Sejarah KTP di Indonesia Nanda Rahma Ananta M0514037 Program Studi Informatika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta Indonesia Email:
[email protected] Blog: civitas.uns.ac.id/nrananta
ABSTRAK Di Negara Indonesia, bagi setiap penduduk yang telah berusia 17 (Tujuh Belas) tahun keatas atau telah pernah menikah atau kawin wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Demografi Umum (Ida Bagoes Mantra, 2000 : 27) Menerangkan bahwa sistem registrasi penduduk di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-19. Pembuatan KTP yang diinisiasikan pada jaman penjajahan Belanda terus dilanjutkan hingga sekarang. Seiring dengan perkembangan teknologi, KTP terus direvisi hingga mencapai ke tahap pengedaran jenis KTP baru, yaitu E-KTP. E-KTP yang mempunyai tujuan utama untuk mempermudah masyarakat dalam memperoleh pelayanan ini selain menuai tanggapan positif, juga menuai tanggapan negatif. Pada paper ini, penulis tidak hanya membahas tentang pengembangan KTP dari jaman ke jaman, namun juga saran pengembangan bagi E-KTP sesuai dengan saran dan kritik dari masyarakat luas.
A. LATAR BELAKANG Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah Identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana (dalam hal ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) yang berlaku di Seluruh Wilayah Negara Kesatuan Indonesia. Pada konsepnya yang memiliki KTP adalah Orang yang sudah berusia 17 tahun ke atas atau telah pernah menikah yaitu sebagai bukti identitas diri bagi penduduk yang telah dewasa. Dalam hal ini anak yang berusia 17 tahun kebawah namun sudah menikah belum berhak untuk memiliki KTP
karena menurut Hukum yang tertulis Penduduk yang memiliki KTP adalah mereka yang sudah berusia 17 tahun ke atas. Dalam Buku Pedoman Pelaksanaan Simduk dan Akta Catatan Sipil Kota Medan (Dinas Kependudukan Kota Medan, 2002 :9) Menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah Kartu Sebagai Bukti diri (Legitimasi) bagi setiap penduduk dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH Beberapa rumusan masalah yang mendasari paper ini, diantaranya adalah: 1. Bagaimana perkembangan Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Indonesia dari awal dibuat hingga sekarang? 2. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari e-KTP dari awal dikembangkan hingga sekarang? 3. Apa saja masalah yang timbul ketika e-KTP mulai dikembangkan hingga sekarang? 4. Apa saja solusi untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada saat pengembangan e-KTP tersebut?
C. TUJUAN Tujuan penulisan paper ini, diantara lain adalah: 1. Untuk memberikan pemahaman tentang masing-masing jenis KTP yang dikembangkan dari jaman dahulu hingga sekarang 2. Menjabarkan kelebihan dan kekurangan dari e-KTP yang ditemui hingga sekarang 3. Memberikan
informasi
tentang
permasalahan
yang
ditimbulkan
akibat
pengembangan e-KTP hingga sekarang 4. Memberikan solusi untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi saat pengembangan e-KTP.
D. SEJARAH KTP DI INDONESIA 1. Jaman Penjajahan Belanda
KTP yang diedarkan pada jaman penjajahan Belanda ini disebut dengan “Sertifikat Kependudukan”. Pada masa ini, Sertifikat Kependudukan dicetak di sebuah kertas dengan ukuran 15 x 10 cm. Untuk mendapatkan identitas ini, seseorang harus membayar administrasi sebesar 1.5 gulden atau sekitar Rp.9.700 di harga sekarang.
2. Jaman Penjajahan Jepang
Ketika Jepang menjajah Indonesia dan menggantikan kedudukan Belanda, mereka mengubah sistem administrasi kependudukan. Salah satu cara mereka adalah dengan mengubah Sertifikat Kependudukan dengan KTP yang baru. KTP yang diedarkan pada masa penjajahan Jepang ini disebut dengan KTP Propaganda. Alasan penyebutan KTP ini sebagai “KTP Propaganda” disebabkan karena
penduduk yang memegang kartu ini secara tidak langsung menyatakan dirinya setia terhadap kepemimpinan Jepang di Nusantara.
3. Jaman Awal Kemerdekaan
KTP Pada masa awal kemerdekaan bangsa Indonesia disebut sebagai Surat Tanda Kewarganegaraan Indonesia. Kartu ini dicetak di atas kertas tanpa laminating. Penulisan pada KTP ini ada yang berupa ketikan mesin tik, namun ada pula yang ditulis dengan tulisan tangan. Kala itu, KTP di masing-masing daerah di Indonesia masih berbeda-beda. Kartu ini berlaku sejak tahun 1945 hingga tahun 1977. 4. Periode 1967 – 1970
Pada tahun 1976, desain KTP Indonesia mengalami sedikit revisi. Namun, KTP yang telah direvisi ini hanya bertahan selama tiga tahun saja. Di KTP ini, Kepala
Urusan Pendaftaran Penduduklah yang membubuhkan tandatangannya untuk legalitas KTP. 5. Periode 1970 – 1977
Jika KTP pada periode 1967 hingga 1970 hanya berupa kertas, maka KTP pada periode 1970 hingga 1977 ini sudah dilengkapi dengan sampul berupa hardcover. Meski bentuknya berubah drastis, namun isi dan keterangan di KTP masih sama seperti versi sebelumnya.
6. KTP Kuning
KTP ini digunakan pada tahun 1977 hingga tahun 2002 dan dikenal sebagai KTP Kuning. Perubahan dari KTP sebelumnya menjadi KTP Kuning ini tidaklah terlalu
mencolok. KTP penduduk Jakarta ditandatangani oleh lurah, sementara penduduk di luar Jakarta ditandatangani oleh pejabat camat. 7. Periode 2002 – 2004
KTP berikut ini tidak mengalami banyak perubahan dibandingkan dengan KTP sebelumnya. Hanya saja, lembaran data identitas pemilik berubah menjadi warna kuning.
Sama
dengan
ketentuan
sebelumnya,
KTP
penduduk
Jakarta
ditandatangani oleh Lurah. Sementara KTP penduduk luar Jakarta disahkan oleh camat.
8. KTP Darurat Militer Aceh
Ketika Aceh memasuki masa Darurat Militer Aceh di tahun 2003, wilayah Aceh memiliki desain KTP yang berbeda dari daerah Indonesia lainnya. KTP ini disebut juga dengan KTP Merah Putih. KTP ini memang sedikit berbeda dari KTP sebelumnya karena KTP ini dilengkapi dengan lambang bendera merah putih dan garuda. Pada bagian belakang, selain pengesahan yang dilakukan oleh camat, KTP ini juga ditandatangani oleh Komandan Rayon Militer dan juga Kepala Sektor
Kepolisian. Pemakaian KTP ini berakhir seiring berakhirnya konflik di Aceh pada tahun 2004.
9. KTP Nasional
Pada periode ini, KTP disebut dengan KTP Nasional, karena satu daerah dengan daerah lain tidak memiliki perbedaan warna ataupun lambang. KTP ini berlaku sejak tahun 2004 hingga tahun 2010. KTP ini dicetak dengan bahan dasar plastik. Pengawasan KTP ini dilakukan dari mulai pihak RT/RW hingga jenjang di atasnya. Tidak seperti KTP versi sebelumnya, KTP ini boleh dipakai di seluruh Indonesia.
10. E-KTP
KTP yang sempat menimbulkan kontroversi ini mulai berlaku sejak tahun 2011. Dari segi bentuk, KTP ini tidak mengalami banyak perubahan dari versi sebelumnya. Namun, KTP ini dilengkapi dengan microchip sebagai tempat penyimpanan data. KTP ini memiliki metode identifikasi yang akurat, sehingga berlaku secara Internasional.
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN E-KTP Berdasarkan pernyataan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di situs remi E-KTP, Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) yang diterapkan di Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan dengan E-KTP yang diterapkan di RRC dan India. E-KTP di Indonesia lebih komprehensif. Di RRC, Kartu identitas elektronik (e-IC) nya tidak dilengkapi dengan biometrik atau rekaman sidik jari. Di sana, e-IC hanya dilengkapi dengan chip yang berisi data perorangan yang terbatas. Sedang di India, sistem yang digunakan untuk pengelolaan data kependudukan adalah sistem UID (Unique Identification Data), sedangkan di Indonesia namanya NIK (Nomor Induk Kependudukan). UID diterbitkan melalui pendaftaran pada 68 titik pelayanan, sedangkan program E-KTP di Indonesia dilaksanakan di lebih dari 6.214 kecamatan. Dengan demikian, E-KTP yang diterapkan di Indonesia merupakan gabungan e-ID RRC dan UID India, karena E-KTP dilengkapi dengan biometrik dan chip.
E-KTP juga mempunyai keunggulan dibandingkan dengan KTP biasa/KTP nasional, keunggulan-keunggulan tersebut diantaranya: a. Identitas jati diri tunggal b. Tidak dapat dipalsukan c. Tidak dapat digandakan d. Dapat dipakai sebagai kartu suara dalam Pemilu atau Pilkada (E-voting)
Selain itu, sidik jari yang direkam dari setiap wajib E-KTP adalah seluruh jari (berjumlah sepuluh), tetapi yang dimasukkan datanya dalam chip hanya dua jari, yaitu jempol dan telunjuk kanan. Sidik jari dipilih sebagai autentikasi untuk E-KTP karena memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut: a. Biaya paling murah, lebih ekonomis daripada biometrik yang lain b. Bentuk dapat dijaga tidak berubah karena gurat-gurat sidik jari akan kembali ke bentuk semula walaupun kulit tergores c. Unik, tidak ada kemungkinan sama walaupun orang kembar
Dalam pelaksanaannya, penggunaan E-KTP terbukti masih memiliki kelemahan. Misalnya tidak tampilnya tanda tangan sipemilik di permukaan KTP. Tidak tampilnya tanda tangan di dalam E-KTP tersebut telah menimbulkan kasus tersendiri bagi sebagian orang. Misalnya ketika melakukan transaksi dengan lembaga perbankan, E-KTP tidak di akui karena tidak adanya tampilan tanda tangan. Ada beberapa kasus pemegang E-KTP tidak bisa bertransaksi dengan pihak bank karena tidak adanya tanda tangan. Tanda tangan yang tercetak dalam chip itu tidak bisa dibaca bank karena tak punya alat (card reader). Akhirnya pihak pemegang E-KTP terpaksa harus meminta rekomendasi dari Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk meyakinkan bank. Mendagri Gamawan Fauzi telah menyampaikan melalui surat edaran resmi nomor: No. 471.13/1826/SJ bahwa E-KTP tidak diperkenankan difotokopi untuk menghindari kesalahan fatal terkait pembacaan menggunakan card reader.
F. KENDALA Dalam proses implementasi pelayanan E-KTP yang sampai saat ini berjalan masih dijumpai beberapa permasalahan. Permasalahan yang dihadapi: a. Terdapat kesalahan data penduduk. Pada proses perekaman data E-KTP, operator akan mengkonfirmasi kepada penduduk bersangkutan apakah datanya sudah benar atau belum dan selanjutnya proses perekaman dilanjutkan. Namun karena banyaknya jumlah penduduk yang dihadapi dengan kapasitas operator yang terbatas dan proses perekaman hingga larut malam, kelelahan operator terkadang menimbulkan kekeliruan data yang di input. b. Aktivasi E-KTP. E-KTP yang sudah tercetak perlu di aktivasi apakah data yang tercantum sudah benar atau tidak. Namun beberapa penduduk atau petugas pemerintah hanya sebatas mendistribusikan E-KTP saja dan aktivasi dilakukan dikemudian hari, sehingga menyebabkan penduduk yang memiliki jarak yang cukup jauh dari kantor pemerintahan bersangkutan enggan melakukan aktivasi.
c. Kesalahan foto dengan data yang tercantum. Hal ini dimungkinkan karena adanya Human Error karena operator keliru memasukkan data penduduk pada saat proses perekaman data untuk E-KTP, d. E-KTP tidak terbaca oleh Card Reader versi lama misalnya dengan menggunakan aplikasi Benroller 2.2. E-KTP baru terbaca dengan menggunakan aplikasi versi baru yaitu Benroller 3.0 sehingga dikhawatirkan untuk bank-bank yang masih menggunakan aplikasi lama, E-KTP tidak terbaca oleh Card Reader Bank.
Program E-KTP terkesan terburu-buru untuk di implementasikan dengan bukti adanya pengunduran program sampai pada 31 Desember 2013 karena jumlah penduduk pada saat rekapitulasi tahun 2009 tidak ditargetkan atau di asumsikan sesuai dengan jadwal implementasi program. Berdasarkan laporan yang diterima, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh tim supervisi di daerah pada kegiatan di tahun 2011, khususnya pada perekaman E-KTP, seperti masalah tersendatnya atau putusnya jaringan komunikasi data, rusaknya peralatan perekaman seperti iris scanner, serta masalah lainnya yang menyebabkan terhentinya operasional layanan perekaman E-KTP. Sehingga ada warga yang tidak bisa ikut dalam perekaman E-KTP.
Masih banyak warga mengeluh terhadap buruknya pelayanan publik untuk mengurus perekaman E-KTP. Mereka mengeluh terkait pelayanan publik yang diberikan Pemerintah. Ada oknum aparatur desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA melakukan pungutan liar pada saat pengambilan E-KTP. setiap pengambilan EKTP, mereka dikenakan patokan biaya 10000 rupiah/orang, pungutan liar ini juga terjadi di beberapa daerah seperti Kecamatan Babelan dan Kec. Karang Bahagia di Kabupaten Bekasi, padahal E-KTP gratis. Bahkan banyak juga warga yang mengeluh terhadap pelayanan pendistribusian E-KTP di kantor-kantor kelurahan. Selain banyak pungli (pungutan liar), petugas di hampir seluruh kelurahan di Jakarta masih sangat arogan. Pemantauan Business News di kelurahan Kebon Kosong, Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat dan Kelurahan Grogol Kecamatan Grogol Petamburan, banyak keluhan warga terhadap pelayanan E-KTP. Bahkan di kelurahan Grogol, petugas pelayanan hampir tidak
peduli dengan poster-poster yang isinya himbauan untuk tidak melakukan praktik pungli. “Saya sering sindir mereka (petugas pelayanan), tetapi mereka tidak peduli. Padahal sebagian warga, mungkin untuk makan sehari-hari saja sudah sulit. Tetapi ketika mau ambil E-KTP, dimintai duit,” kata salah seorang petugas Hansip Kelurahan Grogol kepada Business News beberapa waktu yang lalu.
Sementara di kelurahan Kebon Kosong, petugas di loket pelayanan, serupa tapi tak sama. Petugas cenderung bersikap arogan, tidak peduli dengan keinginan dan tuntutan hak atas berbagai dokumen, termasuk E-KTP. “Petugasnya, ibaratnya bersikap ‘EGP’ (emang gue pikirin) terhadap warga yang sudah bolak-balik datang ke kantor kelurahan. Tetapi petugas se-enaknya saja, mengatakan ‘belum selesai’. Tetapi ketika warga sudah sms untuk konfirmasi, petugas tidak pernah balas sms warga,” salah seorang warga Kelurahan tersebut yang tidak mau menyebutkan namanya, mengatakan kepada Business News beberapa waktu yang lalu.
Munculnya aksi penolakan ketika berurusan di sejumlah bank terhadap masyarakat pengguna kartu kartu tanda penduduk (KTP) Elektronik atau E-KTP sungguh memprihatinkan. Pembuatan E-KTP yang dilaksanakan berbulan-bulan dengan harapan masyarakat Indonesia punya satu identitas terintegrasi secara nasional menjadi sangat "mengecewakan". Pihak bank beralasan menolak penggunaan E-KTP antara lain karena disebutkan fotokopi KTP lama yang ada pada bank tidak sama dengan E-KTP. Padahal sebenarnya data E-KTP dan KTP lama sama. Nomor induk kependudukan, tempat tinggal, status itu sama semua. Jadi tidak ada bedanya, namun yang berbeda hanya bentuk fisiknya saja. Mungkin hal itulah yang jadi persoalan selain soal pengadaan Smart Card Reader, sehingga pihak perbankan menolak bila nasabah menyodorkan E-KTP bukan KTP lama sebagai datanya.
G. SARAN PENGEMBANGAN Ada tiga unsur yang memegang peranan penting dalam pencapaian target perekaman EKTP, seperti konsorsium, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Agar ketiga unsur ini dapat mengimplementasikan tugas dan fungsinya, maka sebagian besar merupakan fungsi
dari tim supervisi sebagai representasi dan pemegang peran kunci dalam mensukseskan program nasional E-KTP.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Marzan A Iskandar menyampaikan bahwa dari sisi teknologi, BPPT sudah memberikan dukungan penuh pada pengembangan Grand Design E-KTP. Demikian pula pada implementasi E-KTP di tahun 2011 dan 2012, BPPT menyediakan lima tenaga ahli pada tim teknis, 22 staff tim pokja (ahli dan teknis), serta memperbantukan 81 staff BPPT untuk menjadi tim Supervisi Teknis E-KTP, jelasnya.
Diperlukan mekanisme dan Standard Operating Procedure (SOP) untuk eskalasi permasalahan teknis. Menanggapi kondisi demikian, Marzan mengatakan diperlukan cara penanganan yang dikelola dengan baik oleh Helpdesk Center, dukungan teknis dari konsorsium pelaksana dan petugas perekaman di daerah. Ini semua memerlukan harmonisasi kegiatan, kolaborasi dan kerjasama yang kuat agar seluruh proses perekaman (enrolment) berlangsung end-to-end (dari hulu ke hilir) secara berkesinambungan, cepat dan akurat.
Agar tidak ada penyalahgunaan pelayanan E-KTP, seluruh rantai proses pelayanan dan penerbitan E-KTP harus disupervisi secara ketat dan menyeluruh. Untuk itu, tim supervisi perlu memahami alur proses dan mensupervisi agar proses perekaman data penduduk dan pengiriman data hasil perekaman di daerah berjalan lancar secara baik dan benar. Selain itu, perlu secara periodik mereview permasalahan teknis dan non teknis yang terjadi dan memberikan masukan rekomendasi pemecahan masalah kepada Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
Adanya kesimpang-siuran informasi antara pihak perbankan dan pemerintah soal penerapan E-KTP yang berujung merugikan masyarakat itu hingga perlu segera diluruskan. Diharapkan berbagai pihak di level gubernur/kabupaten/kota mengambil alih dan melakukan sosialisasi kepada berbagai instansi terkait soal pemberlakuan E-KTP tersebut. Jika bank tetap menolak pemakaian E-KTP, ada proses hukum yang bisa ditempuh. Warga
bisa mengajukan tuntutan melalui lembaga perlindungan pelayanan publik, yakni Komisi Pelayanan Publik (KPP).
DAFTAR PUSTAKA Fazri, Nisa. 2014. ANALISIS KEBIJAKAN E-KTP. Link: http://analisiskebijakanektp.blogspot.co.id/ (diakses pada tanggal 21 September 2016).
Supangat, Charlie. 2015. Beginilah Perubahan KTP Di Indonesia Dari Jaman Kakek Buyutmu Hingga Sekarang. Link: http://www.keepo.me/x-sejarah-channel/beginilah-perubahanktp-di-indonesia-dari-jaman-kakek-buyutmu-hingga-sekarang
(diakses
pada
tanggal
21
September 2016).
Anonim.
2014.
Sejarah
KTP
di
Indonesia.
Link:
http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/sejarah-ktp-di-indonesia (diakses pada tanggal 21 September 2016).
Admin. 2011. Apa dan Mengapa e-KTP. Link: http://www.e-ktp.com/2011/06/helloworld/ (diakses pada tanggal 21 September 2016).