Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
CEMARAN ZEARALENON DAN DEOKSINIVALENOL PADA PAKAN SAPI DAN BABI (Contamination of Zearalenone and Deoxynivalenol in Cattle and Pig Feeds) RAPHAELLA WIDIASTUTI dan RACHMAT FIRMANSYAH Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114
ABSTRACT Zearalenone and deoxynivalenol are mycotoxins which produced mainly by Fusarium graminearu which able to endanger to animal health. Zearalenone possesses estrogenic activity which cause reproduction disorder to cattle and pig, meanwhile deoxynivalenol even its toxicity is low, but able to cause feed refusal symptom. An investigation on the presence of those mycotoxins had been carried out on 34 samples from several types of cattle and pig feeds which were collected from Bandung, Subang and Tangerang districts. The samples were extracted by organic solvents and analysed for those mycotoxins. The results showed that zearalenone had been found in 30 samples (88,23%) and the highest concentration was 473,3 ppb, meanwhile deoxynivalenol had been found in 13 samples (38,23%) and the highest concentration was 1280 ppb. It can be concluded that contamination of zearalenone and deoxynivalenol had been occured, but those contamination levels were still safe for animal health. Key Words: Contamination, Zearalenone, Deoxynivalenol, Feed, Cattle, Pig ABSTRAK Zearalenon dan deoksinivalenol adalah mikotoksin yang dihasilkan terutama oleh kapang Fusarium graminiarum yang dapat membahayakan kesehatan ternak. Zearalenon bersifat estrogenik pada ternak sapi maupun babi dan dapat menyebabkan gangguan reproduksi, sedangkan deoksinivalenol walaupun toksisitasnya rendah namun dapat menyebabkan gejala penolakan pakan. Suatu penelitian untuk mengetahui keberadaan cemaran kedua mikotoksin tersebut telah dilakukan pada 34 sampel dari berbagai jenis pakan dan bahan pakan sapi serta babi (jagung, dedak dan berbagai jenis bungkil) yang dikoleksi dari daerah kabupaten Bandung, Subang dan Tangerang. Sampel diekstraksi menggunakan pelarut organik dan dianalisis terhadap cemaran zearelenon dan deoksinivalenol. Hasil analisis menunjukkan bahwa zearalenon ditemukan pada 30 sampel (88,23%) yang dianalisis dengan konsentrasi tertinggi yaitu 473,3 ppb, sedangkan deoksinivalenol ditemukan pada 13 sampel (38,23%) dengan konsentrasi tertinggi 1280 ppb. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua jenis mikotoksin tersebut juga telah mencemari beberapa bahan pakan dan pakan yang dianalisis, walaupun tingkat cemarannya belum mencapai tingkat yang membahayakan kesehatan ternak babi maupun sapi. Kata Kunci: Cemaran, Zearalenon, Deoksinivalenol, Pakan, Sapi, Babi
PENDAHULUAN Pakan ternak merupakan komponen utama dalam usaha peternakan. Pemanfaatan limbah pertanian dan agroindustri (contohnya: dedak, bungkil kopra, bungkil kedelai) sangat menolong peternak terutama di saat musim kemarau dimana hijauan untuk pakan ternak sangat sulit didapat, disamping mahalnya harga pakan komersial. Namun kendala utama dari pakan dan bahan pakan adalah keberadaan
968
cemaran dalam pakan ternak sangat sulit dihindari. Cemaran berupa mikotoksin, senyawa logam berat, maupun pestisida tersebut dapat membahayakan atau mengganggu kesehatan ternak dan bahkan menimbulkan residu pada produk ternak yang dihasilkannya yang pada akhirnya akan membahayakan manusia yang mengkonsumsi produk ternak tersebut. Disamping itu, keberadaan residu dalam produk ternak akan mempersulit persaingan produk ternak tersebut di pasar global.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Jenis mikotoksin yang pernah dideteksi di Indonesia pada jagung dan pakan unggas adalah aflatoksin, okratoksin, zearalenon, deoksinivalenol dan asam siklopiazonat dan deoksinivalenol (WIDIASTUTI et al., 1988; MARYAM dan ZAHARI, 1994; BAHRI et al., 1994). Sedangkan pada pakan babi, konsentrat sapi maupun limbah pertanian dan agroindustri yang dimanfaatkan untuk pakan ternak adalah aflatoksin (WIDIASTUTI, 1994; WIDIASTUTI et al., 1996). Zearalenon dan deoksinivalenol adalah mikotoksin yang dihasilkan terutama oleh Fusarium graminearum. Kedua mikotoksin ini merupakan dua diantara lima jenis mikotoksin penting selain aflatoksin, fumonisin dan okratoksin yang menjadi perhatian utama dan banyak diteliti di berbagai belahan dunia (ANONIMOUS, 1995). Zearalenon bersifat estrogenik (KHODABANDEHLOU, et al., 1997) dan dapat menyebabkan gangguan reproduksi (OSWEILER et al., 1985) dan mampu membentuk hormon alami zeranol (SUNDOLF dan STRICKLAND, 1986; KENNEDY et al., 1998) serta menimbulkan residu zearalenol dalam susu (PALSUYIK et al., 1980). Deoksinivalenol akan menyebabkan emesis, muntah-muntah, penolakan pakan, bersifat imunosupresif dan mengakibatkan penurunan berat badan dan penurunan produksi susu (ANONIMOUS, 1995, CHARMLEY, et al., 1993; DACASTO et al. 1995). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan sejauh mana tingkat kontaminasi kedua mikotoksin ini (zearalenon dan deoksinivelenol) pada pakan babi dan sapi beserta bahan bakunya di Indonesia. Hal ini erat kaitannya dengan kenyataan bahwa kontaminasi deoksinivalenol dan zearalenon secara bersamaan juga pernah ditemukan pada jagung yang ditanam di dataran tinggi maupun rendah di Indonesia (MARYAM dan ZAHARI, 1994) serta adanya kasus kematian domba akibat memakan pakan yang tercemar deoksinivalenol (BAHRI et al., 1990).
sapi serta bahan pakan seperti jagung, dedak dan berbagai jenis bungkil. Sampel tersebut diperoleh pada tahun 2001 dari berbagai pabrik pakan ternak dan peternakan babi dan sapi perah dan sapi potong komersial maupun peternakan rakyat di Kabupaten Bandung, Subang dan Bogor (Propinsi Jawa Barat) dan Kabupaten Tangerang (Propinsi Banten).
MATERI DAN METODA
Hasil analisis kandungan zearalenon dan deoksinivalenol pada 34 sampel pakan dan bahan pakan yang diperoleh di beberapa lokasi di kabupaten di propinsi Jawa Barat dan Banten dapat dilihat pada Tabel 1.
Materi penelitian Materi penelitian berupa sampel lapang yang terdiri atas pakan ternak babi maupun
Metode analisis dan identifikasi zearalenon Metode analisis diadopsi dari metode yang dikembangkan oleh BAGNERIS et al., (1986). Sampel diekstraksi dengan kloroform dan residu zearelenon ditarik dengan metilenklorida. Selanjutnya sampel dideteksi dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom C18 dengan fasa gerak metanol-air (70:30) dan dideteksi dengan UV detektor pada panjang gelombang 235 nm. Metode analisis dan identifikasi deoksinivalenol Metode ekstraksi diadopsi dari metode yang dikembangkan oleh BLANEY et al., 1984. Sampel diekstraksi dengan asetonitril dan dipisahkan lapisan minyaknya dengan heksana. Kemudian residunya ditarik dengan diklorometan. Selanjutnya deoksinivalenol dideteksi secara teknik kromatografi lapis tipis (KLT) pada lempeng silika G60 menggunakan larutan pengembang kloroform-metanol (93 : 7), dilanjutkan dengan penyemprotan menggunakan larutan 20% ALCl3 dalam etanol dan dipanaskan pada 110°C (10 menit). Deoksinivalenol akan terdeteksi sebagai noktah berfluorensen biru di bawah lampu UV pada panjang gelombang 366 nm. Selanjutnya konsentrasi deoksinivalenol dihitung secara kuantitatif dengan membandingkan intensitasnya terhadap deret standar. HASIL DAN PEMBAHASAN
969
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 1. Hasil analisis kandungan zearalenon dan deoksinivalenol pada sampel pakan dan bahan pakan Jenis sampel
Jumlah sampel
Kisaran konsentrasi dan jumlah sampel positif Zearalenon (ppb)
Deoksinivalenol (ppb)
Pakan sapi jadi
3
20,0 – 150,5 (3)
tt – 160,0 (1)
Konsentrat pakan sapi
2
20,0 – 150,5 (2)
tt – 160,0 (1)
Pakan babi jadi
4
tt – 42,7 (2)
tt
Konsentrat pakan babi
5
19,6 – 473,3 (5)
102,4 – 1280 (2)
Jagung
5
31,8 – 153,4 (5)
31,8 – 153,4 (2)
Dedak
6
1,6 – 172,7 (6)
tt – 512,0 (6)
Polar
2
tt – 3,9 (2)
tt
Bungkil kopra
2
19,0 – 181,2 (2)
tt – 64,0 (1)
Bungkil sawit
2
tt – 21,0 (1)
tt
Bungkil kedelai
2
tt – 71,7 (1)
tt
Limbah beras
1
64,2 (1)
tt
Total
34
tt – 473,3 (30)
tt – 1280, 0 (13)
tt = tidak terdeteksi
Mikotoksin zearalenon ditemukan pada 30 (88,23%) sampel yang dianlisis dengan konsentrasi tertinggi yaitu 473,3 ppb yang ditemukan pada pakan babi, sedangkan mikotoksin deoksinivalenol ditemukan pada 13 (38,23%) sampel yang dianalisis dengan konsentrasi teringgi 1280 ppb yang juga ditemukan pada sampel konsentrat pakan babi. Adapun ambang batas yang diijinkan di Indonesia untuk zearalenon maupun deoksinivalenol pada pakan belum ditetapkan. Namun, negara-negara Eropa Timur seperti Jerman telah menetapkan batas maksimum sebesar 50 ppb (0,05 ppm) untuk pakan babi muda, 250 ppb (0,25 ppm) untuk pakan babi dewasa, 100 ppb (0,1 ppm) untuk pakan sapi muda dan 500 ppb (0,5 ppm) untuk pakan sapi perah maupun potong. Konsentrasi zearalenon yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan ternak biasanya cukup tinggi. Pada kasus vulvovaginitis pada babi muda disebabkan oleh pemberian pakan yang mengandung 1-5 ppm zearalenon, sedangkan 3-10 ppm zearalenon menyebabkan perpanjangan masa estrus pada babi dewasa (OSWEILER et al., 1985). Namun EWALD et al. (1991) mendapatkan infertilitas pada ternak babi dapat terjadi pada pemberian pakan yang mengandung zearalenon dengan konsentrasi rendah (20-50 ppb). Dengan memperhatikan batasan-batasan tersebut dapat
970
dikatakan bahwa konsentrasi zearalenon pada penelitian ini belum membahayakan kesehatan ternak ruminansia. Sedangkan untuk ambang batas untuk deoksinivalenol yang ditetapkan Amerika Serikat (FDA) adalah 5 mg/kg (ppm) untuk biji-bijian dan limbah biji-bijian untuk pakan babi dengan syarat bahwa penggunaannya tidak melebihi 20% dari total pakan ataupun 10 ppm untuk pakan sapi dengan syarat penggunaannya tidak melebihi dari 50% total pakan (ANONIMOUS, 1993). Sedangkan ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah Jerman adalah 1 ppm untuk pakan babi muda dan babi dewasa, 2 ppm untuk sapi muda dan 5 ppm untuk sapi perah maupun sapi potong. Berdasarkan acuan tersebut, maka, dapat dikatakan bahwa tingkat kontaminasi deoksinivalenol pada penelitian ini masih belum menyebabkan gangguan kesehatan ternak sebagaimana yang diteliti BERGSJO et al., (1992) yang mendapatkan bahwa penurunan berat badan baru terjadi pada pemberian pakan yang mengandung 4 ppm deoksinivalenol. Dosis oral deoksinivalenol yang menyebabkan emesis adalah 0,1-0,2 ppm (FORSYTH et al., 1977). Sedangkan YOUNG et al. (1983) mendapatkan bahwa konsentrasi 1,3 ppm deoksinivalenol menyebabkan penurunan asupan makan dan kenaikan berat badan, 12
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
ppm menyebabkan penolakan pakan sedangkan pada 20 ppm menyebabkan muntah-muntah. Demikian pula yang disimpulkan CHARMLEY et al., 1993 bahwa pemberian 6 mg/kg deoksinivalenol tidak menyebabkan penurunan asupan makan terhadap anak sapi dan tidak menimbulkan adanya residu deoksinivalenol maupun deepoksideoksinivalenol pada susu. KESIMPULAN DAN SARAN Mikotoksin zearalenon ditemukan pada 30 (88,23%) sampel yang dianalisis dengan konsentrasi tertinggi yaitu 473,3 ppb, sedangkan mikotoksin deoksinivalenol ditemukan pada 13 (38,23%) sampel dengan konsentrasi tertinggi 1280 ppb. Walaupun tingkat kontaminasi mikotoksin pada pakan tersebut belum membahayakan kesehatan ternak, namun perlu diwaspadai keberadaannya megingat iklim di Indonsia yang memungkinkan pertumbuhan kapang penghasil mikotoksin sekaligus pembentukan mikotoksinnya. DAFTAR PUSTAKA ANONIMOUS. 1993. US Department of Helath and Human Services, Food and Drug Administration. September 16, 1993. ANONIMOUS. 1995. Mycotoxin in Asia: Policies for the future. ACIAR Postharvest Newsletter. March 1995. pp. 5−15. BAGNERIS, R.W., J.A. GAUL and G.M. WARE. 1986. Liquid chromatograpic determination of zearalenone dan zearalenol in animal feeds and grains, using fluoresence detection. J. Assoc. Off. Anal. Chem. 69(5): 894−898. BAHRI, S., B. TIESNAMURTI dan R. MARYAM. 1990. Kasus kematian domba akibat pemberian konsentrat yang tercemar deoksinivalenol. Media kedokteran Hewan. 6(1): 1−8 BAHRI, S., YUNINGSIH, R. MARYAM dan P. ZAHARI. 1994. Cemaran afaltoksin pada pakan ayam yang diperiksa di laboratorium toksikologi Balaitvet tahun 1988−1991. Penyakit Hewan 47: 39−42. BERGSJO, B., T. MATRE and I. NAFSTAD. 1992. Effect of diets with graded levels of deoxynivalenol on performance in growing pigs. Zentralbl Veterinarmed A. 39(10): 752−8.
BLANEY, B.J., C.J. MOORE and A.L. TYLER. 1984. Mycotoxins and fungal damaged in maize harvested during 1982 in Far North Queensland. Aust. J. Agric. Res. 35: 465−471. CHARMLEY, E., H.L. TRENHOLM, B.K. THOMPSON, D. VUDATHALA, J.W.G. NICHOLSON, D.B. PRELUSKY and L.L. CHARMLEY. 1993. Influence of level deoxynivalenol in the diet of dairy cows on feed intake, milk production, and its composition. J. Dairy Sci. 76: 3580−3587. DACASTO, M., P. ROLANDO, C. NACHTMAN, L. CEPPA and C. NEBBLA. 1995. Zearalenone mycotoxicosis in piglets suckling sows fed contaminared grain. Vet. Hum. Toxicol. 37(4): 359−361. EWALD, C., A. REHM and C. HAUPT. 1991. Mycotoxins as a risk factor for the origin of diseases and production decreases in swine facilities: an epidemiologic study. Berl Munch Tierarztl Wochenschr. 104(5): 161−166. FOSRYTH, DM, T. YOSHIZAWA, N. MOOROKA and J. TUITE. 1977. Emitic and refusal activity of deoxynivalenol to swine. Appl. Environ. Microbiol. 34(5): 547−552. KENNEDY, DG., SA HEWWIT, JDG MCEVOY, JW CURRIE, A CANNAVAN, WJ BLANCHFLOWER and C.T. ELLIOT. 1998. Zeranol is formed from Fusarium spp. toxin in cattle in vivo. Food Add. Contam. 15: 393−400. KHODABANDEHLOU, H., B HOFFMAN and J. PALLAUF. 1997. Investigation of oestrogenic activity in cattle feeds in Central Hessia, Germany. Deutsche-Tierarztliche-Wochenschift. 104(8): 291−294. MARYAM, R. and P. ZAHARI. 1994. Mikotoksin fusarium pada jagung yang berasal dari dataran tingggi dan dataran rendah. Kumpulan Makalah Lengkap Kongres Nasional PMKI I dan Temu Ilmiah. Bogor, 21−24 Juli 1994. pp. 276−282. OSWEILER, G.D., T.L. CARLSON, W.B. BUCK and G.A. VANGELDER. 1985. Mycotosicoses. In Clinical and Diagnostic Veterinary Toxicology pp. 409−442. PALSUYIK, M., B. HARRACH, C.J. MIROCHA and S.V. PATHRE. 1980. Transmission of zearalenone and zearalenol into porcine milk. Acta Vet. Acad. Sci. Hungar. Tom. 28: 217−222.
971
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
STOLTZ, D.R., MARYAM, R. WIDIASTUTI, S. BAHRI and B.J. BLANEY. 1988. Fusarium toxins in preharvest corn in Central Java. Proc. the 6th Congress FAVA, Denpasar, Oct. 16−19, 1988. 271−274. SUNDOLF, S.F. and C.S. STRICKLAND. 1986. Zearalenone and zeranol: Potential residue problems in livestock. Vet Hum. Toxicol. 28 (3): 242−250. WIDIASTUTI, R. 1994. Mikotoksin pada pakan babi asal Sumatera Utara. Kumpulan Makalah Lengkap Kongres Nasional PMKI I dan Temu Ilmiah. Bogor, 21−24 Juli 1994. pp. 283−288.
WIDIASTUTI, R. D. GHOLIB dan R. MARYAM. 1996. Miktoksin dan kapang pencemar pada pakan trnak asal limbah pertanian dan agroindustr1. Pros. Seminar Nasional peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor, 7−8 November 1995. jilid II. hlm. 915−920. WIDIASTUTI, R. R. MARYAM, B.J. BLANEY, SALFINA and D.R. STOLTZ. 1988. Corn as a source of mycotoxins in Indonesia poultry and the effectiveness of visual examination methods for detecting contamination. Mycopathol. 102: 45−49. YOUNG, L.G., L. MC GIRR, V.E. VALLI, J.H. LUMSDEN and A. LUN. 1983. Vomitoxin in corn fed to young pig. J. Anim Sci. 57(3): 655−64.
DISKUSI Pertanyaan: 1.
Berapa batas bahaya bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini? Apakah kualitas dedak dalam penelitian ini berbeda?
2.
Bagaimana dampak kontaminasi kapang terhadap pakan? Apakah ada ternak yang peka terhadap kapang yang terdapat dalam pakan yang terkontaminasi?
Jawaban: 1.
Batas maksimum zearalenon dan deoksinivalenol untuk ternak belum ditentukan, tetapi berdasarkan percobaan laboratorium yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan adalah 1 ppm (1000 ppb) bahkan sampai 20 ppm (20.000 ppb). Dedak tidak berbeda, karena diperoleh dari peternak langsung.
2.
Kontaminasi kapang pada pakan akan berdampak negatif bila terdapat jenis yang toksigenik (penghasil mikotoksin) seperti Aspergillus flavus, Fusarium sp dan Penicillin sp dalam jumlah banyak (misalnya 106 cfu/g sample). Terjadinya mikotoksin tergantung juga pada waktu penyimpanan, temperatur dan kandungan air. Untuk mengkonfigurasi adanya mikotoksin maka harus dianalisa secara laboratorium. Kepekaan jenis ternak terhadap mikotoksin berbeda-beda. Yang paling peka adalah unggas terutama itik dan yang paling tidak peka adalah domba.
972