PANDUAN pelembagaan SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
cewers (CONFLICT EARLY WARNING AND EARLY RESPONSE SYSTEM)
Kerjasama Program Peace Through Development (PTD) dengan Institut Titian Perdamaian (ITP)
(CONFLICT EARLY WARNING AND EARLY RESPONSE SYSTEM)
cewers PANDUAN pelembagaan SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA Penanggung Jawab Program: Ir. R. Aryawan Soetrisno Poetro, M.Si. Koordinator Program: Abdul Charis, SE, M.Si. Penulis: Tim CEWERS Institut Titian Perdamaian (ITP) Editor: Muhammad Migdad, Samsul Widodo, Rayi Paramita Perancang dan Penata Letak: Pieter P. Setra Hak Cipta: PTD-Bappenas © 2012 ISBN: 978-602-19767-4-6 viii + 60 ; 18 x 24,8 cm Cetakan Pertama, Februari 2012 Penerbit: Peace Through Development-BAPPENAS Jl. Bappenas No. B5 Kuningan Jakarta 12930 Phone/Fax: +6221 529 06695 http://www.ptd.or.id
Pengantar
D
inamika konflik di Indonesia perlu mendapat perhatian serius oleh semua pihak. Lebih dari satu dasawarsa yang lalu Indonesia mengalami berbagai konflik dengan kekerasan seperti yang terjadi di Aceh, Maluku, Poso, dan Kalimantan Barat. Belakangan ini berbagai insiden konflik kekerasan kembali marak di berbagai tempat. Ironisnya, pada kebanyakan konflik di Indonesia, pola penyelesaian belum mencerminkan ketepatan skenario damai yang holistik. Lebih tampak sebagai respon darurat bersifat reaktif yang berfokus pada kepentingan penyelesaian jangka pendek, dimana faktor pemicu dan akselerator konflik menempati porsi perhatian paling besar. Pengabaian serius terhadap faktor struktural konflik, sengaja atau tidak, berimbas signifikan pada ketepatan pola pengorganisasian perdamaian secara jangka panjang. Konflik kekerasan yang berulang-ulang terjadi di Indonesia mencerminkan celah kosong sistem pencegahan dan respon dini terhadap konflik secara memadai. Panduan ini dimaksudkan untuk mengisi celah kosong tersebut. Sebagai panduan yang diharapkan dapat dipakai pada berbagai konteks kewilayahan, tidak dapat dihindari untuk menyusunnya segeneral mungkin. Sehingga replikasi yang adaptif maupun pengembangannya berdasarkan konteks wilayah sangat terbuka untuk dilakukan. Panduan ini disebut sebagai panduan institusionalisasi Sistem Peringatan dan Tanggap Dini Konflik atau Conflict Early Warning and Early Response System (CEWERS). Dalam panduan ini, untuk mempermudah rujukan konsep dan penyingkatan, selanjutnya akan banyak menggunakan istilah CEWERS untuk menunjuk konsep Sistem Peringatan dan Tanggap Dini Konflik. Berbagai istilah masih menggunakan bahasa Inggris untuk tidak mereduksi makna, namun untuk mempermudah pembaca, istilah-istilah tersebut dapat dilihat di Glosari yang terdapat pada bagian awal panduan ini. Kepada pihak-pihak yang memiliki perhatian dan upaya serius terhadap pembangunan perdamaian panduan ini ditujukan secara tidak terbatas. Secara khusus, perhatian pada institusionalisasi organisasi CEWERS di level kabupaten dan nasional, dalam panduan ini ditujukan kepada para aktivis perdamaian dan instansi pemerintahan terkait di Indonesia, sebagai upaya yang memungkinkan bekerjanya pencegahan konflik. Ketiadaan perangkat
PANDUAN PELEMBAGAAN SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
iii
kelembagaan dipandang menjadi salah satu sebab---selain payung kebijakan, kesadaran dan kapasitas pencegahan konflik--yang menjadikan lemahnya pengorganisasian pembangunan perdamaian di Indonesia selama ini. Bagian pertama berisi konsep pengenalan CEWERS berupa definisi, urgensi, sejarah dan kerangka kerja. Untuk memperkaya inspirasi pembaca, ditambahkan beberapa contoh praksis CEWERS dalam inbox. Penambahan dalam bentuk inbox ini diperlukan mengingat minimnya preseden pelembagaan CEWERS yang memadai. Bagian kedua berisi panduan pelembagaan; prinsip dasar, pilar kelembagaan, tahapan pelembagaan di tingkat kabupaten dan nasional, fungsi masingmasing elemen, serta organisasinya. Keunikan panduan ini salah satunya terletak pada bagian tersebut karena membahas lebih detail sampai pada tahap strukturisasi dan mekanisme kolaborasi antarberbagai pihak, hal yang masih tampak sebagai jalan buntu yang harus dipecahkan selama ini. Bagian ketiga juga merupakan keunikan lain dari panduan ini karena mengeskplorasi peran dan kerja CEWERS yang bertumpu pada tiga area, yaitu; 1) deteksi eskalasi dan de-eskalasi; 2) analisis faktor, dan; 3) pengorganisasian aktor. Karena inti kerja CEWERS adalah jaringan, maka dalam bagian ini dieksplorasi hubungan antara komponen faktor dan langkah-langkah pengorganisasian aktor dengan menitikberatkan jaringan ebagai kekuatan utama. Sedangkan pada bagian lampiran diisi pengantar singkat dalam mengenali definisi, anatomi, ragam dan siklus konflik. Konsep dasar ini diharapkan bisa mengantarkan pembaca untuk melihat relevansi CEWERS di Indonesia. Meski panduan ini bisa dibaca secara terpisah bagian perbagian, ada baiknya tidak meninggalkan satu bagian pun karena memiliki hubungan yang saling melengkapi. Pada akhirnya, upaya sederhana ini, sebagai sebuah panduan yang sangat umum, tidak tertutup pengayaannya dimanapun dan oleh siapapun di masa depan.
iv
Peace Through Development-BAPPENAS
Daftar Isi pengantar ~ III GLOSARI ~ VI Bab I - Kelembagaan CEWERS A. Prinsip Dasar Kelembagaan CEWERS Berbasis Komunitas ~ 3 B. Strategi Kelembagaan CEWERS ~ 5 C. Tahapan Kelembagaan CEWERS ~ 7
Bab II - Peran dan Kerja CEWERS A. Pendeteksian Potensi dan Dinamika Konflik ~ 27 B. Analisis Faktor dan Aktor ~ 31 C. Pengorganisasian Aktor ~ 37 D. Memberikan Peringatan Dini ~ 39
Lampiran i. Memahami Konflik ~ 45 A. Apa Itu Konflik ~ 45 B. Siklus Resolusi Konflik ~ 52
Lampiran ii. mengenal cewers (conflict early warning and early response system) ~ 53 A. Apa Itu CEWERS? ~ 53 B. Mengapa CEWERS Itu Penting? ~ 55 C. Model-Model CEWERS yang Berkembang di Dunia dan Sejarah CEWERS di Indonesia ~ 55 D. Titian Perdamaian Framework ~ 58
PANDUAN PELEMBAGAAN SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
v
Glosari CEWERS (Conflict Early Warning and Early Response System): sistem peringatan dan tanggap dini konflik adalah serangkaian kegiatan yang berorientasi pada pencegahan konflik. Securitizing Aktor (aktor sekuritisasi): aktor utama yang bisa mempengaruhi kelompok untuk melakukan tindakan darurat guna merespon ancaman keamanan eksistensial. Vulnerable Groups (kelompok rentan): kelompok yang dianggap oleh aktor sekuritisasi sebagai rentan terhadap ancaman keamanan eksistensial. Functional Aktor (aktor fungsional): aktor yang memengaruhi hubungan antara aktor sekuritisasi dengan kelompok rentan. Structural Faktors (Faktor Struktural): faktor-faktor struktural atau ‘latar belakang’ yang menciptakan pra-kondisi konflik sosial. Accelerator (Pemercepat): kejadian-kejadian di luar parameterparameter model. Secara esensial Accelerator merupakan kejadiankejadian umpan-balik yang dengan cepat meningkatkan level signifikansi situasi umum yang paling mengandung kekerasan. Trigger (Pemicu): kejadian tiba-tiba yang memicu pecahnya konflik. Logic of threat: logika ancaman yang digunakan oleh aktor sekuritisasi mengenai ancaman eksistensial yang sedang mengancam kelompok marjinal. RO (referent object), disebut juga kelompok marjinal: kelompok atau kumpulan orang yang dianggap oleh aktor sekurititasi sebagai rentan terhadap ancaman keamanan eksistensial.
vi
Peace Through Development-BAPPENAS
Peringatan Dini: tindakan memberikan informasi tentang kemungkinan munculnya atau meluasnya konflik kekerasan di masa yang akan datang. Respon Dini: tindakan memberi tanggapan atau respon awal untuk mencegah meluasnya konflik. Setidaknya dua hal yang dilakukan yaitu melokalisir wilayah konflik dan mengkonter informasi. Steering Committee CEWERS: suatu kelompok yang beranggotakan semua elemen atau stakeholder yang terlibat baik secara kelembagaan maupun individu yang terkumpul di dalam forum multipihak yang menginisiasi kerja CEWERS. Di dalam Sekretariat CEWERS, Steering Committee berfungsi seperti dewan penasihat yang dapat memberikan masukan dan arahan kepada Badan Pelaksana CEWERS. Sekretariat CEWERS: merupakan sebuah komponen dari kelembagaan CEWERS yang bersifat multipihak dan berfungsi sebagai pelaksana kerjakerja CEWERS. Tugas sekretariat selanjutnya adalah melakukan deteksi dini, melakukan analisis, peringatan dini dan respon serta pengorganisiran jaringan. Fasilitator/Tim Inti CEWERS: adalah individu-individu yang tergabung dalam Sekretariat CEWERS. Fasilitator CEWERS ini adalah mereka yang telah dilatih mengenai CEWERS dan melaksanakan kerja-kerja CEWERS. Badan Pelaksana CEWERS: para pengurus di dalam sekretariat CEWERS. Badan pelaksana dapat berisi para fasilitator CEWERS, dan atau individuindividu yang memperlancar kerja-kerja CEWERS dibutuhkan pihak-pihak yang memiliki skill khusus seperti keahlian database, dan teknis-teknis lainnya. Analisis Rutin: analisis yang dapat dilakukan dapat dilakukan setiap tahun, setiap 6 bulanan bahkan bisa juga setiap 4 bulanan jika memang dibutuhkan. Analisis rutin bertujuan memantau perkembangan trend konflik di lapangan dari waktu ke waktu. Analisis rutin merupakan up-date data dan up-date analysis bagi background konflik.
PANDUAN PELEMBAGAAN SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
vii
Analisis Momentual: analisis yang dibuat dalam rangka menyikapi situasi yang mengindikasikan akan adanya ekskalasi konflik untuk momen-momen tertentu. Tujuan utama dari analisis momentual adalah peringatan dan tanggapan dini untuk situasi konflik yang mungkin akan berlangsung. Dalam analisis ini juga disampaikan rekomendasirekomendasi untuk pencegahan konflik. Data-data Sejarah (historical background): data-data sejarah yang berkaitan dan dianggap melatarbelakangi terjadinya konflik. Data ini pada umumnya dapat berupa hasil penelitian, kajian-kajian akademis, dokumentasi sejarah, atau sejarah lisan dari masyarakat setempat. Data Terkini (Current Data): data-data mengenai situasi sosial, politik, ekonomi, dan budaya terkini. Dapat juga merupakan hasil assessment mengenai dinamika terkini yang secara langsung ataupun tidak langsung berkontribusi terhadap analisis konflik.
viii
Peace Through Development-BAPPENAS
bab 1
Kelembagaan CEWERS A. Prinsip Dasar Kelembagaan CEWERS berbasis Komunitas B. Strategi Kelembagaan CEWERS C. Tahapan Kelembagaan CEWERS
BAB I - Kelembagaan CEWERS
A. Prinsip Dasar Kelembagaan Cewers Berbasis Komunitas
2
Peace Through Development-BAPPENAS
A. Prinsip Dasar Kelembagaan Cewers Berbasis Komunitas
BAB I - Kelembagaan CEWERS
A
Prinsip Dasar Kelembagaan CEWERS Berbasis Komunitas
S
etiap kelembagaan pasti memiliki prinsip yang dapat memberikan pegangan atau acuan dalam melaksanakan program mereka. Dalam rangka pencegahan konflik dan pembangunan perdamaian, sebuah lembaga haruslah memikirkan keberlanjutan, dan dilakukan secara bersamasama. Untuk itu, prinsip kelembagaan yang tepat menurut kami adalah sebagai berikut: 1. Gerakan Tim Kerja CEWERS harus menjadi gerakan progresif, bukan sebagai lembaga yang berorientasi pada proyek. Prinsip ini memadukan riset dan pengembangan (research and devolopment) dengan laku programatik NGO dan Pemerintah. Aktifitas kelembagaan ini tidak berhenti pada kajian, tetapi berproses secara timbal balik dan seimbang dengan mengejawantahkan secara kuat aktifitas fasilitasi (fungsi ketanggapan terhadap bencana) dan aktifitas pengkajian (fungsi pencegahan dan peringatan terhadap bencana). 2. Integratif Tim Kerja CEWERS harus mengembangkan pendekatan holistik (interdisipliner) yang mengintegrasikan berbagai perspektif ideologis dan keilmuan, baik secara internal maupun eksternal. Prinsip integratif ini memposisikan Tim Kerja CEWERS sebagai lembaga yang mampu mengharmonisasi perbedaan, baik di tingkat kelembagaan maupun dalam tanggungjawab perannya di masyarakat. Prinsip ini juga meletakkan kekayaan pengetahuan berbagai komunitas sebagai kearifan yang harus diapresiasi dan diadaptasikan secara kontekstual kedalam kerja-kerja kelembagaan. 3. Terbuka Tim Kerja CEWERS adalah lembaga yang terbuka dan menjadi rumah bagi masyarakat, yang menyediakan ruang bagi berbagai pihak yang memiliki
PANDUAN PELEMBAGAAN SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
3
A. Prinsip Dasar Kelembagaan Cewers Berbasis Komunitas
BAB I - Kelembagaan CEWERS
dedikasi terhadap pembangunan perdamaian. Prinsip keterbukaan ini juga meletakkan dasar bagi penghargaan akan ide-ide atau konsep baru, yang juga menjelaskan sikap Tim Kerja CEWERS secara kelembagaan bukanlah pemegang absolut atas kebenaran dalam kerja-kerja perdamaian. Masyarakat bukanlah penanda (ikon) kerja segelintir orang, melainkan kerja perdamaian adalah hasil jerih payah bersama berbagai pihak. 4. Kemitraan Secara kelembagaan, Tim Kerja CEWERS membangun kemitraan dengan berbagai pihak yang memiliki kepedulian terhadap gerakan pembangunan perdamaian. Prinsip ini memberikan peluang kepada berbagai pihak untuk turut mendukung Tim Kerja CEWERS dalam menjalankan kerja-kerja perdamaian, dimana secara timbal balik juga bermakna bahwa Tim ini dapat turut terlibat mendukung kerja-kerja perdamaian pihak atau lembaga lain. Prinsip ini juga mempertegas corak Tim CEWERS sebagai lembaga yang mengutamakan kerja berjejaring sebagai kekuatan yang mempersepsikan semua pihak yang terlibat dalam kerja bersama sebagai mitra strategis yang setara. 5. Partisipatif Prinsip ini menekankan sekuat mungkin partisipasi semua pihak yang terlibat dalam kelembagaan Tim Kerja CEWERS, yang juga harus tercermin pada aktifitas programatik dalam masyarakat, dalam artian bahwa keseluruhan siklus dalam aktifitas nyata di masyarakat harus dibangun secara partisipatif, bukan menjadi inisiatif penuh tim ini Prinsip ini akan memperkuat kesadaran dan rasa memiliki antara Tim Kerja dengan masyarakat. Prinsip ini juga sebagai penegasan bahwa masyarakat bukanlah obyek, melainkan bersama-sama dengan Tim Kerja CEWERS menjadi subyek penuh atas kerja kolektif. 6. Berbasis pada modal sosial bersama Sentrum dari kelembagaan Tim Kerja CEWERS adalah kolektifitas. Secara demikian, keseluruhan tahap, dari proses pembentukan, implementasi program, hingga keberlanjutan Tim ini, harus berbasis pada modal sosial bersama, dimana semua pihak yang terlibat memiliki kontribusi nyata. Demikian pula dengan aktifitas programatik di masyarakat, keseluruhan program dikonstruksikan berbasis pada modal sosial bersama.
4
Peace Through Development-BAPPENAS
B. Strategi Kelembagaan CEWERS
BAB I - Kelembagaan CEWERS
b
Strategi Kelembagaan CEWERS
S
trategi kelembagaan Tim Kerja CEWERS akan menjadi dasar bagi tim tersebut mengorganisasikan kerja CEWERS. Strategi tersebut secara garis besar, antara lain:
1. Sinergi kelembagaan Keharusan mengharmonisasi dan sinergisasi kelembagaan adalah penopang penting bagi bekerjanya sistem peringatan dan tanggap dini konflik. Tanpa hal ini, dapat dipastikan bahwa aktivitas CEWERS tidak akan bekerja. Disebabkan oleh tumpuan CEWERS adalah jaringan, maka stakeholder perlu disinergikan baik secara formal atau informal dalam sebuah forum multipihak. Dengan demikian CEWERS sebagai sebuah sistem bekerja dengan mengandalkan keterpaduan langkah antarlembaga, baik terkait dengan aktivitas peringatan maupun pelaku tanggap dini. 2. Koordinasi dengan pemerintah kabupaten Pemerintah kabupaten sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap situasi sosial di kabupaten seharusnya dilibatkan secara penuh, sebab bisa dikatakan bahwa pengguna akhir CEWERS adalah pemerintah kabupaten. Meskipun seringkali didapatkan fakta bahwa banyak pemerintah kabupaten cenderung tidak responsif dan kurang memiliki sensitivitas pada pengelolaan konflik, koordinasi dengan pemerintah kabupaten tidak dapat diabaikan. Kecenderungan pengabaian semacam ini semakin memperlebar jurang komunikasi antara elemen masyarakat sipil dengan pemerintah, hal yang justeru menjadikan rentang tanggungjawab terhadap situasi damai di kabupaten kian tidak jelas. 3. Tim CEWERS menjadi penggerak kelembagaan Tim CEWERS yang dimaksudkan dalam bagian ini bukan semata para pengelola sekretariat. Radar atau kekuatan peringatan dini sekaligus pelaku tanggap dini sesungguhnya bertumpu pada komunitas dan berbagai stakeholder yang diidentifikasikan berkepentingan dengan pengelolaan situasi damai di suatu
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
5
B. Strategi Kelembagaan CEWERS
BAB I - Kelembagaan CEWERS
kabupaten. Penggerak kelembagaan tentu saja adalah pengelola sekretariat yang bertugas menganyam simpul jaringan dan sehari-hari bertanggungjawab pada jalur koordinasi antarpihak. Perekrutan Tim CEWERS dilakukan secara seksama melalui serangkaian pelatihan yang memungkinkan CEWERS sebagai sebuah sistem bisa bekerja. Perekrutan melalui jenjang pelatihan pun harus mempertimbangkan keterwakilan stakeholder yang diandaikan akan menjadi penggerak kelembagaan CEWERS. 4. Kolaborasi antara pemerintah, NGO, lembaga riset, media, perguruan tinggi. Kolaborasi antarpihak bisa diwujudkan melalui pembentukan sekretariat berdasarkan keterwakilan atau hasil pemetaan peran dan tanggungjawab. Kolaborasi bisa dilembagakan, namun berdasarkan kebutuhan dan konteks masing-masing kabupaten, dengan menjadikan sekretariat sebagai wadah bersama. Adalah penting mendapatkan payung kelembagaan dimana sekretariat CEWERS bisa dijamin keberlanjutannya, misalnya dengan mencantolkannya pada sebuah kelembagaan yang sudah mapan, seperti dalam unsur pemerintah kabupaten, lembaga riset, perguruan tinggi atau lembaga swadaya masyarakat. Dalam beberapa eksperimentasi Institut Titian Perdamaian, sekretariat CEWERS bisa berbeda-beda penempatannya. Ada yang berada langsung dibawah koordinasi pemerintah kabupaten, ada pula yang berumah di salah satu lembaga swadaya masyarakat atau juga lembaga dalam naungan perguruan tinggi. Aktifitas yang kolaboratif semacam ini akan menjadikan kelembagaan CEWERS memenuhi prinsip dasar kelembagaan yang integratif. 5. Kerja berjejaring Jaringan menjadi inti dari sistem peringatan dan pencegahan dini konflik. Tanpa kerja yang bertumpu pada jaringan, CEWERS berbasis komunitas tidak akan efektif baik dalam aktifitas peringatan maupun tanggap dini. Simpul jaringan sebagai inti CEWERS menjadikan tahapan kerja CEWERS berjalan sebagai sebuah sistem siap pakai. Tanpa hal ini, CEWERS tidak lebih sebagai suar peringatan bahaya yang statis. Dalam situasi pra konflik, krisis, konflik terbuka maupun pasca konflik, struktur mobilisasi hanya bisa berjalan dalam jaringan, dengan demikian, aktifitas pencegahan konflik pun berada dalam rasionalitas yang sama. Pergerakan isu yang provokatif, pengerahan massa, insiden-inseden penopang sebagai simptom yang dapat dianalisis, akan dapat ditransformasi melalui jaringan CEWERS, misalnya melalui proses framing dan re-framing, pengorganisasian aktor sekuritisasi, dan penataan relasi yang bertumpu pada faktor struktural konflik. Jaringan dalam hal ini, adalah jaringan yang didasarkan pada hasil pemetaan aktor, atau dengan kata lain tidak semua pihak harus menjadi jaringan inti. Sebab jika rantai jaringan terlalu luas, akan sulit juga bagi tim CEWERS menjadikan jaringan kerjanya berfungsi optimal.
6
Peace Through Development-BAPPENAS
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
BAB I - Kelembagaan CEWERS
c S
Tahapan Kelembagaan CEWERS
etelah kita mengetahui prinsip dan pilar pelembagaan CEWERS, maka kita tentunya perlu mengetahui tentang organisasi CEWERS itu sendiri beserta tahapan pembentukan organiasasi. Adapun tahapan dalam membangun kelembagaan CEWERS dapat digambarkan sebagai berikut: i. Inisiasi awal dan Pengenalan CEWERS Tahap awal biasanya diawali oleh adanya inisiasi oleh pihak yang memiliki perhatian terhadap perdamaian dan pencegahan konflik dalam bentuk CEWERS. Akan tetapi sebelum melakukan inisiasi awal ini, penting bagi lembaga yang akan menginisiasi untuk melakukan pemetaan stakeholder. Hal ini akan sangat berpengaruh pada komitment kelembagaan maupun individu. Siapa yang berhak menginisiasi? Inisiasi bisa dilakukan oleh pihak yang memiliki kemampuan dalam melakukan CEWERS. Tahap ini bisa dilakukan oleh lembaga di level nasional dan bisa juga dilakukan oleh lembaga local yang telah memiliki kemampuan dalam melakukan CEWERS. Misalnya, di Ambo, inisiasi bisa dilakukan oleh lembaga local yang telah memiliki kemampuan seperti PTD Ambon dan Institut Tifa Damai Maluku. Tujuan inisiasi ini adaah untuk menemukan kesepahaman ide tentang pentingnya pencegahan konflik melalui Early Warning dan Early Response System. Kegiatan ini dilakukan dengan mengumpulkan berbagai stakeholder yang terkait dengan pencegahan konflik baik pemerintah, NGO, lembaga Adat, Ormas, perusahaan dan lain-lain. ii. Penetapan pelaksana Tahap ini bisa dilakukan jika pada tahap pertama telah terjadi kesamaan ide, tahap selanjutnya akan membicarakan lebih lanjut mengenai bagaimana melakukan CEWERS dan pelaksana CEWERS. Pelaksana CEWERS dapat disepakati oleh berbagai stakeholder. Penting untuk diperhatikan bahwa prasyarat pelaksana CEWERS adalah pihak yang mengerti bagaimana melakukan CEWERS. Dengan dukungan dan kepercayaan dari berbagai stakeholder pelaksana CEWERS akan melakukan rangkaian aktivitas dalam pelembagaan CEWERS.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
7
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
iii. Rekruitmen Fasilitator CEWERS
BAB I - Kelembagaan CEWERS
Pelembagaan CEWERS mesti dimulai dari rekrutmen fasilitator CEWERS. Ada dua aktivitas penting dalam hal ini, yaitu identifikasi aktor-aktor potensial untuk menjadi fasilitator dan keragaman latar belakang fasilitator. Rekrutmen fasilitator CEWERS ini berasal dari mereka yang tertarik dan atau sedang bergulat pada wacana dan praktik pembangunan perdamaian. Rekrutmen fasilitator CEWERS ini juga sedapat mungkin melibatkan pihak yang telah memberikan mandate untuk melaksanakan CEWERS dalam bentuk rekomendasi. Perekruitan sebaiknya melibatkan berbagai pihak, misalnya: anggota masyarakat, aktivis lembaga swadaya masyarakat, aparat pemerintah, wartawan, kelompok pemuda dan perempuan, dan lain sebagainya. iv. Training CEWERS Setelah rekrutmen fasilitator CEWERS, maka perlu untuk melakukan pelatihan mengenai CEWERS kepada para fasilitator/tim inti CEWERS mengenai beberapa hal, di antaranya kemampuan untuk memahami analisis faktor dan analisis aktor dalam konflik; kemampuan untuk memetakan potensi konflik; melakukan komunikasi, mediasi dan fasilitasi, dan kemampuan untuk melakukan pengorganisiran untuk melakukan respon dini dan tanggap dini. v. Pembentukan Tim CEWERS Langkah selanjutnya dalam pelembagaan CEWERS adalah pembentukan TIM CEWERS untuk menata organisasi CEWERS. Di samping dibutuhkan koordinator untuk mengorganisir kerja TIM CEWERS, tim ini juga membutuhkan beberapa divisi atau pilar kelembagaan di antaranya adalah deteksi dini, analisa dan peringatan dini, respon dini dan pengorganisiran masyarakat. Hal lain yang diperlukan adalah membuat perencanaan strategis bagi TIM CEWERS ini. Kegiatan perencanaan strategis ini meliputi penyusunan isu-isu strategis, pembuatan program-program strategis dan lain sebagainya. vi. Pembentukan Sekretariat CEWERS Langkah selanjutnya adalah pembentukan Sekretariat CEWERS yang merupakan sebuah komponen dari kelembagaan CEWERS yang bersifat multipihak dan berfungsi sebagai pelaksana kerja-kerja CEWERS. Tugas sekretariat selanjutnya adalah melakukan deteksi dini, melakukan analisis, peringatan dini dan respon serta pengorganisiran jaringan.
8
Peace Through Development-BAPPENAS
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
BAB I - Kelembagaan CEWERS
Sekretariat CEWERS memiliki 3 pilar atau divisi yang saling berkaitan dalam implementasinya: a. Deteksi dini Pilar pertama ini berisikan serangkaian kegiatan yang terintegrasi antara lain: penelitian, data base, dan melakukan deteksi terhadap tingkat ekskalasi konflik di suatu wilayah dari waktu ke waktu dengan melibatkan masyarakat. pilar ini menjadi landasan dari pilar lainnya dalam melakukan tugasnya. Penelitian yang dilakukan harus bersifat holistik dan melibatkan masyarakat setempat. Mengapa demikian? Pada dasarnya penyebab konflik tidaklah tunggal. Biasanya sumber-sumber konflik bisa berasal dari berbagai irisan seperti adanya kepentingan, Politik, Nilai, Data, Hubungan Psikologis, dan masalah-masalah struktural. Divisi ini membutuhkan kerja sama yang sangat kuat dengan berbagai komponen seperti Kesbanglinmas, Kominda, kepolisian, TNI, dan lain-lain. b. Analisis dan Peringatan Pilar ini merupakan bagian paling penting dalam menentukan keberhasilan dari pencegahan dini dan respon dini terhadap konflik. analisis ini akan menjadi basis dasar dari warning atau peringatan dini kepada para jaringan yang telah dibentuk. Kesalahan menentukan warning akan salah juga dalam melakukan respon terhadap potensi konflik yang ada dan dapat mempercepat ekskalasi konflik. analisis ini seharusnya melibatkan berbagai pihak yang memiliki keahlian dalam berbagai ilmu (interdisipliner) semua potensi konflik yang ada harus diteliti lebih jauh tentang pilihan-pilihan atau strategi respon pencegahan konflik. analisis ini akan menghasilkan sebuah warning yang ditujukan kepada jaringan CEWERS yang telah dibentuk. Mengapa hanya ke jaringan dan bukan masyarakat umum? Karena analisis ini berisi masalah sensitif dan menyangkut kepentingan masyarakat. Jika warning ini diberikan kepada masyarakat luas, akan menimbulkan keresahan (pro dan kontra) yang semakin hebat. Kondisinya akan lebih berdampak buruk jika ini dimanfaatkan oleh pihak yang ingin mengambil keuntungan dari situasi ini, sehingga dapat menaikkan ekskalasi konflik. Jaringan CEWERS berisi pihak-pihak yang memiliki visi dan gagasan yang sama tentang perdamaian dan pencegahan konflik. sehingga warning yang masuk ke jaringan CEWERS akan dipergunakan sebaik mungkin untuk memotong arus konflik.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
9
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
c. Respon dan pengorganisiran jaringan (Community Organizer)
BAB I - Kelembagaan CEWERS
Pilar ketiga dari sekretariat CEWERS adalah respon dan pengorganisiran jaringan. Pilar ini merupakan kelanjutan dari pilar sebelumnya yaitu analisis dan warning. Setelah warning diberikan kepada jaringan. Maka langkah selanjutnya adalah melakukan respon terhadap potensi konflik yang muncul. Respon yang dimaksud ini adalah adanya tindakan nyata yang diambil dari inisiatif jaringan CEWERS dan rekomendasi Sekretariat CEWERS bersama masyarakat. Respon juga bisa diartikan sebagai sebuah upaya untuk melakukan re-framing terhadap isu yang berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat. selain melakukan respon, divisi ini juga mengorganisir jaringan. mengapa perlu diorganisir? Berdasarkan komponen pembentuk konflik, terdapat komponen faktor dan aktor. Aktor dapat bertindak abnormal dan akan menyebarkan kebencian dan konflik yang ada di masyarakat. Aktor tersebut dapat mempengaruhi kelompok-kelompok rentan untuk berbuat kekerasan. Jika pengorganisiran jaringan berjalan dengan baik maka aktoraktor konflik bisa berubah menjadi aktor perdamaian. Sementara itu, respon dini akan bisa berjalan dengan baik jika jaringan telah solid. Sementara, struktur organisasi CEWERS a. Struktur Organisasi CEWERS CEWERS membutuhkan sebuah tim dalam sebuah struktur kesekretariatan. Fungsi membentuk organisasi CEWERS ini sebagai penggerak atau pelaksana kerja-kerja CEWERS yaitu melakukan deteksi dini dan respon dini kepada jaringan kerja CEWERS. Organisasi CEWERS ini dibuat secara bertingkat dari level nasional hinggal level kabupaten. 1. Struktur Organisasi CEWERS Nasional dan Kabupaten Secara umum struktur organsisasi CEWERS baik dari nasional dan kabupaten tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Akan tetapi yang membedakan adalah fungsi dari masing-masing organ dalam struktur tersebut. Berikut ini struktur organisasi CEWERS yang telah dikembangkan untuk nasional :
10
Peace Through Development-BAPPENAS
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
Kelembagaan CEWERS Nasional
Kelembagaan CEWERS Kabupaten
Sekretariat
Sekretariat
Sukarelawan
Sukarelawan
Respon dan Community Organizer
Analis dan Warning
Deteksi Dini
CEWERS Pengorganisiran Jaringan
Analis dan Warning
CEWERS
Capacity Building
BAB I - Kelembagaan CEWERS
Gambar 1. Struktur Organisasi CEWERS
Jika kita bayangkan sebuah rumah, organisasi CEWERS itu dapat kita analogikan sebagai sebuah rumah, yang memiliki komponen utamanya dapat kita bagi menjadi tiga bagian pondasi, pilar dan atap.
Pondasi atau Sekretariat Pondasi ini kita gambarkan sebagai sebuah landasan kokoh bagi tim CEWERS untuk bergerak. Ada dua komponen yaitu kesukarelawanan dan sekretariat. Sekretariat CEWERS ini support oleh pihak-pihak yang berbasis pada prinsip kesukarelawanan. Sekretariat bekerja atas prinsip sukarela untuk mendukung sebuah organisasi. Para sukarelawan ini lah yang bekerja mendukung divisi yang ada. Mengapa harus sukarela? Hal ini terkait dengan masalah ideologisasi dan keberlanjutan dari tim atau sekretariat. Diharapkan orang-orang yang terlibat dalam organisasi ini bukan berfikir money oriented atau project oriented. Hal ini sesuai dengan prinsip gerakan dalam sebuah organisasi. Kedua, kerjakerja volunteerisme akan mengasah kita untuk
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
11
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
BAB I - Kelembagaan CEWERS
memiliki hati nurani, mental, nilai dasar perdamaian, dan ideologi dalam pembangunan perdamaian. Ketiga, para volunteer ini juga berfungsi untuk regenerasi untuk keberlanjutan organisasi. Komponen kedua adalah sekretariat itu sendiri. Sesuai dengan prinsip-prinsip kerja sebuah lembaga, maka sekretariat CEWERS ini merupakan sebuah forum multi pihak di mana semua stakeholder yang memiliki kepedulian untuk pencegahan konflik dan pembangunan perdamaian. Sekretariat CEWERS merupakan yang memiliki kemampuan dasar dan mampu menjalankan fungsi sebagai fasilitator CEWERS. Secara umum dapat terdiri dari dua bagian bagian pertama ada Badan Pengarah (Steering Committee) dan kedua adalah Badan Pelaksana. Badan Pengarah beranggotakan semua element atau stakeholder yang terlibat baik secara kelembagaan maupun individu yang terkait dengan kerja pencegahan konflik (CEWERS). Lebih konkretnya di level nasional, Badan Pelaksana atau steering committee ini beranggotakan NGO yang fokus pada isu perdamaian dan pencegahan konflik, departemen pemerintah terkait (seperti Kemenko Polhukam, Kemenko Kesra, Departemen Sosial, Departemen Dalam Negeri, Bappenas, Kepolisian, TNI, Sekretariat Wakil Presiden, dan lain-lain), Perguruan tinggi, media massa, perusahaan MNC, partai politik, organisasi kemasyarakatan, forum-forum terkait perdamaian, dan lainlain. Badan pelaksana beranggotakan KOORDINATOR para pihak yang memiliki BADAN PELAKSANA kemampuan dasar dan mengerti fungsi sebagai fasilitator CEWERS. DIVISI DIVISI DIVISI Biasanya badan pelaksana ini DETEKSI ANALISIS & WARNING RESPON & COMMUNITY sering disebut sebagai tim inti ORGANIZING CEWERS. Tim ini ditunjuk atau dipilih atas kesepakatan bersama PEGIAT PERDAMAIAN BERBASIS DESA anggota steering committee. Kemampuan dasar dan fungsi sebagai fasilitator CEWERS bisa didapatkan oleh anggota badan pelaksana melalui training. Anggota tim inti bisa merupakan perwakilan dari masing-
12
Peace Through Development-BAPPENAS
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
BAB I - Kelembagaan CEWERS
masing steering committee dan bisa juga berasal dari luar dengan ketentuan memiliki kapasitas dan ideologi yang sama. Selain Tim inti, untuk memperlancar kerja-kerja CEWERS dibutuhkan pihak-pihak yang memiliki skill khusus seperti keahlian database, dan teknis-teknis lainnya. Mereka ini disebut sebagai tim support. Tim ini diangkat dan ditetapkan oleh tim inti dan bertanggung jawab terhadap kerja-kerja yang diberikan oleh tim inti. Catatan: Untuk organisasi CEWERS kabupaten, beberapa stakeholder dalam steering committee harus disesuaikan dengan kondisi wilayah. Seperti untuk tingkat provinsi, pemerintah yang terlibat adalah level dinas di provinsi, begitu pula di tingkat kabupaten.
Pilar atau divisi Divisi kelembagaan CEWERS di tingkat Nasional adalah: a. Pendidikan / training Divisi ini akan memfokuskan diri pada peningkatan kapasitas lembaga CEWERS di tingkat kabupaten. Selain itu, kelembagaan CEWERS nasional akan menjadi tim asistensi untuk mendukung kerja-kerja CEWERS di kabupaten. b. Analisis dan peringatan dini Peran dari divisi ini adalah melakukan analisis laporan-laporan dari kelembagaan CEWERS kabupaten untuk dijadikan sebagai isu nasional. kemudian, analsisi nasional tersebut akan didesiminasikan kepada para pihak / instansi. Analisis ini dapat dilakukan melalui analisis rutin dan analisis momentual. c. Respon dini dan pengorganisiran jaringan Divisi ini harus berhubungan baik dengan para jaringan CEWERS. untuk itu, tugas divisi ini adalah melakukan respond an pengorganisiran jaringan. mengapa perlu diorganisir? Berdasarkan komponen pembentuk konflik, terdapat komponen faktor dan aktor. Aktor dapat bertindak abnormal dan akan menyebarkan kebencian dan konflik yang ada di masyarakat. Aktor tersebut dapat mempengaruhi kelompok-kelompok rentan untuk berbuat kekerasan. Jika pengorganisiran jaringan berjalan dengan baik maka aktoraktor konflik bisa berubah menjadi aktor perdamaian. Sementara itu, respon dini akan bisa berjalan dengan baik jika jaringan telah solid.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
13
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
Divisi kelembagaan CEWERS di tingkat kabupaten, sebagai berikut:
BAB I - Kelembagaan CEWERS
a. Divisi deteksi dini Kerja-kerja deteksi dini akan sedikit mirip dengan kerja-kerja penelitian, antara lain: melakukan deteksi ekskalasi dan de-eskalasi, membangun sebuah database konflik dan perdamaian yang terstruktur diantaranya adalah data konflik masa lalu dan potensi konflik masa kini yang mencakup faktor dan aktor. Melakukan deteksi eskalasi-eskalasi, dan lain-lain. b. Divisi analisis dan warning Kerja-kerja divisi analisis ini adalah mengolah semua data yang telah dikumpulkan oleh divisi deteksi dini dengan hasil berupa laporan analsis baik analisis rutin maupun analisis momentual. Analisis ini kemudian akan menjadi bahan untuk melakukan dini. peringatan dan respon dini. Selain melakukan analisis, divisi ini juga akan melakukan peringatan dini kepada para stakeholder yang menjadi jaringan CEWERS tentang potensi konflik yang kemungkinan akan muncul. Biasanya kerja-kerja analisis dan warning diserahkan kepada para aktivis NGO, dan akademisi. c. Divisi Respon dini dan Pengorganisiran jaringan Divisi ini memiliki tugas melakukan respon dini atas potensi yang muncul sebagai hasil analisis dan melakukan kerja-kerja pengorganisiran stakeholder (membangun, memelihara, dan memperluas jaringan). Divisi ini akan bersama-sama jaringan melakukan respon terhadap potensi konflik yang telah dianalisis, dengan kata lain, divisi ini menjadi ujung tombak pencegahan konflik.
Atap atau CEWERS Bagian atap merupakan goal dari semua kerja-kerja yang ada di bawahnya. CEWERS. bagian atap adalah muara dari segala kerja keras level yang ada di bawahnya. Jika elemen di bawahnya kerja keras, maka akan berbanding lurus dengan goal yang telah dibuat. 2. Tugas dan fungsi Organisasi CEWERS Nasional dan Kabupaten o Tugas Organisasi CEWERS Nasional a. Melakukan koordinasi dengan organisasi CEWERS di bawahnya terkait dengan data-data, potensi konflik, dan jaringan.
14
Peace Through Development-BAPPENAS
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
BAB I - Kelembagaan CEWERS
b. Melakukan analisis dan early warning kepada stakeholder anggota jaringan di tingkat nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan analisis momentual maupun rutin. c. Bersama-sama jaringan kerja melakukan respon dini terhadap potensi konflik yang ada dan melakukan pengorganisiran stakeholder/ aktor di tingkat nasional. d. Melakukan training atau peningkatan kapasitas para fasilitator CEWERS di level kabupaten dan memberikan pendampingan serta konsultasi terkait dengan kerja-kerja CEWERS kabupaten. o Fungsi Organisasi CEWERS Nasional a. Sebagai organsasi payung atau wadah gerakan CEWERS di Indonesia. b. Menjadi pusat data pencegahan konflik dan pembangunan perdamaian di Indonesia. c. Sebagai media untuk mencari solusi bersama atas potensi konflik yang muncul. d. Sebagai sarana pendidikan dan peningkatan kapasitas dalam bidang pencegahan konflik dan pembangunan perdamaian.
o Tugas Organisasi CEWERS Kabupaten a. Melakukan deteksi dini terhadap potensi konflik, faktor penyebab konflik dan aktor konflik. b. Melakukan analisis dan early warning kepada stakeholder anggota jaringan di tingkat kabupaten. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan analisis momentual maupun rutin. c. Bersama-sama jaringan kerja melakukan respon dini terhadap potensi konflik yang ada dan melakukan pengorganisiran stakeholder/ aktor di tingkat kabupaten. o. Melakukan training atau peningkatan kapasitas para fasilitator CEWERS di level bawahnya dan memberikan pendampingan serta konsultasi terkait dengan kerja-kerja CEWERS di level bawahnya.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
15
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
o Fungsi Organisasi CEWERS Kabupaten a. Sebagai wadah gerakan CEWERS di kabupaten setempat. BAB I - Kelembagaan CEWERS
b. Menjadi pusat data pencegahan konflik dan pembangunan perdamaian di kabupaten setempat. c. Sebagai media untuk mencari solusi bersama atas potensi konflik yang muncul di wilayah setempat. d. sebagai sarana pendidikan dan peningkatan kapasitas dalam bidang pencegahan konflik dan pembangunan perdamaian.
vii. Pelaksanaan CEWERS Sesuai dengan tujuan akhir dari pembangunan CEWERS berbasis pada jaringan komunitas, maka pelaksana CEWERS ini seharusnya adalah masyarakat. Akan tetapi, guna mempersiapkan masyarakat tersebut, dibutuhkan dampingan dan support dari tim dan Sekretariat CEWERS. Untuk itu pentingnya memiliki jaringan hingga di tingkat grassroot (level kecamatan hingga desa) adalah untuk mengetahui indikator konflik dan perdamaian di level masyarakat. Selain itu, tugas utama Sekretariat CEWERS baik di level nasional maupun kabupaten adalah sebagai berikut: a) Melakukan Deteksi Dini, Peringatan dan Respon Melakukan deteksi dini, memberikan peringatan dan respon ini menjadi tugas utama dari Sekretariat CEWERS. Hal ini sesuai dengan tiga pilar atau divisi yang harus dipenuhi oleh secretariat CEWERS. Deteksi dini dilakukan sebagai basis data untuk menentukan peringatan dini dan respon terhadap potensi konflik yang ada. Penjelasan mengenai ini akan dibahas dalam bab berikutnya. Selain itu, ada beberapa tugas lain yang sangat penting dalam rangka mendukung kesuksesan CEWERS yaitu, memperluas jaringan CEWERS dan penguatan kelembagaan. Mengapa kedua hal ini penting untuk dilakukan. Perluasan jaringan dan kolaborasi antar pihak penting untuk dilakukan karena penegahan konflik dan pembanguna perdamaian merupakan tanggung jawab bersama masyarakat dan semakin banyak pihak yang terlibat dalam pencegahan konflik, maka akan semakin ringan kerja masing-masing stakeholder (kolaborasi). Penguatan kelembagaan perlu dilakukan untuk menjamin keberlanjutan secretariat CEWERS itu sendiri.
16
Peace Through Development-BAPPENAS
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
b) Meluaskan jaringan dan kolaborasi antar pihak BAB I - Kelembagaan CEWERS
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan dalam rangka membangun kelembagaan CEWERS adalah dengan memperluas jaringan dan kolaborasi antar pihak. Mengapa kita perlu jaringan? CEWERS merupakan kerjaan yang membutuhkan peranan dari berbagai pihak untuk mencapai tujuannya. Selain itu, jika melihat faktor dan aktor konflik yang tidak pernah tunggal, maka diperlukan upaya secara bersamasama dalam menyelesaiakan dan mencegah terjadinya konflik. Bagaimana kita memperluas jaringan dalam pelembagaan CEWERS? Langkah pertama dalam melakukan perluasan adalah: 1. Melakukan pemetaan terhadap stakeholder yang terkait dengan isu konflik potensial yang ada di wilayah setempat, hingga ke level terkecil (RT atau RW). 2. Membuat daftar prioritas stakeholder terkait dengan isu konflik potensial. 3. Mulai “mengetuk pintu” para aktor. Misalnya dengan mengajak diskusi tentang isu perdamaian. 4. Menawarkan kerjasama terkait dengan kontribusi sesuai fungsi dan perannya masing-masing. 5. Membuat mekanisme kolaborasi jaringan. Dalam kerja-kerja pencegahan konflik dibutuhkan komitmen yang sangat tinggi dari para stakeholder yang terlibat. Untuk itu, keterlibatan jaringan tidak cukup melalui kerja sama saja, dibutuhkan sebuah kolaborasi antar pihak sehingga konflik dapat dicegah. Bagaimana sebuah kolaborasi para pihak dalam sebuah pelembagaan CEWERS, bisa dijelaskan sebagai berikut:
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
17
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
Tabel 1. Kolaborasi Berbagai Pihak dalam Pelembagaan CEWERS BAB I - Kelembagaan CEWERS
Peran Stakeholder
Pemerintah/ Kesbang linmas
Sektor keamanan (Bina Mitra dan Kominda)
Media
Perguruan tinggi
NGO dan organisasi masyarakat
18
Deteksi
√
Analisis dan Peringatan
√
√
√
• Memberikan sumbangan berupa riset terhadap perdamaian dan pencegahan konflik. • Menyebarkan wacana perdamaian dan pencegahan konflik di kalangan intelektual.
√
Peace Through Development-BAPPENAS
• Mendeteksi potensi kerawanan sosial • Melakukan pencegahan terhadap tindak kekerasan yang akan muncul. • Melokalisir kemungkinan kekerasan yang akan terjadi atau telah terjadi. • Tidak memicu terjadinya kekerasan atau bahkan melakukan kekerasan kepada masyarakat. • Melakukan kampanye terhadap isuisu perdamaian. • Tidak melakukan provokasi negatif kepada publik. • Memiliki kesadaran dan sensitivitas konflik yang tinggi. • Memegang teguh etika jurnalisme.
√
√
Keterangan
• Membantu potensi-potensi kerawanan sosial • Membantu mensosialisasikan gagasan perdamaian. • Melakukan tindakan strategis terkait dengan pencegahan konflik (CEWERS) yang diperlukan, bahkan resolusi konflik (mediasi, negosiasi, arbitrasi)
√
√
√
Respon Community Organizer
√
• Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas masyarakat. • “Mencerahkan” dan “membebaskan” masyarakat. • Melakukan promosi atau kampanye, dan advokasi perdamaian • Mendorong dan Mengembangkan upaya peningkatan ekonomi masyarakat.
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
Lembaga adat
Perusahaan (CSR)
√
√
√
√
√
BAB I - Kelembagaan CEWERS
Lembaga agama dan FKUB
• Memberikan pendidikan pluralism kepada umatnya (masyarakat). • Mengambil tindakan-tindakan strategis terkait dengan pencegahan konflik dan pembangunan perdamaian. Seperti, meyakinkan umatnya untuk melihat masalah secara jernih, menghimbau umatnya untuk tidak melakukan anarkhisme, dan lain-lain. • Bersama-sama pihak lainnya mencari solusi terhadap konflik yang terjadi. • Bersama-sama sekretariat CEWERS melakukan tugas-tugasnya. • Menggali kemungkinan mekanisme lokal yang dapat dipakai sebagai pencegahan konflik atau penyelesaian masalah. • Tidak melakukan adu domba kepada masyarakat. • Meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar perusahaan dengan melibatkan mereka. • Mengikutsertakan mereka dalam pengambilan keputusan strategis yang menyangkut hajat hidup masyarakat. • Membiayai kerja-kerja terkait dengan pencegahan konflik dan community empowerment melalui program CSR (Corporate Social Responsibility).
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
19
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
BAB I - Kelembagaan CEWERS
Gambar 2. Level Jaringan Aparat Keamanan/ Militer
Pendukung Perdamaian
Sekretariat CEWERS
Kelompok Rentan
Aktor Fungsional
Aktor Sekuritisasi Lembaga Sosial Politik
Birokrasi Sipil
c) Penguatan Kelembagaan Sekretariat CEWERS Langkah terakhir dalam aktivitas sekretariat CEWERS adalah melakukan penguatan kelembagaan. Penguatan kelembagan CEWERS sebisa mungkin mendorong komunitas untuk menemukan instrumen dan mekanismemekanisme lokal yang dapat digunakan dalam rangka mencegah konflik. Hal ini perlu dilakukan mengingat keberlanjutan program yang ada pada kelembagaan CEWERS. Untuk itu, penguatan kelembagaan perlu dilakukan. Ada beberapa model cara penguatan kelembagaan CEWERS, misalnya: 1. Mendorong pemerintah kabupaten untuk memberikan formalisasi dan payung hukum kepada kelembagaan CEWERS dan mengalokasikan anggaran dalam APBN atau APBD. Hal ini penting untuk dilakukan terkait dengan tugas pemerintah untuk melindungi masyarakat dan memberikan rasa aman kepada masyarakatnya. 2. Membangun komitmen dengan berbagai stakeholder terutama perusahaan untuk dapat mendukung kelembagaan CEWERS ini melalui program-program CSR yang mereka lakukan. 3. Melakukan insersi pada mekanisme lokal yang telah ada di masyarakat untuk mempermudah mekanisme kerja, misalnya di dalam pertemuanpertemuan semacam Musrenbang, pertemuan adat, ataupun pada acara-
20
Peace Through Development-BAPPENAS
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
acara informal. Melalui cara ini diharapkan masyarakat dapat menerima sepenuhnya tentang maksud dan tujuan CEWERS. BAB I - Kelembagaan CEWERS
4. Melibatkan para tokoh-tokoh agama, masyarakat, adat, pemuda dan lain-lain dalam setiap pengambilan keputusan penting. Hal ini untuk menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap kelembagaan CEWERS dan kerja-kerja CEWERS.
Gambar 3. Alur Pelembagaan CEWERS
Alur Pelembagaan CEWERS
Inisiasi Awal dan Pengenalan CEWERS
Penetapan Pelaksana CEWERS
Rekrutmen Fasilitator/Tim Inti
Training CEWERS
- Assessment dan Identifikasi Stakeholder potensial - Pemantapan komitmen untuk mengembangkan CEWERS - Forum multipihak ini nantinya akan menjadi Steering Committee pada sekretariat CEWERS - Penetapan pelaksana CEWERS yang dilakukan oleh forum. - Pelaksana CEWERS adalah pihak-pihak yang memiliki kemampuan melakukan tugas-tugas CEWERS.
- Identifikasi Fasilitator Potensial - Keragaman Latar belakang fasilitator
-
Memahami konflik Memetakan potensi konflik Menganalisis konflik Kemampuan Komunikasi , organisasi dan jaringan
Pembentukan & Set-Up Tim CEWERS
- Membentuk Tim CEWERS - Melakukan perencanaan strategis (visi-misi, isu-isu strategis dan program-program strategis).
Pembentukan Sekretariat CEWERS
- Struktur organisasi - Peran dan fungsi organisasi - Merekrut tim pendukung untuk mendukung pelaksanaan CEWERS.
Pelaksanaan CEWERS
- Melakukan deteksi dini, peringatan dan melakukan respon. - Perluasan jaringan dan kolaborasi antar pihak - Penguatan kelembagaan
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
21
22
Peace Through Development-BAPPENAS
Pelaksanaan CEWERS
Pembentukan Sekretariat CEWERS
Set-up Tim CEWERS
Training CEWERS (In Class dan Out Class)
Pembentukan Fasilitator
Penetapan Pelaksana
Inisiasi awal dan pengenalan CEWERS
Aktivitas
Bulan Pertama
Bulan Kedua
Bulan Ketiga
Bulan Keempat
Tabel 2. Timeline Pelembagaan CEWERS Bulan Kelima
Awal pelaksanaan CEWERS
Bulan Keenam
BAB I - Kelembagaan CEWERS
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
BAB I - Kelembagaan CEWERS
Box 1. Model CEWERS di Tangkura
R
agam kegiatan terstruktur yang mencerminkan pola pencegahan dan respon cepat terhadap konflik (CEWERS) bisa kita lihat pada beberapa mekanisme lokal yang sepenuhnya bertumpu pada pengalaman empirik komunitas lokal. Sebagai contoh adalah apa yang dilakukan oleh masyarakat desa Tangkura di kabupaten Poso. Bermula dari respon darurat atas situasi yang terjadi di kota Poso, masyarakat Tangkura membangun sistem pencegahan konflik dengan serangkaian aktifitas yang terinstitusionalisasi dalam agenda desa. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pengulangan konflik karena kesalahan menyikapi berbagai komponen faktor. Pengelolaan isu dilakukan dalam kerangka “membentengi desa” dengan melokalisir isu konflik melalui komunikasi berjenjang yang diputuskan dalam berbagai musyawarah desa. Hal ini disebut sebagai mekanisme pembagian peran. Pernyataan “biar laju suzuki lebih laju susupo (gosip)” menggambarkan bagaimana efek isu dalam kondisi konflik. Pengelola isu tersebut adalah pihak-pihak yang diberi kewenangan di desa, dan pada akhirnya menjadi bagian dari pengelolaan isu secara komunal oleh penduduk Tangkura. Mekanisme pengambilan keputusan dan pengaturan internal di desa, salah satunya mengatur bagaimana isu bisa dikelola dengan arif melalui sentralisasi pengambilan keputusan yang dipimpin tokoh-tokoh masyarakat melalui keputusan bersama. Pengambilan keputusan dan pengorganisiran yang tersentralisir tersebut memungkinkan keluar-masuknya informasi terkelola melalui “satu pintu.” Sebagai respon cepat terhadap konflik, pilihan mengelola informasi menjadi keputusan yang sangat tepat. Disepakati pula instrumen peringatan darurat melalui bunyi kentongan serta pengumuman lewat rumah ibadah dan kantor desa. Untuk menjaga keberlangsungan komunikasi, berbagai isu negatif dibahas dalam pertemuan rutin desa. Hal lain yang mencerminkan mekanisme pencegahan konflik adalah menata hubungan berdasarkan pembacaan atas faktor-faktor struktural konflik. Dalam arena politik desa, keterwakilan etnis dan agama dilakukan dalam kerangka perimbangan kuasa. Tidak mengherankan, etnis minoritas pun mendapatkan ruang yang sama dalam struktur kelembagaan administratif maupun adat. Atribut adat dan agama pun mengalami proses peleburan terhadap apa yang mungkin ditafsir ulang. Adalah fenomena menarik melihat perayaan hari besar berbagai agama di Tangkura yang mencerminkan semangat kebersamaan yang kuat. Ruang bertemu berbagai identitas berbeda pun diperbanyak melalui insersi kedalam tradisi gotong royong terkait upacara daur hidup seperti perkawinan, kelahiran maupun kematian, serta kegiatan untuk mencari penghidupan seperti membuka kebun dan sawah. Hal semacam ini dikenal secara umum oleh masyarakat Poso sebagai acara mosintuwu dan mesale. Fenomena menarik lainnya adalah inisiatif masyarakat Tangkura untuk mengelola ingatan dengan membangun situs perdamaian berupa “pasar Rekonsiliasi” yang mengatur keterlibatan berbagai elemen, termasuk tetangga desa, dalam mengakses dan memanfaatkan situs tersebut sebagai ruang publik yang menyasar dua hal sekaligus; kebutuhan ekonomi dan dialog antarkomunitas. Hal demikian mencerminkan moda pengorganisasian aktor jika dibaca melalui kerangka CEWERS.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
23
BAB I - Kelembagaan CEWERS
C.. Tahapan Kelembagaan CEWERS
24
Peace Through Development-BAPPENAS
bab 2
PERAN DAN KERJA CEWERS A. Pendeteksian potensi dan dinamika konflik B. Analisis faktor dan Aktor C. Pengorganisasian aktor D. Memberikan Peringatan Dini
Gambar 4. Alur Kerja Sekretariat CEWERS
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
A. Pendeteksian Potensi dan Dinamika Konflik
26
Peace Through Development-BAPPENAS
A. Pendeteksian Potensi dan Dinamika Konflik
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
A
Pendeteksian potensi dan dinamika konflik
B
agaimana CEWERS mendeteksi sebuah konflik yang telah, sedang dan mungkin terjadi: Pertama, mengetahui profil wilayah/kabupaten yang menjadi obyek konflik seperti: sejarah, geografis, demografis, kondisi sosial, kondisi politik, kondisi ekonomi, dan kondisi budaya. Kedua mengetahui sejarah atau background serta kronologis konflik yang pernah terjadi di suatu kabupaten atau wilayah tertentu.
Gambar 5. Deteksi Potensi dan Dinamika Konflik
Untuk lebih memudahkan menyusun sejarah dan background konflik, daftar di bawah ini dapat digunakan:
PANDUAN PELEMBAGAAN SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
27
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
A. Pendeteksian Potensi dan Dinamika Konflik
KAPAN (WHEN)
− Kapan konflik terjadi? − Dari tanggal berapa sampai tanggal berapa?
DI MANA (WHERE)
− Di mana konflik kekerasan terjadi?
SIAPA (WHO)
− − − −
APA (WHAT)
− Apa yang disengketakan/dikonflikan ? − Apa isu konfliknya ?
BAGAIMANA (HOW)
− Bagaimana proses terjadinya konflik?
MENGAPA (WHY)
− Mengapa konflik terjadi?
Siapa orang/kelompok yang terlibat konflik? Apa peran masing-masing? Siapa tokoh utama dari masing-masing kelompok? Siapa pemangku kepentingan dan apa perannya?
Ketiga, mendeteksi fase konflik yang meliputi analisis terhadap tingkat eskalasi atau de-eskalasi.
1. Deteksi Eskalasi Konflik Secara umum, untuk mendeteksi tingkat eskalasi atau de-eskalasi konflik dapat dibagi menjadi 5 (lima) fase sebagai berikut: Fase 1: Dispute/Ketegangan a. Meningkatnya perhatian terhadap konflik yang disertai dengan mobilisasi politik. Pihak-pihak yang berkonflik menggunakan strategi-strategi militan yang tidak mengandung aspek kekerasan untuk mencapai tujuannya. b. Kelompok, pihak, atau negara yang terlibat dalam konflik mempertanyakan nilai, isu, dan tujuan yang terkait dengan kepentingan nasional. Perbedaan posisi dan pertentangan kepentingan dalam sebuah konflik laten harus diartikulasikan dalam bentuk tuntutan ataupun gugatan. Dan pihak-pihak yang terkena dampaknya memiliki perhatian terhadap tuntutan-tuntutan tersebut.
28
Peace Through Development-BAPPENAS
A. Pendeteksian Potensi dan Dinamika Konflik
Fase 2: Krisis BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
a. Ketegangan masih di bawah batas kekerasan. Hubungan antar-pihak yang mengalami ketegangan mulai memungkinkan pengerahan kekuatan yang lebih besar. Keputusan-keputusan yang diambil dalam situasi ini didasarkan pada informasi yang tak lengkap dan muncul karena tekanan waktu. b. Munculnya pernyataan-pernyataan perlunya respon “abnormal” terhadap situasi yang dihadapi. Fase 3: Kekerasan Terbatas a. Perubahan dari nir-kekerasan menjadi kekerasan. b. Pertikaian terbuka dan bentrokan senjata di antara pihak yang berkonflik, penggunaan represi. c. Muncul ancaman pengerahan kekuatan dan penggunaan kekuatan secara tidak sistematis dan sporadis. Ancaman-ancaman yang sifatnya militer mencakup mobilisasi pasukan, gerilya atau tentara pembebasan, dan penguasaan parsial terhadap wilayah, kabupaten perbatasan atau zona keamanan dan ancaman pendeklarasian perang. Fase 4: Kekerasan Massal a. Pertikaian terbuka dikarakterisasi oleh kerusakan masif dan level displacement yang tinggi yang dapat memicu intervensi internasional. b. Pembunuhan massal terhadap warga sipil yang tidak bersenjata. c. Gross Human Rights Violation (pelanggaran HAM) berskala massal. Fase 5: Penghentian (Abatement) a. Ada upaya de-eskalasi konflik secara sengaja. b. Penurunan intensitas kekerasan. c. Ada kesepakatan damai sementara. Fase 6. Fase Penyelesaian ( Settlement) a. Kesepakatan damai yang relatif permanen. b. Adanya proses DDR (Disarmament, Demobilisasi, dan Reintegrasi).
PANDUAN PELEMBAGAAN SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
29
A. Pendeteksian Potensi dan Dinamika Konflik
2. Deteksi De-Eskalasi Konflik BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
Perdamaian dapat diibaratkan pohon dengan 3 bagian yaitu daun, batang, dan akar. Usaha Pembangunan Perdamaian. Apa saja alat atau mekanisme yang berlangsung dalam menangani konflik. dapat melalui beberapa cara seperti pengadilan adat, komisi kebenaran, dan sebagainya. Proses yang Ada. Proses yang berlangsung disana yang berkaitan dengan konflik dan dapat mempertahankan perdamaian, misalnya : pertemuan desa, pertemuan antar kepala adat, dan sebagainya.
Gambar 6. Fase Konflik
Dukungan Sistemik. Sistem yang dapat menopang perdamaian atau kapasitas mengelola konflik, seberapa besar pengaruhnya. Contohnya seperti aturan mengenai pengelolaan hubungan antara desa dan kelompok, budaya toleransi, gotong royong, dan sebagainya.
30
Peace Through Development-BAPPENAS
B. Analisis Faktor dan Aktor
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
B B
Analisis faktor dan aktor
erdasarkan kerangka pencegahan konflik (lihat Titian Perdamaian Framework), terdapat dua model analisis yang dapat digunakan untuk memetakan konflik yang terjadi, yaitu analisis faktor dan analisis aktor.
Gambar 7. Analisis Aktor
1. Analisis Faktor Struktural Faktor Struktural (Structural Factors) adalah faktor-faktor struktural atau ‘latar belakang’ yang menciptakan pra-kondisi konflik sosial. Faktor-faktor ini bisa meliputi eksklusi politik secara sistematis, kesenjangan ekonomi yang inheren, ketiadaan institusi yang memadai dan responsif, pergeseran dalam hal keseimbangan demografis, kemerosotan ekonomi, dan kerusakan ekologis terhadap wilayah.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
31
B. Analisis Faktor dan Aktor
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
Komponen indikator struktural digunakan untuk menilai risiko konflik laten. Penilaian risiko melihat potensi konflik dalam jangka panjang melalui analisis faktor struktural yang bisa saja terentang selama beberapa dekade sebelumnya. Karakter dari indikator struktural adalah indikator yang bersifat umum, mendasar, menggambarkan struktural, serta latar belakang prakondisi yang memungkinkan terjadinya konflik. Hal penting lain adalah, Faktor Struktural harus disusun dengan indikator yang bisa diukur naik-turunnya, misal menggunakan kata tingkat, proporsi dan prosentase. Indikator juga bisa disusun dengan cara membuat skala yang berlaku secara spesifik di kabupaten tertentu. Indikator juga bermaksud untuk mengetahui tingkat risiko konflik akibat naik-turunnya nilai indikator tertentu. Dengan demikian disimpulkan bahwa Faktor Struktural bersifat jangka panjang. Geografi Demografi Sejarah Sosial dan Ekonomi Politik & Hukum Budaya
Pempercepat (Accelerator) merupakan kejadian-kejadian di luar parameter-parameter model. Secara esensial akselerator merupakan kejadian-kejadian umpan-balik yang dengan cepat meningkatkan level signifikansi situasi umum yang paling mengandung kekerasan. Tetapi bisa juga Akselerator yang mempengaruhi kegagalan sistem atau perubahanperubahan mendasar dalam kausalitas politik. Seringkali Akselerator juga dipahami sebagai katalisator dalam proses eskalasi konflik. Definsi akselerator Kejadian-kejadian yang tidak berhubungan langsung dengan indikator-indkator penyebab konflik, akan tetapi bisa meningkatkan secara cepat proses eskalasi atau de-eskalasi konflik. Contoh dari akselerator adalah sebagai berikut: Pertama, Kebijakan pemerintah yang diskriminatif. Kedua, Konflik bersenjata/kekerasan antarkelompok. Ketiga, Peningkatan dukungan eksternal terhadap salah satu
32
Peace Through Development-BAPPENAS
B. Analisis Faktor dan Aktor
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
kelompok. Keempat, Peningkatan ukuran dan kohesi kelompok vis a vis kelompok lainnya. Kelima, Peningkatan teknik-teknik kekerasan sebagai instrumen konflik. Keenam, Peningkatan bentuk-bentuk agresivitas (Aggressive posturing). Ketujuh, Meningkatnya bentuk-bentuk pelanggaran terhadap “integritas hidup” manusia (life integrity violations). Kebijakan Diskriminatif Konflik Kekerasan Disintegrasi Kelompok Pelanggaran Hukum Pelanggaran HAM Lain-lain
Pemicu (Trigger) adalah kejadian tiba-tiba yang memicu pecahnya konflik. Contoh dari Pemicu adalah pembunuhan tokoh penting, kecurangan dalam pemilihan umum, dan skandal politik. Sebagai misal, pembunuhan tokoh atau pemimpin kelompok tertentu, perusakan simbol-simbol identitas dan lain sebagainya. Pemicu bersifat jangka pendek dan sporadis. Kriminalitas Insiden Kekerasan Antar Kelompok Insiden Kekerasan lainnya Peristiwa Lainnya
2. Analisis Aktor Sekuritisasi Analisis terhadap aktor sekuritisasi dilakukan dengan melihat lima komponen. Yaitu, Aktor Sekuritisasi (Securityzing Actor), ancaman keamanan eksistensial, Kelompok Rentan (vulnerable group atau referent object (RO), Aktor Fungsional (functional actor), dan logika ancaman (logic of threat). Aktor Sekuritisasi merupakan aktor utama yang bisa mempengaruhi kelompok untuk melakukan tindakan darurat guna merespon ancaman keamanan eksistensial. Ancaman keamanan eksistensial dipahami sebagai kondisi yang dianggap membahayakan identitas dan survival dari individu atau kelompok. Kelompok Rentan adalah kelompok atau kumpulan
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
33
B. Analisis Faktor dan Aktor
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
orang yang dianggap oleh Aktor Sekuritisasi sebagai rentan terhadap ancaman keamanan eksistensial. Aktor Fungsional merupakan pihak yang mempengaruhi hubungan dinamis antara Aktor Sekuritisasi dengan Kelompok Rentan, misalnya media massa. Logika Ancaman (logic of threat) sebagai komponen terakhir dari sekuritisasi yang mengandung substansi narasi tindakan (speech act) dari Aktor Sekuritisasi mengenai ancaman eksistensial yang sedang mengancam Kelompok Rentan. Pemahaman Aktor Sekuritisasi terhadap kondisi nyata Faktor Struktural, Akselerator, dan Pemicu akan menentukan apakah faktor-faktor tersebut dilihat sebagai ancaman eksistensial atau tidak. Apabila Aktor Sekuritisasi melihat bahwa terdapat ancaman eksistensial, maka akan ada pertimbangan darinya mengenai sebuah tindakan. Yaitu mengenai apakah akan merespon secara normal dengan menggunakan cara-cara nir-kekerasan atau secara abnormal dengan kekerasan. Dalam sekuritisasi, Aktor Sekuritisasi membangun logika ancaman yang diterima oleh Kelompok Rentan dengan menggunakan apa yang disebut dengan Narasi Tindakan (speech act). Ketika terjadi pembunuhan terhadap umat muslim di hari Idul Adha misalnya, sebuah media massa dalam pemberitaanya mengemukakan pernyataan bahwa “pembunuhan dilakukan di hari Idul Adha, sehingga dianggap melukai umat Islam.” Pernyataan tersebut sebenarnya mengandung informasi yang belum dapat dibuktikan. Karena sumber-beritanya tidak diketahui dengan jelas. Namun, bila informasi ini sampai pada Kelompok Rentan dan direspon secara abnormal, maka hal ini akan berimplikasi pada berlanjutnya proses sekuritisasi. Lebih jauh lagi, proses sekuritisasi ini akan mendorong terjadinya eskalasi konflik. Ada beberapa hal yang mempengaruhi apakah sebuah proses sekuritisasi berpeluang untuk meningkatkan bobot Pemicu dalam risiko konflik. Pertama, sejauh mana tingkat kemampuan Aktor Sekuritisasi memobilisasi Kelompok Rentan. Semakin besar kemampuan Aktor Sekuritisasi dalam memobilisasi Kelompok Rentan, semakin besar pula tingkat risiko konfliknya. Kedua, relevansi Logika Ancaman (logic of threat) bagi Kelompok Rentan. Bila Logika Ancaman yang berkembang tidak mendapat tempat yang signifikan atau tidak relevan bagi Kelompok Rentan, maka tidak ada peningkatan bobot Pemicu (trigger). Ketiga, karakter spesifik Kelompok Rentan. Apakah karakter Kelompok Rentan relevan dengan isu sekuritisasi
34
Peace Through Development-BAPPENAS
B. Analisis Faktor dan Aktor
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
yang sedang berkembang. Keempat, tingkat peran Aktor Fungsional. Bila peran Aktor Fungsional memiliki signifikansi yang dibutuhkan, maka hal ini dapat meningkatkan bobot Pemicu (trigger). Hasil dari analisis dan deteksi itu dapat berupa sebuah tulisan mengenai analisis potensi konflik. Analisis potensi konflik merupakan sebuah tulisan singkat, hasil analisis cepat (rapid analysis) mengenai trend konflik terkini. Ada dua jenis analisis yaitu analisis rutin dan analisis momentual. Analisis rutin dibuat secara rutin menurut kebutuhan dinamika konflik di kabupaten. Analisis rutin dapat dilakukan setiap tahun, setiap 6 bulanan bahkan bisa juga setiap 4 bulanan jika memang dibutuhkan. Analisis rutin bertujuan memantau perkembangan trend konflik di lapangan dari waktu ke waktu. Analisis rutin merupakan up-date data dan up-date analysis bagi latar belakang konflik (back ground confict). Analisis rutin yang dilakukan dengan baik akan sangat membantu untuk pembuatan analisis momentual. Berbeda dengan analisis rutin, analisis momentual merupakan analisis yang dibuat dalam rangka menyikapi situasi yang mengindikasikan akan adanya ekskalasi konflik. Tujuan utama dari analisis momentual adalah peringatan dan tanggapan dini untuk situasi konflik yang mungkin akan berlangsung. Dalam analisis ini juga disampaikan rekomendasi-rekomendasi untuk pencegahan konflik. Agen Sekuritisasi Tokoh Politik Tokoh Agama Tokoh Adat Tokoh Pemuda Tokoh Komunitas Tokoh Lainnya
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
35
C. Pengorganisasian Aktor
Aktor Fungsional Kelompok Politik
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
Kelompok Agama Kelompok Masyarakat/Adat Kelompok LSM Kelompok Profesional Kelompok Perguruan Tinggi
Kelompok Rentan Kelompok Politik Kelompok Agama Kelompok Masyarakat/Etnik Kelompok Pengangguran/ Pemuda Kelompok Bersenjata Kelompok Lainnya
36
Peace Through Development-BAPPENAS
C. Pengorganisasian Aktor
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
c U
Pengorganisasian aktor
ntuk pengorganisasian terhadap aktor, maka perlu dibedakan caracara dan pola pengorganisiran terhadap 3 (tiga) aktor yang berbeda, yaitu: Aktor Sekuritisasi, Aktor Fungsional dan Kelompok Rentan. Perlakuan dan pengorganisiran terhadap mereka dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Terhadap Aktor Sekuritisasi, hal yang perlu dilakukan adalah memberikan mereka visi dan misi yang jelas dalam rangka pembangunan perdamaian. Dalam beberapa hal, pengorganisiran itu bisa juga didorong agar Aktor Sekuritisasi mampu menjadi kekuatan pencegah konflik dan pembendung konflik. Pengorganisiran Forum Latupati di Ambon adalah salah satu contoh bagaimana Aktor Sekuritisasi diorganisasikan. Peningkatan kapasitas untuk memediasi konflik, menyusun strategi jangka panjang untuk mencegah konflik juga dapat menjadi satu cara dalam mengorganisasikan Aktor Sekuritisasi. Sementara, pengorgansiasian Aktor Fungsional dilakukan agar kelompok ini tidak lebih jauh mengakselerasi konflik. Pengorganisasian ini juga dilakukan dalam rangka untuk memotong dan meredam agar securitizing aktor tidak menggunakan logic of threat terhadap vulnerable groups sehingga konflik tidak meluas dan melebar. Contoh pengorganisasian terhadap kelompok ini misalnya: bekerjasama dengan pihak universitas untuk membangun riset dan rekonstruksi sejarah; terhadap aparat keamanan dan masyarakat, misalnya, untuk membangun dapat dilakukan program pencegahan konflik dan penjagaan keamanan yang melibatkan polisi-masyarakat (community policing). Pengorganisiran terhadap Kelompok Rentan (vulnerable groups) dilakukan agar kelompok masyarakat yang rentan itu tidak menjadi korban atau
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
37
C. Pengorganisasian Aktor
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
pemicu konflik, dan dengan demikian dapat menjadi pihak yang membangun perdamaian. Pengorganisian ini dapat dilakukan melalui pembentukan organisasi masyarakat untuk mencegah konflik atau melalui kegiatan-kegiatan sederhana seperti pembuatan pasar dan ruang tukar bersama, membuat kegiatan olahraga dan seni, dan lain sebagainya.
38
Peace Through Development-BAPPENAS
D. Memberikan Peringatan Dini
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
D P
Memberikan Peringatan Dini
eringatan Dini adalah tindakan memberikan informasi tentang kemungkinan munculnya atau meluasnya konflik kekerasan di masa yang akan datang.
Gambar 8. Langkah-langkah Melakukan Peringatan Dini
Ada Beberapa cara dalam melakukan Peringatan Dini 1. Distribusi Analisis Adalah sebuah tindakan mengirimkan analisis CEWER kepada pihak-pihak tertentu. Pihak-pihak yang menerima analisis ini harus benar-benar terpilih, yaitu mereka yang diidentifikasikan sebagai pihak yang dapat mendukung upaya damai. Jaringan dapat menjadi salah satu diantaranya. Analisis sifatnya rahasia dan terbatas untuk melindungi segala informasi yang tersedia supaya
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
39
D. Memberikan Peringatan Dini
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
informasi jatuh ke tangan yang tepat untuk menuju tujuan utama yaitu pencegahan konflik dan situasi damai. Tidak disarankan untuk mendistribusikan analisis kepada pihak media massa ataupun pihak-pihak yang berkonflik karena ditakutkan justru akan memperkeruh keadaan, kecuali bila pihak yang berkonflik memiliki komitment untuk perdamaian. 2. Lobby Sebagai tindaklanjut dari pendistribusian analisis, dapat dilakukan lobbying individual maupun kelompok kepada pihak-pihak yang bersangkutan mengenai apa tanggapan mereka terhadap analisis yang telah kita susun. Selain itu, lobbying juga bertujuan untuk menanyakan apa komitmen yang dapat mereka lakukan untuk tanggapan dini di lingkungannya. 3. Workshop Kritis Metode ini dapat dipakai untuk peringatan dini dengan cara mengundang anggota jaringan dan atau stake holder (para pihak) lainnya secara terseleksi di suatu tempat tertutup untuk mendiskusikan bersama tentang permasalahan yang ada. Workshop ini juga dapat diarahkan untuk memikirkan kira-kira langkah apa yang tepat diambil untuk antisipasi konflik ke depan dan apa yang bisa dibuat oleh jaringan yang berupa Rencana Tindak Lanjut (RTL). Selanjutnya, aksi untuk tanggapan dini dapat diserahkan kepada jaringan dan atau stake holder (para pihak) lainnya atau bisa juga diorganisasikan bersama oleh pekerja/ fasilitator CEWERS, jaringan dan stake holder (para pihak) lainnya. Sama dengan metode distribusi analisis, metode presentasi dan diskusi sifatnya tertutup, terbatas dan rahasia. Hanya pihak-pihak tertentu saja yang dapat diundang dalam kegiatan ini. 4. Melakukan Respon Dini Counter Isu/Informasi Counter issue/informasi merupakan serangkaian tindakan untuk memun-culkan isu/informasi yang berbeda sehingga isu/informasi pertama tidak menyebar luas. Dalam situasi konflik biasanya muncul sebuah “kesadaran konflik” sehingga isu/informasi yang mendukung konflik mudah tersebar. Tugas kita adalah mengcounter isu/informasi tersebut, menggantinya dengan isu/informasi yang pro-damai; yaitu yang dapat memunculkan “kesadaran damai” atau bila tidak
40
Peace Through Development-BAPPENAS
D. Memberikan Peringatan Dini
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
memungkinkan minimal kita melakukan counter isu/informasi yang sifatnya netral. Dengan melakukan counter issue/informasi diharapkan kesadaran konflik tidak menyebar luas dan justru tercipta kesadaran damai.
Gambar 9. Langkah-langkah Respon Dini Bila Terjadi Konflik
Melokalisir Wilayah Konflik Bila suatu saat, konflik kekerasan telah pecah di satu kabupaten tertentu, maka tanggapan dini dapat dilakukan dengan cara melokalisasi wilayah konflik, sehingga konflik tidak menyebar luas ke wilayah lain. Lokalisasi wilayah konflik dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan melakukan counter issue/informasi di wilayah yang tidak berkonflik, membatasi pemberitaan tentang konflik yang terjadi, memutus komunikasi dengan wilayah lain yang tidak berkonflik, menjaga perbatasan, dan sebagainya.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
41
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
D. Memberikan Peringatan Dini
42
Peace Through Development-BAPPENAS
lampiran LAMPIRAN 1 - MEMAHAMI KONFLIK LAMPIRAN 2 - Mengenal CEWERS (Conflict Early Warning And Early Response System)
BAB 2 - PERAN DAN KERJA CEWERS
D. Memberikan Peringatan Dini
44
Peace Through Development-BAPPENAS
LAMPIRAN 1 - Memahami Konflik
lampiran
Lampiran I
Memahami Konflik A. Apa Itu Konflik?
K
ita sering kali mendengar kata konflik dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan istilah tersebut makin populer dengan adanya beberapa kejadian tragis di beberapa wilayah Indonesia pasca Orde Baru, seperti di Ambon, Sampit, Sambas, Poso, Timor-Timur, dan masih banyak lagi. Kita sering kali mengasosiasikan konflik itu dengan sesuatu yang berbau sadisisme, brutal, dan melibatkan kontak fisik. Menurut akar bahasanya, konflik dalam kamus Webster (1966) dilihat sebagai “perkelahian, peperangan, atau perjuangan”, yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak1. Akan tetapi pada perkembangannya kata tersebut mengalami perluasan arti dengan masuknya “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide, dan lain-lain.” Perluasan tersebut sebenarnya ingin mengatakan bahwa kata konflik, telah menyerap aspek psikologis di balik kata konfrontasi fisik yang terjadi, selain konfrontasi itu sendiri. Dalam perkembangannya, terdapat berbagai paradigma dan cara pandang dalam melihat konflik. Pertama, cara pandang psikologis. Dalam cara pandang ini konflik seringkali dilihat sebagai “sebuah kondisi ketidaksepahaman yang melibatkan pihak-pihak karena merasa terancam dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya.”2 Menurut cara pandang ini konflik biasanya dilihat sebagai sebuah benturan atau pertarungan antar aktor dan kelompok atau budaya [dan negara atau bahkan peradaban] yang memiliki perbedaan pandangan, kultur atau praktik sosial yang berbeda. Cara pandang semacam ini bisanya juga disebut dengan model analisis behavorial. Kedua, cara pandang sosiologis. Cara pandang ini pada umumnya melihat bahwa konflik terjadi karena adanya suatu struktur atau relasi kekuasaan yang 1 Webster (1966). dalam Pruit, Dean G dan Jefferey Z. Rubin. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 9 – 10. 2 Tim CEWERS Institut Titian Perdamaian.2006. Membangun Kapasitas untuk Sistem Peringatan dan Tanggapan Dini Konflik Berbasis Jaringan (Seri Modul Pelatihan untuk Fasilitator CEWERS). Hal 15.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
45
LAMPIRAN 1 - Memahami Konflik
timpang yang terjadi dalam suatu proses sejarah yang panjang. Struktur dan relasi kekuasaan itu bisa berwujud dalam sistem ekonomi, politik dan budaya. lampiran
Pada dasarnya, konflik bukanlah sesuatu yang netral. Akan tetapi, di dalam konflik mengandung unsur adanya praktek-praktek untuk menghilangkan pengakuan (hak) orang atau kelompok lainnya mengenai sesuatu yang diperebutkan3. Unsur ini yang membedakan antara konflik dengan sengketa. Sengketa terjadi apabila dua orang atau dua kelompok (bisa lebih) bersaing satu sama lain untuk mengakui (hak atas) suatu benda atau kedudukan yang sama4. Jadi, melalui definisi ini terjawab sudah bahwa ekses konflik cenderung merugikan pihak tertentu. Kapan konflik itu terjadi? Konflik adalah hal yang natural atau alamiah, dan dapat terjadi kapan saja. Akan tetapi, tidak berarti bahwa kita hanya berdiam diri saja menyikapi konflik. Pada dasarnya konflik dapat dicegah. Bagaimana mencegah konflik? Selama beberapa bab ke depan, pokok bahasan inilah yang akan kita urai satu persatu secara rinci.
1. Asumsi Dasar Konflik a) Konflik selalu ada dalam kehidupan manusia”. Asumsi ini bertolak pada bahwa manusia diciptakan dalam perbedaan. Perbedaan ini telah dimulai sejak manusia itu lahir hingga dewasa. Ketidakmampuan untuk mengelola perbedaan akan menimbulkan persengketaan antara manusia. Dalam persengketaan masing-masing pihak menyatakan bahwa pihaknya yang paling benar, paling suci, paling nasionalis, paling hebat. Di sini terjadi saling klaim hak, bahwa pihaknya yang paling benar, pihak lain adalah salah, jadi harus dihukum atau dihabisi. Persengketaan yang mengarah kepada kekerasan dan telah menimbulkan korban, itulah yang disebut konflik. Dalam konflik, kedua belah pihak berupaya untuk menghilangkan hak orang lain, termasuk nyawa pihak lain, harta benda pihak lain maupun menghilangkan generasi pihak lain jikalau mungkin. b) Konflik dapat dianalogikan dengan ”drama” Setiap konflik membutuhkan aktor, panggung dan skenario, begitu juga konflik. Untuk memahami konflik yang analog dengan drama, maka perlu 3 Tim CEWERS Institut Titian Perdamaian. 2009. Modul Pelatihan CEWERS untuk Keberlanjutan Perdamaian di Morowali, Sulawesi Tengah. Hal. 29. 4 Ibid.
46
Peace Through Development-BAPPENAS
LAMPIRAN 1 - Memahami Konflik
lampiran
dijabarkan siapa-siapa aktor yang terlibat dalam konflik. Apakah aktor politik atau militer? Siapakah sutradaranya? Siapa penunggang bebas? Siapa figuran? Panggung apa yang digunakan? Panggung merupakan media untuk mengekspresikan peran dari aktor. Panggung biasanya kelompok etnis, agama atau politik. Kemudian skenario apa di balik peran aktor dan panggung yang digunakan? Kemana tujuan yang ingin dicapai? Apakah wujudnya bisa mengembalikan dominasi kelompok? Status quo? Ekonomi? Kekuasaan? Skenario ini bisa bersifat struktural maupun kultural. c) Konflik selalu mempunyai dua sisi: menciptakan potensi resiko dan potensi manfaat. Huruf China untuk kata ”krisis” terdiri dari 2 huruf yang berarti bahaya dan peluang. Dalam kaitan dengan perubahan, pada dasarnya konflik merupakan salah satu cara bagaimana sebuah keluarga, komunitas, perusahaan, dan masyarakat berubah. Konflik juga dapat mengubah pemahaman kita akan sesama dan mendorong kita untuk memobilisasi sumber daya dengan cara-cara baru. Konflik membawa kita pada klarifikasi pilihan dan kekuatan untuk mencari penyelesaiannya. d) Konflik dipengaruhi pola-pola emosi, kepribadian dan budaya. Konflik mengikuti gaya kepribadian seseorang. Reaksi psikologis (melamun, melawan, dingin/diam) berperan sangat kuat dalam mempengaruhi proses konflik. Budaya juga ikut membentuk aturan dan ritual yang membawa kita pada konflik. e) Merujuk kepada fenomena konflik antar komunitas, umumnya pada konflik yang melibatkan masyarakat di satu sisi dan negara di sisi lain. Berdasarkan kajian dan pengalaman empirik selama 4 tahun ini di Maluku dan Poso, maka dapat dinyatakan bahwa pada hakikatnya fenomena konflik dapat dianalogikan dengan kebakaran pada suatu hutan yang gundul. Dengan api yang kecil, rumput dan pohon yang sudah kering dengan cepat sekali terbakar, meluas, terlebih-lebih apabila ada angin panas yang kencang, maka kebakaran menjadi tidakterperikan dahsyatnya. Hal ini juga berlaku bagi konflik. Unsur-unsur dasar suatu hutan gundul yang terbakar adalah unsur rumput dan pohon kering, unsur api, serta unsur angin. Unsur-unsur inilah yang akan dianalogikan dengan dasar terjadinya suatu konflik.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
47
LAMPIRAN 1 - Memahami Konflik
2. Sumber Konflik lampiran
Berdasarkan pengalaman empirik di berbagai kabupaten di Indonesia, maka dapat dinyatakan bahwa sumber konflik sosial di Indonesia sumbernya ada 5 pokok sumber konflik. Di dalam berbagai literatur konflik kadangkala berdasarkan sifat konflik maka dibedakan ada konflik yang bersifat struktural dan konflik yang bersifat komunal/sosial psikologis/horisontal. Pembedaan sifat konflik ini dapat saja dilakukan namun sumber konfliknya tetap saja mengarah kepada pola konflik yang akan dijelaskan di bawah ini : a) Konflik Struktural Konflik ini terjadi ketika ada ketimpangan dalam melakukan akses dan kontrol terhadap sumber daya (tanah, Tambang, Hutan). Pihak yang berkuasa dan memiliki wewenang formal untuk menetapkan kebijakan umum, biasanya lebih memiliki peluang untuk menguasai akses dan melakukan kontrol sepihak terhadap pihak yang lain. Di sisi lain persoalan geografis dan faktor sejarah/waktu seringkali dijadikan alasan untuk memusatkan kekuasaan serta pengambilan keputusan yang hanya menguntungkan pada satu pihak tertentu/pihak dominan/Pemerintah pusat. Kebijakan yang tidak adil serta penggunaan operasi militer dalam rangka mengamankan kebijakan pemerintah pusat. Salah satu kata kunci untuk memahami konflik ini adalah adanya ketimpangan yang diakibatkan oleh penguasa dan pemilik akses terhadap sumber daya. b) Konflik Kepentingan Disebabkan oleh persaingan kepentingan yang dirasakan atau yang secara nyata memang tidak bersesuaian. Konflik kepentingan terjadi ketika satu pihak atau lebih, meyakini bahwa untuk memuaskan kebutuhannya, pihak lain yang harus berkorban, dan biasanya yang menjadi korban adalah pihak masyarakat kebanyakan. Ciri lain dari konflik kepentingan adalah terjadinya persaingan yang manipulatif atau tidak sehat antar kedua belah pihak. Konflik yang berdasarkan kepentingan ini bisa terjadi karena masalah yang mendasar (ekonomi, politik kekuasaan), masalah tata cara atau masalah psikologis. c) Konflik Hubungan Psikologis Dalam kehidupan bermasyarakat senantiasa ada interaksi sosial antar pribadi, antara kelompok, dan antar bangsa. Namun dalam berinteraksi ada
48
Peace Through Development-BAPPENAS
LAMPIRAN 1 - Memahami Konflik
lampiran
kecenderungan untuk mengambil jalan pintas dalam mempersepsikan seseorang. Bias persepsi ini disebut stereotip yang merupakan cikal bakal dari munculnya prasangka, berlanjut pada dilakukannya diskriminasi yang berakhir pada terjadinya tindakan kekerasan. Prasangka adalah sifat yang negatif terhadap kelompok atau individu tertentu semata-mata karena keanggotaannya dalam kelompok tertentu. Prasangka muncul karena adanya bias persepsi (stereotype), yang memunculkan penilaian yang tidak berdasar dan mengambil sikap sebelum menilai dengan cermat. Akibatnya, ada penyimpangan pandangan dari kenyataan yang sesungguhnya serta ada pula generalisasi. Kecenderungan generalisasi (memukul rata) tersebut akan memberi dampak negatif jika sasarannya adalah kelompok minoritas dalam arti, jumlah maupun status. Prasangka kemudian dikonkritkan dalam perilaku dan atau tindakan diskriminasi. d) Konflik Nilai Disebabkan oleh sistem-sistem kepercayaan yang tidak bersesuaian, entah itu dirasakan atau memang ada. Nilai adalah kepercayaan yang dipakai orang untuk memberi arti pada kehidupannya. Nilai menjelaskan mana yang baik dan buruk, benar atau salah, adil atau tidak. Perbedaan nilai tidak harus menyebabkan konflik. Manusia dapat hidup berdampingan dengan harmonis dengan sedikit perbedaan sistem nilai. Konflik nilai muncul ketika orang berusaha untuk memaksakan suatu sistem nilai kepada yang lain, atau mengklaim suatu sistem nilai yang eksklusif dimana di dalamnya tidak dimungkinkan adanya perbedaan kepercayaan. e) Konflik Data Terjadi ketika orang kekurangan informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang bijaksana, mendapat informasi yang salah, tidak sepakat mengenai apa saja data yang relevan, menterjemahkan informasi dengan cara yang berbeda, atau memakai tata cara pengkajian yang berbeda. Beberapa Konflik Data mungkin tidak perlu terjadi karena hal itu disebabkan kurangnya komunikasi diantara orang-orang yang berkonflik. Konflik Data lainya bisa jadi karena memang disebabkan informasi dan/atau tatacara yang dipakai oleh orang-orang untuk mengumpulkan datanya tidak sama.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
49
LAMPIRAN 1 - Memahami Konflik
lampiran
Gambar 10. Konflik Data
KONFLIK KEPENTINGAN
KONFLIK HUBUNGAN SOSIAL, PSIKOLOGIS Steorotip, prasangka, stigmatisasi.
KONFLIK STRUKTURAL
Pemuasan kebutuhan dan cara memenuhinya mengorbankan orang lain, persaingan tidak sehat (politik, sosial, budaya)
Ketimpangan dalam akses dan kontrol sumber daya, kebijakan yang tidak adil, kesewenang-wenangan dalam mengambil keputusan. KONFLIK DATA Kurang informasi, perbedaan pandangan, salah komunikasi, perbedaan interpretasi.
KONFLIK NILAI-NILAI ADAT Perbedaan adat, nilai ideologis, implementasi nilai agama.
3. Ragam Konflik Selain sumber-sumber konflik, perlu juga kita mengetahui tentang ragam konflik. Ragam konflik ini dapat meliputi wujud konflik, kategori konflik, dan level konflik. 1. Wujud Konflik Konflik dapat berwujud tertutup (latent), mencuat (emerging) dan terbuka (manifest). Konflik tertutup dicirikan dengan adanya tekanantekanan yang tidak nampak yang tidak sepenuhnya berkembang dan belum terangkat ke puncak konflik. Sering kali satu atau dua pihak boleh jadi belum menyadari adanya konflik bahkan yang paling potensialpun. Konflik mencuat adalah perselisihan dimana pihak-pihak yang berselisih teridentifikasi. Mereka mengakui adanya perselisihan, kebanyakan permasalahannya jelas, tetapi proses negosiasi dan penyelesaian masalahnya belum berkembang. Di sisi lain, konflik terbuka adalah konflik dimana pihak-pihak yang berlisih secara aktif terlibat dalam perselisihan yang terjadi, mungkin sudah mulai untuk negosiasi, dan mungkin juga mencapai jalan buntu.
50
Peace Through Development-BAPPENAS
LAMPIRAN 1 - Memahami Konflik
2. Kategori konflik lampiran
Dalam perkembangan studi perdamaian ada beberapa kategori konflik. Kategori berdasarkan isu dikenal ada berbagai seperti konflik Sumber daya alam, konflik agama, konflik etnis, konflik perburuhan, dan masih banyak lagi. Sedangkan kategori konflik berdasarkan pihak yang berkonflik, biasanya konflik dikatergorikan sebagai konflik horisontal dan konflik vertikal. Konflik horisontal meliputi, konflik antar komunitas, konflik antar kelompok etnis/agama, konflik antar kelompok politik. Sedangkan konflik vertikal dikenal adanya konflik separatisme. 3. Level konflik Pada level manakah konflik dapat muncul? Jawabannya: hampir di semua level, konflik dapat muncul. Mulai dari level yang terkecil yaitu di dalam individu dan interpersonal hingga ke level yang lebih luas seperti komunitas, masyarakat, nasional, internasional dan global. Dalam semua level tersebut, kita akan menjumpai berbagai jenis konflik muncul. Beberapa kategori konflik sering dipakai. Konflik sering dikategorikan secara sektoral misalnya konflik di sektor ekonomi, lingkungan, sosialkultural, politik atau keamanan.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
51
LAMPIRAN 1 - Memahami Konflik
B. Siklus Resolusi Konflik lampiran
Dalam perkembangan studi perdamaian, ternyata konflik juga memiliki daur hidup. Daur hidup ini sering kali kita sebut sebagai siklus. Sedangkan resolusi konflik menyangkut upaya penyelesaian konflik dan pencegahannya. Jadi, siklus resolusi konflik merupakan sebuah tahapan ditujukan guna menyelesaikan konflik. Siklus resolusi konflik akan mengikuti daur hidup konflik. Mengapa kita harus mengetahui siklus resolusi konflik? Tujuan kita memahami siklus resolusi konflik adalah untuk mengetahui sampai tahapan mana konflik tersebut dan mencari solusi yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Siklus resolusi konflik ini bermula dari konflik, upaya penghentian kekerasan (peace keeping), upaya negosiasi dan perjanjian damai (peace making), upaya pembangunan perdamaian (peace building), dan upaya pencegahan konflik (conflict prevention). Ketika konflik tengah terjadi, maka upaya awal yang harus kita lakukan adalah menghentikan kekerasan yang ada. Upaya ini yang kita sebut sebagai upaya penghentian kekerasan (peace keeping). Pada fase ini, semua sistem sosial, ekonomi, politik, dan lain-lain tidak berjalan normal. Pada kondisi ini biasanya langkah yang ditempuh adalah menerjunkan aparat keamanan, pengerahan pasukan keamanan, dan lain-lain. Tujuan dari penghentian kekerasan adalah untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak lagi dan mencoba untuk melakukan upaya-upaya perdamaian. Setelah kekerasan dapat ditekan, maka tahap selanjutnya adalah upaya perjanjian damai (peace making). Pada fase ini, upaya perdamaian dilakukan dengan melakukan negosiasi, mediasi untuk mencapai kata sepakat tentang keinginan berdamai. Untuk itu, hasil dari tahapan ini adalah berupa kesepakatan-kesepakatan antar pihak yang berkonflik. Tahap selanjutnya adalah upaya pembangunan perdamaian (peace building). Pada tahap ini, biasanya sistem sosial, hukum, politik, keamanan berangsurangsur pulih kembali. Dimulainya proses penegakan hukum bagi para pelaku konflik, upaya pengungkapan kebenaran, berfungsinya lembaga pemerintah, birokrasi, penanganan terhadap korban konflik, pengungsi dan reintegrasi kelompok yang berkonflik, dan lain-lain. Tahap terakhir yang biasanya kita sebut sebagai tahap pencegahan konflik (conflict prevention). Pada fase ini, segala upaya yang dilakukan berkaitan dengan pencegahan konflik, seperti penguatan kelompok-kelompok rentan, melakukan deteksi konflik, melakukan warning dan respon, mengusulkan payung hukum terhadap konflik dan lain-lain, yang ditujukan untuk mencegah berulangnya konflik (conflict relapse).
52
Peace Through Development-BAPPENAS
LAMPIRAN 2 - Mengenal CEWERS (Conflict Early Warning And Early Response System)
lampiran
Lampiran II
Mengenal CEWERS (Conflict Early Warning And Early Response System) A. Apa itu CEWERS ?
C
EWERS (Conflict Early Warning and Early Response System) atau sistem peringatan dan tanggap dini konflik adalah serangkaian kegiatan yang berorientasi pada pencegahan konflik. CEWERS merupakan perkembangan lanjut dari konsep yang biasa disebut dengan EWS (Early Warning System). Early Warning System atau sistem peringatan dini, juga lazim digunakan dalam serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan dampak kerusakan yang diakibatkan bencana alam. EWS merupakan paradigma baru yang berkembang pada tahun 1980-an. Muncul dan berkembangnya paradigma ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan adanya sebuah cara untuk mencegah terjadinya konflik. Pada awal kemunculannya, Early Warning System ini dikembangkan untuk melakukan deteksi dini di negaranegara Afrika Selatan, Rwanda, dan lain-lain. Akan tetapi, kemudian menjadi wacana internasional setelah Sekretaris Jenderal PBB, yang pada saat itu Boutros Ghali, pada tahun 1992 yang mengatakan; “The cohession of State is threatened by brutal ethnic, religious, social, cultural or linguistic strife...action to prevent disputes from arising between parties, to prevent existing disputes from escalating into conflicts and to limit the spread of the latter when they occur”. 5 Jelas sekali dalam kalimatnya bahwa diperlukan sebuah aksi untuk mencegah perselisihan yang terjadi di berbagai pihak, mencegah meningkatnya eskalasi perselisihan dan membatasi penyebaran terjadinya perselisihan. Pada saat itu PBB, mengembangkan bentuk Early Warning System 5 Alker R. Hayward, Ted Robert Gurr, Kumar Rupesinghe. Journeys Through Conflict: Narratives and Lessons. New York: Rowan & Littlefield Publisher, Inc.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
53
LAMPIRAN 2 - Mengenal CEWERS (Conflict Early Warning And Early Response System)
lampiran
yang disebut sebagai “An Agenda for Peace” dengan membangun cara diplomasi yang berperspektif pencegahan konflik dan manajemen konflik.6 Konsep tersebut kemudian dikembangkan lagi dengan melibatkan para pekerja kemanusiaan, para akademisi, dan lembaga PBB yang kemudian membentuk sebuah proyek yang disebut sebagai CEWS Research Project pada tahun 1993. Perbedaan CEWERS dan EWS terletak pada orientasinya. Jika EWS berorientasi pada peringatan dini, maka CEWERS tidak semata berorientasi pada peringatan, melainkan juga secara menyeluruh pada aspek tanggap dini. Dengan kata lain, CEWERS memadukan aktivitas peringatan sekaligus upaya-upaya pengorganisasian respon terhadap potensi-potensi konflik yang berkembang. Definisi CEWERS sangat beragam. FEWER (Forum on Early Warning and Early Response) misalnya, mendefinisikannya sebagai “the systematic collection and analysis of information coming from areas of crises for the purpose of (a) anticipating the escalation of violent conflict; (b) the development of strategic responses to these crises; and (c) the presentation of options to critical aktors for the purposes of decision-making.” Oleh karena itu, tahapan CEWERS antara lain: Pertama, mengidentifikasi dan menilai indikator-indikator konflik yang paling menonjol. Kedua, menilai kemungkinan kecenderungan dan skenario konflik. Ketiga, mengidentifikasi strategi dan kesempatan bagi perdamaian. Keempat, menyumbangkan analisis situasional yang berimbang, yang didasarkan pada interaksi antar berbagai faktor konflik dan perdamaian. Serta Kelima, menerjemahkan kesimpulan tersebut menjadi pilihan-pilihan tanggapan dan strategi tindakan untuk aktor lokal, regional dan internasional.7 Sementara itu, WANEP (West Africa Network for Peacebuilding) mendefinisikannya sebagai “the collection and analysis of information about potential and/or actual conflict situations, and the provision of policy options to influential aktors at the national, regional and international levels that may promote sustainable peace.”
6 Ibid. 7 FEWER, Mission Statement, Forum on Early Warning and Early Response, February 19, 1997 (York: FEWER, 1997) serta FEWER, Conflict and Peace Analysis and Response Manual, 2nd edition, (London: FEWER Secretariat, Juli 1999).
54
Peace Through Development-BAPPENAS
LAMPIRAN 2 - Mengenal CEWERS (Conflict Early Warning And Early Response System)
lampiran
Menurut WANEP, tujuan lain dari CEWERS adalah: Pertama, memobilisasikan sumber daya dan membangun kapasitas aktor lokal. Kedua, melakukan pendekatan terhadap aktor negara, agar bisa membangun tanggapan yang konstruktif. Serta Ketiga, menjamin adanya komitmen aktor lokal dalam setiap tahap-tahap siklus konflik. 8 Ditinjau dari sisi pelaku, CEWERS bisa dilakukan oleh jaringan Civil Society Organization (CSO) atau Non Governmental Organization (NGO), lembaga thinkthank, maupun pemerintah. Sementara itu, dipandang dari segi metodologis, CEWERS bisa dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif maupun dengan metode kualitatif. Sebagai misal, dalam bentuk narasi risk-assessment atau tren konflik. Hasil laporan CEWERS dapat bervariasi, tergantung pada sumber data, pelaku, dan metodologi yang digunakan untuk melakukan analisis tren. Dilihat dari sisi sumber data, laporan CEWERS yang diperoleh melalui jaringan, seperti societal network akan berbeda dibandingkan dengan yang menggunakan data publik, seperti yang dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), atau data dari internet.
B. Mengapa CEWERS Penting? Adalah fakta yang tak terbantahkan ditinjau dari sudut manapun bahwa mencegah konflik lebih baik daripada memadamkan konflik. Konflik yang termanifestasikan dalam bentuk kekerasan selalu menuai lebih banyak kerusakan ketimbang manfaat. CEWERS ditujukan secara komprehensif untuk menganalisis, mengorganisasikan secara baik berbagai faktor yang memungkinkan terjadinya konflik yang berdampak negatif, melalui penataan kembali berbagai komponen faktor yang cenderung menambah bobot bagi terjadinya eskalasi konflik.
C. Model-model CEWERS yang berkembang di Dunia dan Sejarah CEWERS di Indonesia Dalam perkembangannya, beberapa negara telah mengembangkan Early Warning System seperti Bulgaria, Negara Balkan, Philipina, Kyrgyzstan, Sri Lanka, Afrika Selatan, dan lain-lain. Bentuk-bentuk Early Warning System di beberapa negara tersebut disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. (lihat Box). 8 WANEP, Preventive Peace Building In West Africa: West Africa Early Warning And Response Network Training Module, (Accra-Ghana: WANEP Secretariat, 2000)
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
55
LAMPIRAN 2 - Mengenal CEWERS (Conflict Early Warning And Early Response System)
lampiran
Di Indonesia sendiri, perkembangan Early Warning System mulai muncul dan berkembang setelah terjadinya beberapa konflik besar seperti, konflik Maluku, Konflik Kalimantan Barat, konflik Poso, Konflik Aceh, konflik Papua dan lain-lain. Bentuk-bentuk EWS yang dikembangkan sangat beragam. Salah satu cara untuk melakukan early warning ini adalah dengan melakukan penelitian tentang indikator-indikator yang dapat menaikkan skala ekskalasi konflik. Mohammad Zulfan Tadjoedin bersama UNSFIR9 juga telah melakukan apa yang disebut sebagai early warning system. Dengan menggunakan basis data media dan diperkaya dengan penelitian oleh para ahli, UNSFIR telah menginspirasi banyak pihak untuk segera bertindak melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan konflik. Bentuk early warning yang lain adalah yang dilakukan oleh World Bank dalam melakukan monitoring terhadap situasi keamanan di Nanggroe Aceh Darussalam setelah disepakatinya MoU Helsinski pada tanggal 15 Agustus 2005. Monitoring yang dilakukan World Bank ini dilakukan secara berkala yaitu setiap satu bulan dengan mengambil basis data dari media massa yang beredar di NAD. Hasilnya, sangat menginspirasi berbagai pihak untuk mulai bertindak meningkatkan keamanan di NAD guna menjaga kesepakatan damai yang telah dibuat. International Crisis Groups juga melakukan sebuah cara yang bisa disebut sebagai sebuah early warning yaitu dengan melakukan penelitian terhadap satu isu tertentu di satu kabupaten. Hasil penelitian International Crisis Group yang menjadi referensi utama dalam hal konflik dan untuk bertindak dalam melakukan kerja-kerja perdamaian. Beberapa contoh di atas adalah salah satu bentuk early warning yang telah dilakukan oleh beberapa lembaga, akan tetapi tanggap dini masih belum terlihat secara langsung. Dengan adanya early warning itu sendiri masih dirasa belum cukup untuk mencegah terjadinya konflik. Perubahan situasi konflik yang sangat cepat, membutuhkan sebuah warning dan respon yang sangat cepat pula untuk memotong eskalasi konflik. Untuk itu, dikembangkan sebuah cara yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Institut Titian Perdamaian selama ini telah mengembangkan paradigma conflict early warning dan early response system dengan basis jaringan komunitas. Program ini telah berjalan selama bertahun-tahun dengan mengambil situs untuk pengembangan yaitu di NAD, Kalimantan Barat, Maluku, dan Sulawesi Tengah. 9 Op. Cit. Moh. Zulfan Tadjoedin, dkk.
56
Peace Through Development-BAPPENAS
LAMPIRAN 2 - Mengenal CEWERS (Conflict Early Warning And Early Response System)
lampiran
Kesadaran akan pentingnya CEWERS terutama didorong oleh sebuah peristiwa penting di Ambon yaitu ulang tahun RMS pada tanggal 25 April 2004. Pada saat itu, beberapa pegiat Institut Titian Perdamaian sedang berada di Ambon, menyaksikan dengan mata kepala sendiri berbagai peristiwa yang mengindikasikan adanya pengkondisian untuk meletusnya kembali konflik dengan kekerasan. Namun, ketika itu tampak sekali tidak ada respon memadai untuk meredam situasi oleh berbagai pemangku kepentingan meski gejala peningkatan eskalasi dapat dengan mudah dilihat. Sejak saat itu, bersama dengan berbagai lembaga, Institut Titian Perdamaian mulai mengembangkan CEWERS berbasis jaringan komunitas. Pengembangan CEWERS tersebut didasarkan pada basis jaringan komunitas, dikarenakan beberapa pertimbangan, yaitu: 1. Dari segi sasaran, pelaku dan korban konflik selama ini adalah masyarakat secara luas, sehingga diharapkan muncul kesadaran akan pentingnya perdamaian dan merubah pandangan mereka dari Conflict Builder menjadi Peace Builder. 2. Melihat dari kebutuhan selama ini, sistem yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien jika menggunakan sistem berjejaring. 3. Dengan basis jaringan komunitas, maka CEWERS ini menempatkan jaringan komunitas sebagai sasaran dari CEWERS tersebut. Secara bertahap, setelah kesadaran akan kebutuhan pencegahan konflik masyarakat meningkat, maka CEWERS tersebut akan didorong menjadi sebuah program Pemerintah Kabupaten di tingkat lokal.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
57
LAMPIRAN 2 - Mengenal CEWERS (Conflict Early Warning And Early Response System)
D. Titian Perdamaian Framework lampiran
Kerangka kerja (framework) Titian Perdamaian ini merupakan sebuah kerangka besar dalam melakukan Early Warning dan Early Response System. Melalui kerangka ini dapat dilihat komponen konflik secara menyeluruh. Komponen tersebut antara lain adanya Tingkat eskalasi, adanya faktor penyebab konflik dan adanya aktor yang terlibat dalam konflik. Tingkat eskalasi suatu konflik akan memberikan kontribusi bagi konflik dan perdamaian. Jika eskalasi meningkat, maka akan memberikan pengaruh pada terjadinya kondisi konflik (conflict building). Begitu juga sebaliknya, jika eskalasi telah dapat dideteksi dan dikendalikan (de-ekskalasi), maka kondisi perdamaian (peace building) akan dapat dicapai.
Gambar 11. Titian Perdamaian Framework
Akan tetapi, tingkat eskalasi tidak secara serta merta menjadikan konflik merebak atau selesai. Diperlukan komponen faktor dan aktor yang merupakan komponen penting dalam konflik. Keberadaan konflik pasti tidak terlepas dari adanya faktor penyebab dan aktor yang mempersepsikan secara abnormal faktor yang ada. Tingkat eskalasi konflik akan berubah (naik atau turun) dikarenakan persepsi dari aktor terhadap faktor-faktor yang ada. Untuk itu diperlukan upaya untuk monitoring tingkat eskalasi dan melakukan analisis yang tepat tentang faktor penyebab konflik serta melakukan pengorganisiran terhadap aktor. Dengan kata lain, kerangka kerja ini berfokus pada area analisis dan pengorganisasian. Analisis komponen faktor dan aktor memberikan bobot kuat pada bentuk peringatan dini, sekaligus menjadi alas utama pengorganisasian dalam kerangka respon atau tanggap dini.
58
Peace Through Development-BAPPENAS
LAMPIRAN 2 - Mengenal CEWERS (Conflict Early Warning And Early Response System)
lampiran
Dalam area analisis faktor, yang dimaksud dengan faktor struktural adalah kondisi-kondisi struktural atau relasi kekuasaan dalam arena ekonomi, politik, dan sosial-budaya yang melatarbelakangi terjadinya konflik. Faktor ini dapat meliputi eksklusi sosial dan politik secara sistematis, eksploitasi dan kesenjangan ekonomi, serta marginalisasi budaya, dan atau hilangnya “ruang hidup”masyarakat serta kehancuran ekologis yang dijadikan sandaran hidup masyarakat setempat. Sementara, faktor akselerator merupakan sesuatu yang dianggap dapat meningkatkan level situasi umum yang dapat mengandung kekerasan. Akselerator biasa dipahami sebagai “peristiwa-peristiwa yang tidak berhubungan secara langsung dengan indikator penyebab konflik, tetapi dapat meningkatkan secara cepat ekskalasi dan de-eskalasi konflik. Sementara faktor pemicu (trigger) adalah kejadian tiba-tiba yang memicu meletusnya konflik. Dalam area pengorganisiran aktor, yang dimaksud dengan Securitizing Aktor adalah aktor utama yang bisa mempengaruhi kelompok untuk melakukan tindakan darurat guna merespon ancaman keamanan eksistensial. Sementara, Vulnerable Groups (kelompok rentan) adalah mereka yang dianggap oleh Securitizing Aktor sebagai rentan terhadap ancaman keamanan eksistensial. Sedangkan Functional Aktor adalah aktor yang memengaruhi hubungan antara Securitizing Aktor dengan kelompok rentan.
PANDUAN INSTITUSIONALISASI SISTEM PERINGATAN DAN TANGGAP DINI KONFLIK DI INDONESIA
59
LAMPIRAN 2 - Mengenal CEWERS (Conflict Early Warning And Early Response System)
lampiran
Box 2. Model CEWERS di Sri Lanka
S
ri Lanka memiliki keragaman agama, budaya dan etnis yang luar biasa, terdapat sekitar 636,739 orang Tamil, 454,526 Muslim, 322,542 Sinhala and 5,765 kelompok etnik lain yang hidup di wilayah ini. Keragaman ini, sayangnya, juga dibarengi dengan kekerasan antar etnik dan umat beragama, utamanya dipicu masalah perebutan akses sumberdaya alam, tanah, serta persaingan dan pembunuhan politik. Berbagai kejadian itu kemudian mendorong lahirnya Persetujuan Gencatan Senjata (2002) ketika eskalasi konflik kekerasan semakin meninggi. Tetapi, tanda-tanda konflik terlihat belum akan usai. Berdasar hal itu, sejumlah pemerhati konflik, aktivis perdamaian, dan hak asasi manusia meluncurkan suatu suatu survei untuk mengidentifikasi ancaman keamanan di Provinsi Timur Sri Lanka itu. Tujuan dari survei ini adalah untuk meningkatkan keamanan dan sekaligus sebagai suatu mekanisme untuk mengidentifikasi konflik dan melakukan respon secara dini di level masyarakat akar rumput. Sejumlah aktivis pembangunan perdamaian di Sri Lanka lalu menyusun model sistem peringatan dan tanggap dini konflik yang berbasis masyarakat. Model ini memiliki sejumlah alat dan teknik seperti format standar untuk koleksi data, pangkalan data (data base) untuk informasi dan teknik analisis. Seluruh data tersebut kemudian diinkorporasikan ke dalam Pusat Data dan Informasi yang akan menggabungkan, menganalisa dan menyampaikan peringatan dini. Proses monitoringnya berbasis di wilayah konflik dengan membuat indikator konflik dan pembangunan yang dilaporkan setiap hari. Model ini juga termasuk sistem tanggap dini yang meliputi koordinasi dengan Pusat Data dan Informasi dalam melaksanakan respond dini melalui jaringan lokal system tanggap dini. Diseminasi informasi dilakukan melalui suatu program advokasi yang meliputi penerbitan laporan secara harian, bulaanan dan tahunan, serta mengadakan diskusi dengan pihak-pihak yang terkait. Terdapat juga suatu kelompok penasehat ahli yang memastikan perkembangan dan inovasi dalam system ini terus berlanjut. Dengan menggunakan system peringatan dan tanggap dini, para aktivis perdamaian ini berhasil mengintervensi 180 kasus yang berpotensi menyebabkan kekekrasan komunal terjadi di sana. Sumber: http://www.ml4d.org/kb/DNs/sri-lanka-ews
60
Peace Through Development-BAPPENAS