D. Pengembangan Jasa Lingkungan Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal memiliki pesona alam yang memukau dan menjadi salah satu tujuan wisata baik domestik maupun mancanegara. Salah satu harapan Sulawesi Utara menjadikan Kota Manado sebagai kota model ekowisata internasional sejalan dengan pengembangan pariwisata berbasis ekologi dan konservasi yang telah lama digaungkan pada sektor kehutanan. Untuk memantapkan rencana pemanfaatan jasa lingkungan, Balai KSDA menyusun rencana wisata pada tahun 2014 dan diharapkan selesai proses penyusunan dokumen penataan blok, penyusunan rencana pengelolaan dan desain tapak dapat diselesaikan. Ijin Pemanfaatan Pariwisata Alam (IPPA) dapat dikeluarkan setelah disahkan dokumen tersebut. Penyelesaian dokumen sampai pengesahan oleh Direktur Jenderal PHKA diakhir 2014. Peningkatan kelembagaan, pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta sarana pemandu melalui pembinaan pemandu wisata (guide) dan pembentukan kelompok, pelatihan dan pemenuhan sarana. Tercatat saat ini kelompok guide di TWA Batuputih berjumlah 52 orang. Dampak langsung kegiatan wisata ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah kamar homestay dalam 10 tahun terakhir, meningkat dari 29 kamar menjadi 65 kamar. Beberapa potensi jasa lingkungan dalam kawasan konservasi yang diidentifikasi sangat menjanjikan tujuan wisata sebagaimana tabel berikut: Tabel 11. Potensi Jasa Lingkungan di Provinsi Sulawesi Utara dalam Kawasan Konservasi. No.
Kawasan Konservasi Lokasi
Luas (ha) Pengelola
Penetapan
1
TWA Batuputih
Bitung
615
BKSDA Sulut
SK. Mentan No. 1049 /Kpts/ Um/12/18 tgl 24-12-1981
2
TWA Batuangus
Bitung
635
BKSDA Sulut
SK. Mentan No.1049/Kpts/ Um/12/18 tgl 24-12-1981
3
SM Karakelang
Kab. Talaud
24.669
BKSDA Sulut
SK. Menhut No.971/ Kpts-II/2000 Tgl. 22-12-2000
4
TN Bogani Nani Wartabone
Bolmong
287.115
Balai TN Bogani Nani Wartabone
SK. Menhut No. 731/Kpts-II/1992
5
CA Gunung Ambang
Bolmong
18.765
BKSDA Sulut
SK Mentan No. 359/Kpts/ Um.6/1978
6
TN Laut Bunaken
Manado
89.065
Balai TN Bunaken
SK Menhut No. 730/Kpts-II/1991
7
CA TangkokoDuasudara
Bitung
3.196 / 4.299
BKSDA Sulut
SK Mentan No. 1049/Kpts/ Um/12/81 tanggal 24 Desember 1981 SK. Mentan No 700/Kpts/ Um/7/78 tgl. 13-11-1978
8
CA Gunung Lokon
Tomohon
720
BKSDA Sulut
SK. Menhut No. 109/Kpts-II/2003 Tanggal 23 Maret 2003
9
SM Manembonembo
Minahasa
6500
BKSDA Sulut
SK. Mentan No. 441/ Kpts/Um/7/78 tgl. 16-7-1978
Sumber: Balai KSDA Sulawesi Utara
50
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Kawasan dengan potensi wisata yang tersebut pada tabel diatas, tidak semuanya dapat dimanfaatkan untuk tujuan wisata, seperti halnya kawasan cagar alam yang sampai saat ini belum diatur undang-undang untuk pemanfaatan wisata alam. Selain obyek dan daya tarik wisata yang ditawarkan oleh BKSDA Sulut, TN Bunaken memiliki potensi berupa keragaman hayati laut dan ekosistemnya antara lain berbagai jenis ikan, penyu, lumba-lumba, echinodermata, terumbu karang dan hutan bakau. Sarana dan prasarana wisata di TN Bunaken juga cukup memadai adanya beberapa perusahaan wisata alam seperti cottage dan jasa penyelaman, rumah sewa, dan rumah makan. Prasarana penunjang pariwisata yang terdapat di TN Bunaken antara lain gazebo tempat berjualan cenderamata di Pulau Bunaken, penerangan berupa aliran listrik, jalan, dermaga, air bersih, telekomunikasi, sarana transportasi, dan sarana kesehatan (puskesmas). TN Bunaken tidak hanya menawarkan potensi wisata perairan, namun juga menyimpan potensi wisata daratan dan wisata budaya. Tabel berikut memperlihatkan potensi wisata yang dapat dinikmati di TN Bunaken. Tabel 12. Potensi Wisata di Taman Nasional Bunaken
No. Nama Desa
1 2 3 4
Pesisir Utara Kelurahan Molas Kelurahan Meras Kelurahan Tongkaina
10
Desa Tiwoho Pulau Mantehage Desa Tangkasi Desa Tonongko Desa Buhias Desa Bango Pulau Nain Desa Nain Pulau Bunaken Kelurahan Bunaken
11
Kelurahan Alungbanua
12
Pulau Manado Tua Kelurahan Manado Tua I
5 6 7 8 9
Wisata Daratan
Wisata Perairan
Wisata Budaya
B a k a u , Birdwatching, Bakau
Diving Diving Diving
Masamper Tari Perang
Diving
-
Bakau, Rusa Bakau Bakau, Rusa Bakau
Diving Diving Diving Diving
-
Wisata desa
Diving
-
Wisata desa, D i v i n g , M u s i k wisata pantai, Snorkelling Bambu wisata belanja Wisata desa D i v i n g , Budaya Snorkelling B a k a u , Diving Birdwatching, Trekking, Macacanigra.
-
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
51
Birdwatching, Diving Trekking, Macaca nigra.
13
Kelurahan Manado Tua II
14
Pesisir Selatan Desa Poopoh
Wisata desa
15 16 17 18 19
Desa Teling Desa Kumu Desa Pinasungkulan Desa Rap-Rap Desa Arakan
Bakau Bakau Bakau -
Swimming, Diving -
-
-
Sumber: Balai TN Bunaken
Selain itu, kegiatan berbasis konservasi dan jasa lingkungan, TN Bunaken juga aktif melakukan kegiatan inventarisasi, identifikasi dan monitoring terhadap sumber daya alam yang direalisasikan dengan kegiatan monitoring terumbu karang, rehabilitasi karang, transplantasi karang, monitoring ikan, monitoring SPAG,s, monitoring dan rehabiltasi mangrove, rehabilitasi padang lamun, penanaman pohon pakan Macaca nigra di Pulau Manado Tua, Inventarisasi Molusca dan crustacean, serta monitoring burung. Pembinaan
Gambar 16.
Pesona matahari tenggelam di TN Bunaken
Foto: BTN Bunaken
landscape dan pengawasan kawasan juga merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh TN Bunaken. Tidak berbeda jauh dengan BKSDA dan TN Bunaken, Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang sebelumnya bernama Dumoga Bone, memiliki berbagai keunikan ekologi sebagai kawasan peralihan geografi daerah Indomalaya di sebelah Barat dan Australasia di sebelah Timur. Taman Nasional ini adalah yang terbesar di bioregion Wallacea. Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone kaya akan potensi tumbuhan, secara keseluruhan diperkirakan kurang lebih 400 jenis tumbuhan. Jumlah tersebut sudah dapat diidentifikasi sebanyak 120 jenis, diantaranya merupakan jenis anggrek, dan kurang lebih 90 jenis tumbuhan berkayu. Jenis flora yang dominan dan terbesar merata diseluruh kawasam Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah dari jenis ficus. Untuk jenis-jenis Piper aduncum, Trema orientalis, Macaranga sp, dan Stipulans sp, umumnya dijumpai pada vegetasi sekunder. Pada vegetasi hutan hujan dataran rendah ditemukan tumbuhan dari suku Lauraceae misalnya, Garcinus sp, suku Myristaceae, suku Annacardiaceae (Dracontomelon sp, Swintenia sp, Spondias sp), suku Sapotaceae terutama Palagium sp, serta suku Sterculiaceae (Scephium sp, Pterospermum sp, dan Heritria sp). Untuk jenis Pometia pinata, Octomeles sumatrana, Dumbayan molucana, Ficus sp, Eugenia sp, Dischopis sp, dan Artocarpus sp. Tumbuhan berkayu lainnya yang menonjol terdapat dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yaitu, kayu hitam (Diospyros sp), kayu inggris (Eucalyptus deglupta), kayu bugis (Coorsidendron pinatum), kayu linggua (Pterocarpus indicus), dan kayu cempaka
Gambar 17.
Keragaman terumbu karang di TN Bunaken
Foto: BTN Bunaken
Gambar 18.
Maleo (Macrocephalon maleo) salah satu fauna di TN Bogani Nani Wartabone
Foto: BTN Bogani Nani Wartabone
(Elmerillia ovalis). Untuk potensi fauna, di kawasan TNBNW terdapat jenis mamalia, seperti Babirusa (Babyrousa babirussa), Anoa dataran rendah (Bubalus depresicornis), Anoa gunung (Bubalus quarlesi), dan jenis primata, terdapat 3 jenis Monyet Sulawesi yaitu Macaca nigra, Macaca nigrescens, dan Macaca hecki. Jenis lain yang ditemukan adalah Tarsius (Tarsius tersier), Musang Sulawesi (Macrogolodia muschenbroeki) dan Kus-Kus (Phalanger sp). Jenis burung (aves) kurang lebih 125 jenis, dari jumlah tersebut kurang lebih 45 jenis diantaranya merupakan jenis endemik, seperti dari kerabat burung seperti Merpati (Columbidae), Paruh Bengkok (Psittacidae), Raja Udang (Alcedinidae), Jalak (Sturnidae) Rangkong (Bucertotidae), Pelatuk (Picidae), Pemakan Lebah (Meliphagidae) dan Burung Maleo (Macrosephalon maleo). 54
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Gambar 19.
Pesona air terjun Mengkang di TN Bogani Nani Wartabone
Foto: BTN Bogani Nani Wartabone
Jenis reptilia yang sering ditemukan dalam kawasan antara lain, ular belang (Bugarus cundidus), ular cincin (Boiga dendrophylu), ular serigala (Lycodon sp), kadal (Mobuya multifasciata), king kobra (Najanaja), kura-kura (Orsilia sp), ular sanca/patola (Phyton molorus), ular hijau (Trimeroturus wagleri), dan biawak coklat (Varanus salavator). Selain kaya akan jenis flora dan fauna, Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone memiliki potensi wisata alam yang cukup menarik yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata alam. Berikut merupakan potensi wisata alam yang ada dalam kawasan taman nasional yang dapat dengan mudah dijangkau yaitu a) Habitat dan tempat dan peneluran Burung Maleo sekaligus sebagai pusat pembinaan populasinya, di lokasi Tambun, Muara Pusian, dan Hungayono. b) Habitat Tarsius sp. disekitar hutan sekunder Kosinggolan Toraut dan Lombongo. c) Situs purbakala berupa gua berkamar di lokasi Toraut dan Binuanga. d) Air terjun Bumbung, Mengkang, Toraut, dan Lombongo. e) Gua kapur (stalaktit) Hungayono. Potensi Jasa lingkungan yang dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara adalah Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
55
Gambar 20.
Peta Tahura Gunung Tumpa
Foto: Dinas Kehutanan
Taman Hutan Raya Gunung Tumpa. Tahura Gunung Tumpa merupakan kawasan konservasi yang terpadu antara hutan alam sekunder dengan hutan tanaman di Provinsi Sulawesi Utara seluas 208,801 ha membentang dari kawasan hutan kota Manado sampai kabupaten Minahasa Utara. Letak Taman Hutan Raya Gunung Tumpa berada di Kelurahan Molas, Kelurahan Meras, Kelurahan Tongkeina dan Kelurahan Pandu Kecamatan Molas Kota Manado, Desa Wori dan Desa Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara, berada pada ketinggian 175 - 627 m dpl. Tahura Gunung Tumpa sebagai Kawasan Pelestarian Alam yang salah satu tujuannya adalah koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami ataupun buatan, memiliki 3 tipe ekosistem utama yaitu hutan hujan tropis sekunder, semak/ padang rumput dan kebun. Adanya beberapa tipe ekosistem dalam Taman Hutan Raya 56
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Gambar 21.
Kegiatan pengelolaan di Tahura Gunung Tumpa
Foto: Arif
Gunung Tumpa membuat keanekaragaman hayatinya semakin beragam. Hasil identifikasi flora dan fauna tahun 2013, didapati dalam kawasan Taman Hutan Raya berbagai flora dan fauna yang endemik di Sulawesi Utara seperti Tangkasi (Tarsius tersier), dan Beringin (Ficus minahasae Miq). Kekayaan alam yang ditawarkan lainnya adalah pemandangan alam yang menarik. Dari puncak Tahura Gunung Tumpa wisatawan dapat melihat Pulau Manado Tua, Bunaken, Siladen, Mantehage, serta Nain. Bahkan Pulau-pulau dibagian utara Pulau Talise, Pulau Biaro, Tagulandang dan Siau serta menikmati landscape Kota Manado, Teluk Manado, sebagian besar wilayah Kab. Minahasa Utara, sebagian Kab. Minahasa, dan Kota Tomohon. Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
57
Gambar 22. Keindahan Alam TWA Batuangus
Foto: Hutan dan semak (Johanes Wiharisno) Willy Noor Effendi ( Ikan dan Karang)
48
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
49
“I GREW UP IN A FOREST. IT’S LIKE A ROOM. IT’S PROTECTED, LIKE A CATHEDRAL...IT IS A PLACE BETWEEN HEAVEN AND EARTH”
ANSLEM KIEFER
Gambar 23. Flora dan Fauna TWA Batuputih 60 50
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Foto : Giyarto
E.
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dalam sektor kehutanan telah lama dilakukan di Sulawesi Utara, namun akhir-akhir ini, pelaksanaannya lebih intensif dan terorganisir sehingga manfaat hutan semakin dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Instansi kehutanan Provinsi Sulawesi Utara, baik UPT kementerian Kehutanan maupun Dinas Kehutanan senantiasa bahu-membahu dalam menggiatkan pemberdayaan masyarakat. Balai KSDA Sulawesi Utara mengelola 13 kawasan konservasi, dua diantaranya merupakan kawasan Taman Wisata Alam yaitu TWA Batuputih dan TWA Batuangus. Kedua kawasan tersebut berada di Kota Bitung, provinsi Sulawesi Utara dengan luas total 1.250 ha. Kawasan TWA Batuangus baru pada tahap awal dalam pengelolaannya, sedangkan TWA Batuputih telah berkembang cukup lama sebagai destinasi wisata. Pengembangan ekowisata merupakan bagian penting dalam pengelolaan kompleks kawasan konservasi Cagar Alam Tangkoko-Duasudara dan TWA Batuputih-Batuangus. Perubahan status kawasan sebagian cagar alam menjadi taman wisata alam pada tahun 1981, salah satunya ditujukan untuk mengurangi tekanan masyarakat sekitar kawasan terhadap fungsi cagar alam melalui aktivitas wisata. Dampak yang diharapkan dari dibukanya peluang kegiatan wisata didalam TWA Batuputih adalah; a) peningkatan kesejahteraan masyarakat, b) sumber pendapatan baru bagi masyarakat, c) berkurangnya ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan, d) meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan kawasan hutan yang berkelanjutan, e) mendukung fungsi kawasan sebagai pusat keanekaragaman hayati dan sumber ilmu pengetahuan (diharapkan masyarakat lokal dapat menjadi local counterpart bagi aktivitas penelitian) dan f) menurunnya degradasi dan deforestasi dari kegiatan illegal logging, perladangan dan aktivitas terlarang lainnya. Disisi penyelamatan hutan, tanah dan air, pemberdayaan masyarakat telah diprogramkan dalam peningkatan fungsi dan daya dukung DAS. Dalam pelaksanaan program tersebut terdapat beberapa kegiatan diantaranya adalah: a) Kegiatan pengembangan perhutanan sosial dalam bentuk kegiatan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Rakyat (HR) untuk bahan baku kayu perindustrian dan HHBK unggulan, b) Pengembangan Perbenihan Tanaman Hutan dalam bentuk kegiatan pengembangan seed for people, Pengembangan Sentra Bibit (persemaian Permanen, Kebun Bibit Rakyat) dan c) Pembinaan Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam bentuk kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, penyusunan baseline data pengelolaan DAS, penyusunan data dan peta lahan kritis serta d) Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan Reklamasi Hutan dalam bentuk kegiatan rehabilitasi hutan pada DAS prioritas dan pada lahan-lahan kritis, pembangunan hutan kota, rehabilitasi hutan mangrove dan sempadan pantai. Bentuk lain pemberdayaan masyarakat adalah dengan pengembangan kelembagaan, salah satu kegiatan yang telah berhasil dibangun BPDAS Tondano adalah pembentukan forum DAS pada tingkat kabupaten yang hingga tahun 2014 telah memfasilitasi lahirnya Peraturan Daerah tentang Pengelolaan DAS Tondano Kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan air yang telah dilakukan oleh Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah kegiatan pemanfaatan massa air untuk mendukung pembangunan SPAM di beberapa desa penyangga yang berada di SPTN Wilayah I Suwawa dan SPTN Wilayah II Doloduo. Pemanfaatan jasa lingkungan air tersebut dilakukan melalui pembuatan MoU Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
61
antara Balai TNBNW dengan Pemerintah Daerah / Kelompok tani / PDAM, namun setelah terbit Permenhut Nomor : 64 tahun 2013 tentang Pemanfaatan Air Dan Energi Air di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Dan Taman Wisata Alam, MoU yang sudah dibuat disesuaikan dengan IPA / IUPA. Selain pemanfaatan massa air, dilakukan pula pemanfaatan energi air dalam rangka mendukung kegiatan pembangunan PLTM baik yang dibangun di Kabupaten Bolaang Mongondow maupun yang dibangun di Kabupaten Bone Bolango. Pemanfaatan energi air tersebut dilakukan dengan mengurus izin terlebih dahulu berupa IPEA / IUPEA berdasarkan Permenhut Nomor 64 tahun 2013.
F. Pembangunan KPH Pada periode ini perencanaan hutan memegang peranan sangat penting untuk pemanfaatan hutan lestari. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi: inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota serta pada tingkat unit pengelolaan. Unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efesien dan lestari, yang kemudian disebut KPH, antara lain dapat berupa kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP), dan kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK). KPH berperan sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan atau ditingkat tapak yang harus menjamin bahwa pengelolaan hutan dilakukan secara lestari sesuai dengan fungsinya. Keberadaan KPH menjadi kebutuhan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai pengelola sumberdaya hutan sesuai mandat undang-undang, dimana hutan dikuasai negara dan harus dikelola secara lestari. Sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008, yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.6/Menhut-II/2010 Tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPHP, secara eksplisit fungsi kerja KPH dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan di tingkat tapak dapat dijabarkan secara operasional sebagai berikut: a) Melaksanakan penataan hutan dan tata batas di dalam wilayah KPH, b) Menyusun rencana pengelolaan hutan di tingkat wilayah KPH, termasuk rencana pengembangan organisasi KPH, c) Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh pemegang ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam, d) Melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan, e) Melaksanakan perlindungan hutan dan konservasi alam, f) Melaksanakan pengelolaan hutan di kawasan tertentu bagi KPH yang telah menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), g) Menjabarkan kebijakan kehutanan menjadi inovasi dan operasi pengelolaan hutan dan h) Menegakkan hukum kehutanan, termasuk perlindungan dan pengamanan kawasan, serta i) Mengembangkan investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan lestari. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.796/Menhut-II/2009 tanggal 7 Desember 2009, telah ditetapkan 9 unit Kesatuan PengelolaanHutan di Provinsi Sulawesi 62
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Utara. Dari 9 unit KPH, ditetapkan 1 (satu) unit KPH model yaitu KPHP Model Poigar, dengan SK Nomor : 788/Menhut-II/2009. Luas KPHP Model Poigar : 41.598 ha. Dengan tidak diperbolehkannya izin IUPHHK-HA, HTI, RE, penetapan HKM dan HD Luas kawasan hutan yang belum dibebani izin pemanfaatan di KPHP Model Poigar seluas 37.434,35 ha. Perkembangan Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di Provinsi Sulawesi Utara adalah sebagai berikut : Tabel 13. Perkembangan Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di Provinsi Sulawesi Utara No 1
2 3
4
5
6
Unit KPHP/KPHL Kab/Kota UNIT I KPHP a. Bolaang Mongondow b. Bolaang Mongondow Utara Unit II KPHP Bolaang Mongondow Unit III KPHP a. Bolaang Mongondow b. Bolaang Mongondow Selatan c. Bolaang Mongondow Timur Unit IV KPHP a. Bolaang Mogondow
Fungsi Kawasan Hutan(±ha) HL HPT HP
Luas (± ha)
665
15.048
2.793
18.506
28.473
69.285
5.99
103.748
3.905
10.931
6.715
21.551
483
1.662
-
2.145
35.682
33.151
21.354
90.187
9.176
7.35
1.03
17.556
3.033
14.706
7.51
25.249
b. Minahasa Selatan Unit V KPHL a. Kota Tomohon
2.374
4.09
9.567
16.031
307
-
229
536
b. Minahasa c. Minahasa Selatan d. Minahasa Tenggara e. Minahasa utara Unit VI KPHL a. Kota Bitung b. Kota Manado c. Minahasa Utara
5.576 7.757 5.46 1.191
-
3.607 402 -
9.183 8.159 5.46 1.191
5.769 28 11.546
9.472
-
5.767 28 21.018
Progres Pembentukan Belum dilaksanakan
Sda
Sda
KPHP Model Poigar
Belum dilaksanakan
Sda
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
63
7
8
9
Unit VII KPHP a. Bolaang Mongondow Timur b. Minahasa Selatan c. Minahasa Tenggara Unit VIII KPHL a. Kepulauan Sangihe b. Kepulauan Sitaro Unit IX KPHL Kab. Kepulauan Talaud
9.182
18.12
1.286
28.588
Sda
6.002 460
5.288 12.915
5.977 2.338
17.267 15.713
9.811 3.46
-
-
9.811 3.46
Sda
11.181
2.204
-
13.385
Sda
Sumber : BPKH Wilayah VI Manado
G. Penelitian, Pendidikan Masyarakat dan Bakti Sosial 1. Penelitian dan Pengembangan Pemantapan unsur-unsur pendukung penelitian BPK Manado dilakukan dengan pemantapan sistem perencanaan, evaluasi, dan pelaporan, serta pemantapan kelembagaan, organisasi, dan profesionalisme SDM serta sarana prasarana penelitian. BPK Manado melakukan penelitian berbasis konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan. Jumlah karya IPTEK sejak tahun 2007, dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah peneliti.Penelitian yang dilakukan BPK Manado meliputi : a) Konservasi flora, fauna, dan mikro organime, b) Pengelolaan hutan mangrove dan ekosistem pantai, c) Model pengelolaan kawasan konservasi berbasis ekosistem, d) Sistem pengelolaan DAS hulu, lintas Kabupaten, lintas provinsi, e) Pengelolaan sumberdaya lahan dan air pendukung pengelolaan DAS, f) Pengelolaan hutan tanaman penghasil kayu pertukangan, g) Pemuliaan tanaman hutan (Demplot Sumber Benih), dan h) Pengembangan perhitungan emisi Gas Rumah Kaca(GRK) kehutanan (Inventory). Dalam peningkatan kemanfaatan dan diseminasi IPTEK konservasi dan rehabilitasi, peningkatan produktivitas hutan, perubahan iklim dan kebijakan kehutanan, BPK Manado melakukan diseminasi IPTEK hasil penelitian konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan kepada pengguna antara lain : a) Penyelenggaraan seminar hasil-hasil penelitian untuk masyarakat telah dilakukan setiap tahun dalam skala nasional dan Seminar Internasional Hutan dan Biodiversitas (tahun 2013), b) Alih teknologi silvikultur untuk petani hutan tanaman rakyat di Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara dan Sosialisasi Hama dan Penyakit Tanaman Kehutanan di Desa Kaweruan Kabupaten Minahasa Utara, c) Workshop Strategi Monitoring Permanent Sample Plot dalam Mendukung Penurunan Emisi, d) Pengelolaan informasi hasil-hasil penelitian berupa penerbitan karya tulis dalam bentuk info, jurnal, prosiding dan buku. Pemasyarakatan hasil penelitian dan pengembangan melalui media : Dialog Tanaman Obat Oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, e) Pengelolaan Hutan Penelitian dan arboretum. Disamping melaksanakan penelitian dan pengembangan, untuk menambah jejaring dibidang kelitbangan, BPK Manado melakukan kerjasama dengan para pihak meliputi; 64
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
a) Konservasi Eksitu Anoa dan Burung Nuri Talaud dengan BKSDA Sulawesi Utara, b) Memfasilitasi survey rencana budidaya Eucalyptus sp. dan Pembangunan Agroindustri di Sulawesi Utara, kerjasama antara UGM, PT. Sritex dan Pemerintah Provinsi Utara, c) Persemaian Permanen dengan BPDAS Tondano, d) Hutan Penelitian dengan BKSDA Sulawesi Utara, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Dinas Kehutanan Halmahera Barat, e) Program Inseminasi Buatan pada Anoa dengan SEAMEO BIOTROP, f) Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) REDD+ Readiness Preparation dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, g) Pelaksanaan kegiatan penelitian (didanai oleh Dikti, Kemenristek) kayu substitusi untuk bahan baku rumah woloan, mikrohidro untuk masyarakat dan tanaman obat (outcame buku 1 dan 2), h) Kerjasama pembuatan plot ukur permanen (PUP) dengan IUPHHK PT Bela Berkat Anugerah di Maluku Utara, dan i) Melakukan kegiatan Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dengan Universitas Sam Ratulangi. BKSDA Sulawesi Utara sebagai pengelola kawasan konservasi di wilayah Sulawesi Utara menyiapkan laboratorium alam bagi penelitian dalam bidang keanekaragaman hayati, baik flora dan fauna serta ekosistem hutan. Pada saat ini beberpa proyek penelitian juga tengah berlangsung di kawasan CA Tangkoko, CA Gunung Ambang, CA Dua Saudara , TWA Batuputih serta TWA Batuangus. Macaca Nigra Project pertama kali diperkenalkan pada April 2006 untuk mempelajari sisi ekologi, reproduksi dan sistem sosial dari Yaki/monyet
Gambar 24. Anoa di Habitat Alaminya dan Anoa Dalam Proses Penelitian Inseminasi Buatan (IB) di BPK manado
Foto : BPK Manado
hitam Sulawesi (Macaca nigra). Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Riset yang terletak di habitat alam Yaki yaitu di Tangkoko Sulawesi Utara. Selain sebagai pusat penelitian, Macaca Nigra Project juga memiliki tujuan untuk mempromosikan konservasi spesies Yaki (Macaca nigra). Proyek ini merupakan kerjasama antara Kementerian Kehutanan (BKSDA Sulawesi Utara) dengan German Primate Centre (DPZ/Deutsches Primaten Zentrum), IPB (Institut Pertanian Bogor) dan UNSRAT (Universitas Sam Ratulangi). Kegiatan penelitian cukup banyak dilakukan di kawasan konservasi di Sulawesi Utara, dan ini membuka peluang Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
65
a
b
d
Gambar 25. Kegiatan Penelitian, Seminar dan Perjanjian Kerjasama
a. Kepala Badan Litbang dan Ka. BPK Meninjau Lokasi Penelitian b. Seminar International Keanekaragaman Hayati Oleh BPK Manado c. Kepala BPK (Ir. Muh. Abidin, M.Si) Menerima Piagam Dari Ibu PKK d. Workshop Strategi Monitoring Permanen Sampling Plot e. Penandatanganan Prasasti Kerjasama Macaca Nigra Project Oleh Sekretaris Ditjen PHKA (Dr. Novianto Bambang Wawandono) dan Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara (Ir. Sudiyono) f. Sekretaris Badan Litbang di Hutan Penelitian Batuangus/TWA Batuangus g. Sekretaris Badan Litbang Menanam di Hutan Penelitian Batuangus/TWA Batuangus
Foto : BPK Manado dan Balai KSDA Sulawesi Utara
66
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
f
c
e
g
usaha dengan nilai ekonomi cukup tinggi. Fokus dari Macaca Nigra Project saat ini adalah dalam hal riset/penelitian Yaki. Proyek ini telah menginisiasi beberapa studi tentang sinyal seksual jantan dan betina yang mengikutsertakan beberapa mahasiswa Indonesia dan mahasiswa internasional serta para peneliti. Dengan menggunakan pendekatan terintegrasi (integrative approach), saat ini sedang dipelajari mengenai sinyal seksual tersebut pada efek fisiologis dari kesuksesan reproduksi. Penelitian ini akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ilmu pengetahuan terutama dalam hal pola reproduksi yang akan mendukung peningkatan populasi primata khususnya Yaki di Cagar Alam Tangkoko-Duasudara. Project ini diresmikan pada 14 September 2014.
2. Pendidikan dan Pelatihan 2.1 Pendidikan Lingkungan Selain penelitian dan pengembangan, BPK Manado melakukan kegiatan pendidikan berbasis konservasi dan rehabilitasi, peningkatan produktivitas hutan dan perubahan iklim. Dalam bentuk penanaman cempaka dan jabon dengan tajuk “Gelorakan Korsa Rimbawan dengan Gemasta Cempabon” 28 Maret 2012 bertempat di halaman kantor Balai Penelitian Kehutanan Manado pada acara Puncak Peringatan Hari Bakti Rimbawan ke-29 Tahun 2012. Dalam bidang pendidikan, BPK Manado telah ikut mencerdaskan dan menambah wawasan Gambar 26. Arboretum BPK Manado
Gambar 10. Arboretum BPK Manado (Sumber : BPK Manado)
Foto : BPK Manado
khususnya untuk pendidikan kehutanan dan lingkungan hidup serta menjadi salah satu pusat kunjungan secara rutin bagi mahasiswa dan pelajar dari berbagai jenjang pendidikan serta masyarakat dan tokoh agama untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan terutama dalam bidang konservasi alam, kehutanan, biologi dan pendidikan lingkungan. 2.2. Pendidikan dan Pelatihan Ketrampilan Disisi lain, dalam rangka untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap bagi pegawai kehutanan, Balai Pendidikan dan Latihan Kehutanan Makassar telah melakukan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai Kehutanan. Tiap tahun pegawai baik dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara maupun dari Dinas yang membawahi kehutanan di Kabupaten/Kota serta dari UPT Kementerian Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara telah mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Output pendidikan dan pelatihan sangat menjadi tumpuan dalam peningkatan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat di daerah tempat dimana mereka bertugas. 2.3. Pendidikan Tenaga Menengah Kehutanan Untuk menunjang tenaga menengah di sektor kehutanan, Kementerian Kehutanan melalui Sekolah Menengah Kehutanan di Makassar telah melakukan pendidikan anak bangsa yang berasal dari berbagai daerah termasuk dari Provinsi Sulawesi Utara. Jenjang pendidikan ditempuh selama 4 tahun, dengan tujuan untuk menghasilkan tenaga menengah kehutan yang mempunyai basis ilmu dasar kehutanan dan ketrampilan yang diorientasikan untuk
Gambar 27. Kunjungan SD GMIM Kima Atas tahun 2014
Gambar 11. Kunjungan SD GMIM Kima Atas tahun 2014 (Sumber :BPK Manado)
Foto : BPK Manado
dapat mengisi kekurangan tenaga menengah di bidang kehutanan. Saat ini lulusan SMK Kehutan telah mengisi posisi-posisi penting di berbagai instansi baik Dinas Kehutanan dan atau yang membidangi kehutanan serta di UPT Kementerian Kehutanan. 2.4. Pendidikan Tinggi Dengan slogan Silvarum in Viventibus, Hutan untuk kehidupan, Program Studi Kehutanan Universitas Sam Ratulangi tengah berjuang untuk menjadi pusat unggulan silvika Indonesia pada tahun 2020. Penelitian di Program Studi Kehutanan tergambar pada Kelompok Bidang Ilmu yang mengelola mata kuliah, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Ada 8 Kelompok Bidang Ilmu (KBI) yang tersedia sampai saat ini yakni (1) KBI Biodiversitas, (2) KBI Silvikultur, (3) KBI Ekonomi Kehutanan, (4) KBI Pengelolaan DAS, (5) KBI Teknologi Hasil Hutan, (6) KBI Agroforestri dan Hutan Kemasyarakatan, (7) KBI Ekologi Hutan, dan (8) KBI Geografi dan Lingkungan Hidup. Kerjasama pendidikan dan penelitian telah dilaksanakan dengan berbagai institusi di dalam dan luar negeri antara lain IPB, LIPI, Pacific Institute for Sustainable Development, Texas A&M University (USA), Simon Fraser University (Canada), German Primate Center, Whitley Wildlife Conservation Trust Paignton Zoo UK, Yayasan Nantu Adudu International, dan South East Asian One Helath University Network. Hingga tahun 2014, pengajar program studi kehutanan Unsrat terdiri 15 dosen dengan pendidikan terakhir doktor 8 orang dan magister 6 orang. Lulusan perguruan tinggi manca negara terdiri dari 4 orang doktor dan 4 orang magister. Tabel 14. Komposisi Pengajar Program Studi Kehutanan Unsrat 2014
Gelar Doktor Magister
Lulusan Dalam Negeri 4 10
Sarjana
15
Lulusan Luar Negeri 4 4
Total Gelar 8 14
Komposisi dosen terkini 8 6
15
1
Program Studi Kehutanan telah menghasilkan lulusan sejak tahun 1987 dengan gelar Insinyur dan Sarjana Pertanian. Sejak tahun 2007, Program Studi kehutanan menghasilkan lulusan dengan gelar Sarjana Kehutanan. Sampai saat ini, lulusan Program Studi Kehutanan telah mengisi jabatan di Kementerian Kehutanan, Dinas-Dinas Kehutanan Provinsi dan kabupaten kota di berbagai Provinsi di Indonesia. Jumlah mahasiswa Program Studi Kehutanan saat ini adalah 268 mahasiswa aktif dengan 91 mahasiswa sedang melaksanakan penelitian. Perkembangan jumlah mahasiswa 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut: Tabel 15. Jumlah Mahasiswa Program Studi Kehutanan, Universitas Sam Ratulangi Tahun 2014
Tahun 2010 2011 2012 70
Jumlah mahasiswa 43 41 41
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
2013 2014
42 53
Penelitian mahasiswa Program Studi Kehutanan tersebar di seluruh kabupaten di Sulawesi Utara dan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia seperti Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, dan Papua.
3. Kegiatan sosial Sebagai bagian pengabdian bagi masyarakat, jajaran kehutanan Sulawesi Utara turut berperan serta dalam kegiatan masyakatnya. Pada saat terjadi bencana banjir dan tanah longsor di Manado, awal tahun 2014, segenap karyawan instansi kehutanan di Manado bersama dengan semua pegawai negeri dari seluruh instansi pemerintah, TNI, dan masyarakat melakukan kerja bakti bersih-bersih kota pasca banjir dan tanah longsor.
Gambar 28. Kegiatan Kerja Bakti Pasca Banjir dan Tanah Longsor
Foto: BPK Manado
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
71
H. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan Hutan Berkurangnya luas kawasan hutan merupakan ancaman terbesar bagi penurunan keanekaragaman hayati serta menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia. Hilangnya hutan karena alih fungsi kawasan, ledakan jumlah penduduk, pencurian hasil hutan terutama kayu, serta kebakaran hutan menjadi alasan kegiatan perlindungan dan pengamanan Kawasan hutan mutlak dilakukan. Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara telah memulai kegiatan Perlindungan dan pengamanan kawasan hutan dengan membentuk Tim Pengamanan Hutan Terpadu (TPHT) sebagai implementasi program Departemen Kehutanan dan telah dilakukan Operasi pengamanan hutan “Wanalaga” yang mulai dilaksanakan pada tahun 2004. Kegiatan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penyelesaian kasus pengamanan hutan, operasi intelejen dan pengamanan hutan gabungan, serta penyelesaian kasus pengamanan hutan. Tim terpadu pengamanan hutan Sulawesi Utara ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 136 tahun 2013 dengan Ketua Tim dijabat oleh Wakil Gubernur Sulawesi Utara Dr. Djouhari Kansil, M.Pd. Kegiatan pengamanan kawasan hutan juga dilakukan dengan cara patroli kehutanan oleh UPT Kementerian Kehutanan di Sulawesi Utara, diantaranya dilakukan oleh jajaran Polisi Kehutanan di BKSDA Sulut, TN Bogani Nani Wartabone dan TN Bunaken. Selain melakukan operasi pengamanan, BKSDA Sulut juga melakukan penyitaan terhadap fauna langka yang dipelihara secara ilegal.
Hilangnya hutan karena alih fungsi kawasan, ledakan jumlah penduduk, pencurian hasil hutan terutama kayu, serta kebakaran hutan menjadi alasan kegiatan perlindungan dan pengamanan Kawasan hutan mutlak dilakukan. Gambar 29. Rapat Koordinasi Tim Terpadu Pengamanan Hutan , dipimpin oleh Wakil
Gubernur Sulawesi Utara , Dr. Djouhari Kansil, M. Pd Foto: Dinas Kehutanan
72
Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara
Gambar 30. Aktivitas Dalam Rangka Perlindungan dan Pengamanan Hutan
Foto: Balai KSDA Sulawesi Utara