UJI PENGARUH KUAT ARUS, JARAK ELEKTRODA DAN JUMLAH ELEKTRODA TERHADAP KINERJA ELEKTROKOAGULASI DALAM MENURUNKAN WARNA DAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND BACKWASH PADA LIMBAH ION EXCHANGE RESIN DI PABRIK GULA RAFINASI PT. ANGELS PRODUCT Dr. Tania Surya Utami, S.T.1*, Teuku Banta Seudang di Beurabo2, Adi Surya Kusuma1 1
Chemical Engineering Department, University of Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2
PT. Angels Products, Bojonegara, Serang, Banten, Indonesia ABSTRAK
Limbah Backwash IER merupakan hasil sampingan utama dari pabrik gula rafinasi. Limbah cair ini perlu diolah agar mencapai baku mutu sebelum dilepas ke lingkungan. Metode yang biasa digunakan untuk mengolahnya adalah dengan menggunakan bakteri aerobic (metode aerasi) tetapi metode ini memilki residence time yang lama serta tidak dapat membuat air menjadi jernih. Penelitian ini mencoba untuk membantu kerja unit pengolahan limbah yang ada dengan metode elektrokoagulasi, yaitu proses elektrolisis untuk menimbulkan reaksi koagulasi dari senyawa limbah yang terlarut. Penelitian ini mempelajari pengaruh kuat arus, jarak antar elektroda dan jumlah elektroda terhadap laju reaksi elektrokoagulasi serta mempelajari potensi penggabungan sistem aerasi dengan elektrokoagulasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses elektrokoagulasi berhasil menjernihkan air limbah (menurunkan warna) tetapi tidak berhasil menurunkan nilai COD dari air limbah. Adapun penurunan COD dapat diperoleh dengan baik bila rangkaian proses digabung dengan proses aerasi. Nilai penurunan warna paling efisien diperoleh dengan mengatur jarak antar elektroda sedekat mungkin dan jumlah elektroda sebanyak mungkin, dimana pada penelitian ini adalah berjarak 5 cm antar elektroda dan elektroda berjumlah 3 pasang. Adapun penurunan warna paling efisien relatif terhadap konsumsi energi adalah dengan menggunakan kuat arus paling kecil, dalam penelitian ini adalah 5 ampere. Metode penggabungan terbaik adalah jika dilakukan aerasi sebelum elektrokoagulasi. Kata kunci: Elektrokoagulasis, Aerasi, Pengolahan, Limbah Pabrik Gula, Kuat Arus, Jarak elektroda 1. PENDAHULUAN Limbah industri adalah salah satu faktor yang sangat penting diperhatikan dalam perancangan dan pengoperasian suatu pabrik. Pengolahan limbah buangan industri perlu dilakukan untuk memenuhi syarat ijin operasi pabrik serta menjaga kelestarian lingkungan daerah sekitar pabrik beroperasi. Pengolahan limbah ini dilakukan dengan pilihan teknologi berdasarkan karakteristik limbah serta nilai ekonomis dari operasi pengolahan limbah.
*Corresponding author’s email:
[email protected]
Universitas Indonesia
Uji Pengaruh..., Adi Surya Kusuma, FT UI, 2014
Pengolahan limbah yang digunakan PT. Angels Products adalah pengolahan limbah berbasis teknologi biologis, yaitu aerasi. Pengolahan ini menggunakan bakteri untuk mendegradasi senyawasenyawa yang terkandung di dalam limbah sehingga nilai COD yang terkandung akan menurun. Teknologi ini membutuhkan upaya yang sangat besar dan waktu yang sangat lama. Untuk dapat mengolah limbah tersebut, dibutuhkan residence time setidaknya 15 hari. Waktu yang sangat lama ini menyebabkan biaya operasional yang cukup tinggi karena kebutuhan listrik untuk aerator, pompa dan penggunaan pupuk. Cara ini kurang efektif karena kandungan COD yang sangat tinggi serta kandungan garam dan mineral yang tinggi. Teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah limbah ini secara efektif adalah teknologi elektrolisis. Proses elektrolisis yang dilakukan pada limbah ini dimaksudkan untuk menginduksi terjadinya proses koagulasi-flokulasi dari senyawa-senyawa limbah sehingga flokulan dapat dipisahkan dari air. Air yang dihasilkan diharapkan telah memiliki kandungan COD yang cukup rendah untuk dapat dibuang ke lingkungan dengan aman. Tujuan kedua dari penggunaan teknologi ini adalah keinginan untuk memperoleh air yang dapat digunakan kembali. Untuk mencapai tujuan kedua ini, digunakanlah teknologi aerasi untuk menurunkan kadar COD ke titik yang lebih rendah. Pertimbangan untuk menggunakan sistem gabungan (hybrid) ini didasarkan asumsi bahwa pada tingkat COD yang cukup rendah, teknologi elektrokoagulasi akan mengalami penurunan tingkat keefektifannya sedangkan pada COD rendah teknologi berbasis biologis akan bekerja lebih efektif. Teknologi elektrokoagulasi tidak menggunakan luas lahan yang besar serta sistem yang digunakan tidak terlalu kompleks sehingga dapat digunakan oleh industri menengah ke bawah.
*Corresponding author’s email:
[email protected]
Universitas Indonesia
Uji Pengaruh..., Adi Surya Kusuma, FT UI, 2014
2. KARAKTERISTIK AIR LIMBAH DAN PENGOLAHANNYA Air limbah yang digunakan sebagai substrat dalam penelitian ini adalah air limbah backwash Ion Exchange Resin (IER). Limbah ini dihasilkan dari proses backwash IER yang terjadi secara berkala setiap 5.000 liter pemakaian IER. Proses backwash IER dilakukan dengan menggunakan larutan garam (NaCl) dan campuran antara HCl dengan NaOH untuk proses regenerasi total. Air garam ini membilas resin dan mengikat partikel pewarna gula yang terikat pada resin. Kandungan pewarna yang terikat pada larutan limbah ini adalah phenolic acid, caramel, quinines, etc. Limbah backwash IER memiliki tingkat chemical oxygen demand (COD) dengan kisaran 3.500 – 20.000 ppm. Tingkat ini jauh di atas baku mutu yang berlaku yaitu 100 ppm. Karena itu dilakukan pengolahan limbah dengan sistem aerasi atau biodegradasi dengan bakteri aerobik. Sistem ini mampu menurunkan tingkat COD limbah namun tidak dapat menurunkan warna dari limbah. 3. METODOLOGI PENELITIAN Larutan limbah sebanyak 8 liter disiapkan dengan diatur nilai COD awal pada 5.000 ppm, absorbansi warna 4,55 pada panjang gelombang 400 nm dan kandungan Cl- sebesar 2%. Larutan ini ditempatkan di wadah plastic sebesar 10 liter. Pada wadah dirangkai elektroda sebanyak 1-3 pasang dengan jarak antar elektroda sebesar 5-10 cm. Proses elektrokoagulasi dilakukan selama 6 jam dengan kuat arus 5-20 ampere. Penelitian ini memvariasikan nilai kuat arus, jarak antar elektroda dan jumlah elektroda yang digunakan dan kemudian mengukur laju penurunan warna dari limbah.
3 Universitas Indonesia
Uji Pengaruh..., Adi Surya Kusuma, FT UI, 2014
Gambar 1. Skema Peralatan Elektrokoagulasi Percobaan kedua yang dilakukan adalah percobaan untuk melakukan penggabungan elektrokoagulasi dengan aerasi. Percobaan ini dilakukan dengan menyiapkan larutan kultur bakteri wild strain yang diperoleh dari kolam aerasi di unit pengolahan limbah pabrik. Larutan kultur ini dibiakkan dan diadaptasi untuk kondisi larutan limbah dengan parameter COD 3.500 ppm dan Cl- sebesar 1%. Larutan kultur ini dicampur dengan larutan limbah yang telah disediakan dengan perbandingan 1:1. Wadah yang digunakan sama dengan wadah pada penelitian elektrokoagulasi dan dipasang alat aerator sebanyak 2 buah dengan masing-masing daya 5 watt. Percobaan aerasi dilakukan selama 20 hari dengan pengukuran nilai COD setiap harinya. Percobaan ini dilakukan dengan 2 variasi limbah yaitu limbah yang tidak diberi perlakuan elektrokoagulasi dan limbah yang telah diberi perlakuan elektrokoagulasi. Kemudian dilakukan percobaan elektrokoagulasi dengan variasi limbah yang sudah diberi perlakuan aerasi dan limbah yang tidak diberi perlakuan aerasi. 4. HASIL DAN DISKUSI Proton dan elektron yang berasal dari anoda digunakan untuk mereduksi Al menjadi Al3+. Reaksi yang terjadi sebagai berikut (Chen dan Hung, 2007). Al à Al3+ + 3 e-
(4.1)
Sedangkan reaksi yang terjadi pada katoda adalah : 2 H2O + 2 e- à H2 + 2 OH-
(4.2)
Dimana kedua ion hasil reaksi ini akan tergabung membentuk aluminium hidroksida (Al2(OH)3). Logam aluminium hidroksida akan mengkoagulasi partikel-partikel pada larutan limbah dengan cara mengikat partikel-partikel tersebut. Hal ini dapat terjadi karena sifat aluminium hidroksida yang cenderung membentuk gel dalam air dimana gel ini akan mengikat partikel limbah. Flok yang terbentuk dari proses koagulasi ini akan mengendap di dasar wadah. Flok ini bersifat stabil karena upaya untuk mengaduk larutan akan menyebabkan flok kembali mengendap di dasar wadah setelah didiamkan beberapa waktu. Hasil lain dari proses ini adalah gas hidrogen dalam bentuk buih busa. Buih ini secara berkala harus dibuang karena akan memenuhi wadah. 4.1 Pengaruh Variasi Kuat Arus Terhadap Kinerja Penurunan Warna
4 Universitas Indonesia
Uji Pengaruh..., Adi Surya Kusuma, FT UI, 2014
Gambar 2. Perbandingan penurunan warna terhadap pengaruh variasi kuat arus Pada percobaan ini penurunan warna (color) relatif terhadap konsumsi energi listrik paling efisien diperoleh dari penggunaan kuat arus terendah dalam percobaan ini yaitu 5 ampere. Konsumsi energy yang dimaksud adalah nilai daya listrik yang dipakai yaitu hasil perkalian antara kuat arus dengan tegangan listrik. Dari percobaan, tegangan listrik cenderung berubah-ubah sesuai tergantung kondisi larutan tetapi pola tegangan listrik yang dipakai secara konsisten meningkat jika kekuatan arus listrik ditingkatkan. Penurunan warna terhadap pemakaian arus listrik pada kuat arus 5 ampere adalah 0,1323/Ah. Maka dapat disimpulkan bahwa efisiensi penggunaan listrik berkurang seiring penambahan kekuatan arus. Efisiensi yang berkurang diakibatkan hambatan dari plat elektroda yang dipengaruhi oleh kuat arus, jenis logam, luas permukaan dan ketebalan plat. Adapun aluminium bukan merupakan penghantar listrik yang baik, dengan konduktivitas listrik sebesar 2.82×10−8 Ω·m dibandingkan dengan tembaga yang memiliki nilai 1,68x10-8 Ω·m atau grafit (10-8 Ω·m). Dari hasil percobaan ini, nilai dari decolorisasi pada masing-masing variasi dari nilai awal 4,55 adalah : -
Untuk kuat arus 5 ampere selama 6 jam, color removal adalah 87,25%
-
Untuk kuat arus 10 ampere selama 6 jam, color removal adalah 94,51%
-
Untuk kuat arus 15 ampere selama 6 jam, color removal adalah 95,98%
-
Untuk kuat arus 20 ampere selama 6 jam, color removal adalah 98,02%
4.2 Pengaruh Variasi Jarak Antar Elektroda Terhadap Kinerja Elektrokoagulasi
5 Universitas Indonesia
Uji Pengaruh..., Adi Surya Kusuma, FT UI, 2014
Setelah dilakukan percobaan dengan variasi kuat arus, maka selanjutnya dilakukan percobaan dengan variasi jarak antar elektroda. Percobaan ini bertujuan untuk memahami pengaruh jarak antar elektroda terhadap laju reaksi elektrolisis Jarak antar elektroda divariasikan dengan nilai 5 cm, 7,5 cm dan 10 cm. Nilai kuat arus dijaga tetap pada nilai 10 ampere dan digunakan 2 pasang elektroda. Pada percobaan ini, faktor pembatas dari variasi jarak didasarkan pada pertimbangan bahwa jarak di bawah 5 cm akan meningkatkan resiko plat bersinggungan dan pada jarak di atas 10 cm tidak terdapat ruang yang cukup di bak.
Gambar 3. Pengaruh Suhu terhadap Prosen Konversi Karbon pada Rasio Massa Kukus/Arang 2,0 Dengan Katalis Dari hasil percobaan didapat bahwa penurunan warna terbaik diperoleh dengan mengatur jarak antar elektroda sedekat mungkin, dalam percobaan ini adalah 5 cm. Hal ini terjadi karena semakin dekat jarak antar elektroda maka jarak pertukaran ion akan semakin berkurang sehingga dapat meningkatkan laju reaksi (Tchamango et al).
Dari hasil percobaan ini dapat terlihat bahwa semakin dekat jarak antar elektroda maka laju penurunan warna akan semakin optimal. Namun perlu diperhatikan bahwa jarak antar elektroda patut dijaga agak tidak terlalu dekat dengan pertimbangan keamanan. Posisi elektroda harus dijaga agar tidak terjadi kontak antar plat karena dapat terjadi korsleting listrik yang dapat menyebabkan percikan api. Pada jarak yang terlalu dekat resiko kontak meningkat sehingga patut dipertimbangkan faktor keamanan apabila ingin mengurangi jarak antar elektroda. Dari hasil di atas, didapat bahwa penurunan warna terhadap penggunaan listrik paling efisien adalah pada jarak 5 cm dengan nilai 0,0717/Ah. Adapun besaran dari decolorisasi dari nilai awal 4,55 pada percobaan ini adalah :
6 Universitas Indonesia
Uji Pengaruh..., Adi Surya Kusuma, FT UI, 2014
-
Untuk jarak 5 cm selama 6 jam, color removal adalah 94,51%
-
Untuk jarak 7,5 cm selama 6 jam, color removal adalah 86,59%
-
Untuk jarak 10 cm selama 6 jam, color removal adalah 77,36%
4.3 Pengaruh Variasi Jumlah Elektroda Terhadap Kinerja Elektrokoagulasi
Gambar 4. Penurunan Warna Pada Variasi Jumlah Elektroda Hasil dari percobaan ini menunjukkan kecepatan laju penurunan warna yang sangat berbeda berdasarkan variasi jumlah elektroda Penurunan warna terbaik relatif terhadap penggunaan listrik terjadi pada jumlah elektroda 3 pasang dengan nilai 0,0748/Ah. Nilai dari besaran decolorisasi dari nilai awal 4,55 pada percobaan ini adalah : -
Untuk jumlah elektroda 1 pasang, color removal adalah 70,33%
-
Untuk jumlah elektroda 2 pasang, color removal adalah 94,51%
-
Untuk jumlah elektroda 3 pasang, color removal adalah 98,68%
. Penambahan jumlah elektroda akan menambah efisiensi kerja dari sel elektrokoagulasi dalam hal penurunan warna secara keseluruhan.. Penambahan elektroda dapat meningkatkan kinerja elektrokoagulasi dikarenakan nilai hambatan yang berkurang. Hal ini mengacu pada hukum hambatan listrik (persamaan 2.3) dimana semakin luas elektroda terhadap ketebalan maka hambatan akan semakin berkurang. Penambahan jumlah elektroda secara tidak langsung menambah luas permukaan kontak elektroda. 4.4 Percobaan Rangkaian Sistem Elekrokoagulasi Dengan Aerasi
7 Universitas Indonesia
Uji Pengaruh..., Adi Surya Kusuma, FT UI, 2014
Gambar 6. Laju Penurunan COD pada percobaan sistem aerasi
Gambar 7. Laju penurunan warna pada percobaan elektrokoagulasi Pada percobaan ini, dilakukan upaya untuk menggabungkan (menserikan) sistem elektrokoagulasi dengan sistem aerasi dan meninjau pengaruh-pengaruh yang dapat terjadi pada masing-masing kinerja sistem. Percobaan ini menggunakan beberapa variable tetap yang berbeda dibandingkan percobaan lain yakni dalam hal karakteristik larutan. Untuk mengakomodasi penggunaan sistem aerasi maka larutan limbah perlu diencerkan karena bakteri yang digunakan tidak dapat mentoleransi nilai COD larutan yang terlalu tinggi (di atas 5.000 ppm) dan kadar garam yang terlalu tinggi (di atas 10.000 ppm). Oleh karenanya, kondisi larutan
8 Universitas Indonesia
Uji Pengaruh..., Adi Surya Kusuma, FT UI, 2014
limbah disamakan dengan parameter kolam aerasi standar yang ada di pabrik PT. Angels Product pada angka 3.500 ppm untuk COD dan 5.000 ppm untuk nilai Cl-. Percobaan ini dilakukan dengan meninjau pengaruh reaksi elektrokoagulasi terhadap kinerja mikroba aerasi dalam menurunkan COD. Percobaan aerasi menggunakan wadah yang sama dengan percobaan elektrokoagulasi dan menggunakan batu aerator berjumlah 2 buah pada wadah. Larutan limbah berjumlah 7 liter dicampurkan dengan 1 liter larutan kultur bakteri. Percobaan ini dilakukan selama 20 hari dengan pengukuran kadar COD setiap harinya. Percobaan dilakukan pada 2 kondisi, kondisi pertama menggunakan limbah yang belum dielektrokoagulasi sedangkan kondisi kedua menggunakan limbah yang telah ditreatment dengan proses elektrokoagulasi. Percobaan kedua adalah percobaan untuk meninjau pengaruh sistem aerasi terhadap kinerja sistem elektrokoagulasi. Percobaan dilakukan pada 2 kondisi yaitu kondisi limbah yang belum ditreatment aerasi dan kondisi limbah yang sudah ditreatment aerasi. Penurunan kinerja sistem aerasi oleh limbah yang telah diberi perlakuan elektrokoagulasi dapat disebabkan oleh kandungan aluminium hidroksida yang meningkat sebagai produk dari elektrokoagulasi. Aluminium hidroksida dan oksida aluminium sendiri tidak bersifat beracun terhadap mikroba. Adanya pengaruh sistem elektrokoagulasi terhadap kinerja sistem aerasi perlu menjadi pertimbangan dalam perangkaian kedua sistem ini. Untuk mengatasi masalah ini, maka sistem elektrokoagulasi dapat dilakukan setelah treatment aerasi. Selain untuk mengatasi masalah penurunan kinerja aerasi, perlakuan elektrokoagulasi setelah aerasi juga mempercepat residence time limbah karena tidak perlunya waktu untuk menurunkan suhu. Proses elektrokoagulasi umumnya menimbulkan peningkatan suhu di atas 400C dimana pada suhu ini mikroba aerasi tidak dapat bekerja dengan optimal. Apabila perlakuan elektrokoagulasi dilakukan sebelum aerasi maka diperlukan wadah khusus untuk pendinginan limbah kembali ke suhu normal sebelum dapat dilakukan treatment aerasi. Penggabungan kedua metode ini dapat saling menutupi kelemahan dari masing-masing metode yaitu metode aerasi yang tidak dapat menjernihkan warna dan metode elektrokoagulasi yang tidak dapat menurunkan COD. Namun kelemahan dari metode ini jika ditinjau dari kinerja sistem elektrokoagulasi adalah pengurangan kadar garam yang dapat digunakan. Kadar garam yang terlalu tinggi akan membunuh bakteri aerasi yang digunakan namun pengurangan kadar garam juga menurunkan daya hantar listrik sehingga meningkatkan konsumsi energi listrik.
5. KESIMPULAN 1.
Pada percobaan elektrokoagulasi dengan variasi kuat arus didapatkan bahwa nilai efisiensi penurunan warna terbaik diperoleh dengan menggunakan nilai kuat arus paling kecil, pada percobaan ini adalah 5 ampere dengan laju penurunan warna sebesar 0,1323/A.h. Suhu larutan
9 Universitas Indonesia
Uji Pengaruh..., Adi Surya Kusuma, FT UI, 2014
meningkat paling tinggi pada variasi 20 ampere dimana hal ini menunjukkan kehilangan energi listrik terbesar. 2.
Pada percobaan elektrokoagulasi dengan variasi jarak antar elektroda didapatkan bahwa nilai efisiensi penurunan warna terbaik diperoleh dengan menggunakan jarak antar elektroda terdekat, pada percobaan ini adalah 5 cm dengan laju penurunan warna sebesar 0,0717/A.h. Suhu larutan meningkat paling tinggi pada jarak elektroda 10 cm dimana hal ini menunjukkan kehilangan energi listrik terbesar.
3.
Pada percobaan elektrokoagulasi dengan variasi jumlah elektroda didapatkan bahwa nilai efisiensi penurunan warna terbaik diperoleh dengan menggunakan elektroda sebanyak mungkin, pada percobaan ini adalah 3 pasang elektroda dengan laju penurunan warna sebesar 0,0748/A.h. Suhu larutan meningkat paling tinggi pada variasi jumlah elektroda 1 pasang dimana hal ini menunjukkan kehilangan energi listrik terbesar.
4.
Elektrokoagulasi pada limbah backwash IER tidak berhasil memperoleh penurunan kadar COD dari limbah.
5.
Pada percobaan perangkaian seri sistem elektrokoagulasi dengan aerasi didapatkan bahwa konfigurasi terbaik adalah dengan melakukan aerasi terlebih dahulu baru kemudian diberi perlakuan elektrokoagulasi.
6. REFERENSI APHA. 1998. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 20th Edition. American Public Health Association 1015 Fiftenth Street, NW. Washington Augustine, R. L. 1996. Heterogeneous Catalysis for the Syntetic Chemist. Marcel Dekker, Inc. New York Benefield, L. D., Judkins J. F. and Weand, B. L. 1982. Process Chemistry for Water and Wastewater Treatment. Prentice Hall Inc Cheremisioff, P. N. 1995. Handbook of Water and Wastewater Treatment Technology, Marcel Dekker Inc, USA Duffey, J.G. 1983. Electrochemical Removal of Heavy Metals from Wastewater, Product Finishing, p. 72, August 1983 Fraco, N. B. 1974. Electrochemical Removal of Heavy Metal from Acid Mine Drainage. Enviromental Protection Agency Report EPA-670 12-74-023. May 1974 Huheey, J. E. 1978. Inorganic Chemistry; Principles of Structure and Reactivity. Second Edition. harper & Row, Publishers, Inc. New York.
10 Universitas Indonesia
Uji Pengaruh..., Adi Surya Kusuma, FT UI, 2014
Metcalf, Eddy. 1991. Wastewater Engineering. third edition. McGraw - Hill Inc. New York Lin, Shundar. 2001, Water and Wastewater Calculation Manual, McGraw-Hill, USA Myers, D. 1999. Surface, Interfaces, and Colloids: Principles and Applications. Second Edition. John Wiley & Sons Inc Newman, J. S. 1984. Electrochemical Syste., 2nd Edition. Pretice Hall International Inc. New Jersey Peter, H. Geoffrey, B and Mitchell, C. 2006. Electrocoagulation As a Wastewater Treatment, Departement of Chemical Engeneering. The University of Sydney. New South Wales Shammas, N.K.; Pouet, M.; Grasmick, A. Wastewater Treatment by Electrocoagulation–Flotation. In Flotation Technology; Wang, L., Eds.; Springer: New York, NY, USA, 2010; pp. 99-124. Krishna Prasad, R.; Ram Kumar, R.; Srivastava, S. Design of optimum response surface experiments for electro-coagulation of distillery spent wash. Water Air Soil Polllut. 2008, 191, 5-13. Chavalparit, O.; Ongwandee, M. Optimizing electrocoagulation process for the treatment of biodiesel wastewater using response surface methodology. J. Environ Sci. 2009, 21, 1491-1496. Koparal, A.S.; Yildiz, Y.Ş.; Keskinler, B.; Demircioğlu, N. Effect of initial pH on the removal of humic substances from wastewater by electrocoagulation. Separ. Purif. Tech. 2008, 59, 175-182. Tchamango, S.; Nanseu-Njiki, C.P.; Ngameni, E.; Hadjiev, D.; Darchen, A. Treatment of dairy effluents by electrocoagulation using aluminium electrodes. Sci. Total Environ. 2010, 408, 947-952. Körbahti, B.K.; Tanyolaç, A. Electrochemical treatment of simulated textile wastewater with industrial components and Levafix Blue CA reactive dye: Optimization through response surface methodology. J. Hazard. Mater. 2008, 151, 422-431. Hammami, S.; Ouejhani, A.; Bellakhal, N.; Dachraoui, M. Application of Doehlert matrix to determine the optimal conditions of electrochemical treatment of tannery effluents. J. Hazard. Mater. 2009, 163, 251-258. Ölmez, T. The optimization of Cr(VI) reduction and removal by electrocoagulation using response surface methodology. J. Hazard. Mater. 2009, 162, 1371-1378.
11 Universitas Indonesia
Uji Pengaruh..., Adi Surya Kusuma, FT UI, 2014
12 Universitas Indonesia
Uji Pengaruh..., Adi Surya Kusuma, FT UI, 2014