UNIVERSITAS INDONESIA
KONSTRUKSI VEKTOR REKOMBINAN GEN VDAC3 PADA PLASMID pET100/D-TOPO
SKRIPSI
IHSANA PRATIWI 0706263914
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN BIOLOGI DEPOK JANUARI 2012
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
KONSTRUKSI VEKTOR REKOMBINAN GEN VDAC3 PADA PLASMID pET100/D-TOPO
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
IHSANA PRATIWI 0706263914
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN BIOLOGI DEPOK JANUARI 2012
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Ihsana Pratiwi
NPM
: 0706263914
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 5 Januari 2012
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : Ihsana Pratiwi : 0706263914 : Biologi : Konstruksi Vektor Rekombinan Gen VDAC3 pada Plasmid pET100/D-TOPO
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr. rer. Nat., Asmarinah
(............................................)
Pembimbing II : Dr. Abinawanto
(............................................)
Penguji I
: Dr. Wibowo Mangunwardoyo
(............................................)
Penguji II
: Dr. Anom Bowolaksono
(............................................)
Ditetapkan di Tanggal
: Depok : 5 Januari 2012
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT atas semua nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sang rahmat bagi semesta alam. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains Departemen Biologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Begitu banyak bantuan moril dan material serta bimbingan dari berbagai pihak yang tidak dapat diungkapkan hanya dengan kata-kata. Walau demikian, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dr. rer. Nat., Dra. Asmarinah, MS dan Dr. Drs. Abinawanto, MS selaku Pembimbing I dan II yang telah membimbing dan membantu penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Terima atas segala bimbingan, doa, dukungan, perhatian, semangat, dan saran sehingga penulis dapat menuntaskan skripsi ini.
2.
Dr.Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc dan Dr. Anom Bowolaksono, M.Sc selaku Penguji I dan II, atas segala saran dan perbaikan-perbaikan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada penulis untuk pembuatan dan perbaikan skripsi ini.
3.
Dr. Nisyawati selaku Pembimbing Akademis atas segala kasih sayang dan saran-saran, serta semangat yang selalu diberikan.
4.
Dr. Wibowo Mangunwardoyo dan Dra. Setiorini, M.Kes selaku Koordinator Seminar, Dr.rer.nat. Mufti P. Patria, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA UI, Dra. Nining Betawati Prihantini, M.Sc selaku Sekertaris Departemen, Dra. Titi Soedjiarti selaku Koordinator Pendidikan, dan segenap staf pengajar atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama berada di Biologi. Terima kasih pula kepada Mbak Asri, Ibu Ida, dan seluruh karyawan Departemen Biologi FMIPA UI, atas segala bantuan yang telah diberikan.
5.
Kepala Departmen Biologi FKUI Dr. Dwi Anita Suryandari yang telah mengizinkan peneliti untuk bekerja di Laboratorium Biologi Molekuler FKUI
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
serta Prof. drg. Boy Muchlis Bachtiar, MS, Ph.D selaku Kepala Laboratorium Biologi Oral FKG UI dan drg. Endang Winiati Bachtiar, M.Biomed, Ph.D yang telah mengizinkan peneliti untuk bekerja di laboratorium tersebut. Terima kasih banyak kepada Kak Susan, Kak Femi, Kak Ulima, Kak Evelyn, Bu Asih, Pak Daniel, Mba Luluk, Bu Lina, Pak Ari, Mba Evi, Dokter Silvi, Mba May, Mba Desi, Mas Rahmat, Pak Rukmana, serta seluruh staf pengajar dan karyawan Departemen Biologi FKUI atas bantuan dalam mendapatkan data, ilmu, dan dukungan yang sangatlah besar. 6.
Keluarga tercinta, Ayah (Ir. Imran Mukhtar) dan Ibu (Warniati S.pd.) atas kasih sayang, cinta, dukungan, semangat, nasihat, dan doa yang selalu diberikan kepada penulis. Untuk adikku (Ihsan Wiratama) atas perhatian, serta doa yang telah diberikan.
7.
Sahabat terbaik Putri Imora Kemala Dewi, Rendy Julianto, Wanda Ediviani dan Kirana Listiandiani yang selalu ada dikala suka dan duka. Terimakasih atas dukungan yang luar biasa dari teman-teman satu bimbingan Fika Rahmadewi, Maridha Noormawati, Ikrimah Muzdalifah, Taufik Soekarno, Rizky Priambodo, Adhitya Bayu dan seluruh teman-teman di Laboratorium Genetika Biologi UI, serta seluruh teman-teman Blossom’07 I love you guys.
Akhir kata, penulis memohon maaf jika terdapat kesalahan dan kekhilafan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para perkembangan ilmu pengetahuan,
Penulis
2012
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
: : : : : :
Ihsana Pratiwi 0706263914 Biologi S1 Reguler Biologi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : “Konstruksi vektor rekombinan gen VDAC3 pada plasmid pET100/D-TOPO” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 5 Januari 2012 Yang menyatakan
(Ihsana Pratiwi)
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... ABSTRAK ...................................................................................................... ABSTRACT ..................................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
ii iii iv v vii viii ix x xii xii xiii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................
1
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2.1 Sel Sperma ............................................................................................. 2.1.1 Pembentukan sel sperma ............................................................. 2.1.2 Struktur sel sperma ...................................................................... 2.2 Protein VDAC3 ..................................................................................... 2.3 Gen VDAC3 ........................................................................................... 2.4 Motilitas Sel Sperma ............................................................................. 2.5 Perancangan Primer ............................................................................... 2.6 Pengklonaan .......................................................................................... 2.6.1 Pengertian pengklonaan gen ........................................................ 2.6.2 Penentuan sumber DNA .............................................................. 2.6.3 Amplifikasi fragmen gen target ................................................... 2.6.4 Elektroforesis .............................................................................. 2.6.5 Konstruksi DNA rekombinan pada vektor .................................. 2.6.6 Transformasi DNA rekombinan pada sel inang .......................... 2.6.7 Seleksi klona pembawa gen target .............................................. 2.7 Sequencing.............................................................................................
4 4 4 5 6 9 10 13 15 15 15 17 19 19 24 25 25
3. METODE PENELITIAN .......................................................................... 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 3.2 Bahan .................................................................................................... 3.2.1 Sampel ......................................................................................... 3.2.2 Kultur sel inang ........................................................................... 3.2.3 Vektor pengklonaan .................................................................... 3.2.4 Medium ....................................................................................... 3.2.5 Bahan kimia................................................................................. 3.3 Alat ....................................................................................................... 3.4 Cara Kerja............................................................................................. 3.4.1 Perancangan primer gen VDAC3 ............................................... 3.4.2 Koleksi sel sperma manusia ......................................................
27 27 27 27 27 27 27 28 28 29 29 29
x
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
3.4.3 3.4.4 3.4.5 3.4.6 3.4.7
Isolasi RNA sel sperma ............................................................... Reverse transcription PCR (RT PCR) ......................................... Purifikasi gen VDAC3 ................................................................. Sequencing ................................................................................... Pengklonaan ................................................................................. 3.4.7.1 Perancangan primer VDAC3 rekombinan ....................... 3.4.7.2 Penyisipan cDNA VDAC3 pada vektor pET100/D-TOPO ........................................................... 3.4.7.3 Transformasi vektor kloning pada sel E. coli TOP10 ..... 3.4.7.4 Analisis transforman .......................................................
31 32 34 35 35 35
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 4.1 Hasil ...................................................................................................... 4.1.1 Perancangan primer gen VDAC3 ................................................. 4.1.2 Koleksi sel sperma manusia ........................................................ 4.1.3 Isolasi RNA sel sperma ............................................................... 4.1.4 Reverse transcription PCR (RT PCR) ........................................ 4.1.5 Purifikasi gen VDAC3 ................................................................. 4.1.6 Sequencing gen VDAC3 .............................................................. 4.1.7 Pengklonaan ................................................................................ 4.1.7.1 Perancangan primer VDAC3 rekombinan ...................... 4.1.7.2 Penyisipan cDNA VDAC3 pada vektor pET100/D-TOPO ........................................................... 4.1.7.3 Transformasi vektor kloning pada sel E. coli TOP10 ..... 4.1.7.4 Analisis transforman .......................................................
38 38 38 39 40 40 41 42 43 43
4.2 Pembahasan ......................................................................................... 4.2.1 Perancangan primer gen VDAC3 ................................................. 4.2.2 Koleksi sel sperma manusia ........................................................ 4.2.3 Isolasi RNA sel sperma ............................................................... 4.2.4 Reverse transcription PCR (RT PCR) ........................................ 4.2.5 Purifikasi gen VDAC3 ................................................................. 4.2.6 Sequencing gen VDAC3 .............................................................. 4.2.7 Pengklonaan ................................................................................ 4.2.7.1 Perancangan primer VDAC3 rekombinan ...................... 4.2.7.2 Penyisipan cDNA VDAC3 pada vektor pET100/D-TOPO ........................................................... 4.2.7.3 Transformasi vektor kloning pada sel E. Coli TOP10 .... 4.3.7.4 Analisis transforman .......................................................
48 48 50 51 52 53 53 54 54
5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 5.2 Saran .....................................................................................................
60 60 60
DAFTAR REFERENSI ................................................................................
61
LAMPIRAN ...................................................................................................
69
xi
36 36 37
45 46 46
54 56 58
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.1 Spermiogenesis ...................................................................... Gambar 2.1.2 Pergerakan dinein ................................................................... Gambar 2.2 VDAC pada membran luar mitokondria ................................ Gambar 2.3 Diagram dari struktur gen VDAC3 lacking mouse ................. Gambar 2.4 Signaling pathway pada transmembran sperma ..................... Gambar 2.6.5a Peta pET100/D-TOPO ........................................................... Gambar 2.6.5b Skema mekanisme kerja TOPO® .......................................... Gambar 3.4.2 Percoll-density gradient centrifugation ................................. Gambar 4.1.1 Hasil uji struktur sekunder primer gen VDAC3 ..................... Gambar 4.1.2 Lapisan pada percoll-density gradient centrifugation ........... Gambar 4.1.3 Perhitungan kemurnian RNA ................................................. Gambar 4.1.4 Hasil elektroforesis RT PCR cDNA VDAC3 ......................... Gambar 4.1.5 Perhitungan kemurnian cDNA VDAC3 ................................. Gambar 4.1.6a Elektroferogram sekuens gen VDAC3 ................................... Gambar 4.1.6b Hasil BLASTN dari sekuens gen VDAC3 .............................. Gambar 4.1.7.1 Hasil uji struktur sekunder primer gen VDAC3 rekombinan . Gambar 4.1.7.2 Hasil elektroforesis RT PCR cDNA VDAC3 rekombinan ..... Gambar 4.1.7.3 Hasil transformasi vektor pET100/D-TOPO pada E. coli TOP10 ........................................................................ Gambar 4.1.7.4 Hasil PCR colony kontrol dan sampel ................................... Gambar 4.2.1a Sekuens gen VDAC3 .............................................................. Gambar 4.2.1b Prediksi topologi protein VDAC3 .......................................... Gambar 4.2.7.2 Peta vektor rekombinan pET100-VDAC3 ..............................
5 6 8 10 12 22 23 30 38 39 40 41 41 42 43 44 45 46 47 48 49 56
DAFTAR TABEL
Tabel 3.4.4a Komposisi RNA mix .................................................................. Tabel 3.4.4b Komposisi cDNA Syntesis Mix .................................................. Tabel 3.4.4c Komposisi PCR mix ................................................................... Tabel 3.4.7.2 TOPO cloning reaction mix .......................................................
xii
32 32 33 36
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9.
Pembuatan larutan ...................................................................... Pembuatan medium .................................................................... Skema kerja ................................................................................ Komponen High pure RNA isolation kit..................................... Hasil perancangan primer gen VDAC3....................................... Hasil Primer-BLAST primer gen VDAC3 .................................. Perhitungan konsentrasi sel sperma ............................................ Hasil Primer-BLAST primer gen VDAC3 rekombinan .............. Perhitungan efisiensi transformasi..............................................
xiii
69 70 71 72 73 74 76 77 78
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama : Ihsana Pratiwi Program Studi : Biologi S1 Reguler Judul : Konstruksi vektor rekombinan gen VDAC3 pada plasmid pET100/D-TOPO. Protein Voltage dependent anion channel 3 (VDAC3) merupakan salah satu kandidat antigen untuk pengembangan metode imunokontrasepsi pada pria. Penelitian bertujuan membuat konstruksi vektor rekombinan gen VDAC3 pada vektor pET100/D-TOPO melalui metode directional TOPO® cloning. Fragmen gen VDAC3 target berukuran 600 bp diamplifikasi dari cDNA yang berasal dari mRNA sel sperma manusia dengan primer spesifik gen VDAC3 ekson 6--10. Gen VDAC3 target disisipi sekuens CACC pada ujung 5’ untuk ligasi pada vektor menggunakan topoisomerase I. Vektor rekombinan hasil transformasi dengan metode kejutan panas pada sel E. coli TOP10 diseleksi menggunakan medium ampisilin. Analisis transforman dengan PCR colony menggunakan primer gen VDAC3 rekombinan menghasilkan pita DNA berukuran 607 bp. Hasil penelitian menunjukkan gen VDAC3 telah berhasil dikonstruksi ke dalam plasmid pET100/D-TOPO. Kata kunci
: E. coli TOP10, konstruksi, manusia, pET100/D-TOPO, sperma, VDAC3, vector.
xiii + 78 halaman : 21 gambar; 9 lampiran; 4 tabel Daftar referensi : 86 (1976--2011)
viii
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
Name : Ihsana Pratiwi Program Study : S1 Biology Regular Title : Recombinant vector construction of VDAC3 gene on pET100/DTOPO plasmid. Voltage-dependent anion channel 3 (VDAC3) protein is one of antigen candidate for the development of methods immunecontraception in males. The research aims to create a recombinant gene vector construction of VDAC3 gene on pET100/D-TOPO vector via directional TOPO® cloning method. VDAC3 target gene fragment size 600 bp was amplified from cDNA derived from mRNA of human sperm cells with the gene specific primers VDAC3 exons 6--10. VDAC3 target gene inserted at the end of the 5’ CACC sequence for ligation to the vector using topoisomerase I. Recombinant vector which is transformed by heat shock on the cell E. coli TOP10 selected using ampicillin medium. Analysis of transformants by colony PCR using the primers VDAC3 recombinant gene produced 607 bp DNA band size. The results of the study showed VDAC3 gene has been successfully constructed into the plasmid pET100/D-TOPO. Keywords
: construction, E. coli TOP10, pET100/D-TOPO, sperm, VDAC3, vector.
xiii + 78 pages : 21 pictures; 9 appendixes; 4 tables Bibliography : 86 (1976--2011)
ix
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
Program keluarga berencana (KB) yang dicanangkan oleh pemerintah bertujuan untuk mengatasi masalah kependudukan seperti jumlah penduduk yang banyak, pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan penyebaran penduduk yang tidak merata. Salah satu program KB yang sedang dilakukan saat ini adalah perbaikan kualitas pemakaian kontrasepsi (Sudarianto 2010: 1). Perbaikan kualitas pemakaian kontrasepsi dilakukan karena adanya kegagalan kontrasepsi, ketidakpuasan terhadap alat atau cara kontrasepsi, efek samping, dan kurang tersedianya alat atau cara tersebut (BKKBN 1981: 45; WHO 2009: 3; Sudarianto 2010: 1). Metode kontrasepsi pada pria masih terbatas pada kondom dan vasektomi. Kedua metode tersebut masih menimbulkan masalah seperti rendahnya efisiensi, irreversibilitas dan adanya efek samping yang tidak diinginkan (Baird 2000: 705). Menurut Baird (2000: 705--706), kontrasepsi yang baik harus memenuhi beberapa syarat seperti pemakaian yang aman, efisien, tidak menimbulkan efek samping, lama pemakaian dapat diatur sesuai keinginan, tidak mengganggu hubungan seksual, tidak memerlukan bantuan medik atau kontrol yang ketat selama pemakaian, cara penggunaannya sederhana dan dapat diterima oleh pasangan suami istri. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan alat atau bahan kontrasepsi pada pria, salah satunya melalui jalur post-testikuler, yaitu pengembangan bahan-bahan inhibitor dari protein-protein dalam epididimis atau protein-protein spesifik pada sperma yang memengaruhi kemampuan sel sperma untuk memfertilisasi sel telur sehingga dapat menjadi antigen dalam metode imunokontrasepsi (Anderson & Baird 2002: 763; Page 2008: 481). Voltage-dependent anion channels (VDAC) adalah protein membran disandi oleh gen VDAC3 pada kromosom 8p11.2, memiliki berat molekul 31 kDa dan terdapat pada membran luar mitokondria (Schein dkk. 1976: 99; Rahmani dkk. 1998: 339; NCBI 2010: 1). Bedasarkan hasil penelitian dengan menggunakan teknik “VDAC3 lacking mouse”, dilaporkan bahwa mencit jantan mutan sehat tapi tidak dapat menghasilkan keturunan ketika dikawinkan dengan mencit betina 1
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
2
sehat yang fertil. Mencit jantan tersebut memiliki jumlah atau konsentrasi sperma yang normal tetapi terjadi penurunan motilitas karena hilangnya satu pasang mikrotubul di dalam aksonem pada ekor sperma (Sampson dkk. 2001: 39206). Hasil penelitian lainnya, menunjukkan bahwa terjadi mutasi substitusi pada ekson 9 gen VDAC3 pada sel sperma bermotilitas rendah dari pasien astenozoospermia (Asmarinah dkk. 2005: 31). Mutasi lain berupa delesi, substitusi dan insersi nukleotida pada ekson 8, 10 dan 11 gen VDAC3 di dalam sel sperma manusia dengan motilitas rendah (Asmarinah dkk. 2010: 1). Hasil penelitian secara in vitro dengan memberikan zat inhibitor berupa antibodi VDAC2 poliklonal pada sperma sapi menunjukkan bahwa antibodi tersebut dapat menurunkan motilitas sperma sampai 10% dibandingkan dengan kontrol, namun hasil tersebut tidak signifikan secara statistik (Asmarinah dkk. 2003: 1--2). Dari hasil-hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa protein VDAC3 berperan secara signifikan dalam mempertahankan struktur dan motilitas sperma normal. Sel sperma yang memiliki motilitas terbaik dapat bertahan di dalam tuba falopii saat menuju sel telur hingga fertilisasi terjadi (Gilbert 1994: 123). Namun, pemberian antibodi VDAC3 diduga dapat memblokir kemampuan ion kanal pada membran luar mitokondria untuk transportasi ATP sehingga dapat menghambat motilitas sel sperma. Penelitian tentang protein VDAC3 sebagai salah satu kandidat gen target untuk metode imunokontrasepsi pria sedang dikembangkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penelitian yang telah dilakukan Asmarinah dkk. (2011: 7--8) menunjukkan bahwa pemberian antibodi VDAC3 poliklonal pada sel normozoospermia, diketahui dapat memengaruhi motilitas sel tersebut dengan meningkatkan jumlah (konsentrasi) sel sperma yang tidak bergerak dan menambahkan waktu (detik) yang diperlukan sperma untuk menempuh jarak 0,1 mm dibandingkan dengan kontrol preimunserum (Asmarinah dkk. 2011: 7--8). Antibodi poliklonal tersebut diproduksi melalui imunisasi 10 asam amino sintetik VDAC3 manusia pada kelinci (Asmarinah 2011: 6). Namun, 10 asam amino sintetik VDAC3 manusia selanjutnya akan diganti dengan asam amino VDAC3 natif dari sel sperma manusia untuk menghasilkan antibodi poliklonal yang lebih ekonomis untuk produksi masal. Oleh karena itu, untuk menunjang pengembangan penelitian tersebut diperlukan persediaan protein
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
3
VDAC3 yang memadai. Protein tersebut dapat diproduksi melalui metode kloning ekspresi menggunakan vektor pET100/D-TOPO. Permasalahannya masih belum diketahui apakah gen VDAC3 dari sel sperma manusia dapat dikonstruksi ke dalam vektor ekspresi pET100/D-TOPO. Penelitian bertujuan melakukan konstruksi gen VDAC3 pada plasmid pET100/D-TOPO yang bermanfaat untuk pengembangan produksi antigen VDAC3 manusia. Hipotesis penelitian yaitu gen VDAC3 dapat dikonstruksikan pada vektor ekspresi pET100/D-TOPO.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sel Sperma
2.1.1
Pembentukan sel sperma
Spermatozoa atau sel sperma merupakan sel gamet jantan yang diproduksi di testis melalui proses spermatogenesis. Sel tersebut terspesialisasi untuk mencari, berfusi dan memberikan informasi genetik khusus kepada sel telur (Darszon dkk. 1999: 483). Spermatogenesis adalah proses perkembangan sel gamet jantan dari sel spermatogonia melalui proses mitosis yang menghasilkan sel spermatosit kemudian dilanjutkan dengan proses meiosis menjadi spermatid. Stadium pertama spermatogenesis adalah pertumbuhan beberapa spermatogonia menjadi sel yang disebut spermatosit primer, kemudian spermatosit primer membelah dengan proses meiosis membentuk 2 spermatosit sekunder, masingmasing mengandung 23 kromosom. Sel spermatosit sekunder selanjutnya segera membelah dengan pembelahan mitosis membentuk 2 spermatid, yang masingmasing mengandung hanya 23 kromosom dan tidak ada satupun yang berpasangan (Guyton & John 2008: 521--522). Setiap sel spermatid memiliki kromosom haploid, sistem ‖penggerak‖ untuk kondensasi kromosom, dan sejumlah enzim yang dapat membantu penetrasi materi genetik ke sel telur. Sitoplasma sel sperma sebagian besar telah tereleminasi saat proses spermiogenesis (Gilbert 1994: 122). Proses diferensiasi sel spermatid menjadi sel spermatozoa yang fungsional disebut spermiogenesis (Gambar 2.1.1). Selama proses spermiogenesis, inti sel haploid memanjang dan DNA memadat. Di depan inti sel yang memanjang tersebut terdapat acrosomal vesicle, yang terbentuk dari badan golgi dan mengandung enzim yang berfungsi untuk melisiskan lapisan luar sel telur. Pembentukan ekor (flagellum) dimulai dari bagian sentriol dari spermatid (Gilbert 1994: 122--123).
4
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
5
Mikrotubulus
Nukleus Mitokondria s
Aparatus Sentriol Granula & Flagelum golgi vesikula akrosom Sentriol
Sisa aparatus golgi
Flagelum Sentriol
Mitokondria s
Nukleus Mitokondria Membran sel Mitokondria Sentriol s Vesikula akrosom s
Kepala Tengah
Ekor
Ujung ekor
Gambar 2.1.1 Spermiogenesis [Sumber: Gilbert 1994: 123.]
2.1.2
Struktur sel sperma
Struktur sel sperma manusia terdiri atas kepala, bagian tengah (middle piece) dan bagian ekor (principal piece). Bagian kepala mengandung nukleus haploid yang diselubungi oleh akrosom. Akrosom merupakan lisosom khusus yang mengandung enzim untuk membantu sperma menembus sel telur (Gilbert 1994: 123). Bagian tengah terdiri atas mitokondria yang berbentuk spiral. Di dalam organel tersebut terjadi proses glikolisis yang menghasilkan ATP untuk pergerakan sperma. Bagian ekor sperma berupa flagellum yang berperan dalam gerak sperma (motilitas sperma) dan penetrasi sperma ke dalam sel telur saat fertilisasi (Campbell dkk. 2002: 160). Motilitas sperma diproduksi oleh oleh struktur sitoskeletal di bagian internal flagellum yang disebut aksonem. Aksonem pada bagian middle piece dikelilingi oleh outer dense fiber (ODF) dan mitokondria, sedangkan pada bagian principal piece dikelilingi lapisan fibrous (fibrous sheath). Aksonem tersusun
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
6
dari banyak protein, yaitu protein motor, protein pengikat Ca2+, enzim-enzim kinase atau fosfatase dan lain-lain. Aksonem memiliki 2 mikrotubul tunggal di bagian tengah dan 9 mikrotubul duplet yang berjajar keliling. Mikrotubul tersebut dilengkapi oleh ‖lengan‖ dinein, yang memanfaatkan energi untuk pergerakan sel sperma. Dinein merupakan kompleks protein multi-subunit yang memiliki gugus yang berperan sebagai ATPase (Hook & Richard 2006: 4369). Kompleks protein tersebut dapat menghidrolisis molekul ATP dan mengkonversi energi kimia yang terlepas menjadi energi mekanik untuk pergerakan sel sperma (Gambar 2.1.2) (Gilbert 1994: 124; Inaba 2003: 1043; Hook & Richard 2006: 4369).
Lengan dinein
Membran sel Mikrotubul dalam tunggal Mikrotubul luar ganda
Pergerakan dinein
Membran dalam
Fase bergerak Fase istirahat
Gambar 2.1.2 Pergerakan dinein [Sumber: Yahya 2011: 94.]
2.2 Protein VDAC3
Voltage Dependent Anion Channel (VDAC) atau porin, merupakan protein pembentuk kanal yang ditemukan pertama kali pada membran luar sel bakteri gram negatif. Protein tersebut memiliki ukuran 28--36 kDa. Struktur sekunder dan tersiernya dibentuk melalui 16 atau 18 antiparalel β-pleated sheet yang Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
7
menembus membran membentuk suatu kanal (Buchanan 1999: 455). VDAC pada bakteri diketahui berperan dalam pertukaran bahan-bahan metabolit dari dan ke lingkungan di sekitar bakteri tersebut (Nikaido 1994: 3905--3908). Porin tersebut dapat dilalui oleh bahan-bahan yang memiliki berat molekul hingga 600 Dalton (Benz 1994 :167). Schein dkk. (1976: 99) menemukan porin pertama kali di sel eukariot pada ekstrak mitokondria Paramecium aurelia dan berhasil mempelajari sifat biofisik dari protein tersebut melalui teknik ―Planar Lipid Bilayer‖. Pemberian nama voltage-dependent anion channel pada protein kanal tersebut berdasarkan sifat biofisiknya yaitu selektifitas ion yang cenderung ke arah anion daripada kation (Schein dkk. 1976: 99). Protein VDAC merupakan suatu kanal tunggal pada membran planar bilayer dan mekanisme gating-nya menunjukkan ketergantungan secara sensitif terhadap tegangan pada membran (voltase) ketika diuji dalam keadaan in vitro (Schein dkk. 1976: 99; Rostovtseva & Bezrukov 1998: 2369). Ketika diberi voltase mendekati 0 mV, kanal menjadi terbuka, melewatkan difusi anion seperti ATP, ADP, suksinat, piruvat dan fosfat (Rostovtseva & Colombini 1997: 1954). Saat voltase mencapai 20 mV atau lebih, kanal menjadi tertutup sehingga hanya dapat melewatkan kation seperti Na+, K+, dan Ca+ (Colombini 1989: 103). VDAC telah diketahui berperan penting dalam proses fisiologi dan patofisiologi, termasuk dalam metabolisme energi (Gincel dkk. 2001: 147; Columbini 2004: 109--110; Rostovtseva & Bezrukov 1998: 2365) dan peristiwa apoptosis (Barmatz dkk. 2008: 183). VDAC tidak hanya memperantarai keluarnya ATP dari dalam mitokondria ke sitoplasma tetapi juga mengatur fungsi dari mitokondria dengan meregulasi permeabilitas membran luar mitokondria (Rostovtseva & Columbini 1997: 28006; Blachly-Dyson & Forte 2001: 113; Columbini 2004: 109--111). VDAC bersama protein-protein lain dalam famili Bcl-2 membentuk ―mitochondrial permeability transition pore‖ memiliki peran dalam peristiwa apoptosis (Tsujimoto & Shigeomi 2002: 187; Columbini 2004: 112; Barmatz dkk. 2008: 183).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
8
Gambar 2.2 VDAC pada membran luar mitokondria [Sumber: Columbini 2004: 108.]
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa VDAC tidak hanya terdapat di membran luar mitokondria, melainkan juga di plasma membran sel eukariot (Thinnes dkk. 1989: 1253; Rostovtseva & Columbini 1996: 28006; GonzalesGronow dkk. 2003: 27312). VDAC juga dilaporkan terdapat di dalam plasmalema dari limfosit manusia dan sel endotel (Thinnes dkk. 1989: 1253; GonzalesGronow dkk. 2003: 27312). Hal tersebut menunjukkan bahwa VDAC masih memiliki fungsi lain yang tidak terduga. Protein VDAC ditemukan juga pada ekor sperma sapi dan sperma manusia (Hinsch dkk. 2001: 329; Liu dkk. 2009: 366). Sekuens asam amino pada protein VDAC3, 63% identik dengan protein VDAC1 dan 73% identik dengan protein VDAC2. Molekul VDAC isoform 2 dan 3 (VDAC2 dan VDAC3) ditemukan pada sel-sel spermatogenik, sedangkan VDAC isoform 1 (VDAC1) ditemukan pada sel sertoli pada testis mamalia (Hinsch dkk. 2001: 332--333). Selain hal tersebut, VDAC2 dan VDAC3 ditemukan pada outer dense fiber (ODF) yaitu komponen sitoskeletal pada ekor sperma sapi (Hinsch dkk. 2004: 15281).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
9
2.3 Gen VDAC3
VDAC telah terindentifikasi memiliki 3 tipe transkrip gen yaitu transkrip gen voltage dependent anion channel 1 (VDAC1), yang terdiri dari 849 nukleotida untuk mengkode 283 asam amino; sedangkan transkrip gen voltage dependent anion channel 2 (VDAC2) terdiri dari 882 nuklotida untuk mengkode 294 asam amino; dan transkrip gen voltage dependent anion channel 3 (VDAC3) terdiri dari 852 nukleotida untuk mengkode 284 asam amino (Rahmani dkk. 1998: 338). Gen VDAC1, VDAC2, dan VDAC3 diketahui memiliki homologi yang tinggi antara manusia, tikus dan mencit (Blachly-Dyson & Forte 2001: 115--116). Gen porin isoform 3 pada manusia (VDAC3) terletak pada kromosom 8, posisi lengan p, lokus 11 pada nomer 2 (Rahmani dkk. 1998: 339). Teknologi ―reverse genetic‖ digunakan untuk mengetahui pengaruh keberadaan gen VDAC terhadap sel hidup. Penelitian dengan mendelesikan sebagian gen VDAC pada yeast Saccharomyces cerevisiae menyebabkan pertumbuhan yang lambat (gangguan metabolisme) pada organisme tersebut. Organisme tersebut juga mengalami penurunan permeabilitas terhadap NADH (Lee dkk. 1998: 173). Defisiensi protein VDAC karena terjadinya mutasi pada gen VDAC1 pada manusia mengakibatkan gangguan psikomotorik, memiliki jaringan otot yang lemah dan terdapat kelainan mental yang tidak terlalu parah pada pasien. Studi biokimia mitokondria pada otot, menunjukkan terdapatnya gangguan dalam oksidasi piruvat dan produksi ATP akibat defisiensi tersebut (Huizing dkk. 1996: 760). Percobaan ‖knockout VDAC1 dan VDAC2‖ pada mamalia, menghasilkan mencit yang memiliki 30% kapasitas pernafasan yang tereduksi (Wu dkk. 1999: 68). Delesi pada gen VDAC1 mengakibatkan kematian embrio dari beberapa mencit antara 10--11 hari setelah konsepsi (Sampson dkk. 1998: 30482). Struktur dari gen VDAC3 mencit dan gen rekombinan homolog dari percobaan ―VDAC3 lacking mouse‖ dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
10
1
2
3
4
5
6
7
8 Nco
Bg
Bg
TK
Nco
Neo
Keterangan : : Coding sequence : Intron Bg : Situs enzim restriksi Nco : Situs enzim restriksi Neo : Gen neomycin resistance TK : Gen thymidine kinase
Gambar 2.3 Diagram dari struktur gen VDAC3 lacking mouse [Sumber: Sampson dkk. 2001: 39207.]
Diagram dari struktur gen VDAC3 normal (wild type) terdiri dari 8 coding sequence dan 7 intron (panel atas). Gen rekombinan homolog VDAC3 dalam penelitian tersebut mendelesikan 4 coding sequence terakhir yang digantikan oleh gen neomycin (panel bawah). Hasil dari percobaan tersebut menunjukkan mencitmencit jantan mutan mengalami penurunan motilitas spermatozoa yang signifikan dan infertil dibandingkan dengan mencit wild type (Sampson dkk. 2001: 39206).
2.4 Motilitas Sel Sperma Kemampuan gerak dari sel sperma bergantung dari integritas struktur flagellum dan tersedianya energi dalam bentuk ATP yang dihasilkan oleh mitokondria pada bagian middle piece flagellum. ATP mula-mula di transportasikan ke aksonem di bagian ekor dari spermatozoa, selanjutnya dikonversikan oleh enzim ATPase yang ada dalam bagian ekor, menjadi energi untuk pergerakan spermatozoa. Sebagian besar kebutuhan ATP pada spermatozoa yang matang diperlukan untuk pergerakan spermatozoa (Gilbert 1994: 124).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
11
Sel sperma memperoleh potensi kemampuan gerak (motil) ketika melewati epididimis, setelah diproduksi di dalam testis (Yanagimachi 1994: 371; Darszon dkk. 1999: 482). Ketika sperma diejakulasi kedalam saluran reproduksi wanita terjadi proses yang disebut kapasitasi. Kapasitasi sel sperma menyebabkan gerakan sel sperma yang sangat aktif disebut hyperactivation. Sel sperma normal manusia dapat bergerak dengan kecepatan 3 mm/menit melalui saluran genitalia wanita. Sel sperma akan mencapai tuba falopii dalam waktu 30--60 menit setelah kopulasi (Raven & Johnson 2002: 1202). Kemampuan gerak yang lurus dan cepat tersebut sangat diperlukan sel sperma untuk menempuh perjalanan sepanjang organ reproduksi wanita dan untuk menembus lapisan-lapisan luar sel telur dalam proses fertilisasi (Inaba 2003: 1048). Inisiasi motilitas flagellum dari sel sperma mamalia dipicu oleh perubahan komposisi dan konsentrasi ion-ion yang terjadi dalam flagellum ketika sel perma berada di saluran reproduksi wanita dan terdapat substrat tertentu pada saluran tersebut yang berasal dari sel telur. Perubahan mikro-lingkungan yang dialami oleh sel sperma tersebut di dalam saluran reproduksi wanita menyebabkan aktifasi protein yang terlibat dalam metabolisme energi maupun protein-protein motor untuk pergerakan sel sperma. Berbagai perubahan ionik di sekitar sel sperma menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi membran, aliran ion Ca2+ dan Na+ ke dalam sel sperma (Ca2+ influx dan Na+ influx), aliran ke luar ion K+ (K+ efflux), peningkatan pH intraseluler dan aktifasi enzim-enzim yang terlibat dalam kaskade sinyal pemicu motilitas (Inaba 2003: 1048--1049).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
12
Keterangan : HDL : Kolesterol ANP : Atrial natriuretic peptide SAP : Sperm-activating peptide R : Reseptor mGC : enzim transmembran guanil siklase sGC : Enzim guanil siklase cGMP :cyclic Guanin Monophosphate GMP : cyclic Guanin Monophosphate PDE : Enzim phospodiesterase
NO : Nitric oxide mAC : Enzim transmembran adenil siklase sAC : Enzim adenil siklase CaM : Calcium modulated protein cAMP : cyclic Adenosin Monophosphate AMP : Adenosin Monophosphate PKA : protein kinase A PTK : protein tirosin kinase PLC : Enzim phospolipase C
Gambar 2.4 Signaling pathway pada transmembran sperma [Sumber: Inaba 2003: 1049.]
Signaling pathway (Gambar 2.4) pada transmembran sel sperma dimulai dari terjadinya Cholestrol (HDL) efflux menyebabkan perubahan fluiditas membran pada saat terjadinya proses kapasitasi sperma. Sperm-activating peptide (SAP) mengikat dan mengaktivasi enzim transmembran guanil siklase (mGC) melalui atau tanpa melalui reseptor (R). Nitric oxide (NO) mengaktivasi enzim guanil siklase yang terlarut (sGC). Aktivasi enzim guanil siklase menyebabkan peningkatan konsentrasi cyclic guanin monophosphate (cGMP), yang selanjutnya mengaktifasi kanal kalium (K+), sehingga menyebabkan potensial membrannya terhiperpolarisasi. Hiperpolarisasi membran (Em↑) menstimulasi beberapa kanal, Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
13
ion exchanger dan juga enzim transmembran adenil siklase (mAC). Enzim adenil siklase yang terlarut dapat diaktivasi oleh ion bikarbonat (HCO3-). Aktivasi enzim tersebut menyebabkan peningkatan konsentrasi cyclic adenosin monophosphate (cAMP), yang selanjutnya dapat memfosforilasi enzim protein kinase A (PKA) dan juga protein tirosin kinase (PTK) (Inaba 2003: 1049). Fosforilasi enzim-enzim tersebut selanjutnya memfosforilasi proteinprotein dalam flagellum untuk memodulasi pergerakan sperma. Peningkatan konsentrasi Ca2+ intraseluler dapat memodulasi gerakan flagellum asimetri, yang menyebabkan perubahan arah gerak dari sperma dan akhirnya menyebabkan gerakan kemotaksis sperma menuju sel telur. Aliran ion baik ke dalam maupun ke luar sperma dapat terjadi karena adanya kanal-kanal ion pada sperma. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian sebelumnya diketahui bahwa berbagai jenis kanal ion terdapat pada membran sel sperma, seperti kanal kalsium (Ca2+ channel) (Gincel dkk. 2001: 147), Na+/Ca2+ exchanger, kanal kalium (K+ channel) (Darszon dkk. 1999: 486--487).
2.5 Perancangan Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek yang dirancang untuk digunakan pada berbagai teknik molekular mulai dari PCR hingga sequencing DNA. Primer adalah starter yang nantinya akan diperpanjang sampai membentuk sekuens yang diinginkan (Nicholl 2002: 120). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perancangan primer, yaitu, panjang primer, melting temperature, spesifitas, struktur sekunder primer, komposisi basa G dan C, rangkaian pada posisi ujung 3’ (Innis & Gelfand 1990: 9). Panjang primer yang baik berukuran sekitar 17--28 bp. Primer yang dipilih harus memiliki spesifisitas yang baik, yaitu memiliki rangkaian unik di dalam DNA template yang akan diamplifikasi. Panjang primer juga berhubungan dengan spesifisitas primer, semakin panjang primer maka akan semakin spesifik namun primer yang terlalu panjang akan mempersulit penempelan primer pada proses annealing sehingga menyebabkan penurunan produk amplifikasi (Biosoft
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
14
1994: 1; Nicholl 2002: 122). Spesifisitas primer dapat diketahui melalui program Primer-BLAST (Primer Basic Local Alignment Search Tool) yaitu alat bioinformatika yang memiliki basis data sekuens biologis dan perhitungan untuk primer (Yurvey 2007: 24). Hubungan timbal balik antara suhu annealing dan melting temperature (Tm) merupakan salah satu hal yang penting dari PCR. Suhu annealing hanya berbeda 5°--10° C dari Tm (Yurvey 2007: 18). Primer reverse dan forward dirancang memiliki Tm yang mirip. Primer yang memiliki Tm yang tidak sesuai secara tidak langsung akan mengakibatkan amplifikasi gen yang kurang efisien atau bahkan tidak bekerja sama sekali (Yurvey 2007: 19). Perkiraan Tm dapat dihitung secara sederhana dengan rumus : Tm° C = 2° C ( A + T ) + 4° C ( G + C ) (Yurvey 2007: 16). Komposisi basa GC pada sebuah primer sebaiknya 40%--60 % dan tidak terdapat rangkaian poli(G) atau poli(C) yang dapat menyebabkan annealing yang non-spesifik. Poli(A) dan poli(T) dihindari karena dapat membuka kompleks rangkaian primer-template. Ikatan G dan C pada ujung 3’ esensial untuk mengontrol mis-priming karena dapat meningkatkan ikatan spesifik pada ujung 3’. Akan tetapi jika terdapat 3 basa G atau C atau lebih pada ujung 3’, daerah tersebut dapat melipat membentuk GC clamp sehingga tidak dapat terikat pada template (mis-priming). Primer sebaiknya tidak memiliki homologi intra-primer melebihi tiga pasang basa. Homologi intra-primer tersebut akan membentuk struktur hairpin yang akan mengganggu proses annealing jika memiliki ∆G melebihi -3 kcal/mol. Reaksi primer untai tunggal menjadi untai ganda mengakibatkan perubahan energi pada sistem, selisih dari perubahan energi pada sistem dan lingkungannya disebut juga ∆G atau perubahan energi bebas Gibbs (Manthey 2005: 1). Struktur sekunder lain yang dapat terbentuk adalah self dimer, terjadi akibat dari homologi inter-primer yang sama (same sense) dan dapat mengganggu proses annealing jika memiliki ∆G melebihi -6 kcal/mol (posisi ujung 3’ maksimal nilai ∆G -3 kcal/mol). Struktur cross dimer yang terjadi akibat homologi inter-primer yang berbeda (different sense) juga dapat mengganggu
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
15
proses annealing jika memiliki ∆G melebihi -6 kcal/mol (posisi ujung 3’ maksimal nilai ∆G -3 kcal/mol) (Innis & Gelfand 1990: 8--9; Biosoft 1994: 1).
2.6 Pengklonaan
2.6.1
Pengertian pengklonaan gen
Klona adalah suatu terminologi yang digunakan untuk mendefinisikan suatu gen, sel, atau organisme utuh yang berasal dari suatu bagian gen, sel, atau organisme terdahulu dan memiliki materi genetik yang identik (Borem dkk. 2003: 195). Pengklonaan gen adalah suatu proses memasukan DNA asing atau gen asing ke dalam suatu sel inang dengan bantuan vektor (Wong 1997: 4). Tujuan dari pengklonaan gen adalah perbanyakan gen yang identik. Gen asing yang ingin diperbanyak, disisipkan ke dalam vektor, sehingga membentuk suatu DNA rekombinan dan akan mengalami replikasi di dalam sel inang (Griffiths dkk. 1999: 300). Sumber DNA, vektor, dan sel inang merupakan komponen penting dalam pengklonaan gen. Pengklonaan gen meliputi empat tahap utama, antara lain konstruksi DNA rekombinan, tranformasi, seleksi sel klona, dan pengisolasian klona DNA rekombinan yang mebawa gen yang diinginkan (Strachan & Read 1999: 119).
2.6.2
Penentuan sumber DNA
Sumber DNA merupakan salah satu komponen utama dalam pengklonaan gen. Sumber DNA dapat berupa DNA kromosom (hasil isolasi inti sel atau organel lain dalam sel seperti mitokondria dan kloroplas) ataupun complementary DNA (cDNA) yang diperoleh dari penyalinan mRNA dengan batuan enzim reverse transcriptase (Watson dkk. 1992: 100; Snustad & Simmons 2003: 486). Complementary DNA dapat digunakan untuk keperluan ekspresi gen eukariot dalam sel prokariot (Nicholl 2002: 92--94). Teknik reverse transcription-
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
16
polymerase chain reaction (RT-PCR) merupakan metode paling sensitif untuk menyintesis DNA tunggal dari mRNA (Davis dkk 1994: 120). Prinsip dasar dari RT-PCR ialah mengubah untai mRNA menjadi DNA dengan bantuan reverse transcriptase dan primer reverse, kemudian mengamplifikasi untai DNA yang telah terbentuk. Untai DNA awal yang terbentuk merupakan untai tunggal, sehingga diperlukan peran primer forward untuk membuat komplemen untai tunggal tersebut menjadi DNA untai ganda. Deoxyribonucleic acid untai ganda yang telah terbentuk selanjutnya diamplifikasi dengan teknik PCR standar (Weaver 1999: 81--82). Sintesis cDNA dapat menggunakan metode reverse-transcriptase PCR dengan SuperScript™ III FirstStrand Synthesis System. Metode tersebut menyintesis cDNA dari RNA total dengan menggunakan primer oligo(dT), random hexamer, atau gen spesifik. Random hexamer digunakan untuk mRNA yang sulit untuk disalin secara keseluruhan. Oligo(dT) dapat menghibridisasi ekor 3’ poli(A), yang banyak ditemukan pada mRNA sel eukariot. Gene specific primer (GSP) digunakan untuk target sekuens yang diinginkan. Sintesis dari untai pertama dapat menggunakan primer PCR yang menghibridisasi daerah terdekat 3’ terminus dari mRNA. GSP tidak selalu berhasil dalam sintesis cDNA walaupun dapat bekerja pada DNA template saat PCR (Invitrogen 2003: 2). Selain primer reverse, terdapat enzim transcriptase yang berfungsi untuk mentranskrip RNA ke DNA intermedial dengan mengubah basa urasil menjadi timin. Pada SuperScript™ III First-Strand Synthesis System, enzim yang digunakan adalah enzim SuperScript III Enzim tersebut merupakan versi lain dari enzim M-MLV RT yang telah dimodifikasi sehingga dapat mengurangi aktivitas RNase H dan meningkatkan kestabilan suhu. Enzim SuperScript III tidak secara signifikan dihambat oleh ribosomal atau transfer RNA, sehingga enzim tersebut dapat digunakan untuk menyintesis cDNA untai-pertama dari RNA total. Sistem ini juga menggunakan RNaseOut™ yaitu inhibitor rekombinan untuk melindungi target RNA dari degradasi karena kontaminasi ribonuklease saat preparasi RNA (Invitrogen 2003: 1).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
17
2.6.3
Amplifikasi fragmen gen target
Prinsip dasar PCR adalah proses replikasi DNA dengan bantuan enzim Taq polimerase yang tahan suhu tinggi dan sepasang oligonukleotida primer yang masing-masing komplementer dengan ujung 3’ dari salah satu untai DNA sasaran (Passarge 2007: 60). Beberapa komponen yang penting untuk mengamplifikasi sekuens DNA spesifik, antara lain DNA template, dNTP, primer, enzim polimerase, larutan dapar (buffer) (Sambrook & Russell 2001: 8.4--8.6; Innis & Gelfand 1990: 5--6). Untuk setiap reaksi PCR hanya diperlukan sedikit DNA sampel sebagai template atau cetakan. DNA sampel tidak harus murni untuk digunakan sebagai DNA template, yang terpenting DNA template tidak terkontaminasi. Kontaminasi pada DNA template akan menurunkan efesiensi PCR. Sumber kontaminasi bisa berasal dari bahan atau alat yang digunakan saat ekstraksi DNA sampai teknik PCR atau sel pada jaringan lain yang tidak digunakan (Nicholl 2002: 119). Proses PCR membutuhkan bahan utama dan sumber energi untuk membuat DNA. Bahan utama untuk membuat DNA adalah deoksi nuklotida trifosfat (dNTP) berupa deoksiadenosin trifosfat (dATP), deoksiguanosin trifosfat (dGTP), deoksisistidin trifosfat (dCTP), dan deoksitimidin trifosfat (dTTP) (Sambrook & Russell 2001: 8.4--8.6). Penggunaan dNTP yang terlalu banyak, akan memberikan hasil dengan spesifisitas rendah karena terjadi komplementasi yang salah. Sebaliknya jika jumlah dNTP sangat rendah, akan memberikan hasil dengan tingkat kesalahan yang tinggi, karena sekuens DNA yang disintesis tidak sesuai yang diharapkan (Innis & Gelfand 1990: 5--6). Primer merupakan rantai tunggal pendek yang mengandung nukleotida serta bersifat spesifik. Primer akan melekat pada sekuens yang komplemen dan membatasi daerah fragmen DNA yang akan diperbanyak, kemudian DNA polimerase akan menginisiasi sintesis salinannya (Weaver 2005: 74). Primer yang umum digunakan terdiri dari primer forward dan primer reverse (Wolfe 1995: 139). Menurut Sambrook & Rusell (2001: 8.14).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
18
Enzim yang digunakan untuk teknik PCR berasal dari DNA polimerase 94 kDa dari bakteri termofilik Thermus aquaticus yang tumbuh pada suhu 70°--75° C sehingga menghasilkan enzim Taq polimerase yang termostabil. Enzim dapat melakukan sintesis 35--100 nukleotida per menit dengan suhu optimum 70°--80° C (Nicholl 2002: 120--121). Larutan dapar atau buffer digunakan untuk kelangsungan/kontinuitas secara optimal pada reaksi PCR. Perubahan komposisi larutan dapar terutama magnesium dapat mempengaruhi hasil PCR. Ion Mg2+ yang terlalu banyak akan menyebabkan akumulasi produk non spesifik karena terhambatnya fungsi enzim, sebaliknya ion Mg2+ yang terlalu sedikit akan mengakibatkan produk yang sedikit jumlahnya (Innis & Gelfand 1990: 6). Polymerase chain reaction (PCR) merupakan suatu reaksi berantai, karena untai DNA baru akan berfungsi sebagai cetakan untuk sintesis DNA siklus selanjutnya. Prinsip terjadinya reaksi adalah akibat adanya sifat komplementasi rantai DNA dengan pasangannya dan dimanipulasi melalui tiga tahapan suhu yaitu tahap denaturasi, penempelan primer (annealing), dan pemanjangan (polimerisasi). Ketiga tahapan tersebut terjadi dalam satu siklus dan dapat diulang sebanyak 25 hingga 40 siklus atau lebih. Kondisi dan banyaknya siklus juga berpengaruh terhadap proses amplifikasi. Reaksi PCR ditempatkan pada mesin thermal cycler yang dapat mengatur suhu sesuai dengan tiga tahapan pada setiap siklus PCR (Sambrook & Russell 2001: 8.8--8.9; Innis & Gelfand 1990: 8--9). Tahap awal dalam reaksi PCR adalah denaturasi, yaitu proses pemisahan DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal. Suhu proses denaturasi tergantung pada banyaknya basa guanin dan sitosin, serta panjang DNA template. Semakin panjang DNA template dan semakin banyak basa guanin dan sitosin yang dikandung, maka semakin tinggi suhu yang diperlukan, serta semakin lama waktu yang dibutuhkan. Suhu umum yang digunakan untuk denaturasi adalah sekitar 93°--95° C. Tahap kedua dalam reaksi PCR adalah annealing yang merupakan proses pelekatan primer pada DNA template. Suhu annealing biasanya berada antara 3°--5° C lebih rendah daripada melting temperature terendah primer. Suhu yang umum digunakan adalah antara 50°--70° C. Tahap ketiga adalah
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
19
polimerisasi, yaitu proses pemanjangan oligonukleotida primer dengan bantuan DNA polimerase. Suhu pada tahap polimerasi harus disesuaikan dengan suhu optimum kerja enzim yang digunakan. Taq DNA polimerase umumnya menggunakan suhu polimerisasi antara 72°--78° C (Sambrook & Russell 2001: 8.8--8.9).
2.6.4
Elektroforesis
Elektroforesis merupakan teknik yang digunakan untuk memisahkan molekul bermuatan dalam medium yang dipengaruhi oleh medan listrik. Prinsip kerja teknik tersebut adalah pemisahan molekul berdasarkan kecepatan migrasi molekul dalam gel dipengaruhi oleh medan listrik. Kecepatan migrasi molekul dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, densitas, pH, konsentrasi gel, dan voltase (Wolfe 1995: 127 & 391; Martin 1996: 3). Elektroforesis gel adalah elektroforesis menggunakan medium berupa gel. Gel yang umum digunakan pada elektroforesis ada dua, yaitu gel agarosa dan gel poliakrilamid. Gel poliakrilamid digunakan untuk pemisahan fragmen DNA berukuran kecil (5--500 bp) dan terbuat dari bahan polimer akrilamida, sedangkan gel agarosa terbuat dari bahan organik, seperti ekstrak rumput laut (Boyer 1993: 119--127; Davis dkk. 1994: 149--151). Gel agarosa memiliki resolusi pemisahan gel yang lebih rendah dengan kisaran ukuran fragmen yang lebih besar (50--20.000 bp) dibanding gel poliakrilamid (Sambrook & Russell 2001: 5.2). Visualisasi fragmen DNA dapat dilihat dengan pewarnaan menggunakan etidium bromida (EtBr) sebagai agen interkalasi yang dapat meningkatkan daya fluoresensi DNA dibawah sinar ultraviolet (UV) (Martin 1996: 50).
2.6.5
Konstruksi DNA rekombinan pada vektor
Vektor adalah molekul yang dapat membawa (media transportasi) DNA asing ke dalam sel inang (Pierce 2005: 517). Vektor berdasarkan fungsinya terbagi atas dua jenis, yaitu vektor pengklonaan dan vektor ekspresi. Vektor
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
20
ekspresi adalah vektor yang dapat mengekpresikan protein dan memiliki daerah promoter sedangkan vektor pengklonaan berfungsi untuk perbanyakan atau pengklonaan gen (Madigan dkk. 2009: 334--335). Fragmen DNA yang ingin diperbanyak disisipkan ke dalam vektor pengklonaan untuk membentuk DNA rekombinan. DNA rekombinan tersebut selanjutnya mengalami replikasi di dalam sel inang. Rekombinasi vektor pengklonaan yang efektif, harus memiliki tiga karakter penting, antara lain memiliki situs penanda awal replikasi (ori/origin of replication), gen penanda seleksi (umumnya berupa gen resisten terhadap antibiotik), dan situs pengenalan restriksi yang unik (MCS/ multiple cloning sites) sebagai tempat pelekatan fragmen DNA asing (Snustad & Simmons 2003: 486; Pierce 2005: 517). Vektor dapat berupa plasmid, bakteriofaga, fagemid, kosmid, yeast artificial chromosomes (YACs), dan bacterial artificial chromosomes (BACs). Vektor yang umum digunakan untuk sel bakteri adalah plasmid. Plasmid merupakan DNA ekstrakromosom berbentuk sirkular yang dapat melakukan replikasi sendiri di dalam sel bakteri (Brown 1986: 10). Plasmid merupakan vektor yang paling banyak dipelajari karena memiliki banyak informasi genetik untuk manipulasi dan konstruksi vektor. Plasmid yang umum digunakan berukuran kurang dari 5 kb. Plasmid dikelompokan menjadi dua jenis berdasarkan jumlah salinan yang ditemukan dalam sel bakteri, yaitu low-copy number dan high-copy number. Plasmid low-copy number menghasilkan salinan plasmid dalam jumlah sedikit karena replikasi plasmid tersebut berikatan erat dengan replikasi DNA kromosom dari sel inang. Plasmid high-copy number akan menghasilkan salinan dalam jumlah banyak karena dapat bereplikasi secara mandiri tidak terkait dengan replikasi DNA kromsom sel inang (Nicholl 2002: 66-69). Vektor pET100/D-TOPO merupakan salah satu vektor ekspresi (Gambar 2.6.5a) yang berukuran 5753 bp (Invitrogen 2006: 42). Vektor ekspresi tidak hanya dapat bereplikasi sendiri, tetapi juga mengandung sinyal-sinyal ekspresi, sehingga gen yang dikloning akan ditranskripsi menjadi mRNA dan kemudian ditranslasi menjadi protein.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
21
Terdapat 3 sinyal ekspresi yang paling penting antara lain promoter transkripsi, terminator transkripsi, dan tempat pengikatan ribosom (Brown 1986: 191). Vektor pET100/D-TOPO dapat mengekspresikan protein rekombinan dengan penanda N-terminal yang terdiri atas Xpress™ epitope dan 6xHis tag. Situs pengenalan enterokinase (EK) pada N-terminal berfungsi untuk melepaskan penanda atau tag setelah purifikasi protein menggunakan enzim enterokinase (Invitrogen 2006: 11). Vektor pET100/D-TOPO memiliki (1) promotor T7 yang dikenali oleh RNA polimerase E. coli; (2) sekuens operator lac yang berfungsi untuk pengikatan terhadap represor lac; (3) Ribosome Binding Site yang memiliki jarak optimal dari TOPO® cloning site untuk translasi yang efisien; terdapat start kodon untuk inisiasi proses translasi; (4) sekuens pengkode 6xHis-tagged yang berfungsi untuk deteksi dan purifikasi protein target; (5) sekuens pengkode Xpress™ epitope yang berfungsi untuk deteksi protein target; (6) situs pengenalan enterokinase (EK) untuk melepaskan penanda atau tag N-terminal setelah purifikasi protein menggunakan enzim enterokinase; (7) TOPO® cloning site merupakan daerah yang mengandung situs pengenalan enzim Topoisomerase I; (8) sekuens dari bacteriophage T7 yang membuat terminasi transkripsi menjadi efisien; (9) sekuens bla promoter yang memulai ekspresi dari gen resisten ampilisin; (10) gen β-lactamase (bla) sebagai gen resistensi terhadap antibiotik ampisilin yang berguna untuk proses seleksi plasmid; (11) pBR322 origin of replication sebagai titik awal terjadinya replikasi; (12) ROP ORF yang berinteraksi dengan pBR322 origin untuk replikasi low-copy number; (13) lacI ORF sebagai pengkode lac represor yang berikatan pada T7lac promoter untuk menghalangi transkripsi basal dari gen target dan lacUV5 promoter di dalam kromosom host untuk menghalangi transkripsi dari T7 RNA polimerase (Invitrogen 2006: 43).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
22
5764 bp
Keterangan : T7 promoter: 209—225bp T7 promoter priming site: 209—28bp lac operator (lacO): 228—252bp Ribosome binding site (RBS): 282—288bp Initiation ATG: 297—299bp Polyhistidine (6xHis) region: 309—326bp Xpress™ epitope: 366—389bp EK recognition site: 375—389bp
TOPO recognition site 2: 405—409bp T7 reverse priming site: 456—485bp T7 transcription termination region: 427—555bp bla promoter: 856—954bp Gen resisten ampisilin (bla): 955—1815bp pBR322 origin: 2022—2757bp ROPORF: 3001—3192bp (complementary strand) lacl ORF: 4507—5595bp (complementary strand)
Gambar 2.6.5a Peta pET100/D-TOPO [Sumber: Invitrogen 2006: 42.]
Kit Champion pET directional TOPO expression [Invitrogen] menggunakan enzim DNA Topoisomerase I, yang berfungsi sebagai enzim restriksi dan enzim ligase. Fungsi biologis dari enzim tersebut untuk menguraikan DNA hasil replikasi yang masih saling berlilitan (decatenation) sehingga dapat diberikan pada sel anakannya (Yuwono 2005: 121). Topoisomerase I dari Vaccinia virus secara spesifik mengenali situs spesifik dan memotong phosphodiester backbone setelah sekuens pentamer 5’-CCCTT pada satu untai. Energi dari phosphodiester backbone yang terputus tersimpan oleh formasi dari ikatan kovalen antara fosfat 3’ dari untai yang terbelah dan residu tirosil dari topoisomerase I. Ikatan fosfo-tirosil antara DNA dan enzim dapat rusak oleh
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
23
hidroksil pada ujung 5’ dari belahan untai asli vektor (GTGG) yang menginvasi dsDNA, kemudian akan membalikkan reaksi dan melepaskan enzim topoisomerase. Untuk memanfaatkan proses tersebut, TOPO® vektor linear disediakan dengan topoisomerase I yang terikat secara kovalen pada setiap fosfat 3’. Hal tersebut memungkinkan vektor untuk mudah meligase urutan DNA dengan ujung yang kompatibel (Invitrogen 2006: 3). Champion™ pET Directional TOPO® cloning system memerlukan penambahan basa nukleotida (CACC) di posisi ujung 3’ untai tunggal pada DNA plasmid untuk proses ligasi. Untai tunggal tersebut match dengan ujung 5’ untai belahan asli vektor (GTGG) dari TOPO®-charged DNA fragment. Invitrogen melakukan modifikasi dari ide tersebut dengan penambahan 4 nukleotida sekuens overhang (GTGG) pada format vektor pET100/D-TOPO (Gambar 2.6.5b) (Invitrogen 2006: 3).
Overhang akan menginvasi dsDNA melepaskan untai bagian bawah gen target
Gambar 2.6.5b Skema mekanisme kerja TOPO® [Sumber: Invitrogen 2006: 3.]
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
24
2.6.6
Transformasi DNA rekombinan pada sel inang
Sel inang atau host digunakan untuk perbanyakan gen rekombinan. Tipe sel inang yang digunakan umumnya disesuaikan dengan tujuan dari pengklonaan. Escherichia coli merupakan salah satu sel inang prokariot yang umum digunakan dalam proses pengklonaan. Escherichia coli banyak digunakan karena mudah dalam penanganan dan mudah diperbanyak, memiliki banyak strain, dan dapat menerima banyak jenis vektor (Nicholl 2002: 64--65). Salah satu host E. coli yang digunakan untuk pengklonaan adalah E. coli TOP10. E. coli TOP10 merupakan bakteri E. coli kompeten yang tidak memiliki T7 RNA polimerase yang dibutuhkan untuk ekspresi. E. coli TOP10 berfungsi sebagai host untuk perkembangbiakan dan pemeliharaan yang stabil bagi vektor rekombinan (Invitrogen 2006: 5). Genotipe dari sel bakteri E. coli TOP10 adalah F– mcrA Δ(mrr-hsdRMS-mcrBC) Φ80lacZΔM15 ΔlacX74 recA1 araD139 Δ(ara leu) 7697 galU galK rpsL (StrR) endA1 nupG (Invitrogen 2006: x). Proses introduksi vektor rekombinan ke dalam sel inang disebut transformasi. Pemilihan teknik yang digunakan untuk transformasi tergantung pada sel inang yang digunakan. Transformasi pada sel inang bakteri dapat dilakukan dengan teknik kejutan panas (heat shock) dan elektroporasi, sedangkan pada sel yeast dapat dilakukan dengan teknik pemberian litium asetat, pelisisan dinding sel dan juga elektroporasi (Wong 1997: 133; Glick & Pasternak 2003: 165). Teknik kejutan panas (heat shock) dilakukan dengan mensuspensikan sel bakteri ke dalam larutan yang memiliki kation bivalen seperti CaCl2 dingin. Perlakukan dengan kation tersebut menyebabkan membran sel menjadi lebih permeabel dan bermuatan positif, sehingga DNA yang bermuatan negatif dapat masuk ke dalam sel (Gaffar 2007: 62). Sel bakteri yang sudah kompeten dapat ditransformasi oleh molekul DNA asing dengan cara diberikan kejutan panas pada suhu sekitar 37°--42° C. Metode tersebut dapat menghasilkan efisiensi transformasi yang tinggi dengan kisaran 5x105--2x107 cfu/µg (Sambrook & Russell 2001: 1.25 & 1.116).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
25
2.6.7
Seleksi klona pembawa gen target
Seleksi klona pembawa gen target bertujuan membedakan koloni sel yang mengandung gen yang diinginkan dan koloni sel yang tidak mengandung gen yang diinginkan. Salah satu cara seleksi klona pembawa gen target adalah dengan uji resistansi terhadap antibiotik. Vektor yang mengandung gen resisten terhadap antibiotik, setelah ditransformasi ke dalam sel inang, maka sel inang juga akan mengekspresikan sifat resisten tersebut, sehingga hanya koloni sel inang yang mengandung vektor tersebut dapat tumbuh pada medium agar berisi antibiotik (Brooker 2005: 493; Melcher 2001: 1). Ampilisin merupakan salah satu contoh antibiotik yang digunakan untuk seleksi klona pembawa gen target. Vektor pET100/D-TOPO mengandung gen resisten ampisilin (bla), ampisilin secara umum bekerja dengan baik untuk seleksi transforman dan percobaan ekspresi. Gen resisten ampisilin mengkode protein βlactamase. Protein β-lactamase akan disekresikan bakteri dalam medium dan akan menghidrolisis ampisilin, menonaktifkan antibiotik tersebut sehingga dapat digunakan untuk seleksi klona (Invitrogen 2006: 25).
2.7 Sequencing
Sequencing DNA merupakan proses pembacaan urutan basa nukleotida dari DNA (Brooker 2005: 511). Metode sequencing ada dua macam yaitu metode Maxam-Gilbert dan metode Sanger (Brown 1986: 207). Maxam dan Gilbert mengembangkan metode sequencing DNA yang didasarkan pada modifikasi kimiawi DNA yang dilanjutkan dengan pemotongan DNA (Campbell dkk. 2002: 403). Ujung 5’ fragmen DNA ditandai oleh enzimatik radioaktif fosfat (32P), kemudian diberikan reagen yang dapat memodifikasi dan merusak ikatan DNA pada keberadaan titik situs basa tertentu (Wolfe 1995: 423--424). Metode Sanger atau metode chain termination diawali dengan melakukan sintesis pada untai DNA yang komplementer terhadap DNA yang akan di-
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
26
sequencing. Metode tersebut menggunakan dideoksi-ribonukleutida trifosfat (ddNTP) yang tidak memiliki gugus OH pada ujung 3’, sehingga menghentikan pemanjangan rantai DNA oleh DNA polimerase (Wong 1997: 85). Sequencing dapat dilakukan dengan mesin sequencing DNA otomatis modern yang dikenal dengan metode automated DNA sequencing. Metode tersebut menggunakan pewarna fluoresens yang digunakan memberi label pada ddNTP. Sinyal fluoresens dapat dideteksi dengan menggunakan komputer (Brown 1986: 211--213).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler (Departemen Biologi) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta. Penelitian dilakukan selama 6 bulan Juni 2011 sampai Desember 2011.
3.2 Bahan
3.2.1 Sampel
Sampel yang digunakan adalah semen normal dari donor pria fertil normozoospermia yang diperoleh dari Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3.2.2 Kultur sel inang
Kultur sel bakteri sebagai sel inang adalah sel E. coli jenis TOP10 [Invitrogen].
3.2.3 Vektor pengklonaan Vektor yang digunakan adalah vektor ekspresi, plasmid pET100/D-TOPO [Invitrogen].
3.2.4 Medium
Medium yang digunakan adalah medium LB (Luria Bertani) cair, medium LB (Luria Bertani) agar dan Medium SOC [Invitrogen]
27
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
28
3.2.5 Bahan Kimia
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah larutan percoll [Pharmacia]; NaCL 1,5 M; larutan cramer; phospate buffer solution (PBS), Trizol [Invitrogen Gibco BRL]; kloroform [Merck]; isopropyl alcohol [Merck]; etanol 70%; ddH2O; MiliQ; Oligo-dT [Invitrogen]; dNTP [Invitrogen]; RT PCR buffer [Invitrogen]; magnesium klorida (MgCl2) [Invitrogen]; magnesium sulfat (MgSO4) [invitrogen]; RNAseout [Invitrogen]; superscriptIII [Invitrogen]; Ready mix PCR Buffer [KAPA]; KAPA HiFi PCR kit [KAPA]; primer [1st Base]; gel agarosa [1st Base]; TAE 1x; etidium bromida (EtBr) [Promega]; DNA ladder [Geneaid]; High pure RNA isolation kit [Roche]; gel/PCR DNA fragments extraction kit [Geneaid]; plasmid miniprep kit [Fermentas]; yeast extract [Merck]; tripton [Merck]; ampisilin [Invitrogen]; linearized topoisomerase I-activated Champion™ pET vector [Invitrogen]; sterile water [Invitrogen]; 10x PCR buffer [Invitrogen]; salt solution [Invitrogen]; control template [Invitrogen]; Amonium asetat (CH3COONH4) [Merck]; T7 forward & reverse primers (5’TAATACGACTCACTATAGGG -3’ & 5’-TAGTTATTGCTCAG CGGTGG -3’) [Invitrogen]; β-actin forward & reverse primers (5’-GCTCGTCGTCG ACAACGGCT -3` & 5`-CAAACATGATCTGGGTCATCTTCTC -3’) [Invitrogen].
3.3 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian, antara lain tabung conical, tabung falcon 15ml [Biologix]; microtube 0,5 ml [Extragene]; microtube 1,5 ml [Eppendorf]; spatula, plastic warp [Bagus]; gunting, timer [Merienfeld]; parafilm [Pechiney]; labu erlenmeyer [Iwaki Pyrex]; gelas ukur berbagai ukuran (10 ml, 25 ml, 50 ml, & 100 ml) [Iwaki Pyrex]; beaker glass [Iwaki Pyrex]; mesin nanovue [GE]; mikrosentrifugator [Sorvall II Legend RT]; sentrifugator [Eppendorf Centrifuge 5702R]; dispossable pipette transfer [Biologix]; freezer -20° C [LG]; freezer -80° C [LG]; Magnetic strirrer; ice maker; dispossable cawan petri [Iwaki]; pipet mikro [Biorad]; tip 0,5--10 µl [Biologix]; tip 10--100 µl [Biologix];
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
29
tip 100--1000µl [Biologix]; sarung tangan [Sensi gloves]; kertas tissue [Multi]; mesin PCR GeneAmp® System 9700 [PE Applied Biosystem]; mesin vortex [Stuart]; mesin spin down [Tomos]; timbangan digital [And]; autoklaf [Iwaki ACV-2450]; microwave [Sanyo]; lemari pendingin [Sanyo]; waterbath incubator 37° C [Neslab]; electrophoresis chamber [Biorad]; sumber arus listrik [Biorad]; UV light [Spectroline]; dan kamera digital [Canon IXUS 11015 12,1 mp].
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Perancangan primer gen VDAC3
Perancangan primer dilakukan dua kali menggunakan metode in silico menggunakan software Primer3 dan PerlPrimer. Rancangan primer pertama digunakan untuk mendapatkan gen VDAC3 murni. Pasangan primer spesifik untuk transkrip gen VDAC3 akan dirancang sesuai dengan kriteria dan syaratsyarat untuk merancang primer. Sekuens mRNA VDAC3 diakses melalui data bank untuk nukleotida (http://www. ncbi. nlm. nih. gov/pubmed/ Acc No. NM_005662.5). Pengecekan struktur sekunder primer dilakukan dengan menggunakan aplikasi PerlPrimer dan Primer3. Primer diperiksa kembali dengan Primer-BLAST untuk memastikan primer tersebut unik dan hanya melekat pada lokasi yang diinginkan.
3.4.2 Koleksi sel sperma manusia
Metode percoll-density gradient centrifugation dengan prinsip pemisahan bedasarkan perbedaan berat molekul, digunakan untuk koleksi sel sperma normal dari pria fertil (Asmarinah dkk. 2011: 6). Tahapan pertama dalam proses tersebut adalah persiapan larutan percoll 100% (absolut) isotonis sebanyak 10 ml dengan perbandingan 9:1 dari larutan percoll [Pharmacia] dengan 1,5 M NaCl. Larutan tersebut kemudian dicampur dengan teknik invert. Tahapan selanjutnya yaitu persiapan larutan percoll dengan konsentrasi 90% (50 ml) dan 45% (50 ml).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
30
percoll 90% memiliki komposisi 45 ml larutan percoll absolut dan 5 ml larutan cramer, sedangkan larutan percoll 45% terdiri atas 22,5 ml larutan percoll absolut dan 27,5 ml larutan cramer. Tahapan selanjutnya adalah persiapan gradien sentrifugasi. Larutan percoll 90% sebanyak 1 ml dimasukan kedalam tabung falcon 15 ml, kemudian larutan percoll 45% sebanyak 1 ml dimasukan secara perlahan (dialirkan pada dinding tabung) agar tidak tercampur, kemudian 1 ml sampel semen manusia dimasukan hingga terbentuk gradien seperti pada Gambar 3.4.2.
1ml semen manusia 1 ml Larutan percoll 45% 1 ml Larutan percoll 90%
9990%90%
Gambar 3.4.2 Percoll-density gradient centrifugation [Sumber: Gambar pribadi. ]
Sentrifugasi dilakukan pada 1500 rpm, selama 30 menit, pada suhu 20° C. Supernatan dibuang hingga menyisakan 750 µl percoll 90% bersama pellet yang tersedimentasi di bagian bawah tabung. Hasil pellet selanjutnya dicuci dengan 5 ml larutan cramer, kemudian dilakukan sentrifugasi pada 1700 rpm, selama 7 menit, pada suhu 20° C. Supernatan dibuang kemudian pellet ditambahkan dengan larutan cramer baru sebanyak 5 ml. Tahapan selanjutnya, dilakukan sentrifugasi pada 1700 rpm, selama 7 menit, pada suhu 20° C. Hasil pellet kemudian dicuci dengan 3 ml PBS sebanyak 2 kali. Tahapan terakhir, supernatan dibuang, kemudian pellet ditambahkan 1 ml PBS dan disimpan dalam suhu -20° C sampai digunakan.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
31
3.4.3 Isolasi RNA sel sperma
Molekul RNA total sperma diisolasi dengan menggunakan High Pure RNA Isolation kit [Roche]. Komponen kit dapat dilihat pada Lampiran 4. Suspensi sel sperma dalam PBS sebanyak 200 µL ditambahkan dengan 400 µl lisis buffer di dalam microtube 1,5 ml. Setelah campuran di vorteks selama 15 detik, campuran tersebut disentrifugasi pada 13.000 rpm selama 2 menit, lalu supernatan diambil. Supernatan ditambahkan etanol absolut, kemudian divorteks selama 15 detik. Larutan dimasukan maksimal sebanyak 700 µl kedalam high pure filter tube yang sudah terpasang dengan collection tube kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 30 detik. Cairan yang terdapat pada collection tube dibuang, kemudian disatukan kembali dengan high pure filter tube. Persiapan DNAse mix dalam microtube 1,5 ml dengan menyampurkan 90 µl DNAse incubation buffer dan 10 µl DNAse I secara merata. DNAse mix tersebut ditambahkan ke dalam high pure filter tube yang sudah terpasang dengan collection tube lalu inkubasi dalam suhu ruang selama 15 menit. Setelah inkubasi, sampel dalam high pure filter tube dibilas dengan 500 µl wash buffer I solution, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 detik. Cairan yang terdapat pada collection tube dibuang, kemudian disatukan kembali dengan high pure filter tube. Sampel kemudian dibilas dengan 500 µl wash buffer II solution, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 detik. Cairan yang terdapat pada collection tube dibuang, kemudian disatukan kembali dengan high pure filter tube. Sampel kembali ditambahkan dengan 200 µl wash buffer II solution, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 2 menit untuk pengeringan. Collection tube dibuang, kemudian digantikan dengan microtube 1,5 ml. Sampel dalam high pure filter tube yang sudah terpasang dengan microtube 1,5 ml ditambahkan ellution buffer sebanyak 50--100 µl, lalu disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit. Cairan yang tertampung pada microtube merupakan sampel RNA yang dapat langsung digunakan untuk sintesis cDNA atau disimpan pada suhu -80° C
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
32
3.4.4 Reverse transcription PCR (RT PCR)
Pembuatan cDNA VDAC3 dilakukan dengan metode reverse transcription PCR (RT PCR) menggunakan kit Superscript™ III First-Strand Synthesis System [Invitrogen]. Terdapat dua tahapan utama dalam metode tersebut yaitu sintesis cDNA kemudian amplifikasi gen dengan teknik standar PCR (Invitrogen 2003: 1-4). Proses sintesis cDNA dimulai dengan pembuatan RNA mix, dengan komposisi masing-masing pada Tabel 3.4.4a. Tabel 3.4.4a Komposisi RNA mix. Sampel
HeLa (-)
template
HeLa (+)
1 µl
3 µl
1 µl
Oligo dT 20
1 µl
1 µl
1 µl
dNTP mix
1 µl
1 µl
1 µl
ddH2O
7 µl
5 µl
7 µl
TOTAL
10 µl
10 µl
10 µl
[Sumber: Invitrogen 2003: 3.]
RNA mix inkubasi selama 5 menit pada suhu 65° C, kemudian disimpan pada suhu 4° C selama 5 menit. Persiapan complementary-DNA Syntesis Mix sesuai dengan komposisi pada Tabel 3.4.4b. Tabel 3.4.4b Komposisi cDNA Syntesis Mix Sampel
HeLa (-)
template
HeLa (+)
Buffer 10X
2 µl
2 µl
2 µl
MgCl2 25mM
4 µl
4 µl
4 µl
DTT 0,1 M
2 µl
2 µl
2 µl
40 u/µl RNAseOut
1 µl
1 µl
1 µl
200 u/µl SuperScriptIII RT
-
1 µl
1 µl
ddH2O
1 µl
-
-
TOTAL
10 µl
10 µl
10 µl
[Sumber: Invitrogen 2003: 3.]
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
33
Penyampuran 10 µl cDNA Synthesis Mix ke dalam 10 µl RNA mix dilakukan secara perlahan. Campuran tersebut di-spindown, lalu inkubasi pada suhu 50° C selama 50 menit. Inkubasi dilanjutkan pada suhu 85° C selama 5 menit. Campuran kemudian disimpan pada suhu 4° C selama 3 menit. RNAse H sebanyak 1 µl ditambahkan ke dalam campuran yang telah di-spindown dan inkubasi kembali pada suhu 37° C selama 20 menit. Sampel cDNA yang telah terbentuk dapat disimpan pada suhu -20° C untuk disimpan atau 4° C untuk digunakan dalam PCR. Tahapan untuk amplifikasi fragmen gen VDAC3 menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR). Persiapan pertama dalam tahapan tersebut adalah PCR mix dengan komposisi seperti pada Tabel 3.4.4c.
Tabel 3.4.4c Komposisi PCR mix Sampel
HeLa (-)
Sampel
HeLa (+)
KAPA PCR ready mix
10 µl
10 µl
10 µl
Template cDNA
4 µl
4 µl
4 µl
ddH2O
4,5 µl
4,5 µl
4,5 µl
Primer Forward VDAC3
-
0,75 µl
-
Primer Reverse VDAC3
-
0,75 µl
-
Primer Forward β-actin
0,75 µl
-
0,75 µl
Primer Reverse β-actin
0,75 µl
-
0,75 µl
TOTAL
20 µl
20 µl
20 µl
[Sumber: Invitrogen 2003: 3.]
Tahapan berikutnya, dilakukan pengaturan tertentu pada mesin gradient thermal cycler untuk memulai proses PCR. Fase awal denaturasi dilakukan selama 2 menit pada suhu 95° C kemudian fase denaturasi selama 30 detik pada suhu 95° C. Fase annealing dilakukan selama 30 menit pada suhu 55° C untuk β-actin dan suhu 60° C untuk VDAC3. Fase elongasi dilakukan selama 30 detik pada suhu 72° C dan fase elongasi tambahan selama 7 menit pada suhu 72° C. Jumlah siklus yang dilakukan sebanyak 35 siklus. Jumlah masing-masing volume larutan
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
34
sebanyak 25 µl di dalam microtube volume 0,5 ml. Hasil RT PCR tersebut kemudian dilihat dengan elektroforesis. Konsentrasi gel agarosa yang digunakan saat elektroforesis adalah 1,5%. Gel agarosa dibuat dengan cara melarutkan 0,7 gram bubuk agarosa ke dalam 50 ml TAE 1x di dalam labu erlenmeyer volume 100 ml, kemudian mulut dari labu erlenmeyer tersebut ditutupi dengan plastic wrap dan diberi beberapa lubang kecil. Campuran tersebut kemudian dipanaskan dengan menggunakan microwave sampai bubuk agarosa larut sempurna, lalu ditambahkan 0,5 µl etidium bromide (EtBr). Larutan gel agarosa tersebut dituangkan pada cetakan aparatus elektroforesis, kemudian didiamkan sampai gel mengeras. Gel agarosa yang sudah mengeras dilepaskan dari sisirnya sehingga membentuk sumur (well) lalu gel tersebut dan dimasukan ke dalam electrophoresis chamber yang telah berisi TAE 1x sebagai running buffer. Loading dye 1x ditambahkan pada masing-masing produk PCR (10 µl) dan DNA ladder 1kb (5 µl) siap pakai dengan perbandingan 1:1. Chamber elektroforesis ditutup setelah masing-masing produk PCR (20 µl) dan DNA ladder (10 µl) dimasukan ke dalam sumur gel agarosa. Mesin elektroforesis dijalankan dengan tegangan 90 volt selama 30 menit. Kemudian hasil elektroforesis divisualisasikan dengan menggunakan foto gel. Hasil elektroforesis (berupa gel agarosa) dimasukan ke dalam ruang UV. Pita DNA pada gel yang terlihat dibawah sinar UV tersebut difoto menggunakan kamera digital hitam putih.
3.4.5 Purifikasi gen VDAC3
Proses purifikasi gel dilakukan dengan menggunakan Gel/PCR DNA Fragments Extraction Kit [Geneaid]. Bagian gel agarosa yang mengandung fragmen DNA yang diinginkan dipotong dan ditimbang maksimal seberat 300 mg. Potongan gel tersebut dimasukkan ke dalam microtube 1,5 ml dan ditambahkan larutan DF Buffer sebanyak 500 µl, kemudian divorteks. Sampel tersebut inkubasi pada suhu 60° C selama 10--15 menit hingga potongan gel larut sempurna dengan pelarut dan invert setiap 2--3 menit sekali selama inkubasi. Sampel yang telah inkubasi didiamkan hingga mencapai suhu ruang (27° C).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
35
Sampel sebanyak ±800 µl dipindahkan ke dalam tabung kolom DF yang sudah dimasukkan ke dalam collection tube 2 ml. Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 1 menit. Supernatan yang berada pada collection tube dibuang. Proses sentrifugasi diulangi jika sampel lebih dari 800 µl. Sampel pada tabung kolom DF yang sudah disentrifugasi ditambahkan Wash Buffer sebanyak 600 µl. Sampel disentrifugasi pada kecepatan 13.000 rpm selama 1 menit, kemudian supernatan pada collection tube dibuang. Sampel pada tabung kolom DF yang sudah disentrifugasi ditambahkan kembali dengan Wash Buffer sebanyak 600 µl. Sampel inkubasi dalam keadaan vertikal kurang lebih selama 1 menit, lalu disentrifugasi pada kecepatan 13.000 rpm selama 1 menit. Supernatan pada collection tube dibuang, kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 13.000 rpm selama 3 menit untuk mengeringkan matriks dari tabung kolom DF. Tambahkan Elution Buffer sebanyak 30 µl pada tabung kolom DF (tepat ditengah matriks filter) inkubasi dalam keadaan vertikal selama 2 menit, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 3 menit. Supernatan yang tertampung pada microtube 1,5 ml merupakan sampel DNA hasil purifikasi gel, dapat langsung digunakan atau dapat disimpan pada freezer -20° C.
3.4.6 Sequencing
Sequencing dilakukan oleh perusahaan 1st BASE di Singapura. Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan alat dan bahan untuk melakukan sequencing.
3.4.7
Pengklonaan
3.4.7.1 Perancangan primer VDAC3 rekombinan
Rancangan primer kedua adalah modifikasi dari hasil primer rancangan pertama. Sekuens CACC ditambahkan pada ujung 5’ primer forward dan sekuens CTA (reverse dari kodon stop TAG) ditambahkan pada ujung 3’ primer reverse (Invitrogen 2006: 9) untuk penyisipan gen target pada plasmid pET100/D-TOPO.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
36
Pengecekan struktur sekunder primer dilakukan dengan menggunakan aplikasi PerlPrimer dan Primer3. Primer diperiksa kembali dengan Primer-BLAST untuk memastikan primer tersebut unik dan hanya melekat pada lokasi yang diinginkan.
3.4.7.2 Penyisipan cDNA VDAC3 pada vektor pET100/D-TOPO
Plasmid yang digunakan untuk konstruksi vektor rekombinan VDAC3 adalah pET100/D-TOPO dari kit Champion pET directional TOPO expression kit [Invitrogen]. Sumber DNA yang digunakan berasal dari hasil purifikasi dari produk RT PCR berupa cDNA VDAC3 yang sudah dirancang khusus dengan sekuens tambahan (CACC) dan kodon stop (TAG). Hasil purifikasi produk RT PCR tersebut kemudian ditambahkan pada TOPO cloning reaction mix dengan perbandingan konsentrasi 2:1 (Tabel 3.4.8.1). Sampel dicampurkan perlahan (thawing) perlahan tanpa up-down pippeting, kemudian ditempatkan kedalam es (4° C). Uji/cek keberhasilan penyisipan dilakukan dengan elektroforesis gel. Tabel 3.4.7.2 TOPO cloning reaction mix Sampel
Vektor K (-)
Vektor +
Vektor K (+)
PCR product Sterile water
4 µl
-
3 µl
Salt solution
1 µl
1 µl
1 µl
PCR product
-
4 µl
1 µl
1 µl
1 µl
1 µl
6 µl
6 µl
6 µl
purification pET TOPO vektor TOTAL [Sumber: Invitrogen 2006: 20]
3.4.7.3 Transformasi vektor kloning pada sel E. coli TOP10
Medium SOC dan LB agar dihangatkan pada suhu ruang (37° C), kemudian, ditambahkan 3 µl TOPO cloning reaction mix ke dalam tabung sel kompeten E. coli TOP10, dicampurkan perlahan tanpa up-down pippeting. Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
37
Tabung sel kompeten E. coli TOP10 di-thawing setiap 1 kali transformasi, kemudian inkubasi pada suhu 4° C. Tabung transforman kemudian diberi kejutan panas (heat shock) selama 40 detik pada 42° C tanpa shaking dan segera dipindahkan ke dalam es (4° C) , lalu ditambahkan 250 ml medium SOC Tabung ditutup, lalu dihomogenisasikan secara horizontal (shaking) dengan kecepatan 200 rpm, pada suhu 37° C, selama 1 jam. Larutan tersebut disebarkan sebanyak 100--200 µl pada medium LB agar yang berisi ampilisin dengan konsentrasi 100 µg/ml kemudian inkubasi overnight pada suhu 37° C (Invitrogen 2006: 22).
3.4.7.4 Analisis transforman
Koloni sel bakteri yang positif pada hasil screening diambil sedikit (pick) menggunakan tusuk gigi yang telah diautoklaf kemudian dioleskan pada dasar tabung microtube yang berisi 20 µl sterile water, kemudian inkubasi pada suhu 94° C selama 10 menit. Setelah proses inkubasi selesai, suspensi tersebut dapat digunakan sebagai template. Komponen PCR mix yang digunakan yaitu 10 µl KAPA PCR ready mix; 4 µl template; 4,5µl ddH2O; 0,75 µl primer forward T7 dan VDAC3 rekombinan. ; 0,75 µl primer reverse T7 dan VDAC3 rekombinan. PCR menggunakan 35 siklus, fase awal denaturasi dilakukan selama 2 menit pada suhu 95° C, kemudian fase denaturasi dilakukan 1 detik pada suhu 95° C. Fase annealing dilakukan selama 1 menit pada suhu 55° C untuk T7. Fase elongasi dilakukan selama 1 detik pada suhu 72° C dan fase elongasi tambahan selama 7 menit pada suhu 72° C (Invitrogen 2006: 37). Hasil elektroforesis produk PCR diamati dibawah sinar UV dan didokumentasikan.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
4.1.1. Perancangan primer gen VDAC3
Perancangan primer dengan software Primer3 menghasilkan sekuens primer forward VDAC3 yaitu 5’-ACTGATACAGGGAAAGCATC-3’ dan sekuens primer reverse VDAC3 yaitu 3’-AGTATAACCCAGTCCAATCA-5’. Sekuens yang dibatasi oleh primer tersebut berukuran 600 bp (Lampiran 5). Analisis Primer-BLAST terhadap sekuens primer tersebut menunjukkan hasil yang spesifik dengan mRNA human voltage dependent anion channel 3 (VDAC3) (Lampiran 6).
Gambar 4.1.1 Hasil uji struktur sekunder primer gen VDAC3.
Melting temperature dari primer forward VDAC3 adalah 58,4° C dan primer reverse VDAC3 adalah 56,3° C. Suhu annealing yang didapat setelah melakukan optimasi terhadap primer tersebut adalah 60° C. Hasil dari uji struktur sekunder primer dengan software PerlPrimer menunjukkan self dimer pada intra-
38
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
39 primer forward bagian tengah primer dengan nilai ∆G -1,61 kcal/mol dan cross dimer pada inter-primer forward dan reverse bagian tengah primer dengan nilai ∆G -2,11 kcal/mol (Gambar 4.1.1).
4.1.2. Koleksi sel sperma manusia
Sampel sel sperma diambil dari pasien normozoospermia yang berumur 35 tahun. Pasien telah melakukan abstinesia selama 3 hari sebelum ejakulasi. Hasil pengamatan makroskopis menunjukkan likuifaksi semen sempurna setelah 30 menit, warna putih mutiara, memiliki bau yang khas, memiliki pH 7,5 dan memiliki volume semen 3,5 ml/ejakulat. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan motilitas setelah 60 menit sebesar 60% dengan kecepatan 1,6 detik/0,05 mm, memiliki konsentrasi 55 juta/ml dengan jumlah total sel sperma 192,5 juta/ejakulat, viabilitas sperma 60%, sperma dengan morfologi normal sel sperma sebesar 31%, tidak terjadi aglutinasi spontan atau auto aglutinasi, tidak terdapat eritrosit, tidak memiliki sel epitel, dan memiliki sel leukosit 1--3/LPB.
Larutan semen Larutan percoll 40%
Larutan percoll 90%
Gambar 4.1.2 Lapisan pada percoll-density gradient centrifugation [Sumber : Gambar pribadi.]
Isolasi sel sperma menggunakan metode percoll-density gradient centrifugation (Gambar 4.1.2). Benang-benang halus terlihat pada masing-masing lapisan larutan percoll dengan densitas yang berbeda. Sampel yang diambil berasal dari pellet yang terdapat pada densitas percoll tertinggi (90%). Hasil Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
40
konsentrasi sel sperma yang tertahan pada larutan percoll yang memiliki densitas 90% tersebut adalah 3,25 juta/ml dalam 3 ml larutan PBS 1x dengan perhitungan menggunakan kamar hitung improved neubauer (Lampiran 7).
4.1.3. Isolasi RNA sel sperma
Hasil kemurnian dihitung dengan menggunakan mesin nanovue [GE]. Hasil kemurnian RNA pada panjang gelombang A260/A280 adalah 2,2 dengan konsentrasi sebesar 3,1 ng/µl (Gambar 4.1.3).
Gambar 4.1.3 Perhitungan kemurnian RNA [Sumber: Gambar pribadi.]
4.1.4. Reverse transcription PCR (RT PCR)
Proses sintesis cDNA menghasilkan cDNA sebanyak 21 µl dengan konsentrasi 830,5 ng/ml dan kemurnian 1,6 (A260/A280). Hasil elektroforesis dari RT PCR menunjukkan kontrol positif gen βactin memiliki ukuran 353 bp dan sampel gen VDAC3 menunjukkan pita cDNA dengan ukuran 600 bp (Gambar 4.1.4).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
41
600 bp
600 bp
400 bp 300 bp
353 bp
Keterangan : M : Marka DNA K(+) : Kontrol positif (βactin) S : Sampel cDNA (VDAC3)
Gambar 4.1.4 Hasil elektroforesis RT PCR cDNA VDAC3 [Sumber: Gambar pribadi.]
4.1.5. Purifikasi gen VDAC3
Hasil kemurnian cDNA VDAC3 pada panjang gelombang A260/A280 menggunakan mesin nanovue [GE] adalah 1,9 dengan konsentrasi sebesar 14,3 ng/µl (Gambar 4.1.5).
Gambar 4.1.5 Perhitungan kemurnian cDNA VDAC3 [Sumber: Gambar pribadi.]
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
42
4.1.6. Sequencing gen VDAC3
Visualisasi hasil sequencing yang telah dilakukan oleh perusahaan 1st BASE dapat dilihat pada gambar elektroferogram menggunakan software AB sequence scanner v.10 (Gambar 4.1.6a).
Gambar 4.1.6a Elektroferogram sekuens gen VDAC3 [Sumber: Gambar pribadi.] Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
43
Hasil BLASTN dari sekuens sampel menunjukkan nilai E. value 0,0 dan max ident sebesar 99% terhadap sekuens transkrip dari “Homo sapiens voltage dependent anion channel 3 (VDAC3) transcript variant 2” pada NCBI (Gambar 4.1.6b).
2
3
1
Gambar dalam bingkai merah adalah perbesaran dari gambar dalam bingkai hitam yang ditunjukan oleh anak panah. Keterangan : Kotak 1 : Hasil BLASTN dari sampel terhadap sekuens data base Kotak 2 : Nilai expected value Kotak 3 : Nilai maximal identical
Gambar 4.1.6b Hasil BLASTN dari sekuens gen VDAC3 [Sumber: NCBI 2011.]
4.1.7. Pengklonaan
4.1.7.1. Perancangan primer VDAC3 rekombinan
Perancangan primer VDAC3 rekombinan (dengan penambahan sekuens CACC) menghasilkan sekuen primer forward VDAC3 dan reverse VDAC3. Sekuens primer forward VDAC3 yaitu 5’-CACCACTGATACAGGGAAA Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
44
GCAT-3’ sebanyak 23 basa nukleotida dan sekuen primer reverse VDAC3 yaitu 3’-CTAAGTATAACCCAGTCCAATCAGG-5’ sebanyak 25 basa nukleotida, dan sudah ditambahkan reverse dari kodon stop TAG, yaitu CTA Hasil PrimerBLAST menunjukkan spesifisitas primer VDAC3 rekombinan hanya terhadap Homo sapiens voltage dependent anion channel 3 (VDAC3) transcript variant 2 (Lampiran 8). Melting temperature dari primer forward VDAC3 adalah 62,8° C dan primer reverse VDAC3 adalah 62,9° C. Suhu annealing yang didapat setelah melakukan optimasi terhadap primer tersebut adalah 63° C. Hasil dari uji struktur sekunder primer dengan software PerlPrimer menunjukkan self dimer pada intraprimer reverse bagian ujung 3’ primer dengan nilai ∆G -0,12 kcal/mol dan intraprimer forward pada bagian tengah primer dengan ∆G -2,11 serta cross dimer pada inter-primer forward dan reverse bagian tengah primer dengan nilai ∆G 0,84 kcal/mol (Gambar 4.1.7.1).
Gambar 4.1.7.1 Hasil uji struktur sekunder primer gen VDAC3 rekombinan [Sumber: Gambar pribadi.]
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
45
4.1.7.2. Penyisipan cDNA VDAC3 pada vektor pET100/D-TOPO
Hasil elektroforesis RT PCR kontrol positif gen T7 memiliki ukuran 750 bp dan sampel gen VDAC3 dengan ukuran 607 bp (Gambar 4.1.7.2).
800 bp 700 bp 600 bp 500 bp
750 bp 607 bp
Keterangan : M : Marka DNA K(+) : Kontrol positif (T7+CACC) S : Sampel cDNA (VDAC3+CACC)
Gambar 4.1.7.2 Hasil elektroforesis RT PCR cDNA VDAC3 rekombinan [Sumber: Gambar pribadi.]
Hasil kemurnian DNA pada panjang gelombang A260/A280 menggunakan mesin nanovue [GE] adalah 1,7 dengan konsentrasi sebesar 19,5 ng/µl. Hasil purifikasi produk RT PCR tersebut sebanyak 4 µl ditambahkan pada 2 µl TOPO cloning reaction mix, sehingga mendapatkan 6 µl vektor rekombinan yang akan digunakan untuk proses transformasi ke sel E. coli TOP10.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
46
4.1.7.3. Transformasi vektor kloning pada sel E. coli TOP10
Hasil dari transformasi setelah inkubasi selama 48 jam (Gambar 4.1.7.3) menghasilkan nilai efesiensi transformasi sebesar 3,02 x 102 cfu/µg plasmid DNA (Lampiran 9).
P1 K(+)
P2
1 K(+)
P3
2
Keterangan : A : Hasil transformasi gen T7 (kontrol positif) B : Hasil tanpa transformasi (kontrol negatif) C : Hasil transformasi gen VDAC3 (sampel) K(+)1 : Koloni kontrol 1 K(+)2 : Koloni kontrol 2
P1 P2 P3
: Koloni sampel 1 : Koloni sampel 2 : Koloni sampel 3
Gambar 4.1.7.3 Hasil transformasi vektor pET100/D-TOPO pada E. coli TOP10 [Sumber: Gambar pribadi.]
4.1.7.4. Analisis transforman
Analisis transforman menggunakan metode PCR colony. Hasil elektroforesis dari RT PCR menunjukkan kontrol positif gen T7 memiliki ukuran 750 bp dan sampel gen VDAC3 rekombinan menunjukkan pita cDNA dengan ukuran 607 bp (Gambar 4.1.7.4).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
47
800 bp 700 bp 600 bp 500 bp
750 bp 607 bp
Keterangan : M : Marka DNA____ K(+)1 : Plasmid kontrol 1 K(+)2 : Plasmid kontrol 2
P1 P2 P3
: Plasmid sampel 1 : Plasmid sampel 2 : Plasmid sampel 3
Gambar 4.1.7.4 Hasil PCR colony kontrol dan sampel [Sumber: Gambar pribadi.]
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
48
4.2.
Pembahasan
4.2.1. Perancangan primer gen VDAC3
Rancangan primer mengapit sekuens gen VDAC3 berukuran 600 bp yang terdapat pada ekson 6, 7, 8, 9, dan 10 (Gambar 4.2.1a).
Gambar 4.2.1a. Sekuens gen VDAC3 [Sumber: NCBI 2010: 1, telah diolah kembali.]
Ekson tersebut menyandi sebagian domain protein VDAC3 (Gambar 4.2.1b). Pemilihan domain tersebut sebagai antigen VDAC3 bedasarkan prediksi topologi protein VDAC3 yang diasumsikan memiliki epitop yang baik karena terdapat bagian protein yang berada di sitoplasma dan belum diketahui potensi imunogenesitasnya.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
49
Prediksi topologi disusun mengikuti sekuens asam amino VDAC3 manusia pada GenBank nomor akses NM_005662.5 (http://www.ncbi.nlm.gov) bedasarkan topologi VDAC1 manusia.
Gambar 4.2.1b. Prediksi topologi protein VDAC3 [Sumber: Colombini 2004: 109, telah diolah kembali.]
Hasil dari Primer-BLAST terhadap sekuens primer tersebut menunjukkan spesifisitas yang baik terhadap mRNA dari human voltage dependent anion channel 3 (VDAC3). Masing-masing primer forward dan reverse VDAC3 mengandung 20 basa nukleotida yang sesuai dengan kriteria panjang primer yang baik berukuran sekitar 17--28 bp. Melting temperature dari primer forward VDAC3 adalah 58,4° C dan primer reverse VDAC3 adalah 56,3° C. Suhu annealing yang didapat setelah melakukan optimasi terhadap primer tersebut adalah 60° C. Yurvey (2007: 18) menyatakan bahwa suhu anneling berkisar ±5° C dari melting temperature. Hasil dari uji struktur sekunder primer dengan software PerlPrimer menunjukkan tidak terdapat high stability pada posisi ujung 3’, sehingga primer dapat melekat pada sekuens yang sesuai dan memperkecil kemungkinan terjadinya mispriming. Dimer tidak terdapat pada intra-primer reverse pada posisi tengah primer. Self dimer tidak terdapat pada intra-primer forward bagian tengah Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
50 primer tetapi memiliki nilai ∆G -1,61 kcal/mol yang masih dibawah nilai batas maksimum -6 kcal/mol. Terdapat cross dimer pada inter-primer forward dan reverse bagian tengah primer tetapi memiliki nilai ∆G -2,11 kcal/mol yang masih dibawah nilai batas maksimum -6 kcal/mol. Struktur hairpin tidak terdapat pada masing-masing untai primer tersebut. Menurut Biosoft (1994: 1) jika nilai ∆G dari struktur sekunder yang terbentuk masih dibawah nilai -6 kcal/mol untuk posisi tengah primer dan -3 kcal/mol untuk posisi ujung 3’ primer maka struktur sekunder tersebut tidak akan menghambat proses annealing secara signifikan.
4.2.2. Koleksi sel sperma manusia
Kriteria kualitas sperma yang digunakan sesuai dengan kriteria pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik dari WHO (2010: 13--16) yaitu volume semen normal 1,5--6 ml/ejakulat, berwarna putih mutiara dengan likuifaksi sempurna setelah 30 menit, berbau khas tidak busuk, memiliki pH 7,2-7,8. Pemeriksaan mikroskopik semen meliputi motilitas gerak lurus >50% dari keseluruhan sperma yang keluar, memiliki kecepatan rata-rata 0,8--1,6 detik/0,05 mm, konsentrasi sperma ≥20 juta/ejakulat, viabilitas ≥60%, morfologi sperma normal ≥30%, tidak terjadi aglutinasi spontan atau auto aglutinasi, sel leukosit ≤3 LPB, tidak terdapat sel eritrosit, sel epitel <2 (WHO 2010: 17--34). Menurut WHO (2010: 68) morfologi sel sperma normal memiliki bagian kepala sel sperma yang mulus, teratur berkontur dan umumnya oval, daerah akrosomal yang jelas sekitar 40%--70% dari keseluruhan bagian kepala dan tidak terdapat lebih dari 2 vakuola kecil pada bagian akrosomal. Bagian tengah sel sperma ramping, teratur dan memiliki rentang panjang yang sama dengan bagian kepala. Sumbu utama dari bagian tengah selaras dengan sumbu utama kepala sel sperma. Bagian ekor sperma memiliki kaliber seragam pada sepanjang ekornya, lebih tipis dari bagian tengah dan panjangnya 10 kali dari panjang bagian kepala sel sperma. Prinsip kerja dari metode percoll-density gradient centrifugation adalah pemisahan sel bedasarkan perbedaan berat jenis partikel dalam suatu cairan menggunakan sentrifugator. Sel sperma yang tersuspensi akan terpisah dan tersedimentasi pada masing-masing dasar gradien percoll (Yuwono 2002: 33).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
51
Metode tersebut bertujuan untuk memisahkan sel sperma dari plasma semennya, sel sperma yang abnormal dan sel-sel lain. Larutan percoll terdiri atas partikelpartikel silika koloid berdiamter 15--30 nm yang dilapisi dengan polyvinylpyrrolidone. Terdapat heterogenitas dalam ukuran partikel, sehingga sedimentasi terjadi pada tingkat yang berbeda dan menciptakan gradien isometrik (Dainiak dkk. 2007: 5). Penambahan NaCl dapat menghambat agregasi partikel silika koloid. Konsetrasi 0,1% percoll dengan penambahan NaCl dapat dilalui partikel dengan diameter 29--35 nm (Laurent dkk.1980: 133). Menurut Asmarinah dkk. (2011: 6) larutan cramer berfungsi sebagai sumber Ca2+ dan nutrisi bagi sel sperma, sedangkan arutan PBS berfungsi sebagai larutan elusi bagi sel sperma.
4.2.3. Isolasi RNA sel sperma
Metode isolasi RNA menggunakan kit High Pure RNA Isolation [Roche] menggunakan garam chaotropic dan deterjen untuk melisiskan sampel dan sekaligus menonaktifkan RNase. Asam nukleat akan terikat pada serat gelas (glass fiber) dalam high pure filter tube sedangkan zat kontaminan seperti garam, protein dan kontaminan selular lainnya tidak terikat. DNA yang terdapat pada sampel akan dihancurkan menggunakan DNase I. Zat kontaminan dan fragmen DNA yang tersisa dapat dibersihkan dengan serangkaian cuci dan sentrifugasi menggunakan Wash buffer. RNA kemudian dielusi dalam volume kecil dari buffer garam rendah (Roche 2008: 1--2). Nilai kemurnian RNA sel sperma yang dihasilkan sebesar 2,2 dengan perbandingan panjang gelombang A260/A280 menggunakan mesin nanovue [GE]. Hal tersebut sesuai dengan standar kemurnian RNA yang baik menurut GCM (2007: 1) yaitu memiliki perbandingan panjang gelombang diatas 2,1 pada A260/A280. Konsentrasi RNA sebesar 3,1 ng/µl termasuk konsentrasi yang relatif kecil. Menurut Roche (2008: 1) hal tersebut dapat disebabkan aktifitas RNAse yang tinggi pada sampel.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
52
4.2.4. Reverse transcription PCR (RT PCR)
Metode reversetranscription-PCR yang digunakan menggunakan kit Superscript™ III First-Strand Synthesis System [Invitrogen]. Terdapat 2 tahapan pada metode terebut. Tahapan pertama adalah sintesis cDNA dari RNA total menggunakan primer oligo(dT) dan enzim SuperScript III. oligo(dT) dapat menghibridisasi ekor 3’ poli(A), yang terdapat sekitar 1%--2% dari RNA total, sehingga jumlah dan kerumitan dari cDNA yang dihasilkan lebih sedikit dibanding random hexamer. Hasil produk RT-PCR yang dihasilkan dengan oligo(dT) juga lebih konsisten dibandingkan dengan random hexamer atau gene specific primer (Invitrogen 2003: 2). Keunggulan enzim SuperScript III yaitu dapat menyintesis cDNA pada kisaran suhu 42--55 °C, lebih spesifik, memiliki hasil cDNA yang lebih tinggi dan produk yang lebih full-length dibanding enzim reverse transcriptase lain (Invitrogen 2003: 1). Konsentrasi RNA total dari sel sperma (sampel) dan sel HeLa (kontrol) yang digunakan sebesar 10 ng/µl. Inkubasi RNA mix pada suhu 65° C selama 5 menit bertujuan untuk denaturasi. Proses annealing terjadi pada suhu 50° C selama 50 menit. Ketika primer oligo(dT) melekat pada untai RNA, enzim SuperScript III akan mulai menyintesis untai pertama cDNA dan mengubah basa urasil menjadi timin. Terminasi reaksi terjadi pada suhu 85° C. RNA total yang tersisa dihancurkan dengan penambahan enzim RNAse H pada suhu 37° C selama 20 menit (Invitrogen 2003: 1). Kemudian hasil cDNA dapat digunakan sebagai template (4 µl) pada proses PCR. Enzim Taq polimerase yang digunakan memiliki kisaran kesalahan amplifikasi yang normal (1 error per 4 x 104 nukleotida) (Invitrogen 2003: 1--2). Visualisasi produk RT PCR menggunakan elektroforesis menghasilkan 2 pita DNA spesifik dengan ukuran 353 bp dan ukuran 600 bp. Hal tersebut menunjukkan bahwa gen kontrol positif gen βactin dan gen VDAC3 telah berhasil diamplifikasi.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
53
4.2.5. Purifikasi gen VDAC3
Gel/PCR DNA Fragments Extraction Kit [Geneaid] dirancang untuk proses purifikasi fragmen DNA dengan ukuran 100 bp--10.000 bp dari gel agarosa. Garam chaotropic pada DF Buffer digunakan untuk melarutkan gel agarosa dan denaturasi enzim. Fragmen DNA dalam garam chaotropic terikat oleh matriks serat gelas dari kolom DF. Kontaminan dibersihkan dengan Wash buffer (mengandung etanol). Fragmen DNA dielusi dengan elusi garam rendah atau TE Buffer. Garam, enzim dan nukleotida yang tidak diperlukan dapat dihilangkan dari reaksi campuran pada kit tersebut tanpa ekstraksi fenol atau presipitasi alkohol seperti pada metode purifikasi konvensional (Geneaid 2010: 1). Nilai kemurnian cDNA sel sperma yang didapat sebesar 1,9 pada panjang gelombang A260/A280 dengan konsentrasi DNA sebesar 1,4 ng/µl menggunakan mesin nanovue [GE]. Hal tersebut sesuai dengan standar kemurnian DNA yang baik yaitu pada kisaran nilai 1,8--1,9 (Winfrey dkk. 1997: 56).
4.2.6. Sequencing gen VDAC3
Homologi suatu sekuens terhadap sekuens pada database dapat ditentukan dengan melihat nilai dari expected value (E. value). Nilai E. value yang baik adalah nilai E. value yang rendah. Misalnya, nilai E. value 10-32 lebih baik dari nilai E. value 10-4 (Claverie & Notredame 2007: 416). Nilai E. value maksimal untuk menyatakan suatu sekuens dikatakan homolog dengan sekuens pada data base adalah 10-2. Nilai 0,0 pada tabel nilai E. value di NCBI menunjukkan nilai yang didapat lebih kecil dari 10-100 (Claverie & Notredame 2007: 228--229). Nilai E. value 0,0 dari hasil sequencing menunjukkan homologi yang tinggi terhadap sekuens gen VDAC3 manusia. Max ident sebesar 99% menunjukkan bahwa 99% urutan basa nukleotida pada sampel identik dengan yang dimiliki gen VDAC3 manusia. Berdasarkan hasil tersebut, telah dapat dipastikan fragmen gen yang diamplifikasi adalah gen VDAC3 manusia (Yurvey 2007 : 24).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
54
4.2.7. Pengklonaan
4.2.7.1. Perancangan primer VDAC3 rekombinan Penambahan sekuens CACC pada ujung 5’ primer forward bertujuan sebagai sekuens yang berperan dalam ligasi pada metode directional TOPO® cloning. Penambahan sekuens kodon stop TAG, yaitu CTA pada ujung 3’ primer reverse diharapkan dapat menghentikan proses transkripsi hingga N-terminal plasmid agar mendapatkan protein murni VDAC3 jika diekspresikan. Hasil primer-BLAST menunjukkan spesifisitas yang baik dengan human voltage dependent anion channel 3 (VDAC3). Hasil dari uji struktur sekunder primer dengan software PerlPrimer menunjukkan terdapat self dimer pada posisi ujung 3’ dengan ∆G sebesar -0,12 kcal/mol tetapi masih dibawah nilai maksimum -3 kcal/mol. Dimer tidak terdapat pada intra-primer reverse pada posisi tengah primer. Self dimer terdapat pada intra-primer forward bagian tengah primer tetapi memiliki nilai ∆G -2,11kcal/mol yang masih dibawah nilai batas maksimum -6 kcal/mol. Cross dimer terdapat pada inter-primer forward dan reverse bagian tengah primer tetapi memiliki nilai ∆G -0,84 kcal/mol yang masih dibawah nilai batas maksimum -6 kcal/mol. Struktur hairpin tidak terdapat pada masing-masing untai primer tersebut. Menurut Biosoft (1994: 1) jika nilai ∆G dari struktur sekunder yang terbentuk masih dibawah nilai -6 kcal/mol untuk posisi tengah primer dan -3 kcal/mol untuk posisi ujung 3’ primer maka struktur sekunder tersebut tidak akan menghambat proses annealing secara signifikan.
4.2.7.2. Penyisipan cDNA VDAC3 pada vektor pET100/D-TOPO
Metode directional TOPO® cloning menggunakan enzim DNA Topoisomerase I, yang berfungsi sebagai enzim restriksi dan enzim ligase. Metode tersebut memerlukan penambahan basa nukleotida (CACC) di posisi ujung 3’ untai tunggal pada DNA plasmid yang berbentuk linear. Terdapat enzim topoisomerase I terikat secara kovalen pada setiap fosfat ujung 3’ DNA plasmid.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
55
Energi dari phosphodiester backbone yang terputus tersimpan oleh formasi dari ikatan kovalen antara fosfat ujung 3’ dari untai yang terbelah dan residu tirosil dari topoisomerase I. Ikatan fosfo-tirosil antara DNA dan enzim dapat rusak oleh hidroksil pada ujung 5’ dari belahan untai asli vektor (GTGG) yang menginvasi dsDNA, kemudian akan membalikkan reaksi dan melepaskan enzim topoisomerase I. Hal tersebut memungkinkan vektor untuk mudah meligase urutan DNA dengan ujung yang kompatibel (Invitrogen 2006: 3). Penambahan sekuens CACC dilakukan pada rancangan primer yang akan digunakan saat proses PCR. Hasil sintesis cDNA sel sperma (sampel) dan fragmen DNA pUC19 (kontrol) digunakan sebagai template. Enzim taq polimerase yang digunakan harus memiliki kemampuan proofreading activity yaitu dapat membaca dan mendeteksi penyalinan sekuens yang salah yaitu Taq HiFi DNA polimerase. Enzim tersebut memiliki kisaran kesalahan amplifikasi yang rendah (1 error per 2,8 x 107 nukleotida) (Invitrogen 2003: 1--2). Purifikasi produk PCR gen target dengan menggunakan kit Gel/PCR DNA Fragments Extraction Kit [Geneaid] menghasilkan kemurnian 1,7 sedangkan pada kontrol 1,8 pada panjang gelombang A260/A280 menggunakan mesin nanovue [GE]. Hal tersebut menunjukkan hasil kemurnian yang kurang baik. Kemurnian DNA harus berada pada kisaran nilai 1,8--1,9. Menurut Winfrey dkk. (1997: 56) nilai kemurnian yang kurang dari 1,8 menunjukkan adanya kontaminasi protein. Konsentrasi dari hasil purifikasi produk PCR dari gen target sebesar 19,5 ng/µl, sedangkan pada kontrol 18 ng/µl. Hasil purifikasi produk PCR tersebut ditambahkan pada TOPO cloning reaction mix yang terdiri atas vektor pET100/DTOPO, dNTP mix, ddH2O dan larutan garam. Inkubasi selama 30 menit pada suhu 23° C untuk mengoptimalkan kerja enzim topoisomerase I (Invitrogen 2006: 18). Pemetaan hasil konstruksi rekombinasi vektor dan gen VDAC3 dapat dilihat pada gambar 4.2.7.2.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
56
PF
PR
pET100-VDAC3 6371 bp
Keterangan : T7 : Promoter T7 lacO : Operator lac RBS : Ribosom binding site 6xHis : Penanda histidin Nde I : Situs restriksi Nhe I : Situs restriksi Xpress™ epitope : Pendeteksi protein EK : Situs enterokinase TOPO : Topoisomerase I
PR PF Gen VDAC3 Sac I T7 term Lacl Rop Ampicillin pBR322 ori
: Primer forward VDAC3 : Primer reverse VDAC3 : Gen target : Situs restriksi : daerah terminal T7 : lac repressor : Sistem low copy : gen β-lactamase : Situs ori
Gambar 4.2.7.2 Peta vektor rekombinan pET100-VDAC3 [Sumber: Invitrogen 2006: 42, telah diolah kembali.]
4.2.7.3. Transformasi vektor kloning pada sel E. coli TOP10
Bakteri E. coli TOP10 merupakan bakteri E. coli kompeten yang tidak memiliki T7 RNA polimerase dan dibutuhkan untuk ekspresi. Bakteri E. coli TOP10 berfungsi sebagai host cell untuk perkembangbiakan dan pemeliharaan yang stabil bagi vektor rekombinan (Invitrogen 2006: 5). Persiapan sel kompeten sebelum dilakukan transformasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sel menyerap DNA. Tidak semua sel memiliki kemampuan mengintegrasi DNA asing ke dalam tubuhnya, maka perlu dilakukan beberapa perlakuan fisik atau kimia yang dapat membuat sel tersebut menjadi kompeten. Larutan garam (salt solution) yang terdapat pada TOPO cloning reaction mix terdiri atas 1,2 NaCl dan 0,06 MgCl2. Larutan garam tersebut memiliki kation
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
57 berupa Na+ dan Mg2+. Kation yang bersifat positif akan berikatan dengan membran fosfolipid sel bakteri, sehingga molekul DNA yang bermuatan negatif akan menempel dan mempermudah integrasi DNA ke dalam sel (Invitrogen 2006: 60). Sel kompeten E. coli TOP10 sebanyak 50 µl dari stock dicampurkan terlebih dahulu dengan TOPO cloning reaction mix sebanyak 3 µl kemudian inkubasi selama 20 menit agar DNA plasmid dapat menempel pada permukaan dinding sel secara optimal (Invitrogen 2006: 20). Transformasi ke sel inang menggunakan metode kejutan panas (heat shock). Kejutan panas akan membuka pori pada dinding sel E. coli, sehingga DNA plasmid yang sudah menempel dipermukaan dinding sel akan masuk ke dalam sitoplasma sel E. coli (Brown 1986: 91). Kejutan panas dilakukan pada suhu 42° C selama 40 detik kemudian dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 4° C selama 2 menit. Suhu optimal untuk transformasi dengan metode kejutan panas adalah 42° C. Inkubasi pada suhu rendah (4° C) bertujuan untuk meningkatkan efesiensi transformasi (Invitrogen 2006: 20; Singh dkk. 2010: 564--566). Medium Super Optimal Catabolite (SOC) berfungsi sebagai trigger untuk pertumbuhan sel kompeten TOP10. Medium SOC yang digunakan berasal dari kit yang disediakan oleh Invitrogen Champion pET directional TOPO (Invitrogen 2006: ix). Medium SOC biasa digunakan untuk proses ko-kultivasi dari kultur bakteri E. coli TOP10 yang telah di transformasi. Kandungan 2% tripton, 20 mM glukosa dan 0,5% yeast extract memberikan nutrisi dan sumber karbon yang berlimpah bagi bakteri E. coli TOP10. Bakteri diharapkan dapat tumbuh secara cepat dan memanfaatkan nutrisi dalam medium dengan optimal tanpa harus melakukan sintesis terlebih dahulu. Larutan 10 mM NaCl; 2,5 mM KCl; 10 mM MgCl2; 10 mM MgSO4 berfungsi untuk menjaga tekanan osmotik sel (Invitrogen 2006: 54). Medium Luria Bertani merupakan salah satu medium yang umum digunakan dalam studi genetik dan molekular karena kandungan nutrisi dan komposisi yang sederhana sehingga mudah untuk disiapkan. Medium LB biasa digunakan untuk proses ko-kultivasi dan menjaga pertumbuhan dari kultur bakteri sperti E. coli TOP10. Kandungan 1% tripton dan 0,5% yeast extract akan membantu bakteri E. coli agar dapat tumbuh dengan memanfaatkan nutrisi dalam
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
58
medium secara optimal. Natrium klorida (1% NaCl) berfungsi untuk menjaga tekanan osmotik sel (Sezonov dkk. 2007: 8746). Hasil transformasi disebar ke dalam medium LB agar yang telah mengandung antibiotik ampisilin dengan konsentrasi akhir 100 µg/ml. Antibotik ampisilin digunakan karena merupakan marka seleksi antibiotik yang dimiliki oleh vektor pET100/D-TOPO (Invitrogen 2006: 42). Penambahan antibiotik ampisilin ke dalam medium LB bertujuan untuk seleksi bakteri E. coli TOP10 yang telah berhasil ditransformasi, sehingga koloni bakteri yang tumbuh hanya koloni bakteri E. coli TOP10 yang membawa gen VDAC3. Efisiensi transformasi dari sampel yang dihasilkan sebesar 3,02 x 102 2
cfu/µg dan pada kontrol sebesar 2,21 x 10 cfu/µg. Efisiensi transformasi tersebut
tergolong rendah. Menurut Sambrook & Russell (2001: 1.25--1.26) efisiensi transformasi yang baik yaitu 5 x 105--2 x 107 cfu/μg. Menurut Zhiming Tu dkk. (2005: 116--119) efisiensi transformasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain teknik yang digunakan untuk membuat sel kompeten, sel yang digunakan, konsentrasi DNA, suhu dan waktu selama penyimpanan sel kompeten sebelum digunakan, dan medium kultur. Hasil efisiensi transformasi yang rendah pada percobaan dapat disebabkan perbandingan konsentrasi cDNA dengan vektor yang digunakan terlalu besar saat proses penyisipan pada vektor (Invitrogen 2006: 34).
4.2.7.4. Analisis transforman
Analisis transformasi menggunakan metode PCR colony, yaitu metode cepat untuk screening plasmid insert secara langsung tanpa proses preparasi plasmid sebelumnya. Koloni yang digunakan adalah bakteri E. coli TOP10 yang tumbuh pada medium LB agar yang mengandung antibiotik ampisilin. Koloni yang terbentuk pada medium LB agar dipilih berdasarkan kriteria koloni bakteri E. coli TOP10 seperti koloni tunggal, memiliki ukuran yang paling besar dan tampak paling tebal, serta memiliki pola bening disekitar koloni (Invitrogen 2006: 22). Koloni yang sudah dipilih kemudian sebagian dimasukan ke medium LB cair untuk dibiakan kembali dan sebagian lagi dianalisis dengan metode PCR colony menggunakan primer gen VDAC3 rekombinan (Invitrogen 2006: 22).
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
59
PCR colony membutuhkan inkubasi 94° C selama 10 menit pada suhu untuk membuka membran sel bakteri sehingga plasmid dapat keluar sebelum masuk ke fase denaturasi awal (Invitrogen 2006: 23). Setelah proses inkubasi selesai, suspensi tersebut dapat digunakan sebagai template pada proses PCR. Hasil PCR kemudian divisualisasi melalui metode elektroforesis. Fragmen gen target yaitu cDNA dari gen VDAC3 ekson 6, 7, 8, 9, dan 10 diidentifikasi telah terdapat pada vektor ekspresi pET100/D-TOPO. Hal tersebut dibuktikan dengan terdapatnya satu pita DNA spesifik berukuran 607 bp hasil amplifikasi menggunakan metode PCR colony.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa vektor rekombinan gen VDAC3 telah berhasil dikonstruksi pada plasmid pET100/D-TOPO.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan sequencing vektor rekombinan untuk verifikasi lebih lanjut. 2. Perlu dilakukan ekspresi gen VDAC3 dengan menggunakan sel kompeten E. coli BL21 untuk produksi antigen VDAC3 untuk mendapatkan antibodi spesifik VDAC3 melalui imunisasi aktif pada mencit.
60
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
62
DAFTAR REFERENSI
Anderson, R.A. & D.T. Baird 2002. Male contraception. Endocrine Review 23(6): 735--762. Asmarinah, K.D. Hinsch, V.A. Aires, & E. Hinsch. 2003. Effect of anti-porin type-2 antibodies upon bovine sperm motility and acrosomal status. Andrologia 35(?): 2--3. Asmarinah, T. Nuraini, D.S. Atmadja & N.H. Moeloek. 2005. Mutation in exon 6 of VDAC3 (porin isotype 3) gene in sperm with low motility. Proceeding of 8th International Congress of Andrology, Seoul, Korea: 31--35. Asmarinah, T. Nuraini, T. Sumarsih, R. Paramita. M.I. Saleh, V. Narita, N. Moeleok, K. Steger, K.D. Hinsch & E. Hinsch. 2010. Mutation in the last 4 exon of human VDAC3 gene in sperm with low motility. Andrologia, 42(?): 1--7. Asmarinah, M.I. Saleh, S.I. Wanandi, V. Narita , R. Damayanti, N. Moeloek, K.D. Hinsch & E. Hinsch. 2011. Polyclonal VDAC3 antibody decreases human sperm motility: a novel approach to male contraception. Medical Journal of Indonesia 20(?): 5--10. Ausubel, F.M., R. Brent, R.E. Kingston, D.D. Moore, J.G. Seidman, J.A. Smith & K. Struhl. 2002. Current protocols in molecular biology. Volume I. John Wiley & Sons, Inc., New York: xxxviii + 12.10+A1.29+17 hlm. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). 1981. Sejarah perkembangan KB dan program kependudukan. Jakarta: ii + 50 hlm. Baird, D.T. 2000. Overview of advances in contraception. British Medical Bulletin 56(?): 704--716. Barmatz, V.S., N. Keinan & H. Zaid. 2008. Uncovering the role of VDAC in the regulation of cell life and death. Journal of Bioenergetics and Biomembranes 40(?): 183--191. Benz, R. 1994. Permeation of hydrophilic solutes through mitokondrial outer membranes: review on mitokondrial porins. Biochimica et Biophysica Acta 1197: 167--196. 61
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
62
Biosoft. 1994. PCR primer design guidelines. 1 hlm. http://www.premierbiosoft.com/tech_notes/PCR_Primer_Design.html: 14 November 2011. pk. 10.32 WIB. Blachly-Dyson E. & M. Forte. 2001. VDAC Channel: Critical review. International Union of Biochemistry and Molecular Biology Life 52: 113-118. Borem, A., F.R. Santos & D.E. Bowen. 2003. Understanding biotechnology. Pearson education, Inc., New Jersey: xviii + 216 hlm. Boyer, R.F. 1993. Modern experimental biochemistry. Second Edition. The Benjamin Cummings Publishing Company, Pacific Groove: xix + 820 hlm. Brooker, R.J. 2005. Genetics: Analysis and principles. Second Edition. McGrawHill Companies, Inc., Boston: xxii + 842 hlm. Brown, T.A. 1986. Gene cloning and DNA analysis: An introduction. First Edition. Van Nostrand Reinhold Co. Ltd, UK: v + 233 hlm. Buchanan, S K. 1999. Beta-barrel proteins from bacterial outer membranes: structure, function and refolding. Current Opinion in Structural Biology 9(?): 455-461. Campbell, N.A., J.B. Reece & L.G. Mitchell. 2002. Biologi. Fifth Edition. Terj. dari Biology, Fifth Edition. Oleh Lestari, R., E.I.M. Adil, N. Anita, dkk. Penerbit Erlangga, Jakarta: xxi + 438 hlm. Claverie, J.M. & C. Notredame. 2007. Bioinformatics for dummies. First Edition. Wiley Publishing, Inc., NY: xx + 452 hlm. Columbini, M. 1989. Voltage gating in the mitochondrial channel. Journal Membrane Biologi 111(?): 103--111. Columbini, M. 2004. VDAC: The channel at the interface between mitochondria and the cytosol. Molecular and Celullar Biochemistry 256(?): 107--115. Dainiak, M.B., A. Kumar, I. Galaev & B. Matiasson. 2007. Methods in cell separation. Advance Biochemistry Enginering Biotechnology 106(?): 1-18. Darszon, A., P. Labarca, T. Nishigaki & F. Espinosa. 1999. Ion channels in sperm physiology. Physiological Reviews 79(?): 481--510.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
63
Davis, L.G., W.M. Kuehl & J.F. Battey. 1994. Basic methods in molecular biology. Second Edition. Appleton & Lange, Norwalk: xiii + 763 hlm. Gaffar, S. 2007. Bioteknologi molekul. Universitas Padjajaran, Bandung: 82 hlm. Geneaid. 2010. Gel/PCR DNA fragments extraction kit. 3 hlm: http://www. geneaid.com/files/ProductData/PD_File/72.pdf: 3 Desember 2011. pk. 6.06 WIB. Genome Center Maastricht (GCM). 2007. Quality assessment of total RNA. 22 hlm: http://biomedicalgenomics.org/RNA_quality_control.html: 3 Desember 2011. pk. 3.53 WIB. Gilbert, S.F. 1994. Developmental biology. Fourth Edition. Sinauer Associates, Sunderland, Mass: xviii + 894 hlm. Glick, B.R & J.J. Pasternak. 2003 Molecular biotechnology. ASM Press, Washington: xxiii + 760 hlm. Griffiths, A.J.F., W.M. Gelbart, J.H. Miller & R.C. Lewontin. 1999. Modern genetic analysis. W.H. Freeman Company, New York: xvi + 675 hlm. Gonzales-Gronow, M., T. Kalfa & C.E. Johnson. 2003. The voltage-dependent anion channel is a receptor for plasminogen kringle 5 on human endothelial cells. The Journal of Biological Chemistry 278(?): 27312-27318. Guyton, A.C. & J.E. Hall. 2008. Buku teks fisiologi kedokteran. Eleventh Edition. Terj. dari Textbook of medical physiology., oleh Adji Dharma, & P. Lukmanto. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: xiii + 585 hlm. Hinsch, K.D., Asmarinah, E. Hinsch & L. Konrad. 2001. VDAC2 (porin-2) Expression pattern and localization in the bovine testis. Biochimica et Biophisica Acta 1518(?): 329--333. Hinsch, K.D., V. De pinto, V.A. Aires, X. Schneider, A. Messina & E. Hinsch. 2004. Voltage-dependent anion-selective channels VDAC2 and VDAC3 are abudant proteins in bovine outer dense fiber, a cytoskeletal component of the sperm flagellum. The Journal of Biological Chemistry 279(15): 15281--15288. Hook, P & R.B. Vallee. 2006. The dynein family at a glance. Journal of Cell Science 119(?): 4369--4371.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
64
Huizing, M., W. Ruitenbeek, F.P. Thinnes, V. DePinto, U. Wendel, F.J. Trijbels, L.M. Smit, H.J. ter Laak & L.P. van den Heuvel. 1996. Deficiency of the voltage-dependent anion channel: a novel cause of mitochondriopathy. Pediatric Research 39(?): 760-765. Inaba K. 2003. Molecular architecture of the sperm flagella: molecules for motility and signaling. Zoological Science 20(?): 1043--56. Innis, M.A. & D. H. Gelfand. 1990. Optimization of PCR. 11 hlm. http://a32.lehman.cuny.edu: 14 November 2011. pk. 10.58 WIB. Invitrogen. 2001. EasySelectTM pichia expression kit. Invitrogen Corp., California: x + 74 hlm. Invitrogen. 2003. SuperScript™ First-Strand synthesis system for RT-PCR. Cat. No 18080-051. Invitrogen Corp., California: 4 hlm. Invitrogen. 2006. Champion™ pET Directional TOPO expression kits. Cat. No K100-01 Invitrogen Corp., California: xiii + 60 hlm. Laurent, T.C., A.G. Ogston, H. Pertoft & B. Carlsson. 1980. Physical chemical characterization of percoll: Size and interaction of colloidal particles. Journal of Colloid and Interface Science 76(1): 133--141. Lee, A.C., X. Xu, E. Blachly-Dyson, M. Forte & M. Colombini. 1998. The role of yeast VDAc genes on the permeability of the mitokondrial outer membrane. Journal of Membrane Biology 161: 173-181. Liu, Bianjiang., Z. Wang, W. Zhang & X. Wang. 2009. Expression and localization of voltage-dependent anion channels (VDAC) in human spermatozoa. Biochemical and Biophysical Research Communications 378(?): 366--370. Madigan, M.T., J.M. Martinko, P.V. Dunlap, & D.P. Clark. 2009. Brock: Biology of microorganisms. Tweleveth Edition. Pearson Education, San Francisco xxviii + 1061 + A-12 + G-17 + P-1 + I-36 hlm. Manthey, J.A. 2005. mFold, Delta G, and Melting Temperature: What Does it Mean. 8 hlm. http://cdn.idtdna.com/Support/Technical/ TechnicalBulletinPDF/mFold_Delta_G_and_melting_temperature_explain ed.pdf: 13 November 2011. pk. 8.14 WIB.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
65
Martin, R. 1996. Gel electrophoresis: Nucleic acid. Bios Scientific Publisher, Ltd., Oxford: xiii + 175 hlm. Melcher, U. 2001. Molecular cloning. 21 Agustus: 1 hlm. http://opbs.okstate.edu/~melcher/MG/MGW4/MG428.html: 24 April 2011. pk. 07.49 WIB. NCBI. 2010. Homo sapiens chromosome 8, GRCh37.P2 primary reference assembly. 25 Oktober: 1 hlm. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/ NC_000008.10?from=42249346&to=42263415&report=genbank: 24 April 2011. pk. 07.54 WIB. Nicholl, D.S.T. 2002. An introduction to genetic engineering. Second Edition. Cambridge University Press, New York: xi + 292 hlm. Nikaido, H. 1994. Porins and specific diffusion channels in bacterial outer membranes. The Journal of Biological Chemistry 269: 3905--3908. Page, S.T., J.K. Amory & J.W. Bremner. 2008. Advances in male contraception. Endocrine Reviews 29(4): 465-493. Passarge, E. 2007. Color atlas of genetics. Third Edition. Thieme Sturgart, New York: x + 486 hlm. Pierce, B.A. 2005. Genetics: A conceptual approach. W.H. Freeman Publisher, USA: 720 hlm. Rahmani, Z., C. Maunoury & A. Siddiqui. 1998. Isolation of a novel human voltage-dependent anion channel gene. European Journal of Human Genetics 6(?): 337--340. Raven, P.H. & G.B. Johnson. 2002. Biology. Sixth Edition. Mc-Graw Hill Companies. Inc., Boston: xxix + 1238 hlm. Roche. 2008. High pure RNA isolation kit. 4 hlm: http://www.roche-appliedscience.com/proddata/gpip/3_6_8_50_1_1.html: 3 Desember 2011. pk. 5.29 WIB. Rostovtseva, T. & M. Columbini. 1996. ATP flux is controlled by a voltage-gated channel from the mitochondrial outher membrane. The Journal of Biological Chemistry 271(45): 28006--28008.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
66
Rostovtseva, T. & M. Columbini. 1997. VDAC channels mediate and gate the flow of ATP: implication for the regulation of mitochondrial function. Biophysical Journal 72(?): 1954--1962. Rostovtseva, T. & S.M. Bezrukov 1998. ATP transport through a single mitochondrial channel, VDAC, studied by current fluctuation analysis. Biophysical Journal 72(?): 2365-2373. Sambrook, J. & D.W. Russel 2001. Molecular cloning: A laboratory manual, vol 2. Third Edition. Coldspring Harbor Laboratory Press, New York: xxvii + 1.1--14.53 hlm. Sampson, M. J., R.S. Lovell & W.J. Craigen. 1997. The murine voltagedependent anion channel gene family: conserved structure and function. The Journal of Biological Chemistry 272(?): 18966--18973. Sampson, M. J., R.S. Lovell, W.K. Decker & W.J. Craigen. 1998. A novel isoform of the mitochodrial outher membrane protein VDAC3 via alternative splicing of a 3-base exon. The Journal of Biological Chemistry 273(?): 30482--30486. Sampson, M. J., W.K. Decker, A.L. Beaudet, W. Ruitenbeek, D. Armstrong, M.J. Hicks & W.J. Craigen. 2001. Immotile sperm and infertility in mice lacking mitochondrial voltage-dependent anion channel type 3. The Journal of Biological Chemistry 276(42): 39206--39212. Schein, S.J., M. Colombini & A. Finkelstein. 1976. Reconstitution in planar lipid bilayers of a voltage-dependent anion-selective channel obtained from paramecium mitochondria. Journal of Membrane Biology 30(?): 99--120. Sezonov, G., D. Joseleau-Petit & R. D’Ari. 2007. Escherichia coli physiology in Luria Bertani Broth. Journal of Bacteriology. 189(23): 8746--8749. Singh, M., A. Yadav., X. Ma & E. Amoah. 2010. Plasmid DNA transformation in Escherichia coli: Effect of heat shock temperature, duration and cold incubation of CaCl2 treated cells. International Journal of Biotechnology and Biochemistry. 6(4): 561--568. Snustad, D.P. & M.J. Simmons. 2003. Principles of genetics. Third Edition. John Wiley & Sons, Inc. NY: xix + 840 hlm.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
67
Strachan, T. & A.P. Read. 1999. Human molecular genetics 2. Second Edition. A John Wiley & Sons, Inc., New York: xxiii + 576 hlm. Sudarianto. 2010. Kepedulian terhadap Unmet Need KB di Prov.Sulawesi Selatan. 16 Agustus: 1 hlm. http://sudarianto.wordpress.com/2010/ 08/16/kepedulian-terhadap-unmet-need-kb-di-prov-sulawesi-selatan/: 24 April 2011. pk. 09.07 WIB. Tao, T. 2007. Explanation of HTML ouptput of a BLAST search. 9 Januari: 10 hlm. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/staff/tao/URLAPI/new_view.html: 2 Desember 2011. pk 01.43 WIB. Thinnes, F.P., H. Gotz & H. Kayser. 1989. Identification of human porins I. purification of a porin from human B-lymphocytes (Porin 31HL) and the topochemical proof of its expression on the plasmalemma of the progenitor cell. The Journal of Biological Chemistry 370(?): 1253--1264. Tsujimoto, Y. & S. Shimizu. 2002. The voltage-dependent anion channel : an essential player in apoptosis. Biochimie 84(?): 187--193. Watson, J.D., M. Gilman, J. Witkowski & M. Zoller. 1992. Recombinant DNA. Second Edition. W.H. Freeman and Company, New York: xiv + 626 hlm. Weaver, R.F. & P.W. Hedrick. 1997. Genetics. Third Edition. Wm.C.Brown Publishers, Dubuque: xvii + 638 hlm. Winfrey, M.R., M.A. Rott, & A.T. Wortman. 1997. Unraveling DNA: molecular biology for the laboratory. Prentice-Hall, Inc., New Jersy: xxviii + 369 hlm.
Wolfe, S.L. 1995. An introduction to cellular and molecular biology. Wadsworth Publishing Company, Belmont: xvii + 820 hlm. Wong, D.W.S. 1997. The ABC of gene cloning. International Thomson Publishing, New York: xiv + 213 hlm. World Health Organization. 2009. Medical eligibility criteria for contraceptive. Fouth Edition. WHO Press, Switzerland: v + 130 hlm. World Health Organization. WHO laboratory manual for the examination and processing of human semen. 2010. Fifth Edition. WHO Press, Switzerland: xiii + 186 hlm.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
68
Yahya, H. The miracle of protein. 2011. 170 hlm. http://www.harunyahya.com/books/science/protein/protein_03.php: 13 November 2011. pk. 20.32 WIB. Yanagimachi, R. 1994. Fertility of mammalian spermatozoa: Its development and relativity. Zygote 2(?): 371--372. Yurvey, A. 2007. PCR primer design. First Edition. Human Press. Mashhad, Iran: ix + 415 hlm. Yuwono,T. 2002. Biologi molekular. First Edition. Erlangga, Jakarta: xiii + 269 hlm. Zhang, Y., Y. Adachi, M. Iwasaki, K. Minamino, Y. Suzuki, K. Nakano, Y. Koike, H. Mukaide, A. Shigematsu, N. Kiriyama, C. Li, & S. Ikehara. 2006. G-CSF and/or M-CSF accelerate differentiation of bone marrow cells into endothelial progenitor cells in vitro. Oncology Reports 15: 1523-1527. Zhiming Tu, Guangyuan He, Kexiu X. Li, Mingjie J. Chen, Junii Chang, Ling Chen, Qing Yao, Dongping P. Liu, Huan Ye, Jiantao Dhi, & Xuqian Wu. 2005. An improved system for competent cell preparation and high efficiency plasmid transformation using different Escherichia coli strains. Electronic Journal of Biotechnology 8(1): 113--120.
Universitas Indonesia
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
69
Lampiran 1 Pembuatan larutan
Larutan
Komposisi
Cara pembuatan
Cramer
0, 6848 g NaCl; 0,04 g KCl;
0, 6848 g NaCl; 0,04 g KCl; 0,02 g
0,02 g MgSO4.7H2O; 0,2016 MgSO4.7H2O; 0,2016 g NaHCO3; 0,1 g
TE
g NaHCO3; 0,1 g C6H12O6;
C6H12O6; 0,0064 g C6H10CaO6.5H2O; 0,002
0,0064 g C6H10CaO6.5H2O;
g C3H3NaO3; 0,0158 g NaH2PO4.2H2O;
0,002 g C3H3NaO3; 0,0158 g
0,05 g albumin, dicampurkan dan dilarutkan
NaH2PO4.2H2O; 0,05 g
dalam akuabides hingga mencapai volume
albumin, 0,2 ml ampisilin,
100 ml, kemudian dihomogenisasi dan
akuabides.
ditambahkan 0,2 ml ampisilin.
5 ml Tris-HCl 2M pH 8; 2
Tris-HCl 2M pH 8 sebanyak 5 ml dan
ml EDTA 0,5 M pH 8;
EDTA 0,5 M pH 8 sebanyak 2 ml
akuades steril.
dicampurkan dan dilarutkan dengan akuades steril hingga mencapai volume 1 liter.
TAE 50x
242 g Tris-Base; 57,1 ml
242 g Tris-Base ditambahkan dan dilarutkan
CH3COOH; 100 ml EDTA
dalam 100 ml EDTA 0,5 M dan CH3COOH
0,5 M pH 8; akuades steril.
57,1 ml kemudian ditambahkan akuades steril hingga mencapai volume 1 liter.
PBS
80 g NaCl; 14,4 g NaHPO4;
80 g NaCl dan 14,4 g NaHPO4, dicampurkan
H2O; HCl; NaOH.
dan dilarutkan dengan H2O sebanyak 800 ml kemudian HCL atau NaOH ditambahkan hingga pH 7,4. Larutan diaduk hingga homogen menggunakan magnetic stirrer lalu tambahkan H2O hingga volume larutan mencapai 1 liter. Larutan PBS tersebut kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121° C dengan tekanan 1 atm selama 20 menit.
[Sumber : Sambrook dkk. 1989. A1-B22.]
Universitas Indonesia Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
70
Lampiran 2 Pembuatan medium
Medium
Komposisi
Cara pembuatan
Luria-
10 g tripton; 0,5 g yeast
Medium LB digunakan untuk kultur dan isolasi
Bertani
extract; dan 5 g NaCl;
vektor rekombinan pada E. Coli. Sebanyak 10 g
(LB) cair
NaOH 1 M hingga pH
tripton; 0,5 g yeast extract dan 5 g NaCl
medium mencapai 7,5
dilarutkan dalam akuades hingga volumenya mencapai 1 liter, kemudian diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer hingga homogen. Larutan NaOH 1 M ditambahkan sampai pH medium mencapai 7,5. Medium kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121 oC, tekanan 1 atm selama 20 menit
Luria-
2,5 g tripton; 1,25 g yeast
Sebanyak 2,5 g tripton; 1,25 g yeast extract;
Bertani
extract; 2,5 g NaCl; 2,5 g
2,5 g NaCl dan 2,5 g bactoagar dilarutkan
(LB) agar
bactoagar; akuades
dalam akuades hingga volumenya mencapai 250
hingga volumenya
ml, kemudian diaduk dengan menggunakan
mencapai 250 ml; NaOH
magnetic stirrer hingga homogen. Larutan
1 M hingga pH medium
NaOH 1 M ditambahkan agar pH medium
mencapai 7,5; 3 ml
mencapai 7,5. Medium kemudian disterilkan di
ampisilin (100µg/ml)
dalam autoklaf pada suhu 121 oC, tekanan 1 atm selama 30 menit lalu ditambahkan ampisilin sebanyak 3 ml.
Medium
2 % tripton; 0,5 % yeast
Medium S.O.C yang digunakan berasal dari kit
Super
extract; 10 mM NaCl;
yang disediakan oleh Invitrogen Champion pET
Optimal
2,5 mM KCl; 10 mM
directional TOPO.
Catabolite
MgCl2; 10 mM MgSO4;
(S.O.C)
20 mM glukosa
[Sumber: Invitrogen 2001: 20.]
Universitas Indonesia Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
71
Lampiran 3 Skema kerja
Perancangan primer gen VDAC3 Koleksi sel sperma manusia Isolasi RNA sel sperma Reverse transcription PCR (RT PCR)
Purifikasi gen VDAC3 Sequencing gen VDAC3 Perancangan primer VDAC3 rekombinan Penyisipan cDNA VDAC3 pada vektor
Transformasi vektor kloning pada sel E.coli
Analisis transforman
Universitas Indonesia Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
72
Lampiran 4 Komponen High Pure RNA Isolation kit
Vial/Cap Label 1/Hijau Lysis buffer
Konten 25 ml [4,5 M guanidine-HCL; 50 mM Tris-HCL; 30% Triton X-100 (w/v), pH 6,6 (25° C)]
2
3/Putih
lyophilizate
10 KU [Dnase I, diresuspensi dalam 0,55 ml
Dnase I
elution buffer]
Dnase
10 ml [1 M NaCl; 20mM Tris-HCL; 10 mM
incubation
MnCl2; pH 7 (25° C)]
buffer 4/Hitam
Wash buffer I
33 ml [5 M guanidin hidroklorida; 20 mM TrisHCL; pH 6,6 (25° C)] konsentrasi akhir ditambah 20 ml etanol absolut
5/Biru
Wash buffer
10 ml [20 Mm NaCl; 2 mM Tris-HCL; pH 7,5
II
(25° C)] konsentrasi akhir ditambah 40 ml etanol absolut
6/Bening Elution
7
8
30 ml [Nuclease-free; steril; double distilled
buffer
water]
High pure
100 polypropylene tubes dengan 2 lapisan serat
filter tubes
gelas (untuk volume 700 µl)
Collection
100 polypropylene tubes (untuk volume 2 ml)
tubes [Sumber: Roche 2008: 1.]
Universitas Indonesia Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
73
Lampiran 5 Hasil perancangan primer gen VDAC3
No mispriming library specified Using 1-based sequence positions OLIGO LEFT PRIMER RIGHT PRIMER
start 288 887
len 20 20
tm 54.25 52.02
gc% 45.00 40.00
any 4.00 4.00
3' seq 0.00 ACTGATACAGGGAAAGCATC 1.00 AGTATAACCCAGTCCAATCA
SEQUENCE SIZE: 1458 INCLUDED REGION SIZE: 1458 PRODUCT SIZE: 600, PAIR ANY COMPL: 4.00, PAIR 3' COMPL: 0.00 1 AGGCGCGGCTGGGGGTGCGAGGCTGCGCAGGCGCGGACGGCGTTGGTTTGAAGACCTTCA 61 GCGTTGCCCTGGCGGAGCAGAGACAGGCCCTCGGGGTGGAGGTCTTTGGTTTCATAAGAG 121 CCTGAGAGAGATTTTTCTAAGATATGTGTAACACACCAACGTACTGTGACCTAGGAAAGG 181 CTGCTAAGGATGTCTTCAACAAAGGATATGGCTTTGGCATGGTCAAGATAGACCTGAAAA 241 CCAAGTCTTGTAGTGGAGTGGAATTTTCTACTTCTGGTCATGCTTACACTGATACAGGGA >>>>>>>>>>>>> 301 AAGCATCAGGCAACCTAGAAACCAAATATAAGGTCTGTAACTATGGACTTACCTTCACCC >>>>>>> 361 AGAAATGGAACACAGACAATACTCTAGGGACAGAAATCTCTTGGGAGAATAAGTTGGCTG 421 AAGGGTTGAAACTGACTCTTGATACCATATTTGTACCGAACACAGGAAAGAAGAGTGGGA 481 AATTGAAGGCCTCCTATAAACGGGATTGTTTTAGTGTTGGCAGTAATGTTGATATAGATT 541 TTTCTGGACCAACCATCTATGGCTGGGCTGTGTTGGCCTTCGAAGGGTGGCTTGCTGGCT 601 ATCAGATGAGTTTTGACACAGCCAAATCCAAACTGTCACAGAATAATTTCGCCCTGGGTT 661 ACAAGGCTGCGGACTTCCAGCTGCACACACATGTGAACGATGGCACTGAATTTGGAGGTT 721 CTATCTACCAGAAGGTGAATGAGAAGATTGAAACATCCATAAACCTTGCTTGGACAGCTG 781 GGAGTAACAACACCCGTTTTGGCATTGCTGCTAAGTACATGCTGGATTGTAGAACTTCTC 841 TCTCTGCTAAAGTAAATAATGCCAGCCTGATTGGACTGGGTTATACTCAGACCCTTCGAC <<<<<<<<<<<<<<<<<<<< 901 CAGGAGTCAAATTGACTTTATCAGCTTTAATCGATGGGAAGAACTTCAGTGCAGGAGGTC 961 ACAAGGTTGGCTTGGGATTTGAACTGGAAGCTTAATGTGGTTTGAGGAAAGCATCAGATT 1021 TGTCCCTGGAAGTGAAGAGAAATGAACCCACTATGTTTTGGCCTTAAAATTCTTCTGTGA 1081 AATTTCAAAAGTGTGAACTTTTTATTCTTCCAAAGAATTGTAATCCTCCCCACACTGAAG 1141 TCTAGGGGTTGCGAATCCCTCCTGAGGGAGATGCTTGAAGGCATGCCTGGAAGTTGTCAT
Universitas Indonesia Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
74
Lanjutan
1201 GTTTGTGCCACGTTTCAGTTCAGTTCTGAAGTGTTATTAAATGTGTTCCTCAGCGACAGT 1261 GTAGCGTCATGTTAGAGGAGACGATCTGACCCACCAGTTTGTACATCACGTCCTGCATGT 1321 CCCACACCATTTTTTCATGACCTTGTAATATACTGGTCTCTGTGCTATAGTGGAATCTTT 1381 GGTTTTGCATCATAGTAAAATAAAATAAACCCATCACATTTGGAACATAAAAAAAAAAAA 1441 AAAAAAAAAAAAAAAAAA KEYS (in order of precedence): >>>>>> left primer <<<<<< right primer Statistics Pair Stats: considered 8, unacceptable product size 7, ok 1 primer3 release 1.1.4 (primer3_results.cgi release 0.4.0)
Universitas Indonesia Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
76
Lampiran 7 Perhitungan konsentrasi sel sperma
Faktor pengenceran (1/20) : Larutan George 950 µl + sel sperma 50 µl = 1000 µl Jumlah sel (N) : Kotak 1 : 2 sel Kotak 2 : 1 sel Kotak 3 : 2 sel Kotak 4 : 5 sel Kotak 5 : 2 sel Jumlah sel : 13 sel Perhitungan jumlah sel (N) dari kisi tengah (5x5 kotak) :
1 2 3 4 5
N/n x faktor pengenceran x 20 spermatozoa/nl = konsentrasi sel sperma x 106/ml Keterangan: N : Jumlah sel yang dihitung pada seluruh baris n : Baris dalam satu kisi (5 kotak) 13/1 x 1/20 x 20 = 13 x 106/ml [Sumber : WHO 2010 : 43.]
Universitas Indonesia Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012
78
Lampiran 9 Perhitungan efisiensi transformasi
Efisiensi transformasi = Jumlah koloni x pengenceran x volume total transformasi Volume yang disebar x konsentrasi DNA
Efisiensi transformasi sampel = 352 cfu x 1 x 303 µl 200 µl x 1,765 = 3,02 x 102 cfu/µg
Efisiensi transformasi kontrol = 258 cfu x 1 x 303 µl 200 µl x 1,765 = 2,21 x 102 cfu/µg
[Sumber : Zhiming Tu dkk. 2005 : 117.]
Universitas Indonesia Konstruksi vektor ..., Ihsana Pratiwi, FMIPA UI, 2012