PENGANTAR REDAKSI Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-
Nya jualah, Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah (P2TK Dikmen) dapat menerbitkan Jurnal PTK Dikmen Volume 1, Nomor 1, April 2011 tepat pada waktu yang telah direncanakan. Tujuan penerbitan jurnal ini adalah untuk menyebarluaskan hasil-hasil penelitian dan opini tentang pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan menengah. Dengan berbagi informasi antar penulis, pembaca, dan pembuat kebijakan diharapkan terjadi pertukaran informasi antar penulis, pembaca, dan pembuat kebijakan dalam rangka pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan menengah secara berkesinambungan. Jurnal ini diawali oleh artikel Cut Zahri Harun dari hasil penelitian tentang sertifikasi guru dalam penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan. Hasil penelitian menemukan: (1)Provinsi Aceh telah siap untuk menerapkan UUGD sesuai dengan kualifikasi akademik dan kompetensi yang dipersyaratkan dalam program sertifikasi guru, dan (2) FKIP Unsyiah telah melaksanakan program sertifikasi guru dengan benar, sehingga masih banyak yang belum mencapai skor batas bawah kelulusan. Selanjutnya, Bambang Sigit Widodo menulis artikel yang berjudul, “Pentingnya Kualitas Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengelola Sekolah Bertaraf Internasional.” Bambang Sigit Widodo akhirnya menyimpulkan bahwa tidak ada sekolah yang berhasil tanpa adanya kepemimpinan kepala sekolah yang baik. Kualitas kepemimpinan yang dimiliki kepala sekolah sangat berpengaruh bagi penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional. Banyak hal yang menjadi tantangan dan kendala dalam penyelenggaraan SBI, untuk itu diperlukan kualitas kepemimpinan yang kuat yang mampu menyesuaikan dengan situasi sekolah. Berikutnya, Wandy Praginda menulis artikel berjudul, “Membangun Keyakinan untuk Meningkatkan Kualitas Kompetensi Kepribadian dan Sosial Tenaga Laboran IPA.” Ia akhirnya sampai pada simpulan bahwa laboran yang memiliki keyakinan positif akan menjadikan laboran yang berkepribadian. Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik yang menentukan perilaku dan pemikiran indvidu secara khas. Kepribadian akan mempengaruhi cara berpikir, yang selanjutnya termanifestasikan dalam tutur kata dan perilaku sebagai tenaga laboran. Kemudian, M. Syahnan H. R.A. Dasuki menulis artikel dengan judul, “Persepsi dan Motivasi Kepala Sekolah dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan di Sekolah.” Ia menyimpulkan bahwa kepala sekolah hendaknya lebih memahami dan mengerti atau termotivasi untuk memajukan sekolahnya, apakah stimulus yang diperolehnya tentang dunia pendidikan itu berjalan baik atau tidak. Hamida Syari Harahap menyumbangkan artikelnya yang berjudul, “Citra dan Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Menjalankan Kebijaksanaan.” Ia menyimpulkan bahwa Permasalahan di lembaga pendidikan sangat rentan dengan masalah pencitraan. Citra dan kepemimpinan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan karena kepeminpinan yang baik adalah kepemimpinan yang dilandasi rasa tanggungjawab dan kepemimpinan yang bijaksana adalah kepemimpinan yang dimana dalam pengambilan kebijaksanaan tidak sepihak tapi juga harus berdasarkan i
kesepakatan bersama yakni antara kepala sekolah dengan para stakeholder-nya untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul baik di internal sekolah maupun eksternal sekolah. Artikel berikutnya ditulis oleh YookeTjuparmah S. Komaruddin dan Rudi Susilana dengan judul, “Kualifikasi dan Kompetensi Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah.” Mereka berdua menyimpulkan sebagai berikut. (1) Dari sejumlah sarana dan prasarana pendidikan yang harus dimiliki, keberadaan perpustakaan adalah salah satu standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap sekolah/madrasah di Indonesia. (2) Setiap sekolah/madrasah harus memiliki perpustakaan sebagai unsur pendukung yang mengelola berbagai sumber belajar untuk kepentingan pembelajaran, baik untuk guru maupun siswa. (3) Setiap sekolah/madrasah yang telah memiliki perpustakaan wajib memiliki tenaga pengelola perpustakaan, setidaknya tenaga perpustakaan yang diangkat dengan mempertimbangkan persyaratan kualifikasi dan kompetensi tertentu. (4) Kepemilikan perpustakaan dan tenaga pengelola perpustakaan di sekolah/madrasah harus dapat terpenuhi selambat-lambatnya pada Juni 2013 atau 5 (lima) tahun setelah peraturan tentang hal tersebut ditetapkan. Selanjutnya, Rugaiyah menulis artikel dengan judul, “Pengembangan Kompetensi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.” Rugaiyah sampai pada simpulan bahwa pengembangan kompetensi kepala sekolah dilakukan dalam dua tahap yaitu pada tahap pra menjabat kepala sekolah yang diawali perekrutan dan penseleksian calon serta pemenuhan kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah sesuai Pemendiknas No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Kedua pada on-the job pada saat memegang jabatan kepala sekolah yang dilakukan melalui organisasi asosiasi kepala sekolah, pembinaan dari dinas dan kesadaran untuk pengembangan diri yang terus menerus. Dengan pemimpin sekolah yang kompeten maka akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan. Jurnal ini ditutup dengan artikel Rusdiana dengan judul, “Kompetensi Komunikasi Kepala Sekolah di Internal Publik Organisasi Sekolah.” Rusdiana menyimpulkan bahwa gaya komunikasi adalah suatu kekhasan, berbeda atau ciri-ciri mode, tata cara atau cara ekspresi dan tanggapan yang menunjukkan kemampuan atau kompetensi komunikasi kepala sekolah dalam melakukan interaksi dengan lingkup internalnya. Kemampuan kepala sekolah dalam berkomunikasi dapat dilihat dari berbagai faktor yakni kredibilitas, daya tarik, kekuasaan atau kekuatan. Semoga dengan terbitnya jurnal ini dapat memberikan inspirasi bagi pembaca dalam upaya-upaya meningkatkan mutu pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan menengah yang pada gilirannya diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan kita. Akhirnya, kami sangat menantikan saran-saran yang konstruktif untuk menyempurnakan jurnal ini. Redaksi
SERTIFIKASI GURU DALAM PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN (Penelitian pada Guru SMA Negeri Provinsi Aceh) Cut Zahri Harun Dosen Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Syiah Kuala Abstrak Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Guru SMA Negeri Provinsi Aceh yang disertifikasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru SMA Provinsi Aceh yang telah memiliki kualifikasi akademik S1/ D4 untuk Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah sebanyak 39%, hal ini merupakan syarat pertama dan utama untuk dapat mengikuti proram sertifikasi guru dalam jabatan, sebelum keluar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru yang dimuat dalam pasal 66, bahwa: bagi guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1 atau D4 untuk memperoleh sertifikat pendidik apabila sudah: (a) mencapai usia 50 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 tahun sebagai guru, dan (b) mempunyai golongan IVa. FKIP Unsyiah telah melaksanakan tugas dengan baik, sebagai asesor dan instuktur Pendidikan Latihan Profesi Guru. Kata Kunci: Sertifikasi, Guru, Kualifikasi Akademik. PENDAHULUAN
24 September 2004 tentang persetujuan Prakarsa RUU tentang Guru. Setelah terbentuk RUU tersebut, pada mulanya terbatas pada jenjang pendidikan dasar dan menengah saja. Masalah tersebut belum tuntas dibahas karena masa bakti DPR RI periode tersebut berakhir pada tanggal 30 September 2004.
Undang-Undang (UU) lahir dari perjuangan panjang di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Salah satu UU yang sangat menggemparkan dunia pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, selanjutnya disebut UUGD. Sejarah lahirnya UUGD tersebut sebagai suatu kebijakan penting dalam dunia pendidikan yang muncul dari usulan DPR RI, bermula dari Rancangan Undang-Undang Guru (RUU Guru) hasil perjuangan panjang Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dalam upaya menyalurkan aspirasi guru di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada medio 2004, DPR RI periode 20042009 pun terbentuk dan melanjutkan RUU tersebut melalui Komisi X (Badan Pendidikan Nasional, Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga) yang kemudian disempurnakan menjadi RUU Guru dan Dosen dengan pertimbangan agar RUU tersebut mencakup seluruh jenjang pendidikan, yaitu: mulai pada anak usia dini, jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah, dan jenjang pendidikan tinggi.
RUU Guru tersebut diajukan ke Badan Legislasi DPR RI periode 1999-2004 yang diperkuat dengan surat Nomor B. 270 tanggal ii
Dalam upaya menuntaskan RUU tersebut menjadi UU, dibentuk Panitia Kerja (Panja), 1
melalui bahasan secara intensif hasil Panja diterima secara aklamasi dalam Sidang Paripurna DPR RI pada tanggal 17 Mei 2005. Selanjutnya ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia melalui Surat Nomor 53/Pres/8/2005 tanggal 25 Agustus 2005, dalam menangani masalah ini, secara resmi Presiden RI menunjuk Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) untuk mewakili Pemerintah RI, akhirnya pada medio tahun 2005 keluarlah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ”apakah Provinsi Aceh telah siap dalam melaksanakan sertifikasi guru dalam penerapan UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 dan apakah FKIP Unsyiah telah melaksanakan tugas sebagai dengan baik, sebagai asesor portofolio dan instruktur Pendidikan dan Latihan Profesi Guru? TINJAUAN PUSTAKA Landasan Yuridis Kualifikasi Akademik, Kompetensi, dan Sertifikasi Guru
UUGD telah lahir pada tahun 2005, hingga pada awal tahun 2006 belum diaplikasikan di lapangan. Medio 2006 mulai dipukul genderang sertifikasi guru, salah satu bab dari UUGD yang sangat menggemparkan dan akan membawa perubahan dalam peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan penghasilan guru adalah bab IV: tentang Guru dalam memenuhi: Kualifikasi Akademik, Kompetensi, dan Sertifikasi. Mengingat sejarah yang panjang dan dana yang tidak sedikit dikeluarkan oleh Pemerintah dalam melahirkan UUGD, maka peneliti berkeinginan untuk meneliti dengan judul Sertifikasi Guru sebagai Aplikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan (Penelitian pada Guru SMA Negeri Provinsi Aceh).
Keluarnya sebuah Undang-Undang baru, tentunya dilandasi oleh Undang-Undang sebelumnya. Berbicara masalah pendidikan, sejak berdirinya Republik ini, pendiri Republik telah menetapkan sebuah UndangUndang yang merupakan salah satu syarat untuk menyokong sebuah negara. UndangUndang pertama yang dilahirkan adalah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD (1945: 23) berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:9) menetapkan bahwa ”lembaga pendidikan formal diatur melalui tiga jenjang, yaitu: Jenjang Pendidikan Dasar, Jenjang Pendidikan Menengah, dan Jenjang Pendidikan Tinggi”. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil data pada Jenjang Pendidikan Menengah saja yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA).
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional ditetapkan dalam pasal 3 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:5) bahwa ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan pengetahuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”
Sebelum lahirnya UUGD, telah lahir Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang didahului oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ditetapkan pada Bab IV pasal 42 UU Nomor 20 (2003:21) menyatakan, ”Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar...”. 2
Secara yuridis, di samping Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 di atas, sertifikasi guru ini ditekankan dalam UUGD (2005: 6) pasal 1 ayat (11) bahwa ”sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen, dilanjutkan dengan ayat (12) bahwa sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
adalah “anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu” (UU Nomor 20 Tahun 2003: 3). Guru adalah pendidik profesional, hal ini ditetapkan dalam Pasal 1 UUGD (2005: 4) bahwa “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru adalah sumber daya manusia (SDM), berbicara masalah SDM, terutama guru, dalam bekerja dituntut harus profesional, Wahab (2004: 264) mengemukakan bahwa Nabi Besar Muhammad Saw bersabda: “apabila telah disia-siakan akan amanah, maka tunggulah saat kehancuran akan tiba”. Lalu ada yang bertanya, Ya Rasulullah, apakah yang disebutkan menyia-nyiakan akan amanah itu? Nabi Besar Muhammad Saw menjawab “apabila diserahkan untuk melaksanakan sesuatu urusan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggu sajalah saat kebinasaannya” (Hadis Riwayat Bukhari). Pengertian profesional itu adalah ahli di bidangnya, hal ini sesuai dengan ungkapan Harun (2009: 14) bahwa profesional merujuk kepada dua hal, yaitu: (1) orang yang menyandang profesi dalam bekerja melahirkan pelayanan yang berkeahlian khusus, dan (2) penampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
Melalui landasan yuridis tersebut di atas, terlihat bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan secara terus-menerus dilaksanakan oleh Pemerintah. Hal ini tampak sejak Perencanaan Jangka Panjang I (PJP I) yang digulir dalam empat tema pokok, yaitu: (1) Pemerataan Pendidikan, (2) Peningkatan Mutu Pendidikan, (3) Relevansi Pendidikan, dan (4) Efisiensi Pengelolaan Pendidikan. Pada tahun 2005, tema tersebut di atas direvisi melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2005 tentang Rencana Strategis (Renstra) Depdiknas 2005-2009 (2005: 18) dituangkan dalam tiga tema besar, yaitu: (1) Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan, (2) Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing, dan (3) Peningkatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Citra Publik. Berbagai tema telah diusung Pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:6) menegaskan dalam pasal 5 ayat (1) bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Permasalahan mutu pendidikan dapat dilakukan mulai dari peningkatan mutu guru karena guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama: mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (UUGD 2005:4). Peserta didik
Berikut secara runtun diurutkan beberapa landasan hukum dalam upaya peningkatan mutu guru, terutama yang menyangkut masalah sertifikasi guru, selama hampir satu dasawarsa terakhir, baik sebelum maupun sesudah UUGD ditetapkan, yaitu: (1) Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 21) pasal 42, yaitu: ayat (1) pendidik harus 3
memiliki kualifikasi minimun dan sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional, dan ayat (2) pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi. (2) Undang-Undang Nomor 14 tentang Guru dan Dosen (2005:9) Bab IV tentang Guru dalam memenuhi: Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi, yaitu: (a) Pasal 8: Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional; (b) Pasal 9: Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat; dan (c) Pasal 10: Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi: Kompetensi Paedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional. (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan (2005:26) dalam pasal 28 ayat (3) menetapkan bahwa “kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini, meliputi: (a) Kompetensi Paedagogik, (b) Kompetensi Kepribadian, (c) Kompetensi Sosial dan (d) Kompetensi Profesional”. (4) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 (2005: 1) tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik. (5) Permendiknas Nomor 32 Tahun 2005 tentang Rencana Strategis Depdiknas. (6) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 (2007: 1) tentang Sertifikasi
bagi Guru dalam Jabatan. (7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. (8). Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014. Gaung sertifikasi telah didengungkan sejak ditetapkan pada tahun 2005, berbagai bendera telah dikibarkan di berbagai penjuru republik ini. Seminar-seminar, workshop, dan lokakarya selalu diadakan sembari melakukan sosialisasi. Visi Departemen Pendidikan Nasional Permendiknas Nomor 32 tentang Renstra Depdiknas 2005-2009 (2005: 9) adalah: “terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”. Sejalan dengan visi tersebut, Depdiknas berhasrat pada tahun 2025 menghasilkan INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPETITIF (Insan Kamil/Insan Paripurna). Visi tersebut di atas, akan dapat dicapai melalui misi yang dijalankan oleh suatu organisasi, oleh karenanya, Depdiknas menetapkan misi pendidikan sebagaimana dituangkan dalam Permendiknas Nomor 32 Tahun 2005 tentang Renstra Depdiknas 2005-2009 (2005: 12) adalah sebagai berikut: (1) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia. (2) Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar. (3) Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral. 4
(4) Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global. (5) Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagi negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Korea Selatan, sertifikasi guru bukanlah hal yang baru, bahkan di negara tetangga Indonesia, seperti Singapura, sertifikasi guru sudah dikenal sejak lama. Hal ini sebagaimana dikemukakan Samani, dkk. (2006: 32) bahwa tujuan sertifikasi guru di Singapura, paling sedikit mempunyai dua tujuan, yaitu: ”(1) untuk memperoleh penghargaan bagi guru yang bagus atau guru yang efektif sehingga memperoleh kenaikan gaji melalui jalur threshold dan (2) untuk pengembangan diri guru sebagai pengajar profesional tanpa dibebani tugas manajemen yang dilakukan melalui jalur sertifikasi lanjutan yang dikenal dengan “the Advanced Skills Teacher”.
Dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) 20112015 dari 11 prioritas pembangunan di Indonesia, Pendidikan mendapat prioritas kedua, setelah Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola, dengan tema prioritas adalah: ”peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien menuju terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter bangsa yang kuat”.
Pengertian, Fungsi, dan Penilaian Portofolio dalam Sertifikasi Guru Istilah portofolio banyak digunakan dalam berbagai bidang. Depdiknas (2008: 1) memberi arti bahwa ”portofolio sebagai sekumpulan informasi pribadi yang merupakan catatan dan dokumentasi atas pencapaian prestasi seseorang dalam pendidikannya”. Dalam konteks sertifikasi guru, portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya atau berprestasi yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu.
Dalam komponen sistem pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan mendapat urutan pertama melalui strategi umum, yaitu: ”penyediaan tenaga pendidik berkompeten yang merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota”. Angka Parsisipasi Kasar (APK) tingkat SMA, meningkat dari 69% menjadi 85%. Pengertian Sertifikasi Guru
Dokumen tersebut, terkait dengan pengalaman, karya, dan prestasi selama guru yang bersangkutan menjalankan peran sebagai agen pembelajaran. Keefektifan pelaksanaan peran sebagai agen pembelajaran tergantung pada tingkat kompetensi guru yang bersangkutan, yang mencakup kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Trianto & Titik (2007: 11) mengemukakan bahwa istilah sertifikasi dalam makna kamus berarti surat keterangan (sertifikat) dari lembaga yang berwenang yang diberikan kepada jenis profesi dan sekaligus pernyataan (lisensi) terhadap kelayakan profesi untuk melaksanakan tugas. Bagi guru, agar dianggap layak dalam melaksanakan tugas dalam profesinya sebagai pendidik, maka ia harus memiliki sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik tersebut diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. 5
TUJUAN PENELITIAN
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 pada Guru SMA Negeri Provinsi Aceh.
calon asesor yang lulus seleksi diberi Surat Keputusan (SK) dari Ditjen Dikti Kemdiknas
Tabel 1. Etika Asesor Sertifikasi Guru
Hasil Penelitian Fungsi portofolio dalam sertifikasi guru dalam jabatan adalah untuk menilai kompetensi guru sebagai agen pembelajaran. Kompetensi paedagogik dinilai melalui: dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial dinilai melalui: dokumen penilaian dari atasan dan pengawas. Sedangkan kompetensi profesional dinilai melalui: dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, prestasi akademik, dan karya pengembangan profesi.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi Penelitian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala beralamat di Darussalam-Banda Aceh (Provinsi Aceh) 23111, sebagai Pelaksana Sertifikasi Guru Rayon 1 yang ditunjuk oleh Dirjendikti. FKIP Unsyiah adalah salah satu LPTK yang mempunyai peran sentral dan utama dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan sumber daya manusia (SDM) di Provinsi Aceh khususnya dan Indonesia umumnya, terutama mutu guru dengan misi menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas untuk menghasilkan lulusan yang unggul dan berdaya saing tinggi, beriman dan bertaqwa, berbudi luhur dan berakhlak mulia, cinta tanah air, berdedikasi tinggi, dan bertanggung jawab (Panduan FKIP Unsyiah 2007:3).
Penilaian portofolio dilakukan oleh asesor dari Perguruan Tinggi yang ditunjuk oleh Kemdiknas dan harus memiliki etika yang ditetapkan oleh Kemdiknas (dalam hal ini Ditjen Pendidikan Tinggi). Skor minimal kelulusan adalah 850. Jika peserta belum mencapai skor minimal, misalnya hanya mencapai 841-849 harus melengkapi kekurangan tersebut. Kurang dari 841, peserta harus mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) yang diatur oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjendikti) yang diakhiri dengan uji kompetensi. Peserta yang lulus PLPG, akan memperoleh Sertifikat Pendidik yang sama dengan peserta yang lulus portofolio. Jika tidak lulus dapat diulang PLPG sebanyak dua kali. Setelah dua kali PLPG juga belum lulus, akan dikembalikan ke Dispendik/Kandepag Kabupaten/Kota untuk dibina.
Responden Responden yang menjadi subjek penelitian ini adalah: Panitia, asesor, dan guruguru, baik telah lulus sertifikasi maupun yang belum lulus serrtifikasi (mengikuti Pendidikan Latihan Profesi Guru /PLPG) di FKIP Unsyiah. Instrumen Pengumpul Data Untuk memperoleh data di lapangan, dalam upaya melengkapi data melalui studi kepustakaan, peneliti menggunakan pedoman wawancara, yang diajukan kepada responden.
Sebelum menjadi asesor, calon asesor dosen dari Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan Program Calon Guru atau Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK), termasuk dosen FKIP Unsyiah, diseleksi terlebih dahulu, 6
dengan menetapkan tujuh etika sebagaimana disebut dalam tabel di bawah ini.
No.
Sapta Etika Asesor Sertifikasi Guru
1.
Menaati segala peraturan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
2.
Menilai kompetensi guru melalui dokumen portofolio secara objektif dan profesional serta melaporkan hasilnya hanya kepada yang berwenang.
3.
Menjaga rahasia negara, rahasia jabatan, dan rahasia pihak yang dinilai.
4.
Menjaga nama baik dan wibawa asesor serta lembaga sertifikasi guru.
5.
Berpenampilan sopan dan rapi serta bertutur kata santun.
6.
Tidak menerima sesuatu apapun dari pihak yang dinilai, atau patut diduga berhubungan dengan pihak yang dinilai, yang dapat mempengaruhi keputusan profesionalnya sebagai asesor. Tidak memiliki dan/atau ikut memiliki, dan/atau mempunyai hubungan kerja dalam bentuk apapun dengan lembaga bimbingan belajar berkaitan dengan sertifikasi guru.
7.
Sumber: Depdiknas (2008:8) Komponen yang Dinilai
portofolio dapat memberikan satu atau lebih kompetensi guru peserta sertifikasi, dan secara akumulatif dari sebagian atau keseluruhan komponen portofolio merefleksikan keempat kompetensi guru yang bersangkutan. Pemetaan kesepuluh komponen portofolio dalam konteks kompetensi guru dapat disajikan dalam tabel di bawah ini.
Penilaian portofolio guru adalah penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan rekam jejak prestasi guru dalam menjalankan tugasnya sebagai agen pembelajaran, sebagai dasar untuk menentukan tingkat profesionalitas guru yang bersangkutan. Portofolio guru terdiri atas 10 komponen merupakan refleksi dari empat kompetensi guru. Setiap komponen Tabel 2. Pemetaan Komponen Kompetensi Guru yang Dinilai No
Komponen Portofolio
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 9
Kualifikasi Akademik Diklat Pengalaman Mengajar Perencanaan & Pelaksanaan Pembelajaran Penilaian dari atasan dan Pengawas Prestasi Akademik Karya Pengembangan Profesi Keikutsertaan dalam Forum Ilmiah Pengalaman menjadi pengurus Organisasi di Bidang Kependidikan dan Sosial Pengahargaan yang Relevan dengan Bidang Pendidikan
10
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi Kepribadian
√ √ √ √
√
√
√
√ √
√ √ √ √
Sumber: Depdiknas (2008:3) 7
Kompetensi Sosial
√
√ √
Kompetensi Profesional
√ √ √ √ √ √ √
√
Lembaga Sertifikasi Guru dan Kesiapan Provinsi Aceh dalam Program Sertifikasi Guru
Provinsi Aceh adalah salah satu provinsi di ujung paling barat RI, di provinsi ini terletak kilo meter nolnya RI. Undang-Undang Nomor 11 tentang Pemerintahan Aceh (2006: 5) Pasal 1 menetapkan bahwa ”Aceh adalah sebuah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip NKRI berdasarkan UUD 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur”.
Permendiknas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan (2007: 2) Pasal 4 menetapkan ”sertifikasi diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan dan ditunjuk oleh Menteri Pendidikan Nasional. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unsyiah adalah salah satu perguruan tinggi yang melaksanakan sertifikasi guru di Provinsi Aceh”. FKIP berada di bawah naungan Unsyiah sebagai jantung hati rakyat Aceh.
Sebagaimana provinsi lainnya di NKRI, provinsi Aceh juga mempunyai beberapa Instansi Vertikal sesuai dengan bidang tugas. Dalam kaitan tulisan ini, instansi yang mengurus bidang pendidikan adalah Dinas Pendidikan Propinsi/Kabupaten/Kota dan Kecamatan. UU Nomor 11 tentang Pemerintahan Aceh (2006:132) Pasal 215 ayat (1) menetapkan, ”Pendidikan yang diselenggarakan di Aceh merupakan satu kesatuan dengan sistem pendidikan nasional yang sesuai dengan karakteristik, potensi, dan kebutuhan masyarakat.” Unsur ke-10 (portofolio) bagi guru yang melaksanakan tugas di daerah khusus (terpencil, konflik, bencana dan lain-lain) diberi skor 10 pertahun (Depdiknas 2008:51). Hal ini membuktikan komitmen Pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan yang adil dan merata.
FKIP Unsyiah didirikan pada tahun 1961 dengan SK Menteri PTIP Nomor 9/1961 tanggal 20 Juni 1961. Pembukaannya bertepatan dengan hari jadi Universitas Syiah Kuala tanggal 2 September 1962, pada akhirnya tanggal 2 September dijadikan Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) Provinsi Aceh. Setelah mengalami perkembangan dan perjalanan yang panjang, FKIP Unsyiah sekarang ini dilandasi dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0534/0/1983 tanggal 8-12-1983. Sejak diberlakukan UUGD dalam memenuhi: Kualifikasi Akademik, Kompetensi, dan Sertifikasi yang menjadi bahasan dalam penelitian ini, FKIP Unsyiah dipercayakan untuk melaksanakan Program Sertifikasi Guru dalam Jabatan Rayon 1, baik melalui portofolio dan PLPG, maupun melalui Jalur Pendidikan. Sampai saat ini, FKIP Unsyiah menyelenggarakan enam Jurusan dengan 13 Program Studi Strata 1 (S1), dan Program PGSD.
Kesiapan Provinsi Aceh dalam Menerapkan UUGD Sesuai dengan Perda Nomor 6 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2002 tentang Qanun Pendidikan (Renstra Pendidikan Aceh Tahun 2007-2012: 39) tentang pendidikan yang dikembangkan di Provinsi Aceh ialah sistem pendidikan nasional yang bersifat Islami, yaitu sistem pendidikan yang berdasarkan Al Quran dan Al Hadis, nilai-nilai sosial budaya
FKIP Unsyiah mempunyai visi, ”Mewujudkan FKIP Unsyiah menjadi LPTK yang unggul dan menjadi rujukan dalam mengembangkan bidang pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki standar kompetensi sebagai pendidik dan tenaga kependidikan.” 8
masyarakat Aceh, dan filsafat hidup bangsa Indonesia.
dan jenis pendidikan. Oleh sebab itu, salah satu prioritas kebijakan dalam Renstra Pendidikan Aceh adalah memantapkan dan mengembangkan sistem pendidikan yang bersifat Islam (Renstra Aceh, 2007: 41).
Nilai-nilai Islami menjadi roh bagi Sisdiknas yang diterapkan di Provinsi Aceh yang menjiwai semua unsur dan aspek pendidikan yang berlangsung di semua jalur, jenjang, Tabel 3. Kesiapan Provinsi Aceh terhadap Sertifikasi Guru Berstatus Negeri Per Kabupaten/Kota berdasarkan Kualifikasi Akademik No.
Kabupeten/Kota
1
Kab. Aceh Besar
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Kab. Pidie Kab. Aceh Utara Kab. Aceh Timur Kab. Aceh Tengah Kab. Aceh Barat Kab. Aceh Selatan Kab. A. Tenggara Kab. Simelue Kab. Bireuen Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Tamiang Kab. Gayo Lues Kab. Nagan Raya Kab. A. Barat Daya Kab. Aceh Jaya Kab. Bener Meriah Kota Sabang Kota Banda Aceh Kota Lhokseumawe Kota Langsa JUMLAH
1.609
1.185
2
% Memenuhi Kualifikasi Akademik 42
1.420 4.105 2.790 1.020 1.139 1.823 1.704 228 5.671 186 1.046 604 909 797 700 650 330 1.725 1.488 812 30.756
1.125 2.255 1.248 754 783 700 816 306 2.347 322 440 402 276 603 240 290 333 1.033 1.265 1.301 18.024
3 5 1 4 0 0 0 0 2 0 1 0 0 0 2 0 1 9 4 8 42
37 36 31 43 41 30 32 57 29 63 30 40 23 43 26 31 51 38 46 62 37
Di bawah S1
9
S1
S2
Tabel 4. Hasil Penilaian Portofolio Guru SMA Se-Provinsi Aceh Kuota 2007 Tahap I dan II No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Program Studi Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Biologi BKS Ekonomi Fisika Geografi Kesenian Kimia Komputer Matematika Pend Agama Islam Penjaskes PKK PPKn Sejarah Sosiologi Jumlah
Lulus 44 30 47 5 27 30 9 1 24 0 56 1 9 0 23 24 13 343
DPG 50 14 11 25 37 12 3 2 22 1 21 0 7 2 30 19 22 277
MPF 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 3
Jumlah 94 44 58 30 64 42 14 3 46 1 77 1 16 2 54 43 35 623
% Lulus 46% 68% 81% 17% 42% 71% 64% 33% 52% 0% 73% 100% 56% 0% 43% 56% 37% 56%
Sumber: FKIP Unsyiah (2007:1) MPF = Melengkapi Portofolio MPG= Mengikuti Diklat Profesi Guru
PEMBAHASAN
Provinsi Aceh adalah salah satu provinsi yang berada dalam wilayah NKRI. Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas Pendidikan, telah siap untuk melaksanakan UUGD, mencakup (1) Kualifikasi Akademik, (2) Kompetensi, dan (3) Sertifikasi.
Landasan yuridis sertifikasi guru adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mencakup: Kualifikasi Akademik, Kompetensi, dan Sertifikasi. Peningkatan mutu pendidikan diterapkan melalui peningkatan mutu guru, guru yang bermutu akan berdampak kepada pendidikan yang bemutu. Peningkatan mutu pendidikan melalui mutu guru adalah sasaran Permendiknas Nomor 32 tentang Renstra Depdiknas 2005-2012 (2005:23), yaitu: peningkatan mutu dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional berbunyi: “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.”
Kualifikasi Akademik Kualifikasi akademik merupakan poin pertama dalam pemetaan komponen portofolio, yang merupakan persyaratan utama untuk dapat mengikuti program sertifikasi guru dalam jabatan. Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan adalah ijazah minimal yang dimiliki oleh guru, yaitu: Sarjana (S1) dan Diploma IV (D-IV), dengan kata lain, jika guru belum memiliki kualifikasi akademik S1/D4, maka guru tersebut tidak berhak 10
Kompetensi
untuk mengikuti program sertifikasi guru. Namun, setelah keluar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, maka ditetapkan dalam pasal 66, bahwa: “dalam waktu lima tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Guru dalam jabatan yang belum memenuhi Kualifikasi Akademik S1 atau D-IV, dapat mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik apabila: (a) mencapai usia 50 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 tahun sebagai guru, atau (b) mempunyai golongan IV/a, atau mempunyai angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a.
Sesuai dengan UUGD (2005: 9) pasal 10 bahwa ”kompetensi yang dimiliki oleh guru adalah: (1) Kompetensi Paedagogik, (2) Kompetensi Kepribadian, (3) Kompetensi Sosial, dan (4) Kompetensi Profesional. Keempat kompetensi tersebut sangat mendukung sertifikasi guru, bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk memenuhi kompetensi bagi guru, digunakan sebagai kriteria penilaian melalui portofolio untuk memberi sertifikat pendidik kepada guru yang lulus sertifikasi. Umumnya, yang kurang dipenuhi oleh guru adalah poin 7 yaitu Karya Pengembangan Profesi, untuk memenuhi kompetensi paedagogik dan kompetensi profesional. Upaya mencapai efektivitas dalam berbuat yang benar telah dilaksanakan oleh FKIP Unsyiah, sehingga masih banyak yang belum mencapai kompetensi yang diharapkan sebanyak 44%. Kreasi alternatif telah diupayakan melalui PLPG dengan mengoptimalkan sumber-sumber, melalui sosialisasi ke Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota.
Guru di Provinsi Aceh yang telah memiliki kualifikasi akademik S1 dan D-IV untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, dari data yang diperoleh adalah sebanyak 39% untuk sekolah negeri, hal ini merupakan syarat pertama dan utama untuk mengikuti program sertifikasi guru dalam jabatan. Dalam hal ini, FKIP Unsyiah telah berbuat yang benar, yaitu guru-guru yang memiliki kualifikasi akademik S1 dan D-IV yang disertifikasi. Walaupun persentase yang mempunyai kualifikasi akademik S1 belum mencapai 50%, artinya masih banyak yang belum memiliki kualifikasi akademik sesuai dengan peraturan, namun Provinsi Aceh tetap siap untuk menyambut baik penerapan UUGD tersebut, dengan cara melaksanakan program penyetaraan, agar semua guru dapat memenuhi kualifikasi akademik yang ditetapkan, sehingga suatu waktu nanti semua guru bisa memperoleh haknya untuk mengikuti program sertifikasi guru dalam jabatan ini.
Sertifikasi Kedua poin terdahulu (kualifikasi akademik dan kompetensi) merupakan modal dasar dalam program sertifikasi guru dalam jabatan. Semua kegiatan guru diberi bobot sesuai dengan panduan penyusunan portofolio yang dikeluarkan oleh Depdiknas melalui Dirjendikti. Dalam menganalisis penerapan UUGD, FKIP Unsyiah sebagai salah satu LPTK yang ditugaskan untuk melaksanakan sertifikasi guru di Indonesia, telah melaksanakan tugas sesuai dengan rambu-rambu yang ditetapkan Ditjen Dikti Kemdiknas. Untuk kuota 2007 tahap I dan II, 343 orang (56%) yang mencapai batas kelulusan yaitu minimal skor 850, hanya 5 orang yang melengkapi portofolio (skor 841-849).
Dalam upaya mencapai efektivitas pelaksanaan UUGD ini, Provinsi Aceh dan FKIP Unsyiah telah berupaya untuk mengoptimalkan sumber-sumber yang ada, baik di Dinas Pendidikan NAD, maupun di FKIP Unsyiah.
11
FKIP Unsyiah telah melakukan PLPG (sebagai solusi alternatif) kepada guru-guru SMA yang belum mencapai batas minimal kelulusan (850) melalui portofolio sebanyak 44%. PLPG tersebut dilakukan sesuai dengan program studi masing-masing yang oleh instruktur dari dosen-dosen FKIP Unsyiah, sesuai dengan Surat keputusan dari Dirjen Dikti Kemdiknas.
2. Efektivitas tetap dijaga oleh FKIP Unsyiah, namun jika Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota kurang mengontrol sebelum portofolio di kirim ke Lembaga asesor, menyebabkan masih banyak yang gagal. Oleh karena itu, diharapkan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dapat membentuk tim untuk dapat memeriksa terlebih dahuhu berkas portofolio tersebut sehingga tidak banyak yang gagal (belum mencapai batas skor minimal).
FKIP Unsyiah telah memilih nara sumber yang bermutu (dosen-dosen yang telah lulus sertifikasi) dan minimal mempunyai kualifikasi S2 sebagai instruktur dalam pelaksanaan PLPG bagi guru-guru yang belum lulus dalam penilaian portofolio. Pada awalnya, guru-guru menganggap bahwa PLPG tersebut adalah suatu masalah yang menakutkan, tetapi akhirnya FKIP Unsyiah dapat merubah menjadi suatu yang menyenangkan.
DAFTAR RUJUKAN Ditjen Dikti. 2008. Sertifikasi Guru dalam Jabatan Buku 2. Jakarta: Dirjendikti Konsersium Sertifikasi Guru.
Simpulan 1. Provinsi Aceh telah siap untuk menerapkan UUGD sesuai dengan kualifikasi akademik dan kompetensi yang persyaratkan dalam program sertifikasi guru. 2. FKIP Unsyiah telah melaksanakan program sertifikasi guru dengan benar, sehingga masih banyak yang belum mencapai skor batas bawah kelulusan. Rekomendasi 1. Menilik hasil penilaian portofolio tahap I dan II tahun 2007 masih banyak yang belum bisa dinyatakan lulus dengan berbagai alasan, maka hendaknya pihak yang berwenang lebih gencar lagi mengadakan sosialisasi, bimbingan dan sebagainya dalam penyusunan portofolio guru, agar memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam panduan penyusunan portofolio, jangan terkesan asal jadi saja.
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Banda Aceh: Pemda. Peraturan Daerah Nomor 23 tentang Qanun Pendidikan. 2002. Banda Aceh: Pemda. Pemerintah Provinsi NAD dan Majelis Pendidikan Daerah NAD. 2007. Rencana Strategis Pendidikan Nanggroe Aceh Darussalam 2007-2012. Banda Aceh:Pemda NAD. Samani, M. dkk. 2006. Mengenal Sertifikasi Guru di Indonesia. Ttp: SIC dan APPI.
Harun, Cut Zahri. 2009. Manajemen Pendidikan. Banda Aceh: PPs Unsyiah.
Trianto & Titik Triwulan Tutik. 2007. Sertifikasi Guru dan Upaya Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi, dan Kesejahteraan. Surabaya: Prestasi Pustaka Publisher.
FKIP Unsyiah. 2007. Panduan Akademik FKIP Unsyiah. Banda Aceh.
Undang-Undang Dasar 1945 Amandemennya. Solo: Sendang Ilmu.
Panitia Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 1 Unsyiah. 2007. Hasil Penilaian Penilaian Portafolio Kuota 2006-2007 Nomor 020/Pan-SG Rayon 1/XII/2007 tanggal 2 Desember 2007. Banda Aceh: FKIP Unsyiah.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: CV. Eko Jaya.
Undang-Undang Nomor 11 tentang Pemerintahan Aceh. Jakarta: Yayasan Mata Uroe Nanggroe.
Depdiknas. 2008. Panduan Penyusunan Portofolio. Jakarta: Ditjen Dikti.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Permendiknas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: CV. Eko Jaya.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik. Jakarta: Depdiknas. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 tentang Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Jakarta: Depdiknas. 12
13
PENTINGNYA KUALITAS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENGELOLA SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI) Bambang Sigit Widodo Universitas Negeri Surabaya Abstract The education system in Indonesia is currently being prepared to give birth to a generation that will be able to compete in the international world. Schools that have an international standard is one of the government’s efforts to overcome the problems of education in this country. Developing and whether schools would not be separated from the quality of leadership of the school. In an international school principal certainly needed that is able to properly manage all of its potential. Thus the future international standard school hopes to be able to align with the schools located in developed countries, so it is not just a formality, while international practice in the field has not been down that way. Keywords: principal leadership, management of international schools PENDAHULUAN
anak didik kita berada di peringkat 34 dari 38 negara yang di teliti dan kemampuan IPA berada di peringkat 32 dari 38 negara yang diteliti.
Pendidikan di Indonesia terus berbenah mencari bentuk yang tepat dan sesuai dengan karakteristik kebangsaan dan filsafat pendidikan Indonesia. Perubahan yang sangat cepat dalam kehidupan masyarakat akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, berpengaruh besar terhadap tatanan pendidikan di Indonesia. Sementara itu globalisasi yang menuntut pada pemenuhan kualitas sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif masih menjadi tantangan terberat bangsa ini. Mengutip laporan UNDP berkaitan dengan Human Development Index (HDI) posisi Indonesia pada tahun 2011 berada urutan 124 dari 186 negara, yang artinya masih di bawah Vietnam, Filipina, Malaysia, Thailand, Brunei dan Singapura. Demikian juga dengan angka putus sekolah yang memprihatinkan, dan kemampuan membaca siswa SD tercatat terendah di antara negara-negara ASEAN. Hasil penelitian dari International Educational Echievement (IEE) menunjukkan posisi Indonesia berada di peringkat 38 dari 39 negara yang diteliti, di tingkat SMP kemampuan matematika
Fakta tentang pendidikan di Indonesia yang masih dalam kondisi tersebut memang menjadi persoalan serius yang harus dipecahkan. Langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah memang sematamata untuk meningkatkan mutu pendidikan, meskipun hasilnya masih belum tampak secara signifikan. Salah satu upaya untuk mengatasi persoalan peningkatan mutu pendidikan dan mutu lulusan adalah dengan meluncurkan program sekolah yang berstandar internasional. Munculnya sekolah bertaraf internasional tentunya menjadi harapan baru dan sekaligus juga tantangan bagi perbaikan pendidikan di Indonesia. Dalam pengelolaan sekolah bertaraf internasional tentunya masih memerlukan pembenahan dalam beberapa aspek seperti akreditasi sekolah, kurikulum, proses pembelajaran, penilaian, pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, dan pembiayaan. Untuk 14
mengelola SBI.
melakukan pembenahan tersebut tentunya sekolah harus memiliki kepala sekolah yang memiliki kepemimpinan yang berkualitas sehingga mampu untuk mengelola sekolah secara baik.
PEMBAHASAN Dasar Pelaksanaan SBI Sebenarnya program sekolah bertaraf internasional yang diselenggarakan pemerintah di latar belakangi oleh fenomena banyaknya sekolah yang menggunakan identitas internasional, namun belum ada payung hukum yang mengatur penyelenggaraan sekolah tersebut. Untuk itulah pemerintah mengatur dan merintis sekoalah berstandar internasional, disamping juga karena memang sudah saatnya diperlukannya sekolah sebagai pusat unggulan pendidikan (center of excellent) yang diakui secara internasional.
Salah satu kekuatan efektif untuk mengelola sekolah bertaraf internasional adalah kepemimpinan kepala sekolah yang tercermin dalam tindakan atau perilaku kepala sekolah yang mampu sebagai inovator dan memprakarsai pemikiran-pemikiran baru bagi pengembangan sekolah. Oleh sebab itu, kualitas kepemimpinan kepala sekolah sangat signifikan sebagai kunci keberhasilan sekolah. Penelitian Edmonds (1979) tentang sekolah yang berhasil di New York menunjukkan hasil bahwa tidak akan pernah dijumpai sekolah yang baik dipimpin oleh kepala sekolah yang mutunya rendah. Sekolah yang baik akan selalu memiliki kepala sekolah yang baik pula. Sekolah yang baik tentunya juga akan memiliki kepala sekolah yang berkualitas, yang selalu melakukan perbaikan-perbaikan dan menciptakan inovasi bagi pengembangan sekolah. Penelitian Edmonds memberikan gambaran bahwa faktor sekolah memberi konstribusi yang signifikan terhadap efektif atau tidak efektifnya suatu sekolah.
Dasar pelaksanaan sekolah bertaraf internasional adalah Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pada pasal 50 ayat 3 yang menyatakan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Kemudian dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 pasal 61 ayat 1, ”pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Dalam rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 juga disebutkan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan sekolah bertaraf internasional pada tingkat kabupaten/kota melalui kerja sama yang konsisten antara pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan untuk mengembangkan SD, SMP. SMA dan SMK yang bertaraf internasional. Selain dasar yuridis pelaksanaan sekolah bertaraf internasional juga dikarenakan tuntutan global yang
Kepala sekolah harus mampu menganalisis kebutuhan sekolah dan sekaligus melaksanakan tugas-tugas pengawasan terhadap kinerja guru seperti yang disampaikan Fay (1992), “A teacher leader is a practicing teacher, chosen by fellow faculty members to lead them in ways determined by the context of individual school needs, who has formal preparation and scheduled time for a leadership role which, to preserve the teacher missions, calls for neither managerial or supervisory duties.” Dari permasalahan yang ada, tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan empat hal sebagai berikut, (1) dasar pelaksanaan SBI, (2) pengelolaan SBI, (3) tantangan SBI, dan (4) kepemimpinan kepala sekolah dalam 15
menghendaki peningkatan kualitas SDM ini jumlah sekolah dengan status RSBI yang unggul dan kompetitif dan mampu mencapai 1.110 sekolah yang selanjutnya bersaing secara internasional. Pada saat bisa dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Jumlah Sekolah dengan Status RSBI Tahun Jenjang Sekolah SD
2006
2007
Negeri
Swasta
Negeri
2008
Swasta
2009
Negeri
Swasta
Negeri
3
Ruang Lingkup Proses pembelajaran
Jumlah
Swasta
Negeri
Swasta
21
4
38
-
62
4
62
4
183
12
195
-
-
100
2
100
3
69
25
269
30
299
SMA
80
20
89
11
-
-
108
13
277
44
321
SMK
-
-
174
5
62
12
32
10
268
27
295
101
24
401
18
224
19
271
52
997
113
1.110
penilaian, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, dan pengelolaan, yang selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Ruang lingkup pengelolaan sekolah bertaraf internasional berkaitan dengan permasalahan akreditasi, kurikulum, proses pembelajaran,
•
• • •
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional. Ruang Lingkup Pengelolaan SBI
Komponen
•
Total
SMP
TOTAL
No.
•
4
Penilaian
• •
Tabel 2. Ruang Lingkup Pengelolaan SBI No. 1
Ruang Lingkup Akreditasi
•
•
2
Kurikulum
•
Komponen
• • •
•
Minimal “predikat A” dari Badan Akreditasi Sekolah/ Madrasah (BAN S/M), sekolah/madrasah bertaraf internasional setiap saat selalu menunjukkan keunggulan kinerja yang sangat baik dan sekaligus merupakah pengakuan terhadap kemampuan untuk menjamin mutu pendidikan secara optimal. Hasil akreditasi, baik dari badan akreditasi sekolah pada salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan. Minimal menerapkan KTSP, menerapkan system satuan kredit semester di SMA/SMK/MA/MAK, memenuhi standar isi dan standar kompetensi Berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan yang sama pada sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, dan Menerapkan standar kelulusan sekolah/madrasah yang lebih tinggi dari standar kompetensi lulusan
16
5
Tenaga Kependidikan
• •
• •
Minimal memenuhi standar proses, proses pembelajaran disesuaikan dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik Proses pembelajaran menjadi teladan bagi sekolah/madrasah lainnya dalam pengembangan ahlak mulia, budi pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa usaha, jiwa patriot dan jiwa inovator. Diperkaya model proses pembelajaran sekolah unggul dari negara-negara OECD dan/atau negara maju lainnya Menerapkan pembelajaran berbasis TIK Kelompok sains, matematika dan inti kejuruan menggunakan bahasa inggris, sementara pembelajaran mata pelajaran lainnya, kecuali pelajaran bahasa asing harus menggunakan bahasa Indonesia, dan Pembelajaran dengan bahasa inggris untuk kelompok sains dan matematika untuk SD/MI baru dapat dimulai pada kelas IV Minimal memenuhi standar penilaian Memperkaya kinerja pendidikan dengan model penilaian sekolah unggul dari negara OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan Sementara standar di SBI antara lain: (1) minimal memenuhi standar pendidik, (2) semua guru mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK, (3) guru mata pelajaran kelompok sains, matematika dan inti kejuruan mengampu pembelajaran berbahasa inggris, (4) minimal 10% guru berpendidikan S2/ S3 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A untuk SD/MI, (5) minimal 20% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya A untuk SMP/ MTs dan (6) minimal 30% guru berpendidikan S2/S3 dari perguruan tinggi yang program studinya A untuk SMA/MA/ SMK/MAK Minimal memenuhi standar kepala sekolah Pendidikan minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya berakreditasi A dan telah menempuh pelatihan kepala sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh pemerintah Mampu berbahasa inggris secara aktif Bervisi internasional, mampu membangun jejaring internasional, memiliki kompetensi manajerial serta jiwa kepemimpinan dan jiwa wirausaha yang kuat
17
No. 6
Ruang Lingkup Sarana dan Prasarana
Komponen • • • •
7
Pengelolaan
• • • • • • • •
Minimal memenuhi standar sarana dan prasarana Setiap ruang kelas dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK Perpustakaan dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia, dan Dilengkapi dengan ruang multimedia, ruang unjuk seni budaya, fasilitas olahraga, klinik dan lain sebagainya Minimal memenuhi standar pengelolaan Meraih sertifikat ISO 9000 versi 2000 atau sesudahnya ISO 14000 Merupakan sekolah/madrasah multikultur Menjalin hubungan ”sistes school” dengan sekolah bertaraf internasional di luar negeri Bebas narkoba dan rokok Bebas kekerasan (bullying) Menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala aspek pengelolaan sekolah dan Meraih medali tingkat internasional pada berbagai kompetisi sains, matematika, teknologi, seni dan olahraga
Sumber: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Tantangan SBI
SBI adalah sekolah yang terkesan ekslusif dan elitis. Selain itu juga rawan terjadinya penyelewengan karena pengelolaan dana yang sangat besar, menurut ICW setiap sekolah rata-rata mengelola 1,5 M.
Pelaksanaan sekolah bertaraf internasional tentunya tidak semulus seperti yang dibayangkan. Masih terdapat berbagai persoalan kompleks terutama berkaitan dengan standarisasi internasional yang harus diterapkan dan dilaksanakan. Untuk merintis sekolah bertaraf internasional atau dikenal dengan RSBI pemerintah pusat mengeluarkan biaya sebesar lima puluh persen, pemerintah propinsi tiga puluh persen dan pemerintah kabupaten/kota dua puluh persen. Untuk setiap sekolah pemerintah pusat mengeluarkan pembiayaan antara 300 juta – 600 juta per tahun minimal selama tiga tahun dalam masa rintisan menuju sekolah bertaraf internasional. Dengan mendapatkan perlakukan yang khusus berupa dana block grant dari pemerintah dan diberikannya kebebasan sekolah untuk memungut biaya pendidikan dari orang tua murid menyebabkan kesenjangan bahwa
Kritik terhadap pelaksanaan SBI juga dilontarkan oleh Martono (2010) yang mengatakan bahwa SBI mengancam potensi lokal. Pembelajaran yang dilakukan dengan bahasa inggris dan para pengajarnya dari warga negara asing bisa menyebabkan pudarnya pengetahuan siswa tentang pengetahuan sosial dan budaya Indonesia, nilai-nilai historis dan nasionalisme serta akan memunculkan sikap individualisme yang sangat tinggi. Tantangan terberat di dalam pelaksanaan SBI adalah pemenuhan standar proses pembelajaran. Menurut Triwiyanto & Yusuf Sobri (2010) karena tuntutan proses pembelajaran SBI, tentu saja sekolah akan mempersiapkan diri melakukan pembenahan. Usaha mempersiapkan diri tersebut antara 18
bagi komunitas di sekolah/madrasah, (2) memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin, (3) memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah, (4) bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, (5) mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah, dan (6) memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan. Dimensi kompetensi kepribadian jika diterapkan dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah mengacu pada teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh Fiedler & Martin (1974) yang mengatakan bahwa persoalan utama kepemimpinan pada bagaimana pemimpin itu bersikap dan berperilaku (how leader behave). Ciri-ciri kepemimpinan yang mengedepankan sikap dan perilaku adalah dengan menjunjung tinggi harga diri (self esteem) dan kestabilan emosi. Menurut Hersey (1977), kepala sekolah harus memiliki ketrampilan human skills sehingga kepala sekolah dapat memahami isi hati, sikap dan motif orang lain, mengapa orang lain tersebut berkata dan berperilaku. Kemampuan human skills tersebut harus terinternalisasi dalam diri kepala sekolah sehingga dimensi kompetensi kepribadian yang dimiliki dapat diimplementasikan dalam penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
lain mempersiapkan program kerja guru, terutama yang berbasis IT, mempersiapkan sistem evaluasi berbasis IT dan meningkatkan sarana pembelajaran. Selain itu, sekolah juga melakukan peningkatan kualitas proses pembelajaran agar menjadi teladan bagi sekolah lainnya dalam pengembangan ahlak, budi pekerti luhur dan sebagainya. Dalam hal ini, dilakukan dengan meningkatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan melalui peningkatan SDM pendidik dan tenanga kependidikan dengan mengikutsertakan dalam berbagai pelatihan kompetensi. Dari tantangan dan kendala yang ada, tentunya harus dicarikan solusi yang tepat, dan salah satu hal yang penting adalah bagaimana peranan kepala sekolah sebagai penanggung jawab lembaga dan pemimpin pendidikan untuk mampu mengelola semua potensi yang ada dan mengantarkan keberhasilan sekolahnya dalam mencapai tujuan. Keberhasilan dalam mencapai tujuan tidak lepas dari gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala sekolah (Soetopo, 2004). Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengelola SBI Kepala sekolah sebagai pejabat formal, manajer, pemimpin, pendidik dan kepala sekolah sebagai staf seperti halnya pemimpin organisasi yang lain, jabatan kepala sekolah juga memerlukan persyaratan universal yang harus dimiliki. Dalam memimpin sekolah yang bertaraf internasional kompetensi kepala sekolah tentunya mengacu pada Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah yaitu: dimensi kompetensi: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial.
Kompetensi manajerial merupakan kemampuan konseptual dan operasional yang dimiliki kepala sekolah untuk mengelola sekolah dalam mencapai target yang sudah ditetapkan. Kompetensi manajerial kepala sekolah mencakup kemampuan untuk: (1) menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan, (2) mengembangkan organisasi sekolah/ madrasah sesuai dengan kebutuhan, (3) memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/ madrasah secara optimal, (4) mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/
Dalam dimensi kompetensi kepribadian kepala sekolah harus: (1) berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia 19
madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif, (5) menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik, (6) mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal, (7) mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal, (8) mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/ madrasah, (9) mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik, dan (10) mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan.
macam pengetahuan, serta organisasi yang menjadi tempat untuk membina dan mengembangkan karier-karier sumber daya manusia memerlukan manajer yang mampu untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan agar organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional diperlukan karakter kepemimpinan yang kuat dari kepala sekolah untuk melakukan tugas-tugas manajerialnya mulai dari perencanaan sampai dengan implementasi semua program. Kepala sekolah harus mampu mengelola semua komponen mulai dari akreditasi sekolah, kurikulum, proses pembelajaran, sumber daya dan sarana prasarana sekolah. Menuru Stoner (1982) manajer dalam organisasi bertindak untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Fungsi-fungsi manajerial dalam sekolah dapat digambarkan sebagai berikut.
Fungsi kepala sekolah sebagai manajer pada hakikatnya adalah seorang perencana, organisator, pemimpin dan seorang pengendali (Wahjosumidjo, 2007). Keberadaan manajer pada suatu organisasi sangat diperlukan, sebab organisasi sebagai alat mencapai tujuan di mana di dalamnya berkembang berbagai
Gambar Fungsi Manajerial Kepala Sekolah Sedangkan dimensi kompetensi ketiga yang harus dimiliki oleh kepala sekolah adalah dimensi kompetensi kewirausahaan yang meliputi kemampuan untuk: (1) menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah, (2) bekerja keras untuk
mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif, (3) memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/ madrasah, (4) pantang menyerah dan selalu 20
mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah, dan (5) memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/ madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.
mampu mengamalkan konsep manajemen dan teknologi informasi. Salah satu gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan oleh kepala sekolah berkaitan dengan dimensi kompetensi kewirausahaan adalah gaya kepemimpinan yang berani mengambil resiko dan keberanian untuk mengambil keputusan (desicional roles). Dalam peran ini kepala sekolah selalu berusaha untuk memperbaiki penampilan sekolah melalui berbagai macam pemikiran program-program yang baru, serta melakukan survey untuk mempelajari berbagai persoalan yang timbul di lingkungan sekolah (Dowson, 1985). Dalam penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional yang sangat dibutuhkan adalah kemampuan kewirausahaan kepala sekolah yang ditopang dengan keberanian mengambil resiko dan keputusan. Memang tidak mudah merubah mindset berpikir kepala sekolah untuk mampu mandiri dan tidak tergantung pada lembaga lain, sehingga perlu adanya upaya-upaya untuk peningkatan kompetensi tersebut.
Kepala sekolah yang memiliki jiwa wirausaha pada umumnya mempunyai tujuan dan pengharapan tertentu yang dijabarkan dalam visi, misi, tujuan dan rencana strategis yang realistik. Realistik berarti tujuan disesuaikan dengan sumber daya pendukung yang dimiliki. Semakin jelas tujuan yang ditetapkan semakin besar peluang untuk dapat meraihnya. Dengan demikian, kepala sekolah yang berjiwa wirausaha harus memiliki tujuan yang jelas dan terukur dalam mengembangkan sekolah. Untuk mengetahui apakah tujuan tersebut dapat dicapai maka visi, misi, tujuan dan sasarannya dikembangkan ke dalam indikator yang lebih terinci dan terukur untuk masing-masing aspek atau dimensi. Dari indikator tersebut juga dapat dikembangkan menjadi program dan sub-program yang lebih memudahkan implementasinya dalam pengembangan sekolah. Menurut Sudrajat (2010) untuk menjadi kepala sekolah yang berjiwa wirausaha harus menerapkan beberapa hal berikut: (1) berpikir kreatifinovatif, (2) mampu membaca arah perkembangan dunia pendidikan, (3) dapat menunjukkan nilai lebih dari beberapa atau seluruh elemen sistem persekolahan yang dimiliki, (4) perlu menumbuhkan kerjasama tim, sikap kepemimpinan, kebersamaan dan hubungan yang solid dengan segenap warga sekolah, (5) mampu membangun pendekatan personal yang baik dengan lingkungan sekitar dan tidak cepat berpuas diri dengan apa yang telah diraih, (6) selalu meng-upgrade ilmu pengetahuan yang dimiliki dan teknologi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas ilmu amaliah dan amal ilmiahnya, (7) bisa menjawab tantangan masa depan dengan bercermin pada masa lalu dan masa kini agar
Kompetensi yang keempat yang harus dimiliki kepala sekolah adalah kompetensi supervisi, yang meliputi kemampuan untuk: (1) merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, (2) melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat, dan (3) menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Dalam sekolah yang bertaraf internasional sangat diperlukan kemampuan supervisi dari kepala sekolah untuk melakukan perbaikan-perbaikan mutu mengajar guru termasuk memfasilitasi pembelajaran yang 21
berbasis TIK. Selain itu juga untuk membina pengembangan profesional guru termasuk perbaikan sarana dan prasarana pembelajaran, kurikulum, metode pembelajaran, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi pengajaran. Dengan demikian, tugas kepala sekolah adalah untuk membangkitkan dan merangsang semangat guru dan pegawai sekolah lainnya dalam menjalankan tugasnya masing-masing.
gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan antara manusia, yaitu kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada perilaku pemimpin yang mengarah pada hubungan kesejawatan, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh kahangatan hubungan antara pimpinan dan stafnya (Hoy & Miskel, 1982; Herbert, 1981; Bernard, 1988). Hubungan kepala sekolah tidak hanya pada level internal sekolah seperti guru, staf dan siswa, melainkan termasuk atasan kepala sekolah dan masyarakat luar yang perlu berhubungan dan kerja sama. Dalam fungsi ini kepala sekolah berperilaku sebagai saluran komunikasi di lingkungan sekolah (as channels of communication within the organization). Kepala sekolah harus mampu mempergunakan kepemimpinannya di dalam membangun saluran komunikasi responsif yang mengarahkan arus informasi ke bawah, paralel, ke atas di lingkungan organisasi sekolah, maupun ke luar di lingkungan masyarakat yang lebih luas.
Menurut Glickman et al. (2009), dengan adanya supervisi yang dilakukan secara benar oleh kepala sekolah maka sekolah tersebut menjadi sukses. Teknik supervisi yang dilakukan kepala sekolah bukan untuk melakukan pengawasan dan mencari kesalahan guru, tetapi untuk membantu guru dalam mengatasi kesulitan mengajarnya dan membantu mengembangkan potensi serta kecakapan yang dimiliki guru. Dalam melakukan supervisi kepala sekolah hendaknya bisa mengoptimalkan kompetensi kepribadiannya sehingga pelaksanaan supervisi terlihat lebih menyenangkan. Menurut Wiles (1987) kualitas penting bagi seorang supervisor adalah memiliki intuisi yang baik, kerendahan hati, keramahtamahan, ketekunan, sifat humor, dan kesabaran. Dengan demikian kepala sekolah yang menjadi supervisor selain memiliki kemampuan ilmu administasi pendidikan dan memahami fungsi-fungsi administrasi pendidikan dengan baik, juga harus memiliki integritas dan kepribadian yang baik pula.
Tahalele (1985) memberikan beberapa saran untuk mengembangkan kemampuan sosial kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan, yaitu: (1) usahakan supaya tetap gembira, (2) lihatlah, pikirlah dan bicarakan yang baik, (3) jangan mengharap terlalu banyak kepada orang lain, tetapi apa yang dapat kita sumbangkan kepada mereka, (4) jangan mencampuri urusan pribadi orang lain, (5) lenyapkan perasaan gelisah, (6) jauhkan sifat sombong, (7) belajarlah menyesuaikan diri, (8) kembangkan sikap murah hati, (9) tekun beragama, (10) sekali-kali janganlah putus asa, dan (11) kembangkan sifat ‘”lagniappe” yaitu pemberian kecil kepada orang lain yang berdampak positif yang besar.
Sedangkan kompetensi yang terakhir yang harus dimiliki oleh kepala sekolah adalah kompetensi sosial, dimana kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk: (1) bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah, (2) berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, dan (3) memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain. Dengan demikian gaya kepemimpinan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah yang sesuai dengan kompetensi sosial adalah
SIMPULAN DAN REKOMENDASI Simpulan Tidak ada sekolah yang berhasil tanpa adanya kepemimpinan kepala sekolah yang baik. Kualitas kepemimpinan yang 22
dimiliki kepala sekolah sangat berpengaruh bagi penyelenggaraan pendidikan yang bertaraf internasional. Banyak hal yang menjadi tantangan dan kendala dalam penyelenggaraan SBI, untuk itu diperlukan kualitas kepemimpinan yang kuat yang mampu menyesuaikan dengan situasi sekolah. Kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah yang berkaitan dengan kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi dan kompetensi sosial harus di dukung oleh kualitas kepemimpinannya. Dalam mendukung kompetensi tersebut kepala sekolah harus mampu bersikap dan berperilaku (how leader behave) yang sesuai dengan nilai-nilai yang sudah terinternalisasi dalam dirinya, serta memiliki ketrampilan human skills untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajerial, keberanian mengambil resiko dan keputusan, kemampuan mengembangkan potensi SDM dan menjadi saluran komunikasi responsif dengan stakeholders.
dengan kemampuan mengelola kurikulum, akreditasi, proses pembelajaran, penilaian, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta pendanaan yang ditunjukkan dengan lisensi berupa sertifikasi kepala sekolah. Dengan demikian kepala sekolah yang dianggap layak adalah yang lolos seleksi dan mendapatkan sertifikasi sebagai kepala sekolah yang profesional. DAFTAR RUJUKAN Bernard, C. 1988. The Function of the Executive. Cambridge, Mass: Harvard University Press. Dowson, P.P. 1985. Fundamentals of Organizational Behavior on Experimental Approach. New Jersey: Prentice – Hall, Inc. Edmons Fay, C. (1992). The Case for Teacher Leadership: Toward Definition and Development. Paper presented at the annual meeting of the American Educational Research Association, San Francisco:ERIC
Rekomendasi
Fiedler, F.E & Martin M. E. 1974. Leadership and Effective Management. Illinois: Foresman and Company.
Dari hasil pembahasan, ada dua hal yang bisa direkomendasikan yaitu: pertama, untuk penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional harus diperlukan kepemimpinan kepala sekolah yang kuat yang bisa diperoleh dengan meningkatkan kualitas akademik dan non akademik. Kualitas akedemik bisa diperoleh melalui jenjang pendidikan formal, minimal untuk mencapai standar yang sudah ditetapkan pada SBI yaitu S2 atau S3, sedangkan peningkatan non akademik diperoleh melalui pelatihan, workshop yang berguna bagi penguatan keilmuan dan ketrampilan kepala sekolah dalam mengelola lembaga pendidikan tersebut. Kedua, mengusahakan agar proses seleksi kepala sekolah yang akan memimpin SBI selain mengacu dari standar kompetensi yang sudah diatur dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 juga melihat aspek lain yang berkaitan
Glickman, C.D., Gordon, S.P., & Gordon, J.M. 2009. The Basic Guide to Suipervision and Instructional Leadership. Second Edition. Boston: Pearson Education, Inc. Herbert, T.T. 1981. Dimensions of Organizational Behavior. New York: MacMillan Publishing Co. Inc. Hersey Hoy, W.K & Miskel, C.G. 1982. Educational Administration. New York: Random House. Inc http://akhmadsudrajat.wordpress. com/2010/06/14/tentangkewirausahaan-kepala-sekolah/ diakses tanggal 6 Januari 2010. Martono, N.2010. Pendidikan Bukan Tanpa Masalah: Mengungkap Problematika 23
Pendidikan dari Perspektif Sosiologi. Yogyakarta: Gava Media
MEMBANGUN KEYAKINAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KOMPETENSI KEPRIBADIAN DAN SOSIAL TENAGA LABORAN IPA (FISIKA)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah.
Wandy Praginda PPPPTK IPA Bandung
Soetopo, Hendyat. 2004. Perilaku Organisasi: Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan. Malang: PPS UM
Abstrak Kompetensi tenaga laboran yang selama ini sering dikembangkan adalah kompetensi manajerial dan profesional yang lebih mudah, pasti dan terukur untuk dilatihkan para tenaga laboran. Namun kompetensi lainnya, yang sebenarnya paling mendasar, yang masih sedikit pengembangannya adalah kompetensi kepribadian dan sosial. Kompetensi keperibadian dan sosial terimplementasi dalam sikap, yang tumbuh dari keyakinan seseorang. Keyakinan tersebut dapat menggerakan hati dan fikiran untuk bertindak menjadi sebuah sikap. Oleh sebab itu perlu dibangun keyakinan seorang tenaga laboran agar manjadi daya dorong yang maksimal bagi penguasaan kompetensi manajerial dan profesional. Artikel ini dibahas berdasarkan kajian empirik yang sering diamati oleh penulis selama menjadi seorang laboran, pengembang politeknik tenaga laboran di PPPPTK IPA dan juri pemilihan laboran terbaik di Tingkat Provinsi Jawa Barat. Melalui artikel ini penulis mencoba berbagi pengalaman tentang empat keyakinan yang dapat dijadikan salah satu referensi untuk mengembangkan kompetensi kepribadian dan sosial tenaga laboran. Keyakinan tersebut meliputi keyakinan terhadap dirinya sendiri, keyakinan tentang pembelajar, keyakinan tentang informasi yang muncul dalam kehidupannya. dan keyakinan tentang bagaimana dunia bekerja atau beroperasi.
Stoner, J.A.F. 1982. Management. New Jersey: Prentice Hall International, Inc. Sudrajat Tahalele, J.F. 1985. Kepemimpinan Kependidikan dan Hal-Hal Mengenai Diri Sendiri. Makalah diklat kepala SMA se Indonesia, Malang: Jurusan AP FIP IKIP Malang. Triwiyanto, T., & Yusuf Sobri, A. 2010. Panduan Mengelola Sekolah Bertaraf Internasional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Wahjosumidjo. 2007. Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoretik dan Permasalahannya. Jakarta: Rajawali Pers.
Kata Kunci: kepribadian, keyakinan, kompetensi, laboran.
Wiles, K. 1987. Supervision for Better Schools. New York: Prentice – Hall, Inc.
PENDAHULUAN
sosial. Bagi Kepala Laboratorium, Teknisi Laboratorium, dan Laboran Laboratorium, kedua kompetensi itu sangat penting karena menyangkut tugas pokok dan fungsi yang cukup berat. Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa laboratorium sekolah yang dibangun dengan biaya yang sangat mahal banyak yang kurang dimanfaatkan secara optimal dalam pembelajaran. Di samping karena kompleksnya proses pembelajaran yang berbasis pada pengalaman (experiential learning), kondisi itu juga disebabkan oleh kurangnya kemauan dan hubungan kerja yang harmonis antar tenaga laboratorium sekolah. Kedua hal terakhir itu berkaitan erat dengan kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial seseorang, yang akan dibahas dalam artikel ini.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 26 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah telah menetapkan kompetensi dan subkompetensi bagi Kepala Laboratorium, Teknisi Laboratorium, dan Laboran Laboratorium Sekolah. Untuk jenjang SMA/MA laboratorium itu mencakup Laboratorium Fisika, Kimia dan Biologi. Kompetensi tersebut adalah kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi manajerial dan kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh tenaga laboran sebagai komponen penting dalam pembelaran IPA (fisika, kimia dan biologi) siswa. Di antara kompetensi-kompetensi yang sulit dan jarang dikembangkan adalah kompetensi kepribadian dan kompetensi 24
Demikian pentingnya peranan kepribadian dalam kehidupan kita sehingga para ahli 25
motivator menyatakan: “Jika kehilangan harta benda, Anda tidak kehilangan apa-apa; tetapi jika kehilangan kepribadian, Anda akan kehilangan segalanya.” Pada kesempatan lain motivator itu menyatakan: “Sebanyak 5% keberhasilan seseorang ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilannya; 95% sisanya ditentukan oleh sikap dan kepribadiannya.”
laboran IPA (Fisika), dengan membangun keyakinan terhadap dirinya sendiri, keyakinan tentang pembelajar, keyakinan tentang informasi yang muncul dalam kehidupannya. dan keyakinan tentang bagaimana dunia bekerja atau beroperasi. Ruang lingkup bahasan artikel ini lebih dititik beratkan kepada membangun keyakinan untuk meningkatkan kualitas kompetensi kepribadian dan sosial yang terpetakan pada tabel 1 kompetensi tenaga laboran.
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan wawasan bagaimana meningkatkan kualitas kompetensi kepribadian dan sosial tenaga
Tabel 1. Batasan-batasan Komptensi Kepribadian dan Sosial Tenaga Laboran Dimensi Kompetensi 1. Komptensi Kepribadian
1.1
Kompetensi Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, mantap, dan berakhlak mulia
1.2 Menunjukkan komitmen terhadap tugas
2. Kompetensi Sosial
2.1
Bekerja sama dalam pelaksanaan tugas
2.2
Berkomunikasi secara lisan dan tulisan
Subkompetensi 1.1.1 Bertindak secara konsisten sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan budaya nasional Indonesia 1.1.2 Berperilaku arif 1.1.3 Berperilaku jujur 1.1.4 Menunjukkan kemandirian 1.1.5 Menunjukkan rasa percaya diri 1.1.6 Berupaya meningkatkan kemampuan diri 1.2.1 Berperilaku disiplin 1.2.2 Beretos kerja yang tinggi 1.2.3 Bertanggung jawab terhadap tugas 1.2.4 Tekun, teliti, dan hati-hati dalam melaksanakan tugas 1.2.5 Kreatif dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan tugas profesinya 1.2.6 Berorientasi pada kualitas 2.1.1 Menyadari kekuatan dan kelemahan diri 2.1.2 Memiliki wawasan tentang pihak lain yang dapat diajak kerja sama 2.1.3 Bekerjasama dengan berbagai pihak secara efektif 2.2.1 Berkomunikasi dengan berbagai pihak secara santun, empatik, dan efektif 2.2.3 Memanfaatkan berbagai peralatan TIK untuk berkomunikasi
(Permen Diknas, Nomor 26 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah) 26
PENGERTIAN LABORATORIUM
(a) untuk melaksanakan eksperimen, (b) kerja laboratorium, (c) praktikum, dan (d) pelaksanaan didaktik pendidikan IPA dengan hierarki seperti ditunjukkan pada Gambar 1
Laboratorium dapat diartikan secara luas maupun sempit. Laboratorium yang dimaksud dalam artikel ini adalah suatu tempat berupa bangunan yang dilengkapi sejumlah peralatan untuk tempat kegiatan belajar IPA (Fisika) siswa yang dikelola oleh satu atau beberapa orang yang kita sebut sebagai tenaga laboran. Laboratorium berasal dari kata laboratory yang memiliki beberapa pengertian yaitu : (a) tempat yang dilengkapi peralatan untuk melangsungkan eksperimen di dalam sains atau melakukan pengujian dan analisis, (b) bangunan atau ruang yang dilengkapi peralatan untuk melangsungkan penelitian ilmiah ataupun praktek pembelajaran bidang sains, (c) tempat memproduksi bahan kimia atau obat, (d) tempat kerja untuk melangsungkan penelitian ilmiah, (e) ruang kerja seorang ilmuwan dan tempat menjalankan eksperimen bidang studi IPA (fisika).
Gambar 1. Keterkaitan antara eksperimen, kerja laboratorium, dan praktikum (Grover : 1979). Eksperimen diartikan sebagai rangkaian kegiatan (menyusun alat, mengoperasikan alat, mengukur, dan sebagainya) dan pengamatan untuk memverifikasi dan menguji suatu hipotesis berdasarkan buktibukti empiris.
Berdasarkan definisi di atas laboratorium IPA (Fisika) adalah suatu bangunan atau ruang yang di dalamnya dilengkapi dengan peralatan dan bahan-bahan untuk kepentingan pelaksanaan eksperimen fisika, praktik pembelajaran fisika dan penelitian ilmiah.
Cakupan kerja laboratorium lebih luas daripada eksperimen yang diartikan sebagai aktivitas dengan menggunakan fasilitas laboratorium, seperti melatih keterampilan menggunakan alat, melakukan eksperimen (percobaan), mendemonstrasikan percobaan, melakukan pengontrolan kualitas bahan baku, pengontrolan kualitas produk industri, eksibisi (pameran) proses-proses fisika. Kerja laboratorium harus dirancang sedemikian rupa agar dapat melakukan pengukuran kuantitas fisis secara akurat; menelaah faktor-faktor yang mempengaruhi keajegan pengukuran; memperlakukan bahan, alat, perkakas, dan instrumen suatu pengukuran; mendeskripsikan hasil pengamatan dan pengukuran dengan jelas; menyajikan
FUNGSI LABORATORIUM Prasarana laboratorium fisika menurut rancangan Standar Sarana dan Prasarana yang dirancang BSNP dikemukakan bahwa” laboratorium fisika berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran fisika secara praktek yang memerlukan peralatan khusus yang tidak mudah dihadirkan di ruang kelas”. Fungsi laboratorium diperjelas lagi oleh pendapat para ahli, di antaranya pendapat Grover (1979) yang mengemukakan bahwa laboratorium memiliki fungsi utama yaitu: 27
informasi secara verbal, piktorial, grafis dan matematis; menyimpulkan yang dimuati pendapat dan memberikan argumen terhadap hasil pengamatan; mempertahankan kesimpulan dan ramalan; berpartisipasi aktif dan berkooperatif dalam kelompok; melaporkan hasil pengamatan, kesimpulan, dan prediksi dalam kelas; mengenali permasalahan dan memecahkannya melalui eksperimen.
pemecahan problem praktikum; melatih dalam memecahkan masalah, menerapkan pengetahuan dan keterampilan terhadap situasi yang dihadapi, melatih dalam merancang eksperimen, menginterpretasi data, dan membina sikap ilmiah. Ada lima jenis praktikum yang dapat diperankan di laboratorium yaitu: (a) praktikum verifikasi, (b) inkuiri terbimbing, (c) inkuiri semi terbimbing, (d) inkuiri porsi pembimbingan, dan (e) penyelidikan terbuka yang disebut juga dengan penelitian. Kelima jenis praktikum tersebut dibedakan berdasarkan komponen permasalahan, peralatan, prosedur kerja, dan sasaran atau jawaban yang akan dicapai. Kelima jenis praktikum tersebut ditunjukkan pada Tabel 2 berikut.
Praktikum diartikan sebagai salah satu metode pembelajaran sains khususnya fisika dengan fungsi memperjelas konsep melalui kontak dengan alat, bahan, atau peristiwa alam secara langsung; meningkatkan keterampilan intelektual peserta didik melalui observasi atau pencarian informasi secara lengkap dan selektif yang mendukung
Tabel 2 Jenis-jenis Praktikum Jenis Praktikum
Masalah
Peralatan
Prosedur kerja
Praktikum Verifikasi Inkuari Terbimbing Inkuari Semi Terbimbing Inkuiri porsi pembimbingan rendah Penyelidikan terbuka
diberikan diberikan diberikan
diberikan diberikan diberikan
diberikan diberikan Tidak diberikan
Jawaban/ Sasaran diketahui Belum diketahui Belum diketahui
diberikan
tidak diberikan
Tidak diberikan
Belum diketahui
tidak diberikan
tidak diberikan
Tidak diberikan
Belum diketahui
(Kertiasa, 2006) Kertiasa (2006) mengemukakan bahwa bentuk praktikum bisa berupa latihan, investigasi (penyelidikan) atau bersifat memberi pengalaman. Bentuk praktikum yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan aspek tujuan dari praktikum yang diinginkan.
rangkaian seri/paralel dengan menggunakan papan rangkaian, menentukan panjang atau diameter suatu benda dengan menggunakan jangka sorong, membaca skala ukur termometer atau gelas ukur, menimbang zat dengan neraca teknis (Ohaus 311 g), menentukan nilai hambatan dengan menggunakan Ohmmeter, menentukan hasil pengukuran kuat arus/tegangan listrik dengan menggunakan amperemeter/voltmeter, menentukan kecepatan bunyi dengan menggunakan tabung resonansi, menentukan volume benda dengan menggunakan gelas ukur.
Bentuk praktikum latihan digunakan untuk mendukung aspek tujuan mengembangkan keterampilan dasar. Keterampilan dikembangkan melalui latihan menggunakan alat, mengobservasi, mengukur dan kegiatan lainnya. Contoh kegiatan praktikum fisika yang bersifat latihan misalnya: membuat 28
Bentuk praktikum bersifat investigasi digunakan untuk aspek tujuan kemampuan memecahkan masalah. Dalam bentuk ini, kemampuan bekerja siswa dikembangkan seperti seorang ilmuwan. Melalui kegiatan praktikum ini siswa memperoleh pengalaman mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah secara operasional, merancang cara terbaik untuk memecahkan masalahnya, dan mengimplementasikan dalam laboratorium serta menganalisis dan mengevaluasi hasilnya. Bentuk praktikum investigasi ini memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar divergent thinking dan pengalaman merekayasa suatu proses yang diperlukan dalam pengembangan teknologi. Contoh praktikum fisika berbentuk investigasi diantaranya adalah: bagaimana menyelidiki perubahan tekanan yang dialami suatu benda pada kedalaman yang berbeda? Bagaimana menyelidiki pengaruh suhu terhadap suatu benda? Bagaimana menyelidiki perubahan nilai hambatan suatu bahan terhadap nilai arus listrik dalam rangkaian listrik? Bagaimana menyelidiki pengaruh gaya terhadap tegangan permukaan suatu bahan?
peningkatan pengetahuan, (b) fungsi yang memberikan peningkatan keterampilan, dan (c) fungsi yang memberikan penumbuhan sikap. Fungsi laboratorium yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan antara lain: memecahkan masalah, mengemukakan hipotesis, mengidentifikasi informasi, mengidentifikasi hubungan sebab akibat, menghubungkan berbagai faktor atau fenomena, mengaplikasikan konsep, memahami prosedur eksperimen, memahami penggunaan alat, memahami teknik pengukuran, memahami faktor kesalahan pengukuran, memahami keterbatasan kondisi eksperimen, memahami sumber kecelakaan eksperimen, memahami urutan kerja yang akan dilakukan, memahami prinsip yang digunakan, memahami komputasi yang akan dilakukan, mengidentifikasi data relevan, mengidentifikasi data menyimpang, mengidentifikasi fenomena relevan, mengidentifikasi fenomena menyimpang, memprediksi fenomena, mengklasifikasi data, mengklasifikasi fenomena, mengolah data, menganalisis data, mensintesis data, menginterpretasi data, menyimpulkan hasil eksperimen, merancang prosedur eksperimen, merancang teknik observasi, merancang pencatatan data, merumuskan penyimpangan hasil eksperimen, menyusun kondisi kritis eksperimen, menjawab pertanyaan eksperimen, mendiskusikan hasil eksperimen, mendiskusikan penyimpangan data eksperimen, menyusun laporan eksperimen, menyajikan esensi eksperimen secara tertulis, merancang eksperimen alternatif, memilih sumber bacaan yang relevan, membaca katalog alat dan bahan, dan membaca handbook.
Bentuk praktikum bersifat memberi pengalaman digunakan untuk aspek tujuan peningkatan pemahaman materi pelajaran. Kontribusi praktikum dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi pelajaran dapat terwujud apabila siswa diberi pengalaman untuk mengindera fenomena alam dengan segenap indranya (peraba, penglihat, pembau, pengecap, dan pendengar). Pengalaman langsung siswa terhadap fenomena alam menjadi prasyarat penting untuk mendalami dan memahami materi pelajaran. Praktikum yang memberi pengalaman langsung antara lain mempelajari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi gerak peluru; mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi gaya gesekan.
Fungsi laboratorium yang berkaitan dengan keterampilan fisik diantaranya melatih dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam hal mengidentifikasi alat dan bahan, mengenali cara kerja alat, mengenali keterbatasan kerja alat, mengenali kapasitas
Fungsi laboratorium yang telah dipaparkan di atas dapat juga dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu: (a) fungsi yang memberikan 29
alat, mengenali ketelitian alat, menyiapkan alat, mengkalibrasi alat, merangkai alat, menggunakan alat, memperbaiki alat, menyimpan alat, membersihkan alat, kerja dasar laboratorium (seperti memanaskan, menyaring, mengaduk), menggunakan alat ukur, mengukur dengan cermat, memilih alat dan bahan, mengikuti prosedur eksperimen, mengendalikan variabel eksperimen, mengamati fenomena, mencatat fenomena, mengumpulkan data, mencatat data, membersihkan tempat kerja, menangani keselamatan kerja, menjaga keamanan kerja, berdiskusi, dan mengkomunikasikan hasil eksperimen secara lisan.
dan berlanjut ke upaya memenangkan kompetisi dan mempengaruhi orang lain. Lawannya adalah pengikut, yang patuh. Ditinjau dari hubungan ke luar diri, kepribadian menggelora adalah orang exstrovert, yang ramah dan suka bertemu dengan orang baru, dan tidak ragu-ragu untuk mengkonfrontir permasalahan dengan orang lain. Lawannya adalah pribadi introvert, yang pemalu. (2) Kepribadian kedua, Menyenangkan, mencakup sifat-sifat untuk bergaul secara harmonis dengan orang lain. Orang yang kuat berkepribadian Menyenangkan nya bersifat hangat, easygoing, penuh perhatian, ramah, dan mudah bergaul. Orang yang lemah dalam kepribadian ini bersifat dingin, sulit, tidak ada perhatian, judes, dan sulit bergaul. Orang berkepribadian Menyenangkan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bersama dengan orang lain, dan mempunyai banyak teman. (3) Kepribadian ketiga, Bersungguhsungguhmencakup sifat-sifat yang berkaitan dengan pencapaian prestasi. Rentangannya dari “bertanggung jawab dan dapat dipercaya” sampai “tidak bertanggung jawab dan tidak dapat dipercaya”. Sifat lain dari pribadi bersungguh-sungguh adalah kredibel, konformis, dan pengorganisasi yang baik. Orang berkepribadian ini rela bekerja keras, berupaya dan menyediakan waktu ekstra untuk mencapai tujuan menuju sukses. (4) Kepribadian keempat, Stabil Emosi, mempunyai rentangan dari stabil emosi sampai tidak stabil emosi. Stabil artinya dapat mengendalikan diri; tenang – baik di bawah tekanan, rileks, merasa aman, dan berfikiran positif; suka memuji orang lain. Tidak stabil artinya tidak dapat mengendalikan diri - buruk di bawah tekanan, nervous, tidak merasa
Fungsi laboratorium yang berkaitan dengan menumbuhkan sikap objektif, jujur, toleran/menerima pandangan orang lain, keingintahuan tinggi, cermat, teliti, kooperatif, partisipatif, inisiatif dan kreatif, kritis, terbuka, tekun, mau bekerja keras, motif berprestasi, ulet (tidak mudah menyerah), estetis, percaya diri, menghargai data, peduli (awareness), menyadari kelemahan dan keunggulan diri, responsif, dan taat pada aturan. TEORI KEPRIBADIAN Salah satu teori kepribadian adalah Lima Besar Kepribadian (Lussier & Achua, 2001), yang membagi kepribadian manusia ke dalam lima jenis, yaitu (1) Menggelora atau Surgency, (2) Menyenangkan atau Agreeableness, (3) Bersungguh-sungguh atau Conscientiousness, (4) Stabil Emosi atau Adjustment, dan (5) Terbuka terhadap Pengalaman atau Openness to Experience. (1) Kepribadian pertama, Menggelora, mencakup sifat-sifat pemimpin dan hubungan ke luar diri. Ditinjau dari kepemimpinan, pribadi menggelora sering juga disebut dengan dominan ingin menjadi pemimpin dalam setiap peristiwa. Ketika ada ketidakberesan ia akan tampil ke depan mengatasi masalah 30
Menjadi laboran yang hebat bukanlah pemberian atau hadiah, melainkan sesuatu yang harus dicapai melalui usaha. Oleh sebab itu, hal mendasar yang harus dimiliki oleh seorang laboran adalah keyakinan, setidaknya ada empat keyakinan yang harus melekat pada seorang laboran agar mereka menjadi hebat. Keyakinan ini merupakan konsep atau philosopihal guidelines yang menjadi dasar dalam mejalankan peran sebagai laboran. Pertama mereka mempunyai keyakinan terhadap dirinya sendiri. Kedua, keyakinan tentang pembelajar, ketiga keyakinan tentang informasi yang muncul dalam kehidupannya. Dan ke empat, keyakinan tentang bagaimana dunia bekerja atau beroperasi.
aman, dan berfikiran negatif; suka mengritik orang lain. (5) Kepribadian kelima, Terbuka terhadap Pengalaman mencakup sifat-sifat yang berkaitan dengan kemauan untuk berubah dan menerima hal baru. Orang yang terbuka terhadap pengalaman berusaha mencari perubahan dan mencoba hal-hal baru; sedangkan orang yang tertutup terhadap pengalaman berusaha menghindari perubahan dan tidak suka mencoba hal-hal baru. KEYAKINAN SEORANG LABORAN Laboran sebagai seorang pelaksana teknis yang bertanggung jawab dalam memfasilitasi kegiatan pembelajaran melalui kegiatan laboratorium tentunya harus memiliki sikap dan kepribadian yang menunjang kegiatan laboratorium, sesuai dengan program, tujuan dan fungsi laboratorium IPA yang telah dipaparkan sebelumnya. Sikap dan kepribadian yang dimaksud harus tertuang dalam perilaku seorang profesionalisme laboran yang muncul dari keyakinan sebagai hasil pengalaman kerja di laboratorium. Keyakinan tersebut terinternalisasi dalam diri seorang laboran seiring waktu dan tempaan hidup yang dialaminya. Namun agar menjadi laboran yang profesional tentunya akan menjadi proses yang panjang dan memerlukan waktu lama, jika kita hanya bergantung kepada pengalaman kerja saja. Oleh sebab itu, harus sejak dini ketika seseorang memutuskan untuk menjadi tenaga laboran agar menumbuhkan keyakinan dalam dirinya sebagai bagain dari usaha membangun sikap mental yang tangguh. Fisika sebagai mata pelajaran yang dianggap sulit, terutama oleh anggapan siswa, harus mampu dicitrakan menjadi sesuatu yang mudah oleh seorang laboran dalam kegiatan praktik di laboratorium. Hal ini menjadi tugas yang sangat berat dan memerlukan seorang laboran yang hebat untuk dapat melakukannya.
Keyakinan terhadap diri sendiri, ia selalu meyakini bahwa: (1) Ia adalah seorang pembelajar kapan dan di mana saja. Laboran secara formal bekerja di laboratorium yang dibatasi ruang dan kondisi fisis di ruang laboratorium tempat ia bekerja. Namun, semangat sebagai seorang laboran tidak hanya tumbuh di ruangan laboratorum saja. Di mana pun ia berada, laboran harus merasa bahwa dirinya ialah seorang pembelajar, sekalipun ia sedang berada di pasar. Keyakinan ini akan menumbuhkan sikap responsif dirinya untuk mencari inspirasi aplikasi sain yang berada di masyarakat agar dapat dipelajari lebih jauh di laboratorium. Misalkan ketika seorang laboratorium tersebut melihat atau berinteraksi dngan seorang pedagang yang sedang menimbang barang dagangannya, maka ia sadar bahwa dia mengerti tentang kalibrasi dan teknik pengukuran dari timbangan yang dilihatnya. Sehingga dia tidak merasa asing, bahkan mungkin ia akan terdorong untuk berbagi dengan para pedagang bagaimana cara menggunakan timbangan yang benar dalam melihat skala timbangan. Atau, mungkin ia akan mengambil permasalahan yang sering terjadidi lapangan dalam melakukan 31
sosial dengan siswa, guru bahkan laboran lainnya. Dalam suatu komunitas kegiatan keilmuawan, tentunya akan ada perbedaan sudut pandang, karena guru, siswa dan setiap laboran mempunyai pemahaman ilmu IPA yang berbeda-beda dan daya pikir yang berbeeda pula.
pengukuran dengan menggunakan timbangan, untuk diverifikasi di laboratorium. Namun yang terpenting, keyakinan ini akan berdampak kepada laboran untuk selalu merasa bangga, dan percaya diri bahwa status laboran yang diembannya sama pentingnya dengan pekerjaan lainnya seperti guru, dokter, dll. Sehingga ia akan selalu bersemangat dan mengoptimalkan potensi dirinya untuk mengembangkan laboratorium dan kegiatan ekperimen atau kegiatan pembelajarannya.
Perlu sikap toleran agar perbedaan pendapat yang muncul dalam kegiatan di laboratorium tidak membingungkan siswa. Perbedaan pendapat itu hendaknya dapat secara bijak diverifikasi secara fleksibel melalui langkah-langkah kegiatan yang secara ilmiah teruji, sehingga setiap komponen orang di laboratorium tersebut meyakini kebenaran berdasarkan fakta yang muncul.
(2) Ia bersifat fleksibel baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Seorang laboran tidak boleh memaksakan diri untuk menguasai semua ilmu terutama ilmu IPA. Hal ini dimaksudkan agar tidak membebani batin maupun fisik seorang laboran. Perlu diingat bahwa konten IPA sangat luas, dengan demikian secara ekperimental pun sangat luas.
Bila ia selalu kaku dan hanya meyakini bahwa pendapat dan keadaannya yang baik, maka ia tidak akan pernah mencapai kebahagiaan sebagai seorang laboran. Karena ia akan merasa kalah dan terintimidasi yang pada akhirnya dapat menjadikan laboran menjadi pribadi yang tidak objektif.
Keluasan IPA akan sangat berat apabila harus semua kegiatan ekperimen IPA dikuasai oleh seorang laboran. Sebagai contoh, satu kegiatan ekperimen pengukuran massa benda, maka seorang laboran harus mengerti mekanisme kerja timbangan, kalibrasi pengukuran, dan karakteristik instrumen timbangan (kalibrator) yang ia gunakan. Bayangkan apabila laboran harus menguasai banyak eksperimen, berapa instrumen pengukuran yang harus dia kuasai.
Perbedaan pendapat di laboratorium contohnya pada tahap interpretasi data atau grafik. Pada tahap ini, siapapun akan mengandalkan kemampuan berfikir analisis, dan tetunya kemampuan analisis setiap orang akan berbeda-beda. Kemampuan analisis seseorang ada yang dalam, ada juga yang dangkal; ada yang tajam ada pula yang biasa biasa. Namun bukan tanpa solusi, ketika perbedaan pendapat ini muncul, dapat diverifikasi melalui fenomena/fakta yang muncul dalam kegiatan ekperimen, karena memang faktanya demikian.
Apabila laboran bekerja secara spesifik pada topik-topik IPA secara khusus, ia akan lebih menguasai dan membumi secara ekperimental. Hal ini akan berdampak kepada siswa sebagai objek pembelajar, dimana siswa akan terbimbing secara khusus pula, karena ia dapat menjelaskan ekperimen IPA secara rinci kepada siswa.
(4) Ia selalu ingin tahu. Sifat ingin tahu membuatnya awet muda. Ia ingat bahwa setiap buah yang matang pasti busuk. Baginya ilmu pun begitu, ilmu selalu baru dan segar. Sifat rasa ingin tahunya membuatnya selalu tertarik dengan apa yang dikatakan dan dilakukan oleh orang lain.
(3) Ia bersifat toleran terhadap perbedaan pendapat. Laboran tidak hanya berinteraksi dengan alat-alat pengukuran atau alat-alat ekperimen lainnya. Laboran pun berinteraksi secara 32
Seorang laboran tidak boleh merasa cukup dengan ilmu yang dikuasainya, yang hanya tertuang dengan dengan prosedur-prosedur kerja yang telah ditetapkan. Ia hendaknya selalu memperbarui segala sesuatu yang berkaitan dengan laboratorium seperti, sistem administrasi, prosedur-prosedur percobaan, bahkan sistem manajerial di laboratorium tersebut.
(6) Ia rela untuk mengambil risiko. Hidup selalu ada risiko. Setiap fikiran dan tindakan pasti membawa risiko. Keberanian seorang laboran mengambil risiko adalah modal dasar untuk ditemukannya inovasi-inovasi baru. Laboran akan menjadi berani untuk menggunakan alat, mencoba prosedur, bahkan mengoperasikan dalam sebuah ekperimen tertentu. Yang ia perlu persiapkan adalah bagaimana mengatasi risiko jika terjadi. Oleh sebab itu selain mencoba sesuatu seperti mengoperasikan alat baru, atau mencoba ekperimen yang baru, hendaknya dikaji terlebih dahulu dampak terburuk dan dampak positifnya terlebih dahulu. Laboran pada akhirnya akan mengetahui apa yang harus dilakukan apabila sesuatu yang buruk sekalipun terjadi.
IPA sebagai ruh kegiatan di laboratorium, hendaknya dapat selalu dikembangkan oleh seorang laboran, sehingga diharapkan muncul temuan-temuan data baru, pembuktian yang baru bahkan inovasi-inovasi yang baru dalam bentuk metode ekperimen atau teknik pengukuran. (5) Ia menghindari sikap judmental. ia yakin sikap menghakimi diri sendiri atau orang lain menyakiti diri sendiri. Sifat ini mengarah untuk menghukum diri dan orang lain secara mental.
(7) Ia memiliki antusias yang tinggi. Antusiasme adalah virus positif baginya dan orang lain. Bila ia berantusias melakukan pekerjaannya setiap saat, maka ia akan menjadi pribadi yang bahagia dan bersemangat.
Tidak jarang, dalam suatu komunitas, selalu terjadi kegagalan, begitu pun laboran. Laboran pun mungkin pernah merasa gagal ketika melakukan salah satu kegiatan laboratorium. Kegagalan ini hendaknya jangan sampai larut sehingga membuat dirinya terpuruk bahkan merasa bersalah. Sebaikanya ia mampu meperbaiki kesalahan yang terjadi agar tidak terulah lagi.
Tenaga laboran yang dimaksud dalam artikel ini adalah laboran IPA yang ada di institusi pendidikan, yang tentunya berinteraksi dengan pemelajar (siswa atau berinteraksi dengan guru atau laboran lainnya. Tidak setiap saat kondisi siswa dan guru pada kegiatan di laboratorium berada dalam motivasi yang tinggi. Oleh sebab itu, laboran harus menunjukan ekpresi ketertarikan dan memandang penting terhadap percobaanpercobaan dalam kegiatan laboratorium. Sehingga kondisis antusiasme ini akan ditangkap siswa sebagai motivasi tinggi yang akan menjadikan siswa termotivasi dalam kegiatan laboratorium.
Sebagai contoh, ketika seorang laboran memecahkan gelas kimia, ia hendaknya tau, kesalahan apa yang telah dibuatnya? mengapa ia bisa memecahkan gelas tersebut? dan bagaimana mempertanggungjawabkan apa yang telah dibuatnya? Sikap ini merupakan sikap menghindari sikap judmental yang dapat menyakiti diri sendiri. Karena apabila masalah ini selalu dimasukan ke hati atau bahkan terbawa emosi, maka ia akan merasa bersalah secara berlebihan, yang mungkin dampaknya akan membuat laboran tersebut enggan atau terlalu takut menggunakan alatalat laboratorium.
(8) Ia membimbing orang lain secara konstruktif Tenaga laboran sebagai bagian dari tenaga kependidikan akan berperan secara penting mencerdaskan kehidupan bangsa ini melalui 33
pendidikan pada umumnya dan melalui kegiatan laboratorium pada khususnya. Laboran akan berinterkasi dengan siswa, pada saat siswa akan serangkaian percobaan-percobaan IPA. Oleh sebab itu laboran harus mampu menjadi menuntun tahap demi tahap kepada siapapaun yang melakukan percobaan di laboratorium. Laboran harus mampu menjadi inspirasi yang akan memberikan benang merahnya, sehingga dapat menghantarkan siswa kepada keseluruhan tahapan percobaan.
keyakinan yang positif tentang pembelajar. Baginya: (1) Siswa adalah makhluk yang ingin belajar, dan mereka belajar setiap saat, (2) Siswa ingin mengembangkan potensi mereka, (3) Siswa membuat pilihan terbaik yang ada pada waktu mereka anggap tepat, (4) Ia yakin siswa akan belajar bila cara yang ditawarkan sesuai untuk mereka. Mereka akan memilih dan menentukan cara yang terbaikuntuk mereka, (5) Ia percaya kalau siswa belajar melalui praktik tidak hanya dengan ceramah atau belajar untuk berdiskusi, (6) Ia percaya siswa berani mengambil risiko jika mereka merasa aman untuk melakukannya, (7) Ia meyakini bahwa siswa selalu mengetahui lebih banyak dibandingkan dengan yang mereka pikirkan, dan (8) Ia juga meyakini bahwa siswa mempunyai kekhausan tersendiri. Tidak semua siswa sama.
(9) Ia berkomunikasi dengan baik dalam level yang berbeda-beda. Ia mampu berkomunikasi dengan berbagai latar belakang. Latar belakang siswa yang menjadi acuan model ia berkomunikasi, bukan latar belakang yang ia miliki. Dengan demikian ia akan lebih mudah menyampaikan ilmu dan ide sehingga dapat dimengerti oleh peserta mereka. (10) Baginya belajar itu fun. ia tidak khawatir dengan kesalahan. Kesalahan saat kegiatan laboratorium berlangsung adalah bagian dari pembelajaran. Selanjutnya ia selalu ingin mencari umpan balik dari orang lain (laboran dan guru) dan peserta didik (siswa) bagaimana pembelajaran yang ia berikan pada saat kegiatan laboratorium berlangsung. Ia melihat kritikan sebagai hal yang positif dan selalu dinantikan. Sehingga ia dapat menciptakan sebuah kondisi kegiatan laboratorium yang PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan).
Keyakinan ini akan mendorong seorang laboran untuk memberikan pelayanan terbaik kapada pembelajar. Laboran akan selalu siap mefasilitasi berbagai kebutuhan bahan, alat, instrumen pengamatan, dll. Hal ini pula akan mendorong laboran untuk memikirkan kegiatan-kegiatan laboratorium IPA yang lebih baik lagi. Keyakinan ketiga yang dimiliki laboran adalah terhadap informasi di sekelilingnya. Setiap hari kita dibombastis dengan informasi dengan kadar yang berbeda-beda. perbedaan lain lagi adalah bagaimana kita menanggapi dan memberi arti terhadap informasi yang diterima. Informasi akan bernilai bila membantu untuk kemajuan.
(11) Ia selalu menunjukan rasa hormat kepada siapapun dan mencari nilai positif dari yang ia temui. Sikap ini akan membawa laboran kepada tingkatan seorang yang bijak dan seorang yang menghargai manusia lainnya. Selain itu, seorang laboran juga memiliki keyakinan tentang pembelajar (siswa). Ia meyakini bahwa ia tidak dapat berfungsi secara maksimal jika ia tidak memiliki
Bagi laboran yang hebat, ia memberikan informasi kepada siswa dengan mempertimbangkan bahasa yang tepat, membuat siswa mengerti dan informasi yang 34
relevan dengan konteks atau situasi peserta mereka. Selanjutnya, ia juga pertimbangkan apakah informasi yang yang diberikan itu dapat membuat perbedaan terhadap siswa yang mereka hadapi.
birokrasi yang zolim, dan (10) Apapun yang ia mimpikan bisa saja terjadi. Keyakinan kepada bagaimana dunia beroperasi akan menumbuh kembangkan sikap optimisme. Optimis harus dimiliki oleh seorang tenaga laboran, karena tugasnya yang sangat berat den penuh risiko. Optimisme ini akan berdampak kepada kinerja seorang tenaga laboran yang akan memaksimalkan segala potensi dan sumber kekuatan yang ada untuk dijadikan sebagai produk-produk hasil kegiatan laboratorium.
Hal keempat dari laboran adalah keyakinan tentang bagaimana dunia ini beroperasi. Rocker Ahmad Albarberujar “dunia ini adalah panggung sandiwara dan setiap orang memerankan peranannya masing-masing”. Shakespere, pengarang novel Inggris yang terkenal, berpuluh-puluh tahun lalu juga telah mengatakan hal senada. Laboran hebat selalu menyadari bahwa ia memainkan beragam peran dan tujuan, kadang peran sungguhan, kadang juga peran yang dirancang. Panggung Laboran adalah di laboratorium, oleh sebab itu ia harus memiliki keyakinan: (1) Setiap perilakunya adalah komunikasi, (2) Setiap kegagalannya adalah kesempatan untuk maju lebih baik, (3) Ia yakin, ia yang menciptakan cerita untuk kehidupannya sendiri, (4) Ia memahami bahwa ia adalah gabungan otak, tubuh, dan semangat. Ketiganya bekerja dengan sangat prima bila mereka bekerja bersama-sama, (5) Perjalanan menuju kesempurnaan tidak pernah berakhir. Jadi ia tidak cepat lelah. ia tetap bersemangat untuk menuju hebat, (6) Dunia ini melimpah ruah dengan banyak hal, ia yakin hanya ia yang mampu menciptakan manfaat dari apa yang ada, (7) Integritas akan membuahkan penghargaan untuk dirinya, (8) Ia yakin, ia selalu mempunyai pilihan. Sulit atau mudah, senang atau sedih, sendiri atau ramai adalah contoh pilihan hidup yang dapat ia lakukan, (9) Ia adalah pencipta bukan korban, Jadi ia tidak percaya dengan kata laboran yang terkesan ia menjadi korban sistem
SIMPULANDAN REKOMENDASI Simpulan Laboran yang memiliki keyakinan positif akan menjadikan laboran yang berkepribadian. Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik yang menentukan perilaku dan pemikiran indvidu secara khas. Kepribadian akan mempengaruhi cara berpikir, yang selanjutnya termanifestasikan dalam tutur kata dan perilaku sebagai tenaga laboran. Rekomendasi Agar kualitas Kompetensi kepribdian dan sosial laboran dapat meningkat, hendaknya laboran membangun empat keyakinan dalam dirinya, yaitu : keyakinan terhadap dirinya sendiri, keyakinan tentang pembelajar, keyakinan tentang informasi yang muncul dalam kehidupannya. dan keyakinan tentang bagaimana dunia bekerja atau beroperasi, sehingga kompetensi laboran lainnya seperti kompetensi manajerial dan kompetensi profesional dapat terbangun secara maksimal setelah kompetensi kepribadian dan sosialnya terbangun secara optimal.
35
PERSEPSI DAN MOTIVASI KEPALA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DI SEKOLAH
DAFTAR RUJUKAN Grover (1979) Kertiasa, Nyoman. (2006). Laboratorium Sekolah dan Pengelolaannya. Bandung: Pudak Scientific.
M. Syahnan H.R.A. Dasuki Universitas Surya Dharma Jakarta
Lussier & Achua, 2001
Abstract Forward the withdrawal of a school can not be separated from the school principal. Many schools developed and developing thanks to the role of principal. It’s time for school principals to have a good perception of the world of education. The findings in the field we often find a school that students have the capability in intelligence, the principal did not care and personal importance. Once on the other hand there are principals who care about school, but lack the spirit or the motivation of students supported capabilities and other things. Keywords: Motivation Principal, Quality Improvement in School Education. PENDAHULUAN
enam segi, yakni: (1) kepuasan hubungan antar karyawan, (2) kepuasan supervisi, (3) kepuasan prestasi, (4) kepuasan gaji, (5) kepuasan kepemimpinan,dan(6) kepuasaan tugas. Berbeda, dengan Strauss (Hadikusumo, 1990), yang menjelaskan kepuasan sebagai sesuatu kebutuhan yang harus terpenuhi dari pekerjaan, untuk itu Strauss membaginya ke dalam tiga bentuk, yakni: (1) kebutuhan fisik dan keamanan, (2) kebutuhan sosial, dan (3) kebutuhan egois. Namun, dalam praktik di lapangan, semua unsur tersebut nyatanya, tidak saling bersentuhan. Teori ini sering tidak tepat karena ada kepala sekolah yang semestinya menjadi lokomotif sekolah, justru mengaku merasa telah puas bekerja, setelah kebutuhan egoisnya terpenuhi. Ia tidak peduli apakah siswanya menonjol atau mempunyai kepandaian di atas rata-rata atau tidak. Bagi kepala sekolah golongan ini yang terpenting kepuasan bekerjanya telah tuntas dan selesai. Menurut Strauss (Hadikusumo, 1990), indikator kepuasan kerja itu terbagi empat faktor, yakni: (1) Psikologis, meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, bakat; (2) Sosial, hal-hal yang berhubungan dengan interaksi antara sesama karyawan, hubungan dengan pimpinan; (3) Fisik, yaitu faktorfaktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja’ (4) Kesejahteraan,
Sebuah institusi pendidikan pada hakikatnya diadakan bukan untuk melayani pribadi atau individu, melainkan melayani kepentingan masyarakat atau umum. Lembaga berbagai tingkatan ini diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan kepuasan kepada publik. Tak heran jika publik acapkali menyorotinya secara serius. Bidang pendidikan misalnya, jika sebuah sekolah kurang berkembang biasanya publik atau orangtua siswa melalui komite sekolah menanyakan perihal tersebut. Publik wajar bila meminta kepala sekolah selalu memantau siswa didiknya agar senantiasa berkembang dan maju dan bersaing. Dalam arti siap meningkatkan kualitas keilmuannya. Tuntutan ini biasa atau wajar terjadi karena dalam perspektif Total Quality Management (TQM) publik di bidang pendidikan adalah pelanggan yang harus ditingkatkan kepuasannya. Menurut Poerwadarminta (1991), kepuasan adalah perasaan lega atau senang karena merasa lega atau senang karena merasa sudah terpenuhi kebutuhannya atau hasrat hatinya. Sedang Cranny (1992), menjelaskan kepuasan hidup meliputi kepuasan keluarga, perkawinan, kepuasan masa luang, dan kerja. Selain itu, kepuasaan kerja juga memiliki 36
37
meliputi : gaji, tunjangan dan lain-lain yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan.
menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita. Persepsi mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang kita serap dan apa makna yang kita berikan kepada mereka, ketika mereka mencapai kesadaran. Sedang Rakhmat (2001) menyatakan bahwa persepsi sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan demikian, persepsi adalah proses pemberian makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru, dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi.
Berdasarkan persoalan tersebut di atas, mungkin hal ini sebuah fenomena klasik, mengingat belakangan ini publik selalu dikecewakan dengan kurang baiknya sistem pelayanan publik di bidang pendidikan. Publik sekarang telah mengalami perubahan sejalan dengan gerakan reformasi secara nasional sehingga publik yang semula tidak berdaya menjadi berdaya, bahkan lebih. Kenyataan di lapangan menunjukkan SDM institusi pendidikan belum memberikan pelayanan publik yang memuaskan.
Menurut Zanden (1984), persepsi adalah proses pengumpulan dan penafsiran dari informasi. Persepsi merujuk kepada beberapa proses dimana kita menjadi tahu dan berfikir hal, berupa karakteristik, kualitas dan pernyataan diri. Kita membentuk pandangan mengenai beberapa hal tersebut untuk menetapkan dan membuat perkiraan serta mengatur pandangan kita mengenai masyarakat berdasarkan informasi. Selanjutnya, Krech dan Crutcfield (Rakhmat, 2001) berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang kompleks dan ditentukan oleh faktor fungsional (personal) dan faktor struktural (situasional) menghasilkan suatu gambaran unik tentang kenyataan yang barangkali sangat berbeda dari kenyataannya.
Kondisi inilah yang memaksa kepala sekolah, harus bisa mengangkat dan menjadikan sekolah sebagai lembaga unggulan/ lokomotif atau mercusuar. Sebab dengan sebuah lembaga sekolah berkembang, maka siswa sebagai gerbongnya pasti juga ikut kepalanya. Dengan demikian, kemungkinan negeri ini mengalami masalah dalam regenerasi di bidang pendidikan, akan jauh dari yang diduga. Bahkan bukan mustahil lembaga ini akan kembali menjadi proyek percontohan bagi negara-negara lain di bidang pendidikan nantinya. Malah dengan sekolah maju dan anak-anak didik berkualitas, harapan membawa masa depan Indonesia lebih baik dan sejahtera akan terjawab. Banyak lapangan kerja yang bisa dihasilkan dari mereka. Mereka juga akan membuka lapangan kerja baru bagi siswasiswa lain yang kurang mampu, baik dalam sisi tingkat kehidupan maupun kepandaian.
Lebih luas Sadli (1976) mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan suatu proses aktif, di mana yang memegang peranan bukan hanya stimulus yang mengenainya, melainkan juga keseluruhan pengalamanpengalaman, motivasi, dan sikap-sikapnya yang relevan terhadap stimulus tersebut. Desiderato (Rakhmat, 2001) mengatakan persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
PEMBAHASAN Persepsi Kepala Sekolah mengenai Peningkatan Kualitas Pendidikan di Sekolah Seiler (1992), menerangkan bahwa persepsi adalah merupakan jantungnya dalam berkomunikasi. Menurut Devito (1997), persepsi adalah proses di mana kita 38
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi sendiri ditentukan oleh dua faktor yakni faktor fungsional dan faktor struktural (David Krech dan Richard S Crutchfield).
Selanjutnya Van Den Ban & Hawkins (1999) mengungkapkan persepsi adalah proses menerima informasi persepsi adalah proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan merubahnya kedalam kesadaran psikologis. Persepsi manusia sangat selektif, panca indera menerima stimuli dari sekelilingnya dengan melihat objek, mendengar suara, mencium bau, dan sebagainya.
Faktor fungsional dalam hal ini adalah kebutuhan pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang dapat disebut juga sebagai faktor personal. Yang menentukan pemahaman di sini yaitu bukan jenis atau bentuk stimuli melainkan karakteristik. Orang yang memberikan respon terhadap stimuli. Merumuskan dalil pemahaman atau persepsi menurut Krech dan Richard (David Krech dan Richard S Crutchfield), pertama persepsi bersifat selektif secara fungsional. Dalil ini adalah objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi.
Dalam hal ini kapasitas memproses informasi terbatas, tidak semua stimuli bisa ditangkap dan tergantung pada factor-faktor fisik serta psikologi seseorang. Sejalan dengan hal tersebut, Lewis (Muhammad, 1995) mengatakan bahwa persepsi adalah proses pengamatan, pemilihan, pengorganisasian stimulus yang sedang diamati dan membuat interpretasi mengenai pengamatan itu. Jadi, dari hasil batasan di atas, hubungan persepsi pendidikan di sekolah adalah bagaimana manusia (kepala sekolah) sebagai pemeran utama dalam proses komunikasi, dalam memproses pesan yang diterimanya dipengaruhi oleh lambang-lambang yang dimiliki. Oleh karena itu, faktor personal dan situasional mempengaruhi kepala sekolah sebagai perilaku komunikasi. Bahkan Rakhmat (2001) menambahkan persepsi dan sikap juga ditentukan oleh faktor personal dan situasional. Untuk itu, persepsi pendidikan di sekolah adalah kemampuan yang dimiliki kepala sekolah dan merupakan suatu proses awal penerimaan informasi, kemudian ditafsirkan dan selanjutnya yang bersangkutan memberi respons menerima atau menolak dari suatu gambaran unik tentang suatu objek, peristiwa yang mungkin berbeda dari kenyataannya, yang merupakan hasil pandangan, interpretasi dan penyimpulan terhadap informasi yang disajikan tentang sekolah.
Biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Misalnya pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional, dan latar belakang budaya terhadap persepsi. Faktor-faktor fungsional tersebut lazim disebut sebagai kerangka rujukan, dan dalam kegiatan komunikasi, kerangka tersebut mempengaruhi bagaimana orang member makna pada pesan yang diterimanya. Sementara faktor-faktor struktural yang menentukan pemahaman disini berasal dari stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada system saraf individu. Menurut teori Gestalt, bila kita mempersepsi sesuatu, sama halnya mempersepsikan sebagai suatu keseluruhan. Selanjutnya Krech dan Richard merumuskan dalil persepsi keduanya, sebagai medan konseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Maksudnya, adalah mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Kendati stimuli yang diterima tidak lengkap, tapi akan diisi dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang dipersepsikan, dalam hubungannya dengan konteks.
Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi adalah mempersepsikan sebagai pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan 39
Sedangkan Krech dan Richard menyebutkan dalil persepsi yang ketiga adalah sifat-sifat persepsual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.
penelitian atas persepsi terhadap suatu informasi dapat diungkapkan dalam bentuk penggalian pendapat. Kesimpulannya kepala sekolah harus bisa mempersepsikan kualitas pendidikan dengan baik, khususnya dalam memberikan pendapat atau bentuk kesan, terhadap sebuah informasi kepada lingkungan sekolahnya, terutama warga sekolah, agar mereka memahami betul apa yang diinginkan pihak sekolah. Pengalaman kepala sekolah terhadap objek dan peristiwa yang dialaminya akan menjadi barometer atau tolok ukur pencapaian suatu prestasi dan evaluasi di kemudian hari, tujuannya tidak lain adalah keberhasilan sekolah dalam pembelajaran dan lain halnya.
Dalil yang keempat yakni objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Pada persepsi sosial, pengelompokkan tidak murni struktural sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh individu yang lain.
Motivasi Kepala Sekolah Bicara motivasi, menurut Maslow (1970), suatu konsep yang kita gunakan ketika dalam diri kita muncul keinginan dan mengerakkan atau mengarahkan tingkah laku. Semakin tinggi motivasi semakin tinggi intensitas perilaku. Ia juga menambahkan pada umumnya para pekerja berkeinginan agar ia dapat memberikan prestasinya yang terbaik sebagai sumbangannya kepada perusahaan di mana ia mencari nafkah, terlepas dari apakah ia mempunyai keinginan untuk meraih posisi yang lebih baik atau tidak. Namun apabila hal tersebut dapat ia lakukan dengan baik, maka akan memberikan kepuasan tersendiri baginya selaku pekerja atau istilahnya credit of work done. Setiap pekerja di mana pun dan kapan pun tentunya menginginkan kondisi kerja yang enak, nyaman, dan tenang terbebas dari gangguan.
Dalam hal ini masuk juga peranan kerangka rujukan. Bahkan ahli zoology menganggap kuda, manusia, dan ikan paus sebagai satu kelompok mamalia, sedangkan orang lain akan menganggap ketiganya masuk dalam kelompok yang berbeda, kuda hewan darat, ikan paus hewan laut, manusia bukan hewan. Kebudayaan juga berperan dalam melihat kesamaan. Menurut Krech dan Crutchfield kecenderungan untuk melaporkan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal. Kita semua sering atau pernah melakukannya. Faktor struktural dan fungsional tersebut diatas yang menentukan persepsi kita terhadap informasi-informasi yang kita dapatkan. Dalam hidup, kita dihadapkan pada banyak informasi yang memberi masukan kepada kita. Tidak semua informasi tersebut mendapatkan perhatian yang sama, dan informasi yang mendapatkan perhatian akan dipersepsikan sehingga membentuk kerangka kognitif (cognitive frame work). Menurut Irwanto (1994), kerangka kognitif ini akan diungkapkan oleh diri kita dalam bentuk kesan dan pendapat, sehingga
Sejumlah konsep dasar sering digunakan dalam teori motivasional. Pemahaman terhadap beberapa konsep dasar ini akan sangat bermanfaat dalam membandingkan berbagai teori, karena teori-teori itu seringkali berbeda dalam hal menjelaskan dan menggunakan konsep-konsep tersebut. Menurut Petri (1986), konsep-konsep 40
tersebut meliputi : (1) Energi, yakni membahas tentang motivasi ini dengan mengasumsikan keberadaan adanya beberapa sumber energi yang mendorong perilaku. Bahkan teoritikus menyatakan adanya satu sumber energi itu untuk semua perilaku atau energi di balik perilaku itu bersifat umum. Asumsi energi umum mensyaratkan keberadaan mekanisme tambahan yang dapat mengarahkan energi ini dengan berbagai cara pada waktu yang berlainan. Energi yang mengaktifkan perilaku juga mempunyai fungsi sebagai pengarah, sebab tiap perilaku memiliki sumber energinya sendiri. (2) Pewarisan, bawaan, yakni dinyatakan sebagai konsep yang membantu menjelaskan motivasi. Salah satu pendekatan umum berasumsi bahwa mekanisme motivasional seperti itu terprogram secara genetis atau sudah terpasang pada organisme. Pendekatan biologis ini biasanya memiliki dua bentuk. Pendekatan yang pertama yaitu insting menyebutkan bahwa energi berakumulasi dalam organisme dan menimbulkan keadaan menjadi termotivasi. Perilaku yang sudah terprogram sebelumnya, kemudian akan muncul untuk menurunkan motivasi. Pemicu perilaku sudah terpasang ini biasanya dinisbatkan pada rangsangan tertentu dalam lingkungan yang memiliki efek melepaskan perilaku. Pendekatan biologis kedua menyebutkan bahwa sirkuit dalam otak memantau kondisi tubuh dan mengaktifkan perilaku ketika ditemukan perubahan. Diaktifkannya sirkuit ini menimbulkan motivasi untuk merespon, baik bawaan atau dipelajari. (3) Pembelajaran, yakni peran pembelajaran dalam perilaku dalam motivasi juga penting. Clark Hull (1952) mengembangkan suatu teori di tahun
1940-an yang menguraikan saling hubungan antara pembelajaran dan motivasi memunculkan perilaku. Para teoritisi pembelajaran menekankan peran insentif dalam mengontrol perilaku diarahkan ke tujuan yang akan dicapai. (4) Interaksi sosial, yakni interaksi kita dengan orang lain juga dapat menimbulkan motivasi. Riset dan psikologi sosial menunjukkan kekuataalam memotivasi kita untuk mentaatinya. Keberadaan orang lain sering mengurangi kemungkinan individu untuk memberikan bantuan dlam suatu kondisi darurat sekalipun. Situasi sosial memiliki pengaruh besar terhadap intensitas perilaku dalam hubungannya dengan sikap berinteraksi terhadap orang lain, hal demikian disebabkan situasi tersebut mempunyai pengaruh untuk mengubah motivasi interaksi dengan orang lain tersebut. (5) Proses kognitif, yakni peran proses kognitif dalam motivasi mulai banyak dikenal. Jenis informasi yang kita terima dan bagaimana informasi itu diolarima dan bagaimana informasi itu diolah memiliki pengaruh penting terhadap perilaku kita. Teori seperti teori keseimbangan Heider, teori disonansi kognitif festinger dan teori persepsi dari Bem, menekankan peran pengolahan informasi aktif (berpikir) dalam mengontrol perilaku. Teori atribusi juga menekankan peran kognisi dalam menafsirkan orang lain (termasuk diri kita) yang menunjukkan bahwa perilaku kita sangat didasarkan pada penafsiran tersebut. (6) Aktivasi Motivasi, yakni konsep dasar utama lainnya dari teori motivasional yakni terpicunya motivasi itu sendiri. Penelitian di bidang ini telah menemukan mekanisme yang memantau keadaan organisme dan mekanisme yang memicu 41
motivasi ketika tubuh berada dalam ketidakseimbangan. (7) Homeostasis, yakni para teoritikus juga memiliki pandangan lain mengenai tujuan motivasi. Tujuan yang paling banyak diakui barangkali adalah mempertahankan homeostasis (pemikiran tentang adanya tingkat optimal untuk berbagai kondisi tubuh). Ketika tubuh menyimpang terlalu jauh dari tingkat optimal, sirkuit motivasional akan dipicu oleh reseptor pemantau kondisi ini dan munculah perilaku yang akan membawa tubuh ke tingkat optimalnya. (8) Hedonisme, yakni penjelasan tertua bagi tujuan perilaku bermotivasi adalah pemikiran tentang hedonisme, yang mengasumsikan bahwa kita dimotivasi oleh kesenangan dan kesakitan. Kita belajar mendekati situasi yang menyenangkan dan sekaligus belajar menghindari kondisi yang menyakitkan. Penjelasan hedonistik modern menyebutkan bahwa kesenangan dan kesakitan berada dalam satu kontinum dan bahwa apa yang menyenangkan atau menyakitkan itu akan berubah ketika kondisi juga berubah. (9) Motivasi pertumbuhan, yakni pendekatan utama lainnya untuk memahami tujuan motivasi adalah konsep motivasi pertumbuhan. Motivasi pertumbuhan ini menekankan ide bahwa manusia termotivasi untuk mencapai potensi penuhnya, potensi fisik, psikologis dan emosional. Rogers mengemukakan motivasi pertumbuhan hubungannya dengan individu yang berfungsi penuh, sementara Maslow menggunakan istilah aktualisasi diri untuk menggambarkan motivasi dalam memperjuangkan kepenuhan diri.
pengaruh terhadap lingkungan. Hal demikian disebut pula sebagai motivasi effectance oleh beberapa teoritikus lainnya. Apapun istilahnya semua teori motivasi pertumbuhan menyebutkan bahwa manusia sangat dimotivasi untuk menguji dan memperbaiki kemampuan mereka. Maslow benar, karena setiap pekerja dalam hal ini kepala sekolah menginginkan agar setiap perlakuan yang diterima adalah sesuai dan berhubungan yang sangat relevan dengan permasalahan lembaga. Artinya ada kepala sekolah yang ingin maju dan termotivasi untuk berprestasi, tapi kondisi struktural dan lingkungan kerja yang kurang relevansinya dengan status pekerjaan dalam lembaganya, membuat ia jadi malas untuk berkarya. Intinya, hal-hal yang tidak ada relevansinya dengan status kerjanya dalam lembaga tentu akan kurang efektif. Lebihlebih jika perlakuan itu merugikan buatnya. Contoh, sekolah mengadakan acara hari-hari besar keagamaan atau nasional, kemudian biayanya diambil dengan cara memungut atau iuran dari kepala sekolah atau siswa. Tentu bagi sebagian kepala sekolah yang sekolahnya letaknya di pedalaman atau jauh dari pusat ibukota, hal ini tentu akan sangat merugikan. Sesuatu yang mungkin terjadi adalah daripada merugikan siswa, guru, dan kepala sekolah, lebih baik tidak sama sekali ada kegiatan. Memang ada yang berani berkorban, tetapi itu sangat kecil. Untuk itulah, penulis mengajak kepada para kepala sekolah agar senantiasa termotivasi meningkatkan kualitasnya termasuk kepuasan bekerjanya. Mitchell (1982) menyatakan bahwa penyebab kepuasan kerja adalah supervisi, tantangan pekerjaan, keceriaan kerja, isi pekerjaan, dan intensif tradisional. Sedang Strauss (Hadikusumo, 1990) menambahkan faktorfaktor kepuasan kerja adalah penghargaan, penilaian diri, norma-norma sosial, perbandingan sosial, keterikatan, dan dasar
Salah satu aspek motivasi pertumbuhan adalah perlunya mengontrol atau memiliki 42
pemikiran. Berbeda dengan Byars (Buchori Zainun, 1976) yang menjelaskan bahwa ada lima komponen utama dalam kepuasan kerja, yakni: (1) Sikap terhadap kelompok kerja; (2) Kondisi umum pekerjaan; (3) Sikap terhadap organisasi; (4) Keuntungan keuangan; (5) Sikap terhadap supervisi. Sementara Smith (Cranny, 1992) berpendapat ada lima segi kepuasan kerja, yakni: (1) Kepercayaan pada pimpinan; (2) Hubungan teman sekerja; (3) Supervisi; (4) Gaji; (5) Jenis dan isi pekerjaan. Berdasarkan teori dan konsep di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan menyenangkan dari tantangan kerja yang telah berhasil terlampaui dengan baik dan mendapat perhatian serta penghargaan yang layak.
kualitas, standar prestasi dan nilai-nilai. Kepala sekolah yang efektif juga harus punya dasar kompetensi dan keterampilan administrasi, seperti ketrampilan teknis, hubungan manusia, membuat konsepsional, keterampilan pendidikan dan pengajaran, serta keterampilan kognitif. Hal pokok yang harus dipenuhi seorang kepala sekolah lainnya adalah termotivasi dan perhatian terhadap pengembangan, fleksibilitas intelektual, dan mampu beradaptasi secara taktis, serta persuasif dalam memanajemeni interaksi. Dari kesimpulan teori dan konsep di atas, dapat ditarik pengertian bahwa motivasi adalah menciptakan formula perasaan yang menyenangkan dari tantangan kerja yang telah berhasil diselesaikan dengan baik setelah melaksanakan semua kompetensi dan ketrampilan administrasinya, termasuk harapan mendapat penghargaan.
Sementara itu, kepala sekolah sebagai penanggungjawab dalam penyelenggaraan pendidikan sekolah harus memiliki visi dan misi serta strategi. Ia juga harus memiliki kemampuan dalam mengkoordinasikan menyerasikan sumberdaya dengan tujuan. Kemampuan mengambil keputusan secara terampil, berorganisasi dan pendelegasian, kontrol dan evaluasi. Kemampuan memobilisasi sumber daya, menggunakan sistem sebagai cara berpikir, mengelola dan menganalisis sekolah.
Peningkatan Kualitas Pendidikan Bicara peningkatan kualitas atau kualitas pendidikan sekolah, maka kita harus tahu dulu, pengertian kualitas karena pandangan tentang definisi kualitas pasti berbeda-beda. Sementara tidak ada orang yang dapat menjelaskan kualitas secara tepat. Stewart (Hadikusumo, 1990), mengatakan, “Tidak ada definisi tunggal mengenai kualitas. Berikut ini dituliskan beberapa kutipan tentang kualitas. Kualitas adalah perasaan menghargai bahwa sesuatu lebih baik daripada yang lain. Perasaan itu berubah sepanjang waktu dan berubah dari generasi ke generasi, serta bervariasi dengan aspek aktivitas manusia.”
Kemampuan menjalankan perannya sebagai manajer, pemimpin, pendidik, wirausahawan, regulator, penyelia, pencipta iklim kerja, administrator, dan pembaharu. Ketrampilan berkomunikasi, dan pembangkitmotivasi. Selain itu, ia juga harus dapat mendorong kegiatan-kegiatan yang kreatif, inovatif, berpikirkritis, menciptakan sekolah belajar, menerapkan manajemen berbasis sekolah, memberdayakan sekolah, dan mampu menggalang kerja sama yang cerdas dan kompak.
Definisi lain, “kualitas” seperti yang biasa digunakan dalam manajemen berarti lebih dari rata-rata dengan harga yang wajar. Kualitas juga berarti memfokuskan pada kemampuan menghasilkan produk dan jasa yang semakin baik dengan harga yang semakin bersaing. Kualitas juga berarti melakukan hal-hal yang
Hal yang paling terpenting adalah mampu melaksanakan toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang, tetapi tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan 43
tepat dalam organisasi pada langkah pertama, bukannya membuat dan memperbaiki kesalahan. Dengan memfokuskan halhal yang tepat pada kesempatan pertama, organisasi menghindari biaya tinggi yang berkaitan dengan pengerjaan ulang.
yang tinggi, dari hasil proses dan input produk peserta didik berkualitas. Beberapa alasan yang melatarbelakangi peningkatan kualitas pendidikan di atas, adalah era globalisasi yang menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen, dan sumber daya manusia. Selain itu, filosofi eksistensialisme dan esensialisme juga sangat mempengaruhi alasan tersebut. Pada hakikatnya, penyelenggaraan pendidikan harus berkeyakinan bahwa pendidikan itu harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik secara optimal. Pengembangan mungkin melalui fasilitasi yang dilaksanakan lewat proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan, menumbuh kembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik.
Selanjutnya, kualitas adalah suatu terminologi subjektif dan relatif yang dapat diartikan dengan berbagai caradi mana setiap definisi bisa didukung oleh argumentasi yang sama baiknya. Kualitas juga secara luas dapatdiartikan sebagai agregat karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhankonsumen/pelanggan. Karakteristik kualitas dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, kualitas adalah suatu keberhasilan proses belajar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan. Pelanggan bisa berupa mereka yang langsung menjadi penerima produk dan jasatersebut atau mereka yang nantinya akan merasakan manfaat produk dan jasa tersebut. Atau dapat juga artinya dalam upaya meningkatkan kualitas, efisiensi, relevansi, dengan peningkatan daya saing di bidang pendidikan sekolah. Secara nasional dan internasional pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, kualitas menjadi prioritas utama pemerintah saat ini dengan telah ditetapkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional, baik itu untuk sekolah negeri maupun swasta.
Sedangkan esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu maupun keluarga. Kebutuhan berbagai sektor maupun subsektornya. Kebutuhan lokal, nasional, maupun internasional. Untuk mencapai terselenggaranya pendidikan berkualitas, dikenal dengan perlunya paradigma baru pendidikan yang difokuskan pada otonomi, akuntabilitas, akreditasi, dan evaluasi. Berkaitan dengan semua itu, Wirakartakusumah (1998) berpendapat bahwa ada empat pilar pendidikan, yakni learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Keempatnya ini merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktik-praktik penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, yang dimulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga penilaiannya. Mengacu pada katakata dari 4 pilar pendidikan itu, pemerintah sendiri telah berkomitmen yang sangat tinggi dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan Indonesia, Misalnya dengan membuat kebijakan khusus, atau dengan
Hal ini penting agar kualitas pendidikan di negeri ini nantinya setara dengan di luar negeri yang telah terlebih dahulu maju. Untuk menghasilkan kualitas tersebut berjalan optimal, dengan pembiayaan minimal, dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, orang tua, masyarakat, kondisi lingkungan, sekolah, serta kemampuan pemerintah daerah, maka perlunya dicari solusi yang tepat untuk tidak merugikan semua pihak. Misalnya dengan saling memantau satu sama lain berkaitan dengan kinerja pihak-pihak terkait. Dengan demikian, kita dapat memiliki daya saing 44
kualitas terhadap siswa anak didik terpacu untuk giat belajar dan ini lebih memberi arti khusus yang mendalam. Prestasi ok dan akhlak ok.
tidak lagi melihat peningkatan kualitas itu dari sisi standar kualitas nasional, melainkan internasional. Untuk itu, dibutuhkan peran kepemimpinan kepala sekolah sebagai salah satu aspek dari sekian aspek paling penting lainnya. Mengingat sebuah sekolah yang sudah berlisensi internasional, tidak mungkin lagi dapat dipimpin kepala sekolah yang kualitas kemampuannya di bawah rata-rata atau regular. Kepala sekolah ini sudah harus dipimpin dengan kualifikasi dengan tingkat pendidikan pascasarjana dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi A dan mempunyai kemampuan berbahasa Inggris secara aktif.
Rekomendasi Saran, ciptakan suasana damai, jujur dan santai dalam menanggani berbagai hal yang terjadi dilingkungan sekolah. Jangan membuat suasana sekolah seperti neraka, dan kacau balau, sehingga dapat menurunkan kualitas sekolah. Kepala sekolah dituntut untuk mempersepsikan dan memotivasi siswa anak didik untuk senantiasa berperilaku baik kepada lingkungan dan warga sekolah. Untuk sekolah negeri dan swasta, sebaiknya dalam memilih kepala sekolah, terlebih dulu diadakan seleksi yang ketat, bukan atas dasar suka atau tidak suka, atau karena adanya pelicin. Janganlah sekolah dijadikan kelinci percobaan, mengingat dampaknya sangat merugikan di kemudian hari. Ciptakan suasana yang tenteram dan damai dalam lingkungan sekolah. Tugas kepala sekolah adalah membuat suasana sekolah menjadi nyaman dan senang.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI Simpulan Kepala sekolah hendaknya lebih memahami dan mengerti atau termotivasi untuk memajukan sekolahnya, apakah stimulus yang diperolehnya tentang dunia pendidikan itu berjalan baik atau tidak. Sudah menjadi kewajiban kepala sekolah selaku pimpinan di sekolah untuk bertanggungjawab penuh membawa sekolah, guru dan siswa didiknya berprestasi tinggi. Amanah yang diemban ini, semestinya menyadarkan kepala sekolah untuk tidak bertindak masa bodoh atau kurang peduli.
Kepala sekolah dan dinas pendidikan dituntut untuk senantiasa menjadikan lingkungan sekolah yang cinta damai, siswa nyaman bersekolah dan sekolah merasa target yang diidam-idamkan siswa, sehingga siswa datang ke sekolah merasa seperti di rumah sendiri dan bukan masuk ruang pengadilan. Inilah yang harus ditanamkan ke dalam lingkungan sekolah dan warga sekolah.
Mengingat kepala sekolah itu adalah leader atau manager, yang harus dapat membawa sekolahnya berkembang dan maju. Bukan sebaliknya keluar dari rel. Selain itu, kepala sekolah juga harus senantiasa meningkatkan kompetensinya sehingga dapat menjadi panutan bagi warga sekolahnya, termasuk juga kerja sama dengan masyarakat/ komite sekolah atau stakeholders lain guna menghasilkan lulusan terbaik.
DAFTAR RUJUKAN Buchori Zainun, 1976. Manajemen dan Motivasi. Jakarta: Balai Aksara Cranny, P.C.S. 1992. Job Satisfaction How People About Their Job And How It Affect Their Performance. New York: Lexington Books.
Hal lainnya adalah menciptakan iklim ikhlas dan penuh kejujuran dan ibadah kepada Yang Maha Kuasa. Dengan sentuhan rohani yang demikian dan pemahaman tentang kekuasaan terhadap sang Khalik, bukan mustahil 45
Devito. J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia (Terjemahan). Jakarta: Profesional Books.
CITRA DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENJALANKAN KEBIJAKSANAAN
Hadikusumo. 1990. The Human Problem of Management (Terjemahan), Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Hamida Syari Harahap Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta Abstract The school principal holder of the mandate to run the school, the success of a school associated with the principal and school image. Therefore, as a leader must be able to consider all the wisdom that will be taken. Sometimes principals are like two sides of the coin, in addition to carrying out official orders he had to consider other aspects that sometimes can not be challenged because of the reality. Many problems that arise at both the school internal problems themselves, teachers, students and even parents and other stakeholders. The school principal can be assumed by a doctor, because it must be able to detect any problems, whether problems in the categories of mild disease, moderate or severe. How any serious problems principals should not panic, even the principals can also be said to be the heart of the school because the school principal must submit information to our service both internal and external stakeholders related to the measures taken. When the school faced a crisis that most first person in the future to overcome these problems is the principal, not the teachers, students, administrative staff or others. Therefore, someone who occupies the principal position in addition to visits from the level of education also has a wise leadership.
Irwanto. 1994. Jalaludin Rahmat. 1999. David Krech dan Richard S Crutchfield. Maslow, A. 1970. Motivation and Personality. London: Harper and Low Muhammad. A. 1995. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Petri. 1986 Poerwadarminta W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka. Rakhmat. J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sadli. 1997. Persepsi Mengenai Perilaku Menyimpang. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Keywords: Image, Principal Leadership, Wisdom PENDAHULUAN
Seiler. W.J. 1992. Introduction To Speech Communication, Lincoln: University Of Nebraska, Lincoln.
wartawan yang menampilkan atau menyoroti berita-berita sensasional dari lembaga pendidikan bersangkutan, yang tidak lagi menampilkan “fakta” dan data yang aktual serta objektif tetapi menampilkan “pendapat” secata subjektif. Bahkan, pers cenderung membesar-besarkan persoalan prakrisis (awal gejala krisis) secara dramatis sehingga krisis berkembang dan meluas yang membuat panik dan meresahkan masyarakat. Padahal sebenarnya keadaan lembaga pendidikan semula masih bisa ditanggulangi secara objektif dengan akal sehat. Akhirnya karena ada yang memprovokasi dampaknya menjadi luar biasa dan semuanya menjadi berantakan. Tanpa terkendali, hal itu menjadi krisis akut (acute crisis stage) yang merembet dan merugikan nama dan citra lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Menurut Ruslan (1999), pada dasarnya lingkup tugas dan fungsi kepala sekolah dalam aktivitas manajemen atau lembaga pendidikan akan berhadapan dengan dua situasi yang berbeda, bahkan bertentangan. Yang pertama adalah kegiatan kepala sekolah dalam situasi lembaga pendidikan “normal”. Kemudian yang ke dua adalah saat berhadapan dengan masalah crucial point (krisis). Dalam situasi lembaga pendidikan normal fungsi dan tugas kepala sekolah adalah menggiring persepsi atau opini publik terhadap lembaga pendidikan yang diwakilinya untuk memperoleh identitas dan citra lembaga pendidikan yang baik.
Van Den Ban A.W., &Hawkins, H.S.1999. Penyuluhan Pertanian (Terjemahan). Kanisius: Yogyakarta. Wirakartakusumah. (1998). Pengertian Mutu Dalam Pendidikan, Lokakarya MMT IPB, Kampus Dermaga, Bogor, 2 – 6 Maret Zanden, J.W.V. 1984. Sosial Psycology. Ohio: Random House Inc Ohio.
Sebaliknya dalam situasi dan kondisi krisis manajemen, lembaga pendidikan akan berhadapan dengan sorotan yang bernada negatif dari masyarakat, ditambah lagi tekanan “liputan” dari pihak pers atau 46
Hal ini senada dengan persepsi masyarakat mengenai salah satu sekolah di Jakarta yang 47
di cap sebagai sekolah yang suka dengan perkelahian atau peristiwa bullying atau kekerasan seperti di SMAN 70 Jakarta dan bukan yang pertama kali. Kekerasan di sekolah ibarat fenomena gunung es yang tampak ke permukaan hanya bagian kecil saja. Hal tersebut akan terus berulang, jika tidak ditangani secara tepat dan berkesinambungan dari akar persoalannya. Kepala sekolah akan menjadi tolak ukur baik atau buruknya sekolah, karena tampuk kepemimpinan ada dipundaknya Contoh tersebut hanya merupakan bagian kecil dari kasus-kasus lain yang terjadi disekolah apabila kita amati lebih jauh lagi (http//news. okezone.com)
dasarnya citra tidak dapat dipoles sehingga lebih indah dari warna asinya karena hal ini dapat mengacaukan. Suatu citra sebenarnya bisa dimunculkan kapan saja, termasuk ditengah terjadinya musibah atau sesuatu yang buruk. Kemampuan kepemimpinan kepala sekolah dalam pengambilan kebijakan yakni bisa saja secara jujur menjelaskan apa yang menjadi penyebabnya. Baik itu pemberian informasi yang salah atau suatu perilaku yang keliru dari seorang kepala sekolah. Citra tidak hanya menghampiri sebuah lembaga pendidikan tetapi juga citra dari kepemimpinan kepala sekolah dalam bersikap dalam pengambilan kebijakan. Selanjutnya, Citra menurut Jefkin (1992), ada enam macam jenis citra yaitu: (1) bayangan, (2) yang berlaku, (3) yang diharapkan, (4) perusahaan, dan (5) majemuk.
Dalam berbagai situasi dan kondisi yang penuh tantangan kepala sekolah akan menghadapi tugas yang cukup berat. Yang bersangkutan maupun pihak manajemen akan merasakan stress atau tekanan yang cukup berat. Untuk mengadapi permasalahan yang muncul dituntut kemampuan kepala sekolah memimpin sekolah dan pengambilan kebijakan yang seterusnya akan mempengaruhi citra sekolah tersebut. PEMBAHASAN Citra Citra merupakan kesan suatu objek terhadap objek lain yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari berbagai sumber terpercaya. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Kasali (2002) bahwa citra adalah kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan.
Adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. Citra ini juga tidak sama dengan citra yang sebenarnya. Biasanya citra yang diharapkan lebih baik atau lebih menyenangkan daripada citra yang ada walaupun dalam keadaan tertentu, citra yang terlalu baik juga bisa merepotkan. Namun secara umum, yang disebut sebagai citra harapan itu memang sesuatu yang berkonotasi lebih baik.
Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai wewenang untuk memerintahkan orang lain. Seseorang yang di dalam menjalankan pekerjaannya, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menggunakan bantuan orang lain. Menurut Siagian (1989), pemimpin sebagai motor penggerak semua sumber daya yang tersedia dalam organisasi. Sumber daya meliputi sumber daya manusia dan nonmanusia. Untuk itu dapat dinilai keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya tergantung kemampuan pemimpin dalam mendayagunakan semua sumber daya yang tersedia dalam organisasi tersebut.
Citra Perusahaan/Lembaga Citra dari suatu organisasi secara keseluruhan jadi bukan hanya citra atas produk dan pelayanannya saja. Citra perusahaan ini terbentuk oleh banyak hal-hal positif yang dapat meningkatkan citra suatu perusahaan antara lain adalah sejarah atau riwayat hidup lembaga/perusahaan yang gemilang. Citra Majemuk
Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi biasanya adalah pemimpinnya, mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. Atau dengan kata lain citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan atau pun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar.
Setiap perusahaan atau lembaga pasti memiliki banyak unit dan pegawai. Masingmasing unit dan individu memiliki perangai dan perilaku tersendiri, sehingga secara tidak sengaja atau tidak dan sadar atau tidak. Mereka pasti memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra lembaga atau perusahaan secara keseluruhan.
Kebalikan dari citra bayangan adalah citra atau pandangan yang melekat pada pihakpihak luar mengenai suatu organisasi. Namun sama halnya dengan citra bayangan, citra yang berlaku tidak selamanya bahkan jarang sesuai dengan kenyataan karena semata-mata terbentuk dari pengalaman atau pengetahuan orang-orang luar yang bersangkutan yang biasanya tidak memadai. 48
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
Citra Bayangan
Citra yang Berlaku
Seorang kepala sekolah menyandang reputasi yang baik sekaligus yang buruk. Keduanya bersumber dari adanya citracitra yang berlaku (current image) yang bersifat negatif dan positif. Kepala sekolah yang ideal adalah impresi atau memberi kesan yang benar yakni berdasarkan pengalaman, pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya. Pada
Citra yang Diharapkan
Dengan demikian ia perlu memimpin para karyawan. Tidak setiap orang yang ditunjuk menjadi seorang pemipin bisa menjalankan pekerjaannya dengan baik. Tidak setiap pemimpin memiliki kepemimpin yang baik. Sebuah sekolah menurut Edmons dan Weber (Caldwell & Spink, 1992) memiliki ciri sebagai sekolah yang berkualitas atau citra yang baik antara lain mempunyai kepemimpinan pengajaran yang kuat, dan mempunyai kepala sekolah yang mampu membuat keputusan yang jelas, konsisten, dan adil. Tujuan kepemimpinan adalah membantu orang untuk menegakkan kembali, mempertahankan dan meningkatkan motivasi mereka. Pemimpin adalah orang yang membantu orang lain untuk memperoleh hasil-hasil yang diinginkan. Pemimpin bertindak dengan cara-cara yang memperlancar produktivitas, moral tinggi, respons yang energik, kecakapan kerja yang berkualitas, komitmen, efisiensi, sedikit kelemahan, kepuasan, kehadiran, dan kesinambungan dalam organisasi. Kahn dalam Ranupandojo (1990) mengungkapkan bahwa seorang pemimpin dinyatakan menjalankan pekerjaannya dengan baik apabila:
Dari berbagai macam jenis citra diatas tentunya sebuah lembaga pendidikan sangat mengharapkan kesan yang baik di mata publiknya baik internal maupun eksternal secara keseluruhan atau merupakan satu kesatuan kesan yang utuh mengenai lembaga tersebut baik dari hasil didik (produk), pelayanan, kepala sekolah dan lembaga itu sendiri. Kesimpulannya, lembaga pendidikan harus memiliki citra yang baik, jika ingin masyarakat/publik menganggapnya sebagai sekolah bermutu dan berprestasi.
49
(1) memberikan kepuasan terhadap kebutuhan langsung para bawahannya, (2) menyusun “jalur” pencapaian tujuan untuk melakukan hal ini pemimpin perlu memberikan pedoman untuk mencapai tujuan perusahaan bersamaan dengan pemuasan kebutuhan para karyawan, (3) menghilangkan hambatan-hambatan pencapaian tujuan, dan (4) mengubah tujuan karyawan sehingga tujuan mereka bisa berguna secara organisatoris.
kemampuan untuk memahami bawahannya, sehingga ia dapat mengetahui kekuatankekuatan mereka, kelemahan-kelemahan mereka juga berbagai ambisi yang ada. Di samping itu ia juga harus mempunyai persepsi introspektif (memandang/menilai dirinya sendiri), sehingga ia bisa mengetahui kekuatan, kelemahan dan tujuan yang layak baginya. Inilah yang disebut kemampuan “perspective”. Kemampuan untuk Bersikap Objektif Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau masalah secara rasional, “impersonal” dan tidak “bias”. Objektivitas merupakan perluasan dari kemampuan “perspective’. Apabila perseptivitas menimbulkan kepekaan terhadap fakta, kejadian dan kenyataankenyataan yang lain, objektivitas membantu pimpinan untuk meminimumkan faktorfaktor emosional dan pribadi yang mungkin mengaburkan realitas.
Lebih lanjut sumber yang sama mengatakan kualitas kepemimpinan dapat juga dilihat dari sifat pemimpin yaitu: (1) keinginan utuk menerima tanggung jawab, (2) (2) kemampuan untuk bisa perceptive kemampuan untuk bersikap objektif, (3) kemampuan untuk menentukan prioritas, dan (4) kemampuan untuk berkomunikasi. Keinginan untuk Menerima Tanggungjawab Apabila seorang pemimpin menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan, berarti ia bersedia untuk bertanggung jawab kepada pimpinannya terhadap apa yang dilakukan bawahannya. Di sini ia harus mampu mengatasi bawahannya, mengatasi tekanan kelompok informal. Hampir semua pimpinan merasa bahwa pekerjaannya sangat menuntut waktu, usaha dan pengetahuan agar bisa menjalankan pekerjaan dengan efektif. Mereka merasa bahwa pekerjaannya lebih banyak menghabiskan energi daripada jabatan bukan pimpinan.
Kemampuan untuk Menentukan Prioritas
Kemampuan untuk Bisa Perceptive
Kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan bantuan orang lain. Karena itu pemberian perintah. Penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai.
Seorang pemimipin yang pandai adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk memilih/menentukan mana yang penting dan mana yang tidak. Kemampuan ini sangat diperlukan karena pada kenyataannya sering masalah-masalah yang harus dipecahkan bukanlah datang satu per satu, tetapi bersamaan dan berkaitan antara satu dengan lainnya. Kemampuan untuk Berkomunikasi
Perception (persepsi) menunjukkan kemampuan untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap pemimpin haruslah mengenal tujuan perusahaan atau lembaganya sehingga mereka bisa bekerja membantu mencapai tujuan tersebut. Disini ia memerlukan
Kepemimpinan kepala sekolah sangat 50
terkait erat dengan gaya kepemimpinan. Dimana gaya kepemimpinan nantinya juga akan berpengaruh langsung dalam pengambilan kebijakan. Fiedler dalam Pace (2001) mengatakan bahwa kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individu-individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan.
Bila ada pendapat,gagasan dan sikap yang berbeda dengan yang dianutnya, pemimpin gaya pertengahan berusaha untuk jujur tetapi tegas dan mencari pemecahan yang tidak memihak. Bila mendapat tekanan, pemimpin gaya pertengahan mungkin saja menjadi bimbang dan mencari jalan untuk menghindari ketegangan. Pemimpin seperti ini berusaha untuk mempertahankan keadaan tetap baik.
Lebih lanjut lagi John Pfiffner masih dalam Pace (2001) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mengkoordinasikan dan memotivasi orangorang dan kelompok untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Kemampuan mengkoordinasi orang-orang dan kelompok dalam mencapai tujuan terletak pada gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Ranupandojo,1990).
(3) Gaya tim (team style) Gaya ini ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap tugas dan manusia. Pemimpin tim amat menghargai keputusan yang logis dan kreatif sebagai hasil dari pengertian dan kesepakatan anggota organisasi. Pemimpin tim mempunyai keyakinan kuat mengenai apa-apa yang harus dilakukan, tetapi memberi respon pada gagasan orang lain yang logis dengan mengubah pendapatnya. Bila terjadi konflik pemimpin tim mencoba memeriksa alasan timbulnya perbedaan-perbedaan dan mencari penyebab utamanya.
Ada lima model gaya kepemimpinan (Pace, 2001):
(4) Gaya santai (country club style) Gaya ini ditandai rendahnya perhatian terhadap tugas dan perhatian yang tinggi terhadap manusia. Pemimpin jenis ini amat menghargai hubungan baik diantara sesama orang. Ia lebih suka menerima, pendapat, sikap dan gagasan orang lain daripada memaksakan kehendaknya. Ia menghindari terjadinya konflik, tapi apabila ini tidak dapat dihindari, ia mencoba untuk melunakkan perasaan orang dan menjaga agar mereka tetap bekerja sama. Pemimpin gaya santai selalu bersikap hangat dan ramah untuk mengurangi ketegangan yang ditimbulkan oleh adanya gangguan. Pemimpin seperti ini lebih banyak bersikap menolong daripada memimpin.
(1) Gaya pengalah (impoverished style) Gaya ini ditandai dengan kurangnya perhatian terhadap produksi.pemimpin yang lemah cenderung menerima keputusan orang lain, menyetujui pendapat, sikap dan gagasan orang lain, serta mengindari sikap memihak. bila terjadi konflik pemimpin seperti ini tetap netral dan berdiri di lur masalah. Dengan tetap netral, pemimpin pengalah jarang terlibat.Pemimpin pengalah hanya berusaha sedikit untuk mengatasi keadaan. (2) Gaya pemimpin pertengahan (middleof-the-road style). Gaya ini ditandai oleh perhatian yang seimbang terhadap produksi dan manusia, pemimpin jenis ini mencari cara-cara yang dapat berguna. Meskipun mungkin tidak sempurna, untuk memecahkan masalah.
(5) Gaya kerja (task style) Gaya ini ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap pelaksanaan kerja tetapi 51
amat kurang memperhatikan manusianya. Pemimpin gaya kerja amat menghargai keputusan yang telah dibuat. Pemimpin gaya kerja adalah orang yang perhatian utamanya adalah melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan secara efisien. Pemimpin ini cenderung mempertahankan gagasannya, pendapatnya dan sikapnya meskipun kadangkadang ini dihasilkan dengan cara menekan orang lain. Bila timbul konflik, pemimpin jenis ini cenderung menghentikannya atau memenangkan posisinya dengan cara membela diri, berkeras pada pendiriannya atau mengulangi konflik dengan sejumlah argumentasi baru. Bila sesuatu tidak berjalan dengan seharusnya, pemimpin gaya kerja memacu dirinya juga orang lainnya supaya semuanya kembali berjalan dengan baik.
KEBIJAKSANAAN Menurut Moelyono (1989), kebijaksanaan adalah kepandaian menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuan), kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya. Sedangkan Carl J. Friedrick ( M. Irfan Islamy, 1986), a proposed course of action of a person, group, or government within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize an objective or purpose atau serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan uraian terhadap kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Menurut Blake and Mouton dalam Pace (2001), gaya tim merupakan gaya kepemimpinan yang paling disukai. Kepemimpinan gaya tim berdasarkan pada integrasi efektif dari dua kepentingan, yaitu pekerjaan dan manusia. Pada umumnya kepemimpinan gaya tim berasumsi bahwa orang akan menghasilkan sesuatu yang terbaik bilamana mereka memperoleh kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti.
Kebijaksanaan yang Efektif Suminar (2003) mengatakan ada lima pernyataan dasar mengenai kebijaksanaan efektif sebagai berikut. (1) Kebijaksanaan akan mencerminkan tujuan organisasi. Kebijaksanaan akan di uraikan ke dalam perencanaan dan tujuan organisasi dalam bentuk pernyataan yang menjadi persoalan bagi para manajer dan pelaksana. (2) Kebijaksanaan menjadi konsekwensi secara internal. Pedoman kebijaksanaan ini dikembangkan secara logis dan pantas dari satu ke yang lainnya. Kebijaksanaan tidak boleh kontradiktif satu sama lain atau membatalkan kebijaksanaan yang lebih tinggi dan menyampaikannya yang lebih rendah dalam organisasi.Maksudnya, kebijasanaan pada satu bagian dalam organisasi tidak menimbulkan konflik dengan bagian lainnya. (3) Kebijaksanaan memberikan keleluasaan dalam pengambilan keputusan.
Kesimpulannya, dibalik gaya ini tersembunyi kesepakatan untuk melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan keputusan, dengan maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk memperoleh hasil terbaik yang mungkin di capai. Hal ini senada dengan komunikasi dalam komunikasi kelompok kecil yang dikatakan oleh Maier dalam Muhammad (2002), bahwa dalam melakukan pemecahan masalah untuk mencapai sebuah kebijaksanaan. Intinya, gaya tim sangat diperlukan untuk melibatkan anggota organisasi dalam mengambil keputusan, dan inilah yang harus dilakukan kepala sekolah untuk menunjang kompetensinya.
52
tertentu. Jika dihubungkan dengan masalah pokok ini, dapat disimpulkan kebijaksanaan adalah kemampuan kepala sekolah di dalam menjalankan kepemimpinan dan menghadapi pencitraan di sekolah.
Kebijaksanaan menggambarkan pernyataan umum sebagai pedoman bagi anggota organisasi. (4) Kebijaksanaan harus dibuat secara tertulis. Penulisan suatu kebijaksanaan bukan berarti membuatnya tidak jelas dan pernyataan terlalu singkat, tetapi suatu kebijaksanaan yang tidak bisa dicatat sebagai sesuatu yang kurang, bermakna ganda, kabur, tidak konsisten dan secara potensial tidak relevan. (5) Kebijaksanaan harus dikomunikasikan kepada anggota organisasi. Walaupun sebagai gambaran tujuan organisasi, mungkin harus dinyatakan secara hatihati, menjadi konsekuensi secara penuh satu sama lainnya, dan pantas dalam penentuan pengambilan keputusan.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI Simpulan Permasalahan di lembaga pendidikan sangat rentan dengan masalah pencitraan. Citra dan kepemimpinan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan karena kepeminpinan yang baik adalah kepemimpinan yang dilandasi rasa tanggung jawab dan kepemimpinan yang bijaksana adalah kepemimpinan yang dimana dalam pengambilan kebijaksanaan tidak sepihak tapi juga harus berdasarkan kesepakatan bersama yakni antara kepala sekolah dengan para stakeholdernya untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul baik di internal sekolah maupun eksternal sekolah. Semakin stakeholder diajak berbicara maka putusan yang diambil akan semakin objektif demi nama baik atau citra sekolah yang bersangkutan.
Kesimpulannya, kebijaksanaan adalah kepandaian seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Kekuatan dari gaya tim menurut Maier dalam Muhammad (2002), menyebutnya komunikasi kelompok adalah: (1) lebih besar pengetahuan dan informasi yang diperoleh. Kelompok lebih banyak mengetahui daripada individu, (2) jumlah pendekatan lebih banyak terhadap masalah yang akan diselesaikan, (3) partisipasi dalam penyelesaia masalah menambah penerimaan penyelesaian masalah, dan (4) pemahaman yang lebih baik terhadap keputusan kelompok.
Kepala sekolah sebagai manajer dan pemimpin menggerakkan bawahannya di lingkungan sekolah melalui gaya kepemimpinan. Peran kepemimpinan kepala sekolah sangat penting diterapkan untuk tercapainya berbagai program pendidikan, karena sekolah yang berkualitas atau memiliki citra yang baik memerlukan kepala sekolah yang mampu memimpin system pengajaran yang memenuhi standar kualitas sekolah. Wajar sekolah yang berkualitas membutuhkan pencitraan dan kepemimpinan dari kepala sekolah yang mumpu, khususnya dalam mengambil segala kebijakan yang ada. Saat ini boleh dikatakan banyak kepala sekolah yang terjebak dalam situasi yang tidak fokus, sehingga kerap bermain dengan masalahmasalah yang akan menjerumuskan, seperti masalah jual beli pakaian seragam dan kaos
Selanjutnya, kebijaksanaan menurut James E. Andeson (M. Irfan Islamy, 1986), serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah 53
olahraga, anak masuk sekolah, study tour, dana bantuan sekolah, pungutan dengan dalih untuk pemanfaatan kelas atau lingkungan sekolah, serta hadiah-hadiah dari orangtua siswa, dan lain-lainnya.
konteks hasil pendidikan yakni mengarah pada prestasi yang dicapai sekolah pada setiap kurun waktu tertentu.
Biasanya hal itu terjadi menjelang awal masuk sekolah atau saat kenaikan kelas. Citra dan kepemimpinan kepala sekolah inilah yang akan menjadi salah satu tolok ukur, apakah kepala sekolah bisa mengambil kebijakan sekolah yang murni tanpa ada rasa bersalah dari perbuatannya, atau kebijakan yang semerawut.
Kepala sekolah adalah pemegang tampuk kepemimpinan di sekolah. Citra dan Gaya kepemimpinan kepala sekolah akan berpengaruh pada pengambilan kebijaksanaan. Citra merupakan kesan yang diberikan sebagai akibat dari gaya kepemimpin Kepala sekolah yang memiliki jiwa kepemimpinan. Citra bayangan merupakan kesan melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi biasanya adalah pemimpinnya, mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. Atau dengan kata lain citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar terhadap organisasinya.
REKOMENDASI
Dengan kata lain, jika kepala sekolahnya tidak memiliki citra yang baik, bagaimana juga selanjutnya dengan siswa peserta didik, atau dalam peribahasanya “air cucuran atap jatuhnya kepelibahan juga”, artinya jika kepala sekolahnya berkelakuan tidak baik alias citranya kurang bagus, tentu siswa yang dipimpinnya juga akan menjadi tidak baik, dan sebaliknya.
Pada dasarnya gaya kepemimpinan bersifat dinamis, dimana gaya kepemimpinan tidaklah kaku disesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam artian kepemimpinan situasional. Namun dapat direkomendasikan kepemimpinan dengan gaya tim cukup efektif karena berdasarkan pada integrasi efektf dari dua kepentingan, yaitu pekerjaan dan manusia.
Untuk itulah peran kepemimpinan sekolah sangat dibutuhkan, khususnya kejujuran kepala sekolah dalam memimpin sebuah sekolah. Tingginya pendidikan kepala sekolah, bukan menjadi ukuran buat sekolah yang berkualitas dan sukses. Justru bentuk kejujuranlah, akhlak atau citra yang baik, yang akan membuat kepala sekolah sukses di sekolah manapun yang dipimpinnya. Namun sebaliknya, akan berat atau sulit sebuah sekolah dipimpin oleh kepala sekolah tidak jujur, akan menghasilkan citra yang negatif.
Pada umumnya kepemimpinan tipe ini berasumsi bahwa orang akan menghasilkan sesuatu yang terbaik bilamana mereka memperoleh kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti dan melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan kebijaksanaan yakni melalui dengan kemampuan anggota organisasi untuk memperoleh kebijaksanaan yang terbaik dalam menghadapi permasalahan, baik permasalahan itu ringan, sedang atau berat.
Mutu pendidikan dapat dilihat dari dua hal, yakni mengarah pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu jika seluruh komponen pendidikan terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri. Faktor-faktor dalam proses pendidikan adalah berbagai input, seperti bahan ajar, metodologi, saran sekolah, dukungan administrasi, dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana kondusif. Sedangkan mutu pendidikan dalam
Sebaiknya dinas pendidikan dalam memilih dan mengangkat kepala sekolah melihat sisi lain dari prestasi guru yang ingin diangkatnya untuk dijadikan kepala sekolah, selain kompetesi dan ketrampilan 54
administrasi atau kompetensi lainnya yang harus dimiliki seorang kepala sekolah. Hal utama yang harus ditekankan dalam pencitraan kepala sekolah, yaitu dalam menjalankan aktivitasnya dibalut oleh nilainilai keagamaan, memiliki kharisma, attitude yang baik, dan penuh tanggung jawab. Hal ini bisa dilakukan dinas pendidikan mengangkat dan memilihnya dengan cara memantau perkembangan guru yang ingin dijadikan kepala sekolah, baik individunya maupun kehidupan rumah tangganya atau di lingkungan keluarga dan tetangga serta teman-teman sejawatnya. Jika semua ini diperhatikan bukan tidak mungkin semua sekolah akan memiliki citra yang baik melalui kepemimpinan yang baik. DAFTAR RUJUKAN Caldwell, B, J., & Spink, J,M. 1992. Leading the Self Managing School. Washington: The Falmer Press. Islamy, M. Irfan. 1986. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bina Aksara. Jefkin, F. 1992. Public Relations. Jakarta: Erlangga. Muhammad, Arni. 2002. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Pace, W.R. 2001. Komunikasi Organisasi. Bandung: Rosda Karya. Ranupandojo Heidjracman. 1990. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE. Kasali, R. 2002. Dasar-dasar Public Relations. Bandung: Rosda Karya. Ruslan Rosady. 1999. Praktik dan Solusi PR. Jakarta: Ghalia Indonesia. Siagian, S.P. 1989. Filsafat Administrasi. Jakarta: CV Haji Masagung. Suminar, R.Y. 2003. Komunikasi Organisasional. Jakarta: Universitas Terbuka. 55
KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI TENAGA PERPUSTAKAAN SEKOLAH/MADRASAH Yooke Tjuparmah S. Komaruddin Dosen Program Studi Perpustakaan dan Informasi UPI Rudi Susilana Dosen Program Studi Perpustakaan dan Informasi Jurusan Kurtekpen FIP UPI Abstrak Dalam rangka meningkatkan dan menjamin mutu pendidikan, pemerintah telah menetapkan berbagai standar nasional pendidikan (SNP), mulai dari standar isi, proses, dan pengelolaan serta standar pendidik dan tenaga kependidikan. Untuk mencapai standar-standar yang telah ditetapkan ini tentunya dibutuhkan berbagai proses dan waktu sesuai dengan kondisi di masing-masing lembaga pendidikan, walaupun batas waktu yang ditetapkan menjadi ukuran bagaimana proses pencapaian standar harus dipersiapkan dan dilakukan. Salah satu standar yang harus segera disiapkan adalah standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah. Sebagaimana telah ditetapkan dalam Permendiknas No. 25 Tahun 2008 mengamanatkan bahwa kepemilikan perpustakaan dan tenaga pengelola perpustakaan di sekolah/madrasah harus dapat terpenuhi selambat-lambatnya pada Juni 2013 atau 5 (lima) tahun setelah peraturan tentang hal tersebut ditetapkan. Tulisan ini memaparkan tentang perpustakaan sekolah/madrasah, tugas dan tanggung jawab serta standar kualifikasi dan kompetensi tenaga perpustakaan sekolah/madrasah, termasuk upaya-upaya yang harus dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait dengan standarisasi perpustakaan dan tenaga perpustakaan sekolah/madrasah. Kata Kunci: perpustakaan sekolah/madrasah, tenaga perpustakaan sekolah/madrasah, kualifikasi dan kompetensi. PENDAHULUAN
Perpustakaan sekolah/madrasah sebagai salah satu dari berbagai jenis perpustakaan berdasarkan undang-undang di atas merupakan salah satu unit yang berada di sekolah/madrasah yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Oleh karena itu,setiap lembaga pendidikan, seperti sekolah dan madrasah, secara mutlak harus memiliki perpustakaan untuk menunjang kelancaran proses pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan yang telah digariskan. Hal ini tentunya menjadi prioritas tersendiri yang harus dilakukan oleh berbagai pihak terkait dengan penyelenggaraannya di sekolah/madrasah.
Dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada Bab I Pasal 1 dinyatakan bahwa “Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka”. Kemudian pada Bab VII Pasal 20 tentang Jenis-Jenis Perpustakaan dipaparkan bahwa perpustakaan terdiri atas: (1) Perpustakaan Nasional, (2) Perpustakaan Umum, (3) Perpustakaan Sekolah/Madrasah, (4) Perpustakaan Perguruan Tinggi, dan (5) Perpustakaan Khusus. 56
Peraturan lain yang menegaskan pentingnya penyelenggaraan perpustakaan sekolah/ madrasah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Bab VII Pasal 42 yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan mengemukakan bahwa: (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan; (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
(3) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengembangkan koleksi lain yang mendukung pelaksanaan kurikulum pendidikan. (4) Perpustakaan sekolah/madrasah melayani peserta didik pendidikan kesetaraan yang dilaksanakan di lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan. (5) Perpustakaan sekolah/madrasah mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (6) Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembanan perpustakaan. Para ahli berpendapat, bahwa perpustakaan memiliki berbagai fungsi antara lain fungsifungsi edukatif, informatif, riset, administratif, interpretatif, deposit, kreatif dan rekreatif. Untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut, maka sumber daya perpustakaan utama yang harus ada di setiap perpustakaan dan untuk melayani pemustakanya adalah koleksi perpustakaan dan pengelola perpustakaan yang lazim disebut dengan pustakawan, tenaga teknis perpustakaan, dan tenaga teknis lain pendukung perpustakaan
Peraturan diatas menguatkan bahwa sekolah dan madrasah wajib memiliki perpustakaan. Perpustakaan Sekolah/Madrasah yang tercantum pada Bab VII Bagian Ketiga Pasal 23 ayat 1 sampai dengan 6 yang berisi sebagai berikut. (1) Setiap sekolah/ madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standard Nasional Pendidikan. (2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan pendidik.
TENAGA PERPUSTAKAAN PADA PERPUSTAKAAN SEKOLAH/ MADRASAH Keberadaan perpustakaan di sekolah/ madrasah dapat berfungsi sesuai dengan tuntutan perundang-undanganjika dikelola oleh pengelola perpustakaan, yang lazim disebut pustakawan dan/atau tenaga teknis perpustakaan.Pustakawan adalah “seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan 57
bidang perpustakaan dari perguruan tinggi terakreditasi. Beberapa ahli mengemukakan bahwa pustakawan sebagai profesional adalah seseorang yang memiliki kualifikasi akademik serendah-rendahnya sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) di luar bidang perpustakaan dari perguruan tringgi yang terakreditasi dapat menjadi pustakawan setelah lulus pendidikan dan pelatihan bidang perpustakaan dengan jumlah kredit tertentu.
pengelolaan dan pelayanan perpustakaan” (UU No. 43 Bab I Ketentuan Umum Ayat 8) Selanjutnya pada bagian lain dikemukakan bahwa Tenaga Perpustakaan adalah sebagai berikut: (1) Tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan. (2) Pustakawan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standard nasional perpustakaan. (3) Tugas tenaga teknis perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirangkap oleh pustakawan sesuai dengan kondisi perpustakaan yang bersangkutan. (4) Ketentuan mengenai tugas, tanggung jawab, pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan tugas, dan pemberhenian tenaga perpustakaan yang berstatus pegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan. (5) Ketentuan mengenai tugas, tanggung jawab, pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan tugas, dan pemberhentian tenaga perpustakaan yang berstatus non pegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh penyelenggara perpustakaan yang bersangkutan.
Dalam Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya berdasarkanKepmen PAN Nomor: 132/KEP/M.PAN/12/2002 dan Keputusan Bersama Kepala Perpustakaan Nasional RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No: 23 Tahun 2003 dan Nomor 21 Tahun 2003 dikemukakan bahwa Pustakawan adalahpejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana penyelenggara tugas utama kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi pada instansi pemerintah. Sedangkan tugas pokok penjabat fungsional Pustakawan Tingkat Terampil meliputi pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi, pemasyrakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi. Adapun tugas pokok Pustakawan Tingkat Ahli meliputi pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/ sumber informasi, pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi serta pengkajian pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi.
Pembahasan mengenai pustakawan, para ahli mengemukakan bahwa pustakawan adalah kaum profesional yang memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dalam
Pada Tabel 1 dipaparkan tentang berbagai kegiatan yang harus dilakukan oleh seorang pustakawan sebagai berikut.
Tabel 1.1 Unsur dan Sub Unsur Kegiatan Pustakawan Unsur Kegiatan 1. Pendidikan
Subunsur Kegiatan a. Pendidikan Sekolah dan memperoleh ijazah dan gelar b. Pendidikan dan pelatihan fungsional di bidang kepustakawanan serta memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau sertifikat 2. Pengorganisasian dan a. Pengembangan koleksi pendayagunaan koleksi bahan b. Pengolahan bahan pustaka pustaka/sumber informasi c. Penyimpanan dan pelestarian bahan pustaka meliputi: d. Pelayanan informasi 3. Pemasyarakatan a. Penyuluhan perpustakaan, dokumentasi b. Publisitas dan informasi meliputi: c. Pameran 4. Pengkajian dan a. Pengkajian pengembangan perpustakaan, b. Pengembangan Perpustakaan dokumentasi dan informasi, c. Analisis/kritik karya kepustakawanan meliputi: d. Penelaahan pengembangan di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi 5. Pengembangan Profesi, a. Membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang meliputi: perpustakaan, dokumentasi dan informasi b. Menyusun pedoman/petunjuk teknis di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi c. Menerjemahkan/menyadur buku dan bahan-bahan lain di bidang di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi d. Melakukan tugas sebagai Ketua Kelompok/Koordinator Pustakawan atau memimpin unit pewrpustakaan e. Memberi konsultasi kepustakawanan yang bersifat konsep 6. Penunjang tugas Pustakawan, a. Mengajar meliputi: b. Melatih c. Membimbing mahasiswa dalam penyusunan skripsi, tesis, disertasi yang berkaitan dengan ilmu di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi d. Memberikan konsultasi teknis sarana dan prasarana di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi e. Mengikuti seminar, lokakarya dan pertemuan bidang kepustakawanan f. Menjadi anggota organisasi profesi kepustakawanan g. Melakukan lomba kepustakawanan h. Memperoleh penghargaan dan tanda jasa i. Memperoleh gelar kesarjanaan lainnya j. Menyunting risalah pertemuan ilmiah k. Keikutsertaan dalam Tim Penilai Jabaran Pustakawan
Dikutip dari Bab III Pasal 5 :Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 132/132/KEP/M.PAN/12/2002
58
59
Selanjutnya Bab IV dari Kepmen PAN ini mengemukakan tentang Jenjang Jabatan dan Pangkat Pustakawan sebagai berikut: Jabatan 1. Pustakawan Tingkat Trampil
Jenjang a. Pustakawan Pelaksana a. b. Pustakawan Pelaksana Lanjutan c. Pustakawan Penyelia b.
2. Pustakawan Tingkat Ahli
a. b. c. d.
Pustakawan Pertama Pustakawan Muda Pustakawan Madya Pustakawan Utama
Tabel diatas secara jelas menyiratkan bahwa Perpustakaan harus dikelola oleh Pustakawan atau pengelola perpustakaan lainnya secara professional oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi sebagai pustakawan dan pengelola perpustakaan.
Pangkat Pengatur Muda tingkat I, golongan Ruang II/b: Pengatur, golongan ruang II/c; Pengatur Tingkat I. Golongan ruang II/d Penata Muda, golongan ruang III/a; Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b c. Penata, golongan ruang III/c; Penata Tingkat I, golongan ruang III/d a. Penata Muda, golongaqn III/a, Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b b. Penata, golongqan III/c, Penata Tingkat I, golongan ruang III/d c. Pembina ,. Golongan IV/a, Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b, Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c d. Pembina Utama Madya, golongaqn ruang IV/d, Pembina Utama, golongan ruang IV/e
laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/ madrasah; (d) SDLB, SMPLB, dan SMALB atau bentuk lain yang sederajat sekurangkurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber belajar, psikolog, pekerja sosial, dan terapis; (e) Paket A, Paket B dan Paket C sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga administrasi, dan tenaga perpustakaan; (f) lembaga kursus dan lembaga pelatihan keterampilan sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola atau penyelenggara, teknisi, sumber belajar, pustakawan, dan laboran.
Sedangkan pada PP no. 19/ 2007 Bab VI Pasal 35 tentang Tenaga Kependidikan dinyatakan bahwa (a) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah; (b) SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/ madrasah; (c) SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga
Selanjutnya, Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan dinyatakan bahwa tenaga perpustakaan melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya melaksanakan pengelolaan sumber belajar di perpustakaan. Dalam pengelolaan perpustakaan di sekolah/madrasah perlu: 60
(1) Menyediakan petunjuk pelaksanaan opera-sional peminjaman buku dan bahan pustakalainnya; (2) Merencanakan fasilitas peminjaman buku danbahan pustaka lainnya sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan pendidik; (3) Membuka pelayanan minimal enam jam se-hari pada hari kerja; (4) Melengkapi fasilitas peminjaman antar perpustakaan, baik internal maupun eksternal; (5) Menyediakan pelayanan peminjaman dengan perpustakaan dari sekolah/madrasah.
Pada bagian akhir Permendiknas No. 25/2008 di atas, dinyatakan bahwa “penyelenggara sekolah/madrasah wajib menerapkan standar tenaga perpustakaan sekolah dan madrasah selambat-lambatnya 5 (lima) tahun setelah Permen ditetapkan. Hal ini berarti pada Juni 2013, setiap lembaga pendidikan, khususnya sekolah/madrasah harus sudah memiliki tenaga perpustakaan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang telah ditetapkan. UU RI No. 43/2007 mengemukakan dengan rinci tentang Tenaga Perpustakaan, hak-hak pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan, kewajiban-kewajiban yang harus dilakukannya, seperti pendidikan yang harus ditempuh, organisasi profesi yang harus dimiliki, kode etik dll.
Menyimak peraturan di atas, bahwa tenaga perpustakaan juga memiliki tugas lain yaitu melaksanakan pengelolaan sumber belajar di perpustakaan, tentunya harus memiliki keterampilan teknis sebagai pengelola sumber belajar tesebut. Pada Bab VIII Bagian Kesatu, Pasal 29 ayat (1) dikemukakan tentang tenaga teknis perpustakaan, yang dijelaskan pada Penjelasan Atas UU RI No. 43/2007 bahwa yang dimaksud dengan tenaga teknis perpustakaan adalah tenaga non-pustakawan yang secara teknis mendukung pelaksanaan fungsi perpustakaan, misalnya, tenaga teknis komputer, tenaga teknis audio-visual, dan tenaga teknis ketatausahaan. Sedangkan pada Pasal 30 pada Penjelasan Atas UU RI No. 43/2007 dikemukakan bahwa yang dimaksud tenaga ahli di bidang perpustakaan adalah seseorang yang memiliki kapabilitas, integritas dan kompetensi di bidang perpustakaan.
Sebagai kelompok professional, seyogianya pustakawan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Telah mengikuti pendidikan salah satu ilmu yang utuh (berijazah minimal sarjana (S-1) atau diploma –IV (D-IV); (2) Menunjukkan kompetensi personal, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial; (3) Secara umum guru, pustakawan atau pengelola perpustakaan sekolah seyogianya memiliki kompetensi pedagodik; (4) Menunjukkan kemampuan berintegritas kepada organisasi yang menaungi perpustakaan yang digelutinya (sekolah/ madrasah) yang antara lain menunjukkan motivasi, etos kerja, kewibawaan, kejujuran yang dapat meningkatkan citra perpustakaan sehingga menunjukkan jati dirinya sebagai seorang profesional; (5) Menggunakan waktu sepenuhnya untuk profesi yang digelutinya; (6) Memiliki pendapatan (upa jiwa) yang tetap dan cukup untuk membiayai hidup dan kehidupannya dari kemampuan
Untuk menunjang profesionalisme para pengelola perpustakaan di sekolah/ madrasah, kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/ Madrasah berupa kualifikasi dan kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga pengelola perpustakaan di sekolah/madrasah. 61
yang dimilikinya, berupa gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji dan penghasilan lainnya; (7) Mampu diuji oleh masyarakat penggunanya; (8) Memiliki kode etik professional untuk menjaga kehormatan, martabat, citra dan profesionalistas. Kode etik seyogianya memuat sanksi pelanggaran kode etik dan mekanisme penegakan kode etik; (9) Berpartisipasi aktif pada organisasi profesi, untuk memajukan dan memberi perlindungan profesi. Organisasi profesi yang memiliki dengan lengkap anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; (10) Menuangkan segala ide, wawasan, buah pemikiran, hasil penelitian yang dimilikinya dalam bentuk tulisan (karya) yang terekam.
a. Jumlah tenaga perpustakaan yang dimiliki lebih dari 1 (satu) orang; b. Sekolah/ madrasah memiliki lebih dari 6 rombongan belajar; dan c. Telah memiliki koleksi minimal 1000 judul materi perpustakaan. Jadi, jika persyaratan tersebut telah terpenuhi, maka sekolah/madrasah wajib mengangkat kepala perpustakaan sekolah/madrasah. Sumber Daya Manusia yang diangkat mejadi kepala perpustakaan sekolah/madrasah dapat berasal dari jalur pendidik atau guru, dan dapat pula berasal dari tenaga kependidikan (bukan guru). Perbedaan jalur tersebut membedakan kualifikasi yang dipersyaratkan, yakni: a. Bagi kepala perpustakaan yang berasal dari jalur pendidik atau guru harus memiliki persyaratan 1) memiliki kualifikasi minimal sarjana (S-1) atau Diploma IV (D-IV); 2) memiliki sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/ madrasah dari lembaga yang ditetapkan pemerintah; dan 3) masa kerja minimal 3 tahun. b. Bagi kepala perpustakaan yang berasal dari jalur tenaga kependidikan harus memenuhi kualifikasi 1) kualifikasi akademik minimal Diploma II (D-II) Ilmu Perpustakaan dan Informasi dengan masa kerja minimal 4 tahun; atau 2) Kualifikasi akademik minimal Diploma II (D-II) Non-Ilmu Perpustakaan dan Informasi dengan sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/ madrasah dari lembaga yang ditetapkan pemerintah dengan masa kerja minimal 4 tahun di perpustakaan sekolah/madrasah. Kompetensi yang dimiliki pustakawan, sebagaimana telah dikemukakan di atas, disyaratkan dengan memiliki ijazah yang menunjukkan telah mengikuti jalur pendidikan yang formal untuk menguasai bidang ilmu perpustakaan secara utuh. Sedangkan untuk pemilik ijazah non ilmu
Ciri-ciri professional di atas, sejatinya harus dimiliki oleh pustakawan yang tentunya dituntut untuk menjadi sumber daya manusia pada perpustakaan sekolah/madrasah baik sebagai Kepala Perpustakaan, maupun sebagai tenaga pengelola perpusakaan. PadaPermendiknas Nomor 25 Tahun 2008, khususnya pasal 1, dinyatakan bahwa standar tenaga perpustakaan sekolah/madrasah mencakup; (a) kepala perpustakaan sekolah/ madrasah dan (b) tenaga perpustakaan sekolah/madrasah. Pasal 1 ini menyuratkan dengan jelas bahwa Kepala perpustakaan adalah pimpinan yang mengelola perpustakaan, sedangkan tenaga perpustakaan adalah staf yang membantu pimpinan perpustakaan dalam pengelolaan perpustakaan di sekolah/madrasah. 1. Kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah
Pepustakaan
Suatu sekolah/ madrasah wajib memiliki kepala perpustakaan jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut: 62
(1) Dimensi Kompetensi Manajerial (2) Dimensi Kompetensi Pengelolaan Informasi (3) Dimensi Kompetensi Kependidikan (4) Dimensi Kompetensi Kepribadian (5) Dimensi Kompetensi Sosial (6) Dimensi Kompetensi Pengembangaan Profesi
perpustakaan diwajibkan memiliki sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan yang diberikan oleh lembaga sertifikasi mandiri, atau lembaga pendidikan yang terakreditasi, yang sebaiknya ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional dan/atau Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. 2. Kualifikasi Tenaga Pepustakaan Sekolah/Madrasah
Persyaratan kompetensi yang harus dimiliki dari keenam dimensi kompetensi di atas pada dasarnya hampir sama antara kompetensi yang harus dimiliki kepala perpustakaan dan tenaga perpustakaan.Perbedaanya terletak pada peran yang disandang oleh keduanya.
Selain ada kepala perpustakaan (jika memang persyaratannya telah terpenuhi), di setiap sekolah/madrasah wajib memiliki seorang tenaga perpustakaan. Seseorang yang diangkat dan diberi tugas sebagai tenaga perpustakaan sekolah/ madrasah harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut: (1) kualifikasi akademik minimal SMA atau sederajat; dan (b) memiliki sertifikat kompetensi pengelolaan perpustakaan sekolah/ madrasah dari lembaga yang ditetapkan pemerintah.
Secara rinci kompetensi kepala perpustakaan sekolah/madrasah dan tenaga pengelola perpustakaan sekolah/madrasah dapat dilihat pada tabel berikut. Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP), setiap satuan pendidikan (sekolah/ madrasah) wajib memilikiruang perpustakaan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa setiap satuan pendidikan, dalam hal ini sekolah/ madrasah, wajib memiliki seorang tenaga perpustakaan yang memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan selambat-lambatnya pada tahun 2013 (Permendiknas No. 25 Tahun 2008).
Perpustakaan
Seorang kepala perpustakaan sekolah/ madrasah harus memiliki kompetensikompetensi sebagai berikut.
KOMPETENSI PENGELOLA PERPUSTAKAAN SEKOLAH/ MADRASAH Selain kualifikasi yang sudah distandarkan, pengelola perpustakaan di sekolah/madrasah juga harus memiliki kompetensi yang standar.Kompetensi yang harus dimiliki oleh ketua perpustakaan dan tenaga perpustakaan sekolah/madrasah meliputi dimensi kompetensi sebagai berikut: 63
No. 1
2
3
4 5 6
Dimensi Kompetensi Manajerial a. b. c. d. e. Pengelolaan Informasi a. b. c. d. Kependidikan a. b. c. d. Kepribadian a. b. Sosial a. b. Pengembangan a. Profesi b. c.
Kompetensi Memimpin tenaga perpustakaan sekolah/madrasah Merencanakan program perpustakaan sekolah/madrasah Melaksanakan program perpustakaan sekolah/madrasah Memantau pelaksanaan program perpustakaan sekolah/ madrasah Mengevaluasi program perpustakaan sekolah/madrasah Mengembangkan koleksi perpustakaan sekolah/madrasah Mengorganisasi informasi Memberikan jasa dan sumber informasi Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi Memiliki wawasan kependidikan Mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi Mempromosikan perpustakaan Memberikan bimbingan literasi informasi Memiliki integritas yang tinggi Memiliki etos kerja yang tinggi Membangun Hubungan sosial Membangun Komunikasi Mengembangkan ilmu Menghayati etika profesi Menunjukkan kebiasaan membaca
Kompetensi Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah Tenaga perpustakaan sekolah/madrasah harus memiliki kompetensi-kompetensi sebagai berikut. No. 1
Dimensi Kompetensi Manajerial
2
Pengelolaan Informasi
3
Kependidikan
4
Kepribadian
5
Sosial
6
Pengembangan Profesi
a. b. c. a. b. c. d. a. b. c. d. a. b. a. b. a. b. c.
Kompetensi Melaksanakan kebijakan Melakukan perawatan koleksi Melakukan pengelolaan anggaran dan keuangan Mengembangkan koleksi Melakukan pengorganisasian informasi Memberikan jasa dan sumber informasi Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi Memiliki wawasan kependidikan Mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi Melakukan promosi perpustakaan Memberikan bimbingan literasi informasi Memiliki integritas yang tinggi Memiliki etos kerja yang tinggi Membangun Hubungan sosial Membangun Komunikasi Mengembangkan ilmu Menghayati etika profesi Menunjukkan kebiasaan membaca
64
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
(3) Pihak perguruan tinggi yang memiliki program studi perpustakaan dan informasi, organisasi atau asosiasi yang terkait dengan perpustakaan, dihimbau untuk segera mempersiapkan program dan menawarkan program layanan (pelatihan) bagi pemenuhan kualifikasi yang dipersyaratkan bagi para guru dan tenaga kependidikan yang berminat menjadi pengelola perpustakaan, yaitu: berupa ijazah dan sertifikat kompetensi. (4) Pihak Kemdiknas, dalam hal ini direktorat yang menangani tenaga kependidikan, khususnya tenaga perpustakaan sekolah/madrasah harus segera memfasilitasi berbagai pihak, baik calon-calon pustakawan sekolah, guru, kepala sekolah, dan asosiasi profesi serta program studi terkait yang ada di perguruan tinggi untuk mempersiapkan berbagai hal dalam pelaksanaan amanat perundangan-undangan terkait dengan perpustakaan dan tenaga pengelola perpustakaan sekolah/ madrasah.
Berdasarkan paparan di atas dapat dirumuskan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut. Simpulan (1) Dari sejumlah sarana dan prasarana pendidikan yang harus dimiliki, keberadaan perpustakaan adalah salah satu standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap sekolah/ madrasah di Indonesia. (2) Setiap sekolah/ madrasah harus memiliki perpustakaan sebagai unsur pendukung yang mengelola berbagai sumber belajar untuk kepentingan pembelajaran, baik untuk guru maupun siswa. (3) Setiap sekolah/ madrasah yang telah memiliki perpustakaan wajib memiliki tenaga pengelola perpustakaan, setidaknya tenaga perpustakaan yang diangkat dengan mempertimbangkan persyaratan kualifikasi dan kompetensi tertentu. (4) Kepemilikan perpustakaan dan tenaga pengelola perpustakaan di sekolah/ madrasah harus dapat terpenuhi selambat-lambatnya pada Juni 2013 atau 5 (lima) tahun setelah peraturan tentang hal tersebut ditetapkan.
DAFTAR RUJUKAN Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/ Madrasah. Keputusan Menteri PendayagunaanApartur Negara Nomor 132/132/KEP/M. PAN/12/2002 dan Keputusan Bersama Kepala Perpustakaan Nasional RI dan
Rekomendasi (1) Untuk mendukung pembelajaran yang lebih efektif, variatif, dan beragam sumber, setiap sekolah/ madrasah diharapkan dapat segera memenuhi standar nasional pendidikan berupa ruang perpustakaan dan tenaga pengelola perpustakaan. (2) Guru dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah dan berminat untuk menjadi pustakawan dihimbau untuk segera memenuhi kualifikasi dan kompetensi yang diharapkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 65
PENGEMBANGAN KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
Kepala Badan Kepegawaian Negara No: 23 Tahun 2003 dan Nomor No:21 Tahun 2003
Rugaiyah Universitas Negeri Jakarta Abstract Development Efforts principals in improving the quality of education carried out in two stages, first stage: pre-assume office as head of school at the time of recruitment and selection and on educational activities and training of school principals in preparation for the post office, the next stage is the stage on -the-job (has served as principal) at this stage, coaching, performance assessment, workshops, meeting at the organization work of principals and other associations. Keyword: Competence, Quality of Education, Principalship. PENDAHULUAN
tugas keprofesionalan”. Untuk memperoleh kompetensi kepala sekolah yang mampu menjalankan roda pendidikan yang bermutu, maka kompetensi tersebut harus dikembangkan secara terus menerus. Tulisan ini akan membahas tentang pengembangan kompetensi kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Peningkatan kualitas atau mutu pendidikan merupakan tuntutan yang kehendak para stakeholder yang berbarengan dengan terjadinya perubahan yang sangat cepat di era globalini, di mana dunia sudah tidak memiliki batas ruang dan waktu yang disebabkan oleh kemajuan teknologi, saat ini dunia sudah ada digenggam tangan kita dengan sebuah peralatan handphone kita dapat mengakses dunia dengan segala informasinya. Pada kondisi ini pendidikan juga harus melaju dengan mengikuti segala perubahan yang cepat dalam rangka memenuhi kebuytuhan para stakeholder-nya, karena kualitas/mutu ditentukan oleh para stakeholder-nya. Untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas maka diperlukan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk mengelolanya, merujuk kepada konsep the right man on the right place maka pemimpin sekolah atau kepala sekolah harus memiliki segala persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka menjalankan tugastugas tersebut, dalam hal ini kepala sekolah harus memiliki kompetensi pemimpin kepala sekolah yaitu ”kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh seseorang untuk melaksanakan 66
Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan tentang pengembangan kompetensi kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan sub tujuan; mendeskripsikan tentang mutu pendidikan; kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dan upaya yang dilakukan dalam mengembangkan kompetensi kepala sekolah. Ruang lingkup tulisan ini membahas tentang pengembangan kompetensi kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan, secara rinci mengkaji tentang konsep mutu pendidikan, kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi manajerial, kompetensi supervisi dan kompetensi kewirausaah. Upaya pengembangan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dilakukan pada tahap pra-memangku jabatan kepala 67
quality as a multidimensional concept which should embrace all it functions and activities: teaching and academic programs, research and scholarship, staffing, student, infrastructure, and service to the community and the academic environment”. (Kualitas pendidikan sebagai konsep multidimensi yang harus merangkul semua fungsi dan kegiatan: pengajaran dan program akademik, penelitian dan beasiswa, staf, siswa, infrastruktur, dan pelayanan kepada masyarakat dan lingkungan akademik). Ada tiga dimensi dari kinerja pendidikan, yaitu : “Educational coverage, measured by enrollment and completion rates, internal efficiency, measured by student cohort survival rates and other indicatorEducational quality, measured by the acquisition of cognitive skill and a variety of intermediate quality indicators” (Gropello, 2003:3).
sekolah yaitu pada saat perekrutan dan penseleksian serta pada kegiatan pendidikan dan pelatihan kepala sekolah sebagai persiapan untuk menjabat jabatan tersebut, tahap berikutnya adalah pada tahap on-the job (menjabat sebagai kepala sekolah) pada tahap ini dilakukan pembinaan, melalui penilaian kinerja, workshop, temu karya pada organisasi asosiasi kepala sekolah dan lainnya. PEMBAHASAN Mutu Pendidikan Sekolah ideal adalah sekolah yang bermutu baik. Menciptakan sekolah bermutu merupakan suatu proses yang membutuhkan komitmen dan kerjasama yang kuat dari seluruh stakeholders sekolah. Mutu menurut Cheng (2005:343) diartikan sebagai “Quality may be define as the character of the set of elements in the input, process, and output education system that provide service, that completely satisfy both internal and external strategic constituencies by meeting their explicit expectation.” (Kualitas dapat diartikan sebagai karakter dari himpunan elemen pada input, proses, dan output sistem pendidikan yang menyediakan layanan, yang memuaskan baik konstituen internal maupun eksternal).
Untuk mengukur kinerja pendidikan, dapat dilihat dari 3 aspek, yang pertama dilihat dari cakupan pendidikan, diukur dari ratarata siswa yang mendaftar dan lulus. Kedua dilihat dari efisiensi internal diukur dari tingkat kohort siswa dan indikator lainnya dan ketiga dilihat dari kualitas pendidikan yang diukur dari perolehan kemampuan kognitif siswa. Dari beberapa pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan merupakan sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan stakeholder pendidikan.
Kerzner (2009:875) juga mengartikan mutu sebagai “Quality is those product and service that are perceived to meet or exceed the needs and expectations of the customer at a cost that presents outstanding value.” (Kualitas produk dan layanan adalah apa yang dianggap memenuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan dengan biaya yang menghasilkan nilai luar biasa). Suatu barang atau jasa dikatakan berkualitas jika mampu memenuhi bahkan melebihi harapan pelanggannya.
KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (2006:3) dijelaskan bahwa ”Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Sementara Charles yang dikutip Mulyasa (2007:25) mengemukakan
Sedangkan pengertian kualitas/mutu pendidikan diartikan oleh Smart & Tierney (2000:518) sebagai “Educational 68
bahwa “competency as rational performance which satisfactorily meets the objective for a desired condition” (kompetensi merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan). Menurut Palan (2003:10) “competency refers to underlying behavioral characteristic that descibe motives, traits, self concept, values, knowledge or skills that a superior performer brings to the workplace.” (kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, konsep diri, nilai, pengetahuan atau keterampilan yang unggul membawa pelaku ke tempat kerja. Sementara itu, Dubois & Rothwell (2000:6) mendefinisikan “competency are the characterictics within the human psyche that drive all performance, both on and off the job.” (Kompetensi merupakan karakteristik dalam jiwa manusia yang mendorong seluruh kinerja, baik di dalam maupun di luar pekerjaan). Kompetensi juga diartikan sebagai “competency as a written description of measurable work habits a personal skills used to achieve a work objective.” (kompetensi sebagai deskripsi tertulis dari kebiasaan kerja yang terukur dari keterampilan seseorang yang digunakan untuk mencapai tujuan kerja) (Kessler, 2006:14).
yang dapat seseorang tunjukkan dalam kerjanya. Di era otonomi sekolah saat ini, tentunya pemahaman, pendalaman dan aplikasi konsep-konsep ilmu manajemen perlu mendapat perhatian para pimpinan sekolah untuk memanajemeni sekolahsekolah yang mereka pimpin di masa kini. Kesempatan untuk mengembangkan sebuah sekolah hingga menjadi sebuah sekolah efektif sangat membutuhkan kreatifitas kepemimpinan yang memadai. Kepala sekolah secara konsep manajemen harus memiliki kemampuan managerial yang meliputi conceptual skill, human skill dan technical skill (Pidarta:1998) mengenai tiga macam keterampilan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah untuk menyukseskan kepemimpinannya, yaitu keterampilan konseptual merupakan keterampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi, keterampilan manusiawi, merupakan keterampilan untuk bekerja sama, memotivasi dan memimpin sedangkan keterampilan tehnik, merupakan keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, tehnik, serta perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Selain itu, kepala sekolah juga harus mampu menguasai dan memilih metode dan cara apa yang cocok diterapkan untuk memanajemeni sekolah. Berikut ini adalah beberapa metode kepemimpinan sekolah yang dikemukakan Augus W. Smith dalam Mulyono (2009) yaitu metode mean-ways and analysis (analisis mengenai alatcara¬ tujuan), metode ini digunakan untuk meneliti sumber-sumber dan alternatif untuk mencapai tujuan tertentu. Metode input-output analysis (analisis masukan dan keluaran), metode ini dilakukan dengan mengadakan pengkajian terhadap interelasi dan interpendensi berbagai komponen masukan keluaran dari suatu sistem. Metode econometric analysis (analisis ekonometrik), metode ini mengembangkan persamaan-
Dari beberapa definisi di atas, dapat disintesakan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, perilaku dan nilai yang diwujudkan dalam hasil kerja. Keterampilan dan kompetensi kepala sekolah Pemimpin dalam sebuah institusi pendidikan biasa kita kenal dengan sebutan kepala sekolah. Seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki keterampilan dan kompetensi di dalam menjalankan tugasnya karena kompetensi mendeskripsikan pada sesuatu 69
persamaan yang menggambarkan hubungan ketergantungan di antara variabel yang ada dalam suatu sistem. Metode cause-effect diagram (diagram sebab akibat), metode ini digunakan dalam perencanaan dengan menggunakan sekuen hipotetik untuk memperoleh gambaran tentang masa depan. Metode Delphi, metode ini bertujuan untuk menentukan sejumlah alternatif program, mengeksplorasi asumsi-asumsi atau fakta yang melandasi “judgment” tertentu dengan mencari informasi yang dibutuhkan untuk mencapai suatu konsensus. Metode heuristic, metode ini dirancang untuk mengeksplorasi isu-isu dan untuk mengakomodasi pandangan-pandangan yang bertentangan atau ketidakpastian. Metode life-cycle analysis (analisis siklus kehidupan), metode ini digunakan terutama untuk mengalokasikan sumber-sumber dengan memerhatikan siklus kehidupan mengenai produksi, proyek, program atau aktivitas. Metode value added analysis (analisis nilai tambah), metode ini digunakan untuk mengukur keberhasilan peningkatan produksi atau pelayanan.
Pada kegiatan mengadakan staf, yang harus dilakukan adalah berfikir tentang siapa yang diperlukan dan dipercayakan dalam bidang garapan itu, masing-masingnya setelah dipilah-pilah dan diprioritaskan. Adakah, siapakah orang yang tepat dan bagaimanakah mengikutsertakannya? Kemudian pada kegiatan mengarahkan/orientasi sasaran akan timbul pertanyaan, siapakah yang harus mengarahkan dan dari siapa pengarahan atau petunjuk itu dapat dilakukan saat pengarahan/orientasi sasaran? Bagaimana mengerjakannya? Kapan mulai dan kapan selesainya?
Implementasi metode tersebut digunakan pada saat kepala sekolah melakasanakan kegitan pokoknya sebagai pemimpin di sekolahnya. Pada pelaksanaannya, hal ini berhubungan dengan tujuh kegiatan pokok kepala sekolah yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengadakan staf, mengarahkan/orientasi sasaran, mengoordinasi, memantau dan menilai/evaluasi. (Mulyono:2009)
Dalam kegiatan mengorganisasi yang harus dilakukan adalah menjadwalkan waktu pengerjaannya agar masing-masing bagian dapat mulai dan selesai pada waktunya. Adanya keharusan bagi yang diserahi tugas menggarap bagian-bagian tertentu kembali, mempertanyakan kapan harus mulai dan kapan harus mempertanggungjawabkannya. Selain itu juga harus ada perhitungan secara matang dan tepat mengenai waktu yang harus digunakan selama proses graapan berlangsung agar dapat selesai dengan baik dan tepat waktu. Kepala sekolah dapat memantau bagaimana proses pengerjaan itu terlaksana sesuai rencana, cara, hasil dan waktu penyelesaian. Tujuan pemantauan adalah untuk memperoleh informasi perkembangan yang aktual. Antisipasi pun bisa dilakukan terhadap hal-hal yang tidak sesuai rencana.
Pada kegiatan merencanakan dan mengorganisasi, garapan bidang sasaran dibagi, dipilah dan dikelompokkan serta diprioritaskan. Pusat perhatian dan pemikiran tertuju pada pertanyaan: bagaimana membagi, memilah dan mengelompokkan sasaran itu sehingga dapat diselesaikan? Tentunya dalam melaksanakan proses perencanaan ini disertai dengan partisipasi aktif dari seluruh stakeholder.
Untuk kegiatan penilaian/evaluasi, kepala sekolah dapat memperoleh kesesuaian rencana dengan realitas melalui eksplorasi pertanyaan-pertanyaan: apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan yang direncanakan? Adakah perbaikan yang dapat dilakukan? Pada tahap ini kepala sekolah dapat memberikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi dan memberikan pembinaan bagi yang gagal atau kurang berprestasi.
70
Pidarta (1998) juga mengemukakan bahwa untuk memiliki kemampuan, terutama keterampilan konsep, para kepala sekolah diharapkan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (a) Senantiasa belajar dari pekerjaan sehari-hari, terutama dari cara kerja para guru dan pegawai sekolah lainnya; (b) melakukan operasi kegiatan manajemen secara terencana; (c) membaca berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatankegiatan yang sedang dilaksanakan; (d) memanfaatkan hasil-hasil penelitian orang lain; (e) berfikir untuk masa yang akan datang dan merumuskan ide-ide yang dapat diujicobakan.
(proses belajar mengajar, pengkoordinasian, pengambilan keputusan, pemberdayaan, pemotivasian, pemantauan, pensupervisian, pengevaluasian dan pengakreditasian), meningkatkan output sekolah (kualitas, produktivitas, efisiensi, efektivitas, dan inovasi), memahami dan menghayati standar pelayanan minimal (SPM), melaksanakan spm secara tepat, memahami lingkungan sekolah sebagai bagian dari sistem sekolah yang bersifat terbuka. Memahami Manajemen Berbasis Sekolah (MBS): Memahami dan menghayati hakikat otonomi pendidikan, memahami dan menghayati hakikat pendidikan berbasis masyarakat (community based education), memahami dan menghayati arti, tujuan dan karakteristik manajemen berbasis sekolah (school based management), memahami kewenangan sekolah dalam kerangka otonomi pendidikan, memahami, menghayati, dan melaksanakan tahap-tahap implementasi manajemen berbasis sekolah, mengevaluasi tingkat keberhasilan manajemen berbasis sekolah.
Pelaksanaan tugas-tugas tersebut harus dibarengi dengan penguasaan kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah, beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah terkait dengan pelaksanaan tugas yang dikemukakan Mulyono (2009) diawali dengan penguasaan kompetensi memiliki landasan dan wawasan Pendidikan: memahami landasan pendidikan: filosofi, disiplin ilmu (ekonomi, psikologi, sosiologi, budaya, politik, agama), dan ilmiah, memahami dan menghayati hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat pendidikan, hakikat sekolah, hakikat guru, hakikat peserta didik dan hakikat proses belajar mengajar, memahami aliran-aliran pendidikan, menerapkan pendekatan sistem dalam sekolah, memahami, menghayati, dan melaksanakan tujuan dan fungsi pendidikan nasional, memahami kebijakan, perencanaan, dan program pendidikan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, memahami kebijakan, perencanaan, dan program pendidikan sesuai dengan jenjang pendidikan yang dipimpin (TK, SD, SLTP, SLTA).
Merencanakan Pengembangan Sekolah: Mengidentifikasi dan menyusun profil sekolah, mengembangkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah, mengidentifikasi fungsifungsi (komponen-komponen) sekolah yang diperlukan untuk mencapai setiap sasaran sekolah, melakukan analisis swot terhadap setiap fungsi dan faktor faktornya, mengidentifikasi dan memilih alternatifalternatif pemecahan setiap persoalan, menyusun rencana pengembangan sekolah, menyusun program, yaitu mengalokasikan sumber daya sekolah untuk merealisasikan rencana pengembangan sekolah, menyusun langkah-langkah untuk merealisasikan rencana pengembangan sekolah, membuat target pencapaian hasil untuk setiap program sesuai dengan waktu yang ditentukan (milestone).
Memahami Sekolah sebagai Sistem: menggunakan sistem sebagai pegangan cara berpikir, cara mengelola dan cara menganalisis sekolah, mengidentifikasi dan mengembangkan jenis-jenis input sekolah, mengembangkan proses sekolah 71
Mengelola Kurikulum: memfasilitasi sekolah untuk membentuk dan memberdayakan tim pengembang kurikulum, memberdayakan tenaga kependidikan sekolah agar mampu menyediakan dokumen-dokumen kurikulum, memfasilitasi guru untuk mengembangkan standar kompetensi setiap mata pelajaran, memfasilitasi guru untuk menyusun silabus setiap mata pelajaran, memfasilitasi guru untuk memilih buku sumber yang sesuai untuk setiap mata pelajaran, mengarahkan tenaga kependidikan untuk menyusun rencana dan program pelaksanaan kurikulum, membimbing guru dalam mengembangkan dan memperbaiki proses belajar mengajar, mengarahkan tim pengembang kurikulum untuk mengupayakan kesesuaian kurikulum dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks), tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dan kebutuhan peserta didik, menggali dan memobilisasi sumber daya pendidikan, mengidentifikasi kebutuhan bagi pengembangan kurikulum lokal, mengevaluasi pelaksanaan kurikulum.
dan simpati terhadap tenaga kependidikan. Mengelola Sarana dan Prasarana: mengupayakan ketersediaan dan kesiapan sarana dan prasarana sekolah (laboratorium, perpustakaan, kelas, peralatan, perlengkapan, dan sebagainya), mengelola program perawatan preventif, pemeliharaan, dan perbaikan sarana dan prasarana, mengidentifikasi spesifikasi sarana dan prasarana sekolah, merencanakan kebutuhan sarana dan prasarana sekolah, mengelola pembelian/pengadaan sarana dan prasarana serta asuransinya, mengelola administrasi sarana dan prasarana sekolah, memonitor dan mengevaluasi sarana dan prasarana sekolah. Mengelola kesiswaan: mengelola penerimaan siswa baru, mengelola pengembangan bakat, minat, kreativitas dan kemampuan siswa, mengelola sistem bimbingan dan konseling yang sistematis, memelihara disiplin siswa, menyusun tata tertib sekolah, mengupayakan kesiapan belajar siswa (fisik, mental), mengelola sistem pelaporan perkembangan siswa, memberikan layanan penempatan siswa dan mengkoordinasikan studi lanjut.
Mengelola Tenaga Kependidikan: mengidentifikasi karakteristik tenaga kependidikan yang efektif, merencanakan tenaga kependidikan sekolah (permintaan, persediaan, dan kesenjangan), merekrut, menyeleksi, menempatkan, dan mengorientasikan tenaga kependidikan baru, mengembangkan profesionalisme tenaga kependidikan, memanfaatkan dan memelihara tenaga kependidikan, menilai kinerja tenaga kependidikan, mengembangkan sistem pengupahan, reward, dan punishment yang mampu menjamin kepastian dan keadilan, melaksanakan dan mengembangkan sistem pembinaan karir, memotivasi tenaga kependidikan, membina hubungan kerja yang harmonis, memelihara dokumentasi personel sekolah atau mengelola administrasi personel sekolah, mengelola konflik, melakukan analisis jabatan dan menyusun uraian jabatan tenaga kependidikan, memiliki apresiasi, empati,
Mengelola Keuangan: menyiapkan anggaran pendapatan dan belanja sekolah yang berorientasi pada program pengembangan sekolah secara transparan, menggali sumber dana dari pemerintah, masyarakat; orangtua siswa dan sumbangan lain yang tidak mengikat, mengembangkan kegiatan sekolah yang berorientasi pada income generating activities, mengelola akuntansi keuangan sekolah (cash in and cash out), membuat aplikasi dan proposal untuk mendapatkan dana dari penyandang dana, melaksanakan sistem pelaporan penggunaan keuangan. Mengelola Hubungan Sekolah-Masyarakat: memfasilitasi dan memberdayakan dewan sekolah/komite sekolah sebagai perwujudan pelibatan masyarakat terhadap pengembangan sekolah, mencari dan mengelola dukungan dari masyarakat (dana, pemikiran, moral dan tenaga, dsb) bagi 72
pengembangan sekolah, menyusun rencana dan program pelibatan orangtua siswa dan masyarakat, mempromosikan sekolah kepada masyarakat, membina kerja sama dengan pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat, membina hubungan yang harmonis dengan orangtua siswa.
Mengembangkan Budaya Sekolah: Menerapkan dan mengembangkan nilainilai kehidupan sekolah yang dernokratis, membentuk budaya kerja sama (school corporate culture) yang kuat, menumbuhkan budaya profesionalisme warga sekolah, menciptakan iklim sekolah yang kondusifakademis, menumbuh kembangkan keragaman budaya dalam kehidupan sekolah, mengembangkan budaya kewirausahaan sekolah.
Mengelola Kelembagaan: menyusun sistem administrasi sekolah, mengembangkan kebijakan operasional sekolah, mengembangkan pengaturan sekolah yang berkaitan dengan kualifikasi, spesifikasi, prosedur kerja, pedoman kerja, petunjuk kerja, melakukan analisis kelembagaan untuk menghasilkan struktur organisasi yang efisien dan efektif, mengembangkan unitunit organisasi sekolah atas dasar fungsi.
Memiliki dan Melaksanakan Kreativitas, Inovasi dan Jiwa Kewirausahaan: Memahami dan menghayati arti dan tujuan perubahan (inovasi) sekolah, menggunakan metode, teknik dan proses perubahan sekolah, menumbuhkan iklim yang mendorong kebebasan berpikir untuk menciptakan kreativitas dan inovasi, mendorong warga sekolah untuk melakukan eksperimentasi, prakarsa/keberanian moral untuk melakukan hal-hal baru, menghargai hasil-hasil kreativitas warga sekolah dengan memberikan rewards, menumbuhkan jiwa kewirausahaan warga sekolah.
Mengelola Sistem Informasi Sekolah: mengembangkan prosedur dan mekanisme layanan sistem informasi, serta sistem pelaporan, mengembangkan pangkalan data sekolah (data kesiswaan, keuangan, ketenagaan, fasilitas, dan sebagainya), mengelola hasil pangkalan data sekolah untuk merencanakan program pengembangan sekolah, menyiapkan pelaporan secara sistematis, realistis dan logis, mengembangkan SIM berbasis komputer.
Mengembangkan Dini: Mengidentifikasi karakteristik kepala sekolah tangguh (efektif), mengembangkan kemampuan dini pada dimensi tugasnya, mengembangkan dirinya pada dimensi proses (pengambilan keputusan, pengkoordinasian/penyerasian, pemberdayaan, pemrograman, pengevaluasian dan lain-lain), Mengembangkan dirinya pada dimensi lingkungan (waktu, tempat, sumber daya dan kelompok kepentingan), mengembangkan keterampilan personal yang meliputi organisasi, hubungan antarmanusia, pembawaan, pemecahan masalah, gaya bicara dan gaya menulis.
Memimpin Sekolah: memahami teori-teori kepemimpinan, memilih strategi yang tepat untuk mencapai visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah, memiliki power dan kesan positif untuk memengaruhi bawahan dan orang lain, memiliki kemampuan (intelektual dan kalbu) sebagai smart school principal agar mampu memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mengambil keputusan secara terampil (cepat, tepat dan cekat), mendorong perubahan (inovasi) sekolah, berkomunikasi secara lancer, menggalang teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis, mendorong kegiatan yang bersifat kreatif, menciptakan sekolah sebagai organisasi belajar (learning organization).
Mengelola Waktu: Mengelola waktu belajar, mengelola waktu bimbingan dan konseling, mengelola waktu penilaian, mengelola waktu ekstra kurikuler, mengelola waktu rekreasi, mengelola waktu hari-hari besar/ libur, menyusun dan Melaksanakan Regulasi 73
Sekolah, merumuskan regulasi sekolah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, melaksanakan regulasi sekolah secara tepat dan mendorong penegakan hukum (law enforcement), menjamin adanya kepastian dan keadilan untuk memperoleh layanan pendidikan bagi warga sekolah, menjamin pemerataan dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan (equity and equality of educational opportunity).
instrument, menggunakan teknik-teknik monitoring dan evaluasi, menyosialisasikan dan mengarahkan pelaksanaan monitoring dan evaluasi, menganalisis data monitoring dan evaluasi, memiliki komitmen kuat untuk memperbaiki kinerja sekolah berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi, melaksanakan supervisi (penyeliaan): memahami dan menghayati arti, tujuan dan teknik supervisi, menyusun program supervisi pendidikan, melaksanakan program supervisi, memanfaatkan hasil-hasil supervise, melaksanakan umpan balik dari hasil supervisi.
Memberdayakan Sumber Daya Sekolah: Mengidentifikasi potensi-potensi sumber daya sekolah yang dapat dikembangkan, memahami tujuan pemberdayaan sumber daya, mengemukakan karakteristik sekolah berdaya, mengemukakan contoh-contoh yang dapat membuat sekolah berdaya, merencanakan cara-cara memberdayakan sekolah, melaksanakan pemberdayaan sekolah, menilai tingkat keberdayaan sekolah.
Menyiapkan, melaksanakan dan menindaklanjuti hasi1 akreditasi: memahami dan mensosialisasikan aspek-aspek yang diakreditasi, melakukan evaluasi dini, memfasilitasi pelaksanaan akreditasi, menindaklanjuti hasil akreditasi untuk meningkatkan mutu sekolah.
Melakukan Koordinasi/Penyerasian: mengkoordinasikan/menyerasikan sumber daya sekolah dengan tujuan sekolah, Menyiapkan input manajemen untuk mengelola sumber daya, Mengintegrasikan permasalahan dan menyinkronkan ketatalaksanaan program, Menyusun mekanisme koordinasi antar unit-unit organisasi sekolah.
Membuat laporan akuntabilitas sekolah: menyebutkan dan memahami konsep-konsep laporan, membuat laporan akuntabilitas kinerja sekolah, mempertanggungjawabkan hasil kerja sekolah kepada stakeholders, membuat keputusan secara cepat, tepat, dan cekat berdasarkan hasil pertanggungjawaban, memperbaiki perencanaan sekolah untuk jangka pendek, menengah dan panjang.
Mengambil Keputusan secara Terampil: Menjaring informasi berkualitas sebagai bahan untuk mengambil keputusan, mengambil keputusan secara terampil (cepat, tepat, cekat), memperhitungkan akibat pengambilan keputusan dengan penuh perhitungan (least cost and most benefit), menggunakan sistem informasi sekolah sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Pada perkembangan terakhir, sejalan kebijakan pemerintah dalam hal ini keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/ madarasah bahawa kompetensi kepala sekolah meliputi: Kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Kompetensi kepribadian meliputi aspek: berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/ madrasah, memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin, memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai
Melakukan monitoring dan evaluasi: Memahami dan menghayati arti, tujuan dan teknik monitoring dan evaluasi, mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi sekolah, mengidentifikasi indikatorindikator sekolah yang efektif dan menyusun 74
kepala sekolah/madrasah, bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/ madrasah, memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah, melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
Kompetensi manajerial meliputi aspek: menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan, mengembangkan organisasi sekolah/ madrasah sesuai dengan kebutuhan, memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/ madrasah secara optimal, mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/ madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif, menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik, mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal, mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal, mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/ madrasah, mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik, mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional. mengelola keuangan sekolah/ madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien, mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah, mengelola unit layanan khusus sekolah/ madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah, mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan, memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi
Kompetensi kewirausahaan meliputi aspek: menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah, bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/ madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif, memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah, pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/ madrasah, memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik. Kompetensi supervisi meliputi aspek: merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat dan menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Kompetensi sosial meliputi aspek: bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah, berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan dan memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain. Pengembangan kompetensi kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan Pengembangan kompetensi kepala sekolah dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama atau tahap pra memangku jabatan kepa sekolah; diawali sejak perekrutan calon kepala sekolah, yaitu dengan mengadakan seleksi administratif, pemaparan program, tes 75
kemampuan akademik yang terkait dengan penguasaan kompetensi kepala sekolah, seperti yang termaktub dalam permendiknas No.13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/madrasah, bahwakepala sekolah dipersyaratkan memiliki kualifikasi dan kompetensi .
ditetapkan Pemerintah. Bagi Kepala Sekolah Dasar Luar Biasa/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SDLB/SMPLB/SMALB) sebelumnya berstatus sebagai guru pada satuan pendidikan SDLB/SMPLB/SMALB, memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB, dan memiliki sertifikat kepala SLB/SDLB yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah. Bagi Kepala Sekolah Indonesia Luar Negeri Memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai kepala sekolah, memiliki sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu satuan pendidikan, dan memiliki sertifikat kepala sekolah yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
Kualifikasi yang dimaksudkan ada kualifikasi umum dan kualifiksi khusus. Kualifikasi umum mempersyaratkan bahwa kepala sekolah harus berkualifikasi pendidikan sarjana (S1) dan diplolomaempat (DIV) dan umur setinggi-tingginya pada saat awal pengangkatan 56 tahun, pengalaman mengajar minimal 5 tahun kecuali kepala Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA) minimal 3 tahun, dan pangkat serendah-rendahnya III/c bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) bagi non PNS disesuaikan dengan kebijakan Penyelenggara. Untuk kualifikasi khusus mempersyaratkan:
Selanjutnya kepala sekolah dipersyaratkan memiliki kompetensi kepala sekolah meliputi Kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Kelima kompetensi tersebut harus dipenuhi dan dan diujikan pada saat seorang kandidat kepala sekolah akan memangku jabatan tersebut.
Bagi kepala TK/RA sebelumnya berstatus sebagai guru TK/RA, memiliki sertifikat pendidik sebagai guru TK/RA, dan memiliki sertifikat kepala TK/RA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah. Bagi Kepala SD/MI sebelumnya berstatus sebagai guru SD/MI, memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI, memiliki sertifikat kepala SD/MI yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah. Bagi Kepala SMP/MTs sebelumnya berstatus sebagai guru SMP/MTs, memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs, memiliki sertifikat kepala SMP/MTs yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah. Bagi Kepala SMA/MA berstatus sebagai guru SMA/MA, memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA, dan memiliki sertifikat kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah. Bagi Kepala SMK/MAK sebelumnya berstatus sebagai guru SMK/MAK, memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMK/ MAK, dan memiliki sertifikat kepala SMK/ MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang
Tahap kedua yaitu pada on-the job saat kepala sekolah memangku jabatan tersebut, maka pengembangan kompetensinya difasilitasi dengan wadah atau organisasi dalam bentuk asosiasi kepala sekolah apapun nama asosiasi tersebut seperti musyawarah kelompok kerja kepala sekolah, kelompok kerja kepala sekolah atau asosiasi kepala sekolah. Pada wadah atau organisasi ini kepala sekolah mengembangakan segala kompetensinya dalam upaya meningkatkan kompetensi dalam mengelola sekolah dan akan memperoleh sekolah yang bermutu dalam arti mencapai pendidikan yang berkualitas. Kegiatan dapat berbentuk workshop, brainstorming, pembinaan dari pihak dinas, atau peltihan khusus untuk merespon segala kebijakan baru, seperti mendesain sekolah bertaraf internasional. Pengembangan kompetensi dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap 76
kinerja kepala sekolah yang dilakukan oleh para pembina sekolah seperti para pengawas pendidikan. Monitoring tersebut menilai tentang tingkat capaian kinerja sekolah sebagai hasil unjuk kerja kepala sekolah dengan para guru dan staf lainnya. Dari hasil monitoring tersebut dijadikan sebagai dasar penilaian dan pembinaan baik yang ditujukan kepada personal kepala sekolah dan ditujukan kepada sekolah.
kualifikasi dan kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan social, serta mampu mengeloal sekolah yang memenuhi harapan stakeholder dan merespon perubahan dengan cepat dan tepat. Dengan pemimpin sekolah yang kompeten maka akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan. REFERENSI
Untuk memperoleh kompetensi kepala sekolah yang unggul pemerintah juga menetapkan batas atau masa jabatan kepala sekolah yang diatur dalam Permendiknas no. 26 tahun 2003 yang mengatur tentang jabatan guru yang diberi tugas tambahan kepala sekolah. Hal ini berdampak kepada pengisian formasi kepala sekolah diisi oleh personal yang kompeten dan selalu meningkatkan kemampuan sesuai dengan perubahan dan tantangan yang cepat.
Dubois, D.D., & Rothwell, W.J. 2000. The competency Toolkit . US : HRD Press. Depdiknas. 2006.Undang-Undang Guru Dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Bandung: Fokusmedia. E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. 2007. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Emanuela Di Gropello. 2003. Monitoring Educational Performancein The Caribbean USA : The World Bank.
Pengembangan kompetensi kepala sekolah berdampak pada peningkatan kualitas sekolah dengan indikasi; sekolah yang dipimpin selalu mengikuti perubahan zaman, mememenuhi kebutuhan dan harapan para stakeholder serta mampu merespon segala tantangan yang dihadapi.
Kerzner, H. 2009. Project Management: A Systems Approach to Planning, Scheduling, and Controlling . USA: John Wiley and Son’s. John C. Smart, William G. Tierney, Higher Education : Handbook of Theory And Research. Volume XV .USA : Agathan Press, 2000
SIMPULAN Pengembangan kompetensi kepala sekolah dilakukan dalam dua tahap yaitu pada tahap pra menjabat kepala sekolah yang diawali perekrutan dan penseleksian calon serta pemenuhan kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah sesuai Pemendiknas no. 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/ madrasah. Kedua pada on-the job pada saat memegang jabatan kepala sekolah yang dilakukan melalui organisasi asosiasi kepala sekolah, pembinaan dari dinas dan kesadaran untuk pengembangan diri yang terus menerus.
Made Pidarta. 1998. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara. Mulyono. 2009. Manajeman Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Jakarta: ArRuzz Media: Yogyakarta. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor Nomor 13 Tahun 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor Nomor 28 Tahun 2010. R. Palan. 2003. Competency Management – A Practitioner’s Guide .Malaysia: Suma.
Kepala sekolah yang kompeten adalah kepala sekolah yang memenuhi persyaratan 77
KOMPETENSI KOMUNIKASI KEPALA SEKOLAH DI INTERNAL PUBLIK ORGANISASI SEKOLAH
Kessler, R. 2006. Competency-Based Interviews. New Jersey : Career Press. Yin Cheong Cheng, 2005. New Paradigm For Re-engineering Education: Globalization, Localization and Individualization. Netherlands: Springer.
Rusdiana Tk Kencana Nusantara Depok Abstract In organizations, communication is carried out to move their activities. The organization will not run without communication. Just as oxygen requirement for a person. Plays a Strategic Communication on the activities of an organization because communication is the driving force for all activities the activities of the organization. Koehler (1976), likens the organization’s needs will be communication, “communication, therefore is obviously vital to the lives of the organization in the Same Way That Such oxygen is vital to the lives of an individual “. Communication is not only organize your personal life but also covers the life of the organization. This indicates that the actual core processes in organizations is how to mobilize people to achieve goals, and communication is a tool to achieve that goal. In line with the purpose of communication within the organization, then the organization, communication contribute to the emergence of member participation, because participation comes through communication. Further cooperation will grow in order to achieve organizational goals. This is in line with what was said Cooley (in Soekanto 1982) regarding the importance of cooperation. “Collaboration occurs when people realize that they have the same interests and dizziness while self-control to meet these interests as well as through cooperation. Keywords: Organizational Communication, Communication Competence Principal, Internal Public PENDAHULUAN
Kesenjangan informasi atau lambatnya arus informasi pada setiap unit akan mempengaruhi pencapaian tujuan yang diharapkan. Kesenjangan informasi yang membuat pesan sampai tidak serentak dan kemampuan intelektual juga kemampuan mengkomunikasikan pesan kebijakan dan memberikan pengetahuan dan motivasi kepada internal public seringkali menjadi hambatan bagi para kepala sekolah untuk mengembangkan organisasi sekolah. dan sebaliknya kepala sekolah yang kurang komunikatif membuat informasi menjadi abu-abu.
Organisasi sekolah merupakan sebuah lembaga yang memiliki tujuan mulia yakni mencerdaskan anak bangsa. Tujuan mulia tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya komunikasi. Komunikasi merupakan salah satu media yang digunakan untuk menjembatani kepentingan para anggota dalam mencapai tujuan tersebut. Para anggota dalam mencapai tujuan tersebut khususnya adalah internal publik pada organisasi sekolah yakni pada tingkat top management hingga law management (tingkat atas sampai pada tingkat bawah). Unit ini merupakan agen penting dalam pencapaian sebuah tujuan organisasi sekolah. 78
Gaya komunikasi dapat menciptakan iklim organisai khususnya budaya komunikasi. Budaya komunikasi vertikal memang sudah 79
menjadi bagian dari organisasi khususnya organisasi pemerintah. Hal ini memang tidak bisa kita pungkiri. Akan tetapi tidak salah hal ini mulai diubah menjadi komunikasi dua arah yang akan menguntungkan kedua belah pihak dalam pencapaian tujuan organisasi sekolah.
Menurut Pareek (1984), tujuan komunikasi antara lain: (1) memberikan informasi, yakni memberikan informasi dari sumber kepada orang lain atau sekelompok orang yang dapat berupa kebijakan organisasi, peraturan, perkembangan organisasi dan lain sebagainya; (2) umpan balik (feedback) berguna untuk mengetahui prestasi kerja karyawan dan memperoleh langkah-langkah perbaikan yang diperlukan sekaligus memberikan motovasi kepada pihak organisasi untuk mengembangkan rencana-rencana yang menantang dan realistik; (3) pengendalian,yaitu mengontrol setiap pelaksanaan program agar sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dan untuk memenuhi sasaran yang tepat dalam pelaksanaan serta menghindari adanya kesenjangan informasi; (4) pengaruh, yaitu bahwa komunikasi bertujuan untuk mempengaruhi orang lain. Seorang manajer berkomunikasi dengan para karyawannya untuk menciptakan suasana yang baik, sikap yang benar, dan hubungan yang menyenangkan; (5) pemecahan masalah (problem solving), yaitu komunikasi antara pihak pimpinan dan karyawan bertujuan untuk menemukan penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi; (6) Pengambilan keputusan, memerlukan berbagai macam komunikasi, misalnya pertukaran informasi, pendapat, dan pemikiran alternatif pemecahan masalah; (7) mempermudah perubahan, yaitu komunikasi antara karyawan dapat membantu kesulitan perubahan terhadap tindakan perbaikan dalam organisasi; (8) pembentukan kelompok, komunikasi merupakan sarana pelicin agar kelompok dapat berfungsi dengan baik; dan
KOMUNIKASI ORGANISASI Komunikasi adalah satu kebutuhan yang mendasar. Komunikasi merupakan suatu mekanisme dimana manusia dapat melaksanakan interaksi sosial antara sesama. Melalui interaksi sosial, manusia saling bertukar informasi tentang segala hal yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Informasi tersebut menjadi stimulus bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya. Informasi membuka jalan bagi manusia guna mendapatkan ide-ide baru, serta untuk meraih cita-cita manusia yang lebih baik dan besar. Menurut Arifin (1984), istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication bersumber dari kata communis berarti sama. Pengertian sama disini adalah sama makna. Jadi apabila dua orang yang bercakap selama ada kesamaan makna, maka disebut komunikasi. Selanjutnya Rogers (dalam Mulyana 2001), menyatakan komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu orang penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah lakunya dalam mencapai suatu tujuan. Dalam suatu organisasi, komunikasi dilaksanakan untuk menggerakkan aktivitasnya dalam mencapai tujuan organisasi sekolah. Pentingnya komunikasi dalam organisasi ditunjang oleh pendapat Robbins dan Jones (dalam Suminar, dkk., 2003) yang mengungkapkan bahwa organisasi modern adalah suatu struktur yang kompleks dari berbagai ragam kegiatan yang hanya dengan komunikasi kegiatan-kegiatan tersebut dapat diatur dan dipersatukan untuk mencapai tujuan. 80
Upward Communication
(9) menjaga pintu, yaitu sebagai penyaring informasi baik yang datang dari dalam organisasi ataupun dari luar organisasi, sehingga informasi yang berkembang senantiasa relevan dengan kepentingan dan kebutuhan organisasi.
Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi yang mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia).informasi biasanya memberitahukan apa yang dilakukan bawahan,menjelaskan pekerjaanpekerjaan yang belum dipecahkan bawahan yang mungkin memerlukan beberapa macam bantuan, memberikan saran atau gagasan,untuk perbaikan dalam unit-unit mereka atau dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan, mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan mereka, rekan kerja mereka dan organisasi.
Dengan demikian, komunikasi dalam organisasi tidak hanya mengatur kehidupan pribadi juga meliputi kehidupan di antara anggota-anggota organisasi tersebut.hal ini berarti , proses inti yang sebenarnya dalam organisasi adalah bagaimana menggerakkan orang-orang untuk mencapai tujuan, dan komunikasi merupakan alat untuk mencapai tujuan tersebut. Arus Informasi
Namun biasanya komunikasi seperti ini sulit dilakukan, seperti apa yang dikatakan Sharma (dalam Pace, 2001), empat alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat amat sulit: (1) kecenderungan bagi pegawai menyembunyikan pikiran mereka, (2) perasaan bahwa penyelia dan manajer tidak tertarik kepada masalah pegawai, (3) kurangnya penghargaan bagi bagi komunikasi keatas yang dilakukan internal publik, dan (4) perasaan bahwa penyelia dan manajer tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan internal publik.
Salah satu tantangan terbesar dalam komunikasi organisasi adalah bagaimana menyampaikan informasi ke seluruh bagian organisasi dan bagaimana menerima informasi dari seluruh bagian organisasi. Guetzkow (dalam Pace, 2001), mengatakan bahwa aliran informasi dalam organisasi tejadi dengan tiga cara: (1) penyebaran pesan secara serentak, (2) penyebaran pesan secara berurutan, dan (3) kombinasi dari keduanya. Arah Arus Informasi Internal Organisasi: Downward Communication Komunikasi verikal adalah arah arus komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah dalam organisasi. Informasi ini biasanya berupa:bagaimana melakukan pekerjaan, informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi, informasi mengenai kinerja pegawai dan informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).
Horizontal Communication Bentuk komunikasi horizontal yang paling umum mencakup semua jenis kontak antarpersona.bahkan bentuk komunikasi horizontal tertulis cenderung menjadi lebih lazim. Komunikasi horisontal paling sering terjadi dalam rapat komisi, interaksi pribadi, selama waktu istirahat, obrolan di telepon, memo dan catatan, kegiatan sosial, dan lingkaran kualitas.
81
Hambatan-hambatan pada komunikasi horizontal diantaranya ketiadaan kepercayaan rekan-rekan kerja, perhatian yang tinggi pada mobilitas ke atas, dan persaingan dalam sumber daya dapat mengganggu komunikasi pegawai yang sama tingkatnya dalam organisasi-dengan sesamanya.
makna terhadap pesan yang disampaikan sesuai dengan harapan komunikator. Berhasil/tidaknya penerima memberikan makna terhadap pesan (efektif atau tidaknya komunikasi) merupakan hasil totalitas dari : (1) kemampuan komunikator, (2) bentuk dan teknis penyajian pesan, (3) kapasitas media yang dipergunakan, dan (4) kondisi penerima/khalayak sasaran komunikasi.
Chross-Channel Communication Dalam kenyataan organisasi, muncul keinginan pegawai untuk berbagi informasi melewati batas-batas fungsional dengan individu yang tidak menduduki posisi atasan maupun bawahan mereka. Misalnya, bagian data, laporan, rencana persiapan, kegiatan koordinasi, dan memberi nasihat kepada manajer mengenai pekerjaan pegawai di semua bagian organisasi.mereka melintasi jalur fungsional dan berkomunikasi dengan orang-orang yang diawasi dan mengawasi tetapi bukan atasan atau bawahan mereka. mereka tidak memiliki otoritas lini untuk mengarahkan orang-orang yang berkomunikasi dengan mereka dan terutama harus mempromosikan gagasan-gagasan mereka, namun mereka memiliki mobilitas tinggi dalam organisasi; mereka dapat mengunjungi bagian lain atau meninggalkan kantor mereka hanya untuk terlibat dalam komunikasi informal (Davis,1967).
Cangara (2007) mengatakan bahwa sedikitnya ada tiga karakteristik dari komunikator yang perlu diperhatikan, yaitu : (1) kredibilitas (credibility) (2) daya tarik (attractiveness), dan (3) kekuasaan atau kekuatan (power). Kredibilitas Kredibilitas (credibility) komunikator dilihat dalam dua dimensi, yaitu keahlian atau kecakapan (expertise) dan kepercayaan (trustworthiness). (1) Seorang komunikator akan berhasil mempersuasi apabila ia dianggap memiliki pengetahuan dan keahlian, dan dianggap jujur, mempunyai integritas serta dipercaya oleh pihak komunikan (khalayak). (2) Proses pembentukan pengetahuan, pendapat, sikap dan tingkah laku yang terjadi dalam diri penerima/khalayak ini.
KOMPETENSI KOMUNIKASI KEPALA SEKOLAH
Menurut Rogers (1983), kredibilitas yang dimiliki seseorang, dapat dibagi dalam dua jenis: (1) competence credibility, yaitu bila kredibilitas berkaitan dengan status/ kedudukan formal, dan (2) safety credibility, yaitu bila kredibilitas yang tidak berkaitan dengan status/ kedudukan formal.
Kompetensi kepala sekolah dalam bermkomunikasi adalah tuntutan atas kemampuan dalam mengkomunikasikan kebijakan dan melakukan pendekatan dengan internal public dalam mencapai tujuan organisasi. Kepala sekolah dalam hal ini disebut sebagai komunikator yang menentukan jalannya roda komunikasi yang efektif dalam organisasi. Hal ini di dukung oleh Mulyana (2002) Efektivitas Komunikasi adalah Efektivitas khalayak penerima dapat memberikan
Seseorang dikatakan memiliki competence credibility dalam suatu bidang apabila ia memang mempunyai status/ kedudukan formal dalam hal/bidang tersebut. 82
dapat dimiliki oleh setiap orang. Seseorang akan mempunyai kekuatan pengaruh dalam suatu bidang tertentu apabila ia memang dipandang mempunyai keahlian di bidang tersebut. (4) Pemenuhan (Compliance) Komunikator dinilai mempunyai kekuatan atau kekuasaan apabila ia mampu memberikan imabalan atau hukuman kepada komunikannnya. Ini berarti bahwa seseorang atau sekelompok orang menerima suatu ajakan/anjuran untuk menghindari hukuman/ sanksi. Proses penerimaan yang demikian disebut sebagai compliance (pemenuhan). (1) Kyai kharismatik bicara apapun dipercaya oleh pengikutnya. (2) Presiden ngomong apapun dipercaya
Persuasi akan lebih efektif apabila dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai competence credibility sekaligus memiliki safety credibility, karena orang-orang yang demikian lazimnya dipandang lebih jujur, terbuka dan dekat dengan masyarakat di sekitarnya khususnya internal public. Daya Tarik Upaya persuasi akan lebih efektif apabila komunikator dinilai “menarik” oleh penerima/khalayak, karena adanya proses indentifikasi dalam diri penerima/khlayak. Contoh: (1) Seseorang senang memakai celana levis Karena mengidentifikasikan dirinya sebagai orang modern, elite, kota atau artis terkenal. (2) Tetapi, orang itu akan mengidentifikasikan dirinya dengan komunikator selama komunikator itu dinilai masih menarik, masih pantas untuk ditiru, atau tidak berubah (misalnya produk yang sama tetapi diperagakan oleh tokoh/model yang sama).
Jadi, kredibilitas seorang komunikator juga dipengaruhi oleh kekuasaan atau kewibawaannya. Kepala Sekolah dan Komunikasi Salah satu tanggung jawab penting dan sulit yang diemban kepala sekolah adalah komunikasi, Karena kinerja dan tugas kepala sekolah melalui komunikasi adalah menciptakan understanding (pengertian). Keefektifan kepala sekolah dalam kemampuan yang begitu beragam, terlihat dari ketrampilannya berkomunikasi.
Kekuasaan/Power (1) Kharisma Adalah faktor bawaan yang melekat pada diri seseorang. Seorang yang tergolong kharismatik, lazimnya mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi orang-orang lain. Almarhum Presiden Soekarno, adalah salah satu contoh seorang tokoh yang kharismatik. (2) Wibawa otoritas Faktor ini berkaitan dengan kedudukan atau otoritas formal. Seseorang yang memiliki kedudukan formal sebagai pemimpin suatu kelompok atau organisasi akan mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi orang-orang yang menjadi bawahannya. (3) Kompetensi atau Keahlian Adalah sesuatu yang dapat diperoleh seseorang melalui proses belajar, karenanya
Komunikasi keorganisasian dapat didefinisikan sebagai proses aliran (penerimaan dan pengiriman) pesan-pesan yang berorientasikan tujuan diantara sumbersumber komunikasi dalam suatu pola, dan melalui suatu medium atau media (Pareek dalam Suminar 2003). Melalui komunikasi seorang kepala sekolah dapat mewujudkan perencanaan, menjalamkan roda organisasi lebih efektif, menciptakan motivasi kerja untuk mencapai produktivitas yang tinggi, dan melakukan pengendalian atau pngawasan kepada bawahan. Kesemuanya itu bisa berjalan apabila kepala sekolah 83
Telling
dalam berkomunikasi menimbulkan saling pengertian.
Sebelum kita menjadi mengerti (understanding). Kita harus terlebih dahulu memberitahukan atau mngirim pesan dalam bentuk telling yang mencakup: (1) kita harus menginformasikan diri kita sendiri (2) kita harus selalu menjaga agar para bawahan memiliki informasi yang berkaitan dengan tugas mereka, dan (3) atasan kita harus mengetahui masalah yang sedang dihadapi, perkembangannya serta aktivitas, yang akan mempengaruhi tanggung jawabnya.
Komunikasi dalam lingkungan organisasi sekolah berfungsi sebagai jembatan yang dapat membangun pengertian, yaitu apa yang kita ketahui tentang orang lain, bagaimana cara kita berhadapan, kesan dan perasaan kita, cara atau metode penyampaian pesan, kesemuanya itu tercermin bilamana kita melakukan kegiatan komunikasi. EMPAT PROSES DALAM KOMUNIKASI ORGANISASI SEKOLAH Asking
Listening
Sebagai kepala sekolah, kita sering melupakan tindakan yang harus dan perlu dilakukan agar proses komunikasi berjalan dengan tepat dan efektif (mengena) yaitu bertanya atau meminta informasi yang tidak kita miliki dari orang lain (bawahan atau siapa saja) yang memang kita butuhkan.
Bila kita ingin berkomunikasi secara total, kita harus mengerti apa yang orang lain sampaikan kepada kita, kita harus listening (mendengarkan). Understanding Aspek yang penting dalam proses komunikasi organisasi sekolah dan juga sering dilupakan orang. Komunikasi pada umumnya memiliki dua pengerian dan dua sisi: pemikiran dan perasaan. Untuk bisa mengerti seorang kepala sekolah harus menyelam kepada diri dan motivasi seseorang/individu, sehingga dapat mendengar dan membaca tidak hanya yang tersurat tetapi juga yang tersirat (Suminar 2003).
Kepala sekolah profesional tidak akan menunggu informasi, tetapi akan mengejar informasi itu (istilah dalam sepak bola adalah bukan menunggu bola, tetapi menjemut bola). Kepala sekolah harus tahu cara meminta informasi yang dibutuhkan dengan bertanya kepada bawahan atau siapa saja untuk mendapat umpan balik dalam bentuk masukan (saran dan kritik) yang bersifat membangun pada berbagai masalah yang dihadapi.
GAYA KOMUNIKASI KEPALA SEKOLAH
Kepala sekolah bisa juga bertanya pada pengawas sekolah atau atasan yang lebih tinggi kedudukannya tentang informasi dan nasihat yang ia butuhkan untuk melakukan tugas atau pekerjaannya. Selain itu kepala sekolah dapat meminta informasi dan saran dari kepala sekolah lain yang lebih berpengalaman dalam menghadapi berbagai masalah.
Suminar (2003), mengatakan gaya komunikasi adalah suatu kekhasan, berbeda atau ciri-ciri mode, tata cara atau cara ekspresi dan tanggapan. Sedangkan Norton (dalam Pace, 2001), mengembangkan gaya komunikasi dengan istilah “communicator style contruct”. Gaya ini didefinisikan sebagai “satu cara verbal dan paraverbal berinteraksi terhadap tanda bagaimanan 84
Diskusi yang terbuka, dengan setiap orang secara bebas mengemukakan ide-idenya dalam atmosfir saling mendukung dan saling pengertian. Dengan gaya persamaan komunikator tidak berasumsi setiap personal memiliki superior atau lebih ahli, tetapi menampung informasi dianggap sama baiknya. Komunikator gaya ini sungguhsungguh tertarik terhadap ide dari orang lain. Keputusan seringkali berdasarkan kesepakatan bersama.
mengertikan, menterjemah, menyaring, atau memahami. Jadi gaya komunikasi merupakan kompetensi kepala sekolah dalam berkomunikasi yang memiliki ciri khas dengan publik internalnya. Untuk itu selanjutnya Suminar 2003, menunjukkan beberapa macam gaya komunikasi. Democratic Style Adalah gaya yang sebagian besar tepat untuk organisasi. Di sini premis ditempatkan di atas persamaan komunikasi relatif. Apa yang dikomunikasikan merupakan suatu pengertian yang nilainya dimiliki oleh setiap orang dan orang dapat memberikan kontribusi. 2e bawah (secara vertical) dan mengalir melintasi divisi-divisi (secara horizontal) dalam organisasi.
The Structuring Style Digunakan oleh komunikator yang berorientasi ke arah kemantapan organisasi, jadwal kerja dan struktur melalui proses komunikasi. Komunikator ini mempengaruhi orang lain dalam diskusi yang membahas tujuan, standar, jadwal kerja, peraturan atau prosedur yang kelihatannya untuk menerapkan pada suatu situasi. Komunikasi langsung diarahkan kemantapan lainnya dan menjelaskan system struktur ini atau penerapannya dalam kegiatan. Komunikasi struktur jarang melibatkan ekspresi atau kekuatan emosi. Komunikasi biasanya objektif dan alami.
The Controlling Style Komunikasi memaksa dan langsung bertindak atau memikirkan orang lain. Gaya mengawasi adalah secara esensial satu cara, dengan memiliki suatu umpan balik yang secara mendasar untuk penjelasan. Komunikator yang menggunakan berlangsungnya diskusi dan kemudian meminta persetujuan tentang ide yang dibentuknya itu. Gaya ini membujuk yang lainnya dengan menunjukkan adanya insentif (postif atau negatif) yang akan diperoleh dari bagian dari tindakan.Dalam gaya mengawasi ini komunikator menggunakan analisis transaksional dengan mengambil peran sebagai orang tua dan respon dari orang lain sebagai anak-anak.
The Dynmic Style Digunakan oleh komunikator yang lebih aktif dan agresif. Komunikasi cenderung singkat dan menukik ke masalah pokok. Gaya ini terus terang dan terbuka, dengan menghindari mangkir. Komunikasi gaya dinamik adalah tidak mendalami secara filosofi tetapi lebih berorientasi pragmatis, segera menghadapi permasalahan. Mereka jarang melakukan transaksi dengan perencanaan atau strategi jauh ke depan. Pendekatan komunikasi ini lebih hidup dalam dunia bisnis dibanding organisasi pemerintahan yang lebih structural.
The Equalitarian Style Ditandai dengan adanya komunikasi dua arah dengan mempengaruhi arus balik dan tampil ke depan diantara orang-orang. Komunikator gaya ini merangsang orang lain secara personal melakukan inisiatif dalam perencanaan, penetapan tujuan, pengambilan tindakan atau menyumbangkan pemikiran. 85
The Relinguish Style
sekolah adalah komite, kepala sekolah, karyawan, guru , siswa dan orang tua siswa.
Melibatkan satu posisi bawahan bagi personal lainnya. Komunikator tunduk pada keinginan orang lain. Komunikator gaya ini lebih banyak menerima daripada posisi memerintah dan menunjukkan minat dalam memberi kontribusi kepada yang lain. Komunikator menunjukkan lebih menyukai peran pendukung daripada seorang yang dapat memerintah.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI Simpulan Gaya komunikasi adalah suatu kekhasan, berbeda atau ciri-ciri mode, tata cara atau cara ekspresi dan tanggapan yang menunjukkan kemampuan atau kompetensi komunikasi kepala sekolah dalam melakukan interaksi dengan lingkup internalnya. Kemampuan kepala sekolah dalam berkomunikasi dapat dilihat dari berbagai faktor yakni kredibilitas, daya tarik, kekuasaan atau kekuatan.
The Withdrawal Style Selalu menghindari interaksi. Hampir semua memiliki gambaran salah untuk mengacu kepada seseorang yang menggunakan pola gaya komunikasi seperti ini. Dalam kenyataan gaya ini tidak ingin berkomunikasi tetapi lebih suka menyendiri dari orang lain. Gaya ini tidak ingin mempengaruhi orang lain dan lebih suka tidak dipengaruhi. Dalam suatu diskusi , gaya ini menggunakan taktik mengalihkan perhatian dari suatu topik. Pendekatan pengalihan perhatian ini termasuk menganggap enteng masalah.
Asking, telling, listening dan understanding perlu diperhatikan oleh seorang kepala sekolah sehingga orang-orang yang berada dalam lingkup organisasi mendengar, memahami dan mengerti atau dalam istilah komunikasi adanya kesamaam makna mengenai pesan yang kita sampaikan sehimgga mampu diajak bekerjasama dalam pencapaian tujuan organisasi. Rekomendasi
INTERNAL PUBLIK
Kemampuan kepala sekolah menyampaikan kebijakan dan pendekatan kepada internal publik dalam menjalankan roda organisasi untuk mencapai tujuan ditentukan oleh kredibilitas, daya tarik dan kekuasaan. Kredibilitas ditentukan oleh keahlian dan kepercayaan, daya tarik diperlukan karena adanya proses identifikasi dari internal public. Sedangkan kekuasaan bawaan yang melekat pada diri seorang kepala sekolah atau kharismatik kepala sekolah. Tiga point krusial tersebut penting bagi seorang komunikator yakni bukan saja cakap berkomunikasi tapi mampu mengkomunikasikan diri sebagai kepala sekolah dalam hal kredibilitas, daya tarik dan power sehingga internal publik mampu bekerjasama dalam mencapai tujuan organisasi sekolah.
Tugas penting kepala sekolah akan berjalan apabila memiliki komunikasi yang baik dengan stakeholders. Fomburn (dalam Kasali , 2000), stakeholders adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun di luar organisasi yang mempunyai peran menentukan keberhasilan perusahaan, atau berbagai kelompok penekan (pressure group) yang mesti dipertimbangkan perusahaan. Berdasarkan pernyataan tersebut menunjukkan begitu pentingnya membina hubungan dengan publik khususnya publik yang berada di dalam organisasi (internal public). Yang termasuk dalam internal public selanjutnya dikatakan oleh sumber yang sama yakni pemegang saham, manajemen dan top executive, karyawan dan keluarga karyawan. Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa internal public dalam organisasi 86
Informasi yang mengalir dalam organisasi sebaiknya bersifat serentak sehingga tidak menimbulkan kesenjangan. Kemampuan teknologi dapat meredam kesenjangan informasi yang dapat digunakan oleh organisasi sekolah karena semakin besar luas lingkup sekolah dibutuhkan teknologi yang semakin cangih tentunya inipun tak luput dari kesiapan sumber daya manusianya. Dan sebaiknya komunikasi vertical sudah tidak diterapkan lagi karena hal ini akan membuat informasi diterima satu arah sehingga pimpinan tidak mengetahui apa yang dibutuhkan internal publik. Hal ini juga akan membuat internal publik merasa kaku,ketakutan, keengganan dalam berkomunikasi dengan pimpinannya yakni kepala sekolah. Gaya komunikasi demokratik dapat meredam kekakuan, ketakutan, keengganan internal publik karena mereka merasa dibutuhkan dan diakui keberadaannya.
Koehler, Jerry W Anatol, Karl W E, Ronald Applbaum L,1976, Organizational Communication, Holt Renihart & Winston, USA. Mulyana Deddy, 2001, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Rosda Karya, Bandung. Pace, W.R. 2001. Komunikasi Organisasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Rogers, E.M. 1983. Communication in Organizations. New York: The Free Press. Soekanto. 1982. Sosiologi Sistematis. Jakarta: Rajawali Press. Suminar, (tulis lengkap nama kawankawannya). 2003. Komunikasi Organisasional. Jakarta: Universitas Terbuka. Pareek, U. 1984. Perilaku Organisasi ke Arah Pemahaman Proses Komunikasi antar Pribadi dan Motivasi Kerja. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo.
Komunikasi yang perlu diterapkan saat ini adalah komunikasi dua arah dalam bentuk horizontal dimana kesejajaran yang diciptakan kepala sekolah akan dengan mudah mendapatkan informasi untuk bekerjasama dalam melakukan perbaikanperbaikan terhadap organisasi, selain itu juga untuk menghindari desas desus diantara internal publik terkait dengan kebijakan yang dikeluarkan dan karyawan merasa dihargai. DAFTAR RUJUKAN Arifin, A.1984. Strategi Komunikasi. Bandung: Amrico. Cangara, H. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Davis, K., & John, W.N. (Terj). 1990. Perilaku dalam Organisasi. Jakarta: Erlangga. Kasali, Rhenald. 2000. Manajemen Public Relations. Jakarta: Pustaka Umum Grafiti. 87