Corporate Governance: 1 ransparansi antara Pemerintahan dan Bisnis
D
John D. Sullivan Direktur Eksekutif Center for International Private Enterprise
alam agenda-agenda bisnis internasional dan pembangunan, hanya sedikit topik yang dipandang lebih penting dibandingkan dengan masalah corporate governance. Sederetan peristiwa yang terjadi pada dua dasawarsa terakhir telah menempatkan isu-isu di seputar corporate governance sebagai perhatian utama baik bagi masyarakat bisnis maupun lembaga-lembaga keuangan internasional. Berbagai kegagalan bisnis yang spektakuler seperti skandal BCCI yang menghebohkan, masalah krisis simpan pinjam di Amerika Serikat, dan kesenjangan antara kompensasi kalangan eksekutif dan prestasi perusahaan telah menunjukkanadanya keinginan di berbagai negara maju untuk mengadakan perubahan. Belakangan, sejumlah skandal tingkat tinggi di Rusia dan krisis ekonomi di Asia telah membuat isu-isu corporate governance menjadi sangat penting, terutama di negara berkembang dan negara yang sudah mengalami transisi ekonomi. Lebih jauh lagi, kalangan bisnis nasional sedang mempelajari dan mengkaji ulang bahwa tidak ada yang dapat menggantikan sistem manajemen dan bisnis dasar untuk menarik investasi dan menjadikan sebuah perusahaan kompetitif secara internasional. Hasilnya, beberapa tahun terakhir. Bank Dunia, Organization of Economic Cooperation and Development (OECD), bank-bank pembangunan daerah, dan berbagai badan pembangunan nasional
telah melahirkan dan memperluas pelbagai program dalam masalah ini. Pada saat yang hampir bersamaan, beberapa lembaga yang berhubungan dengan bisnis seperti Center for International Private Enterprise (CIPE), sebuah lembaga yang berafiliasi dengan Kamar Dagang Amerika Serikat, juga telah menempatkan masalah corporate governance pada puncak dari sekian banyak daftar perhatiannya. Kelompok-kelompok think-tank dan perkumpulan bi3nis di sejumlah negara berkembang dan negara-negara dalam transisi juga turut serta memfokuskan sumbersumber yang berkenaan dengan masalah ini. Di negara-negara berkembang, akar-akar dari apa yang sekarang dikenal sebagai isuisu sejenis corporate governance dapat ditemukan dalam kasus upaya swastanisasi yang tumbuh pada akhir dekade 1970-an dan sepanjang dekade 1980-an. Jelas kiranya, upaya menciptakan sebuah corporate structure yang baik menjadi penting bagi suksesnya upaya swastanisasi, baik dilihat dari sudut pandang pemerintah yang bertuju* ( * a * < * A an menjual saham perusaMakaY'% haan maupun dari sudut men&@eraokan pandang kalangan investor beberapa n*ra potensial. Kenyataannya, ymgterbum-bum banyak di antara kegagalme'*kan Poses an yang terdengar di awalswastanjasi ++ awal pengalaman swastanid d m skda besarsasi dapat ditelusuri dari besaran? kurang tegasnya struktur khususnya Ceko r pengaturan yang membiard m Rusia, justru kan praktik-praktik bisnis mengdami* kegagdm d h yang tidak benar. Dalam * ha1 ini, kasus Chili menarik hdcorporate untuk disimak. Pada pergovernance d h besarpula, - tengahan dekade 1970-an, n , a ., kelompok-kelompok bisnis Chili mampu membeli bank, bahkan seringkali hanya dengan 20 persen bayaran di muka. Pada tahun 1982, Chili mengalami krisis ekonomi yang berawal dari perpaduan antara gejolak-gejolak ekster- @ * % *
:
: :
4
+
:
nal dan nilai tukar mata uang yang overvalued. Para pengusaha mencoba menjawabnya dengan menggunakan bank-bank mereka untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan mereka, yang justru membawa kepada kekisruhan yang lebih serius. Akhirnya, pemerintah Chili mengatasinya dengan pemberlakuan re-nasionalisasi perusahaan-perusahaan dan bank-bank.' Namun demikian, yang paling meningkatkan perhatian ke dalam masalah corporate governance sebagai sebuah topik pembangunan adalah peristiwa jatuhnya tembok Berlin dan disertai dengan keinginan untuk melakukan swastanisasi secara cepat di seluruh sh-uktur bisnis ekonomi yang berubah pada era pasca-komunisme. Pertama, perusahaanperusahaan milik negara hams di-corporatekan, yaitu diubah dari struktur jenis pemerintah menjadi bentuk corporate. Kedua, muatan hukum komersial yang seringkali 'melebar' (overarching) hams dipertegas, dan hams memasukkan masalah kebangkrutan, aturan-aturan hukum dalam bidang properti, sistem akuntansi, dan sejumlah aturan-aturan penting lainnya. Yang paling penting, bakat yang dibawa hams dipelihara. Hanya sedikit individu-individu yang memiliki pengalaman sebagai anggota dari Dewan Direksi. Makanya, tidaklah mengherankan beberapa negara yang terburu-buru melakukan proses swastanisasi dalam skala besar-besaran, khususnya Ceko dan Rusia, justru mengalami kegagalan dalam ha1 corporate governance dalam skala besar pula. Hungaria yang memilih untuk menjual perusahaan-perusahaannya kepada pihak Barat, dan Polandia yang memilih untuk tidak menunda-nunda swastanisasi perusahaan-perusahaan besar, telah mendapatkan hasil yang lebih baik. Sekarang, kelompok-kelompok think thank dan organisasi-organisasi bisnis di kawasan Eropa Tengah dan Timur, termasuk sebagian besar bekas negara-negara Uni Soviet bekerja keras guna mengadopsi hal-ha1 yang menjadi kunci dari perbaikan-
perbaikan kelembagaan dan praktik-praktik corporate governance." Sebagaimana telah diketahui, sekarang ini krisis keuangan di Asia telah berjalan semakin jauh. Salah satu pelajaran yang dapat diarnbil dari krisis ini adalah bahwa prosedur corporate governance yang lemah dan tidak efektif dapat menimbulkan masalah besar yang potensial, baik bagi perusahaan-perusahaan tertentu maupun bagi masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks inir kegagalan corporate governance bisa berpotensi merusak gejolak ekonomi lainnya. M.R Chatu Mongol Sonakul, Gubernur Bank Thailand menjelaskan: Tidak ada keraguan di dalam pikiran saya bahwa, agar krisis ekonomi di Asia bisa dipulihkan dengan cara yang benar dan bertahan lama, pemerintah dan sektor usaha h a m s bekerjasama lebih baik lagi. Dengan ini, saya tidak bermaksud mengatakan bahwa tidak adanya kerjasama rnerupakan penyebab dari krisis ekonomi belakangan ini. Justru mungkin disebabkan oleh ha1 sebaliknya, bekerjasarna terlalu baik dan dengan berkolusi satu sama lain. Krisis keuangan Asia telah menunjukkan bahkan pada negara-negara yang ekonominya kuat tapi mereka . mengabaikan kontrol yang transparan, dewan usaha yang bertanggung jawab, dan hak-hak pemegang saham (shareholders) bisa hilang dengan cepat bersamaan dengan kepercayaan para investor yang terus merosot."
Sebagaimana yang dapat dilihat dari observasi Dr. Sonakul di atas, corporategovernance merupakan jantung dari perkembangan ekonomi pasar dan sekaligus jantung masyarakat demokratis. Pandangan ini mungkin mengagetkan bagi mereka yang biasanya berpendapat bahwa corporate governance hanyalah sebatas masalah proteksi pemegang saham, kontrol manajemen, dan problem-problem agen besar @rincipal-agent) yang terkenal hingga ke masalah para ahli teori ekonomi dan manajemen. Yang menjadi fokus dari tulisan ini adalah konsep corporate governance sebagai masalah kunci bagi sistem pasar yang kompetitif. Lebih jauh, tulisan ini menunjukkan betapa corporate governance seharusnya menjadi bagian dari perhatian
langsung bagi mereka yang memperhatikan masalah perkembangan demokrasi, khususnya isu di seputar penegakkan hukum. Corporate governance seringkali tergantung kepada kerjasama sektor swasta dan pemerintah guna mencapai kedua tujuan tersebutyakni menciptakan sistem pasar yang kompetitif dan pengembangan masyarakat demokratis yang berlandaskan kepada hukum. Keprihatinan seperti ini tidak hanya terbatas di kalangan negara-negara berkembang, tetapi pada masyarakat industri maju sekalipun terdapat kecenderungan global untuk penguatan corporategovernance. Sebagai contoh, beberapa tahun belakangan, the Cadbury Commission di Inggris Raya, the Vienot Commission di Perancis, OECD semuanya telah mengeluarkan beberapa panduan baru. Di Arnerika Serikat, tuntutan "kemerdekaan" dari pemeriksaan (audit) keuangan independen sebagaimana yang dapat kita saksikan dari berbagai pemberitaan di seputar pelanggaran terhadap peraturan yang melarang para auditor melakukan investasi di perusahaan yang mereka audit. Pada semua kasus ini, keprihatinan yang mencolok terdapat pada cara-cara bagaimana mendapatkan nilai-nilai penting dari corporate governance, termasuk masalah transparansi, akuntabilitas, dan nilai-nilai yang membangun.
Beberapa Definisi Di dalam literatur akademis, corporate governance biasanya dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan, "masalahmasalah yang muncul dari pemisahan antara kepemilikan dan kontr01."~Dan perspektif ini, corporategovernance akan memfokuskan ke masalah bagaimana struktur internal dan pengaturan dewan direksi, isu di seputar komite audit, laporan kepada para pemegang saham, dan kontrol manajemen. Bahkan, sebuah survei akademis baru-baru ini memulainya dengan kutipan seperti ini:
"Corporate Governance berhubungan dengan caracara di mana para penyedia dana (suppliers of finance)untuk perusahaan meyakinkandiri mereka sendiri akan perolehan kenlbali atas apa yang niereka investasikan. Bagaimana para penyedia dana itu nlembuat agar para manajer mengusahakan sebagian dari keuntungan itu untuk mereka? Bagaimana mereka yakin bahwa para manajer itu tidak mencuri modal yang mereka simpan atau investasikan di dalam proyek-proyek yang merugikan? Bagaimana para penyedia keuangan itu mengontrol para manajer?""
Dari pandangan seperti ini, corporate governance cenderung memfokuskan din ke dalam sebuah model yang sederhana: Para pemegang saham memilih para direktur yang mewakilinya. Para direktur melakukan pemungutan suara untuk memutuskan masalah-masalah kunci dan menerima keputusan mayoritas. Keputusan-keputusan diambil secara transparan sehingga para pemegang saham dan yang lainnya dapat tetap memegang akuntabilitas para direktur. Perusahaan menggunakan standar-standar akuntansi untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh para direktur, investor dan para stakeholder untuk menetapkan keputusan. Praktik-praktik dan kebijaksanaan perusahaan mengikuti hukum-hukum daerah, negara bagian, dan negara (national) yang b e r l a k ~ . ~ Sebenamya, jika yang menjadi subyek adalah coyborate governance di dalarn ekonomi pasar yang maju, memperhatikan proses-proses kontrol internal seperti ini dapatlah dikatakan biasa saja. Poin nomor 5 mengasumsikan bahwa sistem hukum eksternal diberlakukan. Meskipun terdapat sedikit perbedaan di antara hukum-hukum kenegaraan Anglo-Arnerika, Jerman, Perancis, dan yang lainnya, mereka memiliki persamaan di dalam hal mengartikan corporate governance sebagai subyek di dalarn
konteks memfungsikan sistem pasar dan lembaga hukum yang sudah maju. Namun begitu, sebagaimana disebutkan sebelumnya, ketika masalah corporategovernance dibahas di dalam konteks negara-negara yang sedang berkembang atau negara yang sedang dalarn masa transisi, terdapat kecenderungan untuk melibatkan penelahaan kepada banyak ragam masalah. Krisis ekonomi di Asia baru-baru ini, gejolak yang berkelanjutan di Rusia, dan pengalaman ekonomi Republik Ceko belakangan telah menunjukkan betapa pentingnya mendorong masalah corporate governance dari isu pinggiran menjadi isu sentral. Di Asia, yang memunculkan apa yang sekarang disebut krisis keuangan ditengarai sebagai masalah krisis corporate transparency, yang seringkali melibatkan hubungan antara pemerintah dan dunia usaha, antara pengutang (holders of debt) dan pemberi utang, antara penyembuhan hukum bagi masalah kebangkrutan (bankruptcy) dan kronisme. Lebih jauh, sebagaimana yang dapat kita lihat di surat kabar-surat kabar, kurangnya lembaga-lembaga yang memadai di Rusia telah mengakibatkan munculnya kasus-kasus yang tersebar secara luas, termasuk tuduhan penghapusan aset, manipulasi pendaftaran saham, dan ~enggelapan.~ Program swastanisasi yang dilakukan Republik Ceko telah menunjukkan kelemahan metode voucher yang tidak disertai dengan mekanisme corporate governance yang kuat sehingga ha1 itu mengakibatkan kurang lancarnya restrukturisasi dunia usaha (co@orate restructuring) dan terus menurunnya daya ~ a i n g . ~ Kesamaan dari beberapa contoh di atas adalah bahwa semuanya melibatkan peraturan-peraturan mendasar dalam ekonomi. dan hubungan antara peraturan-peraturan tersebut dengan bagaimana perusahaan itu dijalankan. Berbagai topik yang cukup familiar juga menjadi isu yang disebutkan di sini. Mengingat keterbatasan tempat, berikut ini beberapa isu yang utama:
Corporate transparency atau informasi keuangan yang sepenuhnya terbuka. Konflik kepentingan yang melibatkan dewan direksi dan manager Prosedur untuk masalah kebangkrutan Hak-hak kepemilikan Ketaatan melaksanakan kontrak Korupsi dan pencurian Masing-masing isu ini memiliki berbagai tantangan yang berat 6agi pelaksanaan sebuah ekonomi pasar dan masyarakat demokratis. Menyelesaikan berbagai problem yang dihadapi di dalarn corporate governance seperti yang terdaftar di atas mengisyaratkan perlunya melepaskan pandangan yang sempit tentang bagaimana para pemilik modal dan manajer berhubungan satu sama lain. Dalam ha1 ini, ada sebuah definisi yang sifatnya lebih luas: Corporate governance berasal dari seperangkat kelembagaan (hukum, peraturan, kontrak, dan norma-norma) yang membuat perusahaan yang mengatur dirinya sendiri (self-governing F m s ) sebagai elemen pusat dari sebuah ekonomi pasar yang kompetitif.
Yang menjadi kunci dari definisi ini adalah sektor publik dan swasta harus bekerjasama untuk mengembangkan seperangkat peraturan yang mengikat keduanya dan menciptakan kondisi bagaimana perusahaan hams mengatur dirinya sendiri. Sebuah contoh yang menarik betapa negara transisi hams berurusan dengan isu ini berasal dari hukum pertama tentang perusahaan swasta yang diberlakukan di Polandia pada 1988. Hukum tentang Aktifitas Ekonomi tersebut menyatakan bahwa: Sejauh masih berada dalam wilayah kegiatan ekonominya, para pelaku ekonomi boleh melakukan pekerjaan dan kegiatan yang tidak bertentangan dengan hukum.
Sebagian orang mungkin berpikir bahwa pernyataan itu agak aneh. Harapan yang jelas di dalam masyarakat yang berorientasi pasar
(atau masyarakat yang nun-statist) adalah bahwa semua perilaku yang tidak bertentangan dengan hukum diperbolehkan. Tentu saja, harapan seperti itu berada di jantung inisiatif individual dan pribadi. Hukum yang sebaliknya.telahdilaksanakan dalam sistem ekonomi yang kuat dan dalam ekonomi dengan tradisi yang statis.Yakni, hanya perilaku yang secara spesifik dilindungi hukum, peraturan, atau ijin tertulis saja yang diperbolehkan. Membangun sebuah ekonomi pasar memerlukan upaya penggali*""""*""""""" an norma-norma hukum yang menyeluruh untuk 2 Corporate ; menciptakan pembaharugovernance a an (innovation) dan inisiaseMtif daripada sekadar mener&tgantung ka-nerka wilayah pekerjakePadaketJ'asa~ an yang diperbolehkan. sektorswash d m Itulah sebabnya corporate pemeMM-a ' men~paidua governance sebaiknya dili- a fujuan# hat lebih sebagai sebuah mekanisme untuk mencip menciptakm takan lembaga-lembaga a sis- pasar yang kompetitifdan yang mampu mengatur pengembangm * din sendiri (self-governing s masyankat organizations). Meskipun demokmtisyang demikian, ini juga sama a pentingnya untuk menekepada Lukum. kankan bahwa ekonomi a r. B B . * O * % " B " O I * B * pasar itu bukan hanya sekadar hilangnya intervensi pemerintah. Sering dikatakan orang bahwa, "pemerintah sebaiknya tidak perlu ikut campur dan biarkan pasar bekerja?"Tentu saja, ide seperti itu hanyalah mitos. Pemerintah sebenarnya sangat penting dalam membangun kerangka ekonomi pasar. Tanpa struktur dan peraturan yang baik, maka akan muncul anarki. Dalam kondisi seperti ini, dunia usaha tak ubahnya bak "kapitalisme kasino" di mana investasi hanyalah sekedar taruhan: taruhan bahwa orang akan menjaga janjinya, taruhan bahwa perusahaan akan berlaku jujur, taruhan bahwa para pekerja akan dibayar, dan taruhan
: : @
bahwa utang-utang akan dikembalikan tepat waktu. Maka, makna corporate governance yang sesungguhnya dalam pengertian yang lebih luas adalah bagaimana membangun sebuah struktur yang memungkinkan munculnya kebebasan yang seperlunya di dalam kerangka penegakan hukum. (Lihat juga Lampiran tulisan ini di belakang). Pada gilirannya, pengaturan seperti ini memberikan dasar bagi munculnya-sikap percaya, salah satu unsur yang paling penting di dunia usaha.
Prinsip-prinsip OECD Salah satu langkah yang bermanfaat di dalam menciptakan atau memperbaharui sistem corporate governance adalah dengan melihat beberapa prinsip yang diberlakukan oleh OECD dan dipergunakan oleh berbagai pemerintahan yang merupakan anggota dari OECD sendiri. Naskah lengkap prinsipprinsip ini dapat ditemukan dalam situs internet: www.oecd.~ov.Secara singkat, berikut ini adalah beberapa elemen yang terdapat di dalamnya:
I. Hak-hak Pemegang S h a m Ini termasuk sejumlah hak memiliki saham secara aman, hak untuk memperoleh informasi sejelas-jelasnya,hak suara, hak ikut serta dalam pembuatan keputusan mengenai perdagangan atau modifikasi aset bersarna, termasuk merger (penggabungan) dan pembelian baru. Pedoman dasar selanjutnya menerangkan masalah lainnya yang berhubungan dengan perhatian utama mengenai perlindungan atas nilai korporasi. 11. Perlakuan yang Adil terhadap Pemegang S h a m Di sini OECD membahas perlindungan hak pemegang saham minoritas yaitu dengan menciptakan sebuah sistem yang mencegah agar orang dalam (insider), termasuk manajer dan direktur, tidak mengambil untung dari posisi mereka. Contohnya, perdagangan di
antara sesama orang dalam secara eksplisit dilarang.
111. Peran Para Stakeholder dalam Corporate Governance OECD mengakui bahwa di samping para pemegang saham, terdapat pula unsur pelaku lain yang juga punya kepentingan di dalam perusahaan selain pemegang saham. Contohnya, para pekerja adalah unsur penting di antara stakeholder dalam pengambilan dan pelaksanaan keputusan. Pedoman dasar OECD menggariskan pembagian secara umum untuk kepentingan semua unsur yang terlibat dalam perusahaan.
IV. Keterbukaan dan Transparansi OECD juga menggariskan sejumlah ketentuan tentang keterbukaan dan fakta penting mengenai perusahaan, mulai dari perincian keuangan dan struktur perusahaan termasuk lembaga direksi dan imbalannya. Pedoman dasar juga menjelaskan audit tahunan yang hams dilakukan oleh auditor independen sesuai dengan standar kualitas yang tinggi.
V. Tanggung Jawab Dewan Dalam beberapa perincian, pedoman dasar menetapkan fungsi dewan dalam melindungi perusahaan, pemegang saham, dan komisaris. Ini termasuk perhatian mengenai strategi penanganan, risiko, kompensasi pelaksanaan, juga penghitungan dan sistem pelaporan. Harus dicatat bahwa pedoman dasar OECD bersifat umum. Sistem Anglo-Amerika dan Benua Eropa (atau Jerman) sangat konsisten dengan sistem ini. Namun terdapat tekanan semakin besar untuk memasukkan lebih banyak lagi mekanisme pelaksanaan (enforcement) ke dalam pedoman dasar ini. Tantangan yang akan berkaitan dengan ha1 ini adalah cara konsisten dengan prosedur yang berorientasi pasar untuk menciptakan prosedur pelaksanaan secara mandiri yang
mengharuskan biaya baru yang besar dari perusahaan. Berikut ini adalah cara-cara memperkenalkan standar-standar tersebut: Peran negara dibutuhkan dalam mendirikan lembaga pendaftaran saham yang independen. Seringkali terjadi perusahaan yang baru diprivatisasi atau sebagiannya diprivatisasi mengalami kekurangan stok atau gaga1 mendaftarkan sahamsaham yang dijual melalui investor asing langsung. Standar untuk transparansi dan laporan penjualan aset yang utama hams dicantumkan sesuai dengan mekanisme pelaksanaan dan prosedur agar investor bisa mengatasi kerusakannya. Diskusi tentang partisipasi semua unsur pelaku di dalam perusahaan dalam pedoman dasar OECD perlu diimbangi dengan diskusi tentang konflik kepentingan dan masalah insider trading. Kedua ha1 ini memerlukan standar. Standar penghitungan yang diterima secara internasional secara eksplisit hams dianjurkan. (Lihat di atas mengenai pengembangan standar ini). Fungsi audit internal perusahaan dan penyertaan direktur urusan luar pada panitia audit hams dibuat secara eksplisit. Contoh yang baik tentang model prosedur corporate governance yang sesuai dengan poin-poin di atas adalah pedoman dhsar General Motors yang sering dicontoh pihak lain sebagai peraturan corporategovernance." Yang menarik adalah dana pensiun menjadi sumber penting demi kemajuan corporate governance sesuai dengan peraturan tersebut. Secara khusus, the California Public E m p loyees' Retiremen System (CalPers) telah mengembangkan program aktif untuk mempromosikan corporate governance yang baik. Di samping dana pensiun, mereka juga menggunakan sisa modal untuk melaksanakan perubahan. Seperti dicatat sebelumnya,
CalPers menggunakan pendekatan ini untuk meningkatkan hasil investasi mereka dengan meyakinkan bahwa perusahaan sangat sehat, dan bahwa strategigovernance juga baik. Bila dana investasi pensiun semakin banyak mengalir ke negara berkembang, dana ini diharapkan dapat menciptakan permintaan yang sama di negara-negara tersebut.1° Orang boleh berpikir ha1 ini hanya berlaku di Amerika dan tidak diperlukan di negaranegara lain. Studi anyar yang dilakukan oleh Center for European Policy Studies menyatakan bahwa semakin luas jaringan saham perusahaan, maka semakin besar pula peran pasar dalam pelaksanaan kontrolgovernance. Dengan demikian terdapat "" " " " " " " " '" " " kebutuhan bagi prosedur %sis ekonomi d7 * corporate governance dalam model ekonomi seper- * Asia bam-bamj~, gejold~W? ti ini dari pada sekadar satu perusahaan saham berhkelrnjuh& e Rusk, d m konsentrasi di satu tempat. Tetapi laporan tersebut f pengalaman ekonomi RepubLik menyatakan bahwa liberalisasi pasar uang, ber- * Ceko belkhngm &!ah kembangnya privatisasi menunhkhm dan bertambahnya peng" behpapenibgwya gunaan sistem investasi mendomg untuk mendukung pen- " masalab corporate * siun sedang mendorong dd ; negara-negara Eropa isu e menggunakan peraturan isu mengenai corporate gosenfral. vernance secara lebih eks, a, a plisit dan menyeluruh.ll Inilah alasan mengapa penting membuat catatan mengenai tren ini. Secara tradisional banyak negara berkembang menyebut pengalaman Eropa sebagai bukti bahwa masalah pelayanan governance hanya cocok untuk negara-negara yang mengikuti tradisi Anglo-Amerika seperti India. Sejarah baru tampaknya akan menunjukkan bahwa, tanpa prosedur pelayanan governance yang baik, termasuk ciri-ciri institusi besar seperti
: : : 5#
:
p*m
..... .
4
disebut tadi, krisis ekonomi di negara-negara berkembang tampaknya akan sering terjadi. Banyak negara berkembang menghadapi pilihan yang sulit: apakah menciptakan bentuk prosedur pelayanan yang diperlukan untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari globalisasi, menghadapi risiko krisis ekonomi yang lebih buruk dan berulangulang, atau berusaha membangun benteng pertahanan ek_onomi negara. Hams dicatat bahwa pilihan terakhir mengakibatkan risiko tidak didatangi investor, tidak mendapatkan tekhnologi baru dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah. Pertimbangan yang lain dalam perdebatan mengenai sistim corporategovernance adalah -.++'. . . risiko yang akan dihadapi sebuah perusahaan. ,-..*r> ,.. . .fat 1 - Kesuali bila sebuah perusahaan mampu -'.e e i a b u a t model mekanisme pelayanan yang -. ' menarik modal dan tekh\ .. r *, a i * s e nologi, mereka akan menghadapi risiko dengan hanya menjadi pemasok dan pedagang kecil di dunia global. Dalam ha1 ini, konferensi Asia baru-baru ini per..dm, tentang corporate governd a ance memberikan banyak corporate governance ymg pelajaran bagi negara-neleb& h a t bag* e gara T m u r Tengah. Selapemegmgsk ma konferensi ini peserta &o~&s&ga f berdebat secara sangat " medkipasar f luas mengenai perlunya moddyanglebih direktur urusan luar dan * a besar. cs komite audit secara khu* r 6 a *. + * SUS. Sejumlah peserta e r m a s u k wakil dari Indonesia dan Korea Selatan mencatat bahwa ada keberatan untuk mengadopsi peraturan yang menginginkan panitia audit dibentuk dari direktur urusan luar dan keperluan bahwa audit hams bersifat publik. Tetapi akhirnya ada kesepakatan umum bahwa reformasi ini sangat penting untuk mencegah terulangnya i . . . .
-
3
e-
:
: :
?4
: : : 4
$t
krisis Asia. Sejumlah rekomendasi dari konferensi Bangkok ini disertakan sebagai Lampiran.
Keuntungan bagi Masyarakat Sistem corporate governance yang kuat dapat menguntungkan masyarakat. Bahkan pada negara-negara di mana sebagian besar perusahaan tidak menjual saham lewat pasar modal, mengadopsi standar transparansi berkaitan dengan investor dan kreditor men'cegah krisis perbankan secara sistemik. Tahap berikutnya mengadopsi prosedur kebangkrutan juga membantu meyakinkan bahwa ada cara-cara yang berkaitan dengan kegagalan bisnis yang adil bagi semua pihak yang terlibat dalam perusahaan, termasuk pekerja, sekaligus pemilik dan kreditor. Tanpa'prosedur kebangkrutan yang layak khususnya sistim pelaksanaan, maka susah sekali untuk mencegah orang dalam mengambil harta sisa dari perusahaan yang dinyatakan pailit untuk kepentingan mereka sendiri. Sebuah riset baru-baru ini juga menunjukkan bahwa negara-negara yang memiliki perlindungan co@orategovernance yang lebih kuat bagi pemegang saham minoritas juga memiliki pasar modal yang lebih besar. Dibandingkan dengan negara-negara yang mendasarkan hukumnya pada tradisi yang berbeda menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sistem yang lemah, perusahaan cenderung dikontrol oleh investor kakap, dari pada struktur kepeinilikan yang inerata. Dengan demikian, negara-negara yang mencoba menarik investor kecil, baik domestik maupun asing, masalah co@orategovernance berkaitan erat dengan mata uang yang kuat, tempat asal investor potensial.12 Banyak ahli ekonomi dan manajemen sepakat bahwa kompetisi dalam pasar produk dan kompetisi meraih modal menciptakan kendala bagi tingkah laku perusahaan dalam menegakkan corporategovemzance yang baik.
Fakta bahwa dana pensiun seperti CalPers memiliki peranan yang sangat aktif dalam memperbaiki corporate governance tampaknya bertentangan dengan poin tadi. Tetapi, apakah ha1 ini benar-benar terjadi dalam ekonomi pasar yang maju, kompetisi tentu saja faktor kecil yang bersifat transisional di negara-negara yang berkembang. Di banyak negara berkembang, kompetisi produk atau barang sangatlah terbatas, khususnya ketika terdapat sejumlah pel-aturan yang menghalangi. Kenyataan ini mengurangi pentingnya mengadopsi sistem corporate governance yang paling baik dan mungkin di negaranegara di mana sistem pasar masih belum maju. Corporate governance juga berkaitan secara langsung dengan topik lain yang dikenal di seluruh dunia, yaitu membasmi korupsi. Dalam banyak negara, kasus ini sangat sulit ditangani, baik karena alasan sensitivitas politik maupun alasan tindakan hukum. Korupsi hams ditangani untuk mengamankan posisi dalam ekonomi global dan untuk mengamankan keuntungan pertumbuhan ekonomi. Persetujuan anti suap yang baru disahkan oleh OECD merupakan langkah permulaan, bukan akhir, menuju anti korupsi secara global. Usaha untuk memperbaiki corporate governance, khususnya dalam penyertaan transparansi dalam transaksigovernance, tata cara penghitungan dan auditing, pembelian, dan semua tetek bengek transaksi bisnis individual merupakan usaha dalam skala besar. Bagaimanapun juga, memperkuat standar corporate governance agar sesuai dengan pedoman di atas merupakan awal untuk memulai. Poin yang sudah disepakati bahwa memperbaiki prosedur corporategovernance dapat memperbaiki kinerja perusahaan, khususnya dalam ha1 menentukan strategi perusahaan, melakukan merger dan akuisisi berdasarkan alasan-alasan bisnis, dan sistem kompensasi yang merefleksikan hasil pencapaian. Tetapi,
penting dicatat di sini bahwa sistem corporate governance yang baik juga harus memasukkan perbaikan sistem manajemen. Di banyak negara berkembang, sudah menjadi tradisi manajemen yang terpusat melibatkan pemilik perusahaan secara langsung. Contohnya, di seluruh Arnerika Latin, grup bisnis keluarga cenderung mendominasi lapangan bisnis. Hal ini berubah dengan cepat sebagai akibat dari globalisasi keuangan, mengikuti aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) serta meningkatnya integrasi pasar regional Arnerika Latin.I4 Akibatnya, perusahaanperusahaan di Amerika Latin mengadopsi teknik manajemen modern, sistem akuntansi keuangan, dan strategi bisnis. Semua ini membutuhkan pendelegasian wewenang, memperhatikan pengembangan tenaga staf yang terlatih, dan menggunakan sistem inf* masi manajemen sebagai pengganti dari struktur pembuatan keputusan yang terpusat. . Sangat mungkin bahwa tren ini akan memaksa perubahan yang sama di Timur Tengah. Kesimpulan
Satu cara untuk merangkum konsep corporate governance adalah dengan cara melihatnya dari perspektif direktur perusahaan. Direktur diharapkan mampu untuk mengarnbil tindakan atau tidak, setidaknya ini di negara maju. Lalu apa yang hams dilakukan direktur agar dapat berfungsi dan menyeimbangkan perusahaan? Menurut seorang direktur perusahaan, berikut ini adalah informasi penting mengenai ha1 itu: Sistem operasi, buku neraca perusahaan. pengumuman perkembangan yang dapat membandingkan pencapaian periode berjalan dengan hasil yang ditargetkan dan hasil tahun sebelumnya. Penilaian tentang penampilan terakhir yang terfokus pada penjelasan penyimpangan dari hasil yang ditargetkan dan hasil revisi untuk masa yang tersisa.
-!7
%
Informasi mengenai pangsa pasar perusahaan. Laporan pertemuan komite manajemen. Laporan analisa keuangan untuk perusahaan dan para pesaing utama. Survei sikap karyawan. Survei kesukaan pelanggan. Artikel-artikel media yang penting tentang perusahaan, para pesaing utama, dan trend-trend-industri.'" Daftar ini bukan hanya merangkum kewajiban utama sebuah dewan, ia juga menguatkan argumen bahwa corporate govern.ance merefleksikan keberadaan sistem hukum dan peraturan. Yang paling penting, tanpa adanya sistem akuntansi yang akurat dan baik, bagaimana direktur dapat berfungsi? Seperti terlihat dalam OECD barubaru ini, mempertahankan standar akuntansi seperti ini yang hams dimiliki oleh setiap perusahaan merupakan tantangan berat. Daftar ini juga menunjukkan bahwa corporate governance yang baik melahirkan sistem manajemen modern. Contohnya, melihat laporan pertemuan komite manajemen mengindikasikan bahwa sistem komite manajemen yang berfungsi selaras dengan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab. Menciptakan sistem corporate governance yang baik merupakan prioritas utama, baik bagi sektor publik dan swasta. Mungkin pihak swasta akan tergoda untuk mengatakan "ya, kita membiarkan pemerintah mengerjakan ha1 ini, dan kita mengikuti hasilnya." Dalam beberapa kasus juga ada godaan- khususnya untuk negara dengan proteksi pasar dan sektor negara yang besar- untuk menunda reformasi corporategovernance sampai proses privatisasi dan reformasi lainnya benar-benar selesai. Pengalaman mengatakan bahwa keputusan ini sangat tidak menguntungkan. Baik sektor swasta maupun publik memperoleh banyak keuntungan dengan menyusun peraturan yang jelas, sederhana, dan bisa
diikuti semua pihak. Struktur corporate governance yang baik akan menjadi pendorong kuat menuju perdagangan dan investasi internasional. Selain itu, sistem corporate governance yang baik akan memberi keuntungan besar bagi negara-negara yang sedang berusaha memerangi korupsi. Artinya, corporate governance yang baik merupakan cara sektor swasta untuk melindungi diri dari tekanan permintaan luar dan bagi sektor publik untuk mencegah pengaruh yang tidak perlu dalam pembuatan keputusan pemerintah. Tetapi, sangat penting untuk menghindari peniruan sistem negara lain begitu saja atau meminta ahli asing untuk membuat model hukum. Meskipun masyarakat donor asing sering memaksa model pendekatan seperti ini, ha1 itu harus dihindari. Di seluruh Timur Tengah, jaringan lembaga penelitian kebijakan yang sangat mumpuni, think thank, telah dibentuk dan yang lain akan mengikuti. Banyak dari lembaga-lembaga ini dibentuk dengan dukungan dari pengusaha, dan sekarang dalam posisi memikirkan, adaptasi, dan mendorong sistem yang sesuai dengan status di setiap negara. Dalam prosesnya, bukan hanya reformasi kebijakan ekonomi yang dihasilkan akan semakin memajukan sistem corporate governance, namun mereka juga membutuhkan reformasi yang lain. Kebutuhan untuk mengadopsi sistem manajemen modern termasuk masalah manajemen pengetahuan dan perencanaan strategis akan semakin nyata dalam proses tersebut. Semakin banyak negara di kawasan ini masuk dalam proses WTO dan meningkatkan partisipasi mereka dalam pasar global, tuntutan akan corporategovernance tentu akan tumbuh secara meyakinkan. Semua ini tergantung pada lembaga riset kebijakan, perhimpunan bisnis nasional dan unsur lainnya dalam masyarakat madani untuk bekerja sama dengan pemerintah guna menciptakan sistem nasional yang paling baik..
1. Ahmed Galal dan Mary Shirley, Bureaucrats irz Business,diterbitkan untuk Bank Dunia oleh Oxford University Press: Oxford, 1995, hlm. 93. 2. Seju~nlahprogram dapat dilihat dalam situs website: www.ci~e.orgkhususnya pada pembahasan rnengenai corporate governance. Program Corporate Governance di Bank Dunia nieniiliki beberapa situs l i ~ t kwww.worldbank.org. , 3. M.R. Chatu Mongol Sonakul, Bank of Thailand, "Corporate Governance and Globalization," kata sambutan dalam konferensi, "Asian Economic Crisis and Corporate Governance Reform," diselenggarakan di Bangkok, 12-l-4 September 1999. Naskah lengkapnya terdapat dalam situs www.ci~e.org. 4. Prinsipprinsip OECD mengenai Corporate Governance, diterbitkan oleh the Organization for Economic Cooperation and Development, lihat www.oecd.aov. 5. Andrei Shleifer dan Robert Vishny, 'ASurvey of Corporate Governance," The Journal of Finance, Vol. 111, No. 2, Juni 1997, hlm. 737. 6. Daftar ini diambil dari sebuah kursus bagi para direktur baru yang dikembangkan oleh the Central European University dan CIPE. Untuk inforrnasi lebih lanjut, lihat situs internet CIPE: w.cipe.org. 7. Sebagai contoh, lihat Andrew Jack, "Oil giant bogged down in Siberian Intrigue: BP Amoco's Stake in Sidanco has become a Litmus Test 8. Joseph E. Stiglitz, "Quis Cutoiet Ipsos Custodes? (Who is to guard the guards themselves?) ," ABCDE Conference-Europe, hlrn. 11-12. Juga bisa dilihat dalam situs internet Bank Dunia. 9.' Petunjuk-petunjuk ini dapat dilihat dalam bab corporate governance dalam situs internet CIPE: w.ci~e.org.
10. Calpers juga memiliki situs internet yang bagus sekali berisikan beberapa rekomendasinya untuk peningkatan corporategouernance: www.calpersgovernance.orE. 11. "Corporate Governance in Europe: Report of CEPS Working Party," Center for European Studies, Chairman, Dr. Ulrich Bosch Wakil Presiden Senior, Deutsch Bank), Rapporteur, Karel Lannoo (CEPS), Juni 1995, terdapat dalam www.ceos.be. Juga lihat, the European Corporate Governance Network: www. ecnn.ulb.ac.be. 12. Rafael La Porta, Florencio Lopez De Silenes, Andrei Shleifer, dan Robert Vishny, "Legal Determinants of External Finance," dalam The Journal of Finance, 52, Juli 1997, hlm. 1131-50. 13. Untuk menelaah kepustakaan yang ada dengan kajian spesifik mengenai Rusia, lihat Erik Berglof dan Ernst-Ludwig von Thadden, The Changing Corporate Governance Paradigm: Implications for Transition and Developing Countries, dipresentasikan dalam konferensi ABCDE Bank Dunia, dan tersedia dalam situs internet bank Dunia: www.worldbank.orn. 14. Untuk ringkasan yang cukup padat tentang kecenderungan ini di wilayah Amerika Latin dan tanggapan berbagai perusahaan ternamanya, lihat wawancara dengan Cesar Souza, "Latin America's Rapidly Changing Corporations," dalam Economic Reform Today, Nomor satu, 1999, terdapat juga dalam www.CIPE.org. Souza adalah Wakil Presiden Senior Odebrecht ofAmerica, sebuah perusahaan konstruksi berat yang bekerja di 14 negara. 15. Walter Salmon, "Crisis Prevention: How to Gear Up Your Board," haruard Business Review, 7 (I), 1993. Dikutip dari Marek Hessel (ed.), In Search of Good Directors: Corporate Boards in Market and Transition Economies, 1998 (edisi kedua), Washington, D.C: CIPE, hlm. 97.