Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Politeknik Negeri Lampung 29 April 2015 ISBN 978-602-70530-2-1 halaman 131-136
Konservasi Parasitoid Hemiptarsinus Varicornis : Studi Penangkaran dan Pengembangbiakan Tumbuhan Liar Rorippa Indica sebagai Reservoar Hemiptarsionus Varicornis Conservation Of Parasitoid Hemiptarsinus Varicornis: a Study of Breeding and Propagating Rorippa Indica as Hemiptarsinus Varicornis Reservoir Hamdani dan Dedi Supriyatdi Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Negeri Lampung Jln. Soekarno-Hatta no 10, Raja Basa, Bandar Lampung (35144) Tel (0721) 703995, faks 787309, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Leaf miner Liriomyza huidobrensis Blanchard is known as an important pest of vegetable and floriculture crops. More than 37 kind of insecticides have been used to control this pest resulting some side effects such as pest resistance of insecticide. The research was focused on biological control against leaf miner. According to former research, on the research location was found that H. varicornis is the only one parasitoid associated with L. huidobrensis. Unfortunately, its parasitization level is too low between 10-25%. On the same research also known that three weeds (R. indica, Emilia sonchifolia, and Galinsoga parviflora) are potensial reservoir of parasitoid H. varicornis. R. indica is the best reservoir of H. varicornis followed by G. parviflora and E. sonchifolia. The objective of the research is to find out the method of R. indica seed breeding and propagation, in order to conserve parasitoid H. varicornis. The first year research resulted that R. indica propagation should be implemented in two steps: prenursery and main nursery. Prenursery should be implemented on a container that contains top soil and manure in the ratio of 1:1. While main nursery should be implemented on the polybag contains top soil, manure , and rice husks in the ratio of 2:2:1 placed under shading net. Keywords: parasitoid, breeding, propagating, Hemiptarsinus varicornis, Rorippa indica, Liriomyza huidobrensis, leaf miner. Diterima: 10 April 2015, disetujui 24 April 2015
PENDAHULUAN Hama pengorok daun Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae) merupakan hama penting pada berbagai jenis tanaman hortikultura. Hama tersebut masuk ke Indonesia diperkirakan sekitar tahun 1990-an dan baru diketahui sebagai hama sekitar bulan September 1994. Pada tahun tersebut, serangga hama ini dilaporkan menyerang tanaman kentang, seledri, kacang buncis, kacang merah, kubis,
Hamdani dan Dedi Supriyatdi : Konservasi Parasitoid Hemiptarsinus Varicornis : Studi Penangkaran...........
cabai, gambas, kapri, brokoli, bawang daun, tomat, horinso, dan beberapa jenia tanaman hias di Cipanas, serta tanaman kentang di Cisarua (Rauf 1995; Sheppard et al. 1996). Petani umumnya menggunakan insektisida sintetik secara intensif untuk mengendalikannya. Hal ini menimbulkan pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan, residu insektisida, terbunuhnya organisme bukan sasaran termasuk musuh alami, dan semakin kompleks dengan terjadinya resistensi serta resurgensi hama (Metcalf 1986; Perry et al, 1998). Untuk menekan dampak tersebut perlu dicari pengendalian alternatif yang aman, efektif, dan kompatibel dengan teknik Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Alternatif pengendalian yang memenuhi kriteria tersebut antara lain pemanfaatan musuh alami parasitoid. Hemiptarsinus varicornis Gerault adalah satu-satunya parasitoid yang berasosiasi dengan L. huidobrensis, (Eulopidae: Hymenoptera) pada agroekosistem tanaman kacang buncis di Pekon Batu Keramat, Kecamatan Kota Agung Timur, Kabupaten Tanggamus, namun tingkat parasitisasinya sangat rendah yaitu 10,42% - 25%. Pada penelitian yang sama juga diketahui bahwa terdapat tiga jenis gulma yang berperan sebagai reservoar parasitoid H. varicornis, yaitu Rorippa indica (Barssicaceae; Cruciferae), Emilia sonchifolia (Asteraceae; Compositae), Galinsoga parviflor (Asteraceae; Compositae). Di antara ketiga jenis gulma tersebut, R. indica memiliki potensi sebagai reservoar parasitoid H. varicornis paling tinggi, kemudian diikuti oleh G. parviflora dan E. sonchifolia (Hamdani dan Nuryanti, 2009). Berdasarkan hasil penelitian ini, tampaknya konservasi parasitoid H. varicornis dapat dilakukan dengan cara menanam tanaman liar R. indica di dalam areal pertanaman sayuran. Untuk memudahkan teknis di lapangan maka perlu terlebih dahulu dilakukan studi penangkaran dan pengembang biakan gulma Rorippa indica. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menemukan metode penangkaran benih gulma R. Indica, dan (2) menemukan teknik pembibitan gulma R. indica.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan pada lahan tanaman sayuran di Pekon Batu Keramat, Kecamatan Kota Agung Selatan, Kabupaten Tanggamus mulai bulan Mei sampai bulan Oktober 2014. Untuk mencari metode penangkaran benih R. indica dilakukan dengan 2 (dua) macam metode, yaitu: (1). Metode I: Mengkoleksi tumbuhan R. indica di dalam rumah bedengan dan dinaungi. Bibit tumbuhan R. indica dari lapangan dikoleksi (ditanam dan dipelihara) dalam pot plastik dengan media tumbuh tanah top soil dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Tanaman dalam pot ini ditempatkan di dalam bedengan yang disiapkan di sekitar areal pertanaman sayuran. Bedengan dinaungi dengan rumah bedengan yang dibangun dengan kerangka bambu dan atap daun kelapa. Tanaman akan dipelihara sehingga menghasilkan benih. (2). Metode II: Memelihara tumbuhan R indica secara alami atau tanpa dinaungi. Sejumlah tumbuhan R. indica yang tumbuh di sekitar pertanaman sayuran di lokasi penelitian dikoleksi dan dipelihara sampai menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari kedua metode ini di kumpulkan, untuk digunakan sebagai bahan pengujian kuantitas dan kualitas benih yang dihasilkan berikutnya. Pengujian kuantitas benih ditujukan untuk mengetahui potensi produksi benih oleh individu tanaman yang dikelola dengan metode yang berbeda, yaitu dinaungi dan tanpa dinaungi. Untuk keperluan tersebut maka harus dilakukan penghitungan jumlah polong tiap tanaman serta jumlah biji yang dihasilkan tiap polong.
132
Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Polinela 29 April 2015
Hamdani dan Dedi Supriyatdi : Konservasi Parasitoid Hemiptarsinus Varicornis : Studi Penangkaran...........
Pengujian kualitas benih hasil penangkaran dengan metode dinaungi dan tanpa dinaungi dilakukan bersamaan dengan mencari teknik pembibitan gulma R. indica, yaitu dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (1) Benih yang diperoleh dengan metode dinaungi dan tanpa dinaungi tersebut di atas, diuji daya kecambahnya dengan cara mendeder 100 butir benih pada media tumbuh campuran pupuk kandang dan tanah top soil dengan perbandingan 1:1. Bak pendederan adalah berupa nampan plastik atau kompot yang ditempatkan di dalam rumah bedengan. Daya kecambah dan kecepatan pertumbuhannya akan dibandingkan. Daya kecambah (persentase benih berkecambah) yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat merupakan indikator bahwa metode penangkaran benih R. indica tersebut dikategorikan baik. (2) Kecambah yang tumbuh dari benih yang diperoleh dengan metode dinaungi dan tanpa dinaungi dibibitkan dengan cara menanamnya pada polibag dengan media tumbuh tanah top soil, pupuk kandang dan sekam padi dengan perbandingan 2:2:1. Tanaman dalam polibag ditempatkan dalam rumah bedengan yang dinaungi dengan para net hitam. Bibit yang diperoleh dari kedua metode penangkaran benih ditempatkan pada blok yang berbeda, agar mudah dilakukan pengamatan berikutnya. (3) Pengamatan dilakukan terhadap sampel terpilih yaitu sebanyak 10% dari populasi. Sampel pengamatan ditentukan secara acak penuh yaitu dengan sistem penomoran dan diundi. Pengamatan pertama dilakukan setelah bibit berumur 6 minggu, yaitu terhadap indikator pertumbuhan vegetatif, antara lain berat berangkasan basah, berat berangkasan kering, jumlah cabang, dan jumlah daun. Pengamatan kedua dilakukan setelah pertumbuhan tanaman memasuki masa generatif yang ditandai dengan permulaan kemunculan bunga. Variabel yang diamati adalah umur mulai berbunga, jumlah bunga yang muncul, jumlah polong buah, dan jumlah biji.
HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui potensi produksi benih oleh individu tanaman yang dikelola dengan metode dinaungi dan tanpa dinaungi, maka dilakukan pengkoleksian tanaman muda (berdaun 2-4 helai) dari lapangan sebanyak 30 tanaman dan ditanaman dalam pot plastik dengan media tumbuh tanah top soil dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Sebanyak 15 pot tanaman ditempatkan di dalam bedengan dan 15 pot lainnya dikelola secara alami atau tanpa dinaungi sampai menghasilkan benih. Data potensi produksi benih R. indica yang dinaungi dan tanpa dinaungi diasjikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data potensi produksi benih R. indica pada lokasi penangkaran dinaungi dan tanpa dinaungi Parameter
t hitung
t tabel
Jumlah polong tiap tanaman Jumlah biji tiap tanaman Potensi biji tiap polong
0,01 0,32 1,20
2,14 2,14 2,14
Dinaungi 106,40 a 6.026,07 a 56,55 a
Tanpa dinaungi 106,47 a 5.920,60 a 55,49 a
Angka pada baris yang diikuti oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji T (α = 0,05)
Berdasarkan Tabel 2, tampak bahwa hasil uji t (α = 0,05) pada ketiga parameter yang diamati yaitu jumlah polong tiap tanaman, jumlah biji tiap tanaman, dan potensi biji pada tiap polong tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Dengan kata lain, penangkaran benih R, indica yang dilakukan di lokasi yang dinaungi dan lokasi tanpa naungan atau terbuka, memiliki potensi menghasilkan benih yang
Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Polinela 29 April 2015
133
Hamdani dan Dedi Supriyatdi : Konservasi Parasitoid Hemiptarsinus Varicornis : Studi Penangkaran...........
sama, yaitu 5.920,60 butir sampai 6.026,07 butir. Dengan demikian, tampak bahwa untuk menenangkar benih R. indica tidak diperlukan perlakuan yang khusus sebagaimana pembenihan tanaman pada umumnya. Benih yang diperoleh dengan metode dinaungi dan tanpa dinaungi tersebut di atas, diuji daya kecambahnya dengan cara mendeder 100 butir benih pada media tumbuh campuran pupuk kandang dan tanah top soil dengan perbandingan 1:1. Bak pendederan adalah berupa nampan plastik atau kompot yang ditempatkan di dalam rumah bedengan. Daya kecambah benih R. indica hasil penangkaran dilokasi yang dinaungi dan tanpa dinanungi sebesar 84% - 85% dan kecambah mulai tumbuh 14 – 15 hari setelah pendederan (Tabel 3). Tampak bahwa daya kecambah dan umur mulai berkecambah benih R. indica hasil penangkaran dilokasi yang dinaungi dan tanpa dinanungi tidak berbeda nyata berdasarkan uji t (α = 0,05). Dengan demikian kualitas benih yang diperoleh dengan cara dinaungi dan tanpa dinaungi adalah sama. Selain itu, juga dapat dikatakan bahwa untuk perkecambahan benih R. indica dapat dilakukan pada bak perkecambahan dengan media tumbuh campuran pupuk kandang dan tanah top soil dengan perbandingan 1:1. Tabel 3. Data perkecambahan benih R. indica yang diperoleh dari lokasi penangkaran dinaungi dan tanpa dinaungi Parameter
t hitung
t tabel
Dinaungi
Tanpa dinaungi
Daya kecambah benih (%) 0,27 4,30 84,00 a 84,67 a Umur mulai berkecambah (hsd) 0,71 4,30 14,30 a 14,66 a Angka pada baris yang diikuti oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji T (α = 0,05), hsd = hari setelah deder
Kecambah yang ditumbuhkan dari benih yang diperoleh dari lokasi yang dinaungi dan tanpa dinaungi dibibitkan dengan cara menanamnya pada polibag dengan media tumbuh tanah top soil, pupuk kandang dan sekam padi dengan perbandingan 2:2:1. Tanaman dalam polibag ditempatkan dalam rumah bedengan yang dinaungi dengan para net hitam. Setelah tumbuhan R. indica yang diperoleh dari benih hasil penangkaran di lokasi dinanungi dan tanpa dinaungi berumur 6 minggu, dilakukan pengamatan terhadap indikator pertumbuhan vegetatif, antara lain berat berangkasan basah, berat berangkasan kering, jumlah cabang, dan jumlah daun. Pada Tabel 4, terlihat bahwa keempat indikator fase pertumbuhan vegetatif yang diamati tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata berdasarkan uji t (α = 0,05) Tabel 4. Data pertumbuhan vegetatif tumbuhan R. indica yang diperoleh dari benih hasil penangkaran di lokasi dinaungi dan tanpa dinaungi Parameter t hitung t tabel Dinaungi Tanpa dinaungi Berat berangkasan basah (g) 0,28 2,14 28,58 a 28,64 a Berat berangkasan kering (g) 0,27 2,14 11,41 a 11,44 a Jumlah cabang tiap tanaman 0,26 2,14 5,10 a 5,20 a Jumlah daun tiap tanaman 0,21 2,14 11,40 a 11,50 a Angka pada baris yang diikuti oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji T (α = 0,05).
Pada akhir minggu ke 7 sampai awal minggu ke 8 setelah tanam, malai bunga mulai tumbuh, saat ini merupakan awal pertumbuhan generatif. Sama halnya dengan fase pertumbuhan vegetatif, semua indikator pertumbuhan generatif yang diamati, yaitu umur mulai berbunga, jumlah malai tiap tanaman, jumlah polong tiap tanaman, serta jumlah biji tiap tanaman tdak memperlihatkan perbedaan yang nyata berdasarkan uji t (α = 0,05).
134
Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Polinela 29 April 2015
Hamdani dan Dedi Supriyatdi : Konservasi Parasitoid Hemiptarsinus Varicornis : Studi Penangkaran...........
Tabel 5. Data pertumbuhan generatif tumbuhan R. indica yang diperoleh dari benih hasil penangkaran di lokasi dinaungi dan tanpa dinaungi Parameter t hitung t tabel Dinaungi Tanpa dinaungi Umur mulai berbunga (hst) 0,26 2,14 56,80 a 57,00 a Jumlah malai tiap tanaman 0,29 2,14 5,10 a 5,20 a Jumlah polong tiap tanaman 0,02 2,14 104,60 a 104,50 a Jumlah biji tiap tanaman 0,01 2,14 5.850,60 a 5.855,10 a Angka pada baris yang diikuti oleh notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji T (α = 0,05), hst = hari setelah tanam
Berdasarkan Tabel 4 dan 5 tampak bahwa, bibit R. indica yang ditumbuhkan dari benih yang peroleh dengan cara dinaungi dan tanpa dinaungi dan ditanam dalam polibag dengan media tumbuh campuran antara tanah top soil, pupuk kandang dan sekam padi dengan perbandingan 2:2:1, memperlihatkan pertumbuhan vegetatif serta pertumbuhan generatif yang sama berdasarkan uji t (α = 0,05). Dengan demikian pembibitan R. indica dapat dilakukan pada media tumbuh campuran antara tanah top soil, pupuk kandang dan sekam padi dengan perbandingan 2:2:1.
KESIMPULAN 1. 2.
Penangkaran benih R. indica tidak memerlukan perlakuan yang khusus, bisa dinaungi dan bisa juga tanpa dinaungi. Pembibitan R. indica dapat di bedakan atas dua tahap, yaitu perkecambahan dan pembibitan. a. Perkecambahan benih R. indica dapat dilakukan pada bak perkecambahan dengan media tumbuh campuran pupuk kandang dan tanah top soil dengan perbandingan 1:1. Benih akan mulai berkecambah 14 – 15 hari setelah deder. Bak pendederan ditempatkan di ruangan yang sedikit ternaungi. b. Pembibitan R. indica dapat dilakukan di polibag dengan media tumbuh campuran antara tanah top soil, pupuk kandang dan sekam padi dengan perandingan 2:2:1. Polibag ditempatkan di bawah para net. Tanaman akan mulai berbunga pada umur 56 sampai 57 hari setelah tanam.
SARAN Agar peran R. indica sebagai reservoar parasitoid H. varicornis dapat di optimalkan dalam upaya mengkonservasi parasitoid H. varicornis, penelitian ini perlu dilanjutkan untuk mengetahui pola tumpangsari gulma R. indica dengan tanaman pokok di areal pertanaman.
DAFTAR PUSTAKA Hamdani dan Nuryanti Ni.S.P. 2009. Kajian Tumbuhan Liar Sebagai Inang Alternatif Liriomyza huidobrensis (Blanchard) dan Potensinya Sebagai Reservoar Parasitoid Hemiptarsinus varicornis (Girault). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 9 (1): 1 - 7 Hamdani dan Nuryanti Ni.S.P. 2011. Potensi Gulma Rorippa indica Sebagai Reservoar Parasitoid Hemiptarsinus varicornis (Girault) untuk Mengendalikan Liriomyza huidobrensis (Blanchard). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 11 (2): 92 - 98 Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Polinela 29 April 2015
135
Hamdani dan Dedi Supriyatdi : Konservasi Parasitoid Hemiptarsinus Varicornis : Studi Penangkaran...........
Metcalf R.L. 1986 The Ecology of insecticides and the chemical control of insect. In: Kogan M. (editor). Ecological theory and integrated Pest Management Practice. New York: J Wiley. hlm 251-297. Perry A.S., Yamamoto I., Ishaaya I. and Perry R.Y. 1998. Insecticides in Agrticulture and Environment: Retrospects and Prospect. Berlin: Springer Rauf A, Shepard B.M, Johnson M.W. 2000. Leafminers in vegetables, ornamental plants and weeds in Indonesia; surveys of host crops, spesies composition and parasitoids. Int J Pest Manage 46 : 257 266 Rauf A. 1995. Liriomyza: hama pendatang baru di Indonesia. Bul HPT 8: 46-48. Shepard B.M, Braun A, Rauf A, Samsudin. 1996. Liriomyza huidobrensis: hama pendatang baru pada sayuran. Warta PHT Palawija dan Sayuran 1: 2 - 3.
136
Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan Polinela 29 April 2015