CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN
DWI WAHYONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis Ciri Nanopartikel Kitosan dan Pengaruhnya Pada Ukuran Partikel dan Efisiensi Penyalutan Ketoprofen adalah karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 22 April 2010
Dwi Wahyono
Abstract DWI WAHYONO. Characterization of Chitosan Nanoparticles and Its Effects to Particle Size and Ketoprofen Encapsulation Efficiency. Supervised by PURWANTININGSIH and LAKSMI AMBARSARI. Ketoprofen-loaded chitosan nanoparticles are produced by ionic gelation process of chitosan and tripolyphosphate (TPP) with ultrasonication and sentrifugation methods. Ketoprofen encapsulation efficiency and particle size of nanoparticles are determined, respectively, with UV spectrophotometry and Scanning Electron Microscope (SEM). The effects of chitosan, TPP, and surfactant composition to encapsulation efficiency and particle size are studied. The research showed that encapsulation efficiency decreased with the increase of chitosan concentration. The average weight of ketoprofen-loaded chitosan nanoparticles from each formula is 1.00 to 1.50 g for every 200 ml. The SEM characterization with magnication of 2000× showed that ketoprofen-loaded chitosan nanoparticles do not have uniformity of particle size. The mean size of chitosan nanoparticles without and with added ketoprofen (formula P) respectively showed between 385 nm to 8460 nm and 556 nm to 11110 nm. This study showed that there is no relationship between particle size and efficiency. Formula A with composition of chitosan 2.5% (b/v), TPP 0.84 mg/ml, and oleic acid 0.1 mg/ml have ketoprofen encapsulation efficiency 79.79%, whereas formula that have amount of nanoparticle biggest than others was formula P, 58.08%. Composition of formula P was chitosan 3% (b/v), TPP 0.84 mg/ml, and oleic acid 1.5 mg/ml. Determination of the best chitosan nanoparticles formula are prepared by the weight method with observed factors of efficiency and particle size. The best chitosan nanoparticles formulas are P, A, and B. There are difference between IR spectra of ketoprofen-loaded chitosan nanoparticles with IR spectra of chitosan, such as specific peaks at 1410 cm-1 and 1637 cm-1 are from ketoprofen groups. A new specific peak also appear at 1153 cm-1 that showed P=O group of TPP. Key words : Chitosan, ultrasonication, encapsulation efficiency, particle size
RINGKASAN DWI WAHYONO. Ciri Nanopartikel Kitosan dan Pengaruhnya Pada Ukuran Partikel dan Efisiensi Penyalutan Ketoprofen. Dibimbing oleh PURWANTININGSIH dan LAKSMI AMBARSARI. Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern, seperti farmasi, biokimia, kosmetika, industri pangan, dan industri tekstil mendorong untuk terus dikembangkannya berbagai penelitian yang menggunakan kitosan, termasuk melakukan modifikasi kimia atau fisik dari kitosan. Modifikasi kimia menghasilkan perbaikan stabilitas kitosan melalui fungsionalisasi gugus fungsi yang ada, perbaikan ukuran pori kitosan dengan menggunakan senyawa porogen, dan dapat menaikkan kapasitas adsorpsi kitosan apabila kitosan dipadukan dengan polimer lain. Modifikasi kimia kitosan salah satunya dapat dilakukan melalui pembentukan ikatan silang dalam struktur kitosan menghasilkan gel kitosan. Apabila modifikasi kimia kitosan ini akan diterapkan sebagai sistem penghantaran obat ke dalam tubuh maka harus mempertimbangkan kemampuan kitosan untuk bisa melewati penghalang (barrier) dalam sistem metabolisme tubuh, dapat mencapai target pengobatan, dan melepaskan zat aktif pada tempat yang spesifik di dalam tubuh sebagai sasaran pengobatan. Oleh karena itu, modifikasi fisik melalui pengaturan ukuran partikel kitosan menjadi hal yang sangat penting. Modifikasi fisik kitosan yang telah dilakukan adalah dalam bentuk mikrokapsul dan telah diterapkan untuk penghantaran obat ketoprofen ke dalam tubuh. Modifikasi fisik pada kitosan mencakup perubahan ukuran partikel atau butir kitosan menjadi lebih kecil untuk pemanfaatan yang lebih luas. Bentuk mikrokapsul memiliki kelemahan, salah satunya adalah kemampuan penetrasi ke dalam jaringan tubuh terbatas. Oleh karena itu, perkembangan modifikasi fisik mengarah ke bentuk nanopartikel. Penggunaan kitosan dalam bentuk nanopartikel dipilih karena kemampuannya untuk meningkatkan penetrasi molekul-molekul besar. Selain itu, dengan kemudahan masuk ke dalam tubuh, nanopartikel dapat berpindah mengikuti sirkulasi darah ke bagian tubuh. Pembuatan nanopartikel dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi material dan metode yang digunakan. Untuk nanopartikel kitosan, komposisi material yang digunakan adalah kitosan, TPP, dan surfaktan. Metode pembuatan nanopartikel merupakan faktor lain yang menentukan selain komposisi material. Banyak metode dikembangkan untuk menghasilkan nanopartikel dengan ukuran kecil dan morfologi baik. Penelitian ini bertujuan membuat nanopartikel kitosan melalui variasi konsentrasi kitosan, TPP, dan surfaktan, serta menentukan karakterisasi yang meliputi morfologi, efisiensi penyalutan ketoprofen, dan ukuran nanopartikel. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik IPB, Laboratorium Biofisika IPB, Pusat Antar Universitas (PAU) IPB, dan Laboratorium Geologi Kuarterner PPGL Bandung. Penentuan nilai efisiensi penyalutan ketoprofen dan jumlah nanopartikel kitosan yang terbentuk dilakukan dengan berturut-turut dengan spektrofotometer UV/VIS dan SEM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap formula nanopartikel kitosan diperoleh bobot nanopartikel kitosan terisi ketoprofen rata-rata sebesar 1.00–1.50 g untuk setiap 200 ml. Pencirian dengan SEM pada perbesaran 2000× memperlihatkan bahwa nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang dihasilkan memiliki ukuran partikel tidak seragam. Kisaran diameter nanopartikel kitosan tanpa dan dengan penambahan ketoprofen (formula P) menunjukkan kisaran berturut-turut antara 385 nm–8460 nm dan 556 nm–11110 nm. Dari hasil percobaan, tidak teramati adanya hubungan antara ukuran partikel dan nilai efisiensi. Formula A dengan komposisi kitosan 2.5% (b/v), TPP 0.84 mg/ml, dan oleat 0.1 mg/ml memiliki efisiensi penyalutan ketoprofen yang tinggi, yaitu 79.79%, sedangkan formula yang mempunyai jumlah nanopartikel terbanyak adalah formula P, yaitu 58.08%. Komponen formula P tersusun oleh konsentrasi kitosan 3% (b/v), TPP 0.84 mg/ml, dan oleat 1.5 mg/ml. Penentuan formula nanopartikel kitosan terbaik dilakukan melalui pembobotan dengan memperhatikan faktor nilai efisiensi dan jumlah nanopartikel kitosan. Formula nanopartikel kitosan terbaik berturut-turut adalah formula P, A, dan B. Analisis dengan FTIR menghasilkan puncak-puncak bilangan gelombang yang berbeda dengan spektrum kitosan, antara lain munculnya puncak serapan baru pada bilangan gelombang 1410 cm-1 dan 1637 cm-1 yang berasal dari ketoprofen, yang menunjukkan adanya gugus aromatik benzena. Pita serapan baru juga muncul di bilangan gelombang 1153 cm-1 yang menunjukkan pita serapan gugus P=O dari senyawa TPP.
Kata kunci : kitosan, efisiensi penyalutan, ukuran nanopartikel
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB
CIRI NANOPARTIKEL KITOSAN DAN PENGARUHNYA PADA UKURAN PARTIKEL DAN EFISIENSI PENYALUTAN KETOPROFEN
DWI WAHYONO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis Nama NIM
: Ciri Nanopartikel Kitosan dan Pengaruhnya Pada Ukuran Partikel dan Efisiensi Penyalutan Ketoprofen : Dwi Wahyono : G451070111
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Laksmi Ambarsari, MS Anggota
Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, MS Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Kimia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 30 Maret 2010
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurah kepada jungjungan Nabi besar Muhammad SAW, sahabat, keluarga, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Ucapan terima kasih yang tak ternilai kepada Ayahanda tercinta, Saino Sudibyo, BA dan Ibunda tercinta, Siti Nurjanah yang dengan kesabaran dan keikhlasan telah memberikan dorongan moral, material, dan selalu berdoa memohon kepada Allah SWT untuk kesuksesan penulis. Selain itu, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang dalam kepada seluruh keluarga, Mas Bayu, Adik Satria, Adik Unita, dan Tri Rahayu atas semua cinta, kasih, sayang dan dorongan semangat kepada penulis selama menempuh pendidikan. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Laksmi Ambarsari, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, serta dorongan moral kepada penulis. Pada kesempatan kali ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi selaku penguji sidang tesis Luar Komisi, dan Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS selaku Ketua Mayor Kimia yang telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam penyempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa pascasarjana Mayor Kimia, khususnya angkatan 2007 atas segala jalinan persahabatan, kerjasama, dan kebersamaan dalam menempuh perkuliahan. Kepada semua pihak yang telah membantu dengan tulus selama mengikuti perkuliahan sampai selesainya tesis ini, juga disampaikan terima kasih. Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulis sendiri di masa mendatang.
Bogor, April 2010 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 21 Agustus 1983 sebagai putra kedua dari empat bersaudara, dari ayah Saino Sudibyo dan ibu Siti Nurjanah. Pendidikan menengah ditempuh penulis di Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Tangerang dan mendapatkan kelulusan pada tahun 2001. Pada tahun yang sama, penulis juga diterima sebagai mahasiswa Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan menempuh pendidikan sarjana di Departemen Kimia IPB. Judul penelitian yang diusung untuk memperoleh gelar sarjananya ialah Optimalisasi Sintesis dan Kajian Adsorpsi Gel Kitosan-Alginat Terhadap Ion Logam Cu(II). Pada tahun 2007, penulis menempuh program magister sains pada Mayor Kimia Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama perkuliahan, penulis aktif membantu berbagai kegiatan penelitian di laboratorium. Pada tahun 2008, penulis diikutsertakan bersama dengan dosen pembimbing dalam Hibah Penelitian Kompetensi DIKTI 2008 di Institut Pertanian Bogor dengan topik penelitian Pengembangan Kitosan Sebagai Adsorben dan Bahan Penyalut Suatu Obat. Oleh karena itu, pada tahun 2009 buku pertama yang dibuat oleh dosen pembimbing dan penulis yang berjudul “Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan” telah diterbitkan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ii PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6 Hipotesis ..................................................................................................... 6 TINJAUAN PUSTAKA Gel kitosan ................................................................................................... 7 Pengertian dan Perkembangan Nanopartikel .............................................. 10 Metode Pembuatan Nanopartikel ............................................................... 11 Sonokimia ................................................................................................... 14 BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan ........................................................................................... 16 Metode Penelitian ....................................................................................... 16 Penelitian Pendahuluan ........................................................................ 16 Pembuatan Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen............................ 18 Karakterisasi Struktur dan Morfologi Nanopartikel ............................ 18 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Standar ......... 18 Efisiensi Enkapsulasi Ketoprofen Pada Nanopartikel ......................... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Nanopartikel Kitosan .................................................................................. 20 Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Kitosan, TPP, dan Oleat Terhadap Jumlah Nanopartikel Kitosan ..................................................... 23 Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Kitosan, TPP, dan Oleat Terhadap Efisiensi Enkapsulasi Ketoprofen ............................................... 26 Hasil Analisis Pemilihan Formula Berdasarkan Nilai Efisiensi dan Jumlah Nanopartikel Kitosan ....................................... 32 Hasil Analisis Karakterisasi Gugus Fungsi Nanopartikel Kitosan ............. 34
Halaman SIMPULAN ......................................................................................................... 36 SARAN ................................................................................................................ 37 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38
DAFTAR TABEL Halaman 1
Parameter Mutu Kitosan Niaga ....................................................................... 8
2
Kombinasi Konsentrasi Kitosan, TPP, dan Asam Oleat Semua Formula ...... 17
3
Kombinasi Formula Konsentrasi Kitosan, TPP, dan Asam Oleat ................. 21
4
Jumlah Nanopartikel Kitosan Dari Setiap Formula Nanopartikel .................. 25
5
Nilai Efisiensi Dari Setiap Formula Nanopartikel ......................................... 29
6
Pembobotan Berdasarkan Nilai Efisiensi dan Jumlah Nanopartikel Kitosan ..................................................................................... 34
7 Perbandingan Spektrum FTIR Kitosan, Ketoprofen, dan Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen ........................................................ 35
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Struktur Kitosan .............................................................................................. 7
2
Struktur Hidrogel Kitosan ............................................................................... 9
3
Pembuatan Nanopartikel ................................................................................ 13
4
Hasil SEM Nanopartikel Kitosan ................................................................... 23
5
Kurva Pengaruh Konsentrasi TPP dan Asam Oleat Terhadap Jumlah Nanopartikel Kitosan ......................................................................... 26
6 Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ....................................... 27 7
Hubungan Antara Absorbans dan Konsentrasi Larutan Ketoprofen .............. 27
8
Penyalutan Obat di dalam Nanopartikel Kitosan ........................................... 29
9 Kurva Pengaruh Konsentrasi TPP dan Asam Oleat Terhadap Nilai Efisiensi Enkapsulasi ............................................................................ 32 10 Spektrum FTIR Kitosan, Ketoprofen, dan Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen .............................................................................. 36
PENDAHULUAN Latar Belakang Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern, seperti farmasi, biokimia, kosmetika, industri pangan, dan industri tekstil mendorong untuk terus dikembangkannya berbagai penelitian yang menggunakan kitosan, termasuk melakukan modifikasi kimia atau fisik dari kitosan. Modifikasi kimia menghasilkan perbaikan stabilitas kitosan melalui fungsionalisasi gugus fungsi yang ada, perbaikan ukuran pori kitosan dengan menggunakan senyawa porogen, dan dapat menaikkan kapasitas adsorpsi kitosan apabila kitosan dipadukan dengan polimer lain. Modifikasi kimia kitosan salah satunya dapat dilakukan melalui pembentukan ikatan silang dalam struktur kitosan menghasilkan gel kitosan. Penambahan polivinil alkohol (PVA) pada pembentukan gel kitosan dapat memperbaiki sifat gel, yaitu menurunkan waktu gelasi dan meningkatkan kekuatan mekanik gel (Wang et al. 2004, Aisyah 2005). Modifikasi kimia pada gel kitosan yang telah dilaporkan ialah dengan menggunakan pengikat silang glutaraldehida yang juga diikuti penambahan hidrokoloid alami, di antaranya gom guar (Sugita et al. 2006a), alginat (Cardenas et al. 2003; Tan et al. 2003; Sugita et al. 2006b), dan karboksimetil selulosa (CMC) (Sugita et al. 2007a). Modifikasi ini meningkatkan sifat reologi gel kitosan meliputi kekuatan mekanik, titik pecah, ketegaran, pembengkakan, dan pengerutan yang sesuai untuk sistem pengantaran obat. Jenis modifikasi gel kitosan yang sifat reologinya telah dioptimumkan untuk pengantaran obat ialah gel kitosan-gom guar (Sugita et al. 2006a) dan gel kitosanCMC (Sugita et al. 2007a). Gel tersebut telah diaplikasikan dalam penyalutan obat ketoprofen dalam bentuk mikrokapsul. Selain itu, Rosa et al. (2008) melaporkan modifikasi kimia kitosan melalui pembuatan garam kitosan kuarterner dengan glisidiltrimetil amonium klorida dan pengikat silang glutaraldehida. Hasilnya, garam kitosan kuarterner dapat mengurangi zat warna reaktif jingga 16 (RO16) dari limbah tekstil.
Sejauh ini sistem pengantaran obat dengan menggunakan kitosan hanya terbatas pada modifikasi kimia pada kitosan saja. Apabila modifikasi kimia kitosan ini akan diterapkan sebagai sistem pengantaran obat ke dalam tubuh maka harus mempertimbangkan kemampuan kitosan untuk bisa melewati penghalang (barrier) dalam sistem metabolisme tubuh, dapat mencapai target pengobatan, dan melepaskan zat aktif pada tempat yang spesifik di dalam tubuh sebagai sasaran pengobatan. Oleh karena itu, modifikasi fisik melalui pengaturan ukuran partikel kitosan menjadi hal yang sangat penting. Modifikasi fisik kitosan yang telah dilakukan adalah dalam bentuk mikrokapsul dan telah diterapkan untuk pengantaran obat ketoprofen ke dalam tubuh. Modifikasi fisik pada kitosan mencakup perubahan ukuran partikel atau butir kitosan menjadi lebih kecil untuk pemanfaatan yang lebih luas. Bentuk mikrokapsul memiliki kelemahan, salah satunya adalah kemampuan penetrasi ke dalam jaringan tubuh terbatas. Oleh karena itu, perkembangan modifikasi fisik mengarah ke bentuk nanopartikel. Pembuatan nanopartikel dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi material dan metode yang digunakan. Untuk nanopartikel kitosan, komposisi material yang digunakan adalah kitosan, TPP, dan surfaktan. Penggunaan kitosan dalam bentuk nanopartikel dipilih karena kemampuannya untuk meningkatkan penetrasi molekul-molekul besar. Selain itu, dengan kemudahan masuk ke dalam tubuh, nanopartikel dapat berpindah mengikuti sirkulasi darah ke bagian tubuh. Nanopartikel hidrofilik umumnya memiliki sirkulasi yang lebih lama di dalam darah (Wu et al. 2005). Komposisi material yang sesuai akan menghasilkan nanopartikel kitosan dengan ukuran kecil dan morfologi seragam. Menurut Xu (2003), pembentukan nanopartikel hanya terjadi pada konsentrasi tertentu kitosan dan TPP. Xu berhasil membuat nanopartikel kitosan berukuran 20–200 nm dengan menggunakan konsentrasi kitosan 1.5 mg/ml dan konsentrasi TPP 0.7 mg/ml. Selain itu, Wu et al. (2005) juga berhasil membuat nanopartikel kitosan berukuran 20–80 nm dengan menggunakan konsentrasi kitosan 1.44 mg/ml dan konsentrasi TPP 0.6 mg/ml. Oleh karenanya, pemilihan komposisi material yang sesuai merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembuatan nanopartikel.
Metode pembuatan nanopartikel merupakan faktor lain yang menentukan selain komposisi material. Banyak metode dikembangkan untuk menghasilkan nanopartikel dengan ukuran kecil dan morfologi yang seragam. Wu et al. (2005) dan Xu (2003) berhasil membuat nanopartikel kitosan menggunakan metode pengadukan magnetik pada suhu kamar. Akan tetapi, penentuan ukuran partikel yang terbentuk dilakukan dengan metode berbeda, yaitu dengan dynamic light scattering (DLS) pada penelitian Wu et al. (2005) dan dengan transmission electron microscope (TEM) pada penelitian Xu (2003). Selain itu, Kim et al. (2006)
berhasil
membuat
nanopartikel
kitosan
berukuran
50–200
nm
menggunakan metode ultrasonikasi, dilanjutkan dengan metode pengering beku (freeze dry), dan analisis TEM. Sampai saat ini penelitian nanopartikel kitosan terus dikembangkan, baik dalam penentuan komposisi maupun pencarian metode yang sesuai. Qi et al. (2005) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh nanopartikel kitosan pada perkembangbiakan sel carcinoma tipe MGC803 pada lambung manusia secara in vitro. Hasilnya, nanopartikel kitosan yang berukuran 65 nm secara nyata menghambat perkembangbiakan sel MGC803 dengan nilai IC50 5,3 µg/ml setelah 48 jam perlakuan. Selain itu, Kim et al. (2006) melaporkan penelitiannya tentang pembuatan dan karakterisasi retinol tersalut nanopartikel kitosan, yang telah digunakan dalam bidang kosmetika dan farmasi. Hasilnya, retinol tersalut nanopartikel kitosan memiliki ukuran partikel sekitar 50–200 nm dan retinol efektif tersalut di dalam kitosan. Berbagai penelitian tentang modifikasi nanopartikel kitosan pun saat ini telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Diebold et al. (2007) yang membuat kompleks antara liposom (gelembung lemak) dengan nanopartikel kitosan untuk melihat kemampuan nanopartikel kitosan sebagai pembawa obat. Hasilnya, kompleks tersebut berpotensi sebagai pembawa obat (drug carrier) untuk permukaan lensa mata. Selain itu, Sarmento et al. (2007) melaporkan bahwa nanopartikel tersalut kitosan-alginat yang berisi hormon insulin secara in vivo menurunkan tingkat glukosa streptozotosin pada dosis 50 dan 100 IU/kg sampai 59 dan 55% dari tingkat dasarnya. Selain itu, nanopartikel kitosan tersalut alginat lebih stabil dan pelepasannya terkontrol untuk pengiriman
vaksin yang dilakukan secara in vivo dibandingkan tanpa tersalut alginat (Borges et al. 2006). Penelitian nanopartikel kitosan termodifikasi umumnya menggunakan senyawa pengikat silang dan surfaktan. Zat pengikat silang yang sering digunakan adalah glutaraldehida, sedangkan surfaktan yang banyak dipakai adalah surfaktan nonionik (Tween 80 dan Span 80). Selain itu, ada senyawa yang bisa berfungsi sebagai pengikat silang sekaligus sebagai surfaktan, yaitu asam oleat. Untuk bidang farmasi sebagai sistem pengantaran obat (drug delivery system), penggunaan zat pengikat silang dan surfaktan melalui penambahan zat kimia memiliki kelemahan, yaitu toksisitas dari zat kimia yang digunakan (Tarirai 2005). Oleh karena itu, sistem pengantaran obat harus dibuat dari material yang memiliki tingkat toksisitas minimum. Tarirai (2005) telah melakukan penelitian tentang pembuatan gel kitosan sebagai pembawa obat ibuprofen dengan menggunakan senyawa pengikat silang tripolifosfat dan senyawa surfaktan yang sekaligus berfungsi sebagai pengikat silang, yaitu asam oleat, sodium lauril sulfat (SLS), dan Tween 80. Hasilnya, Tween 80 memiliki kemampuan mengikat silang yang relatif rendah pada kisaran konsentrasi 0,1–15% (v/v). Hal ini disebabkan Tween 80 bersifat nonionik sehingga interaksi dengan polikationik kitosan sangat rendah. Pada konsentrasi 1–2,5% (b/v), SLS belum mampu membentuk ikatan silang antar polimer kitosan dan interaksinya menghasilkan hidrogel yang di dalamnya terdapat struktur seperti butiran. Penggunaan glutaraldehida sebagai zat pengikat silang untuk sistem pengantaran obat umumnya banyak dihindari. Selain glutaraldehida bersifat toksik, ikatan silang glutaraldehida yang terjadi melalui reaksi pembentukan basa Schiff antara gugus aldehida-ujung pada glutaraldehida dengan gugus amino pada kitosan membentuk imina akan menghasilkan ikatan kimia yang kuat antar polimer kitosan. Untuk nanopartikel kitosan sebagai sistem pengantaran obat, hal ini harus dihindari karena dapat mengakibatkan sulitnya proses pelepasan obat dari dalam nanopartikel. Umumnya, pembentukan ikatan silang ionik antara polikationik kitosan dengan senyawa polianion akan lebih disukai dibandingkan dengan pembentukan ikatan kimia yang kuat antar polimer kitosan.
Pembentukan ikatan silang ionik salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa tripolifosfat. Tripolifosfat dianggap sebagai zat pengikat silang yang paling baik. Shu dan Zhu (2002) melaporkan bahwa penggunaan tripolifosfat untuk pembentukan gel kitosan dapat meningkatkan kekuatan mekanik dari gel yang terbentuk. Hal ini karena tripolifosfat memiliki rapatan muatan negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan polikationik kitosan akan lebih besar. Oleh karena itu, penelitian ini membuat nanopartikel kitosan yang terikat silang secara ionik dengan menggunakan zat pengikat silang polianion tripolifosfat. Penggunaan surfaktan nonionik Tween 80 dan Span 80 dalam proses pembuatan mikrosfer kitosan untuk sistem pengantaran hemoglobin ke dalam tubuh telah dilaporkan oleh Silva et al. (2006). Hasilnya, kedua surfaktan tersebut dapat menurunkan diameter rata-rata mikrosfer kitosan, yaitu dari 132,6 µm menjadi 24,9 µm untuk Span 80, dan dari 198 µm menjadi 181,3 µm untuk Tween 80. Selain itu, surfaktan Span 80 juga dapat menurunkan efisiensi enkapsulasi dari 91.2% menjadi 90.9%. Berdasarkan penelitian Silva et al. (2006) inilah diketahui bahwa penambahan surfaktan dapat memperkecil ukuran partikel kitosan. Oleh karena itu, penggunaan surfaktan lainnya menjadi perhatian penting dalam perkembangan berbagai penelitian yang berhubungan dengan sistem pengantaran obat ke dalam tubuh. Pembuatan
nanopartikel
dalam
penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan komponen tripolifosfat, sebagai pengikat silang dan asam oleat, sebagai surfaktan. Hal ini dilakukan karena untuk menghindari sifat toksik dari glutaraldehida yang selama ini banyak digunakan. Selain itu, penggunaan asam oleat yang stabil dalam kondisi asam sebagai surfaktan sampai saat ini belum banyak diteliti dan diharapkan asam oleat ini dapat berperan dalam sistem penghantaran obat ke dalam tubuh.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan membuat nanopartikel kitosan dengan metode ultrasonikasi dan sentrifugasi melalui variasi konsentrasi kitosan, TPP, dan surfaktan, serta menentukan karakterisasi nanopartikel yang meliputi morfologi, efisiensi penyalutan ketoprofen, dan ukuran nanopartikel.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Metode sonikasi dan sentrifugasi dapat digunakan untuk membuat nanopartikel kitosan yang menyalut ketoprofen dengan efisiensi di atas 50%. 2. Efisiensi penyalutan ketoprofen dalam nanopartikel kitosan dipengaruhi oleh komposisi nanopartikel yang mencakup jumlah kitosan, TPP, dan surfaktan yang digunakan.
TINJAUAN PUSTAKA Gel Kitosan Proses gelasi atau pembentukan gel merupakan fenomena yang menarik dan sangat kompleks. Jika terjadi ikatan silang pada polimer yang terdiri atas molekul rantai panjang dalam jumlah yang cukup, maka akan terbentuk bangunan tiga dimensi yang berkelanjutan sehingga molekul pelarut akan terjebak diantaranya, terjadi immobilisasi molekul pelarut, dan terbentuk struktur yang kaku dan tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu (Fardiaz 1989). Gel yang dapat menahan air di dalam strukturnya disebut hidrogel (Wang et al. 2004). Air yang terdapat dalam gel ini merupakan tipe air imbibisi, yaitu air yang masuk ke dalam suatu bahan dan akan menyebabkan pengembangan volume, tetapi air ini bukan komponen penyusun bahan tersebut (Winarno 1997). Hidrogel dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan proses pembentukannya, yaitu hidrogel kimia dan fisika. Hidrogel kimia dibentuk dari reaksi tidak dapat balik karena melibatkan pembentukan ikatan silang secara kovalen, sedangkan hidrogel fisika dibentuk dari reaksi dapat balik dengan pembentukan ikatan silang secara ionik (Stevens 2001, Berger et al. 2004). Saat ini, penggunaan hidrogel banyak dikembangkan dalam berbagai bidang, antara lain farmasi, industri, dan makanan. Hidrogel ini dibentuk dari berbagai macam bahan polimer alam maupun polimer sintetik, salah satunya adalah polimer alam kitosan. Kitosan merupakan biopolimer polikationik linear dengan unit berulang 2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa yang terhubung oleh ikatan β-(1→4) (Thatte 2004). Struktur kimia kitosan disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Struktur kitosan
Kitosan memiliki rumus molekul (C6H11NO4)n dan merupakan salah satu dari sedikit polimer alam yang berbentuk polielektrolit kationik dalam larutan asam organik (Jamaludin 1994). Kitosan larut dalam pelarut organik, HCl encer, HNO3 encer, dan H3PO4 0,5%, tetapi tidak larut dalam basa kuat dan H2SO4. Sifat kelarutan kitosan ini dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi. Bobot molekul kitosan beragam, bergantung pada degradasi yang terjadi selama proses deasetilasi (Sugita 1992). Parameter mutu kitosan biasanya dilihat dari nilai derajat deasetilasi, kadar air, kadar abu, bobot molekul, dan viskositas. Kitosan niaga memiliki bobot molekul sekitar 1 × 105–1.2 × 106 g/mol. Viskositas kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti derajat deasetilasi, bobot molekul, konsentrasi pelarut, dan suhu. Parameter mutu kitosan niaga dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Parameter mutu kitosan niaga* Parameter Ciri Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk Kadar air ≤ 10% Kadar abu ≤ 2% Derajat deasetilasi ≥ 70% Warna larutan tidak berwarna Viskositas (cps): Rendah < 200 Medium 200–799 Tinggi 800–2000 Sangat tinggi >2000 * Sumber: Anonim (1987) dalam Jamaludin (1994)
Gel kitosan terjadi karena terbentuknya jaringan tiga dimensi antara molekul kitosan yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan menangkap sejumlah air di dalamnya. Sifat jaringan serta interaksi molekul yang mengikat keseluruhan gel menentukan kekuatan, stabilitas, dan tekstur gel. Untuk memperkuat jaringan di dalam gel biasanya digunakan molekul lain yang berperan sebagai pembentuk ikatan silang. Ikatan silang kovalen dalam hidrogel kitosan dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu ikatan silang kitosan-kitosan, jaringan polimer hibrida, dan semi- atau fullinterpenetrating network (IPN) (Gambar 2a, b, c). Ikatan silang kitosan-kitosan terjadi antara dua unit struktural pada rantai polimer kitosan yang sama, sementara pada jaringan polimer hibrida, reaksi pengikatan silang terjadi antara satu unit dari
struktur rantai kitosan dan unit lain dari struktur polimer tambahan. Berbeda dengan jaringan polimer hibrida, semi- atau full-IPN terjadi jika ditambahkan polimer lain yang tidak bereaksi dengan larutan kitosan sebelum terjadi ikatan silang. Pada semi-IPN, polimer yang ditambahkan ini hanya melilit, sementara pada full-IPN, ditambahkan dua senyawa pengikat silang yang terlibat dalam jaringan (Berger et al. 2004).
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 Struktur hidrogel kitosan (a) ikatan silang kitosan-kitosan, (b) jaringan polimer hibrida, (c) jaringan semi IPN (Berger et al. 2004)
Kitosan menunjukkan sifat-sifat polimer biomedis seperti non-toksik, biokompatibel, dan biodegradabel. Struktur kitosan yang mirip dengan selulosa dan kemampuannya membentuk gel dalam suasana asam, membuat kitosan memiliki sifat-sifat sebagai matriks dalam sistem pengantaran obat (Sutriyo et al. 2005). Kitosan biasa dipakai sebagai penghantar obat berdasarkan kekuatan mekanik dan keteruraian hayatinya yang lambat. Kitosan berbentuk gel atau lembaran telah digunakan sebagai pengantar obat yang merupakan zat antikanker (Dhanikula et al. 2004). Kitosan juga dapat memperbaiki sistem pengantaran ketoprofen dan indometasin yang merupakan obat anti-peradangan dengan cara menyalut obat dalam mikrokapsul (Yamada et al. 2001, Tiyaboonchai et al. 2003). Beberapa penelitian kitosan yang termodifikasi dengan gom guar telah digunakan sebagai matriks penghantaran obat dalam tubuh diantaranya obat anti peradangan ketoprofen (Amelia 2007) dan obat anti-peradangan indometasin (Mubarok 2007). Hal ini sesuai dengan Nata (2007) yang melaporkan bahwa melalui uji difusi secara in vitro, proses pembengkakan membran kitosan-gom
guar akibat matriks yang bersentuhan dengan cairan sangat baik digunakan untuk sistem penghantaran obat.
Nanopartikel Kitosan Pengertian dan Perkembangan Nanopartikel Nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang berbentuk padat dengan ukuran sekitar 10–1000 nm (Mohanraj 2006). Pembuatan teknologi nanopartikel ini sangat bergantung pada metode preparasi yang dilakukan, baik itu dalam bentuk nanopartikel, nanosphere, atau nanokapsul. Dalam sistem pengantaran obat, nanopartikel berperan sebagai pembawa (carrier) dengan cara melarutkan, menjebak, mengenkapsulasi, atau menempelkan obat di dalam matriksnya. Baru-baru ini, nanopartikel yang berasal dari bahan polimer digunakan sebagai
sistem
pengantaran
obat
yang
potensial
karena
kemampuan
penyebarannya di dalam organ tubuh selama waktu tertentu, dan kemampuannya untuk mengantarkan protein atau peptida (Mohanraj 2006). Nanopartikel dari bahan polimer yang biodegradabel dan kompatibel merupakan salah satu perkembangan baik untuk pembawa obat karena nanopartikel diduga terjerap secara utuh di dalam sistem pencernaan setelah masuk ke dalam tubuh (Wu et al. 2005). Tujuan utama dalam melakukan rancangan nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat adalah untuk mengatur ukuran partikel, sifat-sifat permukaan, dan pelepasan zat aktif pada tempat yang spesifik di dalam tubuh sebagai sasaran pengobatan. Kelebihan menggunakan nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat antara lain (1) ukuran partikel dan karakteristik permukaan nanopartikel dapat dengan mudah dimanipulasi sesuai dengan target pengobatan; (2) nanopartikel mengatur dan memperpanjang pelepasan obat selama proses transpor obat ke sasaran; (3) obat dapat dimasukan ke dalam sistem nanopartikel tanpa reaksi kimia; dan (4) sistem nanopartikel dapat diterapkan untuk berbagai sasaran pengobatan, karena nanopartikel masuk ke dalam sistem peredaran darah dan di bawa oleh darah menuju target pengobatan (Mohanraj 2006). Beberapa hasil penelitian menjelaskan bahwa jumlah nanopartikel yang melewati epitelium usus lebih besar daripada mikrosfer (> 1 µm) (Wu et al. 2005). Saat ini penelitian
mengenai nanopartikel telah banyak dikembangkan, salah satunya adalah nanopartikel kitosan. Studi nanopartikel kitosan banyak difokuskan pada preparasi, modifikasi, perilaku berbagai macam obat dan sifat-sifat fisiknya, seperti nanopartikel kitosan tersalut PLGA (poly-D,L-lactide-co-glycolide), nanopartikel berisi insulin, asam deoksiribonukleat (DNA), dan obat antikanker. Janes (2001) melaporkan bahwa bobot molekul kitosan memainkan peran penting dalam sistem penghantaran protein atau peptida oleh nanopartikel kitosan (Xu 2003). Selain itu, Jang et al. (2002) mempelajari karakteristik dari nanopartikel kitosan yang termodifikasi dengan gugus-gugus hidrofobik (kolesterol) dan hidrofilik (polietilen glikol). Hasilnya, semakin banyaknya jumlah gugus hidrofobik maka ukuran partikel akan semakin kecil, dan diperoleh nanopartikel berukuran 30–150 nm. Wu et al. (2005) mempelajari karakteristik nanopartikel kitosan terisi amonium glycyrrhizinate (sebagai obat anti-hepatitis) dengan menggunakan proses gelasi ionik. Hasilnya, nanopartikel yang diperoleh berukuran 20–80 nm dan melalui uji difusi secara in vitro dapat digunakan sebagai sistem penghantaran amonium glycyrrhizinate dengan pelepasan amonium glycyrrhizinate pada 1 jam pertama
sekitar
22,5%
kemudian
diikuti
dengan
pelepasan
amonium
glycyrrhizinate yang sangat lambat hingga mencapai 16 jam, yaitu 37,5%. Joseph (2007) melakukan preparasi dan karakterisasi nanopartikel kitosan untuk mengantarkan sitarabin (sebagai zat kemoterapi) untuk terapi penyakit kanker. Hasilnya, pelepasan sitarabin dari nanopartikel kitosan melalui uji difusi secara in vitro pada 1 jam pertama cukup cepat, yaitu 30,5% kemudian diikuti dengan pelepasan sitarabin yang sangat lambat hingga mencapai 16 jam, yaitu 63,1%.
Metode Pembuatan Nanopartikel Menurut Mohanraj (2006), kebanyakan nanopartikel dibuat dengan tiga metode, yaitu dispersi polimer, polimerisasi monomer, dan proses gelasi ionik. Dispersi polimer merupakan teknik umum yang digunakan untuk membuat nanopartikel biodegradabel dari PLA (poly-lactic acid), PLG (poly-D,Lglycolide), PLGA (poly-D,L-lactide-co-glycolide), dan PCA (poly-cyanoacrylate). Teknik dispersi polimer ini dapat digunakan dalam berbagai cara, antara lain
metode evaporasi pelarut dan metode difusi pelarut. Dalam metode evaporasi pelarut, polimer dan obat masing-masing dilarutkan dalam pelarut organik. Campuran larutan polimer dan obat tersebut kemudian di emulsifikasi dalam larutan yang mengandung surfaktan untuk membentuk emulsi minyak dalam air (o/w). Setelah emulsi yang terbentuk stabil, pelarut kemudian diuapkan. Untuk metode polimerisasi, monomer di polimerisasi untuk membentuk nanopartikel dalam larutan berair. Suspensi nanopartikel selanjutnya dipisahkan dari penstabil dan surfaktan yang digunakan dengan ultrasentrifugasi dan partikel disuspensikan kembali dalam medium yang isotonis. Metode yang paling umum pembuatan nanopartikel menurut Mohanraj (2006) adalah melalui proses gelasi ionik. Banyak penelitian difokuskan untuk membuat nanopartikel dari polimer yang biodegradabel seperti kitosan, gelatin, dan sodium alginat. Salah satu contoh metode gelasi ionik ini adalah mencampurkan polimer kitosan dengan polianion sodium tripolifosfat yang menghasilkan interaksi antara muatan positif pada gugus amino kitosan dengan muatan negatif tripolifosfat. Menurut Haskell (2005), nanopartikel dapat dibuat dengan 4 metode, yaitu (1) emulsifikasi; (2) pemecahan; (3) pengendapan; dan (4) difusi emulsi (Gambar 3). Metode emulsifikasi menggunakan bahan dasar cairan/larutan dan energi mekanik atau ultrasonik diberikan untuk mengurangi ukuran partikel (umumnya < 300 nm). Metode ini memiliki keuntungan, yaitu menggunakan peralatan yang umum (seperti homogenizer), sedangkan kelemahan metode ini antara lain pengisian obat ke dalam nanopartikel rendah, serta memerlukan energi tinggi untuk dekomposisi kimia. Metode pemecahan menggunakan bahan dasar padatan yang dipecah dengan cara menggiling butiran-butiran padatan. Metode ini memiliki kelebihan antara lain cocok untuk senyawa yang kelarutannya rendah, sedangkan kekurangan metode ini antara lain pemecahan partikel padatan memerlukan energi dan waktu yang lebih besar daripada bahan cairan/larutan, dapat menghasilkan panas, kondisi proses berbeda-beda dari satu obat ke obat lainnya, dan ukuran partikel yang dihasilkan terbatas, yaitu lebih besar dari 100 nm.
Metode pengendapan dilakukan dengan mengendalikan kelarutan bahan di dalam larutan melalui perubahan pH, suhu, atau pelarut. Endapan yang dihasilkan dari kondisi sangat jenuh memiliki banyak partikel berukuran kecil. Metode ini memiliki kelebihan antara lain dapat menghasilkan partikel lebih kecil dari 100 nm dan pemakaian energi sangat rendah. Akan tetapi, kekurangan metode ini adalah pengisian obat ke dalam nanopartikel rendah dan memerlukan penguapan banyak pelarut. Metode yang terakhir adalah difusi emulsi yang merupakan gabungan dari metode emulsifikasi dan pengendapan. Dalam metode ini, emulsi yang mengandung obat dihasilkan terlebih dahulu melalui penggunaan pelarut dengan volatilitas yang tinggi. Setelah preparasi, fase yang mengandung obat dihilangkan melalui evaporasi, yang berlanjut pada pengendapan obat dalam droplet emulsi. Tidak seperti metode pengendapan langsung yang pembentukan partikel terjadi di seluruh larutan, dalam metode ini pengendapan terbatas pada fase yang mengandung obat sehingga droplet berperan sebagai cetakan (templat) untuk pembentukan nanopartikel. Metode difusi emulsi memiliki kelebihan antara lain proses pengendapan dapat dikendalikan secara merata sehingga lebih efektif menghasilkan nanopartikel, sedangkan kekurangan metode ini adalah prosesnya lebih rumit karena banyak tahapan yang dilakukan, biaya lebih besar, serta memerlukan kemampuan khusus untuk pemilihan pelarut yang sesuai. Energi Larutan Larutan
Difusi
Energi
Padatan
Pengendapan
Energi
Gambar 3 Pembuatan nanopartikel (Haskell 2005)
Sonokimia Sonic atau suara dengan frekuensi sangat tinggi disebut ultrasonik. Ahli kimia pertama yang memperkenalkan efek gelombang suara yang kemudian disebut sebagai sonokimia adalah Alfred L. Loomis pada tahun 1927. Sejak tahun 1980-an efek dari ultrasonik telah banyak dipergunakan oleh para ilmuwan di berbagai sektor, karena ultrasonik memiliki dampak yang signifikan secara fisika dan kimia terhadap suatu zat (Wahid et al. 2001). Ultrasonik memiliki frekuensi melebihi batas pendengaran manusia, yaitu di atas 20 kHz. Frekuensi yang lebih tinggi memiliki panjang gelombang yang lebih pendek. Gelombang suara ultrasonik dapat didengar dan digunakan sebagai alat komunikasi oleh pendengaran beberapa jenis binatang, seperti anjing, kelelawar, dan lumba-lumba (Kencana 2009). Iradiasi ultrasonik sangat berkaitan erat dengan kavitasi, yaitu pembentukan, pertumbuhan, dan pengempisan gelembung di dalam cairan. Ultrasonik intensitas tinggi dapat memberikan efek pada perubahan fisika dan kimia yang cukup luas karena memiliki energi yang cukup tinggi yang dapat diberikan pada zat lain dalam waktu yang cukup singkat dengan tekanan yang tinggi. Tekanan inilah yang akan menimbulkan kavitasi. Efek fisika dari ultrasonik intensitas tinggi salah satunya adalah emulsifikasi (Wahid et al. 2001). Suara ultrasonik yang menjalar di dalam medium cair memiliki kemampuan terus menerus membangkitkan semacam gelembung atau rongga (cavity) di dalam medium tersebut yang kemudian secepat kilat meletus. Fenomena ini lebih dikenal dengan
nama
kavitasi.
Gelembung-gelembung
yang
meletus
tadi
bisa
menghasilkan energi kinetik luar biasa besar yang berubah menjadi energi panas. Penciptaan dan luruhnya gelembung yang cepat memberikan efek transfer energi panas yang juga cepat. Gelembung-gelembung tadi bisa mencapai suhu 5000 K, bertekanan 1000 atm, dan memiliki kecepatan pemanasan-pendinginan 1010 K/s. Selama terjadinya gelembung-gelembung, kondisi fisika-kimia suatu reaksi bisa berubah drastis namun suhu medium yang teramati tetaplah dingin karena proses terbentuk dan pecahnya gelembung tadi terjadi dalam skala mikroskopik. Sejumlah teori dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana radiasi ultrasonik 20 kHz dapat memecahkan ikatan kimia. Semua teori sepakat bahwa
kejadian utama dalam sonokimia adalah pembentukan, pertumbuhan, dan pemecahan gelembung yang terbentuk di dalam cairan. Masalah selanjutnya adalah bagaimana gelembung dapat terbentuk, mengingat fakta bahwa daya yang diperlukan untuk memisahkan molekul-molekul air pada jarak 2 kali ikatan Van der Waals nya adalah sebesar 105 W/cm2, sedangkan dalam bath sonikasi dengan daya 0.3 W/cm2 sudah berhasil mengubah air menjadi hidrogen peroksida. Banyak penjelasan berbeda yang diajukan untuk menjelaskan fenomena ini, tetapi semuanya berdasarkan pada keberadaan partikel tertentu atau gelembunggelembung gas yang menurunkan gaya antarmolekul sehingga memungkinkan terbentuknya gelembung. Tahap kedua adalah pertumbuhan gelembung yang terjadi melalui difusi uap zat terlarut (solut) pada gelembung, dan tahap ketiga adalah pecahnya gelembung yang terjadi ketika ukuran gelembung mencapai nilai maksimumnya. Berdasarkan mekanisme hot-spot, ledakan gelembung tersebut menaikkan temperatur lokal hingga 5000 K dan tekanan 1000 atm. Kondisi ekstrem tersebut menyebabkan pemutusan ikatan kimia. Gelombang ultrasonik tidak secara langsung berinteraksi dengan molekulmolekul untuk menginduksi suatu perubahan kimia. Interaksi gelombang ultrasonik dengan molekul-molekul terjadi melalui media perantara berupa cairan. Gelombang yang dihasilkan oleh tenaga listrik diteruskan oleh media cair ke medan yang dituju melalui fenomena kavitasi yang akan menyebabkan terjadinya temperatur dan tekanan lokal ekstrem di dalam cairan dimana reaksi terjadi (Kencana 2009). Peralatan komersial untuk penelitian efek ultrasonik telah banyak tersedia. Sebuah alat yang berbentuk probe, yang dapat menghasilkan gelombang ultrasonik berintensitas tinggi (50–500 W/cm2) merupakan tipe yang paling akurat dan efektif untuk skala laboratorium serta memberikan kemudahan dalam mengontrolnya pada suhu ruang dan tekanan atmosfer. Sedangkan ultrasonik cleaning bath hanya memiliki intensitas rendah (~ 1 W/cm2) (Wahid et al. 2001). Oleh karena itu, kebanyakan pembuatan nanopartikel dilakukan dengan menggunakan peralatan ultrasonik berbentuk probe.
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, FTIR jenis Perkin Elmer seri SpectrumOne, spektrofotometer ultraviolet/sinar tampak (UV/Vis) UV1700 PharmaSpec, High Speed Centrifuse Sorvall RC 5B Plus, SEM JEOL JSM6360LA, pengaduk magnet, Ultrasonik prosesor Cole Parmer 130 Watt 20 kHz, pHmeter 510 Bench Series, pengering semprot Buchi 190, pelapis ion Sputter JFC-1100. Bahan-bahan yang digunakan adalah kitosan niaga yang dibeli dari Bratachem (DD 70,15% dan BM 3×105 g/mol), asam asetat 1%, asam oleat pa, etanol, ketoprofen yang diperoleh dari PT Kalbe Farma, natrium tripolifosfat (STPP), dan larutan bufer fosfat pH 7.2.
Metode Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian pendahuluan, yaitu menentukan formula konsentrasi material (kitosan, TPP, dan oleat) yang akan digunakan dalam penelitian utama. Penelitian utama meliputi tahapan pembuatan nanopartikel kitosan, karakterisasi, dan analisis data komposisi nanopartikel terhadap nilai efisiensi dan ukuran partikel. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ini meliputi screening nilai konsentrasi material yang akan digunakan, dilakukan dengan mencari kisaran nilai maksimum dan minimum dari setiap material yang digunakan. Setelah itu, seluruh data konsentrasi tersebut diolah menggunakan model Box Behnken program Modde 5 untuk melihat nilai sebaran data konsentrasi yang mewakili. Dari hasil ini dapat diperoleh variasi nilai konsentrasi material yang akan digunakan dalam penelitian utama. Seluruh kombinasi formula dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kombinasi konsentrasi kitosan, TPP, dan asam oleat semua formula KITOSAN % (b/v)
2.50
TPP (mg/ml) 0.84
1.17
1.50
0.84
3.00
1.17
1.50
0.84
3.50
1.17
1.50
OLEAT (mg/ml) 0.10 0.80 1.50 0.10 0.10 0.80 0.80 1.50 1.50 0.10 0.80 1.50 0.10 0.10 0.80 1.50 1.50 0.10 0.80 0.80 1.50 1.50 0.10 0.10 0.80 1.50 1.50 0.10 0.80 1.50 0.10 0.10 0.80 0.80 1.50 1.50 0.10 0.80 1.50
Ket : a – l : memiliki kombinasi formula yang sama
FORMULA A B C Da Ea Fb Gb Hc Ic J K L Md Nd O Pe Qe R Sf Tf Ug Vg Wh Xh Y Zi AAi BB CC DD EEj FFj GGk HHk IIl JJl KK LL MM
Penelitian Utama Pembuatan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen (Modifikasi Xu 2003) Nanopartikel kitosan dibuat berdasarkan metode Xu (2003), yaitu pengadukan magnetik pada suhu kamar. Akan tetapi, dalam penelitian ini ditambahkan beberapa modifikasi antara lain setelah proses pengadukan dilakukan proses ultrasonikasi dan sentrifugasi. Nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dibuat dengan mencampurkan larutan kitosan konsentrasi [2.50–3.50% (b/v)]; TPP 0.84–1.50 mg/ml; ketoprofen 0.20 mg/ml; dan asam oleat 0.10–1.50 mg/ml. Kombinasi yang digunakan sesuai dengan Tabel 2. Kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat 1%, ketoprofen dan asam oleat masing-masing dilarutkan dalam etanol, dan TPP dilarutkan dalam akuades. Sebanyak 100 ml larutan kitosan ditambahkan 40 ml larutan TPP, dan 40 ml larutan ketoprofen. Setelah itu, sambil diaduk pada suhu kamar ditambahkan 20 ml asam oleat. Campuran kemudian diberi gelombang ultrasonik dengan frekuensi 20 kHz setiap 20 ml selama 30 menit, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 20000 rpm selama 2 jam. Supernatan yang diperoleh berupa suspensi nanopartikel. Pengubahan bentuk suspensi menjadi serbuk dilakukan dengan menggunakan pengering semprot. Karakterisasi struktur dan morfologi nanopartikel kitosan terisi ketoprofen Morfologi nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dianalisis dengan menggunakan SEM dan FTIR. Penentuan panjang gelombang maksimum dan pembuatan kurva standar Larutan ketoprofen dalam bufer fosfat pH 7.2 dengan konsentrasi 10 ppm diukur absorbansnya pada panjang gelombang 200–300 nm. Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang diperoleh digunakan untuk analisis selanjutnya. Kurva standar dibuat dengan deret konsentrasi ketoprofen 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 ppm. Data yang diperoleh merupakan kurva hubungan antara konsentrasi ketoprofen dan absorbans.
Efisiensi enkapsulasi ketoprofen pada nanopartikel Sebanyak 25 mg nanopartikel kitosan ditimbang dan dilarutkan ke dalam 50 ml bufer fosfat pH 7.2. Campuran tersebut dikocok selama 24 jam lalu disaring. Filtrat yang diperoleh dibaca absorbansnya dengan spektrofotometer UV pada λmaks. Absorbans yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi ketoprofen dengan bantuan kurva standar. Sebagai koreksi diukur juga nanopartikel kitosan kosong atau tanpa penambahan ketoprofen. Efisiensi enkapsulasi dihitung dengan persamaan: E = (x mg/l × 1L/1000 ml × vol. ekstraksi × a mg/b mg) × 100% Massa ketoprofen awal (mg) dengan:
x = nilai x dari persamaan kurva standar a = massa total nanopartikel yang diperoleh b = massa nanopartikel yang digunakan untuk penentuan efisiensi
HASIL DAN PEMBAHASAN Nanopartikel Kitosan Tahap awal dalam penelitian ini adalah menentukan kombinasi formula nanopartikel kitosan dengan metode Box Behnken program Modde 5. Dalam program ini, dimasukkan nilai masing-masing komponen kitosan [2.50–3.50% (b/v)], TPP (sebagai zat pengikat silang) 0.84–1.50 mg/ml, dan asam oleat (sebagai surfaktan) 0.10–1.50 mg/ml yang kemudian dihasilkan seluruh kombinasi formula konsentrasi kitosan, TPP, dan asam oleat. Kombinasi formula konsentrasi kitosan, TPP, dan asam oleat yang diperoleh dimaksudkan untuk mempelajari pengaruh setiap komponen dasar tersebut terhadap karakteristik nanopartikel yang dihasilkan. Seluruh kombinasi formula nanopartikel kitosan dapat dilihat pada Tabel 2. Terdapat 39 sebaran data konsentrasi bahan yang mewakili untuk pembentukan nanopartikel kitosan, yaitu konsentrasi kitosan 2.50; 3.00; dan 3.50% (b/v); konsentrasi TPP 0.84;1.17; dan 1.50 mg/ml; serta konsentrasi asam oleat 0.10; 0.80; dan 1.50 mg/ml. Untuk konsentrasi obat ketoprofen dibuat tetap, yaitu 0.20 mg/ml. Berdasarkan 39 data yang diperoleh tersebut terlihat bahwa pada komposisi kitosan 2.5; 3.0; dan 3.5% (b/v) diperoleh berturut-turut sebanyak 12, 15, dan 12 formula. Dari 12 formula pada konsentrasi kitosan 2.5% (b/v), terdapat beberapa formula yang mengalami pengulangan atau memiliki kombinasi konsentrasi bahan yang sama, yaitu formula D dan E, F dan G, serta H dan I. Hal ini kemungkinan disebabkan pengulangan-pengulangan tersebut merupakan kombinasi formula yang terletak pada daerah di sekitar nilai titik optimum sehingga pengukuran dilakukan lebih dari satu kali untuk lebih mempersempit kisaran nilai titik optimumnya. Hal yang sama juga terjadi pada konsentrasi kitosan 3.0 dan 3.5% (b/v). Formula pada Tabel 2, seluruhnya akan digunakan untuk pembuatan nanopartikel kitosan. Akan tetapi, formula yang memiliki kombinasi konsentrasi bahan yang sama hanya akan diambil satu formula saja sehingga dengan kombinasi kitosan, TPP, dan asam oleat yang berbeda diperoleh sebanyak 27 formula. Semua formula dengan kombinasi bahan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3. Komposisi kitosan 2.5; 3.0; dan 3.5% (b/v) masing-masing menghasilkan
sembilan formula yang berbeda komposisinya. Keseluruhan formula tersebut selanjutnya akan digunakan dalam pembuatan nanopartikel kitosan. Tabel 3 Kombinasi formula konsentrasi kitosan, TPP, dan asam oleat KITOSAN % (b/v)
2.50
TPP (mg/ml) 0.84
1.17
1.50
0.84
1.17 3.00 1.50
0.84
1.17 3.50 1.50
OLEAT (mg/ml) 0.10 0.80 1.50 0.10 0.80 1.50 0.10 0.80 1.50 0.10 0.80 1.50 0.10 0.80 1.50 0.10 0.80 1.50 0.10 0.80 1.50 0.10 0.80 1.50 0.10 0.80 1.50
FORMULA A B C D F H J K L M O P R S U W Y Z BB CC DD EE GG II KK LL MM
Tahap berikutnya adalah pembuatan nanopartikel kitosan kosong, yaitu nanopartikel kitosan yang belum terisi ketoprofen. Pembentukan nanopartikel kitosan ini dilakukan dengan mencampurkan larutan kitosan 3% (b/v), TPP 0.84 mg/ml, serta asam oleat 0.10 mg/ml pada suhu kamar dengan pengadukan magnetik. Nanopartikel kitosan dihasilkan dengan metode ultrasonikasi dan sentrifugasi. Metode ultrasonikasi ini bertujuan memecah molekul-molekul yang berukuran besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Campuran larutan
kitosan, TPP, dan asam oleat diberi gelombang ultrasonik dengan frekuensi 20 kHz. Hal ini menyebabkan molekul-molekul di dalam campuran akan terpecah menjadi partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Selanjutnya campuran disentrifugasi untuk mengendapkan partikel-partikel yang masih berukuran besar yang tidak terpecah selama proses ultrasonikasi. Supernatan yang diperoleh berupa suspensi nanopartikel kitosan kosong. Pengubahan bentuk suspensi menjadi serbuk dilakukan dengan menggunakan pengering semprot. Banyaknya nanopartikel kitosan kosong hasil dari pengeringan semprot adalah sebesar 2.5976 g untuk setiap 500 ml. Selanjutnya nanopartikel kitosan kosong tersebut di analisis dengan SEM untuk mengidentifikasi bentuk serta ukuran nanopartikel kitosan. Nanopartikel kitosan kosong hasil dari analisis SEM pada perbesaran 2000× dapat dilihat pada Gambar 4a. Nanopartikel kitosan kosong yang dihasilkan memiliki ukuran partikel yang tidak seragam, dengan persentase jumlah nanopartikel kitosan sebesar 52.78%. Dari hasil ini maka dapat dikatakan bahwa metode ultrasonikasi dan sentrifugasi dapat digunakan untuk pembuatan nanopartikel kitosan, walaupun nanopartikel yang dihasilkan belum memiliki ukuran partikel yang seragam. Berdasarkan hasil yang diperoleh di atas, maka pembuatan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dilakukan dengan metode yang sama, hanya saja terdapat penambahan ketoprofen ke dalam masing-masing formula. Campuran larutan kitosan, TPP, ketoprofen, dan asam oleat diberi gelombang ultrasonik, disentrifugasi, dan selanjutnya diubah ke dalam bentuk serbuk dengan pengering semprot. Kombinasi yang digunakan sesuai dengan Tabel 3. Dari setiap formula nanopartikel kitosan diperoleh bobot nanopartikel kitosan terisi ketoprofen ratarata sebesar 1.00–1.50 g untuk setiap 200 ml. Nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang terbentuk dapat dibedakan secara visual setelah dianalisis menggunakan SEM. Analisis SEM ini berfungsi untuk mengidentifikasi morfologi permukaan, bentuk, serta ukuran nanopartikel kitosan yang ditampilkan melalui sebuah gambar. Berdasarkan pencirian dengan SEM pada perbesaran 2000× memperlihatkan bahwa nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang dihasilkan memiliki ukuran partikel yang tidak seragam (Gambar 4b). Apabila dibandingkan dengan nanopartikel kitosan kosong (Gambar 4a)
maka terdapat beberapa perbedaan. Kisaran diameter nanopartikel kitosan tanpa dan dengan penambahan ketoprofen (formula P) menunjukkan kisaran berturutturut antara 385 nm–8460 nm dan 556 nm–11110 nm. Ukuran nanopartikel kitosan terisi ketoprofen lebih besar dibandingkan dengan nanopartikel tanpa ketoprofen. Hal ini menunjukkan telah terisinya ruang kosong di dalam matriks nanopartikel oleh ketoprofen. Nanopartikel kitosan kosong memiliki bentuk yang keriput dan kempes (Gambar 4a), sedangkan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen memiliki bentuk bulat utuh (Gambar 4b). Ukuran partikel yang tidak seragam dan pengisian ketoprofen ke dalam matriks nanopartikel juga tidak seragam diduga karena ketoprofen tidak hanya masuk ke dalam matriks nanopartikel kitosan, tetapi menempel di permukaan nanopartikel. Dari foto SEM semua formula yang dihasilkan ditentukan persentase jumlah partikel kitosan yang berukuran nano, yaitu kurang dari 1000 nm.
(a)
(b)
Gambar 4 Hasil SEM nanopartikel kitosan (a) tanpa ketoprofen dan (b) terisi ketoprofen (formula P)
Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Kitosan, TPP, dan Oleat Terhadap Jumlah Nanopartikel Kitosan Karakterisasi nanopartikel kitosan dilakukan dengan menggunakan analisis SEM. Secara umum, nanopartikel kitosan seluruh formula memiliki ukuran partikel tidak seragam. Hal ini diduga karena dalam proses pembuatan nanopartikel, metode sentrifugasi yang digunakan untuk mengendapkan partikelpartikel berukuran besar hanya maksimum menggunakan kecepatan sampai 20000 rpm sehingga pengendapan partikel-partikel berukuran besar menjadi kurang efektif. Akibatnya, nanopartikel yang dihasilkan masih merupakan campuran
partikel berukuran nano dengan partikel berukuran mikro. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa kisaran nanopartikel seluruh formula yang dihasilkan adalah 380–900 nm. Hasil yang diperoleh ini dapat dikatakan nanopartikel karena sesuai dengan pengertian nanopartikel yang dijelaskan oleh Mohanraj (2006), yaitu partikel yang berukuran 10–1000 nm. Foto SEM nanopartikel kitosan semua formula ditentukan persentase jumlah nanopartikel kitosan dengan cara menghitung perbandingan jumlah partikel berukuran nano terhadap seluruh partikel baik berukuran nano maupun mikro dalam satu foto SEM tersebut. Jumlah nanopartikel kitosan setiap formula disajikan dalam Tabel 4. Susunan formula yang menghasilkan nanopartikel lebih besar dari 50% adalah formula P, K, GG, L, M, A, B, KK, U, dan H dengan persentase jumlah nanopartikel berturut-turut sebesar 58.08; 55.12; 54.38; 54.23; 54.22; 52.41; 52.02; 51.64; 51.42; dan 50.77%. Dari 10 formula tersebut, formula yang mempunyai jumlah nanopartikel terbanyak adalah formula P, yaitu 58.08%. Komponen formula P tersusun oleh konsentrasi kitosan 3% (b/v), TPP 0.84 mg/ml, dan oleat 1.5 mg/ml. Salah satu penyebab berbedanya persentase jumlah nanopartikel yang dihasilkan oleh setiap formula karena perbedaan komposisi penyusun dari nanopartikel tersebut. Menurut Xu (2003), pembentukan nanopartikel hanya terjadi pada konsentrasi tertentu kitosan dan TPP. Xu berhasil membuat nanopartikel kitosan berukuran 20–200 nm dengan menggunakan konsentrasi kitosan 1.5 mg/ml dan konsentrasi TPP 0.7 mg/ml. Selain itu, Wu et al. (2005) juga berhasil membuat nanopartikel kitosan berukuran 20–80 nm dengan menggunakan konsentrasi kitosan 1.44 mg/ml dan konsentrasi TPP 0.6 mg/ml. Apabila hasil ini dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Xu dan Wu et al. maka nanopartikel yang diperoleh Xu dan Wu et al. lebih kecil ukuran partikelnya. Hal ini diduga karena analisis ukuran partikel yang dilakukan oleh Xu dan Wu et al. menggunakan peralatan yang memiliki akurasi yang tinggi sehingga ukuran partikel yang diperoleh mendekati ukuran sebenarnya. Pengaruh perubahan jumlah kitosan, TPP, dan asam oleat terhadap ukuran nanopartikel yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5. Pada peningkatan konsentrasi kitosan dari 2.5% hingga 3.0% (b/v), peningkatan jumlah TPP menurunkan jumlah nanopartikel kitosan (Gambar 5a dan b). Hal ini dapat
disebabkan peran TPP sebagai zat pengikat silang akan memperkuat matriks nanopartikel kitosan. Dengan semakin banyaknya ikatan silang yang terbentuk antara kitosan dan TPP maka kekuatan mekanik matriks kitosan akan meningkat sehingga partikel kitosan menjadi semakin kuat dan keras, serta semakin sulit untuk terpecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Oleh karenanya, jumlah nanopartikel kitosan yang dihasilkan akan semakin sedikit. Alasan lain pada konsentrasi kitosan yang tinggi hingga mencapai 3.0% (b/v) dengan jumlah TPP tetap, menyebabkan terjadinya penggumpalan (aglomerasi) molekul-molekul kitosan sehingga proses pemecahan menjadi kurang efektif, akibatnya jumlah nanopartikel yang dihasilkan semakin sedikit. Tabel 4 Jumlah nanopartikel kitosan dari setiap formula nanopartikel Formula Nanopartikel Formula Nanopartikel Formula Nanopartikel Kitosan Kitosan Kitosan (%) (%) (%) P 58.08 H 50.77 J 41.56 K 55.12 F 49.88 D 37.91 GG 54.38 LL 47.55 R 37.12 L 54.23 O 47.18 S 36.73 M 54.22 BB 46.74 C 36.48 A 52.41 MM 46.60 CC 35.44 B 52.02 Z 45.70 EE 34.68 KK 51.64 II 44.26 W 31.62 U 51.42 Y 44.18 DD 28.26 Gambar 5c menunjukkan kurva pengaruh konsentrasi TPP dan oleat terhadap jumlah nanopartikel kitosan pada konsentrasi kitosan 3.5% (b/v). Seiring dengan peningkatan jumlah TPP, peningkatan jumlah kitosan akan menyebabkan peningkatan jumlah nanopartikel kitosan. Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada konsentrasi kitosan 2.5% dan 3.0% (b/v). Pengaruh jumlah asam oleat pada jumlah nanopartikel kitosan dapat dilihat pada Gambar 5. Pada konsentrasi kitosan 2.5% dan 3.5% (b/v), peningkatan konsentrasi oleat akan menurunkan jumlah nanopartikel kitosan (Gambar 5a dan c). Hal ini diduga karena semakin banyak oleat, yang berfungsi sebagai surfaktan, akan menyebabkan terbentuknya misel-misel di dalam larutan sehingga mengganggu proses pemecahan partikel. Akibatnya, jumlah partikel yang terpecah semakin sedikit. Akan tetapi, fenomena ini tidak terjadi pada konsentrasi kitosan 3.0% (b/v). Peningkatan jumlah oleat justru meningkatkan jumlah
nanopartikel kitosan. Hal ini karena penambahan oleat berfungsi untuk menstabilkan emulsi partikel dalam larutan dengan cara mencegah timbulnya penggumpalan (aglomerasi) antarpartikel. Dengan adanya oleat, partikel-partikel kitosan di dalam larutan akan terselimuti dan terstabilkan satu dengan yang lain sehingga proses pemecahan partikel akan semakin efektif. Partikel yang telah terpecah akan kembali terstabilkan dalam emulsi larutannya, sehingga mencegah terjadinya aglomerasi. Silva et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan surfaktan Tween 80 dan Span 80 ke dalam larutan kitosan dapat menurunkan diameter partikel berturut-turut dari 198 µm menjadi 181,3 µm dan dari 132,6 µm menjadi 24,9 µm.
(a)
(b)
(c)
Gambar 5 Kurva pengaruh konsentrasi TPP dan oleat terhadap jumlah nanopartikel kitosan pada konsentrasi kitosan (a) 2.5% (b/v), (b) 3.0% (b/v), dan (c) 3.5% (b/v)
Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Kitosan, TPP, dan Oleat Terhadap Efisiensi Enkapsulasi Ketoprofen Efisiensi enkapsulasi ketoprofen dilakukan dengan mengukur jumlah ketoprofen tersalut ke dalam nanopartikel kitosan. Banyaknya ketoprofen tersalut dapat dilihat dari nilai absorbans yang terukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum dengan bantuan kurva standar. Oleh karenanya, tahap awal sebelum menentukan nilai efisiensi penyalutan ketoprofen adalah menentukan panjang gelombang maksimum dan membuat kurva standar. Penentuan panjang gelombang maksimum larutan ketoprofen dilakukan pada konsentrasi ketoprofen 10 ppm dalam bufer fosfat pH 7.2. Nilai pH 7.2
dipilih karena mendekati kondisi pH usus dalam tubuh manusia. Kurva hasil penentuan panjang gelombang maksimum larutan ketoprofen dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai absorbans larutan ketoprofen mengalami peningkatan hingga panjang gelombang 259.5 nm, kemudian nilainya menurun di atas panjang gelombang 259.5 nm. Dengan demikian panjang gelombang dengan serapan maksimum untuk senyawa ketoprofen adalah 259.5 nm. Pada panjang gelombang ini nilai serapan terhadap senyawa ketoprofen mencapai maksimum. 1.51
λ maksimum
1.5
Absorbans
1.49 1.48 1.47 1.46 1.45 1.44 1.43 1.42 1.41 254
256
258
260
262
264
266
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 6 Kurva penentuan panjang gelombang maksimum larutan ketoprofen 10 ppm dalam bufer fosfat pH 7.2 Kurva standar larutan ketoprofen diukur pada panjang gelombang 259.5 nm. Kurva standar untuk larutan ketoprofen memiliki linearitas yang tinggi yang ditunjukkan dengan nilai r2 (Gambar 7). Dari kurva pada Gambar 7 diperoleh persamaan garis y = 0.0748x + 0.0113 dengan r2 = 99.18%. Persamaan kurva standar ini digunakan untuk menentukan jumlah ketoprofen yang tersalut di dalam nanopartikel kitosan. 0.8 y = 0.0748x + 0.0113 R2 = 0.9918
0.7
Absorbans
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
2
4
6
8
10
12
Konsentrasi (ppm)
Gambar 7 Hubungan antara absorbans dan konsentrasi larutan ketoprofen
Tahap selanjutnya setelah memperoleh panjang gelombang maksimum dan kurva standar adalah penentuan nilai efisiensi penyalutan ketoprofen. Efisiensi menggambarkan banyaknya ketoprofen yang tersalut di dalam nanopartikel kitosan. Penentuan efisiensi penyalutan ketoprofen dalam nanopartikel kitosan dilakukan dengan mengekstraksi nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dalam larutan bufer fosfat pH 7.2 selama 24 jam, kemudian mengukur absorbansnya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 259.5 nm. Dengan menggunakan kurva standar maka dapat diketahui jumlah ketoprofen yang tersalut di dalam nanopartikel kitosan. Mengetahui nilai efisiensi ini sangatlah penting dalam bidang farmasi terutama untuk sistem penghantaran obat ke dalam tubuh karena dengan adanya nilai efisiensi maka dapat dilihat kemampuan nanopartikel kitosan dalam membawa ketoprofen ke dalam tubuh. Pembuatan nanopartikel kitosan dengan variasi konsentrasi kitosan, TPP, dan oleat menghasilkan efisiensi yang berbeda-beda (Tabel 5). Perbedaan nilai efisiensi nanopartikel kitosan tersebut diduga diakibatkan oleh ukuran nanopartikel kitosan yang tidak seragam sehingga ketoprofen yang tersalut ke dalam masing-masing partikel tidak sama. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai efisiensi penyalutan ketoprofen dalam nanopartikel kitosan bervariasi antara 38.95% hingga 79.79%. Dari seluruh formula nanopartikel kitosan yang diuji, formula A dengan komposisi kitosan 2.5% (b/v), TPP 0.84 mg/ml, dan oleat 0.1 mg/ml memiliki efisiensi penyalutan ketoprofen yang tinggi, yaitu 79.79%. Meskipun demikian faktor efisiensi bukan satu-satunya aspek yang ditinjau untuk menentukan kelayakan nanopartikel kitosan sebagai sistem penghantar obat ke dalam tubuh. Semakin tinggi nilai efisiensi diharapkan akan semakin baik formulanya karena jumlah ketoprofen yang tersalut di dalam nanopartikel kitosan semakin banyak. Tingginya nilai efisiensi nanopartikel kitosan kemungkinan disebabkan oleh ikut terekstraknya seluruh ketoprofen yang tersalut dalam nanopartikel kitosan, baik yang berada di permukaan maupun di dalam rongga matriks nanopartikel. Sebagaimana diketahui, bahwa ketoprofen dapat tersalut ke dalam nanopartikel kitosan melalui 2 cara, yaitu terjerap di permukaan dan masuk (terjebak) ke dalam rongga nanopartikel kitosan (Gambar 8). Apabila ketoprofen terjerap di
permukaan nanopartikel maka ketoprofen akan lebih mudah untuk terekstrak keluar, sedangkan ketoprofen yang terjebak di dalam rongga nanopartikel akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk terekstrak keluar. Komposisi nanopartikel kitosan yang sesuai akan menyebabkan mudahnya ketoprofen dalam rongga matriks nanopartikel untuk terekstrak keluar. Hal inilah yang menyebabkan nilai efisiensi penyalutan ketoprofen untuk beberapa formula lebih tinggi daripada formula yang lain. Nilai efisiensi setiap formula nanopartikel kitosan disajikan dalam Tabel 5. Susunan formula yang menghasilkan nilai efisiensi penyalutan ketoprofen lebih besar dari 50% adalah formula A, B, W, M, II, P, L, H, J, EE, GG, F, D, C, S, U, dan KK dengan persentase nilai efisiensi berturut-turut sebesar 79.79; 77.87; 73.94; 73.80; 72.72; 72.48; 67.47; 64.63; 63.74; 62.18; 60.51; 59.66; 54.38; 53.02; 53.02; 52.25; dan 51.35%. Dari 17 formula, formula yang mempunyai nilai efisiensi terbesar adalah formula A, yaitu 79.79%. Komponen formula A tersusun oleh konsentrasi kitosan 2.5% (b/v), TPP 0.84 mg/ml, dan oleat 0.1 mg/ml. Tabel 5 Nilai efisiensi dari setiap formula nanopartikel kitosan Formula Efisiensi Formula Efisiensi Formula (%) (%) A 79.79 EE 62.18 R B 77.87 GG 60.51 BB W 73.94 F 59.66 O M 73.80 D 54.38 DD II 72.72 C 53.02 Z P 72.48 S 53.02 CC L 67.47 U 52.25 LL H 64.63 KK 51.35 K J 63.74 Y 49.92 MM
Efisiensi (%) 49.48 46.97 45.99 45.91 44.63 42.81 41.84 40.17 38.95
Nanosphere
Obat terjebak
Obat terjerap
Nanokapsul Gambar 8 Penyalutan obat di dalam nanopartikel kitosan (Tiyaboonchai 2003)
Nilai efisiensi berkaitan dengan jumlah nanopartikel kitosan yang terbentuk. Semakin besar jumlah nanopartikel kitosan, maka diharapkan jumlah ketoprofen yang tersalut semakin banyak karena luas permukaan partikel meningkat sehingga nilai efisiensinya semakin besar. Akan tetapi, dari hasil percobaan belum teramati hubungan antara ukuran partikel dan nilai efisiensi. Formula A yang memiliki nilai efisiensi paling tinggi (79.79%), bukan merupakan formula yang memiliki jumlah nanopartikel terbanyak. Begitu juga sebaliknya, formula P memiliki jumlah nanopartikel terbesar, yaitu 58.08% (Tabel 4), tetapi nilai efisiensi penyalutan ketoprofennya hanya 72.48% (Tabel 5). Gambar 9 menunjukkan kurva pengaruh konsentrasi TPP dan oleat terhadap nilai efisiensi enkapsulasi pada konsentrasi kitosan 2.5; 3.0; dan 3.5% (b/v). Dari Gambar 9, dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi TPP ternyata jumlah ketoprofen tersalut pada konsentrasi kitosan 2.5% (b/v) menurun (Gambar 9a), sedangkan jumlahnya berfluktuasi pada konsentrasi kitosan 3.0 dan 3.5% (b/v) (Gambar 9b dan c). Penurunan jumlah ketoprofen disebabkan oleh adanya peran TPP sebagai zat pengikat silang yang memperkuat matriks nanopartikel. Ketika konsentrasi TPP semakin besar, matriks nanopartikel menjadi semakin rapat sehingga ketoprofen yang terperangkap dalam matriks tersebut akan sulit terlepas kembali. Nilai fluktuasi enkapsulasi diduga diakibatkan pada proses enkapsulasi, ketoprofen dapat berada di dalam rongga matriks atau di permukaan nanopartikel kitosan. Peningkatan jumlah TPP hingga 1.20 mg/ml pada konsentrasi kitosan 3.0% (b/v) cenderung menurunkan nilai efisiensi nanopartikel kitosan, sedangkan penambahan TPP lebih dari 1.20 mg/ml justru meningkatkan efisiensinya (Gambar 9b). Demikian pula pada konsentrasi kitosan 3.5% (b/v), peningkatan jumlah TPP hingga 1.25 mg/ml cenderung meningkatkan nilai efisiensi nanopartikel kitosan, sedangkan penambahan TPP lebih dari 1.25 mg/ml justru menurunkan efisiensinya (Gambar 9c). Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada jumlah TPP rendah, matriks nanopartikel yang terbentuk masih memungkinkan ketoprofen mudah untuk terperangkap dan dilepaskan kembali pada saat ekstraksi. Dengan semakin banyaknya jumlah TPP, matriks nanopartikel menjadi semakin rapat sehingga ketoprofen yang terperangkap dalam matriks tersebut akan sulit terlepas kembali. Oleh karenanya, nilai efisiensi enkapsulasi menjadi berfluktuasi.
Penurunan jumlah ketoprofen tersalut nanopartikel kitosan juga terjadi pada konsentrasi oleat yang semakin tinggi. Gambar 9a menunjukkan bahwa pada konsentrasi kitosan 2.5% (b/v), semakin banyak asam oleat akan menurunkan nilai efisiensi penyalutan ketoprofen. Hal ini disebabkan karena oleat berperan menstabilkan emulsi partikel dalam larutan dengan cara mencegah terjadinya aglomerasi sehingga jumlah ketoprofen tersalut semakin banyak dan proses penyalutan ketoprofen ke dalam nanopartikel akan semakin efektif. Akan tetapi, ketoprofen yang terperangkap akan terikat kuat di dalamnya dan semakin sulit terekstrak seiring dengan peningkatan konsentrasi TPP dalam larutan yang berperan sebagai pengikat silang. Hal inilah yang menyebabkan nilai efisiensi ketoprofen menjadi turun. Silva et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan surfaktan Span 80 dapat menurunkan efisiensi enkapsulasi kitosan dari 91.2% menjadi 90.9%. Berbeda dengan konsentrasi kitosan 2.5% (b/v), pada konsentrasi kitosan 3.0% (b/v), peningkatan jumlah oleat hingga 0.8 mg/ml cenderung menurunkan nilai efisiensi penyalutan ketoprofen, sedangkan penambahan oleat lebih dari 0.8 mg/ml justru meningkatkan nilai efisiensinya (Gambar 9b). Terjadinya peningkatan nilai efisiensi ini diduga diakibatkan ikut terekstraknya ketoprofen di dalam rongga matriks nanopartikel. Semakin banyak oleat di dalam larutan, akan meningkatkan kestabilan nanopartikel sehingga memperkecil ukuran diameter rongga matriks nanopartikel. Akibatnya, ketoprofen yang berada di dalam rongga nanopartikel dapat lebih mudah keluar. Oleh karenanya, nilai efisiensi menjadi semakin besar. Faktor lain adalah semakin banyaknya oleat maka emulsi partikel dalam larutan akan terstabilkan, sehingga ketoprofen semakin banyak tersalut dan penyalutan ketoprofen ke dalam nanopartikel semakin efektif. Hal yang sama juga teramati pada konsentrasi kitosan 3.5% (b/v) (Gambar 9c). Secara umum, terdapat pengaruh antara perubahan konsentrasi kitosan, TPP, dan oleat dengan jumlah ketoprofen tersalut. Xu (2003) melaporkan bahwa peningkatan konsentrasi kitosan dari 1.0 mg/ml menjadi 3.0 mg/ml menurunkan efisiensi penyalutan BSA dari 29% menjadi 18.5%.
(a)
(b)
(c)
Gambar 9 Kurva pengaruh konsentrasi TPP dan oleat terhadap nilai efisiensi enkapsulasi pada konsentrasi kitosan (a) 2.5% (b/v), (b) 3.0% (b/v), dan (c) 3.5% (b/v) Hasil Analisis Pemilihan Formula Berdasarkan Nilai Efisiensi dan Jumlah Nanopartikel Kitosan Penentuan formula nanopartikel kitosan terbaik dilakukan melalui pembobotan dengan memperhatikan faktor nilai efisiensi dan jumlah nanopartikel kitosan. Pembobotan ini dilakukan karena berdasarkan hasil percobaan diperoleh bahwa di antara kedua faktor tidak memiliki hubungan yang erat. Formula yang memiliki jumlah nanopartikel terbanyak tidak memiliki nilai efisiensi yang tinggi, begitu juga sebaliknya formula yang memiliki nilai efisiensi tertinggi bukanlah formula dengan jumlah nanopartikel terbanyak. Oleh karenanya, dari hasil pembobotan ini dapat ditentukan formula nanopartikel kitosan terbaik. Pembobotan dilakukan berdasarkan metode seleksi dengan asumsi bahwa setiap kriteria (efisiensi dan jumlah nanopartikel) memiliki tingkat kepentingan yang sama dalam penentuan formula terbaik. Metode seleksi merupakan metode yang menggunakan suatu kriteria seleksi dengan berdasarkan pada sebaran normal baku. Sebaran normal baku merupakan sebaran normal dengan parameter µ = 0 dan σ = 1. Pada keadaan ini, peubah acak, dalam hal ini semua kriteria, dikonversi ke nilai normal baku. Nilai inilah yang kemudian diboboti dengan persentase dari komposisi penilaian masing-masing kriteria. Indeks seleksi merupakan jumlah dari perkalian antara nilai normal baku dengan persentase dari komposisi penilaian masing-masing kriteria.
Metode seleksi memilliki beberapa kelemahan, yaitu akan terjadi perbedaan standar dari setiap kriteria yang berbeda, jika tidak ada standar yang jelas tentang pembobotan kriteria. Selain itu terdapat kesulitan pada penentuan nilai batas untuk menentukan formula mana saja yang memiliki nilai di atas nilai batas. Alur metode seleksi yang dilakukan adalah sebagai berikut (1) data efisiensi dan jumlah nanopartikel ditentukan nilai rata-rata (R) dan standar deviasinya (SD); (2) dengan menggunakan nilai rata-rata dan standar deviasi masing-masing data efisiensi dan jumlah nanopartikel dikonversi menjadi nilai normal baku; (3) nilai normal baku masing-masing kriteria kemudian dikalikan dengan persentase dari komposisi penilaian masing-masing kriteria, dalam kasus ini, karena sama penting maka dikalikan dengan 0.5. Pembobotan untuk setiap formula ditampilkan pada Tabel 6. Formula dengan total nilai bobot dari dua kriteria yang paling tinggi, dipilih sebagai formula terbaik. Nilai R dan SD baik efisiensi maupun jumlah nanopartikel berturut-turut adalah 57.02 dan 12.42; 45.41 dan 8.12, sedangkan nilai normal baku setiap kriteria dihitung dengan persamaan: Normal baku efisiensi = (Nilai efisiensi – Refisiensi) / SDefisiensi Normal baku jumlah nanopartikel = (Nilai jumlah nano – Rjumlah nano) / SDjumlah nano Dari Tabel 6 diperoleh 3 formula nanopartikel kitosan terbaik berturut-turut adalah formula P, A, dan B.
Tabel 6 Pembobotan berdasarkan nilai efisiensi dan jumlah nanopartikel kitosan Efisiensi (%)
Jumlah nano (%)
Normal baku efisiensi
Normal baku nanopartikel
efisiensi
nanopartikel
Total bobot
formula terbaik
P
72.48
58.08
1.25
1.56
0.62
0.78
1.40
1
A
79.79
52.41
1.83
0.86
0.92
0.43
1.35
2
B
77.87
52.02
1.68
0.81
0.84
0.41
1.25
3
M
73.80
54.22
1.35
1.08
0.68
0.54
1.22
4
L
67.47
54.23
0.84
1.09
0.42
0.54
0.96
5
GG
60.51
54.38
0.28
1.10
0.14
0.55
0.69
6
H
64.63
50.77
0.61
0.66
0.31
0.33
0.64
7
II
72.72
44.26
1.26
-0.14
0.63
-0.07
0.56
8
F
59.66
49.88
0.21
0.55
0.11
0.27
0.38
9
U
52.25
51.42
-0.38
0.74
-0.19
0.37
0.18
10
KK
51.35
51.64
-0.46
0.77
-0.23
0.38
0.16
11
Formula
Pembobotan (0.5)
J
63.74
41.56
0.54
-0.47
0.27
-0.24
0.03
12
K
40.17
55.12
-1.36
1.20
-0.68
0.60
-0.08
13
W
73.94
31.62
1.36
-1.70
0.68
-0.85
-0.17
14
BB
46.97
46.74
-0.81
0.16
-0.40
0.08
-0.32
15
O
45.99
47.18
-0.89
0.22
-0.44
0.11
-0.34
16
Y
49.92
44.18
-0.57
-0.15
-0.29
-0.08
-0.36
17
EE
62.18
34.68
0.42
-1.32
0.21
-0.66
-0.45
18
LL
41.84
47.55
-1.22
0.26
-0.61
0.13
-0.48
19
Z
44.63
45.70
-1.00
0.04
-0.50
0.02
-0.48
20
D
54.38
37.91
-0.21
-0.92
-0.11
-0.46
-0.57
21
MM
38.95
46.60
-1.46
0.15
-0.73
0.07
-0.65
22
S
53.02
36.73
-0.32
-1.07
-0.16
-0.53
-0.70
23
C
53.02
36.48
-0.32
-1.10
-0.16
-0.55
-0.71
24
R
49.48
37.12
-0.61
-1.02
-0.30
-0.51
-0.81
25
CC
42.81
35.44
-1.14
-1.23
-0.57
-0.61
-1.19
26
DD
45.91
28.26
-0.89
-2.11
-0.45
-1.06
-1.50
27
Hasil Analisis Karakterisasi Gugus Fungsi Nanopartikel Kitosan Analisis FTIR dimaksudkan untuk melihat perubahan gugus fungsi dari kitosan dan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen. Pada Gambar 10, dapat dilihat adanya perubahan intensitas transmitans di beberapa daerah spektrum. Perubahan transmitans ini menunjukkan adanya interaksi antara kitosan, TPP, oleat, dan ketoprofen yang digunakan. Spektrum FTIR kitosan memiliki puncak-puncak spesifik pada bilangan gelombang 3400 cm-1 (–OH), 1027 cm-1 (C–O–C), dan 1651 cm-1 (N–H tekuk pada amina primer), sedangkan untuk senyawa ketoprofen
memiliki puncak-puncak spesifik pada bilangan gelombang 2978 cm-1 (–OH karboksilat), 1700 cm-1 (C=O), 1600 cm-1 (konjugasi C=O dengan 2 cincin aromatik), 1200 cm-1 (C–O), 2000 cm-1 (pita karakteristik benzena), 1600 cm-1 dan 1480 cm-1 (C=C aromatik). Spektrum FTIR nanopartikel kitosan terisi ketoprofen memiliki perbedaan dengan spektrum kitosan, antara lain munculnya puncak serapan baru pada bilangan gelombang 1410 cm-1 dan 1637 cm-1 yang berasal dari ketoprofen. Bilangan gelombang 1410 cm-1 menunjukkan pita serapan garam karboksilat yang menunjukkan adanya interaksi elektrostatik antara gugus karboksilat dari ketoprofen dengan gugus amino kitosan, sedangkan bilangan gelombang 1637 cm1
menunjukkan gugus C=C ketoprofen yang berasal dari 2 buah cincin aromatik.
Pita serapan baru juga muncul di bilangan gelombang 1153 cm-1 yang menunjukkan pita serapan gugus P=O dari senyawa TPP. Perbedaan gugus fungsi spektrum FTIR kitosan, ketoprofen, dan nanopartikel kitosan dirangkum dalam Tabel 7. Tabel 7 Perbandingan spektrum FTIR kitosan, ketoprofen, dan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen Nanopartikel Referensi Kitosan Ketoprofen kitosan terisi Wu et al. (2005) ketoprofen -1 2978 cm (–OH 3400 cm-1 (–OH) 1153 cm-1 (P=O) 3424 cm-1 (–OH) karboksilat) 1027 cm-1 (C–O– 1410 cm-1 (garam 1700 cm-1 (C=O) 1092 cm-1 (C–O–C) C) karboksilat) 1600 cm-1 1651 cm-1 (N–H 1610 cm-1 (N–H (konjugasi C=O -1 tekuk pada amina 1637 cm (C=C) tekuk pada amina dengan 2 cincin primer) primer) aromatik) 1453 cm-1 (garam 1200 cm-1 (C–O) karboksilat) -1 2000 cm (pita karakteristik benzena) 1600 cm-1 dan 1480 cm-1 (C=C aromatik)
32.1 30
C=O
28
Garam karboksilat P=O
26 24 22 20 18 16
kitosan
%T 14 12 10 8
27
P
6 4 2
ketoprofen
0 -2.5 4000.0
3600
3200
2800
2400
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
450.0
cm-1
Gambar 10 Spektrum FTIR dari kitosan, ketoprofen, dan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen
SIMPULAN Metode ultrasonikasi dan sentrifugasi telah berhasil digunakan untuk membuat nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dengan efisiensi penyalutan di atas 50%. Semakin tinggi konsentrasi kitosan cenderung menurunkan jumlah ketoprofen tersalut. Dari setiap formula nanopartikel kitosan diperoleh bobot nanopartikel kitosan terisi ketoprofen rata-rata sebesar 1.00–1.50 g untuk setiap 200 ml. Pencirian dengan SEM pada perbesaran 2000× memperlihatkan bahwa nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang dihasilkan memiliki ukuran partikel tidak seragam. Kisaran diameter nanopartikel kitosan tanpa dan dengan penambahan ketoprofen (formula P) menunjukkan kisaran berturut-turut antara 385 nm–8460 nm dan 556 nm–11110 nm. Hubungan antara ukuran partikel dan nilai efisiensi tidak teramati. Formula nanopartikel kitosan terbaik berturut-turut adalah formula P, A, dan B. Spektrum FTIR nanopartikel kitosan terisi ketoprofen memiliki perbedaan dengan spektrum kitosan, antara lain munculnya puncak serapan baru pada bilangan gelombang 1410 cm-1 dan 1637 cm-1 yang berasal dari ketoprofen. Pita serapan baru juga muncul di bilangan gelombang 1153 cm-1 yang menunjukkan pita serapan gugus P=O dari senyawa TPP.
SARAN Pembuatan nanopartikel kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi material dan metode yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode ultrasonikasi dan sentrifugasi. Perbaikan metode yang meliputi teknik sentrifugasi, yaitu menggunakan kecepatan sentrifugasi yang lebih tinggi dari 20000 rpm dalam pembuatan nanopartikel kitosan sangat diperlukan agar diperoleh ukuran nanopartikel kitosan yang lebih seragam. Selain itu, pada penentuan efisiensi penyalutan ketoprofen perlu dilakukan pencucian nanopartikel kitosan terlebih dahulu agar ketoprofen yang tidak tersalut di dalam nanopartikel dapat diketahui dan dihilangkan. Analisis dengan TEM untuk melihat ukuran nanopartikel kitosan yang terbentuk juga sangat diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA Aisyah IN. 2005. Pembengkakan hidrogel kitosan-polivinil alkohol [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Amelia Fitri. 2007. Perilaku disolusi ketoprofen tersalut gel kitosan-gom guar [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Berger J et al. 2004. Structure and interactions in covalently and ionically crosslinked chitosan hydrogels for biomedical applications. Eur J of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 57: 19-34. Borges Olga et al. 2006. Uptake studies in rat Peyer’s patches, cytotoxicity and release studies of alginate coated chitosan nanoparticles for mucosal vaccination. Journal of Controlled Release 114: 348-358. Dhanikula AB, Panchagnula R. 2004. Development and characterization of biodegradable chitosan films for local delivery of paclitaxel. www.aapsj.org [2 Januari 2005]. Diebold Yolanda et al. 2007. Ocular drug delivery by liposome-chitosan nanoparticle complexes (LCS-NP). Biomaterials 28: 1553-1564. Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Guibal E, Milot C, Roussy J. 1997. Chitosan gel beads for metal ion recovery. European Chitin Society. France. Haskell R. 2005. Nanotechnology for drug delivery. Exploratory Formulations Pfizer,
Inc.
http://www.banyu-
zaidan.or.jp/symp/about/symposium_2005/soyaku/haskell.pdf Isdarulyanti D. 2008. Stabilitas obat anti-peradangan Indometasin Farnesil tersalut oleh gel kitosan-gom guar [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Jamaludin MA. 1994. Isolasi dan pencirian kitosan limbah udang windu (Penaeus monodon fabricus) dan afinitasnya terhadap ion logam Pb2+, Cr6+, dan Ni2+
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Jang Mi-Kyeong et al. 2002. The investigation on characterization of chitosan nanoparticle modified with hydrophobic moiety. Applied Chemistry, Vol. 6, No. 1, 19-22. Kencana AL. 2009. Perlakuan sonikasi terhadap kitosan: viskositas dan bobot molekul kitosan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Khan TA, Peh KK, Ch’ng HS. 2002. Reporting degree of deacetylation values of chitosan: the influence of analytical methods. J Pharm Pharmaceut Sci 5:205-212. Kim Dong-Gon et al. 2006. Preparation and characterization of retinolencapsulated chitosan nanoparticle. Applied Chemistry, Vol 10, No. 1, 6568. Mohanraj VJ and Y Chen. 2006. Nanoparticles – A Review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research 5 (1): 561-573. Mubarok M. 2007. Perilaku disolusi obat anti-peradangan indometasin farnesil tersalut gel kitosan-gom guar [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Nata F, Sugita P, Sjahriza A, Arifin B. 2007. Diffusion behavior of ketoprofen through chitosan-guar gum gel membranes. Prosiding Seminar International Conference and Workshop on Basic Science and Applied Science. Qi Li-Feng et al. 2005. In vitro effects of chitosan nanoparticles on proliferation of human gastric carcinoma cell line MGC803 cells. World J Gastroenterol 11(33): 5136-5141. Rosa S et al. 2008. Cross-linked quaternary chitosan as an adsorbent for the removal of the reactive dye from aqueous solutions. Journal of Hazardous Materials 155: 253-260. Sarmento et al. 2007. Alginate/chitosan nanoparticles are effective for oral insulin delivery. Pharmaceutical research 24(12): 2198-2206.
Setyowati E. 2008. Stabilitas obat anti-peradangan ketoprofen tersalut oleh gel kitosan-gom guar [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Shu X Z and Zhu K J. 2002. Controlled Drug Release Properties of Ionically Cross-linked Chitosan beads: The influence of anion structure. International Journal of Pharmaceutics 233: 217 – 225. Silva Catarina M et al. 2006. Microencapsulation of Hemoglobin in Chitosancoated Alginate Microspheres Prepared by Emulsification/Internal Gelation. The AAPS Journal 7 (4) Article 88. Stevens MP. 2001. Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Terjemahan dari: Polymer Chemistry: An Introduction. Sugita. 1992. Isolasi kitin dan komposisi senyawa kimia limbah udang windu (Panaeus monodon) [tesis]. Bandung: Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. Sugita P, Sjahriza A, Lestari SI. 2006a. Sintesis dan optimalisasi gel kitosan-gom guar. J Natur 9:32-36 Sugita P, Sjahriza A, Wahyono D. 2006b. Sintesis dan optimalisasi gel kitosanalginat. J Sains dan Teknologi 8:133-137. Sugita P, Sjahriza A, Rachmanita. 2007a. Sintesis dan optimalisasi gel kitosankarboksimetilselulosa. Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia 437-443. Sutriyo, Joshita D, Indah R. 2005. Perbandingan pelepasan propanonol hidroklorida dari matriks kitosan, etil selulosa, dan hidroksipropil metil selulosa. Majalah Ilmu Kefarmasian 2: 145-153. Tarbojevich M, Cosani A. 1996. Molecular weight determination of chitin and chitosan. Di dalam Muzarelli RAA & Peter MG (Editor) 1997. Chitin Handbook. Grotammare: European Chitin Society 85-108. Tarirai C. 2005. Cross-linked chitosan matrix systems for sustained drug release [dissertation]. Faculty of Health Sciences: Tshwane University of Technology.
Thatte MR. 2004. Synthesis and antibacterial assessment of water-soluble hydrophobic
chitosan
derivatives
bearing
quaternary
ammonium
functionality [disertasi]. India: The Louisiana State University. Tiyaboonchai W, Ritthidej GC. 2003. Development of indomethacin sustained release microcapsule using chitosan-carboxymethyl cellulose complex coacervation. Songklanakarin J Sci Technol 25:245-254. Tiyaboonchai Waree. 2003. Chitosan nanoparticles: a promising system for drug delivery. Naresuan University Journal 11(3): 51-66. Wahid Abdul et al. 2001. Pengaruh iradiasi ultrasonik pada preparasi katalis CuO/ZnO/Al2O3 untuk reaksi hidrogenasi CO2 menjadi metanol. Jurnal Teknologi Edisi No. 4 Tahun XV: 419-425 . Wang T, Turhan M, Gunasekaram S. 2004. Selected properties of pH-sensitive, biodegradable chitosan-poly(vinyl alcohol) hydrogel. Society of Chemical Industry. Polym Int 53: 911-918. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. Wu Yan et al. 2005. Chitosan nanoparticles as a novel delivery system for ammonium glycyrrhizinate. International Journal of Pharmaceutics 295: 235-245. Xu Yongmei and Du Yumin. 2003. Effect of molecular structure of chitosan on protein delivery properties of chitosan nanoparticles. International Journal of Pharmaceutics 250: 215-226. Yamada T, Onishi H, Machida Y. 2001. In vitro and in vivo evaluation of sustained release chitosan-coated ketoprofen microparticles. Yakugaku Zasshi 121:239-245.