Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Stres Kerja
Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Stres Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional (Studi pada Perawat Unit Rawat Inap RS Panti Waluya Malang) Christien A. Karambut Program Doktor FEB Universitas Brawijaya Eka Afnan T, Noormijati Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Abstract: The research aims to analyze the influence of emotional intelligence, work stress and job satisfaction on organizational commitment, both directly and indirectly. This research is done on nurses who work in care unit of Panti Waluya Hospital Malang, amounted at 124 people spread in nine caring rooms. Technique used in sampling is census, where all of the population is used as sample. Analysis unit used is path analysis. The research result that emotional intelligence and job satisfaction influence positively and significantly on organizational commitment, while work stress influence negatively and significantly on organizational commitment. Other than that emotional intelligence and work stress influence indirect on organizational commitment through job satisfaction. Keywords: emotional intelligence, work stress, job satisfaction, organizational commitment Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional, stres kerja dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional baik secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini dilakukan pada perawat yang bekerja di unit perawatan Rumah Sakit Panti Waluya Malang, sejumlah 124 orang yang tersebar di Sembilan kamar rawat. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sensus, dimana seluruh populasi digunakan sebagai sampel. Unit analisis yang digunakan adalah analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan kepuasan kerja mempengaruhi positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional, sedangkan stress kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasional. Selain itu kecerdasan emosional dan stress kerja berpengaruh langsung terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja Kata Kunci: kecerdasan emosional, stress kerja, kepuasan kerja, komitmen organisasional
Peran perawat sangat penting dalam suatu rumah sakit karena perawat merupakan ujung tombak bagi rumah sakit. Perawat merupakan tenaga paling lama melakukan kontak atau berhubungan dengan pasien yaitu selama 24 jam. Persepsi masyarakat perawat sebagai ”one of us”, yaitu orang yang berjasa, cekatan, perhatian kepada orang lain, bekerja dengan hati, dapat Alamat Korespondensi: Christien A. Karambut Jl. Mutiara No. 7 Bahu Link VI Manado; Jl. Bandung No. 2 Malang, Hp. 08524016 2552
dipercaya dan bersahabat, profesi sebagai perawat juga mempunyai sebuah tanggung jawab besar dalam memberikan pelayanan secara professional. Hal ini merupakan stressor yang kuat pada perawat dalam lingkungan kerjanya. Selye (2003), mengatakan alasan mengapa profesi perawat mempunyai resiko yang sangat tinggi terkena stres, karena perawat memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat tinggi terhadap keselamatan nyawa manusia. Masalah-masalah yang sering dihadapi mereka di antaranya: meningkatnya stres kerja, karena dipacu harus selalu maksimal dalam
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 655
ISSN: 1693-5241
655
Christien A. Karambut, Eka Afnan T, Noormijati
melayani pasien. Orang yang terkena stres kerja (dengan catatan, tidak bisa menangulanginya) cenderung tidak produktif, secara tidak sadar malah menunjukkan kebodohannya, malas-malasan, tidak efektif dan tidak efisien, ingin pindah tetapi tidak pindah-pindah, dan berbagai sikap yang dapat merugikan organisasi. Stres kerja karyawan tersebut, jika tidak segera diatasi dapat berdampak pada perilaku yang tidak diharapkan oleh pihak organisasi, seperti kepuasan kerja yang rendah serta turunnya komitmen organisasional para karyawan. Kepuasan kerja akan tercapai bila kebutuhan karyawan terpenuhi melalui pekerjaan. Dimana kepuasan kerja merupakan keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman seseorang. Dengan kepuasan kerja yang tinggi akan meningkatkan komitmen organisasional karyawan terhadap organisasi tempat mereka bekerja. Komitmen organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Pengertian komitmen saat ini, memang tak lagi sekedar berbentuk kesediaan karyawan menetap pada organisasi itu dalam jangka waktu lama. Namun lebih penting dari itu, mereka mau memberikan yang terbaik kepada organisasi, bahkan bersedia mengerjakan sesuatu melampaui batas yang diwajibkan organisasi. Ini tentu saja, hanya bisa terjadi jika karyawan merasa senang dan terpuaskan pada organisasi yang bersangkutan. Komitmen organisasional juga dapat diartikan sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari karyawan terhadap organisasi (Robbins, 2006). Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat, cenderung bertahan pada pekerjaannya karena keinginannya sendiri, sementara karyawan dengan komitmen berkelanjutan yang tinggi, akan bertahan pada pekerjaannya atas dasar kebutuhan. Adapun karyawan dengan komitmen normatif yang kuat bertahan pada pekerjaannya karena merasakan adanya keharusan atau kewajiban. Ketiga komponen komitmen ini hadir dalam diri setiap karyawan, namun dengan kadar yang berbeda-beda sehingga akan menghasilkan perilkau yang berbeda pula sebagai latar belakang dalam mempertahankan pekerjaannya, menurut Allen dan Meyer (1990). Selain stres kerja, kecerdasan emosional merupakan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi 656
komitmen organisasional. Goleman (1997), menyebutkan bahwa kecerdasan emosional dapat mempengaruhi perkembangan karir individu dan keberhasilan pengembangan karir karyawan diantaranya ditentukan oleh komitmen organisasional. Komitmen organisasional juga memiliki aspek yang dipengaruhi oleh emosi. Dalam dunia kerja, orang-orang yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi sangat diperlukan terlebih dalam tim untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk memberikan pelayanan kepada konsumen. Kecerdasan emosional ini sangat dibutuhkan oleh tenaga perawat, sebab sebagian besar pelayanan rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Melalui kecerdasan emosional ini seorang perawat belajar mengelola perasaannya sehingga dapat mengekspresikannya secara tepat dan efektif. Para perawat dalam pekerjaannya sehari-hari hampir selalu melibatkan perasaan dan emosi, sehingga perawat dituntut untuk memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Secara khusus para perawat rumah sakit membutuhkan kecerdasan emosi yang tinggi karena mereka mewakili organisasi untuk berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam maupun di luar organisasi. Perawat yang memiliki empati akan dapat memahami kebutuhan orang atau keluarga yang dirawatnya dan dapat memberikan solusi yang konstruktif. Seorang perawat yang tidak mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi dapat ditandai dengan hal-hal berikut: mempunyai emosi yang tinggi, cepat bertindak berdasarkan emosinya, dan tidak sensitif terhadap perasaan orang lain. Orang yang tidak mempunyai kecerdasan emosi tinggi biasanya mempunyai kecenderungan menyakiti dan memusuhi orang lain. Perawat merupakan pribadi sosial yang selalu berinteraksi dengan orang lain. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel kecerdasan emosional, stres kerja, dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional. Antara lain penelitian yang dilakukan oleh Markovits, et al. (2007), menemukan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasional cenderung saling mempengaruhi satu sama lain. Karyawan yang relatif puas dengan pekerjaannya akan lebih berkomitmen pada organisasi dibandingkan dengan karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang rendah. Kecerdasan emosional dapat mempengaruhi kepuasan kerja karena berhubungan dengan
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012
Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Stres Kerja
kesadaran emosi yang secara positif dapat mempengaruhi hubungan sosial di tempat kerja dan diantara rekan kerja. Penelitian terdahulu yang membuktikan hubungan antara variabel stres kerja terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional, seperti yang diungkapkan dalam penelitian Noermijati dan Widya Nurjana (2011), bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara variabel stres kerja terhadap kepuasan kerja. Penelitian tersebut didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budi Eko Soetjipto (2008), selain itu terdapat hubungan positif dan signifikan antara variabel kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Dimana karyawan yang memiliki stres kerja yang tinggi mempunyai kepuasan kerja yang rendah dan mengurangi komitmen mereka terhadap organisasi. hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian dari Bytyki, et al. (2010) di mana stres kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Dijelaskan bahwa karyawan dengan tingkat stres yang tinggi memiliki kepuasan kerja dan komitmen yang tinggi pula. Hal ini merupakan research gap dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Shaffar dan Margaret (2003) serta Adey dan Bahari (2010), di mana variabel yang mereka gunakan dalam penelitian mereka antara lain kecerdasan emosional, kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penambahan variabel stres kerja sebagai salah satu variabel independen, hal ini karena profesi perawat sangat rentan terhadap stres kerja di mana perawat memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat tinggi terhadap keselamatan nyawa manusia. Obyek penelitian ini adalah perawat pada Unit Rawat Inap Rumah Sakit (RS) Panti Waluya Malang. RS Panti Waluya Malang dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan salah satu rumah sakit swasta terbesar di kota Malang yang memiliki Sertifikat Akreditasi Rumah Sakit Tingkat Lengkap 16 Pelayanan. Selain itu RS Panti Waluya Sawahan Malang juga merupakan rumah sakit rujukan dari berbagai sarana kesehatan lain yang berada di Kota/Kabupaten Malang.
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini ingin mengkaji lebih jauh tentang ”Pengaruh Kecerdasan Emosional, Stres Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasional: Studi Pada Perawat Unit Rawat Inap RS. Panti Waluya Sawahan-Malang”.
Manfaat penelitian Dari segi teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang manajemen sumber daya manusia. Sedangkan manfaat praktis, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan sumber daya manusia khususnya pada RS Panti Waluya Malang, tentang pentingnya kecerdasan emosional dalam mengelola stres kerja serta memperhatikan kepuasan kerja untuk meningkatkan komitmen organisasional perawat.
KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional seseorang dapat ditingkatkan dengan cara mengembangkan komitmen yang tinggi terhadap pengembangan diri sendiri. Kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan psikologis dalam memahami dan menggunakan informasi emosional, sebagai individu kita semua memiliki kemampuan bawaan yang berbeda dalam melakukan sesuatu dan kita bisa belajar dari kehidupan cara-cara memperbaiki kecerdasan emosi melalui praktek dan pengalaman. Kecerdasan emosional terdiri dari 5 faktor yaitu faktor self awareness, self regulation, self motivation, empathy, dan social skill. • Self Awareness (Kesadaran Diri) Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengenali emosi pada waktu emosi itu terjadi. Kesadaran diri berarti waspada terhadap suasana hati atau pikiran tentang suasana hati atau tidak hanyut dalam emosi. Orang yang dapat mengenali emosi atau kesadaran diri terhadap emosi, tidak buta terhadap emosi-emosinya sendiri, termasuk dapat memberikan label setiap emosi yang dirasakan secara tepat. Mengenali emosi
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
657
Christien A. Karambut, Eka Afnan T, Noormijati
•
•
•
•
atau kesadaran diri terhadap emosi ini merupakan dasar kecerdasan emosi (Goleman, 1997). Self Regulation (Pengaturan/ Pengendalian Diri) Menurut Goleman (1997), seseorang yang dapat mengatur diri mereka dapat pula mengelola dan mengekspresikan emosi. Menurut Dann (2002), Kompetensi pengendalian diri adalah sebagai berikut: - Berhenti menuruti hal-hal yang menghasilkan perilaku-perilaku yang tidak produktif - Tetap tenang, berfikir positif dan tidak bingung, bahkan pada saat keadaan sangat sulit - Mengelola emosi yang menyusahkan dan mengurangi kecemasan pada saat mengalami emosi tersebut - Stabil, berfikir tenang yaitu tetap terfokus meskipun berada dibawah tekanan sekalipun. Self Motivation (Motivasi diri) Menata emosi merupakan hal yang sangat erat kaitannya dengan motivasi diri dan untuk berkreasi. Orang yang mampu mengendalikan emosi merupakan landasan keberhasilan dalam segala bidang. Orang yang mempunyai motivasi diri cenderung lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan. Empathy (Empati) Menurut Goleman (1997), empati adalah merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan berbagai tipe individu. Orang yang memiliki empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan halhal yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. Orang-orang seperti ini cocok untuk pekerjaanpekerjaan keperawatan, mengajar, penjualan dan manajemen. Social Skill (Keterampilan Sosial) Goleman (1997), mengatakan bahwa orang yang mampu melakukan hubungan sosial merupakan orang yang cerdas emosi. Orang yang cerdas emosi akan mampu menjalin hubungan dengan orang lain, mereka dapat menikmati persahabatan dengan tulus. Ketulusan memerlukan kesadaran diri dan ungkapan emosional sehingga pada saat berbicara dengan seseorang, kita dapat 658
mengungkapkan perasaan-perasaan secara terbuka termasuk gangguan-gangguan apapun yang merintangi kemampuan seseorang untuk mengungkapkan perasaan secara terbuka.
Stres Kerja Stres adalah suatu kondisi dinamik yang di dalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraints), atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting (Robbins: 2006). Stres kerja merupakan perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari Simpton, antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak senang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat serta mengalami gangguan pencernaan. Menurut Luthans (2006) dalam suatu organisasi, penyebab stres (job stress) dapat berasal dari berbagai aspek, antara lain: • Stressor Ekstra organisasional • Stressor Organisasional • Stressor Kelompok • Stressor lndividu Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi sebelum menimbulkan dampak yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yaitu belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif.
Kepuasan Kerja Kepuasan kerja dapat diartikan sebagai suatu refleksi atau pencerminan dari seberapa jauh seseorang merasa tertarik dan terdorong pada suatu pekerjaan, sehingga situasi atau keadaan pekerjaan tersebut mempunyai nilai tertentu bagi dirinya. Kepuasan kerja itu sendiri terdiri dari perasaan perasaan dan tingkah laku-tingkah laku yang dimiliki seseorang tentang pekerjaannya. Semua aspek-aspek penting pekerjaan, baik dan buruk, positif dan negatif, memberikan kontribusi terhadap perkembangan perasaanperasaan kepuasan (atau ketidak-puasan). Pengukuran kepuasan kerja karyawan dengan mengidentifikasi lima dimensi karakteristik pekerjaan
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012
Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Stres Kerja
yang paling penting dimana karyawan memiliki respon afektif. Kelima dimensi tersebut adalah: (Luthans, 2006) • Pekerjaan itu sendiri adalah terkait dengan karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan yang dijalankan itu menyenangkan dan memuaskan serta memberikan tantangan kepada karyawan. • Pendapatan/gaji adalah sejumlah upah yang diterima di mana hal ini dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibanding dengan orang lain dalam organisasi. Gaji merupakan imbalan tetap yang dibayarkan berupa uang secara berkala atau dengan periode yang tetap, misalnya sebulan sekali. • Kesempatan promosi adalah proses perubahan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain dalam hierarki wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi daripada wewenang dan tanggung jawab yang telah diberikan pada waktu sebelumnya, dengan kata lain diberikan kesempatan untuk maju dalam organisasi tersebut. • Pengawasan adalah hubungan antara setiap karyawan dengan atasan langsung • Rekan kerja adalah teman kerja dalam organisasi dan interaksinya yang bersifat kerjasama dalam pekerjaan.
Komitmen Organisasional Komitmen merupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen terhadap organisasi, akan menunjukkan perilaku dan sikap yang positif terhadap organisasinya, sehingga merasa senang dalam bekerja, karyawan akan melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik yang akhirnya diharapkan dapat memberikan pelayanan dan kepuasan kepada konsumen eksternal. Menurut Allen dan Meyer (Luthans, 2006) komitmen organisasional dibagi dalam tiga komponen, yaitu: • Affective Commitment (Komitmen Afektif) Adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi. • Continuance Commitment (Komitmen berkelanjutan).
•
Adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Normative Commitment (Komitmen Normatif) Adalah perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi.
Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Soleiman Yahyazadeh dan Fatemeh Lotfi (2012), Penelitian ini dilakukan pada 177 guru Sekolah Menengah Atas di Iran. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional guru dan kepuasan kerja (pekerjaan itu sendiri, sikap supervisor, hubungan dengan rekan kerja, kesempatan promosi dan lingkungan kerja), sedangkan kepuasan kerja dari segi pendapatan atau gaji memiliki hubungan yang negatif dan tidak signifikan. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa kecerdasan emosional para guru memiliki perbedaan yang signifikan antara gelar sarjana dan master. Penelitian yang dilakukan oleh Shaffar dan Margaret (2003) Sampel dalam penelitian ini sebanyak 116 orang manajer, dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kecerdasan emosional mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Penelitian Hj. Bahari (2010), dilakukan terhadap 67 karyawan pelayanan publik di Sabah – Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan kepuasan kerja memiliki hubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasi. Namun hasil penelitian tersebut menunjukkan pula bahwa umur memiliki hubungan negatif dan tidak signifikan dengan komitmen organisasi. Thomas Sy, Sussana Tram dan Linda O’Hara (2006) yang menguji hubungan antara kecerdasan emosional manajer, kepuasan kerja karyawan dan kinerja dari 187 keryawan jasa boga yang bekerja pada Sembilan restoran yang semuanya tergabung dalam satu jaringan waralaba. Hasilnya dianalisis menggunakan analisis korelasi dan dinyatakan bahwa kecerdasan emosional para karyawan tersebut berhubungan positif dengan kepuasan kerja dan kinerja. Kecerdasan emosional manajer memiliki korelasi yang lebih positif dengan kepuasan kerja
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
659
Christien A. Karambut, Eka Afnan T, Noormijati
Nikolaou dan Tsaousis (2002) melakukan penelitian dengan sampel pada Institusi kesehatan mental sebanyak 212 responden. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosional dan stres kerja, serta adanya hubungan positif antara kecerdasan emosional dan komitmen organisasional. Reni Hidayat, Yadi Purwanto dan Susatyo Yuwono (2008) dengan judul penelitian Kecerdasan Emosi, Stres Kerja dan Kinerja Karyawan, subyek penelitian karyawan PT BRI Kebumen dengan usia minimum 22 tahun, masa kerja minimal 1 tahun dan berpendidikan minimal SMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dan stres kerja serta terdapat hubungan positif dan signifikan antara variabel kecerdasan emosi dengan kinerja karyawan, serta hubungan negatif yang signifikan antara stres kerja dengan kinerja karyawan. Ho, et al. (2009) melakukan penelitian pada dua rumah sakit besar di Taiwan Selatan dengan jumlah 532 responden. Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki peran stres dikalangan perawat yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Penelitian yang dilakukan menganalisa pengaruh rotasi pekerjaan, stres peran, kepuasan kerja dan komitmen organisasional para perawat yang ada. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap komitmen organisasional, dan stres peran memiliki pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Penelitian yang dilakukan oleh Budi Eko Soetjipto (2008) dilakukan pada perusahaan manufaktur di Kepanjen–Malang dengan jumlah sampel sebanyak 55 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja secara negatif dan signifikan mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi para karyawan secara langsung. Selain itu stres kerja juga secara tidak langsung mempengaruhi komitmen organisasional melalui kepuasan kerja. Hasil lain juga menunjukkan bahwa kepuasan kerja secara langsung mempengaruhi komitmen organisasi para karyawan. Bytyqi, et al. (2010). Penelitian tersebut menguji hubungan antara stres kerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasi pada perusahaan milik publik di Kosovo yang akan diprivatisasi. Responden sebanyak 660
300 karyawan dipilih secara acak diberi kuesioner dan sebanyak 165 kuesioner yang kembali. Kuestioner respon tersebut dinilai dengan menggunakan skala Likert mulai 1–5. Hasil menunjukkan ada hubungan positif antara ketiga variabel tersebut. Dimana tingkat stres tinggi diikuti dengan kepuasan kerja yang tinggi dan komitmen organisasi yang tinggi pula. Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian ini adalah: H1 : Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap stres kerja perawat. H2 : Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat. H3 : Stres kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat. H4 : Kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasional perawat. H5 : Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap komitmen organisasional perawat. H6 : Stres kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasional perawat. H7 : Kecerdasan emosional berpengaruh secara tidak langsung terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja perawat. H8 : Stres kerja berpengaruh secara tidak langsung terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja perawat.
Definisi Operasional Penelitian Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif dalam mengelola diri sendiri dan mempengaruhi hubungan dengan orang lain (Goleman, 1999). Indikator untuk mengukur kecerdasan emosional meliputi: Self Awareness, Self Regulation, Self Motivation, Empathy, Social Skill. Stres kerja merupakan kondisi kejiwaan yang dialami oleh individu perawat sebagai reaksi atas hasil penilaian terhadap situasi kerja yang dapat mengecewakan dan tidak dapat diatasi secara memuaskan. Indikator yang digunakan untuk mengukur stres kerja adalah (Luthans, 2006): Stressor Ekstra organisasional, Stressor Organisasional, Stressor kelompok, Stressor individu. Kepuasan kerja merupakan suatu keadaan emosional responden yang timbul karena adanya perbedaan antara harapan dan kenyataan terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja. Indikator variabel ini
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012
Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Stres Kerja
adalah (Luthan, 2006): pekerjaan itu sendiri, pendapatan/gaji, kesempatan promosi, pengawasan, rekan kerja. Komitmen organisasional adalah bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi tempat bekerja. Indikator variabel ini adalah (Luthan, 2006): affective commitment, continuence commitment, normative commitment.
kan bahwa semua item pertanyaan diperoleh koefisien koelasi positif dan lebih dari 0,3 dengan nilai signifikansi kurang dari α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua item pertanyaan dalam penelitian ini valid. Sedangkan nilai koefisien reliabilitas pada kisaran 0,874 – 0,911 adalah lebih besar dari nilai rekomendasi sebesar 0,60. Dengan demikian berarti pernyataan untuk variabel kecerdasan emosional, stres kerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasional valid dan reiabel untuk pengujian selanjutnya.
METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksplanatori dengan pendekatan kuantitatif, Dengan populasi adalah seluruh perawat yang bertugas pada unit rawat inap RS. Panti Waluya Malang sedangkan metode penentuan sampel dalam penelitian menggunakan sampling jenuh atau sensus. Dalam penelitian ini seluruh perawat yang bertugas pada unit rawat inap dijadikan sampel, yaitu sebanyak 138 perawat. Data penelitian selanjutnya dianalisis menggunakan metode analisis jalur (path analysis).
Validitas dan Realibilitas Hasil uji validitas yang dilakukan pada kuesioner dari indikator kecerdasan emosional, stres kerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasional menunjuk-
HASIL Analisis Deskriptif Dasar interpretasi niali rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini mengacu dari scor interpretasi pada Tabel 1.yaitu mulai dari: jelek/rendah, kurang, cukup, baik/tinggi, sangat baik/sangat tinggi. Interpretasi I untuk variabel kecerdasan emosional, kepuasan kerja dan komitmen organisasional, sedangkan interpretasi II digunakan untuk variabel stres kerja. Secara umum nilai rata-rata pada variabel kecerdasan emosional berada pada daerah baik (3,80), hal ini dapat dikatakan bahwa responden memiliki kecardasan emosional yang baik. Sedangkan untuk variabel stres kerja, secara umum memiliki nilai rata-rata 3,69 yang artinya responden sedang dalam
Tabel 1. Dasar Interpretasi Skor Item dalam Variabel Penelitian
No 1 2 3 4 5
Nilai Skor 1,0 – 1,8 > 1,8 – 2,6 > 2,6 – 3,4 > 3,4 – 4,2 > 4,2 – 5,0
Interpretasi I Jelek/ Rendah Kurang Cukup Baik/ Tinggi Sangat Baik/ Sangat Tinggi
Interpretasi II Sangat Baik/ Sangat Tinggi Baik/ Tinggi Cukup Kurang Jelek/ Rendah
Sumber: Modifikasi dari Stemple Jr. (2004) dalam Noermijati (2010)
Tabel 2. Koefisien Jalur
Variabel Eksogen Kecerdasan Emosional Kecerdasan Emosional Stres Kerja Kepuasan Kerja Kecerdasan Emosional Stres Kerja
Variabel Endogen Stres Kerja Kepuasan Kerja Kepuasan Kerja Komitmen Organisasional Komitmen Organisasional Komitmen Organisasional
Koefisien Jalur -0,324 0,512 -0,336 0,432 0,268 -0,199
Sig. 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,005
Sumber: Data primern diolah, 2012 TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
661
Christien A. Karambut, Eka Afnan T, Noormijati
kondisi stres kerja yang tidak tinggi atau relatif rendah. Deskripsi variabel kepuasan kerja secara umum berada pada daerah baik (3,57) dan deskripsi variabel komitmen organisasional juga berada pada daerah baik (3,22).
Hasil Analisis Jalur Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan analisis jalur. Diagram jalura akan membuktikan adanya pengaruh antara kecerdasan emosional, stres kerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Diagram berikut ini adalah ringkasan hasil analisis jalur pada model hipotesis penelitian ini.
Diperoleh nilai koefisien jalur sebesar -0,324 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data penelitian mendukung hipotesis 1 yaitu kecerdasan emosional berpengaruh terhadap stres kerja. Koefisien yang negatif mengindikasikan bahwa Variabel Kecerdasan Emosional memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap Stres Kerja. Semakin tinggi kecerdasan emosional, maka stres kerja akan semakin menurun. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosional, maka stres kerja akan semakin meningkat. Pengujian hipotesi 2: Kecerdasan Emosional berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja
ε2
Kecerda san Emosional (X1)
0,268
0,512 -0,324
-0,336
Kepuasan Kerja (Y1)
Stres Kerja (X2)
ε3
0,432
Komitmen Organisasional (Y2)
-0,199
ε1
Ketepatan Model Ketepatan model hipotesis dari data penelitian diukur dari hubungan tiga koefisien determinasi (R2) diketiga persamaan. Pada persamaan pertama diperoleh nilai sebesar 0,105 (R21) persamaan kedua 0,486 (R22 ) dan 0,562 (R23) pada persamaan ketiga. Hasil perhitungan tentang ketepatan model menyatakan bahwa kontibusi model untuk menjelaskan hubungan kausal dari keempat variabel yang diteliti sebesar 79,8%. Sedangkan 20,2% keragaman sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat di dalam model path.
Hubungan Langsung dan Tidak Langsung Pengujian hipotesi 1: Kecerdasan Emosional berpengaruh signifikan terhadap Stres Kerja. 662
Hasil analisis diperoleh nilai koefisien jalur sebesar 0,512 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis 2 dimana Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat. Koefisien yang positif mengindikasikan bahwa variabel kecerdasan emosional memberikan pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja. Semakin tinggi kecerdasan emosional, maka kepuasan kerja akan semakin meningkat. Pengujian hipotesi 3: Stres Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja. Hasil analisis diperoleh nilai koefisien jalur sebesar -0,336 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis 3 dimana Stres
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012
Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Stres Kerja
kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat. Koefisien yang negatif mengindikasikan bahwa variabel stres kerja memberikan pengaruh yang negatif terhadap kepuasan kerja. Semakin tinggi stres kerja, maka kepuasan kerja akan semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah stres kerja, maka kepuasan kerja akan semakin tinggi. Pengujian hipotesi 4: Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap Komitmen Organisasional Hasil analisis diperoleh nilai koefisien jalur sebesar 0,432 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis 4 dimana Kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasional. Koefisien yang positif mengindikasikan bahwa kepuasan kerja memberikan pengaruh yang positif terhadap komitmen organisasional. Semakin tinggi kepuasan kerja, maka komitmen organisasional akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah kepuasan kerja, maka komitmen organisasional akan semakin rendah. Pengujian hipotesi 5: Kecerdasan Emosional berpengaruh terhadap Komitmen Organisasional Hasil analisis diperoleh nilai koefisien jalur sebesar 0,268 dengan nilai signifikansi sebesar 0,001. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis 5 dimana kecerdasan emosional berpengaruh terhadap komitmen organisasional. Koefisien positif mengindikasikan bahwa kecerdasan emosional memberikan pengaruh yang positif terhadap komitmen organisasional. Semakin tinggi kecerdasan emosional, maka komitmen organisasional akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosional, maka komitmen organisasional akan semakin rendah.
Pengujian hipotesi 6: Stres Kerja berpengaruh terhadap Komitmen Organisasional. Hasil analisis diperoleh nilai koefisien jalur sebesar -0,199 dengan nilai signifikansi sebesar 0,005. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis 6 dimana Stres kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasional perawat. Koefisien yang negatif mengindikasikan bahwa variabel stres kerja memberikan pengaruh yang negatif terhadap komitmen organisasional. Semakin tinggi stres kerja, maka komitmen organisasional akan semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah stres kerja, maka komitmen organisasional akan semakin tinggi. Pengujian hipotesi 6: Kecerdasan emosional berpengaruh secara tidak langsung terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja. Koefisien path pengaruh langsung kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja adalah sebesar 0,512 dan pengaruh langsung kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional sebesar 0,432. sehingga, pengaruh tak langsung kecerdasan emosional terhadap komitmen organisasional sebesar 0,221. Dengan demikian diperoleh nilai thitung sebesar 4,185. karena nilai thitung lebih besar dari 1,96 dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional memiliki pengaruh tak langsung yang signifikan terhadap komitmen organisasional dengan melalui kepuasan kerja sebesar 0,221. koefisien yang positif mengindikasikan bahwa pengaruh tak langsung yang terbentuk bersifat positif. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis 6 diterima, dimana kecerdasan emosional berpengaruh secara tidak langsung terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja. Pengujian hipotesi 7: Stres kerja berpengaruh secara tidak langsung terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja.
Tabel 3. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung
Dari X1 Dari X2 Dari Y1
Langsung Ke X2 = -0,324 Ke Y1 = 0,512 Ke Y2 = 0,268 Ke Y1 = -0,336 Ke Y2 = -0,199 Ke Y2 = 0,432
Tidak Langsung
Melalui Y1 = 0,512 x 0,432 = 0,221 Melalui Y1 = -0,336 x 0,432 = - 0,145
Total -0,324 0,512 0,489 -0,336 0,344 0,432
Sumber: Data Primer Diolah (2012) TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
663
Christien A. Karambut, Eka Afnan T, Noormijati
Koefisien path pengaruh langsung stres kerja terhadap kepuasan kerja adalah sebesar -0,336 dan pengaruh langsung kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional sebesar 0,432, sehingga, pengaruh tak langsung stres kerja terhadap komitmen organisasional sebesar -0,145. Dengan demikian diperoleh nilai thitung sebesar 3,538. Dapat disimpulkan bahwa stres kerja memiliki pengaruh tak langsung yang signifikan terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja sebesar -0,145. Koefisien yang negatif mengindikasikan bahwa pengaruh tak langsung yang terbentuk bersifat negatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pengaruh tidak langsung bukan merupakan pengaruh yang dominan jika dibandingkan dengan pengaruh langsung. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa hubungan langsung memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap komitmen organisasional perawat pada unit rawat inap RS Panti Waluya Malang. (lihat tabel 3).
PEMBAHASAN Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Stres Kerja Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan, kecerdasan emosional berpengaruh secara langsung dan negatif terhadap stres kerja, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional seorang perawat maka semakin rendah tingkat stres kerja yang dialami, begitu pula sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosional seorang perawat maka semakin tinggi tingkat stres kerjanya. Secara umum perawat yang ada pada unit rawat inap RS Panti Waluya Sawahan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dan tingkat stres kerja yang rendah. Hal ini ditunjukkan melalui nilai koefisien jalur yang negatif serta didukung oleh nilai rata-rata dari jawaban responden yang berada pada area tinggi/baik. Dalam penelitian ini sumber stres yang paling dominan adalah jarak tempuh yang jauh antara rumah sakit dengan tempat tinggal responden serta masalah keuangan yang dihadapi. Tetapi dengan adanya kontribusi kecerdasan emosional yang baik sehingga dapat mengurangi stres kerja yang ada, dengan kemampuan mengindentifikasi perasaan, kemampuan mengenali emosi yang terjadi, serta kemampuan mengelola emosi tersebut, sehingga responden mampu mengatur 664
emosinya dengan baik, serta memiliki empati dan kemampuan berinteraksi yang baik dalam memberikan pelayanan pada pasien. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nikolaou dan Tsaousis (2002) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosional dan stres kerja karyawan. Selain itu juga, temuan penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Hidayat, dkk. (2008), bahwa karyawan yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi mampu menghadapi stres kerja dengan baik.
Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kepuasan Kerja Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan, kecerdasan emosional berpengaruh secara langsung dan positif terhadap kepuasan kerja, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional seorang perawat maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja, begitu pula sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosional seorang perawat maka semakin rendah pula tingkat kepuasan kerjanya. Kecerdasan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar dalam menggunakan emosinya. Dalam bekerja kecerdasan emosional sangat berhubungan dengan kepuasan kerja, dimana kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kecerdasan emosional yang terganggu akan menyebabkan seseorang tidak dapat mencapai kepuasan kerja yang maksimal. Hasil analisis dalam penelitian ini membuktikan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh secara langsung dan positif terhadap kepuasan kerja perawat pada unit rawat inap RS Panti Waluya Sawahan Malang. Hal ini terlihat dari nilai koefisien jalur yang positif, hal ini berarti adanya pengaruh positif kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja perawat. Adanya hubungan antara kecerdasan emosional dan kepuasan kerja perawat berarti bahwa dengan pengenalan dan pengelolaan emosi yang baik dari perawat dapat menghasilkan emosi yang positif dalam bekerja serta mampu menempatkan emosi tersebut pada waktu yang tepat, sehingga dengan emosi positif tersebut dapat menghasilkan rasa kepuasan dalam bekerja. Demikian pula seorang perawat, ketika ia mampu mengenali emosi rekan kerja dan pasiennya dengan baik serta mampu bekerja sama dengan baik,
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012
Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Stres Kerja
maka hal tersebut dapat memberikan rasa kepuasan tersendiri dalam bekerja, dibandingkan bila mereka tidak dapat mengenali emosi rekan kerja serta pasien dengan baik maka akan menyebabkan kesalahpahaman dan kesulitan dalam bekerja, serta menyebabkan tidak maksimal dalam memberikan pelayanan pada pasien. Demikian juga halnya dalam memberikan rasa kepuasan dalam bekerja, seorang perawat perlu mengemukakan apa yang dirasakan dari dalam dirinya terhadap pekerjaan yang dikerjakan, bagaimana mereka menyatakan pendapat tentang pekerjaan, mengungkapkan perasaan mereka, keyakinan pada apa yang dikerjakan. Kepercayaan dan penghargaan terhadap diri sendiri atau pada kemampuannya dalam bekerja, juga menjadi alasan mereka dapat memiliki rasa kepuasan. Selain itu ketika perawat menghadapi tantangan atau berada pada kondisi yang tidak menyenangkan, mereka mampu untuk menghadapinya serta memiliki kepercayaan diri untuk tetap terus maju, yang pada akhirnya mampu kembali menunjukkan potensi diri yang baik dalam bekerja dan memiliki komitmen yang tinggi. Hal ini merupakan alasan untuk memberikan rasa kepuasan diri yang baik, karena itu kecerdasan emosional benar berpengaruh terhadap kepuasan kerja, dan hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian dari Thomas Sy, Sussana dan Linda (2006), Shaffar dan Margareth (2006) serta Yahyazadeh dan Lotfi (2012), di mana kecerdasan emosional mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Dari hasil penelitian yang dilakukan, indikator gaji pada kepuasan kerja memiliki nilai rata-rata yang terendah dibandingkan indikator lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada perawat yang masih belum puas dengan gaji yang mereka peroleh, yang dianggap kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dengan demikian, hal ini menjadi perhatian bagi pimpinan RS Panti Waluya Sawahan Malang untuk meningkatkan kepuasan kerja perawat.
Pengaruh Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai koefisien jalur yang negatif. Artinya bahwa semakin rendah stres kerja perawat akan semakin tinggi tingkat
kepuasan kerja mereka. hal ini menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap kepuasan kerja. Dengan kata lain indikator stres kerja seperti, stressor ekstra organisasional, stressor organisasional, stressor kelompok dan stressor individu berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja. Stres yang berhubungan dengan pekerjaan secara konseptual sebagai wujud ketidakseimbangan yang dirasakan individu dengan individu-individu lain pada lingkungan pekerjaan. Kondisi kehidupan yang tidak menyenangkan menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja, sehingga hal ini dapat menimbulkan stres dalam bekerja yang akhirnya dapat menurunkan kepuasan kerja. Stres merupakan respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis dan atau perilaku pada anggota organisasi. Dampak stres sangat beragam, misalnya dampak subyektif seperti kecemasan, agresi, bersikap acuh, kebosanan, depresi, keletihan, kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup dan lain sebagainya. Dampak perilaku (Behaviour effect) terhadap stres antara lain emosi yang tiba-tiba meledak, perilaku yang mengikuti kata hati, makan yang berlebihan dan alkoholik. Dampak kognitif yang diakibatkan antara lain konsentrasi yang buruk dan sangat peka terhadap kritik, sedangkan dampak psikologis yang ditimbulkan seperti meningkatnya kadar gula, meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah, kekeringan pada mulut, membesarnya pupil mata dan tubuh panas dingin. Dampak stres pada organisasi antara lain keabsenan, rendahnya produktifitas, rendahnya kepuasan kerja dan rendahnya komitmen terhadap organisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat stres kerja perawat yang bertugas pada unit rawat inap tergolong rendah. Sumber stres kerja yang paling dominan berasal dari organisasi dimana adanya evaluasi kerja yang kurang jelas serta adanya pengaturan shift yang dianggap kurang sesuai. Sementara itu tingkat kepuasan kerja responden tercipta karena adanya hubungan yang baik dari sesama rekan kerja, yang tercermin dengan adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antar sesama perawat yang ada. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang oleh Noermijati dan Nurjana (2011), bahwa stres kerja berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap kepuasan kerja. Selain itu stres kerja dapat
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
665
Christien A. Karambut, Eka Afnan T, Noormijati
membawa dampak yang tidak diinginkan pada karyawan yang ada, ketika sumber stres meningkat maka kepuasan kerja akan menurun. Soetjipto (2008) dan Ho, Chang, Shih dan Liang (2009) sependapat dengan penelitian ini di mana stres kerja memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan kepuasan kerja secara positif mempengaruhi komitmen organisasional. Tetapi hasil penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bytyqi dkk (2010) di mana hasil penelitiannya menemukan bahwa adanya hubungan positif dan signifikan antara stres kerja dan kepuasan kerja serta stres kerja dan komitmen organisasional.
Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional Meskipun kepuasan berkaitan dengan sikap karyawan terhadap pekerjaan dan komitmen organisasional berkaitan dengan level organisasi, tetapi hubungan yang kuat antara kepuasan kerja dan komitmen organisasional telah diketahui sejak lama. Kepuasan kerja yang dibentuk dalam penelitian ini terdiri dari komponen kepuasan akan pekerjaan, rekan kerja, pengawasan, upah dan promosi secara positif berhubungan dengan komitmen organisasional. Hasil perhitungan yang dilakukan, diperoleh nilai koefisien jalur yang positif. Artinya bahwa semakin meningkatnya kepuasan kerja perawat akan meningkatkan komitmen organisasional mereka. Penelitian ini membuktikan bahwa kepuasan kerja berpengaruh secara langsung dan positif terhadap komitmen organisasional, seperti yang dibuktikan oleh Chang, Shih dan Liang (2009) dan Adey & Bahari (2010). Jika kepuasan perawat terpenuhi dan semakin meningkat, maka perawat akan semakin memiliki komitmen yang tinggi terhadap RS Panti Waluya Sawahan sebagai tempat mereka bekerja. Berdasarkan data yang ada, sebagian besar perawat merasa puas terhadap rekan kerja yang ada serta merasa puas atas pekerjaan yang dijalankan, selain itu perawat yang ada menunjukkan komitmen organisaional yang tinggi dengan merasa bangga menjadi bagian dari rumah sakit ini.
Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Komitmen Organisasional Individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi, lebih berkomitmen pada organisasi mereka 666
(Shaffar dan Margaret (2003)). Hasil penelitian ini sesuai oleh penelitian yang dilakukan oleh Adey dan Bahari (2010), dimana ada hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan komitmen organisasional. Kecerdasan emosional memiliki hubungan yang berarti dengan hasil pekerjaan seperti kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Artinya, karyawan yang tidak dapat mengatur emosi mereka dengan baik, menunjukkan kurang memiliki komitmen organisasional. Selain itu individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi cenderung memiliki komitmen organisasional yang tinggi pula. Berdasarkan hasil analisis, terlihat bahwa perawat yang ada memilik komitmen organisional yang cukup. Di mana sebagian besar perawat yang ada merasa bangga bekerja pada RS Panti Waluya Malang. Selain hubungan langsung antara kecerdasan emosional terhadap komitmen organisasional, juga terbukti adanya hubungan tidak langsung antara kedua variabel tersebut melalui kepuasan kerja. walaupun nilai pengaruh tidak langsung lebih kecil dibandingkan dengan nilai pengaruh langsung. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya kecerdasan emosional yang cukup, maka kepuasan kerja para perawat terpenuhi sehingga mereka memiliki komitmen terhadap rumah sakit tempat mereka bekerja. Pembuktian bahwa kecerdasan emosional mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja, didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Guleryuz dkk (2008).
Pengaruh Stres Kerja terhadap Komitmen Organisasional Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai koefisien jalur yang negatif. Artinya bahwa semakin rendah stres kerja perawat akan semakin tinggi komitmen organisasional mereka. hal ini menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap komitmen organisasional. Arah hubungan negatif antara stres kerja dan komitmen organisasi menunjukan bahwa tingkat stres kerja yang rendah cenderung diikuti dengan peningkatan komitmen organisasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soetjipto (2008) dan Ho, et al. (2008),
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012
Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional, Stres Kerja
di mana stres kerja secara negatif dan signifikan mempengaruhi komitmen organisasional para karyawan. Tetapi hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Bytyqi, et al. (2010) di mana hasil penelitiannya menemukan bahwa adanya hubungan positif dan signifikan antara stres kerja dan komitmen organisasional Selain hubungan langsung antara stres kerja terhadap komitmen organisasional, juga terbukti adanya hubungan tidak langsung antara kedua variabel tersebut yaitu melalui kepuasan kerja. walaupun nilai pengaruh tidak langsung lebih kecil dibandingkan dengan nilai pengaruh langsung. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya stres kerja yang rendah, maka kepuasan kerja para perawat akan tinggi sehingga mereka memiliki komitmen yang tinggi pula terhadap rumah sakit sebagai tempat mereka bekerja. Pembuktian bahwa stres kerja mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap komitmen organisasional melalui kepuasan kerja, ini sejalan dengan mengungkapkan bahwa stres kerja tidak memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap komitmen afektif, namun kepuasan kerja merupakan mediator antara stres kerja dan komitmen afektif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Darwis (2002), menemukan bahwa kepuasan kerja merupakan mediator pengaruh stres kerja terhadap berbagai aspek komitmen organisasional, kecuali komitmen berkelanjutan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan, dapat disimpilkan bahwa: Kecerdasan emosional mempunyai hubungan dengan stres kerja, kepuasan kerja dan komitmen organisasional perawat. Perawat yang memiliki kecerdasan emosional yang baik, dapat memahami emosi yang terjadi dan dapat memanfaatkan serta mengarahkan emosi secara positif sehingga dapat mengurangi stres kerja. Dengan kecerdasan emosional yang baik akan mempengaruhi tingkat kepuasan dan komitmen organisasional. Seorang perawat yang mengalami stres akan berpengaruh terhadap menurunnya rasa senang (antusiasme) pada pekerjaan, perhatian pada organisasi dan rekan sekerja, bahkan mungkin sampai pada
hilangnya rasa tanggung jawab dalam melayani pasien. Dampak stres akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja dan komitmen organisasisional mereka. Tingkat stres kerja perawat yang ada tergolong kurang dan tingkat kepuasan kerja tergolong tinggi sementara itu tingkat komitmen organisasional mereka cukup. Anggota organisasi yang puas dengan apa yang diperoleh dari pekerjaanya akan memperlihatkan komitmen organisasional yang tinggi pula. Perawat yang ada pada unit rawat inap RS. Panti Waluya Malang memiliki komitmen organisasional yang cukup atau belum tergolong tinggi, hal ini antara lain disebabkan oleh karena sebagian perawat yang ada merasa belum puas dengan pendapatan/ gaji yang diterimanya. Semakin tinggi kecerdasan emosional seorang perawat akan semakin meningkatkan komitmen organisasional mereka secara tidak langsung melalui kepuasan kerja. Perawat akan lebih menunjukkan komitmen organisasional bila kepuasan kerja meningkat. Begitu pula sebaliknya semakin rendah stres kerja yang dihadapi akan meningkatkan komitmen organisasional melalui kepuasan kerja.
Saran Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan, maka saran yang akan diberikan sebagai berikut: Secara umum hasil penelitian dan deskripsi variabel kecerdasan emosional, stres kerja, dan kepuasan kerja adalah baik, sehingga perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan guna peningkatan kualitas pelayanan RS Panti Waluya Malang. Ketidakpuasan karena gaji hendaknya menjadi perhatian bagi pihak rumah sakit demi menciptakan kesejahteraan, sehingga faktor yang dapat menimbulkan adanya ketidakpuasan dapat diminimalisasi. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti pada objek rumah sakit (tenaga medis) saat memberikan kuesioner hendaknya dapat menemui responden secara langsung/tatap muka. Akan lebih baik jika dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang kondusif bagi responden untuk mengisi kuesioner yang diberikan, misalnya saat tidak bekerja. Dengan cara ini diharapkan dapat mengurangi bias yang dimungkinkan terjadi karena responden menjawab item
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
667
Christien A. Karambut, Eka Afnan T, Noormijati
pertanyaan dengan terburu dan terpengaruh responden lain.
DAFTAR RUJUKAN Adey, N.H., dan Bahari, F.H. 2010. Hubungan antara Kecerdasan Emosional, kepuasan kerja dan Komitmen terhadap Organisasi. Jurnal Kemanusiaan bil 16., Des. Allen, J., Meyer. 1990. The Measurement and Antecedents of Affective, Continuance, and Normative Commitment to the Organization. Journal of Occupational psychology, 91. pp. 1–18. Bytyqi, F., Vllaznim, R., Vyrtyt, H. 2010. Work stress, Job Satisfaction and Organizational Commitment Among Public Employees Before Privatization. European Journal of Social Sciences-Volume 18, Number 1. B.E. Soetjipto. 2008. Kepuasan Kerja sebagai Mediasi Pengaruh Stres Kerja terhadap Komitmen Organisasi. Jurnal Aplikasi Manajemen, Volume 6, Nomor 1,49– 55. Dann J., 2002. Memahami Kecerdasan Emosional dalam Seminggu. Prestasi Pustaka, Jakarta. Darwish, A.Y. 2002. Job satisfaction as a mediator of the relationship between role stressors and organizational commitment: A study from an Arabic cultural perspective. Journal of Managerial Psychology, 17(4), 250–266. Goleman, D. 1997. Emotional Intelligence: Mengapa EI lebih penting dari pada IQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Guleryuz, G., Guney, S., Aydin, E.M., & Asan, O. 2008. The mediating effect of job satisfaction between emotional intelligence and organizational commitment of nurses: A questionnaire survey. International Journal of Nursing Studies, 45, 1625–1635. Hidayati, R., Purwanto, Y., Yuwono, S. 2008. Kecerdasan Emosi, Stres Kerja dan Kinerja Karyawan. Jurnal Psikologi Vol. 2, No.1, Des, 91-96. Ho Wen-Hsien, Chang Ching S., Shih Ying-Ling, and Liang Rong-Da. 2009. Effects of job rotation and role stress
668
among nurses on job satisfaction and organizational commitment. BMC Health Services Research, 9:8. Yahyazadeh, S., dan Lotfi, F. 2012. Teachers’ Emotional Intelligence and Its Relationship with Job Satisfaction. Advances in Education Vol.1, No.1. 4–9. Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi sepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi. Margiati, L. 1999. Stres Kerja: Latar Belakang, Penyebab dan Alternatif Pemecahannya. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 3:71–80. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Surabaya. Markovits, Y., Davis, A.J., and Rolf van Dick. 2007. Organizational Commitment Profiles and Job Satisfaction among Greek Private and Public Sector Employees. International Journal of Cross Cultural Management, Vol. 7 (1):77–99. Nikolaou, I., & Tsaousis, I. 2002. Emotional intelligence in the workplace: Exploring its effects on occupational stress and organizational commitment. The International Journal of Organizational Analysis, 10(4), 327–342. Noermijati, dan Nurjana,W. 2011. Peranan Karakteristik Individu dan Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja Anggota Kepolisian Resort Malang. Jurnal Aplikasi Manajemen FEUB, Vol 9, No. 4, hal. 309–319. Robbins, Stephen, P. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi kesepuluh. Jakarta: PT Indeks Gramedia. Selye, H. 1991. The Stress of Life. New York: Mc.Graw-Hill. Shaffar, R., dan Margareth. 2003. Assessing the Relationship Between Workplace Emotional Intelligence, Job Satisfaction and Organizational Commitment. Academy of Management Best Conference Paper. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta. Sy, T., Tram, S., & O’Hara, L.A. 2006. Relation of employee and manager emotional intelligence to job satisfaction and performance. Journal of Vocational Behavior, 68, 461–473. Yusuf, S. 2005. Perilaku Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 3 | SEPTEMBER 2012