INFO
4
CYBERATTACK
Seberapa kokoh daya tangkal TNI AL?
P
ada tanggal 4 Desember 2011, Amerika Serikat terkejut luar biasa karena salah satu pesawat tanpa awak (drone) tercanggihnya dibajak dan ditangkap oleh Iran. Unit khusus cyberwar Iran berhasil menangkap drone yang tengah melaksanakan misi pengintaian tersebut dengan cara memanipulasi data Global Positioning System (GPS) dan menyebabkan drone milik musuh bebuyutannya
tersebut kehilangan kendali dan mendarat terpaksa di Iran. Dalam konteks militer, “prestasi” yang diraih Iran sebenarnya tergolong biasa saja. Namun mengapa berita tersebut menjadi sedemikian heboh, tidak lain karena yang dipermalukan adalah Amerika Serikat, negara yang selama ini dianggap sebagai kiblat teknologi. Namun ini belum seberapa, dibanding potensi kerusakan lain yang bisa terjadi dalam serangan cyberwar.
Sebut saja ketika Rusia menyerbu Georgia pada tahun 2008. Serbuan tentara merah nyaris tanpa perlawanan karena Rusia terlebih dahulu telah melumpuhkan semua infrastruktur command and control dan telekomunikasi militer Georgia. Akibatnya perlawanan tentara Georgia sama sekali tidak efektif karena tercerai berai tanpa kesatuan komando. Cyberattack bukan saja bisa mengacaukan jaringan komunikasi, tapi juga sistem navigasi. Pada bulan Mei 2012, Korea Utara unjuk kebolehan di hadapan tetangganya. Seluruh sistem GPS Korea Selatan di-jam. Tak pelak lagi aksi Korea Utara membuat Korea Selatan
kacau balau dan panik luar biasa. Tidak kurang dari 553 penerbangan terganggu, lebih dari 120 kapal laut semrawut, dan dua armada nelayan Korea Selatan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Amerika Serikat sangat sadar akan bahaya serangan dunia maya ini. Cyberattack tak lagi dipersepsikan sebagai sesuatu yang mungkin terjadi, tapi pasti terjadi. Betapa tidak, dalam situasi damai pun Angkatan Laut Amerika Serikat menjadi target cyberattack tidak kurang dari 110.000 kali per jam. Tidak heran kalau Angkatan Laut Amerika Serikat terus memperkuat pertahanan sistem navigasi dan jaringan komunikasi armada kapal perang dan pesawat tempurnya, karena dalam cyberwar sistem navigasi dan jaringan komunikasi lawan adalah target utamanya. Lebih mengerikan lagi, dalam berbagai simulasi yang dilakukan Amerika Serikat dalam rangka menghadapi cyberattack, ditemukan fakta bahwa salah satu serangan yang paling efektif adalah dengan menyerang obyek-obyek vital antara lain pembangkit tenaga listrik. Serangan terhadap infrastruktur sipil ini diperkirakan potensial menyebabkan kerugian sebesar US$ 700 miliar, kerugian yang setara dengan bencana yang diakibatkan 40-50 Tornado yang melanda Amerika Serikat secara bersamaan.
Indonesia saat ini pun sudah banyak mengalami cyberattack – dalam b e n t u k cybercrime – yaitu kegiatan kriminal berupa perampokan dan penipuan dengan menyerang berbagai situs di Indonesia. Serangan ini telah banyak menimbulkan kerugian khususnya di sektor perbankan. Banyak juga terjadi cybervandalism, yaitu cyberattack yang dilakukan untuk mendorong agenda tertentu dan mempermalukan pemerintah Indonesia. Namun, dengan melihat masih rendahnya kesadaran para pemangku kepentingan dan masyarakat Indonesia pada umumnya akan bahaya cyberattack, bisa dipastikan bahwa dimasa mendatang akan terjadi serangan yang jauh lebih serius dan masif. Indonesia memang menganut paradigma seribu sahabat tanpa musuh, namun bukan berarti Indonesia tak akan pernah mengalami cyberattack. Dan perlu dipahami, persiapan menghadapi cyberattack, apalagi yang diorganisir aktor negara, tak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Mengingat kompleksnya permasalahan, tindakan
counterattack akan memerlukan rentang waktu yang panjang, karena terkait dengan penyiapan sumber daya manusia, infrastruktur, dan belum lagi ini yang paling krusial: koordinasi antarlembaga di Indonesia. Tanpa persiapan yang memadai, apabila sewaktuwaktu Indonesia menghadapi konflik, maka kita benar-benar akan menjadi bulan-bulanan lawan. Sebagai matra yang sarat teknologi, sudah barang tentu TNI AL termasuk target utama yang sangat rentan (vulnerable target) terhadap ancaman cyberattack. Kini dengan status world class navy, TNI AL benar-benar ditantang, seberapa kokoh daya tangkal kita? ©Untung Suropati.
Good admirals adapt to the nature of the war. Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
5
n
Salam Jalesveva Jayamahe! Pembaca Cakrawala yang budiman. Baru saja kita lewati bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri 1434 H. Kami segenap redaksi Cakrawala mengucapkan minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir batin. Pembaca sekalian... Pada edisi kali ini, redaksi menyuguhkan artikel menarik yang masih ada kaitannya dengan peringatan HUT ke-68 RI, Aku Bangga Menjadi Bangsa Indonesia adalah salah satu topik utama Cakrawala edisi 416. Di samping itu, bertepatan dengan HUT TNI AL, maka kita ketengahkan beberapa artikel menarik seperti, Perjalanan Historis Menuju World Class Navy; Pandangan VADM. Scott H. Swift; Kesiapan Operasional TNI AL, serta beberapa artikel seputar permasalahan perbatasan laut yang disampaikan oleh Laksamana Pertama TNI Aan Kurnia, S.Sos. Para pembaca Cakrawala yang kami banggakan. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, maka majalah Cakrawala digital edisi replika kini telah diremajakan. Sehingga mulai edisi Cakrawala 416, para pengguna gadget bisa mengakses e-mag Cakrawala yang bersifat interaktif. Dengan tampilan yang lebih modern, kami berharap majalah Cakrawala makin mudah diakses oleh masyarakat luas. Akhirnya kami berharap, diusianya yang ke-68, TNI AL makin handal dan disegani. Salam Jalesveva Jayamahe.
PEMIMPIN UMUM: Laksma TNI Untung Suropati, WAKIL PEMIMPIN UMUM: Kolonel Mar Bambang Hullianto, PEMIMPIN REDAKSI: Kolonel Mar F.X. Deddy Susanto, REDAKTUR: Kolonel Laut (P) Rony E. Turangan, Kolonel Laut (KH) Drs. Heriyanto, Kolonel Laut (S) Julius Widjojono, Letkol Laut (KH) Drs. Hendra Pakan, Letkol Laut (KH) Drs. Heri Sutrisno, M.Si., Kapten Laut (S/W) Widajana, Lettu Laut (P) Abriyanto, Adi Patrianto, S.S., PENATA WAJAH: Serka PDK/W Mirliyana, Mujiyanto, Irma Kurniawaty, A.Md. Graf., Aroby Pujadi, REDAKTUR FOTO: Wamrin, TATA USAHA: Raya Mentawita T., DISTRIBUSI: H. Supendi, Edi Supono, Kld TTU Niki L.M. DITERBITKAN OLEH: Dinas Penerangan TNI AL, ALAMAT REDAKSI: Dinas Penerangan TNI AL, Gd. B4 Lt. 2, Mabesal Cilangkap, Jaktim-13870, Telp. (021) 8723314, No. ISSN: 0216-440x Mulai edisi 416 Cakrawala akan mengaktifkan Rubrik Surat Pembaca dengan menggunakan facebook, twitter dan email. Untuk kritik, saran, dan opini singkat dapat dikirim via surat ke alamat redaksi kami, Dinas Penerangan TNI AL, Gd. B4 Lt. 2, Mabesal Cilangkap, Jaktim-13870 atau via email:
[email protected].
Radio JJM 107.8 FM Radio Streaming di www.tnial.mil.id
Redaksi menerima tulisan (maksimal 5 halaman dengan spasi 1,5) beserta foto dari segenap anggota TNI AL dan masyarakat umum. Naskah diprint dengan kertas A4, lebih baik lampirkan CD. Naskah yang telah dikirim, menjadi milik redaksi, dan redaksi berhak memperbaiki/mengedit tanpa mengubah isi/makna. Naskah yang dimuat akan mendapat imbalan sepantasnya. Tulisan dapat disampaikan ke alamat redaksi Dinas Penerangan TNI AL, Gd. B4 Lt. 2, Mabesal Cilangkap, Jakarta Timur - 13870 atau via email:
[email protected]
DAFTAR ISI
nerangan
8 33
28
11
Topik Utama
Info
Perjuangan Indonesia Menjadi Negara Kepulauan Penyelesaian Permasalahan Batas Maritim Indonesia dengan Sepuluh Negara Tetangga Tinjauan Aspek Hidro-Oseanografi Maritime Information Sharing (MARIS) Salah Satu Upaya untuk mewujudkan Maritime Domains Awareness (MDA) Kesiapan Operasional TNI AL Dunia, Aku Bangga jadi Bangsa Indonesia
Cyberattack Korps Marinir dan Kiprah Internasionalnya Ujud Pengarusutamaan Gender dengan Dididiknya Taruni Akademi TNI Perception and Reality Membangun Kesadaran dari Halaman Rumah
Opini Jalesveva Jayamahe Perjalanan Historis Menuju World Class Navy Pandangan VADM. Scott H. Swift Mantan Panglima Armada-7 US Navy Terhadap TNI AL Indonesia, di Sana dan di Sini Bangga dan Bangkit sebagai Anak Nusantara
Mewaspadai Internasionalisasi Selat Malaka Quo Vadis Regulasi Imigran Gelap (di mana peran TNI AL?)
Wawancara Biarkan Indonesia Menjadi Identitasmu Membangun Budaya Kerja ala General Manager Angkasa Pura I Juanda
Teknologi Angkatan Laut AS Luncurkan Pesawat Siluman di Kapal Induk Urgensi Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh untuk Pertahanan dan Keamanan
Prestasi Opa Imron Pejuang Penerangan Angkatan Laut yang Gak Mau Gaptek Bermodalkan Semangat, Srikandi Laut Mengukir Prestasi Mengharumkan Nama Bangsa
TOPIK UTAMA
8
PERJUANGAN INDONESIA MENJADI NEGARA KEPULAUAN
Menteri Luar Negeri Indonesia, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, pada saat membacakan Deklarasi Djuanda 1957.
Tanpa satu pun letusan senjata, bangsa Indonesia berhasil memperluas wilayahnya hingga 2,5 kali lipat. Inilah keberhasilan diplomasi Republik Indonesia dengan Deklarasi Djuandanya.
S
ejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 hukum yang berlaku di perairan Indonesia mengacu pada produk peninggalan Kolonial Belanda yaitu Teritoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie (TZMKO) tahun 1939. Ordonansi ini antara lain mengatur tentang lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil yang diukur dari garis rendah dari pulau-pulau yang termasuk dalam daerah Indonesia. Dengan pengaturan yang demikian maka negara Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan gugusan pulau yang jarak perairan antar pulau-pulaunya banyak yang lebih dari 6 mil akan dipisahkan oleh kantong-kantong laut lepas antar pulau-pulau tersebut. Bentuk geografis Indonesia yang demikian tentu sangat menyulitkan bagi
kepentingan nasional, terutama dalam bidang keamanan, ekonomi, politik, persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia, karena tiap-tiap pulau akan mempunyai laut wilayah sendiri-sendiri. Dengan banyaknya kantong-kantong laut lepas yang berada di antara pulau di Indonesia maka negaranegara lain dapat secara bebas memanfaatkan perairan antara pulau tersebut sesuai dengan kepentingannya bahkan untuk berlalu lalangnya kapal perang dari berbagai negara yang belum tentu bersahabat. Dengan kondisi yang demikian diperlukan pemikiran dan terobosan untuk merombak sistem pengaturan tersebut, akhirnya muncul konsep negara kepulauan melalui “Deklarasi Djuanda 1957” yang diumumkan Pemerintah Indonesia
pada tanggal 13 Desember 1957 yang berisi sebagai berikut: ”Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan negara Republik Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak dari negara Republik Indonesia. Lalu lintas damai di perairan pedalaman ini bagi kapal asing terjamin selama dan sekadar tidak bertentangan dengan kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia. Penentuan batas laut teritorial yang lebarnya 12
mil yang diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang terluar pada pulau-pulau negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan undang-undang.” Deklarasi Djuanda tersebut diumumkan oleh Pemerintah karena kondisi bangsa Indonesia saat itu sedang menghadapi masalah baik dari dalam maupun luar negeri. Masalah dari dalam negeri adalah karena adanya ancaman oleh gerakan-gerakan separatis di daerah-daerah yang akan menjelma menjadi pemberontakan, sedangkan masalah dari luar karena adanya sengketa dengan Belanda mengenai Irian Jaya yang belum diserahkan kepada Indonesia. Pertimbangan-pertimbangan yang mendorong Pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairan Indonesia yang termuat dalam Deklarasi Djuanda, Mochtar Kusumaatmadja menyatakan: (1) bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri yang memerlukan pengaturan tersendiri; (2) bahwa bagi kesatuan wilayah (teritorial) negara Republik Indonesia semua kepulauan serta laut yang terletak diantaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat; (3) bahwa penetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari pemerintah kolonial sebagaimana termaktub dalam “Teritoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie 1939” Pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi dengan kepentingan keselamatan dan keamanan negara Republik Indonesia; (4) bahwa setiap negara yang berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu untuk melindungi keutuhan dan keselamatan negaranya.”
Dengan melihat kondisi geografis demikian sudah sewajarnya Indonesia memperjuangkan dengan gigih konsep negara kepulauan yang merupakan cerminan dari wawasan nusantara. Dikeluarkannya Deklarasi Djuanda dan pernyataan mengenai perairan Indonesia ini dimaksudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang terpecah-pecah sehingga akan menutup adanya laut lepas yang berada di antara pulau-pulau. “Deklarasi tanggal 13 Desember 1957 tersebut, mengandung makna bahwa negara Indonesia adalah satu kesatuan yang meliputi tanah (daratan) dan air (lautan) secara tidak terpisahkan sebagai ”Negara Kepulauan”. Berdasarkan Deklarasi tersebut lebar laut wilayah Indonesia menjadi 12 mil yang diukur dari garis-garis pangkal yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau Indonesia yang terluar. Konsepsi negara kepulauan tersebut, kemudian dipertegas dengan landasan hukum dalam sistem ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Dengan adanya UndangUndang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tersebut mengakibatkan suatu perubahan mendasar dalam struktur kewilayahan negara Republik Indonesia karena laut tidak lagi dianggap sebagai pemisah pulaupulau, tetapi pemersatu yang menjadikan keseluruhannya suatu kesatuan yang utuh, inilah yang dinamakan wawasan nusantara. Konsepsi wawasan nusantara bertujuan untuk menjamin kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Indonesia. Selain alasan terhadap ancaman pertahanan-keamanan, tindakan pemerintah dalam undang-undang ini didasarkan pula dengan kepentingan ekonomi, yaitu bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya serta ruang udara diatasnya di-
peruntukkan bagi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa serta di bawah kedaulatan Indonesia. Perkembangan dan perjuangan serta pengembangan wawasan nusantara di dalam negeri telah memperlihatkan hasil-hasil yang nyata, Hasyim Djalal menyatakan bahwa: “Sejak Deklarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957, Indonesia kemudian telah mengundangkan wawasan Nusantara tersebut di dalam Undang-Undang Nomor 4 Prp Tahun 1960, yang kemudian telah lebih diperinci lagi di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing di perairan Indonesia. Prinsip kesatuan Indonesia tersebut juga telah diperkuat lagi oleh Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 1963 yang menganggap seluruh wilayah perairan nusantara Indonesia kini sebagai satu wilayah lingkungan maritim Indonesia.” Dikeluarkannya undangundang dan peraturan pemerintah tersebut adalah untuk memberikan hak lintas damai bagi kapal-kapal asing yang berlayar melalui perairan Indonesia yang semula merupakan laut lepas. Untuk lebih tertib bagi kapal-kapal asing yang lintas serta untuk menjaga kewibawaan Indonesia juga diterbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1971 tentang Wewenang Pemberian Izin Berlayar bagi Segala Kegiatan Kendaraan Air Asing dalam Wilayah Perairan Indonesia. Dalam Kepres tersebut mengharuskan setiap kegiatan kendaraan air asing dalam wilayah perairan Indonesia untuk memiliki izin berlayar. Dengan aturan-aturan tersebut maka kepentingan negara lain yang akan memanfaatkan perairan Indonesia sebagai sarana lintas bagi kapal-kapalnya dapat terakomodasikan sepanjang tidak merugikan negara Indonesia. Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
9
TOPIK UTAMA
10
Konsepsi tentang negara kepulauan tersebut selanjutnya oleh Indonesia dengan gigih diperjuangkan secara terus menerus ke sidang PBB bersama negaranegara kepulauan lain yaitu Fiji, Filipina dan Mauritius meskipun ada beberapa perbedaan mengenai isi konsepsi baru yang agak kurang menguntungkan bagi perjuangan bersama. Dalam konsep yang diajukan, bahwa penentuan lebar laut wilayah suatu negara merupakan persoalan yang rumit, karena tidak adanya kesamaan sikap negara yang mempunyai laut/ pantai dan tidak adanya ketentuan berapa lebarnya laut wilayah suatu negara karena ada yang menentukan 3 mil, bahkan ada yang 200 mil. Semuanya hanya didasarkan atas hukum kebiasaan dan praktik negara-negara yang saling berbeda. Namun penentuan lebar laut tidak menjadi masalah bagi negara-negara maritim besar, yang dipermasalahkan adalah bagimana kapal-kapal mereka dapat berlayar bebas melintasi perairan kepulauan. Meskipun demikian lebar laut wilayah suatu negara tidak dapat ditetapkan secara sepihak oleh negara yang bersangkutan, tetapi harus mengikuti kaidah/ norma hukum internasional yang berlaku dan kesepakatan dengan negara tetangga. Sampai dengan tahun 1958, ketentuan-ketentuan umum mengenai laut terutama didasarkan atas hukum kebiasaan. Hukum kebiasaan lahir atas perbuatan yang sama yang dilakukan secara terus menerus atas dasar kesamaan kebutuhan di laut sepanjang zaman. Namun demikian sebelum konferensi PBB III tentang hukum laut praktik negara menunjukkan keanekaragaman dalam masalah lebar laut teritorial, yaitu dari 3 mil laut hingga 200 mil laut. Ketidaksamaan lebar laut wilayah ini disebabkan kepentingan yang berbeda dari negaranegara pantai, misalnya negara maritim menginginkan kebebasan
lautan, sehingga lebar laut teritorial cukup 3 mil saja, sedangkan negara non maritim merasa konsepsi laut wilayah yang sempit menguntungkan negara-negara maritim. Setelah melalui perjuangan panjang selama 25 tahun sejak tahun 1957 sampai dengan tahun 1982, akhirnya konsep negara kepulauan dapat diterima dan disetujui sebagai salah satu asas hukum laut internasional dan menjadi bagian dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982. Menurut Boer Mauna: “Konvensi PBB tentang Hukum Laut yang diterima pada konferensi Hukum Laut III pada tanggal 30 April 1982 pada sidangnya yang ke 11 di New York untuk ditandatangani mulai tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica, merupakan karya hukum masyarakat internasional yang terbesar di abad ke 20”. Selanjutnya hukum laut internasional ini disebut UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS) 1982, Indonesia meratifikasi konvensi tersebut dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982 yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 1985. Konvensi hukum laut internasional ini berisikan satu bab khusus mengenai negara kepulauan yang diusulkan Indonesia bersama negara kepulauan lain diantaranya Fiji, Filipina dan Mauritius, yaitu bab IV (Pasal 46 – 54). Keempat negara tersebut menganggap bahwa mereka hanya memperjuangkan hak negara-negara archipelago untuk menarik garis dasar di sekeliling archipelago. Sedangkan bagi bangsa Indonesia Hasyim Djalal mengatakan: “Tanpa pemakaian konsepsi archipelago state ini, maka akan sangat sukarlah bagi Indonesia untuk memelihara keamanan
dan ketertiban serta pertahanan nasionalnya, sebab dengan demikian setiap kapal perang dan kapal selam asing akan selalu dapat bebas menyelinap ke perairan di antara pulau-pulaunya.” Bagi bangsa dan negara Republik Indonesia, Konvensi ini mempunyai arti yang penting karena untuk pertama kalinya asas negara kepulauan yang selama dua puluh lima tahun secara terus menerus diperjuangkan oleh Indonesia, telah berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat internasional. Pengakuan resmi asas negara kepulauan ini merupakan hal yang penting dalam rangka mewujudkan satu kesatuan wilayah sesuai dengan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, dan wawasan nusantara sebagaimana termaktub dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, yang menjadi dasar perwujudan bagi kepulauan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Secara rinci pembagian wilayah perairan Indonesia dijabarkan dan diatur dalam UndangUndang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yaitu yang meliputi laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan dan perairan pedalaman. Wilayah perairan Indonesia tersebut ditetapkan 14 tahun setelah ditandatanganinya UNCLOS 1982. Sedangkan koordinat geografis garis pangkal diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 yang kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.© Kolonel Laut (P) Jaka Santosa A.W, S. Sos., M.H.
Kadishidros Laksamana Pertama TNI Aan Kurnia, S.Sos.
PENYELESAIAN PERMASALAHAN BATAS MARITIM INDONESIA DENGAN SEPULUH NEGARA TETANGGA TINJAUAN ASPEK HIDRO-OSEANOGRAFI Wilayah Indonesia berbatasan langsung di laut dengan 10 negara tetangga yang belum semuanya disepakati, hal ini tentu berdampak pada berbagai permasalahan di laut yang berpotensi mengganggu kerawanan dan menjadi ancaman terhadap stabilitas nasional, sehingga perlu segera diselesaikan dengan tuntas. Zona Yurisdiksi Maritim Perjuangan Indonesia untuk memperoleh pengakuan internasional terhadap konsepsi negara kepulauan telah berhasil dengan baik, yaitu dengan ditandatangani Konvensi Hukum Laut pada tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaika. Setelah diterima UNCLOS ‘82, terdapat empat rezim Hukum Laut, yaitu: Laut Teritorial, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) dan Landas Kontinen yang memberikan keuntungan kepada negara kepulauan, karena wilayah lautnya menjadi semakin luas. a. Laut Teritorial. Setiap negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan konvensi. Batas luar laut teritorial adalah garis yang jarak setiap titiknya dari titik yang terdekat garis pangkal,
sama dengan lebar laut teritorialnya. Garis pangkal adalah garis yang ditarik dari titik-titik pangkal yang diukur dari kedudukan garis air rendah atau garis kontur nol meter pada peta laut, sebagaimana dapat terlihat di peta laut skala besar yang diakui resmi oleh negara pantai tersebut (peta laut yang diproduksi Dishidros). Kedaulatan suatu negara meliputi wilayah daratan, udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah dibawahnya. Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
11
TOPIK UTAMA
12
Zona Yurisdiksi Maritim.
b. Zona Tambahan. Zona tambahan tidak melebihi dari 24 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. Dalam zona tambahan yang berbatasan dengan laut teritorialnya, negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk: 1) Mencegah pelanggaran peraturan perundangundangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter. 2) Menghukum pelanggaran peraturan perundangundangan tersebut di atas yang dilakukan di dalam wilayah tersebut. c. Zona Ekonomi Eksklusif. Suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial tidak melebihi 200 mil laut dari garis pangkal yang tunduk pada rezim hukum khusus, berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain. Negara pantai mempunyai hak berdaulat untuk keperluan
eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non hayati dari perairan di atas dasar laut dan tanah di bawahnya serta berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi seperti produksi energi dari air, arus dan angin. Yurisdiksi negara pantai adalah pembuatan dan pemanfaatan pulau buatan, instalasi, dan bangunan; riset alamiah kelautan; perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Hak-hak negara lain dalam ZEE adalah kebebasan berlayar dan terbang serta bebas meletakkan kabel/pipa bawah laut. Kewajiban negara lain adalah mematuhi peraturan yang ditetapkan negara pantai. d. Landas Kontinen. Meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana
lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Landas kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal atau tidak boleh melebihi 100 mil laut dari garis batas kedalaman isobath 2500 meter. Negara pantai berhak untuk mengeksplorasi dan mengekploitasi sumber daya alamnya. Semua negara berhak untuk meletakkan kabel/pipa bawah laut di landas kontinen. Batas Maritim Indonesia dengan 10 (Sepuluh) Negara Tetangga Tercatat, dari 10 negara yang berbatasan laut dengan Indonesia, baru 2 (dua) negara yang telah menyelesaikan seluruh perbatasannya, yaitu: Australia dan Papua New Guinea. Sedangkan 5 (lima) negara masih dalam proses perundingan, yaitu: Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam dan Palau. Sedangkan 3 (tiga) negara lainnya, yaitu: India, Thailand dan Timor Leste belum dilakukan
perundingan. Berdasarkan hasil dari beberapa perundingan yang telah dilaksanakan, penyelesaian batas maritim dengan negara-negara tetangga masih memerlukan waktu yang cukup lama untuk melaksanakan proses diplomasi. Berkenaan dengan hal ini, untuk memenuhi kebutuhan operasional di lapangan, khususnya dalam rangka mendukung penegakkan kedaulatan dan hukum di laut oleh TNI AL maupun aparat pemerintah lain sesuai tugas dan fungsinya, Dishidros telah menyiapkan dan menerbitkan peta-peta laut navigasi yang menggambarkan garis klaim batas laut secara unilateral (klaim sepihak), tentunya setelah dikonsultasikan dan dikoordinasikan dengan pihak Kemlu, para pakar hukum laut yang terkait dengan masalah batas maritim. Menyikapi dinamika masalah batas maritim yang terjadi dari pendekatan aspek hukum, pemerintah telah mengundangkannya melalui Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Walaupun telah diundangkan, namun tidak serta merta masalah perbatasan secara otomatis terselesaikan, karena pada hakekatnya batas maritim antar dua negara akan disepakati, manakala proses perundingan bilateral menghasilkan kesepakatan kedua belah pihak. Dalam setiap proses perundingan perbatasan antara dua negara yang bertetangga, sudah barang tentu diawali dengan proposal yang paling menguntungkan bagi masingmasing negara. Permasalahannya adalah bagaimana argumentasi yang disiapkan oleh suatu negara untuk memenangkan posisi tawar yang diajukan. Disinilah letak pentingnya aspek hukum dan aspek teknis dipadukan (sinergikan) dan didukung dengan kajian komprehensif, sehingga diperoleh suatu “garis” (klaim maksimal) untuk dijadikan starting point dalam perundingan.
Perkembangan Batas Maritim Indonesia Kegiatan penetapan titik dasar (Basepoint) yang telah dilaksanakan oleh Dishidros sejak tahun 1989 hingga tahun 1995 sebanyak 20 kali melalui kegiatan Operasi Survei Base Point merupakan pengejawantahan dari pemberlakuan UNCLOS ’82 yang telah diratifikasi dengan UndangUndang Nomor 17 Tahun 1985 dan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Hasil survei titik-titik dasar tersebut kemudian diverifikasi oleh Badan Informasi Geospasial (dahulu Bakosurtanal) pada tahun 1995 hingga tahun 1997 melalui kegiatan Digital Marine Resources Mapping Project (DMRM Project) yang bekerja sama dengan pemerintah Norwegia (dalam hal ini dikerjakan oleh perusahaan swasta Blom Dantarsa). Selanjutnya, pada tahun 2002 Pemerintah RI menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2002, tentang “Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia”, yang didalamnya tercantum 183 titik dasar perbatasan wilayah RI. Dalam perjalanan waktu peraturan tersebut direvisi setelah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan diokupasi oleh Malaysia serta Provinsi Timor Timur menjadi negara berdaulat Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) yang diwadahi melalui PP Nomor 37 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas PP No. 38/2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Penyelesaian diplomasi batas maritim yang belum tuntas hingga kini, dapat dikategorikan menjadi permasalahan batas maritim Indonesia dengan negara tetangga, karena dapat memicu terjadi konflik batas. Permasalahan perbatasan tersebut tidak hanya menyangkut batas fisik yang telah disepakati, namun juga menyang-
kut cara hidup masyarakat di daerah tersebut, misalnya para nelayan tradisional atau kegiatan lain di sekitar wilayah perbatasan. Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa wilayah perairan Indonesia memiliki potensi konflik batas maritim dengan 10 negara tetangga, mencakup batas Laut Teritorial, ZEE, dan Landas Kontinen. Sementara batas Zona Tambahan tidak pernah dijadikan bahan permasalahan dalam perundingan batas maritim Indonesia dengan negara tetangga. Berdasarkan arsip dokumen perjanjian batas maritim antara Indonesia dengan negara tetangga yang tersimpan di Kementerian Luar Negeri RI, diperoleh informasi tentang hasil perjanjian yang telah dituntaskan, sebagai berikut: 1) Batas Laut Teritorial dengan Malaysia (1970), Singapura untuk segmen Tengah (1973) dan untuk segmen Barat (2009). 2) Batas ZEE dengan Australia (1997, belum diratifikasi). 3) Batas Landas Kontinen dengan Malaysia (1969), Australia (1971 dan 1972), Thailand (1971 dan 1975), Malaysia dan Thailand (1971), India (1974 dan 1977), Thailand dan India (1978), dan Vietnam (2003) diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2007. 4) Batas Tertentu RI–PNG dengan Australia (1973). 5) Batas Maritim dengan PNG (1971) dilanjutkan penetapan batas ZEE tahun 1982. Diplomasi batas maritim yang masih dalam proses perundingan, tercatat adalah: 1) Batas Laut Teritorial dengan Malaysia di Selat Malaka bagian Selatan. Terakhir dilaksanakan sampai dengan perundingan ke-24 tahun 2012 di Penang, Malaysia. 2) Batas Laut Teritorial Malaysia di Tanjung Datu, Kalimantan Barat Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
13
TOPIK UTAMA
14
Batas maritim NKRI dengan 10 negara tetangga.
dan perairan Sebatik, Kalimantan Timur dan di Selat Singapura. 3) Batas Laut Teritorial Singapura di segmen Timur. Terakhir dilaksanakan perundingan ke-6 antara RI–Singapura (Segmen Timur) bulan Maret 2013 di Lombok, Indonesia. 4) Batas ZEE dengan Vietnam di Laut China Selatan. Terakhir dilaksanakan perundingan ke-4 antara RI–Vietnam bulan Juli 2012 di Yogyakarta, Indonesia. 5) Batas ZEE dengan Filipina di Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik. Terakhir dilaksanakan pada Desember 2011. 6) Batas ZEE dengan Palau di Samudra Pasifik. Terakhir dilaksanakan perundingan ke-4 di Korror, Palau pada September 2012.
Sedangkan batas maritim yang belum dilakukan perundingan bilateral, adalah: 1) Batas Laut Teritorial dengan: Selat Singapura (Pedra Branca/ Pulau Batu Puteh); dan Timor Leste di Laut Sawu, Selat Wetar, dan Laut Timor. 2) Batas ZEE dengan: India di Samudra Hindia dan Laut Andaman; Malaysia di Selat Malaka dan Laut China Selatan; Thailand di Selat Malaka sebelah utara; dan Timor Leste. 3) Batas Landas Kontinen dengan: Filipina di Laut Sulawesi; Palau di Samudra Pasifik; dan Timor Leste.
Identifikasi Permasalahan Dalam Perundingan Batas Maritim Indonesia a. Permasalahan umum batas maritim. 1) Ketidakpastian garis batas. 2) Batas maritim yang belum disepakati. 3) Batas maritim yang belum tuntas proses perundingannya. 4) Adanya perbedaan penafsiran terhadap garis batas yang telah disepakati. b. Permasalahan hukum batas maritim. c. Permasalahan teknis batas maritim.
1) Base point dan baseline. 2) Metode penarikan garis batas sama jarak (equidistance principle). 3) Metode penarikan garis proporsional (equitable principle). Beberapa Contoh Permasalahan Batas Maritim Indonesia a. Batas Maritim Indonesia– Malaysia di Selat Malaka. b. Batas Laut Teritorial (Segmen Barat) Indonesia–Singapura di Selat Singapura. c. Batas ZEE Indonesia–Filipina. d. Batas ZEE dan Landas Kontinen Indonesia–Australia (Christmas Island). Upaya-Upaya Penyelesaian Permasalahan Batas Maritim Indonesia Berbagai upaya untuk mendukung penyelesaian permasalahan batas maritim antara Indonesia dengan sepuluh negara tetangga telah dilakukan secara diplomasi maupun secara internal di dalam negeri, dengan: Pertama, melaksanakan diplomasi Indonesia yang dikawal oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu) bersama-sama instansi pemerintah terkait dalam rangka mempertahankan dan menjaga keutuhan wilayah NKRI sebagai sesuatu hal yang tidak dapat dikompromikan. Perundingan mengenai masalah perbatasan merupakan suatu keharusan yang diamanatkan oleh hukum nasional maupun hukum internasional. Untuk itu, pemerintah Indonesia akan terus mengupayakan percepatan perundingan untuk penyelesaian delimitasi dan pengelolaan perbatasan dengan negara-negara te-
tangga yang memiliki perbatasan dengan Indonesia. Sebagai contoh, terkait insiden penangkapan petugas KKP beberapa waktu yang lalu di perairan Selat Malaka, hal ini terjadi karena masih adanya overlapping claim di perairan sekitar pulau Bintan. Klaim Indonesia terhadap garis batas di wilayah perairan tersebut sudah jelas. Namun, perundingan untuk menyelesaikan overlapping claim tersebut masih terkendala oleh belum tuntasnya status kepemilikan gugus karang South Ledge antara pihak Singapura dan Malaysia. Kedua negara tersebut masih harus menindaklanjuti salah satu hasil keputusan dan rekomendasi International Courth of Justice (ICJ) pada pada tanggal 23 Mei 2008 mengenai sengketa kepemilikan dan kedaulatan atas gugus karang yang dikenal sebagai Pedra Branch/Batu Puteh, Middle Rock dan South Ledge. Mahkamah internasional telah memutuskan bahwa kepemilikan Pedra Branca jatuh kepada Singapura, kepemilikan Middle Rocks jatuh pada Malaysia sedangkan South Ledge, akan dimiliki oleh negara yang laut teritorialnya mencakup daerah bantuan South Ledge. Berdasarkan keputusan Mahkamah internasional tersebut, maka Malaysia dan Singapura harus merundingkan masalah kepemilikan South Ledge. Penyelesaian batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia di kawasan utara perairan pulau Bintan sangat ditentukan oleh kepastian status kepemilikan South Ledge (yang berhadapan dengan Indonesia) yang saat ini masih dalam proses perundingan antara Malaysia dan Singapura. Secara keseluruhan upaya penyelesaian batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia dilakukan 4 segmen yaitu: Segmen Selat Malaka, Segmen Selat Malaka
Selatan (merupakan Segmen di mana terjadi insiden), Segmen laut China Selatan dan Segmen Laut Sulawesi. Segmen Selat Malaka. Pada Segmen Selat Malaka, perundingan yang telah dituntaskan adalah persetujuan garis batas landas kontinen tahun 1969 yang ditandatangani di Kuala Lumpur dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 89/1969. Perjanjian garis batas laut wilayah tahun 1970 yang ditandatangani di Kuala Lumpur dan telah diratifikasi dengan UndangUndang Nomor 2/1971. Persetujuan batas kontinen (trilateral dengan Malaysia dan Thailand) yang ditandatangani di Kuala Lumpur dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 2/1972. Perundingan yang masih berlangsung adalah mengenai batas ZEE Indonesia– Malaysia. Permasalahannya adalah dengan disepakatinya garis batas landas kontinen tahun 1969, pihak Malaysia berpandangan bahwa landas kontinen sama dengan batas ZEE. Indonesia berpandangan bahwa landas kontinen dan ZEE merupakan dua rezim hukum yang berbeda dan oleh karena itu masih perlu dilakukan perundingan untuk menetapkan ZEE. Dalam kaitan, ini dalam berbagai kesempatan Indonesia mendesak untuk dilakukannya perundingan. Segmen Selat Malaka Selatan. Pada segmen Selat Malaka Selatan perundingan masih berlangsung untuk menyelesaikan garis batas laut wilayah kedua negara di kawasan utara perairan Pulau Bintan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa penyelesaian batas maritim antara Indonesia dengan Malaysia di kawasan tersebut sangat ditentukan oleh kepastian status kepemilikan South Ledge. Segmen Laut China Selatan. Pada segmen Laut China Selatan perundingan yang telah Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
15
TOPIK UTAMA
16
dituntaskan adalah persetujuan garis batas landas kontinen tahun 1969 yang ditandatangani di Kuala Lumpur dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 89/1969. Perundingan yang masih berlangsung adalah mengenai batas ZEE Indonesia–Malaysia. Pihak Malaysia sampai saat ini belum siap untuk membahasnya karena berkeinginan untuk dapat fokus pada segmen lainnya. Dalam kaitan ini, dalam berbagai kesempatan Indonesia terus mendesak untuk dilakukannya perundingan, tanpa harus menunggu selesainya perundingan pada segmen lain. Segmen Laut Sulawesi. Pada segmen Laut Sulawesi perundingan masih berlangsung untuk menyelesaikan garis batas laut wilayah, landas kontinen dan ZEE kedua negara di Laut Sulawesi. Perundingan berjalan lambat karena perbedaan posisi mendasar terhadap status keberadaan konsesi minyak yang telah beroperasi di Laut Sulawesi. Perundingan batas maritim antara Indonesia dan Malaysia dilakukan sejak 2005 di mana rangkaian pertemuan tersebut merupakan implementasi dari kesepakatan antara dua Kepala Pemerintahan. Sampai dengan 2010 telah dilaksanakan sebanyak 15 (lima belas) kali perundingan pada tingkat teknis. Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan Menlu RI dengan Menlu Malaysia bulan Juni 2010 yang lalu, pertemuan bilateral Joint Ministerial Commision diselenggarakan pada bulan September 2010. Forum ini selain membahas hubungan bilateral secara komprehensif juga mengevaluasi kemajuan perundingan bilateral atas isu-isu perbatasan. Insiden yang terjadi juga menggarisbawahi perlu ditetapkannya Standard Operating Procedure (SOP) dengan pihak Malaysia, khususnya bagi petugas di lapangan guna menghindari terulangnya kasus serupa dimasa depan. Selain itu, secara internal, Pemerintah Indonesia kiranya per-
lu mengkaji modalitas yang paling efektif dalam menjaga dan mengamankan kekayaan alam laut Indonesia dari pencurian ikan. Sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri secara berkesinambungan dan asertif telah mengimplementasikan border diplomacy-nya dan melanjutkan rangkaian-rangkaian perundingan penetapan batas maritim dengan negara-negara tetangga. Insiden yang terjadi diharapkan dapat menjadi pendorong lebih lanjut penyelesaian penetapan batas maritim yang saat ini masih dirundingkan sehingga akan terjaminnya kepastian hukum wilayah Indonesia. Kedua, membangun pemahaman tentang batas maritim kepada masyarakat, khususnya kepada masyarakat yang berada di daerah-daerah yang berhadapan dengan negara tetangga melalui kegiatan sosialisasi dan safari yang dilakukan oleh instansi pemerintah terkait termasuk Dishidros. Pola pendekatan ini, perlu dilakukan secara intensif dan terprogram untuk menyampaikan perkembangan terkini tentang hasil diplomasi batas maritim yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh pemerintah, sehingga diharapkan akan terbangun pemahaman yang utuh tentang upaya-upaya pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan batas maritim dengan sepuluh negara tetangga. Ketiga, diseminasi perkembangan penyelesaian batas maritim melalui berbagai media komunikasi dengan mendorong peran serta Kementerian/Lembaga pemerintah terkait untuk lebih mengefektifkan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat luas. Keempat, penguatan peran Kemlu dalam mendukung perjuangan diplomasi batas maritim dengan mengintensifkan peran Dishidros untuk memberikan
bantuan teknis hidrografi dan kartografis berupa pembuatan peta laut yang menggambarkan batas maritim untuk dapat digunakan oleh unsur-unsur gelar TNI AL maupun instansi lain dalam melaksanakan operasi penegakan kedaulatan dan hukum di laut. HAL-HAL YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN a. Indonesia yang berbatasan maritim dengan 10 negara tetangga, masih memiliki pekerjaan rumah yang cukup berat, mengingat sebagian besar permasalahan perbatasan maritim belum disepakati. b. Indonesia sebagai negara kepulauan, agar menggunakan garis pangkal lurus kepulauan dalam penentuan batas Laut Teritorial, Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen. c. Pendekatan aspek hukum dan aspek teknis harus diintegrasikan serta didukung dengan kajian yang komprehensif untuk memperoleh klaim maksimal, sehingga diharapkan memperoleh hasil yang paling optimal. d. Dalam penggambaran peta laut unilateral (secara sepihak) yang belum selesai, Dishidros selalu merujuk pada hasil rapat tim teknis batas maritim yang terdiri dari Kemlu, Kemhan, KKP, Kem ESDM, Kemhub, Mabes TNI/TNI AL, Dishidros, BIG serta melibatkan pakar hukum laut, seperti Prof. Hasyim Djalal, Prof. Etty Agoes, Prof. Hassan Wirajuda, Prof. Nugroho Wisnumurti dan Prof. Hikmahanto Juwana. e. Untuk mendukung proses penyelesaian batas maritim Indonesia dengan negara tetangga, selain perlu dibangun paradigma yang sama di antara pelaku diplomasi di dalam negeri, juga diperlukan political will dari tim teknis kedua negara dalam setiap perundingan untuk mencapai kesepakatan berdasarkan prinsip win-win solution. © aksamana Pertama TNI Aan Kurnia, S.Sos.
Better admirals dictate the nature of the war.
TOPIK UTAMA
18
MARITIME INFORMATION SHARING (MARIS) SALAH SATU UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN MARITIME DOMAINS AWARENESS (MDA) Maritime Domain Awareness (MDA) mensyaratkan suatu pendekatan terintegrasi antara pemerintah, kekuatan angkatan laut, aparat penegak hukum serta instansi lainnya pada semua level. (Makalah Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana TNI Dr. Marsetio, pada Orasi Ilmiah di Universitas Hang Tuah Surabaya, Sabtu, 11 Mei 2013). Kolaborasi Multilateral dalam bidang Keamanan Maritim di ASEAN Pembicaraan tentang masalah keamanan maritim tidak dapat dilepaskan dari munculnya konsep kesadaran lingkungan maritim atau lebih dikenal dengan Maritime Domain Awareness (MDA). MDA adalah suatu pemahaman efektif terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkup maritim yang dapat berdampak pada pengamanan, keamanan, ekonomi atau lingkungan. Semua pihak, baik itu secara langsung ataupun tidak langsung yang berkaitan dengan bidang maritim harus dibangun kesadarannya agar terjadi interkoneksitas satu dengan lainnya, sehingga timbul kesadaran kolektif yang apabila dimanifestasikan dalam sebuah sistem dan institusi akan membentuk manajemen pengelolaan sumber daya yang proporsional dan berkualitas, dalam hal pemanfaatan sumber daya, pengolahan, pengamanan, dan pelestariannya. Bagi negara-negara maju yang memiliki kepentingan untuk mengamankan armada niaganya yang berada jauh di luar yurisdiksi nasional mereka, konsep MDA adalah lebih dari sekadar pertahanan berlapis atau sistem komando dan kontrol yang bersifat sektoral. Sebaliknya, MDA bertujuan untuk memaksimalkan visibilitas semua aktivitas yang terjadi di ranah maritime, yang pencapaiannya melalui
penggabungan dari deskripsi apa yang diamati dan diketahui sebagai bentuk kesadaran situasional (situational awareness) dan apa yang diantisipasi atau diharapkan sebagai bentuk kesadaran ancaman (threat awareness). Ancaman yang dimaksud termasuk ancaman yang berpotensi merusak, mengganggu atau tindak pidana yang dilakukan oleh negara/bangsa, teroris, dan aktor transnasional dan perompak, serta kehancuran lingkungan dan imigrasi ilegal. Pemahaman terhadap MDA mengandung pengertian yang berbeda-beda. Sebagai contoh penjelasan tentang pendefinisian MDA di Amerika Serikat adalah sesuai gambar 1. Guna mengantisipasi berbagai ancaman tersebut diperlukan
Gambar. 1. Pendefinisian MDA di AS.
suatu bentuk kerja sama, koordinasi dan kolaborasi secara khusus dalam bidang pengamanan maritim melalui penyelenggaraan sharing informasi keamanan maritim yang bersifat bilateral maupun multilateral. Di dalam era modernisasi dan globalisasi, ketersediaan dan pertukaran informasi (information-sharing) melalui program kemitraan merupakan kebutuhan dasar dan modal yang sangat penting dalam memperoleh dan mengumpulkan informasi tentang keamanan maritim untuk mengambil langkah-langkah dalam menjamin dan menegakkan keamanan maritim di setiap negara. Dewasa ini, seluruh negara di kawasan Asia Tenggara mulai menyadari bahwa upaya pengamanan maritim ini tidak dapat dilakukan sendi-
ri-sendiri oleh setiap negara, tetapi harus dilakukan secara bekerja sama antar negara, mengingat suatu kejadian bisa saja terjadi di negara A dan berakhir di negara B. Kompleksitas isu-isu maritim di Asia Tenggara sudah sejak lama menjadi perhatian utama bagi ASEAN. Deklarasi ASEAN Concord II (Bali Concord II) yang ditandatangani di Bali, 7 Oktober 2003 telah menegaskan bahwa isu maritim dan semua yang terkait dengannya adalah isu yang bersifat lintas batas. Lebih jauh disebutkan bahwa kerja sama maritim antar dan di antara negara anggota ASEAN akan memberikan kontribusi bagi pembentukan Komunitas Politik Keamanan ASEAN (ASEAN Political Security Community/APSC). Kerjasama maritim memang menjadi sesuatu yang sangat penting bagi ASEAN karena sebagian besar negaranegara anggotanya memiliki perbatasan maritim. Di antara kesepuluh negara ASEAN, dua negara yaitu Indonesia dan Filipina mempunyai wilayah laut terbesar di wilayah ini. Pada Januari 2011, para Menteri Luar Negeri (Menlu) ASEAN melakukan pertemuan informal di Mataram untuk membahas tiga pilar yang menjadi inti Komunitas ASEAN. ASEAN Maritime Forum (AMF) merupakan satu dari tiga usulan Indonesia terkait isu komunitas ASEAN, di samping isu penanganan para pekerja migran lintas ASEAN dan isu hak asasi manusia. Diangkatnya isu keamanan maritim menjadi salah satu prioritas dalam Keketuaan ASEAN 2011 semakin menegaskan makna strategis isu keamanan maritim di level ASEAN. Atas dasar kesadaran pentingnya keamanan maritim tersebut, Republik of Singapore Navy (RSN) memprakarsai berdirinya Information Fusion Centre (IFC) IFC pada tanggal 27 April 2009 di Changi Command and Control Centre (CC2C), Changi Naval Base, Singapore, di mana misi
dan visi pendirian IFC sendiri untuk memelihara dan meningkatkan kesadaran bersama akan arti pentingnya keamanan maritim melalui bentuk kerja sama, koordinasi dan kolaborasi bersama di bidang penyediaan dan pertukaran informasi (info-sharing) antar pusat operasi maupun pusat informasi di seluruh dunia. Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia tentu saja memegang peranan penting di kawasan regional maupun internasional, khususnya di kawasan Asia Tenggara dan di antara negaranegara ASEAN, sehingga sangat penting untuk berperan serta aktif dalam mewujudkan misi dan visi tersebut. Salah satu bentuk kerja sama tersebut antara lain mengoptimalkan fungsi dan peran jajaran Puskodal TNI AL yang terhubung dengan IFC, pengiriman LO TNI AL di IFC dan partisipasi aktif dalam berbagai latihan khususnya yang berkaitan dengan kegiatan information-sharing bidang keamanan maritim bersama anggota ASEAN Information Sharing Portal (AIP) guna mendukung tugas pokok TNI AL. Eksistensi Maritime Information Sharing Exercise (MARISX) 2013 di Singapura. Maritime Information-Sharing Exercise (MARISX) 13 adalah latihan yang keempat dari latihan information-sharing serupa yang telah diadakan sebelumnya. MARISX 13 merupakan rangkaian kegiatan dalam acara pameran dua tahunan International Maritime Defense Exhibition (IMDEX) 13. Latihan ini melibatkan peserta dari berbagai penjuru dunia dan menjadi wadah yang bermanfaat bagi berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) untuk bekerja sama dalam suatu jaringan dan bertukar informasi dan pengalaman. Latihan ini diikuti oleh lebih dari 70 peserta latihan, 38 Pusat Operasi (OPCENs) dari 30 negara. Bertindak sebagai Badan Pelaksana
Latihan adalah The Maritime Security Task Force (MSTF) Singapura yang diadakan pada tanggal 13 s.d. 18 Mei 2013. Latihan dilaksanakan di Multinational Operation and Exercise Centre (MOEC) yang terletak di dalam Changi Command and Control Centre (CC2C), Changi Naval Base. Hal-hal yang mendapat penekanan dalam latihan ini adalah: a. Maritime Information Sharing Exercise (MARISX) 2013 memiliki tujuan sebagai berikut: 1) Untuk menunjukkan kegunaan sarana info-sharing kepada para peserta dan proses pengambilan keputusannya. 2) Untuk menyusun cara terbaik bagi pelaksanaan info-sharing. 3) Untuk mendiskusikan berbagai tantangan dalam ber-info-sharing dan proses pengambilan keputusan secara bersama (kolektif). 4) Untuk mendiskusikan aspek interoperability dalam info-sharing dengan para pemangku kepentingan, seperti lembaga penindakan nasional serta komunitas perkapalan. 5) Untuk berbagi berbagai perspektif info-sharing dari berbagai peserta. b. Skenario latihan mengambil isu tentang keamanan maritim. Skenario latihan yang dimainkan adalah berbagai hal yang mencakup isu-isu keamanan maritim seperti perampokan di laut, perompakan, pembajakan, penyelundupan, illegal fishing, counter proliferation, insiden maritim dan terorisme maritim. Skenario latihan dikembangkan dari masukan berbagai perwakilan negara dan bertujuan untuk mengakomodasi bentuk ancaman keamanan maritim yang ada dari berbagai pemangku kepentingan maritim. Peserta akan menerima bagian informasi yang berbeda-beda yang perlu dikumpulkan dan dianalisis. Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
19
TOPIK UTAMA
20
c. Tuntutan peran aktif peserta dalam latihan. Selama latihan MARISX 13 berlangsung, para peserta juga berpartisipasi aktif untuk: 1) Menyusun dan memetakan kejadian-kejadian maritim yang diskenariokan melalui fasilitas Recognized Maritime Picture (RMP) melalui koordinasi dengan Operation Centre (OPCEN) melokalisir, memonitor dan menjejak kapal target/Vessel Of Interest (VOI). 2) Mengolah bulsi (penimbul situasi) latihan hingga menghasilkan informasi yang dapat diaksi. Para peserta latihan diharapkan juga berpartisipasi dalam diskusi dan survei untuk menghasilkan analisa dan laporan. 3) Melaksanakan koordinasi yang ketat antara delegasi yang hadir ditempat latihan dengan OPCEN masing-masing negara dalam membahas, menyajikan langkah atau keputusan yang diambil untuk menjawab kasus demi kasus simulasi yang dibahas. 4) Dalam hal suatu kasus yang melibatkan banyak Negara, maka beberapa peserta latihan ditugaskan untuk memimpin jalannya diskusi sesuai dengan tempat terjadinya kasus yang diskenariokan. Pada pelaksanaan latihan, pengendali latihan/Exercise Controler (EXCON) akan memberikan bulsi latihan kepada para peserta latihan yang berada di Multinational Operation dan Exercise Centre (MOEC) dan Operation Centre (OPCENs) masing-masing negara untuk memfasilitasi pelaksanaan skenario latihan. Meski latihan akan dilakukan secara real-time dengan obyek yang nyata, semua bulsi, skenario, balasan atau tanggapan dalam cara yang berbeda
seperti forum atau e-mail untuk berlatih selalu diawali dengan “EX MARISX 13”. Ini adalah untuk memastikan agar kejadian nyata tidak tercampur dengan jalannya latihan. Instrumen utama dari latihan MARISX 13 ini adalah mekanisme info-sharing itu sendiri yang menggunakan portal MARISX yang dapat diakses melalui akses www. infofusioncentre.gov.sg sesuai akun masing-masing peserta. Portal MARISX 13 merupakan portal web yang memungkinkan para pengguna untuk berinteraksi secara intensif melalui sarana chatting dan e-mail, kemudian saling memberi, mencari dan mengolah informasi menjadi suatu rumusan aksi yang dapat digunakan oleh mitra kerja sesama pengguna portal lainnya sekalipun berbeda wilayah di berbagai belahan dunia. Portal MARISX 13 memiliki beberapa fitur utama antara lain aplikasi database informasi perkapalan Open Analysed Shipping Information System (OASIS), Sense-Making Analysed and Research Tool (SMART), Vessel of Interest Recognized Maritime Picture (VOI RMP), Group Chat, E-mail, Document Library dan lainlain. Petunjuk lengkap mengenai penggunaan portal MARISX disajikan dalam MARISX 13 Portal User Guide. Kesimpulan dan Saran a. Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1) Ancaman keamanan maritim (maritime security threats) tidak mengenal batas negara sehingga kerja sama internasional tetap merupakan kunci solusi yang terbaik. IFC bisa menjadi sebuah model yang layak untuk kolaborasi tersebut, dimana kerja sama dimulai dari tingkat regional, dengan tujuan akhir menghubungkan hingga
membentuk jaringan global info-sharing. Ini tidak hanya akan meningkatkan kesadaran situasional umum (common situational awareness), tetapi sudah harus menjadi MDA yang sekaligus juga mempromosikan pengakuan bahwa pemangku kepentingan maritim (maritime stakeholder) memiliki tanggung jawab bersama untuk memastikan laut aman dan aman untuk semua. 2) MARISX 2013 ini memberikan pemahaman dan mekanisme kepada peserta tentang proses infosharing melalui portal serta memperkuat kerja sama melalui sesi diskusi di mana para peserta dapat berbagi tentang berbagai isu infosharing sehingga menumbuhkan paradigma baru tentang information sharing bagi peserta dari “harus berbagi” (need to share) ke ‘‘tanggung jawab untuk berbagi’’ (responsible to share). 3) Pemeliharaan kemampuan dasar interoperabilitas antar negara dapat terhambat karena keterbatasan peralatan dan profesionalitas pengawaknya. Dalam kasus tersebut, pembangunan kemampuan info-sharing dan pelatihan pengawaknya adalah kunci untuk mengatasi permasalahan tersebut dan mengaktifkan semua keterlibatan stakeholder maritime sebagai mitra agar dapat menggunakan pijakan sekaligus sebagai visi yang sama dalam pemahaman tentang info-sharing. 4) P e n y e l e n g g a r a a n information-sharing bidang keamanan maritim di lingkungan TNI AL sangat urgent untuk ditingkatkan pengembangannya sebagai media
interaksi sekaligus memiliki legal formal yang mendukung fungsi Puskodal TNI AL sebagai penyelenggara information sharing dengan Puskodal Kotamaops maupun Puskodal/Staf Operasi Lantamal s.d. Lanal (jangka pendek) serta dengan berbagai stakeholder maritim (jangka panjang) sehingga hal tersebut mampu menjembatani kebutuhan informasi bagi Pemimpin TNI AL secara cepat, tepat, ekslusif dan aman. b. Terkait dengan Rencana Kegiatan Revitalisasi Puskodal TNI AL tahun 2013 yang didalamnya termasuk pengembangan kemampuan information-sharing Puskodal TNI AL di bidang keamanan maritim (maritime security) secara internal yang mampu mendukung peran TNI AL di tingkat nasional dan regional, mohon menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1) Penyusunan petunjuk pelaksanaan sebagai Standard Operating Procedure (SOP) bagi pelaksanaan kegiatan informationsharing kejadian keamanan maritim antara Puskodal TNI AL dengan Puskodal Kotamaops maupun Puskodal/Staf Operasi Lantamal s.d. Lanal dan stakeholder maritim nasional sebagai landasan operasional/payung hukum yang memiliki ketentuan mengikat di lingkungan TNI AL.
TNI AL dengan Puskodal Kotamaops maupun Puskodal/Staf Operasi Lantamal s.d. Lanal melalui pengembangan sistem Pusat Informasi Operasi (PIO) Puskodal TNI AL sebagai media interaktif resmi TNI AL yang mampu menyajikan informasi keja-
dian keamanan maritim (maritime security) di wilayah yurisdiksi nasional NKRI kepada Pemimpin TNI AL secara cepat, tepat, eksklusif dan aman.© Kolonel Laut (P) I Nyoman Gede Ariawan, S.E.
2) Penyediaan media interaktif operasional information-sharing Puskodal
Great admirals transform the nature of the war to their preferred term.
Jalesveva Jayamahe Ini sekadar guyonan, jangan terlalu serius menanggapi. Dahulu kala, banyak pelawat asing yang datang dari sejumlah negara karena tertarik pada dunia baru di tenggara Asia ini. Mereka menemukan kenyataan, banyak sekali penduduknya yang sudah kawin-kemawin dengan bangsa asing, juga dari pelbagai negara.
P
ara pelawat atau pengunjung asing itu menyebut mereka yang berdarah campuran itu sebagai Indo (mestiezen). Ada IndoArab, Indo-Keling, IndoPortugis, Indo-Belanda, Indo-Jepang, Indo-China, dan sebagainya. Yang menarik, mereka yang tergolong Indo ternyata mengeram sebuah penyakit amnesia, penyakit yang hinggap pada seseorang yang katakanlah “pendek ingatan” atau gampang melupakan sesuatu. Konon, dari sanalah muncul kata “Indonesia” alias Indo(am)nesia. Terserah kalau Anda hendak menghubungkannya dengan situasi lain di negeri ini, termasuk dimasa kini. Yang jelas, dari soal nama, betapa pun ia mungkin tiada artinya bagi Shakespeare (yang ternyata namanya abadi), Indonesia adalah nama yang sepanjang sejarah memiliki masalah. Sebagian tidak cukup menerima kata itu yang jika bisa juga bermakna “kepulauan India bagian belakang” atau “pulaupulau India di kejauhan”. Seakan kita ini hanya perpanjangan tangan, sejarah, dan peradaban dari India, negeri induknya. Sebuah penafian yang keliru. Asal kata Indonesia Sebenarnya bukan James Richardson Logan, sarjana hukum Skotlandia, yang menggunakan kata “Indonesia” pertama kali
dalam artikelnya, The Etnology of Indian Archipelago (1850). Ia hanya menjumput dari istilah yang digambarkan gurunya, George Samuel Windsor Earl, untuk orangorang di Semenanjung Malaya, memanjang hingga Filipina dan Papua, sebagai “Indunesia”. Logan hanya mengganti “u” dengan “o” hanya sekadar—konon— kenyamanan penyebutan. Nama ini pertama kali diambil oleh aktivis/intelektual Indonesia, Suwardi Surjadininingrat alias Ki Hajar Dewantara, saat ia dibuang ke Belanda dan menerbitkan kantor berita Indonesische Persbureau. Nama inilah yang beredar dan kemudian populer di kalangan intelektual dan pejuang kala itu. Tahun 1928 sekelompok pemuda menggunakan dalam sebuah sumpah. Padahal, hanya tujuh tahun dari penyebutan “Indonesia” oleh Ki Hajar, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker alias Setiabudi juga memberikan nama pada gugusan kepulauan di tenggara Asia ini. Ia mendapatkan nama itu dalam kitab Pararaton dari zaman
keemasan Majapahit, yang diucapkan juga dalam sebuah Sumpah, “lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa” (kalau telah (aku menguasai) Nusantara, baru aku (akan) berhenti berpuasa). Sumpah itu—sama ternamanya dengan Sumpah Pemuda—adalah Sumpah Palapa, yang diucapkan oleh Amangkubhumi baru Majapahit, Gajah Mada. Penyebutan ini sebenarnya bukannya tiada dampak, baik secara penyebutan, kesejarahan, keilmuan, hingga kebudayaan (peradaban). Dulu sampai kini. Dua peradaban Dua penyebutan di atas secara mudah dapat kita pahami sebagai nama yang mewakili dua kebudayaan dan dua peradaban dunia yang paling dominan (kalau tidak, ya hanya dua itu): daratan dan kelautan. Ki Hajar dan Sumpah Pemuda jelas mewakili daratan. Mereka yang ada didalamnya hampir 100 persen mendapatkan pendidikan atau mengalami pergaulan dalam budaya Belanda, wakil dari peradaban daratan Eropa. Mereka, tentu saja, juga mengenali dengan baik kebudayaan-kebudayaan daratan lain di Eropa, macam Perancis, Inggris, Jerman, dan lainnya. Sementara Gajah Mada, sebagai sumber ide Dr. Setiabudi, sangat kita ketahui adalah mahapatih dari kerajaan maritim terbesar
yang pernah ada di kawasan ini. Namun, sejak keruntuhannya, bangsa-bangsa di kepulauan ini dipaksa untuk “mendarat” oleh kerajaan-kerajaan konsentris (menurut istilah Lombard dalam Le Carrefour Javanais), yang menumpukkan seluruh intensitas kerja kebudayaan, mulai dari kekuasaan, perdagangan, hingga kebudayaan di tengah daratan (hulu sungai atau lereng puncak gunung). Hal ini berbanding terbalik dengan dunia maritim yang lebih mengandalkan laut, samudra, dan sungai-sungai sebagai kanal perdagangan dan pertahanan. Politik, kekuasaan dan pemerintahan, kamar-kamar dagang, hingga kerja kebudayaan berlangsung jauh dari gunung, di bandar-bandar yang menyebar di pulau-pulau nusantara. Proses pendaratan Keliru jika kita beranggapan dunia maritim itu dipaksa “mendarat” oleh bangsa-bangsa daratan dari Barat (Eropa), seperti Portugis, Belanda, Perancis, dan seterusnya. Lima ratus tahun sebelumnya, atau dua milenium sebelum kini, bangsa India sudah menggelar karpet merah untuk proses “pendaratan” bangsa Eropa kemudian, setelah mereka lebih dulu menaklukan kerajaankerajaan lokal dari dalam. Seperti yang terjadi di Jawa Barat dalam kasus Salaka Nagara dan Kalimantan dalam kasus Kutai. Budaya dan peradaban “daratan” pun kemudian merajalela di seluruh Indonesia, seiring dengan gerak perluasan VOC dan pemerintahan Hindia Belanda. Peradaban “daratan” tampaknya sukses melindas kejayaan peradaban “kelautan” yang dalam hitungan penulis berusia lima milenium sebelumnya. Hingga
hari ini, Indonesia berciri-ciri dan berkarakter khas “daratan”. Anda menjadi saksi dan —mungkin—pelakunya sendiri. Bagaimana adab “daratan” yang keras, kasar, dominatif, inflitratif, material, logis-rasional, dan imperialistik menjadi muatan, tersembunyi atau tidak, dalam perilaku rakyat bangsa kita, terutama pejabat publiknya. Ada banyak alasan historis, arkeologis, antropologis, hingga kultural mengapa peradaban “daratan” memiliki ciri-ciri seperti tersebut di atas. Negeri ini seperti menjadi miniaturnya, di mana media massa setiap hari (bahkan sering dalam berita utama) mengungkap kekasaran, kekerasan, kehendak mendominasi hingga nafsu material yang infiltratif, terjadi di seluruh belahan republik ini, baik di tingkat elite hingga akar rumput. Semua pihak ingin dominan menjadi raja. Seperti pemeo, “Bila tidak bisa menjadi menteri besar (menjadi pejabat publik di pusat ibu kota) jadilah raja kecil (penguasa di wilayah sendiri)”. Tak mengherankan bila nafsu pemekaran seperti tiada henti, bahkan kian meluap. Kalau perlu keringat, senjata, dan darah digunakan untuk merealisasikan. Mungkin hampir tak terhentikan hingga Indonesia pun menjadi kepingan-kepingan kecil yang kian rapuh. Semua itu, menurut hemat saya, karena kita telah mengingkari bahkan mengkhianati jati diri kita sendiri sebagai bangsa maritim (kelautan). Secara tragis hal itu mungkin dapat disimbolisasi
dengan kisah Pinisi Nusantara, sebuah kapal yang dibuat oleh bangsa sendiri, dibangga-banggakan dan berhasil mengarungi Samudra Pasifik hingga Vancouver, Kanada, 15 September 1986. Apa yang kemudian terjadi? Kapal kebanggaan yang dielus-elus oleh (alm) Laksamana Sudomo itu nyungsep, melapuk, dan dilupakan di Karang Ayer Kecil, Kepulauan Seribu, Jakarta, 15 September 2002. Nasib kelautan Begitulah nasib kelautan bagi bangsa kita yang “mabuk daratan” dan dikuasai setengah abad oleh angkatan darat, perhubungan darat, jembatan-jembatan, jalan tol-jalan tol, dan seterusnya. Bayangkan, ada rencana pembuatan jembatan untuk menghubungkan daratan Sumatera dan Jawa berbiaya Rp 200 triliun. Berapa kapal, besar dan kecil, yang dapat dibeli dari jumlah itu untuk menjadi penghubung ribuan pulau negeri ini? Ketika banyak kalangan bicara tentang kembali ke dunia maritim, revolusi biru, dan sebagainya, sesungguhnya ada yang sangat tidak siap dari nafsu-nafsu itu. Yakni identifikasi awal tentang bagaimana peradaban maritim itu. Diskusi dan konsensus nasional dibutuhkan untuk itu, termasuk akibat-akibat besar sebagai dampaknya. Mereka yang selama ini merasa nyaman dengan adab “daratan” harus banyak legawa. Supaya kita kembali ke jati diri kita: Kelautan. Jalesveva Jayamahe! Oleh: Radhar Panca Dahana Budayawan. (tulisan ini pernah dimuat di koran Kompas, Selasa, 7 Mei 2013).
PERJALANAN HISTORIS MENUJU
WORLD CLASS NAVY
T
ahun 2013 ini TNI Angkatan Laut memperingati hari jadinya yang ke-68. Hal tersebut berarti sudah lebih dari setengah abad, TNI AL mendarmabaktikan dirinya menjaga kedaulatan dan keamanan wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia serta membangun dirinya menuju kesetaraan dengan angkatan laut kelas dunia lainnya. Bukanlah hal mudah untuk membangun TNI AL agar setara dengan apa yang disebut world class navy atau angkatan laut yang bersifat mendunia (global). Tidak hanya secara sebatas kuantitas, namun lebih dari itu, adalah kualitasnya. Kualitas, baik dalam aspek profesionalisme personel maupun kemampuan menjaga kontinuitas operasionalnya,
merupakan landasan utama bagi dunia internasional untuk mengakui bahwa TNI AL memiliki kapabilitas yang dapat disejajarkan di antara angkatan laut yang telah bersifat global, seperti US Navy, Royal Navy atau Russian Navy. Sebagaimana lembaga-lembaga kenegaraan lainya, TNI AL pun lahir dan tumbuh di tengah-tengah kancah perjuangan bersenjata menegakkan kemerdekaan negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Saat itu, telah tumbuh kesadaran bahwa negara Indonesia harus memiliki angkatan laut yang kuat sehingga mampu menjamin terwujudnya ketahanan dan kedaulatan di laut dalam benak para pejuang bahari kala itu. Sete-
lah para pejuang bahari mengambil alih seluruh sarana dan prasarana milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (Nihon Kaigun), dilakukan konsolidasi terhadap orang-orang yang memiliki keahlian atau pernah bekerja di bidang kelautan, baik pada masa Hindia Belanda maupun Jepang. Langkah berikutnya adalah membentuk organisasi Badan Keamanan Rakyat Bagian Laut Pusat atau BKR Laut Pusat pada 10 September 1945. Terbentuknya BKR Laut Pusat di Jakarta menggerakkan para pejuang bahari di daerah-daerah untuk membentuk organisasi serupa di tingkat daerah, sehingga terjalin suatu struktur komando yang solid dan terintegrasi antara pusat dengan daerah. Pada perkembangannya, BKR Laut mentransformasikan dirinya menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Laut sesuai hasil Maklumat Pemerintah Nomor X tanggal 5 Oktober 1945 tentang pembentukan TKR. Memasuki awal tahun 1946, TKR Laut berubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) Laut dan pada bulan Juli 1946 diresmikan menjadi Angkatan Laut Republik Indo-
nesia (ALRI). Pembangunan kekuatan dan penyempurnaan organisasi menuju struktur angkatan laut yang sesungguhnya, telah dimulai pada kurun waktu ini yang ditandai dengan pembentukan korps-korps di tubuh ALRI, seperti armada, marinirs, polisi tentara laut, kesehatan, dan sebagainya. Terbentuknya kejuruan atau korps tersebut mengawali upaya adanya spesialisasi dan keahlian khusus di tubuh ALRI. Kemudian di bidang pengembangan sumber daya manusia, ALRI membentuk lembaga-lembaga pendidikan, antara lain Sekolah Angkatan Laut (SAL) yang berkedudukan di Tegal, sekolah radio-telegrafis di Malang, Training Station Serang Jaya di Aceh, dan sebagainya. Semua itu menjadi fondasi bagi pembangunan kekuatan TNI AL agar dapat mengembangkan dirinya menjadi elemen pertahanan negara di bidang maritim yang tangguh, andal, dan profesional.
Disegani di Kawasan Asia Tenggara Tercapainya pengakuan kedaulatan negara Republik Indonesia oleh Kerajaan Belanda dan komunitas internasional pada akhir tahun 1949 merupakan peluang bagi TNI AL membangun kekuatannya untuk pertama kalinya. Kemudian dalam rangka modernisasi, TNI AL membeli sejumlah alutsista dari luar negeri. Di sini, untuk pertama kalinya TNI AL harus menyiapkan sebuah operasi lintas laut jarak jauh yang akan melintasi beberapa negara serta dua samudra besar yaitu Atlantik dan Hindia. Untuk itulah, dirancang sebuah rencana operasi yang disinergikan dengan langkahlangkah diplomatik terhadap negara-negara yang akan dilalui kapal-kapal TNI AL. Dengan demikian terjalin kesinambungan logistik dan hubungan antar negara yang baik, karena kapal-kapal perang TNI AL tersebut merupakan tamu negara dan bukan sebagai kekuatan militer yang bersifat menekan. Pengalaman berikutnya bagi TNI AL dalam menggelar
operasi lintas laut adalah saat KRI Dewaruci melaksanakan operasi muhibah ke beberapa negara sahabat, antara lain Amerika, Jepang, Rusia, Perancis. Pembangunan kekuatan TNI AL mencapai puncaknya ketika terjadi konfrontasi antara Kerajaan Belanda dengan Indonesia akibat dari tidak terselesaikannya masalah Irian Barat, satu-satunya wilayah RI yang masih dikuasai Belanda. Padahal berdasarkan berdasarkan kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar 27 Desember 1949 disepakati bahwa masalah Irian Barat akan dibahas secara bilateral setahun setelah pengakuan kedaulatan. Namun pada kenyataannya, pemerintah Belanda dengan berbagai dalih tetap mempertahankan Irian Barat sebagai koloninya. Sebagai anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO/North Atlantic Treaty Organization), Belanda mendapat dukungan kuat dari negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat, sehingga berbagai upaya diplomatik untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI senantiasa kandas. Akhirnya pemerintah Indonesia memutuskan untuk menggunakan strategi “diplomasi kapal perang” (gunboat diplomacy) yaitu pengerahan kekuatan militer sebagai pendukung diplomasi. Karena operasi yang akan digelar berupa naval campaign, TNI AL membutuhkan peningkatan kekuatan alutsistanya baik secara kuantitas maupun kualitas. Awalnya, untuk Indonesia berupaya memperoleh bantuan dan kemudahan dalam pembelian alutsista dari negara-negara Blok Barat, namun mendapat ganjalan keras dari NATO. Akhirnya Indonesia beralih ke negaranegara Blok Timur, tepatnya dengan Uni Soviet. PerCakrawala Edisi 416 Tahun 2013
25
OPINI
26 mintaan Indonesia tersebut disambut baik oleh Soviet. Sejak tahun 1959 mulailah mengalir sejumlah besar alutsista modern ke Indonesia. Kehadiran alutsista buatan Uni Soviet dan negara-negara Blok Timur tersebut pada akhirnya menempatkan TNI AL menjadi salah satu angkatan laut terkuat di Asia Tenggara dan berhasil memaksa Belanda untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan RI pada tahun 1963. Pada kurun waktu ini TNI AL diperkuat sekitar 152 kapal perang berbagai jenis antara lain 12 kapal selam kelas Whiskey, 1 kapal penjelajah ringan kelas Sverdlov, 8 kapal perusak kelas Skory, 8 kapal fregat kelas Riga, 12 kapal cepat roket kelas Komar, dan 22 kapal cepat torpedo. Kekuatan TNI AL kian mumpuni ditambah dengan kehadiran skuadron pesawat anti kapal selam jenis AS-4 Gannet, helikopter serbaguna Mi-4 Hound, dan pesawat pembom ringan bertorpedo IL-28 Illyushin sebagai unsur udaranya, sedangkan di darat diperkuat oleh tank
amfibi ringan jenis PT-76, BTR-50, mortir berat kaliber 120 mm, serta peluncur roket multilaras BM-14. Dengan kekuatan ini, tidak hanya negara-negara sekawasan yang segan namun juga negara besar seperti Amerika Serikat dan kerajaan Inggris. Sikap tersebut tampak saat berlangsung kampanye Dwikora, sebagai bentuk penentangan pemerintah Indonesia terhadap kebijakan Inggris melakukan dekolonisasi terhadap Malaysia yang dianggap bagian dari neokolonialisme. Pada periode ini unsur-unsur TNI AL bahkan berani menghadang konvoi armada Inggris yang akan melintasi Selat Sunda dan Selat Lombok dari Australia menuju Malaysia antara tanggal 10 Agustus sampai 30 September 1964. Kondisi ini berubah drastis ketika terjadi peralihan kepemimpinan nasional, yaitu dari rezim Presiden Soekarno ke Soeharto, sebagai dampak dari meletusnya peristiwa Gerakan 30 September (G30S) pada dini
hari tanggal 1 Oktober 1965. Peralihan kekuasaan ini memberi dampak serius pada kekuatan TNI AL kala itu, karena adanya perbedaan pandangan politik luar negeri. Pada era Soekarno orientasi dari kebijakan luar negerinya cenderung ke Blok Timur, sementara di era Soeharto lebih condong ke Barat. Terjadilah degradasi signifikan pada alutsista TNI AL yang sebagian besar produk Uni Soviet akibat kesulitan suku cadang. Dampak lanjutan dari situasi ini adalah kemerosotan kemampuan operasional TNI AL. Guna memulihkan kemampuan TNI AL, pemerintah kemudian melakukan pembelian alutsista dari negara-negara nonkomunis, seperti Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda, Inggris, dan Korea Selatan. Alutsista yang memperkuat TNI AL saat ini antara lain 2 kapal selam kelas 209 (kelas Cakra) dari Jerman Barat, serta 3 kapal perang jenis korvet kelas Fatahillah, 6 kapal fregat kelas Van Speijk (kelas Ahmad Yani), dan 3
korvet SIGMA kelas Diponegoro dari Belanda. Sementara itu Korps Marinir TNI AL diperkuat sejumlah kendaraan tempur modern seperti BTR-80A dan BMP-3F dari Rusia, peluncur roket multilaras RM70 Grad dari Ceko, dan AAV-7 dari Korea Selatan. Kehadiran alutsista generasi baru tersebut tersebut berhasil “mendongkrak” kekuatan TNI AL. Kebijakan modernisasi kekuatan TNI AL selain membeli dari luar negeri, juga dilakukannya transfer of technology dan memaksimalkan potensi industri strategis nasional. Terwujudnya kemandirian alutsista di TNI AL sangat potensial untuk mengangkat martabat serta citra bangsa dan negara Indonesia di tingkat internasional serta mengurangi ketergantungan pada luar negeri. Menuju World Class Navy Kehadiran alutsista berteknologi termuktahir semakin membuka lebar pintu bagi TNI AL untuk menggelar operasi lintas laut dan penugasan di perairan luar negeri. Hal tersebut tampak pada kiprah TNI AL saat melaksanakan operasi lintas laut untuk membebaskan warga negara Indonesia yang menjadi awak kapal MV Sinar Kudus disandera oleh kawanan bajak laut Somalia pertengahan tahun 2011. Pada saat itu kesatuan khusus TNI AL yang tergabung dalam Satgas Merah Putih berhasil membebaskan awak
kapal MV Sinar Kudus berikut kapalnya dari tangan bajak laut. Selain itu, unsur-unsur TNI AL yang tergabung dalam satuan tugas maritim PBB yaitu Maritime Task Force (MTF) United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) juga menunjukkan prestasi yang gemilang sekaligus mengangkat nama baik bangsa Indonesia di lingkup internasional. Dua prestasi tersebut menyusul kiprah KRI Dewaruci yang telah mendunia terlebih dahulu, bahkan menjadi legenda bagi komunitas maritim internasional. Tiga kiprah bertaraf internasional tersebut kian meningkatkan kepercayaan komunitas internasional akan kemampuan TNI AL dalam gelar operasi lintas laut antar negara dan tugas-tugas pemulihan keamanan yang berada di bawah naungan PBB. Pengakuan dari komunitas internasional akan kemampuan TNI AL tampak pada sambutan US Seventh Fleet Commander, Vice Admiral Scott H. Swift, di atas kapal perang Amerika USS Blue Ridge saat mengunjungi Jakarta Mei 2012, yang mengatakan TNI AL layak disebut as well as a global force for good. Demikian pula ketika pejabat teras AL Amerika tersebut saat melihat kemampuan yang dimiliki pangkalan TNI AL di Surabaya, menyebut TNI AL dapat dikategorikan sebagai world class navy.
Sebuah Renungan Sebuah pepatah bijak mengatakan, lebih mudah meraih sebuah prestasi atau kejayaan daripada mempertahankannya. Jika menyimak pepatah tersebut, ada baiknya pada peringatan 68 tahun kelahiran TNI AL ini direnungkan apa yang telah dilakukan oleh para generasi penerus bangsa. Adanya pengakuan internasional bahwa TNI AL memiliki kemampuan yang setara dengan angkatan laut global merupakan sebuah bukti akan kinerjanya selama ini yang telah dirasakan manfaatnya tidak hanya di lingkup regional namun juga internasional. Sementara untuk mencapai prestasi tersebut bukanlah hal mudah, butuh perjuangan panjang yang melelahkan. Pada tahun 1965-an TNI AL pernah menyandang predikat salah satu angkatan laut terkuat di tingkat regional berkat kekuatannya yang mumpuni. Sekarang, predikat tersebut kembali disandang TNI AL berkat kinerja dan profesionalisme personelnya. Dengan demikian, setiap generasi muda TNI AL pada khususnya dan bangsa pada umumnya sudah seharusnya mempertahankan prestasi tersebut melalui kinerja yang lebih baik dan peningkatan kualitas diri. Janganlah sia-siakan kerja keras para pendahulu TNI AL dan jangan pernah menjadikan prestasi internasional yang sudah berhasil diraih sebagai “kenangan indah dari masa lalu”.© Adi Patrianto
KESIAPAN OPERASIONAL
TNI AL
Asops Kasal Laksamana Muda (Laksda) TNI Didit Herdiawan, M.P.A., M.B.A.
Mohon dapatnya Bapak Asops Kasal menjelaskan, apa yang dimaksud dengan pembinaan kesiapan operasional TNI AL diarahkan menuju world class navy?
utamakan zero accident. Rumusan kebijakan pembangunan kekuatan dan pembinaan kemampuan diarahkan untuk mewujudkan “force in response” yang meliputi:
Kebijakan pembinaan bidang operasi pada dasarnya merupakan penjabaran dari kebijakan dan strategi pembangunan, pembinaan serta penggunaan kekuatan TNI AL dengan meng-
a. Struktur kekuatan (force structure) yang dibangun diarahkan kepada terwujudnya penampilan dan eksistensi unsur-unsur operasional TNI Angkatan Laut;
b. Kesiapan (readiness), pengaturan yang seimbang dari struktur kekuatan yang siap operasional, latihan, dan pemeliharaan (employment cycle); c. Tingkat kemutakhiran teknologi (state of modernization); d. Kemampuan menyelenggarakan operasi secara berkelanjutan (sustainability), terkait dengan dukungan pangkalan dan kemandirian logistik.
Keempat rumusan kebijakan tersebut tentu saja harus diimbangi dengan kemampuan sumber daya manusia yang memiliki tingkat kompetensi yang tinggi. Sehingga, fokus pembangunan kekuatan dan pembinaan kemampuan TNI AL juga diarahkan pada peningkatan kemampuan personel TNI AL melalui berbagai jenjang pendidikan profesional di dalam dan luar negeri. Sehingga diharapkan dari kombinasi antara hardware, software dan brainware akan mengantarkan TNI AL pada status terhormat di mata dunia internasional sebagai Angkatan Laut yang berkelas dunia atau world class navy. Melihat luasnya wilayah laut nusantara dan semakin banyaknya tantangan tugas TNI AL dimasa depan, menurut Bapak Asops Kasal bagaimana dengan kesiapan operasional alutsista TNI AL saat ini? Kebijakan pembinaan kekuatan. Agar tercapai efisiensi dan efektifitas dalam menggelar kekuatan TNI AL dihadapkan kepada keterbatasan anggaran, kondisi teknis alutsista dan tingkat kemampuan yang diharapkan serta eskalasi ancaman, maka Pemimpin TNI AL telah menetapkan kebijakan pembinaan kekuatan TNI AL ke depan dengan langkah-langkah, sebagai berikut: a. Langkah pertama, gelar kekuatan TNI AL dengan deployment kekuatan pada daerah rawan selektif secara fleksibel sesuai axis utama ancaman. Hal ini diimplementasikan dengan re-grouping unsur dalam tiga susunan tempur (sunpur) sebagai berikut:
1) Susunan tempur pemukul (striking force) yang terdiri dari unsur Frigate kelas Van Speijk, Korvet kelas Fatahillah dan SIGMA, PSK, BR dan KCT; 2) Susunan tempur patroli (patrolling force) terdiri dari Korvet kelas Parchim (Koarmatim), AT kelas Frosch, PC dan FPB; 3) Susunan tempur pendukung (supporting force) terdiri dari unsurunsur angkut tank, markas, PR, BCM, ASG, TD, BU, BAP, BHO, dan latih. b. Langkah kedua, adalah penataan daerah operasi yang sejalan dengan pengembangan tata ruang wilayah pertahanan laut yang komprehensif dengan mempertimbangkan analisis pergeseran poros ancaman dan disesuaikan dengan fungsi dan peran operasi militer selain perang. Daerah-daerah operasi tersebut meliputi:
4) Daerah operasi-IV. Meliputi Laut Halmahera, Laut Flores, Laut Seram, Samudera Hindia/Selatan Nusa Tenggara Timur termasuk Laut Maluku, Laut Banda dan Selat Wetar / Selat Ombai (ALKI-III); 5) Daerah operasi-V. Meliputi perairan Utara Papua sampai dengan Laut Arafuru. c. Langkah ketiga, konsep operasi yang diselaraskan dengan pola operasi yang diterapkan oleh jajaran TNI berdasarkan Undang-Undang Pertahanan Negara yang meliputi OMP dan OMSP serta operasi lain-lain yang dikembangkan menjadi kekuatan utama pertahanan negara di laut agar mampu menjadi kekuatan penangkal (deterrent force) dan kekuatan penindak (coercion force).
Di antara beberapa tugas pokok TNI AL selain melaksanakan fungsi pertahanan juga melaksanakan fungsi di1) Daerah operasi-I. plomasi, baik di dalam negeri Meliputi Laut Natuna sam- maupun dengan luar negeri, pai dengan Selat Malaka, khususnya dengan pihak/neSelat Karimata sampai gara asing regional ataupun dengan Selat Sunda (ALKI internasional, mohon dijelas- I); kan dengan siapa saja kerja sama militer yang dilaksana2) Daerah operasi-II. kan dan apa saja bentuk kerMeliputi perairan barat Sujasamanya? matra sampai dengan perairan selatan Jawa Barat; Kerja sama militer TNI AL dengan negara lain: 3) Daerah operasiIII. Meliputi perairan Se- a. TNI AL – Amerika Serikat latan dan Utara Pulau (USN): Ex-Flash Iron, Ex-LanJawa, Laut Sulawesi, Se- tern Iron, Ex-Silent Iron, CARAT, lat Makassar dan perair- RIMPAC, HOSTAC, SEACAT, an Nusa Tenggara Barat pengadaan alutsista dan pen(ALKI – II); didikan (NDU, NSC, SWOS, IMOC dan lain-lain);
OPINI
30 b. TNI AL – Australia (RAN): Ex-Cassowary, Ex-Kakadu, ExNew Horizon, NTNC, Patkor Ausindo dan pendidikan (Sesko, S-2 dan lain-lain);
Patkor Philindo dan pendidikan (Sesko);
c. TNI AL – Malaysia (TLDM): Ex-Malindo Jaya, Ex-Malindo Darsasa, NTNCM, Patkor Malindo, Patkor Optima, MSSP dan pendidikan (Sesko, PWO dan lain-lain);
Untuk mewujudkan TNI AL yang handal dan disegani, mohon penjelasan Bapak Asops Kasal, apa saja kegiatan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh TNI AL?
d. TNI AL – Brunei Darussalam (TLDB): Ex-Helang Laut dan pendidikan (Sesko);
Program dan kegiatan untuk mewujudkan TNI AL yang handal dan disegani:
e. TNI AL – Inggris (Royal Navy): Mobile Training Team (Kopaska-Navy Seal Inggris) dan pendidikan (Sesko);
a. OMP.
f. TNI AL – Jepang (JMSDF): Aviation Exercise, NTNCM dan pendidikan (S-2);
b. OMSP.
g. TNI AL – Pakistan: Aman Exercise dan pendidikan (Sesko); h. TNI AL – Singapura (RSN): Ex Pandu, Joint Minex, Ex Eagle, SEACAT, NTNT, Patkor Indosin, EIS, MSSP, SURPIC-2 dan pendidikan (Sesko, S-2, Marsec dan lain-lain); i. TNI AL – Thailand (RTN): NTNT, Patkor Indothai dan pendidikan (Sesko); j. TNI AL – China (PLAN): NTNCM, pengadaan alutsista dan pendidikan (Sesko); k. TNI AL – India: NTNT, Patkor Indindo dan pendidikan (Sesko, S-2, Long Navigation Course, ASW Course dan lainlain); l. TNI AL – Korea Selatan (ROKN): NTNT Working Group, pengadaan alutsista dan pendidikan (NDU, Sesko); m.
TNI AL – Philipina: NTNT,
n.
Jungle Survival, Lat Anglamil, Lat SAR, Latposko Kogasgab Hantai serta Lat Penyapuan Ranjau;
TNI AL – Vietnam: NTNT.
• Ops Intelmar, Naval presence di Blok Ambalat, Ops Siaga Purlabar/tim; • Ops Pamtas Laut RI- RDTL – Australia, RI- Philipina dan RI-PNG – Palau, Patkor Indindo, Indothai, Malindo, Indosin, Philindo, Ausindo, Optima Malindo, MSSP, Ops Pam Puterdan Obvitnas, Ops Pam VVIP, Ops Pemeliharaan Perdamaian Dunia, SAR, Ops Kamla, Ops PAM ALKI, Eye In The Sky (EIS), Operasi Survei dan Pemetaan serta Ops Anglamil;
2) Latma. • Amerika Serikat, Singapura, Australia, Brunei Darussalam, Thailand, Pakistan, China, Malaysia dan Korea Selatan; 3) Latgab. • Latgab Terpadu Penanggulangan Bencana Alam, Latgab Pasus TNI Trimatra, Latgab TNI Tingkat Divisi dan Penembakan Senjata Strategis, Lat Hanudnas Perkasa, Latmako Koarmabar dan Koarmatim, Latgultor TNI – Polri Waspada Nusa, Lat PPRC TNI, Lat Hanudnas Tutuka XXXVII, Latgabma Malindo Darsasa, Cobra Gold Exercise serta Shanti Prayas Exercise. d. CBM. • WPNS, IONS, International Maritime Security Symposium 2013, Sail Komodo 2013 dan Multilateral Joint Naval Exercise 2014.
c. Latihan: 1) Lattra. • Latihan Fungsional, Lat Parsial TNI AL, Lat Yustisial, Lat Kamla, Latihan Pernika, Latkom Caraka, Lat Interoperability Komlek TNI AL, Marpolex, Lat Intel, Latkesdu, Latihan EMU/Medevac, Lat Sea and
Memetik pelajaran dari sengketa Taiwan dengan Filipina, apa yang menjadi harapan Bapak Asops Kasal untuk keberhasilan tugas TNI AL sebagai penjaga kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara di laut? a. Belajar dari kasus sengketa Taiwan dan Filipina, semua pihak tentunya berharap agar negara-negara yang berkepen-
tingan di Laut China Selatan untuk dapat menahan diri dari tindakan provokatif. Hanya dengan cara demikian maka stabilitas keamanan kawasan dapat dipertahankan; b. Indonesia sebagai primus inter pares di Asia Tenggara dapat memainkan peran strategisnya di kawasan melalui berbagai aspek termasuk didalamnya aspek pertahanan. c. TNI AL sebagai ujung tombak pertahanan Indonesia di laut senantiasa mendukung kebijakan politik negara di laut yang diimplementasikan dalam pokok-pokok kebijakan TNI AL terkait isu perbatasan, antara lain: 1) melaksanakan modernisasi alutsista dan non
alutsista, bangfas dan sarpras sesuai pentahapan Renstra 2010-2014 serta blue print logistik untuk tahun 2013 melalui pengadaan alutsista secara bertahap sesuai user oriented dan operational requirement, pemeliharaan dan perbaikan alutsista, pembangunan fasilitas pangkalan dengan prioritas di daerah perbatasan, pemberdayaan industri pertahanan nasional serta pembangunan fasilitas dan sarpras untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan; 2) m e l a k s a n a k a n penggelaran operasi intelijen dengan prioritas daerah operasi adalah
wilayah perbatasan laut NKRI dan daerah perairan rawan selektif; 3) m e l a k s a n a k a n pengamanan perbatasan wilayah laut yurisdiksi nasional serta mengantisipasi perkembangan situasi di wilayah perairan Blok Ambalat, Pulau Miangas, Selat Malaka, dan pulaupulau kecil terluar lainnya; 4) melaksanakan pembinaan potensi maritim untuk mendukung pemberdayaan wilayah pertahanan, khususnya di daerah perbatasan dan rawan konflik.©
PANDANGAN VADM. SCOTT H. SWIFT MANTAN PANGLIMA ARMADA-7 US NAVY TERHADAP TNI AL VADM. Scott H. Swift menyampaikan bahwa US Navy sangat menghargai atas peran TNI AL dalam meningkatkan hubungan kerja sama antar Angkatan Laut dan ikut memelihara keamanan, stabilitas dan perdamaian di wilayah Asia Pasifik, Samudra Hindia, serta di Timur Tengah. US Navy mengundang bapak Kasal dalam acara Internasional Sea Power Symposium bulan Oktober 2013 di Newport Rhode Island, se-
bagai panel moderator pada acara tersebut. Undangan pimpinan US Navy tersebut
juga dimaksud untuk menunjukkan kepada pemerintah Indonesia dan negara-negara di kawasan bahwa US Navy memberikan penghargaan, perhatian yang besar kepada TNI AL di bawah kepemimpinan Kasal Laksamana TNI Dr. Marsetio yang telah banyak memberikan kontribusi aktif dalam upaya yang nyata untuk selalu aktif sebagai pemimpin di kawasan Asia Tenggara. Undangan ini juga untuk menunjukkan kepada negaranegara wilayah Asia Teng-
gara bahwa Indonesia memiliki hubungan dan posisi yang erat dan strategis dengan US Navy. US Navy senantiasa mendukung upaya upaya kepemimpinan TNI AL dalam meningkatkan kerja sama dan memelihara keamanan maritim di kawasan dan senantiasa akan siap memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh TNI AL untuk mewujudkan agendaagenda yang telah disusun. US Navy sangat mendukung akan membantu rencana dan upaya TNI AL untuk mewujudkan Cyber Crime Command di TNI AL dimasa depan.
US Navy juga akan terus berusaha mendorong Pemerintah USA untuk dapat meningkatkan dana IMET kepada TNI AL agar makin banyak Perwira TNI AL dapat meningkatkan profesionalisme dan belajar di USA. US Navy juga sangat menghargai rencana TNI AL untuk mengadakan Internasional Maritim Security 2013 dan Multilateral Komodo Exercise 2014 serta akan berpartisipasi aktif dalam kedua event tersebut. US Navy juga mengharapkan TNI AL dapat mendorong dan mengajak Angkatan Laut di kawasan untuk dapat
berpartisipasi bersama dalam kegiatan latihan RIMPAC 2014 untuk melaksanakan Group Sail menuju pangkalan di Hawaii, USA. US Navy juga mendukung rencana TNI AL untuk meningkatkan dan membangun kemampuan pengamatan, deteksi dan pengumpulan data dengan menggunakan peralatan UAV. US Navy juga menghargai dan mendukung peningkatan dan pengadaan alutsista TNI AL kedepan serta menyampaikan bahwa hal ini akan sesuai dengan visi yang dituju oleh TNI AL untuk menjadi world class navy.©
Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
33
INFO
34 KORPS MARINIR DAN KIPRAH INTERNASIONALNYA
M
arinir tidak cuma kenal Bangkingan dan Banongan, Korps Marinir yang memiliki Marines Brotherhood dengan sesama Korps Marinir di dunia, telah dan terus melakukan kerja sama yang significant. Berbagai bentuk latihan bersama antara Korps Marinir dengan US Marines telah dilaksanakan sejak lama. Tempat latihan terkadang di Indonesia, di wilayah Amerika atau di wilayah negaranegara sahabat. Kegiatan Internasional Korps Marinir dengan berbagai tingkatan dilaksanakan antara lain: 1. Latma Carat (Corporation Afloating Readiness and Training) antara TNI AL (Armada dan Marinir) dengan US Navy dan US Marines Corps dilaksanakan sejak tahun 2000 hingga saat ini namun seiring perjalanan waktu Latma Carat sempat berubah nama menjadi NEA (Naval Engagement Activity) pada tahun 2008-2010 kemudian pada tahun 2011 hingga saat ini kembali menjadi Carat. Kegiatan latihan Carat meliputi Latihan lapangan dan bantuan kemanusiaan antara lain Marine Exercise (Marex), menembak, counter insurgent, perang kota, jungle survival dan jungle warfare. Sedangkan untuk kegiatan bantuan kemanusiaan antara lain engineering capability (encap) perbaikan bangunan fasilitas umum dan medical capability (medcap) pengobatan massal.
2. Reconex (Recon Exercise) Latihan bersama antara Yon Taifib dengan US Recon unit, latihan ini merupakan bentuk latihan lapangan yang meliputi latihan pengintaian pantai pendaratan, long range navigation, menembak, perang hutan, perang kota dan jungle survival. Saat ini latihan tim Recon atau Reconex sudah
lama tidak diselenggarakan dan sejak tahun 2009 US Recon dan US MARSOC (Marine Special Operation Command) kembali menyelenggarakan latihan serupa dengan sandi Lantern Iron. 3. Latma Lantern Iron merupakan latihan bersama antara Marinir (Yon Taifib) dengan US MARSOC yang dilaksanakan sejak tahun 2009 hingga saat ini baik di wilayah timur maupun wilayah barat. 4. Latma Silent Iron adalah latihan bersama antara Denjaka dengan US Navy Seal dan US MARSOC yang dilaksanakan sejak tahun 2009 hingga saat ini. Materi kegiatan Latma Silent Iron meliputi kegiatan menembak reaksi, perang kota, kesehatan
lapangan (tactical combat casualty care), Raid Amphibi, VBSS (Visit Boat Search and Seizure). 5. Latma MAREX (Marine Exercise) merupakan latihan lapangan antara Korps Marinir dengan US Marines tingkat batalion dilaksanakan sejak tahun 2008 hingga tahun 2011. Materi latihan ini antara lain menembak reaksi, perang kota, kesehatan lapangan (tactical combat casualty care), perang hutan, contact drill, raid amfibi, bela diri militer, manajemen k o n voi dan jungle survival. Pada latihan ini US Marine menghadirkan pasukan dalam jumlah yang besar karena tidak hanya dari batalion infanterinya saja namun juga dari unsur-unsur bantuan tempurnya. 6. Latma MTWS (MAGTF Tactical Warfare Simulation) Keris Eagle, adalah latihan bersama antara Korps Marinir dengan US Marines dalam bentuk Gladi Posko penanggulangan bencana alam di daerah konflik dengan menggunakan proses pengambilan keputusan versi US Marines atau Marines Corps Planning Process (MCPP). Pada latihan ini para peserta latihan yang sebagian besar adalah para perwira mulai dari komandan batalion, para perwira staf dan para komandan kompi dan peleton dituntut untuk dapat berpikir jeli dalam menganalisa permasalahan dan mengambil keputusan. Latihan ini pertama kali
diselenggarakan pada tahun 2008 hingga saat ini. 7. Latma Rimpac (Rim of Pacific) adalah kegiatan latihan terpadu US Seventh fleet dan MARFORPAC yang diselenggarakan di kepulauan Hawaii di Amerika. Pada latihan ini Korps Marinir mengirimkan satu peleton infanteri untuk dilatih di camp US Marines dengan materi menembak reaksi, rescue, pengetahuan material tempur US Marines dan pendaratan amfibi. Korps Marinir telah berpartisipasi dalam latihan rutin per dua tahun ini sejak 2010 hingga saat ini. 8. Latihan Multilateral Cobra Gold di Thailand, keterlibatan personel Marinir dalam latihan ini sejak tahun 2006 hingga saat ini baik dalam CPX (Command Post Exercise), FTX (Field Training Exercise) dan kegiatan bantuan kemanusiaan. 9. Latihan Multiateral Shanty Dot di Bangladesh, Khan Quest di Mongolia, Angkor Sentinel di Kamboja dan Shanty Prayas di Nepal, latihan ini diprakarsai oleh GPOI dan US Pacom. Keterlibatan personel Marinir dalam latihan ini sejak tahun 2008 hingga saat ini. Materi latihan yang di selenggarakan oleh GPOI adalah peacekeeping operation. Selain latihan juga ada keterlibatan personel Marinir dalam kegiatan pertemuan internasional, seminar dan kunjungan kerja seperti: logistic talk, non lethal
weapon seminar, marine sergeant major meeting, HADR seminar, navy to navy talk dan pertemuan komandan Koprs Marinir dari seluruh negara. Pelajaran apa yang bisa kita petik? 1. Dalam komunitas internasional, Korps Marinir banyak belajar dari Korps Marinir lain di berbagai negara. 2. Peluang untuk melaksanakan Latma sangat bermanfaat bagi peningkatan kemampuan sumber daya manusia di lingkungan Korps Marinir. 3. Kemajuan teknologi Korps Marinir negara sahabat dapat dipelajari dan menjadi pemicu untuk maju, bukan sekedar penuh kebanggaan, tetapi harus juga diiringi dengan kemajuan teknologi yang harus dimiliki oleh Korps Marinir dan minimal sejajar dengan teknologi yang dimiliki oleh Korps Marinir negara-negara sahabat.©
Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
35
OPINI
36
INDONESIA,
K
DI SANA DAN DI SINI
arena tamu negara itu memiliki ajudan, maka Soekarno pun menunjuk seorang pemuda menjadi ajudannya. Sebagai ajudan presiden, ia harus berpangkat militer. ”Dengan ini,” kata Soekarno, ”Aku mengangkatmu jadi Letnan”. Namun seorang Penasehat Presiden mengatakan bahwa, itu bisa
merepotkan bila berhadapan dengan kepala negara asing. “Ratu Juliana dari Belanda mempunyai seorang ajudan berpangkat kolonel”. Bung Karno kemudian memanggil kembali ajudannya. “Sudah berapa lama engkau jadi Letnan?” tanya Presiden Soekarno. “Satu setengah jam, Pak,” jawabnya dengan hormat.
”Negara kita baru lahir, tapi tumbuh dengan cepat. Mulai sore ini engkau jadi Mayor”. Hari itu Soekarno ingin menjamu tamunya Kepala Perwakilan India dan Tiongkok. Namun tidak cukup piring di istana, karena semua sudah diangkut oleh Jepang. Terpaksalah protokol istana meminjam piring dari restoran
Oen dan taplak meja putih dari warga di sekitar istana. Tamu penting pertama dari luar negeri adalah Romulo dari Filipina. Protokol istana Mutahar bersembunyi di pintu kanan, sehingga hanya bisa terlihat oleh Bung Karno. Dari sana ia menggerakkan jari berarti Presiden Soekarno harus berdiri, mengerdipkan mata, maka Soekarno harus memperkenalkan tamu-tamu negara, menganggukkan kepala berarti dimulai toast. Begitu banyak kenangan tentang Sang Proklamator dan tidak pernah habis dunia berkisah dari setiap sisi dan celah kehidupan Soekarno. Bahkan hingga kisah sangat pribadi yang tak lepas dari kesalahan. Tapi dari sanalah ungkapan jujur tergambar jelas, betapa Soekarno tokoh dunia yang fenomenal. Ia tidak hanya tebar pesona namun pesonanya yang luar biasa telah menaburkan cinta di hati kawan dan cemburu di dada lawan. Nama besar Soekarno telah mampu menembus dinding yang memisahkan ideologi dan kepentingan antar negara. Ia mampu menepis perbedaan budaya dan bahasa, menumbangkan keangkuhan negara besar. Ia sanggup menyentuh nurani sesama. Hal itu ditandai melalui pengabadian nama Soekarno sebagai bentuk penghargaan dari pemimpin negara-negara asing yang menjadi sahabatnya. Seperti Masjid Biru Soekarno di Leningrad Rusia, Jalan Ahmed Soekarno di Mesir.
Bahdi Pakistan Soekarno Square Khyber Baza di Peshaswar, Soekarno Bazar di Lahore. Begitupun saat kunjungan Presiden Pertama RI ke Maroko pada 2 Mei 1960. Pemimpin Negara Maroko yang terkesan dengan sosok Soekarno mengabadikannya menjadi nama jalan yang diresmikan sendiri oleh Bung Karno bersama Raja Muhammad V. Nama jalannya waktu itu, ‘Sharia Al-Rais Ahmed Sukarno’ yang sekarang terkenal dengan nama Rue Soukarno. Konon menurut beberapa referensi keputusan mereka menggunakan nama Pemimpin Besar Revolusi itu, bukan semata-mata karena mereka mengagumi keberanian dan kecerdasannya saja. Dalam mengambil sikap seperti ketika berhadapan dengan salah satu pemimpin negara besar yang dikenal angkuh, namun akhirnya ia terpaksa harus bertekuk lutut kepada Soekarno, bahkan juga cinta Putra Sang Fajar yang luar biasa kepada bangsa dan negaranya menjadi inspirasi dan motivasi bagi bangsabangsa di dunia. Memang mustahil untuk dipungkiri kelahiran bangsa di nusantara ini dapat dilepaskan dari sosok Soekarno sebagai salah satu founding fathers (pendiri bangsa) Indonesia. Kehadirannya begitu kental dirasakan setiap 17 Agustus oleh seluruh bangsa Indonesia melalui jejak sejarah Sang Penyambung Lidah Rakyat, meskipun beliau sudah lama wafat.
Andai saja bangsa ini punya cara santun dan lebih arif untuk mengungkapkan kemampuan menghargai pemimpin-pemimpin negerinya yang pernah mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional. Jika sebuah bangunan atau fasilitas umum di sini terlalu tinggi dan tidak cukup layak untuk diberi nama presiden, pejuang atau pahlawannya, mungkin cukuplah dengan memperingati hari kelahiran setiap pemimpin negaranya sebagai ucapan terima kasih. Tanpa prosedur dan syarat berbelit. Seringan dan semudah para founding fathers itu berjuang, tanpa pamrih menikmati sakitnya perjuangan, merebut dan mempertahankan sebuah kemerdekaan untuk bangsa dan negaranya. Tentu, akan lebih banyak lagi bangunan, gedung, jalan dan fasilitas bergengsi di sana di negaranegara di dunia menggunakan nama yang mulia Pemimpin Indonesia Soekarno dan lainnya seperti Soeharto, BJ. Habibie, Abdul Rachman Wachid, Megawati Sukarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono sebagai tanda penghargaan dan kekaguman masyarakat dunia. Memang sulit untuk mengakui keberhasilan yang ada, kadang keburukan yang ditonjolkan. Disinilah akhirnya yang menyebabkan timbulnya konflik yang seharusnya tidak perlu terjadi, karena kalau bukan kita yang menghargai dan menghormati pemimpin Indonesia, lantas siapa lagi?© Dr. R. Ida Sundari, S.H., M.H. Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
37
WAWANCARA
38
BIARKAN INDONESIA MENJADI IDENTITASMU “Sekeras dan sehebat apapun berupaya di negeri orang, bahkan sebagai pendidik dan tenaga ahli di sana, mereka tetap mengenal saya sebagai anak Indonesia dan saya tidak ingin mengubahnya menjadi bangsa lain. Apalagi hanya karena materi atau imbalan gelar. Indonesia saya tidak bisa tukar apalagi diukur dengan itu semua.”
D
emikian alasan Dr. Warsito Purwo Taruno. M. Eng pencipta alat pemindai, deteksi, dan penghancur kanker, saat Tim Cakrawala menanyakan alasan ia menolak untuk beralih status menjadi warga negara asing. Bahkan ia pun menolak untuk kembali mengabdi sebagai tenaga ahli di negeri Paman Sam. Begitu juga ketika ia tidak mengambil pemberian gelar profesor dari salah satu negara penghasil minyak dunia. Meski ia tidak menampik, profesor merupakan gelar bergengsi impian bagi setiap penemu dan pencipta bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seperti dirinya. Laki-laki kelahiran Karanganyar, Solo, Jawa Tengah, 16 Mei 1967 ini, selalu berpenampilan sederhana. Ucapannya lembut dan santun khas lelaki Jawa, namun bila berbincang tentang halhal yang menjadi prinsip hidupnya, suaranya berubah terdengar keras dan tegas. Setegas ketika ia harus mengambil keputusan kembali ke Indonesia justru disaat tawaran kerja sama dari pihak asing mengalir deras, menjanjikan kehidupan yang bergelimang materi. Berawal dari konsekuensi hidup yang harus dilalui anak ke 6 dari 8 bersaudara, putra pasangan Bapak Purwo Taruno seorang
petani merangkap buruh kayu dan Ibu Rubiyah yang pembatik ini, ketika ayahandanya mengatakan bahwa, beliau hanya mampu membiayai pendidikannya hingga SMA saja. Padahal tahun 1985 Warsito bersama tim sekolahnya memenangkan lomba fisika, matematika dan kimia se-Solo dan Jawa Tengah. Prestasi yang memunculkan nama SMAN Karanganyar merupakan andil untuk meloloskannya masuk PMDK. Namun karena ia ingin masuk Fakultas Teknik Kimia di Universitas Gajah Mada, maka
PMDK tidak diambilnya. Kakak pertamanya yang Dosen Universitas Muhammadyah mengatakan: “Warsito harus kuliah, kalau nanti tidak ada biaya, kakak masih punya tanah”. Motivasi kakaknya dan semangat belajarnya yang tinggi memacunya untuk tetap kuliah, meski di tengah jalan ia terpaksa menghentikan pendidikan yang baru sebulan dikecapnya, karena kehabisan biaya. Tahun 1986 merupakan pintu gerbang kesuksesannya, karena setelah Warsito gagal menyelesaikan studi di UGM, ia tidak menyerah begitu saja. Ia tidak hanya dikenal sebagai anak yang tangguh dan cerdas, tapi juga cerdik menyiasati kendala ekonomi keluarganya dan mengatur strategi agar bisa terus menuntut ilmu. Sebelum ujian masuk UGM, peluang mengikuti program beasiswa dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tidak disia-siakannya dan lulus. Tahun 1987 ketika berhenti dari UGM, ia langsung ke Jakarta selama 6 bulan memenuhi panggilan dari BPPT yang kemudian mengirimnya ke Jepang. Tahun pertama di Jepang untuk mendalami bahasa, S1 ditempuhnya selama 4 tahun, S2 selama 2 tahun di Fakultas Teknik Kimia Universitas Shizouka. Tapi
karena program beasiswanya hanya sampai S2, maka ia mengikuti program pemerintah Jepang untuk melanjutkan gelar S3 di Fakultas Teknik Elektronika. Tahun 1997 setelah berhasil meraih gelar tertinggi akademik (S3), prestasinya yang cemerlang membuat ia dipertahankan sebagai dosen ditempatnya menimba ilmu. Dr. Warsito berhasil mengembangkan teknologi yang dikenal dengan nama Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) 4 dimensi pertama di dunia. Ilmuwan dari Indonesia ini, juga pemilik paten ECVT yang didaftarkan pada 2004 di dokumen paten Amerika Serikat. Teknologi yang dipakai oleh Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat atau National Aeronautics and Space Administration (NASA). ECVTnya termasyur di kalangan ilmuwan dunia, karena satu-satunya teknologi yang mampu melakukan pemindaian dari dalam dinding ke luar dinding seperti pada pesawat ulang-alik. Teknologi ini ditemukan ketika ia melakukan studi akhir mahasiswa S1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia, Universitas Shizouka Jepang tahun 1991. Ketika itu ia ingin membuat teknologi yang mampu menembus dinding reaktor yang terbuat dari baja atau obyek yang tak tembus oleh cahaya/buram (opaque). Tahun 1999 ia mewakili Universitas Shizouka Jepang, menghadiri konferensi internasional tentang Reactor Engineering di Delft Belanda. Hanya ada tiga orang dari perwakilan tiga negara terpilih sebagai Plenary Lecture yaitu: Amerika, Jerman dan Jepang (namun para pakar dunia tetap menganggapnya sebagai wakil dari Indonesia). Sungguh mengejutkan karena teknologi temuannya, Dr. Warsito terpilih menjadi pembicara utama yang mempresentasikan sesi paripurna (Plenary Lecture) di forum bergengsi yang dihadiri oleh para pakar dan profesor sedunia.
Sebagai ajang penghargaan tertinggi bagi seorang ilmuwan dunia, hal itu menjadi kebanggaan paling besar yang dirasakan dalam hidupnya. Salah satu dari penerima Plenary Lecture asal Amerika, Prof. L.S. Fans yang juga menjabat sebagai Ketua Konsorsium Industri Minyak hampir di seluruh dunia seperti: Shell, Baby Oil, Conocophilips, Caltex dan Exxon Mobil termasuk perusahaan energi milik pemerintah Air Product itu, sangat terkesan melihat presentasinya. Ia ditawari bekerja sama meneliti teknologi memindai dalamnya reaktor pengilangan minyak dengan kecepatan tinggi, yang belum pernah dilakukan oleh pakar manapun sebelumnya. Profesor dari O h i o State
juga ada di sana, karena hasil Ohio State Reset menjadi standar minyak dunia. Tawaran menarik ini meski sempat memicu kemarahan besar dari atasannya di Universitas Shizouka Jepang yang tak mau kehilangan pakarnya, karena saat itu pihak Jepang sudah menyiapkan posisi asosiate profesor. Posisi bergengsi yang tidak pernah diberikan kepada pakar asing sebelumnya pada program kerja sama Jepang dengan Belanda. Hal ini dilakukan pihak Jepang, agar jika selesai nanti, Warsito tetap bisa kembali ke Jepang. Namun semua itu tak menyurutkan langkah Warsito untuk hijrah ke Amerika Serikat karena tantangannya ia rasakan lebih besar . Tahun 1999 sebelum memutuskan hijrah ke Amerika, Warsito berkonsultasi dengan ayahnya yang menyarankan pindah ke Amerika saja, karena ia sudah 12 tahun di Jepang dan ia
University ini, dikenal h a n y a mengambil para lulusan terbaik dan peneliti nomor satu seperti lulusan teknik kimia terbaik seAmerika Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
39
WAWANCARA
40
P EN AT L A
I KANKER PA DETEKS YU D
mematuhi nasehat ayahnya. Dengan berbekal riset tomografinya yang kemudian berkembang menjadi acuan sejumlah perusahaan minyak raksasa dunia, hingga melambungkan namanya menjadi satu dari 15 peneliti papan atas dunia di Industrial Research Consorsium, Ohio State University. Tahun 2003 visanya telah habis, ia dibujuk agar menjadi warga negara Amerika, bahkan pengacara terbaik telah disiapkan pihak Amerika untuk memudahkan Warsito pindah kewarganegaraan. Ayah empat orang anak ini menolak, ia begitu mencintai Indonesia dan ia enggan kembali tinggal di luar negeri. Namun karena masih terikat perjanjian dengan pihak Amerika untuk menyelesaikan proyek ECVT 4 dimensinya, mengharuskan ia bolak balik Indonesia-Amerika pada tahun sejak 2003 hingga 2006. Uniknya ia berhasil menyelesaikan penelitiannya itu di Indonesia, bukan ketika ia berada di Amerika, di mana segala fasilitasnya tersedia dengan lengkap dan canggih. Justru di Indonesia ia melakukan penelitian di sebuah warnet kecil sederhana
AR
A
milik saudaranya. Tahun 2004 ia mematenkan penelitiannya di Amerika. Tahun 2006 kembali ke Indonesia ia masih menerima gaji, pihak Amerika membuat press release tentang ECVT penemuannya di internet diterjemahkan dalam berbagai bahasa di seluruh dunia. Berita penemuannya yang mengguncang dunia teknologi, menjadikan Warsito diperebutkan oleh penguasa negara-negara penghasil minyak dunia, maupun pengusaha mesin-mesin pabrik, automotif negara asing berlombalomba menariknya menjadi tenaga ahli mereka. Tahun 2008-2009 merupakan tahun yang paling berat, penolakannya untuk kembali ke Amerika berdampak pada dukungan dana penelitiannya. Ia mengaplikasikan teknologi ECVT di berbagai bidang diantaranya bidang kesehatan, khususnya penyakit kanker yang dananya harus ditanggulangi sendiri. Tak ada bantuan dari pihak manapun, hingga satu persatu sampai 15 orang karyawan meninggalkannya, karena kesulitan biaya yang membuatnya harus berjuang habis-habisan. Namun hal itu tak
melunakkan tekadnya melakukan penelitian. Upaya kerasnya tak sia-sia, akhirnya di Center for Tomography Research Laboratory (CTECH Labs) Jalan Jalur Sutera Ruko Spektra Kav 23 B-C No 1012 Alam Sutera Tangerang Banten, laboratorium miliknya. Ia berhasil mengembangkan alat pemindai aktivitas otak manusia, pendeteksi dan penghancur kanker yang efektif luar biasa yang telah menggegerkan dunia kesehatan. Hal ini dibenarkan oleh mantan pasiennya penderita kanker otak stadium 3, Willy Saputra pemuda berusia 23 tahun, kini sembuh total setelah dirawat selama dua bulan. Bahkan kini ia sebagai salah satu asisten Dr. Warsito yang sibuk menerima konsultasi pasien penderita kanker dari manca negara dari pukul 10.00 hingga pukul 23.00. Di samping sebagai dosen Dr. Warsito juga kewalahan menerima pemesanan alat pemindai kanker dari rumah sakit dari manca negara dalam jumlah besar. Meski ia menolak menjadi tenaga ahli namun, ia tetap menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan negara asing di berbagai bidang termasuk bidang pendidikan. Menurut pendidik dan ilmuwan rendah hati ini, jika kita ingin maju tidak cukup dengan memiliki kecerdasan saja sebagai bekal menghadapi persaingan dunia, namun lebih penting lagi, dimanapun kita berdiri tidak boleh lupa jati diri bangsa kita. Kebanggaan sebagai bangsa Indonesialah yang membuatnya tidak rela diremehkan oleh bangsa manapun di dunia. Jadi biarkan merah putih tetap berkibar di dadamu. @Tim Cakrawala
Center for Tomography Research Laboratory (CTECH Labs) Jln. Jalur Sutera Ruko Spektra Kav 23 B-C No 10-12 Alam Sutera Tangerang Banten.
Membangun Budaya Kerja ala General Manager Angkasa Pura I Juanda
L
azimnya pemberian nama suatu tempat, misal nama gedung serba guna OB Syaaf, diberikan untuk mengenang jasa seseorang yang sudah meninggal dunia. Di kantor pusat Angkasa Pura, ada ruangan center of excellence yang diberi nama Ruang Trikora Harjo, namun si pemilik nama saat ini masih menjabat sebagai General Manager Bandara Juanda. Pemberian nama terhadap ruang center of excellence tersebut tidak lepas dari prestasi gemilang sang General Manager yang berhasil membuat Bandara Juanda merebut berbagai penghargaan antara lain: 1. Asean Airport of the Year < 20 million dari Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition. 2. Best Performing Indonesian Airport of the Year 2013 dari Airlines & Airports 2013 Conference and Exhibition 3. Service Quality Gold Award 2013 dari Carre-Center for Customer Satisfaction & Loyalty (Carre-CCSL) 4. Best of Trust Performance & Best Outstanding Performance dari Universitas Kristen Petra 5. The Best Economic Award 2013, 6. Bandara Award tahun 2013, 7. The Best Airport PT Angkasa Pura I /Corporate. Apa rahasianya? Pertama: Saya bangun SDM Angkasa Pura I menjadi solid, harmonis dan bisa bekerja sama. Saya sebagai mantan
anggota TNI AL menyadari, mereka bukan militer, maka saya pun menerapkan pembinaan personel yang perlu penyesuaian dengan latar belakang saya. Tujuannya: membangun team work yang kompak. Kedua: Metode yang saya terapkan, adalah dengan kebiasaan selama di TNI AL yaitu, memberi contoh tidak hanya di belakang meja, dan blusukan seperti Jokowi untuk memahami sedini mungkin kebutuhan penumpang. Ketiga: Controlling, porsinya lebih besar saya berikan, lalu saya selalu mengajak karyawan untuk membangun kesadaran ikut
handarbeni - ikut memiliki - serta mau berbuat lebih. BANYAK PENGHARGAAN Selama kepemimpinannya Bapak Trikora Harjo banyak menerima penghargaan. Prinsip saya: Kinerja itu ibadah, bukan untuk dinilai, tetapi ini adalah budaya kerja yang harus kita bangun. Sebagai mantan TNI AL, saya tunjukkan bahwa saya tidak tidur! Pengalaman saya di TNI banyak membawa kesuksesan Angkasa Pura I merebut prestasi.©
Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
41
TOPIK UTAMA
42
DUNIA, AKU BANGGA JADI BANGSA INDONESIA
K
etika ditawari untuk meninggalkan Indonesia, Lucia Francisca Susi Susanti berkata: ”Tidak! Saya boleh pergi kemanapun, tapi hanya ke Indonesia saya akan pulang.” Demikian jawabannya ketika CNN mengklarifikasi Susi Susanti saat ditawari untuk meninggalkan Indonesia oleh beberapa negara. Peristiwa Mei 1998 memporakporandakan Jakarta. Kerusuhan ada di mana-mana, salah satu yang merasakan akibatnya adalah sebagian rakyat Indonesia etnis Tionghua. Termasuk para pejuang di bidang olahraga yang sudah mengharumkan nama Indonesia. Susi Susanti memang tidak memahami politik, rumah orangtuanya di Tasikmalaya hampir dibakar massa, tapi seburuk apapun yang terjadi, Susi mengatakan: ”Indonesia adalah tetap negara dan tanah air saya.” Tidak terasa lima belas tahun sudah, kisah patriotisme itu jadi berita dunia yang mendorong kami menapaki tepian kolam renang Sport Club Kelapa Gading di Sunter Jakarta Utara. Kami disambut dengan beragam perlengkapan olahraga yang terpajang rapi di show room-nya. Kesan high class yang menonjolkan keindahan dan kemewahan, seolah menggambarkan kualitas pemiliknya yang kini sibuk dengan berbagai kegiatan bisnis dan juga produsen perlengkapan olahraga merk Astec (Singkatan dari Alan and Susi Tecnology). Pada awal pasca pensiun sebagai atlet, pasutri ini tak segan-segan menjajakan sendiri hasil produksi mereka secara door to door, keluar masuk pasar mo-
dern maupun tradisional. Mereka benar-benar mengawali usahanya dari nol. Kini mereka lega karena kualitas Astec yang dipatenkan di Jepang dan di beberapa negara serta telah diterima pasar internasional seperti Brunei, Singapura, Jepang, dan China. Tokoh yang menerapkan wasiat Sun Tzu ini dikenal memiliki strategi pengendalian diri yang luar biasa, terutama bila sedang di bawah tekanan lawan ia tetap stabil dan tenang. Kegigihan dalam berprinsip: “Jangan pernah takut berhadapan dengan siapapun, selama shuttlecock masih belum menyentuh tanah, kejar terus kemana pun ia berlari dan selagi pertandingan belum berakhir, karena tak seorang pun tahu siapa yang bakal jadi juara, berarti peluang untuk menang tetap terbuka”. Tidak semua atlet dunia mampu berkomunikasi dengan cuaca, medan, musuh karena itu bukanlah perkara gampang untuk dikuasai. Hal ini terjadi ketika ia bertanding di luar negeri, waktu itu sinar lampu lapangan sangat terang menyilaukan pandangannya. Situasi rawan ini tidak membuatnya menyerah, namun justru shuttlecock-nya ia bidikkan ke arah datangnya sinar kuat itu, sehingga lawanlah yang kewalahan menerima serangan baliknya. Orangtuanya mengatakan: “Jangan takut untuk kalah, tapi jangan pernah mau kalah”. Kalimat yang terkesan sederhana, namun memiliki makna begitu dalam ini menjadi kekuatan tersendiri baginya. Tanpa sadar ajaran itulah yang kelak mengantarkannya men-
jadi wanita super tangguh kualitas dunia pertama yang dimiliki Indonesia. Filosofi hidup dari orangtuanya sebagai pembentuk karakter kokoh telah menyerupai doktrin baginya. Putri dari Bapak Rizad Haditono yang mantan atlet bulu tangkis asal Purwokerto dan Ibundanya Purwobenowati yang asli Tasikmalaya itu, ternyata menyimpan banyak kekuatan yang sulit ditebak lawan, keberaniannya luar biasa. Ia tidak pernah gentar menghadapi musuh peringkat terbaik sekalipun. Baginya, sekuat apapun musuh pasti memiliki kelemahan, terutama stamina, karena itu setiap bertanding ia berjuang habis-habisan menciutkan nyali lawan dengan tetap terlihat kuat dan tegar. Susi dikenal rendah hati, ia menganggap musuh berperingkat lebih tinggi sebagai guru untuk mengasah kejelian dan mempertajam analisanya terhadap
Susi Susanti dan Alan Budikusuma di ajang pertandingan.
ketangguhan dan kelemahan lawan yang akan dihadapi. Bagi wanita bertubuh indah bak gadis remaja ini, menang atau kalah tidak jadi masalah. Namun alasan mengapa dan bagaimana prosesnya dia bisa menang atau kalah, itu yang harus dia pahami. Proses kemenangan adalah investasi panjang, langka dan sangat mahal, karena hanya tersedia satu predikat terbaik dari sekian banyaknya atlet bulu tangkis sedunia. Hal inilah yang memacunya tidak berhenti berlatih dan belajar dan semua pengalaman bertanding ia catat dalam buku pintarnya. Meski telah berhasil merebut gelar juara pada beberapa pertandingan taraf internasional seperti: Hall of Fame dari International Badminton Federation (IBF) pada Mei 2004, Herbert Scheele Trophy (2002), Medali Emas Olimpiade Barcelona (1992), Medali Perunggu di Olimpiade Atlanta (1996), juara dunia pada World Championship (1993), juara All England 4 kali (1990, 1991, 1993, 1994), juara pada Uber Cup 2 kali (1994 dan 1996), juara Piala Sudirman bersama Tim Nasional Indonesia (1989), juara World Badminton Grand Prix 6 kali (1990, 1991, 1992, 1993, 1994 dan 1996), dan juara Indonesia
Terbuka 6 kali (1989, 1991, 1994, 1995, 1996, dan 1997), namun bagi Staf Ahli dari Bapak Agita Wiryawan Ketua Umum PSBI (Menteri Perdagangan) ini, Olimpiade Barcelona-lah event paling berkesan, karena pada tahun 1992 untuk pertamakalinya cabang bulu tangkis bergabung di event bergengsi dunia tersebut. Pemerintah RI memberinya tugas merebut emas di sana. Sementara syarat menjadi atlet olimpiade harus masuk peringkat 32 besar terbaik dunia. Perintah yang menuntut totalitasnya menghadapi lawan-lawan tangguh di Olimpiade itu, membuatnya langsung mengubah program latihan yang semula hanya lima sampai enam jam, menjadi sembilan jam sehari, terbagi dalam tiga sesi yaitu pagi, siang dan sore masing-masing 3 jam. Sebelum pertandingan ada semacam tradisi tukar menukar pin dengan negara lain. Begitupun
ketika di Barcelona Olympic Camp. Kejadian yang mengejutkan, saat tidak ada satupun peserta yang mau bertukar dengan pin Indonesia, bahkan waktu itu Susi dan tim minta satu pin Amerika ditukar dengan sepuluh pin Indonesia, mereka tetap menolak. Alasannya tidak kenal Indonesia, malah lebih kenal Bali. Negara yang paling sering disebut adalah Amerika, Rusia, dan China. Saat itu Indonesia tidak dipandang sebelah mata pun oleh dunia. Kejadian itu begitu membekas di hati para atlet dan menjadi pemicu semangat tim Indonesia untuk menjadi yang terbaik. Susi Susanti menuturkan detik-detik yang tidak mungkin terlupakan oleh seluruh bangsa di dunia. Ketika ia dan Alan Budi Kusuma berhasil merebut gelar Juara Bulu tangkis Terbaik Dunia Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
43
WAWANCARA
44
Putri dan Putra. Wanita tangguh ini tak kuasa menahan keharuan, air matanya tak terbendung mendengar lagu Indonesia Raya berkumandang mengiringi naiknya bendera Merah Putih berkibar dengan gagah, kemenangan mereka membuat semua orang dari seluruh penjuru dunia berdiri dan memberi hormat kepada Indonesia. Setelah tim bulu tangkis mendapat emas dan Tim Indonesia masuk ke peringkat dua puluh dunia. Situasi jadi terbalik, para peserta olimpiade berebut ingin mendapatkan pin Indonesia. Apalagi para kolektor pin, mereka berani memberi pin mana saja yang diminta tim Indonesia dan mau bayar berapa pun, agar bisa memiliki pin Indonesia. Lewat pin garuda dan merah putih telah mampu mengungkap berjuta makna yang besar, yaitu pengakuan dan penghargaan dunia terhadap Indonesia. Itulah momen tim merah putih merasakan bahagia dan kebanggaan yang luar biasa terlahir menjadi orang Indonesia dan kebanggaan yang tak tidak bisa ditukar dengan apapun, kebanggaan yang sudah seharusnya tertanam kuat di dada setiap putra-putri Indonesia. Kemenangan mereka dianggap momen terunik yang pertama kali terjadi di dunia, di mana sepasang kekasih menjadi juara satu dunia berasal dari satu negara, dalam satu cabang olah raga, pada tahun yang sama, karena itu mereka dijuluki “Pengantin Olimpiade” tidak hanya oleh pak Tri Sutrisno sebagai ketua umum PBSI waktu itu, tapi juga oleh bangsa-bangsa di dunia. Pak Tri menyarankan mereka langsung dinikahkan saja, tapi Susi menolak, alasannya karena ia masih berusia 21 tahun dan ingin fokus persiapan Olimpiade Atlanta, meski di sana ia hanya berhasil menyabet perunggu. Namun janji Susi ketika di Barcelona untuk menjadi pengantin, sungguh-sungguh ia penuhi,
lima tahun kemudian mereka menikah dan kini telah memiliki Lourencia Averina(1999), Albertus Edward (2000) dan Sebastianus Frederick (2003). Menurut penerima Bintang Jasa Utama dari Presiden RI, Bintang Kebudayaan dan Bintang Jasa Madya Krida dari Menteri Kebudayaan dan beberapa penghargaan lainnya ini: “Kita harus kerja keras berjuang cari prestasi dulu sebaik mungkin, setelah itu baru rezeki menyusul. Paling tidak kita bangga telah ikut mengharumkan nama Indonesia.” Lain Susi, lain pula seniornya Ivana Lie Ing Hoa, atau lebih dikenal dengan Ivana Lie. Staf ahli bidang olahraga Kemenpora ini menjadi atlet tingkat dunia bukan karena hobi atau dukungan keluarga, tapi mojang priangan ini mengaku menjadi pendekar bulu tangkis, karena masa kecilnya begitu pahit. Kekerasan hatinya untuk menjadi yang terbaik, sebab ia ingin menghapus air mata ibunya dan menggantinya dengan kebahagiaan. Bermula ketika komentator TV siaran bulu tangkis ini masih kecil, ia mengikuti kejuaraan tingkat SD. Atas keberhasilan pertamanya itu, ia memperoleh keringanan biaya pendidikan. Kejadian tersebut menginspirasi pikiran bocahnya yang masih polos untuk menjadikan hadiah pertandingan sebagai solusi alternatif. Semangatnya begitu menggebu-gebu, setidaknya ia berupaya agar biaya sekolahnya tidak lagi sering menunggak. Ketika anak ke delapan dari sembilan bersaudara, putri pasangan Bapak Lie Tjung Sin dan Ibu Kiun Yun Moi ini masih berusia tiga belas tahun, ia sudah dikenal sebagai anak yang berbakti dan pekerja keras. Ivana tak segan membantu usaha ibunya berjualan kue, sambil sekolah ia juga berjualan layang-layang. Tidak hanya itu, ia juga membantu
kakaknya mengantarkan jahitan pakaian kepada para pelanggan, dalam perjalanan ia sering berangan-angan menjadi juara bulu tangkis dunia. Selama ini Ivana harus rela menunggu giliran menggunakan raket kakaknya. Setelah Ivana remaja dengan uang sakunya sendiri ia ikut klub bulu tangkis dan prestasinya terus melejit. Nama besarnya yang menggetarkan dunia, tak nampak mewarnai penampilannya yang bersahaja. Meski kesederhanaan tak mampu menyembunyikan kecantikannya. Suaranya begitu tenang dengan matanya yang kecil dan jeli menatap lawan bicaranya, menunjukkan kewaspadaan dan kecermatannya dalam menganalisa siapapun yang ada dihadapannya. Dapat dibayangkan, bagaimana ketika seorang Ivana Lie sedang berhadapan dengan lawannya di lapangan. Jadi, patutlah jika lawannya tidak bisa menganggap remeh bintang lapangan pemilik KBE (Kampus Bulu tangkis Elvana) di Bandung ini. Uniknya lagi bila atlet lain, menapaki tangga keberhasilan mulai dari tingkat nasional dulu kemudian internasional, Ivana justru terbalik, ia menjadi atlet internasional dulu, baru kemudian diikutkan tingkat nasional. Ironisnya selama lima tahun berjuang untuk kebesaran nama Indonesia di kancah internasional, statusnya masih tetap WNA (Warga Negara Asing), alasannya karena dia terlahir dari kedua orang tua yang berkewarganegaraan asing (Tiongkok). Tahun 1981 Tim Uber Cup dipanggil Presiden Soeharto ke istana, beliau bertanya: “Apakah Tim Uber Cup ada masalah?”, maka Ivana menyampaikan keinginannya untuk punya KTP. Pak Harto hanya tersenyum. Bagi Ivana: “Setiap orang berhak atas eksistensinya, baik secara de facto maupun de jure, karena itu ketika menjadi atlet profesional, ia mengejar kemenangan untuk
Ivanna juara II grand prix final di Kualalumpur 1984. an ara I Taiw Ivanna ju un 1983. tah terbuka
Ivanna
mendapatkan selembar KTP sebagai pengakuan negara secara hukum bahwa ia adalah bangsa Indonesia”. 1982 merupakan tahun paling berat, sekaligus paling membahagiakan baginya karena ia harus menjalani operasi akibat cidera kaki. Bagi atlet manapun di dunia, bila sudah menjalani operasi berarti menggambarkan ketidakpastian masa depan karirnya. Tapi hal itu tidak berlaku bagi penoreh segudang prestasi baik di tunggal putri maupun ganda campuran bersama Christian ini. Keduanya menapaki podium tertinggi di olahraga multi event seperti Asian Games pada tahun 1982. Justru setelah Ivana selesai
Ubber
Cup 8
6 Jaka
rta.
menjalani operasinya. Ternyata selembar KTP dari presiden telah mampu memicu kembali semangat juangnya. Ungkapan terima kasihnya itu, ia tunjukkan lewat prestasi gemilang di “Sea Games 1983” dengan meraih medali emas. Bahkan di Indonesia Open, Ivana dan Christian kembali tercatat sebagai pasangan yang mampu merengkuh dua kali juara tahun 1983 dan 1984. Ivana Lie dan Susi Susanti, mereka telah menunjukkan kepada dunia, kebanggaan dan bukti cintanya yang besar kepada Indonesia. Pesan mereka untuk generasi muda: “Jangan sekadar bangga jadi bangsa Indonesia, tapi buatlah bangsa Indonesia bangga memiliki
kita, yang penuh prestasi, kerja keras, kerja cerdas. Kami sudah berbuat dan berprestasi untuk negeri ini, bagaimana dengan Anda? ©Tim Cakrawala
Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
45
OPINI
46
BANGGA DAN BANGKIT
SEBAGAI ANAK NUSANTARA
D
alam pasal 25A UndangUndang Dasar 1945, hasil amandemen Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2000, menyebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara”. Perubahan UUD 1945 dengan penambahan pasal tersebut memang sangat diperlukan, baik filosofis maupun yuridis. Dalam makna pasal tersebut mengingatkan segenap unsur bangsa untuk memiliki paradigma bahwa secara realitas adalah merupakan bangsa bahari. Dari aspek kedaulatan, hendaknya senantiasa mempertahankan bahwa segenap jengkal pulau dan perairan wilayah nusantara adalah tumpah darah Indonesia. Dalam implikasi kebangsaan, ada baiknya kita memahami ungkapan salah seorang pakar kelautan, Profesor Hasjim Djalal, bahwa negeri ini memang “Negara Kelautan”, yakni sebagian besar wilayahnya berupa laut, tapi belum menjadi “Negara Maritim”, yaitu hebat dalam mengelola laut. Khasanah Linguistik Dalam kosakata bahasa Indonesia, “kelautan” diartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan laut, terutama yang terkait dengan kondisi fisik, ekonomi dan lingkungan. Termasuk diantaranya adalah
sumber daya alam yang berada di dasar laut, sampai dengan pelestarian biota dan lingkungan yang mempengaruhinya. Adapun “maritim” juga mengandung arti hal-hal yang terkait dengan laut. Namun kata ini lebih banyak dikaitkan dengan pelayaran, navigasi, perdagangan, pelabuhan, dan segala sesuatu yang berada pada mesopelagik sampai ke permukaan laut, termasuk masalah keamanan dan pertahanan Negara. Bahasa memang memiliki makna relatif. Sebuah kata bisa memiliki makna yang berbeda, baik dalam dimensi lokasi maupun waktu. Suatu kata banyak yang mempunyai arti berlainan di tempat lain. Bahkan di tempat yang sama, sebuah kata dapat berubah makna setelah berjalannya waktu. Dalam bahasa Inggris, kata sea, laut dan kelautan dalam bahasa Inggris sering dipakai ocean, marine, dan maritime. Semuanya serupa tapi tak sama. Semuanya digunakan untuk bahasan politik, sosial, ekonomi, geografi, biologi, maupun lingkungan. Kata ocean berasal dari nama Dewa Samudera dalam legenda Yunani Kuno, yakni Dewa Oceanus. Suami Dewi Tethys ini putra hasil perkawinan Dewa Uranus dengan Dewi Gaia. Pada mulanya diartikan untuk lautan yang terbuka luas, tak berbatas, se-
bagai bandingan dengan laut “tertutup” Mediterranian. Santa Brandan dalam tulisannya tahun 1290 mendefinisikan sebagai bagian air di permukaan bumi yang mengelilingi daratan. Dalam abad ke-15 sampai ke-17, kata samudra tersebut sering ditulis dengan kata seaocean, ocean-sea, atau sea of ocean. Kata ini kemudian digandengkan dengan nama lima samudra yang ada di bumi, yakni Pacific, Atlantic, Indian, Antarctic dan Arctic Ocean. Laut dalam bahasa Perancis atau Spanyol (femine) disebut marine. Dipakai sebagai subjek atau ajektif, mulai dari pantai, wilayah, negara, tumbuhan, hewan, mineral, bahkan lukisan, yang terkait dengan laut. Pada abad ke-14 kata marine banyak digunakan untuk bahasan makro, kewilayahan atau negara. Pada masa berikutnya, pelaut, pelayaran, kapal perang, dan angkatan laut, menggunakan kata marine. Dalam abad ke-18, kementerian yang mengurusi laut di Perancis, Rusia, dan negara kontinen Eropah lainnya, menggunakan kata marine. Maritime juga berasal dari bahasa Latin, yang diadopsi oleh bahasa Perancis, myrytyne atau marittime. Kebanyakan untuk menyebut rakyat atau negara yang memiliki pantai atau dekat laut. Kemudian banyak digunakan dalam
kosakata yang berhubungan dengan navigasi, perdagangan, asuransi dan ketentaraan terkait laut. Negara Kelautan Menuju Negara Maritim Kita patut bangga sebagai warga Negara Kelautan, yang merupakan negeri kepulauan terbesar di dunia, dan wilayahnya sebagian besar berupa perairan. Dari wilayah negara, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, sekitar 7,81 juta kilometer persegi, daratannya hanya sekitar 2 juta kilometer persegi, lainnya yang jauh lebih luas, berupa wilayah perairan. Tuhan memberikan anugerah lebih dari 17 ribu pulau dengan pantai yang menurut Dishidros TNI AL panjangnya 80.791 km2, menawarkan kawasan wisata yang indah dan budidaya perikanan yang melimpah. Apalagi bila kita fahami dengan kelebihan negeri kita yang berada di kawasan katulistiwa, hangat sepanjang tahun, sehingga senantiasa produktif, dan memberi peluang keberadaan segala aneka flora dan fauna hidup dan berkembang di kawasan ini. Mutiara yang hidup di Indonesia, South Sea Pearl, merupakan yang terindah dan termahal di dunia, mengalahkan Black Pearl dari Tahiti dan Akoya dari Jepang. Udang Windu (Tiger Shrimp) yang banyak dibudidayakan dinegeri kita, merupakan komoditas Nusantara yang sangat favorit di Tsukiji, pasar ikan Tokyo. Kita pernah layak bangga ketika kerajaan Sriwijaya dan Majapahit bisa memiliki pengaruh yang luas di kawasan Nusantara. Bahkan dalam
membuka jalur dagang di Malaka, pada abad XVI Karaeng Samarluka dari Balului, Bugis Makassar, menyerang dengan 200 armada angkatan lautnya. Pada tanggal 21 April 1659 Raja Gowa telah melakukan fleet review atau sailing pass menggunakan 1.183 kapal dalam rangka muhibah ke Mandar. Negeri Belanda, Spanyol, Portugis dan Inggris, bukan Negara Kelautan, wilayah lautnya tidak seluas nusantara. Namun mereka jaman dahulu sempat menjadi Negara Maritim karena mampu unggul dalam dunia kemaritiman, menguasai ekonomi dan politik dunia, melalui kekuatan armada laut dan perdagangannya. Kita saat ini tertantang untuk menjadi Negara Maritim. Maskapai pelayaran negara lain masih mendominasi angkutan perdagangan melalui laut di negeri ini. Garam dan tepung ikan masih perlu diimpor, dominasi bisnis mutiara oleh Jepang, sedangkan ikan hias dikuasai Singapura dan Malaysia. Rumput laut hanya diekspor segar, untuk diolah oleh industri negara tetangga, Filipina. Wilayah penangkapan ikan di negeri ini sebagian besar sudah mengalami lebih tangkap (over fishing), yakni kondisinya sudah melewati ambang batas potensi lestari. Menurut data BPS tahun 2010, terdapat 7.879.458 rumah tangga miskin di pedesaan pesisir, diantaranya adalah 2.132.152 nelayan. Rumah tangga masyarakat pesisir adalah 16.211.850 kepala keluarga, bermukim di 23.867 desa pesisir, pada 318 kabupaten/kota.
Kebangkitan untuk menjadi negeri maritim memerlukan kesadaran paradigma negeri bahari, terutama di kalangan para pejabat pemerintahan dan tokoh politik. Kita bermimpi di Nusantara ini menjadi pusat acuan internasional mengenai ilmu dan teknologi kelautan. Kita berharap tentara pengawal laut dan pulau-pulau di perbatasan, memperoleh anggaran yang memadai guna menjaga kedaulatan dan kekayaan negara. Bagaimana halnya hak warga negara yang berada di pulaupulau kecil, agar tidak terisolasi dan mengalami kelangkaan fasilitas kesehatan, pendidikan, logistik, dan komunikasi? Bagaimana sumber daya alam di laut tidak dieksploitasi yang mengancam kelestarian untuk keuntungan sesaat, tapi justru harus dikendalikan agar lestari? Bagaimana memanfaatkan sumber daya pesisir sebagai lahan budi daya untuk kesejahteraan, ketahanan pangan, bahkan bahan bakar nabati (bio-fuel dari algae)? Bagaimana negara kepulauan di kawasan tropis yang indah dan hangat sepanjang tahun ini menjadi kawasan wisata nomor wahid di dunia? Minds are like parachutes, they function only when open. Paradigma adalah kunci kebangkitan dari Negara Kelautan yang kaya, untuk menjadi Negara Maritim yang jaya. ©Soen’an Hadi Poernomo (Dosen Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta, Wakil Ketua Pimpinan Nasional Gerakan Pramuka Saka Bahari).
Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
47
OPINI
48 MEWASPADAI INTERNASIONALISASI SELAT MALAKA
T
erdapat tiga aspek yang membentuk peran SDA dalam konflik internasional. Pertama, SDA dibutuhkan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan industri ekonomi dan agraria. Kedua, kandungan SDA seperti hasil tambang dan mineral dimiliki hanya oleh beberapa negara saja atas negara lain yang rela berperang untuk memperebutkannya. Ketiga, SDA cenderung didistribusikan secara tidak seimbang, di mana persediaan melimpah di satu negara dan kelangkaan di negara lain. Tiga aspek ini menjelaskan bahwa perdagangan di bidang SDA adalah hal yang sangat menguntungkan; kekayaan tambahan yang banyak diciptakan oleh perdagangan semacam ini. Ini juga berarti perdagangan dalam bidang SDA kadang dipolitisasi dengan menciptakan ketidaksempurnaan pasar seperti monopoli, oligopoli,
dan manipulasi harga, yang kadang dilakukan oleh kartel. Dari bermacam-macam SDA yang dibutuhkan oleh negara-negara, maka sumber energi bahan bakar adalah yang utama. Bahan bakar komersial yang menggerakkan dunia industri ekonomi adalah minyak (sekitar 40% konsumsi energi dunia), batu bara (30%), gas alam (25%), dan hidroelektrik dan tenaga nuklir (5%). Dengan demikian bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batu bara) mencapai 95% dalam konsumsi energi dunia. Oleh karena itu perdagangan internasional dalam bidang energi memainkan peran vital dalam ekonomi dunia. Grafik di bawah menunjukkan bahwa kawasan industrialisasi Barat semuanya adalah importir net energi. Secara keseluruhan mereka mengimpor dari kawasan dunia
Grafik Konsumsi Per Kapita Energi dan Perdagangan Energi Net, 2002.
Konsumsi Per Kapita Energi dan Perdagangan Energi Net, 2002 (diolah). Sumber: Joshua Goldstein, International Relations (New York, 2006), hal. 432.
lain, tiap tahun, energi yang sama dengan miliar ton batu bara. Enam kawasan lain adalah eksportir net energi. Ekspor net energi merujuk pada produksi minus konsumsi. Grafik konsumsi per kapita energi dan perdagangan energi tahun 2002 menunjukkan bahwa konsumsi energi terbesar adalah Amerika Utara sebesar 370 juta BTU dengan minus ekspor total energi net sebesar -22 quadrillion BTU. Kedua adalah Jepang dan pasifik sebesar 190 juta BTU dengan minus ekspor total energi net sebesar -20 quadrillion BTU. Ketiga adalah Erbar sebesar 170 juta BTU dengan minus ekspor total energi net sebesar -25 quadrillion BTU. Dunia sedang mencari dan berebut energi. Secara umum ada jarak dari negara penghasil energi dengan negara pengonsumsi. Transportasi melalui darat menggunakan jalur pipa, lewat laut dengan kapal tanker. Negara-negara Asia Timur membutuhkan energi Timur Tengah melalui kapal tanker melalui Selat Malaka. Kedudukan Indonesia sebagai negara kunci di Selat Malaka menentukan dalam keamanan transportasi energi Asia Timur. Oleh karena itu keamanan transportasi Selat Malaka menjadi strategis dan berdimensi internasional dengan cakupan isu apakah negara yang dilintasi adalah rezim negara yang tidak stabil, ada pemberontakan, dan adakah potensi terorisme. Mengetahui hal demikian maka Indonesia perlu bersikap waspada akan enam faktor yang menyebabkan kecenderungan in-
ternasionalisasi Selat Malaka dan kemudian dapat memetakan arah kerja sama yang konstruktif. Pertama, internasionalisasi potensi ancaman Selat Malaka. Bagi kita ini masalah yang penting karena menyangkut status milik Selat Malaka. Negara-negara maritim tertentu merasa khawatir apabila pengaturan lalu lintas di Selat Malaka oleh negara-negara pantai akan megurangi kebebasan berlayar mereka, sedang bagi kita pengaturan tersebut penting sekali untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan kedaulatan negara. Masalahnya dengan ancaman dari perompakan dan bahkan dibesarkan dengan adanya ancaman terorisme maka ada kecenderungan negara-negara pemakai melalui internasionalisasi, yang jelas tidak akan mereka sebutkan, mau mengatur sendiri keamanan di Selat Malaka, patroli bersama antara mereka tanpa memberitahukan negara pemilik selat seperti tawaran dari Amerika Serikat (AS) dan Australia agar kapal perang mereka dapat melakukan patroli di Selat Malaka. Hal ini jelas kita tolak karena Selat Malaka merupakan tanggung jawab kita. Negara pemakai harus menghormati kedaulatan negara pantai sesuai dengan pasal 39 Konvensi Hukum Laut PBB bahwa kapal sewaktu lintas transit tidak mengancam keutuhan wilayah dan kemerdekaan negara pantai. Kedua. Perubahan strategi militer negara-negara besar seperti AS, China, India, dan Rusia menyebabkan Selat Malaka semakin penting karena menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia. Negaranegara ini menuntut supaya Selat Malaka dianggap sebagai selat internasional dengan rezim transit bebas, sedangkan kita tetap mempertahankan rezim hak lintas damai dan menganggap Selat
Malaka bukan selat internasional tetapi selat yang digunakan untuk navigasi internasional sesuai dengan pasal 34 Konvensi Hukum Laut PBB. Dengan disebut sebagai demikian maka kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksi atas perairan di selat itu adalah berada pada negara pantai. Indonesia dan Malaysia untuk garis sepanjang Selat Malaka dan IndonesiaMalaysia-Singapura untuk Selat Singapura. Dan dalam pengertian itu, sebagai negara yang mempunyai kedaulatan atas selat-selat ini maka tanggung jawab keamanan atas selat itu adalah berada pada negara pantai. Ketiga, diakuinya perluasan laut teritorial dari 3 mil menjadi 12 mil dalam hukum laut internasional. Ini berarti Selat Malaka menjadi teritorial sempit dan perlu pengaturan. Indonesia dan Malaysia telah menetapkan lebar laut wilayahnya menjadi 12 mil. Tetapi karena adanya bagianbagian laut di Selat Malaka yang lebarnya kurang dari 24 mil, tentu perlu ditarik garis batas yang akan menentukan laut wilayah masingmasing negara pantai. Penetapan garis batas laut adalah keharusan agar batas-batas yuridiksi dan jaminan-jaminan hukum di laut wilayah masing-masing negara menjadi jelas. Keempat, perkembangan bidang teknologi dan perekonomian, khususnya lahirnya supertankers di atas 200.000 ton yang melintasi Selat Malaka. Panjang Selat Malaka 500 mil, terdapat kedangkalan yang kurang dari 23 meter, dan kedalaman minimum ada yang sampai 6 meter di bagian selatan. Hal ini jelas berbahaya bagi arus lalu lintas jalur Selat Malaka dengan kepadatan 600 kapal sehari dengan 700 pelabuhan yang sangat bergantung pada keamanannya.
Dari tahun 1971-1985 tercatat sekitar 350 kecelakaan baik besar maupun kecil dalam bentuk tabrakan atau kandas. Kecelakaan sering terjadi tetapi menuntut kompensasi tidak mudah. Isu keselamatan bersama isu kerusakan lingkungan membuat resah negara pantai. Kelima, ada kebutuhan sangat meningkat untuk melewati Selat Malaka. Kepesatan ekonomi dan kekuatan perdagangan Asia Timur membutuhkan migas sebagai roda penggerak industri. Makin maju suatu negara maka makin butuh ia akan bahan bakar dari pangkalan minyak. Dalam kasus kemajuan ekonomi Asia Timur maka jalur Selat Malaka menempati posisi vital. Di Asia, negara yang sangat berkepentingan dalam lalu lintas di Selat Malaka adalah Jepang. 90% dari impor minyak mentah yang vital bagi industri negara tersebut berasal dari Teluk Persia diangkut melalui Selat Malaka. Keenam, Ada upaya dari negara-negara tertentu yang ingin kerjasama yang sangat eksklusif di Selat Malaka. Andaikan kerjasama eksklusif terjadi, maka kita akan hanya menciptakan persoalan yang tidak perlu. Bayangkan apabila permintaan energi China meningkat dan sebagian besar melalui Selat Malaka. Kemudian Selat Malaka hanya dipatroli oleh Indonesia, Malaysia ditambah pihak luar yang merupakan musuh China. Hal ini tentu akan menimbulkan kekhawatiran bagi China akan pencarian keamanan energi dan berpotensi menimbulkan instabilitas kawasan. Keinginan untuk mengelola secara internasional Selat Malaka dan Selat Singapura pernah menjadi wacana pihak-pihak negara luar, dikarenakan selat-selat tersebut dianggap kurang aman. Namun keinginan internasionalisasi Selat Malaka dan Selat Singapura Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
49
50 tersebut bertentangan dengan hak berdaulat negara-negara pantai. Padahal keselamatan naviagasi tanpa menginternasionalisasi kawasan tersebut telah terjamin dengan oleh negara-negara berdaulat yang berada di selat-selat tersebut, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang aktif melaksanakan patroli terkoordinasi dengan nama Patkor Malsindo.
Arah Kerja Sama Arah kerja sama yang ingin kita tonjolkan adalah prinsip pembagian beban bersama (burden sharing). Hal ini karena memelihara keamanan mahal dan tidak mudah, apalagi bagi
kita yang tidak cukup banyak memiliki peralatan kapal patroli. Hal ini sesuai dengan pasal 43 Konvensi Hukum Laut PBB yang mengatakan bahwa negara pantai dan negara pemakai selat harus bertanggung jawab demi keselamatan pelayaran. Jadi pembagian beban dibagi rata, tidak semata negara pantai selaku pemilik selat. Kita tidak ingin menjadi satpam gratis untuk negara pemakai Selat Malaka. Oleh karena itu kita bisa bekerja sama melakukan dua hal. Pertama, bekerja sama dalam membangun dan memelihara alat-alat navigasi demi keselamatan pelayaran. Kedua, membantu dan bekerja
sama guna mencegah polusi dan pencemaran laut. Keselamatan pelayaran adalah masalah perkapalan yang harus dipikirkan bersama dan keamanan lingkungan adalah masalah pemeliharaan dan tanggung jawab bersama pula. Karena itu prinsip burden sharing menjadi penting, sepatutnya mereka bisa membantu kita hanya dalam pembangunan kapasitas, kapal patroli, perahu-perahu, pengawasan udara, dan sebagainya tetapi untuk keamanan pelayaran adalah masalah kedaulatan kita yang berstatus nasional. © Frassminggi Kamasa.
PT. ASABRI (PERSERO) TERUS BERINOVASI UNTUK MELAYANI Mencapai kinerja terbaik di sektor keuangan, ke depan terus meningkatkan pelayanan.
M
enjadi yang terbaik dalam bidang pengelolaan asuransi bukan sekadar slogan belaka bagi PT ASABRI (Persero). Hal ini bisa dilihat dari meningkatnya pencapaian kinerja perusahaan baik dari sisi keuangan maupun pelayanan. Dari sisi keuangan, pada tahun 2012 ASABRI berhasil membukukan laba sebesar Rp 148,31 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar 94,10% dibandingkan dengan pencapaian laba pada tahun 2011 sebesar Rp 76,41 miliar. Pencapaian ini dikarenakan naiknya pendapatan pada tahun 2012 yang mencapai Rp 1,74 triliun atau tumbuh 10,85% dibandingkan tahun 2011, terutama bersumber dari penerimaan premi sebesar Rp 850,74 miliar dan hasil investasi sebesar Rp 880,40 miliar atau masing-masing mengalami pertumbuhan sebesar 10,99% dan 10,87% dibandingkan tahun 2011. Keberhasilan peningkatan hasil investasi yang dikelola perusahaan terutama dikarenakan dilakukannya perubahan kebijakan dan strategi investasi, di mana trading ditingkatkan dan portofolio investasi
perusahaan yang sebelumnya didominasi obligasi dan saham, pada tahun 2012 sebagian besar digeser dalam bentuk reksadana. Sejalan dengan itu, beberapa rasio keuangan pada tahun 2012 secara umum dapat dicapai lebih tinggi dibandingkan tahun 2011. ROE dan ROA dapat dicapai sebesar 9,99% dan 1,74, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai sebesar 5,79% dan 1,02%. Secara umum berdasarkan hasil audit atas laporan keuangan yang berakhir per 31 Desember 2012, kinerja kesehatan ASABRI masih tetap mendapatkan klasifikasi “Sehat-AA”, namun nilai bobot yang diperoleh meningkat dari 86 menjadi 90. Tak kalah pentingnya adalah pencapaian asessment GCG tahun 2012 dengan skor 86,13%. Seiring dengan pencapaian yang kinclong di sektor keuangan, kualitas pelayanan yang tercermin dari nilai hasil survei kepuasan pelanggan juga mengalami kenaikan dari 90,8% pada tahun 2011 menjadi sebesar 91,4% pada tahun 2012 (sangat baik). Kepuasan pelanggan tentu merupakan wu-
jud dari keberhasilan ASABRI dalam memberikan pelayanan prima, yang tercermin baik dalam bentuk peningkatan nilai nominal manfaat maupun keberhasilan dalam memberikan pelayanan dengan komitmen 4S (Senyum, Salam, Sapa, Sabar) dan 5T (Tepat waktu, Tepat alamat, Tepat orang, Tepat jumlah, Tepat adminstrasi). Kegigihan ASABRI dalam melakukan sosialisasi yang dilakukan sejak tahun 2010 menghasilkan pemahaman peserta yang semakin tinggi terhadap hak-haknya, sehingga penyaluran klaim tahun 2012 meningkat dari 14,20% menjadi Rp 615,58% miliar. Laba perusahaan pada tahun 2011 yang hanya sebesar Rp 76,41% miliar, antara lain juga akibat dari meningkatnya klaim peserta sebagai efek dari sosialisasi. Untuk lebih mendekatkan diri sekaligus lebih memberikan kemudahan pelayanan kepada pesertanya, ke depan ASABRI secara bertahap akan terus memperluas Jaringan Kantor Pelayanan menjadi sebanyak 44 buah Kancab dan KCP di seluruh Indonesia. Pada tahun 2013 ASABRI akan menambah 6 KCP yaitu di Padang, Bengkulu, Kepulauan Riau, Cirebon, Palu dan Lombok serta pengembangan KCP Pontianak menjadi Kancab. Implementasi teknologi informasi dalam sistem pelayanan asuransi dan pensiun secara terpadu, pelayanan dengan ATM dan pembentukan Costumer Care Unit yang beroperasi selama 24 jam tentu dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pelayanan dan kepuasan peserta.©
Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
51
OPINI
52
QUO VADIS REGULASI IMIGRAN GELAP (di mana peran TNI AL?)
“Indonesia tidak memiliki kebijakan yang jelas dalam mengatasi imigran gelap (imigran ilegal, red). Pihak Imigrasi dan Kepolisian juga tidak memiliki koordinasi dalam masalah ini.”
D
emikian yang dikatakan Dr. Muradi, dosen senior dari Universitas Padjadjaran Bandung, dalam simposium mengenai masalah migran dan diaspora Indonesia di Universitas Flinders, Australia, pada pertengahan April lalu. Masalah migran ilegal memang tidak mudah dipecahkan karena menyangkut isu politik yang sensitif. Perdebatan mengenai masalah ini terkait dengan HAM, status pengungsi, hak pencari suaka, perlakuan terhadap migran ilegal, dan tindakan hukum terhadap pelaku penyelundupan manusia, hingga masalah perubahan regulasi dan undangundang. Indonesia tidak bisa mengelak dari sasaran sebagai negara transit bagi para imigran ilegal yang hendak menuju Australia, karena letak geografisnya yang berada pada jalur lintasan imigran ilegal dan posisinya yang terdekat dengan Australia. Beberapa kasus imigran ilegal dari Srilanka, Irak, Afganistan, Myanmar dan lainnya yang hendak menuju ke Australia, justru banyak yang terdampar di Indonesia. Mereka tidak melanjutkan ke negara tujuan Australia namun tidak pula kembali ke negara asalnya, melainkan tinggal, menetap dan hidup di Indonesia. Permasalahan imigran ilegal yang melanda Indonesia sudah semakin mengkhawatirkan, terlebih lagi setelah terungkap
bahwa fenomena masuknya imigran ilegal ke Indonesia tersebut sudah memenuhi syarat sebagai penyelundupan manusia. Penanganan imigran ilegal dan penyelundupan manusia yang selama ini dilakukan (oleh pihak Imigrasi dan Kepolisian) dengan cara penangkapan dan penahanan di rumah detensi imigrasi, serta pemulangan atau deportasi, ternyata belum efektif dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi permasalahan dalam penanganannya, yang selain terkait dengan isu kemanusiaan, terkait pula dengan isu politik dan isu HAM. Hingga saat ini Pemerintah mempunyai persoalan dalam mengatasi permasalahan imigran ilegal dan penyelundupan manusia. Lalu bagaimana dengan peranan Angkatan Laut? TNI AL sebagai institusi negara yang mempunyai peran sebagai penegak hukum dan penjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional, saat ini masih belum diakomodasi kedalam regulasi dalam penanggulangan imigran ilegal. Padahal peran Angkatan Laut dalam masalah ini sangatlah besar, karena institusi ini mempunyai peran untuk melakukan tindakan pencegahan masuknya para imigran ilegal di perbatasan laut. Penegakan hukum di wilayah laut teritorial pelaksanaannya harus memperhatikan ketentuan-ketentuan Hukum Laut Internasional
dan Hukum Internasional lainnya, yang hanya dimiliki oleh TNI Angkatan Laut. Kebijakan Pemerintah Banyak negara di dunia umumnya sependapat bahwa migrasi ilegal serta penyelundupan dan perdagangan manusia akan mengakibatkan ancaman terhadap kedaulatan, keamanan, kehidupan sosial dan ekonomi, bahkan juga ancaman terhadap ideologi suatu bangsa. Implikasi fenomena imigran ilegal bagi Indonesia, yang jumlahnya dari waktu ke waktu cenderung meningkat, dapat menimbulkan gangguan kehidupan sosial, politik, keamanan dan ketertiban masyarakat. Apalagi kalau keberadaan mereka disusupi oleh kegiatan kriminal seperti terorisme, penyelundupan manusia, perdagangan manusia, narkotika dan kejahatan transnasional lainnya. Proses penanganan masalah orang asing merupakan core bussiness dari imigrasi melalui kantor imigrasi yang ada di masing-masing provinsi, dasar hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pihak Imigrasi dalam menangani imigran ilegal yang memasuki wilayah kedaulatan Indonesia adalah dengan tindakan secara bertahap, yaitu: langkah pertama adalah penangkapan terhadap para imigran ilegal baik di wilayah perairan (laut) maupun dalam perjalanan transit
dan negara ketiga yang mau menampung mereka. Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono telah menginstruksikan kepada aparat untuk memberi bantuan kemanusiaan sebaik-baiknya kepada imigran ilegal dan ingin memperhatikan masalah tersebut dengan sungguh-sungguh. Sedangkan beberapa negara sangat tidak peduli dengan nasib mereka, karena itu biasanya para imigran ilegal yang Imigran gelap di atas perahu untuk mencari suaka.
di darat. Selanjutnya dilakukan penahanan sementara untuk proses penyelidikan. Langkah kedua adalah penelitian terhadap motivasi, karena motivasi kepergian para imigran tersebut saat meninggalkan negaranya sangat beragam. Apabila motivasi mereka karena faktor ekonomi (economic migrant), maka sesuai konvensi pemerintah bisa mendeportasi mereka. Jika motivasi kepergian mereka karena kondisi negaranya yang kacau atau bencana alam maka mereka dapat dikatagorikan sebagai pengungsi (refugee), maka harus diberlakukan sesuai Konvensi Pengungsi Tahun 1951. Penanganan masalah pengungsi akan dilakukan oleh UNHCR atau IOM, dan Pemerintah tidak berkewajiban menampungnya karena Indonesia bukan negara penampung pengungsi. Dan bagi mereka yang menyatakan diri sebagai pencari suaka, tidak dapat dideportasi ke negara asal, karena ketentuan internasional. Warga asing yang ternyata pengungsi, karena sesuatu hal di negaranya, seperti negerinya tidak aman, tidak boleh dikembalikan ke negara asal. Imigrasi akan berkoordinasi dengan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan pengungsi (UNHCR). Namun jika dalam penyelidikan ada di antara mereka
yang ditengarai terlibat dalam jaringan penyelundup narkoba dan terorisme internasional, atau pelaku penyelundupan manusia maka dilakukan penahanan dan penampungan yang lebih lama untuk menjalani proses sesuai hukum yang berlaku. Selain memberikan perlakuan baik terhadap mereka yang sudah maupun belum berstatus pengungsi (karena belum terbukti melalui verifikasi, terutama lewat UNHCR), pemerintah Indonesia memperlihatkan empati yang tinggi untuk mengurus mereka yang minta dikirim ke negara ketiga dengan status pengungsi. Proses pengurusan status dan penyaluran mereka membutuhkan waktu dan sekaligus biaya, yang sudah pasti merepotkan negara transit
mendarat di sana, langsung dihalau kembali ke laut, jika tidak mau kembali ke negara asal (melakukan deportasi) secara sukarela. Kedua pemerintah negara-negara tempat transit itu tampaknya tidak mau direpotkan oleh masalah yang dihadapi para imigran ilegal, tidak peduli apapun latar belakang etnik dan agama mereka, atau mempertimbangkan kedekatan kultural dan agama mereka. Yang lebih keras dalam merespons dan menangani kasus masuknya imigran ilegal selama ini adalah Australia. Tidak heran, kapal-kapal motor nelayan ataupun perahu-perahu tradisional yang mengangkut para imigran ilegal itu kemudian terbakar, meledak, mengalami penembakan, Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
53
OPINI
54 atau insiden lainnya ketika telah berada di wilayah perairan Australia. Pemerintah Australia tampaknya mau menerapkan kebijakan penangkalan (deterrent) dan “preemptive” untuk mencegah para imigran ilegal masuk ke wilayahnya sedini mungkin. Dalam rangka kebijakan penangkalan dan “pre-emptive” ini, diketahui pemerintah Australia bersedia mengeluarkan biaya besar untuk mendidik aparat Indonesia, seperti Kepolisian, Angkatan Laut, Dephan, Depkumham, dan Imigrasi dalam menangani kasuskasus imigran ilegal, dengan mengirim mereka ke Australia untuk mengikuti pelatihan atau pendidikan singkat. Australia telah memberikan bantuan kepada Polri sejumlah 3,6 juta dolar Aust (sekitar Rp27,5 miliar) untuk menangani kasus penyelundupan manusia. Selain dana, bantuan juga diberikan dalam bentuk pelatihan seperti patroli. Kasus KM. Jaya Lestari Kasus penangkapan KM. Jaya Lestari di Selat Sunda pada
Oktober 2009 adalah salah satu contoh kasus penanganan imigran ilegal yang mendarat di Indonesia. Pada saat ditangkap, KM. Jaya Lestari yang mengangkut 225 warga Tamil, Srilanka memohon agar dapat melanjutkan perjalanan ke pulau Christmas di Australia. Kepergian mereka karena mendapat ancaman keamanan dari kelompok Macan Tamil di negaranya. Namun kapal tersebut tetap digiring oleh otoritas keamanan Indonesia dan ditambatkan di dermaga Pelabuhan Indah Kiat, Banten. Atas penangkapan tersebut muncul respons negatif dari berbagai kalangan, salah satu diantaranya adalah Siswono Yudo Husodo, anggota DPR-RI. Siswono menanggapinya sebagai berikut, “ … seharusnya kalau ada kapal yang ternyata membawa imigran asing yang sedang melintas, kita cukup bertanya mau ke mana, kalau melanggar hukum, ditindak. Kalau tidak, beri bantuan kemanusiaan berupa bahan pangan dan bahan bakar, dan digiring ke perairan internasional.
Terserah mereka, mau kembali ke negaranya atau meneruskan ke negara tujuannya. Indonesia tidak bisa dituntut bertanggungjawab secara individual atas persoalan yang terjadi di laut internasional, sekalipun laut itu ada di sekeliling Indonesia. Arus imigran ilegal melalui laut adalah tanggung jawab komunitas internasional secara kolektif”. Lebih jauh Siswono mempertanyakan, “Kenapa Indonesia harus menahan keinginan 255 orang Sri Lanka itu pergi ke Australia? Mengapa Indonesia yang harus membujuk mereka untuk mengurungkan niatnya pergi ke Australia? Mengapa Indonesia harus menyediakan tempat sementara? Ini adalah peristiwa luar biasa tetapi kenapa Pemerintah, Partai, DPR, semua diam? Apakah karena sudah sepantasnya Indonesia melakukan hal itu? Saya yakin kasus ini, di mana satu negara atas permintaan negara lain menahan dan menampung imigran yang akan menuju negara tersebut, tak ada presedennya di tempat lain di dunia ini. Dan bila
Penangkapan KM. Jaya Lestari yang mengangkut imigran ilegal di wilayah perairan
Indonesia oleh otoritas keamanan Indonesia.
Indonesia tidak tegas, akan menjadi tertawaan dunia.” Apabila kita mencermati perjalanan para imigran ilegal, semenjak mereka berlayar dari negerinya di wilayah Timur Tengah (Irak, Iran dan Pakistan) atau Asia Tengah Selatan (Afghanistan, Myanmar dan Sri Lanka), pastilah banyak negara-negara yang mereka singgahi. Faktanya, meskipun aparat keamanan negara-negara yang pernah mereka singgahi, seperti Thailand misalnya, paham kalau mereka adalah imigran ilegal yang akan menuju Australia, mereka mengizinkan singgah sebentar, sambil memberi bekal untuk melanjutkan pelayarannya, lalu menggiring mereka menuju perairan internasional. Peranan TNI AL TNI Angkatan Laut, seperti halnya angkatan bersenjata pada negara-negara lain di dunia, mempunyai tanggung jawab utama pada perlindungan dan mempertahankan kedaulatan nasional. Namun sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, TNI AL juga bertanggungjawab melaksanakan kegiatan pengawasan dan penegakan hukum yang tidak hanya terbatas pada wilayah teritorial
Indonesia saja, tetapi juga pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Kewenangan penegakan hukum di ZEE oleh TNI AL, dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif. Kebijakan Angkatan Laut diimplementasikan dalam S.O.P kapal patroli TNI AL dalam menghadapi kapal imigran ilegal adalah: pertama, penghentian terhadap kapal-kapal yang dicurigai melakukan pelanggaran pelayaran atau tindak pidana di laut; kedua, pemeriksaan untuk identifikasi kapal dan ABKnya; ketiga, meminta keterangan asal daerah dan tujuannya; keempat, melaporkan ke komando atas; dan kelima, melaksanakan tindakan sesuai arahan komando atas. Tindakan terakhir dapat berupa pengusiran keluar dari wilayah NKRI, atau penangkapan dan penahanan untuk diserahkan ke pihak imigrasi atau kepolisian sesuai kaitan hukumnya. Tindakan pengusiran terhadap kapal imigran ilegal sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) penjelasan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, yakni “Sanksi atas pelanggaran kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, da-
pat dilakukan dengan memperingatkan kapal asing untuk segera meninggalkan perairan Indonesia”. Tindakan tersebut diperkuat oleh Telegram Kasal yang berisi perintah untuk melakukan pengawasan, pengamanan dan pengusiran terhadap kapal imigran ilegal dari wilayah perairan Indonesia. Peran TNI AL berupa pencegahan masuknya kapal-kapal imigran ilegal ke wilayah Indonesia tersebut hingga saat ini masih belum diakomodasi ke dalam regulasi Pemerintah dalam penanggulangan imigran ilegal dan penyelundupan manusia. Padahal pelibatan peran TNI AL ke dalam regulasi Pemerintah tentu dapat mengoptimalkan upaya penanggulangan imigran ilegal dan penyelundupan manusia di Indonesia. Tindakan pencegahan masuknya para imigran ilegal ke Indonesia lewat perbatasan laut hanya mungkin dilakukan oleh TNI Angkatan Laut, karena penegakan hukum di wilayah perbatasan laut teritorial pelaksanaannya harus memperhatikan ketentuan-ketentuan Hukum Laut Internasional dan Hukum Internasional lainnya.© Letkol Laut (KH) Ir. Dedi Kalimana, M.H.
Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
55
TEKNOLOGI
56
Angkatan Laut AS
Luncurkan
Pesawat Siluman di Kapal Induk
Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) menorehkan sejarah baru dengan keberhasilannya dalam meluncurkan pesawat tak berawak di atas kapal induknya, USS George H.W. Bush. Peluncuran pesawat perdana itu disebut sebagai terobosan untuk penerbangan robot dalam pengembangan teknologi militer.
P Pesawat robot tempur X-47B Combat Air System (UCAS).
Pesawat robot tempur X-47B Combat Air System (UCAS) bersiap lepas landas dari kapal induk USS George HW Bush (CVN 77), di Lepas Pantai Virginia.
Pesawat robot tempur X-47B Combat Air System (UCAS) berhasil lepas landas dari kapal induk USS George HW Bush (CVN 77).
Pesawat robot tempur X-47B Combat Air System (UCAS) saat beratraksi di udara.
esawat Combat Air System (UCAS) diberi nama X-47B. Berhasil diterbangkan ke udara setelah diluncurkan oleh ketapel kapal induk di lepas pantai Virginia. Pesawat melakukan beberapa penerbangan rendah selama 65 menit sebelum mendarat di Maryland di Stasiun Udara Angkatan Laut AS di Patuxent River. Uji terbang dinyatakan berhasil dan sebuah tonggak baru. Pesawat tak berawak cukup dikendalikan dari operator di laut. Angkatan Udara dan Angkatan Darat AS telah memiliki armada besar pesawat robot. Angkatan Laut AS berharap untuk mengejar ketertinggalan dengan membuat pesawat X-47B, helikopter tak berawak Fire Scout dan pesawat tak berawak lainnya yang dapat terbang selama berjam-jam untuk mengintai atau menyerang musuh. Pesawat ini terlihat seperti versi kecil dari pesawat bomber siluman B-2. Didesain dengan sayap yang bisa dilipat sehingga mudah disimpan di dalam pesawat induk. Sistem robot untuk perang menjadi lebih independen dan X-47B merupakan bagian dari tren tersebut. X-47B bisa memiliki waktu terbang lebih lama ketimbang pesawat berawak sekitar enam jam atau 2.100 mil laut (3.900 kilometer). Bisa terbang mencapai ketinggian 40.000 kaki dengan lama terbang, dan memiliki dua ruang senjata yang dapat membawa muatan hingga 2.040 kilogram. X-47B merupakan primadona dari program sistem penerbangan pesawat tempur tanpa awak. Dengan rentang lebih lama dibanding jet tempur berawak, bomber robot ini bisa mengubah peperangan di laut sama dengan yang dilakukan pesawat robot dalam peperangan darat. Pesawat dikendalikan oleh klik mouse dari operator misi. Pesawat memiliki lebih banyak otonomi dibanding pesawat robot yang ada, kata Northrop Grumman, yang memproduksi pesawat itu. Pesawat robot tempur X-47B akan meningkatkan kapabilitas Angkatan Laut AS. Mereka bisa meluncurkan serangan jarak jauh dan melakukan pengintaian dengan lebih intensif. Human Rights Watch telah mengatakan X-47B berpotensi mengkhawatirkan. Kelompok ini menyerukan larangan “pre-emptive” untuk senjata robot yang sepenuhnya otonom, yang dikatakan akan membahayakan warga sipil dan melanggar prinsip-prinsip hukum humaniter internasional. ©(dari berbagai sumber). Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
57
TEKNOLOGI
58
URGENSI PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PERTAHANAN DAN KEAMANAN Era globalisasi yang ditandai dengan dunia tanpa batas (borderless) dan saling ketergantungan (inter-dependency) merupakan fenomena yang tidak mungkin dihindari, hal ini ditandai dengan tidak satu negarapun di dunia ini yang dapat memenuhi seluruh kebutuhannya dari dalam negeri tanpa melakukan interaksi dengan negara-negara lain.
I
nteraksi antar negara tidak jarang dapat memicu konflik antar negara bahkan bisa bersifat regional. Penegakan hukum dan menjaga keamanan di seluruh wilayah teritoral negara, khususnya di kawasan perbatasan mutlak diperlukan dengan mempertimbangkan kemungkinan ancaman yang dihadapkan dengan tuntutan tugas yang akan dilaksanakan. Konsep geografis sangat berperan di dalam menentukan kebijakan bidang pertahanan. Sebagai sarana perencanaan penentuan kebijakan kewilayahan memerlukan peta kondisi lingkungan yang mutakhir beserta potensi dan kendala yang dimiliki daerah tersebut. Kebutuhan ini mendorong percepatan atau perkembangan pengumpulan informasi geografi yang lengkap dan update. Kegiatan inventarisasi dan pengolahan sumber daya alam dewasa ini tidak lepas dari peran dua teknologi yaitu penginderaan jauh dan sistem informasi geografis. Data penginderaan jauh memberikan informasi yang liputannya luas, cepat, akurat dan relatif baru serta menggambarkan kondisi lahan secara aktual, sementara sistem informasi geografis adalah suatu sistem yang pada umumnya berbasis komputer yang dapat menyimpan, mengolah, mengaktifkan kembali dan menganalisis data yang bereferensi geografis (Aronoff, 1989).
Perkembangan Teknologi Penginderaan Jauh Penginderaan jauh pada awalnya dikembangkan dari teknologi pesawat atau wahana terbang seperti balon udara sampai dengan interpretasi foto udara. Meskipun demikian, teknik interpretasi foto udara untuk keperluan sipil (damai) baru berkembang pesat setelah Perang Dunia II karena sebelumnya foto udara lebih banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan militer. Dalam dua dasawarsa terakhir, penggunaan teknologi satelit dan teknologi komputer untuk menghasilkan informasi keruangan suatu wilayah semakin dirasakan manfaatnya. Penggunaan teknik interpretasi citra secara manual, baik foto udara maupun citra yang diambil melalui wahana selain pesawat udara dan sensor selain kamera, sehingga saat ini sudah cukup mapan dan diakui manfaat serta akurasinya. Hampir bersamaan dengan perkembangan teknik analisis data ke ruangan melalui teknologi sistem informasi geografis (SIG), kebutuhan akan citra digital yang diperoleh melalui perekaman sensor satelit sumber daya pun semakin meningkat. Perolehan data penginderaan jauh melalui satelit menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan melalui pemotretan udara, antara lain dari segi harga, periode ulang perekaman suatu daerah yang sama, serta
kombinasi saluran spektral (band) yang lebih sesuai untuk aplikasi tertentu. Di Indonesia penggunaan foto udara untuk survei dan pemetaan sumber daya telah dimulai oleh beberapa instansi pada awal tahun 1970-an. Pada periode yang sama, Amerika Serikat meluncurkan satelit sumber daya ERS-1 yang kemudian diberi nama baru menjadi Landsat-1, yang mampu merekam hampir seluruh permukaan bumi pada beberapa spektra panjang gelombang dengan resolusi spasial sekitar 80 meter. Sepuluh tahun kemudian, Amerika Serikat telah berhasil satelit sumber daya Landsat-4 (Landsat-D) yang merupakan satelit sumber daya generasi kedua dengan memasang sensor baru Thematic Mapper dengan resolusi spasial yang jauh lebih tinggi dari pada pendahulunya yaitu 30 meter pada 6 saluran spektral pantulan dan 120 meter pada 1 saluran spektral pancaran termal. Pada tahun yang hampir bersamaan, beberapa instansi di Indonesia baru memulai memasang sistem komputer pengolah citra satelit digital dan merupakan salah satu negara yang paling awal di Asia Tenggara dalam penerapan sistem pengolah citra digital. Pada saat ini di beberapa negara maju telah berhasil menerbangkan beberapa jenis satelit untuk pemotretan bumi, antara lain
Landsat milik USA, SPOT milik Perancis, ERS (Earth Resources Satellite) oleh konsorsium beberapa negara Eropa (ESA), Radarsat (Kanada), JERS (Jepang) dan IRS (India). Berbagai satelit sumber daya yang diluncurkan itu menawarkan kemampuan yang bervariasi, dari resolusi spasial 30 sentimeter (satelit Geoeye) hingga sekitar 1,1 kilometer (satelit NOAAAVHRR). Indonesia sebagai negara berkembang belum memiliki Satelit Inderaja, tetapi memiliki Stasiun Bumi penerima (receiver) Citra lnderaja, yaitu Stasiun Bumi Parepare di Sulawesi Barat. Sehubungan dengan itu, Indonesia menjalin kerja sama dengan negara-negara pemilik satelit tersebut untuk turut memanfaatkannya. Sistem Penginderaan Jauh Pada pelaksanaan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh, tidak dapat lepas dari suatu sistem yang menghasilkannya. Dalam konteks studi penginderaan jauh, sistem tersebut terdiri dari komponen dasar yang meliputi: 1. Sumber tenaga. Sumber tenaga ini akan menyajikan tenaga pada seluruh panjang gelombang, dengan suatu keluaran tetap, diketahui, kualitas tinggi, tidak tergantung pada waktu dan tempat. 2. Atmosfer yang tidak mengganggu. Atmosfer yang tidak akan mengubah tenaga dari sumbernya dengan cara apapun, baik tenaga dalam perjalanan ke muka bumi maupun yang datang dari muka bumi. 3. Serangkaian interaksi antara tenaga dengan benda di muka bumi. Interaksi ini akan membangkitkan pantulan dan/atau pancaran sinyal yang tidak hanya selektif terhadap panjang gelombang, tetapi juga diketahui tidak berubah-ubah dan unik terhadap setiap jenis dan macam kenampakan di muka bumi yang jadi perhatian kita.
4. Sensor. Alat yang mempunyai kepekaan tinggi terhadap seluruh panjang gelombang, menghasilkan data spasial rinci dengan nilai kecerahan absolut dari suatu daerah kajian sebagai fungsi panjang gelombang pada seluruh spektrumnya. 5. Sistem pengolahan data tepat waktu. Tepat pada saat terjadinya radiasi versus tanggap panjang gelombang atas unsur medan langsung diproses kedalam format yang dapat langsung diinterpretasi dan dikenal secara unik bagi tiap unsur medan tertentu yang merupakan asal tenaga tersebut dilakukan dekat dengan saat perekaman data. 6. Berbagai penggunaan data. Para pengguna harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang disiplin ilmu masing-masing maupun cara pengumpulan dan sistem analisis data penginderaan jauh. Keuntungan Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh Teknologi penginderaan jauh mempunyai beberapa kelebihan dalam pemanfaatannya dalam berbagai bidang, sehingga diharapkan dapat memberikan kemudahan serta keuntungan bagi pengguna untuk diaplikasikan pada bidang yang ditekuninya. Beberapa keuntungan dalam penggunaan teknologi penginderaan jauh antara lain: 1. Tidak ada batas, dapat memberikan seluruh informasi yang ada pada permukaan bumi bahkan pada tempat yang sulit untuk dijangkau pada saat dilaksanakan survei lapangan. 2. Perekaman data penginderaan jauh dapat mengkover area yang relatif besar dalam waktu yang cukup singkat.
3. Biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan melaksanakan survei lapangan. 4. Pemutakhiran data dapat dilakukan secara periodik dengan siklus waktu yang singkat bahkan setiap saat biIamana diperlukan. 5. Kemajuan teknologi penginderaan jauh yang memiliki multi spektral dan dapat diintegrasikan dengan teknologi informasi dan komputer sehingga memungkinkan pemanfaatannya dalam bidang-bidang yang semakin luas. 6. Kemajuannya yang pesat di bidang resolusi spasial, di mana sekarang telah mencapai sentimeter memungkinkan citra satelit dapat memberikan informasi yang sangat detil wilayah permukaan bumi yang di rekam. 7. Citra satelit penginderaan jauh yang direkam telah memiliki georefensi dan berproyeksi, hal ini akan memudahkan apabila data penginderaan jauh digunakan sabagai data dasar pemetaan. Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh di Bidang Hankam Kemampuan teknologi penginderaan jauh yang mampu meliput daerah yang luas dalam waktu yang relatif singkat serta dapat dilaksanakan secara multi temporal, telah menjadikan teknologi penginderaan jauh bukan saja sekedar dapat menyajikan informasi spasial, tetapi juga sebagai sarana pemantauan dinamika perkembangan wilayah. Dalam suatu konsep pertempuran militer terdapat beberapa unsur yang mendukung di dalam pemenangan suatu pertempuran yaitu kekuatan (baik kekuatan diri sendiri maupun kekuatan musuh), medan perang, dan cuaca. Dengan demikian pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat membantu di dalam pemenangan Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
59
TEKNOLOGI
60
suatu pertempuran yaitu dengan menyajikan informasi yang berkenaan dengan unsur medan perang dan cuaca. Berikut beberapa manfaat teknologi penginderaan jauh untuk kegiatan pertahanan dan keamanan yang meliputi operasi tempur, operasi intelijen, kegiatan militer dan kepentingan pertahanan lainnya. 1. Untuk operasi militer perang (operasi tempur dan operasi intelejen). Terdapat beberapa jenis satelit khusus militer yang mempunyai sensor dengan resolusi spasial tinggi sampai dengan di bawah 1 meter. Peralatan tersebut dapat dipasang pada satelit maupun wahana terbang lain (pesawat terbang, balon udara, dan lain-lain.) Beberapa jenis pesawat dirancang untuk kemampuan tersebut antara lain: Bigbird, Cosmos, dan Keyhole, semuanya beresolusi kurang dari 1 meter yang mampu mendeteksi benda yang berukuran kurang dari 1 meter di lapangan digambarkan dengan kenampakan 1 pixel (picture element). Perangkat pesawat tersebut mampu mendeteksi dengan tepat baik benda yang sedang bergerak (moving target ground vehicles) maupun benda tak bergerak (fixed target). Selanjutnya satelit Helion, SPOT/Pan dan KFA 1000 mempunyai resolusi 1,0 sampai 10 m. Jenis satelit tersebut cocok untuk mendeteksi kegiatan gerakan satuan/massa dalam jumlah terbatas (reconnaissance of selected area). Pesawat MSAR (Miniature Synthetic Aperture Radar) telah memiliki serangkaian satelit yang masing-masing mempunyai kemampuan tersendiri. Jenis MTI (Moving Target Indication) khusus untuk mendeteksi obyek yang bergerak. FTl (Fixed Target Imaging), dirancang untuk sasaran tak bergerak dan ISAR (Inverse Syn-
thetic Aperture Radar) untuk mendeteksi lokasi atau area termasuk kelompok armada kapal. Selain satelit yang dirancang khusus untuk kepentingan militer, satelit sumber daya juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan militer. Yaitu dengan memanfaatkan citra yang telah direkam sesuai dengan karakteristik yang terdapat pada satelit sumber daya tersebut. Dewasa ini satelit sumber daya juga telah memiliki resolusi spasial cukup tinggi bahkan sampai di bawah 1 meter. Satelit IKONOS memiliki resolusi spasial 4 meter untuk sensor multi spektral dan 1 meter untuk sensor pankromatik. Satelit Quick Bird dapat menghasilkan citra dengan resolusi spasial 1 meter pada sensor multi spektralnya dan 60 sentimeter pada sensor pankromatiknya. Demikian juga dengan satelit Geoeye dapat merekam obyek yang ada di bumi sebesar 30 sentimeter. Dengan spesifikasi teknis yang dimilikinya, satelit sumberdaya dapat membantu memberikan informasi yang berupa: a) Pembuatan analisa daerah operasi (ADO), terutama untuk mengidentifikasi land cover guna menentukan aspek militer yaitu medan, dropping zone, tempat pendapatan, jalan pendekat, daya dukung tanah, sumber air, kondisi cuaca. b) Membantu menyiapkan informasi intelijen dengan mencari dan menentukan: 1) Disposisi dan dislokasi pasukan musuh. 2) Dislokasi logistik militer musuh. 3) Tempat pengintaian atau peninjauan. 4) Mendeteksi samaran.
5) Menentukan jalan-jalan pendekat, perlindungan, medan kritis dan rintangan. c) Dapat membantu pembuatan peta militer skala besar untuk daerah yang belum ada petanya atau untuk pembaharuan peta yang datanya sudah usang. d) Dapat membantu pembuatan laporan geografi militer (LGM) atau lLaporan medan (LM) dan memperbaharui data informasi LGM/ LM yang usang. e) Dapat membantu menganalisis dan meramalkan kondisi cuaca (suhu, awan, tekanan udara, angin, kelembaban udara, cahaya dan kabut). f) Sebagai sarana untuk memantau kondisi wilayah/ medan tempur. 2. Untuk operasi militer selain perang. Teknologi penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk kegiatan teritorial. Dalam hal ini kegiatan yang bersifat pembangunan fisik materil seperti TMMD, Operasi Bakti dan Linmas. Kegiatan-kegiatan seperti itu memerlukan data dasar wilayah berupa informasi geografi/SDA yang mutakhir sehingga dalam pelaksanaannya diperoleh hasil guna dan daya guna yang optimal sesuai dengan kebutuhan sekarang dan dapat mengantisipasi masa yang akan datang. Produk penginderaan jauh yang dapat diterapkan kebutuhan kegiatan teritorial adalah citra yang dihasilkan oleh satelit Landsat dan satelit SPOT yang mempunyai tingkat resolusi 10 sampai dengan 80 m. Landsat MSS (Multi Spectral Scanner) dan TM (Thematic Mapper). Masing-masing terdiri dari 4 sampai 7 band (saluran),
di mana setiap saluran dirancang untuk mengidentifikasi obyek tertentu sebagai contoh: saluran/ band-1 pada Landsat-TM mampu menyajikan data sebaran air tanah dan jenis tanah. Saluran/band2 mampu mengidentifikasi jenis tanaman yang sehat dan yang sakit. Saluran/band-3 mampu membedakan jenis tanaman dan tata guna lahan. Produk-produk seperti itu merupakan data awal yang sangat berharga untuk perencanaan kegiatan teritorial. 3.
Untuk keamanan
Kemampuan citra Landsat TM dan SPOT/P yang dihasilkan multiband scanner telah mampu mengidentifikasi jenis-jenis tanam-
an, kondisi tanaman dan menentukan jenis tanah serta sifat-sifat tanah lainnya. Bahkan dengan penggunaan Landsat TM beresolusi tinggi, kematangan tanaman dan ukuran rata-rata pohon di hutan dapat diketahui. Dengan kemampuan pemantauan Inderaja yang bersifat periodik dapat diketahui dan dievaluasi perkembangan/ perubahan areal tanaman atau tumbuhan hutan setiap waktu. Sehingga dengan demikian teknologi ini merupakan sarana pengawasan pembangunan yang efektif dan efisien. Dari informasi tersebut dapat ditentukan daerah patroli untuk antisipasi terjadinya pembalakan liar atau illegal logging.
Penentuan target sasaran operasi dan reconnaissance keadaan wilayah.
Bidang perikanan, teknologi penginderaan jauh juga dapat memberikan manfaatnya, meskipun tidak langsung. Informasi zona penangkapan ikan (ZPI) dapat diketahui dari informasi yang didapatkan secara langsung dari citra satelit NOAA yang berupa: kondisi kekeruhan air (muatan padatan tersuspensi), gerakan massa air (arus, panas atau dingin) dan upwelling serta sifat air lainnya. Dengan mengetahui kondisi air seperti terjadinya upwelling dapat diperkirakan di mana tempat terdapat kumpulan ikan jenis tertentu. Para nelayan juga telah menggunakan data peta/citra hasil teknologi Inderaja Satelit untuk menangkap ikan. Dengan mema-
Monitoring dampak kerusakan infrastruktur dari operasi pemboman militer.
Identifikasi kekuatan peralatan dan persenjataan lawan serta keadaan fasilitas militer lainnya.
Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
61
TEKNOLOGI
62
hami hasil anaIisis penginderaan jauh di dalam menentukan ZPI, aparat Kamla dapat mengantisipasi terjadinya pencurian ikan (illegal fishing). Kendala Penggunaan Teknologi Penginderaan Jauh Meskipun telah diketahui bahwa citra penginderaan jauh mempunyai banyak manfaat termasuk untuk kepentingan pertahanan dan keamanan, namun terdapat beberapa kendala di dalam penerapan sistemnya dari mulai proses mendapatkan data sampai mengaplikasikan dalam berbagai kepentingan. Berikut kendala yang dimiliki baik oleh sistem penginderaan jauh maupun Indonesia di dalam memanfaatkan teknologi penginderaan jauh ini: 1. Sebagai salah satu produk teknologi modern, teknologi penginderaan jauh juga sama dengan produk teknologi lain yakni amat bergantung pada kelengkapan sistem, apabila salah satu bagian perangkat teknologi ini mendapat gangguan, maka seluruh sistem menjadi tidak berfungsi. 2. Teknologi ini belum dikuasai oleh Indonesia sepenuhnya terutama di dalam penyediaan data sehingga dalam beberapa hal kita masih bergantung kepada luar negeri baik segi peralatan maupun sarana produksi. 3. Terdapat beberapa data penginderaan jauh yang menghadapi kendala liputan awan yang menutupi suatu daerah mengingat wilayah Indonesia termasuk wilayah yang liputan awannya cukup besar. Menuju Pemanfaatan Yang Optimal Pada awalnya kehadiran teknologi satelit sumber daya ditanggapi dalam dua bentuk reaksi yang cenderung berlawanan.
Reaksi yang pertama berupa harapan dan kepercayaan yang berlebihan akan keandalan citra satelit digital dalam memberikan informasi baru mengenai permukaan bumi, sedangkan reaksi kedua berupa sikap skeptis akan manfaat citra satelit tersebut. Harapan dan kepercayaan yang berlebih itu akhirnya sedikit demi sedikit berkurang, ketika para praktisi berhadapan dengan kenyataan bahwa kemampuan yang tinggi dalam hal perekaman ulang daerah yang sama oleh suatu sistem satelit lebih bersifat teoritis mengingat ada kendala tutupan awan khususnya pada daerah tropis. Di samping itu dari waktu ke waktu semakin disadari bahwa pengolahan digital secara murni belum secara lengkap mampu menyajikan variasi fenomena di permukaan bumi, mengingat bahwa fenomena tersebut terlalu komplek untuk dapat dianalisis semata-mata berdasarkan variasi karakteristik spektralnya. Resolusi spasial yang kasar pun menjadi kendala untuk kajian penggunaan lahan yang komplek seperti di Pulau Jawa. Dengan kata lain, citra satelit semakin disadari bukan sebagai pengganti survei terrestris ataupun foto udara, melainkan sebagai alternatif baru di mana apabila kedua sistem tersebut tidak dapat dijalankan. Di sisi lain, sikap skeptis itu semakin surut pula ketika satelit-satelit generasi baru yang diluncurkan ternyata menawarkan data dengan resolusi spasial yang sangat tinggi. Beberapa negara maju saat ini mulai melepas data satelit mata-matanya yang mempunyai resolusi spasial tinggi untuk dipasarkan secara komersial. Berbagai satelit baru saat ini mampu memanfaatkan sensor yang beroperasi pada spektra panjang gelombang yang lebih lengkap, yaitu dari spektrum tampak, spektrum inframerah dekat dan inframerah tengah,
spektrum pancaran termal hingga spektrum gelombang pendek. Beberapa spektra yang disebut belakangan mampu menyajikan variasi fenomena yang tak dapat terdeteksi melalui foto udara serta mampu mengatasi kendala cuaca termasuk liputan awan yang selama ini dipandang sebagai titik lemah sistem penginderaan jauh. Kehadiran teknologi SIG yang diintegrasikan dengan dengan teknologi pengolahan citra digital saat ini juga telah mampu meningkatkan potensi pemanfaatan citra satelit, sehingga informasi yang bisa disadap dari citra digital tidak lagi hanya berdasarkan aspek spektralnya (spectralbased) saja. Oleh karena itu pemahaman mengenahi karakteristik citra satelit, prinsip cara pemerolehannya serta teknik-teknik pengolahannya untuk memperoleh hasil sesuai kebutuhan sangatlah penting. Indonesia sebagai negara kepulauan, di mana secara geografis posisinya berada di antara Benua Asia dan Benua Australia serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik sangat berkepentingan dengan pemanfaatan data penginderaan jauh. Dalam bidang pertahanan dan keamanan, faktor luasnya wilayah tanah air dan panjangnya garis perbatasan negara serta pencurian sumber daya alam oleh pihak asing, sangat membutuhkan informasi yang aktual yang terus menerus (real time), jasa dan produk teknologi inderaja satelit dalam hal ini telah dapat menjawab kebutuhan tersebut. Sampai saat ini Indonesia telah berupaya menjalin kerja sama dengan negara-negara pemilik dan pengembang teknologi penginderaan jauh ini. Wujud nyata dari upaya tersebut adalah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) telah didirikannya beberapa stasiun
penerima bumi multi misi di Parepare Sulawesi Selatan, Pulau Biak Papua dan yang paling baru adalah Rumpin Jawa Barat serta stasiun pengolah data di Pekayon, Pasarebo Jakarta Timur. Guna menjaga kontinuitas akuisisi dan perekaman data, LAPAN telah sedang mengembangkan program upgrading kemampuan akuisisi, perekaman dan pengolahan data landsat-7, SPOT 4 dan 5, Envisat (pengganti ERS) dan Radarsat. Pengembangan terus dilaksanakan LAPAN untuk menghasilkan metoda dan prosedur yang paling tepat untuk operasi rutin aplikasi data Inderaja Satelit. Aplikasi yang telah berhasil dikembangkan dan sudah masuk fase operasional adalah untuk penggunaan peman-
tauan lahan, pemantauan pulaupulau kecil terluar, pemantauan musim dan penentuan awal musim hujan. Sedangkan untuk kegiatan asesmen yang sudah berhasil dilaksanakan adalah inventarisasi: hutan bakau dan terumbu karang, beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS), perubahan penggunaan tanah, pemetaan, perikanan, pemantauan luas panen, pemantauan luas konversi lahan sawah ke non-pertanian, tata ruang dan wilayah. LAPAN juga telah berhasil meluncurkan satelit LAPAN-TUBsat pada tanggal 1 Januari 2007 dari pusat antariksa India di Sriharikota. Satelit LAPAN-TUBsat ini merupakan hasil produksi para
tenaga ahli LAPAN yang bekerja sama dengan Universitas Tekhnik Berlin (TUB). Satelit LAPAN-TUBsat mempunyai 2 (dua) perangkat keras berupa kamera video, di mana salah satu kamera videonya dilengkapi dengan prisma pemisah cahaya warna menjadi komponen merah, hijau dan biru dan memiliki resolusi spasial 5 (lima) meter. hal ini merupakan suatu langkah awal yang baik bagi pengembangan satelit penginderaan jauh resolusi tinggi di Indonesia. © Mayor Laut (KH) Agus Iwan Santoso, ST., M.Sc.
Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
63
INFO
64 Ujud Pengarusutamaan Gender
dengan DIdidiknya Taruni Akademi TNI
P
ada pertengahan tahun 2013 yakni pada bulan Agustus tepatnya, TNI akan mendidik 34 Taruni Akademi TNI untuk pertama kalinya, terdiri dari TNI AD sebanyak 16 orang, TNI AL sebanyak 6 orang dan TNI AU sebanyak 12 orang yang secara bersama akan melaksanakan pendidikan terintegratif dengan Taruna selama satu tahun di Resimen Chandradimuka Akademi TNI Magelang yakni akan melalui 3 bulan pendidikan dasar militer dan 9 bulan pendidikan lanjutan, setelah mereka dilantik menjadi Sertar langsung melanjutkan pendidikan selama 3 tahun di matranya masing-masing dan setelah lulus dari Akademi TNI akan menjadi Perwira dengan pangkat Letnan Dua dengan gelar Sarjana Sains Terapan Pertahanan (S.T. Han). Hal ini adalah merupakan angin segar bagi para perempuan muda Indonesia untuk ikut serta mengabdikan diri sebagai seorang Perwira calon pemimpin TNI. Sesuai dengan visi Akademi TNI adalah pendidikan pembentukan yang meliputi dua hal yaitu mengisi d a n
foto: Agung Pambudhy detik.com
mengembangkan Taruna untuk menjadi Perwira Pertama dan berpengetahuan sebagai pencetak kader pemimpin TNI. Sedangkan misinya adalah mengkoordinasikan penyelenggaraan pembinaan pendidikan Perwira yang berjiwa Sapta Marga memiliki kemampuan matra dasar serta menguasai pengetahuan akademis agar mampu mengembangkan pribadi sebagai kader pemimpin di lingkungan TNI. Dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tanggal 19 Desember Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional (PUG), mengatakan bahwa “Pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah”. Begitupun di tubuh TNI yang sebelumnya Polri selama empat dekade sudah melaksanakan pendidikan Taruni Akpol. Seperti yang dikutip dari katakata Presiden Tanzania, Nye-rere, “Jika anda mendidik seorang laki-laki, berarti anda hanya mendidik seorang person, tetapi jika anda mendidik seluruh orang perempuan berarti anda telah mendidik seluruh anggota keluarga dan bangsa”. Mengapa hal ini perlu dilegalkan dalam sebuah Instruksi Presiden tiada lain karena perempuan adalah merupakan tiang negara, baik maupun buruk sebuah negara dipengaruhi oleh perempuannya juga baik dan hancurnya suatu negara juga disebabkan oleh perempuan jadi perempuan sebenarnya memiliki kedudukan yang sangat “strategis”, akan tetapi dalam hal pengarusatamaan gender tetap harus disesuaikan dengan kodratnya bahwa perempuan memiliki peran
ganda selain dia sebagai seorang wanita karir juga sebagai seorang ibu dari anak-anaknya inilah yang selalu menjadi pertimbangan dalam keadilan pengarusutamaan gender bagi perempuan, begitupun dengan didiknya Taruni yang merupakan bagian dari TNI dengan tugas pokok seperti yang telah dijabarkan dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yakni bahwa TNI adalah merupakan alat pertahanan negara dari ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri yang mengancam perpecahan NKRI, maka sudah saatnyalah mewadahi pengarusutamaan gender di lingkungan TNI dengan mendidik Taruni Akademi TNI yang pada prinsipnya bahwa perempuan juga mampu dididik sebagai lulusan Akademi TNI yang sarat dengan pendidikan militer dan tempur yang notabene adalah merupakan pendidikan yang pantas bagi kaum laki-laki, sebenarnya pengarusutamaan gender di tubuh TNI sudah ada sejak dahulu yakni dengan telah banyak dididiknya para sarjana sebagai Prajurit Sukarela/Prajurit Karier TNI (PA/PK) yang didalamnya juga menerima para perempuan terutama untuk bantuan tempur/pendukung dengan pendidikan selama 7 bulan dididik sebagai seorang Perwira setelah dilantik menyandang pangkat sebagai Letnan Dua untuk lulusan Sarjana (S1) dan Letnan Satu untuk Dokter, kini sudah banyak keluaran dari pendidikan tersebut menjadi pimpinan pada angkatan masing-masing baik sebagai Kepala Dinas/Bintang Satu, juga sebagai komandan pangkalan (Danlanal) bagi TNI AL dan KaAjendam bagi TNI AD, akan tetapi belumlah cukup dalam pengarusutamaan gender ini apabila TNI tidak memberikan kesempatan pula kepada perempuan muda Indonesia untuk bergabung sebagai Taruni
Akademi TNI. Berdasarkan perintah lisan Presiden RI dalam Praspa TNI dan Polri bulan Juli tahun 2012 di Magelang lalu dan ditegaskan lagi dengan Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/263/2013 tanggal 14 Maret 2013 tentang Perubahan Alokasi Penyediaan Prajurit TNI TA. 2013, maka untuk pertama kalinya pada pertengahan tahun ini yakni tepatnya pada bulan Agustus 2013 Akademi TNI akan mendidik 34 orang Taruni yang secara bersama-sama akan melaksanakan pendidikan Chandradimuka terintegrasi bersama-sama dengan Taruna. Bagi suatu negara, pendidikan merupakan realisasi kebijaksanaan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan yang dicita-citakan. Pendidikan merupakan komponen pokok dalam pembinaan landasan pengembangan sosial budaya. Pendidikan juga sekaligus penegak kemanusiaan yang memiliki peradaban tinggi. Pendidikan tidak bisa lepas dari kehidupan sosial. Artinya, pendidikan untuk kesejahteraan manusia duniaakhirat sehingga perlu diaplikasikan (QS. 28:77) sebab pendidikan memiliki nilai teologis dan sosiologis sekaligus. Keadilan dan kesetaraan gender adalah merupakan gagasan dasar dan secara adil membawa kaum perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki tanpa meninggalkan kodratnya, tujuan dan misi utama dalam peradaban manusia dalam kesetaraan gender adalah untuk mencapai kesejahteraan, membangun keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan membangun keluarga yang berkualitas. Hal ini disebabkan bahwa jumlah penduduk perempuan hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia dan memiliki potensi yang sangat besar dalam ikut serta menuju pencapaian pembangunan bangsa. Dalam kesetaraan gender kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hakhaknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati pembangunan. Oleh karena itulah dengan dididiknya Taruni Akademi TNI adalah sebagai salah satu ujud kesetaraan gender dalam bidang pertahanan dan keamanan yang akan membuktikan bahwa perempuan pun mampu menjadi pemimpin di tubuh TNI, walaupun dalam kecabangan/korpsnya untuk saat ini masih disesuaikan dengan kodratnya sebagai perempuan yakni pada kecabangan/korps staf atau satuan pendukung (bantuan tempur) yakni korps Keuangan (Cku) dan Ajen (Caj) untuk Angkatan Darat, korps Suplai (S) dan korps Elektro (E) untuk Angkatan Laut dan korps Administrasi (Adm) untuk Angkatan Udara, akan tetapi perempuan jangan patah berharap untuk ke depan tidak mustahil kecabangan Taruni dapat masuk dalam kecabagan/korps tempur sehingga perempuan pun akan mampu untuk menjadi Panglima Kodam (Pangdam), Panglima Armada (Pangarmada) dan Panglima Komando Operasi (Pangkoops) bahkan sebagai Panglima TNI sekalipun, kita pernah mencatat sejarah adanya panglima perang wanita yakni Laksamana Malahayati yang namanya harum sampai dengan sekarang. Walaupun dalam hal ini perlu adanya pendalaman, karena akan terbentur kembali dengan kodratnya/ pelebelan sebagai seorang perempuan yang masih mengutamakan emosi dibanding nalarnya. Perempuan juga telah mampu menorehkan sejarah dengan tinta emas di dunia dengan adanya sebutan sebagai wanita besi yang tidak lain adalah mantan Perdana Menteri Inggris Ibu Margareth Thatcher yang banyak diakui dunia sebagai seorang perempuan yang tahan banting oleh para pemimpin dunia, beliau selalu bekerja secara profesional dan tidak mengeluh (cengeng) dalam melaksanakan tugas berat yang diembannya sebagai seorang pemimpin Inggris dalam memenangkan perang
Falkland melawan Argentina yang disebut juga sebagai perang Malvinas, dengan kemampuan yang dimilikinya beliau sanggup menaklukan dunia dengan berbagai ide-ide briliannya hingga sampai menutup matapun, dunia masih mengakui kehebatan beliau dan selalu dikenang seluruh pimpinan dunia mengakui kehebatan beliau, ini adalah merupakan kehebatan yang abadi dari seorang Margareth Thatcher hingga meninggal duniapun dunia menangis akan kehilangan beliau, tapi apakah perempuan Indonesia akan dapat sehebat beliau? Ini adalah merupakan PR besar bagi perempuan Indonesia khususnya para Taruni calon pemimpin TNI. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki, terwujudnya kesetaraan gender ini dapat ditandai dengan keadilan, tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dengan demikian mereka akan memiliki akses kesempatan untuk berpartisipasi dan mengontrol atas kemajuan pembangunan serta memperoleh manfaat
INFO
66 setara dan adil dalam pembangunan. Jadi dalam hal ini gender dapat dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan measure (pengukuran) terhadap persoalan laki-laki dan perempuan terutama terkait dengan pembagian peranannya dalam jabatan di organisasi TNI. Untuk diketahui bersama bahwa gender bukan hanya ditunjukkan kepada perempuan semata tetapi juga kepada laki-laki, hanya saja yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan, maka perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan gender yang telah berhasil diraih oleh lakilaki dalam beberapa tingkat lebih tinggi dalam peranannya di organisasi TNI. Hal yang menjadi perhatian mengapa sampai saat ini masih terjadi kesenjangan gender yang dalam bagi para kaum perempuan, hal ini dapat terklasifikasi dalam beberapa dimensi, menurut Philip Robinson dalam sosiologi pendi-dikan antara lain : 1. Kurangnya partisipasi (underparticipation). Dalam hal ikut berpartisipasinya perempuan dalam sebuah organisasi dan pendidikan bagi perempuan di seluruh dunia memiliki problematika yang sama dibanding laki-laki karena pada semua bidang kekuatan partisipasi perempuan hanyalah 1/3 dari jumlah laki-laki. 2. Masih kurangnya keterwakilan (under representation). Yakni partisipasi perempuan yang masih kurang dalam segala aspek kehidupan karena masih banyaknya paradigma bahwa keberadaan perempuan selalu dikaitkan dengan sifat-sifatnya dalam kodratnya.
3. Perlakukan yang masih kurang adil (ufair tretment). Kecenderungan untuk mengekslusifkan perempuan yang membuat kerugian bagi perempuan itu sendiri karena emansipasi perempuan dalam suatu organisasi dianggap bahwa perempuan hanya sebagai pelengkap semata. Sampai saat ini banyak terjadinya pengingkaran serta diskriminasi terhadap hak-hak perempuan seperti yang digambarkan di atas menurut Masdar F. Mus’udi bahwa pangkal mulanya termarginalkannya perempuan disebabkan oleh adanya pelebelan sifat-sifat tertentu pada kaum perempuan yang cenderung merendahkan perempuan itu sendiri, misalnya perempuan itu lemah, lebih emosional ketimbang nalar, cengeng, tidak tahan banting, tidak patut hidup selain di dalam rumah tangga dan suka dimanja. Dalam hal ini setidaknya ada empat persoalan yang menimpa perempuan akibat adanya pelebelan ini yakni; 1. Melalui proses subordinasi (meletakkan perempuan di bawah supremasi lelaki), perempuan harus tunduk kepada kaum lelaki. Pemimpin atau
Imam hanya pantas dipegang oleh lakilaki dan perempuan hanya boleh menjadi makmum saja. 2. Perempuan cenderung dimarginalkan dan diletakkan pada nomor paling akhir. 3. Karena kedudukan perempuan yang lemah maka perempuan sering menjadi sasaran tindak kekerasan kaum laki-laki. 4. Perempuan hanya menerima beban pekerjaan yang jauh lebih berat daripada yang dipikul oleh laki-laki bagaimana tidak perempuan dengan peran gandanya harus mampu membagi peranannya secara seimbang. Oleh karena itu maka sudah waktunyalah perempuan untuk bangkit dan dapat membuktikan dharmabaktinya, sebagai seorang Taruni Akademi TNI calon Perwira dan pemimpin TNI bekerja secara profesional tidak pernah mengeluh, karena dalam catatan sejarah Indonesia pernah memiliki Presiden perempuan, ini adalah sebagai ujud bahwa keberadaan perempuan juga mampu menjadi pemimpin.© Mayor Laut (KH/W) Elyah Musarovah.
INFO
68
PERCEPTION AND REALITY
F
or a century, the “perception” and “reality” words are being debate. Whether one of those words can matches each other. Some people do believe that perception could really be a reality and some don’t. The fact is that people trying to make impression to others, but the impression they made is not always the same thing that other perceived. And if the group who perceived it differently is overcome the group of who perceived it well, then the reality is what the bigger group perception, even though is wrong.
social class, gender, age, etc. that can affect how the public perceive things. For example, a woman could say that she is funny type of a woman, but what people think about her could be different. The question is how does she know that she is funny? How many people say that she is funny and how many don’t? Another example is in our beloved country, people with tattoo are identically with a bad guy, which is different in other countries. So, even though the person is good,
Figure 1
“Reality is merely an illusion, albeit a very persistent one.” (Albert Einstein) “Everything you see or hear or experience in any way at all is specific to you. You create a universe by perceiving it, so everything in the universe you perceive is specific to you.” (Douglas Adams) In the Public Affairs (PA) or in Public Relations (PR), which it has to deal with public, perception is everything. In fact, it believes that the perception is the reality. Because whatever it’s says and done not going to work well if it wrong perceived by the audience, the public. Why it could happen? Because public have their own way to perceive things, depends on their background. It could be the culture, education, language,
but with tattoo, most Indonesian people will think that he/she is bad. And when the thought of some people becomes broadly spread, it will become public opinion which is the reality in public perception. People with tattoo are bad. That is the thing that military Public Affairs Officer (PAO), as the communication expert in the military has to understand. The PAO must understand how the military (base, unit, brigade, even headquarter) images perceived by their audience, the public. By understand the public perception about the military it will make our work easier. It will help to disseminate the messages accurately to the public. And failure to understand will cost inefficient of communication which could lead to crisis communication.
The famous example in military is the American troops in Afghanistan. For years they believe that they were very well welcomed by the Afghans, but the facts is most Afghans seen that the American is no more than another imperial army trying to overrule them instead as the peacekeeping force. That’s why the American so frustrate that everything they did was wrong perceived by the Afghans and it becomes the reality that brings loss to American. In this case, we not taking aside that there are also Taliban involved. But still, by the lack of communication strategy which wasn’t well handle, the cost they have to bear was bigger, because in the end, the Taliban knew it and they exploit it to bring down the American troops’ credibility. The result, more Afghans turns their back from American and then supports the Taliban. It’s says that by understanding the public perception about us, it will help us to determine how we will communicate with public. And remember that as military communication practitioner we have to understand that the flow of communications is not begin with the sender sending message, but it starts with understanding the audience. What their perception, what they need to know. And it can be done with a research. And sometimes, the research is just simple as meet the audience and ask them about military. If we see Figure 1, that’s how the perception works. Sometime we tend to think that we are good. But what people think could be different. And if we never talk or even meet people, how do they now that we are good? And it could be worst if we don’t know what people think about us.
Media role in public perception When we write about perception, we have to incorporate the media somewhere in the middle of the sentence. Because, remember, that perception is build from knowledge and knowledge is comes from information. And of course, in this era, information mostly, or we can say, only come from the media. A lot of media provide information for public consumption. News, gossips, sports, movies, reality shows, etc. All offering public the information they needs. They key is the information that the public need. Because like been said before that people have their own need of information. Figure 2 The media, in this era claim itself to be the guardian of democracy. With their jobs to inform public about something that they need to know, indeed they are playing an important role in democracy. They claim that they give cover-both stories, independent, and honest. But, we also have to be aware that the media is own by people. And mostly some people not only have one media outlet, he/ she has a media network which is consisting from several media with different names, but one idea. And in Indonesia, even the media owner is also politics party leader. So, it’s even hard for some people to believe that media is independent. So, basically, every media also bring its own specific mission in informing public. And by the fact that the information flow is dominated by the media outlets, we could be sure that the public perception and opinion is form by what they get and received from the media.
What the media says or write is likely becoming what public known and soon after, become their perception. And again, it always in the media hand, in this case the media/editor board, to determine what kind of story they want people to receive or believe to build mass perception. Sometimes, because an influence from the owner of the outlets or media network, the story could be different or just incorporate fewer viewpoints so people really don’t get the real story except just pieces of information that the media want people to know. Do public know about it? Mostly don’t because most of people believe that all media are independent and honest.
www.mediatenor.com.
How PA utilize it? We already know that the effective way to communicate with public, to send our messages is through the media. Because media already has audience and they will bear the cost of communication. But like we talk before, that the media have their own interest, they makes money from the information that they gives to public. If we as a military want our military stories to be pick up by the media, then our product must be something interesting not only for the media but for their audience. If we want to use the media in order to shape the public
perception about the military we have to be careful to not send or give the wrong messages to the media. And make sure that the media will not change our stories. And to shape public perception, then we have to know first what the current public perception about military is. If the perception is bad, then we have to fix it first before we shaped it. And a research can help to determine how the public perception to military. Conclusion Perception is reality. Whether we like it or not, today the perception is truly reality. What people see and perceived is become their perception and will become an opinion that they believe in. And with the presence of the media that supply almost all of information to public, they even can send their own agenda to public through the information they send. And when is happens then the public perception, which is now reality, is what we call “media reality.” For military, public perception is everything. Because everything we do it depend on the public to judge whether we good or bad. And that depend on their perception. We can do everything that we thing is good, but if public perceived it the other way around, then public probably thing that we fail to serve them. And as institution which responsible and accountable to public, we have to assure to keep maintain and nurture public and media perception. And it only can achieve by the consistency of what we say and do. @Sub Lieutenant Wahyu Widadi.
Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
69
MEMBANGUN KESADARAN DARI HALAMAN RUMAH
Tidak pernah disadari, bahwa tanaman yang merindang di halaman rumahnya, menghasilkan oksigen dan bermanfaat bagi orang lain.
D
i sebidang tanah yang tidak terlalu luas, banyak pohon yang sangat rindang. Mulai dari jeruk bali, manggis, dan pepohonan lain yang sangat terawat. Bahkan ada pula pepohonan sayuran yang bisa dimanfaatkan setiap saat, ada singkong, tanaman cabe, kangkung dan lain-lainnya. Belum lagi sejumlah tanaman hias dan berbagai tanaman anggrek yang tertata rapi. Saya memang sangat menikmati proses pertumbuhan tanaman yang ada di halaman ini. Kehadiran tunas-tunas muda dan bakal buah yang tumbuh, memberi-
kan kepuasan tersendiri menikmati keagungan Tuhan. Dari tunas-tunas muda inilah lahir generasi baru yang membuat alam ini lestari. “Saya tidak pernah mematikan tumbuhan yang baru hidup, bahkan saya minta tukang kebun saya untuk memindahkannya ke polybag. Siapa tahu suatu saat ada yang meminta untuk dibawa pulang, ditanam lalu bermanfaat untuk orang lain,” kata Ibu drg. Indah Saraswati Bambang Suwarto. “Kalau perlu, ibuibu juga bercocok tanam, cabe misalnya, walau hanya pakai polybag, hasilnya kan cukup kalau untuk dipetik dan untuk membuat sambal kan?” lanjutnya.
Lain lagi dengan Pak Bambang Suwarto, walau telah menyandang pangkat Laksamana Madya TNI, namun beliau masih sangat menikmati budi daya lele, koi serta berbagai jenis ikan lain di rumahnya. “Yang paling menyenangkan adalah melihat kelahiran baru, generasi baru. Ini memberikan kepuasan tersendiri. Dari halaman rumah kita bangun kesadaran akan lingkungan hidup, ini penting,” kata Laksamana Madya TNI Bambang Suwarto sambil melempar segenggam umpan ikan ke kolam. Melihat sekumpulan ikan yang berlomba makan, maka ada kenikmatan tersendiri, dan tak ternilai harganya. Anda ingin merasakannya?©
OPA IMRON PEJUANG PENERANGAN ANGKATAN LAUT YANG GAK MAU GAPTEK Dengan loudspeaker yang terpasang setinggi 3 meter, Opa me-relay pancaran radio streaming JJM untuk warga sekitar rumahnya. “Tiada Prajurit Tua, hanya Prajurit Mati” egitulah slogan indah yang sering kita temukan dalam lingkungan militer. Umur bagi prajurit tidak menjadi penghalang untuk terus berkarya ataupun bertugas. Walau usia sudah tua namun semangat dan jiwa tetap muda. Hal inilah yang ditunjukkan oleh PNS Imron Pulumoduyo. PNS Imron Pulumoduyo yang lahir di Likupang Minahasa Utara Sulawesi Utara ini adalah salah seorang PNS TNI AL yang berdinas di Dispen Lantamal VIII Manado. Usianya sudah cukup tua karena satu tahun lagi PNS Imron Pulumoduyo akan menjalani masa pensiun. Walaupun demikian semangat kerja dan etos kerjanya bisa dibilang luar biasa. Di kalangan Lantamal VIII Manado PNS Imron Pulumoduyo yang lahir 28 Februari 1958 ini di lingkungannya biasa dijuluki “OPA”. Opa adalah sebutan kakek untuk orang Manado. Walaupun sudah “Opa” tapi PNS Imron tetap lincah laksana bola bekel. PNS Imron memang tidak mempunyai prestasi luar biasa. Hanya semangat dan etos kerja yang patut dihargai. Kapanpun diperintahkan atasannya (Kadispen Lantamal VIII Manado) untuk meliput kegiatan Lantamal VII, PNS yang rajin beribadah ini berangkat melaksanakan tugasnya. Karena
B
PNS Imron berprinsip bertugas adalah ibadah. “Dengan ikhlas pekerjaan tetap terasa ringan. Dengan terus sibuk hidup jadi sehat dan penuh hikmah,” ungkap PNS Imron. “Saya sangat bersyukur jadi PNS walau dengan pangkat golongan II B sampai saya mau pensiun. Saya memulai mengabdi di Lantamal Manado ini sebagai PHL pada tahun 1977 yaitu sebagai tukang kebun di kediaman Pangdaeral VI. Dan pada tahun 1984 saya diangkat jadi PNS. Saya lama di Denma Lantamal VIII Manado. Saya ditarik ke Dispen Lantamal VIII Manado tahun 2009 karena saya menyukai foto. Sebelum di Dispen lantamal VIII Manado saya jadi Pai (penanggung jawab) ruang tamu komandan di Mako Lantamal VIII Manado. Di sela-sela waktu saya
suka memfoto, fotografer salah satu hobi saya. Kalau ada tamutamu penting, waktu itu saya foto pakai kamera saya sendiri. Ketika saya diperintah bergeser ke Dispen saya senang sekali karena saya bisa menyalurkan hobi saya. Ya bekerja sesuai dengan hobi sungguh terasa indah.” Dengan tubuh kecilnya dan rambut plontos yang merupakan ciri khasnya, PNS Imron bertugas sebagai fotografer (juru foto) di Dispen Lantamal VIII Manado. Dengan sepeda motor bebek yang juga sudah tua Opa meliput kegiatan di seputaran kota Manado. Mengingat Danlantamal VIII Manado dijabat oleh Pati bintang satu tentunya intensitas kegiatan cukup tinggi. PNS Imron bertugas meliput kegiatan-kegiatan Lantamal VIII Manado yang dilaksanakan di seputaran Kota Manado. Mengingat usianya tersebut dinas memberikan sektor liputan di seputar Kota Manado. Namun jika situasi menuntut dinas luar kota, PNS Imron pun selalu siap sedia. Disamping itu semangat belajar PNS Imron juga bisa dikatakan luar biasa. Walau usia sudah tua semangat keingintahuannya cukup tinggi. PNS Imron terus mengasah pengetahuan komputer dan internet. Opa juga rajin memonitor “facebook Lantamal VIII” sebagai ajang komunikasi para anggota
Lantamal VIII, wartawan dan masyarakat. Opa selalu mengupdate hasil jepretannya di account fb tersebut agar masyakat memonitor giat Lantamal VIII Manado. Dengan account “Amirul Bahri” dan “Putra Kayangan” Opa melansir hasil liputannya ke media jejaring sosial tersebut. Bahkan dia masih sempat mengupload hasil rekamannya ke “you tube” tentang kegiatan Lantamal VIII Manado. “Kita so tua, tapi kita nyandak Gaptek, (saya sudah tua tapi saya tidak gagap teknologi, kan belajar itu dari lahir sampai mati”. Opa tak segan meminta diajari oleh personel yang lain untuk hal-hal yang baru. Dan satu lagi, yang unik dari Opa juga memasang speaker (pengeras suara) di ketinggian yang ada di Rumdis TNI AL Kalama Kairagi. Pengeras suara ini untuk memancar luaskan siaran Radio JJM (Jalesveva Jayamahe) Dispenal. Disaat berada di rumah pada hari Sabtu, Minggu atau sore hari jika tidak ada peliputan Opa aktif memutar JJM Radio Streaming. Dengan memasang pengeras suara tersebut dalam radius 3 km2 suara JJM dapat didengar oleh masyarakat secara langsung. Sehingga daerah seputaran Kalama Kairagi
Manado dapat mendengarkan secara langsung siaran JJM. Hal tersebut menjadi sesuatu yang luar biasa, masyarakat seputar sambil istirahat dapat mendengarkan siaran tersebut dan masyarakat pun sangat menerima hal tersebut. Masyarakat pun dapat saling berkirim salam dengan mengirim sms ke radio JJM tersebut. Menjelang pensiunnya Opa bersama istri tercintanya, Ny. Wagiyah, membuka kantin makan di Lantamal VIII Manado dengan masakan khas Jawa. Karena istrinya adalah orang Kebumen Jawa Tengah. Istrinya merantau ke Manado. Mereka bertemu tatkala sama-sama menjadi pengurus dalam di Kediaman Pang Daeral (Nama Lantamal VIII Manado zaman dulu). Disanalah cinta mereka bersemi dan memutuskan untuk membina rumah tangga. “Ya lumayan ada tambahan kecilkecilan dari kantin. Kantin saya memang menyediakan masakan khas Jawa. Saya melayani
prajurit lantamal VIII yang dari Jawa kan pada kangen masakan khas Jawa. Persiapan untuk pensiun yang sebentar lagi. Jam 5 pagi saya ke pasar untuk belanja bersama istri untuk keperluan kantin, lumayanlah untuk nambah angsuran rumah kredit”, imbuh Opa, pria Gorontalo yang dikarunai dua orang putri dan satu cucu ini. Satu hal yang menjadi harapan dan impian di masa tuanya adalah naik haji. Opa menyatakan, “Saya pingin naik haji ke Mekah tapi sepertinya sulit. Alhamdulillah dulu saya pernah diumrohkan oleh dinas tahun 2010. Tapi untuk haji apa masih ada kesempatan buat PNS seperti saya ini? Semoga ada jalan..ya dan rezeki... aamiin, nyandak (tidak) apalah jadi Haji Abidin (haji atas biaya dinas), yang penting kita (saya) bisa naik haji”, demikian ungkapnya dengan penuh harapan.©Mayor Marinir Sutrisno.
BERMODALKAN SEMANGAT,
SRIKANDI LAUT MENGUKIR PRESTASI MENGHARUMKAN NAMA BANGSA
K
orps Wanita TNI Angkatan Laut (Kowal) yang berdinas di Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) mengukir prestasi sebagai wanita TNI pertama yang mengikuti kejuaraan layar bertaraf Internasional di Singapura belum lama ini. Keikutsertaan pada event ini sangat membanggakan, mengingat dengan persiapan yang sangat minim keempat srikandi Armabar berhasil menorehkan prestasi sebagai juara ketiga pada perlombaan layar Singapore Strait Regatta ke-19 yang diikuti oleh 33 kapal layar dari beberapa negara antara lain: Malaysia, Australia, Inggris, Swedia, Norwegia, Hongkong, USA, dan Indonesia serta tuan rumah Singapura.
Keikutsertaan srikandi-srikandi Koarmabar merupakan wakil Indonesia sekaligus wakil TNI yang tergabung dalam Indonesia Military Sailing Association (IMSA) pada lomba ini terdiri dari, Serda Hanik Chandrawati, Serda Siti Mudawwamah, Serda Lika Mandalasari, Serda Silva Rahmania. Tim Indonesia di bawah pimpinan Kolonel Laut (KH) Drs. Zainal Abidin dan Letkol Laut (KH) Jeffry Tanod, mengikutsertakan dua buah kapal layar kelas Platu-25. Kedua kapal layar dengan nama Srikandi dan Arjuna. Pada lomba layar Strait Reggatta tahun ini prestasi yang diperlihatkan cukup memukau bagi para penonton mengingat pada
race kelima dari tujuh race yang dilombakan kapal layar Arjuna dan Srikandi sempat memimpin pada posisi terdepan mengungguli juara dunia sebelumnya, namun memasuki race ketujuh pimpinan diambil alih oleh tuan rumah Singapura hingga memasuki finis, sementara kapal Arjuna menempati urutan ketiga. Olahraga layar memang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia yang merupakan negara kepulauan, namun olahraga tersebut mengalami penurunan prestasi dikancah internasional, olahraga ini membutuhkan fisik yang kuat, mental, keterampilan, dan teknik untuk menguasai angin dan ombak sehingga olahraga ini memerlukan ketelitian, keberanian dan disiplin
serta mampu membaca situasi alam khususnya angin dan ombak yang menjadi modal utama dalam olahraga ini. Saat bincang-bincang dengan Cakrawala, pelatih Srikandi Laut Koarmabar Lettu Laut (P) Marjoko Utomo yang seharihari berdinas sebagai Perwira Satuan Kapal Bantu Koarmabar mengatakan, bahwa keberhasilan yang dicapai tim ini tentu tidak lain adanya semangat dan kerja keras dari setiap atlet walau dengan persiapan yang sangat minim kami tetap optimis untuk tampil dengan baik, di samping itu kami pun menyadari bahwa untuk mempersiapkan tim ini tidak mudah, mengingat para atlet semuanya bekerja melakukan tugas pada pagi hari, sehingga praktis hanya memanfaatkan waktu pada sore hari sehabis jam kerja, juga dengan peralatan yang terbatas. Saat menjelang keberangkatan ke Singapura penambahan waktu latihan kami tingkatkan pagi dan sore hari di Pondok Dayung. Peningkatan teknik dan kerja sama serta kepekaan membaca situasi medan (arah angin) dan semangat juang bagi setiap atlet terus dilakukan dan ini sangat membantu para atlet dengan penambahan jam latihan. Lebih lanjut dikatakan, bahwa event Regatta tahun ini sangat bermanfaat bagi atlet
TNI mengingat pada bulan Juni dan Juli tahun ini akan dilaksanakan anjang internasional lomba layar di Norwegia dan Olimpiade Militer tahun 2015 di Korea, sehingga harapan kami tentu segala kekurangan pada tim ini akan dijadikan bahan evaluasi bagi tim dalam meningkatkan prestasi dimasa yang akan datang. “Untuk mempersiapkan tim tidak berlebihan bila sejak dini sudah disiapkan, dan berharap adanya perhatian dukungan dari pihakpihak yang berkompeten dalam menyiapkan tim layar”, ujar Marjoko. Sementara itu atlet Serda Siti Mudawwamah yang mewakili rekan-rekannya mengatakan, pengalaman merupakan pelajaran dan guru terbaik, di mana kita dapat mengukur kemampuan kita dengan orang lain dan menyadari kekurangan yang ada pada diri kita. Keberhasilan ini tentu merupakan rahmat Tuhan bagi kami. Oleh karena itu kami menyadari akan kesiapan kami serta pengalaman sangat minim, sehingga keberhasilan ini patut disyukuri pada Tuhan, melalui event ini sungguh sangat berarti bagi kami dapat menimba ilmu dan pengalaman bertanding bersama atletatlet luar negeri sekaligus memacu kami untuk mempersiapkan diri
menghadapi event-event berikutnya. Kata Siti yang berdinas pada Diskes Armabar. Kesiapan tim Layar Indonesia pada event-event bergengsi yang akan digelar tahun 2013 ini tentu sudah saatnya diberi perhatian oleh institusi terkait, mengingat tim layar Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata. Apakah keberhasilan yang telah diraih ini kita biarkan sebagai seremonial saja atau kita melihat bahwa ini suatu prestasi yang membanggakan dan mengharumkan nama bangsa di mata dunia. Semua ini bergantung pada kita untuk menyingkapinya. Keberhasilan tidak dengan mimpi namun keberhasilan atau prestasi senantiasa diraih dengan kerja keras dan semangat pantang menyerah. Pengalaman yang sudah ditorehkan atlet kita, hendaknya menjadi pemicu bagi kita untuk bangkit menjadi negara yang disegani pada olahraga perairan. Bravo srikandi-srikandi laut dan tetap semangat.© Letkol Laut (KH) Hendra Pakan.
Cakrawala Edisi 416 Tahun 2013
75