Prosiding Seminar Nasional Moluska 2 “Moluska: Peluang Bisnis dan Konservasi” Bogor, 11-12 Februari 2009
CEPHALOPODA BERCANGKANG DI INDONESIA Nova Mujiono1 1
Bidang Zoologi,Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Gedung Widyasatwaloka, Cibinong Science Center. Jl. Raya Jakarta-Bogor Km.46,Cibinong 16911. Telp. 021-8765056. email :
[email protected] ABSTRACT Cephalopods (Mollusca) commonly do not bear shell as their relatives Gastropoda, Bivalvia and Polyplacophora. In order to protect their body, Cephalopods develop their ability to move fastly and to change their body coloration to mimic their surrounding environment. However, there are some shell bearing Cephalopods with different structures and functions compare with their relatives. There are 6 species of shelled Cephalopoda around Indonesian water Nautilus pompilius, N. stenomphalus, Spirula spirula, Argonauta argo, A. hians and A. bottgeri. This paper will deal with taxonomy and biology aspects of each species. Key words:
PENDAHULUAN Kelas Cephalopoda termasuk dalam filum Moluska, yaitu kelompok hewanhewan lunak yang tidak bertulang belakang. Tidak seperti kebanyakan anggota Moluska lain yang tubuhnya dilindungi oleh cangkang eksternal (Gastropoda, Bivalvia, Polyplacophora), kebanyakan anggota Cephalopoda tidak memiliki cangkang untuk melindungi tubuhnya. Sebagai gantinya mereka mengembangkan kemampuan bergerak yang cepat serta pengaturan pigmen tubuh agar menyerupai lingkungannya. Cephalopoda dibagi dalam dua sub kelas yaitu Tetrabranchiata/Nautiloidea yang hanya beranggotakan Nautilida yaitu mereka yang mempunyai cangkang eksternal, serta Dibranchiata/Coleoidea yang beranggotakan Spirulida, Teuthida, Sepiida, Sepiolida, Octopoda dan Vampyromorphida yaitu mereka yang bercangkang internal, vestigial ataupun absent (Dauphin, 1996). Dari sekian banyak Cephalopoda yang hidup sekarang ini, ada beberapa jenis yang memiliki cangkang. Bentuk, fungsi dan strukturnya bermacam-macam. Menurut evolusinya, mereka tergolong dalam kelompok Cephalopoda primitif. Hal ini berdasarkan persamaan bentuk morfologinya dengan fosil jenis-jenis Amonite Cephalopoda yang telah punah, yaitu adanya struktur cangkang (Warnke & Keupp, 2005). Beberapa jenis Cephalopoda bercangkang yang masih hidup saat ini antara lain suku Argonautidae (Argonauta argo, A. bottgeri, A. hians, A. nodosa, A. nouryi, A. pasifica), suku Nautilidae (Nautilus pompilius, N. belauensis, N. macromphalus, N. stenomphalus, Allonautilus scorbiculatus, A. perforatus) dan suku Spirulidae (Spirula spirula). Dari ke-13 jenis tersebut diperkirakan sebanyak 9 jenis terdapat di perairan sekitar Indonesia yaitu Argonauta argo, A. bottgeri, A. hians, A. nodosa, A. nouryi, Nautilus pompilius, N. stenomphalus, A. perforatus dan Spirula spirula (Saunders, 1981; Jereb dalam Jereb & Roper, 2005; Reid dalam Jereb & Roper, 2005; Lukeneder et al, 2008;
III-14
Prosiding Seminar Nasional Moluska 2 “Moluska: Peluang Bisnis dan Konservasi” Bogor, 11-12 Februari 2009
http://en.wikipedia.org/wiki/Argonauta). Dalam paper ini akan dibahas mengenai jenis-jenis Cephalopoda bercangkang dari perairan Indonesia, mencakup kajian taksonomi dan biologinya. BAHAN DAN METODE Dalam studi ini mempergunakan koleksi spesimen Cephalopoda koleksi Museum Zoologi Bogor (MZB). Cangkang dari tiap jenis di foto dan juga dilakukan pengukuran (morfometrik) terhadap beberapa karakter cangkang. Ukuran yang dicantumkan disini diperoleh dari spesimen dengan ukuran cangkang paling besar. Pengukuran dilakukan dengan menggunkan jangka sorong ”Mitutoyo” No 505-633 dan 505-634 dengan tingkat akurasi 0,05 mm. Beberapa karakter morfologi yang diukur antara lain panjang cangkang (PC), lebar cangkang (LC), lebar aperture (LA) dan jarak antar umbilikus (JAU). Diagram cara pengukuran dapat dilihat pada gambar.1.
Gambar.1. Cara pengukuran morfologi cangkang. Ket : PC = panjang cangkang, LC = lebar cangkang, LA = lebar aperture, JAU = jarak antar umbilikus. Cangkang Nautilus tidak ditampilkan disini karena dianggap telah terwakili oleh Argonauta.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebanyak 6 jenis (66%) dari 9 jenis yang diperkirakan terdapat di perairan Indonesia telah ada dalam koleksi MZB, yaitu Nautilus pompilius, N. stenomphalus, Spirula spirula Argonauta argo, A. hians dan A. bottgeri. Jenisjenis yang belum terkoleksi yaitu Argonauta nodosa, A. nouryi dan Allonautilus perforatus. Dalam pembahasan berikut akan diterangkan bagaimana mengidentifikasi ke-6 jenis tersebut berdasarkan karakter morfologi cangkangnya. NAUTILIDAE Blainville, 1825 Nautilidae merupakan satu-satunya anggota Nautiloidea yang masih hidup. Suku ini terdiri dari dua marga yaitu Nautilus dan Allonautilus dengan Nautilus pompilius sebagai type species (jenis yang pertama di deskripsi dari marga ini) (Saunders, 1981; National Museum of Natural History, 2001). Nautilidae memiliki ciri-ciri lengan tanpa batil isap mencapai 47 pasang, mata sederhana tanpa lensa, tidak mempunyai kromatofor dan kantung tinta, organ kelamin jantan berupa 4 buah tentakel yang termodifikasi menjadi organ reproduksi yang disebut spadix, memiliki cangkang eksternal hasil sekresi organ mantel. Biasanya cangkang jantan lebih besar dari betina (Jereb dalam Jereb & Roper, 2005). Petunjuk identifikasi jenis berdasarkan morfologi cangkangnya menurut
III-15
Prosiding Seminar Nasional Moluska 2 “Moluska: Peluang Bisnis dan Konservasi” Bogor, 11-12 Februari 2009
Saunders, 1981; Dunning dalam Carpenter & Niem, 1998 dan Jereb dalam Jereb & Roper, 2005 adalah sebagai berikut : 1. Umbilikus kecil atau sedang, sekitar 5-16% dari diameter cangkang, potongan melintang cangkang berbentuk oval.................................................................................Nautilus (3) 2. Umbilikus lebih besar, sekitar 20% dari diameter cangkang, potongan melintang cangkang berbentuk menyerupai persegi-4 .................................................(Allonautilus) 3. Umbilikus tertutup deposit kalsium, pola garis berwarna merah kecoklatan muncul mulai dari daerah umbilikus............................................................... Nautilus pompilius 4. Umbilikus kecil tanpa deposit kalsium, pola garis berwarna merah kecoklatan muncul beberapa cm dari daerah umbilikus..............................................Nautilus stenomphalus Nautilus pompilius Linnaeus, 1758 (Gambar.2). Spesimen yang diteliti : MZB.Cep.19 – 1ex, MZB.Cep.20 Manado1ex, MZB.Cep.64 Djoemiang 6ex, MZB.Cep.65 Banda Neira 3ex, MZB.Cep.66 Madura 3ex, MZB.Cep.67 Sulawesi 4ex, MZB.Cep.68 P. Buru 2ex, MZB.Cep.71 Panaitan 2ex, MZB.Cep.72 Obi-Maluku 2ex, MZB.Cep.73 P.Buru 2 ex, MZB.Cep.78 Manado 1ex, MZB.Cep.96 Larantuka-Flores 2ex, MZB.Cep.97 P. Komodo 1ex, MZB.Cep.98 Endeh-Flores 1ex, MZB.Cep.099 – 11ex. Nautilus pompilius dapat dijumpai di perairan Indo-Pasifik Barat, Kepulauan Andaman, Philippina, Jepang, New Guinea ke Fiji. Panjang cangkang dari populasi asal Australia dapat mencapai 222 mm (Saunders, 1981; Jereb dalam Jereb & Roper, 2005). Spesimen koleksi MZB (MZB.Cep.99 tanpa diketahui asalnya) memiliki karakter PC : 212,2 mm, LC : 161,7 mm, LA : 102,95 mm dan JAU : 41,7 mm. Dengan ukuran tersebut, diperkirakan baru mencapai 95% dari ukuran cangkang populasi dari Australia. Pola garis-garis warna coklat kemerahan muncul dari dekat umbilikus sampai ke bagian ventral cangkang namun tidak mencapai bagian aperture. Bagian cangkang yang tanpa dihiasi garis tersebut dapat pula sebagai penanda batas dari sekat terakhir yang terbentuk (Saunders, 1981). Karakter ini juga ditunjukkan pada spesimen tersebut.
Gambar.2. Cangkang Nautilus pompilius Linnaeus, 1758. (MZB.Cep.99 tanpa diketahui asalnya). Skala : 50 mm.
Nautilus stenomphalus Sowerby, 1849 (Gambar.3). Spesimen yang diteliti : MZB.Cep.69 Djoemiang 3ex, MZB.Cep.70 Panaitan 3ex. Nautilus stenomphalus penyebarannya mencakup perairan sekitar Great Barrier Reef dan Queensland Utara, Australia. (Saunders, 1981; Jereb dalam Jereb & Roper, 2005). Panjang cangkang dari populasi asal Queensland Utara, Australia dapat mencapai 144 mm (Saunders, 1981). Spesimen koleksi MZB (MZB.Cep.69 dari Djoemiang) memiliki karakter PC : 75,05 mm, LC : 55,1 mm,
III-16
Prosiding Seminar Nasional Moluska 2 “Moluska: Peluang Bisnis dan Konservasi” Bogor, 11-12 Februari 2009
LA : 37,3 mm dan JAU : 17,85 mm. Dengan ukuran tersebut, diperkirakan baru mencapai 52% dari ukuran cangkang populasi dari Australia. Tidak seperti petunjuk identifikasi diatas, pola garis-garis warna coklat kemerahan muncul dari dekat umbilikus sampai ke bagian ventral cangkang dan mencapai bagian aperture. Banyak terdapat bercak-bercak putih yang merupakan deposit kalsium pada permukaan cangkang termasuk di sekitar daerah umbilikus sehingga nampak berwarna keputihan. Gambar. 3. Cangkang Nautilus stenompha-lus Sowerby, 1849. (MZB.Cep.69 dari Djoemiang). Skala : 50 mm.
Cangkang Nautilus berbentuk planispiral tertutup dengan penampang melintang berbentuk memipih, terdapat ruang berongga dan bersekat-sekat didalamnya, antara sekat-sekat tersebut dihubungkan oleh lubang kecil pada bagian tengahnya yang disebut siphuncle. Rongga terluar adalah yang terbesar dan menjadi tempat dimana tubuh hewan tersebut berada (Jereb dalam Jereb & Roper, 2005). Cangkang ini merupakan hasil sekresi dari kelenjar mantel. Cangkang Nautilus mirip dengan cangkang Gastropoda dan Bivalvia karena tersusun dari Aragonite (CaCO3) (Castillo, 2006). Cangkangnya terdiri atas tiga lapisan yaitu spherulitic-prismatic, nacreous dan semi-prismatic (Meenakshi et al, 1974). Pada saat baru menetas, telah terdapat 7 rongga pada cangkang Nautilus. Seiring dengan pertumbuhannya, maka diperlukan rongga-rongga baru dengan ukuran lebih besar yaitu dengan cara menutup rongga terakhir dengan membentuk sekat dan mensekresi ruang baru serta meninggalkan rongga sebelumnya (Pita et al, 2003). Beberapa fungsi dari cangkang Nautilus yaitu untuk perlindungan, kamuflase dan buoyancy. Posisi cangkang yang berada diluar tubuhnya memungkinkan Nautilus untuk menarik seluruh tubuhnya kedalam rongga cangkang bila terdapat ancaman dari predator. Bagian dorsal cangkang Nautilus berwarna lebih gelap oleh adanya pola garis-garis tebal berwarna merah kecoklatan sehingga dari atas akan tampak menyatu dengan permukaan air dibawahnya yang berwarna gelap, sedangkan bagian ventral cangkang lebih terang karena tidak terdapat pola garis tersebut sehingga dari bawah akan sulit dibedakan dengan warna permukaan air diatasnya yang berwarna terang oleh pantulan sinar matahari. Ini merupakan metode kamuflase countershading (Young, 2006; http://en.wikipedia.org/wiki/Nautilus). Rongga cangkang berperan dalam proses buoyancy, ruangan di dalamnya berisi udara yang berperan dalam keseimbangan antara berat dan volume totalnya. Buoyancy dikontrol dengan cara mengubah rasio volume antara udara dan cairan di dalam rongga cangkang lewat mekanisme perubahan tekanan osmotik dengan bantuan lubang siphuncle (Kroger, 2003). SPIRULIDAE Owen, 1836 Spirulidae merupakan satu-satunya Coleoidea yang mempunyai cangkang internal yang bergelung membentuk spiral (Dauphin, 1996). Suku ini hanya terdiri dari satu marga dan satu jenis yaitu Spirula spirula. Spirulidae memiliki ciri-ciri ukuran tubuh kecil, panjang mantel tidak melebihi 45 mm, mantel berbentuk silinder dengan bagian anterior membentuk segitiga tumpul pada bagian tengah
III-17
Prosiding Seminar Nasional Moluska 2 “Moluska: Peluang Bisnis dan Konservasi” Bogor, 11-12 Februari 2009
dan kanan-kirinya, lengan 5 pasang dengan batil isap tersusun 4 baris, sirip kecil dan sempit terletak di ujung posterior mantel, organ kelamin jantan berupa hectocotylus yang merupakan modifikasi dari sepasang lengan ventral. Cangkang terletak di bagian ujung posterior mantel diantara sepasang sirip. Petunjuk identifikasi jenis berdasarkan morfologi cangkangnya menurut Dunning dalam Carpenter & Niem, 1998 dan Reid dalam Jereb & Roper, 2005 adalah sebagai berikut : 1. Cangkang berbentuk spiral terbuka, terdiri atas rongga-rongga yang dipisahkan oleh sekat namun pada bagian tengah bawah sekat terdapat lubang siphuncle yang menghubungkan antar rongga ...................................................................Spirula spirula Spirula spirula Linnaeus, 1758 (Gambar.4). Spesimen yang diteliti : MZB.Cep.52 Selat Krakatau 1ex, MZB.Cep.53 Loh NgaAceh 8ex, MZB.Cep.54 Karimunjawa 1ex, MZB.Cep.55 Madura 2ex, MZB.Cep.56 Djoemiang 6ex, MZB.Cep.74 P. Sebat 1ex, MZB.Cep.75 P. Panaitan 3ex, MZB.Cep.77 P. Panaitan 2ex, MZB.Cep.78 P. Semut 2ex, MZB.Cep.79 Maluku 102ex, MZB.Cep.110 Cipatujah-Jawa Barat 2ex. Spirula spirula penyebarannya mencakup perairan tropis dan sub tropis disekitar kepulauan antara dua benua dimana terjadi pertemuan arus antara dua samudera. Beberapa pustaka mencatat jenis ini dijumpai di Tobago, Kepulauan Canary, Madagaskar, Maldiva, Australia Barat dan Timur, New Zealand, Port Jackson (Denton et al, 1967; Reid dalam Jereb & Roper, 2005; Warnke & Keupp, 2005; Lukeneder et al , 2008). Cangkangnya berukuran kecil hanya mencapai panjang 28 mm (Pisor, 2005). Spesimen koleksi MZB dari Maluku (MZB.Cep.79) memiliki karakter PC : 23,55 mm, LC : 16,7 mm, LA : 5,6 mm. Dengan ukuran tersebut, diperkirakan baru mencapai 82% dari ukuran maksimal.
Gambar. 4. Cangkang Spirula spirula Linnaeus, 1758. (MZB.Cep.79 dari Maluku). Skala : 10 mm.
Cangkang Spirula berbentuk planispiral terbuka dengan penampang melintang berbentuk bulat. Bentuknya agak mirip cangkang Nautilus hanya saja dinding cangkang tidak menyatu sehingga tidak saling menutupi, karenanya tidak terdapat umbilikus. Cangkang terbagi oleh sekat-sekat didalamnya sehingga terdapat banyak rongga. Pada bagian bawah sekat terdapat lubang siphuncle yang menghubungkan antar rongga. Garis-garis sekat juga relatif dapat dilihat dari luar. Cangkangnya dibentuk secara internal (endogastric) di bagian posterior tubuhnya, cangkang ini tetap tertutupi oleh jaringan tubuh disepanjang fase hidupnya. Hanya pada individu yang dewasa penuh, cangkangnya akan menonjol keluar dari rongga tubuhnya. Bentuk spiral cangkang dan adanya rongga serta sekat didalamnya menunjukkan adanya hubungan kekerabatan dengan Nautilus dan Ammonite Cephalopoda yang telah punah (Denton et al, 1967; Lukeneder et al, 2008).
III-18
Prosiding Seminar Nasional Moluska 2 “Moluska: Peluang Bisnis dan Konservasi” Bogor, 11-12 Februari 2009
Cangkang Spirula spirula juga tersusun atas Aragonite (CaCO3), didalamnya terdapat tiga lapisan penyusun yaitu prismatic luar yang tipis, nacreous yang lebih tipis dari prismatic luar dan prismatic dalam yang paling tebal diantara ketiganya (Dauphin,1996). Bagian sekat tersusun atas empat lapisan yaitu dorsal conchiolin, spherulitic-prismatic, nacreous dan semi-prismatic (Lukeneder et al, 2008). Spirula spirula memproduksi cangkang sejak awal fase hidupnya, pada saat menetas telah memiliki cangkang dengan 2 rongga didalamnya. Pada cangkang individu dewasa dapat ditemukan sebanyak 30-38 rongga didalamnya (Lukeneder et al, 2008). Spesimen MZB dari Maluku diatas memiliki 36 buah rongga. Fungsi utama cangkangnya adalah untuk mekanisme buoyancy. Gas dalam rongga cangkang selalu dijaga agar setara dengan tekanan hidrostatik lingkungan melalui mekanisme difusi menggunakan siphuncle (Denton et al, 1967). ARGONAUTIDAE Tryon, 1879 Argonautidae merupakan salah satu suku dari bangsa gurita/octopus. Suku ini hanya terdiri dari 1 marga (monogenerik) yaitu Argonauta dengan Argonauta argo sebagai type species (National Museum of Natural History, 2001; Laptikhovsky & Salman, 2003; http://en.wikipedia.org/wiki/Greater_Argonaut). Argonautidae memiliki ciri-ciri lengan 4 pasang dengan 2 baris batil isap, tanpa sirip dan lubang pori air, jantan berukuran kerdil (10% dari ukuran betina), organ kelamin jantan/hectocotylus terdapat pada lengan kanan ke-3 yang tertutupi oleh kantung khusus di bawah mata dengan ujung hectocotylus yang sangat panjang dan lancip, bagian ujung sepasang lengan dorsal ke-1 betina melebar dan berbentuk seperti dayung, pada bagian ini terdapat kelenjar yang dapat mensekresi cangkang (Roper et al, 1984; Mangold et al, 2008). Petunjuk identifikasi jenis berdasarkan morfologi cangkangnya menurut Orenstein & Wood, 2008; http://en.wikipedia.org/wiki/Greater_Argonaut;http://en.wikipedia.org/wiki/Winged _Argonaut;http://en.wikipedia.org/wiki/B%C3%B6ttger%27s_Argonaut adalah sebagai berikut : 1. Cangkang memipih, terdapat garis rusuk-rusuk halus yang rapat pada ke-2 sisi lateral cangkang, dua baris duri kecil yang runcing disepanjang sisi punggung yang sempit, sepanjang ke-2 sisi ventral aperture menebal dan membentuk tonjolan seperti tanduk ..................................................................................................................Argo nauta argo 2. Cangkang memipih, terdapat garis rusuk-rusuk tebal yang renggang pada ke2 sisi lateral cangkang, dua baris duri besar yang tumpul disepanjang sisi punggung yang lebar, sepanjang ke-2 sisi lateral aperture dapat membentuk pelebaran yang nampak seperti sayap, namun dapat juga tidak ada ………………………….....Argonauta hians 3. Cangkang memipih, terdapat garis rusuk-rusuk tebal yang renggang pada ke2 sisi lateral cangkang, dua baris duri lebih besar yang tumpul disepanjang sisi punggung yang lebar, sepanjang ke-2 sisi lateral aperture tidak membentuk, cangkang berwarna lebih gelap dan kusam........................................................................ Argonauta bottgeri Argonauta argo Linnaeus, 1758 (Gambar.5). Spesimen yang diteliti : MZB.Cep.43 P.Kambing 1ex, MZB.Cep.44 Samudera Hindia 2ex, MZB.Cep.87 Selat Maluku 7ex, MZB.Cep.131 P. Komodo 1ex.
III-19
Prosiding Seminar Nasional Moluska 2 “Moluska: Peluang Bisnis dan Konservasi” Bogor, 11-12 Februari 2009
Argonauta argo merupakan jenis kosmopolitan, terdapat pada perairan laut topis dan subtropis (Roper et al, 1984). Jenis ini dapat dijumpai di New South Wales, Queensland, Victoria dan New Zealand (O‟Shea, 1999; Wells & Houston, 2001). Panjang cangkangnya mencapai 300 mm (http://en.wikipedia.org/wiki/Greater_Argonaut). Spesimen koleksi MZB dari Maluku (MZB.Cep.87) memiliki karakter PC : 155,55 mm, LC : 109,10 mm, LA : 52,65 mm dan JAU :13,7 mm. Dengan ukuran tersebut, diperkirakan baru mencapai 51% dari ukuran maksimalnya. Tiap garis rusuk pada cangkang selalu berujung pada satu duri di punggungnya, sehingga jumlah duri dan rusuk adalah sama. Pada spesimen diatas masing-masing berjumlah 74 buah.
Gambar. 5. Cangkang Argonauta Linnaeus, 1758. (MZB.Cep.87 dari Maluku) Skala : 50 mm.
argo
Argonauta hians Lightfoot, 1786 (Gambar.6). Spesimen yang diteliti : MZB.Cep.15 Djoemiang 1ex, MZB.Cep.42 Maluku 1ex, MZB.Cep.45 Maluku 2ex, MZB.Cep.46 Djoemiang 2ex, MZB.Cep.47 Djoemiang 1ex, MZB.Cep.48 Djoemiang 1ex, MZB.Cep.86 – 1ex, MZB.Cep.89 Selat Maluku 3ex, MZB.Cep.130 Selat Maluku 5ex. Argonauta hians juga merupakan jenis kosmopolitan, terdapat pada perairan laut topis dan subtropis. Jenis ini dapat dijumpai di Australia Utara, Phillipina, Laut Cina Selatan, Taiwan, Hongkong, Jepang dan Myanmar. Diketahui ada 2 forma berbeda, forma “Selatan” yang terdapat di Phillipina dan Laut Cina Selatan. Forma ini berukuran kecil, jarang mencapai panjang cangkang 80 mm dan tidak membentuk tonjolan seperti sayap. Forma “Utara” yang terdapat di Taiwan, Hongkong, Jepang. Forma ini berukuran lebih besar, cangkang dapat mencapai panjang 120 mm, lebih gelap dan membentuk tonjolan seperti sayap (Wells & Houston, 2001; http://en.wikipedia.org/wiki/Winged_Argonaut). Spesimen koleksi MZB dari Pulau Kambing (MZB.Cep.287) memiliki karakter PC : 58,5 mm, LC : 39,95 mm, LA : 24,4 mm dan JAU : 10,8 mm. Dengan ukuran tersebut, diperkirakan baru mencapai 72% dari ukuran maksimalnya. Bila dilihat dari lokasinya, spesimen Argonauta hians dari Indonesia kemungkinan merupakan forma “Selatan” karena dekat dengan Laut Cina Selatan dan juga pada sisi lateral aperture tidak membentuk pelebaran seperti sayap. Tiap garis rusuk pada cangkang tidak selalu berujung pada satu duri di punggungnya, sehingga jumlah duri dan rusuk tidak sama. Pada spesimen diatas rusuk berjumlah 28 sedangkan duri punggung berjumlah 25 buah.
III-20
Prosiding Seminar Nasional Moluska 2 “Moluska: Peluang Bisnis dan Konservasi” Bogor, 11-12 Februari 2009
Gambar. 6. Cangkang Argonauta hians Lightfoot, 1786. (MZB.Cep.287 dari Pulau Kambing) Skala : 50 mm. Ket : Dahulu pernah diidentifikasi sebagai Argonauta argo No.Reg MZB.Cep.43 (seperti terlihat pada gambar paling kanan). Argonauta bottgeri Maltzan, 1881 (Gambar.7). Spesimen yang diteliti : MZB.Cep.287 P. Kambing 1ex. Argonauta bottgeri penyebarannya mencakup perairan Afrika Utara dan Selatan, Samudera Hindia, Samudera Pasifik Barat dan Australia. Panjang cangkang bisa mencapai 67 mm (Wells & Houston, 2001; http://en.wikipedia.org/wiki/ Bottger‟s_Argonaut). Spesimen koleksi MZB dari P. Kambing (MZB.Cep.287) memiliki karakter PC : 64,65 mm, LC : 45,8 mm, LA : 30,05 mm dan JAU : 10,2 mm. Dengan ukuran tersebut, diperkirakan hampir mencapai ukuran maksimalnya (95%). Tiap garis rusuk pada cangkang tidak selalu berujung pada satu duri di punggungnya, sehingga jumlah duri dan rusuk tidak sama. Pada spesimen diatas rusuk berjumlah 26 sedangkan duri punggung berjumlah 17 buah. Gambar. 7. Cangkang Argonauta bottgeri Maltzan, 1881. (MZB.Cep.287 dari P. Kambing) Skala : 50 mm. Ket : Dahulu pernah diidentifikasi sebagai Argonauta hians No.Reg MZB.Cep.47 (seperti terlihat pada gambar paling kanan).
Cangkang Argonauta berbentuk planispiral terbuka, bagian dalam hanya terdapat satu rongga tanpa sekat. Struktur cangkang terbuat dari calcite yang merupakan hasil sekresi kelenjar pada membran ujung sepasang lengan I bagian dorsal pada hewan betina dan hanya terdiri dari 2 lapisan prismatic tanpa ada lapisan nacreous (Hewitt & Westermann, 2003; Mangold et al, 2008; Wells & Houston, 2001). Cangkang mereka berfungsi dalam buoyancy, proses reproduksi dan kamuflase. Rongga dalam cangkang dapat berisi gelembung udara, letaknya diantara deretan telur dalam bentuk klaster yang dihubungkan oleh semacam tangkai untuk menempelkannya di bagian posterior cangkang telur (Wells & Houston, 2001; Laptikhovsky & Salman, 2003). Gelembung udara ini membuat cangkang dapat mengapung di permukaan air. Bagian dorsal cangkang Argonauta berwarna lebih gelap, sedangkan bagian ventral berwarna terang. Dengan demikian dari atas akan tampak gelap menyatu dengan warna air di bawahnya, sedangkan dari bawah nampak terang dan sulit dibedakan dengan permukaan air permukaan yang berwarna terang oleh pantulan sinar matahari. Ini merupakan metode kamuflase countershading untuk menyamarkan tubuh dari predator yang berada di atas maupun di bawahnya (Finn, 2007; Orenstein & Wood, 2008).
III-21
Prosiding Seminar Nasional Moluska 2 “Moluska: Peluang Bisnis dan Konservasi” Bogor, 11-12 Februari 2009
KESIMPULAN Berdasarkan koleksi MZB maka diketahui ada 6 jenis Cephalopoda bercangkang di perairan Indonesia yaitu, Nautilus pompilius, N. stenomphalus, Spirula spirula, Argonauta argo, A. hians dan A. bottgeri. Cangkang Cephalopoda tersusun dari struktur calcite maupun aragonite, letaknya ada yang eksternal (pada tentakel dan menutupi tubuh) serta internal (endogastric), secara arsitektur ada yang berongga tunggal serta berongga banyak dengan sekat-sekat didalamnya. Fungsi cangkang dapat sebagai perlindungan tubuh, kamuflase dari predator, tempat perlindungan telur serta berperan dalam mekanisme buoyancy. Cangkang Cephalopoda juga dapat dijadikan sebagai petunjuk identifikasi jenis, karena mempunyai karakter morfologi yang unik dan konstan serta nampak jelas berbeda pada tiap jenisnya. Cangkang Nautilus dan Spirula sama-sama memiliki rongga, sekat dan siphuncle. Hal ini menunjukkan kekerabatan yang lebih dekat dibanding dengan Argonauta.
DAFTAR PUSTAKA Castillo, R.V., Gasga, J.R., Guttierrez, D.J.G and Yacaman, M.J. 2006. Nanoscale Characterization of Nautilus Shell Structure: An Example of Natural Self-Assembly. Journal Material Research 21(6) : 1484:1489. Dauphin, Y. 1996. The Organic Matrix of Coleoid Cephalopod Shells : Molecular Weights and Isoelectric Properties Of The Soluble Matrix in Relation to Biomineralization Processes. Marine Biology 125 : 525-529. Denton, E.J., Gilpin-Brown, J.B and Howarth, J.V. 1967. On the Buoyancy of Spirula spirula. Journal Marine Biology Association of United Kingdom 47 : 181-191. Dunning, M.C. 1998. Nautilidae Chambered Nautiluses. Dalam : The living marine resources of the Western Central Pacific..Volume 2. Cephalopods, crustaceans, holothurians and sharks. FAO species identification guide for fishery purposes. Carpenter, K.E. and Niem, V.H. (Eds). 687-1396. FAO, Rome. Finn, J. 2007. Centenary Research Grant Report Argonauts („paper nautiluses‟): systematics and biology of the family Argonautidae. http://www.malacsoc.org.uk/The_Malacologist/BULL46/argonauts.htm. Diakses 22 November 2007 Hewitt, R.A and Westermann, G.E.G. 2003. Recurrences of Hypotheses About Ammonites and Argonauta. Journal of Paleontology 77 (4) : 792-795. Jereb, P. 2005. Chambered Nautiluses. Dalam : Cephalopods of the world. An annotated and illustrated catalogue of cephalopod species known to date. Volume 1. Chambered nautiluses and sepioids (Nautilidae, Sepiidae, Sepiolidae, Sepiadariidae, Idiosepiidae and Spirulidae). FAO Species Catalogue for Fishery Purposes. No. 4, Vol. 1. Jereb, P and Roper, C.F.E.(Eds) 262p. FAO. Rome. Kroger, B. On the Efficiency of the Buoyancy Apparatus in Ammonoids : Evidences from Sublethal Shell Injuries. Lethaia 35 : 61-70. Laptikhovsky, V and Salman, A. 2003. On Reproductive Strategies of the Epipelagic Octopods of the Superfamily Argonautoidea (Cephalopoda : Octopoda). Marine Biology 142 : 321-326. Lukeneder, A., Harzhauzer, M., Mulleger., S and Piller, W.E. 2008. Stable Isotopes ( 18O and 13C) in Spirula Spirula Shells from Three Major Oceans
III-22
Prosiding Seminar Nasional Moluska 2 “Moluska: Peluang Bisnis dan Konservasi” Bogor, 11-12 Februari 2009
Indicate Developmental Changes Paralleling Depth Distributions. Marine Biology 154 : 175-182. Mangold, K.M., Vecchione, M and Young, R.E. 2008. Argonautidae Tryon, 1879. http://tolweb.org/Argonauta/20204/2008.10.16. Diakses 20 Oktober 2008. Meenakshi, V.R., Martin, A.W. and Wilbur, K.M. 1974. Shell Repair in Nautilus maromphalus. Marine Biology 27 : 27-35. National Museum of Natural History, 2001. Current Classification of Recent Cephalopoda. www.mnh.si.edu/cephs/newclass.pdf. Update terakhir 4 Mei 2001. Diakses 23 Oktober 2008. Orenstein, M and Wood, J.B. 2008. Marine Invertebrates of Bermuda : Paper Nautilus (Argonauta argo). http://www.thecephalopodpage.org/MarineInvertebrateZoology/Argonautaarg o.html. Diakses 11 Desember 2008. O‟Shea, S. 1999. The Marine Fauna of New Zealand : Octopoda (Mollusca:Cephalopoda). National Institute of Water and Atmosphere Biodiversity Memoir 112:280p. Pisor, D.L. 2005. Registry of World Record Size Shells: Fourth Edition - 2005. Snail's Pace Productions and ConchBooks. Pita, A.A.C., Pita, J.R., Galan, A.S and Garcia, R.S. 2003. The Impressive Complexity in the Nautilus Pompilius Shell. Fractals 11(2) : 163-168. Reid, A. 2005. Family Spirulidae Owen, 1836. Dalam : Cephalopods of the world. An annotated and illustrated catalogue of cephalopod species known to date. Volume 1. Chambered nautiluses and sepioids (Nautilidae, Sepiidae, Sepiolidae, Sepiadariidae, Idiosepiidae and Spirulidae). FAO Species Catalogue for Fishery Purposes. No. 4, Vol. 1. Jereb, P and Roper, C.F.E.(Eds) 262p. FAO. Rome. Roper, C.F.E.,. Sweeney, M.J and Nauen, C.E. 1984. FAO species catalogue. Volume. 3. Cephalopods of the world. An innotated and illustrated catalogue of species of interest to fisheries. FAO Fisheries.Synopsis (125)Vol. 3:277p. FAO, Rome. Saunders, W.B. 1981. The Species of Living Nautilus and Their Distribution. The Veliger 24 (1): 8-18. Warnke, K and Keupp. 2005. Spirula – A Window to the Embryonic Development of Ammonoids? Morphological and Molecular Indications for a Paleontological Hypothesis. Facies 51 : 60-65. Wells, A and Houston, W.W.K (eds). 2001. Mollusca : Aplacophora, Polyplacophora, Scaphopoda, Cephalopoda. Zoological Catalogue of Australia. Vol 17.2. Melbourne : CSIRO Publishing, Australia xii 353 pp. Young, R.E. 2006. Nautiloidea. http://www.tolweb.org/Nautilidae/19397. Diakses 3 Desember 2008. http://en.wikipedia.org/wiki/ Bottger‟s_Argonaut.Diakses 20 Oktober 2008. http://en.wikipedia.org/wiki/Greater_Argonaut. Diakses 20 Oktober 2008. http://en.wikipedia.org/wiki/Nautilus. Diakses 23 Oktober 2008. http://en.wikipedia.org/wiki/Winged_Argonaut. Diakses 20 Oktober 2008.
III-23