Catatan Redaksi Pentingnya Peta Jalan Pertanian
Tajuk
26
Kilas Balik 27 Komoditas Unggulan
2
Kultur Jaringan Pisang di BPBH
32
Pusat dan Daerah Selaras Tingkatkan Kesejahteraah Petani 4
Fokus
Jagung Jabar Penyangga Produksi Nasional Zona Corn Belt Jabar 13 Jabar Maksimalkan Bididaya Jagung 15
7
Opini
Pengelolaan Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Berbasis Kompetensi Kerja 19 Kampung Cau Padjadjaran
22
38
Liputan Khusus
Jabar Dorong Pelestarian Padi Pandanwangi
Teknologi Pertanian
Informasi Sarana Pascapanen Padi Combine Harvestar di Jawa Barat
Sigh In
40 Hortikultura
News
42
Pencanangan Gerakan Panen Raya Jagung Bersama Menteri Pertanian Republik Indonesia Tahun 2016
Perdana Padi dan Gerapan SERGAP (Serap Gabah) MT OKT43 Panen MRT 2015/2016 di Jawa Barat
44 Gerakan Panen Raya Padi Bersama Menteri Pertanian Republik Indonesia Tahun 2016
45 Panen Padi Varietas Pandanwangi Unggulan Kabupaten Cianjur 46 Gerakan Panen dan Penanganan Pascapanen Padi di Kabupaten Ciamis
Cover Depan : Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Ir Diden Trisnadi, MP Diterbitkan oleh : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. Alamat ; Jalan Surapati, No. 71. Telepon (022) 2503884. Fax. (02202500713) Website : http://diperta.jaarprov.go.id. Email :
[email protected] Twitter ; @dipertajabar. Facebook : Diperta Jabar. Fanpages FB : Diperta Jabar Youtube ; Diperta Jabar
Pembina/Penanggungjawab : Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Dewan Redaksi : Sekretaris dan Kepala Bidang Lingkup Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat; Keala UTPD Lingkup Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Pimpinan Redaksi : Ir. Uneef Primadi, MAP (Kepada Bidang Produksi Tanaman Pangan) Sekretaris Redaksi : Ir. H. Moch Ramdani, MP; Drs. Ica Ibrahim; Adang, SP, MP; Hera Susanti, SP; Ajat Suderajat, SP, M.Si ; Ir. Cakrawati, MP; H. Ucu Saepudin, S.Sos, MM Redaktur Pelaksana : Ir. Sitaresmi Dewayani, MM Staf Redaksi : Herniningsih, SP; Hj. Ir. Poppy Farida Aryani; Ir. Ninik N Hidayat; H. Ir. Agoes Kardiat Kaman, MM; Ir. Achmad Suyatma S, SP, MM; Ir, Supardi; Atep Mutaqin; Engkos Kosnadi; ST; Rizky Adibrata; Sutan Raven Natta Primadi, SH; Kemala Dewi Ermawati, SP. MP. Editor : Erik Kurniawan, AMD; Hari Yuditama, ST Kontributor : Ir. H. Jujun Suparna, MM; Hj. Nurbaeti, SE; Dede Bunyamin, S.Sos, MM; Komala Dewi Ermawati, SP, MP; H. Asep Yahya, SE, MM; M.A. Soleh, SP; H. Endik, SP; M.A Soleh, SP Distributor : Aep Faisal, SP, M.EP; Wandi Sandra, SP; Yayat Ruhiyat, SP
Foto-foto merupakan dokumentasi Humas dan Redaksi Majalah Gentra Tani Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat.
Nomor III Edisi I 2016
1
PENTINGNYA PETA JALAN PERTANIAN
P
ertanian sebagai the leading sector dalam struktur perekonomian kita, maka banyak hal yang perlu terus dibenahi dan didorong. Dengan mengkombinasikan 3 pola pikir dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi di Indonesia. Pola pikir komperatif, pola pikir teknologi dan pola pikir integrasi hulu dan hilir. Dari ketiga pola tersebut masih banyak yang harus dioptimalisasi. Banyak strategi dapat dikembangkan dalam banyak sub sektor, pertama Subsektor agribisnis hulu (up-srteam agribusinness), kedua sub-sektor usaha tani (on farm agribusiness), ketiga, Sub-sektor agribisnis hilir (down-stream agribusiness), keempat, Sub-sektor penunjang (agrosupporting institutions), kelima prioritas lima tahun kedepan (penumbuhan iklim usaha yang kondusif, pembinaan dan pengembangan/penerapan teknologi informasi, pembiayaan dan penjaminan melalui perbankan, kemitraan, koordinasi dan pengendalian). Keberhasilan dalam pemenuhan kebutuhan pangan berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan pangan nasional (food security) yang sangat erat kaitannya dengan ketahanan sosial (socio security), stabilitas ekonomi, stabilitas politik, dan keamanan atau ketahanan nasional (national security). Banyak pihak telah memberikan masukan, bahwa tantangan swasembada yang sekaligus tantangan sektor pertanian berkaitan dengan sarana prasarana, permodalan, pasar, teknologi, dan kelembagaan petani, yang masih memerlukan penanganan yang berkelanjutan disamping munculnya persoalanpersoalan baru. Ini butuh komitmen politik, seperti diungkap Jose Graziano De
2
Majalah Gentra Tani
Silva Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB, mengetahui sesuatu dan melakukan sesuatu adalah dua hal yang berbeda. Untuk memutus rantai kemiskinan pedesaan yang sudah lama ada dan untuk selamanya, seluruh dunia harus beraksi dengan lebih mendesak lagi-dan bahkan lebih tegas lagi. Komitmen politik, pendanaan yang cukup, kemitraan, dan tindakan pelengkap di sektor kesehatan dan pendidikan akan menjadi elemen inti dalam mentransformasi visi menjadi kenyataan. Kebijakan dan perencanaan kerangka kerja untuk pembangunan pedesaan, pengurangan kemiskinan, serta ketahanan pangan dan gizi diperlukan untuk mempromosikan perpaduan peran perlindungan sosial dan pertanian dalam memerangi kelaparan dan kemiskinan bersama dengan serangkaian intervensi yang lebih luas, terutama di sektor kesehatan dan pendidikan. Bekerja bersama, menggunakan pengetahuan dan seluruh sumber daya yang kita miliki-tanpa
melakukan pemborosan-kita dapat berkontribusi memberantas seluruh kelaparan kronis pada tahun 2030. MEA tak bisa dihidari, salah satu penyiapan kompetisi dalam dunia Pangan dan Hortikultura adalah dengan penyiapan kawasan yang baik dan lahan pertanian yang berkelanjutan. Tak perlu analisis mendalam bahwa kegiatan pertanian memiliki faktor risiko yang tinggi karena dalam prosesnya sebagian besar bergantung pada alam dan cuaca yang tidak dapat dikendalikan baik oleh manusia maupun teknologi. Ditambah lagi kelemahan kita dalam mengantisipasi perubahan cuaca dan iklim. Untuk melindungi petani dari risiko kegagalan usaha, konsep asuransi tanaman (crop insurance), yang pada banyak negara sudah diterapkan. Prinsip asuransi tanaman (ada pula negara yang menggunakan nama asuransi cuaca) berupaya melindungi masyarakat sektor pertanian yang tergolong miskin agar tetap memiliki dana di saat cuaca buruk atau mengalami gagal panen. Kebijakan pembangunan pertanian merupakan penjabaran tujuan dan sasaran misi Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Kebijakan pembangunan tersebut menjadi pedoman dalam melaksanakan program dan kegiatan selama periode tahun 2008–2013 berdasarkan urusan pemerintahan. Berdasarkan misi kedua “Membangun Perkonomian yang Kokoh dan Berkeadialn” dalam RPJMD 2013-2018, maka strategi dan arah kebijakan Pembangunan Pertanian yang masih menjadi PR bersama adalah mempertahankan dan menggantikan luas baku lahan sawah yang beralih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian dengan arah kebijakan mencetak lahan sawah baru
untuk mencapai lahan pertanian berkelanjutan; Meningkatkan produksi, inovasi, dan nilai tambah hasil pertanian, dengan arah kebijakan (Peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pertanian, Peningkatan kinerja sumberdaya kelembagaan pertanian, Peningkatan kuantitas pengendalian hama dan penyakit tanaman, Pengembangan usaha dan sarana prasarana pengolahan serta pemasaran produk pertanian) Sejalan dengan misi kedua dalam RPJMD 2013-2018, maka tujuan pembangunan pertanian tanaman pangan dan hortikultura berdasarkan RENSTRA Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2013–2018), memprioritaskan kepada pertama, Mendorong peningkatan produksi tanaman pangan dan hortikultura; kedua, Meningkatkan kualitas dan ketersediaan sumberdaya pertanian; ketiga, Meningkatkan penerapan sistem jaminan mutu; keempat, Meningkatkan nilai tukar petani tanaman pangan dan hortikultura Dalam mencapai tujuan tersebut, maka sasaran yang hendak dicapai dalam pelaksanaan
pembangunan pertanian di Jawa Barat tahun 2013-2018 yaitu : 1. Meningkatnya produksi tanaman pangan dan hortikultura 2. Menurunnya tingkat kehilangan hasil 3. Menurunnya luas serangan OPT tanaman pangan dan Hotikultura 4. Tersedianya sarana prasarana pertanian 5. Meningkatnya kompetensi sumberdaya manusia pertanian 6. Meningkatnya penerapan sistem jaminan pada kelompok tani 7. Meningkatnya nilai tukar petani komoditas tanaman pangan dan hortikultura Dan menjawab apa yang harus dilakukan di 2016, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menginginkan pelaku sektor pertanian di Indonesia dapat memanfaatkan kondisi cuaca pada tahun 2016 ini yang dapat disebut sebagai tahun yang mengalami "kemarau basah". Pemerintah juga telah mendorong pembangunan infrastruktur pertanian hingga bantuan alat pertanian untuk mengatasi permasalahan seperti irigasi dan juga traktor lahan. Mentan mengemukakan bahwa
pihaknya bakal membuat regulasi agar strategi perencanaan juga bisa konsisten sekaligus memperbaiki tata niaga yang ada di tanah air. Khusus untuk Jagung, Kementan meyakini bahwa target produksi Jagung pada tahun 2016 bisa mencapai 24 juta ton. Pasalnya, produksi Jagung saat ini mengalami peningkatan 5 juta ton dari tahun 2015, yang mana tingkat produksi pada 2015 hanya mencapai 19,83 juta ton. Dan sebagai solusi, Menteri Pertanian, Amran Sulaiman meninjau secara langsung produksi dan harga dari komoditas jagung yang cenderung rendah. Mentan meminta kepada seluruh perusahaan pakan ternak agar segera menyerap Jagung ke tingkat petani. Semua pihak harus bahu-membahu mewujudkan target Jagung dan Komoditas pangan strategis lainnya. Hingga swasembada tercapai tepat waktu. Maka dengan kondisi diatas, dan mamperhatikan relaitas tantangan pertanian kedepan. Sudah saatnya kita menyamakan persepsi atas peta jalan pertanian yang telah banyak dibuat tersebut.©
Redaksi menerima tulisan artikel, opini, berita, dan profil seputar pertanian. panjang tulisan 2-4 halaman A4, dengan spasi 1,5, font Bookman Old Style. Redaksi berhak melakukan editing, dan redaksi tidak mengembalikan naskah yang telah masuk. naskah dikirim ke alamat redaksi atau email ke :
[email protected] dengan mencantumkan identitas lengkap. Nomor III Edisi I 2016
3
Panen Raya Padi, hasil program UPSUS Padi melalui kegiatan sodetan Sungai Cibuni, Kab. Cianjur (12 Januari 2016)
PUSAT DAN DAERAH SELARAS TINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI
S
ejak petani turun ke sawan, ladang pertanyaan akan perubahan kesejahteraan telah ada dan jadi mimpi bersama. Tak hanya petani tentunya, pemerintah sejak Republik ini berdiri terus dalam upaya yang sama, meningkatkan kesejahteraan petani. Pembangunan nasional pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk itu dalam setiap tahapan pembangunan kesejahteraan masyarakat selalu menjadi tujuan utama.Sebagai negara agraris, jumlah penduduk yang terlibat dalam kegiatan pertanian/agribisnis sangat besar,sehingga perhatian terhadap kesejahteraan petani dinilai sangat strategis. Dalam rencana-rencana jangka panjang pembangunan nasional peningkatan kesejahteraan petani telah dan akan menjadi prioritas pembangunan pertanian mendatang. Kini, Kementerian Pertanian (Kementan) dibawah pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman terus berbenah soal hak dasar petani ini. Kementerian Pertanian (Kementan) tidak hanya fokus pada upaya peningkatan produksi komoditas pangan, namun terus berupaya juga memperbaiki daya beli petani sehingga upaya peningkatan produksi memberikan dampak akhir pada peningkatan kesejahteraan petani. Melalui banyak keterangan pers dan sosialisasi serta program, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementan, Suwandi menjelaskan bahwa ada sejumlah strategi yang ditempuh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman guna meningkatkan daya beli dan kesejahteraan petani. Pertama, pada aspek hulu, melakukan akselerasi peningkatan produksi dan kualitas produk. Strategi ini dengan memberi kemudahan agro-input berupa subsidi pupuk, benih dan berbagai bantuan, membangun infrastruktur irigasi dan lahan, mekanisasi untuk efisiensi produksi dan mutu hasil, pelatihan, penyuluhan, asuransi usaha tani dan lainnya. Hasil dari strategi ini sudah dapat dilihat dari produksi padi di tahun 2015 naik sebesar 6,37
4
Majalah Gentra Tani
persen dan komoditas lain juga meningkat signifikan dibandingkan 2014. Kedua, pada aspek hilir, dilakukan pengolahan hasil untuk meningkatkan nilai tambah, pengaturan tata niaga, serta mengendalikan impor dan mendorong ekspor. Pengaturan tata niaga dengan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah atau beras yang diikuti Program Mentan berupa Sergab (Serap Gabah) petani oleh Bulog telah berdampak langsung pada stabilisasi harga gabah petani. Dengan program Sergab ini, petani memperoleh jaminan pasar, petani menikmati harga wajar di saat panen raya dan daya beli petani semakin membaik. Hasil Program Sergab yakni per 23 April 2016 telah berhasil menyerap lebih dari 1,4 juta ton gabah petani. Program pengaturan tata niaga pangan yang dilakukan Mentan juga telah memberikan berbagai hasil positif dalam pembangunan pertanian. Yakni rantai pasok tata niaga pangan menjadi lebih pendek, stok cadangan beras nasional tercukupi yaitu stok beras di Bulog lebih dari 1,7 juta ton, dan berkat program Toko Tani Indonesia (TTI), konsumen menikmati harga beras lebih murah Rp 7.500 per kg. Demikian juga pada pengetatan tata niaga pupuk telah berhasil ditangkap dan diproses hukum pada lebih dari 40 kasus pengoplos dan bisnis pupuk ilegal. Pengendalian tata niaga sapi atau daging pun telah diproses hukum oleh KPPU atas kartel daging sapi. Kemudian, kebijakan Mentan mengendalikan impor dan mendorong ekspor telah berdampak pada impor ilegal, penyelundupan buah, bawang dan pangan lainnya telah ditangkap dan dimusnahkan. Oleh karena itu, dapat menghemat devisa lebih dari Rp 52 triliun dan memberi insentif bagi petani untuk semangat berproduksi. Ke depan berbagai program dan jurus jitu Mentan ini terus ditingkatkan baik dari sisi kualitas dan kuantitasnya sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Hasil dari berbagai strategi peningkatan daya beli dan kesejahteraan petani di atas telah meningkatkan daya beli
petani di tahun 2015 jika dibandingkan 2014. Kemampuan daya beli ini juga mengindikasikan tingkat kesejahteraan membaik. Daya beli petani dilihat dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP). Data BPS menyebutkan NTUP tahun 2015 sebesar 107,44 lebih tinggi dibandingkan 2014 sebesar 106,04. Secara rinci menurut subsektor 2015, NTUP tanaman pangan 105.03, hortikultura 108,35, maupun peternakan 103,71 lebih tinggi dibandingkan 2014. Demikian juga indikator NTP tanaman pangan 2015 sebesar 100,37 lebih tinggi dibandingkan 2014 sebesar 98,89 dan NTP peternakan 107,40 lebih tinggi dibandingkan 2014 sebesar 106,65. Sedangkan subsektor perkebunan yang sebagian besar komoditas orientasi ekspor, nilai NTP dan NTUP nya dipengaruhi oleh harga dunia dan krisis global. Meningkatnya kesejahteraan petani tahun 2015 tersebut, ditopang juga dengan semakin menurunnya tingkat ketimpangan pendapatan atau Gini Rasio di pedesaan sebesar 0,37 jauh lebih baik dibandingkan perkotaan 0,45. Untuk diketahui, indikator NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani. Ada korelasi antara daya beli dengan kesejahteraan petani. Semakin tinggi daya beli petani, biasanya petani lebih sejahtera. NTP dihitung dari rasio indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayarkan petani. Indikator NTP memiliki kelemahan diantaranya indeks hargayang dibayarkan petani mencakup seluruh pengeluaran rumah tangga petani termasuk biaya produksi, sekolah, berobat, membeli sandang, papan dan lainnya sehingga tidak mencerminkan pengeluaran riil dari usahanya. "Sebagai respon atas kelemahan NTP, maka digunakan juga indikator NTUP yaitu rasio indeks harga yang diterima petani dari usaha pertanian dengan indeks harga yang dibayarkan petani untuk pengeluaran usaha pertanian. NTP dan NTUP di atas 100 menunjukkan petani surplus, sama dengan 100 berarti impas dan di bawah 100 berarti petani rugi atau defisit," jelas Suwandi. Mengingat indeks harga berfluktuasi secara harian dan bulanan, maka untuk melihat kemampuan daya beli petani semestinya tidak hanya membandingkan nilai NTP dan NTUP dalam kurunwaktu sesaat saja (bulanan), melainkan dihitung rerata dalam waktu lebih panjang (tahunan). Menganalisis kesejahteraan petani dengan NTP dalam kurun waktu pendek bulanan akan menyesatkan karena bisa terjadi bulan ini petani dianggap tidak sejahterakarena NTP dan NTUP turun dan bulan depan berubah drastis menjadi sejahtera karena NTP dan NTUP naik.
Menurut data BPS Provinsi Jawa Barat, Sebagai indikator kesejahteraan petani, Nilai Tukar Petani (NTP) diperoleh dari rasio Indeks Harga Diterima Petani dengan Indeks Harga Dibayar Petani. NTP menunjukkan kemampuan tukar (term of trade) komoditas hasil pertanian dengan barang & jasa konsumsi petani baik untuk keperluan rumah tangga maupun proses produksi. Semakin tinggi NTP berarti semakin kuat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. Berdasarkan hasil pemantauan harga di 17 kabupaten di Provinsi Jawa Barat pada Januari 2015, NTP Jawa Barat mengalami kenaikan sebesar 0,75 persen dibandingkan NTP Desember 2014 yaitu naik dari 105,16 menjadi 105,95. Hal ini disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga petani atau dengan kata lain Indeks Harga Diterima Petani (IT) yang naik sebesar 1,41 persen lebih tinggi dibandingkan Indeks Harga Dibayar Petani (IB) yang naik sebesar 0,65 persen. Januari 2015, empat dari lima subsektor pertanian mengalami kenaikan NTP. Kenaikan tertinggi terjadi pada NTP Subsektor Tanaman Pangan naik 2,34 persen dari 106,83 menjadi 109,33 diikuti NTP Subsektor Peternakan naik 0,77 persen dari 105,56 menjadi 106,38, NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat naik 0,50 persen dari 97,27 menjadi 97,75 dan NTP Subsektor Perikanan naik 0,43 persen dari 98,56 menjadi 98,98, sementara NTP Subsektor Hortikultura mengalami penurunan 2,20 persen dari 107,98 menjadi 105,61. Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat pada Januari 2015 (2012 =100) tercatat sebesar 105,95 atau naik 0,75 persen dibandingkan NTP Desember 2014 sebesar 105,16. Hal ini disebabkan kenaikan Indeks Harga Diterima Petani (IT) sebesar 1,41 persen lebih tinggi dibandingkan kenaikan Indeks Harga Dibayar Petani (IB) sebesar 0,65 persen. Januari 2015, empat dari lima subsektor pertanian mengalami kenaikan NTP. Kenaikan tertinggi terjadi pada NTP Subsektor Tanaman Pangan naik 2,34 persen dari 106,83 menjadi 109,33 diikuti NTP Subsektor Peternakan naik 0,77 persen dari 105,56 menjadi 106,38, NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat naik 0,50 persen dari 97,27 menjadi 97,75 dan NTP Subsektor Perikanan naik 0,43 persen dari 98,56 menjadi 98,98, sementara NTP Subsektor Hortikultura mengalami penurunan 2,20 persen
Nomor III Edisi I 2016
5
dari 107,98 menjadi 105,61. Di Daerah Pedesaan Jawa Barat Januari 2015 terjadi inflasi sebesar 0,78 persen. Enam kelompok pengeluaran mengalami inflasi, tertinggi terjadi pada Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 1,68 persen, diikuti Kelompok Perumahan 1,59 persen, Kelompok Bahan Makanan 1,58 persen, Kelompok Sandang 1,28 persen, Kelompok Kesehatan 0,97 persen, Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 0,82 persen, sementara Kelompok Transportasi & Komunikasi mengalami deflasi sebesar 5,36 persen. Januari 2015 berdasarkan 170 transaksi gabah yang terpantau di Jawa Barat, harga rata-rata Gabah Kering Panen (GKP) di Tingkat Petani Jawa Barat sebesar Rp. 5.210,00,- per kilogram atau mengalami kenaikan sebesar 5,83 persen dibandingkan harga GKP Desember 2014 yang tercatat sebesar Rp. 4.923,16,-. Gabah Kering Giling (GKG) di Tingkat Petani 5,55 persen dari Rp. 5.486,21,menjadi Rp. 5.790,48 per kilogram. Gabah Kualitas Rendah juga naik sebesar 0,70 persen dari Rp. 3.651,25,- menjadi Rp. 3.686,67,-. Januari 2015, rata-rata harga beras di penggilingan sebesar Rp, 9,330,12 atau naik 2,08 persen dibandingkan harga beras Desember 2014 yang tercatat sebesar Rp, 9.140,06. Berdasarkan kualitas beras yang dikelompokkan menurut patahan (broken) beras, harga Beras Premium naik 0,33 persen dari Rp, 9.346,10 menjadi Rp, 9.376,90, Beras Medium naik 4,75 persen dari Rp, 8.939,66 menjadi Rp, 9.364,29 demikian juga Beras kualitas Rendah naik 4,46 persen dari Rp, 8.731,82 menjadi Rp, 9.121,43. Sebagai salah satu indikator/alat ukur yang dipakai untuk menilai tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani(NTP). Pengetahuan secara mendalam tentang perilaku nilai tukar petani, dampak pembangunan dan identifikasi faktor-faktor penentunilai tukar akan sangat berguna bagi perencanaan kebijakan pembangunan, perbaikan program-programpembangunankedepan.Sejalan dengan itu dilakukan kajian tentang NTP sebagai bahan dalam merumuskan kebijakan peningkatan kesejahteraan petani. Konsep NTP yang dikembangkan BPSdihitung dari rasio harga yang diterima petani (HT) terhadap harga yang dibayar petani (HB).Konsep ini secara sederhana dapat menggambarkan daya belipetani. Dalam penghitungan NTP digunakan indeks Laspeyresdimana nilai indeks tertimbang terhadap kuantitas tahun dasar tertentu dan pergerakan indeks ditentukan oleh pergerakan harga harga. Dengan dasar asumsi tersebut maka rasio harga yang diterima petaniterhadap hargayang dibayar petani dipakai sebagai indikatordaya beli pendapatanpetani terhadap pengeluarannya, dan indikator tersebut digunakan sebagai indikator kesejahteran petani. Dalam kaitan dengan NTP sebagai alat ukur kesejahteraan petani, penggunaan asumsi tingkat produksi yang tetap(indeks Laspeyres)dinilai kurang relevan, karena dengan kuantitas tetap berarti NTP tidak mengakomodasikan kemajuan produktivitas pertanian, kemajuan teknologi dan pembangunan. NTPsebagai indikator daya beli petani yang didasarkan kepada rasio harga harga dinilai belum menunjukkan kesejahteraan
6
Majalah Gentra Tani
petani, karena daya beli yang lebih mendekati kesejahteraan petani sesungguhnya adalah daya beli penerimaan petani terhadap pengeluaran petani. Melihat catatan diatas, dan sejalan dengan analisa Bappenas, Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang mempunyai kontribusi penting dalam pembangunan nasional, melalui perannya dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, dan sumber pendapatan masyarakat, serta perannya dalam memproduksi produk pertanian untuk penyediaan pangan, pakan, bahan baku industri dan ekspor. Kontribusi penting lain dari sektor pertanian adalah sebagai penyedia lapangan kerja masyarakat. Padatahun 2000-2011 jumlah tenaga kerja di sektor pertanian cenderung menurun dari 40,7 juta jiwa (45,3 persen total tenaga kerja) pada tahun 2000 menjadi 39,3 juta jiwa (35,9 persen total tenaga kerja) pada tahun 2011, sejalan dengan tumbuhnya lapangan kerja di luar sektor pertanian. Namun demikian, jumlah serapan tenaga kerja tersebut masih cukup dominan.Aktivitas sektor pertanian sebagian besardilakukan di wilayah pedesaan dan didominasi kegiatan on farmatau usahatani budidaya. Aktivitas dilakukan oleh petani penggarap dan para buruh tani yang memperoleh upah tenaga kerja. Pelaksanaan pembangunan pertanianpada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama petani. Oleh karena itu, dalam setiap tahap kegiatan pembangunan pertanian kesejahteraan petani selalu menjadi tujuan pembangunan. Melalui berbagai kebijakan dan program pembangunan pertanian yang dilaksanakan, pemerintah telah berupaya peningkatan produksi pertanian, menjaga stabilitas pasokan bahan pangan,dan meningkatkan pendapatan/kesejahteraan petani. Diantara kegiatan-kegiatan pembangunan telah berjalan diyakinibanyak keberhasilan yang dicapai, terutama dalam peningkatan produksi, perekonomian pedesaan serta bagi konsumen pedesaan dan perkotaan. Namun kemiskinan masih menjadi masalah yang belum sepenuhnya terpecahkan, terutama kemiskinan di pedesaan. Peningkatan produksi hasil pertanian melalui berbagai rekayasa teknologi dan kelembagaan dinilai belum cukup mampu meningkatkan pendapatan, kesejahteraan petani dan penangggulangan kemiskinan di pedesaan(Dillon et al.,1999; Simatupang et al., 2000). Kondisi ini didukung oleh data yang menunjukkan jumlah masyarakatmiskin di Indonesia terutama di pedesaan masih besar. Data BPS menunjukkan pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 29,13 juta jiwa, dan sebagian besar,yaitu 18,48 juta (63,4persen)berada di pedesaan dan sebesar 10,65juta jiwa (36,6 persen) penduduk miskin berada di perkotaan. Ke depan tidak hanya tantangan bertambahnya jumlah penduduk, tapi khususnya persaingan yang kian ketat antar penduduk. MEA telah menjadi bagian dari Indonesia. Dan Jawa Barat sebagai daerah sentra produksi pertanian harus terus berbenah. Pemerintah dan stakeholder terkait harus sinergis. Tidak hanya pemerintah pusat dan daerah, tapi peran kelembagaan di semua tingkatan harus seiring sejalan dengan program yang akan difokuskan oleh pemerintah.© (Engkos Kosnadi/Gentra Tani)
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman didampingi Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar pada Gerakan Pencanangan Tanam dan Panen Jagung, di Mekar Selayu, Garut, Jawa Barat.
JAGUNG JABAR PENYANGGA PRODUKSI NASIONAL
I
ndonesia pada tahun 2012 dan 2013 menempati peringkat ke-8 produsen jagung (pipilan kering) dunia. Produksi tahun 2013 mengalami penurunan dari 2012, yaitu dari 19.377.030 ton menjadi 18.511.853 ton, meskipun produktivitas (produksi dibagi luasan tanam) meningkat. Produsen jagung terbesar saat ini (data 2013) adalah Amerika Serikat (34,74% dari total produksi dunia); diikuti Tiongkok 21,46%; Brazil 7,89%; Argentina 3,16%, Ukraina 3,04%; India 2,29%; Meksiko 2,23%; Indonesia 1,82%; Prancis 1,48%; dan Kanada 1,39%. Selama periode 1969- 2015 pertumbuhan luas panen jagung di Pulau Jawa dan Luar Pulau Jawa hampir sama, masing-masing sebesar 2,56% dan 2,78%. Sebaliknya pada rentang periode waktunya 10 tahun terakhir yaitu antara tahun 2005 – 2015 pertumbuhan luas panen jagung di Luar Jawa lebih tinggi dari pada di Jawa, pertumbuhan luas panen di Luar Jawa 2,84% sedangkan Jawa 0,82%. Rendahnya pertumbuhan luas panen jagung di Jawa karena lahan untuk tanaman jagung harus bersaing dengan komoditas lain yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi atau sebagai bahan pangan utama seperti padi sawah, komoditas perkebunan,
hortikultura atau komoditas tanaman semusim lainnya. Sebaliknya, tingginya pertumbuhan luas panen di Luar Jawa ini antara lain karena daya saing produksi jagung yang relatif lebih baik pada lahan sawah tadah hujan dan lahan kering dibandingkan dengan daya saing komoditas lain (Deptan, 2005). Hal ini juga didorong oleh kebutuhan jagung untuk pakan ternak, karena harga jagung impor yang semakin mahal. Di sisi lain kebutuhan jagung untuk pakan ternak semakin besar. Berdasarkan Angka Ramalan II Tahun 2015, produksi jagung di Jawa Barat diramalkan mencapai 976.989 ton pipilan kering, mengalami penurunan 6,69 persen dibandingkan tahun 2014. Penurunan ramalan produksi jagung pada tahun 2015 lebih disebabkan penurunan ramalan luas panen sebesar 9,72 persen. Sedangkan produktivitas diramalkan meningkat sebesar 3,36 persen. (BPS Provinsi Jawa Barat) Menurut keterangan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Ir. Diden Trisnadi, MP, “kinerja produksi jagung terhadap nasional 2016, 1.169.614 ton persentase 5,61 persen. jagung merupakan komoditi yang sangat berperan dalam pemenuhan
kebutuhan pangan, bahan pakan ternak dan industri yang setiap tahun cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. peningkatan produksi masih harus dilakukan mengingat kebutuhan semakin meningkat dan juga dalam rangka untuk menekan import.” Ujarnya. Diden juga menambahkan, “berbagai program kegiatan upaya peningkatan produksi jagung telah diupayakan, baik oleh pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah kabupaten. Mulai tahun 2008 difokuskan pada kegiatan SL-PTT melalui penerapan teknologi dan pemberdayaan sumber daya alam untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan produktivitas persatuan luas dan mutu, dilanjutkan tahun 2015 dengan kegiatan GP-PTT jagung yang merupakan anjuran teknologi massal sesuai kebutuhan agroklimat untuk meningkatkan produktivitas, mutu dan menjaga lingkungan hidup, serta tahun 2016 dengan kegiatan intensifikasi untuk peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam (PAT) untuk penambahan areal tanam, dan peningkatan intensifikasi pertanaman (PIP), sehingga sasaran
Nomor III Edisi I 2016
7
Pencanangan Gerakan Panen Jagung Tahun 2016 di Jawa Barat, Kelompok Tani Sugih Mukti, Marga Asih, Cicalengka, Bandung.
produksi jagung jawa barat tahun 2016 sebesar 1.294.699 ton pipilan kering dapat tercapai”, terangnya. Jagung Nasional Pola panen jagung selama 3 tahun terakhir (2013 - 2015) menunjukkan kondisi yang hampir seragam, yaitu puncak panen jagung terjadi pada Subround I yaitu bulan Februari Maret. Pada Bulan Januari belum banyak panen jagung, Bulan Februari - Maret merupakan bulan puncak panen jagung. Pola panen tahun 2013 dan 2014 menunjukkan puncak panen terjadi di Bulan Februari, Bulan Maret sudah agak menurun dibandingkan Bulan Februari. Namun pada tahun 2015, puncak panen jagung terjadi pada bulan Maret. Bulan April luas panen sudah jauh menurun dibandingkan Bulan Februari - Maret. Produksi jagung selama kurun waktu 1969-2015 tertinggi dicapai pada tahun 2015 ini yaitu sebesar 20,667 juta ton. Jika dilihat perkembangan produksi jagung pada 10 (sepuluh) tahun terakhir, produksi jagung mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,05% per tahun. Pada tahun 2005 produksi jagung sebesar 12,524 juta ton, kemudian lima tahun berikutnya (2010) produksi jagung meningkat menjadi 18,33 juta ton, dan di tahun 2015 produksi jagung nasional kembali meningkat secara
8
Majalah Gentra Tani
signifikan sehingga mencapai 20,667 juta ton. Selama periode tahun 2010 sampai 2015, terjadi 2 kali penurunan produksi jagung, yaitu tahun 2011 produksi jagung turun sebesar 3,73% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 17,643 juta ton, dan tahun 2013 produksi jagung turun sebesar 4,51% dibandingkan tahun sebelumnya atau mencapai 18,512 juta ton. Penurunan produksi jagung disebabkan oleh penurunan produktivitas karena penggunaan benih jagung, tata cara pengolahan tanaman, pemupukan, dan penurunan produksi jagung biasanya disebabkan oleh penurunan luas panen. Penurunan produksi jagung juga bisa disebabkan bergesernya pola tanam, atau beralih ke komoditas lain. Produksi jagung tahun 2014 kembali meningkat menjadi 19,008 juta ton atau naik sebesar 2,68% dan tahun 2015 kembali terjadi peningkatan yang cukup signifikan menjadi 20,667 juta ton atau naik sebesar 8,72%. Peningkatan produksi ini dikarenakan terjadi peningkatan luas panen sebesar 160 ribu hektar (4,18%), dan juga peningkatan produktivitas sebesar 2,16 ku/ha (4,36%). Selama periode 2005 – 2015, pertumbuhan produksi jagung di Luar Jawa lebih tinggi dari pada di Jawa. Pertumbuhan produksi jagung di Jawa
hanya 4,78% per tahun, sementara di Luar Jawa sebesar 7,78% per tahun. Tingginya pertumbuhan produksi jagung di Luar Jawa terutama dikarenakan pertumbuhan luas panen. Pertumbuhan luas panen di Jawa hanya 0,82% per tahun sedangkan pertumbuhan luas panen di Luar Jawa sebesar 2,84% per tahun. Pola perkembangan produksi jagung di Jawa tampak lebih berfluktuasi dibandingkan dengan pola perkembangan produksi jagung di Luar Jawa. Hal ini terjadi karena persaingan penggunaan lahan di Jawa khususnya antara padi dan palawija dapat menjadi alasan utama terjadinya fluktuasi tingkat produksi jagung di Jawa, sedangkan produksi jagung di Luar Jawa cenderung meningkat secara perlahan. Total kontribusi 3 (tiga) provinsi sentra di Jawa ini mencapai 48,76%, tujuh provinsi sentra lainnya merupakan provinsi di Luar Pulau Jawa. Lampung menjadi provinsi urutan ke-3 dengan total kontribusi sebesar 9,07% atau rata-rata luas panen selama periode 2011- 2015 sebesar 353,511 ribu ha, urutan selanjutnya diikuti masing-masing secara berurutan Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Utara, masingmasing secara berurutan berkontribusi sebesar 7,61%, 6,68%, 5,92%, 3,58%, 3,08% dan 3,27% .Provinsi lainnya di luar provinsi sentra, kontribusinya terhadap produksi jagung nasional adalah 12,03%. Dilihat dari sisi pertumbuhan luas panen jagung selama periode 5 tahun terakhir (2011 – 2015) beberapa provinsi sentra mengalami peningkatan pertumbuhan, namun ada juga yang menunjukkan pertumbuhan negatif. Pertumbuhan negatif terjadi di Provinsi Lampung dimana luas panen rata-rata turun sebesar 2,69%/ tahun, Jawa Barat luas panen turun sebesar 1,03%/tahun, dan Sumatera Utara turun 0,44%/tahun. Penurunan luas panen jagung di Provinsi Lampung karena sebagian petani beralih komoditas dari jagung ke komoditas ubi kayu. Hal ini dikarenakan petani merasa bahwa dalam bertanam ubi kayu biaya
untuk usaha tani jauh lebih murah dari pada bertanam jagung. Bertanam ubi kayu tidak memerlukan perawatan khusus. Angka Ramalan I tahun 2015 juga menunjukkan peningkatan luas panen ubi kayu. Luas panen ubi kayu di Lampung tahun 2014 sebesar 304,47 ribu ha, tahun 2015 meningkat menjadi 310,44 ribu ha. Sementara pertumbuhan luas panen tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 16,13% per tahun. Sentra produksi jagung di Indonesia selama 2011 – 2015 terdistribusi di sepuluh provinsi dengan total kontribusi sebesar 89,47% terhadap total produksi Indonesia). Kontribusi terbesar produksi jagung nasional berasal dari Provinsi Jawa Timur yaitu 30,93%, disusul kemudian oleh Jawa Tengah sebesar 15,89%, sedangkan Provinsi Jawa Barat menempati urutan ke-6 dan hanya menyumbang 5,43% dari produksi nasional. Total kontribusi 3 (tiga) provinsi sentra di Jawa ini mencapai 52,25%, tujuh provinsi sentra lainnya merupakan provinsi di Luar Pulau Jawa dengan kontribusi sebesar 37,22%. Lampung menjadi provinsi urutan ke-3 dengan total kontribusi sebesar 9,26% atau ratarata produksi selama periode 2011 - 2015 sebesar 1,76 juta ton. Provinsi lainnya di luar provinsi sentra, kontribusinya terhadap produksi jagung nasional adalah 10,53%. Konsumsi perkapita diperoleh dari data hasil SUSENAS (Survei
Sosial Ekonomi Nasional, BPS). Permintaan tidak langsung didekati dari permintaan antara atau konsumsi industri dari data Neraca Bahan Makanan (NBM) yang diterbitkan setiap tahun, dengan asumsi harga dan pertumbuhan konsumsi industri cenderung tetap, sehingga proyeksi permintaan industri merupakan hasil perkalian antara persentase penggunaan untuk industri dengan produksi tahun terakhir. Disamping itu disajikan juga perkembangan ketersediaan konsumsi jagung di Indonesia dari pendekatan Neraca Bahan Makanan. Ketersediaan yang dimaksud pada NBM adalah selisih produksi ditambah impor sebagai komponen suplai, dikurangi besarnya ekspor, tercecer, penggunaan pakan, bibit dan penggunaan untuk industri. Konsumsi jagung rumah tangga per kapita dalam kurun waktu 2005 – 2014 cenderung menurun, dengan laju penurunan 4,18% per tahun. Pada tahun 2011 konsumsi jagung rumah tangga menurun cukup signifikan sebesar 22,6% dibandingkan tahun 2010 dari 1,763 kg/kapita/tahun menjadi 1,365 kg/kapita/tahun, pada tahun 2012 konsumsi jagung kembali mengalami peningkatan (22,9%) menjadi 1,677 kg/kapita/tahun. Tahun 2013 konsumsi jagung per kapita kembali menurun sebesar 12,43%, tahun 2014 konsumsi jagung diperkirakan kembali naik sebesar 5,71% atau konsumsi perkapita menjadi sebesar 1,553 kg/
kapita/tahun. Konsumsi jagung yang dimaksud disini konsumsi jagung basah berkulit dan jagung pipilan kering. Konsumsi nasional rumah tangga pada tahun 2014 adalah sebesar 391 ribu ton, total konsumsi ini meningkat sebesar 7,63% dari tahun sebelumnya yang mencapai 365 ribu ton. Peningkatan ini karena adanya peningkatan konsumsi jagung basah berkulit sebagai substitusi bahan pangan pokok, disamping itu juga karena peningkatan penggunaan jagung pipilan kering untuk konsumsi rumah tangga. Konsumsi per kapita jagung sepuluh tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun rata-rata 4,18% per tahun. Selama kurun waktu tersebut terjadi penurunan cukup signifikan pada tahun 2008 sampai 2011 masingmasing sebesar -11,23%, -30,43%, -29,56%, dan - 22,60%. Pada tahun 2012 konsumsi per kapita jagung kembali meningkat 23%, tahun 2013 kembali menurun sebesar -12,43% dan tahun 2014 kembali meningkat 5,71%. Penurunan konsumsi ini terjadi karena semakin sedikit orang mengkonsumsi jagung sebagai subtitusi bahan\ pangan pokok, sedangkan permintaan jagung untuk industri terutama industri pakan cenderung semakin meningkat. Program penganekaragaman pangan pengganti beras sampai saat belum berhasil, sehingga perlu upaya yang lebih keras agar konsumsi beras menurun dan
Nomor III Edisi I 2016
9
konsumsi sumber karbohidrat lainnya termasuk jagung meningkat. Permintaan jagung untuk industri non makanan pada tahun 2010 sebesar 4,4 juta ton. Pada tahun 2011 dan tahun 2012 konsumsi industry non makanan mengalami penurunan berturut-turut menjadi sebesar 3,67 juta ton, dan 4,32 juta ton. Penurunan ini diduga berkaitan dengankualitas jagung yang dihasilkan oleh petani. Jika kadar aflatoxin jagung melebihi batas ambang yang ditetapkan, maka industri pakan akan menolaknya. Sebagai gantinya industi pakan mengimpor jagung, untuk bahan baku pakan. Pertumbuhan ketersediaan jagung menurut Neraca Bahan Makanan (NBM) pada tahun 1990-2014 rata-rata sebesar 6,96%, sedangkan pada periode 2005 – 2014 atau selama sepuluh tahun terakhir pertumbuhan ketersediaan jagung lebih tinggi yaitu sebesar 11,38% per tahun. Hal ini karena produksi jagung yang meningkat cukup drastis di tahun 2007-2008 sehingga ketersediaan jagung untuk konsumsi pangan langsung meningkat cukup fantastis di tahun 2007 yaitu sebesar 113,73%, bahkan tahun berikutnya masih meningkat lagi sebesar 24,59%. Pada tahun 2009 sampai 2014
10 Majalah Gentra Tani
pertumbuhan ketersedian jagung terlihat lebih datar dengan kisaran pertumbuhan -3,29% sampai 11,39% per tahun (Lampiran 7). Terdapat perbedaan yang cukup lebar antara konsumsi rumah tangga per kapita hasil SUSENAS dan ketersediaan per kapita, hal ini diduga karena ada penggunaan untuk olahan makanan pada NBM terlalu rendah. Jadi ada dugaan penggunaan jagung untuk pakan lebih besar dari angka NBM, mengingat banyak industri pakan ternak skala kecil/rumah tangga yang belum tercakup dalam penggunaan pakan oleh industri. Pengolahan jagung untuk pakan (self mix) yang dilakukan oleh rumah tangga usaha peternakan, didugajumlahnya cukup besar. Disamping itu banyak jagung yang dikonsumsi di luar rumah tangga sebagai makanan jadi seperti untuk snack, jagung bakar, jagung untuk sayuran, atau makanan lain berbahan baku jagung. Perhitungan secara nasional, produktivitas jagung dari tahun ke tahun mengalami angka peningkatan. Berdasarkan Angka Sementara BPS produksi jagung Nasional tahun 2015 sebesar 19,61 juta ton, mengalami peningkatan sebesar 3,17% atau lebih tinggi 0,61 juta ton dibanding produksi tahun 2014 sebesar 19 juta ton. Di tahun 2016, Kementerian Pertanian memproyeksikan produksi jagung naik menjadi 24 juta ton atau diharapkan meningkat sebesar 8,8%. Antisipasi turunnya harga komoditas dilakukan dengan upaya pemerintah dengan melakukan penyerapan hasil panen secara cepat. Mentan memberikan jalan keluar dengan kebijakan dilapangan dengan menginstruksikan agar Bulog melakukan serapan dengan harga yang menguntungkan bagi petani jagung, Seperti dilansir Antara, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan bangga dengan peningkatan ekspor jagung ke beberapa negara, bahkan tahun 2015 ada kenaikan 1.800 persen dibanding tahun sebelumnya. "Ekspor jagung kita tahun 2015 naik 1.800 persen, dimana pada 2014 kita hanya ekspor 37 ribu ton, namun di tahun 2015 mencapai 252 ribu ton," kata Mentan
saat berkunjung ke Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Ekspor terbesar jagung berasal dari Provinsi Gorontalo sekitar 109 ribu ton. Mentan berharap para petani di daerah itu , untuk terus mengembangkan tanaman jagung sebagai komoditas unggulan, karena pasar cukup potensial. Bahkan untuk menunjang hasil tanaman jagung, Kementan telah alokasi anggaran Rp9,6 miliar untuk pengembangan produksi jagung termasuk padi dan kedelai di daerah itu. Sebelumnya juga Mentan menyuarakan program untuk mengasuransikan para petani yang mengalami gagal panen. "Petani akan diasuransikan, sehingga bila gagal panen akan ada pengembalian kerugian bagi mereka," ujarnya. Ditegaskan berapapun bantuan yang diminta pemerintah daerah akan disalurkan pemerintah pusat, khususnya untuk meningkatkan swasembada pangan nasional. "Berapapun yang diajukan, pasti akan disetujui. Maka pemerintah daerah harus minta sebanyak-banyaknya, khususnya alat dan mesin pertanian," ucap menteri. Seperti dilansir Bisnis.com, Kementerian Pertanian mendorong pemanfaatan benih jagung hibrida untuk dapat menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi. Protas jagung hibrida dapat mencapai 12 ton per hektare, jauh dari rata-rata produktivitas nasional yang menurut USDA sebesar 4,1 ton per hektare. Salah satu daerah yang berhasil mengembangkan jagung hibrida adalah Garut, Jawa Barat. Dalam kunjungannya ke Garut, Menteri Pertanian Amran Sulaiman memanen 42.000 ton jagung dari lahan seluas 3.500 hektar. “Jagung hibrida yang dipanen biasanya dikirim ke industri untuk digunakan atau diolah menjadi pakan ternak atau kebutuhan industri lainnya. Kami harap petani dapat terus mengembangkan penanaman jagung hibrida,” ungkap Amran melalui keterangan tertulis, akhir pekan lalu. Pemerintah mencatat kontribusi Kabupaten Garut pada produksi jagung Jawa Barat mencapai 45,28% dari lahan seluas 82.010 hektare atau sebanyak 586.207 ton.
Nilai produksi jagung hibrida di kabupaten ini mencapai Rp1,8 triliun. Pemerintah mencatat produktivitas jagung dari tahun ke tahun mengalami tren peningkatan. Berdasarkan Angka Sementara BPS, produksi jagung tahun 2015 sebesar 19,61 juta ton, naik 3,17% atau lebih tinggi 0,61 juta ton dibanding produksi tahun 2014 sebesar 19 juta ton. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Dunia Menurut data FAO, luas panen jagung dunia tahun 2010 sebesar 164,03 juta ha, pada tahun 2011 naik sebesar 5,02% menjadi 172,26 juta ha, kemudian pada tahun 2012 kembali meningkat sebesar 3,65% menjadi 178,55 juta ha. Pada tahun 2013 luas panen jagung dunia masih mengalami peningkatan sebesar 3,19% atau luas panen mencapai 184,24 juta hektar. Pertumbuhan luas panen jagung dunia periode 1961-2013 ini relatif lambat dengan rata-rata pertumbuhan 1,11% per tahun. Pada periode sepuluh tahun terakhir (2004 – 2013) pertumbuhan luas panen jagung dunia lebih tinggi, yaitu sebesar 2,48%. Hal ini diduga terjadi karena peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kebutuhan jagung baik untuk bahan baku pakan ternak maupun dikonsumsi manusia, sehingga sebagian negara di dunia berusaha memperluas tanaman jagung. Pada beberapa tahun terakhir bahkan karena kebutuhan energi alternatif yang menggantikan sumber energi yang berasal dari fosil, jagung merupakan salah satu bahan baku energi alternatif karena bisa diubah menjadi etanol. Bila diamati kondisi sepuluh tahun terakhir, peningkatan luas panen jagung yang cukup signifikan pada tahun 2007 yaitu 7,94%, hal ini dipicu oleh naiknya harga minyak dunia yang melambung tinggi, sehingga mencari sumber bahan bakar alternatif sebagai pengganti minyak bumi seperti bioetanol yang dibuat dari jagung atau
tebu. Selama 4 tahun terakhir atau dari tahun 2010 sampai 2013 luas panen jagung dunia menunjukkan pertumbuhan yang positif atau terus mengalami peningkatan. Berbeda dengan perkembangan luas panen yang cenderung terus meningkat pada 5 tahun terakhir, perkembangan produktivitas jagung dunia, menunjukkan perkembangan yang fluktuatif. Pertumbuhan produktivitas jagung selama 2004 – 2013 ratarata meningkat 2,29% per tahun. Produktivitas jagung dunia tahun 2012 sebesar 4,89 ton/ha atau menurun dari tahun 2011 sebesar 5,16%. Sebaliknya pada tahun 2013 lalu produktivitas jagung dunia meningkat sebesar 12,86% dibandingkan tahun 2012, atau produktivitas jagung dunia tahun 2013 sebesar 5,52 ton/ha. Peningkatan produktivitas ini diduga karena berhasilnya pengembangan jagung dengan produktivitas tinggi, seperti jagung hibrida. Perkembangan luas panen terlihat pada. Perkembangan produktivitas jagung dunia pada periode tahun 1961-2013 juga menunjukkan kecenderungan meningkat rata-rata sebesar 2,27% per tahun atau lebih tinggi dari pada peningkatan luas panen (1,11% per tahun). Laju pertumbuhan produktivitas jagung dunia pada sepuluh tahun terakhir (2004 – 2013) masih mengalami peningkatan meskipun dengan pertumbuhan lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan luas panennya yaitu sebesar 2,29% per tahun, sementara pertumbuhan luas panen jagung pada periode yang sama meningkat
sebesar 2,48% per tahun Perkembangan produksi jagung dunia selama periode tahun 2004- 2013 meskipun berfluktuasi menunjukkan kecenderungan meningkat. Peningkatannya lebih banyak ditentukan oleh pertumbuhan luas panen sebesar 2,48% per tahun dan pertumbuhan produktivitas 2,29% per tahun. Hasil perkalian luas panen dan produktivitas menghasilkan produksi, sehingga pertumbuhan produksi jagug dunia pada periode tersebut mencapai 4,84% per tahun. Menurut FAO, produksi jagung dunia pada tahun 2011 mencapai 887 juta ton, atau naik 4,30% dibandingkan tahun 2010, tetapi tahun 2012 produksi jagung dunia menurun sekitar 15 juta ton atau menurun 1,70% dibandingkan tahun 2011. Pada tahun 2013 ini, produksi jagung dunia kembali meningkat signifikan sebesar 16,46% atau menjadi 1,02 milyar ton. Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir, dalam Seminar Nasional Kebijakan Jagung, dikutip dari Antara, Rabu (6/4/2016). Pemerintah diharapkan membenahi sistem penanganan pascapanen khususnya untuk komoditas jagung, dengan menyediakan lebih banyak alat pengering yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas produk-produk petani. "Semua sudah difasilitasi oleh pemerintah, namun pada pasca panen, dari dahulu hingga saat ini masih belum ditata. Itu permasalahan yang mendasar," Untuk menjawab hal tersebut, Guna merealisakan solusi permanen jangka panjang ini, Pemerintah telah menyiapkan lahan dengan berbagai kebijakan insentif dan deregulasi. KemenLHK, Kemen ATR /KaBPN, dan Kementan mengawal khusus kegiiatan investasi jagung, sapi, tebu dan lainnya. Pemerintah juga telah menyiapkan lahan seluas 2,2 juta hektar untuk investasi tersebut, terdiri dari: (1)
Nomor III Edisi I 2016
11
lahan hutan 700 ribu ha untuk investasi perluasan tebu pada 15 Pabrik Gula (PG) existing dan 19 investor PG baru; (2) lahan 1,0 juta ha untuk sentra pembibitan dan penggemukan sapi bagi 9 investor dan (3) lahan hutan 500 ribu ha dan lahan Perhutani 265 ribu ha untuk pengembangan jagung bagi empat investor yang diintegrasikan dengan industri pakaan ternak. Saat ini masih terbuka luas bagi investor lain untuk membuka lahan dan mengembangkan bisnis di sektor pertanian. Berbagai kemudahan yang diberikan Pemerintah untuk mendorong investasi jagung, sapi dan tebu antara lain: (1) Deregulasi/ merevisi PP No.33/2014: PNBP Hutan untuk penggunaan di luar Kepentingan Kehutanan, agar tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tidak membebani usaha tebu, jagung dan sapiyang berlokasi di areal hutan, saat ini mahal sewa lahan/pinjam pakai hutan produksi Rp 1 juta/ha/tahun), (2) merevisi PP No.11/2010: Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, sehinggaHGU yang tidak aktif (atau ditelantarkan pemilik HGU), untuk dicabut ijinnya dan dikasihkan ke
investor baru), (3) merevisi PP No.60/2012: Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, sehingga kawasan hutan dapat diperuntukan/ digunakan untuk kegiatan pertanian tertentu, (4) merevisi PP No. 72/2010: Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Indonesia, sehingga kawasan hutan yg tidak berhutan di Perhutani dapat dapat digunakan untuk pertanian tertentu; (5) memberikan kredit jangka panjang, bunga khusus; tax allowance(untuk usaha integrasi sawit-sapi agar diberi keringanan Pajak Ekspor, PPh Bahan Baku dll), (6) Menurunkan bea masuk sapi indukan dari 5% menjaddi nol% dan biaya karantina Rp 2,5 juta/ekor ditanggung Pemerintah; (7) memberikan perlindungan dan jaminan keamanan lahan dan ternak (penyerobotan, pencurian); (8) menyederhanakan persyaratan perijinan pendaftaran produk benih, pupuk, pestisida dan menerapkan perijinan satu pintu; (9) debottlenecking dalam rekomendasi perijinan investasi; (10) menyiapkan pulau karantina untuk sapi, serta (11) menyiapkan infrastruktur pendukungnya berupa jalan, irigasi, listrik, telekomunikasi, dan lainnya.
KALENDER TANAM MEMANDU BUDIDAYA
12 Majalah Gentra Tani
Kebijakan terkait investasijuga diberikan Pemerintah untuk pengembangan bisnis komoditas lainnya seperti: (1) mengefektifkan penggunaan bio-diesel berbahan baku CPO sehingga 2015 mencapai target 15 persen; (2) pembebasan PPN 10% pada industri Modified Cassava Flour (MOCAF); dan (3) menerbitkan PP tentang Pembiayaan Pertanian dan PP tentang Usaha Agrowisata sebagai tindaklanjut UU 23/2010 tentang Hortikultura Solusi jangka pendek terhadap gejolak harga dan benang kusut tata niaga jagung diatasi dengan kerjasama petani, Bulog dan pelaku usaha. Pemerintah berperan intevensi pasar melalui Bulog dengan membeli jagung petani untuk memperpendek rantai niaga. Selanjutnya Bulog dapat menjual jagung langsung ke industri pakan ternak.© (Tim Redaksi Gentra Tani)
katam.litbang.prtanian.go.od
Gerakan Pencanangan Tanam dan Panen Jagung, di Mekar Selayu, Garut, Jawa Barat.
Zona Corn Belt Jabar
D
alam upaya meningkatkan produksi jagung melalui penerapan teknologi, Provinsi Jawa Barat dengan pencapaian produktivitas sebesar 7,6 ton pipilan kering, merupakan provinsi tertinggi pencapaian produktivitas jagungnya di tingkat nasional, dimana rata – rata provitas nasional baru sebesar 5,2 ton/ha pipilan kering. akan tetapi sesuai dengan program nasional yaitu swasembada jagung, maka produksi jagung khususnya di jawa barat, masih harus ditingkatkan baik melalui perluasan areal tanam, peningkatan intensitas penanaman, maupun peningkatan produktivitas, diantaranya dengan menggunakan benih Jagung Hibrida serta menerapkan teknologi, pengamanan produksi dari OPT dan DPI, penggunaan alat mesin pertanian, meningkatkan kemitraan untuk membuka peluang pasar, dan sebagainya. Pelaksanaan kegiatan peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai sejak tahun 2015 dalam rangka mendukung program pemerintah swasembada pangan, dalam pelaksanaan di lapangan dibantu oleh anggota TNI, mudah-mudahan dapat memberikan dorongan dan semangat kepada kita, untuk lebih bersemangat dan disiplin dalam melaksanakan budidaya padi, jagung, dan kedelai yang baik dan benar, sehingga dapat memperoleh produktivitas dan produksi yang tinggi serta bermutu juga dapat mesejahterakan petani dan pelaku usahanya.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas nasional Jagung serta memberikan indeks pertanian menuju Swasembada Nasional, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat menggelar Acara Pencanangan Gerakan Panen Jagung Hibrida Tahun 2016 pada hari Rabu 16 Maret 2016. Acara tersebut bertempat di Kelompok Tani “Sugih Mukti” Kampung Garogol, Desa Margaasih, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung. Acara tersebut dihadiri oleh Bupati Kabupaten Bandung, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Beserta Jajarannya, Ketua Tim Upsus Jawa Barat, Aster Pangdam III Siliwangi Beserta Jajarannya, Kepala Bulog Divre Provinsi Jawa Barat, Para Kepala Opd Terkait Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dan Pemerintah Kabupaten Bandung serta Elemen Masyarakat. Pada kesempatan Panen di Kabupaten Bandung, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Ir. Diden Trisnadi, MP, mengatakan, “mulai tahun 2008 difokuskan pada kegiatan SL-PTT melalui penerapan teknologi untuk peningkatan produktivitas persatuan luas dan mutu, selanjutnya tahun 2015 dengan kegiatan GP-PTT jagung berupa anjuran teknologi massal sesuai kebutuhan agroklimat, serta tahun 2016 dengan kegiatan intensifikasi untuk peningkatan produktivitas dan PAT/PIP untuk penambahan areal tanam sehingga sasaran produksi
jagung Jawa Barat tahun 2016 sebesar 1.294.699 ton pipilan kering dapat tercapai, ujar Diden”. Diden menambahkan, “Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra produksi jagung di Jawa Barat, dengan produksi sebesar 53.413 ton PPK atau menyumbang 5,10% terhadap produksi jagung Jawa Barat tahun 2014 (1.047.077 ton PPK). Diharapkan terus ditingkatkan melalui peningkatan intensitas tanam, perluasan areal tanam, serta produktivitas melalui penggunaan benih jagung hibrida, mengingat peluang pasar terutama industri pakan ternak masih terbuka”, ujar Diden. Pada kesempatan yang sama, Bupati Kabupaten Bandung, Dadang Naser, mengatakan bahwa, “jagung merupakan komoditi yang sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan, bahan pakan ternak dan industri yang setiap tahun cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Karena itu, peningkatan produksi terus dilakukan mengingat kebutuhan nasional sebesar 7,5 juta ton dan khusus Jawa Barat kurang lebih 2,5 juta ton PPK serta dalam rangka menekan import, ujar Dadang Naser mengawali sambutannya”. Lebih lanjut, Dadang mengatakan, “berbagai program kegiatan peningkatan produksi jagung telah diupayakan, baik oleh pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah kabupaten”. Dadangpun memberikan
Nomor III Edisi I 2016
13
apresiasi terhadap kegiatan ini. “Keberhasilan pelaksanaan kegiatan peningkatan produksi jagung sejak tahun 2015 dalam rangka mendukung program pemerintah swasembada pangan ini, tidak terlepas dari pendampingan anggota tni, mudahmudahan terus menjadi penyemangat dan pendorong kepada para petani dalam melaksanakan budidaya jagung yang baik dan benar, sehingga memperoleh produktivitas dan produksi yang tinggi serta bermutu sekaligus mensejahterakan petani dan pelaku usahanya, ujar Dadang”. Kabupaten garut merupakan salah satu sentra produksi jagung tertinggi di jawa barat, dengan produksi sebesar 626.876 ton pipilan kering atau menyumbang 60% terhadap produksi jagung jawa barat tahun 2014 (1.047.077 ton pipilan kering). Diharapkan masih dapat ditingkatkan melalui peningkatan intensitas tanam, perluasan areal tanam, serta produktivitas melalui penggunaan benih jagung hibrida, mengingat peluang pasar terutama industri pakan ternak masih terbuka. Dalam rangka menuju Swasembada Nasional serta untuk memberikan kontribusi terhadap penambahan indeks Jagung Nasional, maka digelar Acara Kegiatan Pencanangan Gerakan Panen Raya Jagung Tahun 2016. Acara tersebut bertempat di Kelompok Tani Mekar Saluyu Desa Pangeureunan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut. Acara tersebut dihadiri oleh Mentri Pertanian Republik Indonesia, Bupati Garut beserta jajarannya, Para Kepala OPD Lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dan Kabupaten/ Kota Se-Jawa Barat, Panitia dan Masyarakat. Seperti dilansir Antara.com. Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan siap mendorong produktivitas jagung hibrida di Kabupaten Garut, Jawa Barat, untuk memenuhi kebutuhan pasar di Indonesia. "Di Garut ini paling besar penghasil jagung, tahun 2015 mencapai 512 ribu ton produksinya," kata Amran saat panen raya jagung hibrida di Desa Pangeureunan, Kecamatan Balubur Limbangan, Kabupaten Garut, Rabu. Ia menuturkan di Kabupaten Garut terdapat lahan jagung seluas tujuh ribu
14 Majalah Gentra Tani
hektare dengan produksi jagung cukup tinggi sebanyak 13 ton per hektare. Jagung yang diproduksi di Garut, kata dia, telah mampu memenuhi pasar Jakarta, selain beberapa daerah di Jawa Barat. "Bahkan sekarang untuk kemudahan petani, jagung langsung dibeli oleh Bulog," katanya. Amran juga menambahkan, “sebagaimana kita ketahui bahwa, jagung merupakan komoditi yang sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan, bahan pakan ternak dan industri yang setiap tahun cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan” Ia mengajak kepala daerah di Kabupaten Garut dan Provinsi Jawa Barat untuk bersama-sama menjadikan Garut sebagai lumbung pangan. Ia menyampaikan upaya mendukung ketahanan pangan itu perlu adanya perhatian yang serius terhadap petani. Pihaknya siap memberikan bantuan yang dibutuhkan petani untuk meningkatkan produktivitas dan luas lahan pertanian. "Tanamannya (daerah Garut) hanya 73 ribu hektare, mampu 100 (hektare), jangan ditawar," kata Amran meminta kepada Kepala Dinas Pertanian pemerintah setempat untuk menambah terus luas lahan pertanian. Dalam kunjungannya itu, Menteri Pertanian memberikan bantuan kepada petani Garut berupa bibit jagung, padi dan alat pertanian seperti hand traktor dan pompa air. Bahkan rencananya akan memberikan bantuan sapi untuk kelompok tani di Garut. Pada kesempatan yang sama, Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman mengatakan, “berbagai program kegiatan upaya peningkatan produksi jagung telah diupayakan, baik oleh pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah kabupaten. Mulai tahun 2008 difokuskan pada kegiatan SLPTT melalui penerapan teknologi dan pemberdayaan sumber daya alam untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan produktivitas persatuan luas dan mutu, dilanjutkan tahun 2015 dengan kegiatan GP-PTT jagung yang merupakan anjuran teknologi massal sesuai kebutuhan agroklimat untuk meningkatkan produktivitas, mutu dan menjaga lingkungan hidup, serta tahun 2016 dengan kegiatan
intensifikasi untuk peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam (pat) untuk penambahan areal tanam, dan peningkatan intensifikasi pertanaman (PIP), sehingga sasaran produksi Jagung jawa barat tahun 2016 sebesar 1.294.699 ton pipilan kering dapat tercapai, ujarnya singkat. Senada dengan Menteri Pertanian, secara teknis Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Ir. Diden Trisnadi, MP, mengatakan bahwa, “dalam upaya meningkatkan produksi jagung melalui penerapan teknologi, Provinsi Jawa Barat dengan pencapaian produktivitas sebesar 7,6 ton pipilan kering, merupakan provinsi tertinggi pencapaian produktivitas jagungnya di tingkat nasional, dimana rata–rata provitas nasional baru sebesar 5,2 ton/ha pipilan kering, ujar Diden dalam sambutannya. Lebih lanjut Diden, “menggarisbawahi pada program nasional yaitu swasembada jagung, maka produksi jagung khususnya di Jawa Barat, masih harus ditingkatkan baik melalui perluasan areal tanam, peningkatan intensitas penanaman, maupun peningkatan produktivitas, diantaranya dengan menggunakan benih jagung hibrida serta menerapkan teknologi, pengamanan produksi dari opt dan dpi, penggunaan alat mesin pertanian, meningkatkan kemitraan untuk membuka peluang pasar, dan sebagainya, ujar Diden”. Menurut keterangan Kepala Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Garut, Ir. Tatang Hidayat, MP, mengatakan, “Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra produksi jagung tertinggi di jawa barat, dengan produksi sebesar 626.876 ton pipilan kering atau menyumbang 60% terhadap produksi jagung jawa barat tahun 2014 (1.047.077 ton pipilan kering), ujarnya”. Pada kesempatan yang sama Pemerintah Kabupaten Garut, optimistis diharapkan masih dapat ditingkatkan melalui peningkatan intensitas tanam, perluasan areal tanam, serta produktivitas melalui penggunaan benih jagung hibrida, mengingat peluang pasar terutama industri pakan ternak masih terbuka,” ujar Tatang. © (Tim Redaksi Gentra Tani)
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman didampingi Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar pada Gerakan Pencanangan Tanam dan Panen Jagung, di Mekar Selayu, Garut, Jawa Barat.
Jabar Maksimalkan Budidaya Jagung Menurut Ketua Tim UPSUS Jawa Barat, Banun Harpini di Desa, Margaasih, Cicalengka, Bandung, Jawa Barat mengatakan Memasuki awal musim panen jagung nasional tahun 2016, Provinsi Jawa Barat telah memulai dengan panen perdana 1.200 hektar jagung jenis hibrida unggul. Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, merupakan salah satu area tanam terbaik untuk penanaman jagung jenis hibrida di Jawa Barat. “Dipadu dengan teknik budidaya yang tepat, optimalisasi lahan yang sangat baik ini mampu menghasilkan potensi panen hingga mencapai 8 ton per hektar, jauh lebih besar dari produktifitas tahun 2015 sebesar 5,17 ton/ha. Diharapkan produktifitas yang bagus ini mampu untuk mengungkit produktifitas jagung secara nasional di tahun 2016,” Seperti dilansir Koran Pikiran Rakyat, Menteri pertanian Amran sulaiman, di garut, Rabu (23/3/2016), mengatakan, Tujuan harga baru tersebut memotivasi masyarakat petani mengusahakan tanaman jagung hibrida untuk kontinutas pasokan jagung nasional. Disebutkan, kenaikan harga baru jagung itu diimbangi
dengan pengendalian impor jagung saat ini sedang dihentikan. Otomatis, pemenuhan pasokan jagung nasional dilkukansepenuhnya dari produksi lokal. “HPP itu merupakan harga terendah saat panen raya tahun 2016. Saat pasokan jagung sedang sulit awal tahun 2016 lalu harga setempat mencapai Rp 4.000-6.000/ kg pipilan kering. Diharapkan perum bulog agresif membeli panenan jagung hibrida petani,” ujarnya Amran saat panen perdanan jagung pertama sekaligus pencanagan kembali penanaman 2016 yang dilakukan di Desa Pangeureunan, kecamatan limbangan. Pengumuman harga baru jagung hibrida tersebut langsung di sambut tepuk tangan meriah masyarakat desa setempat yang membudidayakan jagung. Kabupaten garut diketahui merupakan sentra utama produksi jagung asal jawa barat dan salah satu pemasok utama nasional. Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Diden Trisnadi mengatakan, untuk tahun 2016 ini target luasan budidaya jagung hibrida di Jawa Barat seluas 153.000
hektare dan target produksi 1,2 juta ton pipilan kering. Di Jawa Barat, budidaya tanaman jagung 80% berasal dari jenis hibrida sisanya jagung manis dan jagung sayuran. Pemerintah telah meminta agar jagung hasil panen petani diserap secepatnya oleh Bulog, agar petani dapat menikmati hasil pertaniannya. Peranan Bulog dalam menyerap keseluruhan hasil panen jagung petani dapat menstabilkan harga jagung di tingkat petani, dan menstabilkan stok pasokan jagung nasional. Sehingga mata rantai perdagangan jagung menjadi efektif dan distribusi jagung secara nasional terkontrol. Harga jagung petani Jawa Barat saat ini berkisar antara Rp 3.000 – Rp 3.200/kg, dan diharapkan dengan penyerapan langsung panen oleh Bulog dengan harga Rp 3.500/ kg. Hal ini merupakan realisasi komitmen penandatanganan nota kesepahaman tentang Optimalisasi Distribusi Pangan Pokok 2016-2019 dan penandatanganan Pernyataan Komitmen Penyerapan Panen Gabah Padi dan Jagung Propinsi Jawa Barat oleh Ka Distan – Ka. Bapeluh– Kasub Divre BULOG Kabupaten –
Nomor III Edisi I 2016
15
Komandan Kodim se-Jawa Barat dan BULOG. “Pada akhirnya para petani akan semakin bergairah menanam jagung bila diikuti dengan harga yang pantas sesuai dengan nilai keekonomian jagung,” ujarnya. Dalam rangka mendukung capaian angka produktifitas meningkat di tahun 2016, Kementerian Pertanian mengeluarkan paket Program 2016 yang mencakup bantuan benih jagung hibrida 1,5 juta hektar dan alat tanam corntransplenter, pada 10 areal prioritas pengembangan jagung diantaranya: Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Pada kesempatan Panen Raya Jagung Perdana di Jawa Barat tepatnya di Desa Margaasih, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Ir. Banun Harpini, M. Sc, Kepala Badan Karantina Pertanian sebagai Penanggungjawab UPSUS PAJALE Jawa Barat memberikan bantuan Benih Jagung 82,5 Ton; benih padi 312,5 ton; bantuan pestisida 23,78 ton; Bantuan Alsintan berupa Traktor roda dua 98 unit; pompa air 20 unit; rice transplanter 13 unit; bantuan sarana infrastruktur pertanian; UPPO, dan pengembangan Desa Organik 3 unit. Benih jagung yang dijadikan bantuan adalah benih-benih unggulan dan akan meningkatkan produktivitas produksi lahan. Secara khusus Badan Karantina Pertanian juga melakukan pengawasan secara baik untuk mencegah masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) yang mungkin terbawa melalui benih-benih tanaman impor yang berasal dari luar negeri. Benih tersebut telah dijamin bebas dari OPTK, seperti penyakit bulai, tahan karat dan hawar daun, serta toleran busuk pelepah. Panen Raya Jagung dihadiri oleh Tim Upsus PAJALE Jawa Barat, Bupati Kabupaten Bandung, Asterdam III/Siliwangi, Kepala Bulog Divisi Regional Jawa Barat, dan SKPD Jawa Barat. Dalam lansiran Kompas disampaikan, Nilai tukar petani sebagai indikator daya beli petani selama empat bulan terakhir terus merosot. Bahkan, nilai tukar petani pada maret
16 Majalah Gentra Tani
2016 merupakan yang terendah sejak september 2015. Padahal, nilai tukar petani di awal tahun dan musim paceklik biasanya naik. “Ini adalah anomali. Harus menjadi catatan besar bagi pemerintah. Sebab, periode itu harusnya nilai tukar petani tidak turun, tetap naik terutama awal tahun. Baru setelah maret, nilai tukar petani cenderung turun karena panen raya,” kata Guru Besar Fakultas Pertanian institut pertanian bogor Dwi Andrea Santosa, Di Bogor, Minggu (3/4). Nilai tukar petani adalah salah stu alat ukur daya beli petani. NTP cenderung naik di masa paceklik karena harga gabah kering panen naik. Sebaliknya, pada musim panen raya NTP cenderung turun karena harga GKP turun. Panen raya padi, menurut Andreas biasanya, terjadi pada maret demikian, NTP Desember tahu sebelumnya dan NTP JanuariFebruari tahun berjalan biasanya naik. Apalagi, saat ini, musim panen raya bergeser dari maret ke april. Karena itu, semestinya tidak saja NTP Desember- februari yang naik, tetapi juga maret. Namun, fakta yang justru sebaliknya. Bahkan, tren merosotnya NTP berpotensi berlanjut pada april ini karena memasuki panen raya. Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin dalam keterangan pers menyatakan, NTP Maret 2016 adalah 101,32 atau turun0,89 persen
ketimbang NTP februari. NTP 100 berarti petani mendapat sulpus. Sebaliknya, NTP di bawah seratus berarti petani mengalami defisit. Penurunan NTP Maret, menurut Suryamin, disebabkan indeks harga yang diterima petani turun 0,22 persen. Ini sejalan dengan turunnya rata rata harga gabah kering panen di tingkat petani sebesar 9,76 persen dibandingkan februari. Sementara indeks harga yang di bayar petani naik 0.68 persen. Dengan kata lain, penerimaan petani surut sementara harga kebutuhan hidup yang harus di belinya naik. Berdasarkan data BPS, selurUh NTP subsektor pertanian, termasuk perikanan, pada maret turun, kecuali hortikultura. Subsektor yang mengalami penurunan terbesar adalah tanaman pangan, yakni minus 2,54 persen dari 103,31 per februari menjadi 100,69 per maret. Januari 2015, empat dari lima subsektor pertanian mengalami kenaikan NTP. Kenaikan tertinggi terjadi pada NTP Subsektor Tanaman Pangan naik 2,34 persen dari 106,83 menjadi 109,33 diikuti NTP Subsektor Peternakan naik 0,77 persen dari 105,56 menjadi 106,38, NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat naik 0,50 persen dari 97,27 menjadi 97,75 dan NTP Subsektor Perikanan naik 0,43 persen dari
98,56 menjadi 98,98, sementara NTP Subsektor Hortikultura mengalami penurunan 2,20 persen dari 107,98 menjadi 105,61. Perkembangan yang terjadi pada Indeks Harga Diterima Petani (IT) menunjukkan fluktuasi harga dari komoditas-komoditas yang dihasilkan petani. Pada Januari 2015, IT Gabungan dari lima subsektor pertanian naik sebesar 1,41 persen dibandingkan dengan IT Desember 2014 yaitu naik dari 123,80 menjadi 125,54. Bila dirinci menurut subsektor, IT Subsektor Tanaman Pangan mengalami kenaikan tertinggi yaitu sebesar 3,20 persen diikuti IT Subsektor Perikanan 1,10 persen, IT Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat 0,99 persen, IT Subsektor Peternakan 0,97 persen sedangkan IT Subsektor Hortikultura turun 1,45 persen. NTP Subsektor Tanaman Pangan pada Januari 2015 mengalami kenaikan sebesar 2,34 persen yaitu naik dari 106,83 menjadi 109,33, hal ini disebabkan oleh indeks yang diterima petani (IT) naik sebesar 3,20 persen lebih tinggi dari kenaikan indeks yang dibayar petani (IB) sebesar 0,84 persen. Naiknya IT Subsektor Tanaman Pangan dikarenakan oleh IT Subkelompok Padi naik sebesar 3,34 persen demikian juga IT Subkelompok Palawija naik sebesar 2,25 persen. Pada sisi pengeluaran petani, IB mengalami inflasi sebesar 0,84 persen akibat IB Sub Kelompok Konsumsi Rumah tangga (IKRT) inflasi sebesar 0,77 persen demikian juga IB Subkelompok Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) inflasi sebesar 1,06 persen. Menteri pertanian Amran Sulaiman, di Garut, Rabu (23/3/2016), mengatakan, harga baru sebesar itu diterima perum Bulog. Tujuan harga baru tersebut memotivasi masyarakat petani mengusahakan tanaman jagung hibrida untuk kontinuitas pasokan jagung nasional. Disebutkan, keniakan harga baru jagung itu diimbangi dengan pengendalian impor jagung saat ini sedang dihentikan. Otomatis, pemenuhan pasokan jagung nasional dilakukan sepenuhnya dari produksi lokal. “HPP itu merupakan harga
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman didampingi Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar pada Gerakan Pencanangan Tanam dan Panen Jagung, di Mekar Selayu, Garut, Jawa Barat.
terendah saat panen raya tahun 2016. Saat pasokan jagung sedang sulit awal tahun 2016 lalu harga setempat mencapai Rp 4.000-6.000/ kg pipilan kering. Diharapkan perum bulog agresif membeli panenan jagung hibrida petani,” ujarnya Amran saat panen perdanan jagung pertama sekaligus pencanagan kembali penanaman 2016 yang dilakukan di Desa Pangeureunan, kecamatan limbangan. Koesmayadi dengan Ketua kelompok tani mekar saluyu III samsudin mengatakan munculnya gambaran, peluang usaha bernilai tambah dari budidayaan jagung hibrida sebenarnya terlihar dari usah sapi potong. Berbagai limbah jagung di limbangan umumnya masih terbuang percuma sekedar dijadikan pupuk, untuk pakan sapi jumlahnya masih sedikit karena populasinya masih belasan ekor. “Melihat peluang ini, sejumlah kelompok tani setempat membuka diri bagi pihak manapun yang berminat usah ternak sapi secara kemitraan. Selain peluang bisnis pasokan sapi potong, juga pemanfaatan berbagai sisa tanaman jagung,” ujarnya. Disebutkan, berbagai limbah sisa tanaman jagung di desanya kebanyakan terbuang atau dijadikan pupuk. Jika dimanfaatkan sebagai pakan sapi, di harapkan mampu memunculkan diversifikasi sebagai pakan sapi, diharapkan mampu memunculkan di versifikasi usaha sehingga berbagai komoditas pertanian didesanya serba termanfaatkansecara ekonomi. Dari diskusi antara Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Dody Firman Nugraha senada kepala badan koodinasi pemerintah dan pembangunan wilayah Koesmayadie
TP menyampaikan aspirasi Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar yang merespons usulan tersebut. Hasil peramalan dengan model simultan, produksi jagung tahun 2016 meningkat 5,66% dibandingkan tahun 2015 atau sebesar 21,84 juta ton. Tahun 2017 diramalkan meningkat 3,84% atau sebesar 22,67 juta ton. Tahun 2018 dan 2019 juga meningkat masing-masing sebesar 23,51 juta ton dan 24,35 juta ton. Konsumsi jagung untuk rumah tangga tahun 2015 diramalkan sebesar 340 ribu ton. Konsumsi jagung tahun 2016 dan 2017 diramalkan masih akan turun menjadi 316 ribu ton dan 288 ribu ton. Tahun 2017 dan tahun 2018 diramalkan akn kembali meningkat menjadi 310 ribu ton dan 313 ribu ton. Neraca jagung dengan asumsi produksi jagung bentuk pipilan kering berkadar air 25%, pada tahun 2015 sampai 2019 masih surplus berkisar antara 300 ribu ton sampai 2,70 juta ton. Ada kecenderungan surplus semakin kecil karena pertumbuhan produksi lebih rendah dari pertumbuhan permintaan. Jika asumsi produksi jagung bentuk pipilan kering dihitung dengan kadar air 15%, maka tahun 2015 dan 2016 diramalkan masih ada surplus jagung dibawah 1 juta ton, sebaliknya tahun 2017 – 2019 diramalkan akan terjadi defisit jagung. © (Tim Redaksi Gentra Tani)
Nomor III Edisi I 2016
17
Realisasi Tanam, Panen, Provitas dan Produksi Jagung 6 Tahun Terakhir di Jawa Barat
Sentra Produksi Jagung Jawa Barat Tahun 2014
Keterangan : Data tahun 2011 – 2014 ATAP, data tahun 2015 ASEM, dan data tahun 2016 Prognosa Konversi Tanam ke Panen Jagung di Jawa Barat 88%. (Garut 99,54%)
Sasaran Produksi Jagung (ton) PPK
Tanam Jagung di Jawa Barat - Lahan Sawah : 30% - Lahan Kering : 70% Sasaran Tanam, Panen, Provitas dan Produksi Jagung Tahun 2016 - Luas Tanam : 196.200 hektar - Luas Panen : 181.485 hektar - Provitas : 71,34 ku/ha - Produksi : 1.294.699 ton PPK Realisasi Produksi Jagung (ton) PPK Perkiraan Panen Jagung Periode Januari – April 2016
Keterangan : - Tahun 2014 Angka Tetap - Tahun 2015 Angka Sementara - Tahun 2016 Angka Prognosa Realisasi Areal Tanam Jagung MT 2015/20116 dibanding MT 2014/2015 di Jawa Barat
18 Majalah Gentra Tani
PENGELOLAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) BERBASIS KOMPETENSI KERJA Oleh : Sri Rumiyati (Balai Pelatihan Pertanian Provinsi Jawa Barat)
E
ra globalisasi dan berlangsungnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menyebabkan batas – batas antar negara tidak relevan dalam eksistensi. Menurut Engkoswara (1999) dalam Wan A Hirawan (2007) mengingatkan ada 3 (tiga) tantangan dalam era globalisasi yaitu : 1. Teknologi komunikasi dan informasi yang semakin canggih mengakibatkan kehidupan yang semakin transparan antar bangsa. 2. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan persaingan yang semakin ketat antar bangsa, siapa yang paling unggul dalam IPTEK itulah yang menjadi pemenang dalam kompetisi global. 3. Ketergantungan yang menjerat menuntut terbentuknya kemitraan dan kerjasama baik secara bilateral, regional, maupun multilateral. Ketiga tantangan tersebut perlu diantisipasi dan diwaspadai sehingga tidak menjadi penonton di negara sendiri atau menjadi konsumen dari negara lain, tetapi mampu bersaing dengan negara manapun.. Tantangan menggambarkan persaingan sumberdaya manusia (SDM) dan sumberdaya buatan seperti hasil produksi. SDM siap pakai yang dibutuhkan untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu kemungkinan diperlukan adanya peningkatan atau pengembangan SDM. Menurut Harris dan De Simone (1994) dalam Anonimous (2006) merinci fungsi
dan cakupan pengembangan SDM ke dalam 3 (tiga) aspek, seperti pada gambar berikut ini : Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu peningkatan kinerja individu, kelompok, organisasi. Menurut Permentan No 49/OT/140/9/2011) Diklat adalah keseluruhan penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam peningkatan kompetensi kerja dan kompetensi teknis bagi aparatur dan non aparatur Sedangkan yang dimaksud dengan Kompetensi adalah seluruh kemampuan individu untuk melaksanakan suatu tugas sesuai dengan standar pekerjaannya. Kompetensi mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang kesemuanya diwujudkan dalam prilaku. Pendidikan dan pelatihan (Diklat) berbasis kompetensi adalah suatu proses yang dilakukan organisasi untuk meningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap anggota organisasi. Diklat dilakukan dengan
tujuan agar individu dapat memiliki kompetensi yang akan digunakan untuk menyelesaikan tugas – tugas dan peran dalam organisasi sesuai dengan standar kemampuan kerja (SKK) yang telah ditetapkan. Suatu diklat dikatakan berkualitas apabila didukung oleh semua unsur kediklatan seperti lembaga diklat, penyelenggara diklat, fasilitator, ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai sesuai kebutuhan. Untuk pencapaian tersebut penyelenggara diklat perlu memperhatikan unsur– unsur pengelolaan diklat dengan memahami tahapan – tahapan seperti pada Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. menunjukkan bahwa pengeloaan diklat berbasis kompetensi
Nomor III Edisi I 2016
19
kerja terdiri dari kegiatan sebagai berikut : 1. Perencanaan Diklat Perencanaan diklat memegang peranan penting agar tujuan diklat dapat tercapai secara optimal. Dalam program diklat berbasis kompetensi kerja ada 4 (empat) tahap yang merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dan dilakukan secara berurutan agar menghasilkan rumusan diklat sesuai dengan kebutuhan pengguna dan . harus dilalui sebelum diklat dilaksanakan (Permentan No 71/ OT 140/I/07 tahun 2013 dalam anonimous 2015). Tahapan tersebut adalah sebagai berikut : Tahap 1 Setiap individu dalam organisasi harus mempunyai Standar Kompetensi Kerja (SKK). yang dibutuhkan dan merupakan standar dalam melaksanakan pekerjaannya Untuk itu diperlukan kegiatan analisis jabatan atau pekerjaan yang merupakan suatu proses sistematis untuk menetapkan SKK dengan prosedur kegiatan mulai dari pengumpulan bahan SKK dalam bentuk data primer dan sekunder, penyusunan rencana SKK, validasi rancangan SKK sampai dengan sosialisasi SKK. Tahap 2 Setelah ditetapkannya SKK dalam rencana diklat dilanjutkan dengan kegiatan Identifikasi kebutuhan diklat (IKD) yaitu suatu proses analisis membandingkan antara SKK dengan Kompetensi Kerja Nyata (KKN). Selisih antara SKK dan KKN merupakan Kekurangan Kompetensi Kerja (KKK). KKK inilah yang perlu perlu dipenuhi diantaranya melalui diklat. Langkah IKD meliputi penyusunan instrumen IKD, penetapan enumerator, penetapan responden,
20 Majalah Gentra Tani
Gambar 3. Kebutuhan Diklat Dalam Organisasi
cara pengisian instrumen, pelaksanaan IKD. Metode yang digunakan adalah wawancara dan observasi lapangan. Analisis jabatan atau pekerjaan (tahap1) dan identifikasi kebutuhan diklat (tahap2) merupakan kegiatan analisis kebutuhan diklat (AKD). dengan demikian AKD merupakan kegiatan awal dalam kegiatan diklat. . Menurut Tovey dan Lawior (2004) dalam anonimous (2006) analisis kebutuhan diklat (AKD) akan menghasilkan dua hal pokok bagi organisasi yaitu pertama kebutuhan – kebutuhan kompetensi yang bisa dipenuhi oleh diklat dan kedua kebutuhan kebutuhan kompetensi lain yang yang bisa dipenuhi oleh program selain oleh diklat seperti tertera pada gambar 3. Tahap 3 Hasil AKD yang merupakan
kebutuhan diklat menjadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan kurikulum. Kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas – tugas dengan standar kompetensi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta diklat berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi yang dibutuhkan (Wan. A Hirawan, 2008). Kurikulum berisi tujuan program diklat, unit kompetensi, elemen kompetensi, kriteria unjuk kerja, indikator unjuk kerja, metoda, media dan alat bantu, jumlah jam berlatih, mata diklat. Mata diklat dalam kurikulum dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu kelompok dasar (5-10 %), kelompok inti ( 80 – 90 %) dan kelompok penunjang (5-10 %) Penyusun kurikulum harus memperhatikan rumusan tujuan diklat karena tujuan diklat merupakan target yang akan dicapai dalam suatu pelatihan. Tujuan diklat dijabarkan dalam bentuk Tujuan Pembelajaran khusus (TIK) yang artinya perbuatan atau perilaku nyata yang harus
dilakukan oleh peserta diklat. Perumusan tujuan ini didasarkan hasil KKK yang akan “dihilangkan” atau “diobati” melalui diklat, maka dalam merumuskan tujuan harus jelas dengan syarat tujuan menyatakan prilaku; bukan ringkasan materi; bentuk perbuatan yang dapat diukur dan diamati, sehingga dirumuskan dengan menggunakan kata kerja; peserta diklat harus merupakan pokok kalimat dalam rumusan, jadi bukan menyebutkan apa yang akan dilakukan oleh fasilitator tetapi apa yang akan dikerjakan oleh peserta diklat (Anonimous,2003). Pada dasarnya tujuan menunjukkan ABCD, yaitu menggambarkan adanya Audience, Behavior, Condition, Degree Contoh rumusan TIK sebagai berikut : Setelah selesai berlatih peserta dapat menghitung harga pokok padi dalam waktu 180 menit dengan tepat. Selain tujuan diklat daam penyusunan kurikulum juga perlu memperhatikan rencana evaluasi yang merupakan penilaian terhadap pencapaian tujuan. Rencana evaluasi terhadap kompetensi meliputi evaluasi awal dan akhir. Evaluasi awal bertujuan untuk mengukur kompetensi peserta diklat pada awal kegiatan dikat, sehingga dapat menjadi bahan bagi fasilitator untuk mengetahui aspek – aspek mana yang perlu diperbaiki. Sedangkan evaluasi akhir untuk mengukur perkembangan kompetensi peserta setelah berlatih. Evaluasi ini apabila diperlukan dilaksanakan evaluasi tengah, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada pertengahan penyelenggaraan diklat. Penyusunan evaluasi ini harus berorientasi kepada tujuan berlatih.
.Selain evaluasi terhadap kompetensi juga dilaksanakan evaluasi terhadap fasilitator, penyelenggaraan diklat. Tahap 4 Selesainya penyusunan kurikulum dilanjutkan dengan menyusun Rancang bangun Pembelajaran Mata Diklat (RBPMD) dan Rencana Pembelajaran (RP). RBPMD dan RP merupakan langkah – langkah yang dilaksanakan dalam proses berlatih melatih, sehingga tercapai tujuan berlatih. Aspek yang perlu diperhatikan dalam merancang kegiatan belajar diklat diantaranya peserta diklat, tujuan berlatih, pemilihan metode berlatih. 2. Pelaksanaan Diklat Pelaksanaan diklat merupakan tahap 5 yang pelaksanaannya berdasarkan perencanaan diklat yang telah disusun. Kegiatannya mulai dari persiapan diklat dalam bentuk pertemuan membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan diklat untuk mencapai tujuan diklat, rekruitmen peserta diklat, kepanitiaan, fasilitator, pengadaan sarana dan prasarana seperti penentuan tempat pelaksanaan, proses berlatih melatih, evalusi penyelenggaraan, sertifikasi dan pelaporan diklat. 3. Bimbingan Lanjutan (Binjut) dan Evaluasi Pasca Diklat (tahap 6) Kegiatan diklat tidak hanya berhenti pada saat proses berlatih melatih dilembaga diklat, tetapi sampai dengan diwilayah kerjanya dengan kegiatan Bimbingan lanjutan (Binjut). Kegiatan ini dilakukan untuk membantu purna widya agar dapat menerapkan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang telah diperoleh selama diklat pada kondisi nyata di wilayah kerjanya. Binjut dilaksanakan minimal 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya pelaksanaan diklat di lembaga diklat. Pelaksana binjut adalah widyaiswara/fasilitator yang mempunyai kompetensi dibidangnya melalui komunikasi, workshop, bantuan teknis di tempat purnawidya. Selain binjut juga dilaksanakan evaluasi pasca diklat yang bertujuan untuk menilai hasil diklat meliputi tingkat efektivitas dan penerapan hasil berlatih pada organisasi purnawidya. Pelaksana kegiatan evaluasi ini widyaiswara bersama dengan pejabat struktural dan petugas fungsional umum. Hasil evaluasi pasca diklat dijadikan umpan balik bagi penyelenggara diklat untuk sebagai bahan perbaikan penyelenggaraan diklat di masa yang akan datang. Keberhasilan suatu diklat berbasis kompetensi harus memperhatikan dengan tepat kekurangan kompetensi kerja bagi individu dalam organisasi, sehingga dapat “ diobati” dengan tepat pada saat diklat dan dapat diterapkan dengan nyata di lokasi kerjanya. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan perencanaan, pelaksanaan, binjut dan pasca diklat yang dikoordinir oleh instansi penyelenggara diklat.©
Nomor III Edisi I 2016
21
KAMPUNG CAU PADJADJARAN Sebuah Model Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Kemitraan Kawasan Pisang Terintegrasi dengan Model Konsep Jabar Masagi ABCG (Academic, Bussines, Community, Government) Oleh : Ade Ismail, SP., MP. (Ketua Tim Peneliti Pisang Universitas Padjadjaran, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran)
U
niversitas Padjadjaran (Unpad) sebagai lembaga yang salah satu komitmennya adalah pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya lokal masyarakat melalui kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (PKM). Penggalian sumberdaya lokal diarahkan kepada sumber-sumber lokal spesifik wilayah diantaranya local variety, local culture, local wisdom, dan local knowledge. Kegiatan penelitian dan PKM di Unpad ada dibawah koordinasi Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DRPM). Untuk itu, Sejak tahun 2010 - sampai sekarang, DRPM Unpad berkomitmen untuk mengembangkan pisang local khususnya pisang-pisang lokal Jawa Barat. Harapannya, potensi-potensi pisang local yang ada di masyarakat dapat sepenuhnya dimanfaatkan dalam mendukung peningkatan perekonomian masyarakat dan hasil-hasil penelitian dan PKM Unpad dapat direalisasikan dalam menunjang kesejahteraan ekonomi di masyarakat. Saya akan menyinggung sedikit tentang sejarah pisang di dunia untuk membuka wawasan betapa pentingya pisang ini. Berbicara tentang sejarah pisang di dunia secara umum, produksi pisang di dunia modern dan tradisional diarahkan kepada konsumsi lokal. Pentingnya pisang sebagai tanaman pokok sumber pati merupakan tanaman penyangga penting diantaran tanaman pokok lainnya. Pada skala perkebunan pada zaman penjajahan kolonial di dunia, tanaman pisang yang ditanam adalah jenis pisang raja. Pisang raja memiliki dua kegunaan utama. Penggunaan pertama adalah sebagai tanaman tumpang sari dengan kopi, kakao, dan merica. Kedua, pada perkebunan tebu, pisang dimanfaatkan untuk memberi makan para tenaga kerja perkebunan. Bukan hanya pisang sebagai asupan energi bagi tenaga kerja untuk pekerja perkebunan, pisang mudah dicerna dan sebagai sumber energi yang tinggi penyedia kalori yang sempurna untuk tenaga kerja diperkebunan tebu. Pisang telah menjadi komoditi di negara-negara Amerika Selatan, dan bahkan diadopsi dan diintegrasikan ke dalam budaya lokal, seperti di Kuba. Dengan demikian, pisang merupakan tanaman yang sangat penting baik di dunia modern maupun masyarakat lokal. Bahkan dalam kasus produksi di
22 Majalah Gentra Tani
Jepang, tanaman pisang yang dibudidayakan digunakan sebagai bahan baku industri tekstil dan bukan sebagai bahan makanan, pisang ditanam untuk pasar lokal. Pada era Tahun 1800-an, dan terutama ke awal abad kedua puluh, pergeseran dalam produksi dan konsumsi pisang, bergeser dari komoditas lokal ke komoditas global (De Langhe, 1995). Hasil penelitian tim Unpad sejak tahun 2010-2015 (M. Khais Prayoga, dkk). Jawa Barat memiliki potensi sumbersumber pisang lokal untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil survey dan eksplorasi di 96 lokasi di Jawa Barat tersebar di beberapa kabupaten diantaranya Garut, Tasik, Banjar, Ciamis, Bogor, Sukabumi, Purwakarta, Cianjur, dan Sumedang pada kisaran ketinggian tempat 19 m dpl sampai dengan 1356 m dpl selalu ditemukan areal pertanaman pisang. Total lokasi pengamatan di Jawa Barat tingkat keragaman varietas pisang tergolong tinggi dengan nilai indeks keragaman 2,54. Tingkat keragaman varietas pisang di dataran rendah dan medium tergolong tinggi dengan nilai berturut-turut 2,42 dan 2,92, sedangkan pada dataran tinggi tingkat keragaman varietas pisangnya tergolong pada tingkat sedang dengan nilai indeks keragaman hanya 1,22 (Tabel 1). Tabel 1. Indeks Keragaman Varietas Pisang di Setiap Wilayah
Gambar 1. Pola Penyebaran Varietas Pisang Berdasarkan Ketinggian Tempat : Dataran Tinggi, Dataran Medium, dan Dataran Rendah
Tabel 3. Analisis Vegetasi Varietas Pisang di Semua Lokasi Pengamatan
Gambar 2. Arah Pengembangan Pisang Lokal Jawa Barat
Hasil survey dan eksplorasi dari 96 lokasi pengamatan ditemukan bebrapa varietas pisang (Gambar 1). Dataran medium menjadi dataran yang memiliki nilai indeks keragaman paling tinggi yaitu 2,92. Pada dataran ini juga paling bayak ditemukan berbagai varietas pisang, terdapat 29 varietas pisang yang ditemukan di dataran ini. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa kondisi lingkungan di dataran rendah dan medium cukup baik dalam menunjang pertumbuhan varietas pisang. Indeks Nilai Penting (INP) jenis merupakan besaran yang menunjukkan kedudukan suatu jenis terhadap jenis lain di dalam suatu komunitas. Varietas pisang yang mendominasi dari total semua wilayah adalah pisang ambon dengan nilai INP (Indeks Nilai Penting) 55,61%. Sebaran pisang jenis ini merata merata di setiap dataran terlihat dari dominansi pisang ambon paling besar dibanding jenis pisang yang lain. Pisang nangka berada di tempat kedua setelah pisang ambon dengan nilai INP 37,93 %, selanjutnya raja sere dengan INP 20,59% (Tabel 3) Potensi-potensi pisang local tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal. Perhatian masyarakat terhadap tanaman pisang masih sangat rendah. Masyarakat
memandang pisang hanya sebagai tanaman sela tanpa menerapkan teknik budidaya yang baik dan benar. Sehingga muncul pemikiran umum di masyarakat bahwa “ cau mah di alungkeun oge jadi buahan, di cul leoskeun oge buahan” atau pisang ditanam begitu saja juga berbuah tanpa harus diurus. Pandangan itu yang akan kita coba luruskan. Sekarang kita coba balik dari pernyataan masyarakat tersebut artinya pisang yang tidak dipelihara/dibudidayakan secara intensif dapat menghasilkan buah, apalagi kalau dipelihara dan menerapkan teknologi budidaya yang baik dan benar. Itu merupakan tantangan kita bersama. Unpad mencoba menyusun langkah-langkah dalam pengembangan pisang local Jawa Barat. Pengembangan pisang local Jawa Barat harus kita arahkan dari proses produksi hulu ke hilir (Gambar 2). Untuk mendukung dan menjalankan kegiatan pengembangan pisang di Jawa Barat, semua pihak harus berkonstribusi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaga. Unpad sebagai lembaga penelitian dan PKM, menyadari sepenuhnya bahwa masih sedikit hasil-hasil riset yang dapat diterapkan dimasyarakat. Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan besar bagi kita semua. Unpad memulai
Nomor III Edisi I 2016
23
mengarahkan kegiatan peneltian dan PKM dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Muncullah konsep penelitian/PKM partisipatif. Kegiatan penelitian atau PKM harus bersumber dari kondisi permasalahan riil yang ada dimasyarakat. Selama ini ada komunikasi yang terputus antara suatu lembaga dengan masyarakat. Untuk itu, dalam rangka menggali dan mewadahi informasi-irformasi dari masyarakat, Unpad melalui DRPM membentuk sebuah lembaga pemberdayaan masyarakat “ Kampung Cau Padjadjaran (KCP)”. Pola pendekatan konsep KCP adalah menjalankan sinergisme dalam system Jabar Masagi-ABCG. Konsep Jabar Masagi merupakan konsep yang sangat cerdas dan bagus, yang harus kita dukung demi tujuan akhir di masyarakat yaitu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat khususnya masyarakat di Desa. Kalau memang tujuannya adalah masyarakat di desa, artinya segala sesuatu harus kita mulai dari masyarakat (botton up), bukan dari lembaga (top down), sehingga harapannya semua kebijakankebijakan didasarkan kepada permasalahan yang ada dimasyarakat. Semua lembaga menempatkan diri sebagai mitra yang saling berkoordinasi (Gambar 3), dan komunitas/masyarakat sebagai Gambar 4. Tanam Pisang dalam pot dengan konsep cadang air subjek dari pengembangan potensi pisang lokal di Jawa Barat. Unpad telah mendorong beberapa fakultas untuk bersinergi dan berkomitmen dalam mendukung kegiatan pengembangan pisang lokal Jawa Barat antara lain Fakultas Pertanian, Fakultas Peternakan, dan Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Komitmen bersama itulah yang harus kita pegang teguh demi kemajuan masyarakat Jawa Barat. Pola kemitraan kawasan pisang yang sudah dilaksanakan oleh Kampung Cau Padjadjaran (KCP) Unpad antara lain: Learning and Training Center Pisang. Kegiatan ini berlokasi di Desa Limbangan Gambar 3. Pola Kemitraan Kawasan Pisang dengan Pendekatan Konsep Tengah Kecamatan Limbangan dan Desa Sukamerang ABCG Kecamatan Kersamanah Kabupaten Garut Jawa Barat. Unpad menginisiasi kegiatan di lokasi tersebut dengan memanfaatkan skema kegiatan PKM KKNM Integratif Agroekowisata Desa dan Agribisnis Pisang. Kegiatan (2011), Ipteks Bagi Masyarakat (IbM) (2012-2014) dari ini memanfaatkan kegiatan riset partisipatif merlalui Dikti (Direktorat Pendidikan Tinggi), dan PKM Prioritas skema IPTEKS dari Dikti Tahun 2016-2017 dengan tema (2015-2016). Limbangan dan sekitarnya, terletak pada kegiatan: Pengembangan Bibit Pisang Ambon Kuning posisi strategis yang harapan kedepannya kegiatan Lokal Unggul Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas, diarahkan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat dalam Kualitas, Dan Daya Saing Produk Lokal Menuju Desa mengembangkan kreativitas lokal, seperti yang sudah Mandiri Berbasis One Product One Village Di Jatigede dilaksanakan di Limbangan adalah teknologi sederhana Sumedang Jawa Barat. Lokasi kegiatan di tiga desa yaitu cadang air. Konsep ini di angkat oleh Masyarakat Kreatif Desa Cipicung, Desa Cijeungjing, dan Desa Cintajaya. di Limbangan yaitu Kang Asep Lukman Hakim dengan Peningkatan produksi pisang dapat dilakukan dengan teknologi Tapispot (Tanam Pisang Dalam Pot) (Gambar 4). cara aplikasi teknik budidaya yang baik dan benar dan
24 Majalah Gentra Tani
Gambar 6. Hasil Produksi dan Pengolahan Pisang Ambon di Desa Cipicung, Desa Cijeungjing, dan Desa Cintajaya Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Jawa Barat
penggunaan bibit unggul (varietas baru/bibit unggul lokal). Jatigede memiliki sumber-sumber plasma nutfah pisang ambon lokal yang sangat bervariasi sebagai calon bibit lokal unggul. Unpad sendiri memilili sumber pohon induk pisang ambon kuning yang dapat dimanfaatkan dan disebarkan ke masyarakat Jatigede. Hal yang mendukung daya saing produk perlu dilakukan penanganan panen, pasca panen, pengolahan, packaging, dan pemasaran. Dengan pola pendekatan konsep seperti tertera pada Gambar 5. Pengembangan pemodelan lainnya di beberapa lokasi Jawa Barat antara lain: Agribisnis Pisang Tanduk di Desa Sindangresmi Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi, Pusat Pengembangan Pisang Lokal Bangunjaya di Desa Bangunjaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis, Banana Integrated Farming di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut Jawa Barat, Cau Tatar Karang di Desa Sindangkerta Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, dan target lokasi lainnya melalui kegiatan PKM Prioritas Tahun 2016 di Cidaun Kabupaten Cianjur, Surade kabupaten Sukabumi, Rancabuaya dan Caringin Kabupaten Garut. Namun demikian, pola kemitraan khususnya pada pengelolaan pisang lokal Jawa Barat ini belum sepenuhnya berjalan dengan baik terutama yang berkaitan dengan kebijakan dan hilirisasi (pemasaran produk). Sinergisme konsep ABCG perlu diperkuat, untuk itu Unpad mengharapkan koordinasi yang baik dengan institusi terkait khususnya dengan lembaga pemerintah dan lembaga lainnya sehingga konsep ABCG dapat berjalan sinergis dan kesinambungan demi satu tujuan bersama yaitu meningkatkan taraf ekonomi di masyarakat melalui pengembangan dan pemanfaatan pisang lokal Jawa Barat.©
Gambar 5. Skema kegiatan IPTEK Unpad di Desa Cipicung, Desa Cijeungjing, dan Desa Cintajaya Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Jawa Barat
Nomor III Edisi I 2016
25
26 Majalah Gentra Tani
KULTUR JARINGAN PISANG DI BPBH Oleh : Ir. A. Suwito Hadi, MP dan Tim Laboratorium Kultur Jaringan BPBH
P
isang merupakan salah satu komoditas buah tropika yang banyak digemari oleh masyarakat, baik di Indonesia maupun luar negeri. Pisang disamping untuk dimakan segar juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri olahan. Salah satu tanaman yang memiliki potensi untuk meningkatkan kesehatan yaitu pisang. Pemanfaatannya tidak hanya sebagai bahan pangan tanaman juga dapat digunakan sebagai bahan pengobatan. tanaman pisang memiliki banyak kandungan senyawa aktif (metabolit sekunder) yang berperan sebagai senyawa anti mikroba dan agen kemoterapi. Beberapa penelitian mengenai pisang telah dilakukan antara lain mengenai ekstrak bonggol pisang yang
memiliki kanungan metabolit sekunder senyawa fenol seperti saponin dalam jumlah yang banyak, glikosida dan tanin. Getah pohon pisang mengandung senyawa saponin, antrakuinon dan kuinon yang berfungsi sebagai anti bakteri dan penghilang rasa sakit. terdapat pula kandungan lektin yang berfungsi untuk menstimulasi sel kulit, tanin yang bersifat antiseptik dan kalium yang bermanfaat untuk melancarkan air seni, serta saponin yang berkhasiat untuk mengencerkan dahak. Penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa ekstrak batang pisang mengandung beberapa jenis senyawa fitokimia yaitu saponin, tanin dan flavonoid (Priosoeryanto dkk., 2006) Masing - masing varietas pisang
mempunyai kandungan fenol dan serat yang berbeda. Kandungan fenol pada eksplan mempengaruhi pertumbuhan eksplan. Kandungan fenol tinggi dapat memperlambat pertumbuhan eksplan yang termasuk didalammnya adalah pisang kepok, sedangkan yang termasuk salah satu varietas pisang yang mempunyai kandungan fenol / getah rendah adalah pisang ambon. Tanaman yang kandungan fenolnya rendah sterilisasinya lebih mudah dibandingkan tanaman yang kandungan fenolnya tinggi. (Yeni Meldia dan Dwi Wahyuni., 2014) Pisang banyak diperdagangkan di pasar-pasar swalayan maupun pasar tradisional yang banyak diminati konsumen. Untuk mendapatkan buah pisang bermutu, diperlu teknologi
Nomor III Edisi I 2016
27
budidaya yang tepat yang diawali dengan penggunaan benih pisang bermutu. Tanaman pisang saat ini sebagian besar umumnya terserang penyakit menular yaitu penyakit layu baik layu fusarium maupun bakteri. Penggunaan benih berasal dari anakan berpeluang besar dapat menularkan penyakit.
Untuk itu dianjurkan penggunaan benih pisang asal kultur jaringan. Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi yang aseptic sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap kembali. Teknik perbanyakan benih melalui kultur jaringan merupakan salah cara untuk mendapat benih pisang yang bermutu dalam jumlah besar dan bebas penyakit. Teknik ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain : benih yang dihasilkan mempunyai
1. Alat yang digunakan dalam proses ini antara lain :
Laminar Air Flow (LAF) : Untuk melakukan proses penanaman.
Autoklaf : Untuk mensterilkan alat dan media.
Timbangan analitik : Untuk menimbang bahan.
Kompor : Untuk memanaskan media.
pHmeter/pH stick : Untuk mengukur pH media Lampu spiritus : untuk sterilisasi alat di dalam LAF.
28 Majalah Gentra Tani
Shaker : untuk menggojok.
Glass ware (erlenmeyer, bakerglass, petridish, pengaduk kaca, corong kaca, botol-botol kultur).
sifat sama dengan induknya, seragam dalam jumlah besar, tidak membutuhkan lahan yang luas dan bebas penyakit. Keberhasilan perbanyakan benih pisang melalui kultur jaringan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain media yang digunakan, cara sterilisasi eksplan, varietas tanaman, sub kultur, aklimatisasi dan lain sebagainya. Benih pisang kultur jaringan adalah benih yang dihasilkan melalui proses pembiakan jaringan (sel meristematis) pada media buatan dalam laboratorium (in vitro). Jenis pisang yang diperbanyak di BPBH diantaranya adalah Raja Bulu, Kepok, Cavendish, Barangan dan Mas. Dengan menggunkana teknik kultur jaringan didapatkan beberapa
Dissecting set (scalpel, pinset, blade).
keuntungan diantaranya adalah : • Dapat menghasilkan benih dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat. • Sifat-sifat individu baru sama dengan induknya. • Kecepatan tumbuh benih seragam dan berbuahnya lebih cepat, contohnya untuk tanaman pisang berkisar kurang lebih 9 bulan dengan panen yang kedua antara 5 – 6 bulan.
Stirer : untuk mengaduk larutan media.
• Waktu panen serempak dan kemasakan buah seragam, sehingga lebih efisien dalam penanganannya. • Kesehatan benih lebih terjamin. Adapun beberapa kendala yang dihadapi dalam menggunakan teknik kultur jaringan ini, diantaranya adalah : • Perbanyakan dengan teknik kultur jaringan memerlukan keahlian dan ketrampilan khusus. • Harga benih pisang hasil kultur jaringan lebih mahal dibandingkan dengan benih yang berasal dari anakan.
Bahan Tambahan : Gula : 20 gram/ liter Agar-agar : 7 gram/liter Nomor III Edisi I 2016
29
2. Cara sterilisasi dengan menggunakan autoclave :
• Autoclave diisi air sampai garis batas air yang sudah ditentukan. • Alat-alat (dissecting set dan glass ware) atau media yang akan disterilkan dimasukkan kedalam autoclave. • Autoclave ditutup, kemudian dipanaskan. • Setelah tekanan mencapai 17.5 Psi baru kemudian mulai proses sterilisasi. Untuk alat selama 60 menit sedangkan untuk media selama 20 menit. • Setelah proses sterilisasi tercapai, autoclave secara automatis berbunyi, biarkan beberapa menit sebelum autoclave dibuka. Cara sterilisasi LAF : • Disemprot dengan alkohol 70 %, dilap dengan menggunakan tissue, Selanjutnya dinyalakan lampu UV selama 15 Menit. Pembuatan Media Medium dasar Murashige dan Skoog (MS) digunakan untuk hampir semua macam tumbuhan. Media ini mempunyai konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+. Cara pembuatan medium Murashige & Skoog : Zat pengatur tumbuhan : • Tahap Inisiasi Prekondisi : Media MS (selama 2 bulan) • Tahap Inisiasi II :Media MS + BAP (1ppm) - Eksplan dibelah dua (dibiarkan selama 2 bulan) • Subkultur 1, 2, 3 interval 1 bulan :Media MS + BAP (1ppm) • Subkultur 4 dan 5 interval 1 bulan : Media MS (selama 1 bulan) Cara Kerja : 1. Masukan Larutan Stock MS dan Bahan tambahan
30 Majalah Gentra Tani
2. Tambahkan aquades sampai mendekati 1 liter. 3. Tambahkan volume media menjadi 1 liter. 4. Ukur pH media (5,6 – 6.0) 5. Panaskan media. 6. Tuangkan dalam botol kultur steril. 7. Tutup dengan plastik dan ikat dengan karet. 8. Sterilisasi dengan autoclave. 9. Media siap digunakan. Persiapan Eksplan. • Pilih tunas dari induk yang sehat. • Cuci bersih dan memotong bagian ujung tunas. • Kupas seludang ambil mata tunas dan tunas inti bonggol. Sterilisasi Eksplan diluar Laminar • Cuci bersih diair mengalir • rendam dalam deterjen cair selama 15 menit
• cuci bersih diair mengalir • rendam dalam larutan bakterisida dan fungisida selama 15 menit • cuci bersih diair mengalir Sterilisasi Eksplan didalam Laminar • Rendam dalam larutan clorox 15% selama 15 menit, clorox 10% selama 10 menit dan clorox 5% selama 5 menit. • Bilas dengan air steril 3 kali Inokulasi • Lakukan pemotongan dengan ukuran 1 cm untuk mata tunas. • Untuk tunas inti dikupas seludangnya sampai mencapai ukuran 1 cm. • Celupkan kedalam alkohol 96%, kemudian masukan kedalam air steril, tiriskan diatas kertas saring. • Lakukan penanaman dalam media. • Selanjutnya simpan diruang inkubasi. Sub Kultur/ Multiplikasi Sub Kultur adalah proses memindahkan eksplan ke dalam media yang baru. Setiap individu bisa dipecah menjadi 5 kali sub kultur dengan membelah bonggol untuk memacu pertumbuhan tunas-tunas samping. Maksud dan tujuan adalah sebagai
berikut : • Supaya eksplan tidak tumbuh berdesakan. • Supaya eksplan tidak kehabisan unsur hara pada media sebelumnya. • Supaya pertumbuhannya seragam. • Sub kultur yang telah tumbuh lengkap akar, batang dan daun dapat disebut benih kecil (plantlet). Aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pemindahan tanaman in vitro ke media lapangan dimana aklimatisasi ini merupakan proses yang penting dalam aplikasi metode kultur jaringan untuk perkembangan tanaman. Kegagalan dalam aklimatisasi maka semua yang telah dicapai dalam kultur jaringan akan sia-sia. Masa aklimatisasi merupakan masa yang sangat kritis karena tanaman in vitro menunjukkan beberapa sifat yang tidak menguntungkan seperti : Lapisan lilin/kutikula tidak berkembang dengan baik Lignifikasi batang kurang Jaringan pembuluh dari akar ke pucuk kurang berkembang Stomata seringkali tidak berfungsi tidak menutup pada penguapan tinggi. Keadaan ini menyebabkan tanaman in vitro sangat peka terhadap evapotranspirasi, serangan cendawan dan bakteri, serta cahaya dengan intensitas tinggi. Waktu yang dibutuhkan dari tahap inisiasi sampai aklimatisasi berjalan selama 9 bulan. Cara Kerja : • Keluarkan plantlet dari botol dengan menggunakan pinset. • Masukkan plantlet ke dalam stekbak berisi air bersih dan membersihkan agar-agar yang menempel pada akar. • Rendam plantlet dalam larutan fungisida dan bakterisida selama 15 menit. • Kering anginkan diatas kertas koran. • Tanam plantlet dalam stekbak yang berisi media sekam bakar steril yang sudah dibasahi dengan jarak tanam plantlet 5 cm x 5 cm. • Tutup plantlet dengan plastik transparan di seluruh bagian atas stekbak selama 2 minggu. • Pindahkan benih ke polibag dengan
media tanah dan pupuk kandang (1:1), selama ± 5 minggu, • Benih siap ditanam dilapangan setelah 4 bulan didalam polybag Kegiatan perbanyakan pisang yang kami laksanakan sesuai dengan anggaran APBN dan APBD pada tahun 2010 menghasilkan 800 polybag dengan beberapa jenis pisang yaitu Raja Sere, Raja Bulu Kuning, Kepok Kuning, Ambon Kuning, Raja Nangka dan pada tahun 2014 menghasilkan 640 polybag dengan berbagai jenis pisang diantaranya adalah pisang Kepok Kuning, Raja Bulu, Mas Kirana dan Kepok Manurun.Syarat keberhasilan teknik kultur jaringan tumbuhan adalah: • Pemilihan eksplan sebagai bahan
dasar. • Penggunaan media yang sesuai. • Keadaan yang aseptik. • Pengaturan udara yang baik. Permasalahan dalam teknik kultur jaringan tumbuhan : • Kontaminasi jamur/bakteri. • Pencoklatan/browning. • Vitrifikasi (pertumbuhan abnormal). • Variabilitas genetik. • Stagnasi pertumbuhan eksplan. • Lingkungan mikro (ruang inkubasi). • Peralatan, listrik,air dan manusia.©
Proses Aklimatisasi pohon pisang
Nomor III Edisi I 2016
31
Panen Padi Pandanwangi di Kelompok Tani Tipar Indah Desa Ciwalen, Warungkondang, Cianjur (Kamis 31/3/2016)
JABAR DORONG PELESTARIAN PADI PANDANWANGI
M
endengar Beras Pandanwangi kita sudah pasti langsung ingat Cianjur, satu kawasan yang murni penghasil Padi Pandanwangi. Menurut data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, dalam pogram Kegiatan Tematik Kewilayahan dalam upaya Melestarikan Padi Varietas Pandanwangi Unggulan Cianjur - Jawa Barat diketahui bahwa Padi Pandanwangi adalah salah satu varietas padi lokal khas Cianjur, yang ditanam di daerah Kecamatan Cibeber (Desa Cisalak/Mayak). Pada tahun 1970-an dikenalkan oleh seorang pedangan beras di Kecamatan Warungkondang bernama H. Jalal ke sebuah restoran di Jakarta, karena keharumannya, saat itu juga dikenal dengan nama Beras Harum. Atas kreatifnya, H. Jalal juga mengembangkannya pada lahan miliknya di Warungkondang (Desa Bunikasih), yang kemudian diikuti
32 Majalah Gentra Tani
oleh petani lainnya. Pada tahun 1980an, beras Pandanwangi mulai dikenal dipasaran di Jakarta, karena rasanya yang enak, pulen dan aromanya harum, sangat disukai oleh konsumen, terutama para pejabat istana setara menteri, sehingga diberi nama beras menteri. Penanaman padi pandanwangi berkembang ke beberapa kecamatan, antara lain Kecamatan Cianjur, Cugenang dan Cikalongkulon. Padi Pandanwangi menghendaki persyaratan iklim, ketinggian tempat, dan jenis tanah yang sangat lokalitas, sehingga bagi daerah-daerah lain pertumbuhan dan hasilnya kurang baik. Karena perkembangan kebutuhan beras sangat tinggi, sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, sehingga respon pemerintah melalui program peningkatan produksi beras nasional memiliki perhatian yang sangat besar. Hal ini berdampak kurang baik
terhadap keberlangsungan produksi dan kelestarian padi pandanwangi yang mulai terancam dan terhambat, dan bahkan terus berkurang sejak tahun 2000 hingga sekarang. Usaha budidaya padi pandanwangi masih bertahan oleh petani khususnya di Kecamatan Warungkondang dan Cibeber, itupun sangat terbatas di beberapa desa saja. Namun demikian, keberlanjutan usaha tersebut memberikan dampak positif sehingga keberadaannya yang terbatas, masih bisa mempertahankan nama Cianjur di pasar beras nasional. Dampak negatif dari kondisi tersebut adalah menjamurnya produk pandanwangi di pasar (sebagai merek dagang) yang telah berhasil menarik minat konsumen secara meluas. Untuk mempertahankan dan menjaga kelestarian secara berkelanjutan, maka dilaksanakan kegiatan pemurnian selama 5 (lima) musim yang dipelopori oleh Pemulia/Peneliti yaitu Dr. Aan A
Daradjat dan Ir. Suwito, MS. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2001, atas dasar usulan dari Pemerintah Kabupaten Cianjur (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur) dan Balai Penelitian dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) Provinsi Jawa Barat serta Balai Besar Penelitian Tanaman PadiSukamandi. Berdasakan hasil penelitian para Peneliti melalui uji multilokasi tersebut, pada tahun 2004 telah lulus dilepas sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 163/Kepts/LB.240/3/2004 tentang Pelepasan Galur Padi Sawah Lokal Pandanwangi Cianjur Sebagai Varietas Unggul Dengan Nama Pandanwangi. Pada tahun 2009 melalui Rapat Musyawarah Rencana Pembangunan Pertanian (MUSRENGBANGTAN) yang dilaksanakan di Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah I Bogor, melalui Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur diajukan keinginan Pemda dan masyarakat pecinta padi varietas pandanwangi, yang merupakan unggulan masyarakat dan Pemda Kabupaten Cianjur untuk dilestarikan keberadaannya. Mulai tahun 2010 kegiatan pelestarian padi varietas pandanwangi sudah ditetapkan dalam Rencana Pengembangan Jangka Menengah (RPJM) Jawa Barat melalui Kegiatan Tematik Kewilayahan, Pusat Pemuliaan Padi Varietas Pandanwangi dan Pengembangan Varietas Unggul Lainnya (TKW-13). Pada tahun 2010 Pemda Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD I 2010), telah memfasilitasi pengembangan padi varietas pandanwangi di 3 (tiga) kabupaten wilayah I, yaitu Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur, masing-masing 10 ha. Hasil evaluasi pengembangan
padi varietas pandanwangi di Kabupaten Bogor hasilnya tidak bagus, sedangkan di Kabupaten Cianjur hasilnya bagus. Pada tahun 2011 dan 2012, dikembangkan di Kabupaten Sukabumi dan Cianjur, hasilnya tetap di Kabupaten Sukabumi kurang bagus bahkan puso tidak bisa dipanen dan hasil yang dilaksanakan di Kabupaten Cianjur berkembang baik sesuai harapan. Mulai tahun 2013, kegiatan difokuskan pengembangan di Kabupaten Cianjur serta dilakukan pemurnian benih padi varietas pandanwangi yang asli dan sudah dilepas oleh Menteri
Pertanian RI pada tahun 2014, dimana dalam pelaksanaannya dibantu dan dilaksanakan oleh Pemulia/Peneliti yaitu Dr. Ir. Aan A Daradjat, Dr. Ir. Satoto MS, Ir. Moh Yamin S MS, dan Sudibyo Tri Wahyu, MP. Luas areal pengembangan padi varietas pandanwangi yang dibiayai APBD I mulai tahun 2010 – 2015 seluas 2012 ha dan pada tahun 2016 seluas 3 ha untuk pengembangan padi varietas pandanwangi organik. Beras pandan wangi adalah satusatunya beras terbaik di dunia yang juga sangat diminati oleh orangorang Jepang, Korea, Thailand, dan mancanegara. Beras pandan wangi ini juga satu-satunya beras di dunia yang beraroma khas wangi pandan. Kekhasan yang menjadi keunggulan Beras Organik Pandan Wangi Cianjur sejak tahun 1973
ini, ada pada aroma, rasa, warna dan bentuknya yang unik dan tidak dimiliki oleh varietas padi lainnya. Beras Organik Pandan Wangi Cianjur memiliki keunggulan spesifik dengan ciri sebagai berikut : 1. Bulir berasnya bulat dan panjang, serta termasuk varietas Javonica atau biasa dikenal sebagai padi bulu. 2. Harum wanginya khas wangi pandan, namun sama sekali bukan karena diberi daun pandan. 3. Warna berasnya putih segar, tidak kusam, dan pada bagian tengah bulir beras terdapat titik kapur yang berwarna keputihan. 4. Rasa nasinya yang sangat istimewa, enak, pulen, gurih dan beraroma wangi pandan. Varietas unggulan lokal Pandanwangi cocok ditanam di dataran sedang dengan ketinggian 700 m DPL dan yang paling terkenal dari sebagian area wilayah tanam padi di daerah Kecamatan Warungkondang, Cugenang, Cibeber, Cianjur, Cilaku dan Kecamatan Campaka. Menurut Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan, Ir. Uneef Primadi, MAP menyampaikan “tujuan dilaksanakannya kegiatan pengembangan padi pandanwangi unggulan Cianjur Jawa Barat, yaitu Meningkatkan dan mengembangkan padi varietas Pandanwangi yang sudah dijadikan ikon Kabupaten Cianjur supaya tetap eksis dan dikenal baik di Indonesia dan di luar Indonesia; Melindungi beras Pandanwangi melalui Sertifikasi Indikasi Geografis dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Meningkatkan pendapatan petaninya melalui budidaya padi Pandawangi Organik” ujarnya. Kegiatan dalam rangka pelestarian padi varietas Pandanwangi unggulan Cianjur, Jawa Barat, sejak tahun
Nomor III Edisi I 2016
33
2014, selain kegiatan di hulu oleh Dinas Pertaian Tanaman Pangan juga didukung oleh kegiatan di hilir yang dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dinas Koperasi Umum Kecil dan Menengah Provinsi dan Kabupaten yang mendorong dalam hal perluasan pemasaran beras Pandanwangi baik di dalam maupun luar negeri, diantaranya dilakukan resi gudang, olahan beras Pandanwangi, packing beras Pandanwangi dan pemasaran melalui koperasi Sukanagara Cianjur. Rencana kegiatan tahun 2016 yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian sampai tahun 2018 yaitu penguatan perbenihan. Dempl;ot dan penyusunan buku Standar Operasional Prosedur Budidaya Organik Padi Varietas Pandanwangi, melaksanakan budidaya organik melalui kegiatan Seribu Desa Pertanian Organik untuk padi yang dibiayai APBN serta tahun 2018 diharapkan Launching oleh Bapak Gubernur dan mulai ekspor padi Pandanwangi organik. Seperti dirilis Koran Harian Pikiran Rakyat menyebutkan, untuk memunculkan sosok beras pandan wangi, dinas pertanian tanaman pangan Provinsi Jawa Barat untuk memberikan jaminan kepada peminat dan penikmat apa yang disebut beras cianjur. Soalnya tak semua tanaman padi yang dibudidayakan di cianjur adalah varietas pandanwangi walau di pasaran banyak diklaim beras cianjur. Ditingkat pembudidayaan, sudah di peroleh hak kekayaan intelektual padi varietas pandan wangi dari kementrian hukum dan pada 26 November
34 Majalah Gentra Tani
2015. Padi Varietas Pandanwangi tersebut hasil pemurnian dan baru saja dilakukan panen diawal tahun 2016 di Kelompok Tani Tipar Indah Desa Ciwalen, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, kamis 31/3/2016 lalu. Kepala Dinas Petanian Tanaman Pangan Provinsi Jabar Diden Trisnadi mengatakan, selain dengan Pemkab Cianjur, kerjasama pengembangan padi dan beras pandan wangi juga didukung dinas perindustrian dan perdagangan serata dinas koperasi dan usah kecil-menengah. Dimunculkan produk orisinil beras pandan wangi juga untuk melindungi hasil usaha para petaninya karena selama ini banyak pelaku usah yang memberi label beras pandan wangi, walaupun produk dijualnya itu bukanlah asli yang dimaksud. Untuk memberi gambaran kepada para konsumen penikmat beras pandan wangi cianjur, ditunjukan kini ada pengenal berupa
Padi Pandangwang Cianjur.
logo yang segera dipasang pada berbagai kemasan produk orsinil dimaksud, bekerjasama dengan masyarakt pelestari padi pandanwangi cianjur . untuk sistem kemasan, sudah memperoleh dukungan teknis dari dinas perindustrian dan perdagangan jawa barat, serta pembinaan pola usaha kecil menengah melalui Dinas KUKM Jawa Barat. Kasi Serelia, Poppy Farida menyebutkan. Kawasan pembudidayaan padi varietas pandan wangi yang mengacu kepada indikasi geografis kini total ada 652 hektare, terdiri atas, di Kecamatan Warungkondang (225ha) Kecamatan Cibeber (200ha) Kecamatan Cilaku (5ha) Kecamatan Gekbrong (461 ha) dan Kecamatan Cugenang (7 ha). Jumlah anggota kelompok petani padi varietas pandan wangi total ada 1973 orang terdiri atas di Kecamatan Warungkondang (1042), Kecamatan Cibeber (442) Kecamatan Cilaku(921), Kecamatan Gekbrong(461), Kecamatan Cugenang (7). Menurut Poppy, secara historis, kecocokan lahan pembudidayaan padi Pandanwangi berasal dari kandungan unsur hara yang memang khas pada kawasan kawasan di keenam kecamatan itu. Karakteristiknya mirip ubi cilembu di kawasan pamulihan – Tanjungsari karena kawasan tersebut yang memiliki kekhassan selaku penghasil ubi jalar yang dikenal rasanya lebih manis. Soal kepastian kontinuitas areal pembudidayaan tanaman padi varietas Pandanwangi, katanya, perhatian sudah muncul dari komisi II dewan perwakilan rakyat Indonesia agar
berupaya agar pemerintah membeli sejumlah lahan di keenam kecamatan tersebut sebagai lahan pertanian abadi tujuannya, agar pembudidayaan tanaman padi varietas pandanwangi dapat terjamin kontinuitasnya, apalagi sebagian arealnya sudahmulai terancam alih fungsi menjadi permukiman warga. Baik Diden maupun Poppy sama sama menyebutkan, proses lain yang tinggal dilanjutkan untuk mengotmalkan agribisnis beras pandanwangi, adalah dari sektor perdagangan dan industri atau pembinaan kelompok UKM. Yang tertinggal disimkronkan adalah harapan keinginan para petani agar nilai julanya lebih baik karena pandan wangi adalah padi penghasil beras premium yang saat ini berkisar Rp 6.500/ kg gabah kering gilling dibandingkan harga gabah padi penghasilan beras medium mengacu HPP pemerintah adalah Rp 3.700/ kg gabah kering pungut. Persoalannya, kata Poppy, pembudidayaan padi pandan wangi rata rata lima bulan, sedangkan tanaman padi biasanya sekitar 3,5 bulan. Namun dari segi produktivitas, tanaman padi pandanwangi kini rata rata 7,5 ton GKG/ hektare sehingga dari sekali panen dapat dihasilkan penghasilan Rp 48.750.00 belum dipotong biaya produksi, upah, dll. Menurut Poppy, saat ini padi pandan wangi yang sudah menjadi beras kategori ramah lingkungan harganya Rp 18.00/kg yang juga mulai disaran. Ia optimistis beras pandanwangi orsinil akan memperolah respons besar, terutama di Jakarta yang sudah menerapkan perda persyaratan keamanan pangan. Juga diantara kalangan pebisnis kuliner di bandung, yang laris apalagi terus bertambahnya wisatawan. Pengambangan Berbasis Sentra Keunggulan Spesifik Padi Pandanwangi itu Jenis padi varietas lokal Cianjur yang menghasilkan beras Cianjur Asli Pandanwangi termasuk varietas Javonica atau biasa dikenal padi bulu, mempunyai keunggulan rasa sangat enak, pulen dan beraroma wangi pandan. Karena rasanya sangat khas tersebut maka harga berasnya cukup mahal bias dua kali lipat harga
beras biasa. Deskripsi, Umur tanaman 150 -165 hari, tinggi tanaman 150 170 cm, untuk gabah (endosperm) bulat / gemuk berperut, bermutu, tahan rontok, berat 1000 butir gabah 300 gr, rasa nasi enak, beraroma pandan, kadar amylase 20% potensi hasil 6 -7 Ton/Ha malai kering pungut. Kandungan Giji Sentra produksi Varietas unggulan local Pandanwangi cocok ditanam di dataran sedang dengan ketinggian 700 m DPL dan yang paling terkenal dari daerah Kecamatan Warungkondang, Cugenang, Cibeber, Cianjur, Cilaku dan Kecamatan Campaka, uniknya apabila di tanam di luar daerah tersebut rasanya berbeda dan aromanya tidak muncul. Hingga saat ini belum ada kualitas pandanwangi yang dapat menandingi kualitas pandanwangi dari daerah/KecamatanKecamatan tersebut diatas. Hal ini belum ada penelitian secara khusus yang bias menjelaskan fenomena tersebut. Daerah Sentra Produksi Rencana Kegiatan Dalam Rangka Produksi Pandanwangi Organik Untuk menjawab kegelisahan petani seperti dirilis TRIBUNNEWS. COM -- BERAS pandan wangi yang menjadi ikon Kabupaten Cianjur,
terancam punah. Pasalnya, jumlah petani yang menanam padi pandan wangi khususnya di wilayah penghasil beras pandan wangi, yakni Kecamatan Warungkondang, mulai berkurang. Pemilik pabrik penggilingan padi di RT 6/6 kampung Gentur, Desa Jambudipa, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, H Deuis (35), mengatakan, sekitar 500 kg beras pandan wangi ditampung di tempatnya setiap bulan. Jumlah itu berbeda dengan tahun 2005 yang setiap bulannya ia bisa menampung sekitar 2 ton beras tersebut dari petani di Warungkondang. "Memang sudah mulai langka pandan wangi ini, musim kemarin saja cuman 10 persen dari 2 ton itu. Kalau banyak pasti ada yang nawarin, tapi sekarang kami justru yang mencari," ujar Deuis ketika ditemui di pabrik penggilingan padi miliknya, Senin (30/6). Pernyataan Deuis tentang mulai langkanya beras pandan wangi itu bukan tanpa alasan. Menurutnya, para petani mulai enggan menanam padi jenis varietas unggul itu. Para petani di Kecamatan Warungkondang kini memilih menanam padi jenis IR lantaran hasil panen padi jenis itu lebih banyak ketimbang padi jenis pandan wangi. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam rangka pencapaian sasaran
Nomor III Edisi I 2016
35
produksi Beras Pandanwangi Organik, yang ditargetkan tercapai pada tahun 2018, dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: Tahun 2016 Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah Penyusunan Standar Operasional Prosedur Budidaya Organik Padi Pandanwangi dan Demplot Budidaya Organik Padi Pandanwangi. Rencana lokasi Demplot Buidadaya Organik Padi Pandawangi yang merupakan percontohan sebagai berikut: Tahun 2017-2018, Sinergitas pelaksanaan pembangunan khususnya Bidang Pertanian terus ditempuh guna efektivitas dan efisiensi penggunaan Dana Pemerintah. Salah satunya adalah dalam rangka pelaksanaan pengembangan padi pandanwangi yang merupakan Program Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten). Untuk mencapaian target Produksi beras Organik Tahun 2018 serta pemenuhan kebutuhan benih berkualitas secara kontinyu, disinergiskan dengan Rancangan Pembangunan Nasional, sebagai berikut: Pemenuhan Benih Berkualitas, Dalam rangka memenuhi kebutuhan benih padi varietas pandanwangi di wilayah Kabupaten Cianjur, akan difasilitasi melalui kegiatan Seribu Desa Mandiri Benih (SDMB) yang merupakan salah satu Nawacita pada RPJMN Tahun 2014-2019 Hasil Kegiatan Pengembangan Padi Varietas Pandanwangi Pengembangan Budidaya
36 Majalah Gentra Tani
. Dengan demikian, penyediaan benih khususnya Pandanwangi untuk ke depannya dipenuhi oleh Penangkar pelaksana kegiatan SDMB di bawah pembinaan, pengendalian, dan pengawasan Instansi terkait (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur, UPTD Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Balai Benih Induk Warungkondang, serta Instsnsi dan Lembaga terkait lainnya. Produksi Beras Pandanwangi Organik, Untuk menghasilkan Beras Pandanwangi Organik memerlukan waktu yang tidak sebentar sebagaimana acuan pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/
Permentan/OT.140/5/2013 tentang Sistem Pertanian Organik dan SNI 6729:2013 tentang Sistem Pertanian Organik, serta pedoman lainnya. Untuk itu, penentuan dan penetapan lokasi merupakan kunci keberhasilan kegiatan. Sejalan dengan itu, maka upaya pencapaian produksi beras pandanwangi organik disinergiskan dengan Program Nasional Pengembangan Desa Pertanian Organik Padi yang merupakan salah satu Nawacita pada RPJMN Tahun 2014-2019. © (Engkos Kosnadi/ Gentra Tani)
Penyediaan Benih Berkelanjutan
INFORMASI SARANA PASCAPANEN PADI COMBINE HARVESTER DI JAWA BARAT
U
paya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi, jagung dan kedelai masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, antara lain masih tingginya susut hasil pascapanen padi sebesar 10,43 %, jagung 5,20 % dan kedelai 15,5 % (Kementerian Pertanian, Tahun 2014). Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui penerapan/penggunaan inovasi teknologi pertanian termasuk penggunaan alat mesin pertanian yang sesuai dengan kondisi spesifk lokasi guna menurunkan susut hasil dan meningkatkan mutu hasil tanaman pangan. Penanganan pascapanen padi merupakan kegiatan sejak padi dipanen sampai menghasilkan produk antara (intermediate product). Kegiatan pascapanen padi meliputi beberapa tahap kegiatan antara lain pemanenan, pengumpulan, perontokan, pembersihan, pengangkutan, pengeringan, penyimpanan, penggilingan, dan pengemasan.
Saat ini telah berkembang alsintan/ sarana pascapanen padi mulai dari peralatan yang sederhana sampai penggunaan mesin modern. Penerapan sarana pascapanen tanaman pangan yang tepat akan dapat memberikan pengaruh yang baik ditinjau dari segi penghematan waktu, tenaga kerja dan biaya. Salah satu sarana pascapanen padi modern yang telah berkembang di Jawa Barat adalah Combine Harvester. Combine harvester merupakan sarana pascapanen padi yang paling efektif karena dapat menggabungkan kegiatan pemanenan, perontokan, pembersihan dan pengarungan dalam satu kali proses. Keunggulan combine harvester antara lain mengurangi biaya pemanenan dan perontokan, mengurangi kebutuhan tenaga kerja, menekan susut hasil hingga di bawah 2%, kapasitas pemanenan 5 - 6 jam/ Ha untuk combine harvester kecil dan tingkat kebersihan gabah di atas 90%. Beberapa model combine harvester dapat dilihat pada Gambar berikut :
Gambar 1. Beberapa Model Combine Harvester Combine Harvester Kecil/Kelas A (Gambar A dan B), Combine Harvester Sedang/Kelas B (Gambar C) dan Combine Harvester Besar/Kelas C (Gambar D)
38 Majalah Gentra Tani
4. Adanya pembinaan dan pendampingan dari petugas lapangan/penyuluh sangat diperlukan dalam pengelolaan combine harvester agar optimal dan tidak menimbulkan konflik sosial; 5. Kinerja combine harvester dengan kapasitas 2,5 jam/ha dapat dikatakan baik apabila coverage area (luas garapan) di atas 50 Ha/tahun. Selama kurun waktu 2012 – 2015, pemerintah melalui dana APBN, APBN-P dan APBD telah memfasilitasi bantuan sarana pascapanen Combine Harvester di Jawa Barat sebanyak 356 unit yang terdiri Tabel 1. Perbandingan spesifikasi dan kinerja beberapa model combine harvester. dari Combine Harvester Kecil (Kelas A) sebanyak 15 (Sumber : Test Report dan brosur di E-Katalog Alsintan https://e-katalog.lkpp. unit, Combine Harvester Sedang (Kelas B) sebanyak go.id ) 315 unit dan Combine Harvester Besar (Kelas C) sebanyak 26 unit. Alokasi bantuan combine harvester per kabupaten adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Klasifikasi Combine Harvester berdasarkan SNI 8185:2015
Tabel 3. Persyaratan Unjuk Kerja Combine Harvester berdasarkan SNI 8185:2015
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan combine harvester adalah (BBP Mektan, Kementan 2015) : 1. Penerapan combine harvester harus memperhatikan kesesuaian dengan kondisi lahan. Combine Harvester dapat bekerja maksimal bila kondisi lahan datar, berpetakan luas, kedalaman lumpur tidak lebih dari 20 cm, jalan usaha tani memadai dan waktu panen di hamparannya serempak; 2. Ketersediaan operator dan teknisi terampil harus disiapkan agar teknik pengoperasian dan perawatan yang benar diterapkan; 3. Ketersediaan bengkel dan suku cadang yang mudah didapat sangat diperlukan mengingat combine harvester adalah mesin yang sangat kompleks dan rentan adanya kerusakan;
Tabel 4. Alokasi Bantuan Sarana Pascapanen Combine Harvester di Jawa Barat Tahun 2012 s/d 2015
Oleh : Iman Prasetya, STP, Pelaksana Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat
Nomor III Edisi I 2016
39
HORTIKULTURA
H U T P J P K U S P
ortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/ atau bahan estetika. saha hortikultura adalah semua kegiatan untuk menghasilkan produk dan/atau menyelenggarakan jasa yang berkaitan dengan hortikultura.
anaman hortikultura adalah tanaman yang menghasilkan buah, sayuran, bahan obat nabati, florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika. roduk hortikultura adalah semua hasil yang berasal dari tanaman hortikultura yang masih segar atau yang telah diolah.
asa hortikultura adalah kegiatan berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan produk, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya dari hortikultura dapat dinikmati.
ewilayahan hortikultura adalah penetapan wilayah untuk pengembangan usaha hortikultura dengan memperhatikan kondisi biofisik dan potensi wilayah yang ada.
awasan hortikultura adalah hamparan sebaranusaha- hortikultura yang disatukan oleh faktor pengikat tertentu, baik faktor alamiah, sosial budaya, maupun faktor infrastruktur fisik buatan. nit usaha budidaya hortikultura adalah satuan lahan tempat terselenggaranya kegiatan membudidayakan tanaman hortikultura pada tanah dan/atau media tanam lainnya dalam ekosistem yang sesuai dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
umber daya genetik hortikultura adalah bahan dari tanaman hortikultura yang mengandung unit-unit fungsional pewarisan sifat yang mempunyai nilai nyata ataupun potensial. rasarana hortikultura adalah segala sesuatu yang menjadi penunjang utama usaha hortikultura.
40 Majalah Gentra Tani
S B O B P
arana hortikultura adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat dan/atau bahan yang dibutuhkan dalam usaha hortikultura.
enih hortikultura, yang selanjutnya disebut benih, adalah tanaman hortikultura atau bagian darinya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman hortikultura. rganisme pengganggu tumbuhan, selanjutnya disebut OPT, adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan.
ahan pengendali OPT adalah bahan kimia sintetik, bahan alami atau bukan sintetik, jasad hidup, dan bahan lainnya yang digunakan untuk mengendalikan OPT dalam usaha hortikultura. emuliaan tanaman hortikultura, selanjutnya disebut pemuliaan, adalah rangkaian kegiatan untuk mempertahankan kemurnian jenis dan/atau varietas tanaman hortikultura yang sudah ada atau menghasilkan jenis dan/atau varietas tanaman hortikultura baru yang lebih baik.
V
arietas tanaman hortikultura adalah bagian dari suatu jenis tanaman hortikultura yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji, dan sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama.
P
erlindungan varietas tanaman hortikultura adalah perlindungan khusus yang diberikan negara, dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh kantor perlindungan varietas tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman.
W
isata agro berbasis hortikultura, selanjutnya disebut wisata agro, adalah kegiatan pengembangan kawasan atau usaha hortikultura sebagai objek wisata, baik secara sendiri maupun sebagai bagian dari kawasan wisata yang lebih luas bersama objek wisata yang lain.
D S A K P S K
istribusi hortikultura, selanjutnya disebut distribusi, adalah kegiatan penyaluran, pembagian, dan pengiriman produk hortikultura dari tempat produksi sampai di pasar dan/atau konsumen. ertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada pelaku usaha, produk, proses, dan usaha hortikultura. kreditasi adalah proses pengakuan akan kompetensi suatu badan atau lembaga untuk melakukan sertifikasi.
emitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan antarpelaku usaha. engolahan adalah proses mengubah secara fisik, kimiawi, dan biologis bahan komoditas hortikultura menjadi suatu bentuk produk turunan.
etiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
P
elaku usaha hortikultura, selanjutnya disebut pelaku usaha, adalah petani, organisasi petani, orangperseorangan lainnya, atau perusahaan yang melakukan usaha hortikultura, baik berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia.
P P P
etani hortikultura, yang selanjutnya disebut petani, adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya yang mengelola unit usaha budidaya hortikultura. enyuluh hortikultura, yang selanjutnya disebut penyuluh, adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan.
emerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
P
emerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
*Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura
orporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, yang berbadan hukum ataupun tidak berbadan hukum.
Nomor III Edisi I 2016
41
PANEN RAYA JAGUNG BERSAMA MENTERI PERTANIAN
G
erakan Panen Raya Jagung Tahun 2016 pada hari Rabu Tanggal 23 Maret 2016 dilaksanakan demi menunjang produktifitas swasembada pangan nasional. Acara tersebut bertempat di Kelompok Tani Mekar Saluyu Desa Pangeureunan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut. Acara tersebut dihadiri oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia, Bupati Garut beserta jajarannya, Para Kepala Opd Lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dan Kabupaten/Kota Se-Jawa Barat, Panitia dan Masyarakat. Kegiatan tersebut diawali oleh sambutan dari Menteri Pertanian Republik Indonesia Andi Amran Sulaeman yang mengatakan bahwa, “sebagaimana kita ketahui bahwa, jagung merupakan komoditi yang sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan, bahan pakan ternak dan industri yang setiap Tahun cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan”, ujar Andi. Lanjutnya, peningkatan produksi masih harus dilakukan mengingat kebutuhan semakin meningkat dan juga dalam rangka untuk menekan import, “ujar Andi Amran dalam sambutannya”. Sedangkan, Bupati Garut Rudy Gunawan mengatakan, “berbagai program kegiatan upaya peningkatan produksi Jagung telah diupayakan, baik oleh pemerintah pusat, provinsi dan pemerintah kabupaten”, Ujar Rudy. Kemudian menurut Rudy, “mulai Tahun 2008 difokuskan pada kegiatan SL-PTT melalui penerapan teknologi dan pemberdayaan sumber daya alam untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan produktivitas persatuan luas dan mutu, dilanjutkan Tahun 2015 dengan kegiatan GP-PTT Jagung yang merupakan anjuran teknologi massal sesuai kebutuhan agroklimat untuk meningkatkan produktivitas, mutu dan menjaga lingkungan hidup, serta Tahun 2016 dengan kegiatan intensifikasi untuk peningkatan produktivitas, Perluasan Areal Tanam (PAT) untuk penambahan areal tanam, dan Peningkatan Intensifikasi Pertanaman (PIP), sehingga sasaran produksi Jagung Jawa Barat Tahun 2016 sebesar 1.294.699 ton pipilan kering dapat tercapai, ujarnya singkat. Menurut Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Ir. Diden Trisnadi, MP, mengatakan bahwa, “dalam upaya meningkatkan produksi jagung melalui penerapan teknologi, Provinsi Jawa Barat dengan pencapaian produktivitas sebesar 7,6 ton pipilan kering, merupakan provinsi tertinggi pencapaian produktivitas jagungnya di tingkat nasional, dimana rata–rata provitas nasional baru sebesar 5,2 ton/Ha pipilan kering, ujar Diden dalam sambutannya. Lebih lanjut Diden, “menggarisbawahi pada program nasional yaitu swasembada jagung,
42 Majalah Gentra Tani
maka produksi jagung khususnya di Jawa Barat, masih harus ditingkatkan baik melalui perluasan areal tanam, peningkatan intensitas penanaman, maupun peningkatan produktivitas, diantaranya dengan menggunakan benih jagung hibrida serta menerapkan teknologi, pengamanan produksi dari opt dan dpi, penggunaan alat mesin pertanian, meningkatkan kemitraan untuk membuka peluang pasar, dan sebagainya, ujar Diden”. Mengomentari apa yang dikatakan oleh DedenKepala Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Garut, Ir. Tatang Hidayat, MP, mengatakan, “Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra produksi jagung tertinggi di Jawa Barat, dengan produksi sebesar 626.876 ton pipilan kering atau menyumbang 60% terhadap produksi jagung Jawa Barat Tahun 2014 (1.047.077 ton pipilan kering), ujarnya”. Pada kesempatan yang sama Pemerintah Kabupaten Garut, optimistis diharapkan masih dapat ditingkatkan melalui peningkatan intensitas tanam, perluasan areal tanam, serta produktivitas melalui penggunaan benih jagung hibrida, mengingat peluang pasar terutama industri pakan ternak masih terbuka, ujar Tatang”. © (Sutan Raveen/Redaksi Gentra Tani)
MENTERI PERTANIAN AMRAN SULAIMAN GELAR PENEN RAYA DI SUKABUMI
P
rovinsi Jawa Barat merupakan satu sentra produksi padi nasional. Dengan luas baku sawah seluas 936.529 hektar, pada tahun 2016 target produksinya sebesar 12.068.727 ton gabah kering giling dengan target tanam seluas 2.047.220 hektar. Untuk mendukung produksi padi nasional, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat mengelar Acara Panen Perdana Padi & Gerakan Sergap Serap Gabah MT Oktober-Maret 2015/2016 di Jawa Barat. Luas panen padi Jabar bulan Maret seluas 221.568 hektar, April 325.338 hektar, dan Mei seluas 240.662 hektar. Panen yang di gelar Sabtu tanggal 12 Maret 2016 bertempat di Kelompok Tani Sukatani I Desa Babakan Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi. Dihadiri oleh Mentri Pertanian Republik Indonesia, Gubernur Jawa Barat, Bupati Sukabumi, Aster Kodam III Siliwangi, Kepala Perum Bulog, Kepala Badan Pusat Statistik, Ketua KTNA Nasional, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi serta Masyarakat. Dalam sambutannya Menteri Pertanian Republik Indonesia, Andi Amran Sulaiman, mengatakan bahwa “Provinsi Jawa Barat merupakan satu sentra produksi padi nasional. Dengan luas baku sawah seluas 936.529 hektar, pada tahun 2016 target produksinya sebesar 12.068.727 ton gabah kering giling dengan target tanam seluas 2.047.220 hektar (MT 2015/2016 1.180.991 hektar dan mt 2016 866.228 hektar). Realisasi areal tanam padi MT 2015/2016 di Jawa Barat sampai dengan bulan maret minggu pertama seluas 1.00.094 hektar atau 85% dari sasaran, mudahmudahan sampai akhir maret dapat tercapai 100%,” ujarnya. Andi juga menerangkan, “pada musim tanam padi MT 2015/2016 dalam realisasinya terkendala dengan adanya el-nino yang melanda hampir di seluruh Jawa Barat mulai bulan Juni sampai dengan bulan November 2015, yang berakibat pada mundurnya musim tanam”. Hal Senada disampaikan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, “dikarenakan mundur tanam padi MT 2015/2016 akibat musim kering yang berkepanjangan tahun 2015, hujan baru turun secara merata di seluruh Provinsi Jawa Barat pada bulan Desember 2015, tentu hal ini berakibat mundurnya panen dimana biasanya panen raya dimulai pada bulan Februari, maka pada tahun
2016 mundur menjadi bulan April,” ujar Ahmad Heryawan. Ahmad Heryawan menambahkan, “diperkirakan luas panen padi bulan Maret seluas 221.568 hektar, April 325.338 hektar, dan Mei seluas 240.662 hektar”. Mudah-mudahan dengan adanya pencanangan gerakan sergap serap gabah tingkat nasional ini, harga gabah pada waktu panen raya terutama di tingkat petani tidak jatuh, bahkan dapat mensejahterakan dan memberikan semangat kepada petani untuk segera olah tanah dan tanam kembali”. Gubernur Jawa Barat memberikan apresiasi kepada kementerian pertanian, yang telah memberikan bantuan anggaran kegiatan berupa benih, alat tanam, perbaikan irigasi, seribu desa mandiri benih, serta alat pra dan pascapanen, dalam rangka meningkatkan produksi pangan di jawa barat, juga penghargaan kepada TNI yang telah melakukan pendampingan dalam berbagai gerakan-gerakan seperti gerakan pengolahan lahan, pembagian air, tanam dan panen serempak, pendataan dan sebagainya. Mudahmudahan disiplin dan semangatnya dapat ditiru oleh petani, petugas dan kita semua, sehingga program nasional swasembada pajale dapat tercapai. Menurut Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Ir. Diden Trisnadi, MP dalam keterangannya kepada PPID Distan menyampaikan, “upaya pencapaian sasaran produksi pada tahun 2016, dilakukan antara lain melalui penerapan teknologi, peningkatan intensitas pertanaman (PIP), perluasan areal tanam (PAT), pengamanan produksi dari organisme pengganggu tumbuhan, dampak perubahan iklim (DPI), dan penekanan losses. Dimana pelaksanaannya di lapangan didampingi oleh tim UPSUS Pajale pusat, provinsi, kabupaten, dan TNI,” terangnya. Diden juga menjelaskan, “berbagai upaya peningkatan produksi melalui peningkatan provitas dengan penerapan teknologi seperti sistem tanam jajar legowo, merupakan salah satu teknologi dengan mengatur jarak tanam yang memberikan ruang tumbuh lebih longgar, sehingga sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari lenih baik untuk pertanaman sehingga tanaman tumbuh baik, dan diharapkan menghasilkan produksi yang tinggi”, ujarnya. © (Atep Mutaqin/Redaksi Gentra Tani)
Nomor III Edisi I 2016
43
PANEN RAYA PADI BERSAMA MENTERI PERTANIAN DI INDRAMAYU
P
anen Raya Padi 2016 yang diadakan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat kali ini dilaksanakan di Kabupaten Indramayu. Acara tersebut dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2016 bertempat di Kelompok Tani Mekar Tani I Desa Cikedung Lor Kecamatan Cikedung Kabupaten Indramayu. Dihadiri oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia, Gubernur Jawa Barat, Bupati Indramayu, Ketua KTNA Nasional, Para Kepala Opd Terkait Lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten/Kota Se-Jawa Barat, Panitia Pelaksana serta Elemen Masyarakat. Dalam sambutannya Menteri Pertanian Republik Indonesia Andi Amran Sulaiman, bahwa “Provinsi Jawa Barat merupakan satu sentra produksi padi nasional. Dengan luas baku sawah seluas 936.529 hektar, pada tahun 2016 target produksinya sebesar 12.068.727 ton gabah kering giling dengan target tanam seluas 2.047.220 hektar (MT 2015/2016 1.180.991 hektar dan MT 2016 866.228 hektar). Realisasi areal tanam padi MT 2015/2016 di Jawa Barat sampai dengan Bulan Maret minggu pertama seluas 1.00.094 hektar atau 85% dari sasaran, mudah-mudahan sampai akhir Maret dapat tercapai 100%, ujar Andi Amran singkat dalam sambutannya. Lanjutnya Andi, pada musim tanam padi MT 2015/2016 dalam realisasinya terkendala dengan adanya el-nino yang melanda hampir di seluruh Jawa Barat mulai Bulan juni sampai dengan Bulan November 2015, yang berakibat pada mundurnya musim tanam. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan juga mengatakan, “dengan adanya mundur tanam padi MT 2015/2016 akibat musim kering
44 Majalah Gentra Tani
yang berkepanjangan di tahun 2015, hujan baru turun secara merata di seluruh provinsi Jawa Barat pada Bulan Desember 2015, tentu hal ini berakibat mundurnya panen dimana biasanya panen raya dimulai pada Bulan Februari, maka pada tahun
2016 mundur menjadi Bulan April, ujar Ahmad Heryawan. Kemudian Ahmad Heryawan menambahkan, “diperkirakan luas panen padi Bulan Maret seluas 221.568 hektar, April 325.338 hektar, dan Mei seluas 240.662 hektar”. Mudah-mudahan dengan adanya pencanangan gerakan sergap serap gabah tingkat nasional ini, harga gabah pada waktu panen raya terutama di tingkat petani tidak jatuh, bahkan dapat mensejahterakan dan memberikan semangat kepada petani untuk segera olah tanah dan tanam kembali, ujar Ahmad Heryawan disela-sela sambutannya. Gubernur Jawa Barat pun memberikan apresiasi kepada Kementerian Pertanian, yang telah memberikan bantuan anggaran kegiatan berupa benih, alat tanam, perbaikan irigasi, seribu desa mandiri benih, serta alat pra dan pascapanen, dalam rangka meningkatkan produksi pangan di Jawa Barat, juga penghargaan kepada TNI yang telah melakukan pendampingan dalam berbagai gerakan-gerakan seperti
gerakan pengolahan lahan, pembagian air, tanam dan panen serempak, pendataan dan sebagainya. “Mudahmudahan disiplin dan semangatnya dapat ditiru oleh petani, petugas dan kita semua, sehingga program nasional swasembada pajale dapat tercapai, Ujar Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan”. Menurut Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Ir. Diden Trisnadi, MP, mengatakan bahwa, “upaya pencapaian sasaran produksi pada tahun 2016, dilakukan antara lain melalui penerapan teknologi, Peningkatan Intensitas Pertanaman (PIP), Perluasan Areal Tanam (PAT), pengamanan produksi dari organisme pengganggu tumbuhan, Dampak Perubahan Iklim (DPI), dan penekanan losses. Dimana pelaksanaannya di lapangan didampingi oleh Tim Upsus Pajale Pusat, Provinsi, Kabupaten, dan TNI, ujar Diden dalam sambutannya”. Lebih lanjut Diden menerangkan, “berbagai upaya peningkatan produksi melalui peningkatan provitas dengan penerapan teknologi seperti sistem tanam jajar legowo, merupakan salah satu teknologi dengan mengatur jarak tanam yang memberikan ruang tumbuh lebih longgar, sehingga sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari lebih baik untuk pertanaman sehingga tanaman tumbuh baik, dan diharapkan menghasilkan produksi yang tinggi”, terang Diden. © (Rizky Adibrata/Redaksi Gentra Tani)
PANEN PADI VARIETAS PANDANWANGI UNGGULAN KABUPATEN CIANJUR
D
inas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat menggelar Acara Panen Padi Varietas Pandanwangi Unggulan Tahun 2016. Panen yang digelar pada hari Kamis 31 Maret 2016 bertempat di Kelompok Tani “Tipar Indah” Desa Ciwalen, Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten Cianjur dihadiri oleh Bupati Kabupaten Cianjur, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Beserta Jajarannya, Kepala Biro Lingkup Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Pimpinan BUMN Lingkup Jawa Barat, Para Kepala Opd Terkait di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Cianjur, Ketua KTNA Provinsi Jawa Barat, Ketua Asosiasi dan MP3C serta Elemen Masyarakat. Menurut Bupati Kabupaten Cianjur Irvan Rivano Muchtar, mengatakan bahwa, “Padi varietas Pandanwangi, merupakan Padi khas kabupaten Cianjur dan menjadi Padi unggulan Jawa Barat bahkan nasional. Padi atau beras Pandanwangi mempunyai aroma pandan, rasanya enak dan pulen, sehingga menjadi sangat terkenal dan diburu
penggemarnnya, sehingga banyak pelaku usaha yang memberi label beras Pandanwangi Cianjur pada merk dagangnya, walaupun beras tersebut bukan beras Pandanwangi dan bukan berasal dari Kabupaten Cianjur, ujar Irvan”. Lebih lanjut Irvan menambahkan bahwa “Padi varietas Pandanwangi sudah terkenal sejak tahun 1973 dan dilepas oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2004. Budidaya varietas Pandanwangi berbeda dengan varietas Padi pada umumnya, selain mempunyai karateristik yang khas, juga mempunyai umur yang relatif panjang yaitu 150 hari, Tutup Irvan”. Menurut Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur, Dadan Harmilan mengatakan “Padi atau beras Pandanwangi mempunyai aroma pandan, rasanya enak dan pulen, sehingga menjadi sangat terkenal dan diburu penggemarnnya, sehingga banyak pelaku usaha yang memberi label beras Pandanwangi Cianjur pada merk dagangnya, walaupun beras tersebut bukan beras Pandanwangi dan bukan berasal dari Kabupaten Cianjur, terang Dadan”. Selanjutnya Dadan menerangkan “masyarakat pecinta Padi Varietas Pandanwangi melalui Pemda Kabupaten Cianjur, pada Musrengbangtan mengajukan dilestarikannya Padi Pandanwangi yang asli, selanjutnya diakomodir melalui program tematik kewilayahan kegiatan pengembangan pusat pemuliaan Padi Varietas Pandanwangi,
sesuai kesepakatan bersama antara Gubernur dengan Bupati, mulai RPJM Tahun 2009-2013, ujar Dadan dalam sambutannya“. Menurut Kepala Bidang Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Ir. Uneef Primadi MAP, mengatakan bahwa “mulai tahun 2010, pemerintah provinsi jawa barat melalui APBD I, mengalokasikan anggaran untuk pengembangan Padi Varietas Pandanwangi, ujar Uneef ”. Uneef menambahkan, bahwasanya “pada tahun 2011-2013 selain mengembangkan budidaya juga dilaksanakan kegiatan pemurnian benih Padi Varietas Pandanwangi bekerja sama dengan balitpa sukamandi, dengan tujuan tersedianya benih Padi Varietas Pandanwangi yang murni, tegas Uneef ”. Lanjutnya, Uneef menegaskan “kegiatan tematik kewilayahan pengembangan Padi Pandanwangi ini, semula direncanakan berakhir Tahun 2013, namun dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, pada RPJM 2014-2018 dilanjutkan kembali. Mudah-mudahan alokasi anggaran dari APBD I ini, baik yang biaya langsung dan bantuan keuangan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya melalui koordinasi, baik di Provinsi, Kabupaten, Kecamatan maupun dengan pelaku Padi Pandanwangi'. © (Kamala Dewi/Redaksi Gentra Tani)
Nomor III Edisi I 2016
45
PENANGANAN PASCAPANEN PADI DI KABUPATEN CIAMIS
M
eningkatkan produktivitas padi nasional serta memberikan Indeks Pertanian menuju Swasembada Nasional merupakan cita-cita para petani di Indonesia. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat menggelar Acara Panen Padi dan Penaganan Pascapanen Padi di Kabupaten Ciamis Tahun 2016 pada hari Kamis 7 April 2016. Bertempat di Kelompok Tani Desa Kertajaya Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis. Dalam acara tersebut oleh Bupati Kabupaten Ciamis, DPRD Provinsi Jawa Barat, DPRD Kabupaten Ciamis, Ketua Upsus Pajale Provinsi Jawa Barat, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Kepala BKPP Wilayah IV Priangan Beserta Jajarannya, Para Kepala Opd Terkait Di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Ciamis, serta Elemen Masyarakat. Dalam sambutannya Bupati Kabupaten Ciamis, Drs. Iing Syam Arifin, mengatakan bahwa, “Kabupaten Ciamis Memiliki Luas Wilayah 143.387,44 Ha yang terdiri dari 35.386,28 Ha Sawah dan 108.001 Ha Lahan Darat. Secara administratif Kabupaten Ciamis terdiri dari 27 Kecamatan dan 265 Desa/Kelurahan, ujar Iing dalam sela-sela pembukaan sambutannya”. Lanjutnya, mata Pencaharian Penduduk 60% berada pada sektor pertanian dan hal ini ditunjukkan dengan kontribusi sektor pertanian terhadap total PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) menduduki urutan paling tinggi yaitu 27%. “Komoditas Padi merupakan komoditas unggulan dan andalan di Kabupaten Ciamis dengan produksi 463.405 ton pada Tahun 2015, dari produksi tersebut setelah dikurangi kebutuhan konsumsi masyarakat Kabupaten Ciamis, masih surplus beras sebanyak 146.042 ton”, tutup Iing. Selain itu, menurut Ketua Tim Upsus “Keberhasilan yang telah dicapai Kabupaten Ciamis diantaranya, percepatan tanam Padi mt.2015/2016 dari target 36.545 ha telah terealisasi 37.015(101,28 %) dari target yang ditetapkan. Lanjutnya, “adapun areal tanaman Padi yang akan panen pada bulan ini seluas 13.244 Ha. Peningkatan indek pertanaman dari IP 100 ke IP 200 dan dari IP 200 ke IP 300, capaian produksi Padi Tahun 2015 adalah 463.405 ton gkg setara dengan 290.470 ton beras sedangkan kebutuhan beras Kabupaten Ciamis selama satu Tahun adalah 144.698 ton beras maka Kabupaten Ciamis surplus beras 146.042 ton”, ujarnya. Ketua Tim Upsus pun menerangkan “serapan bulog subdipre Ciamis Tahun 2016 sampai dengan 1 April
46 Majalah Gentra Tani
18.861 ton dari target 95000 ton ( 19,85%) hal ini akan terus meningkat seiring dengan pada saat ini sedang panen raya di daerah sentra pengembangan kawasan Jagung berkelanjutan di Kabupaten Ciamis seluas 3500 Ha dengan rata-rata produktivitas 7,205 ton dan produksi 25.218 ton yang diperkirakan panen habis pada bulan April 2016. Meningkatnya nilai tambah dan daya saing, produksi dan produktivitas komoditas Padi, Jagung, Kedelai Cabe Merah, Cabe Rawit, Manggis dan Pisang melalui sistem budidaya, penanganan pascapanen dan pengolahan hasil yang baik”, ujarnya singkat. Ir. Diden Trisnadi, MP selaku Ketua Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat mengatakan “Provinsi Jawa Barat merupakan sentra produksi Padi nasional, memiliki luas baku lahan sawah seluas 925.565 hektar dan dari luasan lahan baku tersebut, setiap Tahun rata-rata baru dapat ditanami Padi antara 1,9 – 2 juta hektar atau Intensitas Pertanaman (IP) di Jawa Barat ratarata baru mencapai 2 kali, tegas Diden”. “Sasaran produksi tanaman pangan di Jawa Barat berdasarkan renstra Tahun 2016 untuk Padi sebesar 12.068.727 ton gkg, Jagung sebesar 1.190.793 ton pipilan kering, Kedelai sebesar 51.823 ton biji kering dan sasaran ubikayu sebesar 2.261.561 ton ubi basah. Untuk mencapai sasaran produksi tersebut, pemerintah berupaya mendorong petani untuk mengoptimalkan produktivitas dan menekan susut hasil tanaman pangan”, pungkas Diden singkat. ©(Sutan Raveen/Redaksi Gentra Tani)
Nomor III Edisi I 2016
47
48 Majalah Gentra Tani
Nomor III Edisi I 2016
49
KEMENTERIAN 50 Majalah Gentra Tani