BAB II II.1
Kajian Pustaka
Analisis input output
II.1.1 Tabel Input-Output Hubungan timbal balik dan saling keterkaitan antara satuan kegiatan (sektor) perekonomian
dengan
sektor
lain
secara
menyeluruh
dapat
digambarkan
menggunakan tabel input-output. Tabel input-output pada dasarnya adalah matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antara sektor satu dengan sektor lain dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Masing-masing baris pada tabel input-output menunjukkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara sektor lain dan permintaan akhir. Sedangkan masing-masing kolom menunjukkan pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor di dalam proses produksi. Untuk memperoleh gambaran tentang struktur tabel input-output, pada Tabel II.1 disajikan contoh tabel input-output untuk sistem perekonomian yang terdiri dari 2 sektor produksi, yaitu sektor 1 dan 2. Tabel II.1
Contoh Tabel Input-Output untuk Sistem Perekonomian dengan Dua Sektor Produksi
Alokasi Output
Permintaan Antara Sektor Produksi
Struktur Input
Permintaan Jumlah Akhir Output
1
2
1
z11
Z12
Y1
X1
2
Z21
Z22
Y2
X2
Nilai Tambah Bruto
W1
W2
Jumlah Input
X1
X2
Input Antara
Sektor Produksi
Berdasarkan cara pengisian angka-angka ke dalam sistem matriks, maka dapat dilihat bahwa angka-angka setiap sel pada Tabel II.1 memiliki makna ganda. Angka pada
4
suatu sel pada transaksi antara misal z12, jika dilihat menurut baris menunjukkan besar output sektor 1 yang dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara di sektor 2. Sedangkan jika dilihat menurut kolom, z12 mununjukkan besar input yang digunakan oleh sektor 2 yang berasal dari sektor 1. II.1.2 Demand-Side Input-Output Models Apabila dilihat berdasarkan baris dari Tabel II.1, dapat disimpulkan bahwa Jumlah sama dengan jumlah ouput antara sektor tersebut,
Output suatu sektor,
ditambah dengan Permintaan Akhir,
. Jadi untuk perekonomian dengan dua sektor
seperti contoh di atas, dan atau Apabila setiap elemen dari kolom matriks transaksi dibagi dengan Jumlah Output dari sektor yang sama, diperoleh matriks direct-input coefficient, . Jadi apabila elemen matriks
adalah
maka
. Persamaan untuk
berikut,
Persamaan
dapat ditulis ulang menjadi,
5
dapat ditulis sebagai
Jadi perubahan terhadap permintaan akhir,
akan mengakibatkan perubahan pada
Jumlah Ouput,
sebesar
Matriks
disebut sebagai input inverse matrix.
II.1.3 Supply-Side Input-Output Models Apabila setiap elemen baris dari matriks transaksi Z pada Tabel II.1 dibagi dengan jumlah output dari baris tersebut, diperoleh matriks direct-output coefficient, . Jadi apabila elemen matriks
adalah
maka
. Persamaan untuk
dapat
ditulis sebagai berikut,
Apabila dilihat berdasarkan kolom, Jumlah Output untuk suatu sektor, jumlah dari input antara untuk sektor tersebut, Bruto,
merupakan
ditambah dengan Nilai Tambah
. Jadi untuk perekonomian dengan dua sektor seperti contoh di atas, dan
atau
Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut,
6
Karena matriks dapat ditulis sebagai
, persamaan di atas dapat diubah
menjadi,
Karena
, maka
Jadi perubahan pada Nilai Tambah Bruto,
akan menyebabkan perubahan pada
Jumlah Input,
sebesar
Matriks
disebut output inverse matrix.
II.1.4 Inter-Industrial Linkage Analysis Di dalam kerangka model input-output, produksi suatu sektor memiliki dua efek pada sektor lain. Jika sektor j menambah outputnya, maka akan ada pertambahan kebutuhan dari sektor j ke sektor-sektor lain yang outputnya menjadi input bagi sektor j untuk berproduksi. Hubungan antara suatu sektor ekonomi dengan sektor lain di mana ia membeli input disebut backward linkage. Di sisi lain, pertambahan output di sektor j berarti ada pertambahan jumlah produk j yang dapat dipakai oleh sektor lain sebagai input. Jadi akan ada pertambahan supply dari sektor j untuk sektor-sektor
7
lain yang menggunakan barang j dalam produksinya. Hubungan antara suatu sektor dengan sektor lain di mana ia menjual outputnya disebut forward linkage. Apabila backward linkage suatu sektor i lebih besar dibanding sektor j, dapat disimpulkan bahwa nilai satu rupiah pertambahan output sektor i lebih menguntungkan bagi ekonomi dibanding pertambahan yang sama dari sektor j dipandang dari sudut aktivitas produksi yang akan dibangkitkannya. Apabila forward linkage suatu sektor r, lebih besar dibanding sektor s, dapat disimpulkan bahwa satu rupiah ekspansi output sektor r akan lebih bermanfaat dibanding pertambahan output yang sama dari sektor s dipandang dari sudut keseluruhan aktivitas produksi yang didukungnya.
B ACKWARD L INKAGE Salah satu ukuran kekuatan backward linkage suatu sektor i adalah jumlah kolom ke i dari direct-input coefficients matrix, dalam matriks
. Karena koefisien-koefisien di
hanya mengukur efek langsung, biasanya variabel ini disebut
sebagai direct backward linkage,
sehingga
yaitu
. Jadi
.
O UPUT M ULTIPLIER Ukuran kekuatan backward linkage yang lebih komperhensif dari suatu sektor j adalah jumlah elemen-elemen pada kolom ke j output invers matrix . Koefisien-koefisien di dalam matriks
yaitu
memperhitungkan efek
langsung maupun tidak langsung sehingga variabel ini merupakan total backward
8
.
linkage atau lebih dikenal sebagai output multiplier masing-masing sektor, Jadi
Matriks baris untuk output multiplier tersebut adalah .
F ORWARD L INKAGE Paralel dengan backward linkage, direct forward linkage suatu sektor j, jumlah baris ke j dari matriks direct output coefficients,
adalah
yaitu
Matriks kolom untuk direct forward linkage masing-masing sektor adalah .
I NPUT M ULTIPLIER Input multiplier atau total forward linkage dari suatu sektor j, jumlah elemen-elemen pada baris ke j dari inverse output matriks,
Matriks kolom input multiplier berbagai sektor dapat diperoleh dengan
9
adalah , yaitu
II.2
Model kontrak pengusahaan migas indonesia
Model kontrak pengusahaan gas bumi Indonesa diperlukan sebagai landasan dalam membuat analisa kebijakan dan pengambilan dasar keputusan pemberian insentif. Dalam kajian ini hanya dibahan tentang kontrak kerja sama atau production sharing contract. Kontrak lainnya seperti TAC dan JOB tidak di bahas karena merupakan kontrak turunan dari PSC dan akan habis masa berlakunya dalam waktu dekat. Sejak tahun 2001 yang lalu paradigma pengusahaan migas nasional berkembang sedemikian rupa sejak diundangkannya UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dengan adanya UU Migas yang baru, maka aturan lama yang selama ini menjadi pondasi kegiatan usaha Gas Bumi di Indonesia yaitu UU No 08 Tahun 1971 tentang Pertamina tidak berlaku lagi. Beberapa pokok perubahan paradigma tersebut dapat dijelaskan dalam bagan pada Gambar II.1
Gambar II.1
Perubahan Paradigma Pengelolaan Gas Bumi Nasional
Dari gambar diatas, sebelum UU No 22 Tahun 2001, subyek utama kegiatan usaha gas bumi adalah pemerintah, Pertamina dan PGN. Pemerintah bertanggung jawab 10
merumuskan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pembinaan, standar mutu dan lindung lingkungan. Pertamina bertanggung jawab atas kegiatan usaha hulu dan hilir gas. Kegiatan hulu dipegang oleh Pertamina sebagai pemegang kuasa pertambangan seluruh Indonesia. Dalam pelaksanaannya, Pertamina bekerja sama dengan Kontraktor hulu. Sedangkan untuk kegiatan usaha hilir gas, dilaksanakan Pertamina secara monopolis. Disamping Pertamina, PGN melakukan kegiatan transmisi dan distribusi gas bumi dengan segmen utama pemasokan gas ke rumah tangga, pelanggan kecil, komersial dan industri. Masuknya PGN ke dalam bisnis gas, pada awalnya diperuntukkan untuk mengembangkan gas kota (city gas). Namum demikian, mengingat kemungkinan pengembangan city gas masih kurang menggembirakan, pengembangan bisnis transmisi menjadi alternatif. Saat ini PGN sudah merupakan perusahaan publik, dengan demikian, perannya sebagai kepanjangan pemerintah dengan sendirinya sudah tidak berlaku lagi. Dengan berlakunya UU No 22 Tahun 2001, subyek utama pelaku migas dipegang oleh Ditjen Migas, BP Migas dan BPH Migas, sedangkan mekanisme usaha diserahkan ke pasar terbuka yang memungkinkan masuknya badan usaha baru. Berdasarkan UU Migas, Pemerintah menjalankan fungsi pengaturan (policy), pembinaan, penentuan standar mutu, keselamatan kerja, lindung lingkungan dan pemberian ijin usaha. Tanggung jawab utama Badan Pelaksana Migas adalah mengatur dan mengawasi kegiatan usaha migas atas dasar kontrak kerjasama, sedangkan BPH Migas berwenang untuk melakukan pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM dan pengangkutan gas bumi melalui pipa. Badan ini juga punya hak untuk menetapkan harga gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil serta penyelesaian perselisihan usaha antar pelaku bisnis hilir. Perkembangan Kontrak Gas Bumi di Indonesia Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu, kontrak kerjasama yang banyak berlaku saat ini adalah kontrak bagi hasil (production sharing contract-PSC). Dalam
11
perkembangannya dan pelaksanaannya PSC mengalami perubahan-perubahan beberapa prinsip pokoknya. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan akibat situasi perminyakan baik di dalam
maupun di luar negeri. Dengan adanya perubahan-
perubahan tersebut, prinsip PSC dapat dikelompokkan sebagai berikut: PSC generasi pertama (1964-1977) Kontrak ini merupakan bentuk awal PSC. Pada tahun 1974 terjadi lonjakan harga minyak dunia sehingga pemerintah menetapkan kebijakan bahwa sejak tahun 1974, Kontraktor wajib melaksanakan pembayaran tambahan kepada pemerintah. Prinsipprinsip pokok PSC generasi I adalah: •
Manajemen operasi di tangan pertamina
•
Kontraktor menyediakan seluruh biaya operasi perminyakan
•
Kontraktor akan memperoleh seluruh biaya operasinya, dengan ketentuan maksimum 40 % setiap tahun.
•
Dari 60 % dibagi menjadi: Pertamina
: 65 %
Kontraktor
: 40 %
•
Pertamina membayar pajak pendapatan kepada pemerintah
•
Kontraktor wajib memenuhi kebutuhan BBM untuk dalam negeri secara proporsional (maksimum 25 % bagiannya) dengan harga US $ 0.20/ bbl.
•
Semua peralatan dan fasilitas yang dibeli oleh Kontraktor menjadi milik pertamina.
•
Dari interest Kontraktor ditawarkan kepada perusahaan nasional Indonesia setelah lapangan dinyatakan komersial.
•
Sejak tahun 1974 sampai dengan 1977, Kontraktor diwajibkan memberikan tambahan pembayaran kepada pemerintah.
PSC generasi kedua (1978-1987)
12
Prinsip-prinsip pokok PSC generasi II adalah sebagai berikut : •
Tidak ada pembatasan biaya pengembalian biaya operasi yang diperhitungkan oleh Kontraktor
•
Setelah dikurangi biaya-biaya, pembagian hasil menjadi : untuk minyak : 65,91 % untuk Pertamina, 34,09 % untuk Kontraktor. Untuk gas
: 31,8 % untuk Pertamina, 68,2 % untuk Kontraktor
•
Kontraktor membayar pajak 56 % secara langsung kepada pemerintah
•
Kontraktor mendapat insentif : -
harga ekspor penuh minyak mentah DMO setelah lima tahun pertama produksi
-
insentif pengembangan 20 % dari modal yang dikeluarkan untuk fasilitas produksi.
PSC generasi ke III (1988-2001) Pada tahun 1984 pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan pajak baru dengan tarif 48 %. Namun peraturan tersebut baru dapat diterapkan terhadap PSC yang ditandatangani tahun 1988, karena dalam perundingan-perundingan yang dilakukan, pihak Kontraktor masih mempunyai kecenderungan untuk menggunakan peraturan perpajakan yang lama. Dengan demikian pembagian hasil berubah menjadi : - untuk minyak : 71.15 % untuk Pertamina, 28.85 % untuk Kontraktor - untuk gas
: 42.31 % untuk Pertamina, 57.69 % untuk Kontraktor
Bagian bersih setelah dikurangi pajak : - untuk minyak
: Pertamina/Kontraktor = 85 : 15
- untuk gas
: Pertamina/Kontraktor = 70 : 30
PSC generasi ke IV (2001 – sekarang) 13
PSC generasi ini dikembangkan berdasarkan UU No 22 Tahun 2001. beberapa ketentuan yang menonjol adalah •
Diterapkannya DMO gas sebesar 25% dari produksi,
•
Penetapan split antara pemerintah dan Kontraktor yang bervariasi tergantung keekonomian lapangan.
Untuk lebih menarik investor asing menanamkan modalnya di bidang migas di Indonesia yang nampak mulai mengalami penurunan akibat tidak menentunya harga minyak di pasar dunia, maka pemerintah mengeluarkan beberapa insentif sebagai berikut. Model Kontrak Bagi Hasil Skematika dari rincian PSC di atas untuk minyak dan gas bumi dapat dilihat pada Gambar II.2.
14
Gambar II.2
Sistematika Kontrak Bagi Hasil (PSC) Migas Indonesia
15
Adapun penjelasan lebih lanjut dari diagram di atas adalah sebagai berikut: a. Gross revenue (pendapatan kotor) adalah Lifting migas x harga. Lifting merupakan minyak/gas yang dijual. Angka lifting
tidak sama dengan angka
produksi sumur. Harga minyak ditentukan oleh pemerintah yang berpedoman pada formulasi ICP (indonesia crude price), sedangkan harga gas berdasarkan perjanjian antara Kontraktor dan pembelinya. b. FTP (First Tranche Petroleum) adalah minyak atau gas awal yang disisihkan sebelum dikurangi investment credit dan biaya operasi. Besarnya FTP adalah 20% (atau sesuai kontrak) dari gross revenue dan selanjutnya akan dibagi antara pemerintah dan Kontraktor sesuai dengan porsi bagi hasil yang telah disepakati. c. Investment credit Sejenis insentif dari pemerintah untuk mendorong investor menanamkan modalnya untuk mengembangkan penemuan migas. Investment credit diberikan kepada Kontraktor sebesar persentase tertentu dari investasi kapital. Investment credit merupakan obyek pajak. d. Cost recovery Jumlah biaya operasi yang dapat diganti sesuai dengan besarnya pengeluaran dan prosedur akuntansi yang berlaku dalam suatu periode tertentu dan dikoreksi pada akhir tahun. Apabila jumlah biaya operasi masih lebih besar dari jumlah gross revenue pada periode yang bersangkutan, maka biaya operasi yang belum tergantikan disebut “unrecovered cost” dan akan di”carry forward” ke tahun berikutnya. Dengan demikian cost recovery terdiri atas biaya operasi tahun lalu yang belum tergantikan, biaya operasi tahun yang bersangkutan, dan depresiasi terhadap modal kapital tahun sebelumnya dan tahun berjalan. e. Non Capital Cost Biaya operasi yang berkaitan dengan operasi pada tahun berjalan, termasuk biayabiaya survey dan pemboran eksplorasi, pemboran pengembangan, meliputi tenaga kerja, material, jasa, transportasi serta biaya umum dan administrasi dan lain-lain. f. Capital Cost
16
Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pembelian/pembangunan aset yang mempunyai umur manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. g. Depresiasi Nilai susut suatu barang yang berumur manfaat lebih dari 1 (satu) tahun , dihitung berdasarkan beberapa metode: straight line, declining balance, double declining balance, delining balance with lump sum payment atau declining balance with straight line switch. h. Equity to be split (ETS) Sejumlah perolehan setelah dikurangi dengan investment credit dan cost recovery yang dibagi antara pemerintah dengan Kontraktor sesuai dengan share yang telah ditentukan. i. Indonesia share Bagian pemerintah dari ETS. Besarnya sesuai dengan share yang ditentukan dalam kontrak. j. Contractor share Bagian Kontraktor dari ETS. Besarnya sesuai dengan share yang ditentukan dalam kontrak. k. DMO Domestic Market Obligation (DMO) adalah kewajiban Kontraktor kepada pemerintah untuk menyerahkan sejumlah 25% dari bagian migas dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri. DMO akan dikenakan apabila ETS lebih besar dari FTP. l. DMO Fee Imbalan yang diberikan pemerintah atas penyerahan DMO dengan ketentuan 60 bulan pertama sejak produksi harganya 100 % ICP dan selanjutnya 10% (atau sesuai kontrak) ICP. m. Taxable income Pendapatan Kontraktor sebelum kena pajak. Merupakan penjumlahan DMO fee, contractor share sesudah DMO, dan investment credit. n. Government Tax
17
Pajak yang harus dibayar oleh Kontraktor sesuai dengan perundangan yang berlaku. o. Net contractor income Pendapatan Kontraktor setelah dikurangi biaya-biaya operasi, pajak dan lain-lain. p. Bonus-bonus Pendapatan yang harus dibayar Kontraktor pada pemerintah atas prestasi produksi yang telah dicapai. q. Indonesia take Seluruh pendapatan bersih Indonesia dari migas baik yang berasal dari ETS, DMO, bonus-bonus, maupun pajak. r. Contractor take Seluruh pendapatan bersih Kontraktor dari migas setelah dikurangi biaya-biaya dan pajak.
II.3
Cadangan
Cadangan gas bumi Indonesia status 1 Januari 2006 sebesar 185.8 TCF, terdiri dari 97,3 TSCF proven reserve, dan 88,5 TSCF potential reserve. Sebaran cadangan gas bumi
nasional
diperlihatkan
pada
II.4
18
Gambar
II.3
dan
Gambar
Sumber, Ditjen Migas 2007 Gambar II.3
Cadangan Gas Bumi Indonesia (Status 01 Januari 2007)
Pada Gambar II.3 diperlihatkan cadangan gas Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di Natuna, Kalimantan, Papua dan Sumatera Selatan. Cadangan gas di Natuna belum dieksplorasi, sedangkan cadangan di Papua masih dalam tahap pengembangan. Supply gas alam Indonesia selama ini berasal dari Kalimantan dan Sumatera Selatan yang saat ini telah mengalami penurunan produksi secara alami.
19
NAD 2.4% Sulawesi 2.5%
Papua 13.0%
Sumatera Utara 0.7% Sumatera Tengah 4.2%
Natuna 28.9%
Kalimantan 26.3%
Jawa Timur 5.6%
Jawa Barat 3.3%
Sumatera Selatan 13.3%
Sumber: Ditjen Migas, 2006
Gambar II.4 II.4
Distribusi Cadangan Gas Bumi Indonesia
Produksi dan Pemanfaatan
Produksi gas bumi nasional dalam 2 tahun terakhir mengalami penurunan walaupun cadangan gas bumi nasional sebagaimana diulas di atas terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2004 produksi nasional mencapai 3,03 TCF, sedangkan pada tahun 2003 3,16 TCF dan tahun 2002 3,04 TCF. Penurunan produksi ini disebabkan disebabkan menurunnya produksi di Aceh akibat gangguan keamanan. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan Timur terjadi kenaikan, terutama disebabkan pemindahan beban produksi untuk memenuhi komitmen dengan pembeli luar negeri akibat ditutupnya ladang gas di Aceh. Demikian pula produksi gas di Jawa Timur sudah mengalami penurunan disebabkan menurunnya produksi gas lapangan Kangean. Lebih lanjut tentang produksi gas bumi di Indonesia dapat di lihat pada Tabel II.2.
20
Tabel II.2
Produksi Gas Bumi Nasional 2001-2006 Tahun Total Sales(mmscfd)
Total Gross(mmscfd)
2001
6,274.3
7,551.6
2002
7,021.4
8,276.0
2003
7,158.0
8,533.5
2004
7,127.2
8,384.3
2005
6,984.5
8,249.9
2006
7,068.2
8,279.2
Sumber: Ditjen Migas 2005
Pada tahun 2004 Indonesia memproduksi 8,3 BSCFD atau sekitar 3,03 TSCF. Dari jumlah tersebut 444,84 BSCF digunakan untuk keperluan sendiri. Yang dimaksud dengan digunakan sendiri adalah penggunaan gas bumi untuk kebutuhan aktivitas produksi, pengolahan dan kompresi gas bumi pada pipa transmisi gas bumi. Total pemanfaatan gas bumi diluar pemakaian sendiri adalah 2,585 TSCF. Dari jumlah tesebut 62,2 % digunakan untuk ekspor. Hanya 37,8 % yang digunakan untuk keperluan domestik. Data pemanfaatan gas bumi dapat dilihat pada Tabel II.3.
21
Tabel II.3
Pemanfaatan Gas Bumi Ekspor
1.607.971
Ekspor ke Singapura
145.474
Ekspor LNG
1.462.497
Ekspor LPG
0.000
Domestik
977.320
Pembangkit Listrik
169.457
Pupuk Petrokimia
253.708
Gas Kota
253.230
Kilang Minyak
20.497
LPG Plant
33.058
Pabrik Semen
0.000
Lain-lain
247.371
Total
2.585.290
Sumber: Ditjen Migas 2005 II.5
Data Pasokan dan Kebutuhan Gas Bumi
Data pasokan dan permintaan gas bumi di representasikan dengan neraca pasokan dan permintaan gas bumi. Neraca pasokan dan permintaan gas bumi atau gas balance menunjukkan perbandingan antara supply dan demand gas bumi dalam suatu cakupan geografis tertentu dan rentang waktu tertentu.
22
Pasokan atau supply terbagi dalam 3 kategori : -
Existing Supply Supply berasal dari lapangan sedang dan siap berproduksi. Existing supply menggunakan perhitungan (90%P1) untuk LNG dan (90% P1 + 50 % P2) untuk gas pipa. Formulasi tersebut digunakan untuk mendapatkan tingkat keyakinan terhadap estimasi cadangan dan mengantisipasi resiko alamiah kondisi reservoir.
-
Project Supply Project Supply
adalah pasokan gas yang akan dihasilkan (estimasi) dari
lapangan migas yang sedang dan akan dikembangkan. Formulasi yang digunakan sama dengan existing supply. Project supply meliputi: 1.
On Going
POD telah disetujui dan proses konstruksi sedang berlangsung 2.
Plan
POD disetujui dan fasilitas konstruksi belum dibangun 3.
Confirmed
Pasokan gas yang diperkirakan dari lapangan migas dimana POD sedang diproses. Pasokan gas yang diperkirakan dari lapangan migas dimana POD belum diusulkan namun cadangan dan besar pasokan telah dievaluasi secara InHouse (belum dievaluasi oleh BPMIGAS)
23
-
Potential Supply Potential
supply
diperkirakan
akan
dihasilkan
dari
lapangan
yang
cadangannya masih dikategorikan sebagai cadangan possible (P3) atau dari cadangan new discovery. Tingkat keyakinan 90%, 50% dan 25% dari cadangan , merupakan klasifikasi tingkat keyakinan terhadap estimasi. Sedangkan permintaan terbagi menjadi beberapa kategori: -
Contracted Demand Contracted Demand adalah kebutuhan gas yang didasarkan pada perjanjian jual beli gas (PJBG/GSA) dimana pasokan sudah atau akan siap mengalir, meliputi: o GSA (on stream) o GSA (going to stream)
-
Committed Demand : Committed Demand terbagi menjadi: o Existing Capacity (feedstock/kapasitas sisa) Kebutuhan gas didasarkan pada kapasitas pabrik yang terpasang atau sisa kapasitas pabrik yang belum terpenuhi. Kebutuhan gas yang dialokasikan untuk PJBG yang akan berakhir pada tahun tertentu dan diprioritaskan antara lain Pupuk, PLN, Kilang Minyak dan Industri lain o Confirmed Demand (HoA/MoU/Negosiasi) Kebutuhan gas didasarkan pada pokok-pokok perjanjian (HoA), dimana volume dan profil pasokan gas serta harga gas masih dievaluasi. Confirmed demand juga dapat didasarkan pada Memorandum of
24
Understanding (MoU) dan proses negosiasi yang dilakukan antara KKKS dengan para calon pembeli. -
Potential Demand : Potential Demand adalah kebutuhan gas yang didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh KKKS
Data pasokan dan kebutuhan gas nasional menunjukkan fluktuasi supply gas bumi disebabkan menurunnya existing supply, sedangkan project supply dan potential supply tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Sementara itu, contracted demand gas bumi memang mengalami penurunan, sedangkan comitted demand dan potential demand mengalami kenaikan signifikan (lihat Gambar II.5). Kenaikan demand gas bumi yang paling utama datang dari pemanfaatan untuk bahan bakar industri domestik dan kebutuhan pembangkit tenaga listrik (lihat Gambar II.6).
Gambar II.5
Grafik supply dan demand berdasarkan status kontrak gas bumi nasional 2007-2015. 25
Gambar II.6
Grafik supply dan demand gas bumi nasional 2007-2015 berdasarkan sektor pemanfaatan.
Data pasokan dan kebutuhan gas bumi di atas merupakan kompilasi dari data pasokan dan kebutuhan gas bumi dari sebelas region di seluruh Indonesia. Region ditetapkan berdasarkan jumlah cadangan gas dan besar demand gas di wilayah tersebut serta keterhubungan jaringan pipa Region I meliputi wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Data Region I menunjukkan baik supply maupun demand gas bumi di region ini menurun. Penurunan ini disebabkan penurunan existing supply dan ekspor meskipun project supply meningkat. Kebutuhan untuk bahan baku industri dan pembangkit listrik di region ini antara tahun 2007-2015 tetap. Grafik supply dan demand berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.7. Grafik supply dan demand berdasarkan pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.8.
26
Gambar II.7
Grafik supply dan demand gas bumi Region I 2007-2015 berdasarkan status kontrak.
27
Gambar II.8
Grafik supply dan demand gas bumi Region I 2007-2015 berdasarkan sektor pemanfaatan.
Region II meliputi wilayah Sumatera Bagian Utara. Data region ini menunjukkan bahwa demand jauh lebih besar dibanding supply. Baik potential demand maupun comitted demand mengalami pertumbuhan yang besar sepanjang 2007-2015. Hal ini disebabkan peningkatan kebutuhan gas untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri. Meskipun tidak sebesar kebutuhan bahan bakar industri, kebutuhan gas untuk pembangkit listrik juga mengalami peningkatan. Grafik supply dan demand gas bumi di Region II berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.9. Grafik supply dan demand gas bumi di Region II berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.10.
28
Gambar II.9
Grafik supply dan demand gas bumi Region II 2007-2015 berdasarkan status kontrak.
29
Gambar II.10
Grafik supply dan demand gas bumi Region II 2007-2015 berdasarkan sektor pemanfaatan.
Region III meliputi wilayah Sumatera Bagian Tengah dan Sumatera Bagian Selatan serta Jawa Bagian Barat. Di region ini banyak terdapat pembangkit listrik tenaga gas PT PLN dan industri kimia dasar seperti pabrik ammonia-urea yang menggunakan gas bumi sebagai bahan baku serta industri lain yang membutuhkan gas bumi sebagai bahan bakar. Supply gas di region ini antara 2007-2015 cenderung stagnan meskipun ada tambahan potential supply. Demand gas Region III termasuk yang tertinggi dibanding region lain. Demand gas region ini mengalami kenaikan antara tahun 20072015. Peningkatan demand didorong oleh sektor bahan bakar industri dan listrik. Sedangkan demand untuk bahan baku industri cukup stabil. Grafik supply dan demand gas bumi di Region III berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.11. Grafik supply dan demand gas bumi di Region III berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.12.
30
Gambar II.11
Grafik supply dan demand gas bumi Region III 2007-2015 berdasarkan status kontrak.
31
Gambar II.12
Grafik supply dan demand gas bumi Region III 2007-2015 berdasarkan sektor pemanfaatan.
Region IV meliputi wilayah Jawa Bagian Tengah. Di region ini existing supply sangat kecil. Data menunjukkan adanya project supply yang diperkirakan mulai terealisir setelah 2008. Pasokan tersebut mencapai lebih dari 190 MMSCFD dan akan stabil hingga 2013. Setelah 2013, pasokan akan mengalami penurunan. Demand di region ini antara tahun 2007-2015 akan mengalami peningkatan. Peningkatan demand yang utama datang dari kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik dan bahan bakar industri. Grafik supply dan demand gas bumi di Region IV berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.13. Grafik supply dan demand gas bumi di Region IV berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.14.
32
Gambar II.13
Grafik supply dan demand gas bumi Region IV 2007-2015 berdasarkan status kontrak.
33
Gambar II.14
Grafik supply dan demand gas bumi Region IV 2007-2015 berdasarkan sektor pemanfaatan.
Region V meliputi wilayah Jawa Bagian Timur. Existing supply di region ini mengalami penurunan demikian pula dengan contracted demand. Akan tetapi demand secara keseluruhan mengalami peningkatan. Peningkatan ini datang dari semua sektor pemanfaatan kecuali ekspor. Peningkatan terutama datang dari pemanfaatan untuk bahan baku industri dan energi. Sementara itu kebutuhan untuk pembangkit listrik cenderung fluktuatif. Grafik supply dan demand gas bumi di Region V berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.15. Grafik supply dan demand gas bumi di Region V berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.16.
34
Gambar II.15
Grafik supply dan demand gas bumi Region V 2007-2015 berdasarkan status kontrak.
35
Gambar II.16
Grafik supply dan demand gas bumi Region V 2007-2015 berdasarkan sektor pemanfaatan.
Region VI meliputi wilayah Kalimantan Bagian Timur. Supply gas bumi di region ini akan mengalami penurunan sepanjang 2007-2015 karena penurunan existing supply meskipun ada project supply dan potential supply. Demand gas bumi di region ini termasuk relatif tinggi karena ekspor yang cukup besar. Demand relatif stabil sepanjang tahun 2007-2015, karena meskipun ekspor mengalami penurunan yang signifikan, muncul demand baru dari sektor bahan bakar industri dan listrik. Demand gas bumi untuk bahan baku industri di region ini relatif stabil. Grafik supply dan demand gas bumi di Region VI berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.17. Grafik supply dan demand gas bumi di Region VI berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.18.
36
Gambar II.17
Grafik supply dan demand gas bumi Region VI 2007-2015 berdasarkan status kontrak.
37
Gambar II.18
Grafik supply dan demand gas bumi Region VI 2007-2015 berdasarkan sektor pemanfaatan.
Region VII meliputi wilayah Sulawesi Bagian Tengah. Di region ini belum ada existing supply dan contracted demand. Di region ini hanya terdapat project supply yang diperkirakan akan mampu berproduksi setelah tahun 2009 dan akan memasok sekitar 325 MMSCFD. Demand gas bumi di region ini mengalami kenaikan yang signifikan sepanjang tahun 2007-2015. kenaikan yang terbesar muncul dari kebutuhan energi dan pembangkit listrik. Grafik supply dan demand gas bumi di Region VII berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.19. Grafik supply dan demand gas bumi di Region VII berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.20.
38
Gambar II.19
Grafik supply dan demand gas bumi Region VII 2007-2015 berdasarkan status kontrak.
39
Gambar II.20
Grafik supply dan demand gas bumi Region VII 2007-2015 berdasarkan sektor pemanfaatan.
Region VIII meliputi wilayah Sulawesi Bagian Selatan. Supply gas bumi di region ini sepanjang 2007-2015 akan cenderung stabil. Selain existing supply, terdapat project supply yang akan berproduksi setelah 2007 dan menambah kapasitas hingga mencapai 73 MMSCFD. Existing supply yang ada digunakan untuk kebutuhan bahan bakar industri. Demand gas bumi di region ini sepanjang tahun 2007-2015 akan mengalami kenaikan. Kenaikan ini muncul dari pemanfaatan gas bumi untuk pembangkit listrik. Grafik supply dan demand gas bumi di Region VIII berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.21. Grafik supply dan demand gas bumi di Region VIII berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.22.
40
Gambar II.21
Grafik supply dan demand gas bumi Region VIII 2007-2015 berdasarkan status kontrak.
41
Gambar II.22
Grafik supply dan demand gas bumi Region VIII 2007-2015 berdasarkan sektor pemanfaatan.
Region IX meliputi wilayah Papua. Supply di region ini sepanjang tahun 2007-2015 akan meningkat. Existing supply memang masih kecil, hanya sekitar 1 MMSCFD. Akan tetapi terdapat project supply yang akan mampu berproduksi penuh mulai tahun 2010 dengan kapasitas mencapai lebih dari 1080 MMSCFD. Project supply tersebut sudah memiliki contracted demand untuk ekspor. Grafik supply dan demand gas bumi di Region IX berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.23. Grafik supply dan demand gas bumi di Region IX berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.24.
42
Gambar II.23
Grafik supply dan demand gas bumi Region IX 2007-2015 berdasarkan status kontrak.
43
Gambar II.24
Grafik supply dan demand gas bumi Region IX 2007-2015 berdasarkan sektor pemanfaatan.
Region X meliputi wilayah Masela. Di region ini hanya terdapat project supply yang akan terealisir setelah tahun 2014. Demand untuk kebutuhan ekspor maupun domestik sepanjang tahun 2007-2015 belum ada. Grafik supply dan demand gas bumi di Region X berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.25. Grafik supply dan demand gas bumi di Region X berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.26.
44
Gambar II.25
Grafik supply dan demand gas bumi Region X 2007-2015 berdasarkan status kontrak.
45
Gambar II.26
Grafik supply dan demand gas bumi Region X 2007-2015 berdasarkan sektor pemanfaatan.
Region XI meliputi wilayah Natuna. Supply gas bumi di region ini sepanjang tahun 2007-2015 akan mengalami kenaikan. Terdapat project supply yang akan terealisir setelah tahun 2009 yang akan menambah kapasitas pasokan hingga mencapai lebih dari 680 MMSCFD dan setelah tahun 2014 yang akan menambah kapasitas pasokan hingga mencapai lebih dari 1600 MMSCFD. Contracted demand yang ada adalah untuk kebutuhan ekspor. Belum ada comitted demand maupun potential demand yang akan menyerap produksi dari project supply. Grafik supply dan demand gas bumi di Region XI berdasarkan status kontrak dapat dilihat pada Gambar II.27. Grafik supply dan demand gas bumi di Region XI berdasarkan sektor pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.28.
46
Gambar II.27
Grafik supply dan demand gas bumi Region XI 2007-2015 berdasarkan status kontrak.
47
Gambar II.28 II.6
Grafik supply dan demand gas bumi Region XI 2007-2015 berdasarkan sektor pemanfaatan.
Data pemanfaatan gas bumi
Gas bumi Indonesia dimanfaatkan untuk ekspor, bahan bakar pembangkit listrik, dan bahan baku industri. Pada tahun 2006, total produksi kotor mencapai 8,185 MMSCFD. Angka tersebut berasal dari produksi Pertamina sebesar 957,5 MMSCFD dan produksi PSC sebesar 7.225,5 MMSCFD. 65,4% dari produksi gas bumi tersebut diekspor sedangkan 33,1% digunakan untuk kepentingan domestik. Dari 33,1% yang digunanakan untuk kepentingan domestik tersebut, porsi terbesar digunakan oleh industri nasional untuk bahan baku maupun sebagai bahan bakar. Penggunan untuk pembangkit listrik oleh PLN hanya sekitar 4,6%. Neraca produksi dan pemanfaatan dapat dilihat pada Gambar II.29 berikut ini.
48
PERTAMINA 0.771 BSCFD
MMSCF D
(%)
570.5 56.8 134.2 28.2 95.2 868.8 463.8 75.2 139.7 752.9 236.6 3,421.9
7.6 0.8 1.8 0.4 1.3 11.5 6.1 1.0 1.8 10.0 3.1 45.3
3520.7 0.0 612.6 4,133.2 7 555 1
46.6 0.0 8.1 54.7 100
PEMAKAIAN DOMESTIK PUPUK KILANG PETROKIMIA KONDENSASI LPG
KPS 6.784 BSCFD
DOMESTIK 45.3%
PRODUKSI 7.555 BSCFD
PGN PLN KRAKATAU STEEL INDUSTRI LAIN PEMAKAIAN SENDIRI SUSUT+FLARE
SUB TOTAL DOMESTIK LNG
EKSPOR 54.7%
LPG GAS PIPA
SUB TOTAL EKSPOR TOTAL
Sumber: Migas 2006
Gambar II.29
Neraca produksi dan pemanfaatan gas bumi 2007 (Status Agustus 2007).
Grafik volume pemanfaatan gas bumi untuk masing-masing sektor tersebut dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar II.30 berikut ini.
49
Sumber: Migas 2005
Gambar II.30
Grafik volume pemanfaatan gas bumi dari tahun ke tahun untuk masing-masing sektor.
50