CATATAN KRITIS terhadap Rancangan Peraturan KPU Tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye & Partisipasi Masyarakat
http://nasional.kompas.com/read/2012/11/01/02385584/Korupsi.Berawal.dari.Proses.Pemilu Oleh : Abdul Fickar Hadjar1[2] Pengantar Setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan kualitas pemilihan umum (Presiden, DPR/D & DPD dan Pemilihan Kepala & Wakil Kepala Daerah) belum memenuhi harapan, antara lain2[3] pertama: pemilukada menjadi salah satu penyebab banyaknya kepala daerah yang melakukan korupsi. Data Kementerian Dalam Negeri Tahun 2011 menyatakan ada 17 Gubernur, 135 Bupati dan Walikota yang tersangkut kasus korupsi. Demikian juga kredibilitas sang calon kepala daerah sejak awal sudah bermasalah, Ijazah palsu, pernah dihukum atau perbuatan tercela lainnya muncul sebagai faktor kegagalan pemilukada. Oleh karena itu partai politik sangat bertanggung jawab dalam seleksi pemilihan calon kepala daerah sebelum akhirnya calon tersebut dipilih oleh masyarakat. Kedua, kualitas pelaksanaan pemilukada selama ini memang masih banyak kekurangan dan harus diperbaiki. Berbagai permasalahan tersebut diantaranya adalah; tiadanya pembatasan dana kampanye dan pembatasan ruang publik yang digunakan untuk kampanye. Karena tidak ada pembatasan, maka semua calon kepala daerah akan berlomba-lomba memaksimalkan modal kampanyenya untuk membuat atribut kampanye dan dipasang di berbagai ruang publik. Demikian juga modal yang harus dikeluarkan oleh calon kepala daerah menjadi sangat besar,
1[2] Praktisi & Dosen Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta. 2[3] Abdul Fickar Hadjar, Pemilukada: Industrialisasi Politik dan Responsibilitas http://fickar15.blogspot.com/2011/04/pemilukada.html diunduh tanggal 28 Oktober 2012
Mahkamah
Konstitusi,
selain untuk membeli “perahu partai pendukung”, membiayai kampanye juga biaya membeli suara pemilih (money politics). Persoalan teknis lain yang berdampak luar biasa adalah masalah kesemrawutan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Masalah DPT bukanlah persoalan sepele karena kesemrawutan DPT telah menghilangkan banyak hak pilih warga negara yang notabene merupakan hak asasinya. Selain itu kesemrawutan DPT bisa juga dimanfaatkan untuk tujuan politis pemenangan salah satu calon yang berarti mencederai proses pemilihan yang harusnya berlangsung secara jujur. Ketiga, persoalan pemilukada ini juga semakin diperkeruh oleh keterbatasan kualitas dan kapasitas dari anggota KPUD. Di beberapa kasus terjadi, pentahapan pemilukada berlangsung kacau balau, dan banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh KPUD yang berbuntut berbagai gugatan. Dalam beberapa perkara PHPU di MK terungkap KPUD dengan sengaja mengabaikan perintah putusan peradilan, bahkan sengaja mencari-cari alasan agar para bakal calon pasangan peserta menjadi tidak punya waktu untuk mendaftar sebagai peserta Pemilukada. Adanya indikasi KPUD melakukan pemihakan bertindak diskriminatif menghalangi terpenuhinya syarat bakal pasangan calon atau sebaliknya berupaya untuk meloloskan bakal pasangan calon yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi peserta pemilukada dengan motif untuk memenangkan pasangan calon tertentu. Ini sebuah modus yang sangat membahayakan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.
Permasalahan-permasalahan tersebut, jika diletakkan dalam kontek penyusunan regulasi dalam rangka peningkatan kualitas pemilu, dalam hal ini penyusunan Peraturan KPU mengenai Partisipasi Masyarakat dan mengenai Pedoman Pelaksanaan Kampanye, maka dapatlah ditarik beberapa pertanyaan: Sejauh mana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaran pemilu dapat mengakomodir hak-hak masyarakat pemilih dengan baik ?, dalam kalimat yang lain dapat dirumuskan sejauh mana partisipasi masyarakat ekternal
dapat menghilangkan hambatan-hambatan
yang menyebabkan masyarakat pemilih tidak dapat melaksanakan hak pilihnya.
Pertanyaan lain yang juga mencerminkan adanya permasalahan,
jika kampanye diletakan
sebagai bagian dari pendidikan politik, sejauh mana kampanye dapat menjadi ranah pemasaran yang efektif dan penuh etika,
dan tidak menjadi bursa jual beli suara di pasar bebas, yang
hanya menguntungkan mereka yang dapat mengumpulkan sumbangan kampanye yang tak
terbatas. Karenanya pembatasan dana kampanye menjadi signifikan masuk dalam regulasi kampanye. Catatan-catatan kecil dibawah ini mencoba membahas dan menjawabnya.
Catatan kritis terhadap regulasi Partisipasi Masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu esensi demokrasi yaitu pelibatan publik dalam menjalankan dan menentukan proses politik. Partisipasi
juga merupakan prinsip demokrasi
yang signifikan selain prinsip-prinsip lainnya, yaitu Inklusivitas, perwakilan (representation), transparansi, akuntabilitas, kecepatan merespon (responsiveness), kompetisi dan solidaritas.3[4] Sehingga sudah seharusnya mendapatkan perhatian khusus. Jika didalami dan diamati secara seksama, Rancangan peraturan KPU mengenai Partisipasi Masyarakat lebih banyak merupakan solusi bagi hambatan-hambatan internal yang terjadi pada Mayarakat Pemilih (MP) seperti
ketidak tahuan MP akan
sistem, tata cara, tahapan
penyelenggaran pemilu, dan kesadaran MP sebagai pemilih, sehingga jawaban yang disediakan adalah sosialisasi pemilu, pemdidikan pemilih, survey, perhitungan cepat dan pemantauan pemilu. Sedangkan hambatan ekternal yang menyebabkan MP tidakapat melaksanakan haknya sebagai pemilih kurang mendapat perhatian. Artinya jika MP sudah mengetahui seluk beluk penyelengaraan pemilu dan sudah paham akan haknya, tetapi tidak dapat melaksanakan haknya karena kendala ekternal, apakah DPT yang kacau atau hambatan politis lainnya, maka ranah ini juga bisa menjadi “ruang partisipasi masyarakat” dalam rangka membantu MP mendapatkan dan melaksanakan haknya sebagai pemilih. Demikian juga terdapat kerancuan penggunaan istilah “partisipasi masyarakat” dalam konteks pengertian yang berbeda.
Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Rancangan Peraturan KPU tentang Partisipasi Masyarakat, antar lain : Rancangan Peraturan KPU
Alasan dan/atau Argumennya
Usulan perubahan / penambahan
Menimbang: b).
bahwa
partisipasi Pengertian
“Partisipasi b).
Bahwa
3[4] Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Rajawali Press, 2003, Jakarta,
partisipasi
masyara- kat dlm bentuk sosialisasi Pe-milu, pendidikan politik bagi pemilih ................................dst
c). bahwa tingkat partisipasi ma syarakat dalam penyeleggaraan Pemilu semakin menurun yg sa lah satu indikatornya adalah me ningkatnya angka golput ....dst
masyarakat” yg dirumuskan dlm Bab Ketentuan Umum adalah pengertian yg luas, artinya tidak terbatas pd pengertian sebagai pemilih saja, tapi juga dalam bentuk bentuk lainnya. Oleh karena itu ketika menggunakan istilah “partisipasi masyarakat” semes tinya hrs diperjelas apa bentuknya, sehingga tidak menimbulkan penafsiran ganda.
Argumennya: Hambatan ekternal yang menyebabkan Masyarakat Pemilih (MP) yang telah secara sadar mengetahui seluk beluk pemilu dan sadar akan haknya, tetapi tidak dapat melaksanakan haknya sebagai pemilih karna faktor teknis (DPT yg kacau) ataupun karena faktor politis lainnya. Maka ada ranah yg dapat dimanfaatkan masyarakat untuk membantu MP yg tdk berdaya. “ruang partisipasi masyarakat” ini merupakan upaya meningkat kan qualitas dan partisipasi masyarakat sebagai pemilih. Kelompok sasaran Bantuan hukum Pemilih (BHP) ini adalah masyarakat yg tidak terjangkau oleh sosialisasi maupun pendidikan pemilih.
masyarakat dlm penyelenggaraan Pemi lu dalam bentuk sosialissasi Pe milu, pendidikan politik bagi pemilih, bantuan hukum pemilih , survey atau .........dst c). Bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam penyeleng garan Pemilu sebagai Pemilih se makin menurun yg salah satu indikatornya adalah meningkat nya angka golput .......dst
Bab KETENTUAN UMUM Pasal 1 7. Pendidikan pemilih adalah .. ....... dst 8. Bantuan hukum pemilih ada- lah bantuan yg diberikan kepada masyarakat yg mempunyai hak pilih tetapi tidak dapat melaksanakan hak pilihnya dalam penyelenggara an Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabu paten/Kota.
Tidak terjangkau karena : Sosialisasi & pendidikan pemilih tidak tepat sasaran; Sosialisasi & pendidikan pemilih tdk dimengerti; Alasan politis & teknis.
Argumennya: Sesuai dengan prinsip-prinsip partisipasi masyarakat dlm pemilu yg ditetapkan, maka terciptanya kepastian hukum melalui pemberian bantuan hukum terhadap pemilih yang tidak dapat melaksanakan hak piilihnya baik karena kendala teknis maupun politis merupakan conditio cine qua non dalam penyelenggaraan pemilu yg berdasarkan kedaulatan rakyat (demokrasi) dan berdasarkan hukum (nomokrasi).
Pasal 3 Tujuan Masyarakat
Partisipasi
Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi & DPRD Kabupaten / Kota bertujuan untuk: menimgkatkan ....dst meningkatkan .... dst meningkatkan ....dst mewujudkan kepastian hukum pada pelaksa naan hak pilih masyarakat dalam pemilu yang demokra tis.
Kendala teknis adalah kendala kendala yang diakibatkan oleh adminstrasi pemilu yang tidak kondusif baik karena kelalaian maupun kesengajaan. Kendala politis dimaksudkan sebagai upaya-upaya sengaja yg dilakukan pihak-pihak berkepen tingan untuk menghilangkan masyarakat pemilih. WEWENANG TANGGUNG JAWAB
WEWENANG TANGGUNG JAWAB
& Argumennya:
Pasal 4
Pasal 4 (1)Dalam
&
penyelenggaraan
(1)Dalam penyelenggaraan Par- tisipasi Masyarakat, KPU, KPUD Provinsi/KIP Aceh dan KPU Kabupaten/Kota/KIP Kabupaten /Kota mempunyai wewenang: a. mengatur ruang .........dst. b. mengatur pihak .........dst. c. menolak atau menerima partisipasi masyarakat berdasar kan dengan peraturan perundangundangan. (2) Wewewnang ............dst. (3) Penolakan ................dst.
Tidak seluruh bentuk partisipasi masyarakat membutuhkan izin atau pendaftaran sebelum dilakukan kegiatannya. Oleh karenanya harus ditegaskan bahwa penolakan atau penerimaan hanya diberlaku kan terhadap kegiatan tertentu saja. Jika tidak ditegaskan bisa menjadi ketentuan yang multi tafsir yg potensial disalah guna kan bagi partisipasi masyarakat yg tdk memerlukan izin / pendaftaran.
Par- tisipasi Masyarakat, KPU, KPUD Provinsi/KIP Aceh dan KPU Kabupaten/Kota/KIP Kabupaten /Kota mempunyai wewenang: a. mengatur ruang .........dst. b. mengatur pihak .........dst. c. menolak atau menerima partisipasi masyarakat yang memerlukan izin / pendaftaran berdasarkan peraturan perun dangundangan. (2) Wewewnang ............dst. (3) Penolakan ................dst.
Keterlibatan dalam Penyusu nan Kebijakan / Peraturan Pasal 10 Argumennya: Kegiatan yang disebutkan dlm butir (j) s/d (m) bukanlah kegiatan “penyusunan kebija kan”, melainkan kegiatan advokasi dan bantuan hukum terhadap masyarakat yg dirugikan dgn diterbitkannya sebuah ketentuan. Kegiatan ini lebih merupakan kegiatan Partisipasi Masyarakat yang mendiri seperti halnya bantuan hukum pemilih yang diusulkan diatas.
(1)Keterlibatan masyarakat dlm penyusunan kebijakan / peratu ran terkait dgn penyelengaraan pemilu dapat berupa: a. melakukan identifikasi ...... b. mendorong pejabat ........ c. memberikan masukan .... d. penelitian ................... e. bantuan keahlian ............ f. mengikuti persidangan ..... g. menyebarluaskan ........ h. melakukan pendidikan .... i. mendukung ................... butir (j). sampai dengan (m) dihapuskan.
Catatan kritis terhadap regulasi Pedoman Pelaksanaan Kampanye.
Suap menyuap atau memberikan dan menjanjikan uang agar menggunakan kekuasaan atau kewenangan untuk keuntungan pemberi suap, dalam perspektif Undang-undang No. 31 Tahun 1999
disebut sebagai tindak pidana korupsi. Dalam konteks yang lain, kekuasaan atau
kewenangan dapat berbentuk hak untuk memilih, karenanya perbuatan
yang sama dalam
perspektif pemilu disebut dengan money politics. Adalah realitas pada masa kampanye dalam setiap pemilu (baik pemilu legislatif/Presiden maupun pemilukada), memberikan uang atau dalam bentuk barang bernilai ekonomis, selalu menjadi pilihan cara untuk mempengaruhi pemilih agar menjatuhkan pilihannya pada kontestan tertentu. Visi missi hanya menjadi pelengkap penderita. Meski cara ini merupakan cara yang paling kuno, tetapi sejarah mencatat inilah bagian terbanyak dalam pelanggaran pemilu.
Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah catatan sejarah yang nyata. Ada sejumlah banyak putusan hasil penetapan KPUD dibatalkan karena perolehan suara pemenangnya didasarkan pada cara-cara yang melawan hukum ini dan sering diistilahkan sebagai TSM. Terstruktur dalam pengertian aliran dana dilakukan melalui tingkatan yang terorganisir, demikian juga cara-caranya dilakukan secara sistematis melalui surat-surat keputusan, program kerja dan semacamnya. Demikian juga penyebarannya dilakukan secara masif, hampir merata diseluruh daerah pemilihan. Ini semua membuktikan begitu lekatnya masalah money politic ini dengan sebuah pemilu, yang salah satunya tidak ada pembatasan terhadap dana kampanye setiap peserta. Karenanya regulasi/pengaturan mengenai hal ini menjadi signifikan.
UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD menentukan sanksi yang cukup berat terhadap pelanggaran money politik,4[5] bahkan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat dijadikan alasan pembatalan nama calon sebagai daftar calon tetap atau
pembatalan saebagai calon terpilih.5[6] Hanya saja akar masalahnya
4[5] Pasal 301 Undang-undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemiu Anggota DPR, DPD & DPRD, menentukan sanksi: a). Money Politics yang dilakukan pada masa kampanye dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp.24 juta, b) pada masa tenang dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp.48 juta, c). Serangan Fajar pada hari H dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp.36 juta. 5[6] Pasal 90 Undang-undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu.
“pembatasan dana kampanye”, belum juga mendapat perhatian para pembuat undang-undang Pemilu yang notabene stake holdernya juga.
Berikut ini catatan-catatan terhadap regulasi kampanye, sebagai berikut: Rancangan Peraturan KPU
Menimbang: bahwa setiap warga ... bahwa pendidikan .. bahwa untuk me ...... bahwa berdasarkan ...
Alasan dan/atau Argumennya
Usulan perubahan / penambahan
Alasan & argumennya: Bahwa adalah kenyataan terjadi pembelian suara pemilih (money politics) dalam setiap pemilu. Hal ini disadari oleh setiap orang termasuk pembuat regulasi, yang sekaligus juga peserta pemilu, sehingga selain sanksi administratif (pembatalan sebagai calon terdaftar maupun embatalan sevagai calon terpilih) juga diterapkan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2012. Oleh karenanya mpney politics ini sudah merupakan “urgensi sosiologis” yang sangat tepat dimasukkan sebagai konsideran “menimbang” sebagai gambaran sudah begitu beratnya persoalan cara-cara kampanye yang konvensional dan melawan hukum.
Menimbang: bahwa setiap .... bahwa pendidikan .... bahwa terbukti pada setiap pelaksanaan kampanye pemilu telah banyak menim bulkan ekses negatif antara lain berupa pembelian suara pe milih(money politics) yang jika tidak diatur akan menurunkan kualitas bahkan da pat merusak sistem pemilu secara kese luruhan, karenanya dibutuhkan pengatu ran yang dapat meredusirnya. Bahwa untuk me..... Bahwa berdasarkan ...