VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
1
Contens
Auditorial
3
Auditama
4
Liputan Khusus
16
Auditoase
25
Wawancara
27
Ex-Auditor
31
SpeakOut
36
Kang Jejen
38
Ragam Pengawasan
39
Alexander on Leadership
48
Pojok Psikologi
50
Sudut Kantor
54
Pojok Komunitas
55
Gadget
56
Info Keluarga
58
Resensi Buku
59
Redaksi menerima sumbangan tulisan atau artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Artikel atau tulisan yang dimuat akan diberikan honor sesuai Standar Biaya Umum (SBU). Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan Inspektorat Jenderal Pelindung: Inspektur Jenderal, Penasihat: Sekretaris Inspektur Jenderal, Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III, Inspektur IV, Inspektur V, Inspektur VI, Inspektur VII, Inspektur Bidang Investigasi, Penanggung jawab :C.M. Susetya, Redaktur :Budi Prayitno, Penyunting : Alexander Zulkarnaen, Dedhi Suharto, M. Hisyam Haikal, M. Gilang Ramadhan, Galih Teguh Gumilang, Ridzky Aditya Saputra, Desain Grafis/ Fotografer :Terry Castello, Putra Kusumo Bekti, Sekretariat :Delima Frida, Suryani, Istianah, M. C. Kinanti Raras Ayu, Dianita Wahyuningtyas, Rahmawati Setyaningsih, Mujaini, Ari Hapsari, Johan Rizki, Agus Rismanto, Ervin Septian Firdaus, Talitha Sya'banah Fajrin Sudana, Ari Hapsari ISSN : 1411 - 9455 Alamat: Jl. Dr. Wahidin No. 1, Gedung Juanda II Lantai IV - XIII, Telp. (021) 3865430 fax. (021) 3440907 Kode Pos : 10710 e-mail :
[email protected]
2
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
auditorial Menulislah, kawan....
D
alam acara Just Alvin, Andrea Hirata –sang penyihir kata-kata- bilang, “Menulislah, sebuah tulisan akan menemukan nasibnya sendiri”.
Andrea benar, ia telah membuktikannya lewat Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor maupun Maryamah Karpov. Buku-buku yang begitu fenomenal. Laskar pelangi bahkan telah diterjemahkan ke 31 bahasa di dunia. Tak terbayangkan, ada novel berbahasa Indonesia (negeri yang tak lagi diperhitungkan di dunia Internasional) yang dibaca di puluhan negara. Ada buku karya anak Indonesia yang sanggup menyihir para pembaca hingga di gang-gang sempit kota Sao Paolo Brazil. Tengoklah sedikit kutipan dari Sang Pemimpi. Lalu Arai melangkah menuju depan bak truk. la berdiri tegak di sana serupa orang berdiri di hidung haluan kapal. Pelan-pelan ia melapangkan kedua lengannya dan membiarkan angin menerpa wajahnya. Ia tersenyum penuh semangat. Agaknya ia juga bertekad memerdekakan dirinya dari duka mengharu biru yang membelenggunya seumur hidup. Ia telah berdamai dengan kepedihan dan siap menantang nasibnya. Jahitan kancing bajunya yang rapuh satu per satu terlepas hingga bajunya melambai-lambai seperti sayap kumbang sagu tadi. Ia menggoyang-goyang tubuhnya bak rajawali di angkasa luas. “Dunia...!! Sambutlah aku...!! Ini aku, Arai, datang untukmu ...!!” Pasti itu maksudnya. Kalimat-kalimat seperti inilah yang mampu membuat orang bersedia menyediakan sebagian memorinya sepanjang hayat. Kalimat-kalimat indah yang penuh makna, puitis sekaligus dalam. Mampu memotivasi siapapun yang sedang merasa tak bisa apa-apa, tak punya apa-apa dan tak ada sesiapa. Dalam kerangka itulah, Auditoria dengan penuh suka cita menyediakan diri bagi seluruh punggawa Inspektorat Jenderal Kemenkeu untuk berkarya. Bukan sekedar untuk angka kredit, tapi jauh lebih dahsyat dari itu. Sebuah tulisan adalah jejak langkah kita. Saat semua ini harus kita tinggalkan, tinggallah tapak-tapak kita yang masih bisa dikenang. Harus diakui, menulis belumlah jadi budaya di kantor kita. Menulis bisanya kita lakukan dalam kerangka “setengah terpaksa”. Saat menjadi prasyarat untuk rekruitmen tertentu misalnya. Atau saat harus ada laporan untuk suatu kegiatan. Tapi tak apalah, setengah atau seperempat terpaksa, itu kita lupakan saja. Membaca hasil karya para peserta seleksi korkel/dalnis, harus saya akui, betapa besar potensi kantor kita. Betapa banyaknya ide-ide di setiap kepala kita. Betapa ide-ide itu akan menguap begitu saja bila tak dipatrikan dalam tulisan. Betapa banyak bakat-bakat terpendam di kantor ini untuk dalam hal tulis menulis. Meski harus diakui juga, betapa tidak mudahnya menuangkan ide dalam satu tulisan. Tidak semudah saat kita bicara. Maka Auditoria kali ini berinisiatif menampilkan karya para peserta seleksi korkel/dalnis itu, dengan satu niat baik, menampilkan karya para pegawai Itjen. Bukan dengan maksud menilai siapa yang layak, siapa yang tak layak lolos seleksi. Biarlah pembaca yang menilai dengan segala obyektivitas dan bumbu-bumbu subyektivitasnya.... selamat membaca.
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
3
auditama
Reformasi Birokrasi:
Mengejar ketertinggalan..
Sejarah Reformasi Birokrasi Sampai saat ini, reformasi masih terus menjadi jargon yang didambakan perwujudannya oleh masyarakat Indonesia sehingga dapat terwujudnya efisiensi, efektivitas, dan clean goverment. Pemerintahpun telah berusaha keras sejak terjadinya krisis multidimensi tahun 1998 untuk menyelenggarakan reformasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak itu pula telah terjadi berbagai perubahan penting yang menjadi tonggak dimulainya era reformasi gelombang pertama di bidang politik, hukum, ekonomi, dan birokrasi. Dalam pelaksanaan reformasi gelombang pertama bisa dibilang reformasi birokrasi tertinggal pelaksanaannya dibanding bidang-bidang lain. Oleh sebab itu, tahun 2004, pemerintah menegaskan kembali pentingnya penerapan prinsip-prinsip clean goverment dan good governance untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Program utama yang akan dilakukan pemerintah adalah membangun aparatur negara melalui penerapan reformasi birokrasi. Hal ini seperti yang disampaikan pula oleh Presiden pada pidato kenegaraan di depan Sidang DPR RI tanggal 14 Agustus 2009, Presiden menegaskan kembali tekad pemerintah untuk melanjutkan misi sejarah bangsa Indonesia untuk lima tahun mendatang, yaitu melaksanakan reformasi gelombang kedua, termasuk reformasi birokrasi. Reformasi gelombang kedua ini bertujuan untuk membebaskan Indonesia dari dampak dan ekor krisis yang terjadi sepuluh tahun yang lalu. Pada tahun 2025, Indonesia diharapkan berada pada fase yang benarbenar bergerak menuju negara maju.
“Reformasi Birokrasi untuk memperbaiki kualitas layanan publik dengan pelayanan yang efisien, efektif, dan clean goverment”
Mengenal Reformasi Birokrasi Pada Hakikatnya reformasi birokrasi merupakan upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah, terutama menyangkut kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process), dan sumber daya manusia (aparatur). Reformasi birokrasi sendiri menurut Perpres no. 81 bermakna sebagai sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Selain itu, reformasi birokrasi juga bermakna sebagai sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam menyongsong tantangan abad ke-21. Pada tahun 2011, seluruh kementerian dan lembaga (K/L) serta pemerintah daerah (Pemda) ditargetkan telah memiliki komitmen dalam melaksanakan proses reformasi birokrasi. Pada tahun 2014 secara bertahap dan berkelanjutan, K/L dan Pemda telah memiliki kekuatan untuk memulai proses tersebut, sehingga pada tahun
4
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
auditama 2025, birokrasi pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi dapat diwujudkan. Perwujudan reformasi birokrasi berkaitan dengan banyak proses antar fungsi-fungsi pemerintahan, melibatkan jutaan pegawai, dan memerlukan anggaran yang tidak sedikit. selain itu juga perlu menata ulang proses birokrasi dari tingkat tertinggi hingga terendah dan adanya terobosan baru. Karena itu, reformasi birokrasi nasional perlu merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan kebijakan, serta penyesuaian fungsi instansi pemerintah dengan paradigma baru. Upaya tersebut membutuhkan suatu grand design dan road map reformasi birokrasi yang mengikuti dinamika perubahan penyelenggaraan pemerintah sehingga menjadi suatu living document. Grand Design Reformasi Birokrasi adalah rancangan induk yang berisi arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional untuk kurun waktu 20102025. Sedangkan Road Map Reformasi Birokrasi adalah bentuk operasionalisasi Grand Design Reformasi Birokrasi yang disusun dan dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali dan merupakan rencana rinci reformasi birokrasi dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya selama lima tahun dengan sasaran per tahun yang jelas. Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014 merupakan penyempurnaan dari Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor: PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi dan Permenpan Nomor: PER/04/M.PAN/4/2009 tentang Pedoman Pengajuan
Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah.
Awal Reformasi Birokrasi di Kemenkeu Kementerian Keuangan bisa dibilang menjadi poros pemerintahan Indonesia. Karena hampir seluruh aspek perekonomian negara berhubungan langsung dengan kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Keuangan. Kebijakan tersebut meliputi perencanaan hinggan pengelolaan APBN, pengelolaan kekayaan negara, perpajakan, kepabeanan dan cukai, pengelolaan utang, perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta pasar modal. Oleh sebab itu Kementerian Keuangan memerlukan harmonisasi dan continuous improvement untuk mencapai sinergi dalam perwujudan visi dan misi dengan melaksanakan reformasi birokrasi. Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan dimulai tahun 2006 dan pelaksanaannya ditangani oleh Tim Reformasi Birokrasi Pusat (TRBP). Tahun 2010, dibentuk Forum Koordinasi Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan (FKRB) oleh Menteri Keuangan dan Tim Reformasi Birokrasi Unit (TRBU) oleh pimpinan masing-masing Unit Eselon I. Timtim ini menggantikan TRBP dalam mengkoordinasi pelaksanaan reformasi birokrasi lingkup Kementerian Keuangan. Latar belakang adanya RB adalah untuk memperbaiki kualitas layanan publik dimana pelayanan terhadap masyarakat dirasa perlu ditingkatkan baik dari segi efisiensi waktu, efektivitas layanan, maupun bebas dari pungutan yang bersifat ilegal. Yang menjadi motor RB di lingkungan kementerian keuangan
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
5
auditama adalah ibu Sri Mulyani, contohnya dengan SPPD at cost dimana perjalanan dinas harus dengan segala bukti-buktinya. Namun dalam perjalanannya masih banyak kecurangan-kecurangan seperti bukti perjalanan palsu sehingga yang namanya perbaikan secara terus-menerus harus dilaksanakan. Pada beberapa jenis layanan publik masih ditemukan adanya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal ini terjadi karena adanya beberapa situasi yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Di satu sisi kondisi aparat dengan tingkat penghasilan yang relatif rendah terperangkap dalam mental dan perilaku korup. Di sisi yang lain, masyarakat pengguna layanan juga belum memiliki spirit untuk mendahulukan yang lebih berhak, dan belum sepenuhnya mau melaksanakan semua kewajibannya secara benar. Sebagian masyarakat bahkan menempuh jalan pintas untuk memperoleh berbagai fasilitas pelayanan yang menguntungkan diri sendiri, meski akibatnya akan berdampak buruk terhadap kinerja pelayanan publik secara keseluruhan. Untuk itu, upaya pemberantas KKN tanpa pandang bulu yang tengah digalakkan
6
Pemerintah diharapkan akan mendorong komitmen berbagai pihak untuk secara bersama-sama menghilangkan kebiasaan buruk tersebut. Layanan publik seringkali mendapatkan kritik karena kualitas pelayanan yang buruk. Terlepas dari kekecewaan aparat yang telah senantiasa berupaya untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, berbagai kritik dan keluhan publik perlu mendapat penanganan yang serius. Semua kritik yang membangun perlu mendapat penanganan yang terstruktur dan harus ada tindak lanjutnya. Hanya dengan demikian kritik yang berkembang di masyarakat bisa dengan produktif dimanfaatkan untuk perbaikan pelayanan publik. Kita sebagai Pegawai Kementerian Keuangan akan sangat terhormat ikut berpartisipasi dalam perwujudan Reformasi Birokrasi. Tak perlu yang berlebihan dan terlalu besar untuk awalnya. Cukup dengan melakukan pekerjaan dan kewajiban sesuai peraturan dan perundang-undangan serta melayani masyarakat dengan hati. Segala sesuatu bermula dari hal kecil yang terus menjadi besar. (VIN/KIN/JUNI)
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
auditama Reformasi Birokrasi: Jejak Langkah Kemenkeu Reformasi birokrasi, istilah yang tidak asing ini merupakan proses transformasi menuju kemajuan yang menjadi sorotan semua kalangan masyarakat. Mengapa demikian, wujud perubahan ini digadanggadang akan menciptakan sebuah tata kelola pemerintahan menuju ke arah clean government dan good governance. Program ini diibaratkan sebagai sebuah siraman hujan di padang pasir yang tandus. Di tengah carut-marutnya kondisi politik Indonesia, proses transisi dari krisis nasional Tahun 1998, dan banyaknya kasus korupsi, masyarakat diberikan sebuah harapan baru melalui reformasi birokrasi. Sebuah harapan untuk melakukan perubahan menuju perbaikan. Hal inilah yang mendesak pemerintah untuk segera melaksanakan reformasi demi mengembalikan stabilitas nasional. Kali ini, majalah Auditoria akan mengupas seperti apa reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan dari sudut pandang pegawai Inspektorat Jenderal. “Reformasi birokrasi merupakan sebuah upaya pembenahan berkelanjutan, countinuous improvement menuju kesempurnaan”
Sasaran dan Tujuan Reformasi Birokrasi Hal yang mendasar dan tak kalah penting untuk dibahas adalah apa sasaran dan tujuan reformasi birokrasi sendiri. Seperti yang kita ketahui, tugas Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara. Hal ini menempatkan Kemenkeu pada posisi strategis di pemerintahan. Hampir seluruh aspek pengelolaan perekonomian negara bersinggungan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenkeu. Karena posisi strategisnya ini, penataan lembaga dan sinergi dalam pelayanan menjadi hal yang krusial untuk menciptakan layanan prima. Ada beberapa sasaran dan tujuan reformasi, diantaranya sebagai upaya peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas dan mutu pelayanan masyarakat serta mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Sedikitnya ada tiga hal yang menjadi perhatian, yaitu pengelolaan lembaga yang diarahkan untuk menciptakan kondisi pemerintahan yang transparan dan akuntabel, tata kelola pemerintah yang secara langsung mempengaruhi kualitas layanan yang diberikan, dan pemanfaatan sumber daya secara efisien dan efektif untuk menghasilkan output yang tepat berupa layanan yang dibutuhkan masyarakat.
Selain itu, paradigma masyarakat terhadap birokrasi yang pragmatis dan kurang efektif, merupakan hal yang ingin diperbaiki. Layanan yang diberikan dirasakan terlalu panjang dan hirarkis karena harus melalui banyak banyak proses. Demikian panjangnya proses yang ditempuh untuk setiap layanan otomatis akan membutuhkan waktu lebih untuk menuntaskan sebuah layanan itu sendiri.
Bentuk Awal Reformasi Birokrasi Kementerian keuangan, yang juga merupakan pioneer dalam reformasi birokrasi, secara faktual
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
7
auditama telah mewacanakan adanya transformasi organisasi semenjak tahun 2000. Di tahun millennium tersebut, paket undang-undang ICW (Indische Comptabiliteit Wet) dan IBW (Indisinche Bedrijvenment) yang isinya mengatur keuangan negara semenjak jaman kolonial, dirasa tidak cukup lagi untuk mengatur keuangan negara. Melalui pemikiran ini, akhirnya digagas dan dilahirkan paket UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab keuangan Negara. Nah, bagaimana awalnya di Kemenkeu? Proses Reformasi Birokrasi di Kemenkeu ditangani oleh Tim Reformasi Birokrasi Pusat (TRBP). Pada tahun 2010 dan selanjutnya, pelaksanaan Reformasi Birokrasi dikoordinasikan oleh Forum Koordinasi Reformasi Birokrasi Kemenkeu (FKRB) yang dibentuk oleh Menteri Keuangan dan Tim Reformasi Birokrasi Unit (TRBU) bentukan masing-masing Unit Eselon I. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 65/ KMK.01/2010, FKRB ini diberi tanggung jawab untuk mengkoordinasikan, mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan oleh seluruh unit organsasi di Kemenkeu serta mengkaji dan menyiapkan terbentuknya Badan Transformasi Birokrasi.
Tiga Pilar Reformasi Birokrasi Dimulai Tahun 2006, Kemenkeu, memulai proses reformasi birokrasi dengan mengusung konsep tiga pilar. Berfokuskan tiga pilar utama yang terdiri dari penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, dan peningkatan disiplin dan manajemen SDM, Kemenkeu membuat perubahan mendasar dalam tubuh organisasi yaitu peningkatan kualitas layanan publik. Sebagai katalisator dalam menjalankan reformasi, kepada pegawai diberikan stimulus berupa remunerasi. Ini merupakan timbal balik organisasi terhadap kinerja dan dukungan dari setiap pegawai dalam usaha pencapaian target-target
8
kementerian. Dalam penataan organisasi, Kemenkeu telah memulai proses transformasi kelembagaan sejak tahun 2002. Penataan organisasi tersebut meliputi pemisahan, penggabungan, dan penajaman fungsi, serta modernisasi organisasi. Penajaman tugas dan fungsi dilakukan di Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Ditjen Anggaran, Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Perimbangan Keuangan, dan Badan Kebijakan Fiskal. Modernisasi diimplementasikan dalam pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Modern Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Utama (KPU DJBC) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Percontohan. Selanjutnya, penyempurnaan proses bisnis yang dilakukan dengan menyusun SOP (Standard Operating Procedure), analisis dan evaluasi jabatan, dan analisis beban kerja. Melalui SOP, dapat digambarkan jenis keluaran pekerjaan secara komprehensif. SOP ini memberikan standardisasi layanan yang diberikan kepada masyarakat. Analisis evaluasi jabatan dibuat untuk memperoleh gambaran rinci mengenai tugas di setiap jabatan. Arah dan sasaran analisis jabatan ini adalah untuk melakukan evaluasi Jabatan sehingga menghasilkan job grading/ peringkat
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
auditama jabatan sebagai dasar perbaikan sistem remunerasi. Sementara analisis beban kerja, dibentuk untuk memperoleh informasi mengenai waktu dan jumlah pejabat yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan. Manajemen SDM dioptimalkan melalui pengintegrasian sistem informasi manajemen kepegawaian, penyusunan pedoman dan penetapan pola mutasi, pembangunan assessment center, penyusunan pedoman rekrutmen, dan peningkatan disiplin pegawai. untuk peningkatan kulitas pegawai secara individu, Kemenkeu melakukan diklatdiklat teknis dan monitoring terhadap kualitas dan kuantitas kinerja melalui assessment center. Pemberian Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara disingkat TKPKN digunakan salah satu contoh adanya upaya untuk meningkatkan disiplin pegawai karena tunjangan ini disesuaikan dengan kinerja pegawai.
Reformasi Birokrasi Kini Bergulirnya tahun selama satu dekade, di tahun 2010 ditetapkan Pepres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Perpres ini ditetapkan untuk mempercepat jalannya reformasi birokrasi dan integrasi di seluruh instansi pemerintah. Grand design akan digunakan sebagai acuan dan pedoman proses reformasi birokrasi instansi pemerintah untuk periode 2010-2025. Secara teknis, pelaksanaan operasional Grand Design Reformasi Birokrasi ini ditetapkan melalui Road Map Reformasi Birokrasi setiap 5 tahun oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB). Untuk itu, Menpan-RB menerbitkan peraturan nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Dengan adanya hal tersebut, seluruh kementerian dan lembaga bergerak sesuai road map tersebut dalam melaksanakan reformasi birokrasi. Keseriusan Kemenkeu dalam proses reformasi birokrasi ini dilanjutkan dengan menetapkan KMK
nomor 345/KMK.01/2011 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Kemenkeu 2010-2014 dan telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan 185/ KMK.01/2012. Road map yang disebut sebagai “living document” ini menjadi acuan pelaksanaan reformasi pada dua belas eselon I Kemenkeu dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Secara garis besar program pokoknya terdiri dari Transformasi Kelembagaan dan Budaya Kerja, Penataan Organisasi, Proses Bisnis, Sumber daya manusia dan Program Pendukung. Budaya kerja (work culture) dalam lingkungan organisasi dipedomani dengan lima nilai kementerian keuangan meliputi integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan. Penyempurnaan organisasi dan work culture yang dilakukan Kemenkeu tidak pernah habis. “Continuous improvement” menuju kesempurnaan (excellence) terus dilakukan untuk menciptakan kualitas layanan yang makin responsif dan sesuai kebutuhan masyarakat. Contohnya di tahun 2012 ini, Menteri Keuangan, Agus D.W. Martowardojo menetapkan KMK Nomor 55/KMK.01/2012 tentang Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2012. Isinya menetapkan Program Reformasi Tahun 2012 yang mencakup 9 bidang. Penetapan ini menyesuaikan 3 pilar reformasi menjadi sembilan bidang yang meliputi Manajemen Perubahan, Penataan Peraturan Perundang-undangan, Pentaan dan Penguatan Organisasi, Penataan Tata Laksana, Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, serta Monitoring dan Evaluasi. Terdapat perluasan dari 3 pilar sebelumnya. Selanjutnya, Kemenkeu membentuk Tim Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Pusat yang bertugas mengoordinasikan pelaksanaan reformasi birokrasi dan transformasi kelembagaan di lingkungan Kemenkeu Pusat. Tentunya hal ini menjadi keseriusan Kemenkeu untuk terus selalu mentransformasikan lembaganya.
Kendala dan tantangan yang dihadapi dalam Reformasi Birokrasi Pencapaian tujuan reformasi birokrasi tidak lepas dari adanya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam mendukung program-program yang dilaksanakan Kemenkeu. Sehubungan dengan hal tersebut,
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
9
auditama diperlukan kepercayaan publik (public trust) terhadap pengelolaan keuangan dan peningkatan kualitas layanan yang diberikan Kemenkeu. Sementara itu, kian buruknya persepsi masyarakat terhadap tata kelola keuangan negara, diperparah dengan sejumlah kasus korupsi yang dilakukan sejumlah pegawai dari lingkungan Kemenkeu sendiri. Hal ini meninggalkan citra buruk pada wajah kementerian dan telah merusak kepercayaan publik terhadap integritas lembaga secara keseluruhan. Kesan buruk publik tersebut menjadi tantangan yang serius bagi Kemenkeu. Membangkitkan kepercayaan publik setelah banyaknya kasus korupsi yang terjadi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Disisi lain, layanan yang diberikan kepada publik yang kurang ditunjang dengan aparat yang kompeten dan profesional akan berakibat buruk bagi instansi itu sendiri. Pola rekrutmen yang tidak benar dan pelatihan teknis yang kurang memadai memperparah kondisi manajemen SDM. Terlebih masih ada oknum pegawai yang menyalahgunakan wewenang dan memanfaatkan celah untuk “menambah penghasilan” melalui praktek KKN. Hal ini mencerminkan masih rendahnya nilai integritas dalam diri pegawai tersebut. Sosialiasi tentang layanan unggulan yang diusung tiap eselon dirasa masih kurang. Masyarakat sebagai pengguna layanan, terkadang kurang tahu apa saja layanan yang disediakan Kemenkeu. Hal ini menyebabkan masyarakat kurang merasakan manfaat dari layanan unggulan Kemenkeu. Untuk itu, diperlukan sosialisasi yang lebih gencar yang dibarengi dengan perbaikan kualitas front line Kementerian Keuangan. Selanjutnya, kurangnya sinergi antar eselon cukup menghambat proses jalannya reformasi. Budaya kerja yang mengutamakan pencapaian tujuan eselon masing-masing ketimbang capaian organisasi keseluruhan mencerminkan kurangnya sinergi yang dibangun dan tentunya mempengaruhi efektivitas kinerja Kemenkeu untuk mencapai tujuan utamanya.
10
Harapan terhadap adanya Reformasi Birokrasi Banyak respon yang timbul dari masyarakat baik positif maupun negatif. Respon positif masyarakat ini secara nyata ditunjukkan dalam bentuk peran aktif atau keikutsertaan masyarakat untuk mendukung program-program Kemenkeu. Bentuk kepedulian ini mencerminkan masih kuatnya kepercayaan publik terhadap kinerja Kemenkeu dalam pemerintahan. Apresiasi positif publik terhadap reformasi birokrasi
Kemenkeu harus dijadikan inspirasi bagi setiap pegawai untuk selalu “bekerja dengan hati”. Mewujudkan nilai-nilai Kementerian Keuangan dalam budaya kerja memungkinkan berjalannya organisasi yang semakin baik dan solid dalam menghadapi tantangan yang ada. Reformasi birokrasi merupakan wujud eksistensi Kemenkeu untuk menanggapi situasi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Pengelolaan organisasi yang semakin modern dan tanggap diharapkan memberikan solusi terkait permasalahan yang ada. Melalui reformasi birokrasi ini, diharapkan kualitas dan kuantitas layanan yang diberikan kepada masyarakat semakin baik. Sejalan dengan hal tersebut, good government dan clean governance pun diharapkan dapat terwujud. Semoga... (VIN/KIN/JUNI)
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
auditama
Reformasi Birokrasi di
Kementerian Keuangan
R
eformasi birokrasi bukanlah hal asing di telinga masyarakat Indonesia. Reformasi birokrasi sudah terdengar hingar bingarnya sejak tahun 2006, ketika Ibu Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia. Tetapi, tidak banyak pihak yang tahu kalau reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan sebenarnya sudah dirintis sejak akhir tahun 2002. Saat itu, reformasi birokrasi dilakukan secara parsial melalui penataan organisasi, perbaikan proses bisnis, dan peningkatan manajemen Sumber Daya Manusia. Kemudian, pada tahun ada tahun 2006, dilakukan penyempurnaan program reformasi birokrasi secara komprehensif dan terintegrasi melalui pencanangan program utama reformasi birokrasi yang mencakup : 1. Penataan Organisasi, meliputi : modernisasi organisasi, pemisahan, penggabungan, dan penajaman fungsi organisasi; 2. Perbaikan Proses Bisnis, meliputi: analisis dan evaluasi jabatan, analisis beban kerja, dan penyusunan Standar Prosedur Operasi (SOP); dan 3. Peningkatan Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), meliputi : penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, pembangunan assessment center, penyusunan pola mutasi, peningkatan disiplin, dan pengintegrasian Sistem Informasi Manajemen SDM.
Reformasi birokrasi dilakukan agar aparat pemerintah dapat memberikan pelayanan yang terbaik pada masyarakat. Selama ini, stigma masyarakat kepada aparat pemerintah yang lambat, birokratis dan bertele-tele diharapkan sedikit-demi sedikit terkikis melakui reformasi birokrasi. Senada dengan hal tersebut Antonius Susilo dari Inspektorat VII mengatakan bahwa di awal penerapan reformasi birokrasi, yang paling utama adalah penataan proses bisnisnya. Bagaimana Kemenkeu memberikan pelayanan utama kepada masyarakat, mengubah pola pikir para pegawai bahwa keberadaan pemerintahan sebagai sektor publik ada karena masyarakat, Kemenkeu ada untuk masyarakat. Reformasi birokrasi tidak serta merta dilakukan oleh semua eselon I di Kementerian Keuangan, namun dilakukan secara bertahap. Seperti misalnya, di tahap awal, yang dibutuhkan dalam reformasi birokrasi adalah penyempurnaan SOP atau Standard Operating Procedure dalam menjalankan tugas dan fungsi aparat pemerintah dan dalam melayani masyarakat. Anton meberikan contoh misalnya penyusunan beberapa pelayanan unggulan di seluruh eselon I, misal di DJP yaitu pelayanan pembuatan NPWP, demikian di eselon I lainnya. Untuk mendukung penerapan reformasi birokrasi, semua eselon I membuat SOP layanan unggulan, organisasi disederhanakan, SDM ditingkatkan kapasitasnya dan dinilai soft kompetensinya, jika masih kurang akan dilakukan diklat berbasis kompetensi.
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
11
auditama Proses Reformasi Birokrasi di Pusat dan Unit Eselon I Seperti yang dijelaskan sebelumnya, reformasi birokrasi Kementerian Keuangan secara komprehensif dan terintegrasi dilakukan pada tahun 2006. Hingga tahun 2009, pelaksanaan Reformasi Birokrasi ditangani oleh Tim Reformasi Birokrasi Pusat (TRBP).
Kemudian, pada tahun 2010, pelaksanaan Reformasi Birokrasi dikoordinasikan di bawah Forum Koordinasi Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan (FKRB) yang dibentuk oleh Menteri Keuangan dan Tim Reformasi Birokrasi Unit (TRBU) yang dibentuk oleh pimpinan seluruh unit eselon I yang ada di Kementerian Keuangan.
Sumber: Sekretariat FKRB Kementerian Keuangan
Tugas FKRB berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 65/ KMK.01/2010 adalah mengkoordinasikan, mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan oleh seluruh unit organsasi di Kementerian Keuangan serta mengkaji dan menyiapkan terbentuknya Badan Transformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan. FKRB menjadi penyelaras Program Reformasi Birokrasi yang melebur ke dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi) unit terkait. Sedangkan untuk tahun 2012, reformasi birokrasi yang telah melibatkan seluruh unit eselon I di Kementerian Keuangan ini dituntut untuk memberikan hasil yang lebih baik lagi. Hal tersebut bisa dicapai sesuai dengan arahan Menteri Keuangan
12
dan berbagai program inisiatif dari unit eselon I Kemenkeu yang kemudian dikoordinasikan sehingga membuat Kemenkeu menjadi unit yg efektif dan efisien. Begitu juga pada tingkat unit. Tingkat tersebut juga harus menyusul program-program yang mengacu pada Tim Reformasi Birokrasi, ditambah jika ada inisiatif tingkat lokal tapi tetap harus mengacu pada program-program yang ada di pusat. Inspektorat Jenderal sebagai aparat pengawas internal Kementerian Keuangan sudah terlibat secara langsung dalam proses reformasi birokrasi sejak awal pencanangan reformasi birokrasi di Kemenkeu. Inspektorat Jenderal sendiri selalu berusaha menjadi pengawal terdepan terwujudnya clean government dan good govenance di Kementerian Keuangan.
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
auditama Terbukti dengan berbagai inovasi yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal untuk memberantas praktek-praktek korupsi dan penyimpangan yang masih mungkin masih terjadi. Salah satunya adalah dengan pembentukan Inspektorat Bidang Investigasi dan pembuatan sistem whistleblowing untuk Kementerian Keuangan atau yang lebih familiar disebut dengan WiSe (Whistleblowing System).
Apakah Reformasi Birokrasi Berhasil? Kementerian keuangan dinilai telah berhasil menerapkan reformasi birokrasi. Paling tidak, salah satu data yang bisa dipakai untuk mengukur keberhasilan reformasi birokrasi adalah pada awal tahun 2012 Kemenkeu mendapatkan nilai yang terbaik dalam penerapan reformasi birokrasi dari seluruh Kementerian dan lembaga yang menerapkan sistem tersebut. Terkait dengan hal tersebut, Anton berpendapat, “Menurut saya berhasil, kita tidak boleh berkata tidak berhasil karena masih ditemukan kasus, menurut saya itu malah membuktikan program reform di
pengawasan/ khususnya penanganan pengaduan masyarakat, berhasil menjaring aparat Kemenkeu yang sesungguhnya tidak ingin melakukan Reformasi. Ini patut dituru akan menimbulkan efek jera.” Senada dengan hal itu, Roberth Gonijaya sabagai Kepala Bagian dan Organisasi Sekretariat Inspektorat Jenderal berpendapat bahwa apabila masih ada kasus-kasus di Kementerian Keuangan dan dikaitkan dengan reformasi birokrasi maka sebenarnya itu adalah salah mengaitkan. “Rasanya sih mereka salah mengaitkan dan arahnya kebalik,” jelas Roberth lebih lanjut. Kasus-kasus yang terungkap saat ini adalah buah dari reformasi birokrasi. “Kalau reformasi birokrasi berhasil tidak berhasil, maka mereka akan tetap terselubung terus dan tidak pernah diperiksa”, yakin Roberth. Reformasi birokrasi memang belum selesai, sudah menjadi tanggung jawab kita sebagai aparat pemerintah untuk mewujudkan clean government dan good govenance sebagai tujuan dari reformasi birokrasi. (TER/DIT/GUS) Sumber data: http://www.reform.depkeu.go.id/
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
13
auditama
Inspektorat Jenderal, pengawal Reformasi Birokrasi
S
ebagai salah satu ujung tombak penerapan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan, Inspektorat Jenderal ikut berperan aktif dalam memberikan pemahaman yang baik mengenai reformasi birokrasi kepada para pemangku kepentingan atau stakeholders. Berbagai bentuk pertemuan dengan pemangku kepentingan seperti sosialisasi, konferensi pers ataupun pameran sangat penting untuk mewujudkan citra yang baik dan memberikan edukasi kepada masyarakat. Karena, seringkali terdapat kesenjangan antara apa yang telah dilakukan oleh aparat pemerintah, dalam hal ini terkait dengan reformasi birokrasi, dengan apa yang dirasakan oleh para pemangku kepentingan yang mendapatkan manfaat dari reformasi birokrasi. Oleh karena itulah, pada tanggal 27-29 Agustus
14
2012 Inspektorat Jenderal Kemenkeu mengikuti pameran, konferensi, dan stakeholder meeting tahun 2012. Kegiatan ini melibatkan beberapa pihak dari lingkungan pemerintahan, akademik, dan organisasi internasional. Beberapa instansi yang mengikuti kegiatan tersebut antara lain Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refomasi Birokrasi, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Keuangan, BPKP, Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Australia AID, dan US AID turut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Beberapa isu yang di bahas dalam kegiatan tersebut terkait dengan reformasi manajemen keuangan negara dan perencanaan nasional, reformasi birokrasi untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja, serta stabilitas ketahanan nasional, dan reformasi birokrasi di pemerintahan daerah.
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
auditama
Pada kesempatan ini pula, Kementerian Keuangan yang diwakili oleh Inspektorat Jenderal dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, turut berpartisipasi dalam sesi pameran reformasi birokrasi bersama dengan 27 organisasi lain. Materi yang ditampilkan pada pameran ini adalah capaian-capaian Kementerian Keuangan terkait penyelenggaraan reformasi birokrasi pada seluruh unit eselon I. Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dipandang penting dalam mengikuti acara yang menghadirkan beberapa tokoh nasional dan internasional sebagai keynote speaker ini. Menurut Sabam L.P. Sinurat, pelaksana Inspektorat VII yang ikut mewakili Inspektorat Jenderal dama acara tersebut, Itjen memiliki peran besar terkait dengan pelaksanaan reformasi birokrasi. Itjen saat ini bertindak sebagai koordinator untuk pelaksanaan penilaian mandiri reformasi birokrasi. Artinya, Itjen diharuskan mendorong unit-unit eselon I lain untuk lebih fokus dalam melaksanakan reformasi birokrasi. Selain itu, di kesempatan lain Roberth Gonijaya selaku Kepala BOT Sekretariat Itjen menjelaskan bahwa melalui kegiatan tersebut, Inspektorat Jenderal dapat menampilkan kegiatan-kegiatan terkait dengan reformasi birokrasi yang mungkin tidak dimiliki oleh tempat lain, misalnya WiSe atau whistleblowing system. Namun, Roberth menjelaskan lebih lanjut bahwa siapapun yang mewakili Kementerian Keuangan di acara tersebut akan bisa menunjukkan proses reformasi birokrasi yang dilakukan di Kementerian Keuangan. “Kita kan tidak ada yang terkotak-kotak. Dan pada saat
itu yang kita terangkan adalah reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan, bukan di Inspektorat Jenderal”, jelas Roberth. Lebih lanjut, pria yang bertempat tinggal di Bekasi ini berpendapat bahwa kegiatan tersebut memiliki manfaat yang cukup penting, yaitu bisa meng-ekspose kalau Kementerian Keuangan bisa melaksanakan reformasi birokrasi secara ‘benar’ dan lengkap, tidak hanya parsial saja misalnya hanya pelaksanaan assessment saja.
Kegiatan yang diikuti oleh Inspektorat Jenderal dalam mewakili Kementerian Keuangan seperti yang telah disebutkan di atas bisa dikatakan sebagai kegiatan bellow the line. Kegiatan tersebut dapat menjadi salah satu kesempatan bagi instansi pemerintah untuk bertemu langsung dengan para pemangku kepentingan dan semua pihak yang terkait dengannya. Melalui kegiatan semacam itulah para pemangku kepentingan bisa langsung menyampaikan harapanharapannya kepada instansi pemerintah agar pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah kepada publik semakin baik. (TER/DIT/GUS)
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
15
Liputan Khusus
alam konteks manajemen, evaluasi digunakan untuk membantu memilih dan merancang kegiatan untuk mendapatkan manfaat yang ingin dicapai di masa depan. Begitu juga dalam konteks penataan organisasi. Jika tidak memiliki sistem evaluasi yang baik, bisa dipastikan bahwa organisasi tersebut tidak mempunyai sasaran yang menjadi cita-cita bersama. Dalam melakukan kegiatan evaluasi organisasi, selain dipengaruhi oleh faktor internal, juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berupa perubahan dari dunia luar. Semua itu dilakukan demi tercapainya organisasi dengan tingkat kinerja tinggi.
D
Dari hasil evaluasi bisa diketahui apa kekurangan dalam mewujudkan organisasi berkinerja tinggi dan kemudian dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan untuk memperbaiki kondisi yang ada.
Untuk mencapai orgainsasi dengan kinerja tinggi diperlukan sebuah proses evaluasi terhadap kinerja organisasi yang selama ini dilakukan. Proses evaluasi terhadap kinerja organisasi ini penting, karena tanpa evaluasi tidak akan diketahui sampai sejauhmana organisasi tersebut telah efektif melakukan perubahan menuju visi dan misi yang dimiliki oleh organisasi. Bisa dikatakan bahwa evaluasi terhadap kinerja organisasi pada hakekatnya adalah sebuah usaha untuk mengetahui “di mana posisi kita sekarang” dan “di posisi mana kita seharusnya berada”.
Penataan organisasi yang dilakukan oleh Subbag Organisasi berpedoman pada visi misi yang ada. Selain itu juga disesuaikan oleh perkembangan yang terjadi di luar dan menjadi tuntutan tersendiri bagi organisasi. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Organisasi, Fitriyani, “Organisasi itu bisa ditata sesuai dengan arah kita, maksudnya sesuai visi misi yang kita miliki. Selain itu juga dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi di dunia luar”, ujarnya. Sebagai contoh adalah
16
Kaitannya dengan hal tersebut, Sub Bagian (Subbag) Organisasi yang berada di bawah Bagian Organisasi dan Tatalaksana, mempunyai fungsi menentukan arah yang ingin dicapai oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan. Sebagai unit yang berada di bawah Itjen, fungsi yang diemban Subbag Organisasi terbilang berat mengingat Itjen mempunyai peran yang penting sebagai unit pengawas internal di lingkungan Kementerian Keuangan.
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Liputan Khusus UKI atau Unit Kontrol Interal. Dulu di Itjen belum ada, tetapi sesuai perubahan yang terjadi di luar dan menjadi tuntutan tersendiri, maka Itjen melakukan perubahan dengan membentuk UKI di setiap unit eselon 1. Contoh selanjutnya adalah sejarah Subbag Organisasi sendiri. Berdasarkan kebutuhan dan benchmark yang ada di tingkat kementerian, maka dibentuklah Bagian Organisasi dan Tatalaksana yang membawahi beberapa sub bagian termasuk sub bagian Organisasi. Berdasarkan PMK 184 Tahun 2010, selain fungsi di atas, subbag Organisasi juga mempunyai fungsi penyusunan SOP, analisis jabatan yang outputnya berupa uraian jabatan, serta evaluasi jabatan yang outputnya berupa grading. Di luar PMK 184 Tahun 2010, Subbag Organisasi juga mengurusi masalah yang terkait dengan penyusunan laporan Inpres Tahun 2004, 5R, ISO, serta WI. Tapi berdasarkan keterangan dari Sekretariat Jenderal, pekerjaan ini hanya berlangsung di semester awal tahun 2012 saja. Khusus untuk WI, subbag organisasi sedang menetapkan WI untuk seluruh unit yang berada di lingkungan Itjen. Penyusunan WI tersebut berdasarkan SOP yang telah ada.
Memimpin di subbag Organisasi mempunyai kesan tersendiri bagi Fitriyani. Banyak suka duka yang dialaminya selama ini. Sebelum menjadi Kasubbag, beliau sudah mempelajari hal-hal yang menjadi pekerjaan di dalamnya meskipun hal tersebut merupakan hal baru baginya. Menurut beliau, memiliki teman-teman yang mendukung kelancaran tugas menjadi kesenangan tersendiri. Namun begitu, dalam menjalankan tugasnya, subbag organisasi, tidak selalu lancar. Sebagai contoh dalam hal penataan organisasi. “Jika kita ingin menyusun bentuk organisasi , pasti ada pihak yang suka dan pihak yang tidak suka”, ungkapnya. Dalam penyusunan SOP dan WI pun demikian. Untuk mendapatkan bahan yang diperlukan dari pihak yang bersangkutan, mereka
sibuk dengan tugas dan tusinya masing-masing. Jadi terkesan subbag Organisasi selalu saja merepotkan. Ditambah lagi dengan masalah grading. Sering ada yang bertanya “kok, gak naik sih?”. Padahal hal tersebut sudah disampaikan kepada Sekretariat Jenderal, namun belum direspon. Jadi masalah tersebut berada di luar kendali subbag Organisasi. Dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi tersebut, subbag organisasi mempunyai langkahlangkah yang diambil untuk penyelesaian. Diantaranya adalah dengan “memaksa” mengundang mereka untuk mengadakan pembahasan langsung. Dengan pembahsan langsung yang dilakukan selama ini, secara umum dari mereka sudah bisa mengerti apa yang dibutuhkan oleh subbag organisasi. Khusus untuk masalah SOP dan WI, berdasarkan keretangan Fitriyani, proses tersebut sudah dalam tahap legal drafting. Subbag Organisasi memberikan pengertian tentang pentingnya SOP di masa depan. Dengan SOP pelaksanaan tugas-tugas akan mempunyai pedoman yang akan memperlancar proses kerjanya. Namun jika pengertian yang diberikan tidak bisa diterima oleh mereka, subbag Organisasi berusaha dengan memberikan peraturan dan pedoman yang mengharuskan dibuatnya SOP. Namun jika hal tersebut juga tidak direspon, subbag Organisasi mengundang yang bersangkutan untuk langsung mengadakan pembahasan. Di tahun mendatang, subbag organisasi akan tetap melaksanakan tugas dan fungsinya seperti yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya. Namun ada sedikit perubahan terkait dengan WI. Di tahun depan WI akan masuk ke dalam DPU (Dukungan Pengawasan Unggulan), dimana pada tahun ini belum masuk ke dalam DPU. Subbag organisasi juga berharap mengenai masalah grading untuk internal BOT. Namun disadari untuk memenuhi hal tersebut masih terbentur dengan ketentuan dan hal-hal lain di dalamnya. (MUJ/JO/TAL)
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
17
Liputan Khusus
“Kendala yang kami hadapi, disikapi seperti orang sakit. Untuk sembuh harus
berobat dulu..”
P
enerapan tata kelola organisasi yang baik dapat diwujudkan dengan komitmen tinggi demi terwujudnya prinsip akuntabilitas. Untuk itu diperlukan sistem pengelolaan kinerja yang baik. Begitupun dengan Kementerian Keuangan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Keuangan Negara No. 17 Tahun 2003, Kemenkeu harus sudah menerapkan anggaran berbasis prestasi kerja. Hal tersebut menuntut perlunya suatu sistem pengukuran yang dapat mencerminkan adanya akuntabilitas pengukuran kinerja. Di lingkungan Inspektorat Jenderal (Itjen), pekerjaan tersebut dilakukan oleh subbag Ketatalaksanaan yang berada di bawah Bagian Organisasi dan Tatalaksana. Subbag ini dibentuk karena diterapkannya manajemen kinerja. Kemudian merambat kepada manajemen risiko serta analisis beban kerja. Itulah fungsi-fungsi baru yang harus dijalankan oleh sekretariat Itjen. Oleh karena itu, beban-beban tersebut dimasukkan ke subbag Ketatalaksanaan. Subbag Ketatalaksanaan ini digawangi oleh Ari Sufianto sebagai Kasubbag. Selain itu juga dihuni oleh Ariel dan kawan-kawan. Dalam perjalanannya, subbag Ketatalaksanaan tidak hanya mengerjakan fungsi-fungsi yang tertuang di dalam PMK 184 Tahun 2010 seperti melakukan pengelolaan kinerja organisasi, manajemen risiko, analisis beban kerja, serta pelaksanaan legal drafting peraturan intern dan peraturan perundang-undangan. Mereka juga mengerjakan pekerjaan lain yang
18
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Liputan Khusus dikembangkan sendiri oleh mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Ari Sufianto mengenai pekerjaan di luar fungsi utama, “Banyak. Contohnya misalnya pengembangan ISO 9001, kemudian pengelolaan program reformasi birokrasi, serta pemenuhan level IACM (Internal Audit Capability Model)”. Memimpin subbag Ketatalaksanaan, bagi Ari Sufianto mempunyai suka dan duka tersendiri. Duka yang dialami yaitu merasakan kesulitan dalam mengembangkan atau menerapkan suatu sistem manajemen baru. Sulitnya adalah pada tahap manajemen perubahan. Manajemen perubahan yang dimaksud adalah untuk dapat menerima hal baru, diperlukan usaha yang cukup keras untuk bisa diterapkan dengan baik dan lancar termasuk masalah manajemen risiko atau balance scorecard. Karena di Itjen belum mengembangkan manajemen perubahan. Itu yang menjadi alasan mengapa sesuatu yang baru masih sulit diterapkan di Itjen. Namun hal di atas tidak menjadi halangan bagi subbag Ketatalaksanaan. Malah hal tersebut menjadi pendorong untuk dapat memacu menjadi lebih baik lagi. Ari Sufianto menganggap bahwa sesuatu yang baru itu memang penuh tantangan dan menjadi semangat mereka untuk bekerja. “Secara umum kan kerjaan yang tidak begitu menantang itu membosankan, jadi itulah yang bikin saya suka yaitu semangat karena kita mencoba hal baru, kita belajar, kita coba terapkan”, tambahnya. Terlebih dengan adanya penolakan dari stakeholder. Mereka masih sering merasa terbebani dengan sesuatu hal yang baru. “Menyikapi perubahan ya, seperti orang sakit. Untuk sembuh ya diobatin dulu”, tandasnya. Kita selalu melakukan koordinasi dengan pimpinan terkait. Gunanya untuk memberi kelancaran terhadap terlaksananya perubahan tersebut. Meskipun demikian, mereka belum tentu melaksanakan itu dengan baik dan benar. Yang penting bagi mereka sudah memenuhi perintah dari pimpinan. Hanya sekedar itu. Tapi biasanya apabila pimpinan sudah mendukung sepenuhnya, maka mereka mau partisipasi aktif atau mau support penuh. Contohnya adalah pelaksanaan program 5R. “Kayak lah, itu kan juga agak sulit hal baru. Awalnya memang dari subbag saya, kemudian saya minta tolong teman-teman yang lain. Kalau bisa dari Top pimpinan ada perintah itu biasanya lebih mudah, apalagi kalau Top pimpinan itu full support”, terang Ari Sufianto.
Rencana Kedepan Di tahun depan, subbag Ketatalaksanaan mempunyai rencana kerja yang akan diselesaikan Diantaranya adalah ISO. Dari ISO ini akan dibuat cabang-cabangnya, diantaranya adalah matriks komunikasi. Dalam matriks komunikasi akan dilakukan inventarisasi komunikasi yang sudah ada atau yang sudah berjalan kemudian ditetetapkan. Contohnya adalah rakerpim dan laporan-laporan. Kedua hal tersebut ternyata sangat baik dalam rangka komunikasi yang efektif. Tetapi belum ditetapkan ketentuan-ketentuannya. Ini yang menjadi kekurangannya. Hal ini hanya menjadi sebuah kebiasaan. Ditakutkan apabila berganti pimpinan akan berganti pula kebiasaankebiasaan baik ini. Makanya perlu penetapan dalam rangka mencapai tujuan bersama. Untuk itu matriks komunikasi dimasukkan ke program kerja tahun depan. Untuk dimasa depan, subbag Ketatalaksanaan berharap agar Itjen bisa menjadi suatu organisasi yang sangat modern di level internasional. Hal ini bukan bukan hal yang mustahil mengingat sumber daya manusia yang dimiliki oleh Itjen sudah sangat mumpuni. Karena untuk level nasional, menurut Ari Sufianto, Itjen sudah melewatinya. Beliau melanjutkan dengan memberi contoh tentang IACM. Di dalam prakteknya IACM terbagi menjadi level 1-5. Level tertinggi yaitu 5 dan terendah yaitu 1. Untuk level 5, organisasi di dunia belum ada yang mencapainya. Sedangkan untuk level 4 masih bisa dihitung dengan jari. Yang level 3 di lingkup Asia belum banyak, termasuk Itjen Kemenkeu. Dan bahkan di lingkup Asia Tenggara, hanya Indonesia satu-satunya. Kita memerlukan satu usaha lagi untuk meningktkan komite audit kita berada di level 4, yaitu dengan membenahi administrasi perkantoran ditambah dengan terobosan-terobosan yang sudah sangat banyak. (MUJ/JO/TAL)
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
19
Liputan Khusus
SUBBAGIAN PELAPORAN
S
ubbagian Pelaporan merupakan salah satu Subbagian di Bagian Organisasi dan Tatalaksana (BOT). Seperti halnya BOT, Subbagian pelaporan juga terbentuk setelah terbitnya PMK-100/PMK.01/2008 atau baru berusia 4 (empat) tahun. Dalam kurun yang relatif singkat tersebut, Subbagian Pelaporan telah mengalami sedikit perubahan sebagaimana diatur dalam PMK-184/PMK.01/2010. Perubahan yang terjadi dua tahun lalu secara umum menekankan peran Subbagian Pelaporan sebagai unit pelaporan bagi Inspektorat Jenderal secara keseluruhan. Kini Subbagian Pelaporan dipimpin oleh Ibu Etty Dyah, atau akrab disapa Bu Etty, selaku Kepala Subbagiannya. Dalam menjalankan tugas seharihari, Bu Etty didukung oleh enam pelaksana yang, kebetulan, kesemuanya pria, dengan karakteristik dan tanggung jawab masing-masing. Namun demikian, saat ini (saat reportase dilakukan –red.) hanya terdapat lima pelaksana yang bertugas. Salah
20
satu pelaksana Subbagian Pelaporan yaitu Arief Ismail sedang melaksanakan tugas belajar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM (PPSDM), Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK). Selain Obet, sapaan akrab dari Arief, pelaksana lain di Subbagian Pelaporan terdiri atas Ari selaku PIC flash report, Gandhi selaku PIC progress report, Damar selaku PIC laporan DAMS (Daily Activity Monitoring System), Faris yang bertanggungjawab terhadap inventaris, ATK dan kompilasi laporan dari setiap bagian, serta seorang pegawai baru yaitu Dion Prayoga. Ari, sebagaimana disebutkan sebelumnya, bertugas menyusun flash report. Salah satu flash report yang dibuat adalah laporan mengenai perkembangan hasil pemeriksaan khusus yang disusun dua minggu sekali. Lain halnya dengan Ari, tugas yang diemban Gandhi adalah menyusun progress report hasil pengawasan di seluruh unit di Inspektorat Jenderal. Laporan ini dikompilasi dari seluruh Inspektorat dan Sekretariat setiap bulan.
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Liputan Khusus Adapun tugas yang paling utama dari Subbagian Pelaporan adalah membuat LAKIP tingkat Sekretariat dan Inspektorat Jenderal setahun sekali, dan membuat kompilasi hasil evaluasi LAKIP untuk tiap Eselon I lalu dilaporkan kepada Menpan. Selain itu, tugas utama dari Subbag Pelaporan adalah menyusun Laporan Hasil Rapat Pimpinan pada tingkat Kementerian maupun tingkat Inspektorat Jenderal yang dibuat setiap 2 (dua) mingguan. Adapun pemantauan atas tindak lanjut hasil rapat pimpinan dilakukan melalui aplikasi DAMS yang berkooordinasi dengan Pushaka. Khusus berbicara tentang DAMS, diakui Bu Etty, DAMS sangat berguna dalam mengelola dan memantau hasil rapat pimpinan. “Selama ini hasil Rapim hanya didokumentasikan dalam bentuk catatan dan kurang terorganisir, dengan adanya sistem aplikasi DAMS, maka akan lebih jelas siapa penanggung jawab Rapim, tenggat waktu tindak lanjut sampai warning secara otomatis ketika belum ada tindak lanjut saat batas waktu yang ditentukan habis.” demikian ujar beliau. Meskipun terkesan sebagai pekerjaan rutin, namun pekerjaan Subbagian Pelaporan memiliki signifikansi tersendiri. Berbagai laporan yang disusun oleh Subbagian Pelaporan merupakan input yang sangat penting bagi jajaran pimpinan, bahkan hingga tingkat Kementerian Keuangan. Tantangan yang dihadapi oleh Subbagian Pelaporan dalam menyusun berbagai laporan tersebut membutuhkan ketangkasan dalam menyelesaikannya. Sebagai contoh, dalam menyusun flash report yang bersifat rahasia, sehingga memakan waktu dalam mengumpulkan data yang bersifat rahasia tersebut, dan dalam saat yang bersamaan juga harus up to date. Dalam hal ini, akurasi informasi dan ketepatan waktu pelaporan menjadi semacam oxymoron atau paradox yang saling berseberangan satu dengan lainnya. Untuk menyiasatinya, Subbag Pelaporan tidak segan-segan untuk ‘jemput bola’ langsung ke unit yang bersangkutan u n t u k memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan. Untuk kepentingan fleksibilitas,
data dan informasi yang diminta berupa softcopy, sehingga memudahkan dalam proses selanjutnya, termasuk pemutakhiran data dan informasi.
Selain berkutat dengan laporan, sebagaimana unit lainnya di Sekretariat, Subbagian Pelaporan juga tidak lepas dari kegiatan 5R dan penerapan ISO. Namun demikian, dengan kekuatan personil yang ada, seluruh kegiatan tersebut dapat tuntas ditunaikan, dan tidak jarang pula Subbagian Pelaporan mendapat apresiasi dari pimpinan. “Misalnnya disposisi Pak Menteri yang menyatakan sudah bagus atau dari Pak Robert yang mengatakan good job!” ujar beliau antusias. Ke depannya, Bu Etty berharap agar tersedia aplikasi yang berupa basis data terintegrasi. Dengan begitu, proses penyusunan secara umum dan kompilasi secara khusus tidak lagi perlu lagi dilaksanakan secara manual, tetapi cukup melalui mekanisme unggah di aplikasi. Tidak lupa pula, agar unsur fungsionalitas, berupa adanya peringatan menjelang jatuh tempo, dan keamanan data diperhatikan. Lebih jauh lagi, Subbagian Pelaporan dapat menyediakan informasi yang relevan dan andal bagi kepentingan pimpinan secara khusus dan organisasi secara umum. (GIL/ARI/ RHM)
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
21
Liputan Khusus Transformasi Evaluasi dan Tindak Lanjut:
Dulu, Kini dan Nanti “Tindak lanjut merupakan bagian dari wujud perubahan paradigmanya Itjen, sistem watchdog bertransformasi menjadi sistem partner yang bisa mendampingi auditan ketika berhadapan dengan auditor eksternal.”
Tentang Pemantauan Tindak Lanjut
D
ahulu Inspektorat Jenderal mengenal Bagian Analisis Hasil Pengawasan, atau lazim disebut juga Bagian AHP. Tugasnya tidak ringan, tidak pula sederhana. AHP bertugas untuk memantau tindak lanjut atas rekomendasi yang diberikan oleh auditor, baik auditor Inspektorat Jenderal sendiri, BPKP maupun BPK. Tugas itu diemban oleh dua unit eselon III, sehingga sebagian dari kita mungkin pernah mengenal Bagian AHP I dan Bagian AHP II. Seiring berlalunya waktu, Inspektorat Jenderal senantiasa bergerak selaras dengan perubahan kebutuhan dan tuntutan terhadap organisasi Inspektorat Jenderal. Restrukturisasi organisasi menjadi suatu keharusan guna memenuhi perubahan kebutuhan dan tuntutan tersebut. Bagian AHP I dan II dilikuidasi. Sebagai gantinya, pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi auditor dilimpahkan kepada Subbagian Evaluasi dan Tindak Lanjut (Subbag ETL), Bagian Organisasi dan Tatalaksana. Namun demikian, berbeda dengan
22
pendahulunya, tugas dan fungsi utama Subbag ETL terkait pemantauan implementasi tindak lanjut adalah terhadap rekomendasi dari auditor eksternal, yaitu BPKP dan BPK. Sementara pemantauan implementasi tindak lanjut rekomendasi auditor intern, dalam hal ini dari rekomendasi Inspektorat, dilaksanakan oleh Inspektorat masing-masing. Selain pemantauan tindak lanjut, Subbag ETL juga memiliki tugas dan fungsi untuk mengelola basis data hukuman disiplin serta pemantauan tuntutan ganti rugi (TGR). Adapun terkait pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi auditor Inspektorat Jenderal dilaksanakan oleh Subbag ETL secara pasif, dalam hal ini dengan menerima laporan pemantauan periodik dari tiap-tiap Inspektorat.
“The Crew” Subbagian ini diawaki oleh personil yang relatif muda usia. Rynalto Mukiwihando, yang akrab disapa Mas Ando, mendapat kepercayaan untuk memimpin Subbagian ini, dibantu oleh lima orang pelaksana
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Liputan Khusus yaitu: Abdi Rahim, Gostav Adam, Dian Rahayu, Rizky Annisa, serta Imam Mahdi, yang masing-masingnya memiliki karakteristik, keunikan serta tugas tersendiri.
latar belakang pendidikan di bidang hukum yang sudah tentu sangat berguna dalam pelaksanaan pekerjaan Subbag ETL.
Abdi Rahim, dengan pengalaman dan kecekatannya di bidang TI, ditugaskan untuk mengelola basis data pemantauan tindak lanjut. Ketangkasan Abdi terbukti mampu meningkatkan efisiensi pembahasan tindak lanjut dengan para pihak yang terlibat, baik auditi maupun para auditor eksternal. “Pembahasan bisa molor, makan waktu, makan biaya, dan selesai tanpa ada hasil apa2, tapi dengan data yang bagus ini lebih valid.” demikian Mas Ando tidak sungkan memuji staffnya.
Warna-warni Subbag ETL
Lain lagi dengan Imam Mahdi yang dipercaya untuk mengelola basis data hukuman disiplin. Mengingat sifat datanya yang sensitif, dibutuhkan orang yang amanah untuk mengelolanya, dan pilihan jatuh kepada Imam. “Hukdis sifatnya sangat rahasia, terutama untuk mutasi dan atau promosi. Dan orang yang berintegritas yang bisa saya percaya.” demikian menurut sang Kasubbag. Adapun Gostav yang memiliki kecermatan dipercaya mengelola keuangan Subbagian. Selain itu, keahlian Gostav dalam bidang tulis menulis juga terbukti bermanfaat dalam berbagai pekerjaan Subbag ETL. Subbag ETL juga memiliki dua staff wanita. Dengan kualitas ketekunan dan ketelitian yang dimiliki, keduanya banyak berperan dalam tugas-tugas kesekretariatan di Subbag ETL, seperti administrasi dan persuratan. Dian, misalnya, bertanggung jawab sebagai administrator BSC (Balanced Score Card), manajemen risiko, serta bertindak sebagai document controller di Subbag ini. Sementara Nisa, panggilan sehari-hari Rizky Annisa, yang memiliki pengalaman bekerja di sektor privat yang telah menerapkan 5R, menjadi ‘konsultan’ dalam penerapan 5R yang sedang digalakkan di Sekretariat Inspektorat Jenderal. Nisa juga memiliki
Dengan tugas dan fungsi yang cukup beragam dan cakupan yang luas , tantangan yang dihadapi oleh Subbag ETL tidaklah ringan. Meskipun demikian, Mas Ando mengaku tidak terlalu mengalami kendala dalam mengemban amanah ini. Hal ini, menurut beliau, dikarenakan dukungan dari rekan-rekan serta sistem yang sudah bagus. Salah satu tantangan utama dalam pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi auditor, dalam hal ini auditor eksternal, adalah gunungan status temuan yang belum tuntas. Hal ini tentu menjadi concern pimpinan. Untuk menyiasatinya, Subbag ETL melakukan terobosan dengan melakukan pembahasan langsung yang melibatkan tiga pihak, yaitu auditor (eksternal), auditi dan Itjen, dalam hal ini Subbag ETL. Hal ini cukup ampuh dibandingkan mekanisme surat-menyurat dalam memberikan tanggapan yang sebelumnya dilakukan. “Jadi ketika bertemu, kita bisa tau sebenernya temuan audit ini tentang masalah apa, dan maksudnya apa, dan yang diinginkan oleh auditor seperti apa. Ketika lewat surat menyurat hal ini tidak terbaca,” demikian dipaparkan oleh Mas Ando. Selain tantangan secara formal struktural, pria lulusan Universitas Waseda ini juga berkisah tentang tantangan lainnya dalam pemantauan tindak lanjut. Berbeda dengan laporan BPK yang relatif rutin, laporan dari BPKP, yang memuat rekomendasi yang harus ditindaklanujuti, biasanya sudah cukup lama dan pembahasan hanya berdasarkan laporan periodik BPKP (triwulanan) yang memuat status temuan yang belum tuntas. Hal ini, di satu sisi menyulitkan, karena tidak ada acuan, namun juga bisa dipandang sebagai keuntungan. Menjadi keuntugan karena dengan begitukita bisa menunjukan perbaikan yang sejatinya sudah dilakukan tanpa mengacu secara khusus pada permasalahan yang dituliskan di LHP (Laporan). Tantangan unik lain yang dihadapi dalam pemantauan tindak lanjut adalah para auditor BPKP yang relatif lebih senior. Dalam pembahasan, tentu dibutuhkan pendekatan yang berbeda dan tidak bisa sekadar
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
23
Liputan Khusus hotel hingga menghabiskan waktu seharian. “Kami kesulitan nyari hotel di Palembang, sehingga waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk melakukan rekonsiliasi data dengan BPKP habis untuk mencari hotel, itupun sampai seharian.”
What’s Next?
unjuk pengetahuan. Belum lagi dengan persepsi auditor eksternal tentang Kementerian Keuangan yang remunerasinya relatif tinggi. Namun demikian, dengan berbagai pendekatan dan terobosan yang dilakukan, semua tantangan dan kendala yang dihadapi relatif mampu diatasi. Bahkan, Mas Ando memaparkan pencapaian sejauh ini dengan bungah, “Target saya sampai akhir tahun ini 50% tuntas. Tapi so far sudah 80%.” Dengan karakteristik pekerjaannya, personil Subbag ETL relatif kompak dan padu. Hal ini dikarenakan dalam proses pembahasan, seringkali personil Subbag ETL harus keluar kota, sharing kamar, dll yang memungkinkan interaksi di luar hubungan pekerjaan. Dari situ pula pengalaman unik kadang dilalui personil Subbag ETL. Misalnya, ketika bertugas di Palembang mereka kesulitan mencari
24
Berbicara tentang harapan ke depan, Mas Ando sedikit banyak ‘merindukan’ SIPIDU (aplikasi Wasnal yang dulu dikembangkan Subbag SIP –red.) dengan fitur yang lebih terintegrasi. “Inginnya sih saya bisa punya database temuan yang integrated, dimana BPKP, Itjen dan tiap unit eselon I memiliki akses yang sama terhadap temuan yang tindaklanjutnya masih dalam proses sehingga masing-masing bisa mengetahui PR-nya masingmasing, yaitu berapa jumlah tindak lanjut yang harus diselesaikan agar dapat segera dilaksanakan dan tuntas. Hal yang sama juga berlaku buat Itjen, saat ini permintaan data sisa temuan masih dikoordinasikan satu-satu.” Mas Ando juga berharap agar pemantauan tindak lanjut ini jangan sampai dikesampingkan, namun menjadi perhatian pimpinan dan fokus utama pelayanan Itjen kepada unit auditan. Masih menurut beliau, “Tindak lanjut merupakan bagian dari wujud perubahan paradigmanya Itjen, sistem watchdog bertransformasi menjadi sistem partner yang bisa mendampingi auditan ketika berhadapan dengan auditor eksternal.” (GIL/RHM/ARI)
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Auditoase Iwan bagaikan pembelaan atas kekalahan hidup sehari-hari. Lirik lagu Iwan bagaikan perlawanan terhadap ketidakadilan yang mungkin terlalu sering dialami. Sekaligus pemberontakan terhadap kezaliman sistemik yang menggurita (waktu itu). Tak heran kalau Majalah Time menjulukinya satu dari Asian Heroes. Mengikuti rangkaian album Iwan Fals, kita seperti dipaksa menekuri sejarah, dari sisi yang berbeda. Ia bagaikan menorehkan tapak-tapak pada jalan yang ditekurinya. Setiap lagu yang ditulis menggambarkan situasi yang terjadi dalam setiap saatnya. Dalam setiap baris lirik lagunya, ia menorehkan sejarah. Dalam setiap bait, ia mengekspresikan rasa kesal, marah, benci, sekaligus cinta. Dalam setiap kata, ia bebas mencerca, mengkritik, memaki, atau sekedar meledek.
Jejak Langkah Auditor Iwan Fals, nama itu masuk memori saya pertama kali tahun 1981. Lengkingan suaranya dalam “Oemar Bakrie” membuat saya jatuh cinta. Ah, bukan sekedar lengkingan suara saya kira. Lirik lagu itu begitu lepas, segar, bebas dan nakal. Suaranya sama sekali tidak fals, tapi lirik yang diciptakannya memang sangatsangat “fals” terutama buat telinga para penguasa waktu itu dan mungkin juga sekarang. Lihat saja lirik lagu Iwan dalam “Tikus-tikus kantor” dalam album “Ethiopia” tahun 1986, Kisah usang tikus-tikus kantor/Yang suka berenang di sungai yang kotor/ Kisah usang tikus-tikus berdasi/Yang suka ingkar janji lalu sembunyi. Atau “Sumbang” tahun 1983, Maling teriak maling sembunyi di balik dinding/Pengecut lari terkencing-kencing/Tikam dari belakang lawan lengah diterjang/Kasak-kusuk mencari kambing hitam. Dengan bahasa yang demikian membumi, tak aneh kalo Iwan Fals jadi idola begitu banyak masyarakat, terutama kalangan bawah semacam saya. Lagu-lagu
Iwan Fals seakan tak betah melihat ketidakpantasan yang berlangsung di depan matanya. Ia juga seakan tidak terima kalau rakyat selalu dipadupadankan dengan derita. Ia jengah melihat ketidakadilan berlaku di depan hidungnya. Ia sedih melihat ketidakberdayaan kaum papa. Dengan lagu ia coba membela. Pas sekali terdengar di telinga kaum marginal. Bagai cangkir ketemu tutupnya. Saat Bung Hatta, wafat, dalam kesedihan ia masih sempat menyentil..... terbayang jelas jiwa sederhanamu/Bernisan bangga, berkafan doa/Dari kami yang merindukan orang sepertimu... Saat nasib guru–pahlawan tanpa tanda jasadipermainkan, ia meneriakkan Oemar Bakrie penuh kenakalan... jadi guru jujur berbakti memang makan hati/tapi mengapa gaji guru oemar bakrie seperti dikebiri... Saat Kapal Tampomas II tenggelam, dengan geram ia menulis ... petaka terjadi karena salah kita sendiri/ Tampomas sebuah kapal bekas/Tampomas beli lewat jalur culas/Tampomas kasus ini wajib tuntas.. Maaf, nasib malang pelacur-pun tak lepas dari liriknya. Tengoklah lagu Doa Pengobral Dosa yang getir ini,... Habis berbatang batang/Tuan belum datang/Dalam hati resah menjerit bimbang/Apakah esok hari/ Anak anakku dapat makan/Oh Tuhan beri Setetes rezeki Dalam hati yang bimbang berdoa/Beri terang jalan anak hamba/Kabulkanlah Tuhan
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
25
Auditoase Tentang layanan rumah sakit yang berbelit-belit buat si miskin, tapi bagai jalan tol buat si kaya, ia menulis Ambulance Zigzag. Tentang sedihnya jadi kaum tergusur, ia menulis Ujung Aspal Pondok Gede. Satu lirik terbaik menurut saya ada di lagu terakhir ini.... satu persatu sahabat pergi dan takkan pernah kembali. Nampaknya tak ada satu sisi kehidupan manusia dan bangsa ini yang luput dari sentilan Iwan Fals. Lingkungan hidup, transmigrasi, tabrakan kereta, cinta tanah air, pembantu, hingga korupsi. Jejak langkah yang ditinggalkannya sungguh luar biasa. Itu saja belum termasuk lagu-lagu yang tak dipublikasikan. Iwan Fals punya alasan tersendiri untuk itu. Hanya penggemar berat Iwa yang tahu beberapa lagu yang tak pernah diedarkan, seperti Pola Sederhana (Anak Cendana), Suara dari Jalanan, Demokrasi Otoriter, Cerita Lama Tiananmen, Mesin-mesin pembunuh, Polteng, dan banyak lagi. Iwan Fals adalah gambaran tentang kepedulian, kesungguhan, produktivitas, kreativitas, empati, sekaligus pemberontakan. Ah, lalu apa hubungan ini semua dengan auditor, dengan kita semua di sini. Tentu ada. Seperti judul tulisan ini, Jejak langkah. Iwan Fals telah menorehkan kata dalam setiap jejak langkahnya. Ia telah menghiasi setiap detik hidupnya dengan petikan gitar. Ia telah mengaum dalam setiap karyanya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita meninggalkan hal-hal berharga dalam jejak langkah kehidupan kita? Sudahkah auditor meninggalkan halhal positif dalam setiap jejak langkahnya di masa lalu? Sudahkah setiap kita, para pegawai Itjen, menorehkan prestasi dalam setiap helaan nafas? Sudahkah kita memberikan yang terbaik dalam setiap rupiah yang kita terima? Sudahkah kita mengukir karya berguna buat isntitusi yang kita cinta? Sudahkah kita isi buku perjalanan karier kita dengan tinta emas, atau perak setidaknya? Sudahkah kita balas setiap kebaikan yang kita terima dari negeri ini dengan sepadan?
26
Seperti Iwan Fals, auditor dituntut untuk peduli. Peduli kepada kebenaran. Peduli kepada rupiah demi rupiah yang negara sediakan buat kita. Peduli kepada kehormatan profesi. Peduli kepada kehormatan institusi. Sikap peduli melahirkan kesungguhan. Kesungguhan dalam berkarya, kesungguhan dalam mengabdi, kesungguhan dalam menegakkan aturan, kesungguhan dalam mencintai insitusi dan negeri. Bila kita seorang auditor, sudahkah jejak langkah kita membuat orang tertarik menapaki? Apa yang sudah kita lakukan selama bertahun-tahun jadi auditor. Menapaki langkah demi langkah dalam program audit. Tugas demi tugas, daerah demi daerah, langkah demi langkah, paradigma demi paradigma, pimpinan demi pimpinan, perubahan demi perubahan. apa yang sudah kita torehkan dalam buku catatan kita? Baikkah, buruk atau biasa saja? Layakkah jejak langkah kita ditiru angkatan di bawah kita, para auditor junior. Atau jejak langkah kita lebih layak dilupakan karena begitu tak eloknya. Semuanya kembali kepada kita sendiri. Ingin seperti apa kelak kita dikenang? Sebagai pemenang, pecundang atau malah pengkhianat? Begitupun bila kita pegawai Sekretariat, atau pejabat struktural. Ingin seperti apa kita dikenang kelak, jejak langkah kitalah yang menentukan. Apa yang kita jejak pada setiap langkah kita, seperti itulah kelak kita bakal dikenang. Seperti Bang Iwan bilang, “Dengarlah suara bening dalam hatimu, biarlah nuranimu berbicara”.
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Penghujung Ramadhan 2012, cwl
Wawancara “Orang yang sukses adalah orang yang selalu belajar, karena dia yang punya masa depan”
K
alimat itu begitu mengena di hati dan pikiran kami, awak auditoria setelah berbincang panjang lebar dengan beliau. Waktu 2,5 jam bersama beliau tak membuat kami bosan karena begitu banyak ilmu yang kami dapat. Tak segan-segan beliau memberikan apa yang beliau punya sehingga beliau meraih kesuksesan. Tak adil rasanya jika ilmu itu hanya kami simpan sendiri. Seperti keinginan beliau untuk membagi pengalaman yang sarat ilmu kepada semua orang. Inilah sebait cerita pak Murtedjo selama mengabdi di Inspektorat Jenderal.
Bagaimana awal perjalanan karir Bapak di Inspektorat Jenderal?
maunya jadi auditor tapi saya kebalikannya karena suasana tidak nyaman.
Saya masuk 1989-1993 di Inspektorat Pajak. Kemudian pindah ke Inspektorat Perlengkapan, kemudian masuk menjadi kepala BPT (Bagian Perencanaan dan Tata Laksana. Di perlengkapan pun saya menjadi koordinator untuk pemeriksaan barang modal. Barang modal itu sebenarnya sangat riskan kalau diperiksa betul karena disitu banyak penyimpangan. Lama kelamaan suasana yang saya rasakan saat itu kurang berkenan di hati, saya melihat agak berubah, tidak nyaman menjadi auditor. Suasananya tidak seperti keinginan saya, banyak halhal kok seharusnya tidak seperti ini. Akhirnya saya memilih menjadi kepala BPT saat diminta. Orang
Dari 1993 lalu tahun 2004, di BPT saya bertugas di sekretariat membuat rencana, bagian perencanaan dan tata laksana. Disitu saya nyaman. Saya mengatur semua termasuk yang mengatur Inspektur. Terkadang teman-teman itu memilih ingin memeriksa ke suatu tempat, saya jadi curiga. Koordinatornya pun tidak bisa mengendalikan keinginan timnya. Akhirnya saya yang menghadapi, saya di kritik, saya diancam oleh teman-teman sendiri. Mereka menantang saya. Inspekturnya sendiripun tidak begitu konsern mengaturnya. Tapi saya tidak gentar, silakan mereka mau apain saya, yang penting saya benar. Berarti ini ada sesuatu
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
27
Wawancara yang tidak baik kan, mereka memaksakan kehendak seperti itu. Saya potong itu, kalau berturut-turut mereka memeriksa di objek yang sama itu akan menimbulkan integritasnya terganggu. Setelah saya di BPT timbul ada reformasi birokrasi tahun 2005. Nah itulah dibentuknya Inspektorat Bidang Investigasi tahun 2004. Saya tidak mau menjadi inspektur, saya nyaman di BPT. Namun karena perintah pak sekretaris, saya disuruh untuk mengikuti tes sebagai auditor di IBI karena perintah ya saya jalankan. Akhirnya saya di testing ternyata saya lulus. Bakat saya rupanya disitu, jadi yang masuk IBI itu benar-benar intergritasnya. Nah setelah itu tidak tahu bagaimana diangkatlah saya menjadi inspektur V yang menangani perbendaharaan dan barang modal lagi. Nah disitu juga sama, saya bisa memunculkan temuan terbesar lagi. Dulu saya hanya selevel sebagai ketua tim, sekarang keputusannya ada di saya sebagai inspektur, sebagai decision makers. Saya makin berani saja kan ya. Saya atur timnya, saya sudah mengenal orang-orangnya. Jadi kan semua karena saya inspekturnya jadi clear begitu. Akhirnya teman-teman juga bisa muncul, bagus-bagus. Waktu saya jadi inspektur II, awalnya saya juga dianggap saya retorika saja tapi seiring berjalannya waktu, orangorang jadi tahu sendiri, jadi respek. Perjalanan di inspektur II sama saja tidak ada bedanya. Dan sekarang saya di Inspektorat VII.
Bagaimana suka-duka selama bekerja di Inspektorat Jenderal ini? Dukanya, kadang-kadang saya harus pergi jauh berhari-hari meninggalkan keluarga. Tapi, khawatir juga sebetulnya kalau jauh, naik pesawat. Banyak orang yang menilai seolah-olah saya ini masih ekstrim. Tapi tidak apa-apa setelah beliau paham, mereka akan melihat dan merasakan sendiri. Saya sering diteror berulang kali. Sebelum adanya reformasi birokrasi itu ada. Kadang ada yang ingin bicara 4 mata, saya mintanya dikantor saja tapi tidak ada yang muncul padahal sudah saya siapkan peralatan rekaman itu. Kecuali sayanya masih bermain-main.
28
Waktu saya berhadapan dengan pajak itu, karena ternyata saya sendiri kekhawatiran seolah-olah ingin digeser dan diganti itu ya ada juga. Saya di tolol-tolol juga disitu. Tapi ya memang harus seperti itulah, kita baru bisa maju. Tapi disitu saya menginginkan ketenangan saya. Saya lebih mendekatkan diri pada yang maha kuasa. Ditantang seperti itu saya semakin dekat kepada yang maha kuasa. Maka keimanan saya juga makin kuat jadinya. Kepada siapa kita mengadu kalau bukan kepada Yang Maha Kuasa. Atasan juga tidak ada progresnya. Jadi satu-satunya jalan ya tetap berserah diri. Tapi disitu kelebihannya adalah saya lebih tenang, sampai sekarangpun masih tenang-tenang saja. Pada waktu saya di IBI, yang pertama kali pasal 34 diterapkan di Itjen, saya menjadi pengendali teknis mimpin di pajak. Begitu ada kasus pademangan yang ada restitusi fiktif, bu menteri itu ingin IBI mencermati di pajak masalah itu. Ibi biasanya turun kalau ada kasus, nah karena ada perintah ini, orang pajak ada yang tidak setuju. Kan tidak ada kasus kenapa IBI turun? Karena IBI itu sangat disegani betul, saya mimpin langsung. Akhirnya dimunculkan pasal 34 bahwa yang berhak memeriksa pajak adalah aparat pajak. Yang dulunya sejak saya di Itjen tidak ada itu pasal 34, normal-normal saja itu. Nah disitu-situ yang akhirnya dapat terungkap sekarang. Saya sebagai pengendali teknis yang membawahi ketua timnya pak Sopandi Arifin. Pak Sopandi sebagai ketua tim direktorat data pengelolahan informasi pajak. Pak Ali Rosidi di sekretariat direktorat jenderal pajak. Pak Agus Sarwodi itu sebagai pemeriksa di direktorat pemeriksaan pajak. Jadi kita ambil yang top-topnya. Jadi direktorat pemeriksaan pajak itu yang memeriksa pajak, namanya karipparaksa. Itu yang memeriksa perusahan-perusahan besar seluruh Indonesia itu di Kantor pusat. Begitu kita masuk di pengelolahan data kan masuk semua. Setelah tahu begitu, semua ketakutan, makanya muncul pasal 34 itu. Itu yang membuat pemeriksaan pajak agak mandul. Sukanya, setelah waktu saya awal-awal proses tadi, akhirnya saya bisa menikmati sekarang ini. Dari banyak senior-senior saya yang tidak bisa, saya ternyata bisa diangkat sampai jadi inspektur. Dulu ngapain kerja begitu, dicibirin. Dari segi
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Wawancara materi mungkin saya dianggapnya tidak ada tapi ketenangan jiwa yang saya dapat. Kawan-kawan yang lain akhirnya pensiun, nah kenimatan itu dirasakan sekarang. Ternyata proses sejak awal itu seiring berjalannya waktu. Ada kalanya orang kan yang di inginkan, “saya lho hebat”, salah itu. Kita bekerja saja sungguh-sungguh, waktu dibicarakan untuk kenaikan jabatan itu kan pimpinan semua yang ada. Waktu saya mau diangkat menjadi inspektur itu kan saya ditanding benar dengan pajak, bea cukai dan yang lainnya. Karena dari mereka tidak ada nada negatif selalu mulus semua. Suatu ketika pernah saya waktu itu meriksa jadi atasan saya, kalau saya tidak betul sudah habis saya. Orang pajak, orang bea cukai banyak menjadi inspektur disini. Pak Permana sendiri orang bea cukai, sampai sini bertemu lagi debat habis-habisan dengan saya. Lalu pak Permana malah jadi salut sama saya.
Menurut bapak, apa yang harus dipegang teguh oleh seorang auditor dalam menjalankan tugasnya? Integritas. Pengalaman di IBI, Nah disitu saya masuk lagi sebagai auditor. Nah pada waktu saya jadi auditor, saya katakan 35 orang, jangan ada dusta diantara kita. Saya tidak mau jika salah satu diantara kita menerima uang. Hancur kita semua. Jadi kita komit betul dari dulu, sepakat dulu, setuju tidak. Jadi setiap ada kasus kita bahas semuanya. Pak Inspektur tinggal terima saja. Jadi banyak kasus-kasus masuk lagi, saya meriksa lagi kan. Ya karena dulu cikal bakalnya begitu ya jadi gampang. Banyak yang bisa kita selesaikan. Sampai pak menteri itu.. Ada salah satu di kantor pajak itu, ada dia itu minta uang 1 milyar, dibuktikan. Saya kebetulan ketua timnya. Tim sebelumnya tidak bisa berhasil itu. Orang-orang sana, walaupun IBI tapi kurang di respek. Lalu saya sebagai timnya atau pengendali teknisnya, saya buktikan betul dan terbukti semua. Orang itu, kepala kantor itu meminta uang 1 milyar, saya punya alat buktinya, teknik saya gunakan, semua heboh itu. Bapak itu yang semula mau diperomosikan tapi karena ada kasus itu akhirnya tidak jadi, malah dicopot jabatannya. Dan itu perintah langsung menteri ke irjen. Irjen itu kadang telepon saya malam-
malam untuk konfirmasi bagaimana kasus-kasus yang sedang ada. Nah disitu, nama inspektorat jenderal tampil ke publik. Orang akhirnya membedakan Itjen dengan IBI. Kenapa beda? Karena mereka sudah tahu bahwa orang-orang IBI pasti memegang tugasnya dengan benar. Jadi, kadang pertanyaan itu “bapak, dari Itjen atau dari IBI?” Begitu tanyanya. Kita sosialisasikan itu kepada seluruh unit eselon 1. Teman-teman saya harapkan juga bisa. Akhirnya IBI itu disetujui menteri keuangan untuk dinaikkan gajinya. Jadi grade temanteman Itjen masih kecil, di IBI sudah besar. Gaji sahabat saya koordinator kelompok itu sudah 2 digit. Tapi ini belum di reformasi birokrasi Itjennya secara lengkap. Tapi sudah dalam proses kementerian keuangan menjadi reformasi birokrasi.
Sebagai seorang Inspektur, bagaimana bapak memotivasi dan meningkatkan kompetensi pegawai di Inspektorat bapak? Selalu saya sebagai inspektur, saya menularkan pengalaman-pengalaman saya. Mengajak teman-teman, kita selalu mencobamencoba lagi. Apalagi saya sekarang sedang belajar S3 kan. Jadi saya bilang sama teman-teman. Orang yang sukses adalah orang yang selalu belajar karena dia yang punya masa depan. Tapi kalau dia tidak belajar, selesailah kemampuan dia sampai disitu. Kalau anda ingin sukses selalu belajar. Kursus bahasa inggrispun bareng pelaksana ya tidak masalah yang penting ilmunya. Selesai S3 inipun saya disiapkan menjadi dosen mengajar dalam bahasa inggris. Nah berarti saya harus terus belajar. Kebetulan saya kan jadi inspektur VII. Nah ini penerapan kode etik seharusnya berjalan sebagaimana mestinya. Makanya kebijakan saya adalah tim masing-masing inspektur itu turun, inspektorat VII turun melihat, bagaimana auditor itu menerapkan kode etiknya di lapangan. Dan untuk mengawasi inspektorat VII sendiri ini, saya kan punya kewenangan, bisa telepon, konfirmasi ke auditi, atau bahkan datang langsung. Jadi, tim ini pulang, inspektorat VII masuk, lalu saya masuk mengawasi sendiri. Semua kenal semua jadi dengan mudahnya saya mengawasi. Bilamana perlu saya
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
29
ex-auditor turun langsung kesana. Jadi itu saya menekankan betul, karena begitu satu inspektorat jenderal itu terbebani buat saya. jadi harus dihukum yang bersalah, dikenakan sanksi, kalau perlu dengan SK. Dulupun saya pernah menghukum orang Itjen sendiri jadi “jeruk makan jeruk” kata orang. Ada resiko karena teman sendiri. Tapi saya merasa ini harus saya tegakkan. Kita bekerja dengan objektifitas jangan dengan subjektifitas. Itu dulu pernah saya lakukan, jadi kawan sendiri masuk kemudian di tugaskan di inspektorat jenderal, ada laporan. Saya harus lakukan dan melapor secara detail kepada pimpinan.
ditangkapkan yang di Surabaya. Kebetulan lagi. Dan setiap saya turun, di bandara atau dimana. Orang bea cukai selalu mereka yang urus semua. Tapi saya tidak mau, saya kembalikan lagi apa yang sudah mereka keluarkan. Sederhana kan itu tapi kita harus tetap menjaga intergritas kita. Tapi jangan over acting juga di depan mereka. Kadang orang bea cukai itu sampai nganter saya di pintu pesawat itu. Petugasnya tapi, Kakanwilnya sampai disitu saja. Nah sudah saya siapkan itu uangnya, pas tinggal berdua, saya kasih itu uangnya. Kita paksa biar mereka mau terima. Itu bagian yang sederhana tapi penting. Di Inspektur VII, kan karena saya sudah tahu persis di inspektorat-inspektorat itu bagaimana. Berarti buat saya bukan suatu hal yang berbeda. Jadi menurut saya, lebih senang karena lingkupnya sudah kenal semua dan dengan gaya saya tadi. Saya sudah merencanakan kalau tim ini masuk saya akan masuk dan turun sendiri. Jadi betul-betul terkendali.
Bagaimana pengalaman Bapak di tempat baru? Bagaimana pendapat bapak tentang mutasi dari Inspektur II menjadi Inspektur VII dengan audite dan fokus pemeriksaan yang berbeda? Waktu di Inspektorat II kan menangani bea cukai, nah di situ saya berkonsentrasi kepada bea cukai supaya berjalan dengan baik. Saya adalah inspektur yang mungkin setiap bulan datang ke bea cukai kemudian membicarakan dengan bea cukai. Kemudian disitu setiap bulan juga kalau ada masalah, saya laporkan. Itu dengan seluruh direktur dan dirjen, rapat inti. Yang pembahasan IKU, kita selalu hadir. Nah disitu jika ada sesuatu yang ingin saya sampaikan, saya utarakan. Suatu ketika pernah saya utarakan bahwa bea cukai ini masih ada korupsi. Lalu kemudian saya harus kembali rapat di Itjen, kemudian disitu dibahas dan saya di peringatkan untuk jangan hanya berbicara saja.
Saya lebih senang justru kita harus mengembangkan bagaimana Itjen ke depannya lebih baik lagi. Dan wawasan saya tidak hanya didulukan bea cukai melulu. Sekarang malah harus semuanya. Karena dari Inspektorat VII ini sebagai cikal bakal mewujudkan ide-ide yang bagus supaya ada perbedaan ada inovasi-inovasi. Saya lebih senang justru kita harus mengembangkan bagaimana Itjen ke depannya lebih baik lagi. Dan wawasan saya tidak hanya didulukan bea cukai melulu. Sekarang malah harus semuanya. Karena dari Inspektorat VII ini sebagai cikal bakal mewujudkan ide-ide yang bagus supaya ada perbedaan ada inovasi-inovasi. (KIN/GUS/DIT)
Kebetulan seminggu kemudian, tertangkaplah kepala kantor yang di Juanda. Jadi begitu, Allah memberikan jalan buat saya. tapi saya merasakan pasti ini ada yang tidak beres. Tapi saya tembak saja waktu itu. Tapi
30
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
ex-auditor
“Kalau kita mencoba, pasti akan ada jalan keluar”
K
utipan yang masih terngiang di telinga auditoria ketika menulis artikel ini. Melalui semangat yang terpancar itulah tergambarkan sosok yang akan menjadi ex-auditor kali ini. Siapakah profil ex-auditor kali ini? Seseorang yang sangat ramah, pribadi yang serius tapi juga bisa santai. Membaca dari biodata diri yang auditoria terima, beliau merupakan lulusan STAN yang sangat teratur dalam melanjutkan jenjang pendidikan. Dan juga seseorang yang tidak pernah melewatkan kesempatan yang ada. Dengan bermodalkan kamera dan perekam suara, auditoria menemui sosok yang akan digali sepotong cerita mengenai perjalanan hidupnya.
Melihat dari data pendidikannya, sepertinya Bapak sangat senang belajar? Belajar bisa dimana dan kapan saja kan. Tapi jika yang dimaksud dengan jenjang pendidikan formal, ya saya
memanfaatkan fasilitas yg disediakan kementerian. Dengan adanya beasiswa, kesempatan selalu terbuka, seiring dengan datangnya kesempatan itulah akan selalu saya coba untuk dapatkan. Jika dilihat lebih dalam, sebenarnya banyak dikarenakan kebetulan, misal sekolah ke luar negeri itu tidak direncanakan. Saya melihat berbagai peluang, namun dikarenakan kita berusaha sendri, saya merasa mendapatkan kesulitan untuk sekolah ke luar negeri, sebagian besar karena tidak dizinkan. Kalau sekarang kan berbeda, kita sebagai atasan lebih medorong. Kesulitan tidak hanya ketika ujian master, ketika mengambil doktor juga sama. Berbagai cara ditempuh dan akhirnya bisa juga ikut beasiswa. Jadi artinya kalau kita mencoba, pasti akan ada jalan keluar.
Bagaimana perjalanan karier Bapak? Saya merupakan lulusan dari DIII STAN Akuntansi tahun 1987, kebetulan saya mendapatkan
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
31
ex-auditor bagian perencanaan dan keuangan, kemudian saya dipercaya menjadi Plt untuk tugas Kabid Pelaporan. Pada tahun 2006, saya ditawarkan pindah ke BKF.
Pekerjaan Bapak di BKF sekarang?
penempatan di Itjen Kemenkeu. Kemudian sempat menjadi auditor junior di bidang perlengkapan, hingga saya masuk kembali ke program DIV akuntan tahun 1990. Pada saat bekerja di bidang perlengkapan itu saya sudah dipercaya oleh pimpinan untuk ikut menangani kasus-kasus besar. Menariknya walaupun pada masa itu saya termasuk pegawai karbitan tapi kita cepat belajar, karena pada masa itu auditor seniornya relatif sering menyerahkan pekerjaan ke yang muda-muda. Meskipun auditor junior, tetapi mulai dari proses audit, temuan hingga sampai jadi laporan itu saya yang mengerjakan. Tetapi dari situlah kita berterimakasih karena kita jadi belajar banyak tentang permasalahan, penanganan audit, cara menentukan temuan, dll. Dalam prosesnya saya sering mendapat ketidaksepahaman dengan auditi. Namun saya kira itu seni ya, tidak mudah menjelaskan kepada auditi yang kita periksa. Kita juga belajar dalam hubungan manusia, kita harus memaklumi kendala yang ada di lapangan. Auditor itu tidak hanya melihat kondisi tapi juga menggali kondisi yang terjadi. Katakanlah temuan itu harus dilihat apakah kesengajaan ataukah tidak. Apakah faktornya karena lingkungan dari auditi kita. Meskipun sebentar, dari situlah saya mendapat pelajaran penting tentang menjadi auditor.
Di BKF saya mulai tahun 2006, waktu itu diminta untuk menangani PKSI (Pusat Kerjasama International). Pada waktu itu hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat menarik, karena saya akan bekerja di tempat yang berbeda lingkungannya. Dari audit menjadi wakil dari Kementerian Keuangan di internasional. Awalnya pimpinan menugaskan saya, dan saya berterima kasih kepada Pak Agus Muhamad yang mendorong saya serta menawarkan saya untuk promosi di unit lain. Dan ternyata saya dipercaya lagilagi jadi Plt karena pangkat saya tidak memenuhi, bahkan sampai sekarang. Kemudian, selama tiga tahun saya di PKSI itu bisa dikatakan waktu saya habis di luar negeri karena banyaknya agenda sidang dan forum international yang Kementerian Keuangan harus ikuti. Kemudian tahun 2009, saya dipercaya untuk menjadi Alternate Executive Director for South East Asia Voting Group di World Bank Washington selama dua tahun. Allhamdulillah selalu diberi kesempatan untuk mencoba berbagai macam profesi. Kemudian baru tahun kamarin kembali ke Kementerian Keuangan ini.
Berapa lama Bapak menjadi auditor? Saya menjadi auditor selama tiga tahun di masa ajun, terus setelah selesai sekolah di tahun 1993 saya menjadi auditor lagi sampai tahun 1996. Kemudian tahun 1996-1997 saya sekolah lagi. Kemudian setelahnya saya menjadi auditor selama 2 tahun. Di tahun 2003 setelah dari pendidikan S3, saya sudah tidak jadi auditor lagi. Jadi klo d itung2 saya jadi auditor sekitar tujuh sampai delapan tahun, sepertinya lebih lama pendidikannya ya. Setelah sekolah S3 itu, saya masuk di sekretariat di
32
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
ex-auditor Bagaimana cerita Bapak selama di Itjen? Ketika saya menjadi auditor, saya mempunyai kesempatan untuk mengunjungi banyak tempat di tanah air. Bahkan waktu itu auditnya sampai ke seluruh Indonesia, yang jelas mungkin seluruh pulau besar sudah saya kunjungi tetapi kalau propinsi belum semuanya. Di setiap propinsi memiliki karakteristik masing-masing, ini juga bagus untuk teman-teman khususnya saya. Kita menjadi tahu, melihat dan bisa merasakan sendiri bahwa Indonesia itu memang benar-benar luas. Terdiri dari berbagi perbedaan culture budaya, dari segi tingkat pembangunannya juga berbeda. Sehingga kita tidak hanya mengaudit ke daerah tapi kita juga tidak bisa lepas dan harus melihat karakteristik teman-teman kita yang ada di daerah tersebut. Jadi auditor juga harus memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai jenis culture. Pengalaman saya di Itjen membantu saya untuk bertugas di luar negeri. Alhamdullillah sampai sekarang sudah lebih dari 50 negara yang saya kunjungi. Nah di situ juga masing-masing negara berbeda masyarakat dan budayanya. Filosofi pun berbeda. Pengalaman di Itjen jelas membuat wawasan kebangsaan kita terbentuk. Mensyukuri anugerah Yang Maha Kuasa atas kemampuan bangsa ini untuk bersatu dan kita juga perlu memperkuat tali ikatan dari waktu ke waktu agar bangsa ini
tetap bersatu. Sebagai auditor junior, kita harus banyak belajar karena di masa lalu itu pekerjaan itu banyak diberikan kepada auditor junior. Sehingga kalau kita tidak pintar-pintar memanfaatkan, sangat disayangkan. Oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan kualitas audit kita dalam bekerja. Kalau saya melihatnya positif saja, semakin ditambah beban pekerjaan semakin banyak pengalaman dan belajar. Kadang-kadang tidak melakukan audit tapi diminta bikin laporan, yang mengaudit siapa yang bikin laporan siapa. Tapi itu semua saya anggap sebagai proses pembelajaran. Kemudian kisah yang menarik lainnya adalah ketika dihambat untuk ke luar negeri oleh struktural Itjen. Namun akhirnya saya mensyukuri pemimpin dapat mengerti dan mengabulkan juga. Kan manfaatnya semata-mata tidak hanya untuk Itjen tapi juga sekarang ini untuk satu Kementerian Keuangan secara keseluruhan.
Pendapat Bapak tentang Itjen yang dulu dan sekarang? Sejak 2003-2006, saya dan teman-teman itu mencoba melakukan pendekatan reformasi audit. Jadi kita mencoba untuk meningkatkan kualitas audit kita dan juga untuk menajamkan fokus dari auditi kita. Pada waktu itu saya juga dipercaya untuk bersama temanteman membentuk Inspektorat Bidang Investigasi (IBI). Dan juga meningkatkan kapasitas auditor kita dengan training luar negeri. Jadi sebenarnya saya sudah nyaman pada waktu itu untuk berbakti di Itjen karena begitu banyak program dan juga kegiatan reformasi audit yang kita lakukan bersama, serta hal ini di dukung oleh pimpinan. Banyak hal yang telah kita capai, meskipun lambat tapi toh akhirnya tetap jadi, mulai dari membuat kode etik pegawai Itjen, IBI juga terbentuk. Itjen mempunyai IBI yang kuat termasuk juga dengan remunerasinya yang bagus. Setelahnya kita merintis Risk Management yang sekarang sudah menjadi program utama Itjen. Kita juga mulai memperkenalkan Certified Internal Auditor (CIA) juga Certified Information Systems Auditor (CISA), pokoknya macam-macam. Dari sisi kapasitas saya yakin teman-teman mampu. Mau belajar dan mengikuti perkembangan audit, pasti mampu. Nah tinggal mereka juga harus berani terjun pada semua level. Harusnya memang Inspektorat Jenderal mempunyai kemampuan melakukan audit dan memahami unit-unit lain bagaimanapun kompleksnya itu. Jadi saya yakin sekarang sudah
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
33
semakin baik tentunya, banyak yang mengerti. Apalagi sejak Kementerian Keuangan menerapkan reformasi birokrasi termasuk juga remunerasi kemudian juga disiplin yang ketat. Lingkungan itu sudah pas untuk yang saya sebutkan tadi yaitu reformasi audit. Sekarang ini sudah dilakukan dan pimpinan juga memberikan kepercayaan kepada Itjen, apalagi sekarang di setiap unit eselon 1 harus punya unit pengendalian internal.
mendorong Inspektur Jenderal untuk terlibat dalam G20. Pada saat itu Irjennya adalah Bapak Hekinus Manao yang memiliki pengalaman dan berkapasitas dengan profesi akuntan dan pasar modal. Sehingga beliau bisa dipercaya menjadi Deputi Menteri untuk G20. Saya banyak terlibat kaitannya dengan program International khususnya G20 karena pak Hekinus Manao dan teman-teman selalu berkomunikasi dan aktif di forum-forum.
Bagaimana pandangan Bapak tentang Itjen sebagai sisi luar dari Itjen?
Pesan Bapak terhadap pegawai muda Itjen sekarang?
Saya lihat Itjen sudah mengadopsi pendekatan audit modern, seperti tadi Risk Management sudah mulai dilakukan. Itjen menjadi partner untuk pengendalian internal Kementerian Keuangan, juga keterlibatan Itjen lainnya terkait penerapan kode etik, serta berjalannya dengan IBI, saya yakin sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Hanya mungkin tidak ada sesuatu yang sempurna jadi artinya upaya untuk peningkatan kapasitas itu perlu. Jadi nasionalisme harus semakin meningkat, kemudian juga pemahaman teman-teman auditor untuk tiap unit harus semakin komperehensif. Juga kemampuan mengantisipasi kalau terjadi ancaman terhadap reputasi Kementerian Keuangan. Itu juga bisa dilihat dari tergabungnya anstisipasi dan simpatik. Ini yang mungkin perlu dilakukan Itjen. Sebagai individunya perlu ditingkatkan juga kemudian fokus kepada audit harus lebih tajam dan sesuai dengan kebutuhan pimpinan, juga sesuai dengan prioritas.
Inspektorat Jenderal harus independen termasuk yang berkaitan dengan pemeriksaan, demikian juga dengan pengawasan eksternal yang hubungan komunikasinya berbeda. Jadi saya berharap Itjen menjadi independen dan bebas dari kepentingan dan juga mampu memberikan rekomendasi yang sifatnya antisipatif. Lebih kepada antisipatif kepada yang sudah terjadi, supaya kesalahan dan kekurangan tidak terjadi lagi serta semoga kekurangan itu dapat diminimalisasi. Itjen juga harus melaporkan kepada pimpinan yaitu Menteri Keuangan terhadap resiko yang bakal terjadi kalau berbagai program tidak dilakukan. Misalnya masalah disiplin pegawai yang melanggar kode etik, itu menjadi prioritas utama apalagi Menkeu menjadi salah satu leader, pendorong dari reformasi birokrasi. Sebagai leader reformasi birokrasi di pemerintahan, kita memang harus bisa meyakinkan bahwa memang reformasi birokrasi itu bermanfaat dan berhasil. Salah satu contohnya adalah tindakan indisplinernya diminimalkan, pelayanan kepada masyarakat dimaksimalkan, peran Kementerian Keuangan dari sisi penerimaan dan pengeluaran negara bermanfaat dan terukur. Kepada konsumen misalnya semakin baik dan sistem informasi dalam penerimaan dan pengeluaran negara semakin tepat waktu dan berkualitas, hal tersebut harus dipastikan. Karena mau tidak mau Kementerian Keuangan menjadi kementerian yang sangat central di dalam memastikan bahwasanya target-target pembangunan itu tercapai. Diantaranya, perekonomian tinggi, pengentasan kemiskinan kemudian juga penyediaan lapangan
Selama tidak lagi di Itjen dari tahun 2006, apakah Bapak pernah berhubungan dengan Itjen sebagai partner kerja? Kalau berhubungan itu pasti karena banyak teman-teman, mungkin beberapa teman juga satu persatu sudah pensiun. Tapi kalau dari sisi tugas tentu kita juga berupaya kalau ada program yang terkait dengan Itjen, program International pasti Itjen kita undang. Misal yang sekarang terus berlangsung ya katakanlah Bank Dunia. Kemudian pada saat saya menjabat sebagai Kepala Pusat Kerjasama International, kita waktu itu
34
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
kerja juga dukungan terhadap perubahan iklim terhadap lingkungan. Peran Kementerian Keuangan itu sangat besar dan itu harus bisa tercapai. Dan itu berarti Kementerian Keuangan harus mampu mencapai target permintaan sesuai harapan, memperlakukan pengguna jasa kita lebih adil dan lebih baik. Wajib pajak banyak yang sadar membayar kewajibannya tepat waktu dan sesuai ketentuan. Dan juga terimplementasi ke dalam pembangunan untuk hasilnya. Pembayar pajak tentunya ingin fasilitas semakin baik, kemacetan berkurang, bisnis semakin meningkat kualitasnya. Nah itu harus mampu diwujudkan oleh Kementerian Keuangan. Menurut saya Itjen berperan penting agar target utama dari pembangunan ini bisa dilakukan oleh Kementerian Keuangan.
Ada keinginan Bapak untuk kembali ke Itjen? Jika ada kesempatan atau ada perintah dari pimpinan untuk kembali ke Itjen ya harus dilaksanakan, kenapa tidak. Tapi kapasitasnya sudah kurang memadai, sudah lama tidak belajar atau berkecimpung dengan dunia audit. Sekarang banyak kepada kebijakan dan negosiasi posisi Indonesia di forum internasional. Tapi jika ditugaskan pimpinan, kenapa tidak mau.
Ada hal-hal lain yang ingin Bapak sampaikan? Kalau melihat Itjen sekarang peranannya semakin meningkat dalam memastikan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan. Jadi dari waktu ke waktu tantangan audit juga semakin besar dan juga keinginan terhadap iming-iming yang diperiksa juga semakin tinggi terhadap peranan Itjen. Jadi rekomendasi yang diinginkan juga semakin meningkat kualitasnya dan dapat digunakan
oleh auditi dan pimpinan. Sehingga menurut saya, teman-teman Itjen harus meningkatkan kemampuan pekerjaannya. Saya yakin semakin kita meningkatkan kualitas pekerjaan kita dan tiap-tiap auditi merasakan manfaat Itjen maka pada saat itulah sasaran Itjen tercapai. Namun jika stakeholder kita masih merasa output dari Itjen masih belum optimal, maka peranan dari Itjen masih belum optimal bagi auditi. Rekomendasi dari Itjen itu bisa mendorong auditi secara sadar melaksanakan rekomendasi tadi. Menurut saya fokus utama pada pembinaan daripada hukuman. Saya yakin dengan reformasi birokrasi yang kita lakukan ini, kesengajaan itu resikonya dapat diminimalkan. Di sini auditor Itjen juga harus mampu memahami tupoksi daripada unit yang diperiksanya. Profesionalisme harus ditingkatkan, tentu saja kita semua menginginkan Itjen itu menjadi Itjen yang kredibel dan bisa nge-link dengan Itjen-Itjen Kementerian lainnya. Dipercaya oleh unit eksternal lainnya dan juga oleh yang diperiksa. Walaupun menurut saya cukup berat karena kompleksitas dari Kementerian Keuangan, tetapi seharusnya tingkat kepercayaan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Apalagi sekarang Itjen sudah terlibat dalam audit kebijakan. Meningkatkan kapasitas auditor dengan mengikuti seminar-seminar yang narasumbernya berkredibel juga. Saya sangat yakin Itjen bisa menjadi unit pengawasan internal yang memiliki kapasitas internasional, terdepan dan dipercaya oleh stakeholder.
Bisa cerita sedikit tentang Keluarga Bapak? Kebetulan istri juga alumni STAN, ‘witing tresno jalaran soko kulino’. Beliau bekerja di DJP tapi mencoba berkarier di Perbankan. Anak saya masih remaja, ada yang SMA, SMP dan SD. (DEM/ KIN)
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
35
SpeakOut
We Speak.. Jimmi Laputolo (Kasubbag Subbag Assesment dan Mutasi Pegawai)
K
ami di Bagian Kepegawaian bekerjasama dengan Subbag Organisasi BOT dalam penyusunan uraian jabatan (urjab), usulan penyesuaian grading dan reorganisasi itjen. Selama ini tidak ada masalah signifikan yang dihadapi, kita itu saling membantu. Jadi memang perlu kerja sama yang lebih erat agar tujuan penyusunan job description bisa lebih pas.
Saya rasa grading untuk pegawai maupun pejabat di Itjen itu memang masih lebih rendah dibandingkan kualifikasi dan beban kerja yang kita miliki, sehubungan posisi dan tanggung jawab Itjen yang demikian besar. Saya mengharapkan Subbag Organisasi dapat mengupayakan negosiasi dengan Biro Organta agar grading pejabat maupun pelaksana di Itjen ini bisa seimbang dengan tanggung jawab dan kualifikasinya, sehingga mereka lebih termotivasi dan terapresiasi. Jika seandainya terbentur ketentuan? Ya kalau memang tidak menyalahi saya kira masih bisa, karena kan sebenarnya perubahan dari PMK Nomor 100/PMK.01/2008 ke PMK Nomor 184/PMK.01/2010 tidak ada perubahan yang signifikan untuk grading. Jadi kami berharap negosiasi yang dilakukan lebih alot untuk mempresentasikan kenapa kita memang berhak untuk mendapatkan apa yang seharusnya.
Syarifuddin ( Kasubbag Perbendaharaan)
S
ebelum disini kebetulan saya pernah ditempatkan di Subbagian Ketatalaksanaan BOT yang mengurusi antara lain: BSC. RM, ABK, Legal Drafting, Reformasi Birokrasi dan Sertifikasi ISO. Karena BOT mengkoordinasikan semua unit di Itjen, jadi bisa dibilang secara umum BOT itu jantungnya Itjen dalam hal manajerial.
Untuk masalah Urjab, WI dan SOP, Bagian PK berkomunikasi dengan Subbag Organisasi BOT. Kontrak Kinerja, kami berhubungan dengan Subbag Ketatalaksanaan. Kalau dengan Subbag Pelaporan, kami gak secara langsung berhubungan, disini kami yang mengumpulkan datanya setor ke Subbag Akuntansi Keuangan Bagian PK lalu mereka yang mengkompilasi dan setor ke BOT. Dalam hal tindak lanjut Laporan Hasil Audit BPK, kami di Bagian PK bekerjasama dengan Subbag ETL. Harapan kedepannya sih, BOT bisa lebih mengkoordinasikan seluruh unit di Itjen agar Itjen dapat lebih baik sesuai ruang lingkup kerjanya. Perlu juga adanya continuous improvement, sehingga hal-hal yang sudah bagus maupun masih kurang dapat terus lebih ditingkatkan lagi.
Yudhy Haryantho (Subbag Pengelolaan Basis Data Internal)
B
agian SIP berhubungan dengan BOT terkait dengan legal drafting dan usulan pembuatan PMK/KMK. Selain itu kami juga cukup intens berkomunikasi dengan teman-teman dari BOT berkaitan dengan SOP. Lalu ada lagi terkait penataan organisasi dimana sempat ada isu, “Bagian SIP akan dibawa kemana” Yang katanya akan ada pemusatan unit IT Kementerian, nah itu juga kami saling berdiskusi dengan mereka.
Teman-teman di BOT dari sisi pelayanan sudah cukup baik, kooperatif dan juga responsif. Namun terkait dengan aplikasi-aplikasi yang digunakan BOT, terkadang kita miskomunikasi. Jadi teman-teman BOT maunya aplikasi seperti ini tetapi informasi itu kadang tidak update atau tidak sampai kepada kami. Komunikasi kita sebenarnya sudah bagus, kita juga sering ada pertemuan subbag gitu - seperti forum kasubbag sebagai tempat diskusi, namun untuk hal-hal tertentu kita perlu bertemu dan membahas langsung. Mungkin dari teman-teman BOT bisa membuat usulan, “Kapan kita ketemu?” ataupun dari kami sebaliknya, kualitas pertemuannya yang mungkin lebih ditingkatkan lagi. (ARH/JOH/PUT)
36
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
SpeakOut
We Listen.. Fitriyani (Kasubbag Organisasi)
T
usi kami antara lain evaluasi organisasi, penyusunan SOP, analisis jabatan output-nya berupa uraian jabatan, evaluasi jabatan output-nya grading. Pekerjaan lain diluar tusi ada 5R-dimana semua pihak terlibat, ISO dan Working Instruction (WI). Karena pekerjaan di subbag ini berkaitan dengan penataan organisasi, tentu saja ada pihak yang sependapat ataupun sebaliknya, sedapat mungkin kami memberikan pengertian. Misalnya yang berkaitan dengan SOP, mungkin saat ini tidak bisa langsung dirasakan oleh teman-teman di Itjen. Namun bila kedepannya SOP sudah menjadi suatu pedoman pelaksanaan tugas maka lama-kelamaan kita akan merasakan pentingnya SOP. Untuk grading, kami sudah mengusulkan kepada Setjen, tapi mereka tidak juga merespon. Jadi saat ini masih diluar kendali kami. Harapan saya kedepannya adalah bisa menyelesaikan usulan atas “grading” tersebut serta menyelaraskan kebutuhan intern organisasi kita dengan tuntutan dari luar.
Ari Sufiyanto (Kasubbag Ketatalaksanaan)
S
ecara garis besar, tugas Subbag Ketatalaksanaan adalah mengelola kinerja, manajemen risiko dan analisis beban kerja. Selain itu masih banyak pekerjaan lain diluar tusi. Kalau dibebankan kepada kami enggak-karena memang kami yang mengembangkan sendiri, misalnya: pengembangan ISO 9001, pengelolaan program Reformasi Birokrasi dan pemenuhan level Internal Audit Capability Model (IACM). Tantangan yang saya hadapi, ternyata untuk mengembangkan dan menerapkan suatu sistem manajemen baru itu tidak mudah, sulitnya dimana? yaitu di change management-nya, perlu dikelola dengan benar agar dapat diterapkan dengan baik. Stakeholders pun seringkali merasa terbebani dengan hal yang baru, sehingga penerapannya lebih mudah jika dimulai dari top management. Salah satu harapan saya kedepannya, yaitu dengan sumberdaya yang dimiliki maka sudah sangat mumpuni bagi Itjen untuk menjadi organisasi yang modern di level internasional.
T
Ibu Etti Dyah (Kasubbag Pelaporan)
upoksi Subbag Pelaporan adalah menyusun laporan akuntabilitas kinerja Inspektorat dan Sekretariat Itjen dan laporan periodik kegiatan pengawasan; pemantauan program dan kegiatan Itjen; serta validasi pengolahan data hasil pengawasan. Laporan-laporan yang dikoordinasi oleh subbag kami yaitu: Progress Report, Flash Report, LAKIP dan Laporan Hasil Rapat Pimpinan. Kami dituntut harus cepat, up-to-date dan menjaga kerahasiaan, terutama dalam pembuatan Flash Report - sesuai dengan namanya harus diselesaikan secara cepat. Pekerjaan lain terkait dengan ISO, 5R, Monitoring dan Evaluasi Kinerja dari DJA & Bappenas, Pemantauan dan Tindak Lanjut Hasil Rapat Pimpinan tingkat Itjen dan Kementerian, dll. Saya merasa senang jika pelayanan yang kami berikan dapat memuaskan semua pihak, harapan saya kedepannya sih agar ada aplikasi yang dapat berfungsi sebagai database terintegrasi, sehingga para stakeholders kami dapat mengakses aplikasi tersebut kapan saja, untuk melihat dan meng-upload data yang sama dan paling update. (ARH/JO/PUT)
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
37
KANG JEJEN
38
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Ragam Pengawasan Audit Operasional Berbasis Risiko Oleh: Nur Cahyo Ari Wibowo, M. Herwindo Hermawan, Awan Gundita, M. Gilang R., dan Romas Adi Saputra
Pendahuluan Dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas organisasi, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan (Itjen) melaksanakan berbagai program pengembangan bagi para pegawainya. Program pengembangan profesi tersebut mencakup program pendidikan, pelatihan, serta program magang. Diharapkan, output dari berbagai program tersebut dapat bermanfaat positif bagi organisasi Itjen, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu program pelatihan yang diikuti oleh personil Itjen di tahun 2011 adalah pelatihan (training) Audit Operasional Berbasis Risiko (Risk Based Operational Auditing). Pelatihan tersebut memberikan gambaran konseptual sekaligus praktis mengenai audit operasional berbasis risiko. Artikel ini disajikan sebagai ringkasan dari materi yang diterima tim penulis selama mengikuti pelatihan tersebut. Konsepsi audit berbasis risiko maupun audit operasional bukanlah hal yang baru dalam dunia audit intern. Itjen sendiri telah menerapkan konsep-konsep tersebut dalam tugas-tugas pengawasan yang dilaksanakannya. Namun demikian, sebagai materi yang diterima selama pelatihan, sekaligus sebagai pembanding dan bahan evaluasi, kiranya materi dimaksud relevan untuk disajikan. Selain itu, pelatihan juga memuat materi mengenai implementasi praktis audit operasional berbasis risiko. Meskipun sebagian besar materi diperuntukan pada proses bisnis di sektor privat (profit oriented), namun beberapa materi cukup relevan untuk diimplementasikan –dengan penyesuaian- oleh Itjen selaku organisasi audit intern Kemenkeu disajikan pada bagian akhir artikel ini1. Catatan: uraian selengkapnya mengenai audit operasional berbasis risiko pada berbagai area yang relevan dengan Itjen disajikan dalam Laporan Hasil Kegiatan yang telah disampaikan kepada Sekretariat Inspektorat Jenderal.
1
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
39
Ragam Pengawasan Latar belakang Organisasi di era modern kini menghadapi tantangan yang semakin meningkat serta bervariasi. Tantangan yang dihadapi organisasi kemudian berimplikasi pada tuntutan yang juga semakin meningkat bagi auditor intern. Mau tidak mau, auditor intern juga dituntut untuk menyesuaikan peran yang diembannya. Perubahan peran yang dimaksud adalah perubahan peran auditor intern yang tidak hanya fokus pada audit atas ketaatan (compliance) namun beralih menjadi mitra kerja (business partner) bagi seluruh organisasi. Secara ringkas, perubahan peran dimaksud dapat diilustrasikan sebagimana disajikan pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Perbandingan Ringkas Peran Auditor Tradisional
Masa Depan
Retrospective (fokus ke masa lampau)
Forward looking (fokus ke masa depan)
Bersifat detektif (mendeteksi kesalahan)
Bersifat preventif (mencegah kesalahan)
Control driven (mengacu pada pengendalian yang harus ada )
Risk based (mengacu pada risiko yang harus dikelola)
Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Pricewaterhouse Cooper pada tahun 2010, terungkap kebutuhan/tuntutan bagi auditor intern untuk semakin meningkatkan relevansinya bagi organisasi. Dari survey tersebut juga terungkap beberapa atribut yang harus mampu dipenuhi oleh auditor intern dalam menghadapi tuntutan yang semakin meningkat antara lain: a) Optimalisasi penggunaan teknologi (terutama teknologi informasi dan komunikasi), b) Mendorong inovasi dan peningkatan kualitas dalam organisasi, c) Menyelaraskan tujuan internal audit dengan ekspektasi dari stakeholder, serta d) Mendorong timbulnya “budaya melayani” dalam pelaksanaan tugas dan fungsi internal audit. e) Menggunakan pendekatan dan metodologi manajemen risiko (enterprise risk management) dalam perencanaan audit; f) Menggunakan sumber daya eksternal (outsourcing atau co-sourcing) untuk membantu internal audit dalam memenuhi ruang lingkup tanggung jawabnya maupun untuk meningkatkan
40
efektivitas hasil; g) Meningkatkan efisiensi proses internal audit melalui pemantauan berkelanjutan (continous monitoring) dengan memanfaatkan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK); serta h) People focus2, dengan menyadari bahwa orang (people) memegang peranan sentral bagi suatu proses dalam organisasi.
Audit Operasional Karakteristik utama dari audit operasional antara lain: a) Audit operasional umumnya fokus pada (ketersediaan dan kecukupan) kebijakan, prosedur, rencana (plan), pengendalian, tanggung jawab dan pengambilan keputusan di area/fungsi tertentu dari organisasi (bersifat spesifik); Implementasi dari konsep ini dalam tataran praktis misalnya: dalam perancangan sebuah mekanisme pengendalian (control) sebagai mitigasi atas suatu risiko, internal audit tidak hanya fokus pada perancangan hard control yang memadai, namun juga memastikan bahwa proses internalisasi juga telah dilaksanakan secara memadai, sehingga hard control yang diimplementasikan sejalan dengan kesadaran dan pemahaman yang baik atas perlunya hard control tersebut
2
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Ragam Pengawasan b) Kriteria yang dijadikan acuan merupakan kesepakatan antara auditor dan auditan, selain itu, hasil dari perbandingan antara kondisi dan kriteria adalah “good vs bad”, bukan “benar vs salah”. Dari hasil perbandingan, bahkan kriteria bisa menjadi obyek yang dievaluasi; serta c) Sasaran utama dari audit operasional adalah 6 “E”, yaitu: efektivitas, efisiensi, ekonomis, ekuitas (equity, yaitu keadilan), lingkungan (environment, yaitu bertanggung jawab terhadap
kesinambungan lingkungan), serta etika (sikap dan perilaku manajemen maupun staf yang sesuai dengan etika moral dan formal yang berlaku).
Audit Berbasis Risiko Langkah pertama dari audit berbasis risiko adalah penilaian tingkat kematangan manajemen risiko oleh auditor intern. Hasil dari penilaian tersebut menjadi acuan dalam implementasi audit berbasis risiko selanjutnya. Langkah-langkah penilaian tingkat kematangan manajemen risiko adalah sbb: a) Melakukan diskusi dengan manajemen senior untuk menggali informasi mengenai pemahaman dan tingkat implementasi manajemen risiko dalam organisasi; b) Mendapatkan informasi (bukti) mengenai pelaksanaan dan dokumentasi dari proses manajemen risiko yang berlangsung; c) Membandingkan informasi yang diperoleh dengan acuan (misal: klasifikasi tingkat kematangan menurut IIA, BPKP, dsb); serta
kematangan manajemen risiko auditi, dengan tetap melaksanakan audit dengan mengacu pada pertimbangan lain.
Audit Operasional Berbasis Risiko Fokus utama audit operasional adalah perbaikan proses bisnis; baik dari sisi proses, output, maupun kriteria; dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Adapun penilaian risiko berguna selama proses audit, antara lain pada saat menentukan fokus, prioritas, dan jumlah objek audit serta frekuensi pelaksanaannya, menyusun program kerja audit, dan menetapkan kriteria permasalahan yang layak diangkat dalam laporan hasil audit. Oleh karena itu, audit operasional berbasis risiko merupakan audit yang dilaksanakan untuk memperbaiki proses bisnis pada area yang spesifik, dengan mengacu pada penilaian risiko yang dipandang paling material dalam menghambat pencapaian tujuan oganisasi.
Audit Operasional atas Strategi, Tata Kelola dan Etika Audit operasional atas strategi, tata kelola dan etika merupakan ruang lingkup tugas dan tanggung jawab auditor intern. Fokus dari audit operasional atas strategi, tata kelola dan etika untuk menilai efektivitas dari proses dan bukan pada substansi (konten). Implementasinya adalah audit operasional terutama ditujukan untuk: a) Menilai proses penetapan rencana strategis dan risiko-risiko strategis;
d) Memberikan laporan kepada manajemen serta menyusun kesepakatan mengenai langkah tindak lanjut dari penilaian tersebut yang meliputi: strategi yang akan ditempuh (audit, konsultansi, atau keduanya), ruang lingkup, dan tipe penugasan yang akan dilaksanakan, serta kerangka kerja yang menjadi acuan.
b) Proses implementasi rencana strategis dalam tataran yang lebih praktis;
Audit berbasis risiko selanjutnya dapat dilaksanakan dengan menggunakan register risiko yang dihasilkan oleh organisasi auditi apabila tingkat kematangan manajemen risiko auditi berada pada level sekurangkurangnya risk defined (menurut klasifikasi IIA). Apabila tingkat kematangan manajemen risiko di bawah itu (risk aware atau risk naïve), auditor intern berperan untuk memfasilitasi peningkatan
Langkah awal yang dapat ditempuh untuk melakukan audit operasional atas strategi, tata kelola dan etika adalah dengan memastikan piagam audit telah mencantumkan aspek-aspek strategi, tata kelola dan etika sebagai bagian dari ruang lingkup tugas auditor intern. Untuk audit atas strategi dan tata kelola langkah selanjutnya adalah dengan melakukan diskusi dengan manajemen senior untuk memperoleh
c) Menilai kepatuhan terhadap persyaratan tata kelola yang baik; d) Menilai efektivitas program etika, yang antara lain meliputi: efektivitas komunikasi kode etik, implementasi kode etik, dll
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
41
Ragam Pengawasan pemahaman mengenai fokus mereka terhadap strategi dan tata kelola organisasi, serta melakukan analisis keselarasan antara tujuan, peran, tanggung jawab, pengukuran kinerja hingga imbalan/insentif (reward). Outputnya adalah penilaian atas efektivitas proses penyusunan strategi (hingga implementasi praktis pada organisasi), serta penilaian atas tingkat kesesuaian tata kelola organisasi dengan kriteria yang disepakati bersama. Untuk audit operasional terhadap aspek etika, secara umum langkah praktis yang dapat diterapkan adalah sbb: a) Dapatkan benchmark kodet etik yang sesuai bagi organisasi; b) Dapatkan informasi apakah kode etik didokumentasikan dan disahkan secara formal oleh pimpinan organisasi, serta apakah telah dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh organisasi; c) Dapatkan informasi mekanisme eskalasi isu mengenai etika dalam organisasi (jalur komunikasi untuk pelaporan kasus pelanggaran etika); serta
d) Penting untuk diingat bahwa etika dalam organisasi berkaitan erat dengan tone at the top, sehingga perlu juga untuk menilai kesesuaian perilaku manajemen senior dengan kode etik yang berlaku dalam organisasi.
Audit Operasional Pengelolaan SDM Secara umum, pengelolaan SDM mencakup area yang luas dan kompleks, dari mulai rekrutmen hingga pelepasan. Di Kementerian Keuangan, proses-proses di atas sebagian dilaksanakan secara terpusat (di tingkat Kementerian), sementara sebagian lainnya didelegasikan kepada tiap-tiap unit eselon I. Oleh karena itu, audit kinerja pengelolaan SDM perlu mempertimbangkan entitas yang diaudit. Aspek lain yang juga penting untuk diaudit adalah aspek strategi, data dan informasi, serta kepuasan pegawai. Aspek-aspek tersebut melingkupi keseluruhan alur dari pengelolaan SDM. Area kunci adalah proses bisnis yang spesifik yang dapat menjadi fokus dalam pelaksanaan audit kinerja atas pengelolaan SDM. Beberapa area kunci yang dapat menjadi fokus pelaksanaan audit SDM oleh Itjen disajikan pada tabel 2 di halaman berikut3.
Tabel 2. Beberapa Area Kunci Audit Operasional atas Pengelolaan SDM No 1
Audit Audit kinerja atas proses Assessment Center
Auditi Kementerian Keuangan (c.q. Biro SDM, Bagian Kepegawaian unit-unit Eselon I), Associate Assessor
Anasir a) Ketersediaan landasan hukum (termasuk kebijakan, prosedur, serta kejelasan tugas dan tanggung jawab para pihak, dll) b) Pengkomunikasian/sosialisasi assessment kepada pegawai c) Pengadaan/penyusunan assessment tools d) Reviu dan evaluasi assessment tools e) Pengadaan jasa Associate Assessor, termasuk penyusunan kontrak f) Identifikasi pegawai/assessee yang akan mengikuti assessment g) Pelaksanaan assessment h) Pengolahan data hasil assessment, termasuk penghitungan Job-Person Match, analisis softcompetency gap dan penyediaan data masukan calon peserta Diklat Berbasis Kompetensi i) Penyampaian feed-back Laporan Hasil Assessment Center (diseminasi hasil assessment) j) Dokumentasi, penyimpanan data dan informasi, termasuk aspek kerahasiaan dan aksesibilitas data dan informasi dimaksud Idem catatan kaki nomor 1
3
42
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Ragam Pengawasan No
Audit
Auditi
Anasir k) Pelaksanaan Reassessment Center/assessment ulang l) Evaluasi atas hasil assessment (misal: dengan membandingkan dengan SKJ/JPM serta hasil penempatan pegawai/pejabat)
2
Audit kinerja atas proses pengendalian kehadiran pegawai
Biro SDM, apabila a) Tujuan pengendalian kehadiran (analisis terhadap ditetapkan di tingkat berbagai aspek misalnya meliputi: tugas dan fungsi Kementerian, atau Bagian organisasi, pandangan masyrakat, dll) Kepegawaian apabila b) Mekanisme pengendalian kehadiran, termasuk analaisis ditetapkan di tiap-tiap efektivitas mekanisme dimaksud unit eselon I c) Ketersediaan landasan hukum (termasuk kebijakan, prosedur, serta kejelasan tugas dan tanggung jawab para pihak, dll) d) Keamanan sistem pengendalian kehadiran pegawai e) Mekanisme pemantauan kehadiran f) Komunikasi dan sebaran informasi
Audit Operasional Pengadaan Barang dan Jasa Kondisi existing audit atas pengadaan barang/ jasa yang dilaksanakan oleh Itjen saat ini belum sepenuhnya berbasis risiko. Penentuan objek audit misalnya, umumnya hanya didasarkan pada nilai pengadaan dan informasi pendukung yang kurang memadai (pengaduan, sanggahan, dsb.). Begitu halnya dengan jenis audit yang digunakan, audit masih menggunakan pendekatan ketaatan (compliance), tidak terdapat penilaian/evaluasi terhadap kriteria (kriteria absolut). Umumnya rekomendasi bukan bersifat perbaikan, melainkan sanksi (comply or jail). Ruang lingkup audit bersifat umum/terlalu luas, meliputi keseluruhan proses pengadaan, mulai dari perencanaan hingga pemanfaatan. Agar lebih optimal, audit kinerja atas pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan pada salah satu bagian dari rangkaian proses pengadaan barang dan jasa. Pelaksanaan audit didahului dengan identifikasi permasalahan terkait pengadaan barang/jasa, melalui survey, konfirmasi, dsb. Hasil
identifikasi tersebut menjadi dasar pelaksanaan audit (penentuan objek audit, titik fokus/prioritas, dan ruang lingkup audit).
Penutup Materi pelatihan yang diterima tidak melulu mengacu pada kerangka konseptual atau teoritis, namun juga memberikan pengetahuan praktis mengenai implementasinya. Pengetahuan praktis tersebut diperoleh baik dari pengalaman instruktur pelatihan (Mrs. Lin Bartlett), juga dari pengalaman peserta yang berasal dari berbagai latar belakang industri. Oleh karena itu, semoga pemahaman konseptual maupun pengetahuan praktis yang diperoleh dari pelatihan dan disajikan dalam materi ini dapat memberikan tambahan masukan bagi pengembangan audit kinerja berbasis risiko oleh Itjen. Lebih jauh lagi, semakin mampu meningkatkan peran Itjen selaku APIP di lingkungan Kementerian Keuangan.
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
43
Ragam Pengawasan Model Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara Online “Suatu Adopsi Model Common Assesment Framework dari Eropa” (Bagian satu dari dua tulisan) Oleh: Antonius Susilo Auditor Madya Inspektorat Jenderal Kemenkeu
A. Pendahuluan Sejak diterbitkannya Perpres No 81/2010 dan Permenpan RB No 20/2010, sejak awal tahun 2011, seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah (Pemda), harus mengimplementasikan Program Reformasi Birokrasi (RB) di instansinya masing-masing. Program RB tersebut mencakup 8 hingga 9 Area Perubahan, yaitu Penataan Pola Pikir dan Budaya Kerja (Manajemen Perubahan), Penataan perundangundangan, Penataan dan Penguatan Organisasi, Penataan Tatalaksana, Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Monitoring dan Evaluasi. Tujuan mengimplementasikan program RB pada 9 Area Prubahan tersebut adalah untuk mencapai 3 sasaran dan 6 indikator RB di tahun 20141 yaitu:
Sasaran Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN
Terwujudnya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik kepada Masyarakat
Baseline (2009)
Indikator Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
2.8
5.0
42,17 %
100 %
Daerah
2,73
60 %
Pusat
6,64
8,0
Daerah
6,46
8,0
122
75
- 0,29
0,5
24 %
80 %
Opini BPK (WTP)
Pusat
Integritas Pelayanan Publik
Peringkat Kemudahan Berusaha Meningkatnya Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi
Target (2014)
Efektivitas Pemerintahan Instansi Pemerintah yang Akuntabel
Selanjutnya dengan diterbitkannya Permenpan RB No 1 tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri, setiap K/L dan pemda diharuskan untuk melaporkan implementasi Program RB tersebut kepada Menpan RB secara online. Pertanyaannya, apa sesungguhnya fokus dan tujuan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) tersebut ? Bagaimana mekanisme pelaporannya ke Menpan? Siapa yang bertanggungjawab dan ditugaskan melaksanakan Penilaian Mandiri di tingkat K/L dan Pemda? Komponen apa saja yang akan dinilai melalui Model Penilaian Mandiri Online ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi entry point bagi penulis dalam menyusun paper ini. Perpres No 81 tahun2010 tentang Grand Design RB 2010-2025
1
44
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Ragam Pengawasan B. Ketentuan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) di Republik Indonesia
Selanjutnya yang ditugaskan6 untuk mengkoordinir Penilaian Mandiri di setiap K/L dan Pemda adalah:
a. Peraturan Menpan RB No 1 Tahun 2012 Tentang PMPRB2
a. Pimpinan Instansi Pemerintah (Menteri/ Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati) menugaskan Inspektorat Jenderal / Inspektorat Utama / Inspektorat sebagai penanggungjawab pelaksanaan PMPRB
Dalam Permenpan RB No 1/2012 dinyatakan bahwa Penilaian Mandiri tersebut dilaksanakan3 oleh K/L & Pemda dan data/ informasi hasil Penilaian Mandiri PRB tersebut disampaikan4 kepada Kemenpan RB secara online. Selanjutnya atas hasil Penilaian Mandiri oleh setiap K/L dan pemda, Kemenpan RB dapat melakukan pendalaman terhadap hasil penilaian tersebut, sebagaimana ketentuan pada pasal 3 ayat (2).
b. Inspektorat Jenderal / Inspektorat Utama / Inspektorat memberikan sosialisasi kepada para pejabat dan staf masing-2 instansi; c. Inspektorat Jenderal / Inspektorat Utama / Inspektorat memimpin dan mengkoordinasikan persiapan dan pelaksanaan survey untuk instansinya.
Fokus penilaian model PMPRB pada langkah-langkah reformasi birokrasi yang dilakukan oleh setiap instansi pemerintah dikaitkan dengan “Hasil yang Diharapkan” pada Roadmap RB 2010-2014 dan dikaitkan dengan Indikator Utama instansi pemerintah dalam pencapaian sasaran dan indikator keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi secara nasional sebagaimana ditetapkan dalam GDRB 2010-2025 (Perpres No 81 tahun 2010).
b. Peraturan Menpan RB No 31 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Untuk memudahkan pelaksanaan Peraturan Menpan RB No 1 Tahun 2012 tentang Pedoman PMPRB, Kemenpan RB telah membuat aplikasi PMPRB Online yang merupakan sebuah instrumen bantu yang memanfaatkan teknologi aplikasi web-based, sehingga dalam implementasinya tidak diperlukan instalasi oleh pihak pengguna. Pengguna dan server dihubungkan dengan jaringan internet yang sudah tersedia di seluruh Indonesia. Pengguna dapat menggunakan PC/Laptop/Tablet yang telah memiliki browser seperti Firefox, Internet Explorer, Google Chrome maupun lainnya dan koneksi internet. Server PMPRB Online memanfaatkan Operating System Open Source Linux dan Engine Database Open Source PostgreSQL. Server ini beserta penunjang sistem dan jaringannya dikelola oleh Kemenpan RB.
dilaksanakannya Tujuan5 PMPRB adalah a) sebagai informasi perkembangan pelaksanaan reformasi birokrasi dan upaya-upaya perbaikan, b) untuk menyusun profil nasional pelaksanaan reformasi birokrasi bagi Kementerian PAN dan RB. Selain itu, untuk memfasilitasi benchlearning, c) untuk melakukan penilaian mandiri (self-assessment) atas pelaksanaan reformasi birokrasi di Instansi masing-masing. Ditandatangani Menpan RB tanggal 2 Januari 2012 dan diundangkan Menkumham tanggal 11 Januari 2012 3 Pasal 2 (1) Peraturan Menpan RB No 1 Tahun 2012 Tentang PMPRB 4 Pasal 3 (1) Peraturan Menpan RB No 1 Tahun 2012 Tentang PMPRB 5 Bab I angka 1.3 Peraturan Menpan RB No 1 Tahun 2012 Tentang PMPRB 2
Secara garis besar proses7 yang terjadi pada aplikasi PMPRB Online adalah sebagai berikut: Lampiran Bab IV Bagian Penutup Peraturan Menpan RB No 1 Tahun 2012 Tentang PMPRB 7 Peraturan Menpan RB No 31 Tahun 2012 Tentang Juknis PMPRB hal 5 6
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
45
Ragam Pengawasan C. Substansi Model Penilaian Mandiri PRB secara Online
1. Server yang menyimpan database terletak di “PMPRB Resource Center” dan terhubung ke jaringan internet
Dalam model Penilaian Mandiri ini K/L dan pemda tetap mengacu pada Peraturan Presiden No. 81 tahun 2010 tentang Grand Design RB tahun 2010-2025 dan Permenpan RB No 20 tahun 2010 tentang Road Map RB. Model PMPRB ini mengadopsi Model Common Assesment Framework (CAF) dari Eropa dengan beberapa proses modifikasi. Model PMPRB ini lebih luas dari Model Penilaian QA (73 parameter) sehingga otomatis parameternya menjadi lebih banyak. Perluasan tersebut dalam rangka pencapaian target 3 Sasaran dan 6 Indikator GDRB sebagaiman ditetapkan pada Perpres 81/2010. Namun demikian dengan analisis yang mendalam dapat dilihat bahwa parameter yang sudah ditanyakan dalam Model Penilaian QA kembali ditanyakan dalam Model PMPRB Online ini. Hanya Model PMPRB ini menilai tidak hanya 8 area perubahan tetapi sampai 9 area perubahan dan menambah parameter baru pada Komponen Pengungkit dan Komponen Hasil.
2. K/L dan pemda menggunakan PC/Laptop/ Tablet yang terhubung dengan jaringan internet, mengakses aplikasi PMPRB Online melalui browser seperti Firefox, Internet Explorer, Google Chrome. 3. K/L dan pemda melakukan pengisian Penilaian Mandiri yang selanjutnya data tersebut akan terkirim ke database pusat. 4. Dari data hasil penilaian pelaksanaan RB oleh seluruh K/L dan pemda, akan diperoleh Profil Pelaksanaan RB di tingkat instansional dan nasional. 5. Kementerian PAN dan RB melalui Deputi Program dan RB berperan sebagai PMPRB Resource Center yang berfungsi melakukan Pengelolaan Data, Penilaian, Monitoring dan Evaluasi serta pembuatan Profil Pelaksanaan RB di tingkat instansional dan nasional.
Hubungan antara Komponen Pengungkit, Komponen Hasil dan Sasaran serta Indikator dalam Perpres 81 tahun 2010 adalah sebagai berikut:
46
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Ragam Pengawasan
Sistem Penilaian dalam PMPRB Online
Apakah instansi telah:
Penilaian dalam sistem PMPRB dilakukan pada 2 komponen yaitu Komponen Pengungkit dan Komponen Hasil, yaitu:
1) menerapkan akuntabilitas dan transparansi keuangan dan penganggaran (mulai tahap formulasi, eksekusi dan akuntabilitas anggaran)?
A. Komponen Pengungkit (Enablers):
2) meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran sehingga lebih optimal?
a. Penilaian oleh Asesor - bobot 60% 1) Komponen Pengungkit meliputi 5 kriteria, 20 sub kriteria, 115 pernyataan/ pertanyaan (guiding questions) yaitu: a. Kriteria 1 Kepemimpinan (meliputi sub kriteria dan pernyataan)
3) menerapkan anggaran berbasis kinerja? 4) menerapkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) secara berkelanjutan untuk meningkatkan ketaatan, efisiensi dan efektivitas - pelaksanaan tugas dan fungsi
c. Kriteria 3 SDM Aparatur (meliputi sub kriteria dan pernyataan)
5) meningkatkan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai quality assurance dan consulting untuk meningkatkan kualitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara?
d. Kriteria 4 Kemitraan dan Sumber Daya (meliputi sub kriteria dan pernyataan)
6) memiliki upaya berkesinambungan dalam menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) guna mendapatkan opini WTP dari BPK?
e. Kriteria 5 Proses (meliputi kriteria dan pernyataan)
7) konsisten dalam melakukan tindak lanjut terhadap seluruh rekomendasi pengawasan, baik oleh APIP maupun BPK?
b. Kriteria 2 Perencanaan Stratejik (meliputi sub kriteria dan pernyataan)
sub
2) Contoh kriteria, sub kriteria dan pernyataan penilaiannya pada Komponen Pengungkit - Kemitraan dan SumberdayaSub Kriteria 4.3 Pengelolaan keuangan
8) mengaplikasikan sistem e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa? 9) memerintahkan para pejabatnya menandatangani dan melaksanakan integritas bagi para pimpinan?
untuk pakta
10) mendorong secara aktif kepada para pejabatnya untuk menyerahkan Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN)? (bersambung..)
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
47
Alexander on Leadership
MEMIMPIN PERUBAHAN : Bagaimana pemimpin mempengaruhi perubahan dalam tindakan sehari-hari
P
aul Wielgus adalah seorang pemipin Divisi Pelatihan pada Allied Domecq , sebuah perusahaan global yang bergerak di bidang anggur dan minuman. Paul Wielgus tidak menganggap dirinya seorang revolusioner, tetapi idenya yang cemerlang telah mentransformasi perusahaan global Allied Domecq menjadi perusahaan yang lebih kreatif. Secara umum, Paul telah berhasil melakukan hal tersebut. Masalahnya adalah, meskipun divisinya telah membantu pimpinan, beberapa eksekutif pada Allied Domecq masih bersikap oposan dan menganggap Divisi Pelatihan yang dipimpinnya adalah sebuah pemborosan waktu dan uang. Seorang eksekutif senior pada Divisi Internal Audit, David, menunjuk pada Divisi Pelatihan ketika ditanya area mana yang mengeluarkan biaya yang tidak perlu (pemborosan). David secara tegas mengkritik aktivitas Divisi Pelatihan. Paul dapat saja bersikap defensif dan mempertahankan pendapatnya dengan keras tentang betapa pentignya Divisi Pelatihan. Akan tetapi, yang dilakukan Paul Wielgus adalah sebaliknya. Dalam sebuah rapat, Paul Wielgus justru mendekati David dan memperkenalkan program pelatihannya dengan ramah dan senang hati. Paul Wielgus menjelaskan betapa pelatihannya telah membuat perubahan dramatis dari pesertanya. Secara antusias, paul Wielgus menjelaskan betapa peserta yang menyelesaikan pelatihannya merasa lebih nyaman dengan pekerjaannya dan lebih berkomitmen terhadap organisasi dan tujuannya. Tak lama kemudian, David bahkan menjadwalkan pelatihan bagi pegawai Divisi Internal Audit dan menjadi pendukung Paul Wielgus yang paling bersemangat. Pandangan Divisi Audit Internal secara bertahap berubah dari unit yang melakukan tindakan polisionil menjadi mitra yang membantu divisi lain melaksanakan tugas dengan lebih baik.
48
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Alexander on Leadership Tinjauan tentang bagaimana pemimpin memimpin manajemen perubahan telah banyak dibahas. Akan tetapi, bagaimana memimpin perubahan dalam kegiatan sehari-hari? Bukankah perubahan besar dimulai dari perubahan dalam kehidupan sehari-hari? Bukankah menurut pepatah Cina, perjalanan seribu lie di awali dengan satu langkah? Bagaimana strategi dan tidnakan pemimpin dalam mempengaruhi orang lain untuk melakukan perubahan pada kegiatan sehari-hari? Debra E. Meyerson dalam “Radical Change the Quiet Way,” Harvard Business Review (October 2001), mengutarakan rentang strategi perubahan sehari-hari dari upaya pemimpin sendiri sampai bekerjasama dengan orang lain yaitu creative self expression, right words, right opportunities, dan alliance building. Creative self expression (ekspresi pribadi yang kreatif). Inilah cara paling tidak kelihatan untuk mempengaruhi bawahan agar berubah. Dengan cara ini, pemimpin bertindak secara demonstratif agar anggota organisasi memperhatikan. Pemimpin melakukan tindakan yang mencerminkan nilai yang akan ditanamkan kepada pengikutnya. Cara ini secara diam-diam mengguncangkan ekspektasi atau dugaan dan rutinitasnya. Misalnya, seorang pemimpin yang
menggunakan celana kasual dan kaus pada organisasi yang melazimkan menggunakan jas lengkap. Contoh perilaku ini kerap ditampilkan oleh Menteri BUMN saat ini yang memiliki penampilan yang berbeda ( dengan sepatu kets) di lingkungan yang resmi. Atau seorang pemimpin yang dengan berani mengubah jam kerja agar anggota organisasinya memiliki keseimbangan antara kerja dan keluarga (misalnya dengan menolak menerima telepon setelah jam kerja). Pada awalnya, pemimpin semacam ini akan mengherankan pengikut dan koleganya. Akan tetapi, dengan menunjukkan bahwa produktivitas ternyata tidak terpengaruh maka pemimpin tersebut ternyata berhasil melakukan perubahan yang meningkatkan kesejahteraan organisasi dan anggotanya. Right words. Kata-kata yang benar. Strategi ini digunakan pemimpin untuk merubah perilaku negatif penentang perubahan menjadi peluang untuk melakukan perubahan. Sebagai contoh adalah tantangan yang dihadapi pemimpin akan adanya anak buah yang tidak diperhatikan pendapatnya dalam rapat. Dalam setiap rapat, ada seorang manajer wanita, Carol, yang idenya selalu tidak diterima dan diperhatikan. Dalam salah satu rapat, seorang maanjer pria mengutarakan ide yang sama dan semua orang memperhatikan. Cara yang disarankan kepada pemimpin rapat adalah mengatakan bahwa, “ ide anda sangat bagus dan saya senang bahwa anda mendukung pendapat Carol. Carol, apakah rekan anda ini dengan tepat mengutarakan pendapat anda pada masalah ini?” Dengan secara resmi mengarahkan perhatian pada kenyataan adanya pengabaian, pemimpin rapat mengutarakan permasalahan tersebut secara tepat dan membuat perhatian rapat kembali pada pendapat yang tepat tanpa melihat siapa yang berbicara. Right opportunities.Kesempatan yang tepat. Pendekatan yang lebih terbuka yang dapat dilakukan pemimpin adalah dengan mencari, menciptakan dan memanfaatkan kesempatan memotivasi bawahan untuk berubah. Seorang wanita yang baru bekerja sebagai pemimpin divisi perusahaan teknologi tidak setuju dengan gaya kepemimpinan otoriter yang berlaku di perusahaan tersebut. Akan tetapi, jika ia melakukan perlawanan secara frontal, terlalu banyak lawan yang harus dihadapi. Langkah yang dilakukan pemimpin divisi tersebut adalah memfokuskan pada divisi yang dipimpinnya
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
49
Alexander on Leadership dengan menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif dan membagi kewenangan dan tanggung jawab dengan bawahannya. Selanjutnya, ketika pemimpin divisi tersebut diminta untuk melakukan presentasi kepada pemimpin perusahaan, kesempatan itu diberikannya kepada bawahannya yang langsung menangani pekerjaan rsebut. Bawahannya memperoleh peningkatan ketrampilan dan pengalaman dan pemimpin divisi lain akan melihat kemampuan dan sumbangannya pada organisasi. Secara perlahan dari hari ke hari, pendekatan pemimpin divisi tadi akan menyebar diseluruh perusahaan.
akan memperhatikan semua orang bahkan yang menentang ide perubahan. Cara ini lah yang dilakukan Paul Wielgus pada ilustrasi di atas. Lalu, bagaimana menggunakan strategi tersebut dengan tepat? Apakah strategi tersebut juga berlaku dalam memimpin sebuah tim internal audit? Pemilihan strategi sebagaimana yang diidentifikasikan di atas sangat tergantung kepada jenis organisasi tempat pemimpin berada, kejadian, dan kepribadian pemimpin tersebut. Organisasi yang mensyaratkan kedisiplinan dengan ketat, tentu memiliki batasanbatasan tertentu untuk menerapkan strategi ekspresi pribadi yang kreatif. Sementara itu, jika organisasi yang dihadapi adalah organisasi yang membutuhkan kreativitas maka startegi ekspresi pribadi yang kreatif layak dilakukan terutama apabila sesuai dengan kepribadian pemimpin tersebut. Memimpin sebuah tim tentu memiliki keleluasaan yang lebih baik dibandingkan dengan memimpin sebuah unit yang terstruktur secara ketat. Intinya adalah, dari begitu banyak strategi perubahan, yang terpenting adalah perubahan melalui pemimpin secara individu yang bekerja sehari-hari untuk mempengaruhi perubahan-perubahan kecil yang kelak akan memiliki pengaruh yang besar terhadap organisasi dan anggota organisasi. Kalau pemimpinnya sendiri cenderung tidak mau berubah? Pemimpin yang tidak mau dan mampu memimpin perubahan, sulit diharapkan organsiasinya akan mampu berubah dan menanggapi perubahan......
Alliance building. Membangun Aliansi. Dengan membangun aliansi strategis, pemimpin bekerja secara dekat dengan anggota organisasi lainnya untuk menggerakkan perubahan secara bersamasama. Cara ini lebih cepat dan lebih langsung dalam menggerakkan perubahan. Caranya adalah dengan mendaftar kembali orang-orang yang setuju dengan perubahan yang disarankan. Selanjutnya, pemimpin yang bijak
50
Wassalam.
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Bekasi, Juni 2012
Pojok psikologi KONSULTASI PSIKOLOGI
Bagaimana seseorang bisa dikatakan menderita gangguan jiwa. Beberapa pegawai di Itjen menurut pandangan umum menderita gangguan jiwa. Menurut dunia psikologi, kriteria apa sehingga seseorang bisa dianggap menderita gangguan jiwa? (W, Sekretariat Itjen) Dear W, Gangguan jiwa atau mental disorder adalah gangguan psikologis yang memiliki pola tertentu, yang bisa tampak dari perilaku seseorang. Gangguan ini umumnya terjadi karena seseorang merasa tertekan atau tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial budaya; maupun faktor genetik dan kesalahan pada saat ibu mengandung. Nah, jenis dari gangguan jiwa atau mental disorder ini sangat banyak dan bervariasi. Para psikiater dan psikolog di Indonesia biasanya mengacu pada Manual Diagnostik yang disusun oleh Asosiasi Psikiater Amerika (APA) untuk menentukan gangguan apa yang dialami oleh seseorang. Secara ringkas, bisa kami jelaskan beberapa dari gangguan mental yang umumnya kita temui di lingkungan kita.
sangat, insomnia, bahkan sampai bunuh diri. Depresi disebabkan karena beberapa faktor seperti genetis, kepribadian, tekanan dari lingkungan dan konsumsi zat tertentu. Treatment untuk para penderita depresi bisa dilakukan melalui obat-obatan anti depresan serta terapi psikologis.
2. Orang-orang yang mengalami schizophrenia seringkali dianggap sebagai “orang gila” oleh masyarakat. Schizophrenia adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang aneh, yaitu halusinasi dan delusi sehingga tidak mampu memberikan respon emosional secara tepat.
1. Depresi Depresi merupakan kata yang mungkin sudah sering kita dengar dan kita gunakan untuk mendeskripsikan keadaan seseorang yang down, sedih dan menderita. Depresi sebenarnya adalah suatu keadaan dimana seseorang kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari atau pada kegiatan yang sebelumnya sangat disukai. Depresi menyebabkan seseorang merasa sedih, cemas, hampa, tak berpengharapan, merasa tak dapat ditolong, tidak berharga, bersalah, gelisah dan cepat marah, kehilangan nafsu makan (atau kelebihan nafsu makan), kelelahan yang amat
Halusinasi adalah persepsi dalam kondisi sadar walaupun tidak ada stimulus nyata pada alat indera. Orang yang mengalami halusinasi merasa
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
51
Pojok psikologi dapat melihat, mendengar atau merasakan sesuatu padahal tidak ada stimulus (benda yang dilihat atau suara yang didengar sebenarnya tidak ada). Delusi adalah keyakinan irasional dan tak terbukti yang dipegang teguh oleh seseorang. Dalam film Beautiful Mind misalnya, John Nash seseorang yakin dirinya adalah agen rahasia Rusia, padahal sebenarnya dirinya adalah seorang dosen. Delusi dan halusinasi menyebabkan seseorang tidak hidup di dunia nyata melainkan hidup dalam pikiran dan perasaannya yang tidak nyata. Treatment untuk penderita schizophrenia dimulai dengan membangun kesadaran dan penerimaan bahwa dirinya menderita sakit. Penderita schizophrenia terlebih dulu harus menerima bahwa apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan diyakininya tidaklah nyata. Selain itu, para psikiater juga memberikan obat-obatan yang dapat mengurangi halusinasi penderita.
3. Gangguan Kecemasan Penderita gangguan kecemasan (anxiety disorder) merasakan kecemasan dan ketakutan yang bersifat abnormal dan patologis. Ada beberapa jenis gangguan kecemasan, di antaranya panik (Panic disorder) dan phobia. Panic disorder adalah suatu periode dimana seseorang benar-benar merasakan ketakutan padahal tidak ada bahaya nyata yang mengancam. Ketakutan ini dimulai dari serangan panic (panic attack) yang muncul secara tiba-
tiba dan mengakibatkan munculnya gejala fisik dan kognitif seperti jantung berdebar-debar, menggigil, berkeringat, gemetar, terguncang, nafas pendek dan terputus-putus, sakit dada, panas dingin, pingsan, merasa gila dan takut mati, diikuti dengan kekhawatiran akan ada lagi bahaya selanjutnya yang mengancam. Kekhawatiran tersebut kemudian berimplikasi pada perubahan yang signifikan pada perilaku si penderita. Phobia adalah gangguan yang ditandai dengan ketakutan tak beralasan yang menetap dan abnormal pada objek atau situasi tertentu (ketinggian, hewan-hewan tertentu, situasi sosial, darah, jarum suntik dll). Bila penderita phobia dihadapkan pada objek phobianya, maka akan muncul reaksi kecemasan seperti serangan panik. Sebenarnya orang yang menderita phobia menyadari bahwa ketakutan yang ia alami adalah berlebihan dan tak beralasan, namun ia tetap menghindari objek atau situasi phobianya. Penghindaran tersebut dapat menyebabkan stres dan mempengaruhi rutinitas orang yang bersangkutan.
52
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Pojok psikologi Treatment untuk mengatasi phobia ada bermacam-macam, namun yang paling umum dilakukan adalah desensitisasi, yaitu mendekatkan objek phobia sedikit demi sedikit pada si penderita (mulai dari gambar objek, foto, sedikit bagian dari objek, dan seterusnya) sampai ia dapat mengatasi ketakutannya.
4. Gangguan Identitas Gender dan Seksual Berkaitan dengan perilaku seksual, konsep yang kita miliki tentang apa yang normal dan apa yang tidak sangat dipengaruhi oleh sosiokultural. Sebagai contoh, homoseksual (gay dan lesbian) di Amerika Serikat tidak lagi dianggap sebagi bentuk penyakit mental, namun di negara kita, kaum homoseksual masih dianggap sebagai devian. Berikut beberapa gangguan identitas gender dan seksual yang dapat kami paparkan:
a. Gangguan identitas gender (transgender) Identitas gender (gender identity) adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria atau seorang wanita. Identitas gender didasarkan dengan anatomi biologis. Normalnya, identitas gender sesuai dengan anatomi biologis, namun, pada Gangguan Identitas Gender, ada ketidaksesuaian antara perasaan dengan anatomi biologis (misal: secara biologis laki-laki – beralat kelamin pria lengkap – namun merasa sebagai perempuan, yang terpenjara dalam tubuh seorang lakilaki).
Walaupun angka keseluruhan gangguan identitas gender ini tidak diketahui, gangguan ini diyakini muncul lebih banyak pada pria dibanding wanita. Banyak orang dewasa transeksual yang melakukan operasi perubahan gender. Pada operasi ini akan dibentuk alat genital eksternal yang semirip mungkin dengan alat genital gender yang diinginkan. Orang yang telah menjalani operasi ini dapat melakukan aktivitas seksual, bahkan mencapai orgasme, namun mereka tidak dapat memiliki anak karena tidak memiliki organ reproduksi.
b. Homoseksual Homoseksual adalah gangguan yang menyangkut orientasi seksual seseorang. Orientasi seksual merupakan pola ketertarikan seksual emosional, romantik dan/atau seksual pada jenis kelamin tertentu. Normalnya, seseorang akan berorientasi seksual pada lawan jenisnya (laki-laki kepada perempuan dan sebaliknya), namun kaum homoseksual memiliki orientasi seksual terhadap sesama jenis (laki-laki kepada lakilaki dan perempuan kepada perempuan). Homoseksual berbeda dengan transgender, karena, para kaum homoseksual tidak mengalami gangguan pada identitas gendernya (dirinya sendiri) melainkan pada orientasi seksualnya (ketertarikan seksual dengan orang lain)
c. Gangguan (parafilia)
keterangsangan
seksual
Parafilia merupakan keterangsangan seksual
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
53
Pojok psikologi pada objek yang tidak seharusnya atau tidak biasa, misalnya ekshibisionisme (terangsang bila menunjukkan alat genital pada orang yang tidak dikenal agar orang tersebut kaget atau syok), fetishisme (terangsang oleh benda mati seperti bra, cd, stoking, dll), voyeurisme (terangsang oleh aktivitas mengintip orang lain yang sedang melakukan aktivitas seksual), froterisme (terangsang bila menggesekgesekkan alat kelamin pada orang tak dikenal – biasa terjadi di keramaian/tempat umum), pedofilia (terangsang pada anakanak di bawah umur), masokisme seksual (terangsang bila menerima penyiksaan fisik dari pasangan), dan sadisme seksual (terangsang bila melakukan penyiksaan fisik pada pasangan).
5. Gangguan Kepribadian Kepribadian terbentuk dari cara-cara kita berpikir, merasa, dan bertindak, yang mempengaruhi bagaimana kita berhubungan dengan orangorang di sekitar kita. Individu dengan gangguan kepribadian memiliki pola pikir, perasaan, dan perilaku yang devian, yang menyimpang dari pola yang ada di lingkungan sosial masyarakat pada umumnya.
kurangnya empati. Orang dengan kepribadian narsistik percaya bahwa dirinya adalah seorang superior, unik dan berharap orang lain mengetahui itu. Orang seperti ini merasa bahwa ia hanya dapat dimengerti oleh orang lain yang juga superior, sehingga ia kemudian menghindari bergaul dengan orang-orang yang dianggap tidak selevel dengan dirinya.
a. Paranoid Ciri utama dari kepribadian paranoid adalah adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan berlebihan pada orang lain dengan keyakinan bahwa orang lain memiliki maksud jahat bagi dirinya. Orang berkepribadian paranoid menganggap bahwa orang lain akan mengeksploitasi, membahayakan atau mengelabui dirinya padahal tidak ada satu pun bukti yang mendukung anggapannya tersebut. Akibatnya, ia ketakutan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, menolak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi, bahkan merasa dapat membaca maksud tersembunyi dari suatu kejadian (padahal tidak ada maksud apapun).
b. Narsistik Ciri utama dari kepribadian narsistik adalah keinginan untuk dianggap besar (muluk), kebutuhan akan dipuja orang lain serta
54
c. Obsesif-Kompulsif Ciri utama dari kepribadian obsesif-kompulsif adalah perfeksionis, merasakan keasyikan atau kenikmatan pada keteraturan serta tidak fleksibel dan efisien. Orang dengan kepribadian obsesif-kompulsif sangat berhati-hati dan suka melakukan cek ulang pada apa yang sudah dikerjakan (cek ulang ini dilakukan juga berulang-ulang). Penanganan untuk masing-masing gangguan kejiwaan berbeda-beda. Untuk itu, perlu diadakan asesmen yang mendalam agar dapat disusun program penanganan yang sesuai dengan gangguan yang dialami. J
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
Sudut Kantor
P
Tamanku Hari Ini
agi hari, saat fajar menyising di ufuk timur, Ia langkahkan kaki dari rumah di seputaran Jalan Wahidin menuju tempat kerjanya. Ialah Rahman, salah satu petugas taman yang sehari-harinya bertanggung jawab atas kebersihan dan perawatan taman di lingkungan perkantoran Kementerian Keuangan. PT Sangkan Paranjaya, sebagai perantara tenaga kerja, mengantarkan Rahman ke Kemenkeu sebagai tenaga outsource. Masa kerja selama 22 tahun, semenjak tahun 1990, sebagai seorang tukang taman mengasah kemampuannya melalui pengalaman. Seperti biasa, di pagi itu, Ia mengawali rutinitas kerjanya dengan berdoa. Menyapu sepanjang taman, mencabuti ilalang dan perdu yang mengganggu, serta merapikan tanaman, ia lakukan dengan ketekunan. “Ya, memang saya suka berkebun dan menata tanaman” ujarnya. Bersama beberapa rekannya, Ia berkeliling untuk menata taman. Kelihatannya mudah, namun mungkin tak banyak orang mengira hal tersebut membutuhkan ketelitian dan kesabaran. Memelihara taman agar tetap rapi dan asri tidak semudah membalik telapak tangan. Menjaga tanaman tetap hidup dan lahan tetap subur membutuhkan pengetahuan akan hal itu. Bekerja dibawah hujan dan terik matahari sudah biasa Ia lakukan. Di sisi lain, Bapak Rahman juga adalah seorang kepala keluarga. Kesederhanaan Ia jalani bersama istri dalam kesehariannya. “Penghasilan saya sudah cukuplah bagi kami” terang Rhaman. Sebagai bagian kecil dari Kemenkeu harapannya kedepan kehidupannya lebih baik, baik itu kesejahteraan maupun kesehatannya. Begitu pula cerita Suharno, yang telah bekerja selama 4 tahun. Pria yang masih berumur 22 tahun ini mengawali masa kerjanya melalui perusahaan outsourcing yang sama dengan Pak Rahman. Sepanjang masa kerja banyak hal yang Ia lalui baik suka maupun duka. Pengalaman terluka disaat bekerja pun pernah Ia alami. “Waktu itu ada dahan pohon yang patah dan jatuh menimpa kaki saya. Kemenkeu juga sempat memberi santunan sebagai rasa kepedulian” dalam ceritanya. Ia pun berharap, sebagai orang muda Ia bisa memperbaiki taraf hidup pribadi keluarganya. Cerita di atas hanyalah sepenggal dari apa yang selama ini mungkin dilupakan oleh kita sebagai pegawai Kementerian Keuangan. Sejuknya udara taman, hijaunya hamparan tetumbuhan, seringkali kita nikmati disela kesibukan. Tapi, pernahkah kita tahu dan (atau) ingin tahu, siapakah orangorang yang memiliki andil di dalamnya? Kita mungkin tidak mengenal siapa Pak Rahman, pun Suharno. Namun, tak pernah kita sadari, hasil dari ketelitian dan ketekunan tangan-tangan mereka selama ini telah kita nikmati. (RHM/ JUN)
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
55
Pojok Komunitas
Bekasi dan Sahabatku Di atas gerbong kereta tua ini, aku duduk terdiam terpaku berderai air mata dalam palung hatiku. Lamun hati terkenang pulang. Langkah satu-satu di malam larut kujejakkan di kotamu, berlalu pilu dan membisu. Kerling mata menghujam ke ufuk jauh, yang diburu tak jua berujung. Dimana? Sekejap terdengar dentuman keras yang menghujam telingaku. Motor tua merangkai jalan, roda-roda meraba jalanan dan lambaian tanganmu seakan membuatku pilu, bukan karena duka tapi karena suka kita lama tak berjumpa. Pelukan akrab ser ta setia, mesra menghisap di relung dada, dari sahabat yang tak terkira. Di kota kecil itu di kotamu, kita merajut asa bersama, bercengkrama, bercanda tawa bersama. Siang berpayungkan awan tak kita hiraukan, habiskan waktu bersama. Hingga malam yang hanya beratapkan langit dan berselimut angin, kita habiskan pula bersama. Sungguh per temuan yang teramat singkat. Namun walau hanya sejenak, sungguh teramat menggetarkan dinding jiwaku. Terima kasih sahabat, Kalian adalah akar yang ter tancap di bumi, menguatkan aku, kalian adalah petir yang menyambar di langit, semangat buatku. Bekasi dan Sahabatku, tak akan terlupa. Kini tiba saatnya aku kembali ke kotaku, keharibaanku. Semoga di lain waktu, jika Tuhan mengijinkan. Kita akan melepas rindu kembali...
56
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
GADGET Satechi ST-URB1 Pengguna iPhone memang bisa melakukan panggilan telpon, cari petunjuk jalan, browsing internet, dan mendengarkan musik, tapi bagaimana dengan mengganti saluran TV? Adalah Satechi ST-URB1 yang memungkinkan iPhone mejadi remote TV universal hanya dengan mencoloknya di rongga headphone. Tak hanya iPhone, perangkat ini juga bisa diaplikasikan di iPad dan iPad Mini. Agar bisa memfungsikan perangkat ini sebagaimana mestinya, pengguna harus mengunduh aplikasi RemoteBean di iTunes. Nantinya aplikasi ini akan memandu pengguna lewat petunjuk-petunjuk yang ada dan melakukan sinkronasi terhadap pesawat TV yang digunakan. Untuk mendapatkan perangkat ini, kamu bisa membelinya di situs Satechi seharga US$ 25 atau sekitar Rp 230 ribu.
Keyboard dan Touchpad Futuristik Min Koo Yeo telah mendesain keyboard dan touchpad futuristik. Tujuan awal mendesain keyboard dan touchpad untuk meminimalisir penggunaan ruang pada meja kerja dan memudahkan dalam bekerja. Konsep ini ia namakan “Inside Out” Dengan kelir warna siler menjadikan touchpad ini begitu modern dan futuristik, Yang kerennya adalah keyboard dan touchpad ini dalam satu benda. Jadi jika kamu dalam posisi penggunaan keyboard ingin menggunakan touchpad tinggal membalikannya saja. Namun, kekurangan dari desain seperti ini adalah menjadi agak ribet jika harus menggunakan keduanya secara bersamaan. (GAL)
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
57
BERITA KELUARGA
PENSIUN Selamat memasuki masa purnabhakti, pensiun bukan berarti berhenti berkarir, tapi menuju sebuah karir yang baru.. Terimakasih banyak atas kontribusi Bapak selama ini untuk Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan..
Juli 2012
Drs. Benny Maurits Limbong, M.Si. Administrator Persuratan Inspektur Jenderal Senior
Agustus 2012
Sutji Karyani Auditor Penyelia Inspektorat V
pensiun menuju sebuah karir baru dan selalu berkarya
58
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
RESENSI BUKU Judul : Ayahku Auditor, Ayahku Pahlawan Penulis : Hisyam Haikal Penerbit : Kanisius Tahun Terbit : 2012
“
Tidak sedikit orang yang memandang pekerjaan auditor dengan sinis, bahkan selalu memandangnya dengan negatif”. Pernyataan itu tersurat di dalam tulisan artikel yang berjudul Ayahku Auditor, Ayahku Pahlawan. Sebuah artikel yang merupakan salah satu bagian dari kumpulan tulisan yang dimuat di dalam buku dengan judul yang sama. Terdapat 17 tulisan yang bisa dibaca di dalam buku tersebut. Tulisan-tulisan yang ada pernah dimuat di dalam Majalah Auditoria yang merupakan majalah internal Inspektorat Jenderal. Tulisan tersebut dimuat di dalam rubrik Auditoase. Kumpulan tulisan yang disajikan di dalam buku ini banyak menggambarkan sisi lain dari profesi yang bernama auditor. Sebuah profesi yang erat kaitannya dengan sebuah instansi yang bernama Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Sebagai penulis yang juga pernah bertugas sebagai auditor, tulisan yang ada merupakan cerminan pekerjaan yang pernah dialaminya. Ada juga yang berasal dari pengalaman-pengalaman rekan kerja sesaama auditor yang semuanya dikemas dari sisi yang lebih humanis dan diwarnai dengan sisi simpati dan empati yang dalam. Semuanya “dipotret” ke dalam sebuah tulisan. Hampir semua kejadian yang terjadi di sekeliling penulis “dipotret” ke dalam tulisan. Ada yang berupa keluh kesah para auditor, empati yang mulai punah, pegawai sekretariat yang sepenuhnya mengabdi, Itjen yang terkotak-kotak ke dalam struktur organisasi dan sekat-sekat fungsi, tentang masalah integritas, tentang pegawai baru, tentang pegawai lama, serta tentang hal kecil yang tidak pernah terungkap ke permukaan untuk didiskusikan oleh para petinggi Instansi. Mengingat latar belakang penulis yang seorang pegawai pemerintahan, hadirnya buku ini dirasa istimewa. Disamping jarang seorang penulis yang berasal dari kalangan birokrasi, kesempatan waktu yang disisihkan untuk menulis buku ini juga tidaklah terlalu banyak. Jadi sudah selayaknya kehadiran buku ini mendapat apresiasi oleh kalangan lingkungan Inspektorat Jenderal. Selamat membaca.....
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012
59
60
VOL V No. 31 | Edisi Juli - Agustus 2012