Catastrova Prima
Suburban Love
Penerbit Klinik & Rumah Jeruk Semarang, 2012
Suburban Love Oleh: Catastrova Prima Copyright © 2012 by Catastrova Prima
Penerbit Klinik & Rumah Jeruk Jl. Jeruk V/17, Semarang
[email protected]
Desain Sampul: Thinktongkeys Penata Letak: @oemamizm Ilustrasi Isi: Bayu Tambeng Revisi pertama, Agustus 2012 Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com 2
Halaman pertama membuat saya tertegun dan halamanhalaman selanjutnya membuat saya terpaku. Buku ini bercerita tentang luka. Bukan luka yang membuat berdarah, namun luka yang mengingatkan bahwa di suatu masa, kita semua pernah jatuh cinta. Luka yang dikisahkan dengan sederhana, tanpa bertele-tele, indah apa adanya. Dan seperti itulah, seharusnya cinta. Jenny Jusuf, penulis Suburban Love adalah cara seorang Catastrova Prima mengatakan pada kita mengapa cinta begitu penting. Ia mengubah kita menjadi lebih baik. Wiwien Wintarto, novelis Gombel.com Seluruh cerita di buku ini adalah tentang cinta. Bukan sekedar cinta dua anak manusia tapi juga cinta pada orangtua, sahabat, anak, saudara. Yang indah, yang luka, yang bebal. Seperti sebuah catastrophe yang mengaduk-aduk perasaanmu. Latree Manohara, blogger, cerpenis Bukan teenlit dan membuat kita berpikir.. @andimeinl, drummer Lipstik Lipsing Saya salah satu penggemar tulisan-tulisan Catastrova Prima di blog sejak 3 tahun lalu. Suburban Love bukan sekedar buku kumpulan cerpen, tema-tema yang disuguhkan sangat beragam. Ada sisi humanisme yang ditampilkan, ada manis asam hubungan cinta, ada juga kebahagiaan yang didapat dari hal sederhana. Tumplek plek sehingga buku ini kaya rasa. Nikmati buku ini dengan secangkir kopi atau teh di sore hari, akan ada banyak pelajaran hidup yang dapat dipetik dari katakata yang dirangkai begitu indah. Eka Situmorang-Sir, blogger
3
DAFTAR ISI
Shelter ~5
Galuh ~13 Tentang Jarak ~ 21
A Cup Of Coffeedrip ~ 27 Surat dari Fukuoka ~ 41
Suburban Love ~ 51 Lost ~ 59
Song Before Sunset ~ 65 Monolog Tentang Engkau ~ 77
Tokek dan Sepatu ~ 83 Catastrophe ~ 87
Firasat ~ 91 Cerita Di Balik Laju Kereta ~ 97
Golden Day ~ 101 Cerita Tanpa Ending ~ 111 Di Antara Bangku Kereta Dan Pancaroba ~125 Tentang Suburban Love ~ 131 Tentang Catastrova Prima ~ 135
4
5
G
erimis merinai ketika aku harus berjalan memunggunginya tanpa menoleh lagi. Inilah perpisahan paling sepi dalam hidupku. Perpisahan tanpa alasan. Tanpa pelukan. Tanpa ucapan selamat tinggal. Di simpang jalan, entah kenapa, tiba-tiba aku ingin berbalik, memeluknya, memohon, meminta maaf dan berjanji memperbaiki diri bila memang aku yang pantas disalahkan atas perpisahan ini. Bagaimanapun juga dia energi terbesar dalam hidupku. Udara yang aku hirup setiap hari. Dia, satusatunya alasan kenapa aku harus berubah menjadi orang yang lebih baik. Namun urung. Aku tahu pelukan ini tidak lagi mampu menghangatkan hatinya yang beku. Dadaku sesak. Padahal, aku hanya ingin diberi kesempatan untuk mengajukan satu pertanyaan kenapa aku tidak layak mendapatkan sebuah kebahagiaan. Sayangnya, sejak kata ‘putus’ itu terlontar, dia tidak memberiku kesempatan. Tak ada penjelasan keluar dari bibir yang pernah mengecup bibirku ribuan kali itu. Sebaliknya, yang aku dapati justru sorot mata penuh kebencian. Kebencian yang menghujam sampai ke jantungku. Aku tidak tahu persis maknanya. Aku hanya bisa mengeja bahwa kebencian itu barangkali kompensasi atas rasa bersalahnya padaku. Itu saja.
6
Seolah-olah ia marah padaku, padahal ia marah pada dirinya sendiri. Kali ini aku sakit seorang diri. Namun barangkali dia lebih sakit karena sepanjang tahun membuatku terus menangis. Sesampainya di terminal, mataku masih basah. Aku duduk sendirian di dekat jendela, memandangi gerimis yang tak kunjung surut, masih berharap dia mengejarku dan melambaikan tangan seperti biasanya saat bus yang kutumpangi melaju. Tetapi, tidak ada siapapun yang kukenal di luar sana. Akhirnya aku sadar semuanya telah berakhir. Aku akan sendiri setelah ini. Berjalan tanpa penopang lagi.
7