kita ingin mereka lakukan, mereka masih merasa bahwa mereka mengikuti araha kita saja dan bukan punya mereka. 3. Mereka tidak mencoba sendiri Mungkin mereka mempunyai rasa ketergantungan kepada kita dan tidak mengetahui pertanyaan2 apa yang mereka gunakan untuk menyatakan keinginan tahu mereka hal ini mungkin disebabkan oleh kenyataan bahwa materi yang baru terlalu sulit, tidak ada hubungannya dengan apa yang sudah diketahui, tidak disajikan dengan cara yang menyenangkan dan kurang dibangunnya motivasi untuk satu periode waktu. 4. Mereka tidak cukup bereksperimen Kalau kita tidak memberi waktu dan tempat yang cukup kepada anak untuk bermain-main dengan kata2 atau pola2 yang baru dengan banyak melakukan praktek.
5. Mereka gagal/tidak berhasil Kalau anak2 tidak cukup sering merasakan keberhasilan, mungkin mereka kurang memiliki kemungkinan untuk berani mengambil resiko untuk mencoba ketika mereka menemukan kata2 atau pola2 baru dimasa mendatang. 6. Mereka tidak membuat kaitan. Ada beberapa alasan mengapa siswa gagal untuk mengaitkan pola2 target yang baru dengan model bahasa Inggris yang secara mental sudah mereka bangun, misalnya:
a. Fokus kegiatan2 kita pada target (misalnya ketika menyajikan I like …, I like … tanpa mencampurnya dengan pola2 lain) b. Kita membuat mereka menghafalkan dialog2 terpisah atau lagu yang berisi bahasa yang sulit bagi siswa untuk menginternalisasi. c. Kita tidak menantang anak2 untuk berpikir secukupnya. Kalau anak2 gagal mengaitkan kata atau pola baru dengan apa yang sudah mereka untuk menggunakan pengetahuan baru secara aktif.
B. KURIKULUM Walaupun situasi di Indonesia, terutama di Kalimantan Selatan memperlihatkan bahwa ada kurikulum formal yang dikembangkan oleh Departmen Pendidikan Nasional di tingkat nasional dan satu untuk tingkat regional, ada baiknya kita mengetahui apa yang harus dipertimbangkan dalam menentukannya seperti apa yang telah disarankan oleh David Paul. Kalau kita perlu mendiskusikan apa yang dimaksud dengan pembelajaran yang berpusat pada anak dan tentang ini sudah dibicarakan sebelum ini, ada baiknya kita melihat bagaimana konsep ini diaplikasikan pada pelajaran di kelas yang berpusat pada anak dan yang berpusat pada guru terutama untuk menjawab pertanyaan tentang perlu atau tidak adanya silabus atau kurikulum. Mari kita dengar apa yang dikatakan oleh Paul tentang hal itu.
1. Berpusat pada guru atau berpusat pada anak
Ketika mempertimbangkan bagaimana mengajar secara efektif, guru sering melihat pada pelajaran yang berpusat pada guru dan bagaimana yang berpusat pada anak dan melihat hal2 yang baik di dalamnya. Beberapa hal yang baik yang sering dibicarakan adalah:
Berpusat pd guru Guru merancang pelajaran dg cermat Guru dapat memanfaatkan wkt dg efisien Guru dpt mengajar dg jelas dan logis Anak2 berkelakuan baik dan tidak banyak berbicara sendiri
Berpusat pd anak Anak2 menyukai kegiatan belajarnya Mereka belajar secara alamiah dak aktif Mereka bertindak secara spontan Mata mereka bersinar dg semangat
Banyak guru yang berpendapat bahwa pelajaran yang berpusat pada anak memang baik dalam banyak hal, tetap pada kenyataannya kita memang perlu menerapkan metode2 yang berpusat pada guru. Hal ini terutama memang benar kalau anak hanya memiliki waktu terbatas untuk belajar bahasa Inggris, atau kita perlu menyelesaikan aisi silabus dalam waktu yang sudah ditentukan. Gambaran in didasarkan pada interpretasi yang keliru tentang seperti apa sebenarnya kelas yang berpusat pada anak itu sebenarnya.
2. Belajar sambil menyenangkan diri Guru yang merasakan adanya keuntunga dan kerugian dalam melaksanakan pembelajaran dengan kedua jenis metode tersebut sering membagi pelajaran dalam beberapa bagian dimana sebagian lebih berpusat pada guru dan sebagian lagi berpusat pada anak. Sebenarnya bagi anak yang sangat termotivasi, pendekatan ini dapat dilaksanakan dengan baik tetapi anak yang kurang termotivasi sering membandingkan antara bagian yang berpusat pada guru dengan permainan yang berpusat pada anak dan lebih menyukai permainannya, dan memandang yang berpusat pada guru sebagai apa yang “harus dilakukan” agar dapat bermain game. Namun, mengajar dalam bagian2 seperti itu menyebabkan banyak anak yangb kurang tertarik dalam belajar berbahasa Inggris. Mungkin mereka menikmati permainannya tetapi memperlakukan bahasa Inggris sebagi ritual di sekoah yang tidak ada hubungannya dengan dunia mereka yang lebih bermakna di luar sekolah. Hal ini secara khusus benar dalam situasi belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Yangbenar2 kita inginkan adalah semua anak merasa lebih bersemangat karena menyadari bahwa kemampuan berbahasa Inggrisnya menjadi lebih baik daripada sebalumnya dan bukan hanya bermain game saja. Kita ingin mereka melihat bahwa belajar bahasa Inggris dan ber-senang2 sebagai satu hal yang sama. Ber-senang2 dan game merupakan sesuatu yang paralel, bukan merupakan bagian2. Agar ini dapat terlaksana dengan baik kita perlu menemukan seperti apa sebuah kelas yang mempunyai banyak kegiatan itu, dan target bahasa yang seharusnya ada dan diubah secara bertahap untuk membuatnya lebih mudah. Dengan kata lain, setiap kegiatan perlu mempunyai dua muka, satu muka adalah bersenang2 – pelajaran dirasakan sebagai sebuah permainan yang besar , muka yang lain kegiatan mempunyai tujuan – kegiatan dilakukan untuk belajar atau berlatih berbahasa target yang dirasa perlu pada saat itu.
3. Langkah demi langkah atau menurut topik Langkah selanjutnya yang perlu kita pertimbangkan adalah silabus atau kurikulum yang bagaimana yang diperlukan untuk kelas dengan pembelajaran yang berpuat pada anak. Beberapa guru bersikeras bahwa sebuah kelas harus memiliki silabus langkah demi langkah yang jelas yang secara tradisional didasarkan pada tata bahasa. Beberapa guru yang lain mengatakan gunakan silabus yang disusun menurut topik, dimana pelajaran didasarkan pada berbagai topik dan bukan urutan bahasa yang sistematis. Beberapa argumentasi utamanya yang umumnya dikemuakan adalah:
a.Menurut yang setuju dengan silabus langkah demi langkah
Pembelajaran menurut topik berlangsungnya terlalu lama. Pelajaran dengan urutan langkah demi langkah menggunakan waktu lebih efisien
Anak2perlu membangun pemahaman mereka terhadap bahasa Inggris langkah demi langkah; kalau tidak mereka akan kehilangan kepercayaan diri dan kurang mendapat arahan
Anak2 perlu melihat huungan antara beragai materi bahasa yang mereka temui, dengan begitu mereka akan dapat menerka seara aktif apa arti kata2 atau pola2 baru yang mereka temui. Pelajaran menurut topik tidak memusatkan perhatian anak yang cukup pada pola2 dan hubungan2nya.
Pembelajaran menurut topik memerlukan kelas yang besar dan sulit dikelola.
b. Menurut yang setuju dengan silabus menurut topik Anak2 perlu melihat begaimana cara belajar mereka cocok dengan pengalaman mereka diluar kelas bahasa Inggris. Mereka perlu secara menghubungkan bahasa Inggris dengan tema seperti keluarga, binatang peliharaan, oleh raga dan hobi secara aktif.
Anak2 perlu mengaitkan mata pelajaran lain di sekolah dengan mata pelajaran lain untuk membuat setiap mata pelajaran terasa lebih relevan dengan kehidupan pada umumnya dan memaksimalkan potensi kreativitas mengaitkan ketrampilan dengan informasi yang dipelajari pada satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain.
Pembelajaran langkah demi langkah memang sesuai untuk guru, tetapi validitas nya diragukan kalau kita mempertimbangkan luasnya kemampuan dan minat yang mungkin ada dalam kelas.
Yang terbaik bagi anak adalah belajar dalam situasi dimana perhatian terpusat pada makna daripada pada bentuk bahasa.
4. Kurikulum Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar di Indonesia Kalau kita harus memilih yang mana di antara kedua pendekatan diatas, silabus langkah demi langkah atau silabus menurut topik, sebenarnya tidak bisa dikatakan dengan jelas mana yang benar dan mana yang salah yang dapat diterapkan pada setiap situasi. Pada anak2 yang belajar pada kelas immersion atau sekolah internasional dimana kondisinya lebih mendekati situasi belajar Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, yang paling sesuai adalah pendekatan utamanya adalah dengan urutan menurut topik. Namun, bagi sebagian besar anak2 Asia yang
belajar Bahasa Inggris sebagai bahasa asing, pendekatan yang paling efektif adalah silabus utamanya langkah demi langkah, terutama untuk anak2 di tingkat awal. Kita mencoba membantu anak2 yang umumnya memandang Bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang dirasa sangat jauh dengan bahasa asli mereka. Mereka juga tidak menggunakan bahasa Inggris kalau sedang tidak belajar di kelas, dan sedikit sekali, kalaupun ada, mempunyai kesempatan berkomunikasi dalam bahasa Inggris dalam kesehariannya. Anak2 ini secara alamiah adalah pembelajar aktif, dan oleh karena itu siap untuk mencoba dengan aktif awalnya, tetapi model2 mental mereka tetang bagaimana bahasa Inggris yang kurang memiliki kesesuaian cenderung menyesatkan dan rapuh. Ini serupa dengan situasi di Indonesia dimana Bahasa Inggris adalah bahasa yang benar2 asing dan tidak digunakan untuk berkomunikasi di seluruh negeri. Kalau kita menginginkan anak2 untuk belajar lebih mendalam dan aktif, kita perlu membantu mereka untuk membangun model2 mental bahasa Inggris yang sesuai seara jelas dan memberi mereka landasan tempat mereka mulai menerka artinya secara aktif. Model2 langkah demi langkah bisa dirasakan sederhana pada awalnya, dan secara bertahap semakin kompleks sampai anak2 siap untuk menggunakan bahasa secara kurang/tidak terlalu sistematis. Kalau ada waktu yang cukup untuk belajar bahasa Inggris setiap minggu, dan anak2 cukup mempunyai rasa percaya diri untuk agak bebas menggunkan bahasa yang dipelajari, pembelajaran utama langkah demi langkah dapat dibantu dengan pembeljaran menurut topik. Ini dapat merupakan cara yang baik untuk mengintegrasikan kedua pendekan. Di Indoesia, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mempunyai tugas masing2 untuk mengembangkan kurikulum. Pemerintah pusat telah mengembangkan kurikulum yang disebut “KBK Mata Pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar” dan pemerintah
daerah Kalimantan Selatan telah mengembangkan kurikulum lain yang diberi nama “Kurikulum Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa Inggris”. Kedua kurikulum sebenarnya sudah didistribusikan ke sekolahn dasar, namun, hanya di beberapa sekolah saja, mungkin melalui para guru yang berpartisipasi dalam penataran. Beberapa sekolah belum mengetahui adanya kurikulum tersebut. Sosiapisasi kurikulum diberikan dalam berbagai bentuk dan belum dilakukan serupa untuk semua sekolah dasar yang ada. Kedua kurikulum memperlihatkan kombinasi antara pendekatan langkah demi langkah dan yang menurut topik, dimana ada tema yang menjadi dasar pendekatan topik dan pendekatan langkah demi langkah yang dikembangkan tidak secara gramatika tetapi secara ungsional. Berikut ini adalah KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagai pengembangan dari KBK atau Kurikulum Berasis Kompetensi,yang dipakai secara formal sebagai perbaikan KBK dan memperlihatkan Kompetensi Standar, Kompetensi Dasar, Indikator dan Contoh materi Kurikulum Nasional (1), dan Tema2 serta Materi Rinci kurikulum yang dikembangkan oleh Dinas Pendidikan Daeerah Kalimantan Selatan.
1. KTSP
STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR
Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) Mata Pelajaran
: Bahasa Inggris
Latar Belakang
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain. Selain itu, pembelajaran bahasa juga membantu peserta didik mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan bahkan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian
yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar lulusan mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu.
Tingkat literasi mencakup performative, functional, informational, dan epistemic. Pada tingkat performative, orang mampu membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan. Pada tingkat functional, orang mampu menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti membaca surat kabar, manual atau petunjuk. Pada tingkat informational, orang mampu mengakses pengetahuan dengan kemampuan berbahasa, sedangkan pada tingkat epistemic orang mampu mengungkapkan pengetahuan ke dalam bahasa sasaran (Wells,1987). Sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditetapkan standar kompetensi bahasa Inggris bagi SD/MI yang menyelenggarakan mata pelajaran Bahasa Inggris sebagai muatan lokal. Kompetensi lulusan SD/MI tersebut selayaknya merupakan kemampuan yang bermanfaat dalam rangka menyiapkan lulusan untuk belajar bahasa Inggris di tingkat SMP/MTs. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan berinteraksi dalam bahasa Inggris untuk menunjang kegiatan kelas dan sekolah. Pendidikan bahasa Inggris di SD/MI dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa yang digunakan untuk menyertai tindakan atau language accompanying action. Bahasa Inggris digunakan untuk interaksi dan bersifat “here and now”. Topik pembicaraannya berkisar pada hal-hal yang ada dalam konteks situasi. Untuk mencapai kompetensi ini, peserta didik perlu dipajankan dan dibiasakan dengan berbagai ragam pasangan bersanding (adjacency pairs) yang merupakan dasar menuju kemampuan berinteraksi yang lebih kompleks. B. Tujuan Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan secara terbatas untuk mengiringi tindakan (language accompanying action) dalam konteks sekolah 2. Memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Inggris di SD/MI mencakup kemampuan berkomunikasi lisan secara terbatas dalam konteks sekolah, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut. 1.
Mendengarkan
2.
Berbicara
3.
Membaca
4. Menulis. ketrampilan menulis dan membaca diarahkan untuk menunjang pembelajaran komunikasi lisan.
D. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV, Semester 1 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Mendengarkan 1. Memahami instruksi sangat sederhana dengan tindakan dalam konteks kelas
1.1 Merespon dengan melakukan tindakan sesuai instruksi secara berterima dalam konteks kelas 1.2 Merespon instruksi sangat sederhana secara verbal dalam konteks kelas
Berbicara 2. Mengungkapkan instruksi dan informasi sangat sederhana dalam konteks kelas
2.1 Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan secara berterima yang melibatkan tindak tutur: mengenalkan diri, memberi salam/sapaan, memberi salam perpisahan, dan memberi abaaba 2.2 Bercakap-cakap untuk meminta/memberi jasa/barang secara berterima yang melibatkan tindak tutur: meminta bantuan, meminta barang, dan memberi barang 2.3 Bercakap-cakap untuk meminta/memberi informasi secara berterima yang melibatkan tindak tutur: berterima kasih, meminta maaf, memberi maaf, melarang, memuji, dan mengajak 2.4 Mengungkapkan kesantunan secara berterima yang melibatkan ungkapan: thank you, sorry, please, dan excuse me
Membaca 3 Memahami tulisan 3.1 Membaca nyaring dengan melafalkan alfabet bahasa Inggris sangat dan ucapan yang tepat yang melibatkan kata, sederhana dalam konteks frasa, dan kalimat sangat sederhana kelas 3.2 Memahami kalimat dan pesan tertulis sangat sederhana
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Menulis 4 Mengeja dan menyalin tulisan bahasa Inggris sangat sederhana dalam konteks kelas
4.1 Mengeja ujaran bahasa Inggris sangat sederhana secara tepat dan berterima dengan tanda baca yang benar yang melibatkan kata, frasa, dan kalimat sangat sederhana 4.2 Menyalin tulisan bahasa Inggris sangat sederhana secara tepat dan berterima seperti: ucapan selamat dan pesan tertulis
Kelas IV, Semester 2 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Mendengarkan 5. Memahami instruksi sangat sederhana dengan tindakan dalam konteks kelas
5.1 Merespon dengan melakukan tindakan sesuai dengan instruksi secara berterima dalam konteks kelas dan dalam berbagai permainan 5.2 Merespon instruksi sangat sederhana secara verbal
Berbicara 6. Mengungkapkan instruksi dan informasi sangat sederhana dalam konteks kelas
6.1 Menirukan ujaran dalam ungkapan sangat sederhana secara berterima 6.2 Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan secara berterima yang melibatkan tindak tutur: memberi contoh melakukan sesuatu dan memberi aba-aba 6.3 Bercakap-cakap untuk meminta/memberi jasa/barang secara berterima yang melibatkan tindak tutur: meminta bantuan, meminta barang, memberi barang 6.4 Bercakap-cakap untuk meminta/memberi informasi secara berterima yang melibatkan tindak tutur: meminta ijin, memberi ijin, menyetujui, tidak menyetujui, menyangkal, dan meminta kejelasan 6.5 Mengungkapkan kesantunan secara berterima yang melibatkan ungkapan: thank you, sorry, please, dan excuse me
Membaca 7. Memahami tulisan bahasa Inggris sangat sederhana dalam konteks kelas
7.1 Membaca nyaring dengan ucapan yang tepat dan berterima yang melibatkan: kata, frasa, dan kalimat sangat sederhana 7.2 Memahami kalimat dan pesan tertulis sangat sederhana
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Menulis 8. Mengeja dan menyalin tulisan bahasa Inggris sangat sederhana dalam konteks kelas
8.1 Mengeja ujaran bahasa Inggris sangat sederhana secara tepat dan berterima dengan tanda baca yang benar yang melibatkan: kata, frasa, dan kalimat sangat sederhana 8.2 Menyalin tulisan bahasa Inggris sangat sederhana secara tepat dan berterima seperti ucapan selamat dan pesan tertulis
Kelas V, Semester 1 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Mendengarkan 1. Memahami instruksi sangat sederhana dengan tindakan dalam konteks sekolah
1.1 Merespon instruksi sangat sederhana dengan tindakan secara berterima dalam konteks kelas dan sekolah 1.2 Merespon instruksi sangat sederhana secara verbal
Berbicara 2. Mengungkapkan instruksi dan informasi sangat sederhana dalam konteks sekolah
2.1 Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan secara berterima yang melibatkan tindak tutur: memberi contoh melakukan sesuatu, memberi aba-aba, dan memberi petunjuk 2.2 Bercakap-cakap untuk meminta/memberi jasa/barang secara berterima yang melibatkan tindak tutur: meminta bantuan, memberi bantuan, meminta barang, dan memberi barang 2.3 Bercakap-cakap untuk meminta/memberi informasi secara berterima yang melibatkan tindak tutur: mengenalkan diri, mengajak, meminta ijin, memberi ijin, menyetujui, tidak menyetujui, dan melarang 2.4 Mengungkapkan kesantunan secara berterima yang melibatkan ungkapan: Do you mind … dan Shall we …
Membaca 3. Memahami tulisan bahasa Inggris dan teks deskriptif bergambar sangat sederhana dalam konteks sekolah
3.1 Membaca nyaring dengan ucapan, tekanan, dan intonasi secara tepat dan berterima yang melibatkan: kata, frasa, dan kalimat sangat sederhana 3.2 Memahami kalimat, pesan tertulis dan teks deskriptif bergambar sangat sederhana secara tepat dan berterima
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Menulis 4. Mengeja dan menyalin kalimat sangat sederhana dalam konteks sekolah
4.1 Mengeja kalimat sangat sederhana secara tepat dan berterima 4.2 Menyalin dan menulis kalimat sangat sederhana secara tepat dan berterima seperti: ucapan selamat, ucapan terima kasih, dan undangan
Kelas V, Semester 2 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Mendengarkan 5. Memahami instruksi sangat sederhana dengan tindakan dalam konteks sekolah
5.1 Merespon instruksi sangat sederhana dengan tindakan secara berterima dalam konteks sekolah 5.2 Merespon instruksi sangat sederhana secara verbal
Berbicara 6. Mengungkapkan instruksi dan informasi sangat sederhana dalam konteks sekolah
6.1 Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan secara berterima yang melibatkan tindak tutur: memberi contoh melakukan sesuatu, memberi aba-aba, dan memberi petunjuk 6.2 Bercakap-cakap untuk meminta/memberi jasa/barang secara berterima yang melibatkan tindak tutur: meminta bantuan, memberi bantuan, meminta barang, dan memberi barang 6.3 Bercakap-cakap untuk meminta/memberi informasi secara berterima yang melibatkan tindak tutur: memberi informasi, memberi pendapat, dan meminta kejelasan 6.4 Mengungkapkan kesantunan secara berterima yang melibatkan ungkapan: do you mind ... dan Shall we ...
Membaca 7. Memahami tulisan bahasa Inggris sangat sederhana dalam konteks sekolah
7.1 Membaca nyaring dengan ucapan, tekanan, dan intonasi secara tepat dan berterima yang melibatkan: kata, frasa, kalimat sangat sederhana, dan teks sangat sederhana 7.2 Memahami kalimat, pesan tertulis dan teks deskriptif bergambar sangat sederhana secara tepat dan berterima
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Menulis 8. Mengeja dan menyalin kalimat sangat sederhana dalam konteks sekolah
8.1 Mengeja kalimat sangat sederhana secara tepat dan berterima 8.2 Menyalin dan menulis kalimat sangat sederhana secara tepat dan berterima dengan tanda baca yang tepat seperti: ucapan selamat, ucapan terima kasih, dan ucapan simpati
Kelas VI, Semester 1 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Mendengarkan 1. Memahami instruksi dan informasi sangat sederhana baik secara tindakan maupun bahasa dalam konteks sekitar peserta didik
1.1 Merespon instruksi sangat sederhana dengan tindakan secara berterima dalam kegiatan di dalam dan luar kelas 1.2 Merespon instruksi sangat sederhana dengan tindakan secara berterima dalam berbagai permainan 1.3 Memahami cerita lisan secara berterima dengan bantuan gambar
Berbicara 2. Mengungkapkan instruksi dan informasi sangat sederhana dalam konteks sekitar peserta didik
2.1 Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan secara berterima yang melibatkan tindak tutur: memberi contoh melakukan sesuatu, memberi aba-aba, dan memberi petunjuk 2.2 Bercakap-cakap untuk meminta/memberi jasa/barang secara berterima yang melibatkan tindak tutur: meminta bantuan, memberi bantuan, meminta barang, dan memberi barang 2.3 Bercakap-cakap untuk meminta/memberi informasi secara berterima yang melibatkan tindak tutur: mengingatkan, menyatakan suka / tidak suka, menanyakan jumlah, menanyakan keadaan, memberi komentar, memberi pendapat, dan mengusulkan 2.4 Mengungkapkan kesantunan secara berterima yang melibatkan ungkapan:Would you please ... dan May I ...
Membaca 3. Memahami teks fungsional pendek dan deskriptif bergambar sangat sederhana dalam konteks sekitar peserta didik
3.1 Membaca nyaring teks fungsional pendek sangat sederhana dengan ucapan dan intonasi yang tepat dan berterima 3.2 Memahami teks deskriptif bergambar sangat sederhana dalam konteks sekitar peserta didik
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Menulis 4. Menulis teks fungsional pendek sangat sederhana dalam konteks sekitar peserta didik
4.1 Menulis teks fungsional pendek sangat sederhana secara berterima 4.2 Menulis kartu-kartu ucapan sangat sederhana secara berterima
Kelas VI, Semester 2 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Mendengarkan 5. Memahami instruksi dan informasi sangat sederhana baik dengan tindakan maupun bahasa dalam konteks sekitar peserta didik
5.1 Merespon instruksi dan informasi sangat sederhana baik dengan tindakan maupun bahasa secara berterima di dalam dan luar kelas 5.2 Merespon instruksi dan informasi sangat sederhana baik dengan tindakan maupun bahasa secara berterima dalam berbagai permainan 5.3 Memahami cerita lisan sangat sederhana dengan bantuan gambar
Berbicara 6. Mengungkapkan instruksi dan informasi sangat sederhana dalam konteks sekitar peserta didik
6.1 Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan secara berterima yang melibatkan tindak tutu: memberi contoh melakukan sesuatu, memberi aba-aba, dan memberi petunjuk 6.2 Bercakap-cakap untuk meminta/memberi jasa/barang secara berterima yang melibatkan tindak tutu: meminta bantuan, memberi bantuan, meminta barang, dan memberi barang 6.3 Bercakap-cakap untuk meminta/memberi informasi secara berterima yang melibatkan tindak tutur: mengungkapkan perasaan, merespon ungkapan, mengungkapkan keraguan,
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar menanyakan, dan meminta kejelasan 6.4 Mengungkapkan kesantunan secara berterima yang melibatkan ungkapa: Would you please ... dan May I ...
Membaca 7. Memahami teks fungsional 7.1 Membaca nyaring teks fungsional pendek pendek dan deskriptif sangat sederhana dengan ucapan dan intonasi bergambar sangat sederhana yang tepat dan berterima dalam konteks sekitar peserta 7.2 Memahami teks deskriptif bergambar sangat didik sederhana dalam konteks sekitar peserta didik
7.3 Memahami teks naratif bergambar sangat sederhana Menulis 8. Menulis teks fungsional 8.1 Menulis teks fungsional pendek sangat pendek sangat sederhana sederhana secara berterima dalam konteks dalam konteks sekitar peserta sekitar peserta didik didik 8.2 Menulis kartu-kartu ucapan sederhana secara berterima
E. Arah Pengembangan Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.
2. Kurikulum Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa Inggris
KELAS IV Semester I
Tema: Greetings and Leavetaking, Number in Life, Learning about days and months, What time is it? Colours, Body, Family relationship, and At school. NO
1
TEMA
Greetings and
RINCIAN MATERI
Leavetakings
Expressions for Greetings and Leavetakings:
Hello; Hi Good morning/afternoon/evening Good bye/Bye, bye/See you later. Good night.
The alphabet A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
Saying and Spelling your name: My name is ….. His name is ….. Her name is ….. Their names are ….. My father’s name is ….. Her sister’s name is ….. I spell my name Lucy L U C Y She spells her name Agnes A G N E S He spells His father’s name M A L I K
KET.
2
Numbers in Life
Cardinal numbers 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Writing sentences and answering with “How many”
How many books are there on the table? How many pencils are there on the floor? How many brothers do you have? How many sisters does he have?
(Ini hanya sebagian dari dokumen kurikulum selengkapnya)
Kini ketika kita sudah memiliki kurikulum, mahasiswa dapat melanjutkan kegiatan selanjutnya yaitu mengembangkan Rencana Pengajaran untuk kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Namun, untuk dapat mengembangkan Rencana Pengajaran yang baik, mahasiswa perlu mempelajari berbagai teknik mengajar yang sesuai untuk mengajar bahasa asing, dalam hal ini Bahasa Inggris, untuk tingkat sekolah dasar.
BAB IV TEORI PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
Teori Pemerolehan Bahasa Kedua yang dikembangkan oleh Krashen terdiri dari lima hipotesis. Sebagai hipotesis kelima pernyataan tersebut mungkin akan berubah kalau ditemukan data baru bahkan mungkin akan ditinggalkan kalau penemuan yang baru berbeda secara mendasar atau berlawanan dengan generalisasi asal. Pembicaraan penting kedua selain hakekat pembelajar dini adalah tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa kedua walaupun aspek2 tersebut juga dinyatakan bukan merupakan faktor penyebab terjadinya pemerolehan. Kelima hipotesis tersebut adalah: 1). Hipotesis Pemerolehan dan Belajar, 2) Hipotesis Urutan Alamiah, 3) Hipotesis Monitor, 4) Hipotesis Input dan 5) Hipotesis Filter Afective dan faktor2 yang berkaitan adalah: 1) pengajaran, 2) pengukuran pemajanan ke bahasa kedua yang berbeda dan 3) usia pemeroleh bahasa.
C. LIMA HIPOTESIS PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA 1. Perbedaan PEMEROLEHAN - BELAJAR a. Hipotesis yang paling fundamental menyatakan bahwa orang dewasa mempunyai dua cara yang independen dalam mengembangkan kompetensi berbahasa kedua. Yang pertama adalah: mempeoleh , sebuah proses yang serupa/identik dengan cara anak2 mengembangkan kemmampuan berbahasa pertamanya. Sebuah proses yang tidak disadari dimana pemerolehnya hanya menyadari kenyataan bahwa mereka menggunakan bahasanya nuntuk berkomunikasi. Hasilnya, kompetensi
yang diperoleh juga tidak disadari: ketika pemeroleh bahasa dapat merasakan apa yang benar dan apa yang tidak benar dalam bahasa yang dipakainya untuk berkomunikasi walaupun mereka juga tidak tahu aturan mana yang dilanggar. Cara lain untuk mendeskripsikan itu adalah: belajar secara implisit, tidak formal, belajar secara alamiah ata menggunakan istilah yang non-teknis “mendapatkan suatu bahasa”. b. Cara yang kedua adalah: belajae. (Istilah belajar disini digunakan disini untuk merujuk pada konsep ini). Belajar merujuk pada pengetahuan tentang yang disadari tentang bahasa kedua, mengetahui aturan2 bahasanya, menyadarinya, dan dapat membicarakannya. Istilah non-teknisnya adalah “mengetahui apa saja tentang” suatu bahasa dan oleh orang banyak diketahui sebagai “tatabahasa” atau “aturan2 bahasa”. Kata lain adalah: pengetahuan formal tentang suatu bahasa atau belajar secara eksplisit. c. Hipotesis pemerolehan – belajar mengatakan bahwa i.
Kemampuan memperoleh bahasa tidak berhenti saat anak menpaai masa puber. Orang dewasa juga memiliki kemampuan ini walaupun ini tidak berarti bahwa mereka dapat mencapai kemampuan setara dengan penutur asli bahasa kedua. Ini mengimplikasikan bahwa beginilah cara anak2 memperoleh bahasa.
ii.
Ini berarti bahwa orang dewasapun dapat mengakses “alat pemeroleh bahasa” yang sama dengan yang digunakan anak2. Jelas anak2 memilikinya.
iii.
Pembetulan kesalahan sangat kecil bahkan hampir tidak ada efeknya pada pemerolehan secara tidak disadari, tetapi memang berguna untuk belajar secara sadar. Dianggap bahwa ini dapat membantu pembelajar bahasa untuk menemukan bentuk aturan yang benar.
iv.
Bahkan ketika seorang guru mencoba membetulkan siswanya dengan cara meng-ulang2 yang benar dan meminta siswanya untuk mengulang dengan harapan siswa menyadari kesalahannya dan mengubah kata2/ungkapannya, tidak jelas apakah pembetulan kesalahan mempunyai dampak dalam belajar dalam praktek sesungguhnya.
v.
Data dari pemerolehan bahasa pada anak menunjukkan bahwa orang tua membetulkan hanya masalah ucapan (kadang2), katakerja tertentu dan kata2 kotor. Dari penelitian mereka Brown et.all menyimpulkan bahwa orang tua lebih memperhatikan nilai kebenaran dari apa yang dikatakan anak dan bukan pada bentuk bahasanya.
vi.
Brown mengatakan :” … nilai kebenaranlah dan bukan benarnya bentuk sintaktik yang terutama membangun penguatan verbal orang tua secara eksplisit – dan ini agak sedikit berlawanan dengan azas kenyataan bahwa biasanya produk suatu pelatihan bahasa adalah orang dewasa yang berbicaranya sangat gramatika tetapi tidak mengandung kebenaran.
2. Hipotesis Urutan Alamiah Hipotesis Urutan alamiah tidak dibiarakan disini sebabhanya sedikit dukungan yang sudah diberikan sejauh ini dan hanya menyangkut hal2 yang bersifat
gramatika dan dianggap kurang penting dalam membicarakan pembelajaran ahasa untuk anak usia dini.
3. Hipotesis Monitor a.
Hipotesis Monitor menyatakan bahwa pemerolehan dan belajar dimanfaatkan dengan cara sangat spesifik. Pemerolehan lah “merupakan inisiatif” untuk mengatakan sesuatu dalam bahasa kedua dan selanjutnya yang akan membentuk kelancaran berbahasa.
b.
Belajar hanya mempunyai satu fungsi sebagai Monitor atau editor. Monitor akan berfungsi hanya untuk mengubah bentuk ujaran kita, setelah ujaran itu diproduksi oleh sistem pemerolehan dan dapt terjadi sebelum atau sesudah kita berbicara atau menulis.
Gam bar: Pemerolehan dan belajar berbahasa kedua..
Kompetensi yang diperoleh
kpmpetensi hasil belajar
(Monitor)
c.
Output
Implikasi Hipotesis Monitor adalah bahwa aturan2 formal, atau belajar secara sadar, hanya sedikit perannya dalam kegiatan berbahasa kedua. Para peneliti sangat keras berpendapat bahwa penutur bahasa kedua dapat menggunakan aturan yang didapatnya secara sadar hanya jika ada tiga persyaratan yang terpenuhi. Ketiga persyaratan ini diperlukan dan tidak cukup. Ini berrti bahwa penutur bisa saja tidak dapat memanfaatkan
tatabahasa yang dipelajarinya seara sadar walaupun ketiga kondisi tersebut terpenuhi: i.
Yang pertama adalah : waktu. Untuk dapat berpikir tentang dan menggunakan aturan2 yang dipelajari seara sadar seara efektif, seorang penutur bahasa kedua perlu memiliki waktu yang cukup.
ii.
Kedua: fokus pada bentuk bahasa. Untuk memanfaatkan monitor secara efektif, penutur harus memusatkan perhatian pada bentuk bahasa yang benar.
iii.
Ketiga: mengetahui aturan bahasa atau rumusnya. Siswa hanya diajar seagian dari semua aturan bahasa dalam bahasa kedua. Kondisi ini yang merupakan persyaratan yang sangat berat.
d.
Urutan alamiah pemerolehan bahasa bisa terjadi dalam situasi yang benar2 “bebas monitor”, ketika mereka memusatkan diri pada komunikasi, bukan entuk. Dalam situasi dimana ketiga persyaratan tersebut terpenuhi, dalam tes tertulis dan tipe tatabahasa nisalnya, kita melihat urutannya “tidak natural” ; pola kesalahan berubah, memperlihatkan hasil pembelajarn tatabahasa secara sadar.
e.
Penggunaan monitor mengakibatkan meningkatnya penguasaan bagian2 bahasa yang “lambat diperoleh” dalam urutan alamiah, bagian2 bahasa yang sudah dipelajari tetapi belum diperoleh. Namun hanya bagian2 tertentu yang dapat meningkat. Walaupun ketika siswa yang belajar bahasa kedua menulis
karangan dalam waktu yang lama dan di bawah instruksi agar bekerja dengan hati2, eek monitor ternyata tidak terlalu besar (ini berarti mereka masih membuat banyak kesalahan gramatika) f.
Hipotesis terbaik adalah bahwa The best hypothesis is then that for most people, even university students, it takes a real discrete-point grammar type test to meet all the three conditions for Monitor use and encourage significant use of the conscious grammar.
4. Hipotesis Input a.
Hipotesis Input ini sangat penting sebab mencoba menjawab pertanyaan yang paling penting dalam bidang ini, yaitu: Bagaimana kita memperoleh bahasa ? dan memberi jawaban yang mempunyai dampak potensial pada semua area pengajaran bahasa.
b.
Kalau pernyataan dalam hipotesis Monitor benar, bahwa pemerolehan adalah yang menjadi pusat dan belajar lebih berada dipinggir, maka tujuan pendidika berbahasa kita harus mendorong terjadinya pemerolehan.
c.
Hipotesis Input menyatakan: bahwa kondisi yang penting (tetapi tidak cukup) untuk bergerak dari tingkat i ke tingkat i + 1 adalah bahwa pemeroleh bahasa memahami input yang mengandung i + 1, dimana “memahami” berarti bahwa si pemeroleh bahasa fokus pada makna/arti dan bukan pada bentuk pesan tersebut. Dengan kata lain: kita memperoleh bahasa hanya jika kita memahami bahasa yang mengandung tata bahasa yang “sedikit melebihi” dimana kita berada saat ini. Bagaimana mungkin
memahami bahasa yang mengandung tatabahasa yanag belum kita peroleh? Jawabannya adalah: kita menggunakan lebih dari sekedar kompetensi linguistik kita untuk membantu memahami: konteks, pengetahuan umum, informasi linguistik yang lebih untuk memahami bahasa yang ditujukan kepada kita. d.
Ketika sejauh ini kita sudah berasumsi bahwa pertama kita belajar tatabahasa, kemudian berlatih menggunakannya dalam komunikasi, dan dengan cara inilah kita semakin lancar berbahasa. Hipotesis Input mengatakan sebaliknya. Hipotesis input mengatakan bahwa kita memperoleh dengan cara “memahami makna” dulu, dan sebagai hasilnya, kita memperoleh tatabahasa!
e.
Dua bagian pertama Hipotesis Input mengatakan: i.
Hipotesis Input berkaitan dengan pemerolehan, bukan belajar
ii.
Kita memperoleh dengan memahami bahasa yang mengandung tatabahasa sedikit lebih dari tingkat kompetensi kita saat ini (i+1). Ini dipahami dengan bahtuan konteks atau informasi linguistik yang lebih/ekstra.
iii.
Kalau komunikasi berhasil dilakukan, kalau input dipahami dan cukup banyaknya, (i+1) otomatis ada.
f. Berbicara dengan lancar tidak bisa diajarkan secara langsung; kemampuan itu “muncul” perlahan dengan sendirinya. Cara yang terbaik untuk mengajar berbicara adalah dengan menyediakan input yang dapat dipahami; tunggu kesiapan si pembelajar yang mungkin mula2 tidak tepat secara gramatika
karena ketepatan berkembang bersama waktu selama pemeroleh bahasa mendengar dan memahami input lebih banyak lagi. g. Bagian (4) dari hipotesis adalah: iv.
kemampuan memproduksi bahasa muncul dengan sendirinya,
tidak diajarkan secara langsung. h. Hipotesis Input memprediksi bahwa kelas mungkin adalah tempat yang baik untuk pemerolehan bahasa kedua, paling sedikit sampai tingkat “menengah/intermediate”. i. Untuk pemula, kelas boleh jadi sangat lebih baik daripada dunia luar karena dunia luar biasanya menyediakan sedikit saja input yang bisa dipahami oleh pemula, input terutama lebih banyak untuk pemeroleh yang lebih tua. j. Di kelas, kita bisa menyediakan input yang bisa dipahami satu jam sehari; ini mungkin amat lebih baik daripada yang dapat dilakukan dunia luar.
5. Hipotesis Filter/Saringan Afectif a. Hipotesis Filter Afective yang menyatakan bagaimana faktor2 afectif berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa kedua disampaikan oleh Dulay dan Burt (1977) dan konsisten dengan penjelasan teoritis yang diberikan tentang variabel2 afekti dan pemerolehan bahasa kedua, juga hipotesis2 pemerolehan bahasa kedua yang lain. b. Penelitian lebih dari sepuluh tahun telah memastikan bahwa berbagai variabel afektif berkaitan dengan keberhasilan pada pemerolehan bahasa kedua dan variabel2 tersebut dapat dimasukkan dalam salah satu kategori di bawah ini:
Motivasi. Pembelajar yang bermotivasi tinggi biasanya dapat lebih baik memperoleh bahasa kedua (biasanya, tetapi tidak selalu “integratif”)
Rasa percaya diri. Pembelajar dengan rasa percaya diri dan pandangan terhadap diri sendiri cenderung dapat memperoleh bahasa kedua dengan lebih baik.
Kecemasan.Tingkat kecemasan rendah ternyata lebih kondusif untuk pemerolehan bahasa kedua, baik kecemasan pribadi atau kecemasan kelas.
c. Faktor2 sikap ini berkaitan langsung denga pemerolehan, bukan dengan belajar. Aktor2 ini enderung memperlihatkan hubungan yang lebih kuat dengan pencapaian kemampun berbahasa kedua ketika tes2 jenis komunikasi digunakan dan ketika mereka yang dites telah menggunakan bahasa dalam situasi “kaya akan pemerolehan” dimana ada banyak input yang dapat dipahami. d. Menurut hipotesis2 yang ada pemeroleh bahasa bervariasi dalam kekuatan dan tingkat filter afektifnya. Mereka yang tidak memiliki sikap optimal untuk pemerolehan bahasa kedua dikatakan memiliki filter afektif yang tinggi atau kuat. (input lebih kurang; paham tetapi inut tidak dapat mencapai LAD dalam otak) Sebaliknya mereka yang mempunyai sikap lebih kondusif akan selalu mencari dan menerima lebih banyak input, mempunyai filter lebih rendah atau lebih lemah dan lebih terbuka pada input yang selanjutnya akan “merasuk lebih dalam”. (Stevick, 1976)
e. Efek pengaruh berada di luar LAD, input adalah variabel penyebab yang utama, input adalah pada Pemerolehan bahasa kedua, variabel afektif bertindak untuk menghalangi atau memfasilitai pengiriman input ke dalam LAD. (Gambar).
Filter
Input
Alat
Kompetensi yg diperoleh
Pemeroleh Bahasa Gambar: Operasi Filter(LAD) Afektif
f. Implikasi Hipotesis Filter Afektif adalah bahwa tujuan2 pendidikan kita harus melibatkan penyediaan input yang dapat dipahami dan penciptaan situasi yang rendah filter/saringannya. g. Hipotesis input dan konsep filter afektif mendefinisikan guru dengan cara yang baru: guru bahasa yang efektif adalah seseorang yang dapat menyediakan input dan membantu pemahamannya dalam situasi yang kuran/tidak membuat cemas, h. Dapat disimpulkan bahwa 1) pemerolehan lebih penting daripada belajar dan 2) untuk dapat memperolah, dua keadaan diperlukan: a) input yang dapat dipahami/terpahami berisi (i+1), tatabahasa sedikit lebih dari tingkat yang dikuasai pemeroleh bahasa saat ini, dan b) filtr afektif yang rendah atau lemah untuk memungkinkan input “masuk”. i. Dengan kata lain, kita akan mengatakan bahwa input yang dapat dipahami dan kekuatan filter afektif merupakan penyebab sebenarnya pemerolehan bahasa
kedua. Faktor2 lain adalah: 1) efek pengajaran bahasa, 2) pemajanan pada bahasa kedua, 3) usia dan 4) hipotesis akulturisasi dari Schumann, yang mempunyai korelasi positif terhadap keberhasilan dalam pemerolehan bahasa kedua dapat terbaik dianalisis melalui input yang dapat dipahami ditambah tingkatan filter.
B. VARIABEL PENYEBAB TERJADINYA PEMEROLEHAN BAHASA
KEDUA
1. Variabel Penyebab
Kesimpulan ringkas diskusi di atas adalah is concluded that: a.
Pemerolehan lebih penting daripada belajar
b.
Untuk memperoleh, dua hal yang penting adalah:
Adanya input yang dapat dipahami yang berisi (i + 1) dan
Filter afektif yang rendah atau lemah untuk memungkinkan input “masuk”
Dengan kata lain input yang dapat dipahami dan kekuatan filter adalah penyebab utama terjadinya pemerolehan bhasa. c.
Variabel lain mungkin mempunyai korelasi positif dengan pengukuran penapaian dalam bahasa kedua, tetapu ketika perhatiannya pada pemerolehan, kedua variabel di ataslah yang bertanggung jawab.
d.
Tiga variabel yang memiliki karakteristik seperti itu adalah: 1) efek pengajaran untuk pemerolehan bahasa kedua, 2) pemajanana pada bahasa kedua dan 3) usia.
2.
Pengajaran Bahasa: Apakah ini membantu Pemerolehan?
“Apakah Pengajarab Bahasa Membantu?” Jawabannya adalah: Pemerolehan > Belajar, variabel yang esensial adalah imput yang bisa dipahami dan filter yang rendah
kelas dapat memberikan input yang bisa dipahami dalam
lingkungan yang rendah filter/saringannya
hipotesis yang masuk akal adalah: kelas
harus secara khusus bermanfaat untuk pemula, mereka yang tidak dapat memanfaatkan lingkungan tidak formal untuk mendapatkan input dengan mudah. Kalau pertanyaannya diubah menjadi: “Kapan pengajaran bahasa bisa membantu?” Kemungkinan jawabannya adalah: Pengajaran bahasa akan membantu 1. Bila tempat belajar adalah sumber utama input yang dipahami dalam situasi yang rendah filternya; 2. Kalau demikian, kelas membantu para pemula dan siswa pembelajar bahasa asing yang tidak mendapat kesempatan untuk mendapatkan input di luar kelas; 3. Kelas akan kurang membantu kalau sumber input banyak di luar kelas Kalau literatur penelitian mendukung generalisasi di atas, hipotesis di atas dikuatkan. Beberapa peneliti telah melakukan dan menganalisis hasilnya dan menyimpulkan bahwa:
1. Pengajaran bahasa pasti dapat membantu
2. Fungsi utamanya adalah menberi suplai input yang dapat dipahami bagi mereka yang tidak bisa mendapatkan bahasa tersebut di tempat lain atau mereka yang tidak dapat menggunakan bahasa yang sedang dipelajari di luar kelas ( FL) 3. Sementara untuk pembelajar tingkat menengah yang dapat memperoleh input dari sumber lain, sebuah kelas yang kompeten dapat memantu dengan memberi suplai belajar untuk mengoptimalkan penggunaan monitor untuk membantu pemerolehan lebih lanjut.
3.
Usia Asumsi populer adalah behwa pemeroleh yang lebih muda dapat memperoleh lebih baik daripada yang lebih tua.Namun dapat diargumentasikan bahwa: 1. usia saja tidak merupakan prediktor bagi keepatan atau prnguasaan bahasa kedua
2. disini juga kesemuanya perlu mempertimbangkan kuantitas input yang bisa dipahami dan tingkat filter afektif
a. Kesimpulan pada semua studi yang dipublikasikan tentang efek usia dan pemerolehan bahasa kedu menyatakan generalisasi di bawah ini: i. Pembelajar dewasa pada tingkat awal maju lebih cepat dalam pemerolehan bahasa kedua daripada anak2 (waktu dan pemajanan pada bahasa kedua konstan. ii. Anak2 yang lebih tua memperoleh lebih cepat daripada anak2 yang lebih muda,Older children acquire faster than younger children (waktu dan pemajanan pada bahasa kedua konstan) iii. Pemeroleh bahasa yang memulai pemajanan bahasa kedua kemampuan berbahasa kedua lebih tinggi daripada mereka yang memulainya di usia dewasa.
Jadi sebenarnya bukan hanya karena “lebih muda lebih baik”; anak2menjadi lebih baik daripada orang dewasa hanya dalam waktu yang lama: 1) Pemeroleh bahasa yang lebih muda mendapat input yang “lebih simpel” dalam satu blok tugas membangun dan ini kelihatannya memprediksi keceatan lebih tinggi untuk pembelajar yang lebih muda, bukan pemeroleh bahasa yang lebih tua. Tetapi, orang dewasa lebih memiliki apa yang disebut “kompetensi ber-cakap2” (regulator yang lebih baik untuk kuantitas maupun kualitas input), oleh karena itu, walaupun input lebih yang sederhana ditujukan kepada pembelajar yang lebih muda, sebenarnya pembelajar dewasa mendapatkan lebih banyak input ang dipahami, dan oleh karena itu mungkin ini menjadi faktor kunci mengapa pembelajar dewasa lebih cepat maju di awal pembelajaran. 2) Mungkin ada alasan lain bagi keunggulan orang dewasa: orang dewasa memiliki sarana untuk dapat memproduksi bahasa lebih dahulu, “meniadakan Periode Diam”, tidak ada hubungannya dengan pemerolehan bahasa seara alamiah, tetapi dapat membantu orang dewasa berpartisipasi dalam percakapan dan oleh karenanya mendapatkan input yang bisa dipahami (menggunakan Monitor memungkinkan orang dewasa yang sebagiannya dapat dipahami) Penjelasan di atas mengurangi kemampuan orang dewasa dan anak2 yang lebih besar menerima input yang bisa dipahami. Jadi input yang bisa dipahami kembali di hipotesiskan menjadi variabel penyebab dan bukan usia. Keunggulan anak2 dalam pencapaian puncak telah dihipotesiskan disebabkan oleh penguatan filter afektif pada masa puber, kejadian yang yang mungkin juga berkaitan dengan operasi formal. Dalam hipotesis ini telah dinyatakan bahwa: perbedaan anak2 dengan orang dewasa bukan disebabkan oleh perubahan pada LAD (Alat Pemeroleh Bahasa) tetapi karena filter, terpisah dari LAD. 2) orang dewasa masih “pemeroleh”, mereka tetap memiliki kemampuan
memperolah bahasa alamiah yang dimiliki anak2. 3) orang dewasa dapat mencapai tingkat kompetensi bahasa kedua yang sangat tinggi dan bahkan bisa seperti penutur asli. Penjelasan di atas digunakan sebagai dasar untuk memprediksi bahwa “Pembelajar Bahasa yang Baik” akan sampai hanya pada bagian akhir. Dengan berbagai argumentasi di atas tentang peran usia dalam pemerolehan bahasa, kita tidak boleh beranggapan bahwa dalam mempelajari bahasa yang baru anak2 dapat melakukannya dengan mudah tanpa pertimbangan lebih lanjut akan aspek2 lain yang mempengaruhi proses pemerolehan secara keseluruhan. Tidak berarti bahwa karenamereka anak2 mereka dapat belajar bahasa yang baru dengan mudah, tetapi sebagai guru lita harus mempertimbangkan aspek2 yang sesuai dengan proses pemerolehan bahasa yang harus muncul dalam pengajaran kita. Kita perlu menempatkan anak2 pada situasi yang kondusif pada proses pemerolehan bahasa, penuh dengan input yang dapat dipahami oleh anak2, sesuai usianya, disini dan sekarang, kongkret, tentang topik yang mereka minati, dengan fiter afektif yang rendah, banyak memberikan kesenangan, rendah tingkat kecemasan (tidak ada tugas yang sukar melebihi (i + 1) mereka. Jadi kita harus mempertimbangkan ungkapan “anak2 belajar bahasa lebih mudah” dengan bijaksana dengan mempertimbangkan juga aspek2 lain selain usia.
D. Memperkaya Pengajaran Bahasa Asing melalui Pemanfaatan Lagu2 dan Permainan Telah umum diyakin i bahwa lagu2 dan permainan dapat banyak membantu kita mengajar banaha asing kepada anak2 dari pada mengajar orang dewasa. Mari kita mempertimbangkan apa yang dikatakan oleh dua orang ahli yaitu: : David Paul and Faye L. Bumpass, tentang hal tersebut dan mempertimbangkan penggunaan lagu2 dan permainan dalam kelas Bahasa Inggris kita. 1. Pemanfaatan Lagu 2 untuk Mengajar Anak2 segala usia suka menyanyi, melakukan permainan, dan meng-ulang2 ungkapan2 lisan (choric verses). Seorang guru bahasa asing di sekolah dasar yang bijaksana dapat memanfaatkan kemahiran alamiah ini agar dapat memberikan keuntungan di kelas mereka. Lagu2, dril2 bersuara dan permainan2 berirama dapat digunakan sebagai alat sebagai sarana untuk pembentukan atmosfir, minat dan semangat, juga dapat digunakan sebagai media yangsangat bagus untuk mengajarkan kosakata dan melodi bahasa Inggris sertansarana untuk memperbaiki ucapan yang masih keliru tanpa menimbulkan rasa malu pada anak2. Bumpass (1963, 132) menyatakan bahwa ada dua faktor yang menentukan keberhasilan dalam memanfaatkan lagu2 untuk mengajar pembelajar usia dini: memilih lagu2nya sehingga dapat memenuhi kebutuhan emosionalnya dan menarik bagi minat intelektualnya, dan merencanakan kegiatan menyanyinya untuk memenuhi berbagai persyaratan misalnya: memb erikan rasa senang, membuat mereka tetap berminat, sebagai sarana mengajarkan bunyi2 baru, asing, memberikan fasilitasi terhadap pembelajaran kata2 dan konsep2 baru memalui kegiatan dan dramatisasi yang sesuai. Alasan mendasar penyajian lagu untuk anak2 usia dini adalah untuk memberikan latihan ucapan lebih banyak dengan melibatkan kosakata yang mereka ketahui menggunakan media lagu yang sangat menyenangkan mereka. Guru yang pandai, yang mengenal nilai ini, dapat
mengembangkan teknik2 untuk mengajarkan lagu yang sederhana untuk menguatkan penguasaan kosakata pada hampir semua pelajaran bahasa Inggris setiap hari sambil mengembangkan melodi yang dibuatnya sendiri berdasarkan kosakata yang sudah dipelajari anak2 atau yang diambil dari buku. Lagu yang kita gunakan mungkin hanya dalam bentuk tanya jawab yang dilagukan, tetapi lagu yang mendril seperti ini dapat membantu “memperbaiki” baik pernyataan maupun pola kalimat tanya dan lafalnya, seperti lagu di bawah ini:
What’s This?
1 Look,
1
1
1
1
0
1
look, look. What’s this?
5
4
2
It’s
a
book!
.
4 It’s
1
Look,
1
1
1
0
look, look. What’s this?
3
1
a
book!
.
Lagu di atas dapat digunakan untuk melatih pola pertanyaan “What’s this?” yang kemudian dijawab dengan pola: “It’s a …”. Dengan memvariasikan benda2 yang diperlihatkan kepada anak2, lagu ini dapat juga digunakan sebagai latihan kosakata yang baru. Lagu yang disajikan boleh jadi sangat sederhana seperti yang di atas, tetapi lagu2 ynag lebih rumit juga bisa disajikan
seiring kemajuan yang dicapai dalam perkembangan berbahasanya. Berikut ini adalah lagu yang agak lebih rumit: Magic
5
5
i
.
Learn these words !
2 Say
3
4
.
3
7
I
2
If
you
do.
2
0
6 0
5 They
4
5
2
will o
4
3
2
i
2
3
0
pen gates for you
1
2
ing “Please” and “Thank you” These are things we all
2
1 0
can do
Prinsip dasar yang harus terpikir oleh guru dalam mengajarkan lagu2 dalam bahasa asing adalah bahwa tidak ada kata dalam lagu tersebut yang boleh terlihat sebelum penggunaan konsep2nya dipelajari secara lisan dan melodi dalam lagunya sudah disajikan. Beberapa orang mungkin khawatir apakah lagunya dapat dipelajari tanpa melihat kata2nya, tetapi anda boleh yakin bahwa ini dapat dilakukan. Sebelum meminta siswa untuk menyanyikan lagunya, kita sudah harus menjelaskan lagunya tentang apa dalam bahasa siswa dan dan minta siswa mendengakan ketika lagunya kita nyanyikan untuk mereka. Kemudian kita minta mereka menirukan kita mengucapkan kata2 dalam lagunya secara bertahap, pertama tanpa menyanyikannya kemudian menyanyikannya bagian demi bagian sampai siswa terbiasa dengan pengucapan dan musiknya. Gunakan isyarat atau kegiatan menari jika sesuai dan meminta mereka menyanyikan sering menyanyikannya setelah mereka bisa menyanyikannya. (Rencananya sebuah buku berisi lagu2 akan menyertai buku ini sebagai suplemen).
David Paul menyarankan cara lain untuk memperkenalkan sebuah lagu baru. Kita dapat memperdengarkan lagu tersebut ketika sedang bermain pada awal pelajaran atau kita bisa memainkannya di latar belakang sementara anak2 bermain game. Kita mencoba menyajikannya tanpa menarik perhatian anak2 pada lagunya. Tentu saja kita berharap bahwa mereka akan merasa bahwa lagunya menarik dan mereka merasa tertarik. Ketika anak2 merasa tertarik dan dapat menyanyikan melodinya, kita memmainkan lagunya lagi dan menyertainya dengan gerakan2 yang sesuai. Kemudian kita mainkan lagi dan lihat apakah anak2 melakukan gerakan yang sesuai dengan lagunya. belajar bahasa asing. Ia menyatakan bahwa lagu2 dapat menambah dimensi kelas secara serta potongan2 kata yang alamiah dalam bahasa asing. Lagu2 dapat menambah rasa dan irama pada praktek berbahasa yang jika tanpa lagu terasa mendatar saja, dapat membantu anak2 mengingat berbagai hal dengan mudah,dan mendekatkan anak2 lebih dalam terhadap pelajaran. Memang benar banyak guru yang sukses mengajar anak2 yang jarang menggunakan lagu di kelasnya, terutama para guru yang memang tidak suka menyanyi, tetapi sebenarnya para guru yang seperti ini telah kehilangan sesuatu yang sangat spesial. Sebagian besar anak suka menyanyi, dan lagu dan chants adalah satu aspek dalam kelas Bahasa Inggris yang membuat anak2 belajar dengan perasaannya yang murni dan membawanya bersama pulang ke rumah. Mereka menyimpannya di kepala, menyanyikannya setelah pelajaran selesai, mendendangkannya dalam perjalanan pulang, dan menyanyikannya lagi di rumah. Ada berrbagai cara dimana kita dapat menggunakan lagu dan dendang:
Menyanyi: anak2 menyanyikan lagu yang melodinya menarik bagi mereka dan isinya adalah bahasa yang bermanfaat.
Tindakan: anak2 menggabungkan tindakan/gerakan dengan lagu. Ini yang biasanya ara yang paling efektif dalam menggunakan lagu, terutama dengan anak2 yang lebih muda. Hampir semua lagu dapat dikombinasikan dengan gerakan. Sebenarnaya lagu yang paling baik adalah yang dapat diiringi dengan gerakan yang menggambarkan kata2 dalam lagunya. Kadang2 kita harus menemukan gerakan2 ini. Ini adalah sebuah contoh e:
I’m a little teapot First verse
Second verse
Chants: Hampir setiap kalimat atau ungkapan dapat dijadikan chant . Kalau mungkin, I’m a little teapot, short and stout, I’m a tube of toothpaste on the shelf, chants bisa juga dikombinasikan dengan gerakan. Here’s my handle, here’s my spout, I’m feeling lonely by myself, When the water’s boiling hear me shout I’m happy at night time, so I shout, Latar Belakang: Ada lagu di latar belakang sementara anak2 bermain game. Ini dapat Lift me up and pour me out. Take my cap off, squeeze me out . menjadi cara efekif untuk anak2 mengingat pola2 tanpa terlalu memusatkan perhatian pada pola2 tersebut, dan mendapatkan potongan2 bahasa dalam lagu. (chunks). Banyak kegiatan dimana lagu menjadi latar belakang yang dapat menambah seluruh dimensi baru pada suasana kelas dan pembelajaran yang sedang berlangsung.
Antar pelajaran: Kita mendorong orang tua untuk memperdengarkan lagu2 berbahasa Inggris di mobil dan mendorong orang tua dan anak2 untuk memainkannya juga di rumah sebelum pelajaran bahasa Inggris lagi.. Lagu sering dianggap sebagai tambahan dalam kelas, dan dipakai sebagai selingan
untuk mengalihkan perhatian anak2 dan tidak pada inti pelajaran waktu itu. Dalam kelas EFL di Asia, dimana pusat perhatian anak2 adalah pada inti silabus, sering fragile, menyanyikan lagu
sebagai pengalihan pusat perhatian bisa bebahaya, oleh karena itu kita harus ber-hati2 supaya tidak menimbulkan masalah. Misalnya: klau kita menghendaki anak2 mengerjakan latihan berhitung untuk memindahkan perhatian, kita dapat angka2nya dalam lagu, tetapi kita harus yakin bahwa kegiatan2 sebelum dan sesudah lagu tersebut, dimana inti bahasa target yang sedang dipelajari dan dilatih paling sedikit sama menarik dan menyenangkannya untuk anak2, sehingga pusat perhatian mereka tetap pada inti pelajaran targetnya. Lagu “A B C Song”, yang sangat populer disebut sebagai kurang luwes karena A B C sampai Z merupakan urutan yang tetap dan tidak dapat diubah dan bahkan dua baris terakhirnya dapat diubah secara keseluruhan; lagu ini tidak dapat diberikan pada anak di kelas EFL yang masih mempelajari ABC dan dua baris terakhirnya tidak merupakan target urutan yang tetap. Berbeda dengan “a-e-i-o-u Song”, lagunya seperti lagu “Bingo”, sebuah lagu anak2 yng populer, bunyi2 nya juga pertanyaan dan jawanya dapat diubah dan dibuat semakin sulit secara bertahap.
ABC Song A–B–C–D–E–F-G
W – X – Y and Z
H–I–J–K–L–M–N–O–P Q–R–S–T–U–V
Now I know my A – B - Cs Next time won’t you sing with me?
a-e-i-o-u Song First verse
Second verse
a-e-i-o-u
a-e-i-o
a-e-i-o-u
a-e-i-o
a-e-i-o-u
a-e-i-o
Hello. What’s your name?
Hello. What’s your name?
Yang terbaik adalah jika lagu digunakan untuk melatih inti pelajaran bahasa target pada waktu itu dan kegiatan selanjutnya langsung berkaitan dengan isi lagunya. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa anak2 sudah dapat menghubungkan bahasa dalam lagu pada bahasa yang digunakan dalam kegiatan lain dalam pelajaran. Ini dapat membantu anak2 untuk tidak menempatkan lagu sebagai sesuatu yang menyenangkan tetapi unik, dan ada kemungkinan bahasa dalam lagu itu ditransfer pada situasi lain. Latihan akhir selain menyanyikan lagu juga termasuk:
Menggambar: Anak2 dapat menulis kata2nya ke dalam lagu di buku catatannya dan mengilustrasikannya, atau kalau mereka bisa, sekedar membuat gambar sebagai iustrasi lagunya.
Personalisasi kalimat2: Anak2 menulis kalimat tentang mereka sendiri, keluarga, teman2nya atau orang yang terkenal menggunakan pola2 yang ada dalam lagu.
Teka-teki: Anak2 dapat membuat teka-teki seperti teka-teki silang atau mencari kata2 dengan memanfaatkan kata2 dalam lagu.
Pola bunyi: Anak2 berlatih mengucapkan bunyi2 serupa dalam kata2 menggunakan bunyi2 dalam lagu. Mereka juga dapat mengerjakan latihan dikte dengan mendengar bunyi2 dalam lagu.
Mengisi Titik2: Setiap anak mendapatkan kertas kerja dengan kata2 yang ada dalam lagu, tetapi beberapa kata dihilangkan. Mereka mendengarkan lagunya dan mengisi bagian yang dikosongkan.
Target lagu harus juga dimasukkan dan digabung dengan tarhet2 lain dalam berbagai jenis permainan. Ahasa yang ada dalam lagu2 dan permainan sebaiknya digabungkan sebanyak mungkin.
2. Penggunaan Permainan-Games untuk Mengajar David Paul memulai pemikirannya dengan mengatakan Games mempunyai peran sentral pada pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memungkinkan anak2 untuk membenamkan diri sepenuhnya pada pelajaran. Ia mengatakan selanjutnya: . Para guru tradisional sering beranggapan bahwa kata2 dan pola2 yang baru seharusnya pertama kali diperkenalkan dengan jelas dan serius, dan game hendaknya digunakan kemudian untuk melatih item2 dalam bahasa yang baru. Beberapa guru bahkan melanjutkan dan beranggapan bahwa pembelajaran yang paling nyata berlangsung di luar game, dan bahwa game benar2 hanya semacam selingan ringan atau sebagai hadiah karena telah belajar denga n sungguh2 atau berkelakuan baik. Sebenarnya, dugaan ini kehilangan seluruh alasan penggunaan game , dan sering justru mempunyai efek negatif, bukan positif. (Paul: 2003, 49). Inya dan Bagi banyak anak bagian pelajaran yang serius seperti kurang menarik dibandingkan dengan bagian yang menyenangkan, dan guru mungkin memperoleh sesuatu yang berlawanan dengan apa yang ingin dicapainya. Games bukan hanya digunakan untuk melatih bahasa target. Pada game itulah pembelajaran yang paling efektif terjadi. Seorang anak yang menemukan sebuah kata, ekspresi, atau pola baru dalam bahasa Inggris ketika ia sedang tenggelam dalam permainan, akan sangat termotivasi untuk mempelajarinya dan kemungkinan lebih dapat menguasainya dibandingkan dengan anak yang mendapatkan pengetahuan baru itu dari guru sebelum bermain game.
Apa yang teleh disampaikan di atas sejalan dengan kenyataan tentang hakekat bagaimana anak2 melihat dunia. Sebagian besar anak2 melihat dunia sebagai sebuah permainan dan hampir dalam segala hal kecuali makan, tidur atau menonton TV, yang dianggap mereka sesuatu yang “harus” dilakukan, ukannya “ingin” dilakukan. Ini adalah kenyataan dasar pada anak2 dan sebagai guru kita perlu mengenali , bersamanya dan memberikan peran utama pada game dalam kelas. David Paul selanjutnya menyatakan bahwa kalau belajar itu sendiri dirasakan seperti game, dan kalau anak2 merasa bahwa mereka menemukan dunia bahasa Inggris yang baru dan menarik melalui permainan mereka akan menikmatinya di luar kelas, kemungkinan besar anak2
akan membawa pulang apa yang sudah dipelajarinya dan menggunakannya dalam kehidupan se-hari2nya. Namun, sebaiknya anak2 tidak melihat pada pelajaran bahasa Inggris yang kita berikan saat mereka memainkan game untuk mereka sendiri. Satu hal lagi yang kita inginkan adalah agar anak2 tidak terus menerus terangsang dengan permainan yang baru yang kita sajikan. Untuk menghindari itu, dan agar dapat memanfaatkan game dengan baik, ada beberapa saran dari David Paul: 1.
Kita harus menghentikan permainan sebelum anak2 sendiri yang ingin berhenti dan merasa hosan dan anak2 tetap menyukainya.
2.
Dengan demikian game yang sama dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang lebih sulit setiap kali mereka memainkannya.
3.
Agar ini dapat dilaksanakan dengan baik, kita memerlukan game yang menggunakan bahasa yang mudsh diubah dan oleh sea itu salah satu hal yang pertama kita tanyakan ketika mencari game yang baru adalah: Bagaimana bahasa dalam game ini bisa dikembangkan di dalam gamenya sendiri? Kalau kita menemukan game yang isi bahasanya dapat dikembangkan dengan mudah, game ini dapat digunakan untuk belajar bahasa.
Sebagai konsekuensi pendekatan ini adalah kita tidak perlu menggunakan terlalu banyak atau terlalu sedikit game yang berbeda-beda dalam sebuah kelas tertentu. Kita seharusnya menggunakan satu perangkat game untuk setiap kelas, dan secara bertahap mengubah game2 dalam setiap perangkat dalam satu periode waktu. Yang paling penting adalah agar anak2 merasa sangat terlibat dengan pelajaran kita dan game merupakan salah satu cara terbaik untuk mencapai tujuannya tetapi buka satu2nya cara.
Banyak anak yang kelihatan gembira dan sangat berkonsentrasi ketika duduk sendirian menghadapi buku catatan dan pinsilnya. Mungkin ini adalah kegiatan anak yang terpusat pada anak, tetapi biasanya bukan dianggap permainan. Untuk anak2 seperti ini, menulis sendirian mungkin merupakan cara belajar yang aman dan merupakan lingkungan belajar yang mereka kenal yang terasa nyaman untuk mereka, dan mungkin pada saat itu mereka memang sedang sangat bersungguh-sungguh dengan apa yang sedang mereka kerjakan. Namun, kita bisa membuat kegiatan semacam ini semakin menyenangkan untuk mereka dengan mengubahnya menjadi permainan atau game. Misalny: mereka sedang mengerjakan teka-teki silang di buku mereka. Tidak semua anak tertarik akan jenis kegiatan yang sama. kinds of activities. Setiap kelas berbeda dan setiap anak memiliki keunikan. Kita nperlu menemukan jenia kegiatan apa yang dapat melibatkan semua anak dalam kelas dan setiap anak dalam kelas tersebut. Saat yang paling kita inginkan agar anak2 semua bermain game dan merasakan kesenangan yang amat besar adalah ketika mereka menemukan target utama bahasa untuk pertama kalinya. Kita ingin mereka menemukan kata2 dan pola2 baru ketika mereka terbenam total dengan apa yang sedang mereka lakukan. Semakin gembira mereka ketika mereka menemukan target bahasa yang baru, semakin baik hasil dari pendekatan ini. Kalau anak2 perlu mendapatkan kegembiraan dan bertindak sespontan mungkin tidak berarti bahwa mereka harus berlari-lari berkeliling kelas dengan kegembiraan berlebihan. Di kelas yang baru sebaiknya melakukan kegiatan yang lebih tenang sampai kita yakin b ahwa mereka berpikir dan memusatkan perhatian pada belajar, dan ketika mereka masih sedang mencari tahu tingkah laku seperti apa yang diperbolahkan dan tidak diperbolehkan dalam pelajaran kita. Kemudian, setelah kita dapat membangun saling mempercayai dengan anak2 dan
lingkungan belajar yang positif, kita dapat meningkatkan persentase kegiatan yang lebih aktif secara fisik. Ada game yng dilakukan tidak terlalu aktif seara fisik, yang digolongkan game yang baik, seperti flash card game, dimana anak2 bermain berpasangan atau dalam kelompok, atau game dikte dimana anak2 bekerja sendiri2. Mereka juga bisa bermain game seoerti Concentration, mendengarkan kata2 yang didiktekan dan menuliskanny pada peta harta, mengisi tekateki atau menggamar dan menulis kalimat2 tentang gambarnya. Namun, game yang dimainkan dengan aktif secara fisik tetap merupakan game yang sangat menyenangkan dan dapat banyak membantu pembelajaran. Ketika anak2 berjalan berkeliling atau melempar-lempar benda sepanjang mereka berkeliling, kemungkinan mereka akan lebih ingat dan merasa positif terhadap apa yang sedang mereka pelajari. Kita hanya perlu meyakinkan bahwa anak2 benar2 banyak berbahasa Inggris, dan aktif secara mental dan fisik. Permainan Fruit Basket adalah sebuah contoh game yang aktif secara fisik dimana anak2 juga aktif nsecara mental maupun fisik. Pendapat yang dominan di kalangan guru yang memanfaatkan metode yang belajar yang berpusat pada anak dulu adalah membiarkan anak2 bermain sendiri secar natural tanpa campur tangan guru, dan masih banyak guru yang mengikuti cara ini. Namun, ketika anak2 dibiarkan bermain sendiri seenarnya anak2 kurang memeksimalkan potinsi belajar mereka melalui game. Peran guru dalam keterlibatannya dalam game tergantung ada jenis permainannya, tetapi secara umum bila permeinannya berpusat pada anak, guru hendaknya bisa masuk atau keluar dari permainan tersebut pada saat2 yang tepat tanpa melemahkan keterlibatan dan rasa memiliki permainan tersebut pada anak. Salah satu cara melihat peran guru dalam bermain adalah melihatnya dalam tujuh aspek utama berikut ini:
1. Aspek2 Utama Peran Guru dalam Menggunakan Permainan.Game
Mendisain game
Kita menilai apa yang perlu dipelajari dalam setiap pelajaran tertentu dan mendisain permainan yang berpusat pada anak untuk mencapai tujuan pelajaran. Misalnya permainan Car Race, kita memilih flash cardnya juga gamenya, tetapi mereka hanya memperkenalkan lash card yang baru kalau anak2 telah tenggelam dalam game itu dan merasa memiliki game tersebut. Mereka dapat memodifikasi game yang telah didisain guru.
Membetulkan kekeliruan yang terjadi.
Kita mencoba mempertimbangkan urutan dengan cermat dan mengajak anak yang sudah siap bermain. Namun kalau pelajaran tidak berjalan sesuai rencana, mungkin kita mengganggu jalannya game sehingga menjadi lebih mudh atau lebig sulit; untuk itu kita harus yakin sebanyak mungkin anak memahami bahasa target dalam game, dan membantu anak yang sulit memahaminya.
Menjawab pertanyaan anak
Kita perlu selalu ada untuk menjawab pertanyaan anak2 ketika mereka tidak mengerti. Mula-mula kita perlu menyampaikan kepada mereka untuk mencoba memahami sendiri dan beru kemudian bertanya kepada kita, tetapi tujuannya adalah agar mereka terbiasa bertanya kepada kita tentang apa yang mereka tidak kestahui atau ingin mengatakannya dalam bahasa Inggris agar bisa terus memainkan gamenya.
Meningkatkan kemampuan anak2
Kalau anak2 dibiarkan bermain sendiri, mereka biasanya tidak dapat mencapai kemampuan potensialnya sebagai pembelajar. Kita perlu masuk dalam game untuk memastikan gamenya menantang anak2 untuk meningkatkan kemampuannya ketika mereka bermain. Kita dapat melakukan ini dengan beberapa cara: a. Kita dapat menambahkan kata2 dan pola2 yang lebih sulit tetapi dapat anak2 dapat mencapainya pada waktu mereka bermain. b. Kita dapat berbicara dengan mereka waktu sedang bermain, menggunakan bahasa yang alamiah dan dapat dipahami dalam konteks. c. Kita dapat membantu dengan melakukan scaffolding dengan bahasa yang mereka sudah pahami pada saat mereka bermain.
Contoh:
Anak Guru Anak Guru
Anak
d.
: I’m draw a picture. : Yes, I see. You’re drawing a picture. It’s very nice. Are you drawing a dog? : No. It’s a gorilla! : Oh, I’m sorry! Look I’m drawing a picture, too. (pause after drawing a little and wonder what the picture will be) : Are you drawing a house?
Kita dapat membuat suara2 lucu/aneh, menggunakan gambar/puppet atau maskot kelas, kalau anak2 membuat kesalahan yang utama / kesalahan yang penting yang menurut mereka harus direfleksikan. Ini dilakukan karena anak2 perlu berhenti sejenak dimana mereka mencoba hal2 yang baru sendiri dan membuat kesalahan yang perlu sedikit peringatan dengan gelengan kepala misalnya, bukan koreksi yang nyata.
Semua yang dinyatakan diatas hendaknya dilakukan tanpa m”mengajar” atau meniadakan sifat menyenangkan dari game tersebut. Kit adapat ikut bermain, menantang anak2 untuk berpikir dan belajar, kemudian keluar lagi dari permainan.
Memberikan tipuan secara kreatif
Kalau sedang memainkan game yang kompetiti, ada kemungkinan terdapat tim2 yang lebih kuat daripada yang lin. Dalam situasi seperti ini guru perlu memberikan tipuan dengan bermain-main untuk memastikan semua anak mendapat kesempatan untuk dapat bermain dengan baik. Di bawah ini antara lain yang bisa dilakukan guru: -
Memberikan lebih banyak bantuan kepada tim yang tidak menang.
-
Memberikan target bahasa yang lebih sulit kepada tim yang bermain baik.
-
Memberikan poin yang lebih banyakpada game untuk pelajaran berikutnya, sehingga semua tim mendapat kesempatan yang sma untuk mengejar.
-
Lambat menjawab pertanyaan tim yang lebih kuat dan cepat memberikan jawaban kepada tim yang lebih lemah.
-
Pada permainan yang aktif, “secara tidak sengaja” mengganggu atau menjatuhkan tim yang lebih kuat. Sangat mengherankan ahwa kita bisa meninggalkan arena samil tersenyum.
Memberikan kesempatan kepada semua anak yang ikut Kita juga perlu yakin bahwa secara individual anak2 dalam tim semua menikmati
permainan dan mendapat cukup kesempatan untuk bericara. Kita perlu memberi dorongan kepada anak yang kurang percaya diri, mengubah susunan tim sehingga mereka tidak selalu bersama anak2 yang mungkin msuke mengganggu atau terlalu banyak memberikan bantuan.
Sehingga mereka tidak perlu berpikir sendiri, dan kita mungkin bisa sedikit mengecoh untuk membantu individu atau tim.
Ikut serta
Kita bisa ikut bermain dan mersakan sendiri kesenangan bermain. Kalau memang kita ikut bermain kita harus yakin bahwa anak2 tidak melihat ke kita setiap kali mereka melakukan sesuatu dalam permainan untuk mengetahui apakah yang mereka lakukan sudah benar atau itulah yang kita inginkan untuk mereka lakukan. Kalau ini yang terjadi kita boleh berhenti bermain dan bermain pada kesempatan lain ketika mereka sudah terbiasa bermain tanpa tergantung pada kita.
Memperkenalkan permainan baru perlu dilakukan untuk membuat mereka ingin tahu sehingga mereka merasa mereka perlu berpikir tentang bagaimana mengatakan atau menggunakan bahasa sasaran yang mereka perlukan untuk bermain atau mendorong mereka untuk bertanya kepada guru. Bandingkan contoh2 berikut ini untuk mengetahui bagaimana keduanya berbeda dalam membuat anak2 benar2 mempelajari bahasa yang diajarkan melalui game dan tidak hanya memusatkan perhatian pada permainannya saja. Permainanya bernama Blindfold Game.
Blindfold Game 1 Kelas dibagi menjadi dua tim dan kita menjelaskan kepada anak2 bahwa mereka akan bermain blindfold race game. Satu anak dari setiap tim memasang tutup mata dan anak2 yang lain mengarahkannya ke suatu tujuan di papan sambil berteriak mengatakan: Go straight, left, atau right. kita menjelaskan ini kepada anak sampai jelas dan anak2 mulai bermain. Setelah mulai mereka menyadari bahwa mereka memerlukan ungkapan2 bahasa
Inggris lebih banyak seperti: just a little, atau turn around, dan kita membantu mereka menemukan ungkapan2 tersebut ketika mereka mencoba menemukan ungkapan2 tersebut.
Blindfold Game 2 Kita meminta satu orang anak2 dari setiap tim untuk maju ke papan tulis dan menggambar seekor binatang. Beberapa orang anak bertanya-tanya dalam hati kegiatan apa yang akan dilakukan. Kemudian kita melingkari setiap gambar binatang tsb. Lebih banyak anak2 yang bertanya-tanya apa yang akan terjadi. Kita menuliaskan 10, 25, 50 dalam lingkaran target dan anak2 mulai menerka seperti apa permainannya.
Seorang anak diminta untuk berdiri di depannya dan memberikan sebuah spidol atau kapur kepada setiap tim. Semua akan erpikir: Apakah mereka akan melempar spidol atau kapurnya? Apakah mereka akan berlomba lari ke papan tulis? Kedua anak tersebut ditutup matanya , dan kita beri tanda kepada kedua anak tersebut untuk mengatakan : kiri, kanan dan lurus. Mereka berpikir. O ya!. Dan mengetahui bagaimana melakukan permainannya. Mereka sudah masuk dalam permainan, sepertinya menyenangkan, dan sekarang mereka benar2 ingin bermain, tetapi ketika kita memberi tanda kiri atau lurus mereka berpikir, Huh? Bagaimana mengatakannya? Dan mereka ini adalah keingin tahuan yang murni karena kita telah menarik anak2 ke arah permainan dan membangkitkan keingin tahuan mereka.
Kita minta kedua anak tersebut membuka tutup matanya dan mengatakan ke seluruh kelas: What’s the matter? Atau menunjukkannya dengan isyarat gerakan tangan yang se-olah2 nengatakan: What’s the problem? Anank2 mungkin memberikan isyarat kepada kita left, right or go straight , dan kita and we can help them discover how to say these things, or they may ask: How do we say left in English In their native language? Kita menjawab
pertanyaannya, dan mereka merasa mereka telah mempelajari apa yang pada mulanya benar2 ingin mereka ketahui. Kita membantu anak2 menemukan ungkapan2 lain seperti just a little dan turn around ketika mereka mencoba mengatakannya untuk bisa bermain. Daripada menjelaskan segalanya sejelas mungkin sebelum permainan dimulai, kita juga dapat melibatkan anak2 lebih dalam dalam permainan. Ini tidak sulit dilakukan dengan permainan yang sederhana, tetapi mungkin sulit dilakukan pada permainan yang lebih kompleks. Satu cara sekitar permainan semacam ini adalah membuat permainan yang semula sederhana menjadi berangsur-angsur menjadi kompleks. Keuntungannya adalah ini dapat menarik siswa lebih dalam dalam game ketika isi bahasanya berubah dan bertambah. Mereka menjadi lebih bersemangat dan merespons tantangan bahasa yang lebih sulit. Temukan contoh bagaimana melakukan ini untuk permainan Musical Chairs dalam bukunya David Paul: Teaching English to Children in Asia. Bumpass mengatakan bahwa permainan bisa menjadi alat bantu yang tidak terhingga nilainya untuk mengajar bahasa asing di tingkat sekolah dasar. Tidak ada hal yang lebih menarik minat anak2 selain jika kita berjanji akan mempelajari permainan baru. Dengan memanfaatkan kecenderungan untuk bermain ini, guru dapat mempelajari konsep2 kosakata baru dan memberikan praktek tambahan dalam memelihara ketrampilan yang telah dipelajari sebelumnya. Ia menyarankan beberapa persyaratan untuk bermain untuk dapat menciptakan kesenangan yang amat sangat di keas seperti berikut. Gamenya seharusnya:
Berlangsung cepat untuk menghndari keosanan pada siswa
Berisi elemen ketegangan atau kompetensi
Memastikan ketepatan respose bagi sebagian besar siswa
simpel, dapat dijelaskan dan diberi skor dalam waktu segera
tambahan bagi pelajaran reguler di keas dan mempunyai tujuan yang jelas
memerikan gerakan yang cukup untuk menambah dan mempertahankan minat
menawarkan perubahan yang dapat disukai dalam pelaksanaan, prosedur dan rutinitas dalam kelas.
Berikut adalah beberapa penggunaan permainan yang disarankannya:
Finger Plays untuk anak2 usia dini Finger plays ( permainan jari2 tangan) merupakan keharusa untuk mengajar anak2 yang
sangat kecil dan biasanya mereka hanya melagukan jingel2 yang diikuti gerakan jari2 tangan yang dimaksudkan untuk menarik perhatian anak dan membentu mereka rileks. Sebuah versi dalam bahasa ibu (kalau ada) dapat diberikan lebih dulu dan diikuti segera oleh versi yang berbahasa asing. Dengan cara ini mereka akan mengetahui apa yang harus mereka katakan dan ini akan dapat menjamin partisipasi dan minat yang lebih besar. Di bawah ini adalah beberapa contoh finger plays yang dapat menjamin keberhasilan di keas bahasa asing kalau termotivasi dengan tepat dan disajikan:
Sebuah permainan jari tangan yang baik dari angka satu sampai tiga dan hubungannya dengan ukuran one to three: Here’s a ball, Membuat lingkaran keil dengan ibu jari dan jri telunjuk dalam satu tangan
And here’s a ball Membuat lingkaran yang sedikit lebih besar dengan membentuknya menggunakan dua ibu jari dan dua telunjuk And here’s a ball, you see. Lingkaran besar menggunakan kedua tangan
Let us count them Are you ready? One, two, three Berlambat sedikit dan meminta siswa melakukannya seperti apa yang dilakukan guru
Ini adalah permainan jari tangan yang dikombinasikan dengan menyanyikan lagu. Lagu dan permainan berikutnya sangat diminati anak2. Setiap anak harus memasang burung dari kertas pada ibu jarinya, kepala burung menunjuk ke kanan pada satu tangan dan ke kiri di tangan yang lain. :
JACK AND JILL 5
6
7
i
i
7
6
7
i
2
Two lit tle blackbird sit ting on a hill 2
i
7
. 5
One named Jack, the 3
3
2
5
6
7
1
1
7
fly a way Jill 5
6
other named Jill
1
Fly a way Jack,
7
5
2
1
6
5
Come back Jack, come back Jill
Permainan dengan jari tangan yang diterapkan pada pemula seharusnya memiliki nilai pendidikan yang pasti. Jari tangan anak2 memerlukan banyak kecekatan untuk ketrampilan manipulatif seperti mengtgambar dan menulis. Penguangan pada permainan jari tangan akan dapat membantu pengembangan keluwesan dalam koordinasi otot yang diperlukan. Melalui pemanfaatan irama anak2 dapat dilatih untuk mendengarkan dan membedakan berbagai bunyi dalam bahasa asing yang dipelajari dengan lebih mudah. Game2 ini juga akan membantu anak2 untuk melatih ingatannya sambil mengembangkan koordinasi lebih lanjut antara pikiran dan badannya. Salah satu nyanyian yang dapat digunakan sementara bermain menghitung dibantu oleh permainan jari tangan adalah lagu “John Brown had a Little Indian”, dimana anak2 dapat berlatih menghuting angka satune sampai sepuluh. Kata2 dalam lagu ini juga dapat diganti menjadi fingers misalnya untuk memperkenalkan kosakata bagian2 tubuh.
Game untuk membantu mengembangkan kosakata Galam memilih dan mengembangkan permainan untuk mengembangkan kosakata atau
untuk memelihara konsep kata2 yang telah dipelajari dalam kegiatan di kelas, para guru akan merasa terbantu jika menerapkan game2 yang berisi angka. Misalnya: Bouncing the Ball merupakan latihan mengulang-ulang konsep2: warna, benda2 di dalam kelas, buah2an, binatang dsb. Sementara anak2 memantulkan bola. Game apa saja yang digunakan guru untuk mengembangkan atau memelihara kosakata, guru harus selalu memperhatikan perubahan perhatian siswa ketika sedang bermain. Ketika minat sudah mulai menurun, kegiatan dalam permainan harus segera diubah. changed
immediately.. Berikut ini adalah salah satu permainan kosakata yang diberi nama Fruit Basket Game sebagai contoh. Game ini digunakan untuk mengulang pembelajaran nama buah2- an. Permainan dimulai dengan dril yang intensif dalam pengucapan nama tujuh atau delapan jenis buah yang baru saja dipelajari.
Setiap anak diberi nama dengan nama buah yang dipakai bermain. Mungkin ada dua atau tuga anak ang mempunyai nama buah yang sama. Salah satu yang sudah dipilih diberi nama It, Pemimpin permainan, menyebutkan nama beberapa buah, misalnya “orange”, dan tiga atau empat anak yang bernama “orange “ harus saling berpindah tempat sebelum pemimpinnya berhasil menduduki salah satu kursi ketiga atau empat orange tersebut. Kalau pemimpin permainan dapat menduduki salah satu kursi, maka orange yang tidak mendapat tempat menjadi It dan kemudian memanggil nama bah yang lain, berusaha mendapatkan kursi untuk dirinya sendiri dalam permainan. Every once in a while, the leader surprises the group by calling out “Fruit Basket”, and all must change chairs. Untuk membuat variasi, selain nama buah2an bisa juga digunakan nama sayur2an, dn anak2 diminta untuk meneriakkan “vegetable basket” kalau mereka menghendaki semua kelompok untuk mengubah tempat duduknya. Ini adalah permainan yang berirama, tetapi dapat digunakan untuk memotivasi anak2 untuk menghafalkan nama uah2an dan sayu2an.
Permainan untuk menekankan bentuk2 tatabahasa Di kelas yang lebih tinggi di sekolah dasar, kadang2 guru diharapkan untuk memberikan
motivasi ekstra dalam menggunakan bentuk tatabahasa tertentu. Biasanya guru berharap dapat menyertakan dan memberikan pada bentuk2 yang diperlukan dalam percakapan. Berikut adalah sebuah contoh permainan seperti itu yang disebut “A Pantomime Game”. Permainan berikut ini merupakan ilustrasi jenis permainan seperti itu dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing.
PANTOMIME GAME Permainan ini digunakan untuk mengajarkan penggunaan bentuk pendek I am dan I am not menjadi “I’m” and “I’m not”. Seorang anak maju ke depan dan melakukan gerakan pantomim yang menunjukkan profesi atau pekerjaan yang dipilihnya. Kalau ia sudah selesai melakukan pantomim, anak2 yang lain di dalam kelas mencoba untuk menerka profesinya. Setiap anak diminta untuk menerka, dan pertanyaan dilanjutkan sampai terkaan seorang anak benar. Yang dapat menerka akan menjadi pemimpin permainan/IT. -
Berikut ini adalah sebuah contoh dril tanya jawab yang digunakan dalam prosedur bertanya yang dilakukan:
Anak 2 Are you a doctor?
IT Yes, I’m a doctor or No, I’m not a doctor
Permainan untuk Mengajarkan atau Memperbaiki Uapan Permainan yang menarik yang dapat membantu memperbaiki ucapan sangat penting dalam mengajarkan bahasa asing terutama bhasa Inggris sebagai bahasa asing karena permainan semaam ini dapat membantu anak2 memperbaiki ucapan vokal dankonsonan agar diucapkan dengan benar. Memberi nama pada bunyi tertentu, meminta mereka mengulang-ulang ucapannya dalam dril bersama dan akan lebih efektif pula mengkorelasikan bunyi ini dengan gerakan. Dua permainan berikut ini adalah model permainan untuk mempelajari bunyi: 1. Permainan dengan untuk melatih gerakan bibir
Kata2 berikut ini, sudah dikenal anak2 dan sudah merupakan bagian dari kosakata anak2, dituiskan di papan tulis: baby
doll
paper
big
dog
pencil
boy
drum
pretty
Seorang anak ditunjuk sebagai IT dan disuruh maju ke deoan, menunjuk pada salah satu dari kata2 yang adapada satu dari tiga kolom. Diam2 ia kemudian mengucapkan salah satu kata dalam kolomnya. Anak2 lain dalam kelas mengamati bibirnya dan menerka kata yang diucapkan.. 2. Untuk menganeka ragamkan permainan ini, guru dapat melakukan dril yang membisikkan pola kalimat sederhana. Gura mengulang2 membisikkan sebuah kalimat sederhana dan anak2 memaca bibir guru tersebut yang mengucapkan, misalnya: I am talking to you You are my students Permainan seperti ini selalu merupakan sumber yang menarik dan menyenangkan.
Hal2 yang perlu diingat:
-
Walaupun partisipasi dalam menyanyi, bermain game dan dril2 yang dilakukan merupakan sesuatu yang penting dalam belajar bahasa asing, kita tidak boleh memaksa anak2 untuk berpartisipasi kalau mereka tidak mau.Guru perlu memotivasi anak2 dan memberi komentar pada setiap anak kalau ia perpartisipasi dalam kegiatan
kelompok ini. Pemilihan yang benar peru dilakukan untuk mendapatkan jenis yang cocok untuk membuat mereka asih menguncapkan bahasa asing yang dipelajari.
D. Kegiatan untuk Memotivasi Pengembangan Bahasa Lisan melalui Berceritera
Mendengarkan ceritera yang ditutrkan dalam bahasa asing dapat merupakan pengalaman berharga untuk pembelajr semua umur, walaupun mereka yang berada pada tingkat awal. Walaupun nampaknya mustahil menurut orang dewasa, anak2 menyambut kegiatan ini dengan antusias dan sangat ingin membantu keberhasilannya. Selain memberikan motivasi kegiatan berbahasa lisan yang dapat memacu pertumbuhan bahasa lebih lanjut, kegiatan bereritera dalam bahasa asing juga memberikan pengalaman yang banyak dalam kegiatan mendengarkan. Kerangka ceritera mungkin menyediakan pola2 tatabahasa yang sederhana untuk menguasai kosakata akti melalui beberapa jenis latihan yang efektif, seperti respons klasikal, nyanyian2, dramatisasi dsb. Banyaknya bahasa yang berkembang tergantung pada usia dan tingkat kelasnya, dan waktu yang digunakan untuk melakukan tetapi yang harus dipikirkan guru adalah: materi bahasa asing yang diajarkan haruslah merupakan materi yang sudah terlebih dahulu aktfi digunakan dalam bahasanya sendiri. Untuk mendapatkan hasil terbaik dalam pengajaran, ceritera yang dipilih haruslah ceritera yang sudah dikenal dengan baik dan yang sangat disukai agar dapat membangkitkan emosi yang menguntungkan bagi pembelajar usia dini. Ceriteranya juga seharusnya busa didramatisasikan dan pebgulangan2 harus dilakukan dengan trampil dan mengandung kata2 dan ungkapan2 kongkrit dalam jumlah yang tepat yang alan bisa menjadi bagian dari kosakata yang digunakan secara aktif oleh anak2. 1. Kriteria yang Bermanfaat untuk Memilih Kata Kunci dan Materi Visual Dalam perencanaan mengajar dengan berceritera, seorang guru harus menuliskan duu ceriteranya dengan bahasa yang sangat sederhana, menyusunnya dalam urutan yang sedemikian
rupa sehingga dapat diceriterakan lagi dan lagi dengan menggambarkan sedemikian rupa sehingga menarik dan pengembangan baru, memberikan tekanan pada pengulanga kata2 dan frasakunci untuk repons yang dilakukan secara ber-sama2. Beberapa kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi materinya a.l.:adalah:
Apakah frasa2 kunci yang untuk di-ulang2 sebagian besar adalah bentuk2 yang paling sederhana dalam bahasa ynag baru?
Apakah frasa2 dan kata2 itu termasuk konsep2 kongkrit yang mudah digambar atau diperankan?
Apakah kata2 dan frasa2 itu terdiri dari kata2 dan frasa2 yang merupakan bagian dari bahasa pertama anak2?
Apakah kata2 dan rasa2 tersebut ermanfaat dan bermakna untuk anak2 di kemudian hari?
Apakah kata2 dan frasa2 tersebut cukum mengandung irama bila diucapkan untuk kegiatan merespons secara bersama/klasikal?
Guru hendaknya memilih alat bantu dan gambar2 yang cocok yang diperlukan untuk penyajian yang baik; yang dapat disentuh dan dimainkan dengan tangan untuk menyadiakan pengalaman sensori lain bagi anak2 dan membuat kegiatan belajar menjadi nyata dan bermakna. Sebenarnya benda2 dan gambar2 yang digunakan dapat membantu dalam menjelaskan makna konsep2 yang baru bersamaan dengan pemanfaatan raut wajah dan gerakan2 yang dilakukan dengan trampil. Apapun alat bantu mengajar visual yang digunakan seharusnya memenuhi beberapa tujuan spesifik untuk pemanaatannya yang lebih besar:
Jelaskan arti kata2 atau ungkapak2 kunci yang ada.
Usahakan pikiran pendengarnya ikut bersama ceritera.
Usahakan telinga anak2 siap untuk bunyi selanjutnya melalui bantuan mata.
Bantulah menghidupkan suasana selama kegiatanberceritera.berlangsung.
Usahakan atmosfir dalam kelas membuat siswa tertarik dan menjadikan siswa sangat antusias
Penggunaan alat bantu mengajar dan gambar2 yang tepat secara efektif dapat sangat mengurangi kegiatan penerjemahan ke bahasa ibu sampai tingkat minimum. Namun ketika terjadi keraguan interpretasi pada materi ajar, guru dapat menggunakan bahasa pertama dan kemudian melanjutkan ceriteranya dalam bahasa asing.
2. Saran2 untuk membantu Guru dalam Berceritera Untuk mendapatkan hasil yang efekti guru harus melakukan: -
pengulangan ceritera beberapa kali di luar kelas
-
menggunakan alat bantu dan gambar
-
menghuungkan penyajian setiap alat bantu yang dapat dilihat dengan konsep2 yang sedang dijelaskan.
-
Mengikuti urutan yang sama dan menggunakan alat bantu yang dapat dilihat dengan cara yang benar2 sama setiap mengulangi caritera.
Prosedur yang harus diikuti dalam berceritera dipengaruhi oleh usia dan tingkat siswa juga dipengaruhi oleh training yang pernah diperolehnya dalam bahasa yang baru. Ini berarti jika pertamakali ceritera diceriterakan, ceriteranya haruslah singkat dan lebih sederhana daripada daripada jia ceritera itu diulang kembali. (yang perlu diceriterakan kembali adalah kerangka dasarnya, frasa dan ungkapan kunci dijadikan dril pengulangan bersama seluruh kelas dan selanjutnya adalah bermain peran)
Pada setipa berceritera kembali guru dapat menyajikan materi lebih, memperluas bentuk2 struktural yang sudah disajikan dan didril sebelumnya. Paling sedikit anak2 harus dapat mengembangkan penguasaan ungsional dari semua konsep yang dapat digambar dan konsep kongkrit yang telah disajikan dan dapat menggunakan dalam bentuk struktural sederhana. Haruslah sudah dilakukan pengulangan ceritera ber-kali2 dan dril lisan yang semakin berkembang sebelum penyajian ceritera terakhir. Sebagai kegiatan puncak, tamu2 diundang untuk mengunjungi penyajian terakhir guru dengan partisipasi para siswa dan dalam bentuk bermain peran pada agian2 tertentu. Pemahaman yang diperlihatkan anak2 pada kegiatan puncak ini, permainan peran, penggunaan bahasa lisan di berbagai kegiatan dan reaksi mereka terhadap proyek secara umum akan memperlihatkan sejauh mana teknik berceritera merupakan pengalaman yang hidup, nyata dan menakjubkan dalam pengajaran bahasa asing.
3. Mengorganisasikan sebuah Ceritera dalam Pengajaran Bahasa Asing. Dalam memilihy ceritera guru perlu meyakinkan bahwa ceritera yang dipilih terkenal, disukai banyak orang, dapat digunakan untuk dril2 pengulangan danpemberian respons secara klasikal, memiliki konsep2 kongkrit yang dapat dibuat gambarnya dan mudah disesuaikan untuk tingkat2 kelas di Sekolah Dasar. The Three Bears adalah ceritera yang memenuhi kriteria ini dan dapat diadaptasikan dengan anak2 untuk eberapa tingkatan (kelas 4 sampai dengan kelas 6)
Penjelasan Teknik Guru untuk Menyajikan Ceritera THE THREE BEARS.
Berikut ini adalah bahasa lengkap yang disajikan dalam ceritera yang dapat digunakan dalam pengajaran bahasa. Kita perlu menggunakannya dengan bijaksana untuk menyesuaikan dengan kebutuhan anak2 di kelas kita. Caritera ini dibagi dalam 8 bagian dan bagian pertama
ada dalam buku yang digunakan untuk berlatih sementara menyiapkan kegiatan pengajaran sebagai bagian praktek dalam pengajaran. (Ceritera selengkapnya ada dalam bukunya Bumpass) Untuk menggunakan ceritera The Three Bears dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing guru dapat menggunakan daftar kata berikut ini. Guru yang menginginkan versi yang lebih sederhana mungkin ingin menghilangkan beberapa kata dari daftar di bawah ini::
NOUNS Father Bear, Mother Bear, Baby Bear, girl, house, forest, window, door, table, floor, soup, spoon, room, bear (s), bed (s), chair (s), bowl (s), family, upstairs, eyes, moment, day.
ADJECTIVES large, small, white, green, little, pretty, good, hot, cold, hard, soft his, her, my, the, a, one, two, three, this, all, next. VERBS says, makes, puts, listens, is, are, takes, tastes, leaves, comes, sees, looks in, live, knocks, goes in, opens, sits down, lies down, breaks, falls, gets up, goes to sleep, cries, jumps up, runs, wakes up, eat OTHERS he, she, it, in, on, into, for, out of, down, also, very, soon, not, here, but, and, oh, at, no one, someone. EXPRESSIONS
It’s …
There are …
I’m hungry Who’s this?
I’m sleepy What’s this?
Who is she? Let’s take a walk. Look! Look at the … Look at her run. I’m going to … Someone’s been eating my soup. Someone’s been in my bed. Someone’s been sitting in my chair. Setelah mempertimbangkan konsep2 yang dapat digambarkan dan ungkapan2 esensial dengan cermat, guru perlu menyediakan pola2 kalimat dasar yang harus dikuasai siswa untuk mengembangkan teknik ini. Pilihan pola2 kalimatnya dipengaruhi oleh pembelajaran sebelumnya dan dalam banyak hal akan termasuk yang berikut ini: 1. Identification pattern of “This is …” The noun concepts listed below are to be substituted within the pattern above for intensive repetition drills: “a bear”, “a chair”, ”a bed”, “a house”, “a table”, “a spoon”, “a bowl”, “a window”, “a door”, “a room”, “a girl”.
2. Simple question pattern cued to elicit the identification pattern, “It’s …” in response: a. What’s this? b. Who’s this? By using the two question patterns, have intensive drills in substituting the noun concepts of No. 1 or the proper nouns “Father Bear”, “Mother Bear”, and “Baby Bear”, within the identification pattern.
3. Simple question pattern cued to elicit the answers of “yes” and “no”: a. Is the bear …? d. Is the chair …? b. Is the girl …? e. Is the bed …? c. Is the bowl …? f. Is the house …? The adjectives “large”, “small” and “pretty” are to be substituted in each of the questions above for repetition and substitution practice.
4. Simple sentence pattern of the subject, the verb BE, and a predicate adjective: a. The bear is … b. The house is … c. The forest is … d. The soup is … e. The bed (chair) is … The pairs of adjectives listed below are to be used in the corresponding patterns above in intensive repetition and substitution drills: a. b. c. d. e.
large – small small – big white – green hot – cold hard – soft
5. Sequenced sentence patterns of related actions: a. She goes to the door b. She knocks on the door c. She listens at the door d. She opens the door e. She goes into the room f. She sits down in a chair This drill is to be memorized as different girls enact the sentences. It may be expanded by substituting “he” for “she” and by substituting the command form for the declaration statement.
6. Sequenced command patterns in the singular form: a. Take the … b. Put the … on the … c. Look at the … d. Go to … A number of nouns from the story are to be substituted within this frame in repetition practice as different members of the class dramatize the action.
7. Sentence patterns using “I’m” in different idioms: a. I’m hungry. b. I’m sleepy. c. I’m going to take a walk. d. I’m eating the soup. Intensive choric drills accompanied by dramatized actions are to be given to aid in their memorization
8. Counting activities in games and songs for using the numerals 1, 2 and 3. Counting songs, especially “One little, two little, three little …” to the tune of “John Brown Had a Little Indian”, may be sung teach these number concepts and the plural forms of “bears”, “beds”, and “chairs”. A cued question drill asking: “How many …?” and “Are there…?” may also be used with older children.
Setelah menentukan kata2 dan pola2 kalimat yang akan digunakan, guru siap untuk pengorganisasian akhir. Ceritera bisa diorganisasikan menjadi bagian2 yang lebih kecil berpusat pada pola2 kalimat yang harus dikuasai siswa. Ada delapan bagian dari ceritera The Three Bears. Untuk siswa pemula, kalimat2 dalam huruf yang dicetak miring digunakan untuk membantu cerittera maju cepat dan digunakan untuk pemahaman lisan saja. Untuk siswa yang lebih besar mereka dapat menggunakannya untuk menguasai bahasa lisan setelah pola2 dasar ceriteranya dikuasai. Kalimat2 yang dicetak dengan huruf kapital dalam ceritera utama adalah pola2 kalimat yang akan didril secara lisan sejak hari pertama. Kalimat2 di latar belakangnya dalam
huruf miring harus dikuasai secara bertahap dan untuk siswa yang lebih esar harus dapat menguasai keduanya pada akhirnya.
PART I
Provide some flannel-board figures for the story. Hold up the three flannel-board figures of the three bears for the children to see:
(The teacher tells the story) THE THREE BEARS
This is the story of The Three Bears
(The teacher demonstrate) -
Place the figure of the Father Bear on the flannel board in the upper left-hand corner . Place the figure of the Mother Bear near the Father Bear in a horizontal line.
-
Place the figure of the Baby Bear near the Mother Bear so that all three will be in a straight line. Point to each bear as you count “one, two, three.” Hold up three fingers on your right hand, and have your left hand make a moving gesture in front of the three bears as you say “three bears”
ONE TWO THREE , THREE BEARS
(The teacher demonstrate the actions)
-
Point to the Father Bear on “this bear” and open your arms as far as possible outward in an arc or half circle to show the meaning of “large”. On the “He’s the Father Bear”, point again to the figure representing him. THIS BEAR IS LARGE: HE’S THE FATHER BEAR
Point to the baby Bear on “this bear”, and by bringing the hands close together in a rounded position, repeat the word “small”
THE BEAR IS SMALL: THIS IS THE BABY BEAR
-
Repeat “large” and “small” several times with their corresponding actions. Then point to the figure of the Baby Bear and say,”He’s the Baby Bear”
THIS BEAR IS ALSO LARGE: SHE’S THE MOTHER BEAR
Demonstrate these two sentences in the same way as the ones explained above. PART II
(The teacher demonstrate the action) -
Hold up the figure of the house surrounded by green trees, and place it on the flannel board in the upper right-hand corner
THIS IS THE HOUSE THIS IS THE FOREST
-
Point to the “house” when you are repeating the first sentence, letting your hand touch the house as you say the word. In like manner, touch the trees as you say the word “forest”
THE HOUSE IS SMALL
THE HOUSE IS WHITE
-
indicate the meaning of “small” as explained above. For teaching “white”, say the sentence, and when you reach the word “white”, hold up a sheet of white paper and also point to the house, which is painted white.
THE FOREST IS GREEN THE FOREST IS PRETTY
-
As you say “the forest”, point to the tree surrounding the house and when you reach the word “green”, hold up green construction paper. To teach “pretty”, it may be necessary to translate the word.
E. Memperkaya Pengajaran Bahasa Asing melalui Pemanfaatan Lagu2 dan Permainan Telah umum diyakin i bahwa lagu2 dan permainan dapat banyak membantu kita mengajar banaha asing kepada anak2 dari pada mengajar orang dewasa. Mari kita mempertimbangkan apa yang dikatakan oleh dua orang ahli yaitu: : David Paul and Faye L. Bumpass, tentang hal tersebut dan mempertimbangkan penggunaan lagu2 dan permainan dalam kelas Bahasa Inggris kita. 1. Pemanfaatan Lagu 2 untuk Mengajar Anak2 segala usia suka menyanyi, melakukan permainan, dan meng-ulang2 ungkapan2 lisan (choric verses). Seorang guru bahasa asing di sekolah dasar yang bijaksana dapat memanfaatkan kemahiran alamiah ini agar dapat memberikan keuntungan di kelas mereka. Lagu2, dril2 bersuara dan permainan2 berirama dapat digunakan sebagai alat sebagai sarana untuk pembentukan atmosfir, minat dan semangat, juga dapat digunakan sebagai media yangsangat bagus untuk mengajarkan kosakata dan melodi bahasa Inggris sertansarana untuk memperbaiki ucapan yang masih keliru tanpa menimbulkan rasa malu pada anak2. Bumpass (1963, 132) menyatakan bahwa ada dua faktor yang menentukan keberhasilan dalam memanfaatkan lagu2 untuk mengajar pembelajar usia dini: memilih lagu2nya sehingga dapat memenuhi kebutuhan emosionalnya dan menarik bagi minat intelektualnya, dan merencanakan kegiatan menyanyinya untuk memenuhi berbagai persyaratan misalnya: memb erikan rasa senang, membuat mereka tetap berminat, sebagai sarana mengajarkan bunyi2 baru, asing, memberikan fasilitasi terhadap pembelajaran kata2 dan konsep2 baru memalui kegiatan dan dramatisasi yang sesuai. Alasan mendasar penyajian lagu untuk anak2 usia dini adalah untuk memberikan latihan ucapan lebih banyak dengan melibatkan kosakata yang mereka ketahui menggunakan media lagu yang sangat menyenangkan mereka. Guru yang pandai, yang mengenal nilai ini, dapat
mengembangkan teknik2 untuk mengajarkan lagu yang sederhana untuk menguatkan penguasaan kosakata pada hampir semua pelajaran bahasa Inggris setiap hari sambil mengembangkan melodi yang dibuatnya sendiri berdasarkan kosakata yang sudah dipelajari anak2 atau yang diambil dari buku. Lagu yang kita gunakan mungkin hanya dalam bentuk tanya jawab yang dilagukan, tetapi lagu yang mendril seperti ini dapat membantu “memperbaiki” baik pernyataan maupun pola kalimat tanya dan lafalnya, seperti lagu di bawah ini:
What’s This?
1 Look,
1
1
1
1
0
1
look, look. What’s this?
5
4
2
It’s
a
book!
.
4 It’s
1
Look,
1
1
1
0
look, look. What’s this?
3
1
a
book!
.
Lagu di atas dapat digunakan untuk melatih pola pertanyaan “What’s this?” yang kemudian dijawab dengan pola: “It’s a …”. Dengan memvariasikan benda2 yang diperlihatkan kepada anak2, lagu ini dapat juga digunakan sebagai latihan kosakata yang baru. Lagu yang disajikan boleh jadi sangat sederhana seperti yang di atas, tetapi lagu2 ynag lebih rumit juga bisa disajikan
seiring kemajuan yang dicapai dalam perkembangan berbahasanya. Berikut ini adalah lagu yang agak lebih rumit: Magic
5
5
i
.
Learn these words !
2 Say
3
4
.
3
7
I
2
If
you
do.
2
0
6 0
5 They
4
5
2
will o
4
3
2
i
2
3
0
pen gates for you
1
2
ing “Please” and “Thank you” These are things we all
2
1 0
can do
Prinsip dasar yang harus terpikir oleh guru dalam mengajarkan lagu2 dalam bahasa asing adalah bahwa tidak ada kata dalam lagu tersebut yang boleh terlihat sebelum penggunaan konsep2nya dipelajari secara lisan dan melodi dalam lagunya sudah disajikan. Beberapa orang mungkin khawatir apakah lagunya dapat dipelajari tanpa melihat kata2nya, tetapi anda boleh yakin bahwa ini dapat dilakukan. Sebelum meminta siswa untuk menyanyikan lagunya, kita sudah harus menjelaskan lagunya tentang apa dalam bahasa siswa dan dan minta siswa mendengakan ketika lagunya kita nyanyikan untuk mereka. Kemudian kita minta mereka menirukan kita mengucapkan kata2 dalam lagunya secara bertahap, pertama tanpa menyanyikannya kemudian menyanyikannya bagian demi bagian sampai siswa terbiasa dengan pengucapan dan musiknya. Gunakan isyarat atau kegiatan menari jika sesuai dan meminta mereka menyanyikan sering menyanyikannya setelah mereka bisa menyanyikannya. (Rencananya sebuah buku berisi lagu2 akan menyertai buku ini sebagai suplemen).
David Paul menyarankan cara lain untuk memperkenalkan sebuah lagu baru. Kita dapat memperdengarkan lagu tersebut ketika sedang bermain pada awal pelajaran atau kita bisa memainkannya di latar belakang sementara anak2 bermain game. Kita mencoba menyajikannya tanpa menarik perhatian anak2 pada lagunya. Tentu saja kita berharap bahwa mereka akan merasa bahwa lagunya menarik dan mereka merasa tertarik. Ketika anak2 merasa tertarik dan dapat menyanyikan melodinya, kita memmainkan lagunya lagi dan menyertainya dengan gerakan2 yang sesuai. Kemudian kita mainkan lagi dan lihat apakah anak2 melakukan gerakan yang sesuai dengan lagunya. belajar bahasa asing. Ia menyatakan bahwa lagu2 dapat menambah dimensi kelas secara serta potongan2 kata yang alamiah dalam bahasa asing. Lagu2 dapat menambah rasa dan irama pada praktek berbahasa yang jika tanpa lagu terasa mendatar saja, dapat membantu anak2 mengingat berbagai hal dengan mudah,dan mendekatkan anak2 lebih dalam terhadap pelajaran. Memang benar banyak guru yang sukses mengajar anak2 yang jarang menggunakan lagu di kelasnya, terutama para guru yang memang tidak suka menyanyi, tetapi sebenarnya para guru yang seperti ini telah kehilangan sesuatu yang sangat spesial. Sebagian besar anak suka menyanyi, dan lagu dan chants adalah satu aspek dalam kelas Bahasa Inggris yang membuat anak2 belajar dengan perasaannya yang murni dan membawanya bersama pulang ke rumah. Mereka menyimpannya di kepala, menyanyikannya setelah pelajaran selesai, mendendangkannya dalam perjalanan pulang, dan menyanyikannya lagi di rumah. Ada berrbagai cara dimana kita dapat menggunakan lagu dan dendang:
Menyanyi: anak2 menyanyikan lagu yang melodinya menarik bagi mereka dan isinya adalah bahasa yang bermanfaat.
Tindakan: anak2 menggabungkan tindakan/gerakan dengan lagu. Ini yang biasanya ara yang paling efektif dalam menggunakan lagu, terutama dengan anak2 yang lebih muda. Hampir semua lagu dapat dikombinasikan dengan gerakan. Sebenarnaya lagu yang paling baik adalah yang dapat diiringi dengan gerakan yang menggambarkan kata2 dalam lagunya. Kadang2 kita harus menemukan gerakan2 ini. Ini adalah sebuah contoh e:
I’m a little teapot First verse
Second verse
Chants: Hampir setiap kalimat atau ungkapan dapat dijadikan chant . Kalau mungkin, I’m a little teapot, short and stout, I’m a tube of toothpaste on the shelf, chants bisa juga dikombinasikan dengan gerakan. Here’s my handle, here’s my spout, I’m feeling lonely by myself, When the water’s boiling hear me shout I’m happy at night time, so I shout, Latar Belakang: Ada lagu di latar belakang sementara anak2 bermain game. Ini dapat Lift me up and pour me out. Take my cap off, squeeze me out . menjadi cara efekif untuk anak2 mengingat pola2 tanpa terlalu memusatkan perhatian pada pola2 tersebut, dan mendapatkan potongan2 bahasa dalam lagu. (chunks). Banyak kegiatan dimana lagu menjadi latar belakang yang dapat menambah seluruh dimensi baru pada suasana kelas dan pembelajaran yang sedang berlangsung.
Antar pelajaran: Kita mendorong orang tua untuk memperdengarkan lagu2 berbahasa Inggris di mobil dan mendorong orang tua dan anak2 untuk memainkannya juga di rumah sebelum pelajaran bahasa Inggris lagi.. Lagu sering dianggap sebagai tambahan dalam kelas, dan dipakai sebagai selingan
untuk mengalihkan perhatian anak2 dan tidak pada inti pelajaran waktu itu. Dalam kelas EFL di Asia, dimana pusat perhatian anak2 adalah pada inti silabus, sering fragile, menyanyikan lagu
sebagai pengalihan pusat perhatian bisa bebahaya, oleh karena itu kita harus ber-hati2 supaya tidak menimbulkan masalah. Misalnya: klau kita menghendaki anak2 mengerjakan latihan berhitung untuk memindahkan perhatian, kita dapat angka2nya dalam lagu, tetapi kita harus yakin bahwa kegiatan2 sebelum dan sesudah lagu tersebut, dimana inti bahasa target yang sedang dipelajari dan dilatih paling sedikit sama menarik dan menyenangkannya untuk anak2, sehingga pusat perhatian mereka tetap pada inti pelajaran targetnya. Lagu “A B C Song”, yang sangat populer disebut sebagai kurang luwes karena A B C sampai Z merupakan urutan yang tetap dan tidak dapat diubah dan bahkan dua baris terakhirnya dapat diubah secara keseluruhan; lagu ini tidak dapat diberikan pada anak di kelas EFL yang masih mempelajari ABC dan dua baris terakhirnya tidak merupakan target urutan yang tetap. Berbeda dengan “a-e-i-o-u Song”, lagunya seperti lagu “Bingo”, sebuah lagu anak2 yng populer, bunyi2 nya juga pertanyaan dan jawanya dapat diubah dan dibuat semakin sulit secara bertahap.
ABC Song A–B–C–D–E–F-G
W – X – Y and Z
H–I–J–K–L–M–N–O–P Q–R–S–T–U–V
Now I know my A – B - Cs Next time won’t you sing with me?
a-e-i-o-u Song First verse
Second verse
a-e-i-o-u
a-e-i-o
a-e-i-o-u
a-e-i-o
a-e-i-o-u
a-e-i-o
Hello. What’s your name?
Hello. What’s your name?
Yang terbaik adalah jika lagu digunakan untuk melatih inti pelajaran bahasa target pada waktu itu dan kegiatan selanjutnya langsung berkaitan dengan isi lagunya. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa anak2 sudah dapat menghubungkan bahasa dalam lagu pada bahasa yang digunakan dalam kegiatan lain dalam pelajaran. Ini dapat membantu anak2 untuk tidak menempatkan lagu sebagai sesuatu yang menyenangkan tetapi unik, dan ada kemungkinan bahasa dalam lagu itu ditransfer pada situasi lain. Latihan akhir selain menyanyikan lagu juga termasuk:
Menggambar: Anak2 dapat menulis kata2nya ke dalam lagu di buku catatannya dan mengilustrasikannya, atau kalau mereka bisa, sekedar membuat gambar sebagai iustrasi lagunya.
Personalisasi kalimat2: Anak2 menulis kalimat tentang mereka sendiri, keluarga, teman2nya atau orang yang terkenal menggunakan pola2 yang ada dalam lagu.
Teka-teki: Anak2 dapat membuat teka-teki seperti teka-teki silang atau mencari kata2 dengan memanfaatkan kata2 dalam lagu.
Pola bunyi: Anak2 berlatih mengucapkan bunyi2 serupa dalam kata2 menggunakan bunyi2 dalam lagu. Mereka juga dapat mengerjakan latihan dikte dengan mendengar bunyi2 dalam lagu.
Mengisi Titik2: Setiap anak mendapatkan kertas kerja dengan kata2 yang ada dalam lagu, tetapi beberapa kata dihilangkan. Mereka mendengarkan lagunya dan mengisi bagian yang dikosongkan.
Target lagu harus juga dimasukkan dan digabung dengan tarhet2 lain dalam berbagai jenis permainan. Ahasa yang ada dalam lagu2 dan permainan sebaiknya digabungkan sebanyak mungkin.
2. Penggunaan Permainan-Games untuk Mengajar David Paul memulai pemikirannya dengan mengatakan Games mempunyai peran sentral pada pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memungkinkan anak2 untuk membenamkan diri sepenuhnya pada pelajaran. Ia mengatakan selanjutnya: . Para guru tradisional sering beranggapan bahwa kata2 dan pola2 yang baru seharusnya pertama kali diperkenalkan dengan jelas dan serius, dan game hendaknya digunakan kemudian untuk melatih item2 dalam bahasa yang baru. Beberapa guru bahkan melanjutkan dan beranggapan bahwa pembelajaran yang paling nyata berlangsung di luar game, dan bahwa game benar2 hanya semacam selingan ringan atau sebagai hadiah karena telah belajar denga n sungguh2 atau berkelakuan baik. Sebenarnya, dugaan ini kehilangan seluruh alasan penggunaan game , dan sering justru mempunyai efek negatif, bukan positif. (Paul: 2003, 49). Inya dan Bagi banyak anak bagian pelajaran yang serius seperti kurang menarik dibandingkan dengan bagian yang menyenangkan, dan guru mungkin memperoleh sesuatu yang berlawanan dengan apa yang ingin dicapainya. Games bukan hanya digunakan untuk melatih bahasa target. Pada game itulah pembelajaran yang paling efektif terjadi. Seorang anak yang menemukan sebuah kata, ekspresi, atau pola baru dalam bahasa Inggris ketika ia sedang tenggelam dalam permainan, akan sangat termotivasi untuk mempelajarinya dan kemungkinan lebih dapat menguasainya dibandingkan dengan anak yang mendapatkan pengetahuan baru itu dari guru sebelum bermain game.
Apa yang teleh disampaikan di atas sejalan dengan kenyataan tentang hakekat bagaimana anak2 melihat dunia. Sebagian besar anak2 melihat dunia sebagai sebuah permainan dan hampir dalam segala hal kecuali makan, tidur atau menonton TV, yang dianggap mereka sesuatu yang “harus” dilakukan, ukannya “ingin” dilakukan. Ini adalah kenyataan dasar pada anak2 dan sebagai guru kita perlu mengenali , bersamanya dan memberikan peran utama pada game dalam kelas. David Paul selanjutnya menyatakan bahwa kalau belajar itu sendiri dirasakan seperti game, dan kalau anak2 merasa bahwa mereka menemukan dunia bahasa Inggris yang baru dan menarik melalui permainan mereka akan menikmatinya di luar kelas, kemungkinan besar anak2
akan membawa pulang apa yang sudah dipelajarinya dan menggunakannya dalam kehidupan se-hari2nya. Namun, sebaiknya anak2 tidak melihat pada pelajaran bahasa Inggris yang kita berikan saat mereka memainkan game untuk mereka sendiri. Satu hal lagi yang kita inginkan adalah agar anak2 tidak terus menerus terangsang dengan permainan yang baru yang kita sajikan. Untuk menghindari itu, dan agar dapat memanfaatkan game dengan baik, ada beberapa saran dari David Paul: 4.
Kita harus menghentikan permainan sebelum anak2 sendiri yang ingin berhenti dan merasa hosan dan anak2 tetap menyukainya.
5.
Dengan demikian game yang sama dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang lebih sulit setiap kali mereka memainkannya.
6.
Agar ini dapat dilaksanakan dengan baik, kita memerlukan game yang menggunakan bahasa yang mudsh diubah dan oleh sea itu salah satu hal yang pertama kita tanyakan ketika mencari game yang baru adalah: Bagaimana bahasa dalam game ini bisa dikembangkan di dalam gamenya sendiri? Kalau kita menemukan game yang isi bahasanya dapat dikembangkan dengan mudah, game ini dapat digunakan untuk belajar bahasa.
Sebagai konsekuensi pendekatan ini adalah kita tidak perlu menggunakan terlalu banyak atau terlalu sedikit game yang berbeda-beda dalam sebuah kelas tertentu. Kita seharusnya menggunakan satu perangkat game untuk setiap kelas, dan secara bertahap mengubah game2 dalam setiap perangkat dalam satu periode waktu. Yang paling penting adalah agar anak2 merasa sangat terlibat dengan pelajaran kita dan game merupakan salah satu cara terbaik untuk mencapai tujuannya tetapi buka satu2nya cara.
Banyak anak yang kelihatan gembira dan sangat berkonsentrasi ketika duduk sendirian menghadapi buku catatan dan pinsilnya. Mungkin ini adalah kegiatan anak yang terpusat pada anak, tetapi biasanya bukan dianggap permainan. Untuk anak2 seperti ini, menulis sendirian mungkin merupakan cara belajar yang aman dan merupakan lingkungan belajar yang mereka kenal yang terasa nyaman untuk mereka, dan mungkin pada saat itu mereka memang sedang sangat bersungguh-sungguh dengan apa yang sedang mereka kerjakan. Namun, kita bisa membuat kegiatan semacam ini semakin menyenangkan untuk mereka dengan mengubahnya menjadi permainan atau game. Misalny: mereka sedang mengerjakan teka-teki silang di buku mereka. Tidak semua anak tertarik akan jenis kegiatan yang sama. kinds of activities. Setiap kelas berbeda dan setiap anak memiliki keunikan. Kita nperlu menemukan jenia kegiatan apa yang dapat melibatkan semua anak dalam kelas dan setiap anak dalam kelas tersebut. Saat yang paling kita inginkan agar anak2 semua bermain game dan merasakan kesenangan yang amat besar adalah ketika mereka menemukan target utama bahasa untuk pertama kalinya. Kita ingin mereka menemukan kata2 dan pola2 baru ketika mereka terbenam total dengan apa yang sedang mereka lakukan. Semakin gembira mereka ketika mereka menemukan target bahasa yang baru, semakin baik hasil dari pendekatan ini. Kalau anak2 perlu mendapatkan kegembiraan dan bertindak sespontan mungkin tidak berarti bahwa mereka harus berlari-lari berkeliling kelas dengan kegembiraan berlebihan. Di kelas yang baru sebaiknya melakukan kegiatan yang lebih tenang sampai kita yakin b ahwa mereka berpikir dan memusatkan perhatian pada belajar, dan ketika mereka masih sedang mencari tahu tingkah laku seperti apa yang diperbolahkan dan tidak diperbolehkan dalam pelajaran kita. Kemudian, setelah kita dapat membangun saling mempercayai dengan anak2 dan
lingkungan belajar yang positif, kita dapat meningkatkan persentase kegiatan yang lebih aktif secara fisik. Ada game yng dilakukan tidak terlalu aktif seara fisik, yang digolongkan game yang baik, seperti flash card game, dimana anak2 bermain berpasangan atau dalam kelompok, atau game dikte dimana anak2 bekerja sendiri2. Mereka juga bisa bermain game seoerti Concentration, mendengarkan kata2 yang didiktekan dan menuliskanny pada peta harta, mengisi tekateki atau menggamar dan menulis kalimat2 tentang gambarnya. Namun, game yang dimainkan dengan aktif secara fisik tetap merupakan game yang sangat menyenangkan dan dapat banyak membantu pembelajaran. Ketika anak2 berjalan berkeliling atau melempar-lempar benda sepanjang mereka berkeliling, kemungkinan mereka akan lebih ingat dan merasa positif terhadap apa yang sedang mereka pelajari. Kita hanya perlu meyakinkan bahwa anak2 benar2 banyak berbahasa Inggris, dan aktif secara mental dan fisik. Permainan Fruit Basket adalah sebuah contoh game yang aktif secara fisik dimana anak2 juga aktif nsecara mental maupun fisik. Pendapat yang dominan di kalangan guru yang memanfaatkan metode yang belajar yang berpusat pada anak dulu adalah membiarkan anak2 bermain sendiri secar natural tanpa campur tangan guru, dan masih banyak guru yang mengikuti cara ini. Namun, ketika anak2 dibiarkan bermain sendiri seenarnya anak2 kurang memeksimalkan potinsi belajar mereka melalui game. Peran guru dalam keterlibatannya dalam game tergantung ada jenis permainannya, tetapi secara umum bila permeinannya berpusat pada anak, guru hendaknya bisa masuk atau keluar dari permainan tersebut pada saat2 yang tepat tanpa melemahkan keterlibatan dan rasa memiliki permainan tersebut pada anak. Salah satu cara melihat peran guru dalam bermain adalah melihatnya dalam tujuh aspek utama berikut ini:
1. Aspek2 Utama Peran Guru dalam Menggunakan Permainan.Game
Mendisain game
Kita menilai apa yang perlu dipelajari dalam setiap pelajaran tertentu dan mendisain permainan yang berpusat pada anak untuk mencapai tujuan pelajaran. Misalnya permainan Car Race, kita memilih flash cardnya juga gamenya, tetapi mereka hanya memperkenalkan lash card yang baru kalau anak2 telah tenggelam dalam game itu dan merasa memiliki game tersebut. Mereka dapat memodifikasi game yang telah didisain guru.
Membetulkan kekeliruan yang terjadi.
Kita mencoba mempertimbangkan urutan dengan cermat dan mengajak anak yang sudah siap bermain. Namun kalau pelajaran tidak berjalan sesuai rencana, mungkin kita mengganggu jalannya game sehingga menjadi lebih mudh atau lebig sulit; untuk itu kita harus yakin sebanyak mungkin anak memahami bahasa target dalam game, dan membantu anak yang sulit memahaminya.
Menjawab pertanyaan anak
Kita perlu selalu ada untuk menjawab pertanyaan anak2 ketika mereka tidak mengerti. Mula-mula kita perlu menyampaikan kepada mereka untuk mencoba memahami sendiri dan beru kemudian bertanya kepada kita, tetapi tujuannya adalah agar mereka terbiasa bertanya kepada kita tentang apa yang mereka tidak kestahui atau ingin mengatakannya dalam bahasa Inggris agar bisa terus memainkan gamenya.
Meningkatkan kemampuan anak2
Kalau anak2 dibiarkan bermain sendiri, mereka biasanya tidak dapat mencapai kemampuan potensialnya sebagai pembelajar. Kita perlu masuk dalam game untuk memastikan gamenya menantang anak2 untuk meningkatkan kemampuannya ketika mereka bermain. Kita dapat melakukan ini dengan beberapa cara: e. Kita dapat menambahkan kata2 dan pola2 yang lebih sulit tetapi dapat anak2 dapat mencapainya pada waktu mereka bermain. f. Kita dapat berbicara dengan mereka waktu sedang bermain, menggunakan bahasa yang alamiah dan dapat dipahami dalam konteks. g. Kita dapat membantu dengan melakukan scaffolding dengan bahasa yang mereka sudah pahami pada saat mereka bermain.
Contoh:
Anak Guru Anak Guru
Anak
h.
: I’m draw a picture. : Yes, I see. You’re drawing a picture. It’s very nice. Are you drawing a dog? : No. It’s a gorilla! : Oh, I’m sorry! Look I’m drawing a picture, too. (pause after drawing a little and wonder what the picture will be) : Are you drawing a house?
Kita dapat membuat suara2 lucu/aneh, menggunakan gambar/puppet atau maskot kelas, kalau anak2 membuat kesalahan yang utama / kesalahan yang penting yang menurut mereka harus direfleksikan. Ini dilakukan karena anak2 perlu berhenti sejenak dimana mereka mencoba hal2 yang baru sendiri dan membuat kesalahan yang perlu sedikit peringatan dengan gelengan kepala misalnya, bukan koreksi yang nyata.
Semua yang dinyatakan diatas hendaknya dilakukan tanpa m”mengajar” atau meniadakan sifat menyenangkan dari game tersebut. Kit adapat ikut bermain, menantang anak2 untuk berpikir dan belajar, kemudian keluar lagi dari permainan.
Memberikan tipuan secara kreatif
Kalau sedang memainkan game yang kompetiti, ada kemungkinan terdapat tim2 yang lebih kuat daripada yang lin. Dalam situasi seperti ini guru perlu memberikan tipuan dengan bermain-main untuk memastikan semua anak mendapat kesempatan untuk dapat bermain dengan baik. Di bawah ini antara lain yang bisa dilakukan guru: -
Memberikan lebih banyak bantuan kepada tim yang tidak menang.
-
Memberikan target bahasa yang lebih sulit kepada tim yang bermain baik.
-
Memberikan poin yang lebih banyakpada game untuk pelajaran berikutnya, sehingga semua tim mendapat kesempatan yang sma untuk mengejar.
-
Lambat menjawab pertanyaan tim yang lebih kuat dan cepat memberikan jawaban kepada tim yang lebih lemah.
-
Pada permainan yang aktif, “secara tidak sengaja” mengganggu atau menjatuhkan tim yang lebih kuat. Sangat mengherankan ahwa kita bisa meninggalkan arena samil tersenyum.
Memberikan kesempatan kepada semua anak yang ikut Kita juga perlu yakin bahwa secara individual anak2 dalam tim semua menikmati
permainan dan mendapat cukup kesempatan untuk bericara. Kita perlu memberi dorongan kepada anak yang kurang percaya diri, mengubah susunan tim sehingga mereka tidak selalu bersama anak2 yang mungkin msuke mengganggu atau terlalu banyak memberikan bantuan.
Sehingga mereka tidak perlu berpikir sendiri, dan kita mungkin bisa sedikit mengecoh untuk membantu individu atau tim.
Ikut serta
Kita bisa ikut bermain dan mersakan sendiri kesenangan bermain. Kalau memang kita ikut bermain kita harus yakin bahwa anak2 tidak melihat ke kita setiap kali mereka melakukan sesuatu dalam permainan untuk mengetahui apakah yang mereka lakukan sudah benar atau itulah yang kita inginkan untuk mereka lakukan. Kalau ini yang terjadi kita boleh berhenti bermain dan bermain pada kesempatan lain ketika mereka sudah terbiasa bermain tanpa tergantung pada kita.
Memperkenalkan permainan baru perlu dilakukan untuk membuat mereka ingin tahu sehingga mereka merasa mereka perlu berpikir tentang bagaimana mengatakan atau menggunakan bahasa sasaran yang mereka perlukan untuk bermain atau mendorong mereka untuk bertanya kepada guru. Bandingkan contoh2 berikut ini untuk mengetahui bagaimana keduanya berbeda dalam membuat anak2 benar2 mempelajari bahasa yang diajarkan melalui game dan tidak hanya memusatkan perhatian pada permainannya saja. Permainanya bernama Blindfold Game.
Blindfold Game 1 Kelas dibagi menjadi dua tim dan kita menjelaskan kepada anak2 bahwa mereka akan bermain blindfold race game. Satu anak dari setiap tim memasang tutup mata dan anak2 yang lain mengarahkannya ke suatu tujuan di papan sambil berteriak mengatakan: Go straight, left, atau right. kita menjelaskan ini kepada anak sampai jelas dan anak2 mulai bermain. Setelah mulai mereka menyadari bahwa mereka memerlukan ungkapan2 bahasa
Inggris lebih banyak seperti: just a little, atau turn around, dan kita membantu mereka menemukan ungkapan2 tersebut ketika mereka mencoba menemukan ungkapan2 tersebut.
Blindfold Game 2 Kita meminta satu orang anak2 dari setiap tim untuk maju ke papan tulis dan menggambar seekor binatang. Beberapa orang anak bertanya-tanya dalam hati kegiatan apa yang akan dilakukan. Kemudian kita melingkari setiap gambar binatang tsb. Lebih banyak anak2 yang bertanya-tanya apa yang akan terjadi. Kita menuliaskan 10, 25, 50 dalam lingkaran target dan anak2 mulai menerka seperti apa permainannya.
Seorang anak diminta untuk berdiri di depannya dan memberikan sebuah spidol atau kapur kepada setiap tim. Semua akan erpikir: Apakah mereka akan melempar spidol atau kapurnya? Apakah mereka akan berlomba lari ke papan tulis? Kedua anak tersebut ditutup matanya , dan kita beri tanda kepada kedua anak tersebut untuk mengatakan : kiri, kanan dan lurus. Mereka berpikir. O ya!. Dan mengetahui bagaimana melakukan permainannya. Mereka sudah masuk dalam permainan, sepertinya menyenangkan, dan sekarang mereka benar2 ingin bermain, tetapi ketika kita memberi tanda kiri atau lurus mereka berpikir, Huh? Bagaimana mengatakannya? Dan mereka ini adalah keingin tahuan yang murni karena kita telah menarik anak2 ke arah permainan dan membangkitkan keingin tahuan mereka.
Kita minta kedua anak tersebut membuka tutup matanya dan mengatakan ke seluruh kelas: What’s the matter? Atau menunjukkannya dengan isyarat gerakan tangan yang se-olah2 nengatakan: What’s the problem? Anank2 mungkin memberikan isyarat kepada kita left, right or go straight , dan kita and we can help them discover how to say these things, or they may ask: How do we say left in English In their native language? Kita menjawab
pertanyaannya, dan mereka merasa mereka telah mempelajari apa yang pada mulanya benar2 ingin mereka ketahui. Kita membantu anak2 menemukan ungkapan2 lain seperti just a little dan turn around ketika mereka mencoba mengatakannya untuk bisa bermain. Daripada menjelaskan segalanya sejelas mungkin sebelum permainan dimulai, kita juga dapat melibatkan anak2 lebih dalam dalam permainan. Ini tidak sulit dilakukan dengan permainan yang sederhana, tetapi mungkin sulit dilakukan pada permainan yang lebih kompleks. Satu cara sekitar permainan semacam ini adalah membuat permainan yang semula sederhana menjadi berangsur-angsur menjadi kompleks. Keuntungannya adalah ini dapat menarik siswa lebih dalam dalam game ketika isi bahasanya berubah dan bertambah. Mereka menjadi lebih bersemangat dan merespons tantangan bahasa yang lebih sulit. Temukan contoh bagaimana melakukan ini untuk permainan Musical Chairs dalam bukunya David Paul: Teaching English to Children in Asia. Bumpass mengatakan bahwa permainan bisa menjadi alat bantu yang tidak terhingga nilainya untuk mengajar bahasa asing di tingkat sekolah dasar. Tidak ada hal yang lebih menarik minat anak2 selain jika kita berjanji akan mempelajari permainan baru. Dengan memanfaatkan kecenderungan untuk bermain ini, guru dapat mempelajari konsep2 kosakata baru dan memberikan praktek tambahan dalam memelihara ketrampilan yang telah dipelajari sebelumnya. Ia menyarankan beberapa persyaratan untuk bermain untuk dapat menciptakan kesenangan yang amat sangat di keas seperti berikut. Gamenya seharusnya:
Berlangsung cepat untuk menghndari keosanan pada siswa
Berisi elemen ketegangan atau kompetensi
Memastikan ketepatan respose bagi sebagian besar siswa
simpel, dapat dijelaskan dan diberi skor dalam waktu segera
tambahan bagi pelajaran reguler di keas dan mempunyai tujuan yang jelas
memerikan gerakan yang cukup untuk menambah dan mempertahankan minat
menawarkan perubahan yang dapat disukai dalam pelaksanaan, prosedur dan rutinitas dalam kelas.
Berikut adalah beberapa penggunaan permainan yang disarankannya:
Finger Plays untuk anak2 usia dini Finger plays ( permainan jari2 tangan) merupakan keharusa untuk mengajar anak2 yang
sangat kecil dan biasanya mereka hanya melagukan jingel2 yang diikuti gerakan jari2 tangan yang dimaksudkan untuk menarik perhatian anak dan membentu mereka rileks. Sebuah versi dalam bahasa ibu (kalau ada) dapat diberikan lebih dulu dan diikuti segera oleh versi yang berbahasa asing. Dengan cara ini mereka akan mengetahui apa yang harus mereka katakan dan ini akan dapat menjamin partisipasi dan minat yang lebih besar. Di bawah ini adalah beberapa contoh finger plays yang dapat menjamin keberhasilan di keas bahasa asing kalau termotivasi dengan tepat dan disajikan:
Sebuah permainan jari tangan yang baik dari angka satu sampai tiga dan hubungannya dengan ukuran one to three: Here’s a ball, Membuat lingkaran keil dengan ibu jari dan jri telunjuk dalam satu tangan
And here’s a ball Membuat lingkaran yang sedikit lebih besar dengan membentuknya menggunakan dua ibu jari dan dua telunjuk And here’s a ball, you see. Lingkaran besar menggunakan kedua tangan
Let us count them Are you ready? One, two, three Berlambat sedikit dan meminta siswa melakukannya seperti apa yang dilakukan guru
Ini adalah permainan jari tangan yang dikombinasikan dengan menyanyikan lagu. Lagu dan permainan berikutnya sangat diminati anak2. Setiap anak harus memasang burung dari kertas pada ibu jarinya, kepala burung menunjuk ke kanan pada satu tangan dan ke kiri di tangan yang lain. :
JACK AND JILL 5
6
7
i
i
7
6
7
i
2
Two lit tle blackbird sit ting on a hill 2
i
7
. 5
One named Jack, the 3
3
2
5
6
7
1
1
7
6
fly a way Jill 5
6
other named Jill
1
Fly a way Jack,
7
5
2
1
5
Come back Jack, come back Jill
Permainan dengan jari tangan yang diterapkan pada pemula seharusnya memiliki nilai pendidikan yang pasti. Jari tangan anak2 memerlukan banyak kecekatan untuk ketrampilan manipulatif seperti mengtgambar dan menulis. Penguangan pada permainan jari tangan akan dapat membantu pengembangan keluwesan dalam koordinasi otot yang diperlukan. Melalui pemanfaatan irama anak2 dapat dilatih untuk mendengarkan dan membedakan berbagai bunyi dalam bahasa asing yang dipelajari dengan lebih mudah. Game2 ini juga akan membantu anak2 untuk melatih ingatannya sambil mengembangkan koordinasi lebih lanjut antara pikiran dan badannya. Salah satu nyanyian yang dapat digunakan sementara bermain menghitung dibantu oleh permainan jari tangan adalah lagu “John Brown had a Little Indian”, dimana anak2 dapat berlatih menghuting angka satune sampai sepuluh. Kata2 dalam lagu ini juga dapat diganti menjadi fingers misalnya untuk memperkenalkan kosakata bagian2 tubuh.
Game untuk membantu mengembangkan kosakata Galam memilih dan mengembangkan permainan untuk mengembangkan kosakata atau
untuk memelihara konsep kata2 yang telah dipelajari dalam kegiatan di kelas, para guru akan merasa terbantu jika menerapkan game2 yang berisi angka. Misalnya: Bouncing the Ball merupakan latihan mengulang-ulang konsep2: warna, benda2 di dalam kelas, buah2an, binatang dsb. Sementara anak2 memantulkan bola. Game apa saja yang digunakan guru untuk mengembangkan atau memelihara kosakata, guru harus selalu memperhatikan perubahan perhatian siswa ketika sedang bermain. Ketika minat sudah mulai menurun, kegiatan dalam permainan harus segera diubah. changed
immediately.. Berikut ini adalah salah satu permainan kosakata yang diberi nama Fruit Basket Game sebagai contoh. Game ini digunakan untuk mengulang pembelajaran nama buah2- an. Permainan dimulai dengan dril yang intensif dalam pengucapan nama tujuh atau delapan jenis buah yang baru saja dipelajari.
Setiap anak diberi nama dengan nama buah yang dipakai bermain. Mungkin ada dua atau tuga anak ang mempunyai nama buah yang sama. Salah satu yang sudah dipilih diberi nama It, Pemimpin permainan, menyebutkan nama beberapa buah, misalnya “orange”, dan tiga atau empat anak yang bernama “orange “ harus saling berpindah tempat sebelum pemimpinnya berhasil menduduki salah satu kursi ketiga atau empat orange tersebut. Kalau pemimpin permainan dapat menduduki salah satu kursi, maka orange yang tidak mendapat tempat menjadi It dan kemudian memanggil nama bah yang lain, berusaha mendapatkan kursi untuk dirinya sendiri dalam permainan. Every once in a while, the leader surprises the group by calling out “Fruit Basket”, and all must change chairs. Untuk membuat variasi, selain nama buah2an bisa juga digunakan nama sayur2an, dn anak2 diminta untuk meneriakkan “vegetable basket” kalau mereka menghendaki semua kelompok untuk mengubah tempat duduknya. Ini adalah permainan yang berirama, tetapi dapat digunakan untuk memotivasi anak2 untuk menghafalkan nama uah2an dan sayu2an.
Permainan untuk menekankan bentuk2 tatabahasa Di kelas yang lebih tinggi di sekolah dasar, kadang2 guru diharapkan untuk memberikan
motivasi ekstra dalam menggunakan bentuk tatabahasa tertentu. Biasanya guru berharap dapat menyertakan dan memberikan pada bentuk2 yang diperlukan dalam percakapan. Berikut adalah sebuah contoh permainan seperti itu yang disebut “A Pantomime Game”. Permainan berikut ini merupakan ilustrasi jenis permainan seperti itu dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing.
PANTOMIME GAME Permainan ini digunakan untuk mengajarkan penggunaan bentuk pendek I am dan I am not menjadi “I’m” and “I’m not”. Seorang anak maju ke depan dan melakukan gerakan pantomim yang menunjukkan profesi atau pekerjaan yang dipilihnya. Kalau ia sudah selesai melakukan pantomim, anak2 yang lain di dalam kelas mencoba untuk menerka profesinya. Setiap anak diminta untuk menerka, dan pertanyaan dilanjutkan sampai terkaan seorang anak benar. Yang dapat menerka akan menjadi pemimpin permainan/IT. -
Berikut ini adalah sebuah contoh dril tanya jawab yang digunakan dalam prosedur bertanya yang dilakukan:
Anak 2 Are you a doctor?
IT Yes, I’m a doctor or No, I’m not a doctor
Permainan untuk Mengajarkan atau Memperbaiki Uapan Permainan yang menarik yang dapat membantu memperbaiki ucapan sangat penting dalam mengajarkan bahasa asing terutama bhasa Inggris sebagai bahasa asing karena permainan semaam ini dapat membantu anak2 memperbaiki ucapan vokal dankonsonan agar diucapkan dengan benar. Memberi nama pada bunyi tertentu, meminta mereka mengulang-ulang ucapannya dalam dril bersama dan akan lebih efektif pula mengkorelasikan bunyi ini dengan gerakan. Dua permainan berikut ini adalah model permainan untuk mempelajari bunyi: 3. Permainan dengan untuk melatih gerakan bibir
Kata2 berikut ini, sudah dikenal anak2 dan sudah merupakan bagian dari kosakata anak2, dituiskan di papan tulis: baby
doll
paper
big
dog
pencil
boy
drum
pretty
Seorang anak ditunjuk sebagai IT dan disuruh maju ke deoan, menunjuk pada salah satu dari kata2 yang adapada satu dari tiga kolom. Diam2 ia kemudian mengucapkan salah satu kata dalam kolomnya. Anak2 lain dalam kelas mengamati bibirnya dan menerka kata yang diucapkan.. 4. Untuk menganeka ragamkan permainan ini, guru dapat melakukan dril yang membisikkan pola kalimat sederhana. Gura mengulang2 membisikkan sebuah kalimat sederhana dan anak2 memaca bibir guru tersebut yang mengucapkan, misalnya: I am talking to you You are my students Permainan seperti ini selalu merupakan sumber yang menarik dan menyenangkan.
Hal2 yang perlu diingat:
-
Walaupun partisipasi dalam menyanyi, bermain game dan dril2 yang dilakukan merupakan sesuatu yang penting dalam belajar bahasa asing, kita tidak boleh memaksa anak2 untuk berpartisipasi kalau mereka tidak mau.Guru perlu memotivasi anak2 dan memberi komentar pada setiap anak kalau ia perpartisipasi dalam kegiatan
kelompok ini. Pemilihan yang benar peru dilakukan untuk mendapatkan jenis yang cocok untuk membuat mereka asih menguncapkan bahasa asing yang dipelajari.
BAB VI MERENCANAKAN PELAJARAN
Perencanaan yang cermat adalah hal yang sangat penting. Ini dapat memberikan kepercayaan diri untuk relaks, menikmati pelajaran, dan memperlakukan siswa sebagai individu yang patut dihargai/ Jarang guru memiliki waktu yang cukup untuk berpikir selama pelajaran berlangsung secara efektif, sehingga perencanaan yang menyeluruh merupakan hal yang penting untuk tetap memusatkan perhatian siswa pada pelajaran bhasa Inggris. Katika membuat perencanaan untuk sebuah pelajaran dimana target berbahasa merupakan bagian dari urutan yang sedang dibangun melalui sebuah pelajaran ke pelajaran berikutnya, kita harus mempunyai gagasan yang jelas mengenai yang berikut ini:
Tujuan inti/utama pelajaran
Bagaimana tujuan2 ini berkaitan dengan pelajaran sebelum dan pelajaran sesudahnya.
Peralatan dan materi ajar yang akan dibutuhkan
Kegiatan2 yang akan dilaksanakan
Kita juga harus menyiapkan materi cadangan. Tidak ada yang lebih buruk daripada memkirkan tentang sebuah kegiatan sementara pelajaran sedang berlangsung dalam kelas. Kalau kita sudah jelas tentang kegiatan yang akan kita lakukan dan semua peralatan dan materi pengajaran sudah siap, kita akan dapat menggunakan energi kita untuk menikmati pelajaran yang sedang berlangsung dan mengaitkannya dengan siswa daripada masih berpikir dan khawatir akan apa yang akan dilakukan kemudian. Satu konsep yang harus diingat adalah jika merencanakan suatu pelajaran adalah bahwa anak2 akan belajar paling baik jika kita mulai dengan sesuatu yang sudah dikenal dan beranjak
pada hal yang sesuatu yang tidak dikenal. Ini dapat diterapkan pada pelajaran secara keseluruhan dan untuk setiap bagian. Dalam sebuah kegiatan belajar. Kita tidak bisa secara langsung mengulang materi dari pelajaran sebelumnya. Penting bagi kita untuk mereviu pola2 sebelumnya yang secara alamiah mendahului pola2 yang baru karena materi tersebut dapat merupakan pengait untuk menghubungkan dengan pola baru yang akan dipelajari. Berikut ini adalah sebuah contoh:
Tujuan: Yang diulang: Adjectives Kosakata yang mudah digunakan dengan adjectives oleh anak2. Comparatives Adjectives Mungkin kita bahkan ketika melakukan reviu akan menemukan bahwa anak2 lebih memerlukan Superlatives Comparatives latihan dengan adectives sebelum melanjutkan ke comparatives, dan kita perlu menambahkan kemungkinan ini dalam rencana pelajaran kita. Lebih baik kita beranggapan bahwa sebuah rencana adalah suatu rangkaian kegiatan yang berlanjut dari yang dikenal ke yang tidak dikenal. Mungkin kita perlu menyelaraskan saat dimana semua anak akan bersama kita dan kita perlu memasukkan fleksibilitas ini kedalam rencana pengajaran kita dengan menyediakan cadangan kegiatan riviu dan bertindak luwes dengan banyaknya bahan baru bahasa ke dalam sebuah kegiatan baru.
D. MENGANEKA RAGAMKAN FOKUS Kerangka sebuah pelajaran dimana target baru diperkenalkan mungkin akan terlihat seperti ini:
Kegiatan utama u
Reviu
Pengenalan pada target baru
Perubahan fokus
Kegiatan Lisan Pelatihan target baru Reviu Mengaitkan target baru dengan yang lama Review Mengaitkan target baru dengan yang lama t barKonsolidasi target baru melalui kegiatan menulis
1. Kegiatan Utama Ada logika yang mengikat kegiatan utama bersama-sama sehingga akan lebih mudah bagi anak2 untuk mengenal pola2 dan memberi arah pada pengajaran. Sebuah pelajaran sering dimulai dengan kegiatan meriviu atau mengulang untk memberikan landasan yang menyiapka anak2 untuk menerima target baru. Pada kegiatan utama yang berikut ini, pola target yang baru digabung dengan pola2 target sebelumnya. Ini dapat membantu anak2 menghubungkan target aru dengan pola2 lain yang sudah diketahui anak2. Pola2 ini dapat dikombinasikan dalam bentuk dialog, dalam permainan, atau dalam kegiatan yang lebih bebas yang menghendaki penggunaan target baru dan bahasa Inggris lain yang diketahui. Dimana mungkin kegiatan utama dalam sebuah pelajaran melibatkan ke empat ketrampilan berbahasa: listening, speaking, reading and writing. Anak2 perlu melakukan pendekatan target dari arah mana saja sedapat mungkin. 2. Mengubah fokus Kegiatan2 untuk mengubah fokus yang terpisah dengan kegiatan utama harus mengandung kata2 dan pola2 yang sedapat mungkin berbeda dengan yang ada dalam kegiatan
utama. Hal ini mungkin dapat dilaksanakan dengan pada awalnya memberikan kegiatan lisan tetapi selanjutnya ketika pelajaran sudah lebih maju dan jumlah target lama yang diriviu meningkat, kegiatan meriviu secara umum menjadi kegiatan yang normal, memanaatkan target lama yang sudah benar2 berbeda dengan target baru yang akan dicapai. Penting sekali bahwa perubahan kegiatan yang dilakukan sedapat mungkin tidak lebih menyenangkan daripada kegiatan utama untuk memelihara minat siswa kalau nantinya mereka harus kembali pada kegiatan utama. Perubahan fokus harus selalu dilakukan karena berbagai alasan seperti:
Lamanya waktu anak2 bisa berkonsentrasi terbatas dan variasi dapat membuat mereka selalu terlibat secara positi dengan pelajaran
Mengikuti kegiatan inti dan kembali lagi dapat menghindari kebosanan dan membuat sikap anak2 terhadap belajar tetap segar.
Proses “Berlatih – meninggalkan – kembali” akan dapat membantu anak2 menghayati target utama leih dalam.
3. Membuat variasi gaya Membuat kegiatan bervariasi menyebabkan pelajaran lebih merangsang. Kalau anak2 kadang2 duduk , kadang2 maju ke papan tulis, atau kadang2 menulis di bangkunya kelas kita akan lebih membuat anak2 terpusat perhatiannya dan terlibat. Kita bisa menghentiksn permainan, misalnya, ketika anak2 masih ingin bermain, anak2 mungkin akan lebih tertarik bermain lagi kemudian. Yang penting adalah guru yang menentukan berapa lama anak2 tertentu akan tetap terlibat dalam suatu kegiatan dan mengantisipasi setiap penurunan semangat anak2 untuk terlibat. Lamanya waktu atau keterlibatan seluruh anak dalam kelas sangat bervariasi.
4. Berpindah ke target berikutnya Faktor kunci dalam menentukan kapan berpindah ke target selanjutnya adalah apakah menurut kita setiap anak akan berhasil menghubungkan target baru dengan modelnya. Kita perlu merasakan bahwa anak2 merasa nyaman dengan target dan dapat memanipulasinya. Cara yang terbaik untuk menilai ini adalah melalui menulis. Kalau anak2 sudah berlatih secara lisan, sudah erlatih membaca, dan dapat menggunakan pola menulis kalimat untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan yang dikemukakan, kemungkinan besar mereka dapat menghayatinya. Misalnya, kalau polanya adalah like, anak2 harus bisa menulis kalimat tentang dirinya seperti I like baseball, dan kalau polanya adalah likes, mereka harus bisa menulis kalimat tentang sebuah gambar seperti The gorilla likes bananas. Kalau anak2 melakukannya melalui tingkat2 bunyi2 fonik, tes terbaik untuk melihat apakah mereka siap berpindah ke tingkat berikutnya adalah kalau mereka dapat mendengarkan bunyi2 fonik dan menuiskanna. Setelah mempelajari bunyi fonik big dan dapat menuliskannya, mereka akan dapat menulis tig atau lig kalau mereka mendengarnya tanpa sudah pernah bertemu tulisannya sebelumnya.
E. MATERI DAN PERALATAN PEMBELAJARAN Kita perlu masuk dalam sebuah kelas membawa matteri game yang sudah kita siapkan, flash cards yang sudah siap digunakan, dan pita rekaman dan CD set ke tempat yang tepat. (Paul2003: 105).
1. Buku-buku pelajaran
Buku-buku pelajaran bahasa Inggris dijual di toko2 uku dan kita boleh memilih buku pelajaran mana yang cocok dipakai dalam kelas bahasa Inggris kita. Namun, mengikuti apa yang ada dalam buku secara ketat bukanlah yang harus dilakukan guru yang baik. Kita harus membuat persiapan kita sendiri menggunakan buke pelajaran yang tersedia di sekitar kita secara bijak. Buku pelajaran dapat membantu anak2 mengatur gagasan2 mereka dan memberikan arahan kepada mereka. Ketika melihat kepada uku itu mereka akan mengetahui apa yang sudah mereka capai dan kemana mereka selanjutnya. Tetapi sejauh ini yang terjadi adalah bahasa Inggris yang mereka pelajari tetap tinggal dalam buku. Kalau buku dibuka anak2 dapat mengerjakan latihannya, mengidentiikasi kosakatanya, memuat dialog2 dan nampak berkomunikasi. Tetapi kalau bukunya ditutup, atau kalau mereka berada di luar kelas, mereka hampir tidak pernah dapat melakukan ini dengan spontan. Agar ini tidak terjadi, buku pelajarannya bisa diletakkan dimeja mereka, dan dibuka kapan saja, tetapi harus ada banyak kegiatan lain untuk melatih bahasa yang ada dalam buku yang dilakukan dengan buku ditutup. Apa yang terjadi pada anak2 dapat leih dikurangi lagi dengan adanya rencana pengajaran yang dibuat guru dimana kegiatan2 dan materinya sudah dipersiapkan lebih dulu, walaupun diambil dari buku, telah dikembangkan sedemikian rupa oleh guru, tidak harus seluruhnya dari buku pelajaran ts., tetapi sudah dikombinasikan dengan materi lain yang diambil dari sumbar lain.
2. Kertas Kerja Kertas kerja dapat digunakan untuk melatih keempat ketrampilan berbahasa: listening, speaking, reading, atau writing. Yang terbaik adalah jika anak2 neniliki file untuk menyimpan kertas2 kerja ini. Dengan kertas kerja kita dapat berlatih: a) listening, dimana anak2 diberi kertas kerja untuk mengerjakan ketrapilan lainnya dan kegiatan2 ketka mereka mendengarkan rekaman atau guru; b) speaking, kertas kerjanya berisi gambar2 untuk memancing anak2 bertanya dan
menjawabtentang gambar itu dtau permainan untuk dimainkan secara berpasangan atau klasikal; c) reading, kertas kerjanya diisi kata2, pola2 bunyi atau ceritera pendek. Dalam kertas kerjanya terdapat tempat2 untuk memerikan ilistrasi beberapa kata kunci pada waktu mereka membaca ceriteranya; terakhir: d) menulis, isinya antara lain: teka teki silang, mencari kata2, mengkombinasi kata atau kalimat, atau tekateki lainnya.
3. Buku Latihan Buku Latihan sebenarnya adalah kumpulan kertas kerja, jadi semua yng ditulis diatas dapat diterapkan mejadi buku latihan.Beberapa keuntungan utama buku latihan dibandingkan kertas kerja adalah bahwa kecil kemungkinan anak2 kehilangan buku latihan, dan dalam buku latihan anak2 dapat menyimpan hasil pekerjaannya dengan lebih teratur . Kadang2 buku latihan disediakan oleh penerbit; tetapi buku latihan agak kurang fleksiel daripada kertas kerja dan tipe atau level latihannya dan urutannya mungkin sudah disusun oleh orang lain yang tidak tahu kelas yang diajar oleh guru tsb. Buku latihan, buku catatan dan buku2 lain juga berguna digunakan sebagai materi pelajaran yang efektig bagi guru. Selain buku pelajaran dan buku latihan, ada juga jenis buku lain yang baik di sekitar kita seperti: buku2 umum dalam kelas atau dekat kelas, buku bacaan berseri, yang dapat disusun untuk program membaca bersambung; buku2 sumber yang dapat sangat membantu sebagai suplai dan sumber gagasan dan dapat difotokopi.
4. Flashcards Flashcards mungkin adalah sumber mengajar yang paling penting yang banyak kita butuhkan. Flashcard dapat digunakan untuk memperkenalkan dan memberikan latihan hampir semua target bahasa dan beberapa kategori yang paling bermanfaat antara lain:
phonics cards/kartu bunyi yang berisis satu bunyi di samping gambar yang mengilustrasikan bunyi tersebut dengan bunyi lain (misalnya. a- apple, ar-car);
vocabulary/kosakatay: disusun menurut keumuman atau kesulitannya, untuk menyesuaikan dengan urutan bunyi atau sesuai tema seperti warna, inatang pertanian,, dan negara;
Sequences/Urutan: angka, hari, bulan dan iklim;
Patterns/Pola2: seperangkat kartu kalimat untuk sejumlah pola seperti likes (e.g. He likes playing tennis), atau …ing (e.g. She’s playing the piano); themes: seperangkat kartu kalimat disusun menurut suatu tema seperti kegiatan sehari-hari (misalnya: She is getting up), cuaca (misalnya It’s raining). Flash card yang besar untuk dipakai di kelas besar atau flashcard kecil untuk dipakai anak2 secara individu, atau kita menggunakan yang berukuran medium pada berbagai situasi. Gambar pada flashcard harus menarik dan lcu dan cardnya sendiri juga perlu awet karena anak2 akan lebih cepat merusak card yang tipis atau lemah. Flashcards perlu diatur sedemikian rupa sehingga mudah bagi guru untuk menggunakan yang diperlukannya juga dalam keadaan ter-buru2 guru dapat memilih dengan mudah.
5. Gambar Flashcard bermanfaat untuk memperkenalkan dan melatih target bahasa spesifik. Kita juga memerlukan gambar lain untuk digunakan pada permainan, untuk memperluas aplikasi bahasa target daan pemahaman anak2 akan makna kata atau sekedar untuk membuat pelajaran kita lebih menarik. Beberapa gamar yang dapat dimanaatkan antara lain
Themes/Tema: pantai, taman, taman bermain, tanah pertanian, dapur, sayur2an, dan binatang,
Maps/Peta: dunia, negara, kota terkenal, daerah sekitar sekolah, dan peta hartas,
People/Orang2: foto atau gambar orang, termasuk orang yang dikenal baik oleh anak2.,
Puzzle picture/Gambar teka-teki: pasangan gambar yang memiliki beberapa perbedaan, dan gambar2 untuk disusun dan ditempelkan,
Around the world/seantero dunia: gambar yang menunjukkan cara hidup sehari-hari di berbagai negara di seluruh dunia, terutama negara2 yang menunjukkan anak2 melakukan hal2 yang dilakukan di seluruh dunia. Gambar juga perlu diatur dan disusun menurut tema umum. Kalau kita menemukan
gambar2 yang baik, kita pasti ingin gambarnya awet dan itu bisa dilakukan dengan menempelkannya pada kertas yang lebih teal atau dilaminatingatau menutupinya untuk menghindari kita mencari gambar baru lagi dan memungkinkan anak memegang atau memainkannya lebih bebas.
6. Animals/binatang dan Puppets Jika kita mempunyai boneka2 berupa binatang kita dapat membuat atmoser belajar di kelas menjadi sangat berbeda. Boneka2 binatang itu dapat dipakai dalam game, untuk melatih dialog2, atau memberi peran target bahasa.; kita dapat menggunakan banyak jenis binatang mainan, termasuk maskot kelas yang mempunyai nama dan duduk di dalam kelas untuk berbagai kegiatan. Memiliki puppets juga dapat membuat pembelajaran menyenangkan. Pupput apat dibeli di toko baik dalam bentuk puppet yang dipasang di jari, puppet dari kertas atau yang ada di
pinsil2 atau chopsticks. Anak2 juga bisa menggambar muka di ibu jari atau pisang yang belum dikupas. Puppet yang paling baik adalah puppet buatan anak2 sendiri.
7. Mainan anak, permainan dan asesori Kelas anak2 tanpa mainan akan cepatmembosankan. Mainan yang paling sederhana atau asesori sekalipun dapat berefek sangat menyenangkan di kelas. Berikut ini beberapa yang ada baiknya dimiliki:
Colours/Warna: Crayons, pinsil erwarna, dan felt tip pens.
Counters/Sudut hias: Sudut2 sederhana dan benda2 kecil seperti mobil2 kecil, boneka binatang, dan orang
General game equipments/Peralatan permainan sederhana: Bola lembut, dadu (dadu kecil yang keras dan dadu besar yang lembut), topeng, skittles, uang mainan, dan telepon mainan
Cards/Kartu: Kartu mainan standar, pasangan kartu berisi kata atau bunyi untuk permainan konsentrasi, kartu domino dengan separo kata di ujungnya.
Board games: Snakes and Ladders, Tiddley winks, race games atau permainan favorit anak2 yang dibawa dari rumah.
Phonic accessories: phonic builders, kotak2 huruf (dengan bunyi vokal dan kombinasi bunyi dengan satu warna dan konsonan dengan warna lain)
Things that stick to the board/Benda2 yang dapat di tempel di papan tulis: Sticky balls, toy crossbows, and toy bows and arrows
Noisy things/benda2 berbunyi: apapun yang dapat menimbulkan unyi menyenangkan jika disentuh, dipukul, atau dipindahkan, termasuk bola dan binatang mainan.
8. Audio dan Video Walaupun hampir tidak mungkin bisa menyediakan ini pada sebagian besar kelas di Sekolah Dasar di Indonesia, ada baiknya kita mengetahuinya dan tahu bagaimana menggunakannya untuk mengajar bahasa asing kepada anak2 usia dini. Banyak yang dapat dilakukan dengan taperecorder, CD players, and videos, terutama untuk memainkan lagu2 atau dialog2. Satu hal yang umum yang perlu ditekankan adalah bahwa peralatan audio dan video tidak digunakan hanya untuk mendengarkan atau menonton dengan pasif. Kegiatan interakti dapat dilakukan sebelum, pada saat dan sesudah mendengarkan CD atau menonton video.
Ini adalah beberapa gagasan:
Identifying/Mengenal: berikan kertas kerja kepada anak2 dengan daftar kata yang setengahnya ada di video atau CD. Ketika video atau CD diputar anak2 dapat menandai atau mengucapkan kata2 yang didengar
Predicting/Meramalkan: sementara memainkan video atau CD, guru bisa menghentikan di tengah2nya dan meminta siswa untuk menyatakan menurut mereka apa yang akan terjadi setelah itu. Anak2 dapat bermain peran atau menuliskan pendapat mereka.
Recreating/berkreasi: setelah mendengarkan CD atau menonton video, anak2 dapat mencoba berkreasi membuat dialog atau pemandangan sendiri. Guru dapat memberi mereka kata yang digunakan atau frasa kunci untuk membantu.
Dubbing: mainkan suatu peran sekali atau dua kali tanpa suara sehingga anak dapat memiliki gagasan sendiri permainan peran itu tentang apa. Anak2 dapat menemukan dialog2nya sendiri ketika dimainkan lagi.
C. A MODEL OF LESSON PLAN Di bawah ini adalah contoh Perencanaan Pengajaran yang dipersiapkan dengan cermat yang disebut Program Satuan Pengajara, yang masih bisa dikembangkan menjadi beberapa
Rencana Pelajaran. Yang diambil dari bukunya Faye L. Bumpass: Teaching Young Students English as a Foreign Language. Aslinya materi ini ditulis dalam bahasa Inggris. Guru atau mahasiswa yang memprogramkan mata kuliah English or Young Learners dapat membuat sendiri Program Satuan Pelajaran atau Rencana Pengajarannya sesuai dengan situasi yang dihadapi atau tugas yang diberikan.
Contoh Rencana Pengajaran untuk Anak-anak
I.
Subyek: Konsep stop dan go
II.
Tujuan A. Umum 1. Mereview konsep red dan green berkaitan dengan konsep-konsep stop dan go. 2. Mengaitkan keempat konsep tersebut dengan materi pelajaran B. Khusus 1. Untuk mengembangkan kaitan demi keselamatan terhadap stop (red) dan go (green) dan mengajarkan maknanya melalui pengalaman yang fungsional 2. Untuk memberikan latihan intensif daalam penggunaan keempat konsep tersebut dalam pola-pola kalimat dan memberikan dril pengulangan kalimat-kalimat dasar dalam materi yamg diberikan 3. Untuk mengulang konsep yes dan no dalam situasi tanya jawab 4. Untuk memperkenalkan kegiatan membaca teks melalui dril-dril dengan flash card dan chart, dan latihan pola secara klasikal.
III.
Kegiatan-kegiatan: A. Penjelasan kata-kata baru 1. Terjemahan: tidak ada
2. Alat bantu mengajar visual: Gambar yang menunjukkan tanda stop berwarna merah di satu sisi dan go berwarna hijau di sisi yang lain dari karton bulat yang diberi pegangan pendek. 3. Dramatisasi: Pantomim menggambarkan makna stop dan go 4. Lagu: Sebuah lagu yang berkaitan. B. Latihan sebagai review: 1. Mengulang penyajian kata-kata green dan red. Guru: Listen (sambil memberi isyarat siswa mendengarkan) green, green, green (memperlihatkan kertas berwarna hijau) Siswa: (dipimpin guru mengulang kata yang diucapkan guru) Green, green, green Guru: Red, red, red (sda) 2. Mereview warna menggunakan game a. Guru menempelkan card berwarna hijau dan merah di papan tulis dan meletakkan card lain yang bertulisan GREEN dan RED di sebelah masing-masing warna. b. Guru (menunjuk warna-warna tersebut): “This is red”; “This is green” Siswa: “Yes” atau “No” c. Guru “What color is it?” Siswa: “It’s red” atau “It’s green” d. Guru meminta siswa maju ke depan dan mencocokkan warna dengan kata dan mengatakan:”This is red” atau “This is green” e. Guru memegang warna dan kata yang cocok. Siswa: “Yes” atau “No” tergantung cocok tidaknya kombinasi warna dan kata. f. Guru bisa meminta siswa maju berdua dan bercakap-cakap. Siswa 1: “What colour is it?” (sambil menunjuk ke warna atau tulisan) Siswa 2: “It’s red” atau “It’s green” tergantung warna yang ditunjuk. C. Prosedur Presentasi dan Latihan Dril Lisan 1. Penyajian “Go” dan “Stop”.
a. (Mintalah beberapa siswa maju dan memegang warna-warna lampu lalu lintas dengan warna hijau menghadap ke kelas). Guru: “A green light means GO”. (Sambil berjalan ke arah warna hijau). Lakukan ini berkali-kali sambil mengatakan:”Green. GO” sementara siswa mendengarkan lalu memimpin siswa untuk mengatakannya bersama-sama sambil guru tetap memperagakan “go” atau “jalan” b. Siswa menghadapkan warna merah dan guru mengatakan: “Red means STOP” sambil memperagakannya berkali-kali mengatakan: “Red.STOP”. Mengulang peragaan ini bersama beberapa siswa beberapa kali. c. Meminta siswa bertiga atau berpasangan atau sendiri-sendiri memperagakan STOP dan GO sambil guru membalik-balik warna tersebut. 2. Dril lisan agar siswa memberikan jawaban: Guru: “Is it red?” atau “Is it green?” Siswa: “Yes” atau “No” tergantung warna yang ditunjukkan Guru: “Stop?” atau “Go?” Siswa: “Yes” atau “No” tergantung warna yang ditunjukkan. (Ini bisa dilakukan secara klasikal, kelompok, berpasangan atau individual)
Pengajaran selanjutnya dapat digunakan untuk melatih konsep-konsep lain yang berkaitan.
3. Latihan lisan mendemonstrasikan “Bring me” (Letakkan gambar-gambar ‘a little black dog’ dan ‘a little white duck’ di meja atau tempelkan di papan tulis)
Guru (meminta seorang siswa maju kemudian satu lagi bergantian memperagakan suruhan guru): “Bring me the black dog” “Bring me the white duck” Ketika siswa tersebut memberikan gambarnya ajaklah mereka mengatakan: (Sambil memperlihatkan gambarnya) “The dog is black” “The dog is little” “The dog is pretty” “The duck is white” “The duck is little” “The duck is ugly”
Kalau kedua siswa sudah kembali ke tempat duduknya ajaklah selluruh siswa mengucapkan kalimat-kalimat tersebut bersama-sama sambil menunjukkan gambar yng sesuai. Dril bisa dilakukan bersama, kelompok atau individual.
Guru bisa melatih “Bring me …” dengan kalimat-kalimat tersebut. Bisa juga digunakan untuk mengajarkan kata-kata lain sebagai pengganti bring misalnya point to, touch, take to … tergantung kemajuan kelas (ini hanya diketahui oleh guru)
REFERENSI Bumpass, Faye L., 1963, Teaching Young Students English as a Foreign Language, New York American Book Company. Hamied, Fuad Abdul, et. all., 1994, English for Children, Modul 1 – 9, Materi Pokok PING 332, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Depdiknas, 2004, Kurikulum 2004Standar Kompetensi Pelajaran Bahasa Inggris SMP dan MTs., Jakarta. Ekonomi, Sri, M.F., 2006, English for Young Learners, A Course Book., Banjarmasin: FPBS FKIP Unlam. Lamb, Pose and Harding, Lowry W., Oh. D., (Eds), 1967, Guiding Children Language Learning., Ohio: WM. C. BROWN CO., INC. Paul, David, Teaching English to Children in Asia, 2004, Hongkong: Pearson Education Asia Limited. Londfors,JudithWells, Children Language and Learning. Second Edition. 1987. New Jersey: Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs. Suyanto, Kasihani Kasbolah E., M.A., Ph.,D. Teaching English to Young Learners., Bahan Ajar Perkuliahan English for Young Learners Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa InggrisnUniversitas Negeri Malang, 1999, Malang: State University of Malang Press. Green, Harry A., and Walter, T. Petty. Developing Language Skills in the Elementary Schools, 1967. The Tapestry of English Boston: Allyn and Bacon, Inc. Luciana, Teaching and Assessing Young Learners’ English: bridging the Gap. Cahyono, Bambang Yudhi and Widiati Utami . 2004. The Tapestry of English Language Teaching and Learning in Indonesia - Chapter 21. Malang: State University of Malang Press. Sutarsyah, Cucu. Designing an “English for Young Learners’ Course as a Part of English Department Curriculum. The Tapestry of English Language Teaching and Learning in Indonesia - Chapter 22. 2004,Malang: State University of Malang Press Kismadi, Gloria C., Start Them Early: Teaching English to Young Learners in Indonesia. The Tapestry of English Language Teaching and Learning in Indonesia - Chapter 20. 2004,Malang: State University of Malang Press. Jurnal Pendidikan Indonesia Sinaga, Matias. International Language Program, Surabaya. Teaching English to Children (as opposed to adults). Jurnal Pendidikan Indonesia Murdibyono, Arwiyati W., Teaching English to Young Learners Using Stories. Jurnal Pendidikan Indonesia Nagy, Paula de., Issues and Contexts in Teaching Young Learners – Unit 1. A cache of http://www.philseflsupport.com/young learners.htm Ferry A., Jmlortant Contextual Factors in the Teaching of English to Young Learners in Indonesia. A cache of http://www.geocities.com/ferryaar/TEYL.html?200612