Daftar Pustaka
ARTIKEL PENELITIAN 1. KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM DITINJAU DARI MASA GESTASI DI RSUD Dr. SOEGIRI LAMONGAN Dadang Kusbiantoro.............................................................................................................. 3 -8
2. PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP KADAR GULA DARAH PADA LANSIA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI POSYANDU AMONG WREDA WILAYAH PUSKESMAS PURWOKERTO BARAT Putri Larasati.......................................................................................................................... 9 - 14
3. PENGARUH TEMAN SEBAYA KETERPAPARAN MEDIA MASSA DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMK BUDI UTOMO SOKARAJA DAN SMA MUHAMMADIYAH SOKARAJA KULON KABUPATEN BANYUMAS Sukma Wiyogo Asri, Sodikin,Yuliarti....................................................................................... 15 - 21
4. ANALYSIS OF RISK FACTORS WORM INFECTION EVENTS IN PUBLIC ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS 01 AND 02 IN THE AREA OF WORK GRENDENG II DISTRICT HEALTH DISTRICT NORTH PURWOKERTO BANYUMAS Pipiet, Isna Hikmawati, Yuliarti.............................................................................................. 22 - 29
5. EFEKTIFITAS PEMBERIAN BUKU SAKU DIARE TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG CARA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN DIARE PADA ANAK DI RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA Setiyo Indra Prayitno, Sodikin, Umi Solikhah........................................................................ 30 - 36
6. EFEKTIFITAS PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DENGAN METODE CERAMAH DISERTAI MEDIA VIDEO TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA KELAS 1 TENTANG KESEHATAN GIGI DI SD DAN MI ADIPASIR KECAMATAN RAKIT KABUPATEN BANJARNEGARA Aji Priyono, Sodikin, Mustiah Yulistiani.................................................................................. 37 - 42
ARTIKEL PENELITIAN FIKES Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Susunan Redaksi MEDISAINS JURNAL ILMIAH ILMU-ILMU KESEHATAN Pelindung : Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto Penasehat : Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto Pemimpin Umum : Dedy Purwito Pemimpin Redaksi : Supriyadi Redaktur Pelaksana : Sodikin, Supriyadi Sekretariat : Meida Laely Ramadani Inggar Ratna Kusuma Keuangan : Alfi Noviyana Periklanan dan Promosi : Distribusi dan Pemasaran : Devita Elsanti Rr. Dewi Rahmawati Aktiyani Putri Alamat Redaksi : Fakultas Ilmu Kesehatan Jl. Let. Jend. Suparjo Rustam KM. 7 Sokaraja 53181 Telp. 0281-6344252, 634424 e-mail :
[email protected]
Editorial Ikterus merupakan keadaan jumlah bilirubin dalam darah melebihi kadar normal, sehingga bayi akan tampak kekuningkuningan.Sebagian besar (53,2%) neonatus masa gestasi antara 3742 minggu, dan sebagian besar (50,6%) neonatus tidak mengalami ikterus neonatorum. Hasil pengujian statistik menunjukkan p = 0,000 (p<0,05), artinya ada hubungan masa gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum. Melihat hasil penelitian ini maka perlu antisipasi terjadinya ikterus pada neonatus yang memiliki masa gestasi kurang dari 37 minggu dengan melakukan kunjungan ANC secara berkala dan mengontrol jarak kehamilan. Sibling rivalry terjadi jika anak merasa mulai kehilangan kasih sayang dari orang tua dan merasa bahwa saudara kandung adalah saingan dalam mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Sikap orang tua dalam mengasuh anak usia 3-5 tahun sebanyak 84.8% yang mengalami sibling rivalry. Sedangkan dari hasil pengujian statistik diperoleh hasil ada hubungan sikap orang tua dengan kejadian sibling rivalry dengan nilai koefisien kontingensi sebesar 0.667 dengan p=0.000 dimana p<0.05. Penyakit jantung koroner merupakan pembunuh nomor satu di dunia dan merupakan epidemi modern yang tidak dapat dihindari oleh faktor penuaan,Kualitas hidup penderita penyakit jantung koroner dari dimensi fisik, psikologis, sosial, lingkungan dan kualitas hidup secara keseluruhan, hidup secara keseluruhan didapatkan 97 (93,3%) responden memiliki kualitas hidup sedang, 5 (4,8%) tinggi dan terdapat 2 (1,9%) responden yang memiliki kualitas hidup rendah. Terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kualitas hidup secara keseluruhan ( p value = 0,003). Toilet training merupakan tugas perkembangan pada anak usia toddler 1-3 tahun. Suksesnya toilet training tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga. Pola asuh ibu juga dapat mempengaruhi keberhasilan penerapan toilet training. Pola asuh ibu yang paling banyak diterapkan adalah pola asuh otoriter sebanyak 41 (63,1%), pola asuh demokratis sebanyak 16 (24,6%) dan paling rendah adalah pola asuh permisif sebanyak 8 (12,3%).Toilet training yang berhasil sebanyak 33(50,8%) dan yang tidakberhasilsebanyak 32(49,2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai chi square sebesar 0,019 Pada taraf kesalahan 5% dengan signifikan p 0,019<0,05 sehingga hipotesis diterima yang berarti terdapat hubungan antara pola asuh ibu dengan keberhasil penerapan toilet training pada anak usia toddler (1-3 tahun). Perasaan keputusasaan dan ketidakberdayaan, konflik ambivalen antara keinginan hidup dan tekanan yang tidak dapat ditanggung, menyempitnya pilihan yang dirasakan, dan kebutuhan untuk meloloskan diri. Ada perbedaan signifikan score hopelessness antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, di lihat dari perbedaan mean dan p value pada kelompok intervensi adalah -0,867 pada signifikan alpha = 0,005. Dampak negatif dari efek hospitalisasi sangat berpengaruh terhadap upaya perawatan dan pengobatan yang sedang dilakukan terhadap anak. Reaksi yang ditimbulkan anak akan berbeda antara satu dengan lainnya. Terdapat perbedaan antara tingkat kecemasan yang dialami anak sebelum dilakukan terapi bermain (mewarnai dan origami) dan sesudah dilakukan terapi bermain (mewarnai dan origami) yaitu dengan p=0,0001 pada signifikan α = 0,05. Terapi bermain (mewarnai dan origami) dapat menurunkan tingkat kecemasan anak usia prasekolah, dari tingkat kecemasan sedang menjadi tingkat kecemasan ringan. Supriyadi
MEDISAINS : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan diterbitkan tiga kali dalam setahun tiga kali dalam setahun oleh Program Studi Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Jurnal ini merupakan sarana penyebarluasan hasil-hasil penelitian dan pengabdian masyarakat serta pemikiran ilmiah dalam bidang kedokteran, keperawatan, kebidanan, dan kesehatan masyarakat. MEDISAINS : The Health Science Journal is published by Health Science Program Muhammadiyah University of Purwokerto three time a year. This journal is intended as facilitation for research and community service results dessimination, and opinion in medical science, nursing, midwefery, and community health.
2
MEDISAINS Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, EDISI KHUSUS Vol. XIII No.1, April 2013
ARTIKEL PENELITIAN FIKES Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ANALYSIS OF RISK FACTORS WORM INFECTION EVENTS IN PUBLIC ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS 01 AND 02 IN THE AREA OF WORK GRENDENG II DISTRICT HEALTH DISTRICT NORTH PURWOKERTO BANYUMAS Pipiet, Isna Hikmawati, Yuliarti Background: The prevalence of infection Soil Transmitted Helmith (STH) in Indonesia is still high at 60% 70% of primary school age children due to the tropical climate and high humidity as well as sanitation and hygiene conditions are still low so as to inhibit the growth and development of physical and intelligence. Objective: To know the relationship respondent characteristics, nutritional status, snack consumption and environmental sanitation. Methods: The study observai cross sectional analytic approach. Simple random sampling technique sampling, sample 64 respondents are randomly 3-5 class. Analysis of the relationship worm infection using Chi Square test statistics with degrees of significance (α) 0.05. Laboratory tests with the modified method between Kato Katz and buoyant. Results: Based on the results, the prevalence of worm infection at 5.5% there was no significant relationship between age and worm infection (p = 0.907), gender (p = 0.051), socioeconomic (p = 0.363), parental education (p = 0.141), snack consumption (p = 0.446), nutritional status (p = 0.547), household sanitation (p = 0.606) with the incidence of worm infection and no significant relationship between the incidence of school sanitation worm infection (p = 0.024). Conclusion: Based on these results it can be concluded that there is a relationship between the incidence of school sanitation worm infection in primary school students 01 and 02 Grendeng North Purwokerto Banyumas. It is recommended to keep the school environment clean, especially the toilets / latrines to prevent and control the spread of worm in the elementary school students. Keywords: Student Characteristics, Nutritional Status, Snack Consumption, Environmental Sanitation.
PENDAHULUAN Penyakit parasit yang terkait dengan lingkungan hidup salah satunya adalah penyakit infeksi cacing. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di Negara berkembang seperti didaerah tropis dan sub tropis salah satunya di Indonesia. Spesies cacing STH antara lain adalah Ascaris lubricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk) dan Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (cacing tambang) yang melibatkan banyak penduduk dunia yang terserang infeksi tersebut salah satunya pada anak sekolah dasar, dimana usia tersebut masih sering kontak dengan tanah yang merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya cacing usus.. Menurut WHO (2011) dalam Hazwan (2011), bahwa infeksi cacing terbanyak terdapat di Afrika, Amerika, China dan Asia Timur menunjukan Ascaris Lumbricoides menginfeksi lebih dari satu milyar orang, Trichuris Trichuria 795 juta orang dan cacing tambang (Acylostoma Duodenale dan Necator Americanus) 740 juta orang. Di Indonesia prevalensi infeksi kecacingan masih tinggi yakni sebesar 60 – 70 %, tingginya prevaelensi infeksi cacing disebabkan iklim tropis dan kelembaban udara tinggi di Indonesia, yang merupakan lingkungan yang baik untuk perkembangan cacing, serta kondisi sanitasi dan hygiene yang masih buruk (Depkes, 2004). Berdasarkan data yang dapat dijadikan ru-
22
jukan dibeberapa daerah kabupaten Banyumas seperti dalam penelitian Putri (2010), pada siswa SDN 2 Pandak Batruraden menunjukan hasil prevalensi kecacingan sebesar 3,7%, Sedangkan dalam penelitiannya Citrawati (2010), pada siswa SD Negeri 1 Karangwangkal, menunjukan hasil prevalensinya mencapai 8,4%. Salbiah, (2008) meneliti hubungan karakteristik siswa dan sanitasi lingkungan dengan infeksi cacing siswa SD di Kecamatan Medan Belawan menyimpulkan bahwa dari 65 siswa yang positif terinfeksi cacing sebesar 53,8%. Angka tersebut cukup tinggi jika dibandingkan angka nasional 30,35%. Penelitian yang dilakukan oleh Samad, (2009) meneliti hubungan infeksi dengan pencemaran tanah oleh telur cacing yang ditularkan melalui tanah dan perilaku anak di Kelurahan Tembung Kecamatan Medan Tembung menyimpulkan bahwa dari 374 siswa yang terinfeksi usus sebesar 73%. Kecacingan jika tidak dicegah dapat berdampak negatif seperti menurunnya kondisi kesehatan dan kurangnya gizi yang dapat menyebabkan anemia, defisiensi vitamin dan besi, gastroenteritis, diare, pneumonia, asma, apendisitis sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, mental dan prestasi belajar (Widagdo, 2011) Epidemiologi telur cacing gelang keluar bersama feses ditempat yang lembab dan tidak terkena sinar matahari, sehingga telur tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing gelang terjadi bila telur yang terinfektif masuk melalui mulut ber-
MEDISAINS Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, EDISI KHUSUS Vol. XIII No.1, April 2013
ARTIKEL PENELITIAN PENELITIAN FIKES FIKES Universitas Universitas Muhammadiyah Muhammadiyah Purwokerto Purwokerto ARTIKEL
sama makanan atau minuman melalui tangan yang kotor. Sedangkan infeksi cacing trichuris, penyebarannya melalui kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh ditanah liat, tempat yang lembab dan teduh (DepKes, 2006). Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kecacingan, antara lain kondisi iklim yang sesuai untuk pertumbuhannya, kondisi sanitasi lingkungan dan higiene perorangan yang buruk serta keadaan sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah (Komang dalam Dachi, 2005). Kondisi sanitasi lingkungan sangat erat hubungannya dengan infestasi cacing pada anak sekolah dasar. Hal ini dikarenakan sanitasi lingkungan yang tidak memadai dapat menjadi sumber penularan cacing pada tubuh manusia (Mardiana dan Djarismawati, 2008). Diagnosa cacing gelang dapat ditegakan dengan menemukan telur cacing pada pemeriksaan feses langsung. Selain itu diagnosa juga dapat dilakukan jika cacing dewasa keluar melalui mulut, hidung maupun anus (Jawetz et al, 1996). Sedangkan diagnosa cacing cambuk dapat ditegakan dengan anamnesis jika terjadi adanya keluhan pada perut terasa tidak enak, kembung, tinja bercampur darah, pemeriksaan penunjang untuk mengetahui telur cacing yang berbentuk khas serta pemeriksaan endoskopi untuk melihat cacing dewasa melekat di mukosa kolon (Widagdo, 2011) dan pada diagnosis cacing tambang di tegakkan dengan menemukan telur dalam tinja. Dapat juga ditemukan larva pada tinja yang sudah lama. Untuk membedakan N.americanus dan A.duodenale biasanya dilakukan tekhnik pembiakan larva (Brown, 1983). METODE PENELITIAN Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi analitik dengan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian ini adalah semua peserta didik Sekolah Dasar Negeri 01 dan 02 Grendeng kelas 3-5 yang memenuhi criteria inklusi dan eksklusi dengan teknik simple random sampling dan didapatkan subyek sebanyak 64 siswa. Proses penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data yaitu wawancara, observasi dan pemeriksaan feses dan setiap responden dilakukan wawancara dan mengobservasi hanya sekali menggunakan lembar wawancara dan lembar observasi. Sedangkan pemeriksaan feses dilakukan 3 kali pemeriksaan. Analisis hasil penelitian menggunakan analisis univariat, digunakan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi. Sedangkan analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan membuat tabel tabulasi silang 2X2. Selanjutnya dilakukan uji statistik regresi logistik. Uji kemaknaan menggunakan tingkat kepercayaan (tingkat kemaknaan) 95%, dimana p-value (tingkat kepercayaan) = 0,05. Bila p-value > 0,05 hal ini menunjukan hasil penelitian didapat hubungan tidak bermakna (tidak ada hubungan yang signifikan), sedangkan bila p-value ≤ 0,05 menunjukan hasil yang diperoleh bermakna (ada hubungan yang signifikan). HASIL HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat Penelitian ini dilakukan mulai 19 Juli-11 Agustus 2012 di Sekolah Dasar Negeri 01 dan 02 Grendeng Daerah Banyumas sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 64 responden. Tabel 2.8 Distribusi frekuensi karakteristik Karakteristik
n (%)
Umur 8th
22 (34,4)
9th
19 (29,7)
10 th
14 (21,9)
11 th
7 (10,9)
12 th
2 (3,1)
Jenis kelamin Laki – laki
39 (60,9)
Perempuan
25 (39,1)
Pendidikan orang tua Tinggi (SLTP ke atas) Rendah (SLTP kebawah)
31 (48,4) 33 (51,6)
Sosial ekonomi Mampu
39 (60,9)
Tidak mampu
25 (39,1)
Total
64 (100.0)
MEDISAINS Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, EDISI KHUSUS Vol. XIII No.1, April 2013
23
ARTIKEL PENELITIAN FIKES Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Tabel 2.9 Distribusi variabel penelitian Variabel Penelitian
n (%)
Status Gizi Gizi buruk
1 (1,6)
Gizi kurang
46 (71,9)
Gizi baik
10 (15,6)
Gizi lebih
7 (10,9)
Konsumsi jajan Memenuhi syarat
28 (43,8)
Tidak memenuhi syarat
36 (56,2)
Lingkungan sekolah Memenuhi syarat
31 (48,4)
Tidak memenuhi syarat
33 (51,6)
Lingkungan rumah Memenuhi syarat
61 (95,3)
Tidak memenuhi syarat
3 (4,7)
Infeksi kecacingan Terdapat telur cacing Tidak terdapat
5 (7,8) 59 (92,2)
Total
64 (100.0)
2. Analisa Bivariat Variabel
Infeksi kecacingan
Total (%)
X² (df)
1,016 (4)
0,907
3,819 (1)
0,051
Tidak terdapat telor cacing n(%)
Terdapat telor cacing n(%)
8 th
20 (20,3)
2 (1,7)
22 (100)
9 th
17 (17,5)
2 (1,5)
19 (100)
10 th
13 (12,9)
1 (1,1)
14 (100)
11 th
7 (6,5)
0 (0,5)
7 (100)
12 th
2 (1,8)
0 (0,2)
2 (100)
Perempuan
21 (23,0)
4 (2,0)
25(100)
Laki-laki
38 (36,0)
1 (3,0)
39 (100)
OR(95%CI)
P
Umur
Jenis Kelamin
24
MEDISAINS Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, EDISI KHUSUS Vol. XIII No.1, April 2013
ARTIKEL PENELITIAN PENELITIAN FIKES FIKES Universitas Universitas Muhammadiyah Muhammadiyah Purwokerto Purwokerto ARTIKEL Pendidikan Rendah
32 (30,4)
1 (2,6)
33 (100)
Tinggi
27 (28,6)
4 (2,4)
31 (100)
24 (23,0)
1 (2,0)
25 (100)
35 (36,0)
4 (3,0)
39 (100)
1 (0,9)
0 (0,1)
1 (100)
Gizi Kurang
41 (42,4)
5 (3,6)
41 (100)
Gizi Baik
10 (9,2)
0 (0,8)
10 (100)
Gizi Lebih
7 (6,5)
0 (0,5)
7 (100)
34 (33,2)
2 (2,8)
36 (100)
25 (25,8)
3 (2,2)
28 (100)
28 (30,4)
5 (2,6)
33 (100)
31 (28,6)
0 (2,4)
31 (100)
3 (2,8)
0 (0,0)
3 (100)
56 (56,2)
5 (4,8)
61 (100)
59 (100)
5 (100)
64 (100)
2,163 (1)
0,141
0,828 (1)
0,363
2,122 (3)
0,547
0,582 (1)
0,446
5,095 (1)
0,024*
0,267 (1)
0,606
Sosial Ekonomi Tidak mampu Mampu
Status Gizi Gizi Buruk
Konsumsi Jajan Tidak Memenuhi Memenuhi
Ling. Sekolah Tidak Memenuhi Memenuhi
Ling. Rumah Tidak Memenuhi Memenuhi
Total
Ket : Hasil berdasarkan data dari 64 responden n = 64 *Signifikan pada p ≤ 0,05 Dari keseluruhan proses analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari 8 variabel independen yang diduga menjadi faktor penyebab infeksi kecacingan pada peserta didik Sekolah Dasar terdapat satu variabel dengan dengan p value 0,024 (p≤0,05). yaitu sanitasi lingkungan sekolah. Pembahasan 1. Hubungan antara umur dengan kejadian infeksi kecacingan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar berumur 8 tahun 22
(34,4%), dan infeksi kecacingan yang tidak ada 20 (90,9%), sedangkan infeksi kecacingan yang ada 2 (9,1%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat telur cacing dimana p value 0,907 (p>0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian syaebani (2006), tidak ada hubungan antara golongan umur dengan prevalensi soil transmitted helminths. Anak dengan usia sekolah biasanya lebih rentan terhadap infeksi kecacingan dimana anak usia sekolah senang bermain ditanah. Namun dari hasil diatas mayoritas siswa berumur 8 tahun.
MEDISAINS Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, EDISI KHUSUS Vol. XIII No.1, April 2013
25
ARTIKEL PENELITIAN FIKES Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Menurut Kartono (2007), anak usia Sekolah Dasar 6-12 tahun mempunyai kecenderungan untuk mengumpulkan bendabenda seperti menumpulkan kerang, uang dan masih senang dengan mendongeng sehingga lebih sering kontak langsung dengan tanah, sedangkan dalam penelitiannya Sri Alemina (2002), menyatakan bahwa usia anak yang banyak terinfeksi berkisar 6–9 tahun, walaupun secara statistik hal ini tidak bermakna. 2. Hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian infeksi kecacingan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar berjenis kelamin laki-laki 39 (60,9%), dan infeksi kecacingan yang tidak ada 38 (97,4%), sedangkan infeksi kecacingan yang ada 1 (2,6%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat telur cacing dimana p value 0,051 (p>0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian Sianturi (2011), tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan infeksi STH. Menurut Mahendratto (2008) dalam Luthfianti (2008), bahwa Sebagian besar anak laki laki dan perempuan dibesarkan dalam cara yang sangat berbeda, yang nantinya akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak. Tidak ada yang membantah bahwa beberapa sifat (trait) kepribadian tampaknya lebih dominan pada salah satu jenis kelamin dibanding jenis kelamin lain. Saat dewasa, cenderung untuk bertindak sesuai harapan sosial yang dibebankan pada jenis kelaminnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Norhayati (1997 ) pada anak orang asli di Malaysia diperoleh bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dan infeksi cacing. Hals ini mengindikasikan tidak ada perbedaan perilaku pada anak laki-laki dan perempuan. 3. Hubungan antara pendidikan kejadian infeksi kecacingan
dengan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar berpendidikan rendah 33 (51,6%), dan infeksi kecacingan yang tidak ada 32 (97,0%), sedangkan infeksi kecacingan yang ada 1 (3,0%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat telur cacing dimana p value 0,141 (p>0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian Ginting (2002), tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan infeksi STH, Refirman (1998), mengatakan bahwa semakin
26
tinggi pendidikan orang tua pengetahuan terhadap kecacingan semakin tinggi. Menurut Hariweni (2003), tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka seseorang akan dapat lebih mudah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menyerap kemajuan teknologi. Dalam kaitannya dengan pendidikan, perempuan mempunyai peranan penting, terutama dalam proses pembentukan pribadi seseorang. Sebagai ibu rumah tangga, perempuan merupakan pendidik pertama bagi anak-anaknya. 4. Hubungan sosial ekonomi dengan infeksi kecacingan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga berpendapatan mampu 39 (60,9%), dan infeksi kecacingan yang tidak ada 35 (97,0%), sedangkan infeksi kecacingan yang ada 1 (3,0%). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat telur cacing dimana p value 0,363 (p>0,05). Berdasarkan tingkat ekonomi mampu, tidak memiliki resiko kejadian infeksi kecacingan. Karena dengan sosial ekonomi mampu, mampu menjaga personal hygine dan sanitasi lingkungan tempat tinggal. Sosial ekonomi merupakan tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan semakin tinggi tingkat pengetahuan (Azwar, 1995). Sedangkan menurut Soetjiningsih (2003) dalam Hariweni (2003) bahwa pada keluarga dengan sosial ekonomi yang kurang, mengakibatkan tidak mampu mencukupi kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan yang sehat. Berdasarkan penelitian Peter Hotes dalam Sumanto (2010), menyatakan bahwa kemiskinan berpeluang tinggi terinfeksi kecacingan. 5. Hubungan antara status gizi dengan kejadian infeksi kecacingan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden status gizi kurang 46 (71,9%), dan infeksi kecacingan yang tidak ada 41 (89,1%), sedangkan infeksi kecacingan yang ada 5 (10,9%). Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian infeksi dimana nilai p value 2,122 (p>0,05). Hal ini sesuai pendapat Heriarti (2011), yang menyatakan bahwa status gizi yang cukup baik tidak menyebabkan terjadinya
MEDISAINS Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, EDISI KHUSUS Vol. XIII No.1, April 2013
ARTIKEL PENELITIAN PENELITIAN FIKES FIKES Universitas Universitas Muhammadiyah Muhammadiyah Purwokerto Purwokerto ARTIKEL
infeksi kecacingan. Menurut Ismid & Margono dalam penelitian ginting (2003), mengemukakan bahwa tidak ditemukan hubungan bermakna antara infeksi cacing dengan status gizi anak. Walaupun prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides tinggi, tetapi status gizi anak baik, hal ini dapat terjadi karena intensitas infeksi yang rendah. Keadaan gizi anak balita merupakan salah satu indikator derajat kesehatan. Makin baik status gizi anak, makin tinggi tingkat kesehatan suatu Bangsa/Negara. Di Indonesia kurang energi protein (KEP), merupakan masalah gizi yang utama. Keadaan gizi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi pola konsumsi makanan, jumlah pangan bergizi yang dikonsumsi dan juga tergantung pada perilaku manusia yang dapat mempengaruhi masuknya parasit ke dalam tubuh. 6. Hubungan antara konsumsi jajan dengan kejadian infeksi kecacingan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengkonsumsi jajan yang tidak memenuhi syarat kesehatan 36 (56,2%), dan infeksi kecacingan yang tidak ada 34 (94,4%), sedangkan infeksi kecacingan yang ada 2 (5,6%). Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi jajan dengan kejadian infeksi kecacingan dimana nilai p value 0,582 (p>0,05). Hal ini sesuai pendapat Chandra (2007), yang menyatakan bahwa salah satu cara tranmisi untuk infeksi kecacingan adalah melalui lalat. Menurut Arifin (2012), cirri-ciri makanan jajanan sehat adalah makanan yang bebas dari binatang lain, debu yang dapat membawa kuman penyakit, makanan yang diolah cukup atau tidak setengah matang dan selalu dalam keadaan tertutup dan bersih. 7. Hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian infeksi kecacingan Lingkungan sekolah dengan kejadian infeksi kecacingan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lingkungan sekolah tidak memenuhi syarat kesehatan 33 (51,6%), dan infeksi kecacingan yang tidak ada 28 (84,8%), sedangkan infeksi kecacingan yang ada 5 (15,2%). Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa didapatkan adanya hubungan yang
signifikan antara sanitasi lingkungan sekolah dengan kejadian infeksi kecacingan dimana nilai p value 0,024 (p<0,05). Beberapa aspek penilaian sanitasi sekolah yang membedakan kondisi 2 sekolah secara riil diantaranya adalah perbedaan bangunan WC/jamban. Sementara kondisi fisik bangunan kamar mandi pada sekolah relatif kurang baik dibanding sekolah A. Penempatan kamar mandi pada sekolah A di bagian belakang bangunan gedung utama kelas sedangkan pada sekolah B terletak di belakang bangunan lain. Untuk WC/ jamban sekolah A kurang pencahayaan dan kurang perawatan dalam kebersihan. Pada anak sekolah dasar lingkungan sekolah merupakan tempat bermain ke dua setelah rumah, sebagian besar waktu anak sekolah dasar dihabiskan dengan bermain baik di rumah maupun di sekolah sehingga anak sekolah dasar mempunyai potensi untuk terjangkit penyakit infeksi cacing (Sadjimin, 2000). Hal ini didukung dari penelitian Salbiah (2008) bahwa ada hubungan yang bermakna antara lingkungan sekolah dengan infeksi kecacingan. Terdapatnya hubungan yang signifikan antara lingkungan sekolah dengan infeksi kecacingan ini disebabkan tidak tersedianya sabun cuci di WC untuk mencuci tangan. dan besarnya pengaruh faktor luar lain seperti peran lingkungan anak yang baik. Lingkungan rumah dengan kejadian infeksi kecacingan Kondisi sanitasi rumah merupakan salah satu faktor yang ikut berperan dalam kejadian infeksi kecacingan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lingkungan rumah memenuhi syarat kesehatan 61 (95,3%). Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara lingkungan rumah dengan kejadian infeksi kecacingan dimana nilai p value 0,267 (p>0,05). Beberapa aspek penilaian sanitasi lingkungan rumah merupakan lingkungan yang sehat dan sebagian besar rumah responden sudah memiliki WC / jamban sendiri serta ketersediaan air bersih. Jika tempat tinggal memenuhi syarat kesehatan dapat membantu meminimalkan terjadinya gangguan kesehatan dan memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak untuk bermain. Dengan meningkatkan sanitasi lingkungan yang baik akan tercipta kesehatan dan status gizi
MEDISAINS Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, EDISI KHUSUS Vol. XIII No.1, April 2013
27
ARTIKEL PENELITIAN FIKES Universitas Muhammadiyah Purwokerto
yang baik. Karena faktor yang dominan tingkat kejadian infeksi cacing adalah faktor sanitasi lingkungan yang rendah. Hal ini didukung dari penelitian Kundaian (2011) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lingkungan dengan infeksi kecacingan. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara lingkungan rumah dengan infeksi kecacingan ini disebabkan sudah memenuhi syarat kesehatan. Menurut Brown (1983), mengemukakan bahwa keterbatasan ruang dalam rumah akan meningkatkan kemungkinan penularan kecacingan di antara anggota keluarga. Kesimpulan Sanitasi lingkungan sekolah menunjukkan ada hubungan dengan kejadian infeksi kecacingan pada peserta didik sekolah Dasar negeri 01 dan 02 di wilayah kerja Puskesmas II Purwokerto Utara dengan nilai p value 0,267 (p>0,05). Saran 1. Bagi Puskesmas Meningkatkan kembali program penyuluhan kesehatan, observasi, serta pemeriksaan feses tentang infeksi kecacingan seperti bahayanya infeksi kecacingan dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). 2. Bagi pihak sekolah Pihak Sekolah Dasar Negeri 01 dan 02 Grendeng harus lebih meningkatkan penyuluhan kepada peserta didik mengenai pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan personal hygien terutama kebersihan WC / jamban, penyediaan sabun di WC / jamban untuk mencuci tangan, kebersihan kuku dan mencuci tangan sebelum atau sesudah jajan sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pengambilan keputusan dan antisipasi dari masalah kesehatan anak di masa mendatang. 3. Bagi Orang tua Orang tua harus lebih meningkatkan pengetahuan tentang infeksi kecacingan dengan cara melakukan upaya pencegahan dan
28
pengobatan secara mandiri. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Untuk penelitian yang selanjutnya dapat diperdalam dalam hal pemeriksaan tanah di lingkungan rumah untuk mengukur tingkat pencemaran tanah oleh telur cacing. Sampel yang diteliti pada peserta didik diperluas dari kelas 1- 6 agar lebih jelas di usia tingkat prevalensi infeksi kecacingan. DAFTAR PSTAKA Arifin, M. (2012), Pengertian dan standar makanan. Posted. Diakses 25 Juni 2012 dari http://inspeksisanitasi.blogspot. com/2012/06/makanan-jajanan.html. Azwar, S. (1995). Sikap manusia (teori dan pengukurannya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brown, H.W. (1983). Dasar parasitologi klinis. Penerjemah Rukmono. Jakarta: EGC. Chandra, B. (2007). Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC. Citrawati, C. (2010). Hubungan antara kecacingan soil transmitted helminths (STH) dengan status gizi pada siswa SD Negeri 1 Karangwangkal. Skripsi, Fakultas Biologi Universitas Jendral Soedirman Purwokerto. Diakses 19 Mei 2012 dari http://bio.unsoed.ac.id/732-prevalensisoil-transmitted-helminth-pada-siswasdn-2-pandak-baturraden-kondisi-sosialekonomi. Dachi, R.A. (2005). Hubungan perilaku anak sekolah dasar No. 174593 hatoguan terhadap infeksi cacing perut diKecamatan Palipi Kabupaten Samosir. Diakses 25 April 2012 dari http://respitory.ucu.ic.id/ bitstream/123456789/15363/1/mkides2005-%20%285%29.pdf. DepKes RI. 2004. Pedoman umum program pemberantasan cacingan di era desentralisasi. DepKes RI, Jakarta. Depkes RI. 2006. Surat keputusan menteri kesehatan nomor 424/MENKES/ SK/VI/2006 tentang pedoman pengendalian cacingan. Diakses 19 Mei 2012 dari http://www.hukor.DepKes. go.id/upprodKepmenkes/KMK%20 Pengendalian%20Cacingan.pdf.
MEDISAINS Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, EDISI KHUSUS Vol. XIII No.1, April 2013
ARTIKEL PENELITIAN PENELITIAN FIKES FIKES Universitas Universitas Muhammadiyah Muhammadiyah Purwokerto Purwokerto ARTIKEL
Djarismawati, & Mardiana. (2008). Prevalensi cacing usus pada murid sekolah dasar wajib belajar pelayanan gerakan terpadu pengentasan kemiskinan daerah kumuh di wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan, 7(769-774). Diakses 25 Maret 2012 dari http://www.ekologi.litbang. depkes.go.id/data/vol%207/5-Mardiana. pdf. Ginting,S.A. (2003). Hubungan antara status sosial ekonomi dengan kejadian kecacingan pada anak sekolah dasar di desa suka kecamatan tiga panah, kabupaten karo, propinsi sumatera utara. Diakses 05 September 2012 dari http:// library.usu.ac.id/download/fk/anak-sri%20 alemina.pdf Hariweni, (2003). Pengetahuan, sikap dan perilaku ibu bekerja dan tidak bekerja tentang stimulasi pada pengasuhan anak balita. Diakses 5 April 2012 dari Library. usu.ac.id/download/fk/anak-tri%20 hariweni.pdf. Hazwan, A. (2011). Hubungan infeksi ascaris lumbricoides dengan status gizi pada siswa – siswi SD Negeri No. 101837 suka makmur, kecamatan sibolangin, kabupaten deli serdang. Skripsi, fakultas kedokteran universitas Sumatra utara. Diakses 25 Juni 2012 dari http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/31008. Jawetz, E, dkk. (1996). Mikrobiologi kedokteran. Penerjemah Nugroho, E dan Maulany, F.R. edisi 20. Jakarta: EGC. Kartono, K. (2007). Psikologi anak (psikologi perkembangan). Bandung: Mandar Maju.
sekolah dasar di dua dusun Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Tesis, Program pasca sarjana bidang ilmu kesehatan program studi biomedik kekhususan parasitologi. UI: Jakarta. Salbiah. (2008). Hubungan karakteristik siswa dan sanitasi lingkungan dengan infeksi cacingan siswa sekolah dasar di Kecamatan Belawan. Thesis, Universitas Sumatra Utara: Medan. Diakses 25 Maret 2012 dari http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/6776. Sadjimin, T. (2000). Gambaran epidemiologi kejadian kecacingan pada siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Ampana kota Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Jurnal Epidemiologi Indonesia. Vol 4. Hal 1-26. Sumanto, D. (2010). Faktor risiko infeksi cacing tambang pada anak sekolah (Studi kasus kontrol di desa Rejosari, Karangawen, Demak). Tesis, Program Studi Magister Epidemiologi Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Diakses 25 Juni 2012 dari http://eprints.undip.ac.id/23985/1/DIDIK_ SUMANTO.pdf. Syebani, M. (2006). Prevalensi soil transmitted helminth dan kaitannya dengan perilaku hidup sehat bersih dan status gizi pada anak SD sidoluhur Godean Kabupaten Sleman. Karya ilmiah. Diakses 05 September 21012 dari http://publikasi. umy.ac.id/index.php/pend-dokter/article/ viewFile/2324/123. Widagdo. (2011). Masalah dan tatalaksana penyakit infeksi pada anak. Jakarta: Sagung Seto.
Lutfhianti. (2008). http://www.lontar.ui.ac.id/ file?file=digital/123091-S-5280-Faktorfaktor-Tinjauan%20literatur.pdf Putri, D. M. (2010). Prevalensi soil transmitted helminth pada siswa SDN 2 Pandak Baturraden dan kondisi sosial ekonomi orangtua siswa. Skripsi, Fakultas Biologi Universitas Jendral Soedirman Purwokerto. Diakses 19 Mei 2012 dari http://bio.unsoed.ac.id/729-hubunganantara-kecacingan-soil-transmittedhelminths-sth-dengan-status-gizi-padasiswa-sd. Refirman DJ. (1998). Faktor pendukung transmisi soil transmitted helminths pada murid MEDISAINS Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, EDISI KHUSUS Vol. XIII No.1, April 2013
29