1
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu buah pisang. Buah pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Industri makanan pisang cukup berkembang di Indonesia, yaitu diolah menjadi tepung pisang, dodol, pure, keripik dan lain-lain. Selain itu, kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Sedangkan daun pisang dipakai sebagai pembungkus berbagai macam makanan trandisional. Produksi pisang di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 5.899.640 ton (Badan Pusat Statistik, 2011).
Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense merupakan salah satu kendala dalam upaya peningkatan produksi tanaman pisang. Keberadaan penyakit layu fusarium ini mempengaruhi produktivitas pisang yang dihasilkan secara kuantitas. Layu fusarium merupakan penyakit sangat merusak dan menyerang pertanaman pisang di seluruh dunia. Penyakit ini sukar dikendalikan, mudah berpindah dan mampu bertahan di dalam tanah dalam jangka waktu yang cukup lama. Penyakit ini menular lewat tanah, menyerang akar dan masuk bonggol tanaman. Di dalam bonggol, jamur tumbuh
2
dan merusak sistem pembuluh sehingga menyebabkan tanaman layu dan akhirnya mati (Semangun, 2007).
Menurut Dinas Pertanian Lampung (2006) produksi pisang Lampung sebesar 523.038 ton yang dihasilkan dari 7.022.177 rumpun dan 131.942 rumpun dari jumlah rumpun tersebut terserang oleh penyakit. Penyakit yang mendominasi adalah layu fusarium sebanyak 56.292 rumpun. PT NTF (Nusantara Tropical Farm) merupakan salah satu sentra produksi pisang di Lampung. Pada tahun 2010, tingkat serangan penyakit layu fusarium di perkebunan PT NTF mencapai 8,1% dari total populasi tanaman sebanyak 833.111 (komunikasi personal PT NTF, 2012). Data tersebut menunjukkan layu fusarium pada tanaman pisang sangat merugikan secara ekonomis.
Sejauh ini usaha pengendalian dilakukan dengan menggunakan fungisida kimia sintetik (mankozeb). Penggunaan fungisida kimia sintetik dapat menimbulkan resistensi jamur patogen sehingga tanaman menjadi lebih mudah terserang penyakit dan juga residu fungisida dapat mencemari lingkungan pada penggunaan fungisida yang tidak bijak. Selain itu, tindakan pengendalian secara kimiawi ini sering terlambat karena umumnya didasarkan pada gejala penyakit seperti layu, padahal infeksi oleh jamur tular tanah (soilborne) ini sering sulit dideteksi karena awal infeksi terjadi pada atau di bawah permukaan tanah (Semangun, 2007).
Oleh karena itu, pengelolaan penyakit layu fusarium harus dilakukan secara terpadu. Teknik penelitian yang saat ini sedang banyak diteliti dan dikembangkan adalah penggunaan organisme yang bersifat antagonis (agensia hayati). Salah satu jamur antagonis yang banyak diteliti dalam kaitannya sebagai agensia
3
pengendalian biologi adalah jamur Trichoderma spp. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Trichoderma spp. dapat menekan pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum (Herlina, 2009; Christopher et al., 2010; John et al., 2010), Colletotrichum acutatum (Stanley et al., 2004), Rigidoporus lignosus (Hutahaean & Junita, 2009), Rhizoctonia solani (Howell et al., 1999), Colletotrichum graminicola (Harman et al., 2004), dan Phytopthora capsici (Ahmed et al., 2000). Trichoderma spp. dapat menekan perkembangan patogen dengan cara antibiosis, mikoparasit, kompetisi, dan lisis (Dennis & Webster, 1971)
Salah satu upaya dalam peningkatan keefektifan metode pengendalian menggunakan agensia hayati ialah dengan mengaplikasikan Trichoderma spp. dengan bahan organik. Bahan organik mencakup semua bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan hewan, baik yang hidup maupun yang telah mati, pada berbagai tahap dekomposisi (Stevenson, 1982). Trichoderma spp. yang diaplikasikan dengan bahan organik mempunyai keuntungan yaitu tersedianya nutrisi bagi pertumbuhan Trichoderma spp. sehingga terjadi peningkatan propagula hidup yang umumnya dihitung sebagai colony forming unit (CFU) (Ivayani, 2010). Selain itu bahan organik menjadi tambahan nutrisi bagi tanaman (Setyowati et al., 2003) dan dapat memperbaiki sifat fisika, biologi, dan kimia tanah (Atmojo, 2003). Selain aplikasi dengan bahan organik, pemilihan strain Trichoderma spp. dapat meningkatkan keefektifannya. Trichoderma spp. yang diisolasi dari dalam tanah supresif memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai agensia hayati (Ting et al., 2010).
4
Media starter atau media perbanyakan Trichoderma spp. digunakan untuk mempermudah dalam penyimpanan dalam waktu yang lama dan kegiatan perbanyakan jamur secara massal. Peningkatkan keefektifan Trichoderma spp. di tanah untuk pengendalian penyakit tanaman dilakukan dengan penambahan bahan bahan organik lainnya pada saat dintroduksikan ke tanah atau sekitar perakaran tanaman. Bahan organik yang digunakan sebaiknya harus mempertimbangkan faktor ekonomi dan efisiensinya (Atmojo, 2003). Dalam hal ini harga yang relatif murah dan bahan yang mudah didapat menjadi faktor utama bahan-bahan starter tersebut layak digunakan. Dalam upaya mencari bahan organik yang efektif dan efisien dalam penggunannya maka dalam penelitian ini diuji beberapa bahan organik yaitu kompos, jerami padi, dan kulit singkong
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi jamur Trichoderma spp. dan bahan organik terhadap perkembangan penyakit layu fusarium pada pisang.
C. Kerangka Pemikiran
Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang mempunyai potensi yang cukup besar dan efektif dalam pengendalian penyakit tanaman. Mekanisme pengendalian jamur patogen dapat terjadi melalui kompetisi, antibiosis, lisis, dan mikoparasitisme. Kompetisi yaitu terjadi persaingan ruang dan nutrisi antara jamur patogen dan agensia hayati. Antibiosis merupakan proses mikroorganisme menghasilkan antibiotik. Lisis merupakan proses penguraian dinding sel jamur
5
patogen oleh enzim yang dihasilkan Trichoderma spp. Mikoparasitisme yaitu jamur bersifat parasit terhadap jamur lainnya (Dennis dan Webster, 1971). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa Trichoderma spp. dapat menekan pertumbuhan Fusarium oxysporum (Herlina, 2009; Christopher et al, 2010; John et al., 2010), Colletotrichum acutatum (Stanley et al., 2004), Rigidoporus lignosus (Hutahaean & Junita, 2009), Rhizoctonia solani (Howell et al., 1999), Colletotrichum graminicola (Harman et al., 2004), dan Phytopthora capsici (Ahmed et al., 2000).
Layu fusarium merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman pisang yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense. Jamur ini merupakan jamur tular tanah (soil borne). Klamidiospora jamur ini mampu bertahan selama lebih dari 30 tahun di dalam tanah walaupun tidak terdapat tanaman inangnya (Ploetz, 1990). Pengendalalian penyakit ini dengan menggunakan fungisida kimia sintetik tidak menunjukkan hasil yang maksimal. Penggunaan jamur antagonis Trichoderma spp. menjadi suatu pilihan pengendalian yang dapat dipertimbangkan. Hal ini karena sifat kedua jamur ini yang sama yaitu merupakan jamur tular tanah (soil borne), sehingga kedua jamur ini dapat saling berinteraksi dan berkompetisi. Nurbailis & Martinius (2011) melaporkan bahwa Isolat TV-T1Sk mempunyai kemampuan kolonisasi 93% pada akar bibit pisang dan juga bersifat endofit pada jaringan akar bibit pisang sehingga efektif menekan penyakit layu Fusarium dan meningkat pertumbuhan tanaman. Soesanto & Rahayuniati (2009) juga melaporkan bahwa Trichoderma spp. efektif mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman pisang ambon kuning, yaitu
6
penurunan keparahan penyakit sebanyak 53,57% dan penurunan laju infeksi sebesar 61,48% pada pembibitan.
Aplikasi Trichoderma spp. di lapangan memiliki kendala. Salah satunya ialah rendahnya kemampuan adaptasi dan perkembangan populasi Trichoderma spp. pada rizosfir setelah diintroduksikan ke dalam tanah. Menurut Sinaga (1989), sebelum diintroduksikan ke dalam tanah agensia hayati sebaiknya diperbanyak secara massal pada bahan organik yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan agar dapat beradaptasi pada lingkungan yang baru setelah diintroduksikan ke dalam tanah. Kemampuan tumbuh jamur antagonis sangat tergantung pada masukan energi dan nutrisi yang umumnya tersedia dalam media tanam. Jamur antagonis memperoleh energi dan nutrisi dari bahan-bahan hasil dekomposisi bahan organik dalam tanah dan mempergunakannya untuk aktivitas serta memperbanyak populasinya (Barakat & Al-Masri, 2009). Menurut Ginting & Maryono (2012), kandungan bahan organik yang relatif banyak pada medium tanam dapat menekan penyakit busuk pangkal batang lada. Untuk memperoleh jamur antagonis yang efektif dalam mengendalikan penyakit tanaman, jamur antagonis harus memiliki kualitas yang baik. Kualitas jamur antagonis antara lain ditentukan oleh jumlah propagula (konidia) yang terbentuk dan persentase pertumbuhan propagula jamur. Untuk mendapatkan kualitas jamur yang baik ini diperlukan suatu media yang mendukung peningkatan jumlah propagula dan pertumbuhan, salah satunya ialah bahan organik menir beras (Ivayani, 2010; Ginting & Maryono, 2011)
7
Bahan organik selain beperan dalam memberikan nutrisi terhadap pertumbuhan Trichoderma spp., menurut Atmojo (2003) bahan organik berperan penting terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah lainnya. Peran bahan organik terhadap kimia tanah yaitu sebagai salah satu sumber hara makro maupun mikro. Sifat fisika tanah yang dipengaruhi yaitu, bahan organik mampu membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat, meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Peran bahan organik terhadap sifat biologi tanah yaitu mensuplai energi bagi organisme tanah, meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi tanaman (Stevenson, 1982). Dengan demikian, sifat fisika, kimia, dan biologi tanah yang baik akan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman pula sehingga apabila tanaman sehat, maka tanaman akan meningkat ketahanannya terhadap serangan patogen.
Dalam upaya mencari bahan organik yang efektif dan efisien dalam penggunannya maka dalam penelitian ini diuji beberapa bahan organik yaitu kompos, jerami padi, dan kulit singkong. Menurut Ismujiwanto et al. (1996), aplikasi T. viride dengan kompos jerami dapat menurunkan serangan Fusarium oxysporum pada pangkal
intensitas
batang dan akar tanaman
vanili. Selain itu Darmono (1994) melaporkan bahwa, aplikasi Trichoderma spp. dengan menggunakan dedak ternyata dapat menekan serangan Phytophthora spp. di dalam jaringan buah kakao. Hasil penelitian Djatmiko & Rohadi (1997) menunjukkan pelet T. harzianum yang diperbanyak dalam sekam padi dan
8
bekatul mempunyai kemampuan menekan patogenitas Plasmodiophora brassicae dan penyakit akar gada, baik pada tanah andosol maupun latosol.
Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, serta kotoran hewan yang telah, mengalami proses dekomposisi, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Selain itu kompos mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman (Setyorini et al., 2006). Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya. Jerami padi mengandung 35,1% serat kasar, selulosa 33,0%, 6,96% lignin, dan 4,2% protein kasar. Kulit singkong mengandung 4,8% protein kasar, 21,2% serat kasar, 4,2% abu, 0,36% Ca, 0,112% P dan 0,227 % Mg (Devendra, 1977 & Sofyan, 2004 et al. dalam Setyorini et al. 2006). D. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah: 1. Isolat Trichoderma spp. dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan penyakit layu fusarium pada tanaman pisang. 2. Penambahan bahan organik yang mengandung Trichoderma spp. dapat meningkatkan kepadatan populasi Trichoderma spp. yang diinfestasikan. 3. Kombinasi isolat Trichoderma spp. dan bahan organik dapat meningkatkan penekanan penyakit layu fusarium pada tanaman pisang.